• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Faktor-Faktor Dominan Yang Memengaruhi Pendapatan Pelabuhan Sunda Kelapa Tahun 2004-2011

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Analisis Faktor-Faktor Dominan Yang Memengaruhi Pendapatan Pelabuhan Sunda Kelapa Tahun 2004-2011"

Copied!
126
0
0

Teks penuh

(1)

1.1. Latar Belakang

Globalisasi/liberalisasi khususnya sektor perdagangan serta pelaksanaan otonomi daerah akan memicu peningkatan ekonomi serta mengembangkan potensi yang dimiliki daerah. Dampak selanjutnya akan terjadi peningkatan arus barang dan mobilitas orang. Hal ini memerlukan dukungan transportasi baik darat, laut maupun udara. Sebagai Negara kepulauan, transportasi laut merupakan moda yang memegang peranan sangat penting, terutama untuk mengangkut dan distribusi barang (Ayatulloh, 2001).

Menurut Undang-Undang Republik Indonesia No. 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran, kegiatan kepelabuhan meliputi segala sesuatu yang berkaitan dengan pelaksanaan fungsi pelabuhan untuk menunjang kelancaran, keamanan, dan ketertiban arus lalu lintas kapal, penumpang dan/atau barang, keselamatan dan keamanan berlayar, tempat perpindahan intra dan/atau antarmoda serta mendorong perekonomian nasional dan daerah dengan teteap memperhatikan tata ruang wilayah.

(2)

a) Fungsi titik temu (Interface), yaitu pelabuhan laut berfungsi sebagai terminal perpindahan barang dari dua atau lebih sistem transportasi yang berbeda, antara lain transportasi laut dan transportasi darat termasuk angkutan sungai (inlandwaterways);

b) Fungsi Link, yaitu fungsi pelabuhan yang dipandang sebagai salahsatu matarantai dalam proses transportasi mulai dari tempat asal barang sampai tujuan;

c) Fungsi pintu gerbang (Gateway), yaitu fungsi pelabuhan sebagai pintu gerbang suatu negara atau wilayah; dan

d) Fungsi Industrial Entity, yaitu fungsi pelabuhan sebagai penyedia fasilitas termasuk pengembangan kawasan pelabuhan dan self generating cargo untuk meningkatkan efektivitas dan efisiensi (Teteng, 2009).

Menurut statusnya pelabuhan laut dibedakan menjadi pelabuhan laut yang diusahakan yaitu pelabuhan laut yang dikelola oleh PT. (Persero) Pelabuhan Indonesia yang berjumlah sekitar 79 pelabuhan dan pelabuhan laut yang tidak diusahakan yaitu pelabuhan laut yang dikelola oleh Unit Pelaksana Teknis (UPT) kantor pelabuhan Direktorat Jenderal Perhubungan Laut yang berjumlah sekitar 193 pelabuhan. Dari seluruh pelabuhan tersebut, hal yang cukup menarik untuk dicermati adalah Pelabuhan Sunda Kelapa dibawah pengelolaan PT. (Persero) Pelabuhan Indonesia II yang berkedudukan di Jakarta.

(3)

diangkut keseluruh penjuru tanah air. Kegiatan kepelabuhan yang dilaksanakan di pelabuhan Sunda Kelapa sebagian masih menggunakan tenaga manusia (manual handling) sehingga semakin menarik untuk dicermati. Selain itu Jakarta merupakan pusat perdagangan dan industri yang didukung sarana transportasi untuk mendorong laju perekonomian di daerah Sumatra dan Kalimantan. Pelabuhan Sunda Kelapa juga memiliki peran sebagai matarantai pelabuhan-pelabuhan lain di Indonesia antara lain Teluk Bayur, Jambi, Pulau Baai, Panjang, Pangkal Balam, Tanjung Pandan, dan Pontianak.

Beberapa studi telah dilakukan untuk melihat kinerja Pelabuhan Sunda Kelapa. Penelitian yang dilakukan Chaniago (2002) melihat perkembangan kunjungan kapal, volume bongkar muat, kunjungan wisatawan asing, arus penumpang dan tingkat pelayanan. Dari penelitian tersebut disimpulkan bahwa kinerja Pelabuhan Sunda Kelapa mengalami penurunan sejak terjadinya krisis ekonomi di Indonesia tahun 1997/1998. Tetapi penelitian ini kurang mendalam karena hanya menggunakan analisis deskriptif. Djeffri (2009) dalam penelitiannya menunjukkan bahwa produktivitas bongkar muat barang berpengaruh positif terhadap kinerja Pelabuhan Sunda Kelapa. Produktivitas bongkar muat diukur menggunakan ship output dan lama kapal di pelabuhan atau port stay salah satu diantaranya menggunakan berthing time.

(4)

persen. Sedangkan volume bongkar muat barang di Pelabuhan Sunda Kelapa cenderung mengalami penurunan sejak tahun 2004 sampai tahun 2010. Volume bongkar muat barang mencapai 4,324 juta ton/m3 lebih pada tahun 2004, menjadi 3,651 juta ton/m3 lebih pada tahun 2010 atau turun sebesar 15,56 persen. Untuk kunjungan kapal juga mengalami penurunan sejak tahun 2004 sampai tahun 2010. Kunjungan kapal mencapai 3,735 juta GT lebih pada tahun 2004, menjadi 3,346 juta GT lebih pada tahun 2010 atau turun sebesar 10,41 persen.

Sumber: PT. (Persero) Pelabuhan Indonesia II Cabang Sunda Kelapa, diolah.

Gambar 1.1. Perkembangan Pendapatan, Volume Bongkar Muat Barang dan Kunjungan Kapal di Pelabuhan Sunda Kelapa Tahun 2004-2010 Fenomena di atas memberikan gambaran nyata, bahwa saat pendapatan Pelabuhan Sunda Kelapa mengalami kenaikan pada kurun waktu tahun 2004-2010, volume bongkar muat dan kunjungan kapal justru mengalami penurunan pada periode tahun yang sama. Sedangkan volume bongkar muat dan kunjungan

0

2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010

(5)

kapal merupakan kegiatan utama yang dilakukan di pelabuhan, yang secara langsung akan berdampak terhadap penerimaan pendapatan pelabuhan.

1.2. Perumusan Masalah

Fenomena perkembangan pendapatan di Pelabuhan Sunda Kelapa jauh berbeda dengan fenomena perkembangan volume bongkar muat barang dan kunjungan kapal secara umum. Sedangkan bongkar muat barang dan kunjungan kapal merupakan kegiatan utama pelabuhan dalam menghasilkan pendapatan bagi pelabuhan. Di sisi lain ditengarai terdapat kegiatan pelayanan pelabuhan lainnya selain bongkar muat barang dan kunjungan kapal, yang memberikan kontribusi penerimaan pendapatan cukup besar saat pelayanan bongkar muat barang dan kunjungan kapal secara umum mengalami penurunan.

Berdasarkan uraian di atas, maka permasalahan yang dibahas dalam penelitian ini adalah:

1. Bagaimana perkembangan jasa pelayanan pelabuhan di Sunda Kelapa selama tahun 2004–2011?

2. Faktor-faktor jasa pelayanan pelabuhan apa yang dominan terhadap pendapatan Pelabuhan Sunda Kelapa?

3. Seberapa besar kontribusi masing-masing faktor yang terbentuk dan faktor apa yang paling besar kontribusinya?

1.3. Tujuan Penelitian

(6)

1. Menggambarkan perkembangan jasa pelayanan pelabuhan di Sunda Kelapa selama tahun 2004-2011.

2. Mengidentifikasi faktor-faktor jasa pelayanan pelabuhan yang dominan memengaruhi pendapatan Pelabuhan Sunda Kelapa.

3. Menganalisis kontribusi dari faktor-faktor yang memengaruhi pendapatan Pelabuhan Sunda Kelapa.

1.4. Manfaat Penelitian

Manfaat yang ingin dicapai dari hasil penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Bagi Pelabuhan Sunda Kelapa, penelitian ini dapat dijadikan sebagai informasi berharga dalam meningkatkan faktor-faktor jasa pelayanan dan pendapatan.

2. Bagi pihak lain yang berkepentingan, penelitian ini dapat digunakan sebagai informasi untuk penelitian yang sejenis dan pelengkap atas beberapa penelitian atau studi terdahulu khususnya yang berkaitan dengan analisis kinerja Pelabuhan Sunda Kelapa.

(7)

2.1. Landasan Teori

2.1.1. Tata Kelola Pelabuhan

Berdasarkan Keputusan Menteri Perhubungan No. KM 55 Tahun 2002 tentang Pengelolaan Pelabuhan, pelabuhan merupakan tempat yang terdiri dari daratan dan perairan disekitarnya dengan batas-batas tertentu sebagai tempat kegiatan lalu lintas kapal atau turun naik penumpang atau bongkar muat barang berupa barang, hasil produksi sesuai dengan jenis usaha pokoknya.

Pelabuhan sebagai tumpuan kegiatan ekonomi dan kegiatan pemerintah, merupakan sarana untuk menyelenggarakan pelayanan jasa kepelabuhan dalam menunjang penyelenggaraan angkutan laut. Sebagai daerah lingkungan kerja ekonomi, keberadaan pelabuhan mempunyai peranan penting dan strategis untuk pertumbuhan industri dan perdagangan sehingga pelabuhan dapat dikatakan sebagai pintu gerbang perekonomian Negara (Suganda, 2001).

(8)

(Persero) Pelabuhan Indonesia I, II, III dan IV. Selain itu, terdapat juga 614 pelabuhan diantaranya berupa Unit Pelaksana teknis (UPT) atau pelabuhan non-komersial yang cenderung tidak menguntungkan dan hanya sedikit bernilai strategis. Selain itu, tarif yang berlaku di pelabuhan ditentukan oleh Pemerintah, dikenakan secara standar terhadap pelabuhan-pelabuhan sehinggga mengurangi peluang persaingan.

2.1.2. Lalu Lintas Pelabuhan

Sekitar 90% perdagangan dalam dan luar negeri Indonesia diangkut melalui laut. Indonesia tidak memiliki pelabuhan pindah muat (trans-shipment) yang mampu mengakomodasi kebutuhan kapal-kapal besar. Bahkan, sebagian besar perdagangan di Indonesia harus dipindahmuatkan melalui pelabuhan penghubung di tingkat daerah.

2.1.3. Konsep Pendapatan

(9)

2.1.4. Konsep Jasa Pelayanan Pelabuhan

Secara garis besar, dalam kaitannya dengan jasa pelayanan pelabuhan, terdiri sebagai berikut (Teteng, 2009):

1. Jasa labuh adalah jasa pelayanan kapal yang berlabuh jangkar di perairan pelabuhan untuk waktu yang singkat menunggu kesempatan untuk memasuki pelabuhan. Tarif jasa labuh didasarkan pada gross register ton dari kapal yang dihitung per 10 hari.

2. Jasa tambat adalah jasa pelayanan kapal yang singgah di pelabuhan untuk jangka waktu relatif lama dan tidak melakukan kegiatan bongkar muat. Tarif jasa tambat didasarkan pada gross register ton etmal, etmal disini merupakan istilah pelabuhan untuk waktu 24 jam.

3. Jasa dermaga adalah jasa pelayanan bagi kapal yang bersandar di dermaga untuk melakukan kegiatan bongkar muat. Tarif jasa dermaga didasarkan pada ton/m3 barang.

4. Jasa penumpukan adalah jasa pelayanan dari suatu areal dalam gudang maupun lapangan terbuka yang digunakan pihak pelabuhan untuk melakukan penumpukan barang. Tarif jasa penumpukan didasarkan pada ton/m3 barang dan hari lamanya penumpukan.

5. Jasa air kapal adalah jasa pelayanan air yang dihasilkan pelabuhan untuk keperluan kapal. Tarif jasa air kapal didasarkan pada m3.

(10)

7. Jasa listrik adalah jasa pelayanan listrik yang dihasilkan pelabuhan bagi pengguna disekitar pelabuhan. Tarif jasa listrik didasarkan pada Kwh.

2.2 Penelitian Terdahulu

Chaniago (2002) melakukan penelitian mengenai kinerja di Pelabuhan Sunda Kelapa. Dalam penelitian tersebut digunakan analisis deskriptif dengan melihat perkembangan beberapa variabel amatan. Variabel amatan tersebut terdiri dari kunjungan kapal, volume bongkar muat, kunjungan wisatawan asing, arus penumpang dan tingkat pelayanan. Dari penelitian tersebut disimpulkan bahwa kinerja di Pelabuhan Sunda Kelapa mengalami penurunan sejak terjadinya krisis ekonomi di Indonesia tahun 1997/1998. Tetapi penelitian ini kurang mendalam karena hanya menggunakan analisis deskriptif.

Penelitian yang dilakukan Djeffri (2009) menunjukkan bahwa produktifitas bongkar muat barang berpengaruh positif terhadap kinerja Pelabuhan Sunda Kelapa. Variabel yang digunakan adalah pelayanan barang dalam bentuk produktifitas bongkar muat yang diukur melalui ship output dan lama kapal di pelabuhan atau port stay salah satu diantaranya adalah berthing time.

(11)

Istidjab dan Maun (2008) meneliti tentang pengaruh produktivitas bongkar muat terhadap kinerja operasional Pelabuhan Makasar. Penelitian tersebut menunjukkan semakin besar produktivitas bongkar muat, membuat kinerja operasional Pelabuhan Makasar cenderung meningkat.

Sunarto (2009) dalam penelitiannya tentang perbedaan tingkat kinerja pelayanan kapal dan barang pada Pelabuhan Belawan dan Makasar menunjukkan bahwa, kinerja pelayanan kapal di Pelabuhan Makasar secara umum lebih baik dibandingkan kinerja pelayanan kapal di Pelabuhan Belawan. Sedangkan produktivitas pelayanan barang di Pelabuhan Belawan secara umum lebih baik dibandingkan produktivitas pelayanan barang di Pelabuhan Makasar.

2.3. Kerangka Pemikiran

Pendapatan Pelabuhan Sunda Kelapa mengalami kenaikan, namun disisi lain volume bongkar muat barang dan kunjungan kapal mengalani penurunan. Hal ini menunjukkan terdapat faktor lain yang memengaruhi pendapatan pelabuhan dan memberikan kontribusi cukup besar.

(12)

Gambar 2.1. Kerangka Pemikiran

Pendapatan Pelabuhan Sunda Kelapa Meningkat, tetapi Volume Bongkar Muat dan Kunjungan Kapal Cenderung Menurun

Jasa Pelayanan Pelabuhan Labuh, Tambat, Air Kapal, Dermaga, Penumpukan, Listrik dan

Air Umum

Faktor-Faktor yang Memengaruhi Pendapatan Pelabuhan

Sunda Kelapa

Perubahan Tarif

Variabel Penelitian Yang Digunakan

Perkembangan Jasa Pelayanan Pelabuhan di Pelabuhan Sunda

Kelapa

Pengaruh Faktor-Faktor Jasa Pelayanan Pelabuhan dan

Kontribusinya Terhadap Pendapatan Pelabuhan

(13)

2.4. Hipotesis

(14)

3.1 Jenis dan Sumber Data

Data yang digunakan dalam penelitian ini berasal dari data sekunder dengan jenis data bulanan mulai tahun 2004 sampai dengan tahun 2011 (bulan September). Data yang dikumpulkan berupa data jasa pelayanan pelabuhan, yaitu jasa labuh, jasa tambat, jasa air kapal, jasa dermaga, jasa penumpukan, jasa listrik, jasa air umum, dan pendapatan Pelabuhan Sunda Kelapa. Sumber data diperoleh dari publikasi Sistem Informasi Operasional Pelabuhan (Simoppel) PT. (Persero) Pelabuhan Indonesia II Cabang Sunda Kelapa.

3.2 Metode Analisis

Metode analisis yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari analisis deskriptif, analisis komponen utama, analisis faktor, dan analisis regresi linier berganda dari faktor-faktor yang terbentuk. Pengolahan data pada penelitian ini dilakukan dengan menggunakan paket program komputer yaitu Microsoft Excel 2010 dan SPSS 19.0 for windows.

3.2.1. Analisis Deskriptif

(15)

Kelapa. Pada tahapan ini pembahasan dilakukan dengan mengamati data yang tersedia berdasarkan kondisi dan fenomena yang terjadi di Pelabuhan Sunda Kelapa dalam periode pengamatan tahun 2004-2011, disertai beberapa argumen untuk menjelaskan fenomena yang ada. Analisis ini dilakukan melalui analisis grafik yang berisi data-data yang telah dikumpulkan.

3.2.2. Analisis Komponen Utama

Penelitian dengan menggunakan banyak variabel sulit untuk dapat langsung menarik kesimpulan. Untuk menganalisa dengan cara yang lebih mudah tanpa mengurangi atau menghilangkan informasi yang berharga dari data yang diperoleh, maka digunakan analisis komponen utama. Metode ini ditemukan oleh Pearson (1901) yang kemudian dikembangkan oleh Hotteling (1993).

Menurut Widarjono (2010) analisis komponen utama merupakan teknik analisis statistik untuk mentransformasi variabel-variabel asli yang masih saling berkorelasi satu dengan yang lain menjadi satu set variabel baru yang tidak berkorelasi lagi. Variabel-variabel baru itu disebut sebagai komponen utama yang merupakan kombinasi linier dari variabel-variabel asli.

Keragaman total adalah:

Var = λ1+ λ2+ … + λp

dimana λ1+ λ2+ … + λp adalah akar ciri komponen utama.

Besarnya proporsi dari varian total populasi yang dapat diterangkan oleh komponen utama ke-j adalah:

Proporsij = λ +λ+

(16)

sehingga nilai proporsi dari varian total yang dapat diterapkan oleh komponen utama secara bersama-sama adalah semaksimal mungkin dengan meminimalisasi informasi yang hilang. Meskipun jumlah komponen utama berkurang dari variabel asal tetapi informasi yang diberikan tidak berubah. Menurut Widarjono (2010), pemilihan komponen utama yang digunakan adalah jika nilai akar cirinya lebih

dari 1 (λj > 1). Jika ukuran dari variabel asal tidak sama, maka setiap nilai

pengamatan ditransformasikan ke nilai baku Z (distandardisasi).

Langkah selanjutnya dalam analisis ini adalah melakukan pengujian terhadap matriks korelasi yang digunakan untuk melihat keeratan hubungan antara variabel satu dengan yang lainnya. Ada dua macam pengujian yang dapat dilakukan terhadap matriks korelasi, yaitu:

a. Uji Bartlett

Jika sebagian besar dari koefisien korelasi kurang 0,5 maka dilakukan uji Bartlett. Uji tersebut digunakan untuk melihat apakah matriks uji korelasinya bukan merupakan matriks identitas. Urutan pengujiannya sebagai berikut:

1. Hipotesis

H0 : matriks korelasi merupakan matriks identitas H1 : matriks korelasi bukan merupakan matriks identitas 2. Statistik Uji

� = �( −1)−(2�+ 5)

6 � ��| |

dimana: N = jumlah observasi p = jumlah variabel

(17)

3. Keputusan

Pengujian Bartlett akan menolak H0 jika nilai � > � � (Widarjono, 2010)

b. Uji Kaiser Meyer Olkin

Syarat utama dari analisis faktor adalah terdapatnya hubungan linier antara variabel-variabel yang akan dianalisis. Selanjutnya untuk mengetahui apakah data layak dianalisis dengan analisis faktor digunakan nilai statistik Kaiser Mayer Olkin (KMO) untuk mengukur kecukupan samplingnya. Adapun formula untuk menghitung KMO sebagai berikut:

=∑ ∑∑ ∑+∑ ∑=

dimana: rij = koefisien korelasi

aij = koefisien korelasi parsial

Nilai KMO yang kecil mengindikasikan bahwa penggunaan analisis faktor harus dipertimbangkan kembali, karena korelasi antar variabel tidak dapat diterangkan oleh variabel lain. Widarjono (2010) menetapkan karateristik pengukuran nilai KMO sebesar:

0,90 < KMO ≤ 1,00 data sangat baik untuk analisis faktor

0,80 < KMO ≤ 0,90 data baik untuk analisis faktor

0,70 < KMO ≤ 0,80 data agak baik untuk analisis faktor

0,60 < KMO ≤ 0,70 data lebih dari cukup untuk analisis faktor

0,50 < KMO ≤ 0,60 data cukup untuk analisis faktor

(18)

3.2.3. Analisis Faktor

Analisis faktor adalah salah satu metode statistik multivariat yang mencoba menerangkan hubungan antara sejumlah variabel-variabel yang saling bebas (independent) antara satu dengan yang lain sehingga bisa dibuat satu atau lebih kumpulan variabel yang lebih sedikit dari jumlah variabel awal.

Adapun tujuan dari analisis faktor antara lain:

1. Membuat ringkasan data (data summarization) yaitu untuk mengidentifikasi struktur hubungan antar variabel dengan menguji keterkaitan antar variabel. Sebagai contoh jika ada 10 variabel yang independen satu dengan yang lain, dengan analisis faktor mungkin bisa diringkas menjadi 3 kumpulan variabel baru (new set of variables). Kumpulan variabel tadi disebut faktor, dimana faktor tersebut mencerminkan variabel-variabel aslinya.

2. Data reduction, analisis faktor juga dapat digunakan untuk:

a. Mengidentifikasi variabel yang representatif dari sejumlah kumpulan variabel yang banyak digunakan untuk analisis multivariat selanjutnya. b. Menyusun sekumpulan variabel baru yang lebih sedikit jumlahnya untuk

mengganti sekumpulan variabel asli, dimana variabel tersebut memiliki sifat sebagai berikut (Widarjono, 2010).

i. Mampu menetapkan semaksimal mungkin keragaman data ii. Antar faktor saling bebas

iii. Setiap faktor dapat diinterpresentasikan dengan lebih jelas

(19)

m3 (air umum). Perbedaan yang sangat mencolok akan menyebabkan bias dalam analisis faktor sehingga data asli harus ditransformasi (standardisasi) sebelum bisa dianalisis. Proses standardisasi data bisa dilakukan dengan mentransformasi data kebentuk z-score (Santoso, 2010).

3.2.4. Analisis Regresi Linier Berganda

Analisis regresi linier berganda merupakan salah satu metode analisis yang sesuai jika masalah penelitian meliputi sebuah variabel tak bebas (dependent variable) yang dianggap berhubungan dengan dua atau lebih variabel bebas (independent variable). Analisis regresi linier berganda dalam penelitian ini dilakukan untuk mengetahui kontribusi masing-masing faktor yang terbentuk dari hasil analisis komponen utama dan analisis faktor terhadap pendapatan pelabuhan. Data yang digunakan dalam analisis regresi linier berganda adalah data kuantitatif, baik untuk variabel bebas maupun tak bebas. Pemakaian data kualitatif pada variabel bebas dimungkinkan dengan mengubahnya menjadi variabel boneka (dummy variable).

3.2.4.1. Penyusunan Model

Bentuk umum untuk model regresi dengan variabel tak bebas pendapatan pelabuhan dan variabel bebas merupakan faktor yang terbentuk dalam analisis sebelumnya adalah:

� =� +� +� +� � +� +� � +� � +� +� � +�

(20)

dimana:

Yi = pendapatan pelabuhan (rupiah) � = konstanta (intercept)

� , … ,� = koefisien regresi

JLi = jasa labuh (gross register ton/GRT) JTi = jasa tambat (GRT/ETM)

JDi = jasa dermaga (ton/m3)

JPi = jasa penumpukan (ton/m3/hari) JAKi = jasa air kapal (m3)

JAUi = jasa air umum (m3) JLSi = jasa listrik (kwh) F1i = faktor 1

F2i = faktor 2

Di = perubahan tarif (dummy variable)

εi = kesalahan pengganggu

i = periode waktu (2004,2005,…,2011)

3.2.4.2. Pemeriksaan Asumsi Model

(21)

1. E( εiǀ Xi) = 0, untuk i = 1,2,3,…,n

Artinya rata-rata kesalahan pengganggu sama dengan nol atau εi menyatakan

variabel-variabel lain yang memengaruhi Pi akan tetapi tidak terwakili dalam model.

2. Cov (εi, εj) = 0; i ≠ j

Artinya tidak ada korelasi antara kesalahan pengganggu yang satu dengan yang lainnya.

3. Var (εi) = σ2

Artinya setiap kesalahan pengganggu mempunyai varian yang sama atau mempunyai penyebaran yang sama (homokedastisitas).

4. εi∼N (0,σ2)

Artinya untuk setiap kesalahan pengganggu mengikuti distribusi normal dengan rata-rata 0 dan varian σ2.

5. Tidak ada multikolinieritas, yaitu tidak ada hubungan linier yang pasti antara variabel-variabel bebas.

(22)

3.2.4.3. Teknik Pemeriksaan Asumsi Model

Beberapa teknik pemeriksaan asumsi model regresi berganda antara lain sebagai berikut:

1. Uji Normalitas

Uji normalitas adalah uji kesalahan pengganggu atau error apakah mengikuti distribusi normal dengan rata-rata nol dan varian σ2. Asumsi normalitas diuji dengan menggunakan diagram pencar peluang normal antara probabilita kumulatif residu dengan probabilita kumulatif normal. Jika sebaran identik dengan garis lurus pada normal plot maka asumsi kenormalan terpenuhi (Gujarati, 1997).

2. Uji Multikolinieritas

Multikolinieritas artinya terjadinya hubungan linier antara variabel bebas. Dalam model regresi linier yang mencakup lebih dari dua variabel, sering terjadi multikolinieritas. Jika dari hasil pengujian statistiknya, didapatkan R2 besar, F-test besar, dan t-test juga besar, berarti tidak terjadi multikolinieritas. Kalaupun terjadi, maka derajat multikolinieritasnya rendah sehingga bisa diabaikan.

(23)

Untuk mengetahui adanya multikolinieritas pada suatu model regresi dengan teori L.R. Klein, menggunakan konsep VIF (Variance Inflation Factors). Nilai VIF diperoleh dengan rumus:

=

=

adalah koefisien determinasi yang dihasilkan dengan

meregresikan variabel penjelas ke-j dengan variabel lainnya. Semakin tinggi

nilai , VIF akan semakin besar. Suatu model regresi jika memiliki nilai VIF

melebihi 5 maka perlu diperhatikan masalah multikolinieritas diantaranya dengan teknik analisis komponen utama dan analisis faktor.

3. Uji Autokorelasi

Autokorelasi adalah korelasi antar variabel serangkaian observasi yang diurutkan menurut waktu (seperti dalam data deret waktu) atau ruang (seperti data cross section). Akibat adanya autokorelasi dalam model regresi akan menyebabkan penaksir yang digunakan tidak lagi efisien meskipun penaksir tetap unbiased dan konsisten, selain itu penaksir akan memberikan gambaran yang menyimpang dari nilai populasi yang sebenarnya.

Uji untuk mendeteksi apakah hasil regresi melanggar asumsi autokorelasi atau tidak, dilakukan dengan melihat nilai statistik Durbin-Watson (DW).

Pengujian hipotesis:

(24)

Statistik uji:

Asumsi yang penting dari model regresi linier adalah bahwa gangguan (disturbance) yang muncul dalam fungsi regresi adalah homokedastisitas, yaitu gangguan tadi mempunyai varian yang sama. Adanya heterokedastisitas mengakibatkan penaksir tidak lagi efisien walaupun penaksir tersebut tetap tak bias dan konsisten, artinya mempunyai varian yang lebih besar dari varian minimum.

(25)

3.2.4.4. Pengujian terhadap Model Regresi

Pengujian yang dilakukan meliputi pengujian: 1. Pengujian Parameter Model Regresi

Pengujian penduga parameter dilakukan untuk mengetahui keberatian penduga parameter. Apabila hipotesisnya ditolak, maka penduga parameter tersebut berarti (signifikan).

1.1. Uji – F

Uji ini dilakukan untuk mengetahui apakah variabel bebas secara simultan mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap variabel tak bebas. Pengujian hipotesis:

H0 : β1 = β2 = … = βp = 0, secara simultan tidak ada variabel bebas yang berpengaruh signifikan terhadap variabel tak bebas.

H1 : βj ≠ 0; (j = 1,2,…,p), minimal ada satu variabel bebas ke-j yang berpengaruh signifikan terhadap variabel tak bebas.

Statistik Uji:

=

/[/[(+( +)−)]]

=

∑ � /[/[(+( +)−)]]

dimana: JKR = Jumlah Kuadrat Regresi JKS = Jumlah Kuadrat Sisa

p+1 = banyaknya parameter termasuk konstanta n = banyaknya sampel

α = tingkat kesalahan yang masih diterima (taraf uji)

(26)

1.2. Uji – t

Uji ini dilakukan untuk mengetahui apakah variabel bebas secara parsial mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap variabel tak bebas. Pengujian hipotesis:

H0: βj = 0, tidak ada pengaruh yang signifikan dari variabel bebas ke-j terhadap variabel tak bebas

H1 : βj ≠ 0, ada pengaruh yang signifikan dari variabel bebas ke-j terhadap variabel tak bebas.

Statistik uji:

=

( )

;

dimana (�) = standar error (�)

Keputusan: jika thit > ttabel atau thit < -ttabel, maka H0 ditolak 2. Koefisien Determinasi (R2)

Koefisien determinasi digunakan untuk menilai kemampuan model regresi yaitu proporsi keragaman variabel tak bebas yang dapat ditunjukkan oleh model regresi melalui variabel bebasnya.

=

atau

= 1

= 1

∑ �

Koefisien determinasi memiliki dua sifat penting, yaitu: a. Koefisien determinasi (R2) merupakan besaran nonnegatif.

(27)

Dalam membandingkan dua model regresi atau lebih menggunakan R2, maka harus diperhitungkan banyaknya variabel bebas yang ada dalam model regresi. Hal tersebut dapat dilakukan dengan mempertimbangkan koefisien determinasi alternatif yaitu koefisien determinasi yang disesuaikan (R2 adjusted). Istilah ‘disesuaikan’ berarti disesuaikan dengan derajat bebasnya (df). Koefisien determinasi yang disesuaikan dirumuskan sebagai berikut:

= 1

�−�−

�−

= 1

∑ /( − − )

∑ � /( − )

3.2.4.5. Pemilihan Model Regresi Terbaik

Untuk mendapatkan model regresi terbaik dari variabel-variabel yang diteliti digunakan metode eliminasi backward. Eliminasi backward adalah salah satu prosedur pemilihan model regresi terbaik dalam regresi dengan eliminasi variabel bebas yang membangun model secara bertahap. Langkah-langkahnya sebagai berikut:

1. Masukkan semua variabel bebas ke dalam model regresi.

2. Menghitung nilai F parsial untuk masing-masing variabel bebas dan menguji F parsial tersebut.

(28)

4. Menyusun kembali model regresi tanpa mengikutsertakan variabel bebas yang telah dikeluarkan, kemudian ulangi langkah 2.

(29)

4.1 Gambaran Umum Pelayanan Jasa Pelabuhan Sunda Kelapa 4.1.1. Pendapatan Pelabuhan

Pendapatan yang diterima Pelabuhan Sunda Kelapa sejak tahun 2004 sampai tahun 2010 menunjukkan peningkatan yang terus menerus seperti yang terlihat pada gambar 4.1. Secara umum untuk kurun waktu tahun 2004 sampai tahun 2005 menunjukkan pendapatan yang tidak terlalu jauh, dimana tahun 2004 pendapatan yang diterima sebesar Rp 11,067 miliar, kemudian pada tahun 2005 menjadi Rp 12,681 miliar atau meningkat 14,59 persen.

Sumber: Laporan Keuangan PT. (Persero) Pelindo II Cabang Sunda Kelapa Gambar 4.1. Perkembangan Pendapatan di Pelabuhan Sunda Kelapa

Tahun 2004 – 2010 (miliar rupiah)

2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010

(30)

Tetapi pada tahun 2006 pendapatan meningkat cukup tajam sebesar Rp 14,874 miliar rupiah atau meningkat 17,29 persen dibanding tahun 2005. Hal ini disebabkan oleh kebijakan perubahan tarif baru untuk pelayanan jasa yang ditetapkan oleh Direksi PT. (Persero) Pelabuhan Indonesia II pada bulan Maret 2006. Dan untuk tahun-tahun selanjutnya terus meningkat hingga tahun 2010 mencapai sebesar Rp 18,379 miliar atau naik rata-rata sebesar 4,71 persen semenjak diberlakukannya tarif baru.

4.1.2. Jasa Labuh

Pada periode penelitian (2004-2011) besarnya jasa labuh di Pelabuhan Sunda Kelapa terdapat tiga periode sesuai dengan yang terlihat pada gambar 4.2. Periode pertama menunjukkan perkembangan cenderung menurun yang diawali dari tahun 2004 dan diakhiri pada tahun 2007.

Sumber: Simoppel PT. (Persero) Pelindo II Cabang Sunda Kelapa

Gambar 4.2. Perkembangan Jasa Labuh di Pelabuhan Sunda Kelapa Tahun 2004 – 2011 (ribu GRT)

2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011

(31)

Pada periode ini jasa labuh mengalami penurunan dibanding jasa labuh pada tahun sebelumnya. Jasa labuh tahun 2005 menurun sebesar 10,31 persen dibanding tahun 2004. Jasa labuh tahun 2006 menurun sebesar 9,26 persen dibanding tahun 2005. Dan jasa labuh tahun 2007 menurun sebesar 5,04 persen dibanding tahun 2006. Hal ini dikarenakan cepatnya kapal meninggalkan pelabuhan. Periode kedua menunjukkan kenaikan tajam pada pada tahun 2008. Jasa labuh tahun 2008 mengalami kenaikan sebesar 67,73 persen dibanding tahun 2007. Hal ini dikarenakan banyaknya kapal yang berlabuh di kolam pelabuhan untuk melakukan perbaikan. Periode ketiga menunjukkan peningkatan mulai tahun 2009 hingga September 2011. Jasa labuh tahun 2010 meningkat 15,59 persen dibanding tahun 2009. Hal ini dikarenakan arus kapal yang meningkat serta lamanya kapal di pelabuhan untuk menunggu muatan.

4.1.3. Jasa Tambat

Jasa tambat di Pelabuhan Sunda Kelapa kurun waktu 2004 sampai dengan 2011 mengalami fluktuasi seperti yang terlihat di gambar 4.3. Nilai jasa tambat terendah terjadi pada bulan September 2009 sebesar 955.475 GRT/ETM atau turun 21,74 persen dibanding bulan yang sama tahun 2008. Hal ini karena arus kunjungan kapal ke Pelabuhan Sunda Kelapa yang turun.

(32)

cuaca hujan serta ombak sehingga kapal harus menunggu hingga cuaca normal kembali.

Sumber: Simoppel PT. (Persero) Pelindo II Cabang Sunda Kelapa

Gambar 4.3. Perkembangan Jasa Tambat di Pelabuhan Sunda Kelapa Tahun 2004 – 2011 (ribu GRT/ETM)

Tahun 2007 sampai tahun 2011 jasa tambat cenderung naik cukup tinggi yaitu rata-rata 10,58 persen. Hal ini seiring dengan lamanya kapal berada di tambatan dan arus kunjungan kapal yang mulai meningkat.

4.1.4. Jasa Dermaga

Jasa dermaga sejak tahun 2004 hingga tahun 2011 mengalami fluktuasi atau naik turun sesuai gambar 4.4. Periode tahun 2004 sampai 2005 jasa dermaga menunjukkan kecenderungan naik mencapai nilai tertinggi sebesar 430.242 ton/m3 pada bulan Juni 2005 atau naik sebesar 13,44 persen dibanding periode yang sama tahun 2004.

2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011

(33)

Sumber: Simoppel PT. (Persero) Pelindo II Cabang Sunda Kelapa

Gambar 4.4. Perkembangan Jasa Dermaga di Pelabuhan Sunda Kelapa Tahun 2004 – 2011 (Ton/M3)

Periode tahun 2006 sampai 2011 jasa dermaga menunjukkan kecenderungan turun dengan volume terendah sebesar 201.150 ton/m3 pada bulan Januari 2009 atau turun 29,58 persen dibanding jasa dermaga periode yang sama tahun 2008. Hal ini disebabkan turunnya muatan kayu dan beralihnya pengiriman barang curah ke peti kemas melalui Pelabuhan Tanjung Priok atau pelabuhan lainnya. Disamping itu pengiriman sembako ke Sumatera lebih banyak menggunakan transportasi darat daripada transportasi laut.

4.1.5. Jasa Penumpukan

Gambar 4.5. menunjukkan jasa penumpukan di Pelabuhan Sunda Kelapa mengalami penurunan signifikan. Dari awal tahun 2004-2005 nilai jasa penumpukan masih di atas 400 ribu ton/m3/hari, mencapai nilai tertinggi pada

0

2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011

(34)

bulan Desember 2005 sebesar 528.777 ton/m3/hari. Tetapi memasuki tahun 2006 nilai jasa penumpukan turun hanya berkisar antara 100-300 ribu ton/m3/hari, hingga mencapai titik terendah pada bulan September 2009 hanya sebesar 96.893 ton/m3/hari.

Sumber: Simoppel PT. (Persero) Pelindo II Cabang Sunda Kelapa

Gambar 4.5. Perkembangan Jasa Penumpukan di Pelabuhan Sunda Kelapa Tahun 2004 – 2011 (Ton/M3/Hari)

Awal Februari 2010 jasa penumpukan mulai mengalami peningkatan namun belum signifikan, nilai di atas 200 ribu ton/m3/hari, dan mencapai nilai sebesar 265.007 ton/m3/hari pada bulan Juli 2011. Hal ini disebabkan antara lain oleh cepatnya barang keluar dari penumpukan, kurangnya barang khususnya kayu olahan akibat penertiban hasil kayu olahan, dan banyaknya pengguna yang melakukan angkutan langsung.

2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011

(35)

4.1.6. Jasa Air Kapal dan Jasa Air Umum

Jasa air kapal di Pelabuhan Sunda Kelapa kurun waktu 2004 sampai 2009 cenderung mengalami penurunan seperti yang terlihat pada gambar 4.6. Awal tahun 2004 jasa air kapal mencapai nilai tertinggi sebesar 2.844 m3 dan terus menurun hingga titik terendah di bulan September 2009 sebesar 455 m3 atau turun sebesar 84 persen. Mulai tahun 2010 jasa air kapal mengalami kenaikan dan mencapai nilai sebesar 1.994 m3 pada bulan Juli 2011 atau naik sebesar 58,59 persen dibanding periode Juli 2010. Hal ini tentunya berkaitan dengan jumlah arus kapal yang berkunjung dan kebutuhan air yang diperlukan kapal serta adanya perbaikan pipa air ke kapal sehingga jasa air kapal dilakukan melalui sampan.

Sumber: Simoppel PT. (Persero) Pelindo II Cabang Sunda Kelapa

Gambar 4.6. Perkembangan Jasa Air Kapal dan Jasa Air Umum di Pelabuhan Sunda Kelapa Tahun 2004 – 2011 (M3)

2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011

(36)

Untuk jasa air umum di Pelabuhan Sunda Kelapa tahun 2004 sampai tahun 2009 (bulan September) secara umum mengalami penurunan. Nilai jasa air umum mencapai nilai tertinggi pada bulan Maret 2005 sebesar 848 m3 dan mencapai nilai terendah pada bulan September 2009 sebesar 111 m3 atau turun sebesar 86,91 persen. Hal ini disebabkan banyaknya instalasi pipa air yang rusak. Tahun 2010 – 2011 (bulan September) mulai mengalami kenaikan dan cenderung stabil antara 400-700 m3. Hal ini menunjukkan tidak adanya penambahan pelanggan baru atau dapat dikatakan jumlah pelanggan tetap.

4.1.7. Jasa Listrik

(37)

Sumber: Simoppel PT. (Persero) Pelindo II Cabang Sunda Kelapa

Gambar 4.7. Perkembangan Jasa Listrik di Pelabuhan Sunda Kelapa Tahun 2004 – 2011 (Kwh)

4.2. Faktor-Faktor Jasa Pelayanan yang Memengaruhi Pendapatan Pelabuhan

4.2.1. Faktor Jasa Pelayanan Pelabuhan Dominan

Analisis komponen utama dan analisis faktor merupakan suatu rangkaian dimana analisis faktor adalah kelanjutan analisis komponen utama. Sebelum melakukan proses penghitungan, proses standardisasi terhadap variabel harus dilakukan terlebih dahulu karena satuan variabel itu tidak sama. Proses ini dilakukan agar hasil analisis menjadi lebih baik. Selanjutnya penilaian kelayakan variabel harus dilakukan terlebih dahulu agar dapat dilakukan proses analisis selanjutnya. Penilaian ini menghasilkan seluruh variabel layak untuk dianalisis lebih lanjut. Tabel 4.1. menunjukkan output hasil perhitungan variabel-variabel dengan memakai paket program SPSS 19.00 for windows, didapat nilai Kaiser

0

2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011

(38)

Mayer Olkin (KMO) sebesar 0,682 yang menandakan data lebih dari cukup untuk dianalisis lebih lanjut dengan analisis komponen utama maupun analisis faktor.

Nilai uji Bartlett yang signifikan sebesar 106,440 dengan nilai � = 32,671. Atau dapat juga dilihat melalui taraf signifikansi sebesar 0,000 sangat jauh di bawah alpha 5 persen, maka tolak H0 yang artinya variabel sudah memadai untuk dianalisis lebih lanjut.

Tabel 4.1. Nilai KMO dan Uji Bartlett

Kaiser-Meyer-Olkin Measure of Sampling Adequacy. 0,682 Bartlett's Test of

Sphericity

Approx. Chi-Square 106,440

df 21

Sig. 0,000

Sumber: Hasil Olahan dengan SPSS 19.00 for windows

Dari ketujuh variabel tersebut setelah dianalisis ternyata membentuk dua komponen utama. Dengan melihat persentase keragaman yang diterangkan oleh komponen utama yang terbentuk serta nilai akar cirinya, komponen tersebut mampu secara bersama-sama menjelaskan persentase keragaman total variabel asal sebesar 54,997 persen. Nilai akar ciri, persentase keragaman dan persentase keragaman kumulatif untuk setiap komponen utama dapat dilihat pada tabel 4.2. Tabel 4.2. Akar Ciri dan Persentase Keragaman Dua Komponen Utama Jasa

Pelayanan Pelabuhan

(39)

Kedua komponen utama yang terbentuk menghasilkan faktor loading yang sudah tidak berkorelasi satu sama lain dan nilai-nilainya merupakan koefisien korelasi antar variabel dengan komponen utama tersebut. Semakin besar nilai faktor loading maka semakin erat hubungannya. Namun angka yang dihasilkan masih sulit untuk menentukan variabel mana yang termasuk di dalam masing-masing komponen utama. Untuk itu dilakukan rotasi terhadap matriks komponen tersebut. Rotasi yang digunakan adalah rotasi varimax. Untuk matriks komponen dan hasil rotasinya disajikan pada tabel 4.3.

Tabel 4.3. Faktor Pembobot Hasil Rotasi (Rotated Loading Factor) untuk Masing-Masing Faktor Terbentuk

Jasa Penumpukan 0,783 0,178

Jasa Air Kapal 0,004 0,758

Jasa Air Umum 0,168 0,682

Jasa Listrik 0,762 -0,094

Sumber: Hasil Olahan dengan SPSS 19.00 for windows

(40)

Dari hasil rotasi, maka setiap komponen utama dapat diinterpretasikan sebagai berikut:

1. Faktor pertama berkorelasi cukup tinggi dan positif dengan variabel jasa dermaga, jasa penumpukan dan jasa listrik. Ketiga variabel tersebut memberikan sumbangan relatif besar dalam membangun faktor pertama dibandingkan dengan variabel lain. Dengan mempertimbangkan variabel-variabel faktor pertama ini maka diberi nama lebih spesifik yaitu faktor pelayanan barang dan listrik.

2. Faktor kedua berkorelasi cukup tinggi dan positif dengan variabel jasa labuh, jasa tambat, jasa air kapal dan jasa air umum. Keempat variabel ini memberikan sumbangan terbesar kepada faktor kedua dibandingkan dengan variabel-varibel lain. Dengan mempertimbangkan variabel-variabel faktor kedua ini maka diberi nama lebih spesifik yaitu faktor pelayanan kapal dan air.

(41)

4.2.2. Kontribusi Faktor Dominan terhadap Pendapatan

Untuk mengetahui kontribusi masing-masing faktor maka digunakan analisis regresi linier berganda dengan metode backward yang variabel-variabelnya terdiri dari nilai pendapatan pelabuhan sebagai variabel dependen, sedangkan variabel-variabel independen terdiri dari faktor-faktor yang terbentuk dari analisis komponen utama dan analisis faktor yaitu faktor pelayanan barang dan listrik, kemudian faktor pelayanan kapal dan air. Ditambah lagi dengan variabel dummy perubahan tarif.

Berdasarkan hasil perhitungan dengan menggunakan paket program SPSS 19.00 for windows (output selengkapnya dapat dilihat pada lampiran) diperoleh model regresi pendapatan Pelabuhan Sunda Kelapa.

Tabel 4.4. Nilai Koefisien Determinasi (R2), Koefisien Determinasi yang disesuaikan (Adjusted R2), Standar Error, Uji F

Model R Square Adjusted R Square

Std. Error of

the Estimate F Sig. F

1 0,630 0,618 0,61840993 50,522 0,000a

Sumber: Hasil Olahan dengan SPSS 19.00

Dari tabel 4.4. di atas dapat ditunjukkan koefisien determinasi (R2) yang disesuaikan. Pada model terbaik, nilai R2 yang disesuaikan sebesar 0,618 yang berarti 61,8 persen pendapatan pelabuhan bisa dijelaskan oleh faktor pelayanan barang dan listrik, faktor pelayanan kapal dan air, serta perubahan tarif, sedangkan 38,2 persen dijelaskan oleh variabel-variabel lain.

(42)

Nilai F hitung untuk model regresi adalah 50,522 (tabel 4.4.) dengan tingkat signifikan 0,000 di bawah 0,05.

Pada uji t ternyata semua variabel mempunyai nilai signifikan di bawah 0,05 (tabel 4.5.) sehingga faktor pelayanan barang dan listrik, faktor pelayanan kapal dan air, serta perubahan tarif berpengaruh positif terhadap pendapatan pelabuhan dengan tingkat kepercaan 95 persen.

Tabel 4.5. Nilai Uji t dan Signifikan Model Terbaik

Model t Sig.

1 (Constant) -6,132 0,000

Faktor Pelayanan Barang dan Listrik 3,705 0,000

Faktor Pelayanan Kapal dan Air 6,970 0,000

Perubahan_Tarif 7,081 0,000

Sumber: Hasil Olahan dengan SPSS 19.00 for windows

4.2.3. Pemeriksaan Asumsi Model

Hasil pengujian asumsi model regresi adalah sebagai berikut: 1. Asumsi Autokorelasi

Hasil penghitungan DW didapat nilai d = 1,926 sesuai ditunjukkan tabel 4.6. Nilai tersebut berada di daerah 1,732 < DW < 2,268 maka H0 diterima. Dengan demikian dapat diambil kesimpulan bahwa pada model tersebut tidak terjadi autokorelasi.

Tabel 4.6. Nilai Durbin-Watson

Model Durbin-Watson

1 1,926

(43)

2. Asumsi bahwa rata-rata kesalahan pengganggu sama dengan nol dapat dilihat pada tabel 4.7.

Tabel 4.7. Statistik Residual

Minimum Maximum Mean

Std.

Deviation N

Predicted Value

-2,1251247 2,1524251 0,0000000 0,79375042 93

Residual -0,84138727 2,31438875 0,00000000 0,60824360 93

Std. Predicted Value

-2,677 2,712 0,000 1,000 93

Std. Residual -1,361 3,742 0,000 0,984 93

Sumber: Hasil Olahan dengan SPSS 19.00 for windows

3. Asumsi Homokedastisitas Data

Dengan membuat plot antara nilai prediksi dengan nilai residualnya apakah menunjukkan pola tertentu. Dari hasil ploting data pada gambar 4.7. dapat dilihat bahwa pola penyebarannya tidak membentuk pola tertentu sehingga asumsi homokedastisitas dapat terpenuhi.

Sumber: Hasil Olahan dengan SPSS 19.00 for windows

(44)

4. Asumsi tidak ada multikolinieritas, yaitu tidak ada hubungan linier yang pasti antara variabel-variabel bebas. Dengan melihat nilai VIF pada tabel 4.8. ternyata semua nilainya lebih kecil dari 5, yang berarti tidak terjadi multikolinieritas dalam model regresi.

Tabel 4.8. Nilai Variance Inflation Factor (VIF)

Model Collinearity Statistics

Tolerance VIF

1 (Constant)

Faktor Pelayanan Barang dan Listrik 0,816 1,226

Faktor Pelayanan Kapal dan Air 0,999 1,001

Perubahan Tarif 0,815 1,227

Sumber: Hasil Olahan dengan SPSS 19.00 for windows 5. Asumsi Normalitas

Dari gambar 4.8. dapat dilihat bahwa data menyebar mendekati normal. Dengan nilai sebaran data terletak disekitar garis lurus maka dapat dikatakan persyaratan normalitas dapat terpenuhi.

Sumber: Hasil Olahan dengan SPSS 19.00

(45)

Setelah asumsi-asumsi model telah terpenuhi maka diperoleh model terbaik sesuai tabel 4.9. Model regresi terbaik adalah:

Y = -0,786 + 0,265 F1 + 0,450 F2 + 1,108 D + Ɛ dapat dianalisis sebagai berikut:

1. Koefisien regresi F1 (faktor pelayanan barang dan listrik) sebesar 0,265. Hal ini menunjukkan bahwa setiap kenaikan 1 persen faktor pelayanan barang dan listrik akan meningkatkan pendapatan pelabuhan sebesar 0,265 persen, dengan asumsi faktor lainnya tetap.

2. Koefisien regresi F2 (faktor pelayanan kapal dan air) sebesar 0,45. Hal ini menunjukkan bahwa setiap kenaikan 1 persen faktor pelayanan kapal dan air akan meningkatkan pendapatan pelabuhan sebesar 0,45 persen, dengan asumsi faktor lainnya tetap.

3. Koefisien regresi perubahan tarif (D) sebesar 1,108. Hal ini menunjukkan bahwa pendapatan pelabuhan akan meningkat sekitar 1,108 persen setelah adanya kebijakan kenaikan tarif.

Tabel 4.9. Nilai Koefisien Regresi

Model

Faktor Pelayanan Barang dan Listrik (F1) 0,265 0,071 0,265

Faktor Pelayanan Kapal dan Air (F2) 0,450 0,065 0,450

Perubahan Tarif (D) 1,108 0,156 0,506

(46)

5.1. Kesimpulan

Dari hasil analisis dan pembahasan dapat disimpulkan beberapa hal sebagai berikut:

1. Secara umum di Pelabuhan Sunda Kelapa terjadi penurunan jasa dermaga, jasa penumpukan, jasa air kapal dan jasa air umum rata-rata sebesar 4,22 persen; 6,24 persen; 4,52 persen dan 6,6 persen. Turunnya jasa pelayanan ini disebabkan antara lain karena:

a) Berpindahnya sebagian pemilik muatan dari sistem konvensional (curah) di Pelabuhan Sunda Kelapa ke petikemas melalui Pelabuhan Tanjung Priok,

b) Tidak dapat digunakannya areal penumpukan karena hujan dan banjir, c) Adanya perbaikan pipa air ke kapal sehingga jasa air kapal dilakukan

melalui sampan,

d) Banyaknya pelanggan yang memutuskan berhenti berlangganan air umum karena perusahaannya tutup.

(47)

3. Faktor yang paling dominan adalah faktor pelayanan barang dan listrik dengan persentase 32,821 persen. Variabel yang paling besar koefisiennya dalam faktor ini adalah jasa dermaga, jasa penumpukan, dan jasa listrik. 4. Dari hasil pengujian secara simultan diketahui bahwa dari ketiga variabel

bebas tersebut, yaitu faktor pelayanan barang dan listrik, faktor pelayanan kapal dan air, serta perubahan tarif berpengaruh positif terhadap pendapatan pelabuhan. Pengujian itu dilakukan dalam taraf uji 5 persen dengan nilai R2 disesuaikan sebesar 0,618.

5. Dari model regresi dapat diketahui bahwa kontribusi terbesar adalah dari

perubahan tarif. Apabila dilihat dari nilai koefisien regresi (β) yang telah

distandardisasikan maka secara berurutan variabel pertama sampai variabel ketiga adalah 0,265; 0,450; dan 0,506.

5.2. Saran

Dari kesimpulan di atas, untuk pengembangan Pelabuhan Sunda Kelapa dapat diberikan saran sebagai berikut:

1. Pihak Pelabuhan Sunda Kelapa perlu melakukan perbaikan fasilitas dermaga, gudang dan lapangan penumpukan, pipa air kapal dan instalasi lainnya yang rusak sehingga jasa pelayanan pelabuhan dapat dimanfaatkan secara optimal. 2. Karena faktor pelayanan barang dan listrik serta perubahan tarif merupakan

(48)

a) perlu lebih fokus melakukan peningkatan fasilitas dan pelayanan disektor jasa dermaga, jasa penumpukan dan jasa listrik melalui perbaikan fasilitas serta layanan prima.

b) dapat mengusulkan kepada PT. (Persero) Pelabuhan Indonesia II untuk meningkatkan tarif jasa pelayanan pelabuhan, seiring perbaikan dan peningkatan pelayanan pihak pelabuhan yang semakin baik.

3. Perlu transparansi dalam penentuan perubahan tarif dalam setiap kegiatan jasa pelayanan di Pelabuhan Sunda Kelapa sehingga terdapat rasionalitas yang dapat dipahami mengenai fluktuasi pendapatan Pelabuhan Sunda Kelapa itu sendiri.

(49)

OLEH

EDWIN TRIYOGA H14114007

DEPARTEMEN ILMU EKONOMI

FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

(50)

Krisis Moneter Dengan Kondisi Krisis Moneter Di Pelabuhan Laut Utama. [Skripsi] Sekolah Tinggi Ilmu Statistik, Jakarta.

Chaniago, N. 2002. “Analisis Kinerja Pelabuhan Sunda Kelapa Dalam Mempertahankan Dan Meningkatkan Perannya Di Masa Mendatang”. Buletin Transportasi Laut, Vol. 3 No. 8.

Djeffri. 2009. Analisis Pengaruh Produktivitas Bongkar Muat Barang Terhadap Kinerja Pelabuhan Sunda Kelapa. [Skripsi] Sekolah Tinggi Manajemen Transportasi Trisakti, Jakarta.

Gujarati, D. 1997. Ekonometrika Dasar. Zain dan Sumarno [penerjemah]. Erlangga, Jakarta.

Istidjab, dan Maun. 2008. “Pengaruh Produktivitas Bongkar Muat Terhadap Kinerja Operasional Pelabuhan Makasar”. Jurnal Manajemen Transportasi, Volume 9 No. 1.

Noor, H. F. 2007. Ekonomi Manajerial. PT. Rajagrafindo Persada, Jakarta.

Pelindo II, PT. 2004. Sistem Informasi Manajemen Operasional Pelabuhan. PT. Pelindo II Cabang Sunda Kelapa, Jakarta.

--- . 2005. Sistem Informasi Manajemen Operasional Pelabuhan. PT. Pelindo II Cabang Sunda Kelapa, Jakarta.

--- . 2006. Sistem Informasi Manajemen Operasional Pelabuhan. PT. Pelindo II Cabang Sunda Kelapa, Jakarta.

--- . 2007. Sistem Informasi Manajemen Operasional Pelabuhan. PT. Pelindo II Cabang Sunda Kelapa, Jakarta.

--- . 2008. Sistem Informasi Manajemen Operasional Pelabuhan. PT. Pelindo II Cabang Sunda Kelapa, Jakarta.

--- . 2009. Sistem Informasi Manajemen Operasional Pelabuhan. PT. Pelindo II Cabang Sunda Kelapa, Jakarta.

(51)

--- . 2011. Sistem Informasi Manajemen Operasional Pelabuhan. PT. Pelindo II Cabang Sunda Kelapa, Jakarta.

Priyatno, D. 2010. Paham Analisa Statistik Data dengan SPSS. MediaKom, Yogyakarta.

Ray, D. 2008. Reformasi Sektor Pelabuhan Indonesia dan UU Pelayaran Tahun 2008. USAID, Jakarta.

Santoso, S. 2010. Statistik Multivariat Konsep dan Aplikasi dengan SPSS. PT. Elex Media Komputindo, Jakata.

Sunarto. 2009. “Kajian Perbedaan Tingkat Kinerja Pelayanan Kapal dan Barang Pada Pelabuhan Belawan dengan Makasar”. Jurnal Penelitian Transportasi Laut, Volume 11 No. 4.

Teteng, A. K. 2009. “Efisiensi Kinerja dan Biaya Pelabuhan Terhadap Ekspor Barang Melalui Angkutan Laut”. Jurnal Manajemen Transportasi, Volume 10 No. 3.

Utami, T. K. 2009. “Analisis Ketepatan Waktu dan Kenyamanan Terhadap Peningkatan Kinerja Pelayanan Angkutan Laut Penumpang di Pelabuhan Tanjung Priok”. Jurnal Penelitian Transportasi Laut, Volume 11 No. 3. Widarjono, A. 2010. Analisis Statistika Multivariat Terapan. PT. STIM YKPN,

(52)

OLEH

EDWIN TRIYOGA H14114007

DEPARTEMEN ILMU EKONOMI

FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

(53)

Pelabuhan Sunda Kelapa juga memiliki peran sebagai matarantai pelabuhan-pelabuhan lain di Indonesia antara lain Teluk Bayur, Jambi, Pulau Baai, Panjang, Pangkal Balam, Tanjung Pandan dan Pontianak. Namun fenomena yang terjadi menggambarkan kurun waktu tahun 2004-2010 pendapatan Pelabuhan Sunda Kelapa mengalami kenaikan, tetapi pada periode yang sama justru volume bongkar muat barang dan kunjungan kapal cenderung mengalami penurunan. Mengingat volume bongkar muat barang dan kunjungan kapal merupakan kegiatan utama di pelabuhan, yang seharusnya berdampak langsung terhadap penerimaan pendapatan pelabuhan.

Penelitian ini bertujuan memberi gambaran perkembangan jasa pelayanan di Pelabuhan Sunda Kelapa, mengidentifikasi faktor-faktor jasa pelayanan pelabuhan yang dominan dan menganalisis kontribusi dari faktor-faktor yang memengaruhi pendapatan pelabuhan. Penelitian ini menggunakan metode analisis deskriptif untuk mengetahui gambaran jasa pelayanan pelabuhan. Analisis komponen utama dan analisis faktor digunakan untuk mendapatkan faktor-faktor jasa pelayanan pelabuhan yang dominan. Sedangkan analisis regresi linier berganda digunakan untuk mengkaji faktor-faktor jasa pelayanan dominan yang terbentuk ditambah dengan variabel perubahan tarif (dummy) terhadap pendapatan pelabuhan.

Dari hasil pengolahan dengan analisis komponen utama dan analisis faktor, menunjukkan bahwa faktor yang terbentuk adalah faktor pelayanan barang dan listrik serta faktor pelayanan kapal dan air. Kedua faktor ini dapat menjelaskan keragaman sebesar 54,997 persen dari keragaman total. Faktor pelayanan barang dan listrik merupakan faktor dominan dengan persentase keragaman sebesar 32,821 persen.

Analisis regresi linier berganda, menunjukkan bahwa tiga variabel yang berpengaruh signifikan terhadap pendapatan pelabuhan adalah faktor pelayanan barang dan listrik, faktor pelayanan kapal dan air, serta perubahan tarif. Dari model regresi tersebut diketahui bahwa kontribusi terbesar terhadap pendapatan pelabuhan adalah perubahan tarif dengan nilai koefisien regresi yang telah terstandardisasi sebesar 0,506.

(54)

Oleh

EDWIN TRIYOGA H14114007

Skripsi

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ilmu Ekonomi

DEPARTEMEN ILMU EKONOMI

FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

(55)

NRP : 14114007

dapat diterima sebagai syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor.

Menyetujui, Dosen Pembimbing

Dr. Alla Asmara NIP. 19730113 199702 1 001

Mengetahui,

Ketua Departemen Ilmu Ekonomi

Dedi Budiman Hakim, Ph.D. NIP. 19641022 198903 1 003

(56)

HASIL KARYA SAYA SENDIRI YANG BELUM PERNAH DIGUNAKAN SEBAGAI SKRIPSI ATAU KARYA ILMIAH PADA PERGURUAN TINGGI ATAU LEMBAGA MANAPUN.

Bogor, November 2011

(57)

memberi penulis nama Edwin Triyoga. Tepatnya, ketika penulis lahir di Surabaya pada tanggal 4 November 1981. Penulis merupakan anak ketiga dari tiga bersaudara.

Penulis dibesarkan di kota Surabaya, dan menyelesaikan pendidikan formal dari tingkat sekolah dasar sampai dengan sekolah menengah umum di kota tersebut. Pendidikan dasar penulis diawali di Sekolah Dasar Katolik Karitas II hingga tahun 1991, Sekolah Dasar Manukan Kulon I Surabaya lulus pada tahun 1994, Sekolah Menengah Pertama Negeri 2 Surabaya lulus pada tahun 1997, dan Sekolah Menengah Umum Negeri 5 Surabaya diselesaikan pada tahun 2000.

Pendidikan tinggi penulis ditempuh di Sekolah Tinggi Ilmu Statistik, Jakarta dan lulus pada tahun 2004. Pada tahun 2011 penulis diterima di Institut Pertanian Bogor melalui Program S2 Penyelenggaraan Khusus BPS-IPB di Departemen Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Manajemen. Sebelum menempuh pendidikan pasca sarjana penulis menjalani program alih jenjang Fakultas Ekonomi dan Manajemen IPB.

(58)

dengan rahmat dan petunjuk-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Analisis Faktor-Faktor Dominan Yang Memengaruhi Pendapatan Pelabuhan Sunda Kelapa Tahun 2004-2011” tepat pada waktunya. Meski demikian, penulis sangat menyadari bahwa dalam penulisan skripsi ini masih banyak kekurangan dikarenakan berbagai keterbatasan, maka penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun guna perbaikan penulisan skripsi ini.

Tak lupa penulis menyampaikan rasa terima kasih kepada:

1. Dr. Alla Asmara sebagai pembimbing skripsi yang telah memberikan bimbingan dan arahan sampai selesainya skripsi ini.

2. Dr. Muhammad Findi A. dan Deni Lubis, M.Ag. yang telah menguji skripsi ini, atas saran dan kritik yang berharga untuk penyempurnaan tulisan ini.

3. Seluruh dosen, staf pengajar, dan karyawan/wati di Departemen Ilmu Ekonomi, FEM IPB.

4. Teman-teman di kelas khusus BPS-IPB Batch 4 yang tidak bisa penulis sebut satu per satu.

5. Badan Pusat Statistik Provinsi Papua Barat yang telah mengijinkan dan mendukung penulis untuk menimba ilmu di Institut Pertanian Bogor.

6. Semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan skripsi ini.

Teriring rasa terima kasih penulis yang tak terkira kepada orang tua atas kasih sayang dan dukungannya selama ini. Akhirnya, semoga skripsi ini bermanfaat dan membantu bagi yang memerlukan.

Bogor, November 2011

(59)

Halaman

II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN………... 7

2.1. Landasan Teori... 7 Konsep Jasa Pelayanan Pelabuhan………...

8 9 2.2. Penelitian Terdahulu... 10 2.3. III. METODOLOGI PENELITIAN... 14 3.1. Jenis dan Sumber Data... 14 3.2. Metode Analisis... 14 3.2.1. Analisis Deskriptif... 14 3.2.2. Analisis Komponen Utama ... 15 3.2.3.

3.2.4.

Analisis Faktor... Analisis Regresi Linier Berganda………. 3.2.4.1. Penyusunan Model……….. 3.2.4.2. Pemeriksaan Asumsi Model……… 3.2.4.3. Teknik Pemeriksaan Asumsi Model……… 3.2.4.4. Pengujian terhadap Model Regresi……….. 3.2.4.5. Pemilihan Model Regresi Terbaik………...

(60)

4.1.1. Pendapatan Pelabuhan……… 4.1.2. Jasa Labuh……….. 4.1.3. Jasa Tambat……… 4.1.4. Jasa Dermaga………. 4.1.5. Jasa Penumpukan………... 4.1.6. Jasa Air Kapal dan Air Umum………... 4.2. Faktor-Faktor Jasa Pelayanan yang Memengaruhi Pendapatan………...

4.2.1. Faktor Jasa Pelayanan Pelabuhan Dominan……….. 4.2.2. Kontribusi Faktor Dominan terhadap Pendapatan……… 4.2.3. Pemeriksaan Asumsi Model………..

(61)

Nomor Halaman 4.1.

4.2.

Nilai KMO dan Uji Bartlett………. Akar Ciri dan Persentase Keragaman Dua Komponen Utama………

38 38 4.3. Faktor Pembobot Hasil Rotasi (Rotated Loading Factor) untuk

Masing-Masing faktor Terbentuk………... 39 4.4. Nilai Koefisien Determinasi (R2), Koefisien Determinasi yang

Disesuaikan (Adjusted R2), Standar Error, Uji F... 41 4.5. Nilai Uji t dan Signifikan Model Terbaik………... 42 4.6. Nilai Durbin-Watson……… 42 4.7. Statistik Residual………. 43 4.8.

4.9.

Nilai Collinearity Statistic (VIF)………. Nilai Koefisien Regresi………

(62)

Nomor Halaman 1.1. Perkembangan Pendapatan, Volume Bongkar Muat Barang dan Kunjungan Kapal

di Pelabuhan Sunda Kelapa Tahun 2004 - 2011... 4 2.1. Kerangka Pemikiran... 12 4.1. Perkembangan Pendapatan di Pelabuhan Sunda Kelapa Tahun 2004 - 2010……... 29 4.2. Perkembangan Jasa Pelayanan Labuh di Pelabuhan Sunda Kelapa Tahun

2004 - 2011………...………..………….. 30

4.3. Perkembangan Jasa Pelayanan Tambat di Pelabuhan Sunda Kelapa Tahun

2004 - 2011………...………... 32 4.4. Perkembangan Jasa Pelayanan Dermaga di Pelabuhan Sunda Kelapa Tahun

2004 - 2011………... 33 4.5. Perkembangan Jasa Pelayanan Penumpukan di Pelabuhan Sunda Kelapa Tahun

2004 - 2011………... 34 4.6. Perkembangan Jasa Pelayanan Air Kapal dan Air Umum di Pelabuhan Sunda

Kelapa Tahun 2004 - 2011... 35 4.7. Perkembangan Jasa Pelayanan Listrik di Pelabuhan Sunda Kelapa Tahun

2004 - 2011………..………... 37

4.8. Diagram Pencar antara Regression Standardized Residual dengan Regression

Standardized Predicted Value………... 43 4.9. Diagram Pencar antara Probabilita Kumulatif Residual dengan Probabilta

(63)

Nomor Halaman 1. Nilai KMO dan Uji Bartlett... 52 2. Tabel Akar Ciri dan Persentase Keragaman Dua Komponen Utama…... 52 3. Faktor Pembobot Hasil Rotasi untuk Masing-masing Faktor Terbentuk……... 53 4. Diagram Komponen Utama Hasil Rotasi…………..………..………….. 53 5. Nilai R2, R2 Disesuaikan, Standar Error dan Durbin-Watson………. 54

6. Nilai Jumlah Kuadrat dan Uji F……… 54

7. Nilai Koefisien Regresi dan Uji t……….. 54

8. Uji Asumsi Multikolinieritas……… 55

9. Output Analisis Regresi Linier Berganda………. 55

10. Uji Normalitas………... 56

(64)

1.1. Latar Belakang

Globalisasi/liberalisasi khususnya sektor perdagangan serta pelaksanaan otonomi daerah akan memicu peningkatan ekonomi serta mengembangkan potensi yang dimiliki daerah. Dampak selanjutnya akan terjadi peningkatan arus barang dan mobilitas orang. Hal ini memerlukan dukungan transportasi baik darat, laut maupun udara. Sebagai Negara kepulauan, transportasi laut merupakan moda yang memegang peranan sangat penting, terutama untuk mengangkut dan distribusi barang (Ayatulloh, 2001).

Menurut Undang-Undang Republik Indonesia No. 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran, kegiatan kepelabuhan meliputi segala sesuatu yang berkaitan dengan pelaksanaan fungsi pelabuhan untuk menunjang kelancaran, keamanan, dan ketertiban arus lalu lintas kapal, penumpang dan/atau barang, keselamatan dan keamanan berlayar, tempat perpindahan intra dan/atau antarmoda serta mendorong perekonomian nasional dan daerah dengan teteap memperhatikan tata ruang wilayah.

(65)

a) Fungsi titik temu (Interface), yaitu pelabuhan laut berfungsi sebagai terminal perpindahan barang dari dua atau lebih sistem transportasi yang berbeda, antara lain transportasi laut dan transportasi darat termasuk angkutan sungai (inlandwaterways);

b) Fungsi Link, yaitu fungsi pelabuhan yang dipandang sebagai salahsatu matarantai dalam proses transportasi mulai dari tempat asal barang sampai tujuan;

c) Fungsi pintu gerbang (Gateway), yaitu fungsi pelabuhan sebagai pintu gerbang suatu negara atau wilayah; dan

d) Fungsi Industrial Entity, yaitu fungsi pelabuhan sebagai penyedia fasilitas termasuk pengembangan kawasan pelabuhan dan self generating cargo untuk meningkatkan efektivitas dan efisiensi (Teteng, 2009).

Menurut statusnya pelabuhan laut dibedakan menjadi pelabuhan laut yang diusahakan yaitu pelabuhan laut yang dikelola oleh PT. (Persero) Pelabuhan Indonesia yang berjumlah sekitar 79 pelabuhan dan pelabuhan laut yang tidak diusahakan yaitu pelabuhan laut yang dikelola oleh Unit Pelaksana Teknis (UPT) kantor pelabuhan Direktorat Jenderal Perhubungan Laut yang berjumlah sekitar 193 pelabuhan. Dari seluruh pelabuhan tersebut, hal yang cukup menarik untuk dicermati adalah Pelabuhan Sunda Kelapa dibawah pengelolaan PT. (Persero) Pelabuhan Indonesia II yang berkedudukan di Jakarta.

(66)

diangkut keseluruh penjuru tanah air. Kegiatan kepelabuhan yang dilaksanakan di pelabuhan Sunda Kelapa sebagian masih menggunakan tenaga manusia (manual handling) sehingga semakin menarik untuk dicermati. Selain itu Jakarta merupakan pusat perdagangan dan industri yang didukung sarana transportasi untuk mendorong laju perekonomian di daerah Sumatra dan Kalimantan. Pelabuhan Sunda Kelapa juga memiliki peran sebagai matarantai pelabuhan-pelabuhan lain di Indonesia antara lain Teluk Bayur, Jambi, Pulau Baai, Panjang, Pangkal Balam, Tanjung Pandan, dan Pontianak.

Beberapa studi telah dilakukan untuk melihat kinerja Pelabuhan Sunda Kelapa. Penelitian yang dilakukan Chaniago (2002) melihat perkembangan kunjungan kapal, volume bongkar muat, kunjungan wisatawan asing, arus penumpang dan tingkat pelayanan. Dari penelitian tersebut disimpulkan bahwa kinerja Pelabuhan Sunda Kelapa mengalami penurunan sejak terjadinya krisis ekonomi di Indonesia tahun 1997/1998. Tetapi penelitian ini kurang mendalam karena hanya menggunakan analisis deskriptif. Djeffri (2009) dalam penelitiannya menunjukkan bahwa produktivitas bongkar muat barang berpengaruh positif terhadap kinerja Pelabuhan Sunda Kelapa. Produktivitas bongkar muat diukur menggunakan ship output dan lama kapal di pelabuhan atau port stay salah satu diantaranya menggunakan berthing time.

(67)

persen. Sedangkan volume bongkar muat barang di Pelabuhan Sunda Kelapa cenderung mengalami penurunan sejak tahun 2004 sampai tahun 2010. Volume bongkar muat barang mencapai 4,324 juta ton/m3 lebih pada tahun 2004, menjadi 3,651 juta ton/m3 lebih pada tahun 2010 atau turun sebesar 15,56 persen. Untuk kunjungan kapal juga mengalami penurunan sejak tahun 2004 sampai tahun 2010. Kunjungan kapal mencapai 3,735 juta GT lebih pada tahun 2004, menjadi 3,346 juta GT lebih pada tahun 2010 atau turun sebesar 10,41 persen.

Sumber: PT. (Persero) Pelabuhan Indonesia II Cabang Sunda Kelapa, diolah.

Gambar 1.1. Perkembangan Pendapatan, Volume Bongkar Muat Barang dan Kunjungan Kapal di Pelabuhan Sunda Kelapa Tahun 2004-2010 Fenomena di atas memberikan gambaran nyata, bahwa saat pendapatan Pelabuhan Sunda Kelapa mengalami kenaikan pada kurun waktu tahun 2004-2010, volume bongkar muat dan kunjungan kapal justru mengalami penurunan pada periode tahun yang sama. Sedangkan volume bongkar muat dan kunjungan

0

2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010

(68)

kapal merupakan kegiatan utama yang dilakukan di pelabuhan, yang secara langsung akan berdampak terhadap penerimaan pendapatan pelabuhan.

1.2. Perumusan Masalah

Fenomena perkembangan pendapatan di Pelabuhan Sunda Kelapa jauh berbeda dengan fenomena perkembangan volume bongkar muat barang dan kunjungan kapal secara umum. Sedangkan bongkar muat barang dan kunjungan kapal merupakan kegiatan utama pelabuhan dalam menghasilkan pendapatan bagi pelabuhan. Di sisi lain ditengarai terdapat kegiatan pelayanan pelabuhan lainnya selain bongkar muat barang dan kunjungan kapal, yang memberikan kontribusi penerimaan pendapatan cukup besar saat pelayanan bongkar muat barang dan kunjungan kapal secara umum mengalami penurunan.

Berdasarkan uraian di atas, maka permasalahan yang dibahas dalam penelitian ini adalah:

1. Bagaimana perkembangan jasa pelayanan pelabuhan di Sunda Kelapa selama tahun 2004–2011?

2. Faktor-faktor jasa pelayanan pelabuhan apa yang dominan terhadap pendapatan Pelabuhan Sunda Kelapa?

3. Seberapa besar kontribusi masing-masing faktor yang terbentuk dan faktor apa yang paling besar kontribusinya?

1.3. Tujuan Penelitian

(69)

1. Menggambarkan perkembangan jasa pelayanan pelabuhan di Sunda Kelapa selama tahun 2004-2011.

2. Mengidentifikasi faktor-faktor jasa pelayanan pelabuhan yang dominan memengaruhi pendapatan Pelabuhan Sunda Kelapa.

3. Menganalisis kontribusi dari faktor-faktor yang memengaruhi pendapatan Pelabuhan Sunda Kelapa.

1.4. Manfaat Penelitian

Manfaat yang ingin dicapai dari hasil penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Bagi Pelabuhan Sunda Kelapa, penelitian ini dapat dijadikan sebagai informasi berharga dalam meningkatkan faktor-faktor jasa pelayanan dan pendapatan.

2. Bagi pihak lain yang berkepentingan, penelitian ini dapat digunakan sebagai informasi untuk penelitian yang sejenis dan pelengkap atas beberapa penelitian atau studi terdahulu khususnya yang berkaitan dengan analisis kinerja Pelabuhan Sunda Kelapa.

(70)

2.1. Landasan Teori

2.1.1. Tata Kelola Pelabuhan

Berdasarkan Keputusan Menteri Perhubungan No. KM 55 Tahun 2002 tentang Pengelolaan Pelabuhan, pelabuhan merupakan tempat yang terdiri dari daratan dan perairan disekitarnya dengan batas-batas tertentu sebagai tempat kegiatan lalu lintas kapal atau turun naik penumpang atau bongkar muat barang berupa barang, hasil produksi sesuai dengan jenis usaha pokoknya.

Pelabuhan sebagai tumpuan kegiatan ekonomi dan kegiatan pemerintah, merupakan sarana untuk menyelenggarakan pelayanan jasa kepelabuhan dalam menunjang penyelenggaraan angkutan laut. Sebagai daerah lingkungan kerja ekonomi, keberadaan pelabuhan mempunyai peranan penting dan strategis untuk pertumbuhan industri dan perdagangan sehingga pelabuhan dapat dikatakan sebagai pintu gerbang perekonomian Negara (Suganda, 2001).

(71)

(Persero) Pelabuhan Indonesia I, II, III dan IV. Selain itu, terdapat juga 614 pelabuhan diantaranya berupa Unit Pelaksana teknis (UPT) atau pelabuhan non-komersial yang cenderung tidak menguntungkan dan hanya sedikit bernilai strategis. Selain itu, tarif yang berlaku di pelabuhan ditentukan oleh Pemerintah, dikenakan secara standar terhadap pelabuhan-pelabuhan sehinggga mengurangi peluang persaingan.

2.1.2. Lalu Lintas Pelabuhan

Sekitar 90% perdagangan dalam dan luar negeri Indonesia diangkut melalui laut. Indonesia tidak memiliki pelabuhan pindah muat (trans-shipment) yang mampu mengakomodasi kebutuhan kapal-kapal besar. Bahkan, sebagian besar perdagangan di Indonesia harus dipindahmuatkan melalui pelabuhan penghubung di tingkat daerah.

2.1.3. Konsep Pendapatan

(72)

2.1.4. Konsep Jasa Pelayanan Pelabuhan

Secara garis besar, dalam kaitannya dengan jasa pelayanan pelabuhan, terdiri sebagai berikut (Teteng, 2009):

1. Jasa labuh adalah jasa pelayanan kapal yang berlabuh jangkar di perairan pelabuhan untuk waktu yang singkat menunggu kesempatan untuk memasuki pelabuhan. Tarif jasa labuh didasarkan pada gross register ton dari kapal yang dihitung per 10 hari.

2. Jasa tambat adalah jasa pelayanan kapal yang singgah di pelabuhan untuk jangka waktu relatif lama dan tidak melakukan kegiatan bongkar muat. Tarif jasa tambat didasarkan pada gross register ton etmal, etmal disini merupakan istilah pelabuhan untuk waktu 24 jam.

3. Jasa dermaga adalah jasa pelayanan bagi kapal yang bersandar di dermaga untuk melakukan kegiatan bongkar muat. Tarif jasa dermaga didasarkan pada ton/m3 barang.

4. Jasa penumpukan adalah jasa pelayanan dari suatu areal dalam gudang maupun lapangan terbuka yang digunakan pihak pelabuhan untuk melakukan penumpukan barang. Tarif jasa penumpukan didasarkan pada ton/m3 barang dan hari lamanya penumpukan.

5. Jasa air kapal adalah jasa pelayanan air yang dihasilkan pelabuhan untuk keperluan kapal. Tarif jasa air kapal didasarkan pada m3.

Gambar

Gambar 1.1. Perkembangan Pendapatan, Volume Bongkar Muat Barang dan
Gambar 2.1. Kerangka Pemikiran
Gambar 4.1.  Perkembangan Pendapatan di Pelabuhan Sunda Kelapa   Sumber: Laporan Keuangan PT
Gambar 4.2.  Perkembangan Jasa Labuh di Pelabuhan Sunda Kelapa
+7

Referensi

Dokumen terkait

Pada dasarnya, pembuatan keju merupakan proses yang terkonsentrasi, dimulai dengan koagulasi protein susu (kasein) dan diproses melalui tahap-tahap yang didesain untuk

Kualitas pelayanan akan menjadi dasar konsumen untuk lebih tertarik terhadap sebuah produk atau jasa ditambah lagi dengan harga yang sesuai dengan apa yang didapatkan oleh konsumen

Perlu ketelitian yang tinggi agar tidak terjadi deviasi yang besar antara elemen yang satu dengan elemen yang lain, sehingga tidak menyulitkan dalam pemasangan

Araştırmaya katılan okul müdürlerinin % 80’i yeni ilköğretim programının uygulanması ile ilgili okullarında karar alırken sorunlar yaşadığını, % 20’si

Puskesmas Kare melaksanakan sebagian besar program pokok Puskesmas Kare melaksanakan sebagian besar program pokok Puskesmas, namun dalam P O A ini hanya membahas

2.3.1 Sel Elektrolisis Elektrolisis adalah peristiwa penguraian elektrolit dalam sel elektrolisis oleh arus listrik.Dalam sel volta/galvani, reaksi oksidasi reduksi

DP ( 12. ), yang menunjukkan bahwa laju disolusi dispersi solida dalam berbagai perbandingan lebih. besar bila dibandingkan dengan

Berdasarkan hasil penelitian pada tabel 4.2 sebelum pendidikan kesehatan dapat diketahui sebagian besar atau sebanyak 14 siswi (70%) memiliki tingkat pengetahuan