• Tidak ada hasil yang ditemukan

Radikal yang Baik

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Radikal yang Baik"

Copied!
3
0
0

Teks penuh

(1)

Radikal yang Baik

Fenomenalnya Islamic State of Iraq and Syiria (ISIS) dalam merekrut banyak warga negara Indonesia (WNI) untuk dikirim ke medan laga membikin Pemerintah kelabakan. Bagaimana tidak, mata dunia mengenal ISIS sebagai organisasi gila perang dan kerap menyiksa siapapun orang tidak sepaham yang ditemuinya, bahkan juga dibunuh. Tentunya, Pemerintah tidak mau Indonesia kena cap sebagai negara sarang manusia kejam yang sewaktu-waktu siap dikirim untuk mengganggu perdamaian dunia. Apalagi sejak didirikannya, negara ini berteguh prinsip bhinneka tunggal ika. Jadi, apabila ada segerombolan WNI yang rela bergabung ISIS demi menegakkan daulah islamiyah, itu wujud kecolongan ideologi berbangsa. Langkah tepat Pemerintah ialah mengantisipasinya.

ISIS memang kejam. Dokumentasi kekejaman terhadap orang luar komunitasnya jamak ditemui di banyak media. Pihak ISIS pun merasa merasa gagah serta tak sungkan mengunggah video pembantaiannya ke dunia maya. Belum lama ini pada Mei 2016, tersebar dokumentasi ihwal kelakuan ISIS membunuh 16 warga kristen di Libya. Penyebabnya, karena mereka yang dibunuh tersebut menolak berpindah agama. Jauh sebelumnya, ISIS telah membantai banyak pemuka agama, jurnalis, dan warga sipil yang tak berkepentingan politis sekalipun. Maka pantaslah bila ISIS dikecam sana-sini.

Mengetahui bahwa tak sedikit WNI bergabung ISIS, turut membangun konsolidasi masyarakat sipil dengan otoritas akan kewaspadaan eksistensi ISIS yang katanya berhaluan “radikal”. Berbondong-bondong warga kampung hingga institusi pemerintah memasang spanduk “menolak ISIS dan segala bentuk radikalisme”. Seminar bertajuk “deradikalisasi” pun menjadi proyek menjanjikan di kampus-kampus. Setidaknya, berbagai elemen sosial sadar bahwa masih banyak orang perlu disadarkan supaya tidak terperosok oleh fanatisme buta perusak toleransi; pengganggu ketentraman umat dunia. Tapi kenapa harus menggunakan diksi “deradikalisasi” untuk dijunjung sehingga harus meminggirkan makna baik “radikalisasi”?

Sebagai penggemar toleransi dan perindu kedamaian, saya mengapresiasi baik upaya otoritas untuk melindungi warganya dari tindakan kejam kelompok macam ISIS. Saya juga sadar bahwa tidak semua masyarakat kita gemar mengulik makna di balik kata sehingga jarang ada yang peduli akan penyempitan makna dan peyorasi (pemburukan) atas “radikal”. Dalam surat ini, saya mengajak pembaca untuk merefleksikan secara kritis tentang radikalisme yang pada dasarnya identik dengan urusan pergerakan atau perjuangan mewujudkan (mengubah) sebuah tatanan.

(2)

penghidupan sendiri yang berdikari, dan menentang habis-habisan kebiasaan penguasa licik adalah bentuk perjuangan radikal (radikalisme).

Radikalisme sudah bukan hal asing lagi di negeri ini bahkan sejak era prakemerdekaan, banyak tokoh perjuangan nasional dicap “radikal” oleh rezim kolonialis-imperialis. Salah satunya ialah Ki Hadjar Dewantara. Pahlawan pendidikan nasional tersebut kerap membangkang rezim Hindia Belanda melalui pers dan gerakan sosial-politik. Ketika Hindia Belanda menerbitkan aturan “ordonasi sekolah liar” yang menyasar kepada perguruan Taman Siswa, beliau menolak untuk tunduk menutup sekolah yang didirikannya. Tiada lain untuk mencerdaskan dan mendidik anak bangsa supaya tidak mau lagi terjajah dan menghayati bahwa nilai-nilai lokal lebih baik dibanding dogma-dogma versi penjajah dari bangsa barat.

Apa yang diusung oleh Ki Hadjar Dewantara senada dengan pendapat esais sosio-humaniora Muhammad Al-Fayyadl pada artikel berjudul Kejujuran yang Brutal Bukan Deradikalisasi di situs Islambergerak.com. Fayyadl berpendapat bahwa jiwa radikal dibutuhkan supaya kita mengingat komunitas akar kita berasal; nilai-nilai kearifan lokal lebih baik dipertahankan dan untuk melawan ketidakadilan tidak dibutuhkan deradikalisasi. Ia menyoroti kenaifan memaknai radikalisme versi otoritas dan ormas yang berimbas pada kesemerawutan makna di tataran masyarakat awam; latah fobia radikalisme.

Filsuf sosial sekaliber Alan Badiou pun sampai mengomentari kegamangan masyarakat dunia dalam mengantisipasi radikalisme. Melalui pidatonya yang berjudul Our Wound is Not Recent dalam rangka menanggapi tragedi teror ISIS di Paris, November 2015, ia lebih sepakat dengan istilah fascization (menjadi fasis) daripada radicalization guna menyebut aksi-aksi teror ISIS.

Saya sendiri sebagai pihak yang perihatin akan tragedi teror dan intoleransi, pun menyepakati istilah “fasis” daripada “radikal” untuk menyebut perbuatan jahanam simpatisan ISIS. Karena apabila dirujuk secara radikal, Islam memiliki prinsip amar ma’ruf nahi munkar sekaligus rahmatan lil ‘alamin yang tidak sewenang-wenang dalam bertindak demi kebaikan bersama umat manusia. Artinya, Islam adalah agama pembebasan; pewujud kedamaian yang menolak segala bentuk penindasan dan memperjuangkan mustadh’afin (kaum lemah). Begitulah radikalisme yang tepat dalam kajian yang saya pelajari. Dan sudah jelas bahwa ISIS mengeksploitasi keislaman sebagai ambisi kekuasaan, bukan sebagai agama perjuangan.

(3)

Taufik Nurhidayat

Sekretaris Jenderal Perhimpunan Pers Mahasiswa Indonesia (PPMI) Dewan Kota Yogyakarta, pegiat literasi amatir.

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan koordinasi mata tangan, kekuatan lengan dan kekuatan tungkai terhadap kemampuan passing bawah dalam cabang olahraga

Water Quality Modeling of Urban Rivers: Case Study of Cikapundung River, Bandung, Indonesia.. Yonik Meilawati Yustiani a  , Leony

Telah pula dapat ditunjukkan bahwa kadar total kurkuminoid yang diekstrak dari simplisia kering memiliki kuantitas lebih banyak daripada temulawak segar (dari berat segar yang

SRI International telah mengembangkan program yang disebut VALS1 (value and life style 1) untuk mengukur gaya hdup ditinjau dari aspek nilai cultural yaitu (1) outer

Dari hasil uji f untuk disiplin kerja dan lingkungan kerja diperoleh nilai f_ hitung > f_ tabel (42,776>3,682) dengan nilai signifikasi lebih kecil dari 0,05, maka dapat

Hasil analisis bivariat menunjukkan ada hubungan antara pemakian kondom dengan kejadian KA pada PSK (p=0,005), dimana PSK yang berhubungan seks dengan mitra seks yang tidak

Pada Desember 96 Ramanathan Guha dari Apple mengusulkan sebuah proyek dengan nama Project Sauce/X dengan format MCF (Meta Content Framework) yang merupakan ide awal untuk

Tujan dari tugas akhir ini yaitu perencanaan ulang struktur baja dengan mengkaji ulang pemodelan struktur baja 2D dengan menggunakan Structure Analisis Programe (SAP 2000