• Tidak ada hasil yang ditemukan

Aplikasi Model Tangki untuk Pendugaan Neraca Air dan Laju Sedimentasi menggunakan Metode MUSLE di Sub DAS Lahar Kabupaten Blitar

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Aplikasi Model Tangki untuk Pendugaan Neraca Air dan Laju Sedimentasi menggunakan Metode MUSLE di Sub DAS Lahar Kabupaten Blitar"

Copied!
155
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Model DAS Mikro (MDM) Barek Kisi memiliki dua buah Stasiun Pengamatan Arus Sungai (SPAS) yang terdiri dari SPAS Plumbangan dan SPAS Ringintelu. SPAS tersebut merupakan sarana yang digunakan BPDAS Brantas untuk memonitoring dan mengevaluasi kondisi tata air Daerah Aliran Sungai (DAS). Untuk mengoptimalkan analisis data yang diperoleh dari SPAS tersebut dalam memonitoring dan mengevaluasi DAS maka diperlukan suatu pemodelan yang mampu melakukan pendugaan terhadap distribusi aliran baik secara vertikal maupun horizontal. Salah satu model tersebut yaitu Model Tangki.

Model Tangki merupakan salah satu model hidrologi yang mampu melakukan pendugaan terhadap distribusi aliran air baik secara vertikal maupun horizontal (Mulyana " 2011). Distribusi aliran secara vertikal meliputi evapotranspirasi dan infiltrasi. Sedangkan ditribusi aliran secara horizontal

meliputi , , , dan . Metode

(MUSLE) merupakan metode yang mampu melakukan pendugaan terhadap besarnya laju sedimentasi. Parameter erosivitas hujan yang digunakan pada metode MUSLE adalah data limpasan hasil optimasi Model Tangki.

(2)

1.2 Tujuan

Tujuan dari penelitian ini adalah :

1. Untuk mengkaji karakteristik neraca air di MDM Barek Kisi Sub DAS Lahar dengan menggunakan aplikasi Model Tangki

2. Mengkaji besarnya laju sedimentasi dengan menggunakan aplikasi Model Tangki dan metode MUSLE

1.3 Manfaat Penelitian

Manfaat dari penelitian ini adalah:

1. Dapat mengetahui nilai neraca air di MDM Barek Kisi Sub DAS Lahar dengan menggunakan aplikasi Model Tangki

2. Dapat mengetahui nilai laju sedimentasi di MDM Barek Kisi Sub DAS Lahar dengan menggunakan kombinasi Model Tangki dengan metode MUSLE

(3)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Model Tangki

Model Tangki adalah salah satu model hidrologi yang digunakan untuk menganalisis karakteristik aliran sungai. Model ini dapat memberikan informasi mengenai kualitas air dan untuk memprediksi banjir. Model ini menerima masukan data harian hujan, evapotranspirasi dan debit sungai dalam satuan mm/hari sebagai parameter Model Tangki. Model Tangki tersusun atas 4

vertikal, dimana bagian atas mempresentasikan , dibawahnya , kemudian dan paling bawah . Dalam konsep Model Tangki ini, air dapat mengisi

dibawahnya dan bisa terjadi sebaliknya apabila evapotranspirasi sedemikian berpengaruh (Setiawan 2003).

2.2 Aplikasi Model Tangki

(4)

Hasil penelitian Model Tangki di tempat lain disajikan pada Tabel 1. Tabel 1 Hasil penelitian Model Tangki di tempat lain.

Lokasi Luas

(ha)

Korelasi Curah hujan ETP

(mm/th) Sumber

Sub DAS ( R ) (mm/th)

Cimanuk 258,94 0,85 2.528 1.605 Rahadian (2010)

Cipecang 110,70 0,70 3.228 717 Bangun (2010)

Cicangkedan 485,38 0,70 3.165 1.190 Zulfida (2011)

2.3 Sistem Hidrologi dalam Ekosistem DAS

Dalam hubungannya dengan sistem hidrologi, DAS mempunyai karakteristik yang spesifik serta berkaitan erat dengan unsur utamanya seperti jenis tanah, tata guna lahan, topografi, kemiringan, dan panjang lereng. Karakteristik biofisik DAS tersebut dalam merespon curah hujan yang jatuh dalam wilayah DAS tersebut dapat memberikan pengaruh terhadap besar kecilnya evapotranspirasi, infiltrasi, perkolasi, aliran permukaan, kandungan air tanah dan aliran sungai. Diantara faktor3faktor yang berperan dalam menentukan sistem hidrologi tersebut yaitu faktor tata guna lahan, kemiringan dan panjang lereng dapat direkayasa oleh manusia. Faktor3faktor lain bersifat alamiah tidak dapat dikontrol manusia. Dalam sistem hidrologi ini peranan vegetasi sangat penting artinya karena kemungkinan intervensi manusia terhadap unsur tersebut sangat tinggi. Vegetasi dapat merubah sifat fisika dan kimia tanah dalam hubungannya dengan air, dapat mempengaruhi kondisi permukaan tanah, dan mempengaruhi besar kecilnya aliran permukaan (Asdak 2002).

2.4 Curah Hujan dan Debit Aliran

(5)

mempengaruhi laju dan volume debit. Pada hujan dengan intensitas tinggi, kapasitas infiltrasi akan terlampaui dengan beda yang cukup besar dibandingkan dengan hujan yang kurang intensif. Total debit akan lebih besar pada hujan intensif meskipun curah hujan total untuk kedua hujan tersebut sama besarnya (Muchtar dan Abdullah 2007).

2.5 Erosi dan Sedimentasi

Secara umum erosi dapat dikatakan sebagai proses terlepasnya butiran tanah dari induknya di suatu tempat dan terangkutnya material tersebut oleh gerakan air atau angin kemudian diikuti dengan pengendapan material yang terangkut di tempat yang lain. Pada dasarnya erosi yang paling sering terjadi dengan tingkat produksi sedimen ( # ) paling besar adalah erosi permukaan ( ! ) jika dibandingkan dengan beberapa jenis erosi yang lain yakni erosi alur ( ), erosi parit ( # ) dan erosi tebing sungai ( $ ). Secara keseluruhan laju erosi yang terjadi disebabkan dan dipengaruhi oleh lima faktor diantaranya faktor iklim, struktur dan jenis tanah, vegetasi, topografi dan faktor pengelolaan tanah. Faktor iklim yang paling menentukan laju erosi adalah hujan yang dinyatakan dalam $

! % (Suripin 2001 dalam Tunas 2008).

Hujan secara berkepanjangan belum tentu dapat menyebabkan terjadinya erosi terutama bila intensitasnya rendah. Demikian pula walaupun intensitasnya tinggi tetapi terjadi dalam waktu singkat tetap juga erosi yang mungkin terjadi kecil. Hujan akan menimbulkan erosi jika intensitasnya cukup tinggi dan jatuhnya dalam waktu relatif lama. Ukuran butir hujan juga sangat berperan dalam menentukan erosi. Hal tersebut disebabkan karena dalam proses erosi, energi kinetik merupakan penyebab utama dalam penghancuran agrerat3agrerat tanah. Besarnya energi kinetik hujan bergantung pada jumlah hujan, intensitas dan kecepatan jatuhnya hujan (Rahim 2000).

(6)

di dalam sungai, waduk, di atas tanah dan sebagainya. Dengan demikian maka kerusakan yang ditimbulkan oleh peristiwa erosi terjadi di dua tempat yaitu pada tanah tempat erosi terjadi dan tujuan akhir tanah yang tersebut diendapkan. Kerusakan yang dialami pada tanah tempat erosi terjadi berupa kemunduran sifat3 sifat kimia dan fisika tanah seperti kehilangan unsur hara dan bahan organik, dan meningkatnya kepadatan serta ketahanan penetrasi tanah, menurunnya kapasitas infiltrasi tanah serta kemampuan tanah menahan air. Akibat dari peristiwa ini adalah menurunnya produktifitas tanah dan berkurangnya pengisian air di bawah tanah (Arsyad 2006).

2.6 (MUSLE)

(MUSLE) merupakan sebuah

metode pengembangan dari (USLE). Metode USLE

sebagai suatu persamaan hanya dapat menduga besar erosi tanah tahunan yang berasal dari erosi permukaan yang terjadi pada bagian profil bentang lahan dan tidak dapat menghitung deposisi yang terjadi. USLE juga tidak diperuntukkan untuk menghitung hasil sedimen yang berada pada hilirnya maupun erosi # (Murtiono 2008)

(MUSLE) merupakan modifikasi

dari metode USLE ( ) dengan mengganti faktor R dengan faktor aliran. Cara ini, sudah memperhitungkan pergerakan sedimen pada DAS berdasar pada kejadian hujan tunggal ( ). MUSLE menggantikan faktor energi hujan dengan limpasan permukaan, sehingga MUSLE tidak memerlukan faktor # (SDR). Faktor limpasan permukaan mewakili energi yang digunakan untuk penghancuran dan pengangkutan sedimen, selain itu MUSLE dapat menduga erosi setiap kejadian hujan (Suripin 2003).

Penelitian menggunakan metode MUSLE pernah dilakukan di tempat lain. Berikut hasil penelitian MUSLE disajikan pada Tabel 2.

Tabel 2. Penelitian MUSLE di tempat lain.

Lokasi Luas

(ha)

Sedimen MUSLE

(ton/ha/th) Sumber

Cicangkedan 485,38 12,97 (Zulfida 2011)

Cimanuk Hulu 423,40 38,20 (Nurroh 2010)

(7)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Model Tangki

Model Tangki adalah salah satu model hidrologi yang digunakan untuk menganalisis karakteristik aliran sungai. Model ini dapat memberikan informasi mengenai kualitas air dan untuk memprediksi banjir. Model ini menerima masukan data harian hujan, evapotranspirasi dan debit sungai dalam satuan mm/hari sebagai parameter Model Tangki. Model Tangki tersusun atas 4

vertikal, dimana bagian atas mempresentasikan , dibawahnya , kemudian dan paling bawah . Dalam konsep Model Tangki ini, air dapat mengisi

dibawahnya dan bisa terjadi sebaliknya apabila evapotranspirasi sedemikian berpengaruh (Setiawan 2003).

2.2 Aplikasi Model Tangki

(8)

Hasil penelitian Model Tangki di tempat lain disajikan pada Tabel 1. Tabel 1 Hasil penelitian Model Tangki di tempat lain.

Lokasi Luas

(ha)

Korelasi Curah hujan ETP

(mm/th) Sumber

Sub DAS ( R ) (mm/th)

Cimanuk 258,94 0,85 2.528 1.605 Rahadian (2010)

Cipecang 110,70 0,70 3.228 717 Bangun (2010)

Cicangkedan 485,38 0,70 3.165 1.190 Zulfida (2011)

2.3 Sistem Hidrologi dalam Ekosistem DAS

Dalam hubungannya dengan sistem hidrologi, DAS mempunyai karakteristik yang spesifik serta berkaitan erat dengan unsur utamanya seperti jenis tanah, tata guna lahan, topografi, kemiringan, dan panjang lereng. Karakteristik biofisik DAS tersebut dalam merespon curah hujan yang jatuh dalam wilayah DAS tersebut dapat memberikan pengaruh terhadap besar kecilnya evapotranspirasi, infiltrasi, perkolasi, aliran permukaan, kandungan air tanah dan aliran sungai. Diantara faktor3faktor yang berperan dalam menentukan sistem hidrologi tersebut yaitu faktor tata guna lahan, kemiringan dan panjang lereng dapat direkayasa oleh manusia. Faktor3faktor lain bersifat alamiah tidak dapat dikontrol manusia. Dalam sistem hidrologi ini peranan vegetasi sangat penting artinya karena kemungkinan intervensi manusia terhadap unsur tersebut sangat tinggi. Vegetasi dapat merubah sifat fisika dan kimia tanah dalam hubungannya dengan air, dapat mempengaruhi kondisi permukaan tanah, dan mempengaruhi besar kecilnya aliran permukaan (Asdak 2002).

2.4 Curah Hujan dan Debit Aliran

(9)

mempengaruhi laju dan volume debit. Pada hujan dengan intensitas tinggi, kapasitas infiltrasi akan terlampaui dengan beda yang cukup besar dibandingkan dengan hujan yang kurang intensif. Total debit akan lebih besar pada hujan intensif meskipun curah hujan total untuk kedua hujan tersebut sama besarnya (Muchtar dan Abdullah 2007).

2.5 Erosi dan Sedimentasi

Secara umum erosi dapat dikatakan sebagai proses terlepasnya butiran tanah dari induknya di suatu tempat dan terangkutnya material tersebut oleh gerakan air atau angin kemudian diikuti dengan pengendapan material yang terangkut di tempat yang lain. Pada dasarnya erosi yang paling sering terjadi dengan tingkat produksi sedimen ( # ) paling besar adalah erosi permukaan ( ! ) jika dibandingkan dengan beberapa jenis erosi yang lain yakni erosi alur ( ), erosi parit ( # ) dan erosi tebing sungai ( $ ). Secara keseluruhan laju erosi yang terjadi disebabkan dan dipengaruhi oleh lima faktor diantaranya faktor iklim, struktur dan jenis tanah, vegetasi, topografi dan faktor pengelolaan tanah. Faktor iklim yang paling menentukan laju erosi adalah hujan yang dinyatakan dalam $

! % (Suripin 2001 dalam Tunas 2008).

Hujan secara berkepanjangan belum tentu dapat menyebabkan terjadinya erosi terutama bila intensitasnya rendah. Demikian pula walaupun intensitasnya tinggi tetapi terjadi dalam waktu singkat tetap juga erosi yang mungkin terjadi kecil. Hujan akan menimbulkan erosi jika intensitasnya cukup tinggi dan jatuhnya dalam waktu relatif lama. Ukuran butir hujan juga sangat berperan dalam menentukan erosi. Hal tersebut disebabkan karena dalam proses erosi, energi kinetik merupakan penyebab utama dalam penghancuran agrerat3agrerat tanah. Besarnya energi kinetik hujan bergantung pada jumlah hujan, intensitas dan kecepatan jatuhnya hujan (Rahim 2000).

(10)

di dalam sungai, waduk, di atas tanah dan sebagainya. Dengan demikian maka kerusakan yang ditimbulkan oleh peristiwa erosi terjadi di dua tempat yaitu pada tanah tempat erosi terjadi dan tujuan akhir tanah yang tersebut diendapkan. Kerusakan yang dialami pada tanah tempat erosi terjadi berupa kemunduran sifat3 sifat kimia dan fisika tanah seperti kehilangan unsur hara dan bahan organik, dan meningkatnya kepadatan serta ketahanan penetrasi tanah, menurunnya kapasitas infiltrasi tanah serta kemampuan tanah menahan air. Akibat dari peristiwa ini adalah menurunnya produktifitas tanah dan berkurangnya pengisian air di bawah tanah (Arsyad 2006).

2.6 (MUSLE)

(MUSLE) merupakan sebuah

metode pengembangan dari (USLE). Metode USLE

sebagai suatu persamaan hanya dapat menduga besar erosi tanah tahunan yang berasal dari erosi permukaan yang terjadi pada bagian profil bentang lahan dan tidak dapat menghitung deposisi yang terjadi. USLE juga tidak diperuntukkan untuk menghitung hasil sedimen yang berada pada hilirnya maupun erosi # (Murtiono 2008)

(MUSLE) merupakan modifikasi

dari metode USLE ( ) dengan mengganti faktor R dengan faktor aliran. Cara ini, sudah memperhitungkan pergerakan sedimen pada DAS berdasar pada kejadian hujan tunggal ( ). MUSLE menggantikan faktor energi hujan dengan limpasan permukaan, sehingga MUSLE tidak memerlukan faktor # (SDR). Faktor limpasan permukaan mewakili energi yang digunakan untuk penghancuran dan pengangkutan sedimen, selain itu MUSLE dapat menduga erosi setiap kejadian hujan (Suripin 2003).

Penelitian menggunakan metode MUSLE pernah dilakukan di tempat lain. Berikut hasil penelitian MUSLE disajikan pada Tabel 2.

Tabel 2. Penelitian MUSLE di tempat lain.

Lokasi Luas

(ha)

Sedimen MUSLE

(ton/ha/th) Sumber

Cicangkedan 485,38 12,97 (Zulfida 2011)

Cimanuk Hulu 423,40 38,20 (Nurroh 2010)

(11)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Waktu dan Tempat

Penelitian ini dilakukan berdasarkan data sekunder DAS Brantas tahun 200932010 dan observasi lapang pada bulan Februari–Maret 2012 di Stasiun Pengamat Arus Sungai (SPAS) Plumbangan Sub DAS Lahar, Kabupaten Blitar, Jawa Timur yang terletak antara 7°59’46” LS 3 8°04’38” LS dan 112°20’41”BT3 112°26’01”. Pengolahan data dilakukan di Laboratorium Hidrologi Hutan dan DAS, Departemen Manajemen Hutan, Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor.

3.2 Alat dan Bahan

3.2.1 Alat7alat yang digunakan dalam penelitian yaitu:

1. & ' ( (AWLR) terdapat pada lampiran 2.

2. ) terdapat pada lampiran 2.

3. * + # (GPS) untuk mengetahui koordinat tempat penelitian, terdapat pada lampiran 2.

4. ! untuk mengukur waktu tempuh pelampung, terdapat pada lampiran 2.

5. Meteran untuk mengukur ukuran SPAS, terdapat pada lampiran 2. 6. Botol pelampung untuk mengukur kecepatan aliran air.

7. Kertas untuk menyaring sedimen, terdapat pada lampiran 2.

8. Oven dan timbangan elektrik untuk mengeringkan dan mengukur berat sedimentasi, terdapat pada lampiran 2.

9. Seperangkat komputer dengan sistem operasi ' , yang dilengkapi Erdas Imagine Ver 9.1 dengan berbagai - yang dibutuhkan dalam pengolahan data spasial, . $ *& ) / , dan

(12)

3.2.2 Bahan7bahan yang digunakan dalam penelitian yaitu: a. Data monitoring BPDAS Brantas (200932010):

1. Data tinggi muka air (TMA) dengan menggunakan AWLR tahun 200932010.

2. Data curah hujan dari ) tahun 200932010. 3. Data kondisi umum area kajian

4. Data TMA dan debit lapang untuk mencari debit 5. Data debit dan sedimen lapang untuk mencari sedimen b. Data Spasial (Sumber: BPDAS Brantas 2010)

1. Peta digital tutupan lahan. 2. Peta digital sungai. 3. Peta digital kontur. 4. Peta tanah

3.3. Tahapan Penelitian

1. Pengumpulan data sekunder (data curah hujan, tinggi muka air (TMA), dan kondisi umum daerah Model DAS Mikro (MDM) Barek Kisi, Sub DAS Lahar, Kabupaten Blitar, Jawa Timur).

2. Pengumpulan data primer (mengambil data curah hujan, TMA, kecepatan aliran, konsentrasi sedimen di lapangan).

3. Pengukuran data debit aliran sungai (Q) dengan cara mencari luas penampang sungai, pengukuran TMA dan kecepatan aliran.

4. Pengukuran data sedimentasi (Qs) dengan cara pengambilan sample air menggunakan gelas ukur dan kertas saring, kemudian diukur menggunakan timbangan elektrik.

5. Mencari nilai korelasi antara hubungan tinggi muka air (TMA) dengan debit aliran (Q).

6. Mencari nilai korelasi antara hubungan debit aliran sungai (Q) dengan sedimentasi (Qs).

(13)

8. Mencari nilai evapotranspirasi dengan menggunakan ' ! *

dan evapotranspirasi (ETP) + ! " Data yang dibutuhkan adalah data suhu, kelembaban, radiasi dan kecepatan angin.

9. Pengolahan data Model Tangki dengan menggunakan data curah hujan (mm), evapotranspirasi (mm) dan debit (mm).

10. Menghitung besarnya laju sedimentasi dengan menggunakan metode MUSLE.

11. Mencari nilai korelasi antara hubungan laju sedimen observasi dengan laju sedimen hasil kalkulasi MUSLE.

3.4 Analisis Data

3.4.1 Analisis Curah Hujan

Analisis data curah hujan dilakukan dengan melakukan tabulasi curah hujan bulanan, curah hujan tahunan, menganalisis sebaran bulan basah dan bulan kering setiap tahun serta dilakukan analisis korelasi antara curah hujan dan debit untuk mengetahui sejauh mana curah hujan berpengaruh terhadap besar debit aliran.

3.4.2 Analisis Hubungan Tinggi Muka Air dengan Debit Aliran

Debit aliran diperoleh dari hasil perkalian kecepatan aliran rata3rata (m3/s) dengan luas penampang melintang sungai (m). Pengukuran debit ini dilakukan dengan tiga kali ulangan pada tinggi muka air yang berbeda sehingga diperoleh hubungan antara debit aliran dengan tinggi muka air dari penampang sungai tersebut dalam sebuah lengkung aliran.

Berdasarkan hubungan antara tinggi muka air dan debit aliran diperoleh persamaan sebagai berikut :

Q = a TMAb……….……… (1)

Keterangan :

(14)

3.4.3 Analisis Hidrograf Bentuk hidrograf naik ( ), debit p Waktu naik (Tp) adalah w waktu terjadinya debit pu dalam suatu kasus tertent hidrograf mulai naik samp ditetapkan.

3.4.4 Analisis Data Evap Metode +

menentukan besarnya eva permukaan vegetasi yang iklim yaitu suhu, kelemb radiasi . Model persa

ETp= Keterangan:

Etp = Evapotranspirasi Rn = Radiasi (kW ∆ = fungsi tekan γ = Konstanta + # ! G = Konduktifitas ther ea3ed = Defisit tekanan je Mw = Massa molekul ai R = Konstanta gas (8,3

= suhu (K)

rv = Tahanan kanopi (

3.4.5 Analisis Model Tan Data masukan utam (ETP), dan debit (Q) y

rograf

ograf dapat ditandai dengan tiga sifat pokoknya, yai debit puncak ( $ ! ), dan waktu dasar (

alah waktu yang diukur dari saat hidrograf mulai nai bit puncak. Debit puncak adalah debit maksimum ya tertentu. Waktu dasar (Tb) adalah waktu yang diukur k sampai waktu dimana debit kembali pada suatu besa

Evapotranspirasi

! adalah salah satu metode yang digunak ya evapotranspirasi potensial dari permukaan air ter i yang menjadi kajian. Model ini membutuhkan lima p kelembaban relatif, kecepatan angin, tekanan uap je

l persamaan + ! sebagai berikut:

...

pirasi potensial (kg/m2) atau mm/s) (kW/m2)

i tekanan uap jenuh (Pa/°C) # ! (Pa/°C)

as thermal kedalam tanah (kW/m2) nan jenuh udara (kPa)

kul air (0,018 kg/mol) as (8,31x1033 kJ/mol/K)

nopi (det/m)

el Tangki

an utama Model Tangki yaitu curah hujan (P), evapotr (Q) yang dioptimasi menghasilkan keluaran beru

ya, yaitu waktu ). lai naik sampai mum yang terjadi diukur dari saat tu besaran yang

igunakan untuk air terbuka dan lima parameter uap jenuh dan

...(2)

(15)

parameter Model Tangki, indikator keandalan model, nilai keseimbangan air, kurva hidrograf, dan regresi. Masukan data harian curah hujan, evapotranspirasi, dan debit semua dikonversi menjadi satuan mm. Menurut Setiawan (2003) rumus untuk mencari debit dalam satuan mm adalah sebagai berikut:

Q’ = Qx86400x1000 ...(3) A

Keterangan:

Q’ = debit aliran (mm/ hari) Q = debit aliran (m³/ s)

A = luas ! (m2)

86400= konversi dari hari ke detik

1000 = konversi dari meter ke milimeter

Gambar 1. Skema representasi Model Tangki (Sumber: Setiawan 2003).

Dari Gambar 1 dapat dilihat model ini tersusun atas 4 (empat)

vertikal, yaitu bagian atas mempresentasikan (A), dibawahnya (B), kemudian (C), dan paling bawah (D). Lubang horizontal mencerminkan aliran air, yang terdiri

dari (Ya2), (Ya1), (Yb1),

(Yc1), dan (Yd1). Infiltrasi yang melalui lubang vertikal dan

(16)

masing3masing Ha2, Hb1, dan Hc1).

Data curah hujan salah satu data input M persamaan keseimbangan = P(t)–ET(t)– Y(t)... Keterangan:

H= tinggi air (mm) P = hujan (mm/hari) ET = evapotranspirasi (mm/ Y = aliran total (mm/hari) t = waktu (hari).

Pada standar Mod dapat ditulis sebagai berik

=

+

Aliran total merupakan sebagai berikut:

Y(t)=Ya(t)+Tb(t)+ Tc(t) + Lebih rinci lagi keseimb berikut:

=P(t)–ET(t)Ya(t)...

=Yao(t) – Yb(t)...

=Ybo(t) – Yc(t)...

=Yco(t) – Yd(t)...

Ya,Yb, Yc, dan Yd adala Yao, Ybo, dan Yco adalah a

(Ha, Hb, Hc, dan Hd) melebihi tinggi lubang

hujan harian dalam satuan mm/hari akan digunakan Model Tangki. Menurut Setiawan (2003) seca angan air Model Tangki adalah sebagai berikut :

...

asi (mm/hari) m/hari),

Model Tangki terdapat 4 tangki, sehingga persama i berikut :

... akan penjumlahan dari komponen aliran yang dap

Tc(t) + Td(t)... seimbangan air dalam setiap dapat dituli

...

...

...

... adalah komponen aliran horizontal dari setiap alah aliran vertikal (infiltrasi) setiap tangki (A,B dan

ubangnya (Ha1,

unakan sebagai secara global

...(4)

rsamaan diatas ...(5)

g dapat ditulis ...(6)

ditulis sebagai ...(7)

...(8)

...(9)

(17)

3.4.6 Analisis Hubungan Debit Aliran dengan Laju Sedimen

Beban angkutan sedimen diturunkan dari data laju sedimen melalui persamaan yang menggambarkan hubungan antara debit aliran dengan beban angkutan sedimen yang nilainya didapat berdasarkan pengukuran berat sedimentasi, dimana satuan untuk sedimen adalah ppm atau mg/liter. Dengan asumsi bahwa konsentrasi sedimen merata pada seluruh bagian penampang melintang sungai maka laju sedimen dapat dihitung sebagai hasil perkalian antara konsentrasi dengan debit aliran (Asdak 2002) yaitu:

Qs = 0,0864 C Q...(11) Keterangan :

Qs = laju sedimen(ton/hari) Q = debit aliran (m3/s)

C = konsentrasi sedimen (ppm atau mg/l)

Pengambilan sampel air sedimen dan pengukuran debit dilakukan berulang kali pada ketinggian muka air yang berbeda sehingga diperoleh hubungan antara debit aliran dengan angkutan sedimen. Berdasarkan hubungan tersebut diperoleh persamaan sebagai berikut :

Qs = aQb...(12) Keterangan :

Qs = laju sedimen(ton/hari) Q = debit aliran (m3/s) a,b = konstanta

3.4.7 Metode (MUSLE)

Adapun yang digunakan untuk menduga laju sedimen dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan metode MUSLE. Metode MUSLE merupakan sebuah metode yang digunakan untuk menduga laju sedimentasi yang merupakan metode yang dikembangkan dari metode yang sudah ada sebelumnya yakni

metode (USLE). MUSLE tidak menggunakan faktor

(18)

# (SDR). Faktor limpasan permukaan mewakili energi yang digunakan untuk penghancuran dan pengangkutan sedimen.

Menurut William (1975) dalam Nurroh (2010), persamaan untuk menghitung jumlah sedimen yang berasal dari Sub DAS adalah sebagai berikut :

=11.8.(Q

.q

$

.area

!

).K.L.S.C.P...(

13

)

Keterangan:

2 3Jumlah sedimen Sub DAS Lahar (tons)

4 3 (mm)

$ = Puncak laju (m 3

/s)

! = Luas Sub DAS Lahar (ha) K= faktor erodibilitas tanah (0.013 ton.m

2

hr/(m

3

3metric ton cm)) C = faktor vegetasi penutup tanah dan pengelolaan tanaman P = faktor tindakan3tindakan khusus konservasi

LS = faktor topografi

Aliran dan juga membawa sedimen masuk ke dalam sungai. Jumlah sedimentasi yang berasal dari aliran l dan dihitung dengan persamaan berikut:

...(14) Keterangan:

4 = (mm)

4 = (mm)

! = luas Sub DAS Lahar (Km2)

= konsentrasi sedimen yang berasal dari dan (mg/L)

(

).

.

1000

!

(19)

BAB IV

KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

4.1 Letak Sub DAS

Model DAS Mikro (MDM) Barek Kisi berada di wilayah Kabupaten Blitar dan termasuk ke dalam Sub DAS Lahar. Lokasi ini terletak antara 7°59’46” LS 3 8°04’38” LS dan 112°20’41”BT3112°26’01” seluas 1.418,8 ha. Peta MDM Barek Kisi Sub DAS Lahar disajikan pada Gambar 2.

Gambar 2. Peta Model DAS Mikro (MDM) Barek Kisi Sub DAS Lahar (Sumber: BPDAS Brantas 2010)

4.2. Karakteristik DAS 4.2.1 Iklim

(20)

Juni dan tertinggi 100% setiap bulan kecuali bulan Mei. Radiasi penyinaran matahari rata3rata 64% dengan kisaran terendah 33% pada bulan November dan tertinggi 92% pada bulan Juni dan Agustus. Kecepatan angin rata–rata 1,8 km/jam, dengan kisaran 0,7 km/jam dan tertinggi 3,7 km/jam (Sumber: BPDAS Brantas 2010).

4.2.2 Tanah dan Geologi

Jenis tanah di wilayah MDM Barek Kisi Sub DAS Lahar sebagian besar adalah tanah asosiasi latosol cokelat dan regosol kelabu, dan mediteran cokelat kemerahan dengan denudasi perbukitan dan tanah sistem , dimana kualifikasi bahan induknya berdasarkan material geologi permukaan berupa batuan vulkanik muda terutama yang permeabel dan abu lembut dengan erodibilitas ! relatif sedang. Jenis tanah yang berada di hulu dan relatif kecil luasannya adalah tanah asosiasi andosol kelabu dan regosol kelabu. Sedangkan jenis tanah yang berada di hilir adalah tanah regosol cokelat kekelabuan. Peta jenis tanah MDM Barek Kisi Sub DAS Lahar disajikan pada Gambar 3.

(21)

4.2.3 Topografi

Berdasarkan Peta Rupa Bumi Indonesia (RBI), kondisi topografi areal MDM Barek Kisi adalah bergelombang hingga bergunung dengan elevasi antara 291 m–1.093 m dpl. Model DAS Mikro (MDM) Barek Kisi memiliki tingkat kelerengan mulai dari landai, agak curam, curam dan sangat curam. Sebaran kelas lereng MDM Barek Kisi berdasarkan luas disajikan pada Tabel 3 dan Gambar 4. Tabel 3 Kelas lereng Model DAS Mikro (MDM) Barek Kisi Sub DAS Lahar .

No Kelas Lereng Interval Kelerengan Luas (ha) Keterangan

1 A 038% 3 Datar

2 B 8315% 252.50 Landai

3 C 15325% 496.94 Agak curam

4 D 25340% 437.70 Curam

5 E >40% 231.66 Sangat curam

Total 1418.80

Sumber: BPDAS Brantas 2010.

(22)

4.2.4 Tutupan Lahan

Menurut BPDAS Brantas (2010), tutupan lahan MDM Barek Kisi Sub DAS Lahar terdiri dari hutan, perkebunan, pertanian lahan kering3semak, sawah, dan pemukiman. Sebaran tutupan lahan MDM Barek Kisi berdasarkan luas disajikan pada Tabel 4 dan Gambar 5.

Tabel 4 Tutupan Lahan Model DAS Mikro (MDM) Barek Kisi Sub DAS Lahar.

No Jenis tutupan lahan Luas

ha Persen

1 Hutan 261,58 18,44

2 Perkebunan 905,46 63,82

3 Pertanian lahan kering3semak 54,96 3,87

4 Sawah 63,76 4,49

5 Pemukiman 133,04 9,38

Jumlah 1418,8 100

Sumber: BPDAS Brantas tahun 2010.

(23)

4.2.5 Morfometri Model DAS Mikro (MDM) Barek Kisi Sub DAS Lahar Model DAS Mikro (MDM) Barek Kisi Sub DAS Lahar memiliki bentuk sungai yang memanjang dengan lebar yang sempit (kecil), dimana panjang total sungai sebesar 65659,49 m (65,66 km) dengan panjang sungai utamanya sebesar 16863,16 m (16,86 km). Titik tertinggi sungai berada pada ketinggian 1.020 m dan terendah 314 m, sehingga menurut persamaan Kirpich (1940) dalam Arsyad (2010) diperoleh waktu konsentrasi (Tc) sebesar 119 menit.

Tc = 0,0195L0,77Sg30,385...(15)

Ket:

Tc = waktu konsentrasi (menit) L = panjang sungai utama (meter)

Sg = selisih titik elevasi tertinggi dengan terendah dibagi dengan jarak keduanya

(panjang sungai utama)

Waktu konsentrasi suatu daerah aliran adalah waktu yang diperlukan oleh air untuk mengalir dari titik yang paling jauh ke tempat keluar yang ditentukan, setelah tanah menjadi jenuh air dan depresi3depresi kecil terpenuhi. Dalam hal ini diasumsikan bahwa jika lamanya hujan sama dengan waktu konsentrasi, maka semua bagian daerah aliran secara serentak memberikan sumbangan terhadap aliran di tempat keluar yang telah ditentukan tersebut.

4.2.6 Kondisi Hidrologi

Curah hujan di stasiun Plumbangan pada tahun 2009 sebesar 1602 mm/th dan pada tahun 2010 sebesar 3303 mm/th. Pada tahun 2010 kumulatif bulanan curah hujan di atas 200 mm/bulan sebanyak 10 bulan, di bawah 100 mm atau tidak hujan sama sekali sebanyak 1 bulan dan curah hujan diantara 1003200 mm sebanyak 1 bulan.

(24)

minimum MDM Barek Kisi tahun 2010 sebesar 0,194 m³/s, tahun 2009 sebesar 0,137 m³/s. Hal tersebut disebabkan jumlah curah hujan tahun 2010 lebih tinggi dibanding tahun 2009 (Sumber: BPDAS Brantas 2010).

4.2.7 Kondisi Sosial Ekonomi Model DAS Mikro (MDM) Barek Kisi Sub DAS Lahar

Menurut BPDAS Brantas (2010), jumlah penduduk MDM Barek Kisi Sub DAS Lahar seluruhnya 12.192 jiwa dengan laju pertumbuhan penduduk setiap tahunnya rata3rata 1,51%. Tekanan penduduk terhadap lahan pertanian mencapai nilai >1 mengisyaratkan bahwa sektor pertanian di wilayah tersebut tidak lagi mampu menampung tenaga kerja di sektor pertanian. Berdasarkan data dari desa, lokasi MDM Barek Kisi seluruhnya terdapat 3.323 KK dengan anggota keluarga bervariasi antara 2,53 jiwa/KK sampai 4,14 jiwa atau rata3rata 3,67 jiwa/KK. Penduduk MDM Barek Kisi mayoritas bermata pencaharian di sektor pertanian yaitu sebesar 79,23 sebagai petani dan buruh tani. Keadaan ini dapat dipahami bahwa sesuai wilayah yang masuk MDM Barek Kisi merupakan wilayah mayoritas tata guna lahannya untuk kehutanan dan pertanian.

(25)

BAB V

HASIL DAN PEMBAHASAN

5.1 Analisis Data Curah Hujan

Curah hujan adalah salah satu parameter penting dalam sistem DAS, terutama sebagai salah satu mata rantai siklus hidrologis yang berperan menjadi pembatas adanya potensi sumber daya air di dalam suatu DAS. Hasil pengolahan data curah hujan di MDM Barek Kisi Sub DAS Lahar menunjukkan curah hujan yang sangat berfluktuasi dari tanggal 1 Januari 2009 sampa31 Desember 2010. Total curah hujan yang tercatat pada tahun 2009 sebesar 1.702 mm/th dan pada tahun 2010 sebesar 3.304 mm/th. Hal ini menunjukkan bahwa total curah hujan tahun 2010 lebih tinggi dibanding tahun 2009.

(26)

Gambar 6.Curah hujan harian tahun 200932010 di Sub DAS Lahar.

Gambar 7. Curah hujan bulanan tahun 200932010 di Sub DAS Lahar.

Besarnya curah hujan di MDM Barek Kisi Sub DAS Lahar sangat bervariatif mulai dari curah hujan rendah sampai curah hujan tinggi. Untuk mengetahui peluang terjadinya hujan tersebut maka dilakukan analisis peluang kejadian hujan. Berikut Tabel 5 menyajikan hasil analisis peluang kejadian hujan di MDM Barek Kisi Sub DAS Lahar.

(27)

Tabel 5 Analisis peluang kejadian hujan di MDM Barek Kisi Sub DAS Lahar.

Curah hujan Frekuensi Peluang Periode Ulang

< 30 78 0,534 53,4% 2

30 3 <60 53 0,363 36,3% 3

60 3 <90 11 0.062 6,2% 16

90 3 <120 5 0.034 3,4% 29

120 3 <150 1 0.007 0,7% 143

Jumlah 148 1 100%

Berdasarkan Tabel 5, terlihat curah hujan dengan besaran <30 mm memiliki frekuensi yang sangat tinggi dengan peluang kejadian sebesar 53,4%, sedangkan curah hujan dengan besaran selang 120 mm sampai <150 mm memiliki frekuensi yang sangat kecil dengan peluang kejadian sebesar 0,7%. Hal ini membuktikan bahwa semakin tinggi curah hujan maka peluang curah hujan yang terjadi tersebut semakin rendah, sebaliknya semakin rendah curah hujan maka peluang terjadinya curah hujan tersebut semakin tinggi. Probabilitas curah hujan disajikan pada Gambar 8.

Gambar 8. Probabilitas curah hujan di Sub DAS Lahar.

0 20 40 60 80 100 120 140 160

0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100

C

u

ra

h

H

u

ja

n

(

m

m

)

(28)

5.2 Analisis Debit Aliran

Data debit diperoleh dari data pengolahan data TMA hasil rekaman alat AWLR. Data yang digunakan pada analisis debit aliran adalah data TMA harian mulai tanggal 1 Januari sampai 31 Desember 2010 yang terekam dalam AWLR dalam bentuk grafik pada kertas pias.

Untuk mengetahui debit aliran dari data TMA digunakan model persamaan regresi yang didapat dari " Data yang digunakan sebagai

adalah data TMA dan debit aliran lapang tahun 2009. Kurva hubungan antara TMA dengan debit aliran disajikan pada Gambar 9.

Gambar 9. ! SPAS Plumbangan Sub DAS Lahar.

Berdasarkan hasil perhitungan analisis debit aliran dengan TMA di SPAS Plumbangan Sub DAS Lahar diperoleh persamaan regresi sebagai berikut:

Y = 6,238TMA1,495...(16) Keterangan:

Y = debit aliran (m3/s) TMA = tinggi muka air (meter)

Dari persamaan regresi diatas diperoleh nilai koefisien determinasi (R2) sebesar 0,918. Nilai tersebut menunjukkan korelasi yang kuat antara debit aliran dengan TMA. Selain itu, data persamaan regresi dapat digunakan sebagai data untuk menentukan debit aliran di SPAS Plumbangan Sub DAS Lahar. Berikut

y = 6.238x1.495

R² = 0.918

0 5 10 15 20 25

0 0.2 0.4 0.6 0.8 1 1.2 1.4

D

e

b

it

m

³/

s)

(29)

Gambar 10 menyajikan hubungan debit aliran dengan curah hujan di SPAS Plumbangan Sub DAS Lahar.

Gambar 10. Hubungan curah hujan dengan debit aliran.

Berdasarkan grafik terlihat fluktuasi curah hujan diikuti oleh fluktuasi debit. Pada tahun 2009 debit aliran tertinggi terjadi pada tanggal 14 Mei sebesar 5,33 m³/s, meskipun ini berbanding terbalik dengan curah hujan, karena pada tanggal tersebut tidak terjadi hujan. Hal ini disebabkan karena pada hari sebelumnya terjadi hujan secara terus menerus yang mengakibatkan tanah menjadi jenuh, sehingga air hujan yang jatuh lebih banyak menjadi limpasan ( ) daripada terinfiltrasi. Debit aliran terendah pada tahun 2009 terjadi pada tanggal 15 Agustus sampai 5 Oktober sebesar 0,14 m³/s. Hal ini disebabkan karena pada bulan tersebut tidak terjadi hujan yang menyebabkan debit tersebut kecil.

Curah hujan tertinggi pada tahun 2009 terjadi pada tanggal 25 Desember sebesar 73 mm/hari dengan debit aliran sebesar 0,56 m³/s. Hal ini disebabkan karena pada hari sebelumnya tidak terjadi hujan yang mengakibatkan tanah kering, sehingga meskipun curah hujannya tinggi air hujan yang jatuh lebih besar meresap ke dalam tanah (terinfiltrasi) daripada mengalir di permukaan tanah (

), akibatnya debit aliran yang terjadi kecil. Berikut Gambar 11 dan 12 menyajikan hidrograf aliran yang terjadi pada tahun 2009.

0 70 140 210 280 350 0 3 6 9 12 15 1 -J a n -0 9 1 -F e b -0 9 1 -M a r-0 9 1 -A p r-0 9 1 -M a y -0 9 1 -J u n -0 9 1 -J u l-0 9 1 -A u g -0 9 1 -S e p -0 9 1 -O ct -0 9 1 -N o v -0 9 1 -D e c-0 9 1 -J a n -1 0 1 -F e b -1 0 1 -M a r-1 0 1 -A p r-1 0 1 -M a y -1 0 1 -J u n -1 0 1 -J u l-1 0 1 -A u g -1 0 1 -S e p -1 0 1 -O ct -1 0 1 -N o v -1 0 1 -D e c-1 0 C u ra h h u ja n ( m m ) D e b it ( m ³/ s)

(30)
[image:30.612.123.503.353.555.2]

Gambar 11. Hidrograf aliran tanggal 8316 Mei tahun 2009.

Gambar 12. Hidrograf aliran tanggal 23328 Desember tahun 2009.

Pada tahun 2010 debit aliran tertinggi terjadi pada tanggal 27 April sebesar 6,05 m³/s dengan curah hujan nol. Hal ini disebabkan karena pada tanggal sebelumnya terjadi hujan dengan curah hujan 58 mm/hari. Besarnya hujan tersebut mengakibatkan tanah menjadi jenuh sehingga air hujan yang jatuh menjadi limpasan. Selain itu, faktor yang menyebabkan debit tersebut tinggi

0 20 40 60 80 100 0 2 4 6 8 10 8 -M a y -0 9 9 -M a y -0 9 1 0 -M a y -0 9 1 1 -M a y -0 9 1 2 -M a y -0 9 1 3 -M a y -0 9 1 4 -M a y -0 9 1 5 -M a y -0 9 1 6 -M a y -0 9 C u ra h h u ja n ( m m ) D e b it ( m ³/ s)

Curah hujan Debit

0 30 60 90 120 150 0 1 2 3 4 5 2 3 -D e c-0 9 2 4 -D e c-0 9 2 5 -D e c-0 9 2 6 -D e c-0 9 2 7 -D e c-0 9 2 8 -D e c-0 9 C u ra h h u ja n ( m m ) D e b it ( m ³/ s)

(31)

adalah pada tanggal yang bersamaan di tempat yang lebih tinggi (pegunungan) terjadi hujan yang mengakibatkan aliran tersebut mengalir ke lokasi SPAS. Debit aliran terendah pada tahun 2010 terjadi secara menyebar di bulan Juni, Juli, Agustus, dan September sebesar 0,20 m³/s. Hal ini disebabkan karena pada hari tersebut tidak terjadi hujan yang menyebabkan debit kecil.

[image:31.612.117.504.314.519.2]

Curah hujan tertinggi pada tahun 2010 terjadi pada tanggal 29 April sebesar 143 mm/hari dengan debit aliran sebesar 1,59 m³/s. Hal ini disebabkan karena pada tanggal sebelumnya tidak terjadi hujan yang mengakibatkan tanah kering, sehingga air hujan yang jatuh meresap ke dalam tanah (terinfiltasi), akibatnya debit aliran yang terjadi kecil. Berikut Gambar 13 dan 14 menyajikan hidrograf aliran yang terjadi pada tahun 2010.

Gambar 13. Hidrograf aliran tanggal 19329 April tahun 2010.

0 30 60 90 120 150 180 0 3 6 9 12 15 1 9 -A p r-1 0 2 0 -A p r-1 0 2 1 -A p r-1 0 2 2 -A p r-1 0 2 3 -A p r-1 0 2 4 -A p r-1 0 2 5 -A p r-1 0 2 6 -A p r-1 0 2 7 -A p r-1 0 2 8 -A p r-1 0 2 9 -A p r-1 0 C u ra h h u ja n ( m m ) D e b it ( m ³/ s)

(32)
[image:32.612.134.504.76.280.2]

Gambar 14. Hidrograf aliran tanggal 26330 April tahun 2010.

Data tersebut menunjukkan bahwa curah hujan sebelumnya dan penyebaran hujan mempengaruhi besarnya debit aliran. Selain itu, faktor yang mempengaruhi besarnya debit tersebut adalah faktor karakteristik hujan dan karakteristik DAS . Karakteristik hujan meliputi lamanya hujan dan intensitas hujan. Karakteristik DAS meliputi topografi, iklim dan vegetasi.

Pada tahun 2009 rata3rata debit aliran pada musim hujan sebesar 1,13 m³/s sedangkan pada musim kemarau sebesar 0,24 m³/s. Pada tahun 2010 rata3rata debit aliran pada musim hujan sebesar 1,08 m³/s, sedangkan pada musim kemarau sebesar 0,42 m³/s. Hal ini menunjukkan bahwa rata3rata debit aliran pada musim kemarau tahun 2010 lebih besar dibanding tahun 2009 yang disebabkan jumlah curah hujan yang terjadi pada musim kemarau tahun 2010 lebih besar dibanding tahun 2009.

5.3 Analisis Hidrograf Aliran

Hidrograf aliran merupakan kurva/grafik yang menyatakan hubungan debit dengan waktu. Analisis ini dilakukan untuk mengetahui respon debit terhadap curah hujan. Menurut Arifjaya NM, " (2001), hidrograf aliran dipengaruhi oleh sifat fisik DAS, sifat vegetasi penutup lahan dan distribusi kejadian hujan. Data yang digunakan pada analisis hidrograf ini yaitu data debit harian dan data

0 50 100 150 200 250 0 4 8 12 16 20 2 6 -A p r-1 0 2 7 -A p r-1 0 2 8 -A p r-1 0 2 9 -A p r-1 0 3 0 -A p r-1 0 C u ra h h u ja n ( m m ) D e b it ( m ³/ s)

(33)
[image:33.612.129.507.137.327.2]

curah hujan tanggal 3 sampai 12 Mei 2010. Berikut Tabel 6 menyajikan data analisis hidrograf aliran tanggal 3312 Mei 2010.

Tabel 6. Analisis hidrograf aliran Sub DAS Lahar tanggal 3312 Mei 2010. Tanggal

Curah hujan (mm)

Debit aliran

(m³/s) (m³/s) (m³/s)

Vtotal

(m³/s)

Tebal

(mm)

3/5/2010 18,70 1,08 1,08 0,00 0,00 0,00

4/5/2010 0,00 1,47 1,08 0,39 33.291,41 2,35

5/5/2010 0,00 1,14 1,08 0,05 4.548,41 0,32

6/5/2010 0,00 1,24 1,08 0,16 13.856,87 0,98

7/5/2010 0,00 1,47 1,08 0,39 33.291,41 2,35

8/5/2010 63,00 2,35 1,08 1,26 109.189,08 7,70

9/5/2010 29,00 4,47 1,08 3,39 292.509,42 20,62

10/5/2010 31,70 2,15 1,08 1,06 91.953,15 6,48

11/5/2010 57,70 1,24 1,08 0,16 13.856,87 0,98

12/5/2010 70,00 1,08 1,08 0,00 0,00 0,00

Total 270.1 17,69 1,08 6,86 592496,62 41.76

Berdasarkan hasil analisis bahwa debit tertinggi terjadi pada tanggal 9 Mei sebesar 4,47 m³/s dengan curah hujan sebesar 29 mm/hari, sedangkan curah hujan tertinggi terjadi pada tanggal 12 Mei sebesar 70 mm/hari dengan debit sebesar 1,08 m³/s. Hal ini menunjukkan bahwa curah hujan tinggi tidak selalu menyebabkan debit tinggi karena pada saat curah hujan tinggi, belum tentu intensitas hujannya juga tinggi dan belum tentu curah hujan tersebut jatuh di seluruh wilayah.

Hidrograf aliran selain untuk mengetahui respon debit terhadap curah hujan, dapat digunakan sebagai acuan untuk menentukan nilai koefisien

di SPAS Plumbangan Sub DAS Lahar dengan cara membandingkan tebal (mm) dengan curah hujan (mm). Dari hasil analisis diperoleh jumlah tebal

sebesar 41,76 mm dengan jumlah curah hujan sebesar 270,1 mm, sehingga didapat nilai koefisien sebesar 0,155 (15,5%). Nilai koefisien

(34)
[image:34.612.135.505.82.283.2]

Gambar 15. Hidrograf satuan SPAS Plumbangan Sub DAS Lahar.

5.4 Analisis Data Evapotranspirasi

Evapotranspirasi merupakan proses penguapan air melalui dua proses yaitu evaporasi dan transpirasi. Evaporasi adalah penguapan air dari tubuh air yang terbuka sepeti danau, waduk, lahan terbuka, sedangkan transpirasi adalah proses penguapan air dari tanaman. Beberapa faktor yang menyebabkan tinggi rendahnya nilai evapotranspirasi adalah karakteristik fisik dari air, tanah dan permukaan tanaman. Faktor yang lebih penting adalah permukaan air, kecepatan angin, kerapatan vegetasi, kelembaban tanah, kemampuan $ permukaan tanah, dan pengaruh musim. Berdasarkan definisi di atas nilai evapotranspirasi berbeda menurut tempat dan waktu (Hanson dalam Risdiyanto dan Khomarudin 2004).

Besarnya nilai ETp dapat diukur dengan menggunakan metode +

!. Berdasarkan hasil perhitungan bahwa pada tahun 2009 diperoleh total ETp sebesar 1.424 mm/th dengan ETp harian rata3rata sebesar 3,9 mm/hari, sedangkan tahun 2010 diperoleh ETp sebesar 1.401 mm/th dengan ETp harian rata3rata sebesar 3,8 mm/hari. ETp bulanan tertinggi pada tahun 2009 terjadi pada bulan Oktober sebesar 129 mm/bulan sedangkan pada tahun 2010 Etp bulanan tertinggi terjadi pada bulan Desember sebesar 127 mm/bulan. Hubungan curah hujan dengan ETP harian disajikan pada Gambar 16.

0 40 80 120 160 200 0 2 4 6 8 10 3 m e y 4 m e y 5 m e i 6 m e i 7 m e i 8 m e i 9 m e i 1 0 m e i 1 1 m e i 1 2 m e i (m m ) (m m )

(35)
[image:35.612.139.505.103.307.2]

Gambar 16. Hubungan curah hujan dengan evapotranspirasi tahun 200932010 di Sub DAS Lahar.

Berdasarkan gambar terlihat bahwa ETp harian tertinggi pada tahun 2009 terjadi pada tanggal 27 Februari sebesar 4,7 mm/hari, dan terendah terjadi pada tanggal 22 Mei sebesar 2,58 mm/hari. Pada tahun 2010 ETp harian tertinggi terjadi pada tangal 3 Oktober sebesar 4,6 mm/hari, dan terendah terjadi pada tanggal 5 Juni sebesar 2,52 mm/hari.

Nilai ETp hasil perhitungan metode + ! ini masih dalam bentuk pendugaan, sehingga untuk penggunaan data Model Tangki digunakan beberapa kemungkinan ETp mulai dari 10% hingga 100%. Hasil optimasi dengan Model Tangki menunjukkan nilai ET yang menghasilkan nilai koefisien korelasi (R) paling tinggi adalah 0,7 ETp. Model Tangki tidak menjelaskan nilai ET yang digunakan adalah aktual atau potensial.

5.5 Model Tangki

Penerapan Model Tangki dilakukan berdasarkan data harian berupa data hujan, evapotranspirasi dan debit aliran. Data3data tesebut digunakan untuk menentukan parameter3parameter Model Tangki (Rudiyanto dan Setiawan 2003). Selain itu pada optimasi Model Tangki ini, mengingat nilai awal tinggi air di setiap tidak diketahui, maka tahap awal yang dilakukan dengan cara

(36)

menentukan nilai Hd yang diperoleh dari perhitungan data debit minimum yang terjadi pada musim kering dan diasumsikan tidak ada aliran air dari ketiga yang berada di atasnya (Ha=Hb=Hc=0), dimana Hd=Qmin/d1, dan nilai

d1 sebesar 0,001 (Setiawan 2003). Data yang digunakan pada Model Tangki ini

adalah data tanggal 1 Juni 2009331 Mei 2010.

[image:36.612.125.503.322.523.2]

Berdasarkan hasil optimasi Model Tangki diperoleh nilai koefien determinasi (R2 ) sebesar 0,417 sehingga diperoleh nilai koefisien korelasi (R) sebesar 0,65. Nilai R yang mendekati 1 ini menunjukkan bahwa Model Tangki dapat menggambarkan kondisi lapang dengan baik. Berikut Gambar 17 menyajikan kurva hubungan Q observasi dengan Q kalkulasi Model Tangki MDM Barek Kisi Sub DAS Lahar.

Gambar 17. Kurva hubungan Q observasi dengan Q kalkuasi Model Tangki

y = 0.587x + 1.689 R² = 0.417

0 5 10 15 20 25

0 5 10 15 20 25 30 35 40

Q

k

a

lk

u

la

si

M

o

d

e

l

T

a

n

g

k

i

(37)
[image:37.612.116.508.127.344.2]

Dari hasil optimasi diperoleh 12 parameter Model Tangki di MDM Barek Kisi Sub DAS Lahar. Parameter3parameter tersebut disajikan pada Tabel 7. Tabel 7. Parameter hasil optimasi Model Tangki

No

Parameter Tank Model

Jenis Parameter

Hasil Optimasi

1 a0 5 0,3923

2 a1 ( 0,0536

3 Ha1 9,5829

4 a2 ( 0,1663

5 Ha2 158,5763

6 b0 5 0,0194

7 b1 ( 0,0067

8 Hb1 16,993

9 c0 5 0,0046

10 c1 ( 0,0264

11 hc1 50,409

12 d1 ( 0,0006

Parameter3parameter Model Tangki dapat dikelompokan menjadi 3 jenis yaitu:

1. Koefisien laju aliran (( ) menunjukkan besarnnya laju aliran a1=0,0536, a2=0,1663, b1=0,0067, c1=0,0264, d1=0,0006. Dari hasil optimasi tersebut, parameter yang menunjukan laju aliran terbesar adalah tangki A. 2. Koefisien infiltrasi (5 ) menunjukkan besarnya laju

infiltrasi a0=0,3923, b0=0,0194 dan c0=0,0046. Dari hasil optimasi tersebut, parameter yang menunjukan laju infiltrasi terbesar adalah tangki A.

3. Parameter simpanan ( ) menunjukkan tinggi lubang outlet horizontal masing3masing tangki Ha1=9,5829, Ha2=158,5763, Hb1=16,993, dan Hc1=50,409. Dari hasl optimasi tersebut parameter yang memiliki tinggi lubang outlet horizontal terbesar adalah tangki A.

(38)
[image:38.612.129.505.92.356.2]

Tabel 8. Komponen hasil optimasi Model Tangki.

Komponen Satuan Nilai Persen

Keseimbangan air ( )

5 ( (mm) 2590

) ) (mm) 1435

) (mm) 1308

.+ (mm) 797

(mm) 479

Tinggi Muka Air ( )

Ha (mm) 108,8

Hb (mm) 8,2

Hc (mm) 13,8

Hd (mm) 1276,1

Total Aliran ( )

(mm) 203,5 15,6

5 (mm) 324,5 24,8

(mm) 520,8 39,8

(mm) 258,7 19,8

Berdasarkan hasil optimasi Model Tangki diperoleh nilai neraca air di Sub DAS Lahar yaitu yang berasal dari curah hujan sebesar 2.590 mm/th, dengan evapotranspirasi sebesar 797 mm/th dan sebesar 1.308 mm/th yang terdistribusi melalui sebesar 203,5 mm (15,6%), sebesar 324,5 mm/th (24,8%), sebesar 520,8 mm/th (39,8%) dan sebesar 258,7 mm/th (19,8%), sehingga diperoleh sebesar 479,25 mm/th. Besarnya ini menunjukkan bahwa di MDM Barek Kisi Sub DAS Lahar terdapat simpanan air.

(39)

jenuh maka air hujan tersebut akan mengalir di permukaan. Selain itu yang mempengaruhi ketinggian air pada masing3masing tangki berbeda yaitu faktor tutupan lahan, geologi dan jenis tanah, topografi (kelerengan) dan iklim. MDM Barek Kisi Sub DAS lahar memiliki tutupan lahan yang sebagian besar adalah perkebunan dan hutan sehingga mampu menyimpan air dalam tanah.Berikut Gambar 18, 19, 20 dan 21 menyajikan ketinggian air pada masing3masing tangki hasil optimasi Model Tangki tanggal 1 Juni 2009331Mei 2010.

Gambar 18. Ketinggian air tangki A Gambar 19. Ketinggian air tangki B

Gambar 20. Ketinggian air tangki C Gambar 21. Ketinggian air tangki D

Berdasarkan gambar terlihat pengaruh curah hujan terhadap ketinggian masing3masing tangki berbeda3beda. Pada tangki A ketinggian air sangat dipengaruhi curah hujan. Hal ini terlihat ketika curah hujan tinggi ketinggian air pada tangki A mengalami peningkatan. Pada tangki B peningkatan aliran air

0 80 160 240 320 400 -10 60 130 200 270 340

1 38 75

1 1 2 1 4 9 1 8 6 2 2 3 2 6 0 2 9 7 3 3 4 (m m ) (m m )

tangki A CH

0 80 160 240 320 400 -50 100 250 400 550 700 1 3 8 7 5 1 1 2 1 4 9 1 8 6 2 2 3 2 6 0 2 9 7 3 3 4 (m m ) (m m )

tangki B CH

0 80 160 240 320 400 -50 100 250 400 550 700

1 42 83

1 2 4 1 6 5 2 0 6 2 4 7 2 8 8 3 2 9 (m m ) (m m )

tangki C CH

0 80 160 240 320 400 -50 850 1750 2650 3550 4450 1 4 2 8 3 1 2 4 1 6 5 2 0 6 2 4 7 2 8 8 3 2 9 (m m ) (m m )

[image:39.612.106.504.237.607.2]
(40)

masih dipengaruhi curah hujan, namun peningkatan tersebut tidak seperti tangki A. Pada tangki C besarnya curah hujan tidak secara langsung mempengaruhi ketinggian air di tangki C. Hal ini terlihat peningkatan aliran air terjadi secara kontinyu. Pada tangki D curah hujan tidak mempengaruhi ketinggian air. Hal ini terlihat keadaan air di tangki D konstan hanya mengalami peningkatan secara lambat.

5.6 Analisis Laju Sedimentasi dengan Debit Aliran

[image:40.612.112.504.394.642.2]

Data sedimentasi diperoleh dari data pengambilan sample air sungai di lapangan. Sample air tersebut disaring menggunakan kertas sedimen sehingga sedimen tersebut mengendap. Sedimen tersebut dikeringkan dan beratnya diukur menggunakan timbangan elektrik. Untuk mengetahui laju sedimentasi digunakan model persamaan regresi yang didapat dari hubungan antara debit aliran dengan laju sedimen hasil pengukuran di lapangan tahun 2010. Kurva hubungan debit aliran dengan laju sedimen disajikan pada Gambar 22.

Gambar 22. Kurva hubungan debit aliran dengan sedimentasi.

Persamaan regresi hubungan antara debit aliran dengan laju sedimentasi di SPAS Plumbangan Sub DAS Lahar adalah:

Y = 43,56Q2,118...(17)

y = 43.56x2.118

R² = 0.853

0 5000 10000 15000 20000 25000 30000

0 2 4 6 8 10 12 14 16 18

S

e

d

im

e

n

(

to

n

/h

a

ri

)

(41)

Keterangan:

Y = laju sedimentasi (ton/hari) Q = debit aliran(m3/s)

Persamaan regresi laju sedimentasi SPAS Plumbangan Sub DAS Lahar memiliki koefisien determinasi (R2) sebesar 0,853. Nilai R2 tersebut menunjukkan hubungan antara debit aliran dengan laju sedimentasi sangat kuat, dimana keragaman laju sedimentasi (Qs) dapat diterangkan oleh debit aliran (Q). Hubungan debit aliran dengan laju sedimen harian tahun 2009–2010 SPAS Plumbangan MDM Barek Kisi disajikan pada Gambar 23.

Gambar 23. Hubungan debit aliran dengan sedimentasi Sub DAS Lahar tahun 200932010.

Menurut Rusdiana " (2007), besarnya sedimentasi sangat dipengaruhi oleh berbagai macam faktor diantaranya iklim, vegetasi penutup tanah, topografi. Berdasarkan kondisi umum, Sub DAS lahar memiliki topografi bergelombang hingga bergunung sehingga jika terjadi hujan yang tinggi akan menghasilkan debit yang tinggi dan menyebabkan laju sedimen pun akan tinggi. Berdasarkan analisis bahwa laju sedimentasi harian tertinggi pada tahun 2009 terjadi pada tanggal 14 Mei yaitu sebesar 1.506,98 ton/hari atau 1,06 ton/ha/hari dengan debit aliran sebesar 5,33 m³/s. Sedangkan sedimentasi harian terendah terjadi pada tanggal 15

0 1000 2000 3000 4000 5000 0 3 6 9 12 15 1 -J a n -0 9 1 -M a r-0 9 1 -M a y -0 9 1 -J u l-0 9 1 -S e p -0 9 1 -N o v -0 9 1 -J a n -1 0 1 -M a r-1 0 1 -M a y -1 0 1 -J u l-1 0 1 -S e p -1 0 1 -N o v -1 0 S e d im e n ta si ( to n /h a ri ) D e b it ( m ³/ s)

[image:41.612.130.505.285.489.2]
(42)

Agustus sampai 5 Oktober sebesar 0,7 ton/hari atau 0,0005 ton/ha/hari. Pada tahun 2010 laju sedimentasi harian tertinggi terjadi pada tanggal 27 April yaitu sebesar 1.973,4 ton/hari atau 1,39 ton/ha/hari dengan debit aliran sebesar 6,05 m³/s. Sedangkan sedimentasi harian terendah terjadi secara menyebar di bulan Juni, Juli, Agustus dan September sebesar 1,4 ton/hari atau 0,001ton/ha/hari.

[image:42.612.122.503.398.599.2]

Total sedimentasi tahun 2009 sebesar 12.366 ton/th atau 8,7 ton/ha/th atau 0,7 mm/th, sedangkan total sedimentasi tahun 2010 sebesar 20.180 ton/th atau 14 ton/ha/th atau 1,18 mm/th. Laju sedimentasi bulanan tertinggi pada tahun 2009 terjadi pada bulan Mei sebesar 3.027 ton/bulan atau 2,1 ton/ha/bulan. Sedangkan sedimentasi bulanan terendah terjadi pada bulan September sebesar 21,2 ton/bulan atau 0,01 ton/ha/bulan. Laju sedimentasi bulanan tertinggi pada tahun 2010 terjadi pada bulan April sebesar 5.494 ton/bulan atau 3,9 ton/ha/bulan. Sedangkan laju sedimentasi bulanan terendah terjadi pada bulan Agustus sebesar 85,9 ton/bulan atau 0,1 ha/bulan. Laju sedimen bulanan dari bulan Januari 2009 sampai Desember 2010 disajikan pada Gambar 24.

Gambar 24. Laju sedimen bulanan bulan Januari 20093Desember 2010.

5.7 Analisis Laju Sedimentasi Aliran Lateral ( ) dan

Data debit yang telah di kalkulasi dalam Model Tangki menghasilkan data aliran dan . Data tersebut digunakan sebagai data dasar

(43)

dalam perhitungan laju sedimen dan pada persamaan MUSLE" Berdasarkan analisis bahwa laju sedimen dan harian tertinggi terjadi pada tanggal 29 April 2010 sebesar 29,35 ton/hari atau 0,02 ton/ha/hari dengan debit aliran lapangan sebesar 1,59 m³/s. Sedangkan laju sedimen aliran dan terendah terjadi pada tanggal 25 November 2009 sebesar 0,08 ton/th dengan debit aliran sebesar 1,14 m³/s . Laju sedimen aliran lateral dan bulanan tertinggi terjadi pada bulan April 2010 sebesar 77 ton/bulan atau 0,05 ton/ha/bulan atau 0,004 mm/bulan dengan debit aliran lapangan sebesar 47,21 m³/s. Sedangkan laju sedimen dan bulanan terendah terjadi pada bulan September 2009 sebesar 2,6 ton/bulan atau 0,002 ton/ha/bulan dengan debit aliran sebesar 14,98 m³/s. Total laju sedimen aliran lateral dan

[image:43.612.125.502.375.573.2]

yang diperoleh dari tanggal 1 Juni 2009 sampai 31 Mei 2010 sebesar 293 ton/th atau 0,2 ton/ha/th atau sama dengan 0,02 mm/th. Berikut Gambar 25 menyajikan laju sedimen aliran lateral dan harian tanggal 1 Juni 2009331 Mei 2010.

Gambar 25. Laju sedimen dan tanggal 1 Juni 2009331 Mei 2010.

5.8 Analisis Laju Sedimentasi dengan Metode (MUSLE)

Berdasarkan hasil analisis bahwa total laju sedimentasi dari tanggal 1 Juni 2009331 Mei 2010 sebesar 26.899 ton/th atau 19 ton/ha/th atau 1,6 mm/th, dimana laju sedimentasi harian tertinggi terjadi pada tanggal 29 April 2010 sebesar 883

(44)

ton/hari atau 0,6 ton/ha/hari atau 0,05 mm/hari. Berikut Gambar 26 menyajikan sedimentasi kalkulasi MUSLE harian dari tanggal 1 Juni 2009331 Mei 2010.

Gambar 26. Sedimen MUSLE tanggal 1 Juni 2009331 Mei 2010

Berdasarkan SK Menteri Kehutanan No.52/ Kpts3II/2001 tentang Penyelenggaraan Pengelolaan DAS, besarnya laju sedimen <2 tersebut tergolong kategori baik.

Tabel 9. Kategori kinerja DAS berdasarkan laju sedimen

No Laju Sedimen (mm/th) Kategori Kelas

1 <2 Baik

2 235 Sedang

3 >5 Buruk

Sumber : SK Menteri Kehutanan No.52/Kpts3II/2001

5.9 Analisis Hubungan Laju Sedimen Observasi dengan Laju Sedimen

Kalkulasi Model (MUSLE)

Analisis hubungan antara laju sedimen observasi dengan laju sedimen kalkulasi model MUSLE menunjukan korelasi yang cukup kuat dengan nilai R2=0,631. Hal ini menunjukkan metode MUSLE dapat dapat menduga laju sedimen dengan baik. Persamaan regresi laju sedimen observasi dengan laju sedimen kalkulasi model model MUSLE:

(45)

Y =1,866Qs+0,002... (18) Keterangan:

Y = laju sedimen MUSLE Qs = laju sedimen observasi

Kurva hubungan laju sedimen observasi dengan laju sedimen kalkulasi metode MUSLE disajikan pada Gambar 27.

Gambar 27. Kurva hubungan laju sedimen observasi dengan laju sedimen kalkulasi model MUSLE

y = 1.866x + 0.002 R² = 0.631

0 0.1 0.2 0.3 0.4 0.5 0.6 0.7

0 0.05 0.1 0.15 0.2 0.25 0.3 0.35 0.4

Q

s

M

US

LE

(

to

n

/h

a

/h

a

ri

)

[image:45.612.132.504.219.421.2]
(46)

BAB VI

KESIMPULAN DAN SARAN

6.1 Kesimpulan

1. Hasil optimasi Model Tangki diperoleh neraca air yaitu berupa curah hujan sebesar 2590 mm/th, dengan evapotranspirasi sebesar 797 mm/th dan sebesar 1308 mm/th yang terdistribusi atas sebesar 203,5 mm/th (15,56%), sebesar 324,5 mm/th (24,82%), sebesar 520,8 mm/th (39,83%) dan

sebesar 258,7 mm/th (19,79%), sehingga diperoleh

simpanan air sebesar 479 mm/th dengan R sebesar 0,65. Data tersebut menunjukkan bahwa Model Tangki dapat mempresentasikan kondisi Sub DAS Lahar dengan baik.

2. Hasil debit aliran dari Model Tangki dapat menduga laju sedimen menggunakan metode MUSLE. Berdasarkan metode MUSLE diperoleh nilai R2=0,631. Hal ini menunjukkan bahwa model MUSLE dapat mengkaji laju sedimentasi dengan baik. Total laju sedimentasi yang diperoleh dari tanggal 1 Juni 2009331 Mei 2010 sebesar 26.899 ton/th atau 19 ton/ha/th atau 1,6 mm/th. Hal ini menunjukkan bahwa laju sedimentasi di Sub DAS lahar termasuk kategori baik.

6.2 Saran

1. Data awal yang digunakan dalam optimasi Model Tangki dimulai dari musim kemarau, supaya pergerakan aliran terlihat lebih baik dan mendapatkan nilai korelasi yang lebih optimal.

2. Perlu dilakukan sosialisasi aplikasi Model Tangki di instansi BPDAS sebagai bahan pertimbangan dalam perencanaan pengelolaan DAS.

(47)

APLIKASI MODEL

AIR DAN LAJU SE

MUSLE DI SUB

DEPART

FA

INST

DEL TANGKI UNTUK PENDUGAAN NE

JU SEDIMENTASI MENGGUNAKAN ME

I SUB DAS LAHAR KABUPATEN BLITA

RIAN SELAMET

PARTEMEN MANAJEMEN HUTAN

FAKULTAS KEHUTANAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

2012

N NERACA

METODE

(48)

DAFTAR PUSTAKA

Arini D, Prasetyo L, Rusdiana O. 2007. Aplikasi Sistem Informasi Geografis (SIG) dan Penginderaan Jauh untuk Model Hidrologi ANSWER dalam Memprediksi Erosi dan Sedimentasi. 6 7 8 955 :1"0 & ; <, ,<" Bogor: Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Departemen Manajemen Hutan IPB"

Arsyad S. 2006. 7 . ! & "Edisi ke32 Cetakan Pertama. Bogor: Institut Pertanian Bogor Press.

Arsyad S. 2010. 7 . ! & . Edisi Ke32 Cetakan Kedua. Bogor: Institut Pertanian Bogor Press.

Asdak C. 2002. = + ! & " Yogyakarta:

Gadjah Mada University Press.

Bangun AF. 2010. Aplikasi Tank Model dan Analisis Erosi Berbasis Model DAS Mikro (MDM) di Sub DAS Cipeucang Caringin Bogor. [Skripsi]. Bogor: Fakultas Kehutanan. Institut Pertanian Bogor.

BPDAS Brantas. 2010. ( & $ $ 7 7

& ! & . !" Surabaya : BPDAS

Brantas.

Hendrayanto, Arifjaya NM, Rusdiana O, Wasis B, Purwowidodo.2001. Respon Hidrologi Daerah Aliran Sungai (DAS) Berhutan Jati (. > (study kasus di DAS Cijurey, KPH Purwakarta, PT Perhutani unit III Jawa Barat) Hidrological response of teak (. >. Forested watershed (case study in Cijurey watershed, Forest Manajemen Unit of Purwakarta, PT Perhutani Unit III Jawa Barat. 6 % = . $ 8 " 855 : " 0 ; , ?@"

Khomarrududin dan Risdiyanto I. 2004. Penentuan Evapotranspirasi Regional dengan Data Landsat TM dan NOAA AVHRR [Abstrack]. Bogor: GFM.Institut Pertanian Bogor.

Muchtar A dan Abdullah N. 2007. Analisis Faktor3Faktor yang Mempengaruhi Debit Sungai Mamasa" 6 = # $ A 0B?>;?,C ?@," Mulyana AN, Kusuma C, Abdullah K, Prasetyo LB, Setiawan BI. 2011.

Aplication of Tank Model for Predicting Water Balance and Flow Discharge Component of Cisadane Upper Catchment. 6 % = . $ " ?,B0>; <D ,1"

Murtiono UH. 2008. Kajian Model Estimasi Volume Limpasan Permukaan, Debit Aliran Puncak Aliran, dan Erosi Tanah dengan Model

(49)

(MUSLE). 6 * 8 " 00; ?<E ?@F" Solo. Kelompok Peneliti Konservasi Tanah dan Air Balai Penelitian Kehutanan Solo. Nurroh S. 2010. Aplikasi . $ dalam Perhitungan Neraca Air di Model

DAS Mikro (MDM) Cisampora, Sub DAS Cimanuk Hulu Kabupaten Majalengka. [Skripsi] Bogor: Fakultas Kehutanan IPB.

Pramono IB, "2011. Penerapan Metode Rasional untuk Etimasi Debit Puncak

pada Beberapa Sub DAS. 6 ! 7 &

8 B855 : " 0; ?<? ?,<A 01?1>. Surakarta. Publikasi Digital Balai Penelitian Teknologi Kehutanan Pengelolaan DAS (BPTKPDAS) 2011. Rahadian Aswin. 2010. Aplikasi . $ dan Analisis Erosi Berbasis Data

SPAS di Sub3sub DAS Cimanuk Hulu Kabupaten Garut. [Skripsi]. Bogor: Fakultas Kehutanan. Institut Pertanian Bogor.

Rahim S. 2000. + . !. Jakarta. PT Bumi Aksara.

Rudiyanto, Setiawan BI. 2003. Optimasi Parameter . $ Menggunakan Genetic Algorithm. 7 $ $ + 17(1):8316.

Setiawan BI. 2003. Optimasi Parameter . $ (Optimation of Tank Model’s

Parameter). 7 $ $ + 6 . $ $ + A

$ + A 5 + ?, B?>; @ 01"

Sulistyowati N. 2010. Aplikasi . $ dalam Analisis Hidrologi Berbasis Data SPAS di Sub3sub DAS Cipedes Kabupaten Garut. [Skripsi]. Bogor: Fakultas Kehutanan. Institut Pertanian Bogor.

Suripin. 2003. + # . ! & . Yogyakarta: ANDI Tunas IG. 2008. Pengaruh Prosedur Perkiraan Laju Erosi Terhadap Konsistensi

Nisbah Pengangkutan Sedimen. 6 &(. $A 8 " <A : " D;?DF G ?CD Palu: Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Tadulak. Wulandari K. 2008. Aplikasi . $ dalam penentuan karakteristik DAS

berbasis data AWS dan SPAS Digital Automatis di Sub DAS Cisadane Hulu.[Skripsi]. Bogor: Fakultas Kehutanan. Institut Pertanian Bogor. Zulfida N. 2010. Penerapan Aplikasi . $ dan Metode MUSLE dalam

Menduga Neraca Air, Erosi dan Sedimentasi di Sub DAS Cicangkedan Kabupaten Serang. [Skripsi]. Bogor: Fakultas Kehutanan. Institut Pertanian Bogor.

(50)

APLIKASI MODEL

AIR DAN LAJU SE

MUSLE DI SUB

DEPART

FA

INST

DEL TANGKI UNTUK PENDUGAAN NE

JU SEDIMENTASI MENGGUNAKAN ME

I SUB DAS LAHAR KABUPATEN BLITA

RIAN SELAMET

PARTEMEN MANAJEMEN HUTAN

FAKULTAS KEHUTANAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

2012

N NERACA

METODE

(51)

APLIKASI MODEL TANGKI UNTUK PENDUGAAN NERACA

AIR DAN LAJU SEDIMENTASI MENGGUNAKAN METODE

MUSLE DI SUB DAS LAHAR KABUPATEN BLITAR

Skripsi

Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh

Gelar Sarjana Kehutanan pada Fakultas Kehutanan

Institut Pertanian Bogor

RIAN SELAMET

E14070078

DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN

FAKULTAS KEHUTANAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(52)

RINGKASAN

RIAN SELAMET (E14070078). Aplikasi Model Tangki untuk Pendugaan Neraca Air dan Laju Sedimentasi menggunakan Metode MUSLE di Sub DAS Lahar Kabupaten Blitar. Dibimbing oleh NANA MULYANA ARIFJAYA dan IDUNG RISDIYANTO.

Sub DAS Lahar memiliki bentuk sungai yang memanjang dengan lebar yang sempit, dimana panjang sungai utamanya sebesar 16,86 km. Kondisi tersebut mempengaruhi distribusi aliran air ke bagian hilir. Model Tangki merupakan salah satu model hidrologi yang mampu melakukan pendugaan terhadap distribusi aliran air baik secara vertikal maupun horizontal. Untuk pendugaan laju sedimentasi digunakan metode MUSLE, dimana parameter erosivitas yang digunakan adalah data limpasan Model Tangki. Guna mengetahui distribusi aliran air di Sub DAS Lahar, maka digunakan Model Tangki. Aplikasi model ini merupakan salah satu upaya dalam pengelolaan DAS yang lebih baik. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengkaji karakteristik neraca air di Sub DAS Lahar dan mengkaji besarnya laju sedimentasi dengan menggunakan aplikasi Model Tangki dan metode MUSLE.

Penelitian ini dilaksanakan di Sub DAS Lahar, Kabupaten Blitar, Jawa Timur yang memiliki luas sebesar 1418,8 ha, dengan tutupan lahan yang terdiri dari hutan sebesar 261,58 ha, perkebunan sebesar 905,46 ha, pertanian sebesar 54,96 ha, sawah sebesar 63,76 ha dan pemukiman sebesar 133,04 ha. Jenis tanah di Sub DAS Lahar terdiri dari tanah asosiasi andosol kelabu dan regosol kelabu, asosiasi latosol cokelat dan regosol kelabu, mediteran cokelat kemerahan dan regosol cokelat kekelabuan dengan topografi bergelombang hingga bergunung dan elevasi antara 291 m31.093 m dpl. Suhu udara rata–rata di Sub DAS Lahar antara 23,3°C–25,5°C dengan kisaran tertinggi 34,7°C dan terendah 19,2 °C, dan termasuk iklim tipe B3 dan C3.

Hasil kalibrasi data diperoleh hubungan tinggi muka air dengan debit aliran yaitu y=6,238TMA1,495 dengan R2 sebesar 0,918 dan hubungan debit aliran dengan laju sedimentasi yaitu y=43,56Q2,118 dengan R2 sebesar 0,853. Jumlah curah hujan tahun 2009 sebesar 1.702 mm/th dan tahun 2010 sebesar 3.304 mm/th. Total laju sedimen observasi tahun 2009 sebesar 12.366 ton/th atau 8,7 ton/ha/th dan tahun 2010 sebesar 20.180 ton/th atau 14 ton/ha/th. Hasil optimasi Model Tangki diperoleh nilai R=0,65 dan neraca air, curah hujan sebesar 2.590 mm/th, evapotranspirasi sebesar 797 mm/th, sebesar 1.3

Gambar

Gambar 12. Hidrograf aliran tanggal 23328 Desember tahun 2009.
Gambar 13. Hidrograf aliran tanggal 19329 April tahun 2010.
Gambar 14. Hidrograf aliran tanggal 26330 April tahun 2010.
Tabel 6. Analisis hidrograf aliran Sub DAS Lahar tanggal 3312 Mei 2010.
+7

Referensi

Dokumen terkait

Peningkatan indeks harga yang dibayar petani (Ib) pada Subsektor Tanaman Pangan sebesar 0,24 persen disebabkan oleh naiknya Indeks Konsumsi Rumah Tangga (IKRT)

Sikap manusia akan menentukan baik buruknya kondisi suatu lingkungan. Maraknya pencemaran lingkungan, disebabkan tidak adanya sikap peduli terhadap lingkungan. Kepedulian

dengan tema diharapkan akan memberikan banyak keuntungan, diantaranya siswa mudah memusatkan perhatian pada suatu tema tertentu, siswa mampu mempelajari pengetahuan

Penelitian ini bertujuan: 1) untuk menganalisis kondisi elastisitas kesempatan kerja sektoral di Kabupaten/Kota Provinsi Bali. 2) untuk menganalisis perkembangan elastisitas

[r]

Baik pendapatan dan biaya yang terjadi telah dilaporkan dalam laporan laba rugi, namun besarnya pendapatan tersebut belum tentu sama dengan uang yang diterima karena

Hal yang penting juga adalah bahwa otonomi daerah juga harus mampu menjamin hubungan yang serasi antar daerah dengan Pemerintah, artinya harus mampu memelihara dan

Langkah-langkah model pembelajaran Learning Exchange yaitu (1) Mengukur kemampuan awal pebelajar, (2) Mengidentifikasi kebutuhan belajar, bisa dilakukan dengan wawancara dan