• Tidak ada hasil yang ditemukan

Community Participation in the Activity of Land Conservation: The Case Role of Forestry Extension Governmental (PKSM) of Bima District, West Nusa Tenggara

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Community Participation in the Activity of Land Conservation: The Case Role of Forestry Extension Governmental (PKSM) of Bima District, West Nusa Tenggara"

Copied!
267
0
0

Teks penuh

(1)

KONSERVASI LAHAN:

Kasus Peran Pendampingan Penyuluh Kehutanan Swadaya

Masyarakat (PKSM) di Kabupaten Bima, NTB

SRI RAMADOAN

SEKOLAH PASCA SARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER

INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis yang berjudul Partisipasi Masyarakat pada Kegiatan Konservasi Lahan: Kasus Peran Pendampingan Penyuluh Kehutanan Swadaya Masyarakat (PKSM) di Kabupaten Bima, NTB adalah benar karya saya dengan arahan komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Maret 2013

Sri Ramadoan NIM I351100051

_________________________ 1

(4)
(5)

RINGKASAN

SRI RAMADOAN. Partisipasi Masyarakat pada Kegiatan Konservasi Lahan: Kasus Peran Pendampingan Penyuluh Kehutanan Swadaya Masyarakat (PKSM) di Kabupaten Bima, NTB. Dibawah bimbingan: PUDJI MULJONO dan ISMAIL PULUNGAN

Hutan sebagai modal dasar pembangunan perlu dipertahankan keberadaannya dan dimanfaatkan sebesar-besarnya untuk kepentingan dan kesejahteraan masyarakat. Kenyataannya hutan mengalami kerusakan yang semakin meningkat dari tahun ke tahun yang mengakibatkan degradasi lahan sehingga membentuk lahan kritis, oleh karena itu perlu adanya upaya konservasi lahan melalui berbagai program kegiatan.

Upaya konservasi lahan ini akan berhasil dengan baik apabila melibatkan masyarakat disekitar kawasan hutan sebagai pelaku utama dalam melaksanakan kegiatan konservasi lahan, terutama konservasi lahan di luar kawasan hutan yang merupakan lahan garapan milik petani sendiri melalui kegiatan Hutan Rakyat (HR) dan agroforestry.

Undang-undang nomor 41 tahun 1999 tentang kehutanan menyatakan bahwa penyelenggaraan rehabilitasi hutan dan lahan diutamakan pelaksanaannya melalui pendekatan partisipatif dalam rangka mengembangkan potensi dan pemberdayaan masyarakat. Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2006 tentang Sistem Penyuluhan Pertanian, Perikanan dan Kehutanan juga mengamanatkan agar masyarakat ditempatkan sebagai pelaku utama dalam kegiatan penyuluhan.

Umumnya masyarakat yang ada di sekitar hutan, mempunyai keterbatasan akses, pengetahuan, keterampilan dan kemauan untuk melaksanakan kegiatan konservasi lahan, oleh karena itu perlu diberikan bimbingan dan peningkatan pengetahuan melalui kegiatan penyuluhan dan pendekatan yang terus menerus.

Penyelenggaraan penyuluhan kehutanan, menurut UU Nomor 16/2006, dilakukan oleh penyuluh Pegawai Negeri Sipil (PNS), penyuluh swasta dan/atau Penyuluh Kehutanan Swadaya Masyarakat (PKSM). Keberadaan dan peran PKSM ini diharapkan mampu menjadi salah satu faktor pendorong bagi peningkatan partisipasi masyarakat pada tahap perencanaan, pelaksanaan, pemanfaatan dan evaluasi kegiatan konservasi lahan. Peran pendampingan PKSM ini adalah sebagai analisator, stimulator, fasilitator dan pendorong.

Faktor lain yang ikut berpengaruh terhadap tingkat partisipasi masyarakat adalah karakteristik individu petani berupa umur, pendidikan formal dan non formal, pendapatan, tanggungan, luas lahan, status lahan, motivasi dan kekosmopolitan serta peran dan fungsi kelompok tani sebagai kelas belajar, wahana kerjasama dan unit produksi. Peran pendampingan PKSM selain berperan dalam meningkatkan partisipasi, juga diharapkan mampu berpengaruh terhadap karakteristik individu dan peran serta fungsi dari kelompok tani.

(6)

tani yang mampu mempengaruhi tingkat partisipasi masyarakat pada kegiatan konservasi lahan.

Metode penelitian menggunakan metode survey, dilakukan di 5 kecamatan (Ambalawi, Belo, Wawo, Wera, Woha) di Kabupaten Bima, NTB, sampel diambil secara acak dan proposional (Propotional Random Sampling). Analisis yang digunakan adalah statistik deskriptif dan inferensial. Distribusi frekuensi digunakan untuk mengetahui karakteristik individu petani, peran pendampingan PKSM, peran dan fungsi kelompok serta tingkat partisipasi masyarakat. Hubungan antar variabel dianalisis menggunakan analisis korelasi Rank Spearman dengan software SPSS 20.0.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa tingkat partisipasi masyarakat dalam melaksanakan kegiatan konservasi lahan termasuk kategori tinggi. Faktor karakteristik individu masyarakat yang berhubungan nyata dengan partisipasi adalah pendidikan non formal dan jumlah tanggungan. Peran pendampingan PKSM sebagai analisator, stimulator, fasilitator dan pendorong berhubungan sangat nyata dengan tingkat partisipasi pada setiap tahap partisipasi. Peran dan fungsi kelompok tani sebagai unit belajar, wahana kerjasama dan unit produksi berhubungan sangat nyata dengan tingkat partisipasi petani.

Tingkat partisipasi masyarakat terhadap kegiatan konservasi lahan di Kabupaten Bima sudah tinggi dan kondisi ini dipengaruhi oleh peran pendampingan PKSM yang terus menerus dan peran serta fungsi kelompok tani, oleh karena itu perlu ada upaya-upaya pembinaan lebih lanjut dari pemerintah daerah, provinsi dan pusat untuk meningkatkan kapasitas SDM dan pengetahuan PKSM sehingga PKSM tersebut bisa terus melakukan kegiatan penyuluhan dan pendampingan kepada masyarakat.

Pembinaan ini bisa berupa pelatihan, kunjungan lapangan, diikutkan pada lomba-lomba bidang kehutanan dan lingkungan, atau pendampingan yang lebih intensif lagi dari penyuluh PNS, selain itu juga perlu diberikan bantuan sarana prasarana, dan kesempatan sebagai fasilitator pada kegiatan-kegiatan penyuluhan di luar desa tempat tinggalnya agar PKSM tersebut bisa berkembang.

Kepada petani yang telah berpartisipasi pada kegiatan konservasi lahan diberikan peningkatan kapasitas SDM berupa pelatihan kehutanan yang terkait dengan konservasi lahan dan kunjungan lapangan ke daerah-daerah yang telah berhasil. Penguatan kelembagaan dan pembinaan kepada kelompok tani berupa pemberian kegiatan, sarana prasarana yang menunjang kegiatan sehingga kelompok tani bisa tetap mandiri dan maju.

(7)

SUMMARY

SRI RAMADOAN. Community Participation in the Activity of Land Conservation: The Case Role of Forestry Extension Governmental (PKSM) of Bima District, West Nusa Tenggara: Supervised by PUDJI MULJONO and ISMAIL PULUNGAN.

Forests as capital development needs to be protected and utilized as much as possible for the benefit and welfare of the community. The fact that damage forests is increasing from year to year, which resulted in land degradation thus forming a critical, therefore there is need for land conservation efforts through various program activities.

This land conservation efforts will work well to engage the community around the forest as the main actors in implementing land conservation, especially conservation land outside the forest area is arable land owned by the farmers themselves through Community Forests (HR) and agroforestry.

Law number 41 year of 1999 concerning Forestry stated that the implementation of forest and land rehabilitation preferred implementation through participatory approach in the context of community development and community empowerment. Law Nummber 16 Year 2006 on the Extension System for Agriculture, Fisheries and Forestry, also mandates that the public be placed as the main actors in extension activities.

Generally the people who are around the forest, have limited access to the knowledge, skills and willingness to implement conservation land, therefore need to be given guidance and increased knowledge through extension activities and continuous approach.

Implementation of forestry extension, according to Law No. 16/2006, conducted by the extension of Civil Servants (PNS), private instructor and / or Extension Forestry Governmental (PKSM). The existence and role of PKSM is expected to be one of the encoureg factors for increased community participation in planning, implementation, use and evaluation of conservation land. PKSM mentoring role is as analyzers, stimulator, facilitator and encoureger.

Other factors that also affected the level of community participation are the characteristics of individual farmers such as age, formal and non-formal education, income, dependents, land area, land status, motivation and kekosmopolitan and the role and function of the peasantry as a class learning, collaboration and production unit vehicle . PKSM mentoring role than a role in increasing participation, is also expected to affect the characteristics of the individual and the role and function of the farmer groups.

This study aimed to: 1) measure the level of community participation in implementing land conservation activities, 2) analyze the individual characteristics factors that most affect the level of community participation in land conservation, 3) analyze the role of mentoring PKSM forms that affect the level of community participation in activities land conservation, and 4) analyze the role and function of farmer groups that can affect the level of community participation in land conservation.

(8)

by random and proportional (proportional random sampling). The analysis used is descriptive and inferential statistics. Frequency distribution is used to determine the characteristics of individual farmers, role of PKSM, the role and functions of the farmers group and the level of community participation. Analysis correlation of variables using Spearman rank correlation with SPSS 20.0 software.

The results showed that the level of community participation in implementing land conservation activities were high. Factors related to the individual characteristics of the real with the participation was non-formal education and number of dependents. PKSM mentoring role as analyzers, stimulator, facilitator and driving very real associated with the level of participation at every stage of participation. The role and function of farmer groups as units of learning, collaboration and rides very real production unit associated with the level of participation of farmers.

The level of community participation in land conservation Bima already high and this condition is influenced by the role PKSM ongoing mentoring and role functioning farmer groups, therefore there should be efforts to further development of the local, provincial and central to improving capacity building and knowledge PKSM so PKSM can continue to do outreach and assistance to the public.

This guidance could be training, field trips, competitions included on forestry and environment, or more intensive assistance of extension of civil servants, but it also needs to be given infrastructure assistance, and opportunity as facilitator in extension activities outside the village residence that may progress PKSM.

To farmers who participated in land conservation is given in the form of capacity building training related to forestry and land conservation field trips to areas that have been successful. Institutional strengthening and training to farmer groups for the provision of activities, facilities and infrastructure that support so that the farmer can remain independent and advanced.

(9)

Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2013

Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kkritik atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB.

(10)
(11)

PARTISIPASI MASYARAKAT PADA KEGIATAN

KONSERVASI LAHAN:

Kasus Peran Pendampingan Penyuluh Kehutanan Swadaya

Masyarakat (PKSM) di Kabupaten Bima, NTB

SRI RAMADOAN

Tesis

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada

Program Studi Ilmu Penyuluhan Pembangunan

SEKOLAH PASCA SARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(12)

Penguji:

Penguji Luar Komisi :

Dr. Ir. Basita G. Sugihen, MA

(13)

Judul Tesis : Partisipasi Masyarakat pada Kegiatan Konservasi Lahan: Kasus Peran Pendampingan Penyuluh Kehutanan Swadaya Masyarakat (PKSM) di Kabupaten Bima, NTB

Nama : Sri Ramadoan

NIM : I351100051

Disetujui oleh

Komisi Pembimbing

Dr Ir Pudji Muljono, MSi Ir Ismail Pulungan, MSc Ketua Anggota

Diketahui oleh

Ketua Program Studi Ilmu Penyuluhan Pembangunan

Dr Ir Siti Amanah, MSc

Dekan Sekolah Pascasarjana

Dr Ir Dahrul Syah, MScAgr

(14)
(15)

PRAKATA

Syukur Alhamdulillah penulis panjatkan kepada Allah SWT, karena hanya dengan karunia, rahmat, hidayah, kekuatan dan kesehatan dari-NYA, sehingga penulis mampu menyelesaikan penyusunan karya tulis ilmiah ini. Judul penelitian ini adalah Partisipasi Masyarakat pada Kegiatan Konservasi Lahan: Kasus Peran Pendampingan Penyuluh Kehutanan Swadaya Masyarakat (PKSM) di Kabupaten Bima, NTB.

Tesis ini disusun untuk memenuhi syarat memperoleh gelar Magister Sains pada Program Studi Ilmu Penyuluhan Pembangunan, Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor.

Terimakasih dan penghargaan setinggi-tingginya penulis sampaikan kepada banyak pihak yang telah membantu penyelesaian tesis ini:

1. Komisi pembimbing yaitu Dr. Ir. Pudji Muljono, M.Si (ketua) dan Ir. Ismail Pulungan, M.Sc. (anggota), yang telah membimbing dan memberikan saran, masukan dan arahan sehingga penulisan tesis ini menjadi lebih baik.

2. Dekan Fakultas Ekologi Manusia, Ketua Program Studi Penyuluhan Pembangunan (PPN) IPB beserta para dosen pengajar yang telah menerima penulis sebagai mahasiswa Pascasarjana PPN IPB dan memberikan ilmu serta teori yang berkaitan dengan studi yang penulis tempuh.

3. Staf sekretariat Program Studi Penyuluhan Pembangunan (PPN) IPB (Desiar Ismoyowati, Kodir, H. Zainuddin) dan yang lainnya yang telah bekerjasama dengan baik, mendorong dan sangat membantu penulis.

4. Sekretaris Badan Koordinator Penyuluhan Propinsi NTB yang telah memberikan arahan dan bantuan.

5. Kepala Dinas Kehutanan Kabupaten Bima (Ir. Tamrin), Sekretaris Dinas Kehutanan (Ir. Bakhtiar), Kepala Sub Bagian Umum dan Kepegawaian (St. Rahmah, Bc.Kn), Kepala UPTD Kecamatan Ambalawi, Belo, Wawo, Wera dan Woha yang telah memberikan ijin untuk melaksanakan penelitian di wilayah kerjanya.

6. Penyuluh Kehutanan Bapak Subarjo, Hartono, Hananto, Idhar, Muliadin, Burhanudin, Supriyadi dan penyuluh lain yang telah banyak membantu selama pelaksanaan penelitian di lapangan.

7. Penyuluh Kehutanan Swadaya Masyarakat (PKSM) 17 orang di 5 kecamatan yang telah bersedia memberikan informasi dan membantu selama di lapangan. 8. Para petani anggota kelompok tani binaan PKSM di 16 desa, 5 kecamatan

yang telah bersedia menjadi responden atas bantuan, informasi dan kerjasamanya.

9. Bapak dan Ibu tercinta, adik-adik, dan saudara-saudara serta teman-teman yang telah mendoakan, memberi dorongan dan semangat selama penulis menempuh dan menyelesaikan studi di IPB.

(16)

11.Teman-teman S2 angkatan 2010 (Ristianasari, Roy D.Samboh, Saptorini, Santi Utami Dewi, Aminuddin dan Ikhsan Haryadi) atas segala bantuan, kerjasama, kebersamaan dan kekompakkan yang telah terjalin selama ini. 12.Teman-teman S3 yang telah banyak membantu memberikan masukan, arahan

dan kritik yang membangun untuk perbaikan tesis ini.

13.Semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan tesis ini.

Kesempurnaan hanya milik Allah SWT, karenanya penulis menyadari bahwa dalam penyusunan tesis ini masih terdapat kekurangan, oleh karena itu penulis menerima masukan, saran dan kritik untuk menjadikan penulisan tesis ini ke arah yang lebih baik. Semoga tesis ini dapat bermanfaat bagi semua pihak yang membutuhkan, amin.

Bogor, Maret 2013

(17)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR ISI ... xi

DAFTAR TABEL ... xiii

DAFTAR GAMBAR ... ix

DAFTAR LAMPIRAN ... ix

PENDAHULUAN ... 1

Latar Belakang ... 1

Perumusan Masalah Penelitian ... 4

Tujuan Penelitian ... 4

Manfaat Penelitian ... 5

TINJAUAN PUSTAKA ... 6

Penyuluhan ... 6

Peran Penyuluh ... 8

Pendampingan ... 12

Peran PKSM ... 15

Peran dan Fungsi Kelompok ... 19

Partisipasi ... 22

Konservasi Lahan ... 29

KERANGKA BERPIKIR DAN HIPOTESIS ... 34

Kerangka Berpikir ... 34

Hipotesis ... 36

METODE PENELITIAN ... 37

Desain Penelitian ... 37

Waktu dan Lokasi Penelitian ... 37

Populasi dan Sampel ... 38

Pengembangan Instrumen penelitian ... 39

Tehnik Pengumpulan Data ... 46

Tehnik Analisa Data ... 46

HASIL DAN PEMBAHASAN ... 48

Gambaran Umum Kabupaten Bima ... 48

Gambaran Umum Lokasi Penelitian 5 (lima) Kecamatan di Kabupaten Bima ... 52

Karakterisitik PKSM di Kabupaten Bima ... 56

Karakteristik Individu Petani ... 64

Peran pendampingan PKSM terhadap Peningkatan Partisipasi Masyarakat ... 70

Peran dan Fungsi Kelompok Tani ... 77

(18)

DAFTAR ISI (lanjutan)

Hubungan Karakteristik Individu dengan Tingkat Partisipasi Petani ... 84

Hubungan Peran Pendampingan PKSM dengan Tingkat Partisipasi Petani ... 89

Hubungan Peran dan Fungsi Kelompok Tani dengan Tingkat Partisipasi Petani ... 91

Hubungan Peran Pendampingan PKSM dengan Karakteristik Individu . 93

Hubungan Peran Pendampingan PKSM dengan Peran dan Fungsi Kelompok Tani ... 96

SIMPULAN DAN SARAN ... 100

Kesimpulan ... 100

Saran... 100

DAFTAR PUSTAKA ... 101

(19)

DAFTAR TABEL

Halaman

1 Sebaran responden penelitian di 5 kecamatan di Kabupaten Bima ... 39

2 Indikator, definisi operasional, parameter pengukuran karakteristik Individu petani ... 41

3 Indikator, definisi operasional, parameter pengukuran peran PKSM ... 42

4 Indikator, definisi operasional, parameter pengukuran peran dan fungsi kelompok ... 43

5 Indikator, definisi operasional, parameter pengukuran tingkat partisipasi masyarakat ... 43

6 Hasil uji instrumen penelitian ... 45

7 Jumlah kecamatan, desa dan dusun di Kabupaten Bima... 48

8 Karakteristik individu PKSM di Kabupaten Bima tahun 2012 ... 58

9 Jumlah dan presentase anggota kelompok tani yang telah melaksanakan kegiatan konservasi lahan berdasarkan karakteristik individu di Kabupaten Bima tahun 2012 64

10 Peran pendampingan PKSM dalam meningkatkan partisipasi petani pada tahap perencanaan kegiatan konservasi lahan di Kabupaten Bima tahun 2012 ... 71

11 Peran pendampingan PKSM dalam meningkatkan partisipasi petani pada tahap pelaksanaan kegiatan konservasi lahan di Kabupaten Bima tahun 2012 ... 72

12 Peran pendampingan PKSM dalam meningkatkan partisipasi petani pada tahap pemanfaatan kegiatan konservasi lahan di Kabupaten Bima tahun 2012 ... 74

13 Peran pendampingan PKSM dalam meningkatkan partisipasi petani pada tahap evaluasi kegiatan konservasi lahan di Kabupaten Bima tahun 2012 ... 75

(20)

DAFTAR TABEL (lanjutan)

Halaman

15 Jumlah dan presentase petani pada setiap tahap partisipasi dalam

kegiatan konservasi lahan di Kabupaten Bima ... 81

16 Hubungan karakteristik individu petani dengan tingkat partisipasi petani dalam kegiatan konservasi lahan di Kabupaten Bima ... 84

17 Hubungan peran pendampingan PKSM dengan tingkat partisipasi petani dalam kegiatan konservasi lahan di Kabupaten Bima ... 89

18 Hubungan peran dan fungsi kelompok tani dengan tingkat partisipasi petani dalam kegiatan konservasi lahan di Kabupaten Bima ... 92

19 Hubungan peran pendampingan PKSM dengan karakteristik individu petani dalam kegiatan konservasi lahan di Kabupaten Bima ... 94

20 Hubungan peran pendampingan PKSM dengan peran dan funngsi kelompok tani di Kabupaten Bima ... 97

(21)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

1 Hubungan pengaruh karakteristik individu, peran pendampingan

PKSM, peran dan fungsi kelompok terhadap tingkat partisipasi ... 36

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman 1 Kisi-kisi instrumen penelitian ... 111

2 Peta lokasi penelitian 5 kecamatan di Kabupaten Bima ... 113

3 Peta Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kabupaten Bima ...114

4 Peta tutupan lahan Kabupaten Bima ...115

5 Peta Kawasan Hutan di Kabupaten Bima ...116

6 Kondisi lahan kritis dan penanaman lahan di Kabupaten Bima ...117

7 Kondisi infrastruktur dan sarana transportasi di Kabupaten Bima ...118

8 Profil PKSM di Kabupaten Bima ...119

9 Kondisi sarana dan prasarana yang dimiliki oleh kelompok tani ...120

(22)
(23)

1

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Hutan sebagai modal dasar pembangunan perlu dipertahankan keberadaannya dan dimanfaatkan sebesar-besarnya untuk kepentingan dan kesejahteraan masyarakat. Luas kawasan hutan dan perairan di Indonesia saat ini yang ditetapkan berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kehutanan seluruhnya adalah ± 134.275.567,98 hektar yang terdiri dari kawasan hutan lindung, hutan produksi terbatas, hutan produksi tetap dan hutan produksi yang dapat dikonversi (Kemenhut 2011).

Kenyataannya hutan yang seharusnya dijaga dan dilestarikan tersebut semakin lama semakin rusak, pembangunan kehutanan selama ini telah mengabaikan keberadaan dan fungsi hutan sehingga terjadi deforestasi hutan yang semakin meningkat dari tahun ke tahun yang mengakibatkan degradasi lahan sehingga membentuk lahan kritis. Lahan kritis adalah lahan yang secara biofisik telah rusak karena terbuka dan mengalami erosi berat.

Laju deforestasi secara nasional pertahun mencapai 2,83 juta ha, luas lahan kritis sebesar 23,24 juta ha. Lahan kritis ini 35 persen berada di dalam kawasan hutan dan 65 persen berada di luar kawasan hutan.

Kerusakan hutan dan lahan berdampak pada tiga aspek penting yaitu aspek lingkungan, aspek ekonomi dan aspek sosial. Kerusakan hutan ini terjadi karena adanya kegiatan-kegiatan illegal yang dilakukan oleh masyarakat di dalam hutan dan eksploitasi sumberdaya alam untuk memenuhi kebutuhan hidupnya.

Mengatasi kondisi kerusakan hutan dan degradasi lahan perlu adanya upaya konservasi lahan baik yang dilakukan melalui program-program konservasi yang diprogramkan oleh pemerintah maupun yang dilakukan oleh masyarakat secara swadaya. Upaya konservasi lahan ini akan berhasil dengan baik apabila melibatkan masyarakat disekitar kawasan hutan dan pemilik lahan di luar kawasan hutan sebagai pelaku utama dalam melaksanakan konservasi lahan tersebut.

Keterlibatan masyarakat ini, sejalan dengan amanat Undang-undang nomor 41 tahun 1999 tentang kehutanan yang menyatakan bahwa penyelenggaraan rehabilitasi hutan dan lahan diutamakan pelaksanaannya melalui pendekatan partisipatif dalam rangka mengembangkan potensi dan pemberdayaan masyarakat. Lebih lanjut juga dinyatakan bahwa untuk menjamin perlindungan hutan yang sebaik-baiknya, masyarakat diikutsertakan dalam upaya perlindungan hutan.

Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2006 tentang Sistem Penyuluhan Pertanian, Perikanan dan Kehutanan juga mengamanatkan agar masyarakat ditempatkan sebagai pelaku utama dalam kegiatan penyuluhan, pelaku utama ini adalah masyarakat di dalam dan di sekitar kawasan hutan.

(24)

2

Menurut Riyanto (2008), kondisi masyarakat sekitar hutan saat ini rata-rata miskin, masyarakat yang tinggal di sekitar hutan berjumlah ± 10 juta jiwa, dari jumlah tersebut ± 4 juta jiwa tergolong miskin. Lebih lanjut menurut CIFOR 2000; BPS 2000 yang diacu dalam Kemenhut (2011), dari jumlah penduduk Indonesia yaitu sebanyak 219,9 juta jiwa, penduduk yang bermukim di dalam dan sekitar kawasan hutan tercatat sebanyak 48,8 juta jiwa, dan sekitar 10,2 juta jiwa diantaranya tergolong miskin.

Masyarakat yang berada di sekitar hutan yang masih dalam kondisi terbatas tersebut, perlu diberikan bimbingan dan peningkatan pengetahuan tentang manfaat serta fungsi kegiatan konservasi lahan melalui kegiatan penyuluhan secara intensif. Kegiatan penyuluhan ini dilakukan terus menerus serta melibatkan masyarakat mulai dari proses perencanaan, pelaksanaan, pemeliharaan sampai dengan evaluasi kegiatan konservasi lahan.

Penyelenggaraan penyuluhan kehutanan yang intensif dan terus menerus ini selain dapat diberikan oleh Penyuluh Kehutanan PNS, juga dilaksanakan oleh penyuluh yang berasal dari masyarakat (penyuluh swadaya) yang sudah ada dalam lingkungan masyarakat itu sendiri atau dari luar yang sudah terbukti berhasil melaksanakan kegiatan konservasi lahan. Hal ini sejalan dengan UU Nomor 16/2006, yang menyatakan bahwa kegiatan penyuluhan kehutanan dilakukan oleh penyuluh Pegawai Negeri Sipil (PNS), penyuluh swasta dan/atau penyuluh swadaya. Penyuluh swadaya bidang kehutanan lebih dikenal dengan sebutan Penyuluh Kehutanan Swadaya Masyarakat (PKSM).

Keberadaan PKSM ini membantu mengatasi kekurangan tenaga penyuluh PNS dalam suatu wilayah, dia bekerjasama serta menjadi mitra kerja penyuluh PNS dalam mengajak dan mendorong masyarakat untuk berpartisipasi pada kegiatan konservasi lahan. PKSM diharapkan mampu berperan dalam menjembatani penyampaian berbagai informasi, transfer ilmu pengetahuan dan alih teknologi kepada sasaran penyuluhan melalui berbagai metode dan teknik penyuluhan, sehingga terjadi perubahan sikap dan keterampilan serta bertambahnya pengetahuan yang dimiliki oleh masyarakat.

Menurut Dephut (2009), PKSM mempunyai peran penting dan strategis dalam mendukung keberhasilan pembangunan kehutanan, dan juga merupakan investasi penting untuk membantu mengamankan, melestarikan sumberdaya hutan sebagai aset negara sekaligus sebagai upaya meningkatkan kesejahteraan masyarakat

PKSM tersebar di seluruh Indonesia, berdasarkan data tahun 2009, jumlah PKSM yang terdata di Kementerian Kehutanan sebanyak 1900 orang, tahun 2012 jumlah PKSM meningkat menjadi 2504. Pemberdayaan PKSM ini diarahkan kepada tokoh-tokoh masyarakat yang telah dikukuhkan sebagai PKSM yang secara mandiri mau dan mampu melaksanakan penyuluhan kehutanan. PKSM mau melaksanakan penyuluhan kehutanan secara swadaya karena didorong oleh rasa ingin berbagi pengetahuan, keterampilan, dan kepedulian terhadap keberadaan dan kelestarian hutan, apabila kondisi hutan dan lahan baik, maka akan meningkatkan produktivitas pertanian dan kesejahteraan masyarakat.

(25)

Kabupaten Bima, merupakan salah satu kabupaten yang ada di Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB) yang saat ini sudah memiliki instansi/lembaga penyelenggara penyuluhan pertanian dan perikanan yaitu Badan Penyuluhan Pertanian, Perikanan dan Kehutanan (BP4K) dan Dinas Kehutanan sebagai penyelenggara penyuluhan kehutanan di bawah koordinasi Badan Koordinasi Penyuluhan (Bakorluh) Provinsi NTB.

Kabupaten Bima memiliki potensi lahan kritis seluas 73.062,71 Ha, terbagi lahan di luar kawasan hutan Negara 42.388,10 Ha dan dalam kawasan 30.674,61 Ha. Luas tanaman yang direboisasi mulai tahun 2007 – 2011 seluas 2.310 Ha (Dishut 2011). Kabupaten Bima juga memiliki potensi sumberdaya manusia penyuluh PNS sebanyak 20 orang yang membina masyarakat di 18 Kecamatan dan 177 desa, PKSM sebanyak 60 orang yang membina paling sedikit 1 (satu) Kelompok Tani (KT) dalam 1 desa dengan jumlah anggota kelompok antara 40-150 orang/KT. Saat sekarang kelompok tani yang masih aktif sebanyak 90 KT dengan total jumlah anggota sebanyak 5.508 orang.

Kemenhut (2011), menyatakan bahwa pengembangan kemandirian masyarakat dilakukan oleh penyuluh kehutanan melalui pendampingan berbagai kegiatan usaha produktif masyarakat yang berbasis kehutanan dan dengan membangun berbagai model atau percontohan kegiatan pembangunan kehutanan. Pendampingan yang dilakukan dalam upaya mendukung keberhasilan pembangunan kehutanan adalah melalui kegiatan pembangunan Hutan Rakyat (HR), Pengelolaan Hutan Bersama Masyarakat (PHBM), Hutan Tanaman Rakyat (HTR), Hutan Kemasyarakatan (HKm), Hutan Desa, One Billion Indonesia Trees, dan lain-lain.

Partisipasi masyarakat dan pendampingan yang dilakukan oleh PKSM pada kegiatan konservasi lahan baik di dalam kawasan maupun pada lahan milik petani yang telah dilakukan di Kabupaten Bima sejalan dengan program konservasi yang telah diprogramkan oleh Pemerintah Pusat dan Daerah melalui Dinas Kehutanan yaitu berupa, program Gerakan Rehabilitasi Hutan dan Lahan (GERHAN), Indonesia Menanam (IM), penanaman Hutan Rakyat (HR) dan penerapan pola tanam sistem agroforestry serta pengelolaan hutan bersama masyarakat melalui Hutan Kemasyarakatan (HKm).

(26)

4

Perumusan Masalah Penelitian

Kepedulian masyarakat terhadap kelestarian hutan, tingkat partisipasi pada kegiatan konservasi lahan dan peningkatan produktifitas lahan masih rendah, serta pemberdayaan masyarakat sebagai pelaku utama dalam penyelenggaraan penyuluhan kehutanan dan pengelolaan hutan belum berjalan dengan baik. Kondisi ini mengindikasikan bahwa tingkat kesadaran masyarakat sebagai pelaku utama dalam melakukan kegiatan konservasi baik dalam kawasan maupun di luar kawasan masih relatif rendah.

Menurut Suyadi (2009), rendahnya tingkat kesadaran dan kepeduliaan masyarakat dapat dipengaruhi oleh faktor internal (kurangnya pengetahuan, pendidikan dan kemampuan), dan faktor eksternal (kurangnya penyuluhan, pelatihan, sarana prasarana, media massa sebagai sumber informasi), serta faktor pembelajaran yang belum memadai, oleh karena itu, untuk membantu mengatasi kondisi ini perlu adanya faktor pendorong baik yang berasal dari dalam masyarakat itu sendiri maupun pendorong dari luar.

Faktor yang berasal dari dalam adalah karakteristik individu petani, sedangkan faktor dari luar adalah peran pendampingan PKSM dan peran kelompok sebagai lembaga sosial masyarakat yang mampu mengajak dan menyadarkan masyarakat untuk berpartisipasi dalam kegiatan konservasi lahan.

Berdasarkan latar belakang dan permasalahan yang diuraikan di atas, maka perumusan masalah penelitian adalah:

1. Bagaimanakah tingkat partisipasi masyarakat dalam melaksanakan kegiatan konservasi lahan?

2. Faktor-faktor karakteristik individu apa sajakah yang paling mempengaruhi tingkat partisipasi masyarakat pada kegiatan konservasi lahan?

3. Bagaimanakah bentuk peran PKSM yang mampu meningkatkan partisipasi masyarakat pada kegiatan konservasi lahan?

4. Apakah tingkat partisipasi masyarakat pada kegiatan konservasi lahan dipengaruhi oleh peran dan fungsi kelompok tani?

Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk :

1. Mengukur tingkat partisipasi masyarakat dalam melaksanakan kegiatan konservasi lahan.

2. Menganalisis faktor karakteristik individu yang paling berpengaruh terhadap tingkat partisipasi masyarakat pada kegiatan konservasi lahan.

3. Menganalisis bentuk peran PKSM yang berpengaruh terhadap tingkat partisipasi masyarakat pada kegiatan konservasi lahan.

(27)

Manfaat Penelitian

Penelitian ini dilakukan dengan harapan dapat memberikan manfaat:

1. Sebagai bahan masukan bagi para pengambil kebijakan dalam bidang penyuluhan kehutanan terutama tentang konservasi lahan.

(28)

6

TINJAUAN PUSTAKA

Penyuluhan

Penyuluhan berdasarkan definisi dari Undang-Undang nomor 16 Tahun 2006 adalah proses pembelajaran bagi pelaku utama serta pelaku usaha agar mereka mau dan mampu menolong dan mengorganisasikan dirinya dalam mengakses informasi pasar, teknologi, permodalan dan sumberdaya lainnya, sebagai upaya untuk meningkatkan produktivitas, efisiensi usaha, pendapatan, dan kesejahteraannya, serta meningkatkan kesadaran dalam pelestarian fungsi lingkungan hidup.

Van den Ban dan Hawkins (1999), mengemukakan definisi penyuluhan adalah merupakan keterlibatan seseorang untuk melakukan komunikasi informasi secara sadar dengan tujuan untuk membantu sesamanya memberikan pendapat sehingga bisa membuat keputusan yang benar. Penyuluhan bisa dikatakan sebagai proses:

1. Membantu petani menganalisis situasi yang sedang dihadapi dan melakukan perkiraan ke depan.

2. Membantu petani menyadarkan terhadap kemungkinan timbulnya masalah dari analisis tersebut.

3. Meningkatkan pengetahuan dan mengembangkan wawasan terhadap suatu masalah, serta membantu menyusun kerangka berdasarkan pengetahuan yang dimiliki petani.

4. Membantu petani memutuskan pilihan yang tepat yang menurut pendapat mereka sudah optimal.

Menurut Maunder 1973; Claar 1984 diacu dalam Leeuwis (2009), penyuluhan merupakan suatu pelayanan atau sistem yang membantu orang bertani, melalui prosedur yang bersifat mendidik, meningkatkan metode dan tehnik berusaha tani, meningkatkan efisiensi dan pendapatan, meningkatkan tingkat kehidupan mereka, dan menaikkan standar sosial dan pendidikan. Penyuluhan juga merupakan proses yang berlanjut untuk mendapatkan informasi yang berguna kepada rakyat (dimensi komunikatif) dan kemudian membantu orang-orang tersebut mendapatkan pengetahuan, keterampilan, dan sikap yang diperlukan untuk menggunakan informasi dan teknologi secara efektif (dimensi pendidikan).

Mardikanto (1996, 2009), mendefinisikan penyuluhan kehutanan sebagai upaya alih-teknologi kehutanan melalui pendidikan di luar sekolah yang ditujukan kepada petani dan kelompok masyarakat lainnya untuk meningkatkan pengetahuan, kesadaran, keterampilan, dan kemampuannya dalam memanfaatkan lahan miliknya, pengamanan, serta pelestarian sumberdaya alam.

Penyuluhan juga dapat diartikan sebagai proses perubahan sosial, ekonomi dan politik untuk memberdayakan dan memperkuat kemampuan masyarakat melalui proses belajar bersama yang partisipatif, agar terjadi perubahan perilaku pada diri semua stakeholders (individu, kelompok, kelembagaan) yang terlibat

(29)

dalam proses pembangunan, demi terwujudnya kehidupan yang semakin berdaya, mandiri, dan partisipatif yang semakin sejahtera secara berkelanjutan.

Daniels et al. (2005), menyampaikan bahwa sejalan dengan tujuan penyelenggaraan penyuluhan maka pengertian penyuluhan adalah pemberdayaan petani dan keluarganya berserta masyarakat pelaku agribisnis melalui kegiatan pendidikan non formal di bidang pertanian agar mereka mampu menolong dirinya sendiri baik di bidang ekonomi, sosial maupun politik, sehingga peningkatan pendapatan dan kesejateraan mereka tercapai.

Menurut Setiana (2005), penyuluhan dalam arti umum adalah ilmu sosial yang mempelajari sistem dan proses perubahan pada individu serta masyarakat agar dapat terwujud perubahan yang lebih baik sesuai dengan yang diharapkan, dengan demikian penyuluhan dapat diartikan sebagai suatu pendidikan yang bersifat non formal di luar sistem sekolah yang biasa.

Fungsi penyuluhan adalah untuk menjembatani kesenjangan antara praktik yang biasa dijalankan oleh petani dengan pengetahuan dan teknologi yang selalu berkembang yang menjadi kebutuhan para petani. Fungsi penyuluhan juga dapat dianggap sebagai penyampai dan penyesuai program nasional dan regional agar dapat diikuti dan dilaksanakan oleh petani, sehingga program-program masyarakat yang disusun dengan baik akan berhasil dan masyarakat berpartisipasi di dalam program tersebut.

Penyuluhan adalah proses kapasitasi SDM petani melalui sistem pendidikan nonformal. Petani juga memiliki hak untuk memperoleh pendidikan dan bentuk pendidikan bagi petani adalah penyuluhan, oleh karena itu pemerintah harus dapat menjamin terselenggaranya penyuluhan yang menjadi hak bagi SDM petani. Pemerintah gagal menyelenggarakan penyuluhan itu artinya suatu bentuk pelanggaran terhadap hak asasi yaitu hak asasi petani untuk mendapatkan pendidikan (Padmowiharjo 2006)

Susanto (2008), menyampaikan bahwa kegiatan dan proses penyuluhan adalah serangkaian upaya yang dilakukan untuk mengubah perilaku sasaran melalui pendekatan proses belajar tidak formal atau pendidikan luar sekolah dengan memposisikan sasaran sebagai subyek dan dikaitkan dengan pengakuan atas ciri-ciri pribadinya yang unik. Tujuan akhir dari penyuluhan pembangunan adalah tercapainya kondisi baru yang lebih baik pada sasaran (subyek) penyuluhan sesuai harapan, melalui perubahan perilaku sasaran, termasuk di dalamnya perbaikan kesejahteraan dan meningkatnya kualitas Sumber Daya Manusia (SDM).

Peranan penyuluhan pembangunan adalah menjembatani kesenjangan perilaku sasaran antara kondisi sekarang dengan kondisi yang diharapkan. Cara menjembatani kesenjangan dilakukan melalui pendekatan proses belajar/proses pendidikan tidak formal ke arah penyadaran sasaran yang berdampak akhir pada perubahan perilaku yang dicirikan oleh perubahan kualitas SDM sasaran.

(30)

8

Ariani dan Apsari (2011), menyampaikan bahwa agar pelaksanaan penyuluhan dapat mencapai tujuan yang diharapkan, berbagai pihak yang terkait dengan pelaksanaan penyuluhan hendaknya benar-benar memahami falsafah yang mendasari eksistensi penyuluhan itu sendiri. Penyuluhan tidak menciptakan ketergantungan, tetapi harus mampu mendorong semakin tercipta kreativitas dan kemandirian masyarakat agar semakin memiliki kemampuan untuk berswakarsa, swadaya, swadana dan swakelola bagi terselenggaranya kegiatan-kegiatan guna tercapai tujuan, harapan, dan keinginan - keinginan masyarakat sasarannya.

Peran penyuluh

Ahmadi (1999), mengemukakan bahwa peran adalah suatu cara individu bersikap dan berbuat dalam situasi tertentu berdasarkan status dan fungsi sosialnya.

Menurut Soekanto (2000), peran (role) merupakan aspek yang dinamis dari kedudukan (status), apabila seseorang melakukan hak dan kewajibannya sesuai dengan kedudukannya, maka berarti dia telah menjalankan suatu peran. Kedudukan dengan peran tidak dapat terpisahkan satu dengan yang lainnya, keduanya saling tergantung.

Levinson dalam Soekanto, menyampaikan bahwa suatu peran paling sedikit mencakup tiga hal, yaitu: 1) peran meliputi norma-norma yang dihubungkan dengan posisi atau tempat seseorang dalam masyarakat. Peran dalam arti ini merupakan rangkaian peraturan-peraturan yang membimbing seseorang dalam kehidupan bermasyarakat, 2) peran adalah suatu konsep yang dapat dilakukan oleh individu dalam masyarakat sebagai organisasi, dan 3) peran juga dapat dikatakan sebagai perilaku individu yang penting bagi struktur sosial masyarakat.

Penyuluh adalah salah satu unsur penting yang diakui peranannya dalam memajukan pertanian di Indonesia. Penyuluh yang siap dan memiliki kemampuan dengan sendirinya berpengaruh pada kinerjanya. Pengalaman di masa lalu menunjukkan bahwa keberhasilan Indonesia meningkatkan produksi pangan menjadi negara swasembada tidak saja ditentukan oleh adanya mobilisasi Nasional dalam bentuk kesiapan dana, sarana dan prasarana, serta kelembagaan, tetapi juga oleh kemampuan penyuluh (Wardoyo 1992)

Menurut Mardikanto (2009), fungsi dan peran penyuluh adalah sebagai penyampai inovasi dan mempengaruhi penerima manfaat penyuluhan dalam pengambilan keputusan, penjembatan/penghubung antara pemerintah atau lembaga penyuluhan yang diwakilinya dengan masyarakat, baik dalam hal menyampaikan inovasi atau kebijakan-kebijakan yang harus diterima dan dilaksanakan oleh masyarakat sasaran, maupun untuk menyampaikan umpan balik atau tanggapan masyarakat kepada pemerintah/lembaga penyuluhan yang bersangkutan.

(31)

kepedulian untuk melakukan perubahan, dan 3) siap menghadapi kemungkinan ada penolakan sosial dari masyarakat terhadap perubahan yang akan dilakukan.

Lionberger dan Gwin (1982), menyampaikan tugas dan peran seorang penyuluh kepada kliennya adalah sebagai penyampai informasi, pendengar yang baik, membantu mengidentifikasi dan memecahkan masalah, memfasilitasi adopsi agar lebih cepat, penghubung, membantu mengembangkan kemampuan, sebagai guru keterampilan, membantu pekerjaan dan administrasi, mendorong terjadinya perubahan, sebagai penjaga gawang, membantu pendanaan, pemimpin lokal, membantu menentukan sesuatu serta membantu membentuk organisasi.

Empat peran utama yang penting bagi penyuluh menurut Boyle (1981), yaitu:

1. Analisator (analis), peran ini adalah dasar bagi keberhasilan setiap penyuluh. Peran ini adalah untuk memahami situasi dan membantu mendiagnosa kebutuhan klien. Hal ini penting untuk mendefinisikan masalah atau kebutuhan di semua jenis kegiatan. Peran ini harus dilakukan melalui berbagai tindakan seperti menentukan pengalaman belajar, sumber daya, mengembangkan rencana untuk evaluasi, atau komunikasi.

2. Stimulor (pemicu), peran stimulator disebut sebagai "penggerak" atau "motivator." Hal ini penting untuk membangkitkan antusiasme klien dalam melaksanakan suatu program. Antusiasme klien mungkin saja kurang karena disebabkan oleh berbagai alasan, termasuk kekurangmampuan untuk memecahkan masalah atau memenuhi kebutuhan, kurangnya pengetahuan tentang proses dan sumber daya, dan konflik antara individu dan kelompok. Penyuluh akan bertindak sebagai stimulus untuk menjaga proses menggerakan dan melihat klien yang terlibat, dan membuat kontak dengan individu yang diperlukan dengan pengaruh dan sumber daya.

3. Fasilitator, penyuluh berfungsi untuk menghubungkan kebutuhan klien dengan pengetahuan yang sesuai atau sumber daya secara efisien dan efektif. Peran ini dibutuhkan untuk menciptakan lingkungan khusus dan membangun lingkungan belajar yang kondusif bagi klien sehingga proses penyuluhan antara klien dan penyuluh dapat terjalin dengan baik.

4. Pendorong, kebanyakan klien/masyarakat merasa ragu dan khawatir dalam melakukan sebuah kegiatan, terutama jika kegiatan tersebut adalah kegiatan yang baru bagi mereka. Mereka tidak yakin dengan kemampuan pribadi dan potensi kelompok. Kondisi ini dapat atasi melalui penggunaan media tertentu dan membutuhkan dorongan dari seorang penyuluh dan kelompok yang mampu membantu orang menyadari potensi mereka.

Menurut Lippit (1954), peran penyuluh dalam mendorong terjadinya perubahan pada masyarakat, dimulai dari:

1. Pengenalan pada masalah. Merupakan langkah pertama dari proses pemberian bantuan dan menggunakan hasil pengenalan masalah tersebut sebagai suatu panduan agar klien mampu melakukan proses perubahan.

(32)

10

3. Penilaian terhadap motivasi dan sumber daya penyuluh. Sasaran hasil kerja penyuluh harus bermanfaat bagi dirinya dan orang lain. Penyuluh harus menjaga supaya tidak emosional dalam membantu perubahan, perlu ada optimisme diantara mereka (penyuluh dan klien-nya), agar mampu berkomunikasi untuk menghindari keraguan.

4. Pemilihan sasaran tujuan penyuluhan. Penyuluh harus menyediakan beberapa ide, keputusan dan apa tujuan penyuluhan. Bagaimana cara mencapai tujuan tersebut, apa yang harus dilakukan terlebih dahulu.

5. Memilih peran bantuan yang cocok. Penyuluh harus membina hubungan dengan klien, pengenalan pengetahuan, menyediakan kekuatan dari dalam, menciptakan lingkungan khusus dan memberi dukungan selama proses perubahan.

6. Penetapan dan pemeliharaan hubungan dengan klien. Berperan dalam memberikan kebutuhan akan sanksi yang cocok, menjelaskan prospek perubahan dan mengatur intensitas dan mutu bantuan.

7. Mengenali dan membantu tahap perubahan. Tahap perencanaan penyuluhan; klien menemukan kebutuhan akan bantuan, penyuluh merangsang perubahan, memperkenalkan, menjelaskan masalah yang akan terjadi, menguji alternatif perubahan, membantu penguatan niat, dan membantu melepas keterikatan serta menjelaskan kelanjutan hubungan dengan masalah yang berbeda. 8. Memilih gaya dan teknik perilaku spesifik yang sesuai, dalam melaksanakan

kegiatan penyuluhan penyuluh akan berhadapan dengan suatu permintaan terus menerus untuk keputusan yang nyata. Apa yang ia akan lakukan dan apa yang ia akan katakan pada saat itu? Gunakan apapun sumberdaya yang dimiliki dan mempersiapkan diri menuju tahap berikutnya. Beberapa penyuluh sangat tergantung pada perilaku klien dan mereka memiliki kontribusi untuk membantu proses klien yang ingin maju.

9. Dukungan pengembanan profesional melalui penelitian dan pemahaman. Penyuluh yang profesional harus meningkatkan potensi dan kompetensi yang dimiliki agar bisa berkembang sehingga dia bisa berperan sebagai penolong bagi masyarakat.

Keberhasilan pembangunan pertanian tidak terlepas dari peran penting penyuluh karena penyuluh merupakan pihak yang langsung berhubungan dengan pemberdayaan petani. Penyuluh harus memiliki kompetensi yang sesuai dengan kondisi dan tantangan penyuluh saat ini agar dapat melaksanakan perannya dengan baik. Penyuluh yang memiliki kompetensi tinggi akan mampu menunjukkan kinerja yang baik karena kompetensi merupakan salah satu faktor yang berpengaruh terhadap kinerja penyuluh (Huda 2010)

Menurut Marliati (2008), strategi peningkatan kinerja penyuluh pertanian dalam memberdayakan petani adalah:

(33)

masyarakat, kemampuan mengatasi konflik, dll.). Karakteristik sistem sosial yang strategis untuk ditingkatkan adalah adalah: nilai-nilai sosial budaya; fasilitasi oleh lembaga pemerintah terkait agribisnis, akses terhadap kelembagaan agribisnis.

2. Meningkatkan kinerja penyuluh pertanian dengan meningkatkan kualitas kerja yang berkaitan dengan tugas utama penyuluh pertanian dalam memberdayakan petani yaitu: a) pengembangan perilaku inovatif, b) penguatan partisipasi petani, c) penguatan kelembagaan petani, d) penguatan akses terhadap berbagai sumberdaya, e) penguatan kemampuan petani berjaringan dan f) kaderisasi.

Menurut Oladele (1991) diacu dalam Agbogidi (2009), peran penyuluh sangat penting bagi petani karena penyuluh berfungsi sebagai penghubung antara penelitian dan membawa informasi baru teknologi dari para peneliti. Penelitian dan penyuluhan merupakan upaya yang kompleks, beragam dan memperlihatkan bukti dari suatu daerah dan diperlukan untuk informasi teknis.

Tantangan utama tenaga penyuluh kehutanan adalah adanya manajemen yang buruk pada pengelolaan sumber daya hutan, kurangnya tenaga professional dan kapasitas manajerial yang terbatas, jumlah penyuluh kehutanan tidak memadai dibandingkan dengan jumlah kebutuhan pendampingan oleh masyarakat dan wilayah kerja yang luas, selain itu penyuluh kehutanan juga tidak mendapatkan insentif yang cukup, kurang mendapatkan pelatihan yang memadai untuk peningkatan kapasitas dan minim sarana parasarana penyuluhan.

Suprayitno (2008), menyampaikan bahwa penyuluh diharapkan mampu mengajak dan meningkatkan kemampuan masyarakat sekitar hutan agar mau dan mampu menganalisis kondisi dan potensi serta masalah-masalah kehutanan yang perlu diatasi menuju terciptanya hutan lestari. Masyarakat berperan serta dalam proses pengambilan keputusan mulai dari tahap perencanaan, pelaksanaan dan sampai tahap penilaian kegiatan yang dikembangkan oleh dan untuk mereka.

Partisipasi atau pelibatan masyarakat lokal ini merupakan inti proses pemberdayaan masyarakat, di mana pengalaman dan pengetahuan masyarakat dalam berinteraksi dengan hutan serta kemauan mereka untuk menjadi lebih baik merupakan dasar proses pemberdayaan. Proses pemberdayaan masyarakat ini bertujuan untuk memandirikan masyarakat agar dapat meningkatkan taraf hidupnya, mengoptimalkan sumber daya setempat sebaik mungkin, baik sumber daya alam maupun sumber daya manusia. Melalui proses pelibatan masyarakat lokal diharapkan akan dapat dikembangkan lebih jauh pola pikir masyarakat yang kritis dan sistematis.

Hamzah (2011), menyampaikan bahwa penyelenggaraan penyuluhan pertanian dipengaruhi secara berturut-turut dari yang paling penting atau dominan dari faktor yang mempengaruhi kinerja penyuluh yaitu; 1) kompetensi penyuluh pada aspek pelaksanaan program penyuluhan, 2) intensitas pemanfaatan media-media penyuluhan, 3) persepsi posistif penyuluh terhadap tugas/ pekerjaan, 4) intensitas pelatihan penyuluhan, dan 5) partisipasi aktif masyarakat terhadap kegiatan-kegiatan penyuluhan.

(34)

12

disampaikan bahwa berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan untuk mengetahui kinerja penyuluh PNS, diketahui bahwa karakteristik penyuluh yang paling erat hubungannya dengan kinerja adalah usia, masa kerja, institusi sekolah, pelatihan, motivasi berprestasi, kesempatan pengembangan karir, tingkat kewenangan dan tanggungjawab, makna pekerjaan, insentif, pembinaan dan supervisi serta kondisi kerja.

Pendampingan

Menurut Ariani dan Apsari (2011), terminologi pendampingan digunakan oleh banyak masyarakat di berbagai bidang, tidak terkecuali bidang pertanian, Berdasarkan penelitian tentang model pendampingan yaitu model pendampingan berbasis among, diketahui bahwa makna sesungguhnya pendampingan adalah panggulo wenthah (guru) bagi petani dengan ciri dasar pendampingan adalah momong, among dan ngemong.

Pelaksanaan kegiatan penyuluhan tidak dibenarkan adanya unsur paksaan, selalu menjaga batin peserta didik (petani). Penyuluhan tidak saja membangun intelektualitas dan ketrampilan petani namun membangun manusia dan sosial budaya (rural community). Pendampingan berbasis among merupakan wujud konkrit dari salah satu falsafah pendidikan Tut Wuri Handayani dari Ki Hajar Dewantoro, dengan pemahaman bahwa setiap manusia membawa kodrat alamnya masing-masing yang berarti setiap petani memiliki karakter masing-masing.

Model pendampingan berbasis among merupakan pendekatan pembelajaran dengan konsep pemecahan masalah oleh individu petani. Skenario pendampingan berbasis among sebagai berikut: penyuluh menyiapkan dan menyediakan obyek pembelajaran, petani berinteraksi dengan obyek tersebut. Penyuluh melakukan monitoring ketika para petani sedang berinteraksi dengan obyek pembelajaran. Petani menemukan permasalahan dengan obyek pembelajaran/penyuluhan, melakukan fasilitasi untuk mengatasinya.

Menurut Dephut (2004), upaya pemberdayaan masyarakat secara umum dapat diwujudkan dengan menerapkan prinsip-prinsip dasar pendampingan yaitu: 1. Belajar dari masyarakat; yang paling mendasar adalah pemberdayaan

masyarakat merupakan proses yang berasal dari, oleh dan untuk masyarakat, pemberdayaan dibangun atas pengakuan serta kepercayaan akan nilai dan relevansi pengetahuan tradisional masyarakat serta kemampuannya untuk memecahkan masalahnya sendiri.

2. Pendamping sebagai fasilitator; masyarakat sebagai pelaku utama, peran penyuluh sebagai pendamping, penyuluh dan fasilitator bersikap rendah hati dan belajar dari masyarakat.

3. Belajar bersama dengan tukar pengalaman; memberikan pengakuan akan pengalaman dan pengetahuan tradisional masyarakat, dan diperlukan adanya keterpaduan antara pengetahuan lokal dengan inovasi dari luar.

(35)

5. Membangkitkan kepercayaan diri; fasilitator harus mampu untuk membangkitkan percaya diri masyarakat, mengidentifikasi kebutuhan, mengidentifikasi nilai-nilai positif yang ada di masyarakat, dan melakukan pendampingan yang terus menerus.

6. Berorientasi pada proses; fasilitator memberdayakan masyarakat berorientasi pada proses walaupun membutuhkan waktu lama.

Karsidi (2007), menyampaikan bahwa salah satu prinsip pendampingan untuk pemberdayaan masyarakat adalah pengakuan akan pengalaman dan pengetahuan lokal masyarakat. Hal ini bukanlah berarti bahwa masyarakat selamanya benar dan harus dibiarkan tidak berubah.

Kenyataan obyektif telah membuktikan bahwa dalam banyak hal perkembangan pengalaman dan pengetahuan lokal masyarakat tidak mampu mengejar perubahan dan dapat memecahkan masalah dan sebaliknya pengetahuan dan inovasi yang diperkenalkan dari luar juga belum tentu mampu menyelesaikan masalah mereka, oleh karena itu antara pengetahuan lokal dan inovasi dari luar harus dipilih secara arif sehingga mampu saling melengkapi satu sama lainnya.

Menurut Mardikanto (1993), pendampingan dalam pemberdayaan” tidak

sekedar memberitahu atau ”menerangkan,” akan tetapi tujuan yang sebenarnya adalah proses aktif yang memerlukan interaksi antara pendamping dan yang

disuluh (klien) agar terbangun proses perubahan “perilaku” (behaviour) yang merupakan perwujudan dari: pengetahuan, sikap, dan keterampilan seseorang yang dapat diamati oleh orang/pihak lain, baik secara langsung (berupa: ucapan, tindakan, bahasa-tubuh, dll) maupun tidak langsung (melalui kinerja dan atau hasil kerjanya).

Penyuluhan pertanian dilakukan dengan pendampingan partisipatif, melalui penyuluhan pertanian partisipatif petani tidak dibiarkan sendirian dalam mengakses informasi, menganalisis situasi yang sedang mereka hadapi dan menemukan masalah-masalah, melakukan perkiraan ke depan, melihat peluang dan tantangan.

Penyuluhan partisipatif juga mampu meningkatkan pengetahuan dan meningkatkan wawasan, menyusun kerangka pemikiran berdasarkan pengetahuan yang mereka miliki, menyusun berbagai alternatif pemecahan masalah, memutuskan tindakan pemecahan masalah yang mereka hadapi, menggalang dana secara swadaya, melakukan monitoring dan evaluasi, dan melakukan proses pertukaran informasi.

Pelaksanaan penyuluhan pendampingan partisipatif memerlukan sosok penyuluh yang: 1) bisa menjadi mitra yang akrab bagi petani, 2) mampu memfasilitasi dan menggugah proses berfikir petani, 3) selalu bersama petani, 4) menghargai petani dengan meng”orang”kan-nya, 5) tidak menonjolkan diri, 6) selalu menjalin kerjasama dengan petani, 7) selalu mengembangkan dialog horizontal dengan petani (komunikasi dialogis) bukan komunikasi yang searah sebagai bawahan-atasan atau guru-murid (komunikasi monologis), dan 8) tidak menggurui petani (Padmowiharjo 2006).

(36)

14

sebagai “agen pembaharuan, seorang pendamping harus menempatkan SDM-klien sebagai pemain atau aktor/aktris yang aktif bagi pengembangan dan perkembangan dirinya sendiri. Demikian juga dalam falsafah kerjasama. Antara agen pembaharuan/pendampingan dan sumberdaya klien harus terjalin kerjasama

dalam kegiatan pendampingan.”

Menurut Setiawan (2008), pendamping dituntut untuk memiliki kualitas pribadi yang baik yang dapat diperoleh dari pelatihan, pengalaman dan praktek terhadap kegiatan. Ciri-ciri kualitas pendamping yang baik antara lain: kematangan pribadi, kreatifitas, pengamatan diri, keinginan untuk menolong, keberanian dan kepekaan. Kunci untuk mencapai efektifitas pendampingan terletak pada kemampuan pendamping dalam menganalisis dan menetapkan prioritas kebutuhan. Kegiatan pokok yang dilakukan pendamping untuk mencapai tujuan pendampingan adalah:

1. Pengumpulan fakta, mengupayakan diperolehnya kenyataan yang memadai untuk perencanaan dan kegiatan yang baik.

2. Pengembangan program, yaitu merintis, mengembangkan, menyempurnakan dan mengakhiri program.

3. Standarisasi, yaitu menentukan, memelihara, dan meningkatkan standart serta meningkatkan keefektifan, efisiensi dan dan keharmonisan pelaksanaan kegiatan kelompok-kelompok, organisasi-organisasi, bagian dari masyarakat dan penduduk lainnya.

4. Koordinasi, yaitu meningkatkan dan memperlancar hubungan dan kerjasama antar perseorangan, organisasi maupun kelompok.

5. Pendidikan dan pelatihan, yaitu melaksanakan pelatihan yang menunjang kegiatan.

6. Hubungan masyarakat, yaitu mengembangkan pemahaman yang lebih baik kepada masyarakat.

7. Peningkatan tujuan program, yaitu meningkatkan dan mengupayakan agar tujuan khusus yang akan dicapai disepakati bersama.

8. Partisipasi, mengerahkan dan memelihara keikutsertaan secara aktif dari masyarakat.

9. Pemberian dukungan, mengembangkan dan mengupayakan kelangsungan dukungan keuangan secara memadai.

Menurut Hakim (2008), program kegiatan dengan pendekatan dari atas ke bawah telah menunjukkan kekurangberhasilan dan kurang memberikan manfaat kepada masyarakat, oleh karena itu perlu dilakukan pendekatan yang bersifat memberdayakan masyarakat dengan mempergunakan pengalaman dan pengetahuan serta kemauan mereka untuk menjadi lebih baik. Faktor ini bertujuan untuk memandirikan masyarakat agar dapat meningkatkan taraf hidupnya, menggunakan dan mengakses sumberdaya setempat sebaik mungkin, baik sumberdaya alam maupun sumber daya manusia.

(37)

Purwatiningsih et al. (2004), menyatakan bahwa dalam pembangunan masyarakat pedesaan, peran pendampingan menjadi faktor penentu, karena masyarakat memerlukan dorongan psikologis dalam kegiatan mereka, oleh karena itu pemerintah harus konsisten menyediakan tenaga fasilitator pada masing-masing wilayah. Masyarakat sebagai pelaku utama dalam kegiatan, dituntut mempunyai peranan penting dalam pelaksanaan dan keberlanjutan kegiatan tersebut, apabila masyarakat berpartisipasi aktif, maka diharapkan pada kegiatan selanjutnya dapat berkembang atas kemauan dan kemampuan mereka sendiri.

Peran PKSM

Menurut Undang Undang Nomor 16/2006, kegiatan penyuluhan kehutanan dilakukan oleh penyuluh Pegawai Negeri Sipil (PNS), penyuluh swasta dan/atau penyuluh swadaya. Pengangkatan dan penempatan penyuluh PNS disesuaikan dengan kebutuhan dan formasi yang tersedia berdasarkan peraturan perundang-undangan. Keberadaan penyuluh swasta dan penyuluh swadaya bersifat mandiri untuk pemenuhan kebutuhan pelaku utama dan pelaku usaha. Penyuluh swasta dan penyuluh swadaya dalam melaksanakan penyuluhan kepada pelaku utama dan pelaku usaha dapat berkoordinasi dengan penyuluh PNS.

Penyuluh swasta adalah penyuluh yang berasal dari dunia usaha dan/atau lembaga yang mempunyai kompetensi dalam bidang penyuluhan, sedangkan penyuluh swadaya adalah pelaku utama yang berhasil dalam usahanya dan warga masyarakat lainnya yang dengan kesadarannya sendiri mau dan mampu menjadi penyuluh.

Menurut Kemenhut (2010), tenaga penyuluh kehutanan Pegawai Negeri Sipil (PNS) di Indonesia tahun 2010 berjumlah 4.033 orang yang terdiri dari 3.931 orang penyuluh yang ada di Propinsi/Kabupaten/Kota dan 102 orang yang ada di Unit Pelaksana Tehnis (UPT) Kementerian Kehutanan. Jumlah ini masih kurang dibandingkan dengan jumlah luas wilayah binaan Badan Penyuluhan dan Pengembangan Sumberdaya Manusia Kehutanan (BP2SDMK), Kementerian Kehutanan yang meliputi seluruh wilayah Indonesia.

Kajian kebutuhan penyuluh kehutanan yang dilakukan oleh kementerian kehutanan, untuk seluruh Indonesia dibutuhkan sebanyak 21.000 orang dan saat ini baru bisa terpenuhi sebesar 18.5% dari kebutuhan tersebut. Salah satu terobosan untuk mengatasi kekurangan tenaga penyuluh tersebut adalah dengan membina dan bekerjasama dengan penyuluh swadaya sehingga penyelenggaraan penyuluhan dan upaya pendampingan terus menerus kepada masyarakat dapat berjalan dengan lancar.

Menurut Sumardjo (2008) penyuluh adalah perorangan yang melakukan penyuluhan. Seorang penyuluh harus memiliki kompetensi dalam bidang penyuluhan baik itu yang disebut penyuluh PNS, penyuluh swasta maupun penyuluh swadaya. Ada 5 (lima) kompetensi yang penyuluh menurut Spencer dan Spencer, Mitrani et al. yang diacu dalam Sumardjo yaitu:

(38)

16

2. Traits (sifat bawaan) adalah karakter atau kepribadian yang membuat seseorang berprilaku tertentu dalam merespon sesuatu dengan cara tertentu. 3. Self concept (konsep diri) adalah sikap dan nilai yang dimiliki seseorang. 4. Knowledge (pengetahuan) adalah informasi yang dimiliki oleh seseorang

untuk bidang tertentu.

5. Skills (keterampilan) adalah kemampuan untuk melaksanakan suatu tugas baik secara fisik mamupun mental.

Dephut (2009), mendefinisikan penyuluh swadaya dengan istilah Penyuluh Kehutanan Swadaya Masyarakat (PKSM) sebagai tokoh masyarakat yang secara mandiri mau dan mampu melaksanakan penyuluhan kehutanan, berdasarkan hal tersebut PKSM dikategorikan sebagai individu yang:

1. Melakukan upaya nyata dibidang kehutanan (rehabilitasi, konservasi, pengamanan dan perlindungan hutan) secara swadaya.

2. Sukarela dan memiliki semangat untuk mengajak atau menularkan ilmu pengetahuan yang dimilikinya kepada anggota masyarakat lainnya.

3. Memiliki pengetahuan dan keterampilan yang ditiru dan diteladani oleh masyarakat.

4. Mendapat pengakuan dari masyarakat sekitar bahwa yang bersangkutan memiliki kemampuan sebagai penyuluh swadaya.

PKSM melakukan pemberdayaan masyarakat secara mandiri (perorangan) dan bersama-sama (kelompok), PKSM perorangan biasanya berasal dari kelompok masyarakat yang melaksanakan kegiatan kehutanan, bisa berupa Kader Konservasi Alam (KKA), Kader Usaha Tani Menetap (KANITAP), Kelompok pecinta Alam (KPA), Kelompok Tani Hutan (KTH) sukarelawan, Pramuka dan sebagainya. Sedangkan kelembagaannya bisa berasal dari LSM, Karang Taruna, Remaja Masjid, Remaja Gereja, Majelis Taklim, Lembaga Pendidikan dan sebagainya.

Penetapan PKSM adalah berdasarkan usulan dari masyarakat dan rekomendasi penyuluh kehutanan, kemudian dinas kehutanan/instansi yang memiliki tugas dan fungsi bidang penyuluhan mempersiapkan penetapan anggota masyarakat tersebut sebagai PKSM. Penetapan ini bisa melalui surat keputusan Bupati/Walikota, Kepala Dinas Kehutanan, Kepala Badan Pelaksana Penyuluhan Pertanian, Perikanan dan Kehutanan (BP4K). Pengakuan PKSM bisa berupa surat keputusan, piagam dan kartu/PIN tanda PKSM.

Pendamping PKSM adalah penyuluh kehutanan di wilayah kerja PKSM sehingga penyuluh tersebut perlu dipersiapkan agar menjadi pendamping dan mitra yang memiliki wawasan pengetahuan dan keterampilan bidang kelembagaan, pemberdayaan masyarakat, pengelolaan usaha dan kemitraan kegiatan kehutanan, menjalin hubungan kerjasama dan komunikasi dengan berbagai pihak, memiliki tanggung jawab menyelesaikan kesepakatan yang tidak dibuat bersama PKSM, dan mempunyai program pendampingan yang berkelanjutan.

(39)

dinamisator, motivator, stimulator, inisiator, mediator dan inovator, oleh karena itu penyuluh sebagai pendamping masyarakat harus menguasai materi dan keterampilan (profesional skills) sesuai dengan bidang keahlian, mampu selalu beradaptasi dengan teknologi baru.

Kenyataan di lapangan adalah peran penyuluh pertanian baik penyuluh pemerintah, swasta dan swadaya dalam pembangunan pertanian dan pemberdayaan petani di pedesaan masih menampilkan kinerja yang lemah. Artinya, transformasi peran penyuluh dari agen perubah perilaku ke fasilitator, motivator, inisiator, mediator dan inovator belum berjalan efektif. Kegiatan-kegiatannya pun masih tergantung pada pemerintah atau perusahaan yang sedang promosi. Lemahnya peran penyuluh pemerintah akibat dari: 1) petani semakin mandiri dalam mencari dan menemukan informasi yang dibutuhkannya dan 2) petani memiliki sumber informasi yang lebih baik pelayanannya daripada para penyuluh.

Dephut (2009), pemberdayaan yang diberikan kepada PKSM adalah dalam rangka meningkatkan kemampuan dan meningkatkan kemandirian PKSM agar mampu dan memiliki kapasitas untuk memecahkan sendiri masalah yang mereka hadapi.

Partisipasi PKSM adalah mampu berperan lebih luas dan secara penuh dari setiap langkah dan tindakan dalam setiap pengambilan keputusan, sedangkan kemandirian dapat diartikan bahwa mandiri secara ekonomi (mampu bertahan dalam kondisi apapun), mandiri secara intelektual (mampu memahami dan menerapkan pola pikir sebab akibat untuk memecahkan permasalahan hidup) serta mandiri manajemen (mampu mengelola kelembagaan tingkat lokal yang terbentuk mulai dari oleh dan untuk masyarakat dalam rangka membangun masyarakat itu sendiri).

PKSM diberdayakan dengan: 1) memberi kesempatan sebagai narasumber dalam sarasehan atau seminar dan sebagai pengajar tamu dalam pelatihan masyarakat, 2) pemberian alat bantu atau alat peraga penyuluhan seperti bibit tanaman dan sejenisnya, 3) pelaksanaan pelatihan-pelatihan atau kegiatan-kegiatan usaha produktif, 4) pemberian modal usaha bergulir dan kemitraan usaha.

Keberhasilan dari peran PKSM sebagai pendamping masyarakat dapat diketahui dengan melakukan monitoring dan evaluasi peran dan aktifitas PKSM. Monitoring diarahkan pada cara penyampaian materi penyuluhan kepada masyarakat, peran PKSM sebagai pelaku dan penggerak masyarakat dan keaktifan membangun kemitraan dengan berbagai pihak. Evaluasi diarahkan pada masyarakat sekitar apakah sudah tau dan mengerti tentang program pembangunan hutan dan kehutanan, masyarakat sekitar melaksanakan kegiatan yang dilakukan oleh PKSM dan masyarakat mengakui manfaat PKSM dalam membantu usaha-usaha yang produktif dalam kegiatan kehutanan.

(40)

18

pemberdayaan masyarakat di bidang lingkungan dengan tujuan untuk meningkatkan akses masyarakat dalam memanfaatkan sumberdaya alam dan melestarikan lingkungan hidup.

PKSM mempunyai peran penting dan strategis dalam mendukung keberhasilan pembangunan kehutanan, dan juga merupakan investasi penting untuk membantu mengamankan, melestarikan sumberdaya hutan sebagai aset negara sekaligus sebagai upaya meningkatkan kesejahteraan masyarakat.

Penyuluh swadaya diarahkan kepada tokoh-tokoh masyarakat yang memiliki pengaruh kuat dan mau diikuti oleh masyarakat lain. Tokoh masyarakat ini dapat berperan sebagai fasilitator/komunikator, stimulator, motivator atau pendorong. Peran sebagai fasilitator adalah memfasilitasi atau menyamakan keinginan masyarakat setempat, pihak pemerintah dan swasta serta menjadi juru bicara atau wakil masyarakat dalam menyampaikan keinginan kepada pemerintah, demikian juga sebaliknya. Peran sebagai stimulator adalah menggerakkan dengan memberikan rangsangan berupa contoh nyata keberhasilan kepada masyarakat sasaran. Peran sebagai motivator adalah menjadi pendorong bagi masyarakatnya dalam mengelola hutan agar tidak merusak, dan mendorong pemerintah agar memperhatikan kemauan atau kepentingan rakyat (Sumarlan 2004).

Dukungan tokoh masyarakat (Kepala Suku, Pendeta, Guru, dan Penyuluh Kehutanan) sebagai pemimpin informal, akan memudahkan penyampaian informasi tentang suatu program pembangunan yang ditawarkan oleh pemerintah. Tokoh masyarakat memiliki kekuasaan karena posisinya dan dianggap mampu dapat memecahkan masalah yang dihadapi oleh anggota masyarakatnya.

Menurut Ginting (1999), peran dari pemimpin informal yang berpengaruh langsung adalah: 1) menyadarkan pengikut akan masalah, 2) memberi informasi, 3) memotivasi pengikut, 4) membina kerjasama, 5) memberi ganjaran/sanksi, dan 6) menghubungkan kelompok/komunitasnya ke luar.

Indraningsih et al, (2010), menyampaikan bahwa selama ini setiap ada proyek/program pemerintah, penyuluh selalu bekerjasama dengan kelompok tani. Interaksi yang tergolong sering dilakukan dengan pengurus kelompok tani terutama ketua kelompok tani, implikasinya adalah bahwa ketua kelompok tani ini dapat dikategorikan sebagai penyuluh swadaya.

Selanjutnya Indraningsih juga menyampaikan bahwa keberadaan penyuluh swadaya memberikan beberapa keuntungan. antara lain:

1. Melibatkan dan memberdayakan penyuluh swadaya, maka target Kementerian Pertanian maupun kementerian kehutanan untuk menempatkan satu orang penyuluh dalam satu desa dapat tercapai.

2. Pelaksanaan kegiatan penyuluhan, penyuluh swadaya dapat bekerjasama dengan penyuluh PNS atau THL-TBPP. Kerjasama ini akan menguntungkan dari sisi penyusunan program penyuluhan pertanian melalui pendekatan perencanaan bersama atau join planning/participatory planning, yakni kepentingan pemerintah pusat yang berupa kebijakan bersifat top-down dipadukan dengan kebutuhan petani yang bersifat bottom-up.

Gambar

Gambar 1  Pengaruh   karakteristik   individu,   peran   pendampingan  PKSM dan
Tabel 1 Sebaran responden penelitian di 5 kecamatan di Kabupaten Bima
Tabel 2  Indikator, definisi operasional, parameter pengukuran karakteristik
Tabel 3  Indikator, definisi operasional, parameter pengukuran peran PKSM
+7

Referensi

Dokumen terkait

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan kemampuan mahasiswa dalam mengonstruksi bukti bentuk biimplikasi di tinjau dari tingkat kecemasan matematika ( math

Menurut seratnya, bahan komposit serat dibagi menjadi dua jenis yaitu serat panjang (continues fiber) dan serat pendek (discontinues fiber). Untuk membuat komponen-komponen

bahasan operasi hitung campuran pada bilangan bulat dengan media nomograf. d) Peserta didik memperhatikan penjelasan Guru. e) Siswa belajar sesuai dengan kelompok tutornya. f) Tutor

Lumut yang terdapat di Bukit Muntai ditemukan pada berbagai substrat yaitu batu, batang pohon, kayu lapuk, dan tanah (Gambar 2).. Substrat berfungsi sebagai

(dibimbing oleh Zainal Said dan Andi Tenripadang). Eksploitasi adalah merupakan suatu usaha yang dilakukan oleh seseorang atau sekelompok orang untuk memanfaatkan atau memeras

Di erupsi Peelean atau awan terang seperti yang terjadi di letusan Gunung Mayon Philipina 1968, material yang sangat besar dan banyak gas seperti debu, abu, gas dan

Evaluasi pembelajaran merupakan keharusan yang dilakukan oleh guru atau pendidik. Hal ini dilakukan sebagai hasil proses pembelajaran selama 1 semester, yang terakumulasi

Pada usia 18 tahun mereka baru saja menyelesaikan pendidikan SMA dan lepas dari pakaian berseragam sehingga nantinya akan menentukan ciri berpakaian tertentu, prestise dapat