PENDUGAAN NERACA AIR MENGGUNAKAN APLIKASI
TANK MODEL
DAN PERHITUNGAN EROSI SEDIMENTASI
DENGAN METODE MUSLE DI SUB-DAS CIBENGANG
KABUPATEN BANDUNG
ASEP DAHLAN FARID
DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN
FAKULTAS KEHUTANAN
ASEP DAHLAN FARID (E14062929). Pendugaan Neraca Air menggunakan Aplikasi Tank Model dan Perhitungan Erosi Sedimentasi dengan Metode MUSLE di Sub-DAS Cibengang Kabupaten Bandung. Dibawah bimbingan NANA MULYANA ARIFJAYA
Sampai saat ini metode yang digunakan di Indonesia untuk menduga erosi masih menggunakan metode USLE (Universal Soil Loss Equation). Sementara itu, ada metode baru yang merupakan pengembangan dari metode USLE, yaitu MUSLE (Modified Universal Soil Loss Equation) yang lebih akurat dalam menduga erosi. Berbagai pendapat menyebutkan bahwa untuk menerapkan metode MUSLE ini sulit, karena harus menghitung limpasan permukaan. Tank Model bisa menjadi solusi, karena Tank Model digunakan untuk menduga distribusi aliran air secara vertikal dan horisontal berdasarkan waktu sehingga diketahui penyebaran air dalam kawasan DAS, sehingga limpasan bisa diketahui.
Penelitian dilaksanakan di Sub-DAS Cibengang, Desa Tanjungwangi, Kecamatan Cicalengka, Kabupaten Bandung, Provinsi Jawa Barat. Pengolahan data dilakukan di Laboratorium Hidrologi Hutan dan DAS, Departemen Manejamen Hutan, Fakultas Kehutanan IPB. Tujuan penelitian ini yaitu: 1) Mengaplikasikan
Tank model dan MUSLE berbasis data SPAS, 2) Mengkaji laju sedimen dan erosi di Sub-DAS Cibengang. Tahap penelitian meliputi : 1) Analisis hubungan debit aliran sungai dengan tinggi muka air, 2) Analisis input Tank Model (curah hujan, debit aliran, dan evapotranspirasi), 3) Analisis hidrograf, 4) Analisis output Tank Model, 5) Analisis laju sedimen dan erosi dengan metode MUSLE.
Luas Sub-DAS Cibengang sebesar 76,73 ha dengan penutupan lahan sebagai berikut, belukar atau semak 3,11 ha (4,05%), hutan 11,4 ha (14,86%), dan tegalan atau ladang 62,22 ha (81,09%). Jenis tanah di Sub-DAS Cibengang didominasi oleh jenis tanah regosol. Hasil kalibrasi data SPAS diperoleh hubungan tinggi muka air dengan debit aliran, yaitu: Q = 16,94 TMA2,698 dengan R sebesar 0,99 dan hubungan debit aliran dengan laju sedimen Qs = 47,78 Q2,345 dengan R sebesar 0,88. Jumlah curah hujan tahun 2010 sebesar 3.771 mm/tahun. Total laju sedimentasi hasil observasi tahun 2010 sebesar 226,06 ton/tahun (0,25 mm/tahun), sedangkan total laju sedimen hasil kalkulasi Tank Model pada tahun 2010 sebesar 364,48 ton/tahun (0,40 mm/tahun). Hubungan laju sedimen observasi dengan laju sedimen kalkulasi model MUSLE menunjukkan korelasi yang kuat dengan persamaan regresi Qsm=0,363 Qs + 0,001 dan R2 = 0,76,
dimana; Qsm adalah sedimentasi MUSLE (ton/hari) dan Qs adalah sedimentasi
hasil observasi (ton/hari).
Hasil optimasi Tank Model diperoleh nilai parameter dengan R = 0,75, dimana aliran Sub-DAS Cibengang pada tahun 2010 surface flow (Ya2) menunjukan persentase tertinggi sebesar 31,16% (1099,66 mm), kemudian
intermediate flow (Yb1) sebesar 48,14% (1698,75 mm), sub-base flow (Yc1) 16,10% (568,12 mm), dan base flow (Yd1) sebesar 4,60% (162,46 mm). Berdasarkan hasil perhitungan neraca air, ketersediaan air di Sub-DAS Cibengang mengalami defisit sebesar 390,10 mm.
SUMMARY
ASEP DAHLAN FARID (E14062929). Water Balance Estimate using Tank Model and Application Calculation of Erosion Sedimentation with MUSLE Method at Cibengang Sub-Watershed District of Bandung. Under supervisor of NANA MULYANA ARIFJAYA.
The recent method in Indonesia for prediction of erosion still uses USLE method (Universal Soil Loss Equation). After while there is new method which is the development of USLE method called MUSLE (Modified Universal Soil Loss Equation) method with more accuracy in predicting erosion. Many opinion says that MUSLE method is difficult to applied, because we have to measure the surface flow first. Tank Model is the solution for this problem, because the capability of tank model that used to predict both vertical and horizontal water flow bases time so the water distribution in watershed area can be measured, and in the end the water flow can be measured too.
The Research was located at Cibengang Sub-Watershed, Tanjungwangi Village, Cicalengka Sub-District, Bandung District, West Java. Data have been processed at Laboratory of Forest Watershed Hydrology, Department Forest Management, Faculty of Forestry, Bogor Agricultural University. The objective of this research are : 1) Tank Model application, 2) Study of sedimentation and erosion rates at Cibengang Sub-Watershed. The step of research were : 1) Correlation analysis between discharge and the water level, 2) Tank Model input analysis (Rainfall, discharge and evapotranspiration), 3) Hidrograf analysis, 4) Analysis Tank Model output, 5) Analysis of sediment and erosion rate with MUSLE method.
Cibengang Sub-Watershed is about 76,73 ha, with land cover area consist of 3,11 ha (4,05%) shurbs, 11,4 ha (14,86%) forest, and 62,22 ha (81,09%) agricultural field. Soil type at Cibengang Sub-Watershed dominated by regosol. Hydrologic Station Measurement data calibration result showing correlation between water level and discharge was Q = 16,94 TMA2,698, with R = 0,99, correlation between discharge and sedimentation rate was Qs = 47,78 Q2,345 with R = 0,88. Total rainfall in 2010 was 3.771 mm year-1. Total sedimentation rate output Tank Model observed 2010 was 226,06 ton year-1 (0,25 mm year-1), and total sedimentation rate output Tank Model calculated 2010 was 364,48 ton year-1 (0,40 mm year-1). Correlation between sediment rate observed and sediment rate of calculated MUSLE model showed a high correlation with regression equation was Qsm = 0,363 Qs + 0,001 and R2 = 0,76, which ; Qsm is sediment rate with
MUSLE method (ton day-1) and Qs is sediment rate observation (ton day-1). The optimation result from Tank Model was R = 0,75, where the flow of Cibengang Upper Catchment in year 2010, surface flow (Ya2) showing the highest percent amounting to 31,16% (1099,66 mm), intermediate flow (Yb1) 48,14% (1698,75 mm), sub-base flow (Yc1) 16,10% (568,12 mm), and base flow (Yd1) 4,60% (162,46 mm). From water balance calculate result, stored water in Cibengang Sub-Watershed is minus at amounted 390,10 mm.
DENGAN METODE MUSLE DI SUB-DAS CIBENGANG
KABUPATEN BANDUNG
Skripsi
Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Kehutanan pada Fakultas Kehutanan
Institut Petanian Bogor
ASEP DAHLAN FARID E14062929
DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN
FAKULTAS KEHUTANAN
PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul Pendugaan
Neraca Air menggunakan Aplikasi Tank Model dan Perhitungan Erosi
Sedimentasi dengan Metode MUSLE di Sub-DAS Cibengang Kabupaten Bandung
adalah benar-benar karya sendiri dengan bimbingan dosen pembimbing dan
belum pernah digunakan sebagai karya ilmiah pada perguruan tingggi atau
lembaga manapun. Sumber dan informasi yang berasal atau dikutip dari karya
yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam
teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Bogor, Juni 2011
Nama Mahasiswa : Asep Dahlan Farid
NRP : E14062929
Menyetujui, Dosen Pembimbing
Ir. Nana Mulyana Arifjaya, MSi NIP 19660501 199203 1005
Mengetahui,
Ketua Departemen Manajemen Hutan Fakultas Kehutanan
Institut Pertanian Bogor
Dr. Ir. Didik Suharjito, MS NIP 19630401 199403 1001
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Garut, Jawa Barat pada tanggal 29
Juli 1988. Penulis adalah anak pertama dari tiga bersaudara
pasangan Hidayat, S.Pd dan Euis Tuti. Penulis menyelesaikan
pendidikan formal di SDN Sukahati-Sagaranten tahun
1994-2000, SLTPN 1 Cibatu tahun 2000-2003, dan SMA Negeri 1
Garut pada tahun 2003-2006. Pada tahun 2006, penulis lulus
seleksi masuk IPB program strata 1 melalui jalur USMI (Undangan Seleksi
Masuk IPB). Penulis memilih Mayor Manajemen Hutan, Fakultas Kehutanan.
Selama menuntut ilmu di Fakultas Kehutanan IPB, penulis aktif dalam
organisasi Pengurus Cabang Silva IPB sebagai kepala divisi Infokom (Informasi
dan Komunikasi) pada periode kerja 2009-2010, panitia seminar Hutan Tanaman
Rakyat dan studium general Lacak Balak sebagai koordinator publikasi dan
dekorasi (2009), dan panitia I Love my World Campaign pada tahun 2008.
Penulis pernah terlibat dalam kegiatan Inventarisasi Hutan Menyeluruh
Berkala IUPHHK-HT sebagai ketua regu di PT. Belantara Subur, Kalimantan
Timur pada tahun 2010. Pada tahun dan tempat yang sama, penulis melaksanakan
kegiatan PKL. Penulis melaksanakan Praktek Pengelolaan Ekosistem Hutan
(PPEH) di Cilacap dan Baturraden (2008), dan Praktek Pengelolaan Hutan (PPH)
di Hutan Pendidikan Gunung Walat Sukabumi dan KPH Cianjur, Unit III Jawa
Barat (2009). Selain itu penulis dipercaya menjadi asisten praktikum mata kuliah
Hidrologi Hutan dan Pengelolaan Ekosistem Hutan dan DAS.
Sebagai syarat memperoleh gelar Sarjana Kehutanan di Institut Pertanian
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah
memberikan rahmat, hidayah, serta karunia-Nya, sehingga penulis dapat
melaksanakan dan menyelesaiakan rangkaian kegiatan pekuliahan sampai
terselesaikannya skripsi ini dengan baik. Pada Kesempatan ini penulis
mengucapakan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :
1. Ayahanda Hidayat dan Ibunda Euis Tuti yang senantiasa melantunkan do’anya dan tanpa keluh kesah mencari rizki untuk kesuksesan anak tercinta, adik – adikku Syamsul Anwar dan Esa Herawati yang tak henti-henti dengan ikhlas
memberikan semangat, senyum, dan do’anya.
2. Ir. Nana Mulyana Arifjaya, M.Si selaku dosen pembimbing yang dengan
ketulusan dan keikhlasan beliau dalam membimbing, memberikan ilmu, dan
nasehat kepada penulis dalam penyelesaian skripisi ini. Semoga ilmu ini
bermanfaat.
3. Bapak Aseng beserta keluarga yang telah membantu dan menemani penulis
serta telah menyediakan tempat istirahat selama kegiatan penelitian dan
membantu penulis dalam mengambil data di lapangan.
4. Bapak Muji dan Bapak Cecep Firman selaku staf BPDAS Citarum-Ciliwung
yang telah menyediakan data untuk dianalisis.
5. Sahabat seperjuangan Adnan Rifai Ulya S.Hut, Candra Rahmat Sahayana
S.Hut, Yudhistira Aprianto, Novriadi Zulfida, Yuliatno Budi, dan Yayat Syarif
Hidayatulloh.
6. Semua band bergenre rock dan reggae, terutama Slipknot, Sum 41, GnR,
Superman Is Dead, Pas, Bondan Prakoso dan Fade to Black, Steven, dan mas
Tonny Q, terima kasih untuk karyanya yang selalu menemani penulis dan
memberi semangat dalam menjalani hidup.
7. Semua pihak yang telah membantu proses penyelesaian skripsi yang tidak
DAFTAR ISI
Halaman
KATA PENGANTAR ... i
DAFTAR ISI ... ii
DAFTAR TABEL ... iv
DAFTAR GAMBAR ... v
DAFTAR LAMPIRAN ... vi
BAB I. PENDAHULUAN ... 1
1.1 Latar Belakang. ... 1
1.2 Tujuan Penelitian ... 2
1.3 Manfaat Penelitian ... 2
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA ... 3
2.1 Tank Model ... 3
2.2 Aplikasi Tank Model ... 3
2.3 Debit dan Sedimentasi ... 4
2.4 Hutan sebagai pengatur Debit dan Sedimentasi ... 4
2.5 Erosi dan Sedimentasi ... 5
BAB III. METODOLOGI ... 8
3.1 Waktu dan Tempat ... 8
3.2 Alat dan Bahan ... 8
3.3 Tahapan Penelitian ... 8
3.4 Analisis Data ... 9
3.4.1 Analisis Curah Hujan ... 9
3.4.2 Analisis Hubungan Tinggi Muka Air dengan Debit Aliran... 9
3.4.3 Analisis Hubungan Debit Aliran dengan Laju Sedimen ... 10
3.4.4 Analisis Hidrograf ... 11
3.5 Pengolahan Data Input Tank Model ... 12
3.6 Pengolahan Data Evapotranspirasi ... 14
3.7 Analisis Laju Erosi ... 14
BAB IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN ... 16
4.1 Letak dan Luas ... 16
4.2 Penggunaan Lahan ... 16
4.3 Topografi ... 17
4.4Tanah ... 18
4.5 Kondisi Sosial Ekonomi Sub-DAS Cibengang ... 18
4.6 Vegetasi... 19
BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN... 20
5.1 Analisis Curah Hujan... 20
5.2 Analisis Debit Aliran ... 21
5.3 Analisis Evapotranspirasi ... 24
5.4 Analisis Hidrograf ... 24
5.5 Analisis Tank Model ... 25
5.6 Analisis Laju Sedimentasi ... 29
5.6.1 Analisis Laju Sedimen hasil Observasi... 31
5.6.2 Laju Sedimentasi Aliran Lateral (Surface Flow) dan Base Flow ... 31
5.6.3 Laju Sedimentasi di Sub-DAS Cibengang ... 32
5.6.4 Analisis Hubungan Laju Sedimentasi Observasi dengan Laju Sedimentasi Hasil Kalkulasi MUSLE ... 34
5.7 Analisis Neraca Air di Sub-DAS Cilebak... 35
BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN ... 37
6.1 Kesimpulan ... 37
6.2 Saran ... 37
DAFTAR PUSTAKA ... 38
iv
DAFTAR TABEL
No Halaman
1. Luasan Sub-DAS Cibengang berdasarkan penutupan lahan ... 16
2. Luasan Sub-DAS Cibengang berdasarkan kemiringan lahan ... 17
3. Dua belas parameter hasil optimasi Tank Model di Sub-DAS Cibengang ... 25
4. Komponen Tank Model hasil optimasi ... 26
5. Indikator keadaan Tank Model sepanjang tahun 2010 ... 29
DAFTAR GAMBAR
No Halaman
1. Skema Standard Tank Model... 12
2. Peta liputan lahan Sub DAS Cibengang ... 17
3. Peta kelas lereng Sub DAS Cibengang ... 18
4. Grafik curah hujan harian dari tanggal 1 Januari s.d.31 Desember 2010 ... 20
5. Diagram curah hujan bulanan Sub-DAS Cibengang ... 20
6. Discharge Rating Curve Sub-DAS Cibengang ... 21
7. Grafik hubungan curah hujan, debit aliran, dan TMA harian 1 Januari - 31 Desember 2010 ... 22
8. Diagram debit aliran bulanan tahun 2010 ... 23
9. Hidrograf satuan tanggal 4-13 April 2010 Sub-DAS Cibengang ... 24
10. Level aliran pada surface flow tanggal 1 Januari - 31 Desember 2010 ... 27
11. Level aliran pada intermediate flow tanggal 1 Januari - 31 Dember 2010 ... 27
12. Level aliran pada sub-base flow tanggal 1 Januari - 31 Desember 2010 ... 28
13. Level aliran pada base flow tanggal 1 Januari - 31 Desember 2010 ... 28
14. Grafik hubungan antara debit aliran sungai dengan laju sedimen ... 30
15. Grafik hubungan antara debit aliran sungai dengan laju sedimen di Sub- DAS Cibengang ... 31
16. Grafik hubungan antara debit aliran sungai dengan laju sedimen lateral ... 32
17. Grafik harian laju sedimentasi bulanan dari Sub-DAS Cibengang ... 33
18.Diagram laju sedimentasi bulanan dari Sub-DAS Cibengang... 33
vi
DAFTAR LAMPIRAN
No Halaman
1. Analisis hubungan debit aliran dengan tinggi muka air di Sub-DAS
Cibengang ... 41
2. Analisis hubungan debit aliran dengan laju sedimentsi di Sub-DAS Cibengang ... 43
3. Contoh perhitungan hidrograf tanggal 4-13 April 2010 di Sub-DAS Cibengang ... 44
4. Perhitungan debit aliran... 45
5. Nilai Faktor Erodiilitas Tanah (K), Panjang dan Kemiringan Lereng (LS), Pengelolaan Tanaman (C), dan Tindakan Konservasi (P) ... 46
6. Rekapitulasi data tinggi muka air tahun 2010 ... 50
7. Rekapitulasi data curah hujan tahun 2010 ... 51
8. Rekapitulasi data debit aliran sebelum kalkulasi Tank Model tahun 2010 ... 52
9. Rekapitulasi data debit aliran kalkulasi Tank Model tahun 2010 ... 53
10. Rekapitulasi data evapotranspirasi tahun 2010... 54
11. Rekapitulasi data laju sedimentasi hasil observasi tahun 2010 ... 55
12. Rekapitulasi data laju sedimentsi aliran lateral flow dan base flow tahun 2010 ... 56
13. Rekapitulasi data laju sedimentasi dari Sub-DAS Cibengang tahun 2010 ... 57
14. Dokumentasi lapang ... 58
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
DAS sebagai satu kesatuan ekosistem perlu dikelola secara terpadu dari
bagian paling hulu sampai bagian paling hilir. Pengelolaan yang baik diperlukan
pada masing-masing DAS, sehingga manusia dapat mengantisipasi kerusakan
yang lebih parah terhadap lingkungan. Salah satu bentuk pengelolaan yang dapat
dilakukan adalah dengan melakukan pendugaan tata air dan sedimentasi di SPAS
(Stasiun Pengamatan Arus Sungai). Sub-DAS Cibengang yang berada di
Kecamatan Cicalengka, Kabupaten Bandung merupakan tempat yang cocok untuk
dilakukan pendugaan tata air dan sedimentasi dengan menggunakan Tank Model
dan MUSLE.
Sampai saat ini di Indonesia dalam menduga erosi masih menggunakan
metode USLE (Universal Soil Loss Equation) yang memiliki banyak kekurangan,
sehingga tidak akurat dalam menduga erosi. Padahal, di negara maju seperti
Amerika Serikat metode USLE sudah tidak digunakan lagi dan diganti dengan
metode MUSLE (ModifiedUniversal Soil Loss Equation) yang lebih akurat dalam
menduga erosi. Berbagai pendapat menyebutkan bahwa untuk menerapkan
metode MUSLE ini sulit, karena harus menghitung limpasan permukaan. Tank
Model bisa menjadi solusi, karena Tank Model digunakan untuk menduga
distribusi aliran air secara vertikal dan horisontal berdasarkan waktu sehingga
diketahui penyebaran air dalam kawasan DAS. Hasil pengujian yang dilakukan
Setiawan (2003) terhadap dua sungai di Indonesia dan di Jepang menunjukkan
kinerja Tank Model yang baik dilihat dari keseimbangan air dan koefisien
determinasi sehingga mampu merepresentasikan keadaan yang sebenarnya terjadi
di alam. Model pada prinsipnya adalah menyederhanakan sesuatu yang terjadi di
alam. Tank Model menggunakan data masukan berupa curah hujan,
evapotranspirasi dan debit aliran. Sehingga diperoleh keluaran berupa nilai
surface flow, intermediate flow, sub-base flow dan base flow. Hasil keluaran Tank
Model yang berupa limpasan air ini bisa digunakan dalam menduga laju
2
1.2 Tujuan
Tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Mengaplikasikan Tank Model dan MUSLE berbasis data SPAS,
2. Mengkaji laju sedimen dan erosi di Sub-DAS Cibengang.
1.3 Manfaat Penelitian
Manfaat yang dapat diperoleh dari penelitian ini adalah :
1. Aplikasi Tank Model dan MUSLE untuk menduga karakteristik hidrologi
di Sub-DAS Cibengang,
2. Memberi perspektif kondisi Sub-DAS Cibengang sebagai pertimbangan
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Tank Model
Penerapan Tank Model dilakukan berdasarkan data harian berupa data curah
hujan, evapotranspirasi dan debit aliran sungai. Data-data tersebut digunakan
untuk menentukan parameter-parameter Tank Model. Penentuan
parameter-parameter Tank Model merupakan bagian penting dalam prosedur analisis
keseimbangan air menggunakan Tank Model. Karena Tank Model memerlukan
cukup banyak parameter yang harus dicari, membuat para perancang Tank Model
kesulitan dalam penentuan parameter ini. Sebagian besar perancang Tank Model
masih menggunakan cara trial-error untuk mendapatkannya. Selain
menghabiskan waktu dalam pelaksanaannya juga muncul permasalahan terhadap
penerimaan nilai parameter yang dihasilkan. Sehingga arah perbincangan Tank
Model bergeser ke arah penentuan parameter-parameternya (Setiawan 2003).
2.2 Aplikasi Tank Model
Terdapat beberapa penelitian yang menggunakan Tank model untuk
menduga kondisi hidrologi di beberapa Sub-DAS, antara lain: Sub-DAS
Cimanuk, Sub-DAS Cipedes, Sub-DAS Cisadane, dan Sub-DAS Cipeuncang.
Hasil optimasi Tank Model di Sub-DAS Cimanuk diperoleh inflow sebesar 2527,8
mm, outflow calc sebesar 1480,93 mm, ETP sebesar 1605,21 mm, dan stored
sebesar -648,83 mm dengan R sebesar 0,85% (Rahadian 2010). Hasil optimasi
Tank Model di Sub-DAS Cipedes diperoleh inflow sebesar 2285,45 mm, outflow
calc sebesar 1333,2 mm, ETP sebesar 1014,6 mm, dan stored sebesar -62,35 mm
dengan R sebesar 0,61% (Sulistyowati 2010). Hasil optimasi Tank Model di
Sub-DAS Cisadane diperoleh inflow sebesar 1354 mm, outflow calc sebesar 332,05
mm, ETP sebesar 207,48 mm, dan stored sebesar 821,71 mm dengan R sebesar
0,85% (Wulandari 2010). Hasil optimasi Tank Model di Sub-DAS Cipeucang
4
sebesar 717,23 mm, dan stored 437,76 mm dengan R sebesar 0,7% (Bangun
2010).
2.3 Debit dan Sedimentasi
Proses sedimentasi dapat memberikan dampak yang menguntungkan dan
merugikan. Sedimentasi dapat menguntungkan karena pada tingkat tertentu
adanya aliran sedimen ke daerah hilir dapat menambah kesuburan tanah serta
terbentuknya tanah garapan baru di daerah hilir, namun pada saat yang bersamaan
aliran sedimen dapat menurunkan kualitas perairan dan pendangkalan badan
perairan (Asdak 1995). Pengendapan yang berlebihan akan menyebabkan
pendangkalan loka-loka penampungan air, termasuk dataran banjir di sekitar
muara sungai (Purwowidodo 2002).
Produksi sedimen tahunan rata-rata dari suatu daerah aliran sungai
tergantung dari faktor iklim, jenis tanah, tata guna lahan, dan topografi. Menurut
Asdak (1995), faktor lain yang mempengaruhi besarnya sedimen yang masuk ke
sungai adalah karakteristik sungai yang meliputi morfologi sungai, tingkat
kekasaran sungai, dan kemiringan sungai.
Menurut Seyhan (1990) saluran penampang adalah suatu bangunan khusus
yang menciptakan suatu penurunan pada permukaan (tinggi muka) air pada bagian
yang menyempit (penampang tenggrokan) dan suatu lompatan hidrolik. Debit
merupakan volume volume air yang mengalir melalui suatu irisan dalam suatu
waktu. Debit dapat dijelaskan dalam pengukuran bolume alliran permukaan pada
saluran terbuka didasarkan pada hubungan (Q = A x V), dimana Q merupakan laju
aurs atau debit air dalam satuan (m3/detik) melalui penampang saluran berair seluas A (m2) dengan kecepatan rata-rata (m/detik).
2.4 Hutan Sebagai Pengatur Debit dan Sedimentasi
Berkurangnya luas hutan akibat konservasi lahan hutan primer menjadi
hutan sekunder akan berakibat tingginya fluktuasi debit air di DAS. Hutan dengan
pohon yang tinggi akan sangat cepat melakukan evarotranspirasi sehingga akan
menurunkan debit sungai, karena terjadanya peresapan oleh akar-akar pohon.
yang fluktuasinya kecil antara debit musim hujan dan debit musim kemarau (Arief
2001).
Batang, ranting dan daun-daunan berperan menghalangi tumbukan air
hujan secara langsung ke permukaan tanah, sehingga mencegah hancurnya
agregat tanah. Sistem akar-akaran secara fisik mengikat atau menahan partikel
tanah, sedangkan yang berada di atas tanah menyaring sedimentasi ke luar akibat
aliran permukaan (Hardiatmo 2006).
Prinsip rotasi juga bisa diterapkan di dalam pengelolaan hutan.
Pengambilan kayu dilakukan dengan melakukan penggiliran atau rotasi untuk area
yang dipanen. Apabila tidak terjadi rotasi maka dapat menimbulkan permasalahan
sedimentasi dan banjir di bagian hilir suatu DAS. Itu sebabnya daerah yang
merupakan pegunungan apabila dibuka dapat mengakibatkan erosi dengan laju
yang hebat (Rahim 2003).
2.5 Erosi dan Sedimentasi
Erosi sangat menentukan berhasil tidaknya suatu pengolahan lahan. Oleh
karena itu, erosi merupakn faktor yang harus dipertimbangkan dalam perencanaan
penggunaan lahan dan pengelolaannya. Salah satu alat bantu yang dapat
digunakan dalam perencanaan penggunaan lahan adalah model prediksi erosi.
(Arsyad 2000)
Banyak model erosi yang telah dikembangkan, paling tidak selama empat
dekade terakhir, dimulai dengan USLE, dan beberapa model empiris lainnya,
misalnya RUSLE, MUSLE (modified universal soil loss equation) yang
dikembangkan atau berpatokan pada konsep USLE. Beberapa model fisik
dikembangkan setelah generasi USLE, salah satu diantaranya adalah model fisik
GUEST (Griffith university erosion system template) (Rose et al. 1997). Beberapa
model erosi untuk DAS yang berkaitan dengan hidrologi yang juga berdasarkan
pada konsep USLE adalah ANSWERS (areal non-point sources watershed
environment response simulation) yang selanjutnya diperbaiki dengan model
AGNPS atau agricultural non-point source pollution model (Sinukaban, 1997).
Menurut Wiliams 1975 diacu dalam ICSO 2004, Model MUSLE
6
(Wischmeier and Smith 1965), telah digunakan di area tangkapan hujan. Metode berbasis komputer yang mengoptimalkan parameter model hidrologi (Decloursey
and Snyder 1969) telah digunakan untuk menentukan prediksi persamaan
(Williams 1972).
Perbedaan yang mendasar antara MUSLE dan USLE sebagai berikut:
1. MUSLE tidak menggunakan faktor energi hujan sebagai trigger penyebab
terjadinya erosi melainkan menggunakan faktor limpasan permukaan sehingga
MUSLE tidak memerlukan faktor sediment delivery ratio (SDR). Faktor
limpasan permukaan mewakili energi yang digunakan untuk detaching dan
transporting sedimen.
2. Output USLE menduga erosi tahunan sedangkan MUSLE dapat menduga
erosi setiap kejadian hujan.
Banyaknya sedimen yang terbawa oleh sungai dapat memberikan gambaran
tentang laju erosi yang terjadi dalam DAS tersebut. Nisbah antara jumlah sedimen
yang terangkut ke dalam sungai terhadap jumlah erosi yang terjadi di dalam DAS
disebut Sediment Delivery Ratio (SDR) atau Nisbah Pelepasan Sedimen Nilai
erosi dapat dinyatakan dalam satuan ton/ha/tahun atau mm/tahun, untuk
memperoleh nilai mm/tahun maka nilai erosi dalam ton/ha/tahun dikalikan dengan
bobot isi dan dengan 10. Berat isi tanah berkisar antara 0,8 samapi 1,6 g/cm3, akan tetapi pada umumnya tanah berkadar liat tinggi mempunyai berat isi antara 1,0
sampai 1,2 g/cm3. Erosi yang masih dapat dibiarkan atau ditoleransikan adalah
laju erosi yang terbesar yang masih dapat dibiarkan agar tersedia suatu kedalaman
tanah yang cukup bagi pertumbuhan tanaman (Arsyad 2006).
Hasil penelitian Tumanggor (2006) di DTA Ciranjang total beban sedimen
rata-rata pada tahun 2003 sampai dengan tahun 2005 sebesar 4161,94 ton/hari
dengan laju erosi sebesar 7,58 ton/ha/hari. Laju erosi rata-rata tertinggi terjadi
pada bulan April sebesar 1000,82 ton/hari (1,82 ton/ha/hari) dengan debit rata-rata
harian sebesar 8,98 m3/s dan laju terendah terjadi pada bulan Agustus sebesar 43,86 ton/hari (0,08 ton/ha/hari) dengan debit rata-rata 1,34 m3/s. Rasio antara beban sedimen rata-rata terhadap debit aliran sebesar 14,47 %. Peningkatan curah
tidak selalu mengikuti pola curah hujan karena besar kecilnya sedimen
dipengaruhi oleh penutupan vegetasi. Selain penutupan vegetasi beban sedimen
juga sangat tergantung pada titik kedalaman waktu pengambilan contoh air untuk
dianalisis sedimennya.
Menurut penelitian Wirosoedarmo et al. (1999) diacu dalam Sulistyowati
(2010) dengan luas lahan 180 hektare di lokasi perumahan Buring Satelit Malang
dapat diketahui besarnya limpasan permukaan sebelum ada perumahan adalah
15,49 m3/hari, sedangkan setelah ada perumahan adalah sebesar 18,30 m3/hari. Peningkatan limpasan permukaan ini disebabkan antara lain karena pembangunan
perumahan menyebabkan berkurangnya tumbuh-tumbuhan yang menurunkan
daya infiltrasi.
Total debit aliran sungai rata-rata di DTA Ciranjang-Kabupaten Cianjur
tahun 2003 sampai tahun 2005 sebesar 1545,61 m3/s (24308,82 mm) dengan debit aliran tertinggi terjadi pada bulan April sebesar 269,35 m3/s (4236,18 mm) dengan curah hujan 113,07 mm dan debit aliran terendah terjadi pada bulan Agustus
sebesar 41,56 m3/s (653,58 mm). Rasio yang diperoleh dari hasil perbandingan debit aliran sungai dengan curah hujan sebesar 63,80% (Tumanggor 2006, diacu
dalam Sulistyowati 2010).
Penelitian Kurniawati (2008) menyatakan hasil optimasi Tank Model
didapatkan 12 parameter untuk menduga karakteristik di Sub-DAS Cisadane Hulu
dimana laju aliran terbesar menuju tank pertama (Ha2) yakni sebesar 63,28 mm,
dengan aliran terbesar yakni sub-base flow sebesar 130,97 mm (39,44%). Dan
didapatkan R (korelasi) dan EI (efisieni) yakni 0,85 dan 0,73 (mendekati nilai 1)
yang berarti bahwa model ini mempresentasikan karakteristik Sub-DAS Cisadane
BAB III
METODOLOGI
3.1 Waktu dan Tempat
Penelitian dilaksanakan di Sub-DAS Cibengang yang secara geografis terletak di ketinggian 1130 mdpl dengan koordinat 06º57’56,6” lintang selatan dan 107º53’23,2” bujur timur, dan secara administratif terletak di Desa Tanjung Sari, Kecamatan Cicalengka, Kabupaten Bandung.
Pelaksanaan penelitian dilakukan dua tahap, yaitu tahap pertama
pengambilan data di lapangan selama bulan Juli – Agustus 2010 dan tahap kedua
dilakukan di Laboratorium Hidrologi dan Pengelolaan DAS, Fakultas Kehutanan
IPB, pada bulan Oktober – Desember 2010 untuk menganalisis dan mengolah
seluruh data yang diperoleh dari lapangan.
3.2 Alat dan Bahan
Alat yang digunakan pada penelitian ini antara lain ARR (Automatic
Rainfall Recorder), AWLR (Automatic Water Level Recorder), GPS, pelampung
untuk mengukur kecepatan aliran air, turbiditymeter untuk mengukur besar
sedimentasi, botol sample, meteran, stopwatch, kamera, kalkulator, alat tulis dan
seperangkat komputer/laptop dengan beberapa software yaitu Tank Model, Arc
View versi 3.2, Minitab 1.4 dan Microsoft Office.
Bahan yang diperlukan dalam penelitian meliputi data primer dan sekunder
yaitu data curah hujan dari ARR (Automatic Rainfall Recorder), sedimen sungai
dari turbiditymeter, dan tinggi muka air dari AWLR (Automatic Water Level
Recorder). Selain itu juga diperlukan data spatial berupa peta topografi Sub DAS
Cibengang dan peta penutupan lahan Sub DAS Cibengang.
3.3 Tahapan Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan melalui beberapa tahapan yaitu pengumpulan
data primer (tinggi muka air, konsentrasi sedimen, dan curah hujan) dengan cara
debit aliran dilakukan terlebih dahulu dengan melakukan pengukuran bentuk
bangunan SPAS, pengukuran tinggi muka air sungai dengan alat AWLR atau
meteran, dan mengukur kecepatan aliran sungai menggunakan stopwatch dan
pelampung dengan beberapa kali ulangan. Kemudian setelah didapatkan nilai
debit, dilakukan analisis hubungan antara debit, tinggi muka air dan debit
sedimen, setelah analisis mencari hubungan nilai korelasi dan rating curve,
diantaranya hubungan antara debit air dan tinggi muka air dan hubungan antara
debit air dan debit sedimen, serta hubungan antara curah hujan dan debit air.
Selanjutnya membuat grafik dengan metoda unit hidrograf dengan mencari
hubungan antara curah hujan menurut waktu terhadap aliran debit aliran
(m3/detik), sehingga dapat diperoleh data pengolahan data curah hujan, evapotranpirasi, dan debit aliran sebagai data input Tank Model. Setelah
didapatkan hasil output Tank Model, dilakukan perhitungan erosi dan sedimentasi
dengan menggunakan metode MUSLE. Terakhir menduga neraca air dengan
menggunakan hasil output Tank Model.
3.4 Analisis Data
3.4.1 Analisis Curah Hujan
Analisis data curah hujan dilakukan dengan melakukan tabulasi curah hujan
bulanan rata-rata, curah hujan tahunan, menganalisis sebaran bulan basah dan
bulan kering setiap tahun serta dilakukan analisis korelasi antara curah hujan dan
debit untuk mengetahui sejauh mana curah hujan berpengaruh terhadap besar
debit air.
3.4.2 Analisis Hubungan Tinggi Muka Air dengan Debit Aliran
Dalam perhitungan debit aliran digunakan persamaan Manning yang
menganggap suatu penampang melintang seragam, kekasaran dasar sungai yang
tidak berubah dan menggunakan aliran tetap yang seragam. Debit aliran diperoleh
dari hasil perkalian kecepatan aliran rata-rata (m3/s) dengan luas penampang sungai (m) yang dirumuskan sebagai berikut.
10
Vm= 1 / N R2/3 S1/2 ... (2)
R =A/P... (3)
Dimana :
Q = Debit aliran (m3/detik)
Vm = Kecepatan aliran rata-rata maning (m/detik)
A = Luas penampang melintang basah (m2) R = Radius hidrolik (m)
P = Keliling basah (m) S = Kemiringan saluran (%)
N = Koefisien kekasaran Manning sebesar 0,025 (tembok atau di semen)
Pengukuran debit aliran dilakukan dengan beberapa ulangan pada tinggi
muka air yang berbeda sehingga diperoleh hubungan antara debit aliran dengan
tinggi muka air dari penampang sungai tersebut dalam sebuah discharge rating
curve atau lengkung aliran.
Berdasarkan hubungan antara tinggi muka air dan debit aliran diperoleh
persamaan sebagai berikut :
Q = a TMA b ... (4) Dimana ;
Q = Debit aliran (m3/s) TMA = Tinggi muka air (m) a,b = Konstanta
3.4.3 Analisis Hubungan Debit Aliran dengan Laju Sedimen
Beban angkutan sedimen diturunkan dari data laju sedimen melalui
persamaan yang menggambarkan hubungan antara debit aliran dengan beban
angkutan sedimen yang nilainya di dapat berdasarkan pengukuran dengan alat
turbiditymeter, dimana satuan untuk sedimen adalah ppm atau mg/liter. Dengan
asumsi bahwa konsentrasi sedimen merata pada seluruh bagian penampang
melintang sungai maka laju sedimen dapat dihitung sebagai hasil perkalian antara
konsentrasi dengan debit aliran (Asdak 2002) yaitu :
Qs = 0,0864 C Q ... (5)
Dimana :
Qs = Laju sedimen (ton/hari) Q = Debit aliran (m3/s)
Pengambilan sampel air sedimen dan pengukuran debit dilakukan berulang
kali pada ketinggian muka air yang berbeda sehingga diperoleh hubungan antara
debit aliran dengan angkutan sedimen. Berdasarkan hubungan tersebut diperoleh
persamaan sebagai berikut :
Qs = a Q b ... (6) Dimana :
Qs = Laju sedimen (ton/hari) Q = Debit aliran (m3/s) a,b = Konstanta
3.4.4 Analisis Hidrograf
Bentuk hidrograf dapat ditandai dengan tiga sifat pokoknya, yaitu waktu
naik (time of rise), debit puncak (peak discharge), dan waktu dasar (time of base).
Waktu naik (Tp) adalah waktu yang diukur dari saat hidrograf mulai naik sampai
waktu terjadinya debit puncak. Debit puncak adalah debit maksimum yang terjadi
dalam suatu kasus tertentu. Waktu dasar (Tb) adalah waktu yang diukur dari saat
hidrograf mulai naik sampai waktu dimana debit kembali pada suatu besaran yang
ditetapkan.
Prosedur penyusunan hidrograf satuan adalah:
1. Menentukan aliran dasar (base flow), aliran dasar yang dipakai adalah debit
minimum (m3/s) pada saat debit sebelum mengalami kenaikan setelah hujan. 2. Menghitung volume direct runoff (DRO), dihitung dengan cara debit (m3/s)
dikurangi base flow (m3/s) yaitu:
DRO = Q –BF ... (7)
Dimana :
DRO = Direct runoff (m3/s) Q = Debit (m3/s)
BF = Aliran dasar (m3/s)
3. Menghitung volume aliran langsung sebagai berikut:
VtotalDRO = ∑ DRO x t ... (8)
Keterangan :
∑ DRO = Jumlah debit aliran langsung (m3/s) t = Selang waktu (menit).
12
Tebal DRO = ... (9)
Keterangan :
Tebal DRO = (m) Luas Sub DAS = (m2) V DRO = (m3)
5. Menghitung Koefisien Runoff, yaitu:
Koefisien runoff = ... (10)
Curah hujan dalam satuan (mm)
6. Membangun hidrograf satuan setelah didapat harga unit hidrograf satuan.
3.5Pengolahan Data Input Tank Model
Data masukkan kedalam Tank Model adalah debit sungai (Q),
evapotranspirasi (ETp) dan curah hujan (CH). Hasil keluaran dari Tank Model
adalah memperoleh data surface flow, intermediate flow, sub-base flow, dan base
flow. Selain memperoleh data aliran juga memperoleh nilai parameter Tank
Model, indikator keandalan model, keseimbangan air, kurva hidrograf, regresi,
dan aliran hitung. Semua disimpan dalam format data (*.txt).
Gambar 1 Skema Standard Tank Model (Setiawan 2003).
Dari Gambar 1 dapat dilihat model ini tersusun atas 4 (empat) reservoir
vertical, yaitu bagian atas mempresentasikan surface reservoir (A), dibawahnya
intermediate reservoir (B), kemudian sub-base reservoir (C), dan paling bawah
base reservoir (D). Lubang outlet horizontal mencerminkan aliran air, yang terdiri
flow (Yc1), dan base flow (Yd1). Infiltrasi yang melalui lubang outlet vertical dan
aliran yang melalui lubang outlet horizontal tank dikuantifikasikan oleh
parameter-parameter Tank Model. Aliran ini hanya terjadi bila tinggi air pada
masing-masing reservoir (Ha, Hb, Hc, dan Hd) melebihi tinggi lubangnya (Ha1,
Ha2, Hb1, dan Hc1).
Data kejadian hujan per tiga puluh menit dari bulan Januari hingga
Desember 2010 yang terekam pada ARR di outlet diolah menjadi data kejadian
hujan harian. Data curah hujan dalam satuan mm/hari akan digunakan sebagai
salah satu data input Tank Model. Setiawan (2003) menyatakan secara global
persamaan keseimbangan air Tank Model adalah sebagai berikut :
= P(t) – ET(t) – Y(t) ... (11)
Dimana, H adalah tinggi air (mm), P adalah hujan (mm/hari), ET adalah
evapotranspirasi (mm/hari), Y adalah aliran total (mm/hari), dan t adalah waktu
(hari). Pada standar tank model terdapat 4 tank, sehingga persamaan di atas dapat
ditulis sebagai berikut :
= + ... (12)
Aliran total merupakan penjumlahan dari komponen aliran yang dapat ditulis
sebagai berikut:
Y(t) = Ya(t) + Yb(t) + Yc(t) + Yd(t)... (13)
Lebih rinci lagi keseimbangan air dalam setiap reservoir dapat ditulis sebagai
berikut:
= P(t) – ET(t) – Ya(t) ... (14)
= Yao(t) – Yb(t) ... (15)
= Ybo (t) – Yc(t) ... (16)
= Yco(t) – Yd(t) ... (17)
Dimana Ya,Yb, Yc, dan Yd adalah komponen aliran horizontal dari setiap
reservoir, dan Yao, Ybo, dan Yco adalah aliran vertikal (infiltrasi) setiap tank (A,B
14
3.6 Pengolahan Data Evapotranspirasi
Metode Penman-Monteith adalah salah satu metode yang digunakan untuk
menentukan besarnya evapotranspirasi potensial dari permukaan air terbuka dan
permukaan vegetasi yang menjadi kajian. Model ini membutuhkan lima parameter
iklim yaitu suhu, kelembaban relatif, kecepatan angin, tekanan uap jenuh dan
radiasi netto. Model persamaan Penman-Monteith (Neitsch et all. 2005 ) sebagai berikut:
Etp = � − +��� .� .[ �
0−e z]/ra
�+�.(1+ / �) ...(18)
Dimana ;
ETp = Evapotranspirasi potensial (mm/hari) Hnet = Radiasi netto (MJ/m2/hari)
∆ = Slope fungsi tekanan uap jenuh (kPa/ºC) G = Aliran panas ke dalam tanah (MJ/m2/hari) γ = Konstanta psychometric (kPa/ºC)
ρair = Berat jenis udara (kg/m3)
Cp = Panas pada tekanan konstan (MJ/kg/ºC)
�0 = Tekanan uap jenuh udara (kPa)
ez = Tekanan jenuh adara pada ketinggian z (kPa)
ra = Resistensi aero dinamik (s/m)
rc = Resisten tutupan kanopi (s/m)
3.7 Analisis Laju Erosi
3.7.1 Model MUSLE (Modified Universal Soil Loss Equation)
Adapun yang digunakan untuk menduga laju sedimen dalam penelitian ini
adalah dengan menggunakan metode MUSLE. Metode MUSLE (Modified
Universal Soil Loss Equation) merupakan sebuah metode yang digunakan untuk
menduga laju sedimentasi yang merupakan metode yang dikembangkan dari
metode yang sudah ada sebelumnya yakni metode USLE (Universal Soil Loss
Equation). MUSLE tidak menggunakan faktor energi hujan sebagai trigger
penyebab terjadinya erosi melainkan menggunakan faktor limpasan permukaan
sehingga MUSLE tidak memerlukan faktor sediment delivery ratio (SDR). Faktor
limpasan permukaan mewakili energi yang digunakan untuk penghancuran dan
Menurut Neitsch et all. (2005) hasil dugaan erosi dengan metode MUSLE
dapat dirumuskan sebagai berikut :
� ′ = 11,8. .
� .� �
0,56
. . �.�. ... (19)
Dimana ;
Sed’ = sediment yield dari Sub DAS (ton)
q
peak = Puncak laju run-off (m
3
/s)
Q
surf = Spesifikasi Run- off (mm/ha)
area
= Luas Sub DAS (ha)
K
= Faktor erodibitas
C
= Faktor pengelolaan tanaman
P = Faktor teknik konservasi tanah
LS = Faktor panjang dan kemiringan lereng
Aliran lateral dan base flow juga membawa sedimen masuk ke dalam
sungai. Jumlah sedimentasi yang berasal dari aliran lateral dan base flow dihitung
dengan persamaan sebagai berikut :
� � = � + �1000.� �. ... (20) Dimana :
Sedlat = Sedimen aliran lateral dan base flow (ton)
Qlat = Lateral flow (mm)
Qgw = Base flow (mm)
area = Luas Sub DAS (Km2)
concsed = Konsentrasi sedimen yang berasal dari lateral dan base flow
BAB IV
KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN
4.1 Letak dan Luas
Sub-DAS Cibengang terletak kurang lebih 20 Km ke sebelah Utara dari
Kecamatan Cicalengka, tepatnya di Desa Tanjungwangi, Kecamatan Ciicalengka,
Kabupaten Bandung. Ketinggian wilayah Sub-DAS Cibengang antara 1112,5 m
dan 1425 m di atas permukan laut. Luas Sub-DAS Cibengang berdasarkan hasil
deliniasi peta adalah 76,73 Ha, dengan panjang sungai utama 2354,57 m.
Sungai utama Sub-DAS Cibengang memiliki titik elevasi tertinggi pada
ketinggian 1362,5 m diatas permukaan laut dengan titik terendah (outlet) pada
1112,5 m di atas permukaan laut, sehingga kemiringan sungai utamanya adalah
10,62 %.
Panjang seluruh anak sungai Sub-DAS Cibengang mencapai 3752,973 km,
dengan kerapatan sungai sebesar 4,89 km/km2 dan tergolong kedalam kategori
nilai kerapatan sungai agak rapat.
4.2 Penggunaan Lahan
Pola dan tata guna lahan di Sub-DAS Cibengang berdasarkan pengolahan
atribut dan data spasial dikelompokkan menjadi tiga jenis penggunaan lahan,
Pengelompokan jenis penggunaan lahan disajikan pada Tabel 1.
Tabel 1. Luasan Sub-DAS Cibengang berdasarkan penutupan lahan
No. Jenis Penutupan lahan Luas (Ha) Persentase (%)
1 Belukar / Semak 3,11 4,05
2 Hutan 11,4 14,86
3 Tegalan / Ladang 62,22 81,09
Jumlah 76,73 100,00
Gambar 2 Peta liputan lahan Sub-DAS Cibengang.
4.3 Topografi
Keadaan topografi di wilayah Sub-DAS Cibengang sangat curam (>40 %).
Komposisi luasan DTA berdasarkan Kemiringan lahan adalah sebagaimana
[image:30.595.120.514.88.480.2]disajikan dalam Tabel 2 berikut:
Tabel 2. Luasan Sub-DAS Cibengang berdasarkan kemiringan lahan
No. Kelas Lereng Luas (Ha) Persentase (%)
1 41 – 60 % 76,73 100,00
Jumlah 100,00
18
Sumber :
[image:31.595.91.506.58.363.2]Laporan MONEV 2009
Gambar 3 Peta kelas lereng Sub-DAS Cibengang.
4.4 Tanah
Sub-DAS Cibengang memiliki jenis tanah regosol. Tanah ini merupakan
tanah berbutir kasar dari meterial gunung berapi, konsistensi lepas sampai
gembur, memiliki keasaman tanah dengan pH sekitar 6-7, belum jelas
penampakan pemisahan horisonnya, dan berasal dari meterial gunung api. Tanah
regosol terbentuk dari bahan induk abu dan pasir vulkanik intermedian sehingga
cocok ditanami palawija dan sayuran. Umumnya belum membentuk hakikat
sehingga peka terhadap erosi, cukup mengandung P & K yang masih segar, tetapi
kurang N sehingga perlu pupuk organik, pupuk kandang, dan pupuk hijau.
4.5 Kondisi Sosial Ekonomi Sub-DAS Cibengang
Penduduk yang menempati Sub-DAS Cibengang adalah penduduk Desa
Tanjungwangi, dengan jumlah penduduk yang berada di Sub-DAS Cibengang
sebanyak 1810 orang yang terbagi ke dalam 457 kepala keluarga. Penduduk
laki-laki berjumlah 940 orang sedangkan perempuan berjumlah 870 orang. Sex ratio
laki-laki. Mata pencaharian penduduk sekitar umumnya adalah bertani, pertanian
mereka umumnya petanian lahan basah dengan komoditas utama padi dengan
produksi panen 3 kali dalam setahun. Terdapat usaha peternakan baik besar dan
kecil.
4.6 Vegetasi
Keadaaan vegetasi penutupan lahan di Sub-DAS Cibengang berupa hutan
tanaman, ladang atau tegalan, dan semak belikar. Penyebaran untuk
masing-masing penutupan lahan adalah sebagai berikut :
1. Vegetasi hutan tanaman terdiri dari pinus (Pinus merkusii), suren (Toona
sureni), dan albasia/sengon (Paraserianthes falcataria). Dari beberapa vegetasi yang ada tersebut, jumlah yang paling dominan adalah pinus.
2. Ladang atau tegalan, yang terdiri dari tembakau (Nicotiana tabacum), ketela
pohon (Manihot tutilisina), brokoli (Brassica oleracea), bawang daun (Allium
fistulosum), tomat (Solanum lycopersicum),
BAB V
HASIL DAN PEMBAHASAN
5.1 Analisis Data
5.1.1 Analisis Curah Hujan
Hasil pengolahan data curah hujan di lokasi penelitian Sub-DAS Cibengang
sangat berfluktuasi dari 1 Januari sampai dengan 31 Desember 2010. Total curah
hujan yang tercatat di Sub-DAS Cibengang pada tahun 2010 sebesar 3771
mm/thn. Curah hujan tertinggi yang tercatat pada tahun 2010 sebesar 95 mm/hari
pada tanggal 7 Februari dengan rata-rata curah hujan harian selama satu tahun
sebesar 10,33 mm/hari. Dinamika curah hujan sepanjang tahun 2010 disajikan
[image:33.595.75.515.331.730.2]pada Gambar 4.
Gambar 4 Grafik curah hujan harian dari tanggal 1 Januari s.d.31 Desember 2010.
Gambar 5 Diagram curah hujan bulanan Sub-DAS Cibengang.
0 20 40 60 80 100
C
H
(
m
m
)
Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Ags Sep Okt Nop Des
CH 378 638 590 266 311 53 81 128 312 207 428 379
CH max 62 95 54 62 77 12 26 47 50 37 85 82
0 100 200 300 400 500 600 700
CH
(
m
m
Curah hujan bulanan tertinggi terjadi pada bulan Februari dengan jumlah
curah hujan 638 mm/bulan dan terendah pada bulan Juni sebesar 53 mm/bulan.
Jumlah curah hujan tahunan di Sub-DAS Cibengang sebesar 3.771
mm/tahun. Berdasarkan klasifikasi iklim Schmidth-Ferguson bulan basah
(CH>100 mm) pada tahun 2010 menyebar pada bulan Januari, Februari, Maret,
April, Mei, Agustus, September, Oktober, November, dan Desember, sedangkan
untuk bulan kering (CH<60 mm) hanya terjadi pada bulan Juni. Data curah hujan
tahun 2010 di sub DAS Cibengang selengkapnya dapat dilihat di Lampiran 8.
5.2 Analisis Debit Aliran
Debit aliran diperoleh dari data pengolahan Tinggi Muka Air (TMA) hasil
rekaman dari AWLR (Automatic Water Level Recorde). Data TMA yang terekam
dalam AWLR berupa grafik yang tergambar pada kertas pias yang telah terpasang
di AWLR. Grafik ini menggambarkan fluktuasi TMA setiap jam. Data yang
digunakan dalam analisis debit harian ini adalah TMA harian mulai tanggal 1
Januari sampai 31 Desember 2010.
Untuk mengetahui debit aliran dari TMA dibantu dengan menggunakan
persamaan regresi yang didapat dari rating curve. Data lapang yang digunakan
sebagai input rating curve adalah TMA dan debit aliran pada tanggal 18 dan 19
Juli 2010, 4, 9, 11, 20 s.d. 25 Agustus. Kurva hubungan antara debit aliran sungai
[image:34.595.80.514.521.726.2]dengan TMA tersaji pada Gambar 6.
Gambar 6 Discharge rating curve Sub-DAS Cibengang.
y = 16,94x2,698
R² = 0,99
0 0,05 0,1 0,15 0,2 0,25 0,3
0 0,05 0,1 0,15 0,2 0,25
Q
(m
³/
d
e
t)
22
Pengukuran debit aliran untuk rating curve, menggunakan persamaan
Manning (persamaan 1). Dalam pengukuran ini, kecepatan aliran sungai
menggunakan faktor koreksi untuk berbagai tipe saluran penampang sungai
dengan menggunakan kekasaran manning. Hasil perhitungan debit aliran lapang
menggunakan persamaan manning dapat dilihat pada Lampiran 1.
Hasil analisis antara debit aliran dengan TMA di Sub-DAS Cibengang
diperoleh persamaan regresi sebagai berikut :
Q = 16,94TMA2,698 ... (21) Keterangan :
Q = Debit aliran (m3/s) TMA = Tinggi Muka Air (m)
Dari Persamaan (21) diperoleh nilai koefisien determinasi (R²) sebesar
0,99 yang menunjukan korelasi yang kuat antara TMA dengan debit aliran sungai
di Sub-DAS Cibengang. Dimana keragaman Debit (Q) dapat diterangkan oleh
TMA. Dari persamaan hubungan antara TMA dan debit aliran sungai, maka
diperoleh debit aliran sungai harian dengan memasukkan nilai TMA harian pada
bacaan alat pencatat tinggi muka air ke dalam Persamaan (4). Grafik hubungan
antara debit, dan curah hujan tanggal 1 Januari sampai 31 Desember 2010 serta
[image:35.595.102.511.471.705.2]total debit aliran sungai dan curah hujan bulanan disajikan pada Gambar 7 dan 8.
Gambar 7 Grafik hubungan curah hujan, debit aliran, dan TMA harian 1 Januari - 31 Desember 2010.
0
20 40
60
80 100
120
140 160
180
200 0
0,2 0,4 0,6 0,8 1 1,2 1,4 1,6 1,8 2
Gambar 8 Diagram debit aliran bulanan tahun 2010.
Data debit di Sub-DAS Cibengang pada tanggal 1 Januari sampai 31
Desember 2010 menunjukkan debit harian rata-rata adalah 0,105 m³/s, debit
maksimum harian terjadi pada tanggal 14 Nopember sebesar 1,004 m³/s yang
disebabkan oleh curah hujan 85 mm/hari, sedangkan debit minimum terjadi pada
tanggal 26 Januari sebesar 0,002 m³/s. Data debit aliran sungai tahun 2010
selengkapnya dapat dilihat di Lampiran 9.
Hujan merupakan salah satu faktor yang memberikan pengaruh terhadap
perubahan debit aliran sungai, akan tetapi curah hujan yang tinggi tidak selalu
berpotensi untuk meningkatkan debit aliran sungai, dapat dilihat pada grafik pada
tanggal 9 Nopember 2010 curah hujan mencapai 30 mm sementara debitnya
sebesar 0,11 m³/s, debit tersebut lebih kecil dari debit maksimum harian pada
tanggal 28 Nopember 2010 dengan curah hujan sebesar 4 mm, yaitu 0,17 m³/s, hal
tersebut berpotensi terjadi karena faktor lamanya hujan dan intensitas hujan,
intensitas hujan yang tinggi akan mempengaruhi laju dan debit aliran, laju
infiltrasi akan terlampaui oleh laju aliran, dengan demikian, total debit akan lebih
besar pada hujan dengan intensitas tinggi atau intensif dibanding dengan hujan
yang kurang intensif meskipun curah hujan untuk kedua kejadian hujan tersebut
relatif sama.
Jan Peb Mar Apr Mei Jun Jul Ags Sep Okt Nop Des Q 2,8 5,6 4,4 2,8 3,9 1,8 2,2 1,8 3,5 2,0 4,1 3,5
0,0 1,0 2,0 3,0 4,0 5,0 6,0
Q
(m
24
5.3 Analisis Evapotranspirasi
Perhitungan evapotranspirasi yang digunakan adalah metode
Penman-Monteith, cara perhitungan menggunakan metode ini telah dijelaskan pada
persamaan 18 di metodologi pengolahan data.
Berdasarkan hasil perhitungan data evaapotranspirasi dengan
menggunakan metode Penman – Monteith, diperoleh total evapotranspirasi tahun
2010 sebesar 1248,94 mm/tahun, dengan evapotranspirasi rata-rata sebesar 3,42
mm/hari.
5.4 Analisis Hidrograf
Analisis hidrograf dilakukan untuk mengetahui respon debit aliran
terhadap curah hujan. Data yang digunakan adalah data debit harian dan curah
hujan tanggal 4-13 April 2010. Hasil dari hidrograf memperlihatkan bahwa debit
puncak terjadi pada tanggal 5 April 2010 sebesar 0,27 m3/s (30,16 mm/hari) karena memiliki curah hujan tertinggi yaitu 62 mm/hari. Hal ini menunjukkan
bahwa debit aliran pada tanggal tersebut memiliki respon yang cepat terhadap
curah hujan. Contoh perhitungan hidrograf dapat dilihat di Lampiran 3.
Gambar 9 Hidrograf satuan tanggal 4-13 April 2010 Sub-DAS Cibengang.
Selain untuk mengetahui respon debit aliran terhadap curah hujan,
hidrograf juga digunakan sebagai acuan menentukan nilai koefisien run-off di
Sub-DAS Cibengang yang nantinya akan dijadikan sebagai inisial pada proses
0
20
40
60
80
100
120 0,000
0,100 0,200 0,300 0,400 0,500 0,600
optimasi Tank Model. Dari hidrograf tersebut diperoleh koefisien run-off sebesar
0,311 (31,1%).
5.5 Analisis Tank Model
Optimasi Tank Model menghasilkan dua belas parameter Tank Model di
Sub-DAS Cibengang dari tanggal 1Januari sampai dengan 31 Desember 2010
disajikan pada Tabel 3.
Tabel 3. Dua belas parameter hasil optimasi Tank Model di Sub-DAS Cibengang
No. Parameter Tank Model Hasil
1 a0 0,5855
2 a1 0,3283
3 a2 0,3246
4 Ha1 5,0000
5 Ha2 68,7500
6 b0 0,0933
7 b1 0,2690
8 Hb1 1,1176
9 c0 0,0001
10 c1 0,0088
11 Hc1 1,4529
12 d1 0,0004
Sumber : Hasil optimasi tank model di Sub-DAS Cibengang.
Parameter-parameter Tank Model dapat dikelompokan menjadi 3 jenis,
sebagai berikut:
1. Run-off coefficient, menunjukan besarnya laju aliran, a1=0,3283, a2=0,3246,
b1=0,269, c1=0,0088, dan d1=0,0004. Parameter yang menunjukkan laju aliran
terbesar adalah pada tank pertama.
2. Infiltration coefficient, menunjukan besarnya laju infiltrasi a0=0,5855,
b0=0,0933, dan c0=0,0001, Parameter menunjukan laju infiltrasi terbesar
adalah pada lubang outlet vertikal tank pertama.
3. Storage parameter sebagai tinggi lubang outlet horizontal masing-masing tank,
Ha1=5, Ha2=68,75, Hb1=1,1176, dan Hc1=1,4529, Parameter menunjukan
bahwa lubang outlet horizontal tank yang pertama adalah yang tertinggi.
Output Tank Model menghasilkan komponen berupa keseimbangan air,
26
Tabel 4 Komponen Tank Model hasil optimasi
Komponen Satuan Nilai Persen
Keseimbangan Air
Inflow R (mm) 4138,20
Outflow Obsevation (mm) 4311,57
Outflow Calculation (mm) 3528,99
ETP Calculation (mm) 999,15
Stored (mm) -390,10
Tinggi Muka Air
Ha (mm) 30
Hb (mm) 120
Hc (mm) 250
Hd (mm) 1200
Total Aliran
Surface flow (mm) 1099,66 31,16
Intermediate flow (mm) 1698,75 48,14
Sub-base flow (mm) 568,12 16,10
Base flow (mm) 162,46 4,60
Sumber: Hasil optimasi Tank Model di Sub-DAS Cibengang.
Dari Tabel 4, diketahui bahwa Sub-DAS Cibengang tidak memiliki simpanan
air (Stored). Kalkulasi simpanan air menunjukkan defisit sebesar -390,10 mm.
Presentasi hasil output Tank Model diperoleh surface flow (Ya2) sebesar 31,16 %,
intermediate flow (Yb1) dengan persentase tertinggi sebesar 48,14 %, sub-base
flow (Yc1) sebesar 16,10 %, dan base flow (Yd1) sebesar 4,60 %. Tank model
sudah menggambarkan kondisi hidrologi apabila presentase surface flow Tank
Model memiliki nilai yang mendekati nilai rata-rata koefisien limpasan dari
hidrograf satuan.
Keadaan tutupan lahan, jenis tanah, kelerengan, dan iklim mempengarui
kecepatan aliran dan simpanan air. Berdasarkan kondisi umum di Sub-DAS
Cibengang, tutupan lahan dibagian hulu didominasi oleh tegalan / ladang. Jenis
tanah pada Sub-DAS Cibengang adalah regosol yang diantaranya memiliki ciri
konsistensi lepas sampai gembur. Kelerengan di Sub-DAS Cibengang sangat
Gambar 10 Level aliran pada surface flow tanggal 1 Januari - 31 Desember 2010.
Gambar 11 Level aliran pada intermediate flow tanggal 1 Januari - 31 Dember
2010.
Level aliran pada surface flow sangat dipengaruhi oleh peningkatan dan
penurunan curah hujan. Hal ini dapat terlihat ketika terjadi kenaikan curah hujan
diikuti dengan kenaikan tinggi aliran air. Level aliran di intermediate flow masih
dipengaruhi oleh curah hujan, namun tidak begitu merespon cepat seperti pada
surface flow. Secara umum, pada bulan Januari sampai bulan Mei terlihat jelas
fluktuasi yang begitu besar. Pada bulan Juni grafik turun sampai bulan Agustus,
dan di bulan September ketinggian aliran naik secara fluktuatif sampai bulan
Desember. 0 20 40 60 80 100 120 140 160 180 200 0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100
Surface flow CH (mm)
0 20 40 60 80 100 120 140 160 180 200 0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100
28
Gambar 12 Level aliran pada sub-base flow tanggal 1 Januari - 31 Desember
2010.
Gambar 13 Level aliran pada base flow tanggal 1 Januari - 31 Desember 2010.
Tinggi aliran air pada sub-base flow tidak langsung dipengaruhi oleh curah
hujan, hal ini dapat dilihat pada saat terjadi hujan maksimum tidak berpengaruh
langsung pada tinggi aliran air di sub base flow, dan tinggi aliran air di base flow
mengalami keadaan yang konstan pada awal tahun 2010 dan mengalami
penurunan yang lambat sampai akhir tahun 2010.
0 20 40 60 80 100 120 140 160 180 200 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Sub base flow CH (mm)
0 20 40 60 80 100 120 140 160 180 200 0 0,1 0,2 0,3 0,4 0,5 0,6 0,7 0,8 0,9 1
[image:41.595.109.511.339.594.2]Tabel 5 Indikator keadaan Tank Model sepanjang tahun 2010
Parameter Optimasi Nilai Parameter Optimasi
R (Coefficient of Correlation) 0,75
RMSE (Root Mean Square Error) 7,86
MAE (Mean Average Error) 5,32
APD (Average Percentage Deviation) 0,05
Descrepancy 1,00E+06
Sumber : Hasil optimasi Tank Model di Sub DAS Cibengang.
Selain dua belas parameter kondisi hidrologi di Sub-DAS Cibengang, Tank
Model juga menunjukkan indikator statistik hasil pengujian. Nilai R (Coefficent of
Correlation) sebesar 0,75 menunjukkan bahwa Tank Model dapat
menggambarkan kondisi lapang dengan baik. Nilai RMSE (Root Mean Square
Error) sebesar 7,86 memperlihatkan ketepatan model dalam menentukan surface
flow. Nilai MAE (Mean Average Error) sebesar 5,32 dan APD (Average
Percentage Deviation) yang kecil sebesar 0,05 dapat menunjukkan model dapat
menggambarkan aliran secara keseluruhan. Nilai descrepancy positif dan
mendekati 0 yaitu 1,00E+06 menunjukkan semakin mampu Tank Model dalam
menjaga keseimbangan air. Nilai positif menunjukkan inflow lebih besar dari
outflow (debit, ETP, stored).
5.6 Analisis Laju Sedimentasi
Pada saat pengambilan data TMA dan kecepatan aliran sungai pada kejadian
hujan tanggal 18 Juli sampai tanggal 25 Agustus 2010, dilakukan juga
pengambilan sampel air untuk membuat model persamaan dalam pendugaan laju
sedimen di Sub-DAS Cibengang untuk setiap kejadian debit. Laju sedimentasi
diduga menggunakan persamaan regresi hubungan debit aliran dengan
sedimentasi hasil pengukuran di lapang. Sampel air sungai yang diambil pada
TMA yang berbeda diukur menggunakan turbiditymeter, sehingga dapat diketahui
konsentrasi sedimennya dengan satuan ppm. Konsentrasi sedimen tersebut
nantinya akan menghasilkan sedimentasi untuk setiap kejadian debit aliran.
30
menghitung debit sedimen (Asdak 2007). Grafik hubungan laju sedimen dan debit
[image:43.595.116.511.122.347.2]aliran sungai disajikan pada Gambar 14.
Gambar 14 Grafik hubungan antara debit aliran sungai dengan laju sedimen.
Persamaan regresi hubungan debit aliran dengan laju sedimentasi di Sub
DAS Cibengang adalah :
Qs=47,78Q2,345 ... (22) Dimana ;
Qs = Laju sedimentasi (Ton/hari) Q = Debit aliran (m3/s)
Persamaan tersebut memiliki R2 (Koefisien determinasi) sebesar 88,4 %. Nilai R2 tersebut menunjukkan hubungan antara debit aliran dengan laju sedimentasi sangat erat, yaitu keragaman laju sedimentasi (Qs) dapat diterangkan
oleh debit aliran sungai (Q).
5.6.1 Analisis Laju Sedimen hasil Observasi
Grafik harian dan diagram bulanan hubungan antara debit aliran sungai
dengan laju sedimentasi di Sub-DAS Cibengang disajikan pada Gambar 15.
y = 47,78x2,345 R² = 0,88
0 0,2 0,4 0,6 0,8 1 1,2 1,4 1,6 1,8 2
0 0,05 0,1 0,15 0,2 0,25
Qs
(
to
n
/h
a
ri
)
Gambar 15 Grafik hubungan antara debit aliran sungai dengan laju sedimen di Sub-DAS Cibengang.
Laju sedimentasi tertinggi terjadi pada tanggal 14 Nopember 2010 sebesar
48,19 ton/hari dengan debit aliran sebesar 1,00 m3/s. Total laju sedimentasi tahun 2010 sebesar 226,06 ton/tahun.
5.6.2 Analisis Laju Sedimen Lateral (Surface Flow) dan Base Flow
Data debit yang telah dikalkulasi dalam Tank Model menghasikan data
aliran pada setiap tank, yaitu surface flow, intermediate flow, sub-base flow dan
base flow. Surface flow dan base flow menjadi data dasar dalam perhitungan laju
sedimen lateral dan base flow pada persamaan (24) yang merupakan model
persamaan MUSLE (Modification of Universal Soil Loss Equation). Pada model
ini, faktor yang digunakan sebagai pemicu terjadinya adalah faktor limpasan
permukaan bukan faktor energi hujan, sehingga MUSLE tidak memerlukan faktor
sediment delivery ratio (SDR). Faktor limpasan permukaan mewakili energi yang
digunakan untuk melepaskan dan mengangkut sedimen.
Hubungan antara debit aliran sungai dengan laju sedimen lateral dan base
flow disajikan pada Gambar 16.
0
0,5
1
1,5
2 0
10 20 30 40 50 60 70 80 90 100
32
Gambar 16 Grafik hubungan antara debit aliran sungai dengan laju sedimen
lateral.
Laju sedimentasi harian lateral dan base flow tertinggi terjadi pada tanggal 7
Februari 2010 sebesar 19,18 ton/hari dengan debit aliran sebesar 77,553 mm/hari.
Sedangkan Laju sedimentasi bulanan tertinggi terjadi pada bulan Februari sebesar
44,707 ton/bulan. Total laju sedimentasi tahun 2010 sebesar 182,34 ton/tahun.
5.6.3 Laju Sedimentasi di Sub-DAS Cibengang
Perhitungan laju sedimentasi model MUSLE yang berasal dari Sub-DAS
Cibengang, menggunakan persamaan (19). Hasil perhitungan dari persaman
tersebut diperoleh laju sedimentasi harian tertinggi terjadi pada tanggal7 Februari
2010 sebesar 24,86 ton/hari dengan debit aliran sebesar 45,709 mm/hari dan curah
hujan harian sebesar 95 mm/hari. Sedangkan laju sedimentasi bulanan tertinggi
terjadi pada bulan Februari sebesar 5,42 ton/ha/bulan dengan pada saat curah
hujan 638 mm/bulan. Grafik harian dandiagram bulanan laju sedimentasi bulanan
dari Sub-DAS Cibengang disajikan pada Gambar 17 dan 18.
0 20 40 60 80 100 120 140 160 180 0,00
5,00 10,00 15,00 20,00 25,00 30,00 35,00 40,00
Gambar 17 Grafik harian laju sedimentasi bulanan dari Sub-DAS Cibengang.
Gambar 18 Diagram laju sedimentasi bulanan dari Sub-DAS Cibengang.
Total laju sedimentasi di Sub-DAS Cibengang pada tahun 2010 sebesar
364,484 ton/tahun (0,4 mm/tahun). Berdasarkan Peraturan Dirjen RLPS No :
P.04/V-SET/2009 tentang Pedoman monitoring dan evaluasi DAS, apabila laju
sedimen besarnya di bawah 2 mm/tahun termasuk dalam kategori baik.
Tabel 6 Kategori kinerja DAS berdasarkan laju sedimen
No. Sedimentasi (mm/th) Kelas Skor
1 < 2 Baik 1
2 2 – 5 Sedang 3
3 > 5 Jelek 5
Sumber: Peraturan Dirjen RLPS No : P.04/V-SET/2009 0,00
5,00 10,00 15,00 20,00 25,00 30,00
T
o
n
/h
a
ri
Jan Peb Mar Apr Mei Jun Jul Ags Sep Okt Nop Des
Qs 56,9 81,3 53,3 24,4 31,1 2,11 2,42 7,73 20,9 8,86 45,6 29,6 0
10 20 30 40 50 60 70 80 90
to
n
/h
a
[image:46.595.111.513.320.536.2]34
Untuk membandingkan keakuratan hasil pendugaan erosi menggunakan
metode MUSLE dengan metode USLE, maka dilakukan juga pendugaan besarnya
erosi menggunakan metode USLE. Besarnya SDR (sediment delivery ratio) yang
digunakan untuk menduga besarnya erosi menggunakan metode USLE adalah
sebesar 0,444. Nilai SDR tersebut diperoleh dari persamaan sebagai berikut
(Boyce 1975, dalam Arsyad, 2006) :
SDR = 0,41 A-0,3 ... (23)
Keterangan : SDR = Sediment delivery ratio
A = Luas cathment area (km2)
Berdasarkan hasil perhitungan menggunakan metode USLE diketahui
besarnya erosi di Sub-DAS Cibengang pada tahun 2010 sebesar 287,27 ton/tahun
(0,703 mm/tahun). Hasil perhitungan dari metode MUSLE dan metode USLE
diketahui bahwa hasil perhitungan sedimentasi metode MUSLE lebih mendekati
besarnya sedimentasi hasil observasi, maka dapat disimpulkan bahwa metode
MUSLE yang dikombinasikaan dengan aplikasi Tank Model dalam menduga
erosi lebih akurat dibandingkan dengan metode USLE.
5.6.4 Analisis Hubungan Laju Sedimentasi observasi dengan Laju Sedimentasi Hasil Kalkulasi MUSLE
Untuk mendapatkan hasil laju sedim