• Tidak ada hasil yang ditemukan

Internalisasi Kesadaran Publik Dalam Merespons Pemberitaan Kisruh Rancangan Anggaran Pendapatan Dan Belanja Daerah DKI 2015

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Internalisasi Kesadaran Publik Dalam Merespons Pemberitaan Kisruh Rancangan Anggaran Pendapatan Dan Belanja Daerah DKI 2015"

Copied!
153
0
0

Teks penuh

(1)

KISRUH RANCANGAN ANGGARAN PENDAPATAN

DAN BELANJA DAERAH DKI 2015

Skripsi

Diajukan kepada Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi

Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Ilmu Komunikasi Islam (S.Kom.I)

Oleh

Fatma Hidayani

NIM: 1111051000142

JURUSAN KOMUNIKASI DAN PENYIARAN ISLAM

FAKULTAS ILMU DAKWAH DAN ILMU KOMUNIKASI

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

(2)
(3)
(4)

Dengan ini saya menyatakan bahwa:

1) Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan meraih gelar strata satu di Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

2) Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya cantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

3) Jika di kemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil karya asli saya atau merupakan hasil jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia menerima sanksi yang berlaku di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

Jakarta, 17 Maret 2016

(5)

v

Fatma Hidayani, NIM: 1111051000142, Internalisasi Kesadaran Publik Dalam Merespons Pemberitaan Kisruh RAPBD DKI 2015. Di bawah Bimbingan Dr. Gun Gun Heryanto, M.Si

Kisruh RAPBD DKI 2015 sangat menarik perhatian banyak kalangan, tidak terkecuali mahasiswa. Tudingan adanya dana siluman pada RAPBD versi DPRD dari pihak Pemprov menyulut pertengkaran kedua belah pihak, yang membuat semakin kacaunya RAPBD DKI 2015 lalu. Kisruh ini pun menelurkan banyak kasus lain, diantaranya hak angket Gubernur dan korupsi dana UPS. Seluruh media massa berlomba-lomba memberitakannya. Apa yang dihadirkan oleh media massa dalam pemberitaan kisruh RAPBD DKI 2015 ini pun diterima mahasiswa dan mengalami proses internalisasi yang berbeda antar setiap individu.

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana internalisasi mahasiswa UIN Syarif Hidayatullah Jakarta dan Universitas Sahid Jakarta dalam merespons pemberitaan kisruh RAPBD DKI 2015? dan adakah perbedaan antara internalisasi mahasiswa UIN Syarif Hidayatullah Jakarta dengan Universitas Sahid Jakarta?

Penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif dengan pendekatan deskriptif analisis. Paradigma yang digunakan dalam penelitian ini adalah paradigma konstruktivisme. Penelitian ini pun menggunakan studi komparatif yang mana akan dilakukan di dua universitas, yaitu UIN Syarif Hidayatullah Jakarta dan Universitas Sahid Jakarta. Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini yang paling utama adalah wawancara. Namun, untuk memperkuat analisis dari isi wawancara peneliti juga mengumpulkan data melalui teknik dokumentasi.

Hasil penelitian ini menunjukan adanya perbedaan internalisasi mahasiswa UIN Syarif Hidayatullah Jakarta dengan Universitas Sahid Jakarta dalam merespons pemberitaan kisruh RAPBD DKI 2015. Internalisasi mahasiswa UIN Syarif Hidayatullah Jakarta dalam merespons pemberitaan kisruh RAPBD DKI 2015 diantaranya adalah sebagai cerminan buruk pemerintahan di Indonesia dan bahan pelajaran bagi daerah-daerah lain terutama daerah terpencil. Sedangkan internalisasi mahasiswa Universitas Sahid Jakarta diantaranya adalah sebagai hal yang biasa, bahkan hanya sebuah hiburan dan gambaran banyaknya pejabat yang kurang amanah. Perbedaan tersebut dikarenakan eksternalisasi, objektifikasi,

selective attention, selective perception dan selective retention yang terjadi pada masing-masing individu. Yang mana pada penelitian ini diketahui eksternalisasi dan selective attention lah yang paling mempengaruhi perbedaan internalisasi mahasiswa. Intensitas terpaan pemberitaan dan tingkat ketertarikan pada isu yang ada dalam pemberitaan sangat mempengaruhi pemahaman dan pemaknaan yang ada dalam setiap individu.

(6)

vi

Dengan menyebut nama Allah yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang. Segala puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT, yang telah melimpahkan rahmat, taufiq dan hidayah-Nya, sehingga memberikan kekuatan dan kesabaran dalam menghadapi tantangan dan hambatan dalam penyelesaian skripsi ini. Dengan segala usaha dan do’a, penulis dapat menyelesaikan skripsi ini

dengan sebaik-baiknya. Shalawat serta salam selalu tercurah kepada baginda Nabi besar Muhammad SAW, sebagai risalah bagi seluruh umat Islam dan telah

membawa perubahan bagi dunia. Dalam penulisan skripsi ini, penulis menyadari banyak terdapat kesalahan,

kekurangan dan keterbatasan ilmu yang penulis miliki. Karena tanpa adanya semangat, doa dan bantuan dari berbagai pihak, penulis tidak dapat menyelesaikan skripsi dengan baik. Ini semua berkat arahan, bantuan, petunjuk serta motivasi yang diberikan kepada penulis. Untuk itu penulis ingin mengucapkan rasa hormat dan terima kasih yang tulus kepada:

1. Bapak Dr. Arief Subhan. M.A selaku Dekan Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi beserta Bapak Dr. Suprapto, M.Ed, MA selaku wakil Dekan I Bidang Akademik, Ibu Dr. Hj. Roudhonah, M.Ag selaku Wakil Dekan II Bidang Administrasi Umum, serta Bapak Dr. Suhaimi, M.Si selaku Wakil Dekan III Bidang Kemahasiswaan.

(7)

vii

memberikan arahan serta dorongan kepada penulis dan tak lupa memberikan inspirasi dan masukan yang sangat berharga kapada penulis dikala berkonsultasi, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik. Semoga Allah membalas ketulusan beliau, Amin.

4. Bapak Rachmat Baihaky, MA sebagai dosen Pembimbing Akademik yang telah meluangkan waktu dan pemikirannya untuk membantu dan memberikan arahan selama penulis menuntut ilmu di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. 5. Para Dosen Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi yang telah

memberikan ilmu pengetahuan selama penulis melakukan studi.

6. Teruntuk kedua Orang Tua Bapak Ibrahim dan Ibu Afriani, serta kakak-kakakku Yudha Ajie Sumantri, S.Sos, Fitrie Yuniati, S.Pd.I, dan Yoram Ajie Sambudhi yang telah memberikan dukungan baik moril maupun materi untuk kelancaran studi penulis.

Penulis menyadari skripsi ini maih belum mencapai kesempurnaan namun penulis telah berusaha semaksimal mungkin untuk dapat menyelesaikan dengan baik semoga skripsi ini bermanfaat untuk pembaca dan menjadi salah satu referensi untuk penelitian selanjutnya.

Jakarta, 18 Maret 2016

(8)

viii

ABSTRAK ... v

KATA PENGANTAR ... vi

DAFTAR ISI ... viii

DAFTAR TABEL ... x

DAFTAR GAMBAR ... xii

BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Masalah ... 1

B. Batasan dan Rumusan Masalah ... 6

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ... 7

D. Tinjauan Pustaka ... 8

E. Metodologi Penelitian ... 10

F. Sistematika Penulisan ... 14

BAB II TINJAUAN TEORI A. Teori Konstruksi Sosial Realitas ... 16

B. Konsep Internalisasi ... 22

C. Konsep Kesadaran Publik ... 23

D. Konsep Merespons ... 24

E. Konsep Selective Attention ... 24

F. Konsep Selective Perception ... 25

G. Konsep Selective Retention ... 25

H. Konsep Media Massa ... 26

(9)

ix

A. Gambaran Umum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta ... 37

B. Gambaran Umum Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi ... 41

C. Gambaran Umum Universitas Sahid Jakarta ... 49

D. Gambaran Umum Fakultas Ilmu Komunikasi ... 57

BAB IV TEMUAN DAN ANALISIS DATA A. Pemberitaan Kisruh RAPBD DKI 2015 ... 60

B. Internalisasi Mahasiswa UIN Syarif Hidatullah Jakarta Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi Dalam Merespons Pemberitaan Kisruh RAPBD DKI 2015 ... 65

C. Internalisasi Mahasiswa Universitas Sahid Jakarta Fakultas Ilmu Komunikasi Dalam Merespon Pemberitaan Kisruh RAPBD DKI 2015 ... 81

D. Analisis Komparatif Internalisasi Mahasiswa UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunisasi dengan Mahasiswa Universitas Sahid Jakarta Fakultas Ilmu Komunikasi Dalam Merespons Pemberitaan Kisruh RAPBD DKI 2015 ... 88

E. Interpretasi ... 92

BAB V PENUTUP A. Kesimpulan ... 98

B. Saran ... 99

(10)

x

Tabel 4.1 Internalisasi Mahasiswa UIN Syarif Hidayatullah Jakarta ... 65

Tabel 4.2 Mahasiswa Mengetahui Adanya Kisruh RAPBD DKI 2015 ... 69

Tabel 4.3 Mahasiswa Mengikuti Pemberitaan Kisruh RAPBD DKI 2015 ... 69

Tabel 4.4 Mahasiswa Menilai Pemberitaan Kisruh RAPBD DKI 2015 Penting Untuk Diketahui Publik ... 71

Tabel 4.5 Mahasiswa Menilai Pemberitaan Kisruh RAPBD DKI 2015 Penting Untuk Diketahui Mahasiswa ... 73

Tabel 4.7 Latar Belakang Dari Sisi Ketertarikan Dengan Dunia Politik, Keanggotaan Pada Organisasi dan Pembangunan Citra Hubungan ... 75

Tabel 4.8 Mahasiswa Berusaha Mencari Dari Berbagai Sumber ... 77

Tabel 4.9 Ingatan Mahasiswa Akan Pemberitaan Kisruh RAPBD DKI 2015 ... 79

Tabel 4.10 Internalisasi Mahasiswa Universitas Sahid Jakarta ... 81

Tabel 4.11 Mahasiswa Mengetahui Adanya Kisruh RAPBD DKI 2015 ... 83

Tabel 4.12 Mahasiswa Mengikuti Pemberitaan Kisruh RAPBD DKI 2015 ... 83

Tabel 4.13 Mahasiswa Menilai Pemberitaan Kisruh RAPBD DKI 2015 Penting Untuk Diketahui Publik ... 84

Tabel 4.14 Mahasiswa Menilai Pemberitaan Kisruh RAPBD DKI 2015 Penting Untuk Diketahui Mahasiswa ... 85

Tabel 4.15 Latar Belakang Dari Sisi Ketertarikan Dengan Dunia Politik, Keanggotaan Pada Organisasi dan Pembangunan Citra Hubungan ... 86

Tabel 4.16 Mahasiswa Berusaha Mencari Dari Berbagai Sumber ... 87

(11)

xi

(12)

xii

Diagram 3.1 Jumlah Mahasiswa FIDIKOM UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Angkatan 2011 s/d 2014 ... 48 Diagram 3.2 Jumlah Mahasiswa FIDIKOM UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Angkatan 2011 s/d 2014 Berdasarkan Jurusan ... 49 Gambar 4.1 Pemberitaan Disahkannya APBD DKI 2015 Pada Sidang

Paripurna 27 Januari 2015 ... 59 Gambar 4.2 Pemberitaan Rasa Kecewa DPRD Terhadap Pemprov DKI ... 61 Gambar 4.3 Pemberitaan Seruan Dukungan Terhadap Gubernur DKI di

(13)

1 A. Latar Belakang Masalah

Beberapa waktu lalu berbagai media massa dipenuhi dengan berita perihal kisruh RAPBD DKI tahun anggaran 2015. Dimana terdapat perbedaan yang sangat signifikan antara RAPBD DKI 2015 versi Pemprov DKI dengan versi DPRD, selisih perbedaan tersebut mencapai Rp 12,1 triliun. Perbedaan inilah yang kemudian menyulut “pertengkaran” antara Gubernur DKI dengan DPRD

DKI. Adanya tuduhan “dana siluman” oleh Gubernur DKI kepada APBD versi

DPRD menyebabkan keduanya saling melempar argumen, guna membenarkan RAPBD versi masing-masing pihak. Gubernur DKI menyebut legislatif telah memotong anggaran sebesar 10-15% dari program-program unggulan Pemprov hingga muncul Rp.12,1 triliun yang dialokasikan untuk pos yang dinilai tidak logis.1

Pos-pos itu adalah pengadaan uninterruptible power supply (UPS) untuk sejumlah sekolah di Jakarta. Anggaran UPS untuk masing-masing sekolah mencapai Rp.6 miliar. Alat fitness untuk kebugaran juga dianggarkan DPRD sebesar Rp.2,5 miliar per sekolah. Masih dari dunia pendidikan, DPRD menganggarkan alat cetak dan pemindai (printer dan scanner) senilai Rp.3 miliar untuk setiap sekolah, termasuk alat sains senilai Rp.3 miliar per sekolah. DPRD juga memasukan anggaran sarana pembelajaran untuk SMA atau SMK di Kecamatan Cengkareng sebesar Rp.4,5 miliar. Tidak cuma itu, DPRD DKI

1 Ayunda Windyastuti Savitri. “Kronologi Ahok VS DPRD Dari Dana Siluman Sampai

(14)

Jakarta juga mengajukan anggaran puluhan jenis tanaman di pos Dinas Pertamanan dan Pemakaman. Harga pohon paling murah Rp.200 juta hingga yang termahal Rp.5 miliar, total anggaran yang diajukan untuk pengadaan tanaman-tanaman itu mencapai Rp.56,9 miliar. APBD DKI Jakarta 2015 juga memunculkan anggaran kontroversial lain, yakni untuk pembuatan buku trilogi Ahok yang totalnya mencapai Rp.30 miliar.2

Adu argumen ini pun menarik perhatian banyak pihak, termasuk peneliti. Selain adu argumen yang menjadi perhatian, menurut peneliti topik dasar dari permasalahan ini yaitu RAPBD memang patut diperhatikan. Hal ini dikarenakan RAPBD yang nantinya akan menjadi APBD merupakan dasar pengelolaan keuangan daerah, yang menjadi dasar bagi kegiatan pengendalian, pemeriksaan dan pengawasan keuangan daerah. Maka dari itu transparansi perencanaan sampai penggunaan APBD sangat penting bagi masyatakat.

Selain itu, peneliti tertarik dengan topik/masalah ini dikarenakan kasus ini menelurkan kasus lain, mulai dari hak angket sampai permasalahan etika Gubernur DKI Jakarta. Peneliti pun melihat mungkin dengan munculnya kisruh ini akan menjadi titik tolak transparansi penggunaan APBD DKI ke masyarakat luas di waktu yang akan datang. Dengan munculnya kasus ini kepublik, sehingga menjadi pusat perhatian, diharap kedepannya Pemprov dan DPRD akan lebih selektif dan transparan dalam penggunaan maupun penyusunan APBD.

Ketertarikan peneliti pun timbul, karena saat kasus ini bergulir hampir seluruh media massa memberitakan konflik ini, baik cetak, elektronik maupun

online berlomba-lomba menyajikan informasi mengenai kisruh RAPBD DKI

(15)

2015. Namun, isi media merupakan sebuah informasi yang dapat merubah sebuah persepsi masyarakat terhadap apa yang disampaikan oleh media tersebut. Apalagi isu yang disampaikan mengenai pemerintahan. Ini merupakan isu yang sangat sensitif bagi khalayak terutama mahasiswa. Semakin gencarnya media memberitakan isu tentang buruknya pemerintahan kita maka akan semakin gencar juga fokus khalayak terhadap isu tersebut.

Selama ini berita yang disampaikan oleh media elektronik maupun media cetak hanya dianggap sebagai sebuah representasi dari kenyataan. Kenyataan itu ditulis kembali dan ditransformasikan lewat berita. Ia bisa mengesampingkan keberpihakan dan pilihan moral sehingga apa yang diungkapkan murni fakta, bukan penilaian individu.

Biasanya kita menilai berita hanya melihat, mendengar dan membacanya saja tanpa adanya sebuah pengaruh yang memasuki benak kita dalam menilai sebuah fakta yang disampaikan oleh media tersebut. Dalam buku Jumroni (2006) Alex Sobur mendefinisikan media massa sebagai “suatu alat untuk menyampaikan

berita, penilaian, atau gambaran umum tentang banyak hal, ia mempunyai kemampuan untuk berperan sebagai institusi yang dapat membentuk opini publik, antara lain, karena media juga dapat berkembang menjadi kelompok penekan atas suatu ide atau gagasan, bahkan suatu kepentingan citra yang ia representasikan untuk diletakkan dalam konteks kehidupan yang lebih empiris”.3

Dari penjelasan diatas, kita dapat mengerti memang saat kita membaca, mendengar, dan melihat sebuah informasi yang terjadi kita tidak hanya melakukan

3 Jumroni dan Suhaimi. Metode-metode Penelitian Komunikasi (Jakarta: UIN Jakarta

(16)

kegiatan tersebut saja, tetapi pemikirian kita telah terkonstruksi terhadap isi pemberitaan tersebut.

Dalam pandangan konstruksionis media bukanlah saluran yang bebas, ia juga subjek yang mengkonstruksi realitas, lengkap dengan pandangan, bias dan keberpihakanya. Disini media di pandang sebagai agen konstruksi sosial yang mendefinisikan realitas. Setelah mereka memahami bahwa media bukan hanya menyampaikan berita saja, lalu mereka menafsirkan isi berita tersebut melalui penafsiran mereka sendiri. Setiap orang memiliki pengalaman, preferensi, pendidikan tertentu akan menafsirkan realitas itu dengan konstruksinya masing-masing.4

Jadi, seseorang akan menafsirkan isi berita sesuai dengan apa yang melekat pada dirinya, bisa berupa pengalaman, pendidikan, dan preferensi yang pernah mereka alami sendiri. Dalam proses kontruksi realitas, terdapat tiga fase yakni eksternalisasi, objektivasi dan internalisasi. Yang dalam penelitian ini ,peneliti focus terhadap tahap internalisasi yang dialami khalayak. Internalisasi merupakan pemahaman atau penafsiran yang langsung dari suatu peristiwa objektif sebagai pengungkapan suatu makna, artinya, sebagai suatu manifestasi dari proses-proses subjektif orang lain yang dengan demikian menjadi bermakna secara subjektif bagi individu sendiri. Tidak peduli apakah subjektif orang lain itu bersesuaian dengan subjektif individu tertentu, karena bisa jadi individu memahami orang lain secara keliru, karena sebenarnya subjektifitas orang lain itu tersedia secara objektif bagi individu dan menjadi bermakna baginya.5

4 Eriyanto, Analisis Framing: Konstruksi, Ideologi dan Politik Media (Yogyakarta: Lkis,

2002), h. 18.

(17)

Pada pemberitaan kisruh RAPBD masyarakat memberikan tanggapannya, tanggapan yang diberikan masyarakat mengenai kisruh ini pun beragam. Kita dapat melihat dengan jelas tanggapan masyarakat mengenai hal ini di media sosial. Hal ini dikarenakan adanya tagar #SaveAhok di media sosial Twitter yang menjadi trending topic saat kisruh ini bergulir di berbagai media. Serta yang paling populer dari berbagai respon yang diberikan khalayak adalah gambar

digital “guyonan” guna menyindir kasus ini yang tersebar di berbagai social

media. Saat kasus ini bergulir masyarakat terbagi menjadi dua kubu, kubu yang berpihak terhadap Gubernur DKI dan DPRD. Terbaginya masyarakat menjadi dua kubu ini membuktikan bahwasanya terdapat perbedaan internalisasi atau pemahaman yang dialami masyarakat.

Perbedaan internalisasi yang menyebabkan terbaginya masyarakat menjadi dua kubu terjadi di berbagai lapisan. Tidak terkecuali dikalangan mahasiswa. Mahasiswa yang notabene adalah masyarakat yang “pedulipolitik” sudah barang tentu mempunyai sedikit banyak perbedaan dalam internalisasi kisruh ini. Namun, apakah seluruh mahasiswa di Indonesia khususnya di DKI Jakarta adalah mahasiswa yang paham politik? Peduli dengan politik? Peneliti berpendapat tidak semua mahasiswa paham dan peduli akan politik. Atas dasar pemikiran itulah peneliti tertarik untuk membahas mengenai perbedaan internalisasi publik dalam merespon pemberitaan kisruh RAPBD DKI 2015. Dimana publik dalam penelitian ini dikerucutkan menjadi mahasiswa, yakni antara mahasiswa Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta dan Universitas Sahid Jakarta.

(18)

terhadap pemberitaannya, karena seperti yang telah kita ketahui peran media massa saat ini sangatlah besar. Media massa telah menjadi perhatian masyarakat, bahkan sejak kemunculannya pertama kali, media massa telah menjadi objek perhatian dan objek peraturan (regulasi). Sedang dalam bidang politik, penentuan sikap tindak demokratis atau tidaknya suatu organisasi maupun individu sudah semakin bergantung pada media massa. Keputusan atau pembahasan atas berbagai isu sosial penting saat ini sudah harus memperhitungkan peranan media massa, baik itu untuk tujuan baik maupun sebaliknya, beserta dampaknya.6

Atas dasar itulah selanjutnya penelitian ini diberi judul “Internalisasi Kesadaran Publik Dalam Merespons Pemberitaan Kisruh RAPBD DKI

2015”.

B. Batasan dan Perumusan Masalah

1. Batasan Masalah

Uraian pada sub bab latar belakang yang masih bersifat umum memungkinkan terjadinya perluasan dalam pembahasan. Untuk itu diperlukan suatu pembatasan masalah, selain untuk menghindari perluasan pembahasan, pembatasan masalah juga memudahkan peneliti dalam melakukan penelitian di lapangan. Maka penelitian ini di batasi pada “Bagaimana Internalisasi Kesadaran Mahasiswa UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi dan Universitas Sahid Jakarta Fakultas Ilmu Komunikasi Dalam Merespons Pemberitaan Kisruh RAPBD DKI 2015”.

(19)

2. Rumusan Masalah

Berdasarkan batasan masalah yang telah disebutkan maka peniliti membuat perumusan masalah, yang disusun dalam beberapa pertanyaan sebagai berikut:

1. Bagaimana internalisasi kesadaran mahasiswa UIN Syarif Hidayatullah Jakarta dan Universitas Sahid Jakarta dalam merespons pemberitaan kisruh RAPBD DKI 2015?

2. Adakah perbedaan internalisasi kesadaran mahasiswa UIN Syarif Hidayatullah Jakarta dengan Universitas Sahid Jakarta dalam merespons pemberitaan kisruh RAPBD DKI 2015?

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian

1. Tujuan Penelitian

Adapun beberapa tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah: 1. Untuk mengetahui bagaimana internalisasi kesadaran mahasiswa

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta dan Universitas Sahid dalam merespons pemberitaan kisruh RAPBD 2015 DKI Jakarta.

2. Untuk mengetahui adakah perbedaan internalisasi kesadaran mahasiswa UIN Syarif Hidayatullah Jakarta dan Universitas Sahid Jakarta dalam merespons pemberitaan kisruh RAPBD 2015 DKI Jakarta.

2. Manfaat Penelitian

(20)

Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai bahan informasi dan dokumentasi ilmiah untuk pengembangan ilmu pengetahuan yang memadai kepada pembaca, khususnya yang berkaitan dengan internalisasi/pemahaman individu terhadap suatu peristiwa objektif.

b) Manfaat Praktis

Penelitian ini diharapkan dapat memperlihatkan bagaimana internalisasi mahasiswa UIN Syarif Hidayatullah Jakarta dan Universitas Sahid Jakarta dalam merespons pemberitaan kisruh RAPBD 2015 DKI Jakarta.

Sedang untuk pemerintah/aparatur negara hasil penelitian ini diharapkan dapat membangun kepedulian terhadap kebijakan/keputusan yang diambil pemerintah, terutama dalam penggunaan APBD. Serta dapat memberikan evaluasi bagi pemerintah mengenai pentingnya transparansi penyusunan dan penggunaan APBD.

D. Tinjauan Pustaka

(21)

Peneliti hanya menemukan penelitian dengan kesamaan pada studi komparatifnya saja. Penelitian tersebut berjudul “Pendekatan Public Relation

Politik Dalam Persuasi Pemilih Muslim Jelang Pemilu 2014 (Studi Komparatif PKS dan PPP)” yang ditulis oleh Bayu Noer Cahyo pada tahun 2013.

Dalam penelitiannya Bayu Noer Cahyo melakukan penelitian dengan tujuan untuk mengetahui bagaimana pendekatan public relation politik PKS dan PPP serta kelebihan dan kekurangan pendekatan public relation politik dari masing-masing pihak. Penelitiannya menggunakan pendekatan kualitatif, sementara jenis penelitiannya analisis deskriptif. Hasil dari penelitiannya menunjukan setiap masing-masing pihak memiliki kekurangan dan kelebihannya sendiri-sendiri.

Tentunya terdapat banyak perbedaan antara penelitian yang dilakukan oleh saudara Bayu Noer Cahyo dengan penelitian yang akan dilakukan oleh peneliti. Salah satunya, dari sisi subjek dan objek penelitian yang diambil. Penelitian sebelumnya mengambil subjek kantor DPP PKS dan kantor DPP PPP dengan objek penelitian pendekatan public relation politik dalam persuasi pemilih muslim jelang pemilu 2014. Sedangkan penelitian ini mengambil subjek UIN Syarif Hidayatullah Jakarta dan Universitas Sahid Jakarta dengan objek internalisasi publik dalam merespon pemberitaan kisruh RAPBD DKI 2015.

(22)

sebelumnya hanyalah sebatas memberikan kontribusi dalam pengembangan ilmu komunikasi politik dan memberikan bahan masukkan pada divisi humas PKS dan PPP dalam konteks pendekatan public relation politik. Sedang manfaat yang akan didapat dari penelitian ini adalah diketahuinya seberapa penting sikap peduli politik bagi mahasiswa dan transparansi penyusunan dan penggunaan APBD. E. Metodologi Penelitian

1. Metode Penelitian

Berbicara mengenai metodologi berarti berbicara mengenai hukum, aturan, dan tata cara melaksanakan atau menyelenggarakan sesuatu.7 Oleh karena itu peneliti memilih menggunakan metode penelitian kualitatif. Karena hukum, aturan dan tata cara dalam metode penelitian kualitatif dirasa sangat cocok untuk penelitian ini. Sedang untuk pendekatan, peneliti memilih pendekatan deskriptif analisis. Dimana kegiatan penelitian yang akan dilakukan menggambarkan apa adanya peristiwa yang terjadi. Bogdan dan Taylor mendefinisikan metodelogi kualitatif sebagai prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang dapat diamati.8

2. Paradigma Penelitian

Paradigma adalah cara pandang untuk memahami kompleksitas dunia nyata. Paradigma tertanam kuat dalam sosialisasi para penganut dan praktisinya. Paradigma menunjukan pada mereka apa yang penting, absah, dan masuk akal. Paradigma juga bersifat normatif, menunjukan kepada

7 Haris Herdiansyah, Metode Peneltian Kualitatif untuk Ilmu-ilmu Sosial (Jakarta:

Salemba Humanika, 2012), h. 2.

(23)

praktisinya apa yang harus dilakukan tanpa perlu melakukan pertimbangan eksistensial atau epitemologis yang panjang.9

Paradigma yang digunakan dalam penelitian ini adalah paradigma konstruktivisme yaitu paradigma yang hampir merupakan antitesis dari paham yang meletakan pengamatan dan objektivitas dalam menemukan suatu realitas atau ilmu pengetahuan. Atau lebih tepatnya paradigma konstruktivisme dalam ilmu sosial merupakan kritik terhadap paradigma positivisme. Paradigma konstruktivisme memandang ilmu sosial sebagai analisis sistematis terhadap socially meaning action melalui pengamatan langsung dan terperinci terhadap pelaku sosial yang bersangkutan menciptakan dan memelihara atau mengelola dunia sosial mereka.10

Menurut Patton, para peneliti konstruktivis mempelajari beragam realita yang terkonstruksi oleh individu dan implikasi dari konstruksi tersebut bagi kehidupan mereka dengan yang lain. Dalam konstruktivis, setiap individu memiliki pengalaman yang unik. Dengan demikian, penelitian dengan paradigma seperti ini menyarankan bahwa setiap cara yang diambil dari setiap individu dalam memandang dunia adalah valid, dan perlu adanya rasa menghargai atas pandangan tersebut.11

3. Tempat dan waktu penelitian

Penelitian ini akan dilakukan di dua universitas yaitu Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta dan Universitas Sahid Jakarta. Dengan

9 Deddy Mulyana, Metode Penelitian Kualitatif (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya,

2003), h. 9.

10 Deddy N Hidayat, Paradigma dan Metodelogi Penelitian Sosial Empirik Klasik

(Jakarta: Departemen Ilmu Komunikasi FISIP Universitas Indonesia, 2003), h. 3.

11 Michael Quinn Patton, Qualitative Research and Evaluation Methods, 3rd Edition

(24)

jangka waktu penelitian lima bulan, yakni dari bulan Juni hingga Desember 2015.

4. Teknik pengumpulan data

Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

a) Wawancara

Dalam penelitian kualitatif wawancara menjadi metode pengumpulan data yang utama. Oleh karena itu peneliti menggunakan teknik ini untuk pengumpulan data penelitian. Bentuk wawancara yang akan digunakan adalah wawancara semi-terstruktur, dimana nantinya peneliti selaku pewawancacara akan memberikan pertanyaan terbuka kepada terwawancara. Wawancara akan dilakukan langsung kepada mahasiswa UIN Syarif Hidayatullah Jakarta dan Universitas Sahid Jakarta, masing-masing responden di tiap universitas sebanyak lima orang. Dengan karakteristik sebagai berikut:

1.Mahasiswa/i Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi (untuk UIN Syarif Hidayatullah Jakarta) ; Fakultas Ilmu Komunikasi (untuk Universitas Sahid Jakarta)

2.Mahasiswa/i minimal semester 5 dan maksimal semester 9. 3.Mahasiswa/i aktif organisasi, minimal mengikuti satu organisasi. 4.Mahasiswa/i yang mengetahui pemberitaan kisruh RAPBD DKI. b) Dokumentasi

(25)

objek penelitian. Mempelajari, menelaah dan mengkaji dokumen-dokumen tertulis yang terkait dengan kisruh RAPBD DKI dan internalisasi. Selain itu, ada pula penggunaan data-data dari internet berupa artikel-artikel media massa, dan laporan hasil penelitian lainnya.

5. Subjek dan Objek Penelitian

Subjek penelitian adalah tempat memperoleh keterangan atau data yang dalam penelitian ini subjek penelitiannya adalah mahasiswa Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi dan mahasiswa Universitas Sahid Jakarta Fakultas Ilmu Komunikasi. Sedangkan objek penelitian ini adalah internalisasi kesadaran mahasiswa dalam merespons pemberitaan kisruh RAPBD DKI 2015.

6. Teknik analisis data

Untuk menganalisa data yang telah terkumpul peneliti akan mereduksi data tersebut menjadi satu bentuk tulisan (script) yang akan dianalisis. Hasil dari rekaman wawancara akan diformat menjadi bentuk verbatim wawancara. Sedang hasil studi dokumentasi diformat menjadi skrip analisis dokumen.12 Kemudian data dipelajari dan ditelaah. Dalam penelitian ini peneliti menampilkan data yang menampilkan internalisasi yang terjadi terhadap mahasiswa dalam merespon pemberitaan kisruh RAPBD DKI 2015.

7. Teknik penulisan

(26)

Adapun teknik penulisan skripsi ini, berpedoman pada buku pedoman penulisan karya ilmiah, yang diterbitkan UIN Syahida Jakarta CeQDA tahun 2007.

F. Sistematika Penulisan

Untuk memudahkan penyusunan skripsi ini, maka dibuatlah sistematika penulisan yang akan dibagi menjadi bagian bab yang terdiri dari beberapa sub bab, yaitu:

BAB I : PENDAHULUAN

Pada bab pertama ini berisi enam sub bab di antaranya adalah; Latar Belakang Masalah, Pembatasan dan Perumusan Masalah, Tujuan dan Manfaat Penelitian, Tinjauan Pustaka, Metodologi Penelitian dan Sistematika Penulisan.

BAB II : KERANGKA TEORITIS

Dalam bab ini akan membahas hal-hal yang meliputi; Definisi Teoritis dan Konsep, mengenai teori konstruksi sosial, konseptualisasi internalisasi,

selective attention, selective perception, selective retention, media massa, berita dan APBD.

BAB III: GAMBARAN UMUM

Pada bab ini difokuskan membahas mengenai gambaran umum dari Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta dan Universitas Sahid Jakarta.

BAB IV : ANALISIS DAN TEMUAN DATA LAPANGAN

(27)

mahasiswa UIN Jakarta Syarif Hidayatullah Jakarta dan Universitas Sahid Jakarta dalam merespons pemberitaan kisruh RAPBD DKI 2015, analisis komparatif antara keduanya dan interpretasi peneliti terhadap penelitian ini.

BAB V : PENUTUP

(28)

16 A. Teori Konstruksi Sosial Realitas

Sejak kemunculannya, media massa memang telah menjadi objek penelitian. Yang mana, kemudian penelitian tersebut menghasilkan berbagai teori komunikasi massa. Salah satunya adalah teori konstruksi sosial realitas, yang muncul pada era teori kebudayaan. Teori-teori komunikasi massa yang masuk dalam era teori kebudayaan, kelompok pemikiran kultural atau sering juga disebut dengan tradisi sosiokultural, memiliki asumsi bahwa pengalaman terhadap kenyataan merupakan suatu konstruksi sosial yang berlangsung terus-menerus, jadi bukan sesuatu yang hanya dikirimkan begitu saja kepublik.1

Hal tersebut sejalan dengan ide pokok pemikiran teori konstruksi sosial realitas, yaitu bahwa dunia sosial tercipta karena adanya interaksi antara manusia yang satu dengan yang lainnya. Sehingga terjadilah komunikasi sepanjang waktu, yang mewujudkan pengertian kita mengenai pengalaman, termasuk ide kita mengenai diri kita sebagai manusia dan sebagai komunikator. Dengan demikian, setiap orang pada dasarnya memiliki teori pribadinya sendiri-sendiri mengenai kehidupan. Teori pribadi itu menjadi model bagi manusia untuk memahami pengalaman hidupnya dan teori itu akan terus berkembang serta diperbaiki terus-menerus melalui berbagai interaksi sepanjang hidupnya.2

(29)

Asal mula teori ini dari filsafat konstruktivisme dan teori ini berdiri diatas paradigma konstruktivis. Dalam penjelasan ontologi paradigma konstruktivis, realitas adalah konstruksi sosial yang diciptakan oleh individu. Namun, demikian kebenaran suatu realitas sosial bersifat nisbi, yang berlaku sesuai konteks spesifik yang dinilai relevan oleh pelaku sosial.3

Sejauh ini ada tiga macam konstruktivisme:4

1. Konstruktivisme radikal; konstruktivisme radikal hanya dapat mengakui apa yang dapat dibentuk oleh pikiran kita. Bentuk ini tidak selalu representasi dunia nyata. Kaum konstruktivisme radikal mengesampingkan hubungan antara pengetahuan dan kenyataan sebagai suatu kriteria kebenaran. Pengetahuan bagi mereka tidak merefleksi suatu realitas ontologis objektif, namun sebuah realitas yang dibentuk oleh pengalaman seseorang.

Bentuk ini biasanya hanya mengakui apa yang dihasilkan oleh pikiran kita. Mereka tidak menganggap pengetahuan sebagai sebuah realitas. Karena realitas adalah sesuatu yang dibentuk oleh pengalaman seseorang. Misalnya adalah, orang barat akan menilai islam adalah sebuah agama yang mengajarkan kekerasan. Ini karena mereka melihat realitas yang terjadi selama ini dalam sisi islam begitu banyaknya aksi-aksi kekerasan yang melibatkan umat islam dalam menegakan amar

ma’ruf nahi mungkar.

(30)

2. Realisme hipotesis; dalam pandangan realisme hipotesis, pengetahuan adalah sebuah hipotesis dari struktur realitas yang mendekati realitas dan menuju kepada pengetahuan yang hakiki.

Dalam bentuk ini mereka mengakui pengetahuan sebagai sebuah hipotesis, lalu mereka membandingkannya dengan segala hipotesis yang melibatkan sebuah realitas sehingga meneguhkan diri mereka menuju pengetahuan yang hakiki. Misalnya orang islam belum tentu benar walaupun Al-Qur’an sebagai pedoman hidupnya telah menuliskan keagungan kebenarannya. Hal ini dikarenakan selama realitas umat islam itu sendiri tidak menunjukan kebenaran dalam

Al-Qur’an. Bentuk ini akan terus melakukan dugaan-dugaan terkait

kebenaran pengetahuan dan juga realitas yang terjadi dalam lingkungan sosial.

3. Konstruktivisme biasa; konstruktivisme biasa mengambil semua konsekuensi konstruktivisme dan memahami pengetahuan sebagai sebuah gambaran dari realitas itu. Kemudian pengetahuan individu dipandang sebagai suatu gambaran yang dibentuk dari realitas objek dalam dirinya sendiri.

Antara pengetahuan dan pengalaman seseorang mampu menjadi sebuah realitas dari seseorang. Lebih tepatnya pengetahuan seseorang dipengaruhi oleh pengalaman seseorang dalam realitas tersebut yang mampu membentuk dirinya dalam sebuah lingkungan.

(31)

pengetahuan manusia dibangun melalui interaksi sosial.5 Peter L. Berger

adalah seorang sosiolog dari New School for Social Research, New York.

Sedang Thomas Luckman adalah sosiolog dari University of Frankfurt. Mereka memperkenalkan teori ini melalui buku The Social Construction of Reality: A Treatise in the Sociological of Knowledge pada tahun 1966. Dalam buku tersebut digambarkan bahwa proses sosial dilakukan melalui tindakan dan interaksi, dimana individu menciptakan secara terus-menerus suatu realitas yang dimiliki dan dialami bersama secara subjektif.6

Dengan kata lain, realitas bukan sesuatu yang natural melainkan hasil konstruksi manusia. Jadi konstruksi sosial adalah pengembangan pola pikir masyarakat atau khalayak melalui isu yang terdapat pada media. Pengertian dan pemahaman kita terhadap sesuatu muncul akibat komunikasi dengan orang lain. Realitas sosial sesungguhnya tidak lebih dari sekedar hasil konstruksi sosial dalam komunikasi tertentu.

Hasil dari konstruksi sosial adalah pengetahuan yang bersifat keseharian yang hidup dan berkembang di masyarakat, seperti konsep, kesadaran umum, dan wacana publik. Realitas sosial dikonstruksi melalui proses eksternalisasi, objektivasi dan internalisasi. Realitas sosial yang dimaksud oleh Berger dan Luckman ini terdiri dari realitas objektif, realitas simbolis dan realitas subjektif.7

Realitas objektif adalah realitas yang terbentuk dari pengalaman di dunia objektif yang berada diluar diri individu, dan realitas ini dianggap sebagai kenyataan. Realitas simbolis merupakan ekspresi simbolis dari

(32)

realitas objektif dalam berbagai bentuk. Sedangkan realitas subjektif adalah realitas yang terbentuk sebagai proses penyerapan kembali realitas objektif dan simbolis kedalam individu melalui proses internalisasi.8

Teori dan pendekatan konstruksi sosial realitas terjadi secara simultan melalui tiga proses sosial yaitu eksternalisasi, obyektivasi dan internalisasi. Proses ini dinamakan proses dialektika. Terjadi antara individu satu dengan lainnya di dalam masyarakat. Bangunan realitas yang tercipta karena proses sosial tersebut adalah objektif, subjektif dan simbolis atau intersubjektif.9

Adapun dalam pandangan Peter L. Berger tiga tahapan yang dimaksud disini adalah:10

1. Eksternalisasi, yaitu usaha pencurahan atau ekspresi diri manusia ke dalam dunia, baik dalam kegiatan mental maupun fisik. Ini sudah menjadi sifat dasar manusia, ia akan sealalu mencurahkan diri ke tempat dimana dia berada.

Proses ini berawal dari latar belakang seseorang dalam melakukan pencurahan dirinya kedalam sebuah realitas. Proses ini dapat dilihat dari latar belakang pendidikan, sosial, ekonomi dan lain sebagainya. Latar belakang akan mempengaruhi seseorang dalam melihat realitas.

2. Objektivikasi, yaitu hasil yang telah dicapai, baik mental maupun fisik dari kegiatan eksternalisasi manusia tersebut. Hasil itu

8 Burhan Bungin, Sosiologi Komunikasi, h. 192. 9 Burhan Bungin, Sosiologi Komunikasi, h. 202.

(33)

menghasilkan realitas objektif yang bisa jadi akan menghadapi si penghasil itu sendiri sebagai suatu faktisitas yang berada di luar dan berlainan dari manusia yang menghasilkannya.

Setelah manusia mencurahkan dirinya ke dalam sebuah realitas, maka mereka akan menghasilkan sebuah pemaknaan pada dirinya terkait dengan realitas disekitarnya. Seorang yang berlatar belakang muslim radikal misalnya, akan melihat perjuangan Front Pembela Islam (FPI) sebagai tindakan yang wajar dalam melakukan kekerasaan untuk menegakan amar ma’ruf nahi mungkar. Sedangkan bagi seorang muslim moderat perbuatan tersebut dinilai sebagai sebuah tindakan yang melanggar hukum. Karena akan mengganggu kerukunan umat beragama, selain itu mereka juga akan menganggap FPI sebagai sebuah organisasi liar yang melakukan penertiban iman. Latar belakang seseorang akan menghasilkan realitas yang berbeda dalam melihat kondisi sosial. 3. Internalisasi, proses ini lebih merupakan penyerapan kembali dunia

objektif ke dalam kesadaran sedemikian rupa sehingga subjektif individu dipengaruhi oleh struktur dunia sosial. Berbagai macam unsur dari dunia telah terobjektifkan tersebut akan ditangkap sebagai gejala realitas di luar kesadarannya, sekaligus sebagai gejala internal bagi kesadaran.

(34)

sebuah realitas dan melihat apa yang dipersepsikan oleh lingkungan sekitar terhadap realitas yang sama. Misalnya sebagai pekerja media, seorang wartawan tidak akan mungkin menuliskan hasil pencurahan dirinya dalam sebuah realitas untuk dijadikan sebuah berita. Biasanya mereka dibatasi oleh pengertian-pengertian yang dihasilkan oleh rapat redaksi dalam membuat realitas dalam sebuah pemberitaan. Ini terjadi pada tubuh media manapun.

Bagi Berger, realitas itu tidak dibentuk secara ilmiah, tidak juga sesuatu yang diturunkan oleh Tuhan. Tetapi sebaiknya, ia dibentuk dan dikonstruksi.11 Dari pernyataan itu, berarti realitas tidak pernah memiliki wajah aslinya, akan selalu ada perbedaan. Setiap orang akan memiliki tafsiran sendiri dalam menghadapi realitas. Pengalaman, preferensi, pendidikan, dan lingkungan pergaulan akan menafsirkan sebuah realitas sosial dengan konstruksinya masing-masing.

B. Konsep Internalisasi

Internalisasi merupakan pemahaman atau penafsiran yang langsung dari suatu peristiwa objektif sebagai pengungkapan suatu makna, artinya, sebagai suatu manifestasi dari proses-proses subjektif orang lain yang dengan demikian menjadi bermakna secara subyektif bagi individu sendiri. Tidak peduli apakah subjektif orang lain itu bersesuaian dengan subjektif individu tertentu, karena bisa jadi individu memahami orang lain secara keliru, karena sebenarnya subjektifitas orang lain itu tersedia secara objektif bagi individu dan menjadi bermakna baginya.12

(35)

Dengan demikian, internalisasi dalam arti umum merupakan dasar pemahaman mengenai “sesama saya”, yaitu pemahaman individu dan orang lain serta pemahaman mengenai dunia sebagai sesuatu yang maknawi dari kenyataan sosial.13 Yang mana melalui proses internalisasi inilah realitas subjektif diciptakan. Dalam penelitian ini internalisasi yang dimaksudkan adalah pemahaman, pemaknaan, penafsiran mahasiswa UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi dan mahasiswa Universitas Sahid Jakarta Fakultas Ilmu Komunikasi terhadap pemberitaan kisruh RAPBD DKI 2015.

C. Konsep Kesadaran Publik

Kata dasar dari kesadaran adalah sadar, dan menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia sadar adalah merasa tahu dan mengerti. Sedangkan kesadaran itu sendiri menurut KBBI adalah keadaan mengerti hal yang dirasakan atau dialami seseorang. Untuk definisi publik menurut KBBI, publik adalah orang banyak. Jadi peneliti menyimpulkan kesadaran publik adalah keadaan mengerti yang dialami orang banyak terhadap hal yang dirasakan.

Dalam penelitian ini publik dikerucutkan kepada mahasiswa UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi dan mahasiswa Universitas Sahid Jakarta Fakultas Ilmu Komunikasi. Kesadaran publik yang dimaksud dalam penelitian ini adalah keadaan mengerti yang dialami mahasiswa UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Fakultas Ilmu Dakwah

(36)

dan Ilmu Komunikasi dan mahasiswa Universitas Sahid Jakarta Fakultas Ilmu Komunikasi terhadap pemberitaan kisruh RAPBD DKI 2015.

D. Konsep Merespons

Kata dasar dari merespons adalah respons, menurut KBBI respons adalah tanggapan/reaksi/jawaban. Sedangkan untuk pengertian dari merespons adalah memberikan tanggapan/menanggapi. Yang mana dalam penelitian ini merespons yang dimaksudkan adalah memberikan tanggapan mengenai pemberitaan kisruh RAPBD DKI 2015.

E. Konsep Selective Attention

Selective attention (penerimaan informasi selektif) adalah proses dimana individu cenderung memerhatikan dan menerima terpaan pesan media massa yang sesuai dengan pendapat dan minatnya atau yang sesuai dengan sikap atau kepercayaan yang sudah dimiliki sebelumnya.14 Di samping itu ia

menghindari pesan-pesan yang tidak sesuai dengan pendapat dan minatnya. Bahkan, dalam perkembangannya, seorang individu akan cenderung memilih siaran yang sesuai dengan sikap dan keyakinannya.15

Nurudin mengutip Alexis S. Tan yang berpendapat selective attention

mempunyai prinsip-prinsip sebagai berikut. Pertama, perbedaan individu merupakan hasil dari struktur kognitif seseorang yang berbeda dalam menerima pesan-pesan media, jenis media massa pun beragam silih berganti menerpa seseorang. Seseorang memiliki kemampuan untuk selektif hanya pada pesan-pesan yang menarik perhatiannya.

14 Morissan, Psikologi Komunikasi(Bogor: Ghalia Indonesia, 2013), h. 232.

(37)

Kedua, keanggotaan sosial pada berbagai kelompok sosial pun ikut mempengaruhi pesan mana yang kita pilih. Misalnya agama, partai, suku. Dengan demikian, mereka yang mempunyai agama sama cenderung memperhatikan pesan-pesan yang sama. Ketiga, orang lebih berminat kalau suatu informasi dapat membangun citra hubungan dengan orang lain.16 Dengan begitu, apa yang menjadi perhatian seseorang belum tentu sama dengan orang lain. Kecenderungan kita melihat apa yang ingin kita lihat dan apa yang ingin kita dengar menyebabkan perbedaan ini timbul.17

F. Konsep Selective Perception

Selective perception adalah seorang individu secara sadar akan mencari media yang mendorong kecenderungan dirinya. Kecenderungan dirinya ini bisa merupakan pendapat, sikap atau keyakinan. Jadi, individu aktif mencari informasi yang bisa memperkuat keyakinannya. Misalnya, seorang mahasiswa yang sedang belajar tentang demokrasi dan disetiap kesempatan memperbincangkan arti pentingnya demokrasi, akan merasa perlu untuk mencari buku-buku yang bisa mendukung pendapatnya tersebut. Jarang dari mereka yang mencari buku-buku yang justru menolak ide-idenya.18

G. Konsep Selective Retention

Selective Retention atau pengingatan selektif adalah kecenderungan seseorang untuk mengingat kembali suatu informasi yang dipengaruhi oleh

16 Nuruddin, Pengantar Komunikasi Massa, h. 229.

(38)

keinginan, kebutuhan, sikap dan faktor-faktor psikologis lain.19 Seseorang

cenderung hanya mengingat pesan yang sesuai dengan pendapat dan kebutuhan dirinya. Ingatan selektif mengasumsikan bahwa orang tidak akan mudah lupa atau sangat mengingat pesan-pesan yang sesuai sikap atau kepercayaan yang sudah dimiliki sebelumnya.20

H. Konsep Media Massa

Media massa adalah alat yang digunakan dalam penyampaian pesan dari sumber kepada khalayak (penerima) dengan menggunakan alat-alat komunikasi mekanis seperti, surat kabar, film, radio dan televisi.21

Karakteristik media massa adalah:

1. Bersifat melembaga, artinya pihak yang mengelola media terdiri dari banyak orang, yakni mulai dari pengumpulan, pengelolaan sampai pada penyajian informasi.

2. Bersifat satu arah, artinya komunikasi yang dilakukan kurang memungkinkan terjadinya dialog antara pengirim dan penerima. Kalau terjadi reaksi, memerlukan waktu dan tertunda.

3. Meluas dan serempak, artinya dapat mengatasi rintangan waktu dan jarak, karena ia memiliki kecepatan. Bergerak secara luas, dimana informasi yang disampaikan diterima oleh banyak orang pada saat yang sama.

4. Memakai peralatan teknis atau mekanis, seperti radio, televisi, surat kabar, dan semacamnya.

19 Werner J. Severin dan James W. Tankard. Teori Komunikasi: Sejarah Metode dan Terapan di Dalam Media Massa Edisi ke-5 (Jakarta: Kencana, 2009), h. 93.

20 Morissan, dkk., Teori Komunikasi Massa, h. 71.

(39)

5. Bersifat terbuka, artinya pesannya dapat diterima oleh siapa saja dan dimana saja tanpa mengenal usia, jenis kelamin dan suku bangsa.

Pada satu pihak, media massa mencerminkan realitas sosial. Pada lain pihak, media massa mampu membentuk realitas sosial melalui pemilihan. Selektif untuk mengangkat suatu permasalahan. Oleh karena itu, media massa memiliki kekuasaan untuk mengembangkan dan mengarahkan pemikiran yang saling bertentangan yang ada dalam masyarakat. Jadi khalayak yang heterogen, terutama dalam sikap dan pemikiran, lebih dikendalikan oleh media. Media massa juga berfungsi memberikan status, misalnya orang yang tidak dikenal mendadak terkenal karena diungkap besar-besaran dalam media massa.22

I. Konsep Berita

1. Pengertian Berita

Istilah “News” merupakan istilah dalam bahasa Inggris yang artinya

“berita”, berasal dari “new” (baru) dengan konotasi kepada hal-hal yang

baru. Dalam hal ini segala yang baru merupakan bahan informasi bagi semua orang yang memerlukannya. Dengan kata lain, semua hal yang baru merupakan bahan informasi yang dapat disampaikan kepada orang lain dalam bentuk berita (news). Oleh karena itu Hornby menjelaskan “news” sebagai laporan tentang apa yang terjadi paling mutakhir (sangat-sangat baru), baik peristiwa maupun faktanya.23 Kemudian Paul De Massenner dalam buku

Here’s The News: Unesco Associate menyatakan, news atau berita adalah

22 Cangara Hafied, Pengantar Ilmu Komunikasi, h. 54.

23 Kustadi Suhandang, Pengantar Jurnalistik Seputar Organisasi Produk dan Kode Etik

(40)

sebuah informasi yang penting dan menarik perhatian serta khalayak pendengar.24

Sedangkan menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, berita adalah cerita atau keterangan mengenai kejadian atau peristiwa yang hangat.25 Pendapat lain dikemukakan oleh AS Haris Sumadiria yang menyatakan berita adalah semua hal yang terjadi di dunia, apa yang ditulis dalam surat kabar, apa yang disiarkan di radio, dan apa yang ditayangkan oleh televisi.26 Dari uraian tadi kiranya dapat diartikan berita merupakan suatu informasi yang bersifat aktual, kebaruan dan terkini yang ada dalam kehidupan masyarakat dan disampaikan kepada khalayak dalam waktu yang secepat-cepatnya.

Dalam pemahaman lebih dalam, berita dibedakan menjadi dua sistem yaitu menurut Pers Barat dan Pers Timur. Keduanya mempunyai sistem yang sangat bertentangan dan berbeda. Dalam Pers Timur berita tidak dipandang sebagai “komoditi”: berita bukan “barang dagangan”. Berita adalah suatu

“proses”, proses yang ditentukan arahnya. Berita tidak didasarkan pada

maksud untuk memuaskan nafsu “ingin tahu” segala sesuatu yang luar biasa

dan “menabjubkan” melainkan pada keharusan ikut usaha mengorganisasikan

pembangunan dan pemeliharaan negara sosialis. Berbeda dengan Pers Barat memandang berita itu sebagai “komoditi”, sebagai “barang dagangan” yang dapat diperjualbelikan. “Tidak heran kalau Pers Barat mendefinisikan berita

24 Haris Sumadiria, Jurnalistik Indonesia Menulis Berita dan Feature Panduan Praktis Jurnalis Professional (Bandung: Simbiosa Rekatama Media, 2006), h. 64.

25 Suhaemi dan Rulli Nasrullah. Bahasa Jurnalistik (Jakarta: Lembaga Penelitian UIN

Jakarta, 2009), h. 27.

(41)

seperti yang diberikan oleh ‘raja pers’ dari Inggris, Lord Northcliffe, yang

mengatakan bahwa “News is anything out of ordinary”.27 2. Jenis Berita

Terdapat beberapa jenis berita yang diantaranya adalah:28

1. Hard News, segala informasi penting dan menarik yang harus segera di laporkan atau disiarkan agar cepat diketahui khalayak. 2. Soft News, segala informasi yang penting dan menarik yang

disampaikan secara mendalam namun tidak bersifat segera ditayangkan.

3. Dokumenter, program informasi yang bertujuan untuk pembelajaran dan berpendidikan namun disajikan dengan menarik.

3. Objek Berita

Objek berita seluruhnya menggambarkan atau menginformasikan tentang fakta. Dalam hal ini fakta yang dimaksud yaitu:

a. Peristiwa: suatu kejadian yang baru terjadi dan hanya sekali terjadi. b. Kasus: kejadian atau fakta yang ditimbulkan oleh suatu peristiwa. c. Fenomena: suatu kejadian yang pengaruhnya melebihi batas

teritorial tertentu, dan ruang-ruang identitas lainnya, dan terjadi secara berulang-ulang.

Dalam menulis berita perlu diperhatikan beberapa elemen nilai berita yang menjadikan peristiwa atau kejadian tersebut memiliki daya tarik. Menurut Septiawan K. Santana elemen nilai berita terbagi menjadi berikut:29

27 Hikmat Kusumaningrat dan Purnama Kusumaningrat. Jurnalistik Teori dan Praktik

(Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2006), h. 32.

(42)

a. Immediacy, berkaitan dengan kesegaran peristiwa yang dilaporkan atau nilai baru.

b. Proximity, keterdekatan peristiwa dengan khalayak dalam keseharian mereka.

c. Consequence, nilai berita yang memberikan konsekuensi atau memiliki pengaruh bagi khalayak.

d. Conflict, berkaitan dengan peristiwa perang, demonstrasi, kerusuhan, kriminal, atau perseteruan.

e. Oddity, peristiwa yang tidak biasa terjadi atau jarang ditemui. f. Sex, berkaitan dengan peristiwa perselingkuhan, hubungan antar

invidu.

g. Emotion, biasanya disebut sebagai elemen human interest, dimana elemen ini berkaitan dengan kisah-kisah yang menyentuh emosi manusia.

h. Prominence, berkaitan dengan keterlibatan orang-orang penting, terkenal atau tokoh.

i. Suspence, adanya peristiwa yang mengejutkan atau sesuatu yang ditunggu-tunggu.

j. Progress, berkaitan dengan perkembangan sebuah peristiwa. Unsur penting yang ada dalam berita meliputi pertanyaan yang dapat menjawab rasa ingin tahu masyarakat pembaca. Unsur berita tersebut adalah:

What (apa peristiwa yang terjadi), who (siapa yang terlibat dalam peristiwa),

(43)

where (dimanakah peristiwa terjadi), when (kapan peristiwa terjadi), why

(penyebab peristiwa terjadi), dan how (bagaimana itu terjadi). 4. Kaidah-kaidah Berita

a. Akurasi (accuracy): kebenaran dan ketepatan data yang diberitakan. b. Keseimbangan (balance): keseimbangan ini dilakukan ketika sebuah

peristiwa berkaitan dengan dua belah pihak. Maka, untuk menyeimbangkannya, wartawan harus sama-sama menggali data dari dua belah pihak terkait secara seimbang. Begitu juga dalam penulisannya.

c. Kejelasan (clarity): dapat dipahami maksud yang dikehendaki dalam ini berita. Ini meliputi keutuhan data dan penulisan berita.

J. Konsep Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD)

Anggaran adalah sebuah proses yang dilakukan oleh organisasi sektor publik untuk mengalokasikan sumber daya yang dimilikinya ke dalam kebutuhan-kebutuhan yang tidak terbatas. Dengan demikian anggaran merupakan suatu pernyataan formal yang dibuat oleh manajemen berupa rencana-rencana yang akan dilakukan pada masa yang akan datang dalam suatu periode tertentu, dimana rencana tersebut merupakan suatu pedoman dalam pelaksanaan kegiatan selama periode tersebut.30

Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah selanjutnya disingkat APBD adalah suatu rencana keuangan tahunan pemerintah daerah yang disetujui oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah.31 APBD merupakan

(44)

pengejawantahan rencana kerja pemda dalam bentuk satuan uang untuk kurun waktu satu tahun dan berorientasi kepada tujuan kesejahteraan publik.32

APBD merupakan suatu rencana keuangan tahunan pemerintahan daerah yang dibahas dan disetujui bersama oleh pemerintah daerah dan DPRD juga ditetapkan berdasarkan peraturan daerah tentang APBD, demikian pula semua pengeluaran daerah dan ikatan yang membebani daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi dilakukan sesuai jumlah dan sasaran yang ditetapkan dalam APBD. Karena APBD merupakan dasar pengelolaan keuangan daerah, maka APBD menjadi dasar pula bagi kegiatan pengendalian, pemeriksaan dan pengawasan keuangan daerah.33

APBD memiliki struktur yang merupakan satu kesatuan yang terdiri dari pendapatan daerah, belanja daerah, pembiayaan. Sebagai dokumen APBD merupakan rangkaian seluruh jenis pendapatan, jenis belanja, dan sumber-sumber pembiayaan, oleh karena itu akan ada kemungkinan surplus atau defisit. Surplus anggaran terjadi jika terdapat selisih lebih pendapatan daerah terhadap belanja daerah. Sebaliknya defisit terjadi jika terdapat selisih kurang pendapatan daerah terhadap belanja daerah, sedangkan jumlah pembiayaan sama dengan jumlah surplus/defisit anggaran.34

1. Fungsi Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD)

APBD merupakan dasar pengelolaan keuangan daerah dalam massa satu tahun anggaran terhitung mulai tanggal 1 Januari sampai dengan tanggal 31 Desember. Kepala daerah dalam penyusunan Rancangan APBD (RAPBD)

32 Indra Bastian, Akutansi Sektor Publik (Jakarta: Erlangga, 2006), h. 189.

33 Ahmad Yani, Hubungan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Daerah di Indonesia, (Jakarta: PT. Raja Grasindo Persada, 2008), h. 369.

(45)

menetapkan prioritas dalam plafon anggaran sebagai dasar peyusunan rencana kerja dan anggaran satuan kerja (RKASK) perangkat daerah. Berdasarkan prioritas dan plafon anggaran tersebut kepala RKASK perangkat daerah dengan pendekatan prestasi kerja yang akan dicapai. RKASK perangkat daerah disampaikan kepada pejabat pengelola keuangan daerah sebagai bahan penyusunan rancangan perda tentang APBD tahun berikutnya.35

Banyak pihak yang terlibat dalam penyusunan anggaran, baik manajer tingkat atas maupun manajer tingkat bawah dan ini berdampak langsung terhadap perilaku manusia, terutama bagi orang yang langsung mempunyai hubungan dengan penyusunan anggaran, dalam pelaksanaan penyusunanya itu tidak mudah, karena banyak dampak negatif yang keluar pada diri seseorang, diantaranya perbuatan yang sangat tidak terpuji dan berdampak merugikan bagi negara contohnya, perbuatan korupsi.

Sesuai dengan ketentuan dalam Pasal 3 Ayat (4) Undang-Undang Negara Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara, bahwa:“APBN/APBD mempunyai fungsi otorisasi, perencanaan,

pengawasan, alokasi, distribusi, dan stabilisasi”.36

a. Fungsi otoritas: Fungsi otorisasi bermakna bahwa anggaran daerah menjadi dasar untuk merealisasi pendapatan dan belanja pada tahun bersangkutan. Tanpa dianggarkan dalam APBD sebuah kegiatan tidak memiliki kekuatan untuk dilaksanakan.

35 Siswanto Sunarno, Hukum Pemerintahan Daerah di Indonesia, (Jakarta: Sinar

Grafika, 2012), h. 87.

36 Undang-Undang Negara Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 2003 Tentang Keuangan

(46)

b. Fungsi perencanaan bermakna bahwa anggaran daerah menjadi pedoman bagi manajemen dalam merencanakan kegiatan pada tahun yang bersangkutan.

c. Fungsi pengawasan mengandung makna bahwa anggaran daerah menjadi pedoman untuk menilai keberhasilan atau kegagalan penyelenggaraan pemerintah daerah.

d. Fungsi alokasi mengandung makna bahwa anggaran daerah harus diarahkan untuk menciptakan lapangan kerja, mengurangi pengangguran, dan pemborosan sumberdaya, serta meningkatkan efisiensi dan efektifitas perekonomian daerah.

e. Fungsi distribusi memiliki makna bahwa kebijakan-kebijakan dalam penganggaran daerah harus memperhatikan rasa keadilan dan kepatutan. f. Fungsi stabilitasi memliki makna bahwa anggaran daerah menjadi alat

untuk memelihara dan mengupayakan keseimbangan fundamental perekonomian daerah.

2. Praktik Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah

Penyelenggaraan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan daerah, didukung dana dari dan atas beban anggaran pendapatan dan belanja daerah, sedangkan yang menjadi kewenangan pemerintah, didukung dana dari dan atas beban anggaran pendapatan dan belanja negara. Di dalam praktiknya APBD, kepala daerah adalah pemegang kekuasaan pengelolaan keuangan daerah.37

(47)

Dalam pelaksanaan APBD, semua manfaat yang bernilai uang berupa komisi, rabat, potongan, bunga atau nama lain sebagai akibat dari penjualan dan atau pengadaan barang dan atau jasa dan dari penyimpanan dan atau penempatan uang daerah merupakan pendapatan daerah dan dibukukan sebagai pendapatan daerah dianggarkan dalam APBD.38

Dalam rangka pelaksanaan APBD, SKPD dilarang melakukan pengeluaran atas beban anggaran belanja daerah untuk tujuan yang tidak tersedia anggaranya, dan/atau yang tidak cukup tersedia anggaranya dalam APBD. Pelaksanaan belanja daerah ini harus didasarkan pada perinsip hemat, tidak mewah, efektif, efesien dan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Dokumen yang menjadi dasar pelaksanaan APBD adalah Dokumen Pelaksanaan Anggaran Satuan Kerja Perangkat Daerah (DPA-SKPD). DPA SKPD merupakan dokumen yang memuat pendapatan dan belanja setiap SKPD yang digunakan sebagai dasar pelaksanaan oleh pengguna anggaran.39

Semua penerimaan dan pengeluaran pemerintahan daerah dianggarkan dalam APBD dan dilakukan melalui rekening kas daerah yang dikelola oleh Bendahara Umum Daerah. Pengeluaran tidak dapat dibebankan pada anggaran belanja daerah jika untuk pengeluaran tersebut tidak tersedia atau tidak cukup tersedia dalam APBD.40

Dalam rangka pelaksanaan anggaran pendapatan daerah, semua penerimaan daerah dilakukan melalui rekening kas umum daerah. Rekening

38 Hanif Nurcholis, Teori dan Praktik Pemerintahan dan Otonomi Daerah (Jakarta:

Gramedia Widiasarna Indonesia, 2007), h. 206.

39 Ahmad Yani, Hubungan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Daerah di Indonesia, h. 390.

(48)

kas umum daerah dalam ayat ini adalah tempat penyimpanaan uang dan surat berharga yang ditetapkan oleh kepala daerah. Bendahara penerimaan wajib menyetor seluruh penerimaannya ke rekening kas umum daerah selambat-lambatnya dalam waktu satu hari kerja.41

Dalam rangka pelaksanaan anggaran belanja daerah, setiap pengeluaran harus didukung oleh bukti yang lengkap dan sah mengenai hak yang diperoleh oleh pihak penagih. Pengeluaran kas yang mengakibatkan beban APBD tidak dapat dilakukan sebelum rancangan peraturan daerah tentang APBD ditetapkan dan ditempatkan dalam lembaran daerah. Pembayaran atas beban APBD dapat dilakukan berdasarkan Surat Penyediaan Dana (SPD), atau DPA-SKPD, atau dokumen lain yang dipersamakan dengan SPD.42

SPD adalah dokumen yang menyatakan tersedianya dana untuk melaksanakan kegiatan sebagai dasar penerbitan Surat Permintaan Pembayaran (SPP), pengertian berdasarkan DPA-SKPD dala hal ini, adalah seperti untuk kegiatan yang sudah jelas alokasinya, SPP adalah dokumen yang diterbitkan oleh pejabat yang bertanggungjawab atas pelaksanaan kegiatan/bendahara pengeluaran untuk mengajukan permintaan pembayaran.

41 Ahmad Yani, Hubungan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Daerah di Indonesia, h. 392.

(49)

37

Pada bab ini, peneliti akan menyajikan mengenai gambaran umum lokasi penelitian. Lokasi yang menjadi tempat penelitian adalah Fakultas Ilmu Komunikasi dan Ilmu Dakwah (FIDIKOM) Universitas Islam Negeri Jakarta dan Fakultas Ilmu Komunikasi (FIKOM) Universitas Sahid Jakarta. Namun, sebelum masuk pada gambaran umum kedua fakultas tersebut diatas. Terlebih dahulu peneliti akan menyajikan gambaran umum Universitas Islam Negeri Jakarta dan Universitas Sahid Jakarta.

A. Gambaran Umum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

1. Sejarah

Sebagai sebuah lembaga pendidikan tinggi, sejarah perkembangan UIN Jakarta tidak bisa dilepaskan dari sejarah perkembangan perguruan tinggi Islam di Indonesia dalam menjawab kebutuhan pendidikan Islam secara modern. Karena berdirinya UIN pada dasarnya merupakan keinginan umat Islam untuk membentuk dan mengembangkan lembaga pendidikan yang dapat menghasilkan mahasiswa yang handal dalam merespon setiap kebutuhan masyarakat dan perubahan zaman.1

Pendirian UIN Syarif Hidayatullah Jakarta berawal dari dibentuknya Akademi Dinas Ilmu Agama (ADIA) sebagai akademi dinas Departemen Agama pada tanggal 1 Juni 1957. Yang dalam perkembangan selanjutnya, pada tahun 1960 ADIA bergabung dengan PTAIN (Perguruan Tinggi Agama

1 Admin, Sejarah UIN Jakarta, artikel diakses pada 20 September 2015 dari

(50)

Islam) yang berada di Yogyakarta menjadi IAIN al Jamiah al Hukumiyah dengan dua fakultas yaitu Fakultas Tarbiyah dan Fakultas Adab. Kemudian, pada tahun 1962 dibuka Fakultas Ushuluddin yang merupakan metamorfosis dari Jurusan Da’wah wal Irsyad (Jurusan Imam Tentara).

Mengingat perkembangannya yang pesat dan berdasarkan Peraturan Pemerintah No 27 Tahun 1963 bahwa IAIN yang telah mempunyai tiga fakultas maka dianggap telah mampu untuk berdiri sendiri , maka dengan diterbitkannya Keputusan Menteri Agama Republik Indonesia Nomor 49 Tahun 1963 tanggal 25 Februari 1963 IAIN cabang Jakarta menjadi IAIN al Jamiah al Hukumiyyah Syarif Hidayatullah Jakarta.

Terakhir, pada 20 Mei 2002 IAIN Syarif Hidayatullah Jakarta resmi menjadi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta dengan terbitnya Keputusan Presiden RI No. 031 Tanggal 20 Mei 2002. Keppres itu menjadi landasan legalitas formal perubahan IAIN Syarif Hidayatullah Jakarta menjadi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. Peresmiannya dilakukan oleh Wakil Presiden H. Hamzah Haz tanggal 8 Juni 2002 bersamaan dengan upacara Dies Natalis ke-45 dan Lustrum ke-9 serta pemancangan tiang pertama pembangunan Kampus UIN Syarif Hidayatullah Jakarta melalui dana Islamic Development Bank (IDB).

Sebagai upaya awal untuk menghilangkan dikotomi ilmu, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta mulai tahun akademik 2002/2003 menetapkan nama-nama fakultas sebagai berikut:2

1) Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan;

(51)

2) Fakultas Adab dan Humaniora; 3) Fakultas Ushuluddin;

4) Fakultas Syari'ah dan Hukum;

5) Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi; 6) Fakultas Dirasat Islamiyah;

7) Fakultas Psikologi;

8) Fakultas Ekonomi dan Bisnis; 9) Fakultas Sains dan Teknologi;

10)Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan; 11)Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik; 12)Sekolah Pascasarjana.

Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta terus berupaya menyiapkan peserta didiknya menjadi anggota masyarakat yang memiliki kemampuan akademik dan professional yang dapat menerapkan, mengembangkan, dan atau menciptakan ilmu pengetahuan keagamaan dan ilmu-ilmu terkait lainnya dalam arti yang seluas-luasnya.

2. Visi, Misi dan Tujuan

Visi

Menjadi lembaga pendidikan tinggi terkemuka, berdaya saing tinggi, dan terdepan dalam mengembangkan dan mengintegrasikan aspek keislaman, keilmuan, kemanusiaan, kemodernan, dan keindonesiaan. 3

(52)

Misi

a. Melakukan reintegrasi keilmuan pada tingkat epistimologi, ontologi, dan aksiologi, sehingga tidak ada lagi dikotomi antara ilmu-ilmu umum dan ilmu-ilmu agama.

b. Memberikan landasan moral terhadap pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi (Iptek) dan melakukan pencerahan dalam pembinaan iman dan taqwa (Imtaq) sehingga Iptek dan Imtaq dapat sejalan.

c. Mengartikulasikan ajaran islam secara ilmiah-akademis ke dalam konteks kehidupan masyarakat, sehingga tidak ada lagi jarak antara nilai dan perspektif agama dengan sofisme masyarakat.

d. Meningkatkan kualitas penyelenggaraan pendidikan dan mengembangkan aspek keislaman, keilmuan, kemanusiaan, kemodernan, dan keindonesiaan.

e. Meningkatkan kualiatas penelitian dan pengabdian yang bermanfaat untuk kepentingan ilmu dan masyarakat.

f. Membangun tata kelola Universitas yang baik dan manajemen yang profesional dalam mengelola sumber daya perguruan tinggi sehingga menghasilkan pelayanan prima kepada sivitas akademika dan masyarakat.

g. Membangun kepercayaan dan kerjasama dengan lembaga regional, nasional, dan internasional.

(53)

prinsip efisiensi dan produktifitas, dan penerapan praktek bisnis yang sehat.

Tujuan

a. Menghasilkan sarjana yang memiliki keunggulan kompetitif dalam persaingan global.

b. Menyiapkan peserta didik agar menjadi anggota masyarakat yang memiliki kemampuan akademik, profesi, dan/atau vokasi yang kompetitif serta dapat mengembangkan ilmu agama islam, sains dan teknologi, serta seni.

c. Menyebarluaskan ilmu agama islam, Iptek, dan seni yang dijiwai oleh nilai keislaman, serta meningkatkan taraf hidup masyarakat dan memperkaya budaya nasional.

B. Gambaran Umum Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi

1. Sejarah

Gambar

Tabel 4.18 Komparasi Internalisasi Mahasiswa UIN Syarif Hidayatullah
Gambar 4.1  Pemberitaan Disahkannya APBD DKI 2015 Pada Sidang
Gambar 4.1 Pemberitaan Disahkannya APBD DKI 2015 Pada Sidang Paripurna 27 Januari 2015
Gambar 4.2 Pemberitaan Rasa Kecewa DPRD Terhadap Pemprov DKI - 13 Februari 2015.
+7

Referensi

Dokumen terkait

Dan jika mereka (istri-istri yang sudah ditalak) itu sedang hamil, maka berikanlah kepada mereka nafkahnya hingga mereka bersalin, kemudian jika mereka menyusukan

592 103015921285 RURI FITRIYANI SMAN 1 GUNUNG TALANG Politeknik Negeri Padang-D4 TEKNOLOGI REKAYASA PERANGKAT

bagaimana Islam datang ke wilayah Asia dan Asia Tenggara, Ricci lebih tertarik untuk melihat proses komunikasi, kontak, jaringan, diaspora, interaksi, dan transmisi yang terjadi

Selain bahan baja dan beton, material yang sudah lama sekali dipakai sebagai tiang pancang yakni tiang dengan bahan kayu. Bahkan kayu merupakan cara tertua dalam penggunaan

Pengolahan limbah yang baik dan lebih bijak oleh pelaku industri dapat mendorong terciptanya lingkungan yang sehat. Pengelolaan limbah ini sangat penting baik

[r]

Untuk menjawab masalah di atas, peneliti menggunakan penelitian eksperimen yang sesuai dengan tujuan yang hendak dicapai yaitu untuk mengetahui ada atau tidaknya

sebesar 0,550 lebih rendah dibandingkan mean pada bank konvensional yaitu sebesar 1,000, menunjukkan bahwa pengungkapan Corporate Social Responsibility pada aspek informasi