• Tidak ada hasil yang ditemukan

Populasi kumbang Elaeidobius kamerunicus Faust pada tanaman kelapa sawit Elaeis guneensis Jacq di PTPN VIII Cimulang, Bogor

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Populasi kumbang Elaeidobius kamerunicus Faust pada tanaman kelapa sawit Elaeis guneensis Jacq di PTPN VIII Cimulang, Bogor"

Copied!
30
0
0

Teks penuh

(1)

33

ABSTRAK

ENGGAR RENO HARUMI. Populasi Kumbang

Elaeidobius kamerunicus

Faust

pada Tanaman Kelapa Sawit (

Elaeis guineensis

Jacq) di PTPN VIII Cimulang,

Bogor. Dibimbing oleh TRI ATMOWIDI dan YANA KURNIAWAN.

Kumbang

Elaeidobius kamerunicus

(Coleoptera : Curculionidae) adalah

polinator pada tanaman kelapa sawit, yang telah digunakan di Indonesia sejak

tahun 1983. Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari populasi kumbang

E.

kamerunicus

dan faktor-faktor lingkungan yang mempengaruhinya. Populasi

kumbang diamati pada bunga jantan kelapa sawit dengan metode

stratified

random sampling

pada bulan Juli, October, dan November 2010. Hubungan

antara faktor-faktor lingkungan dan populasi kumbang dianalisis dengan korelasi

Pearson,

menggunakan

software SigmaPlot

versi 11.0. Hasil penelitian

menunjukkan bahwa populasi kumbang pada bulan November lebih tinggi

dibandingkan pada bulan Juli dan Oktober. Populasi kumbang dipengaruhi oleh

curah hujan dan jumlah spikelet per tandan.

ABSTRACT

ENGGAR RENO HARUMI. Population of Weevil

Elaeidobius kamerunicus

Faust on Oil Palm (

Elaeis guineensis

Jacq.) in PTPN VIII Cimulang, Bogor.

Supervised by TRI ATMOWIDI and YANA KURNIAWAN.

Elaeidobius

kamerunicus

(Coleoptera : Curculionidae) is a weevil pollinator

of oil palm which used in Indonesia since 1983. The aim of the research were to

study the population of weevil and the environmental factors that affected the

population of weevil. Weevil populations were observed in male flower of oil

palm by stratified random sampling in July, October, and November. Relationship

between environmental factors and weevil population were analyzed by Pearson’s

correlation using SigmaPlot software version 11.0. Results showed that

population of the weevil in November was higher than that in July and October.

The population of weevil was affected by number of spikelet per bunch and rain

fall.

(2)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Elaeidobius kamerunicus Faust merupakan kumbang moncong (weevil), yang termasuk dalam ordo Coleoptera dan famili Curculionidae. Kumbang ini berukuran kecil (panjang +4 mm dan lebar +1,5 mm) dan berwarna cokat kehitaman (Syed et al. 1982). Kumbang ini mengalami metamorfosis sempurna (holometabola), yakni siklus hidupnya terdiri dari telur-larva-pupa-imago. E. kamerunicus memiliki peran dalam penyerbukan tanaman kelapa sawit. Penyerbukan terjadi karena kumbang ini tertarik dengan aroma bunga jantan, kemudian mendekati, dan saat hinggap di bunga jantan, serbuk sari akan melekat di tubuhnya. Sewaktu hinggap di bunga betina yang mekar (reseptif), serbuk sari akan terlepas dari kumbang dan menyerbuki bunga betina (Risza 1994, Setyamidjaja 2006). Selain itu, kumbang ini tidak berbahaya dan tidak mengganggu tanaman lain, karena kumbang ini hanya dapat makan dan bereproduksi pada bunga jantan kelapa sawit (Syed et al. 1982).

E. kamerunicus didatangkan dari negara Kamerun (Afrika) pada tahun 1983 dan dilepas pertama kali di kebun percobaan kelapa sawit Sungai Pancur, Sumatera Utara (Lubis 1992). Serangga penyerbuk ini kemudian menyebar dan berperan penting dalam proses penyerbukan tanaman kelapa sawit di seluruh Indonesia, termasuk perkebunan PTP Nusantara VIII Cimulang, Bogor.

  Perkebunan kelapa sawit di Indonesia

dipelopori oleh Adrien Hallet, seorang berkebangsaan Belgia, yang telah mempunyai pengalaman menanam kelapa sawit di Afrika. Pada tahun 1957-1958 perusahaaan-perusahaan Belanda yang ada di Indonesia, termasuk perkebunan, mengalami proses nasionalisasi sehingga menjadi perusahaan milik Negara, yang kini disebut Perseroan Terbatas Perkebunan Negara (PTPN) (Lubis 1992). Permintaan akan minyak sawit dari dalam maupun luar negeri mendorong pengusaha perkebunan untuk melakukan pemeliharaan yang intensif pada pertanaman kelapa sawit (Risza 1994).

Menurut Coley (1976), ada tiga jenis kelapa sawit, yaitu Elaeis guineeensis Jacq (ditanam di Indonesia, berasal dari Afrika), E. melanocca, dan E. odora (Barcella odora). Ada beberapa varietas tanaman kelapa sawit yang telah dikenal seperti dura,

pisifera, tenera, dan diwikka-wakka (Fauzi 2006).

Kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq) berasal dari Afrika Barat. Spesies palm tropika ini bnyak ditanam di kawasan garis khatulistiwa. Pohon kelapa sawit tumbuh tegak dapat mencapai 15-20 m (Hartley 1977). Kelapa sawit termasuk ke dalam Angiospermae, famili Arecaceae, dan genus Elaeis.

Kelapa sawit adalah tanaman monoecious, yaitu bunga jantan dan betina ditemukan dalam satu tanaman. Bunga jantan dan betina matang (anthesis) pada waktu yang berbeda atau sangat jarang terjadi bersamaan (Hartley 1977). Penyerbukan alami terjadi dengan bantuan angin atau serangga, tetapi biasanya kurang efektif sehingga jumlah buah yang dihasilkan relatif lebih sedikit pada setiap tandannya. Oleh karena itu, untuk memperoleh tandan-tandan dengan jumlah buah yang optimal, penyerbukan dapat dibantu melalui penyerbukan bantuan (assisted pollination). Penyerbukan kelapa sawit paling efektif menggunakan E. kamerunicus, yang bersifat spesifik dan beradaptasi baik pada musim basah maupun kering (Setyamidjaja 2006).

Nilai fruit set kelapa sawit yang baik adalah diatas 75 persen dan untuk mencapai nilai tersebut diperlukan jumlah E. kamerunicus sekitar 20.000 individu/ha (Hutauruk & Syukur 1985). Penyerbukan oleh E. kamerunicus pada tanaman kelapa sawit dapat meningkatan hasil buah segar per tandan, peningkatan berat tandan, dan peningkatan tandan yang diproduksi. Berat tandan rata-rata mengalami peningkatan dari 14.1 kg menjadi 28.6 kg, hasil buah segar per tandan mengalami kenaikan sekitar 12 persen, dan biji meningkat dari 4.4 persen menjadi 6.2 persen (Chan et al. 1987).

Perubahan ukuran populasi kumbang E. kamerunicus berpengaruh terhadap produksi dan fruit set kelapa sawit. Pada saat populasi E. kamerunicus tinggi, maka diduga fruit set juga tinggi. Sebaliknya, jika populasi E. kamerunicus rendah, diduga fruit set juga rendah (Harun & Noor 2002). Oleh karenanya, perlu dilakukan pengamatan populasi E. kamerunicus di lapangan dan faktor-faktor yang mempengaruhi naik turunnya ukuran populasi.

Penelitian tentang populasi E. kamerunicus telah dilakukan oleh Kurniawan (2010) di Banten, Mandiri

(3)

  2

(2010) dan Wibowo (2010) di Kalimantan Tengah.

Tujuan

Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari populasi E. kamerunicus di perkebunan kelapa sawit PTPN VIII, Cimulang, Bogor.

BAHAN DAN METODE

Waktu dan Tempat

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juli-November 2010 di PTP Nusantara VIII Cimulang, Bogor (Gambar 1). Perhitungan sampel kumbang dan pengamatan morfologi kumbang dilakukan di Bagian Biosistematika dan Ekologi Hewan, Departemen Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Gambar 1 Perkebunan Kelapa Sawit

Alat dan Bahan

Bahan yang digunakan adalah kumbang E. kamerunicus. Alat yang digunakan adalah gunting tanaman, plastik, counter, luxmeter, thermometer, hygrometer, mikroskop stereo, dan kamera.

Metode

Pengamatan Morfologi dan Penghitungan Rasio Seks Kumbang E. kamerunicus

Pengamatan morfologi kumbang jantan dan kumbang betina, meliputi ciri-ciri khusus yang terdapat pada kumbang jantan dan betina, serta ciri-ciri lainnya. Penghitungan rasio seks kumbang dihitung pada sampel yang telah dipeoleh, yaitu sampel kumbang dari satu pohon per blok. Penentuan rasio seks kumbang dilakukan dengan menghitung jumlah individu kumbang betina dan kumbang jantan dengan bantuan mikroskop stereo dan counter.

Pengukuran Populasi E. kamerunicus

Pengukuran populasi kumbang dilakukan dengan mengambil 9 spikelet per tandan, yaitu masing-masing 3 spikelet pada bagian pangkal, tengah, dan ujung tandan bunga jantan tanaman kelapa sawit umur 5-6 tahun, varietas SPO573B, yang sedang anthesis dengan metode stratified random sampling (Gambar 2). Jumlah kumbang per tandan diketahui dengan menghitung jumlah kumbang per spikelet dan jumlah spikelet per tandan. Pengukuran populasi dilakukan 5 pohon per blok. Lokasi pengambilan sampel dilakukan di 3 blok, yaitu blok 19, 20, dan 26 (Lampiran 1). Pengamatan populasi kumbang dilakukan pada bulan Juli, Oktober, dan November. Pengukuran data lingkungan meliputi suhu udara, kelembaban udara, intensitas cahaya, dan curah hujan, dilakukan untuk mendukung data populasi kumbang.

ujung

tengah

pangkal

Gambar 2 Pengambilan sampel kumbang pada bunga jantan kelapa sawit.

Analisis data

Data populasi kumbang pada setiap waktu pengambilan, disajikan dalam grafik batang. Hubungan antara jumlah kumbang dan faktor lingkungan, dianalisis dengan scatter plot, korelasi Pearson dan regresi, dan penghitungan nilai p, dengan software SigmaPlot versi 11.0.

HASIL

Morfologi dan Populasi Kumbang E.

kamerunicus di Perkebunan Kelapa Sawit

(4)

(2010) dan Wibowo (2010) di Kalimantan Tengah.

Tujuan

Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari populasi E. kamerunicus di perkebunan kelapa sawit PTPN VIII, Cimulang, Bogor.

BAHAN DAN METODE

Waktu dan Tempat

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juli-November 2010 di PTP Nusantara VIII Cimulang, Bogor (Gambar 1). Perhitungan sampel kumbang dan pengamatan morfologi kumbang dilakukan di Bagian Biosistematika dan Ekologi Hewan, Departemen Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Gambar 1 Perkebunan Kelapa Sawit

Alat dan Bahan

Bahan yang digunakan adalah kumbang E. kamerunicus. Alat yang digunakan adalah gunting tanaman, plastik, counter, luxmeter, thermometer, hygrometer, mikroskop stereo, dan kamera.

Metode

Pengamatan Morfologi dan Penghitungan Rasio Seks Kumbang E. kamerunicus

Pengamatan morfologi kumbang jantan dan kumbang betina, meliputi ciri-ciri khusus yang terdapat pada kumbang jantan dan betina, serta ciri-ciri lainnya. Penghitungan rasio seks kumbang dihitung pada sampel yang telah dipeoleh, yaitu sampel kumbang dari satu pohon per blok. Penentuan rasio seks kumbang dilakukan dengan menghitung jumlah individu kumbang betina dan kumbang jantan dengan bantuan mikroskop stereo dan counter.

Pengukuran Populasi E. kamerunicus

Pengukuran populasi kumbang dilakukan dengan mengambil 9 spikelet per tandan, yaitu masing-masing 3 spikelet pada bagian pangkal, tengah, dan ujung tandan bunga jantan tanaman kelapa sawit umur 5-6 tahun, varietas SPO573B, yang sedang anthesis dengan metode stratified random sampling (Gambar 2). Jumlah kumbang per tandan diketahui dengan menghitung jumlah kumbang per spikelet dan jumlah spikelet per tandan. Pengukuran populasi dilakukan 5 pohon per blok. Lokasi pengambilan sampel dilakukan di 3 blok, yaitu blok 19, 20, dan 26 (Lampiran 1). Pengamatan populasi kumbang dilakukan pada bulan Juli, Oktober, dan November. Pengukuran data lingkungan meliputi suhu udara, kelembaban udara, intensitas cahaya, dan curah hujan, dilakukan untuk mendukung data populasi kumbang.

ujung

tengah

pangkal

Gambar 2 Pengambilan sampel kumbang pada bunga jantan kelapa sawit.

Analisis data

Data populasi kumbang pada setiap waktu pengambilan, disajikan dalam grafik batang. Hubungan antara jumlah kumbang dan faktor lingkungan, dianalisis dengan scatter plot, korelasi Pearson dan regresi, dan penghitungan nilai p, dengan software SigmaPlot versi 11.0.

HASIL

Morfologi dan Populasi Kumbang E.

kamerunicus di Perkebunan Kelapa Sawit

Tubuh E. kamerunicus terbagi menjadi tiga bagian, yaitu kepala, toraks, dan abdomen. Pada toraks terdapat dua pasang sayap, yaitu sepasang sayap depan yang tebal (elytra) dan sepasang sayap belakang tipis (membranous). Kumbang jantan dan betina memiliki beberapa perbedaan, diantaranya betina memiliki ukuran tubuh yang lebih kecil (2-3 mm), moncong

(5)

33

panjang, dan terdapat rambut-rambut halus. Kumbang jantan memiliki tubuh yang lebih panjang (3-4 mm), moncong lebih pendek, terdapat rambut-rambut halus yang lebih banyak di bagian abdomen dari kumbang betina, dan terdapat tonjolan di pangkal elytra (Gambar 3). Rasio kumbang betina dan kumbang jantan di bunga jantan kelapa sawit pada bulan Juli, Oktober, dan November adalah 4:1.

  (a)

(b)

Gambar 3 Kumbang E. kamerunicus betina (a), moncong (i), tonjolan elytra (ii), bulu-bulu halus (iii), kumbang E. kamerunicus jantan (b).

Populasi kumbang di kebun kelapa sawit milik PTPN VIII di Cimulang, Bogor pada bulan November (3.598 individu/tandan) lebih tinggi dibandingkan bulan Oktober (1.400 individu/tandan) dan Juli (2.143 individu/tandan) (Gambar 4).

Gambar 4 Jumlah kumbang per tandan kelapa sawit pada bulan Juli, Oktober, dan November 2010. Garis bar pada grafik menunjukkan standar error.

i

Jumlah spikelet per tandan ditemukan lebih tinggi pada bulan Juli, yaitu 116 spikelet/tandan dan jumlah spikelet relatif sama pada bulan lain (Gambar 5).

ii iii

i

Gambar 5 Jumlah spikelet per tandan selama bulan Juli, Oktober, dan November 2010. Garis bar pada grafik menunjukkan standar error

Curah hujan pada bulan Juli (158 mm) lebih rendah dibandingkan dengan bulan Oktober (246 mm) dan bulan November (339 mm) (Gambar 6).

(6)

Populasi E. kamerunicus dalam Kaitannya dengan Parameter Lingkungan

Hasil pengukuran parameter lingkungan di lokasi perkebunan, selama bulan Juli, Oktober, dan November menunjukkan suhu udara berkisar 30-31°C, kelembapan relatif udara berkisar 64-74%, dan intensitas cahaya berkisar 1100-5500 lux (Tabel 1).

Tabel 1 Parameter lingkungan di perkebunan selama bulan pengamatan populasi kumbang E. kamerunicus

Parameter Lingkungan Bulan

Suhu (°C) Kelembapan (%) Intensitas Cahaya (lux)

Juli 31,19

(30,92-31,46)

67,8 (66,48-69,12)

3781 (1768-5549) Oktober 31,48

(30,13-31,83)

72,83 (71,12-74,54)

1449 (1150-1748) November 31

(30,76-31,24)

66,3 (64,84-67,76)

3031 (2548-3478) Ket: Angka berupa rata-rata dan kisaran minimum-maksimum

Hasil pengamatan selama bulan Juli, Oktober, dan November, kumbang E. kamerunicus banyak ditemukan pada kisaran suhu udara 30-33°C, kelembapan relatif 62-74%, dan intensitas cahaya 1000-4500 lux (Gambar 7 a, b, c).

(a) (b)

(c)

Gambar 7 Hubungan antara populasi kumbang per tandan dengan suhu udara (a), kelembapan relatif (b), dan intensitas cahaya (c).

(7)

5

Populasi kumbang per tandan berkorelasi positif dengan curah hujan (y = 8,187x + 352,7 dan r2 = 0,439) (Gambar 8).

Gambar 8 Hubungan antara populasi kumbang per tandan dengan curah hujan.

Hasil uji korelasi Pearson dan uji signifikansi data lingkungan pada areal kelapa sawit menunjukkan bahwa suhu udara, kelembapan relatif, intensitas, cahaya, curah hujan, dan jumlah spikelet per tandan, tidak memiliki pengaruh yang signifikan terhadap populasi kumbang per tandan. Jumlah spikelet per tandan memiliki pengaruh yang cukup besar (p = 0,0622) terhadap populasi kumbang. Nilai korelasi curah hujan dengan populasi kumbang paling tinggi (r = 0,663) dibandingkan dengan parameter lingkungan lain (Tabel 2).

Tabel 2 Korelasi Pearson (r) dan nilai p antara populasi kumbang per tandan dengan jumlah spikelet per tandan dan parameter lingkungan.

Populasi Kumbang per Tandan Parameter

Korelasi Pearson (r) r2 Nilai Signifikansi (p)

Suhu Udara 0,188 0,035 0,216

Kelembaban Relatif 0,0238 0,0006 0,877 Intensitas Cahaya 0.113 0,012 0,460 Jumlah Spikelet per Tandan 0,280 0,078 0,0622

Curah Hujan 0,663 0,439 0,539

PEMBAHASAN

Kumbang E. kamerunicus memiliki ciri-ciri morfologi, yaitu bentuk elips memanjang, agak ramping, tepian prothorax yang tajam. E. kamerunicus berwarna hitam, berwarna agak kekuningan hingga kemerahan. Elytra memiliki seta emas (O’Brien 1986) dan tungkai tiga pasang yang terletak pada bagian toraks. Kumbang ini memiliki moncong dan bagian mulut terdapat di ujung mocong. Kumbang ini disebut kumbang moncong (weevil).

Populasi kumbang di Cimulang, Bogor ditemukan tinggi pada bulan November (3.598 individu/tandan) dan rendah pada bulan Oktober (1.400 individu/tandan) (Gambar 4). Berdasarkan penelitian sebelumnya, Wibowo (2010) melaporkan populasi kumbang di Kalimantan Tengah pada bulan Mei, Juli, dan Oktober 2009 masing-masing sebanyak 25.000, 35.000, dan 46.000. Wibowo (2010) menduga tingginya populasi kumbang di bulan Oktober 2009 berkaitan dengan tingginya

sumberdaya polen (serbuk sari) yang ditunjukkan dari banyaknya jumlah spikelet per tandan pada bulan tersebut. Polen terdiri dari 15-30% protein, lemak, vitamin dan unsur penting lainnya (Schoonhoven & van Loon 1998). Berdasarkan pengukuran, populasi kumbang pada bulan Juli dan November cukup untuk penyerbukan minimum tanaman kelapa sawit. Menurut Syed & Salleh (1987), dibutuhkan 1500 kumbang E. kamerunicus dewasa untuk dapat menyerbuki bunga betina hingga mencapai tingkat polinasi minimum yang dapat diterima atau sekitar 50 persen hasil buah.

Pada bulan Juli, Oktober, dan November, jumlah spikelet ditemukan relatif sama. Jumlah spikelet per tandan pada bulan Oktober (107 spikelet) lebih sedikit dibandingkan dengan spikelet pada bulan Juli (116 spikelet), November (115 spikelet) (Gambar 5). Hubungan antara jumlah spikelet per tandan dengan populasi kumbang memiliki nilai korelasi 0,280 dan p = 0,0622 (Tabel 2). Hal ini menunjukkan

(8)

jumlah spikelet per tandan dan populasi kumbang per tandan berkorelasi positif, walaupun secara statistik tidak signifikan. Mandiri (2010) dan Wibowo (2010) melaporkan bahwa jumlah spikelet per tandan memiliki korelasi positif terhadap populasi kumbang E. kamerunicus.

Populasi kumbang dapat dipengaruhi oleh faktor abiotik dan biotik. Faktor abiotik yang diukur dalam penelitian ini adalah curah hujan, suhu udara, kelembapan relatif, dan intensitas cahaya. Curah hujan pada bulan November (339 mm) lebih tinggi dibandingkan bulan Juli dan Oktober (Gambar 6). Dhellepan dan Nampoothiri (1989) menyatakan E. kamerunicus dapat bertahan saat curah hujan tinggi, tetapi lebih aktif pada saat kering. Curah hujan bulan Oktober (246 mm) lebih tinggi dibandingkan dengan bulan Juli (158 mm) (Gambar 6). Hasil uji korelasi Pearson, menunjukkan hubungan positif antara curah hujan dengan populasi kumbang per tandan meskipun tidak signifikan (r = 0,663, p = 0,539) (Tabel 2). Kurniawan (2010) menyatakan curah hujan kemungkinan berpengaruh terhadap penurunan populasi kumbang. Di Kalimantan Tengah, bulan Oktober (140 mm), curah hujan yang tinggi dapat berpengaruh terhadap ukuran bunga (tandan). Berdasarkan data yang diperoleh, curah hujan memiliki pengaruh yang lebih besar terhadap populasi kumbang per tandan dibandingkan parameter lingkungan lainnya. Hal ini ditunjukkan dengan nilai korelasi yang lebih tinggi (r = 0,663, r2 = 0,439, y = 8,187x + 352,7) (Gambar 8, Tabel 2). Moura et al. (2008) melaporkan bahwa populasi kumbang E. kamerunicus di Brazil dipengaruhi oleh curah hujan dan suhu udara.

Pengukuran suhu udara terhadap populasi kumbang tertinggi terdapat pada kisaran suhu 30-33°C (rata-rata suhu 31,22°C) (Gambar 7a). Wibowo (2010) melaporkan bahwa kumbang E. kamerunicus banyak ditemukan pada suhu 32-36°C. Pada suhu 30°C, koloni lebah dapat beraktivas dan berkembang dengan baik (Barth 1991). Pada kisaran suhu tersebut, kumbang E. kamerunicus juga beraktivitas secara optimum dalam mencari pakan. Suhu merupakan salah satu komponen relung yang mempengaruhi distribusi serangga (Young 1982), serta pertumbuhan, perkembangan dan aktivitas serangga (Speigh et al. 1999). Dalam penelitian ini, suhu udara tidak berpengaruh secara

signifikan terhadap populasi kumbang per tandan (r = 0,188, p = 0,216) (Tabel 2).

Pengukuran kelembapan relatif udara di lokasi perkebunan berkisar 62-74% (rata-rata 68,98%) (Gambar 7b). Mandiri (2010) melaporkan populasi kumbang ditemukan tinggi pada kisaran 70-80%. Menurut Sastrodiharjo (1984), kelembapan udara memiliki dampak secara tidak langsung terhadap kehidupan populasi serangga. Kelembapan relatif udara tidak berpengaruh secara signifikan terhadap jumlah kumbang per tandan (r = 0,0238, p = 0,877) (Tabel 2). Dhileepan (1994) melaporkan di India bahwa kelembaban relatif udara memiliki korelasi positif dengan populasi E. kamerunicus.

Pengukuran intensitas cahaya di lokasi perkebunan berkisar antara 900-4500 lux (rata-rata 2753 lux) (Gambar 7c). Mandiri (2010) melaporkan bahwa populasi kumbang tinggi pada kisaran 600-5000 lux. Variasi intensitas cahaya berhubungan dengan waktu pengukuran (pagi atau siang). Sinar matahari merupakan faktor penting bagi pertumbuhan dan perkembangan tanaman. Kumbang biasanya beraktivitas pada pagi hari (Labarca et al. 2007). Hubungan antara intensitas cahaya dengan populasi kumbang per tandan memiliki nilai korelasi 0,133 dan p = 0,460 (Tabel 2). Hal ini menunjukkan bahwa intensitas cahaya tidak berkorelasi secara signifikan terhadap populasi kumbang per tandan.

Disamping faktor abiotik, populasi kumbang juga dipengaruhi faktor biotik. Faktor biotik yang mempengaruhi populasi kumbang diantaranya adalah predator, parasitoid, dan penyakit. Predator yang menyerang larva dan pupa E. kamerunicus adalah tikus. Cacing parasit yang menyerang kumbang E. kamerunicus, yaitu Cylindrocorpus inevectus (Poinar et al. 2003), dan nematoda Elaeolenchus parthenonema (Poinar et al. 2002).

Rasio seks kumbang E. kamerunicus betina dan jantan di bunga jantan kelapa sawit pada bulan Juli, Oktober, dan November masing-masing 4:1, 3:1, dan 7:1 dengan rata-rata 4:1. Kumbang betina lebih dominan pada bunga jantan kelapa sawit dibandingkan kumbang jantan. Hal ini mungkin disebabkan oleh jumlah imago kumbang betina yang mampu bertahan hidup cukup tinggi sehingga mengalami peningkatan populasi yang lebih banyak di masa mendatang. Selain itu, siklus hidup betina lebih lama, yaitu berkisar 14-25 hari

(9)

7

dibandingkan dengan lama hidup imago jantan, yaitu 10-20 hari (Sholehana 2010) dengan nisbah kelamin betina/jantan 7:5 (Novalia 2010). Populasi kumbang betina di perkebunan akan semakin meningkat di masa mendatang.

SIMPULAN

Populasi E. kamerunicus pada perkebunan kelapa sawit di PTPN VIII Cimulang, Bogor ditemukan tinggi pada bulan November dibandingkan bulan Juli dan Oktober. Populasi kumbang di kebun cukup untuk penyerbukan minimum. Populasi kumbang yang tinggi terjadi pada saat curah hujan tinggi. Kumbang E. kamerunicus betina di kebun 4 kali lebih banyak dibandingkan kumbang jantan.

DAFTAR PUSTAKA

Barth FG. 1991. Insect and Flowers : The Biology of Partnership. New Jersey: Princetin Univ Pr.

Chan KW, Yong YY, Ahmad A, Goh KHM. 1987. Comparison of the yield, bunch and oil characteristics and their heretabilities before and after the introduction of pollinating weevils (E. kamerunicus) in the oil palm (E. guineensis) in Malaysia. Inter. Oil Palm/Palm Oil Conf.-Progress and Prospects. June 23-26, 1987. Kuala Lumpur, Malaysia.

Dheleepan K, Nampoothiri. 1989. Pollination potential of introduced weevil, Elaeidobius kamerunicus in oil palm (Elaeis guineensis) plantation. J. Agr Sci 59:517-521. Dhileepan K. 1994. Variation in populations

of the introduced pollinating weevil (Elaeidobius kamerunicus) (Coleoptera: Curculionidae) and its impact on fruit set of oil palm (Elaeis guineensis) in India. Bull Entomol Res 84: 477-485.

Fauzi Y, Widyastuti YE, Iman S, Hartono R. 2006. Kelapa Sawit: Budidaya, Pemanfaatan Hasil dan Limbah, Analisis Usaha dan Pemasaran. Jakarta: Penebar Swadaya.

Hartley CWS. 1977. The Oil Palm. London : Longmans Group Ltd.

Harun MH, Noor MRMD. 2002. Fruit Set and Oil Palm Bunch Components. J. Oil Palm Res 14:24-33.

Hutauruk CH, Syukur S. 1985. Seangga Penyerbuk Kelapa Sawit di Cote d’Ivore, Benin dan Republic du Cameroun Afrika Barat. Bull Pusat Penelitian Marihat 5: 29-42.

Kurniawan Y. 2010. Demografi dan Populasi Kumbang Elaeidobius kamerunicus Faust (Coleoptera: Curculionidae) sebagai Penyerbuk Kelapa Sawit (Elaeis guinensis Jacq). [Tesis]. Bogor: Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.

Labarca MV, Potillo E, Narvaez YZ. 2007. Relationship Between Inflorescences, Climate and the Pollinating in Oil Palm (Elaeis guineensis Jacquin) Plantation Located in South Lake of Maracaibo, Zulia State. Rev. Fac. Agron. (LUZ). 24:303-320.

Lubis AU. 1992. Kelapa Sawit (Elaeis guineensis Jacq) di Indonesia. Bandar Kuala, Sumatera Utara: Pusat Penelitian Kelapa Sawit Marihat. Mandiri TL. 2010. Populasi Kumbang

Penyerbuk Elaeidobius kaerunicus Faust pada Kelapa Sawit (Elaeis guinensis Jacq) Umur Enam Tahun. [Skripsi]. Bogor: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor. Moura JIL et al. 2008. Pollination of Oil

Palm by Weevil in Southern Bahia, Brazil. Agropec 3: 289-294.

Novalia M. 2010. Demografi dan Perbanyakan Kumbang Elaeidobius kamerunicus Sebagai Penyerbuk Kelapa Sawit (Elaeis guineensis Jacq). [Skripsi]. Bogor: Fakultas Matenatika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor. O’Brien CW, Woodruff RE. 1986. First

Record in United States and South America of the African Oil Palm Weevils, Elaeidobius subvittatus (Faust) and Elaeidobius kamerunicus (Faust) (Coleoptera:Curculionidae). Entomol Circ : 284.

Poinar GO, Jackson TA, Bell NL, Wahid MB. 2002. Elaeolenchus parthenonema n. g., n. sp. (Nematoda: Sphaerularioidea: Anandranematidae n. fam.) parasitic in the palm-pollinating weevil Elaeidobius kamerunicus Faust, with a phylogenetic synopsis of the Sphaerularioidae Lubbock, 1981. Syst Parasitol 52: 219-225.

(10)

POPULASI KUMBANG

Elaeidobius kamerunicus

Faust

PADA TANAMAN KELAPA SAWIT (

Elaeis guineensis

Jacq)

DI PTPN VIII CIMULANG, BOGOR

ENGGAR RENO HARUMI

DEPARTEMEN BIOLOGI

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(11)

  1

POPULASI KUMBANG

Elaeidobius kamerunicus

Faust

PADA TANAMAN KELAPA SAWIT (

Elaeis guineensis

Jacq)

DI PTPN VIII CIMULANG, BOGOR

ENGGAR RENO HARUMI

DEPARTEMEN BIOLOGI

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(12)

POPULASI KUMBANG

Elaeidobius kamerunicus

Faust

PADA TANAMAN KELAPA SAWIT (

Elaeis guineensis

Jacq)

DI PTPN VIII CIMULANG, BOGOR

ENGGAR RENO HARUMI

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

Sarjana Sains pada

Departemen Biologi

DEPARTEMEN BIOLOGI

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2011

(13)

33

ABSTRAK

ENGGAR RENO HARUMI. Populasi Kumbang

Elaeidobius kamerunicus

Faust

pada Tanaman Kelapa Sawit (

Elaeis guineensis

Jacq) di PTPN VIII Cimulang,

Bogor. Dibimbing oleh TRI ATMOWIDI dan YANA KURNIAWAN.

Kumbang

Elaeidobius kamerunicus

(Coleoptera : Curculionidae) adalah

polinator pada tanaman kelapa sawit, yang telah digunakan di Indonesia sejak

tahun 1983. Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari populasi kumbang

E.

kamerunicus

dan faktor-faktor lingkungan yang mempengaruhinya. Populasi

kumbang diamati pada bunga jantan kelapa sawit dengan metode

stratified

random sampling

pada bulan Juli, October, dan November 2010. Hubungan

antara faktor-faktor lingkungan dan populasi kumbang dianalisis dengan korelasi

Pearson,

menggunakan

software SigmaPlot

versi 11.0. Hasil penelitian

menunjukkan bahwa populasi kumbang pada bulan November lebih tinggi

dibandingkan pada bulan Juli dan Oktober. Populasi kumbang dipengaruhi oleh

curah hujan dan jumlah spikelet per tandan.

ABSTRACT

ENGGAR RENO HARUMI. Population of Weevil

Elaeidobius kamerunicus

Faust on Oil Palm (

Elaeis guineensis

Jacq.) in PTPN VIII Cimulang, Bogor.

Supervised by TRI ATMOWIDI and YANA KURNIAWAN.

Elaeidobius

kamerunicus

(Coleoptera : Curculionidae) is a weevil pollinator

of oil palm which used in Indonesia since 1983. The aim of the research were to

study the population of weevil and the environmental factors that affected the

population of weevil. Weevil populations were observed in male flower of oil

palm by stratified random sampling in July, October, and November. Relationship

between environmental factors and weevil population were analyzed by Pearson’s

correlation using SigmaPlot software version 11.0. Results showed that

population of the weevil in November was higher than that in July and October.

The population of weevil was affected by number of spikelet per bunch and rain

fall.

(14)

Judul : Populasi Kumbang

Elaeidobius kamerunicus

Faust pada Tanaman

Kelapa Sawit (

Elaeis guineensis

Jacq) di PTPN VIII Cimulang, Bogor

Nama : Enggar Reno Harumi

NRP :

G34062712

Menyetujui:

Pembimbing I,

Pembimbing II,

Dr. Tri Atmowidi, M. Si.

Yana Kurniawan, M. Si.

NIP

196708271993031003

NIP

197810082003121001

Mengetahui:

Ketua Departemen Biologi,

Dr. Ir. Ence Darmo Jaya Supena, M. Si.

NIP 196410021989031002

Tanggal Lulus:

(15)

55

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, atas limpahan rahmat

dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian karya ilmiah

ini. Penelitian karya ilmiah yang berjudul “Populasi Kumbang (

Elaeidobius

kamerunicus

Faust) pada Tanaman Kelapa Sawit (

Elaeis guineensis

Jacq) di

PTPN VIII Cimulang, Bogor” dilaksanakan pada bulan Juli hingga November

2010. Penelitian ini merupakan salah satu syarat penulisan skripsi sebagai tugas

akhir untuk memperoleh gelar sarjana pada Departemen Biologi, Fakultas

Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor.

Penulis mengucapkan terima kasih kepada Dr. Tri Atmowidi, M. Si. dan Yana

Kurniawan, M. Si. yang telah membimbing penulis dalam penyusunan karya

ilmiah ini. Selain itu, penulis juga mengucapkan terima kasih kepada seluruh staf

di PTPN VIII Kebun Cimulang, Bogor atas bantuan selama penelitian. Terima

kasih penulis ucapkan kepada kedua orang tua, kakak, dan seluruh keluarga besar

atas dukungan, doa, serta bantuan dalam penulisan karya ilmiah ini. Penulis

mengucapkan banyak terima kasih kepada Iqbal Kusnandarsyah, Fani Alfi Yanti,

Kak Ednan, Kak Amin, Kak Tedy, Kak Dedi, dan Dara atas bantuan dan

kerjasama dalam penelitian maupun penulisan karya ilmiah ini. Terima kasih juga

kepada seluruh rekan-rekan Biologi 43, Asri, Indah, Risti, Vina, dan Dimas

Febriatmoko atas bantuan, dukungan, dan tawa yang selalu ada, serta seluruh

rekan-rekan yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu atas dukungannya

selama ini.

Penulis juga berharap semoga hasil penelitian ini dapat bermanfaat bagi banyak

pihak.

Bogor, Februari 2011

Enggar Reno Harumi

(16)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Jakarta pada tanggal 30 Oktober 1988, dari Ayah M.

Khumaedi dan Ibu Yohanah Lombogia. Penulis merupakan anak kedua dari dua

bersaudara.

Penulis menempuh pendidikan di SDN Harapan Jaya III, lulus pada tahun

2000 kemudian melanjutkan ke SLTPN 5 Bekasi, lulus tahun 2003. Tahun 2006

penulis lulus dari SMAN 4 Bekasi dan pada tahun yang sama lulus masuk IPB

melalui jalur SPMB dan setahun berikutnya penulis diterima di Mayor Biologi,

Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam dan Minor Manajemen

Fungsional.

Selama mengikuti perkuliahan, penulis pernah menjadi asisten mata kuliah

Biologi Dasar pada semester genap tahun ajaran 2010/2011 dan menjadi anggota

BPH (Badan Pengawas Himabio) pada tahun 2008/2009.

(17)

77

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR ISI ……….…………..… vii

DAFTAR TABEL ………... viii

DAFTAR GAMBAR ………...… viii

DAFTAR LAMPIRAN ……….. viii

PENDAHULUAN ………..… 1

Latar Belakang ………..… 1

Tujuan

Penelitian

………..………. 2

BAHAN DAN METODE ………... 2

Waktu dan Tempat ……… 2

Alat dan Bahan ………...……… 2

Metode

……….. 2

HASIL……….. 2

Morfologi dan Populasi Kumbang

E. kamerunicus

di Perkebunan

Kelapa Sawit ………. 2

Populasi

E. kamerunicus

dalam Kaitannya dengan Parameter Lingkungan… 4

PEMBAHASAN ………... 5

SIMPULAN ……….……. 7

DAFTAR PUSTAKA ………..… 7

LAMPIRAN ……… 10

(18)

DAFTAR TABEL

Halaman

1 Parameter lingkungan selama bulan pengamatan populasi

kumbang

E. kamerunicus

.……… 4

2 Korelasi

Pearson

(r) dan nilai p antara populasi kumbang per

tandan dengan jumlah spikelet per tandan dan parameter

lingkungan ………. 5

DAFTAR GAMBAR

Halaman

1

2

Perkebunan Kelapa Sawit ...

Pengambilan sampel kumbang pada spikelet bunga jantan ……….

2

2

3 Kumbang

E. kamerunicus

betina (a) dan Kumbang

E. kamerunicus

jantan (b) ………...……....

3

4 Jumlah kumbang per tandan kelapa sawit pada bulan Juli,

Oktober, dan November 2010 ……….……….

3

5 Jumlah spikelet per tandan selama bulan Juli, Oktober, dan

November 2010 ………....

3

6 Curah hujan selama bulan Juli, Oktober, dan November 2010 ...

3

7

8

Hubungan antara jumlah kumbang per tandan dengan suhu udara

(a), kelembapan relatif (b), dan intensitas cahaya (c) ...

Hubungan antara populasi kumbang per tandan dengan curah

hujan ……….

4

5

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

1 Peta perkebunan kelapa sawit milik PTPN VIII di Cimulang,

Bogor ...

10

(19)

11

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Elaeidobius kamerunicus Faust merupakan kumbang moncong (weevil), yang termasuk dalam ordo Coleoptera dan famili Curculionidae. Kumbang ini berukuran kecil (panjang +4 mm dan lebar +1,5 mm) dan berwarna cokat kehitaman (Syed et al. 1982). Kumbang ini mengalami metamorfosis sempurna (holometabola), yakni siklus hidupnya terdiri dari telur-larva-pupa-imago. E. kamerunicus memiliki peran dalam penyerbukan tanaman kelapa sawit. Penyerbukan terjadi karena kumbang ini tertarik dengan aroma bunga jantan, kemudian mendekati, dan saat hinggap di bunga jantan, serbuk sari akan melekat di tubuhnya. Sewaktu hinggap di bunga betina yang mekar (reseptif), serbuk sari akan terlepas dari kumbang dan menyerbuki bunga betina (Risza 1994, Setyamidjaja 2006). Selain itu, kumbang ini tidak berbahaya dan tidak mengganggu tanaman lain, karena kumbang ini hanya dapat makan dan bereproduksi pada bunga jantan kelapa sawit (Syed et al. 1982).

E. kamerunicus didatangkan dari negara Kamerun (Afrika) pada tahun 1983 dan dilepas pertama kali di kebun percobaan kelapa sawit Sungai Pancur, Sumatera Utara (Lubis 1992). Serangga penyerbuk ini kemudian menyebar dan berperan penting dalam proses penyerbukan tanaman kelapa sawit di seluruh Indonesia, termasuk perkebunan PTP Nusantara VIII Cimulang, Bogor.

  Perkebunan kelapa sawit di Indonesia

dipelopori oleh Adrien Hallet, seorang berkebangsaan Belgia, yang telah mempunyai pengalaman menanam kelapa sawit di Afrika. Pada tahun 1957-1958 perusahaaan-perusahaan Belanda yang ada di Indonesia, termasuk perkebunan, mengalami proses nasionalisasi sehingga menjadi perusahaan milik Negara, yang kini disebut Perseroan Terbatas Perkebunan Negara (PTPN) (Lubis 1992). Permintaan akan minyak sawit dari dalam maupun luar negeri mendorong pengusaha perkebunan untuk melakukan pemeliharaan yang intensif pada pertanaman kelapa sawit (Risza 1994).

Menurut Coley (1976), ada tiga jenis kelapa sawit, yaitu Elaeis guineeensis Jacq (ditanam di Indonesia, berasal dari Afrika), E. melanocca, dan E. odora (Barcella odora). Ada beberapa varietas tanaman kelapa sawit yang telah dikenal seperti dura,

pisifera, tenera, dan diwikka-wakka (Fauzi 2006).

Kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq) berasal dari Afrika Barat. Spesies palm tropika ini bnyak ditanam di kawasan garis khatulistiwa. Pohon kelapa sawit tumbuh tegak dapat mencapai 15-20 m (Hartley 1977). Kelapa sawit termasuk ke dalam Angiospermae, famili Arecaceae, dan genus Elaeis.

Kelapa sawit adalah tanaman monoecious, yaitu bunga jantan dan betina ditemukan dalam satu tanaman. Bunga jantan dan betina matang (anthesis) pada waktu yang berbeda atau sangat jarang terjadi bersamaan (Hartley 1977). Penyerbukan alami terjadi dengan bantuan angin atau serangga, tetapi biasanya kurang efektif sehingga jumlah buah yang dihasilkan relatif lebih sedikit pada setiap tandannya. Oleh karena itu, untuk memperoleh tandan-tandan dengan jumlah buah yang optimal, penyerbukan dapat dibantu melalui penyerbukan bantuan (assisted pollination). Penyerbukan kelapa sawit paling efektif menggunakan E. kamerunicus, yang bersifat spesifik dan beradaptasi baik pada musim basah maupun kering (Setyamidjaja 2006).

Nilai fruit set kelapa sawit yang baik adalah diatas 75 persen dan untuk mencapai nilai tersebut diperlukan jumlah E. kamerunicus sekitar 20.000 individu/ha (Hutauruk & Syukur 1985). Penyerbukan oleh E. kamerunicus pada tanaman kelapa sawit dapat meningkatan hasil buah segar per tandan, peningkatan berat tandan, dan peningkatan tandan yang diproduksi. Berat tandan rata-rata mengalami peningkatan dari 14.1 kg menjadi 28.6 kg, hasil buah segar per tandan mengalami kenaikan sekitar 12 persen, dan biji meningkat dari 4.4 persen menjadi 6.2 persen (Chan et al. 1987).

Perubahan ukuran populasi kumbang E. kamerunicus berpengaruh terhadap produksi dan fruit set kelapa sawit. Pada saat populasi E. kamerunicus tinggi, maka diduga fruit set juga tinggi. Sebaliknya, jika populasi E. kamerunicus rendah, diduga fruit set juga rendah (Harun & Noor 2002). Oleh karenanya, perlu dilakukan pengamatan populasi E. kamerunicus di lapangan dan faktor-faktor yang mempengaruhi naik turunnya ukuran populasi.

(20)

(2010) dan Wibowo (2010) di Kalimantan Tengah.

Tujuan

Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari populasi E. kamerunicus di perkebunan kelapa sawit PTPN VIII, Cimulang, Bogor.

BAHAN DAN METODE

Waktu dan Tempat

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juli-November 2010 di PTP Nusantara VIII Cimulang, Bogor (Gambar 1). Perhitungan sampel kumbang dan pengamatan morfologi kumbang dilakukan di Bagian Biosistematika dan Ekologi Hewan, Departemen Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Gambar 1 Perkebunan Kelapa Sawit

Alat dan Bahan

Bahan yang digunakan adalah kumbang E. kamerunicus. Alat yang digunakan adalah gunting tanaman, plastik, counter, luxmeter, thermometer, hygrometer, mikroskop stereo, dan kamera.

Metode

Pengamatan Morfologi dan Penghitungan Rasio Seks Kumbang E. kamerunicus

Pengamatan morfologi kumbang jantan dan kumbang betina, meliputi ciri-ciri khusus yang terdapat pada kumbang jantan dan betina, serta ciri-ciri lainnya. Penghitungan rasio seks kumbang dihitung pada sampel yang telah dipeoleh, yaitu sampel kumbang dari satu pohon per blok. Penentuan rasio seks kumbang dilakukan dengan menghitung jumlah individu kumbang betina dan kumbang jantan dengan bantuan mikroskop stereo dan counter.

Pengukuran Populasi E. kamerunicus

Pengukuran populasi kumbang dilakukan dengan mengambil 9 spikelet per tandan, yaitu masing-masing 3 spikelet pada bagian pangkal, tengah, dan ujung tandan bunga jantan tanaman kelapa sawit umur 5-6 tahun, varietas SPO573B, yang sedang anthesis dengan metode stratified random sampling (Gambar 2). Jumlah kumbang per tandan diketahui dengan menghitung jumlah kumbang per spikelet dan jumlah spikelet per tandan. Pengukuran populasi dilakukan 5 pohon per blok. Lokasi pengambilan sampel dilakukan di 3 blok, yaitu blok 19, 20, dan 26 (Lampiran 1). Pengamatan populasi kumbang dilakukan pada bulan Juli, Oktober, dan November. Pengukuran data lingkungan meliputi suhu udara, kelembaban udara, intensitas cahaya, dan curah hujan, dilakukan untuk mendukung data populasi kumbang.

ujung

tengah

pangkal

Gambar 2 Pengambilan sampel kumbang pada bunga jantan kelapa sawit.

Analisis data

Data populasi kumbang pada setiap waktu pengambilan, disajikan dalam grafik batang. Hubungan antara jumlah kumbang dan faktor lingkungan, dianalisis dengan scatter plot, korelasi Pearson dan regresi, dan penghitungan nilai p, dengan software SigmaPlot versi 11.0.

HASIL

Morfologi dan Populasi Kumbang E.

kamerunicus di Perkebunan Kelapa Sawit

Tubuh E. kamerunicus terbagi menjadi tiga bagian, yaitu kepala, toraks, dan abdomen. Pada toraks terdapat dua pasang sayap, yaitu sepasang sayap depan yang tebal (elytra) dan sepasang sayap belakang tipis (membranous). Kumbang jantan dan betina memiliki beberapa perbedaan, diantaranya betina memiliki ukuran tubuh yang lebih kecil (2-3 mm), moncong

(21)

33

panjang, dan terdapat rambut-rambut halus. Kumbang jantan memiliki tubuh yang lebih panjang (3-4 mm), moncong lebih pendek, terdapat rambut-rambut halus yang lebih banyak di bagian abdomen dari kumbang betina, dan terdapat tonjolan di pangkal elytra (Gambar 3). Rasio kumbang betina dan kumbang jantan di bunga jantan kelapa sawit pada bulan Juli, Oktober, dan November adalah 4:1.

  (a)

(b)

Gambar 3 Kumbang E. kamerunicus betina (a), moncong (i), tonjolan elytra (ii), bulu-bulu halus (iii), kumbang E. kamerunicus jantan (b).

Populasi kumbang di kebun kelapa sawit milik PTPN VIII di Cimulang, Bogor pada bulan November (3.598 individu/tandan) lebih tinggi dibandingkan bulan Oktober (1.400 individu/tandan) dan Juli (2.143 individu/tandan) (Gambar 4).

Gambar 4 Jumlah kumbang per tandan kelapa sawit pada bulan Juli, Oktober, dan November 2010. Garis bar pada grafik menunjukkan standar error.

i

Jumlah spikelet per tandan ditemukan lebih tinggi pada bulan Juli, yaitu 116 spikelet/tandan dan jumlah spikelet relatif sama pada bulan lain (Gambar 5).

ii iii

i

Gambar 5 Jumlah spikelet per tandan selama bulan Juli, Oktober, dan November 2010. Garis bar pada grafik menunjukkan standar error

Curah hujan pada bulan Juli (158 mm) lebih rendah dibandingkan dengan bulan Oktober (246 mm) dan bulan November (339 mm) (Gambar 6).

(22)

Populasi E. kamerunicus dalam Kaitannya dengan Parameter Lingkungan

Hasil pengukuran parameter lingkungan di lokasi perkebunan, selama bulan Juli, Oktober, dan November menunjukkan suhu udara berkisar 30-31°C, kelembapan relatif udara berkisar 64-74%, dan intensitas cahaya berkisar 1100-5500 lux (Tabel 1).

Tabel 1 Parameter lingkungan di perkebunan selama bulan pengamatan populasi kumbang E. kamerunicus

Parameter Lingkungan Bulan

Suhu (°C) Kelembapan (%) Intensitas Cahaya (lux)

Juli 31,19

(30,92-31,46)

67,8 (66,48-69,12)

3781 (1768-5549) Oktober 31,48

(30,13-31,83)

72,83 (71,12-74,54)

1449 (1150-1748) November 31

(30,76-31,24)

66,3 (64,84-67,76)

3031 (2548-3478) Ket: Angka berupa rata-rata dan kisaran minimum-maksimum

Hasil pengamatan selama bulan Juli, Oktober, dan November, kumbang E. kamerunicus banyak ditemukan pada kisaran suhu udara 30-33°C, kelembapan relatif 62-74%, dan intensitas cahaya 1000-4500 lux (Gambar 7 a, b, c).

(a) (b)

(c)

Gambar 7 Hubungan antara populasi kumbang per tandan dengan suhu udara (a), kelembapan relatif (b), dan intensitas cahaya (c).

(23)

5

Populasi kumbang per tandan berkorelasi positif dengan curah hujan (y = 8,187x + 352,7 dan r2 = 0,439) (Gambar 8).

Gambar 8 Hubungan antara populasi kumbang per tandan dengan curah hujan.

Hasil uji korelasi Pearson dan uji signifikansi data lingkungan pada areal kelapa sawit menunjukkan bahwa suhu udara, kelembapan relatif, intensitas, cahaya, curah hujan, dan jumlah spikelet per tandan, tidak memiliki pengaruh yang signifikan terhadap populasi kumbang per tandan. Jumlah spikelet per tandan memiliki pengaruh yang cukup besar (p = 0,0622) terhadap populasi kumbang. Nilai korelasi curah hujan dengan populasi kumbang paling tinggi (r = 0,663) dibandingkan dengan parameter lingkungan lain (Tabel 2).

Tabel 2 Korelasi Pearson (r) dan nilai p antara populasi kumbang per tandan dengan jumlah spikelet per tandan dan parameter lingkungan.

Populasi Kumbang per Tandan Parameter

Korelasi Pearson (r) r2 Nilai Signifikansi (p)

Suhu Udara 0,188 0,035 0,216

Kelembaban Relatif 0,0238 0,0006 0,877 Intensitas Cahaya 0.113 0,012 0,460 Jumlah Spikelet per Tandan 0,280 0,078 0,0622

Curah Hujan 0,663 0,439 0,539

PEMBAHASAN

Kumbang E. kamerunicus memiliki ciri-ciri morfologi, yaitu bentuk elips memanjang, agak ramping, tepian prothorax yang tajam. E. kamerunicus berwarna hitam, berwarna agak kekuningan hingga kemerahan. Elytra memiliki seta emas (O’Brien 1986) dan tungkai tiga pasang yang terletak pada bagian toraks. Kumbang ini memiliki moncong dan bagian mulut terdapat di ujung mocong. Kumbang ini disebut kumbang moncong (weevil).

Populasi kumbang di Cimulang, Bogor ditemukan tinggi pada bulan November (3.598 individu/tandan) dan rendah pada bulan Oktober (1.400 individu/tandan) (Gambar 4). Berdasarkan penelitian sebelumnya, Wibowo (2010) melaporkan populasi kumbang di Kalimantan Tengah pada bulan Mei, Juli, dan Oktober 2009 masing-masing sebanyak 25.000, 35.000, dan 46.000. Wibowo (2010) menduga tingginya populasi kumbang di bulan Oktober 2009 berkaitan dengan tingginya

sumberdaya polen (serbuk sari) yang ditunjukkan dari banyaknya jumlah spikelet per tandan pada bulan tersebut. Polen terdiri dari 15-30% protein, lemak, vitamin dan unsur penting lainnya (Schoonhoven & van Loon 1998). Berdasarkan pengukuran, populasi kumbang pada bulan Juli dan November cukup untuk penyerbukan minimum tanaman kelapa sawit. Menurut Syed & Salleh (1987), dibutuhkan 1500 kumbang E. kamerunicus dewasa untuk dapat menyerbuki bunga betina hingga mencapai tingkat polinasi minimum yang dapat diterima atau sekitar 50 persen hasil buah.

Pada bulan Juli, Oktober, dan November, jumlah spikelet ditemukan relatif sama. Jumlah spikelet per tandan pada bulan Oktober (107 spikelet) lebih sedikit dibandingkan dengan spikelet pada bulan Juli (116 spikelet), November (115 spikelet) (Gambar 5). Hubungan antara jumlah spikelet per tandan dengan populasi kumbang memiliki nilai korelasi 0,280 dan p = 0,0622 (Tabel 2). Hal ini menunjukkan

(24)

jumlah spikelet per tandan dan populasi kumbang per tandan berkorelasi positif, walaupun secara statistik tidak signifikan. Mandiri (2010) dan Wibowo (2010) melaporkan bahwa jumlah spikelet per tandan memiliki korelasi positif terhadap populasi kumbang E. kamerunicus.

Populasi kumbang dapat dipengaruhi oleh faktor abiotik dan biotik. Faktor abiotik yang diukur dalam penelitian ini adalah curah hujan, suhu udara, kelembapan relatif, dan intensitas cahaya. Curah hujan pada bulan November (339 mm) lebih tinggi dibandingkan bulan Juli dan Oktober (Gambar 6). Dhellepan dan Nampoothiri (1989) menyatakan E. kamerunicus dapat bertahan saat curah hujan tinggi, tetapi lebih aktif pada saat kering. Curah hujan bulan Oktober (246 mm) lebih tinggi dibandingkan dengan bulan Juli (158 mm) (Gambar 6). Hasil uji korelasi Pearson, menunjukkan hubungan positif antara curah hujan dengan populasi kumbang per tandan meskipun tidak signifikan (r = 0,663, p = 0,539) (Tabel 2). Kurniawan (2010) menyatakan curah hujan kemungkinan berpengaruh terhadap penurunan populasi kumbang. Di Kalimantan Tengah, bulan Oktober (140 mm), curah hujan yang tinggi dapat berpengaruh terhadap ukuran bunga (tandan). Berdasarkan data yang diperoleh, curah hujan memiliki pengaruh yang lebih besar terhadap populasi kumbang per tandan dibandingkan parameter lingkungan lainnya. Hal ini ditunjukkan dengan nilai korelasi yang lebih tinggi (r = 0,663, r2 = 0,439, y = 8,187x + 352,7) (Gambar 8, Tabel 2). Moura et al. (2008) melaporkan bahwa populasi kumbang E. kamerunicus di Brazil dipengaruhi oleh curah hujan dan suhu udara.

Pengukuran suhu udara terhadap populasi kumbang tertinggi terdapat pada kisaran suhu 30-33°C (rata-rata suhu 31,22°C) (Gambar 7a). Wibowo (2010) melaporkan bahwa kumbang E. kamerunicus banyak ditemukan pada suhu 32-36°C. Pada suhu 30°C, koloni lebah dapat beraktivas dan berkembang dengan baik (Barth 1991). Pada kisaran suhu tersebut, kumbang E. kamerunicus juga beraktivitas secara optimum dalam mencari pakan. Suhu merupakan salah satu komponen relung yang mempengaruhi distribusi serangga (Young 1982), serta pertumbuhan, perkembangan dan aktivitas serangga (Speigh et al. 1999). Dalam penelitian ini, suhu udara tidak berpengaruh secara

signifikan terhadap populasi kumbang per tandan (r = 0,188, p = 0,216) (Tabel 2).

Pengukuran kelembapan relatif udara di lokasi perkebunan berkisar 62-74% (rata-rata 68,98%) (Gambar 7b). Mandiri (2010) melaporkan populasi kumbang ditemukan tinggi pada kisaran 70-80%. Menurut Sastrodiharjo (1984), kelembapan udara memiliki dampak secara tidak langsung terhadap kehidupan populasi serangga. Kelembapan relatif udara tidak berpengaruh secara signifikan terhadap jumlah kumbang per tandan (r = 0,0238, p = 0,877) (Tabel 2). Dhileepan (1994) melaporkan di India bahwa kelembaban relatif udara memiliki korelasi positif dengan populasi E. kamerunicus.

Pengukuran intensitas cahaya di lokasi perkebunan berkisar antara 900-4500 lux (rata-rata 2753 lux) (Gambar 7c). Mandiri (2010) melaporkan bahwa populasi kumbang tinggi pada kisaran 600-5000 lux. Variasi intensitas cahaya berhubungan dengan waktu pengukuran (pagi atau siang). Sinar matahari merupakan faktor penting bagi pertumbuhan dan perkembangan tanaman. Kumbang biasanya beraktivitas pada pagi hari (Labarca et al. 2007). Hubungan antara intensitas cahaya dengan populasi kumbang per tandan memiliki nilai korelasi 0,133 dan p = 0,460 (Tabel 2). Hal ini menunjukkan bahwa intensitas cahaya tidak berkorelasi secara signifikan terhadap populasi kumbang per tandan.

Disamping faktor abiotik, populasi kumbang juga dipengaruhi faktor biotik. Faktor biotik yang mempengaruhi populasi kumbang diantaranya adalah predator, parasitoid, dan penyakit. Predator yang menyerang larva dan pupa E. kamerunicus adalah tikus. Cacing parasit yang menyerang kumbang E. kamerunicus, yaitu Cylindrocorpus inevectus (Poinar et al. 2003), dan nematoda Elaeolenchus parthenonema (Poinar et al. 2002).

Rasio seks kumbang E. kamerunicus betina dan jantan di bunga jantan kelapa sawit pada bulan Juli, Oktober, dan November masing-masing 4:1, 3:1, dan 7:1 dengan rata-rata 4:1. Kumbang betina lebih dominan pada bunga jantan kelapa sawit dibandingkan kumbang jantan. Hal ini mungkin disebabkan oleh jumlah imago kumbang betina yang mampu bertahan hidup cukup tinggi sehingga mengalami peningkatan populasi yang lebih banyak di masa mendatang. Selain itu, siklus hidup betina lebih lama, yaitu berkisar 14-25 hari

(25)

7

dibandingkan dengan lama hidup imago jantan, yaitu 10-20 hari (Sholehana 2010) dengan nisbah kelamin betina/jantan 7:5 (Novalia 2010). Populasi kumbang betina di perkebunan akan semakin meningkat di masa mendatang.

SIMPULAN

Populasi E. kamerunicus pada perkebunan kelapa sawit di PTPN VIII Cimulang, Bogor ditemukan tinggi pada bulan November dibandingkan bulan Juli dan Oktober. Populasi kumbang di kebun cukup untuk penyerbukan minimum. Populasi kumbang yang tinggi terjadi pada saat curah hujan tinggi. Kumbang E. kamerunicus betina di kebun 4 kali lebih banyak dibandingkan kumbang jantan.

DAFTAR PUSTAKA

Barth FG. 1991. Insect and Flowers : The Biology of Partnership. New Jersey: Princetin Univ Pr.

Chan KW, Yong YY, Ahmad A, Goh KHM. 1987. Comparison of the yield, bunch and oil characteristics and their heretabilities before and after the introduction of pollinating weevils (E. kamerunicus) in the oil palm (E. guineensis) in Malaysia. Inter. Oil Palm/Palm Oil Conf.-Progress and Prospects. June 23-26, 1987. Kuala Lumpur, Malaysia.

Dheleepan K, Nampoothiri. 1989. Pollination potential of introduced weevil, Elaeidobius kamerunicus in oil palm (Elaeis guineensis) plantation. J. Agr Sci 59:517-521. Dhileepan K. 1994. Variation in populations

of the introduced pollinating weevil (Elaeidobius kamerunicus) (Coleoptera: Curculionidae) and its impact on fruit set of oil palm (Elaeis guineensis) in India. Bull Entomol Res 84: 477-485.

Fauzi Y, Widyastuti YE, Iman S, Hartono R. 2006. Kelapa Sawit: Budidaya, Pemanfaatan Hasil dan Limbah, Analisis Usaha dan Pemasaran. Jakarta: Penebar Swadaya.

Hartley CWS. 1977. The Oil Palm. London : Longmans Group Ltd.

Harun MH, Noor MRMD. 2002. Fruit Set and Oil Palm Bunch Components. J. Oil Palm Res 14:24-33.

Hutauruk CH, Syukur S. 1985. Seangga Penyerbuk Kelapa Sawit di Cote d’Ivore, Benin dan Republic du Cameroun Afrika Barat. Bull Pusat Penelitian Marihat 5: 29-42.

Kurniawan Y. 2010. Demografi dan Populasi Kumbang Elaeidobius kamerunicus Faust (Coleoptera: Curculionidae) sebagai Penyerbuk Kelapa Sawit (Elaeis guinensis Jacq). [Tesis]. Bogor: Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.

Labarca MV, Potillo E, Narvaez YZ. 2007. Relationship Between Inflorescences, Climate and the Pollinating in Oil Palm (Elaeis guineensis Jacquin) Plantation Located in South Lake of Maracaibo, Zulia State. Rev. Fac. Agron. (LUZ). 24:303-320.

Lubis AU. 1992. Kelapa Sawit (Elaeis guineensis Jacq) di Indonesia. Bandar Kuala, Sumatera Utara: Pusat Penelitian Kelapa Sawit Marihat. Mandiri TL. 2010. Populasi Kumbang

Penyerbuk Elaeidobius kaerunicus Faust pada Kelapa Sawit (Elaeis guinensis Jacq) Umur Enam Tahun. [Skripsi]. Bogor: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor. Moura JIL et al. 2008. Pollination of Oil

Palm by Weevil in Southern Bahia, Brazil. Agropec 3: 289-294.

Novalia M. 2010. Demografi dan Perbanyakan Kumbang Elaeidobius kamerunicus Sebagai Penyerbuk Kelapa Sawit (Elaeis guineensis Jacq). [Skripsi]. Bogor: Fakultas Matenatika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor. O’Brien CW, Woodruff RE. 1986. First

Record in United States and South America of the African Oil Palm Weevils, Elaeidobius subvittatus (Faust) and Elaeidobius kamerunicus (Faust) (Coleoptera:Curculionidae). Entomol Circ : 284.

Poinar GO, Jackson TA, Bell NL, Wahid MB. 2002. Elaeolenchus parthenonema n. g., n. sp. (Nematoda: Sphaerularioidea: Anandranematidae n. fam.) parasitic in the palm-pollinating weevil Elaeidobius kamerunicus Faust, with a phylogenetic synopsis of the Sphaerularioidae Lubbock, 1981. Syst Parasitol 52: 219-225.

(26)

Poinar GO, Jackson TA, Bell NL, Wahid MB. 2003. Cylindrocorpus inevectus sp. n. associated with the oil palm weevil Elaeidobius kamerunicus Faust (Coleoptera: Curculionidae), with s synopsis of the family

Cylindrocorporidae and establishment of Longibuccidae n.

fam. (Diplogastroidea:Nematoda). Nematology 5:183-190.

Risza S. 1994. Kelapa Sawit: Upaya Peningkatan Produktivitas. Yogyakarta: Penerbit Kanisius. Sastrodiharjo. 1984. Pengantar Entomologi

Terapan. Bandung: ITB.

Schoonhoven LM, Jermy T, van Loon JJA. 1998. Insects Plant Biology from Physiology to Evolution. London: Chapman & Hall.

Setyamidjaja D. 2006. Kelapa Sawit Teknik Budi Daya, Panen, dan Pengolahan. Yogyakarta: Penerbit Kanisius. Sholehana A. 2010. Demografi kumbang

penyerbuk kelapa sawit Elaeidobius kameunicus (Coleoptera : Curculionidae). [Skripsi]. Bogor: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor.

Speigh MR, Hunter MD, Watt AD. 1999. Ecology of Insects : Concepts and Applications. London: Blackwell Science.

Syed R, Law JH, Corley RHW. 1982. Insect pollination of oil palm: introduction, establisment and pollinating efficiency of Elaeidobious kamerunicus. Malaysia Planter 58: 547-561.

Wibowo ES. 2010. Dinamika Populasi Kumbang Elaeidobus kamerunicus (Curculionidae: Coleoptera) Sebagai Penyerbuk Kelapa Sawit (Elaeis guineensis Jacq) Umur Enam Tahun. [Skripsi]. Bogor: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor. Young AM. 1982. Population Biology of

Tropical Insect. New York: Plenum Pr.

(27)

9

LAMPIRAN

(28)

Lampiran 1 Peta perkebunan kelapa sawit milik PTPN VIII di Cimulang, Bogor.

Keterangan: Bagian yang diwarnai adalah blok yang diamati untuk pengukuran

populasi kumbang

E. kamerunicus

, yaitu blok 19, 20, dan 26.

(29)

9

LAMPIRAN

(30)

Lampiran 1 Peta perkebunan kelapa sawit milik PTPN VIII di Cimulang, Bogor.

Keterangan: Bagian yang diwarnai adalah blok yang diamati untuk pengukuran

populasi kumbang

E. kamerunicus

, yaitu blok 19, 20, dan 26.

Gambar

Gambar 1   Perkebunan Kelapa Sawit
Gambar 1   Perkebunan Kelapa Sawit
Gambar 3 Kumbang
Gambar 7 Hubungan antara populasi kumbang per tandan dengan suhu udara (a), kelembapan relatif (b), dan intensitas cahaya (c)
+6

Referensi

Dokumen terkait

[r]

Ragam hias yang sangat banyak dari suku Melayu Riau biasanya digunakan dalam ukiran dan kerajinan tangan, dalam penulisan ini berkosentrasi pada perancangan dan pengembangan

Peningkatan keaktifan siswa dalam pembelajaran siswa ditentukan dalam 10 indikator keaktifan belajar siswa yaitu (1) masuk kelas tepat waktu, (2) memperhatikan

Bentuk silinder pada massa bangunan utama menciptakan ruang terbuka atau inner court di dalam yang menjadi area primer sedangkan bentuk silindernya sendiri menjadi area

Alat Pasteurisasi susu, “Eco Mini PasteurizerFJ 15”, https://www.farmandranchdepot.com/farm-equipment/FJ15-Eco-Mini-. pasteurizer.html , (diakses pada tanggal 20

Hasil dari pengujian notifikasi untuk pengisian air dapat dilihat pada

Dikarenakan hal tersebut, maka diperlukannya suatu penelitian yang dapat melihat tingat kesadaran dan pemahaman para pengguna teknologi khususnya kalangan Mahasiswa FTK UIN

Dari 6 bank yang menjadi sampel penelitian (3 bank syariah dan 3 bank konvensional), terdapat empat bank yang mencapai tingkat efisiensi teknik 100 persen pada tahun 2013,