• Tidak ada hasil yang ditemukan

Komunikasi Adaptasi dalam Pernikahan Beda Suku (Studi Etnografi Komunikasi Adaptasi dalam Pernikahan Suku Sunda dengan Suku Minangkabau di Kota Cimahi)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Komunikasi Adaptasi dalam Pernikahan Beda Suku (Studi Etnografi Komunikasi Adaptasi dalam Pernikahan Suku Sunda dengan Suku Minangkabau di Kota Cimahi)"

Copied!
71
0
0

Teks penuh

(1)

vi

Penelitian berjudul Komunikasi Adaptasi Pernikahan Beda Suku (Studi Etnografi Komunikasi Adaptasi Dalam Pernikahan Suku Sunda Dengan Suku Minangkabau Di Kota Cimahi).

Dalam mengerjakan Skripsi ini penulis menghadapi kesulitan serta hambatan baik teknis maupun non teknis. Namun atas izin Tuhan Yang Maha Esa, juga berkat usaha, doa, semangat, bantuan, bimbingan serta dukungan yang penulis terima dari berbagai pihak, akhirnya penulis dapat menyelesaikan Skripsi ini.

Penulis mengucapkan terima kasih dan rasa bangga kepada Ibunda tercinta yang selalu memberikan rasa kasih sayangnya dan semangat pada penulis dan juga memberikan doa serta dukungan moril maupun materi.

Terwujudnya Skripsi ini tidak lepas dari bantuan dan dukungan berbagai pihak. Oleh karena itu pada kesempatan ini perkenankan penulis mengucapkan rasa terima kasih yang sebesar-besarnya kepada yang terhormat:

1. Bapak Prof. Dr. Samugyo Ibnu Redjo, Drs., M.A selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Komputer Indonesia, yang telah membantu dalam hal surat izin dan surat-surat administrasi lainnya yang diajukan penulis.

(2)

vii

3. Ibu Melly Maulin P, S.Sos., M.Si., selaku Sekretaris Program Studi Ilmu Komunikasi dan Sekretaris Pelaksana Sidang Skripsi Tahun Akademik 2012-2013 juga sebagai dosen pembimbing penulis yang telah banyak memberikan pengetahuan dan berbagi ilmu serta wawasan selama penulis baik pada saat perkuliahan maupun proses bimbingan.

4. Ibu Desayu Eka Surya, S.Sos selaku Dosen wali IK-4 2009 yang senantiasa memberikan arahan, bimbingan, dan motivasi kepada penulis selama menjalani perkuliahan di Program Studi Ilmu Komunikasi.

5. Khususnya Kepada Ibu Rismawaty, S.Sos., M.Si., Bapak Sangra Juliano P., S.I.Kom., Bapak Inggar Prayoga, S.I.Kom., Bapak Adiyana Slamet., S.IP., M.Si., Bapak Ari Prasetyo, S.Sos., M.Si., Bapak Olih Solihin S.Sos., M.I.Kom., Ibu Tine Agustin Wulandari, S.I.Kom., Dr. HM. Ali Syamsuddin Amin, Drs., SAg., MSi seluruh dosen Ilmu Komunikasi yang telah mengajarkan penulis selama ini yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu. Yang telah memberikan ilmu dan pengetahuannya kepada penulis selama perkuliahan berlangsung.

(3)

viii

8. Sdr. Natacha Frederik W, Aditya PH, Bela Hafiz, Claudya Zahara, Rina Oktafia, Aghiep Alghifari, Nofitri, Eka Herliana, Fajri, Soni Alfajri, Febri Stall, Rama Dharma, Yozi Mefdindo, Niko Herdianto, Arya Guna, yang telah mengorbankan waktu, tenaga, dan perhatiannya dalam menghibur penulis dan membantu dalam berbagai hal hingga terselesaikannya Skripsi ini.

9. Sdr. Yuda Aditya yang telah memberikan semangat, nasehat dan motivasinya dalam menyelesaikan Skripsi ini.

10. Teman - Teman Humas 2 dan IK 4/ 2009 yang telah memberikan dukungan moril dan kekompakannya. Khususnya Natacha teman seperjuangan yang telah memberikan semangatnya.

11. Dan semua pihak, yang telah membantu yang tidak bisa disebutkan satu per satu, terima kasih atas doa dan dukungannya.

Akhir kata, penulis berharap semoga Skripsi ini dapat berguna yang dimasa yang akan datang, Terimakasih.

Bandung, Agustus 2013 Penulis

Rina Fikriza

(4)

ix DAFTAR ISI

Halaman

LEMBAR PENGESAHAN ... .i

LEMBAR PERNYATAAN ... ii

MOTTO ... iii

ABSTRAK ... iv

ABSTRACT ... v

KATA PENGANTAR ... vi

DAFTAR ISI ... ix

DAFTAR TABEL ... xii

DAFTAR GAMBAR ... xiv

DAFTAR LAMPIRAN ... xv

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah ... 1

1.2. Rumusan Masalah ... 9

1.2.1. Makro ... 9

1.2.2. Mikro ... 9

1.3. Maksud dan Tujuan ... 10

1.3.1. Maksud Penelitian ... 10

1.3.2. Tujuan Penelitian ... 10

(5)

x

1.4.1. Kegunaan Teoritis ... 10

1.4.2. Kegunaan Praktis ... 11

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN 2.1. Tinjauan Penelitian Terdahulu ... 12

2.2. Tinjauan Tentang Komunikasi ... 15

2.2.1. Defenisi Komunikasi ... 15

2.2.2. Komponem Komunikasi ... 17

2.2.3. Unsur-unsur Komunikasi ... 18

2.2.4. Tinjauan Komunikasi ... 20

2.2.5. Tujuan Komunikasi ... 20

2.3. Tinjauan Komunikasi Lintas Budaya ... 20

2.3.1. Definisi Komunikasi Lintas Budaya... 20

2.3.2. Karakteristik Komunikasi Lintas Budaya ... 22

2.3.3. Komunikasi Antarbudaya dalam pernikahan beda suku ... 23

2.3.4. Pengertian Suku, Pernikahan, dan Pernikahan Beda Suku ... 25

2.3.5. Komunikasi PraNikah ... 26

2.3.6. Menikah Beda Suku... 28

2.3.5. Komunikasi Setelah Pernikahan ... 29

2.4. Kerangka Pemikiran ... 34

(6)

xi

BAB III OBJEK DAN METODE PENELITIAN

3.1. Objek Penelitian ... 37

3.1.1. Sejarah Suku Minangkabau ... 37

3.1.2. Unsur-unsur Kebudayaan Suku Minangkabau... 40

3.1.3. Bahasa ... 40

3.1.4. Sistem Pengetahuan ... 41

3.1.5. Organisasi Sosial ... 42

3.1.6. Sistem Mata Pencaharian ... 46

3.1.7. Sistem Kepercayaan ... 48

3.1.10. Sejarah Suku Sunda... 53

3.1.11. Perkembangan Suku Sunda Saat Ini ... 57

3.1.12. Pernikahan Adat Sunda ... 58

3.2. Metode Penelitian ... 62

3.2.1. Desain Penelitian ... 62

3.2.2. Definisi Studi Etnografi Komunikasi ... 68

3.2.4. Teknik Pengumpulan Data ... 72

3.2.5. Teknik Penentuan Informan ... 76

3.2.5.1.Informan Penelitian ... 76

3.2.7. Uji Keabsahan Data... 80

3.2.8. Lokasi dan Waktu Penelitian ... 81

3.2.8.1. Lokasi Penelitian ... 81

(7)

xii

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

4.1. Data informan... 88

4.1.1. Proses Pendekatan Informan ... 88

4.2. Profil Informan ... 90

4.3. Hasil Penelitian ... 97

4.4. Pembahasan Hasil Penelitian ... 125

4.4.1 Situasi Komunikatif Dalam Pernikahan Beda,Suku ... 126

4.4.2 Peristiwa Komunikatif Dalam Pernikahan Beda,Suku ... 128

4.4.3 Tindakan Komunikatif Dalam Pernikahan Beda,Suku ... 130

4.4.4 Komunikasi Adaptasi Pernikahan Beda Suku... 131

BAB V SIMPULAN DAN SARAN 5.1. Simpulan ... 135

5.2. Saran ... 136

DAFTAR PUSTAKA ... 138

LAMPIRAN ... 142

(8)
(9)

SKRIPSI

Diajukan untuk menempuh gelar Sarjana Strata1 (S1) Pada Program Studi Ilmu Komunikasi

Konsentrasi Humas

Oleh, Rina Fikriza NIM. 41809126

PROGRAM STUDI ILMU KOMUNIKASI KONSENTRASI HUMAS FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS KOMPUTER INDONESIA B A N D U N G

(10)

138

DAFTAR PUSTAKA

Buku :

Cangara Hafied. 2008. Pengantar Ilmu Komunikasi. Jakarta : Raja grafindo Persada

Daryanto. 2010. Ilmu Komunikasi. Bandung: Satu Nusa

Effendy, Onong. 1989. Kamus Komunikasi. Bandung. CV Mandar Maju. 2007. Ilmu Komunikasi dan praktek. Bandung: Remaja rosdakaryaIdrus Muhammad. 2009. Metode penelitian ilmu sosial, pendekatan kualitatif dan kuantitatif. Yogyakarta: Erlangga

Kim, Young Yun. (2001). Becoming Intercultural, An Integrative Theory of Communicationand Cross Cultural Adaptation. Sage Publications, Inc. Kuswarno, Engkus. 2008. Etnografi Komunikasi. Suatu Pengantar Dan Contoh Penelitiannya. Widya Padjajaran, Bandung.

Liliweri, Alo. (2001). Gatra-Gatra Komunikasi Antarbudaya.Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

---. (2002). Makna Budaya Dalam Komunikasi Antar Budaya. Yogyakarta: LkisPelangi Aksara.

(11)

Mulyana, Deddy. 2001. Metodologi Penelitian Kualitatif: Paradigma Baru Ilmu Komunikasi dan Ilmu Sosial Lainnya. Bandung: PT remaja Rosdakarya .2002, Ilmu Komunikasi Suatu Pengantar, Bandung:PT.Remaja

Rosdakarya

Mulyana, Deddy, dan Solatun. 2007, Metode Penelitian Komunikasi, Bandung:.PT.Remaja Rosdakarya.

Nurudin. 2004. Sistem komunikasi Indonesia. Jakarta. Rajagrafindo Persada

Riswandi. 2009. Ilmu Komunikasi. Jakarta: Graha ilmu

Satori Djaman, Komariah Aan. 2009. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung : Alfabeta

(12)

Karya Ilmiah:

Salsabila, Hanun, 2011,Akomodasi Komunikasi dalam Interaksi Antarbudaya (Kasus Perantau yang Berasal dari Daerah Banyumasan dalam Mengomunikasikan Identitas Kultural). Semarang: UNDIP

Rossnanda, Titis, 2011. KOMUNIKASI ADAPTASI KELUARGA DALAM REMARRIAGE. Semarang: UNDIP.

Sumber lain:

http://husnilfikri.wordpress.com/2011/11/22/SUKUMINANG_INDOCULTURE/ diakses 31/03/2013.19.00 pm

http://husnilfikri.wordpress.com/2011/11/22/SUKUSUNDA_INDOCULTURE/ diakses 31/03/2013.19.00 pm

http://perempuan.com/2010/08/10/menyikapi-perbedaan-dalam-perkawinan-part-2.htm/ diakses 31/03/2013.19.00 pm

http://adzelgar.wordpress.com/2009/02/02/studi-dokumen-dalam-penelitian-kualitatif/ diakses 31/03/2013.19.00 pm

(13)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN

2.1 Tinjauan Pustaka

2.1.1 Tinjauan Penelitian Terdahulu

2.1.1.1 Skripsi Titis Rossnanda (Universitas Diponegoro Jurusan Ilmu /.Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik)

Titis Rossnanda, D2C004210, 2011, Ilmu Komunikasi, Fakultas ilmu sosial dan Ilmu Politik, Universitas Diponegoro, “KOMUNIKASI ADAPTASI KELUARGA DALAM REMARRIAGE”

(14)

informasi tentang diri sendiri (Tubbs dan Moss, 2005: 15). Fenomenatersebut menarik minat penulis untuk meneliti dan mengetahui bagaimana sesungguhnya komunikasi yang dilakukan oleh pasangan dalam menjalani proses adaptasi dalam keluarga remarriage.

Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dan merujuk pada paradigma interpretif dan pendekatan fenomenologi. Subjek penelitian ini adalah anggota keluarga dalam remarriage, yang terdiri dari tiga pasangan yang membawa anak ke dalam pernikahan, dan dua pasangan yang tidak membawa anak dalam pernikahan. Teknis analisis data dalam penelitian ini menggunakan metode analisis data fenomenologi oleh Kahija (2006:9) dengan menentukan tema pokok, yaitu 1) pengalaman keluarga dalam menjalani proses adaptasi, 2) pembagian peran (tugas) bagi tiap anggota keluarga serta 3) pengelolaan konflik sebagai proses adaptasi.

(15)

bertolak belakang, penolakan yang berlebihan terhadap kehadiran anggota keluarga baru, jarak lokasi yang jauh dengan anak, dampak pembagian hak pengasuhan anak, perbedaan pendapat dengan pasangan, serta masalah ekonomi. Untuk menyelesaikan setiap konflik yang timbul, setiap informan menempuh cara yang berbeda-beda. Ada yang memilih untuk langsung membicarakan dengan keluarga agar masalah segera selesai dan tidak berlarut-larut, ada pula yang memilih untuk berdiam diri terlebih dulu untuk meredam emosi baru kemudian bermusyawarah, dan ada pula pasangan yang berusaha untuk menghindari konflik dengan cara melarikan diri dari rumah. Pengelolaan konflik yang dilakukan oleh setiap pasangan akan menentukan arah hubungan perkawinan. Adanya usaha tiap anggota keluarga untuk mengelola konflik secara tidak langsung menyatakan bahwa hubungan yang terbina perlu dipertahankan.

(16)

2.2 Tinjauan Tentang Komunikasi

2.2.1 Definisi Komunikasi

Komunikasi merupakan suatu hal yang paling penting dan merupakan aspek yang paling kompleks dalam kehidupan manusia. Disadari atau tidak kita sadari bahwa di dalam kehidupan kita sehari hari komunikasi merupakan pengaruh yang sangat kuat untuk mempengaruhi komunikasi kita dengan orang lain maupun pesan pesan yang kita terima dari orang lain yang bahkan tidak kita kenal baik yang sudah hidup maupun sudah mati, dan juga komunikator yang dekat maupun jauh jaraknya. Karena itulah komunikasi sangat vital didalam kehidupan kita.

Sejak lahir manusia telah melakukan komunikasi, dimulai dengan tangis bayi pertama merupakan ungkapan perasaannya untuk ratilai membina, komunikasi dengan ibunya. Semakin dewasa manusia, maka semakin rumit komunikasi yang dilakukannya. Dimana komunikasi yang dilakukan tersebut dapat berjalan lancar apabila terdapat persamaan makna antara dua pihak yang terlibat. Hal ini sesuai dengan pengertian dari komunikasi itu sendiri yaitu :

(17)

selalu terjebak dengan komunikasi. Dengan berkomunikasi manusia dapat memenuhi kebutuhan dan mencapai tujuan-tujuan hidupnya, karena berkomunikasi merupakan suatu kebutuhan manusia yang amat mendasar. Oleh karena itu sebagai makhluk sosial manusia senantiasa ingin berhubungan dengan manusia lainnya. Ia ingin mengetahui lingkungan sekitarnya, bahkan ingin mengetahui apa yang terjadi dalam dirinya. Dengan rasa ingin tahu inilah yang memaksa manusia perlu berkomunikasi. Dari definisi diatas menjelaskan bahwa, komunikasi merupakan proses penyampaian simbol-simbol baik verbal maupun nonverbal. Rangsangan atau stimulus yang disampaikan komunikator akan mendapat respon dari komunikan selama keduannya memiliki makna yang sama terhadap pesan yang disampaikan. Jika disimpulkan maka komunikasi adalah suatu proses, pembentukan, penyampaian, penerimaan, dan pengolahan pesan yang terjadi di dalam seseorang atau di antara dua orang atau lebih dengan tujuan tertentu sebagaimana. semetara Carl Hovland, jenis & Kelly mendefenisiskan komunikasi adalah :

Suatu proses memulai dimana seseorang (komunikator) menyampaikan stimulus (biasanya dalam bentuk kata-kata) dengan tujuan mengubah atau membentuk perilaku orang-orang lainnya(Riswandi 2009:1).

(18)

pembentukan, penyampaian, penerimaan, dan pengolahan pesan yang terjadi di dalam seseorang dan atau di antara dua orang atau lebih dengan tujuan tertentu sebagaimana diharapkan oleh komunikator.

2.2.2 Komponem komunikasi

Lasswel juga mengemukakan bahwa komunikasi secara eksplisit dan kronologis menjelaskan lima komponem yang terlibat dalam komunikasi yaitu:

- Siapa (perilaku komunikasi pertama yang mempunyai inisiatif atau sumber)

- Mengatakan apa ( isi informasi yang disampaikan)

- Kepada siapa (perilaku komunikasi lainya yang dijadikan sasaran penerima)

- Melalui saluran apa (alat/saluran penyampaian informasi) - Dengan akibat/ hasil apa (hasil yang terjadi pada diri penerima)

1. Sumber (source) adalah pihak yang berinisiatif atau mempunyai kebutuhan untuk berkomunikasi, sumber bisa menjadi seorang individu, kelompok, organisasi, perusahaan, dan Negara. Sumber juga dapat disebut sebgai pengirim (sander), penyandi (encoding), komunikator, pembicara (speaker) atau originator.

(19)

memiliki 3 komponen diantaranya adalah makna yaitu digunakan untuk menyampaikan pesan, dan bentuk organisasi atau pesan.

3. Saluran atau media adalah alat atau wahana yang digunakan sumber untuk menyampaikan pesannya kepada penerima dan pada dasarnya saluran komunikasi manusia adalah 2 saluran, yaitu cahanya dan suara. Saluran juga merujuk pada cara penyampaian pesan, apakah langsung (tatap muka) atau lewat media (cetak atau elektronik).

4. Penerima (receiver) adalah sebagai sasaran/ tujuan (destination), komunikate, penyandi balik (decoder) atau khalayak, pendengar (listener), penafsir (interpreter), yaitu orang yang menerima dari sumber. Berdasarkan pengalaman masa lalu, rujukan nilai, pengetahuan, presepsi, pola piker, dan perasaan, penerima pesan, menafsirkan seperangkat simbol atau nonverbal yang ia terima.

5. Efek adalah apa yang terjadi pada penerima setelah ia menerima pesan tersebut, misalnya terhibur, menambah pengetahuan, perubahan sikap, atau bahkan perubahan perilaku (Riswadi, 2009:3)

2.2.3. Unsur-unsur komunikasi

(20)

Gambar 2.1

UNSUR-UNSUR KOMUNIKASI

Sumber: Hafied Cangara. 1988. Pengantar Ilmu Komunikasi.

Keterangan:

1. Sumber (Source) Semua peristiwa komunikasi akan melibatkan sumber sebagai pembuat atau pengirim informasi. Sumber sering disebut pengirim, komunikator atau dalam bahasa inggrisnya disebut source,sender,decoder.

2. Pesan (Message) Pesan yang dimaksud dalam proses komunikasi adalah sesuatu yang disampaikan pengirim kepada penerima. Isi pesan bisa berupa ilmu pengetahuan, hiburan, informasi, nasihat atau proganda. Dalam istilah asing pesan diterjemahkan dengan kata message, content, atau information

3. Media Media ialah alat yang digunakan untuk memindahkan pesan dari sumber kepada penerima. Selman atau media komunikasi terbagi atas media massa dan media nirmassa. Nirmassa merupakan komunikasi tatap

Sander Pesan Media Penerima Efek

(21)

muka sedangkan media massa menggunakan saluran yang berfungsi sebagai alat yang dapat menyampaikan pesan secara massal.

4. Penerima (Receiver) Penerima adalah pihak yang menjadi sasaran pesan yang dikirim oleh sumber. Penerima bisa terdiri satu orang atau lebih, bisa dalam bentuk kelompok, partai atau negara.

5. Pengaruh (Influence) Pengaruh atau efek adalah perbedaan antara apa yang dipikirkan, dirasakan dan dilakukan oleh penerima sebelum dan sesudah menerima pesan. Pengaruh bisa diartikan perubahan atau penguatan keyakinan pada pengetahuan, sikap, dan tindakan seseorang sebagai akibat penerimaan pesan.(Cangara, 2004:21-25).

2.3. Tinjauan Komunikasi Lintas Budaya

2.3.1. Definisi Komunikasi Lintas Budaya

Komunikasi Lintas Budaya adalah proses dimana dialihkan ide atau gagasan suatu budaya yang satu kepada budaya yang lainnya dan sebaliknya, dan hal ini bisa antar dua kebudayaan yang terkait ataupun lebih, tujuannya untuk saling mempengaruhi satu sama lainnya, baik itu untuk kebaikan sebuah kebudayaan maupun untuk menghancurkan suatu kebudayaan, atau bisa jadi sebagai tahap awal dari proses akulturasi (penggabungan dua kebudayaan atau lebih yang menghasilkan kebudayaan yang baru). Komunikasi lintas budaya terjadi bila pengirim pesan adalah anggota dari suatu budaya.

(22)

terjadi dalam kondisi terisolasi. Konteks fisik dan konteks sosial inilah yang kemudian merefleksikan bagaimana seseorang hidup dan berinterkasi dengan orang lainnya sehingga terciptalah pola-pola interaksi dalam masyarakat yang kemudian berkembang menjadi suatu budaya.

Kata “budaya” berasal dari bahasa Sansekerta buddhayah yang merupakan

bentuk jamak dari kata buddhi, yang berarti “budi” atau “akal”. Kebudayaan itu sendiri diartikan sebagai hal-hal yang berkaitan dengan budi atau akal. Kata lain dalam bahasa Inggris yang juga berarti kebudayaan adalah culture, yang berasal dari kata latin colere yang artinya “mengolah atau mengerjakan” atau dapat diartikan “segala daya dan upaya manusia untuk mengolah alam”. (Riswandi,

2009 : 91) Menurut Liliweri (2003 : 13), menjelaskan komunikasi antarbudaya sebagai berikut : “Proses komunikasi antarbudaya merupakan interaksi

antarpribadi dan komunikasi antarpribadi yang dilakukan oleh beberapa orang yang memiliki latar belakang kebudayaan yang berbeda. Komunikasi antarbudaya terjadi apabila terdapat 2 (dua) budaya yang berbeda dan kedua budaya tersebut sedang melaksanakan proses komunikasi.”Menurut Philipsen (dalam Prakosa, 2007:6), mendeskripsikan budaya sebagai suatu konstruksi sosial dan pola simbol, makna-makna, pendapat, dan aturan-aturan yang dipancarkan secara mensejarah. Pada dasarnya, budaya adalah suatu kode.

(23)

berlangsung dari generasi ke generasi. Jadi secara umum kebudayaan dapat diartikan sebagai seluruh cara hidup dalam suatu masyarakat. Adaptasi antar budaya dalam pernikahan beda suku merupakan salah satu perilaku dalam konteks latar belakang yang berbeda. Pada dasarnya manusia-manusia menciptakan budaya atau lingkungan sosial mereka sebagai suatu adaptasi terhadap lingkungan fisik dan biologis mereka. Kebiasaan-kebiasaan, pratik-praktik, dan tradisi-tradisi untuk terus hidup dan berkembang diwariskan oleh suatu generasi ke generasi lainnya dalam suatu masyarakat tertentu. Budaya memudahkan kehidupan dengan memberikan solusi-solusi yang telah disiapkan untuk memecahkan masalah-masalah, dengan menetapkan pola-pola hubungan dengan cara-cara memelihara kohesi dan konsensus kelompok. Banyak cara pendekatan yang berlainan untuk menganalisis dan mengkategorikan suatu budaya agar budaya tersebut lebih mudah dipahami.

2.3.2. Karakteristik Komunikasi Lintas Budaya

Ada dua atau lebih kebudayaan yang terlibat dalam komunikasi

Ada jalan atau tujuan yang sama yang akhirnya menciptakan komunikasi, Komunikasi Lintas budaya menghasilkan keuntungan dan kerugian diantara dua budaya atau lebih yang terlibat,

(24)

Tidak semua komunikasi lintas budaya menghasilkan feedback yang dimaksud, hal ini tergantung kepada penafsiran dan penerimaan dari sebuah kebudayaan yang terlibat, mau atau tidaknya dipengaruhi,

Bila dua kebudayaan melebur karena pengaruh komunikasi yang dijalin maka akan menghasilkan kebudayaan baru, dan inilah yang disebut akulturasi.

2.3.3. Komunikasi Antarbudaya dalam Pernikahan Beda Suku

Realitas budaya berpengaruh dan berperan dalam komunikasi. Terdapat koordinasi antara budaya dengan komunikasi, budaya mempengaruhi komunikasi dan komunikasi mempengaruhi budaya. Ringkasnya, budaya diciptakan, dibentuk, ditransmisikan dan dipelajari melalui komunikasi; sebaliknya praktik-praktik komunikasi diciptakan, dibentuk dan ditransmisikan melalui budaya (Rahardjo, 2005: 49-51). Dengan kata lain, komunikasi itu terikat oleh budaya. Cara-cara kita berkomunikasi, keadaan-keadaan komunikasi kita, bahasa dan gaya bahasa yang kita gunakan dan perilaku-perilaku nonverbal kita, semua itu terutama merupakan fungsi dan respons kita terhadap budaya kita. Karakteristik bahasa memengaruhi proses kognitif kita. Dan karena bahasa-bahasa di dunia sangat berbeda-beda dalam hal karakteristik semantik dan strukturnya, tampaknya masuk akal untuk mengatakan bahwa orang yang menggunakan bahasa yang berbeda juga akan berbeda dalam cara mereka memandang dan berpikir tentang dunia.

(25)

budaya. Kemiripan budaya dalam persepsi memungkinkan pemberian makna yang mirip pula terhadap suatu objek sosial atau suatu peristiwa. Sebagaimana budaya berbeda antara yang satu dengan yang lainnya, maka praktik dan perilaku komunikasi individu-individu yang diasuh dalam budaya-budaya tersebut akan berbeda pula.

(26)

2.3.4. Pengertian Suku, Pernikahan, dan Pernikahan Beda Suku

Etnosentris/ etnik atau suku bangsa adalah suatu golongan manusia yang anggota-anggotanya mengidentifikasikan dirinya dengan sesamanya, biasanya berdasarkan garis keturunan yang dianggap sama. Identitas suku pun ditandai oleh pengakuan dari orang lain akan ciri khas kelompok tersebut dan oleh kesamaan budaya, bahasa, agama, perilaku atau ciri-ciri biologis. Biasanya orang sangat fanatik terhadap suku yang ia anut. Kefanatikan terhadap suku cenderung lebih tinggi dibandingkan kefanatikan terjadap ras.

Pengertian pernikahan (perkawinan) menurut Pasal 1 UU No.1 Tahun 1974 tentang Perkawinan : Perkawinan ialah ikatan batin antara seorang pria dengan seorang wanita, sebagai suami istri dengan membentuk kelaurga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhan Yang Maha Esa. Sedangkan menurut Soerojo Wignjodipoero Perkawinan adalah suatu pristiwa yang sangat penting dalam penghidupan masyarakat, sebab perkawinan tidak hanya menyangkut wanita dan pria bakal mempelai saja, bahkan keluarga kedua mempelai.

(27)

2.3.5. Komunikasi PraNikah

Dulu masing-masing suku tinggal didaerah atau negerinya masing-masing. Terpencarnya manusia dalam beragam wilayah, telah membuat mereka mengembangkan sistem budaya secara tersendiri. Berkat kemajuan dan perkembangan zaman, banyak orang yang merantau, pergi meninggalkan daerahnya (kampung halamannya) untuk mencari kehidupan yang lebih baik atau untuk menuntut ilmu, di negeri orang. Pada zaman ini, orang dari berbagai sukubangsa sudah sering saling bertemu dan bergaul. Kota-kota besar telah menjadi tempat berkumpulnya orang dari berbagai suku maupun ras. Pertemuan orang dari latarbelakang suku dan budaya yang berbeda dapat terjadi di mana saja; misalnya sekolah, kampus, tempat kerja, tempat rekreasi, dan tempat ibadah. Termasuk pertemuan dengan lawan jenis yang berbeda suku maupun ras telah menjadi hal yang tak terhindarkan.

(28)

Latar belakang suku dan keluarga sangat berpengaruh pada gaya komunikasi dan nilai-nilai penting dalam pernikahan. Biasanya keluarga menginginkan anggotanya menikah dengan orang yang berasal dari suku yang sama. Alasanya adalah kesesuaian nilai dan cara hidup/adat istiadat yang sama, sehingga penyesuaian masuk ke lingkungan keluarga yang baru itu tidak terlalu rumit. Tujuannya adalah menghindari kesalahpahaman yang menyebabkan perpecahan dan pertengkaran. Namun, ketika seseorang memutuskan untuk menikah dengan seseorang yang berasal dari budaya (suku) yang berbeda, maka ia berperan untuk meyakinkan anggota keluarganya agar menyetujui pernikahannya. Peran ini tentunya akan lebih sulit, karena ia tidak hanya sekedar memberitahukan mengenai hubunganya dan rencana menikah dengan pasangan dari suku lain, namun harus mampu mempengaruhi keluarga besarnya untuk menerima pasangannya. Apalagi jika pada awalnya keluarga kurang mendukung hubungan beda suku. Dalam hal ini, ia harus memiliki kemampuan komunikasi persuasif agar rencananya direstui oleh keluarga besarnya. Restu ini dapat diperoleh apabila ia mampu merubah opini keluarga mengenai suku pasangannya, sehingga sikap keluarga terhadap suku pasangannya berubah dan akhirnya keluarga bertindak dengan memberi restu dan mau menyiapkan acara pernikahan.

Permasalahan tidak sekedar meyakinkan keluarga sendiri untuk mau menerima pasangan. Masalah lain adalah apakah kita diterima di keluarga pasangan kita atau tidak dan apakah keluarga kita dengan keluarga pasangan kita “cocok”. Artinya, banyak hal yang perlu dipersiapkan dan dibicarakan sebelum

(29)

seberapa dekat kita dengan mereka dan persepsi mereka mengenai suku kita. Menjalin relasi yang baik dengan keluarga pasangan adalah satu langkah yang mutlak dilakukan. Kalaupun pada awalnya mereka mempunyai persepsi negatif (prasangka) terhadap suku kita, mungkin saja sikap dan perilaku kita mampu mengikis prasangka tersebut, hal ini tentunya mempermudah proses persiapan pernikahan yang kita rencanakan. Sehingga jelas bahwa komunikasi dengan keluarga pasangan (kelompok suku yang berbeda) sangat dibutuhkan untuk membentuk relasi, karena dapat mengubah opini, dan sikap mereka terhadap kita, sehingga aksi yang kita harapkan dari mereka dapat terwujud.

Relasi antara keluarga kedua pasangan dalam interaksi antar keluarga bisa terjadi proses komunikasi antarkelompok (antar suku). Topik komunikasi dalam persiapan pernikahan biasanya mengenai adat yang akan dilakukan dalam resepsi pernikahan, apakah sesuai budaya dari suku pihak laki-laki atau dari suku pihak perempuan, atau bahkan keduanya. Masalah pemilihan budaya ini yang paling sering menjadi masalah dalam persiapan pernikahan beda suku, apalagi kalau terdapat keterbatasan finansial. Jika komunikasi ini baik, maka di antara kedua keluarga akan terjalin relasi yang lebih baik, sehingga bisa diprediksikan bahwa tidak ada masalah (masalah terkait suku) dalam persiapan pernikahan.

2.3.6 Menikah Beda Suku

(30)

Kemesraan hubungan pertemanan dapat menjadi awal pernikahan campuran. Kaum perempuan memilih menikah dengan pasangan campuran karena merasa memiliki minat yang sama dengan pasangannya. Ketertarikan fisik, kesukaan akan hiburan yang sama dan bahkan kesamaan sosial ekonomi juga merupakan alasan pemilihan pasangan. Alasan yang menyebut tertarik karena ‟ras pasangan‟

cenderung kurang dibandingkan karena alasan ‟nonras‟ (Lewis, Yancey, and

Bletzer 1997:84). Artinya, sama seperti pasangan pada umumnya, pasangan pernikahan campuran tertarik pada pasangannya karena memandang atas kesamaan diantara mereka, dibandingkan atas perbedaannya.

Alasan lain yang juga unik dan kerap disampaikan adalah „perbaikan

keturunan‟. Mungkin saja terjadi karena ada perasaan superioritas dari etnis

tertentu atau yang biasa disebut etnosentrisme. Pernikahan beda suku (lintas budaya) memiliki sisi positif dalam hal keturunan yang dilahirkan. Dari studi kesehatan, ketika gen-gen yang berbeda dipertemukan, maka akan terjadi sintesis mutualisme dalam pembentukan generasi unggul yang lebih kuat secara gen. Bentuk dari keunggulan tersebut adalah lahirnya anak-anak yang memiliki intelegence yang lebih baik dan secara fisik memiliki ketahanan tubuh dari penyakit-penyakit lebih kuat serta memiliki fisik yang lebih bagus.

2.3.7 Komunikasi Setelah Pernikahan

(31)

pendapat orang lain. Sementara perempuan lebih memikirkan detil, mempertimbangkan bagaimana pendapat orang lain terhadap tindakannya, dan seringkali melibatkan emosi dalam mengambil keputusan. Cara berpikir ini tampak pula dalam gaya komunikasi mereka. Perempuan sangat suka “curhat”

panjang lebar tentang perasaan mereka, sementara lelaki lebih sedikit bicara dan langsung mencari solusi dari suatu permasalahan

(32)

Permasalahan utama dalam komunikasi pasangan beda suku adalah penyesuaian pola komunikasi yang menuntut saling pengertian antara satu dengan yang lain, karena berasal dari budaya yang berbeda. Jika tidak ada saling pengertian antara pasangan beda suku ketika kedua jenis budaya ini bersatu, maka seringkali muncul miss-communication. Seringkali terdapat perbedaan dalam mempersepsi sesuatu akibat cara pandang yang berbeda. Perbedaan persepsi ini akan berlanjut pada perbedaan sikap, bahkan perilaku. Hasilnya, muncul “percekcokan”. Akibat terburuknya adalah muncul konflik antara kedua pihak

tersebut dan berakhir dengan perceraian.

(33)

kesalahpahaman (munculnya rasa tersinggung) pada pasangan yang berbeda kebudayaan.

Setelah menikah, pada pasangan yang sama-sama bekerja awalnya akan membicarakan mengenai keuangan. Karena keduanya akan memiliki penghasilan tersendiri, maka pengalokasiannya perlu dibicarakan secara tuntas akan tidak terjadi kesalahpahaman. Selain itu dalam menentukan lokasi tempat tinggal juga perlu dibicarakan bersama, karena biasanya ada perbedaan selera dalam memilih tempat tinggal.

Setelah beberapa tahun pernikahan biasanya kelurga memperoleh tambahan anggota, yaitu anak. Dalam relasi antara suami dan istri, banyak hal yang harus dibicarakan megenai hal-hal yang menyakut anak. Mulai dari konsepsi anak, jumlah anak, pendidikan formal anak, dan kebudayaan yang akan diajarkan pada anak. Dalam menentukan ini tidak jarang keluarga besar dari keduabelah pihak ikut campur tanga dan tidak jarang mereka malah menyulitkan pasangan tersebut dalam mengambil keputusan karena semakin banyak pihak yang berkomunikasi dan semakin banyak permintaan serta semakin banyak hal yang perlu dipertimbangkan. Intinya masalah yang dikomunikasikan akan semakin kompleks. Belum lagi kalau terdapat perbedaan pendapat dari kedua keluarga.

(34)

diri terhadap pasangannya, bagaimana bersikap secara emosional seperti menghibur ketika salah satu memiliki masalah, bagaimana berespon ketika pasangan melakukan hal yang kurang disenangi, dan sebagainya. Poin yang paling penting adalah bagaimana respon terhadap pasangan. Perbedaan suku biasanya membawa pada perbedaan bahasa, sehingga ada istilah yang tidak diketahui pasangan dan ada juga yang sama namun berbeda makna. Jika keduanya tidak saling memahami dan tidak bisa mengomunikasikannya dengan baik, maka kesalahpaham akan terjadi. Kelihatannya sepele, namun sering terabaikan oleh pasangan menikah. Akibatnya tidak hanya sepele, malah hal ini yang sering menjadi dasar masalah besar dalam pernikahan dan tidak jarang berkahir dengan perceraian dengan alasan „tidak cocok‟.

Jika pasangan menikah tidak tinggal serumah, maka kemungkinan masalah biasanya lebih sering (lebih rentan masalah). Salah satu faktornya adalah kurangnya komunikasi. Sesering apapun mreka berkomunikasi lewat telepon atau media online lainnya, itu tidak akan lebih efektif dibandingkan berkomunikasi langsung. Alasannya adalah jika berkomunikasi langsung, komunikasi yang dilakukan tidak hanya secara verbal, namun ada bantuan komunkasi melalui bahasa tubuh/ faktor situasional (seperti petunjuk proksemik dan petunjuk kinestik).

2.4. Kerangka Pemikiran

(35)

Penelitian tentang komunikasi adaptasi dalam pernikahan beda suku ini mengidentifikasi variabel-variabel yang mempengaruhi tingkah laku seseorang dalam berinteraksi. Dua tema yang muncul dalam literatur ini, yaitu: (1) literatur ini fokus pada kondisi di mana individu-individu mengelola ketidakpastian tentang orang lain, termasuk bagaimana mendapatkan informasi tentang orang lain, bagaimana ketidakpastian dan kecemasan terkait satu sama lain, dan bagaimana proses pengurangan ketidakpastian terkait dengan budaya; (2) lazim dalam pembicaraan yang melibatkan organisasi, koordinasi, dan perilaku bertautan pada bagian interaksional. Teori-teori ini banyak memberitahu tentang bagaimana seseorang mencocokkan perilakunya dengan pasangannya, bagaimana dan kapan perilaku menyimpang, apa yang terjadi ketika harapan itu dilanggar, (Littlejohn, 2002: 144).

(36)

Penyesuaian diri adalah dinamika yang bertujuan untuk mengubah perilaku seseorang agar terjalin hubungan yang baik antara diri dan lingkungannya. Pada kenyataannya hubungan interpersonal berkembang secara bertahap dan dapat diprediksi, hal tersebut sesuai dengan teori penetrasi sosial yang menyatakan bahwa pembukaan diri merupakan cara utama yang digunakan oleh sebuah hubungan yang bergerak menuju hubungan yang lebih intim (akrab), sehingga pembukaan diri adalah inti dari perkembangan hubungan (West dan Turner, 2008: 197).

Berdasarkan pemaparan pengertian diatas, yang menjadi sub fokusnya adalah situasi komunikatif, peristiwa komunikatif dan tindak komunikatif.

Situasi komunikatif disini adalah merupakan konteks terjadinya komunikasi, situasi bisa tetap sama walaupun lokasinya berubah atau bisa berubah dalam lokasi yang sama apabila aktifitas-aktifitas yang berbeda berlangsung di tempat tersebut pada saat berbeda

Peristiwa komunikatif didefinisikan seluruh kerangka komponen yang utuh. Komponen tersebut terdapat beberapa poin yaitu setting, participants, ends, act sequence, key, intumentalities, norms of interaction, genre.(Ibrahim dikutip Kiki Zakiah,2008:187)

(37)

berupa penyataan pemohonan, atau perintah, dan bisa bersifat verbal atau

(38)

135 BAB V

SIMPULAN DAN SARAN

5.1 Simpulan

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan dan dianalisa pada bab IV maka peneliti menarik kesimpulan sebagai berikut:

1. Komunikasi Adaptasi Pernikahan Beda Suku

Pernikahan beda budaya adalah suatu pernikahan yang terjadi antara pasangan yang berasal dari latar belakang budaya yang berbeda, dimana terdapat penyatuan pola pikir dan cara hidup yang berbeda, yang bertujuan untuk membentuk rumah tangga yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa.

(39)

lain. Nilai tersebut ditunjukkan dalam bentuk tingkah laku saling menghargai, menyadari perbedaan yang ada tanpa mempermasalahkannya, menyesuaikan diri dengan tuntutan peran dan mau saling mempelajari budaya pasangannya. Komunikasi dan adaptasi merupakan hal terpenting dalam menjalani kehidupan pernikahan, karena hal tersebut dapat menyelesaikan masalah yang ada dalam kehidupan pernikahan beda suku. Serta faktor pendukung keberhasilan pernikahan beda suku adalah faktor keterbukaan dimana didalam pernikahan dituntut adanya keterbukaan satu sama lain sehingga masalah yang ada dapat dibicarakan dan menemukan solusi yang terbaik.

Kata kunci : Komunikasi Adaptasi, Etnografi, Pernikahan Beda Suku Saran

Dalam sebuah penelitian, seorang peneliti harus mampu memberikan sesuatu yang berguna bagi perkembangan ilmu pengetahuan, instansi atau lembaga yang berkaitan dengan penelitian ini. Ada pun saran-saran yang peneliti berikan setelah meneliti fenomena ini adalah:

1. Perlu kiranya interaksi antara suku yang berbeda melakukan bahasa yang baik dan mudah dipahami agar saling memperoleh kesan yang baik.

(40)

3. Untuk subjek dan pasangan hendaknya agar terus mempelajari dan memahami budaya masing-masing baik budaya Sunda maupun Minangkabau sehingga kehidupan pernikahan senantiasa berjalan lancar dan baik.

4. Terjalinnya ikatan pernikahan karena adanya saling percaya dan saling memahami, sehingga komunikasi adaptasi yang berlangsung akan semakin nonformal atau tidak mempermasalahkan kata-kata atau kalimat yang terucap, tergantung dari kenyamanan si pembicara dan lawan bicara, maka peneliti berharap ketika melakukan sebuah komunikasi sebaiknya isi pembicaraan haruslah terfokus agar komunikasi lebih mudah di pahami.

(41)

PERSONAL DETAILS

Full Name : Rina Fikriza

Place / Date of Birth : Saniangbaka, 16 Juni 1991

Gender : Perempuan

Marial Status : Single

Religion : Islam

Address : Jl.Kolonel Masturi No.88 Cimahi

Phone : 085864622241

Email : Rina_aiin@yahoo.co.id

Motto

“Mensyukuri apapun yang terjadi meskipun gagal dan memaknai itu menjadi keberhasilan, tanpa gagal tak ada rasa sedih dan tak ada kebahagiaan. Saya pernah gagal dan itu usaha untuk membuat saya terus

berusaha bahagia." JANGAN PERNAH ADA KATA MENYERAH SEBELUM MENCOBA

(42)

Year Schooll / University

1997-2003 SD Negeri Cimahi 18 (Elementary School) 2003-2006 SMP 3 Cimahi (Junior High School)

2006-2009 SMK Negeri 3 Cimahi (Senior High School)

2009-Sekarang Universitas Komputer Indonesia (UNIKOM), Jurusan Ilmu Komunikasi S1 (Kosentrasi Ilmu Humas)

TRAINING EXPERIENCE

No. Year Description Information

1

2009 Whorkshop Broadcast and action Certificate

2

2006 Pelatihan Di maestro les vokal Certificate

3

2008 Pendidikan Pelatihan Komputer Certificate

4

2009 Pelatihan Melejitkan Potensi dan

6

2010 Pelatihan Mentoring Agama Islam Certificate

7

2010 Pelatihan Table Manner di Banana inn

Bandung

Certificate

8

2010 Workshop Konseptual Fotografi dan Lighting Indoor

Certificate

9

2011 Kujungan Study Tour ke Media Massa Trans TV

Certificate

(43)

No. Year Description Information

Sekretaris Kelas di SMP 3 Cimahi -

5

2009 Bendahara ekskul Bola Voli di SMKN 3 Cimahi -

6

2009 Anggota Paduan Suara Mahasiswa di UNIKOM -

7

2009 Panitia Dokumentasi Study Tour ke Pancasila -

ACHIEVEMENT

No. Year Description Information

1

1997 Kejuaraan Terbuka Lomba Cerdas Cermat dan Terampil

(44)

PERSONAL SKILL

No. Description

1

Familiar with Microsoft Office such as MS Word, Ms Publisher, Ms Power Point

2

Familiar with Internet Application (Internet Explorer, Mozilla Firefox, Opera)

3

Familiar with Ultra Edit, Adobe Photoshop, Adobe Page Maker, Front Page, Photoscape

4

Familiar with Kamera SLR (Single Lens Reflect)

Demikian CV ini dibuat dengan sesungguhnya, untuk dapat dipergunakan seperlunya.

(45)

Minangkabau In Cimahi City)

Author Rina Fikriza Nim. 41809126

This study under the guidance of, Adiyana Slamet, SIP, M.Si

This study aims to determine and disclose the communication adaptation in Sundanese wedding with Minangkabau tribe an approach in terms of knowing the situation of communication activities and communications, event communications and communication actions performed marriage of tribal Sundanese with Minangkabau tribe.

The method used in this study is to use qualitative research with ethnographic study design. The data was collected by in-depth interviews, observation / observation participate, Library Studies, and Internet Searching. The selection of informants was done by using purposive sampling technique taking informants with particular consideration. Data analysis technique used is the data collection, data reduction, data display, and data verification Conclusion. While the data used to test the validity of the data and triangulated Member Check.

Results of the study is that the inter-ethnic marriage (intercultural marriage) is marriage between couples who come from different cultural backgrounds. Culture became an important aspect of the wedding, where the couple would have cultural values espoused, according to the beliefs and customs, as well as customs and lifestyle culture. Communicative situation different tribes met and require adjustment of communication because of different cultural situations. So tolerance is needed here to keep the communication established. pertistiwa here refers to a direction with regard to cultural differences in terms of keadatan ceremonies and symbols in the marriage rate. Communication action is intended to ensure that a tribal marriage an issue that can be accepted by society without vilifying one another or can eliminate steorotip attitudes among tribes.

(46)
(47)

1.1 Latar Belakang Masalah

Indonesia sebagai negara yang terdiri dari bermacam-macam suku bangsa (multietnik), dengan derajat keberagaman yang tinggi dan mempunyai peluang yang besar dalam pernikahan yang berbeda budaya. Pernikahan yang dilangsungkan mengandung nilai-nilai atau norma-norma budaya yang sangat kuat dan luas.

Budaya yang berbeda menjadikan standar masyarakat yang berbeda dalam berbagai aspek kehidupan, termasuk juga dalam mengatur hubungan pernikahan adat istiadat. Namun diantara berbagai bentuk yang ada, pernikahan merupakan salah satu contoh yang dapat dilihat secara adat istiadat suku setempat yang dapat diterima serta diakui secara universal.

(48)

pola, atau adaptasi interaksi dalam kehidupan masyarakat, maka harus memahami pula hubungan, pola, atau adaptasi dalam sebuah keluarga. Keluarga merupakan sebuah sistem sosial yang juga memiliki proses sosial antara dua pihak, salah satunya adalah beradaptasi.

Komunikasi antara masyarakat yang berbeda budaya merupakan fenomena yang terjadi dalam kehidupan sehari-hari. Masalah adaptasi adalah suatu hal yang sifatnya universal dan unik, karena setiap individu mau tidak mau harus menghadapi masalah atau kesulitan dalam kehidupannya, sehingga perlu melakukan adaptasi. Sumber masalah tersebut dapat berubah-ubah pada tiap periode kehidupan, untuk itulah perlu dilakukan adaptasi. Pada saat seorang pria dan seorang wanita menikah, tentunya masing-masing membawa nilai-nilai budaya, sikap, keyakinan, dan gaya penyesuaian masing-masing ke dalam pernikahan tersebut. Masing-masing memiliki latar belakang dan pengalaman yang berbeda, tentu saja ada perbedaan dalam susunan nilai serta tujuan yang ingin dicapai, untuk itulah perlu dilakukan penyesuaian sehingga kebutuhan dan harapan masing-masing pasangan dapat terpenuhi dan memuaskan.

(49)

1.2Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah diatas, maka peneliti mengidentifikasi yang akan menjadi pokok masalah yang akan diteliti yaitu :

1.2.1 Rumusan Pertanyaan Makro

Bagaimana Komunikasi Adaptasi Dalam Pernikahan Suku Sunda dengan Suku Minangkabau di Kota Cimahi.

1.2.2 Rumusan Pertanyaan Mikro

1. Bagaimana situasi komunikatif dalam pernikahan suku Sunda dengan suku Minangkabau di kota Cimahi?

2. Bagaimana peristiwa komunikatif dalam pernikahan suku Sunda dengan suku Minangkabau di kota Cimahi?

3. Bagaimana tindakan komunikatif dalam pernikahan suku Sunda dengan suku Minangkabau di kota Cimahi?

1.3Maksud dan Tujuan Penelitian 1.3.1 Maksud Penelitian

(50)

1.3.2 Tujuan penelitian

1. Untuk mengetahui situasi komunikasi dalam pernikahan suku Sunda dengan suku Minangkabau di kota Cimahi.

2. Untuk mengetahui peristiwa komunikasi dalam pernikahan suku Sunda dengan suku Minangkabau di kota Cimahi.

(51)

Metode penelitian merupakan unsur pokok yang harus ada setiap proses penelitian dilaksanakan. Karena dengan sebuah rancangan yang pelaksanaan penelitian menjadi terarah, jelas dan maksimal. Metode penelitian dapat bermakna sempit atau luas. Dalam arti sempit metode penelitian berhubungan dengan rancangan penelitian atau prosedur dalam pengumpulan data dan analisis data.

Sebaliknya dalam arti luas, metode penelitian merupakan proses untuk menyelidiki masalah tertentu untuk mendapatkan inti yang berhubungan dengan masalah yang diselidiki yang dibutuhkan solusi atas masalah tersebut (silalahi, 1999: 6-7).

Desain penelitian merupakan prosedur yang digunakan dalam upaya mendapatkan data atau informasi agar memperoleh jawaban atas pertanyaan penelitian. Penentuan penerapan dan teknik yang digunakan harus dapat mencerminkan relevansi dengan fenomena atau permasalahan penelitian yang telah diuraikan dalam kerangka pemikiran (Suchman, 1967:39)

Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif. Penelitian kualitatif bersifat empiris. Karena arti empiris sendiri berarti dapat diamati oleh panca indera. Hanya saja pengamatan yang dilakukan bukan berdasarkan ukuran matematis, melainkan berdasarkan ungkapan subjek penelitian.

(52)

yaitu upaya memahami sikap, pandangan, perasaan dan perilaku baik individu maupun kelompok.

Menurut Denzin dan Lincoln dalam Moleong, “Penelitian kualitatif adalah penelitian yang menggunakan latar alamiah, dengan maksud menafsirkan fenomena yang terjadi dan dilakukan dengan jalan melibatkan berbagai metode yang ada.”(Moleong: 2007:5)

“Dalam pemahaman penelitian kualitatif, realitas itu realitas alam sekalipun, dikonstruksikan secara sosial, yakni berdasarkan kesepakatan bersama. Hasil konstruksi itu dipengaruhi sifat hubungan antara peneliti dengan yang diteliti, secara kendala-kendala situasional diantara keduanya” (Mulyana dan Solatun, 2008)

Mulyana (2004:146) menyebut penelitian kualitatif dengan istilah interpretif atau paradigma subjektif. Jenis penelitian ini memberikan peluang yang besar bagi dibuatnya interpretasi-interpretasi alternatif (Littlejohn, 1996:16). Hal ini merupakan konsekuensi dari pemilihan teori-teori interpretif yang menaruh perhatian utama pada interpretasi makna, khususnya yang terdapat dalam teks.

(53)

yang diteliti. Dalam hal ini, paradigma konstruktivis bersifat transaksional atau subjektif. Ketiga, dalam konteks aksiologi, yakni peneliti sebagai participation, fasilitator yang menjembatani keragaman subjektivitas pelaku sosial Slavin (1994:225).

Menurut Anderson (dalam Slavin, 1994:48) Paradigma konstruktivis juga dipengaruhi oleh perspektif interaksi simbolis dan perspektif sruktural fungsional. Perspektif interaksi simbolis ini mengatakan bahwa manusia secara aktif dan kreatif mengembangkan respons terhadap stimulus dalam dunia kognitifnya. Dalam proses sosial, individu manusia dipandang sebagai pencipta realitas sosial yang relatif bebas di dalam dunia sosialnya. Realitas sosial itu memiliki makna manakala realitas sosial tersebut dikontrusikan dan dimaknakan secara subjektif oleh individu lain, sehingga memantapkan realitas itu secara objektif.

(54)

spesifik dalam sebuah komunitas, sehingga antara komunitas yang satu dan lainnya akan memiliki perbedaan dalam hal makna tindakan, setiap komunitas juga memiliki kekhususan dalam cara memahami kode-kode makna tindakan. Kategori Dell hymes (2008:41) digunakan untuk membandingkan budaya-budaya yang berbeda. Kategori-kategori tersebut adalah :

1. Ways of speaking. Dalam kategori ini, penleliti melihat pola-pola komunikasi komunitas.

2. Ideal of the fluent speaker. Dalam kategori ini peneliti dapat melihat sesuatu uang menunjukan hal-hal yang pantas di contoh/ dilakukan oleh seorang komunikator.

3. Specch community. Dalam kategori ini, peneliti dapat melihat komunitas ujaran itu sendiri, berikut batas-batasnya.

4. Speech situation. Dalam kategori ini, peneliti dapat melihat situasi ketika sebuah bentuk ujaran dipandang sesuai dengan komunitasnya.

5. Speech event. Dalam kategori ini peneliti dapat melihat peristiwa-peristiwa ujaran yang di pertimbangkan merupakan bentuk komunikasi yang layak bagi para anggotanya komunitas budaya.

(55)

melihat garis-garis pedoman yang menjadi sarana penilaian perilaku komunikatif.

9. The function of speech in the community. Dalam kategori ini, peneliti dapat melihat fungsi komunikasi dalam sebuah komunitas. Dalam keraangka ini menyangkut kepercayaan bahwa sebuah tindakan ujaran dapat menyelesaikan masalah yang terjadi dala komunitas budaya.

Menyikapi hal diatas bahwa etnografi komunikasi memiliki kemampuan untuk melihat variabilitas komunikasi. Selain itu etnografi komunikasi memiliki kelebihan untuk (1) mengukapkan jenis identitas yang digunakan bersama oleh anggota komunitas budaya. Identitas tersebut diciptakan oleh komunikasi dalam komunitas budaya. Identitas tersebut diciptakan oleh komunikasi dalam sebuah komunitas budaya. Identitas tersebut itu sendiri pada hakikatnya merupakan perasaan anggota budaya tentang diri mereka sebagai komunitas. Dengan kata lain, identitas merupakan seperangkat kualitas bersama yang digunakan para anggota budaya dalam mengindetifikasikan diri mereka sebagai komunitas. (2) mengukapkan makna kinerja publik yang digunakan bersama dalam komunitas. (3) mengukapkan kontradiksi atau paradoks-paradoks yang terdapat dalam komunitas.

(56)

tetap sama walaupun lokasinya berubah atau bisa berubah dalam lokasi yang sama apabila aktifitas-aktifitas yang berbeda berlangsung di tempat tersebut pada saat berbeda.

Peristiwa komunikatif didefinisikan seluruh kerangka komponen yang utuh. Komponen tersebut terdapat beberapa poin yaitu setting, participants, ends, act sequence, key, intumentalities, norms of interaction, genre.

(57)

menggunakan pedekatan kualitatif dengan judul penelitian Komunikasi Adaptasi Pernikahan Beda Suka (Studi Etnografi Komunikasi Dalama Pernikahan Suku Sunda dengan Suku Minangkabau di Kota Cimahi).

Pernikahan merupakan awal dari suatu kehidupan bersama dengan pasangan dan kesiapan seseorang dalam membina sebuah keluarga. Keluarga adalah pasangan yang menikah atau kelompok keluarga besar yang saling bekerjasama dan membagi tugas pada setiap anggota keluarga, menjaga anak-anak, dan berbagi tempat tinggal. Keluarga secara ideal terdiri dari suami dan istri (orangtua), serta anak. Pernikahan dan keluarga terdiri dari individu-individu dengan perbedaan kepribadian, ide, nilai, cita rasa, dan tujuan yang berbeda beda.

(58)

adalah aktivitas yang khas atau kompleks, yang didalamnya terdapat peristiwa-peristiwa khas komunikasi yang melibatkan tindak-tindak komunikasi tertentu dalam konteks yang tertentu pula. (Kuswarno, 2008:42)

Adapun yang dikatakn oleh Hymes pada aktivitas komunikasi memiliki unit diskrit yakni situasi komunikatif, situasi merupakan konteks terjadinya komunikasi. Situasi yang bisa mempertahankan konfirgurasi umum yang konsisten pada komunikasi adaptasi yang sama didalam komunikasi yang terjadi. Sebuah peristiwa tertentu didefinisikan sebagai keseluruhan perangkat komponen yang utuh, yang dimulai dengan tujuan umum komunikasi, topik umum yang sama, dan melibatkan partisipan yang sama, yang secara umum menggunakan varietas bahasa yang sama untuk berinteraksi, dalam seting yang sama dan sebuah peristiwa komunikatif dinyatakan berakhir, ketika terjadi perubahan pertisispan. Timdakan komunikatif yakni fungsi interaksi tunggal, seperti pertanyaan, permohonan, perintah.

(59)

Situasi komunikatif pada pernikahan beda suku Sunda dengan suku Minangkabau terlihat dari pola pikir individualnya. Budaya suku individualnya dan interaksi yang terjadi dalam sehari-hari diantaranya setiap budaya memiliki identitas tersendiri dalam menjalankan komunikasinya dan mengetahui maksudnya. Individual tersebut bisa menggunakan bahasa tubuh atau komunikasi verbal dan non verbal. biasanya terjadi perbedaan cara hidup dari budaya masing-masing

Dalam sebuah hubungan, akan merasa puas berhubungan dengan seseorang apabila kebutuhan berinteraksi terpenuhi. Termasuk dalam hubungan dalam perkawinan. Interaksi ini dilakukan melalui pertukaran pesan. Pertukaran pesan ini yang disebut sebagai komunikasi. Bagaimana situasi komunikasi antara suami istri bisa komunikatif Ini bisa dijalin melalui perilaku antara keduanya.

Dalam pertukaran pesan yang dilakukan saat suami istri berperilaku ini ada dua syarat, pertama perilaku harus bisa diobservasi satu sama lain. Yang kedua perilaku tersebut harus mengandung makna. Dengan kata lain, setiap perilaku dapat diartikan sebagai suatu pesan.

(60)

4.4.2 Peristiwa Komunikatif Dalam Pernikahan Beda,Suku

Pada dasarnya bahasa merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari suatu sistem sosial. Dalam setiap komunikasi manusia saling menyampaikan informasi yan dapat berupa pikiran, gagasan, maksud, perasaan, maupun emosi secara langsung. Para sosiolinguis mempertanyakan keberadaan variasi bahasa dari berbagai tataran yang jelas-jelas bukan merupakan sekedar performansi sebagai akibat kondisi-kondisi gramatikal yang tidak relevan, tetapi adanya benar-benar diakibatkan oleh bermacam-macam faktor ekstralingual sebagai pencerminan dari sebuah masyarakat bahasa yang selalu bersifat heterogen (Wijana, 2012: 12-13). Didalam masyarakat seseorang tidak lagi dipandang sebagai individu yang terpisah dari yang lain. Ia merupakan anggota dari kelompok sosialnya. Oleh karena itu bahasa dan pemakaian bahasanya tidak diamati secara individual, tetapi selalu dihubungkan dengan kegiatannya di dalam masyarakat. Dengan kata lain, bahasa tidak saja dipandang sebagai gejala individual tetapi juga sebagai gejala sosial.

(61)

harus mempertimbangkan beberapa faktor yaitu siapa yang berbicara, siapa lawan bicaranya, topik apa yang dibicarakan, dan di mana peristiwa tutur itu terjadi (Wijana, 2012: 7).

Didalam setiap peristiwa interaksi verbal atau proses komunikasi selalu terdapat beberapa komponen yang mengambil peranan dan terlibat dalam peristiwa tersebut. Bell (1976: 75) menyatakan secara tradisional terdapat tiga komponen yang telah lama diakui sebagai komponen utama dari sebuah peristiwa atau situasi komunikasi yaitu: penutur (speaker), lawan tutur (hearer) , dan topik pembicaraan. Dengan kata lain dalam setiap proses komunikasi yang terjadi antara penutur dan lawan tutur terjadi juga apa yang disebut peristiwa tutur atau peristiwa bahasa (speech event).

Peristiwa kmunikatif terhadap pernikahan beda suku antara suku Sunda dengan suku Minangkabau ketika pernikahan berlangsung baik secara simbol dan secara pakaian adat serta tahapan-tahapan sakral dalam budaya tersebut. Jadi dapat dikatakan pertistiwa disini mengarah ke arah yang berkaitan dengan perbedaan kultur dalam segi upacara keadatan dan simbol dalam pernikahan suku tersebut.

(62)

4.4.3 Tindakan Komunikatif Dalam Pernikahan Beda,Suku

Tindakan komunikatif merupakan bentuk perintah, pernyataan, permohonan dan perilaku nonverbal, dalam hal ini peneliti akan membahas serta manganalisis tindakan komunikatif dalam pernikahan beda suku. Tindakan komunikatif terhadap pernikahan beda suku merupakan tindakan dimana toleransi dan rasa tenggang rasa menjadi patokan untuk menjaga komunikasi yang baik antar suku.

Tindakan komunikatif meliputi persetujuan kedua belah pihak pengantin agar tidak ada pihak yang dirugikan baik secara materil maupun moril. Tetua adat akan menjadi penengah serta orang tua menjadi patokan yang cukup dihormati dalam adat. Tindakan komunikasi ini ditujukan untuk menjaga agar suatu pernikahan beda suku antara suku Sunda dan suku Minangkabau menjadi hal yang dapat diterima masyarakat tanpa menjelekkan satu sama lain atau dapat menghilangkan sikap steorotip antar suku. Dengan ini pernikahan dapat langgeng tanpa rasa khawatir. Justru menambah relasi dan pola pikir yang baik.

(63)

yang tidak mereka ketahui dari makna bahasa dan cara komunikasinya, biasanya akan ada salah satu yang mengalah dalam membuat tradisi bersama.

Bekomunikasi tidak hanya digunakan untuk mengatakan sesuatu atau untuk memberikan sesuatu, tetapi juga dimaksudkan untuk melakukan sesuatu secara aktif. Secara aktif disini berupa pernyataan pemohonan, atau perintah, dan bisa bersifat verbal atau nonverbal.

4.4.4 Komunikasi Adaptasi Pernikahan Beda Suku

Pernikahan beda suku merupakan pernikahan antara orang yang berbeda budaya. Singkatnya, pernikahan antara dua orang yang berasal dari budaya yang berbeda. Perkawinan beda budaya sudah menjadi fenomena yang terjadi pada masyarakat modern dan dampak dari semakin berkembangnya sistem komunikasi yang memungkinkan individu untuk mengenal dunia dan budaya lain.

(64)

pola-dengan masyarakat asli.

Penyesuaian diri adalah dinamika yang bertujuan untuk mengubah perilaku seseorang agar terjalin hubungan yang baik antara diri dan lingkungannya. Pada kenyataannya hubungan interpersonal berkembang secara bertahap dan dapat diprediksi, hal tersebut sesuai dengan teori penetrasi sosial yang menyatakan bahwa pembukaan diri merupakan cara utama yang digunakan oleh sebuah hubungan yang bergerak menuju hubungan yang lebih intim (akrab), sehingga pembukaan diri adalah inti dari perkembangan hubungan (West dan Turner, 2008: 197).

Berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan, para informan merasa bangga telah menjadi pasangan yang berbeda budaya. seperti yang diutarakan oleh informan pasangan bapak Muchlis Djalil : “kami mengangggap kita keluarga yang unik, punya 2 budaya, jadi sebuah perkawinan itu tanpa perbedaan yang sangat besarpun itu sebuah tantangan untuk saling menerima.”(Muchlis Djalil 13 Juni 2013)”.

(65)

sesuai dengan undang-undang perkawinan perkawinan itu dicatat. Dan yang ketiga adalah agama atau Ijab qabul.

Perbedaan tidak hanya bahasa dari makna, karena bahasa adalah konsep. Seperti yang dikutip dari buku Deddy Mulyana, dari 2 generasi berbeda itu kata yang sama bisa artinya berbeda. Pemaknaan yang sama kemudian masuk dalam perilaku komunikasi jadi kesepakatan. Bagi orang Sunda menganggap orang Minang itu ketika berbicara itu mereka lebih straight to the point sementara orang Sunda itu lebih banyak basa basi, jadi ketika orang Minang bilang tidak sebagai tidak orang Sunda bisa menyikapinya tidak sopan, menyakitkan. Perbedaan-perbedaan ini akan bisa dijembatani dengan toleransi, waktu, kesepakatan. Pada intinya bahasa adalah sebuah produk budaya yang sudah disepakati, jadi bagaimana perbedaan dan cara pahamnya tetap kesepakatan awalnya adalah apakah setiap pasangan itu mau mempelajar satu sama lain, karena perkawinan itu landasannya cinta tetapi lebih dari itu dibutuhkan kesediaan saling menerima untuk bahasa dan budaya masing-masing.

(66)
(67)

IV maka peneliti menarik kesimpulan sebagai berikut:

1. Komunikasi Adaptasi Pernikahan Beda Suku

Pernikahan beda budaya adalah suatu pernikahan yang terjadi antara pasangan yang berasal dari latar belakang budaya yang berbeda, dimana terdapat penyatuan pola pikir dan cara hidup yang berbeda, yang bertujuan untuk membentuk rumah tangga yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa.

(68)

keberhasilan pernikahan beda suku adalah faktor keterbukaan dimana didalam pernikahan dituntut adanya keterbukaan satu sama lain sehingga masalah yang ada dapat dibicarakan dan menemukan solusi yang terbaik.

(69)

Buku :

Cangara Hafied. 2008. Pengantar Ilmu Komunikasi. Jakarta : Raja grafindo Persada

Daryanto. 2010. Ilmu Komunikasi. Bandung: Satu Nusa

Effendy, Onong. 1989. Kamus Komunikasi. Bandung. CV Mandar Maju. 2007. Ilmu Komunikasi dan praktek. Bandung: Remaja rosdakaryaIdrus Muhammad. 2009. Metode penelitian ilmu sosial, pendekatan kualitatif dan kuantitatif. Yogyakarta: Erlangga

Kim, Young Yun. (2001). Becoming Intercultural, An Integrative Theory of Communicationand Cross Cultural Adaptation. Sage Publications, Inc. Kuswarno, Engkus. 2008. Etnografi Komunikasi. Suatu Pengantar Dan Contoh Penelitiannya. Widya Padjajaran, Bandung.

Liliweri, Alo. (2001). Gatra-Gatra Komunikasi Antarbudaya.Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

---. (2002). Makna Budaya Dalam Komunikasi Antar Budaya. Yogyakarta: LkisPelangi Aksara.

(70)

Rosdakarya

Mulyana, Deddy, dan Solatun. 2007, Metode Penelitian Komunikasi, Bandung:.PT.Remaja Rosdakarya.

Nurudin. 2004. Sistem komunikasi Indonesia. Jakarta. Rajagrafindo Persada

Riswandi. 2009. Ilmu Komunikasi. Jakarta: Graha ilmu

Satori Djaman, Komariah Aan. 2009. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung : Alfabeta

(71)

(Kasus Perantau yang Berasal dari Daerah Banyumasan dalam Mengomunikasikan Identitas Kultural). Semarang: UNDIP

Rossnanda, Titis, 2011. KOMUNIKASI ADAPTASI KELUARGA DALAM REMARRIAGE. Semarang: UNDIP.

Sumber lain:

http://husnilfikri.wordpress.com/2011/11/22/SUKUMINANG_INDOCULTURE/ diakses 31/03/2013.19.00 pm

http://husnilfikri.wordpress.com/2011/11/22/SUKUSUNDA_INDOCULTURE/ diakses 31/03/2013.19.00 pm

http://perempuan.com/2010/08/10/menyikapi-perbedaan-dalam-perkawinan-part-2.htm/ diakses 31/03/2013.19.00 pm

http://adzelgar.wordpress.com/2009/02/02/studi-dokumen-dalam-penelitian-kualitatif/ diakses 31/03/2013.19.00 pm

Gambar

Gambar 2.1 UNSUR-UNSUR KOMUNIKASI
Gambar: 2.2

Referensi

Dokumen terkait

Salah satu bahan yang belum lazim digunakan dan cukup potensi untuk digunakan sebagai bahan pakan ternak adalah limbah cangkang kepiting yang dapat menghasilkan

Nutrisi Anak

Jika dibandingkan dengan kriteria kesesuaian lahan sawah irigasi menurut Djaenuddin et al (2003) nilai kejenuhan basa cukup sesuai untuk dijadikan sawah irigasi

Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintah Daerah dan UU Nomor 33 Tahun 2004 Tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah menetapkan

Hasil ini merupakan rata-rata dari tiga tanaman pisang berbunga yang diamati untuk tiap strata penggunaan lahan dari lima daerah pengamatan (Menggermalang, Kayu Gede, Dukuh, Jati

Dalam pendidikan, multimedia digunakan untuk memproduksi pelatihan berbasis computer dan buku referensi seperti ensiklopedia dan almanacs yang memungkinkan pengguna