SKRIPSI
Diajukan kepada Fakultas Adab dan Humaniora
untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Humaniora (S.Hum)
Oleh:
NUR UMAMAH NIM 107022001528
K O N S E N T R A S I T I M U R T E N G A H PROGRAM STUDI SEJARAH PERADABAN ISLAM
FAKULTAS ADAB DAN HUMANIORA UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SYARIF HIDAYATULLAH J A K A R T A
SKRIPSI
Diajukan kepada Fakultas Adab dan Humaniora
untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Humaniora (S.Hum)
Oleh:
NUR UMAMAH NIM 107022001528
Pembimbing
Drs. H. Azhar Saleh, MA. NIP: 19581012-199203-1-004
K O N S E N T R A S I T I M U R T E N G A H PROGRAM STUDI SEJARAH PERADABAN ISLAM
FAKULTAS ADAB DAN HUMANIORA UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SYARIF HIDAYATULLAH J A K A R T A
Mewujudkan Pemerintahan Raja Abdul Aziz di Arab Saudi”, telah diujikan dalam munaqasah Fakultas Adab dan Humaniora Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, pada hari Selasa tanggal 21 Juni 2011. Skripsi ini telah diterima sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Humaniora (S.Hum) pada Program Studi Sejarah Peradaban Islam.
Jakarta, 21 Juni 2011
Sidang Munaqasah
Ketua Merangkap Penguji II, Sekretaris
Drs. H. M. Ma’ruf Misbah, MA. Sholikatus Sa’diyah, M.Pd.
NIP. 19591222 1991103 1 003 NIP. 19750417 200501 2 007
Anggota
Pembimbing Skripsi Penguji I
Drs. H. Azhar Saleh, MA. Dr. Ujang Tholib, MA
1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk
memenuhi salah satu persyaratan memperoleh gelas S.1 di Universitas
Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya
cantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di Universitas Islam
Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.
3. Jika di kemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil karya asli
saya atau merupakan hasil jiplakan dari karya orang lain, maka saya
bersedia menerima sanksi yang berlaku di Universitas Islam Negeri
(UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.
Jakarta, 21 Juni 2011
Kepada Yth
Dekan Fakultas Adab dan Humaniora
Di
Tempat
Assalamu’alaikum wr.wb
Segala Puja dan Puji Syukur atas kehadiran Allah SWT yang telah memberikan
Nikmat-Nya dan Kemuliaan-Nya kepada kita semua. Shalawat serta salam
senantiasa tercurahkan kepada Nabi kita Muhammad SAW yang telah menuntun
umat manusia dari jalan kegelapan dan menuju jalan yang diridhai Allah SWT.
Selanjutnya saya yang bertandangan dibawah ini:
Nama : Nur Umamah
Semester : Tujuh
Nim : 107022001528
Jurusan : Sejarah dan Peradaban Islam
Fakultas : Adab dan Humaniora
Universitas : Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta
Bermaksud ingin mengajukan Proposal Skripsi ini dengan “Peranan Gerakan Wahabiyah dalam Membantu Mewujudkan Pemerintahan Raja Abdul Aziz di Arab Saudi”, dengan memenuhi Persyaratan Proposal Pengajuan Judul Skripsi, Outline beserta daftar pustaka sementara
Demikian Surat ini saya sampaikan, atas persetujuannya saya ucapkan terima kasih Wassalamu’alaikum wr.wb
Jakarta, 02 Februari 2011
Mengetahui
Pembimbing Akademik Hormat Saya,
Peranan Gerakan Wahabiyah dalam Membantu Mewujudkan Pemerintahan Raja Abdul Aziz di Arab Saudi
Munculnya persekutuan doktrin Wahabi dan kekuatan Saudi telah mulai sejak beberapa tahun yang lalu. Pada abad ke-20, dua perkembangan transformasi faham Wahabi dan kerajaan Saudi di dalam kekuatan utama dunia Islam terus berlanjut dan berlangsung hingga saat ini. Di mana Syeikh Abdul Aziz Ibn Saud (1902-1953) memerankan dengan lihai perjuangan antara Turki di satu sisi dan ekspansi kekuasaan Inggris di Arabia Selatan di sisi lain. Faham Wahabi (Muhammad Ibn Abd Wahab, 1703-1792) yang pada abad 18 di Arabia adalah merupakan respon penting terhadap perubahan-perubahan keadaan pada saat itu. dimana salah satu dari perubahan ini adalah mengembalikan Islam kepada ajaran yang murni sesuai al-Qur’an dan Sunnah Nabi. Hal ini berlangsung dalam waktu yang lama, di mana semua itu memerlukan proses perlahan dan bertahap yang dimulai dari daerah-daerah terpencil dunia Islam.
Tulisan ini menyajikan serta memfokuskan kajian tentang bagaimana peranan gerakan Wahabiyah dalam membantu mewujudkan pemerintahan raja Abdul Aziz di Arab Saudi. Pada masa ini (Raja Abdul Aziz) tanpa adanya gerakan
Wahabi, maka keluarga Sa’ud mungkin tidak akan mempunyai kesempatan besar
ii
Tiada kata yang pantas terucap selain puji syukur kehadirat Allah SWT.
atas segala limpahan karunia-Nya, sehingga akhirnya penulis dapat
menyelesaikan skripsi ini. Shalawat serta salam tercurahkan kepada kekasih Allah
dan manusia termulia, Nabi Muhammad SAW. yang telah membuka zaman baru
bagi peradaban dunia.
Dalam studi di perguruan tinggi, skripsi telah menjadi keharusan sebagai
salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana. Oleh karena itu pada
kesempatan ini penulis membahas skripsi yang berjudul “Peranan Gerakan
Wahabiyah dalam Membantu Mewujudkan Pemerintahan Raja Abdul Aziz di
Arab Saudi”.
Pada kesempatan ini perkenankanlah penulis mengucapkan terimasih dan
penghargaan sebesar-besarnya kepada orang-orang dan instansi yang telah
membantu terciptanya penulisan skripsi ini:
1. Dr. Wahid Hasyim selaku Dekan Fakultas Adab dan Humaniora beserta
seluruh jajarannya. Drs. H. Ma’ruf Misbah, MA. dan Ibu Sholikatus
Sa’diyah, M.Pd. selaku ketua dan sekertaris Jurusan Sejarah dan
Peradaban Islam yang telah membantu dalam proses perkuliahan.
2. Drs. Azhar Shaleh, MA. yang ditengah kesibukannya telah bersedia
meluangkan waktu untuk membimbing penulis dan memberikan arahan
4. Seluruh staf perpustakaan Universits Islam Negeri Syarif Hidayatullah
Jakarta, Perpustakaan Fakultas, Perpustakaan Nasional dan Perpustakaan
Iman Jama’ yang telah menyediakan berbagai sumber yang dibutuhkan
untuk menulis skripsi ini.
5. Kedua orang tuaku tercinta serta seluruh keluargaku yang telah
memberikan doa restunya serta motivasi moril maupun materil dengan
penuh keikhlasan yang sangat berharga bagi penulis.
Semoga amal yang telah diberikan kepada penulis dapat dibalas oleh Allah
SWT dengan pahala yang berlipat ganda. Demi kesempurnaan skripsi ini di masa
mendatang penulis menerima saran dan kritik yang konstruktif dari para pembaca
yang budiman. Semoga Allah SWT senantiasa meridhoi setiap langkah kita. Amin
Demikian sepatah kata dari penulis, semoga skripsi ini bermanfaat untuk
kita semuanya.
Jakarta, 21 Juni 2011
iv
KATA PENGANTAR ... ii
DAFTAR ISI ... iv
BabI PENDAHULUAN ... 1
A. Latar Belakang Masalah ... 1
B. Perumusan dan Pembatasan Masalah ... 7
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ... 8
D. Metode Penelitian ... 9
E. Konsep dan Teori ... 10
F. Sistematika Penulisan ... 11
Bab II MUNCULNYA GERAKAN WAHABIYAH DI ARAB SAUDI 13
A. Proses Berdirinya Gerakan Wahabiyah ... 13
B. Biografi Tokoh Pendiri Gerakan Wahabiyah ... 17
C. Konsep Ajaran-ajaran Wahabiyah ... 23
Bab III UPAYA RAJA ABDUL AZIZ DALAM MEMBENTUK PEMERINTAHAN DI ARAB SAUDI ... 31
A. Biografi Raja Abdul Aziz ... 31
B. Usaha-usaha yang Dilakukan Raja Abdul Aziz dalam Merebut Wilayah-wilayah di Arab Saudi ... 36
MEWUJUDKAN PEMERINTAHAN RAJA ABDUL AZIZ DI
ARAB SAUDI ... 56
A. Gerakan Wahabiyah sebagai Legitimasi Perjuangan Raja Abdul Aziz ... 56
B. Wahabiyah Dijadikan sebagai Ideologi oleh Raja Abdul Aziz di Arab Saudi ... 58
C. Dampak dari Keterkaitan Gerakan Wahabiyah dengan Raja Abdul Aziz bagi Negara Arab Saudi ... 63
Bab V PENUTUP ... 68
A. Kesimpulan ... 68
B. Saran-saran ... 70
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Arab Saudi merupakan salah satu negara di dunia Islam yang cukup
strategis, terutama di negara tersebut terdapat Baitullah di Makkah yang
menjadi pusat ibadah haji kaum Muslimin seluruh dunia. Apalagi perjalanan
Islam tidak bisa dilepaskan dari wilayah Arab Saudi, sebab disanalah
Rasulullah SAW lahir dan Islam bermula. Dari negara ini juga muncul
gerakan Wahabi yang banyak membawa pengaruh di dunia Islam. Lebih jauh
lagi, Arab Saudi sering juga dianggap sebagai reprentasi negara Islam yang
berdasarkan al-Qur’an dan Sunnah. Arabia menjadi pusat bagi kerajaan Saudi
dan gerakan Wahabi pada tahun 1745, di mana Ibn Sa’ud menjadi kepala
sebuah pemerintahan kesukuan kecil di Arabia Utara dengan menjalin
hubungan kepada seorang penyebar mazhab Hambaliyah, Muhammad Ibn
Abdul Wahhab.1
Dengan semangatnya Abd al-Wahhab hendak membebaskan Islam
dari semua kerusakan yang diyakininya telah menggerogoti agama Islam.
Pada masa Abd al-Wahhab modernitas telah merevolusi konsepsi manusia
mengenai realitas di dunia dengan memperkenalkan konsep yang
mengguncang kesadaran. Modernisme juga telah menambah kompleksitas
tatanan sosial dan ekonomi, sehingga masyarakat-masyarakat tradisional yang
1
berjuang untuk berkembang dan menjadi moderen merasa semakin
terealinasi.
Di dunia Islam, masyarakat, budaya dan gerakan yang berbeda
merespon dampak dari modernitas yang mengacaukan keseimbangan itu
dengan cara yang beragam. Beberapa, seperti gerakan Kemalis di Turki
misalnya menanggapinya dengan mencoba melancarkan Westernisasi dan
sebisa mungkin bergerak menjauh dari Islam. Sedangkan dari gerakan
Wahabi sendiri merespon kekuatan modernitas yang mengacaukan
keseimbangan serta merespons situasi moral dan sosial yang rentan dan
menyergapnya dengan mencari tempat perlindungan. Dalam hal ini,
perlindungan itu diperoleh dengan melekatkan diri pada teks-teks Islam
tertentu untuk mendapatkan rasa kepastian dan kenyamanan.
Menurut kaun Wahabi kita wajib kembali kepada Islam yang
dipandang murni, sederhana dan lurus yang diyakini dapat sepenuhnya
direbut kembali dengan mengimplementasikan perintah dan contoh Nabi
secara riteral, dan dengan secara ketat mentaati praktek-praktek ritual yang
benar.2
Adapun sebelum datangnya Abd al-Wahhab keadaan di wilayah
Arabia sangat memprihatinkan. Tidak ada orang yang menegur kecuali
beberapa orang yang dikehendaki Allah mampu menegur. Secara umum
kebanyakan orang memusatkan perhatiannya kepada kehidupan dan
2
ambisi duniawi sedikit orang yang tegak untuk menegakkan kalimat Allah
dan membela agama Allah.
Demikian halnya keadaan di kedua Tanah Suci (Makkah dan
Madinah) dan juga di Yaman. Di daerah itu terkenal dengan adanya
tindakan-tindakan syirik dan pembangunan kubah-kubah di atas kuburan dan
pemanjatan permohonan dan permintaan selamat kepada para wali. Di Yaman
aneka kemusyrikan itu sangat banyak. Melihat bercokolnya dan
merajalelanya kemusyrikan di masyarakat dan tidak adanya orang yang
bertindak untuk membasminya ataupun bangkit berdakwah ke jalan Allah,
maka Abd al-Wahhab meneguhkan hatinya untuk berdakwah. Karenanya,
saat beliau di Uyainah beliau bekerja keras untuk menyebarkan ilmu,
memberikan bimbingan menyurati para ulama dalam membahas dakwah ini
dan bertukar pikiran dengan mereka, dengan harapan mereka dapat
bekerjasama dengannya dengan membela Agama Allah dan memerangi
kemusyrikan. Dakwah beliau ini disambut baik oleh para ulama kedua Tanah
Suci (Makkah dan Madinah), Yaman dan ulama negeri-negeri lain.3
Ideologi Wahabi dihidupkan kembali pada awal abad ke-20 di bawah
kepemimpinan Abd al-Aziz Ibn al-Sa’ud (1902-1953) pendiri negara Saudi
moderen, yang menganut teologi Wahabi dan menggabungkan dirinya dengan
suku-suku Nejd. Inilah yang menjadi cikal-bakal negara Arab Saudi.
Pemberontakan Wahabi pertama di Semenanjung Arab pada abad ke-18
3
bertujuan menggulingkan kendali Utsmani dan memperkuat Abd al-Wahhab
ke dunia Arab. Kaum Wahabi juga berupaya mengontrol Mekkah dan
Madinah dan dengan melakukan itu Wahabi mendapatkan kemenangan
simbolis yang besar dengan mengendalikan pusat spiritual dunia Islam.4
Dan pada tahun 1902 juga Abd Al-Aziz ibn Sa’ud berhasil merebut
kota Riyadh yang ketika itu berada di bawah kekuasaan keluarga Al-Rasyid
dari Najd Utara, dan memulai gelombang penaklukan yang mencapai tahap
menentukannya pada penaklukan atas penguasa Syarif Hasyimiyah di Hijaz
pada akhir 1924. Dengan meniru metode nenek moyangnya, Abd al-Aziz
mencapai tujuanya dengan cara menyebarluaskan ideologi Wahhabiyah di
tingkat masyarakat. Menjelang tahun 1917, Riyadh ibu kota kerajaan Abd
Al-Aziz menjadi pusat kebangkitan agama. Sekolah-sekolah al-Qur’an
berkembang dan prestasi keilmuan diberi penghargaan. Kehadiran pada
shalat-shalat jamaah diwajibkan dan hukuman fisik diberikan kepada mereka
yang tidak hadir. Merokok dilarang, musik dikutuk, dan tertawa keras
dipandang sebagai tanda ketidak senonohan. Kehidupan di ibu kota dicirikan
oleh keselarasan tingkat tinggi dalam perilaku umum yang berasal dari hasrat
orang-orang beriman dan para warga negara pemerintahan Wahabiyah baru
untuk memenuhi standar-standar keislaman sebagaimana yang ditafsirkan
oleh ulama-ulama Nejd. Keselarasan perilaku yang dituntut selama era
kebangkitan 1920-an ini, terabadikan dengan sendirinya.
4
Dengan menghidupkan kembali gagasan tentang sebuah komunitas
orang beriman yang disatukan oleh ketaatan mereka kepada Allah dan
kemauan untuk hidup selaras dengan hukum-hukum Allah, ideologi
Wahabiyah yang tumbuh dibawah kepemimpinan Abd al-Aziz membentuk
sebuah identitas kebangsaan diantara masyarakat Semenanjung yang
berbeda-beda secara etnis dan kesukuan itu. Dengan mengklaim pemerintahan atas
persetujuan para ulama, Abd al-Aziz menjadikan keimanan dan ketaatan
kepada dirinya sendiri sebagai penguasa Islam yang adil.5
Disinilah letak kemampuan Raja Abdul Aziz dalam memfungsikan
hal-hal tersebut di atas yang menjadikanya dapat merealisasikan keberhasilan
yang unik dalam menjalankan berbagai urusan Kerajaan Saudi Arabia sejak
memulai berbagai upayanya yang sukses dalam menyatukanya sampai beliau
wafat pada tahun 1953M. Selama pada masanya Raja Abdul Aziz memerintah
dengan bijak dan berlandaskan pada prinsip-prinsip Islam yang bersumber
dari al-Qur’an dan Sunnah Nabi, terutama prinsip Syura, dengan adanya
majlis atau dewan yang terdiri dari para ulama besar, pemimpin suku dan
penguasa, yang mana Raja Abdul Aziz berkumpul dengan mereka dan
meminta pendapat mereka tentang urusan kerajaan. Inilah yang paling
penting di mana seorang raja harus seorang muslim yang lurus dan dikenal
5
baik agamanya. Dan Raja Abdul Aziz telah meletakkan teladan yang wajib
diteladani oleh anak-anaknya.6
Pada tahun 1953 M, kepemimpinan Saudi telah melonggarkan
penekanan identitasnya sebagai pewaris ajaran Wahabiyah. Namun dalam
masyarakat pengaruh Wahabi tetap terlihat dalam keseragaman berpakaian
dan perilaku umum lainnya. Yang lebih signifikan dari warisan Wahabiyah
tampak nyata dalam etos-etos sosial yang mengaggap bahwa pemerintah
bertanggungjawab atas moral kolektif yang mengatur masyarakat, dari
perilaku individu hingga perilaku lembaga, bisnis dan pemerintahan itu
sendiri.7
Di Saudi sendiri Islam tercantum sebagai agama negara dan sumber
hukum. Ajaran Islam versi mazhab Wahabi itulah yang merajut aktivitas
pendidikan, hukum, dan dasar etika masyarakat di Arab Saudi. Misalnya,
pemerintah mengharuskan pertokoan dan kantor-kantor pemerintah ditutup
ketika azdan shalat dikumandangkan dan mereka sangat dianjurkan shalat
berjamaah. Menurut Sheikh Muhammad bin Abdul Wahab, para ulama
bertanggung jawab memperkenalkan dan mensosialisasikan ajaran Islam.
Kerja sama ulama dan pemerintah (umara) disebutkan merupakan kewajiban. Pemerintah bertanggung jawab atas pelaksanaan ajaran agama seperti shalat,
6
Departemen Pendidikan Tinggi Universitas Islam Imam Muhammad Bin Saud, Kumpulan Makalah Sejarah Raja Abdul Aziz, (Riyadh KSA: Universitas Islam Imam Muhammad Ibn Saud, 1419 H), h. 88.
7
zakat, puasa, dan haji. Adapun ulama membantu pemerintah memberi
petunjuk bagi pelaksanaan ajaran agama itu.8
Bertitik tolak dari realitas yang ada ini penyusun merasa terpanggil
untuk membahas lebih mendalam tentang “Peranan Gerakan Wahabiyah
dalam Menbantu Mewujudkan Pemerintahan Raja Abdul Aziz di Arab
Saudi”. Dengan pembahasan tersebut diharapkan akan mendapatkan suatu
gambaran, dan jawaban yang konkrit dalam mengetahui sejarah mengenai
peranan gerakan Wahabiyah dalam membantu mewujudkan pemerintahan
Raja Abdul Aziz di Arab Saudi.
B. Perumusan dan Pembatasan Masalah
Secara umum, dapat diidentifikasi berbagai permasalahan yang terkait
dengan topik yang diangkat dalam penelitian ini seperti pengaruh Wahabiyah
dalam berbagai aspek kehidupan masyarakat pada masa lalu dan sekarang,
latar belakang sosial, ekonomi, dan politik kehidupan ulama, karakteristik
tradisi keagamaan yang berkembang dalam masyarakat di Arab Saudi.
Namun karena keterbatasan waktu, tenaga, dan biaya, saya akan merumuskan
pembahasan skripsi yang akan dikaji ini dalam beberapa pertanyaan:
1. Mengapa gerakan Wahabiyah digunakan Raja Abdul Aziz dalam
membentuk pemerintahanya di Arab Saudi?
2. Apa saja peranan yang diberikan gerakan Wahabiyah terhadap
pemerintahan Raja Abdul Aziz di Arab Saudi?
8
3. Apa saja dampak dari keterkaitan peranan Wahabiyah dengan Raja
Abdul Aziz bagi negara Arab Saudi?
Dan untuk menghindari melebarnya pembahasan dalam penulisan
skripsi ini, maka penulis membatasi pembahasan pada kurun waktu
pemerintahan Raja Abdul Aziz Ibn al-Sa’ud (1902-1953), yang mana pada
masa ini ideologi Wahabi dihidupkan kembali pada awal abad ke-20.
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian
1. Tujuan Penelitian
Dalam penulisan skripsi ini pula terdapat beberapa tujuan dan
manfaat penelitian, dan adapun tujuan dari penelitian ini adalah:
a. Untuk mengetahui kenapa gerakan Wahabiyah digunakan oleh Raja
Abdul Aziz dalam membentuk pemerintahanya di Arab Saudi.
b. Untuk mengetahui peranan gerakan Wahabiyah terhadap
pemerintahan Raja Abdul Aziz di Arab Saudi.
c. Untuk mengetahui dampak dari keterkaitan peranan Wahabiyah
dengan Raja Abdul Aziz bagi negara Arab Saudi.
2. Manfaat Penelitian
a. Agar dapat memberikan manfaat bagi mahasiswa maupun
masyarakat umum mengenai munculnya gerakan Wahabi di Saudi
b. Dapat juga dijadikan sebagai bahan kajian dan untuk memperkaya
wawasan tentang sejarah Islam.
c. Agar bisa juga menjadi acuan dalam penelitian selanjutnya.
d. Untuk memenuhi sebagai syarat untuk kelulusan Strata 1.
D. Metode Penelitian
Skripsi ini ditulis dengan menggunakan metode penelitian sejara
dengan melalui beberapa tahapan:
1. Heuristik: mengumpulkan sumber-sumber dan mengumpulkan data-data serta beberapa tulisan tentang sejarah peranan gerakan Wahabiyah,
khususnya yang membahas mengenai pada masa-masa dari
kepemimpinan Abd al-Aziz ibn al-Sa’ud.
2. Kritik: sumber-sumber yang terkumpul kemudian dilakukan kritik, baik
kritik terhadap sumber primer maupun skunder.
3. Interpretasi: pemahaman yang mendalam mengenai teks-teks yang telah
melalui fase kritik, di mana penulis sudah menemukan korelasi dan
pemahaman yang baru mengenai tema yang akan dibahas.
4. Historiografi pemahaman yang diperoleh setelah melalui beberapa tahap
yang ditransfer dalam bentuk tulisan dengan metode induktif, dengan
pola khusus-umum yang dimulai dari tahun 1902-1953, yaitu pada masa
di mana gerakan Wahabiyah digunakan Raja Abdul Aziz untuk
mewujudkan pemerintahanya dan gerakan Wahabiyah menjadi suatu
E. Konsep dan Teori
Dalam penulisan tentang masalah peranan gerakan Wahabiyah dalam
membantu mewujudkan pemerintahan raja Abdul Aziz, banyak sekali tulisan
baik berbentuk buku, jurnal dan karya tulis lainnya penulis merasa kesulitan
dalam sumber referensi, dan ditambah lagi kebanyakan sumber yang memuat
tentang peranan gerakan Wahabiyah dalam membantu mewujudkan
pemerintahan Raja Abdul Aziz dalam bahasa asing seperti bahasa Arab dan
bahasa Inggris. Dan mereka juga harus mencari mana yang benar-benar
otentik dan otoritatif dalam membedah wacana tersebut.
Dan penggunaan sumber yang digunakan oleh penulis diantara
buku-buku yang di kumpulkan adalah Syekh Muhammad Bin Abdul Wahab dan Ajarannya, Imam Muhammad Bin Abdul Wahhad: Dakwah dan Jejak
Perjuanganya, Politik Kebangkitan Islam: Keragaman dan Kesatuan, Selamatkan Islam Dari Muslim Puritan, Sejarah Sosial Umat Islam dan
lain-lainnya.
Kemudian menginterpretasi pemahaman yang mendalam mengenai
teks-teks yang telah melalui fase kritik, di mana penulis sudah menemukan
korelasi dan pemahaman yang baru mengenai tema yang dibahas.
Pemahaman yang diperoleh setelah melalui beberapa tahap ditransfer
dalam bentuk tulisan dengan metode induktif, dengan pola khusus-umum,
tandai dengan keterkaitan Wahabiyah di dalam mewujudkan kekuasaan Raja
Abdul Aziz.
F. Sistematika Penulisan
Untuk memudahkan penulis dalan penulisan skripsi ini, maka dalam
pembahasanya secara keseluruhan skripsi ini dibagi menjadi lima bab,
termasuk di dalam bab pendahuluan dan penutup, adapun susunan skripsi ini
adalah sebagai berikut:
Bab I Pendahuluan, yang terdiri atas uraian latar belakang masalah,
identifikasi perumusan dan pembatasan masalah, tujuan dan
manfaat penelitian, metode penelitian, konsep dan teori dan
sistematika penulisan.
Bab II Berisi tentang Munculnya Gerakan Wahabiyah di Arab Saudi yang
meliputi antara lain: proses berdirinya gerakan Wahabiyah di Arab
Saudi, biografi tokoh pendiri gerakan Wahabiyah di Arab Saudi,
dan konsep ajaran-ajaran Wahabiyah di Arab Saudi.
Bab III Upaya Raja Abdul Aziz dalam Membentuk Pemerintahanya di
Arab Saudi. Bab ini terdiri atas biografi Raja Abdul Aziz,
usaha-usaha yang dilakukan Raja Abdul Aziz dalam merebut
wilayah-wilayah di Arab Saudi, peranan Raja Abdul Aziz dalam
membentuk pemerintahan Arab Saudi, dan kondisi Arab Saudi
Bab IV Peranan Gerakan Wahabiyah dalam Membantu Mewujudkan
Pemerintahan Raja Abdul Aziz di Arab Saudi. Bab ini terdiri atas:
gerakan Wahabiyah sebagai legistimasi perjuangan Raja Abdul
Aziz, Wahabiyah dijadikan sebagai ideologi oleh Raja Abdul Aziz
di Arab Saudi, dan dampak dari keterkaitan gerakan Wahabiyah
dengan Raja Abdul Aziz bagi negara Arab Saudi.
BAB II
MUNCULNYA GERAKAN WAHABIYAH DI ARAB SAUDI
A. Proses Berdirinya Gerakan Wahabiyah
Gerakan modernisasi dunia Islam yang dilakukan para pembaharu
muslim, memiliki semangat juang besar dalam membangkitkan semangat
umat Islam untuk bangkit kembali menguasai sains dan teknologi, serta
melakukan gerakan pemurniaan ajaran Islam yang merupakan inti dari
gerakan tersebut. Gerakan pembaruan yang dilakukan oleh para tokoh
tersebut bergema di seluruh penjuru dunia Islam. Oleh karena itu banyak di
antara negara-negara muslim mengikuti gerakan pembaharuan tersebut,
sehingga lahirlah tatanan baru dalam dunia Islam, yaitu kebangkitan dunia
Islam, baik dalam bidang ilmu pengetahuan, politik, pendidikan, dan
kebangkitan melawan imperialisme Barat. Dan usaha untuk memulihkan
kembali kekuatan Islam pada umumnya yang dikenal dengan gerakan
modernisasi atau pembaharuan didorong oleh dua faktor yang saling
mendukung. Pertama, pemurnian ajaran Islam dan unsur-unsur asing yang
dipandang sebagai penyebab kemunduran Islam. Kedua, menimba
gagasan-gagasan pembaharuan dan ilmu pengetahuan dari Barat.9
Adapun pencemaran terhadap ajaran Islam yang terjadi di
negara-negara Islam sudah bermula pada masa pemerintahan Islam Abbasiah di
9
Samsul Munir Amin,MA, Sejarah Peradaban Islam, (Jakarta: Amzah, 2009), Cet.Pertama, h. 361.
Baghdad. Kemajuan ilmu pengetahuan di zaman ini telah menyeret kaum
Muslimin untuk ikut pula memasyarakatkan ajaran filsafat Yunani dan
Romawi.
Di Nejd terdapat beberapa desa yang dihuni oleh banyak kabilah atau
suku-suku yang hidup di daerah pedesaaan. Antara daerah pedesaan dan
perkotaan tidak adanya kecocokan. Mereka selalu terlibat permusuhan karena
tidak adanya penguasa yang dapat menjaga kerukunan dan keamanan serta
tidak dapat menegakkan keadilan. Hubungan antara daerah pedesaan dan
perkotaan terus diwarnai oleh sikap permusuhan, perampasan dan berbagai
tindak kekerasan yang sering meminta korban jiwa. Demikian pula dengan
situasi kehidupan kabilah-kabilah di pedesaan yang diwarnai oleh sikap
fanatik golongan. Akibatnya ketika dakwah Muhammad bin Abdul Wahhab
muncul mereka masih mengalami perpecahan dan terbagi-bagi menjadi
wilayah-wilayah kecil yang saling bermusuhan.
Sejarah gerakan Wahabiyah di Arab Saudi sendiri dimulai pada
pertengahan abad ke-19 dengan munculnya persekutuan antara kepala suku
Nejd Selatan, Muhammad ibn Sa’ud dan Muhammad ibn Abdul Wahhab.10
Sebutan Wahabiyah sendiri merupakan sebuah nama yang diberikan oleh
lawan-lawannya karena pimpinannya bernama Muhammad bin Abdul
Wahhab.11
10
Jonh L.Esposito, Ensixlopedi Oxford Dunia Islam Modern, (Bandung: Mizan, 2001), h. 161.
11
Bersamaan dengan masa pemerintahan Muhammad ibn Sa’ud dan
penaklukan daerah yang dilakukannya, Muhammad bin Abdul Wahhab juga
sedang melancarkan dakwah amar ma’ruf nahi munkar dari wilayah Ainiyah
(dekat Riyadh) ke daerah sekitarnya dengan dukungan para amir, qadhi dan
ulama. Muhammad bin Abdul Wahhab melihat bahwa tujuan Ibnu Sa’ud
untuk memperluas daerahnya sama dengan tujuannya sendiri, yaitu
menegakkan kalimat Allah di Semenanjung Arabia. Oleh karena itu
Muhammad bin Abdul Wahhab mengirimkan surat kepada Ibnu Sa’ud untuk
mengajak bekerja sama demi terwujudnya tujuan tersebut. Di mana pada saat
itu Muhammad bin Abdul Wahhab berjanji akan menyatukan daerah yang
mereka taklukkan bersama di bawah kepemimpinan Ibnu Saud. Pada awalnya
Ibnu Saud meragukan tawaran tersebut karena mengira ada maksud yang
terselubung dari Muhammad bin Abdul Wahhab. Tetapi akhirnya dia bersedia
membicarakan tawaran tersebut dan disitulah Ibnu Sa’ud meminta dua hal
kepada Muhammad bin Abdul Wahhab. Pertama, Muhammad bin Abdul
Wahhab tidak boleh menuntut kekuasaan jika usaha penaklukan dan
perluasan wilayah berhasil. Kedua, Muhammad bin Abdul Wahhab tidak
boleh melarangnya untuk memungut pajak tanaman dan perdagangan dari
warga. Muhammad bin Abdul Wahhab menerima tuntutan yang pertama dan
berjanji tidak akan meminta kekuasaan apapun. Dan tentang tuntutan yang
kedua Muhammad bin Abdul Wahhab juga berjanji tidak akan
mengambilnya. Mendengar kesepakatan antara keduanya, para penguasa di
bersatu dengan wilayah Dariyah, seperti yang dilakukan oleh penguasa
daerah Ahsa yang merupakan salah satu daerah di sekitar Riyadh. Sejak
adanya kesepakatan tersebut dimulailah penaklukan yang bersifat politik dan
agama sehingga satu demi satu wilayah di sekitar Dariyah, seperti Ainiyah,
Ahsa, Wahsyim, Harimalla menyatakan diri bersatu dengan Dariyah.12
Pendakwah baru ini menjadikan Muhammad ibn Sa’ud (1765), yang
kemudian menjadi pemimpin kecil kawasan Arab Tengah, sebagai sekutu dan
menantunya. Fenomena ini menjadi contoh kasus lain tentang pernikahan
antara agama dan penguasa. Persekutuan ini berhasil menyebarkan keyakinan
agama, dan kekuasaan Ibnu Sa’ud dengan sangat cepat menyebar ke seluruh
Jazirah Arab. Pengikut Ibn Abdul Wahhab disebut golongan Wahabi oleh
lawan-lawan mereka. Salah satu contoh dalam perjuangan mereka untuk
memurnikan ajaran Islam dari pemujaan pada orang-orang suci, dan dari
bid’ah-bid’ah lainya, mereka pernah menghancurkan Karbala pada tahun
1801, lalu merebut Makkah pada tahun 1803, kemudian Madinah pada tahun
berikutnya di mana seperti yang telah kita ketahui bahwa di kota-kota tersebut
telah terdapat kemusyrikan, dan mereka juga merusak makam-makam suci,
dan membersihkan kota-kota ini dari kemusyrikan. Dan pada tahun-tahun
berikutnya mereka juga dapat menyerbu Suriah dan Irak, serta melebarkan
12
kekuasaan dari Palmyra hingga Oman, daerah kekuasaan terluas di
Semenanjung Arab.13
Wahabiyah yang pada mulanya sebuah gerakan kecil tapi pada
akhirnya dapat berkembang dan kuat menjadi sebuah gerakan besar di Arab
Saudi. Untuk selanjutnya, wilayah-wilayah yang masih tersisa berada di
bawah kekuasaan keluarga al-Sa’ud dan keturunan Ibn Abd al-Wahhab.
Wilayah-wilayah yang sempat dikuasai keduanya, yang mengambil nama
al-Syaikh kini menciut hingga hanya meliputi daerah Nejd Selatan. Namun
agenda sosial, keagamaan dan politik, yang berangkat dari ideologi
Wahabiyah tetap berurat-akar di seluruh Nejd, yang kelak bangkit kembali
ketika memasuki abad ke-20.14
B. Biografi Tokoh Pembawa Gerakan Wahabiyah
Muhammad bin Abdul Wahhab yang lahir di Nejd, Arab Saudi tahun
1703 M adalah seorang dari golongan Bani Siman, dari Tamim. Ayahnya
yang bernama Abdul Wahhab adalah seorang hakim di kota kelahirannya, di
masa pemerintahan Abdullah ibn Muhammad ibn Muammar dan beliau juga
mengajar hadis dan fikih di masjid kota tersebut. Kakeknya Sulaiman adalah
seorang mufti di Nejd. Muhamamd bin Abdul Wahhab juga memulai belajar
agama dari ayahnya sendiri dengan membaca dan menghafal al-Qur’an.
13
Philip K. Hitti, History Of The Arab, (Jakarta: PT Serambi Ilmu Semesta, 2010), Cet. Ke-10, h. 948.
14
Sampai pada akhirnya beliau berkelana mencari ilmu ke Makkah, Madinah
dan Basrah.15
Pendidikan Muhammad bin Abdul Wahhab sendiri dimulai di
Madinah yakni berguru pada ustadz Sulaiman al-Kurdi dan Muhammad
Hayat al-Kind. Di masa pendidikannya, kedua orang guru Muhammad bin
Abdul Wahhab, yakni ustadz Sulaiman Kurdi dan Muhammad Hayat
al-Kind telah melihat tanda-tanda kecerdasan Abdul Wahhab. Mereka
menemukan tanda-tanda kemampuan ijtihad pada diri Abdul Wahhab.16
Setelah menyelesaikan pelajarannya di Madinah ia pergi merantau ke Basrah
dan tinggal di kota ini selama empat tahun. Selanjutnya, ia pindah lagi ke
Baghdad dan di sini ia menikah dengan wanita kaya. Lima tahun kemudian,
setelah isterinya meninggal dunia, ia pindah ke Kurdistan, selanjutnya ke
Hamdan dan ke Isfahan. Di kota tersebut akhirnya ia sempat juga
mempelajari falsafah dan tasawuf. Dan setelah bertahun-tahun merantau
akhirnya ia kembali ke tempat kelahirannya di Nejd.17
Selain falsafah dan Tasawuf, Syekh Muhammad bin Abdul Wahhab
juga memiliki minat yang sangat besar terhadap buku-buku tafsir, hadis, dan
prinsip-prinsip keimanan. Dia mempelajari fikih mazhab Hambali dari
ayahnya yang merupakan seorang ulama mazhab Hambali juga hingga
15
Mufrodi, Islam Di Kawasan Kebudayaan Arab, h. 152.
16
Herry Muhammad, DKK, Tokoh-Tokoh Islam Yang Berpengaruh Abad 20, (Jakarta: Gema Insani, 2006), h. 244.
17
akhirnya beliau banyak memperoleh gagasan-gagasan tentang Islam yang
benar. Pemikiran yang dicetuskan oleh Muhammad Abd al-Wahhab sendiri
adalah untuk memperbaiki kedudukan Islam, di mana hal itu timbul bukan
sebagai reaksi terhadap suasana politik, tetapi sebagai reaksi terhadap faham
tauhid yang terdapat di kalangan umat Islam di waktu itu. Pada akhirnya
beliau memutuskan usai melaksanakan haji ke Baitullah dan melakukan
ritual-ritualnya, dia melanjutkan pergi ke Madinah di mana syekh
Muhammad menentang praktek kaum Muslim yang bertawasul kepada
makam suci Rasullulah SAW. Kemudian dia kembali ke Nejd, lalu dari sana
dia berangkat lagi ke Basrah dengan maksud di mana setelah itu akan
meninggalkan Basrah menuju Damaskus. Dan dari sana dia memutuskan
pergi ke Huraymalah, salah satu dari kota-kota di wilayah Nejd.18
Sekembalinya ke daerah asalnya, ia menghabiskan waktu untuk
merenung, dan baru setelah itu ia mengajukan pokok-pokok pikiranya seperti
termaktub dalam kitab at-Tauhid kepada masyarakat. Pada awalnya, idenya tidak begitu mendapat tanggapan banyak dan mendapatkan tantangan, salah
satunya adalah dari saudaranya sendiri yaitu kakaknya, Sulaiman dan
sepupunya Abdullah bin Husain.19
Dan sejak ayahnya wafat, Syekh Muhammad mulai bergerak
mendakwahkan keyakinan agamanya sendiri serta menolak praktik
18Ja’far Subhani
, Syekh Muhammad Bin Abdul Wahhab Dan Ajaranya. Penerjemah Arif M Dan Nainul Aksa (Jakarta: Citra, 2007), h. 12.
19
keagamaan para penduduk Huraymalah. Sekelompok orang dari Huraymalah
mengikutinya, hingga kegiatan dakwah yang dibawa oleh Muhammad bin
Abdul Wahhab mendapat popularitas dan terkenal. Dengan berkembangnya
dakwah yang dibawanya, Abdul Wahhab kemudian berangkat melanjutkan
dakwahnya dari Huraymalah menuju kota Uyaynah. Pada waktu itu Usman
bin Hamid adalah kepala daerah kota Uyaynah. Akan tetapi Usman
menghindar darinya serta mengusirnya keluar dari kota Uyaynah.
Tahun 1160 H, setelah dipaksa keluar dari kota Uyaynah, Syekh
Muhammad bin Abdul Wahhab berangkat menuju kota Dar’iyyah salah satu
kota yang termasyhur di wilayah Nejd. Saat itu Muhammad bin Mas’ud
(datuk dari keluarga Sa’ud) adalah amir kota Dariyah. Dia pergi menemui
syekh dan memuliakan serta bersikap baik kepadanya. Syekh juga
memberikan janji kekuasaan serta dominasi kepadanya atas seluruh kota di
wilayah Nejd. Dengan jalan inilah, hubungan antara Syekh Muhammad bin
Abdul Wahhab dan pemerintahan al-Saud terjadi.20
Abdul Wahhab bekerjasama secara sistematis dan saling
menguntungkan dengan keluarga Sa’ud. Dalam waktu setahun sesampainya
di Dariyah, Abdul Wahhab memperoleh pengikut hampir seluruh penduduk
kota. Pengikut Abdul Wahhab makin lama makin bertambah, sementara itu,
keluarga Sa’ud yang hampir seluruh kehidupanya terlibat dalam peperangan
20
dengan kepala-kepala suku lainya selama 28 tahun, secara perlahan namun
pasti memasuki kejayaan.21
Dan adapun pemikiran Muhammad ibn Wahhab dapat mempengaruhi
dunia Islam di masa moderen sejak abad kesembilan belas. Walaupun ia
sendiri hidup di masa sebelumnya, tetapi pemikirannya mengilhami
gerakan-gerakan pembaharuan dalam Islam pada abad setelahnya. Pemikiran
keagamaan yang dibawanya difokuskan kepada pemurnian tauhid, oleh
karenanya kelompok ini menamakan dirinya sebagai Muwahhidun.22
Muhammad bin Abdul Wahhab sendiri adalah pendiri kelompok
Wahabi yang mazhab fikihnya dijadikan mazhab resmi kerajaan Arab Saudi.
Orang-orang Eropa dan lawan politiknya menisbatkan nama “Wahabi” untuk
menjuluki gerakan yang dipimpinnya. Di dunia Islam, nama Muhammad bin
Abdul Wahhab dikenal berkat perjuanganya memurnikan ajaran Islam
melalui pemurnian tauhid. Masalah tauhid, yang merupakan pondasi agama
Islam mendapat perhatian yang begitu besar oleh Muhammad bin Abdul
Wahhab.23
Abdul Wahhab juga termasuk ulama yang produktif. Puluhan judul
kitab telah dikarangnya, diantara kitabnya adalah: Kitab at-Tauhid, Kasyfu Asy-Syubhat, Thulatha Usul, Mukhtasar as-Sirah an-Nabawiyah,
al-Qawaid al-Arba‟, Usul al-Iman, kitab Mufib al-Mustafid fi Kufri Tariq
21
Mohammad,DKK, Tokoh-Tokoh Islam Yang Berpengaruh Abad 20, h. 245.
22
Mufrodi, Islam Di Kawasan Kebudayaan Arab, h. 151.
23
Tauhid, Syurut as-Solah wa Arkaanuha, kitab Fadh al-Islam, Majmu‟ Rasail fi at-Tauhid Wal Iman wa Masail al-Jahiliyah, Kitab At-Toharoh, Mukhtasar
al-Insof fi Ma‟rifah ar-Rajih Minal Khilaf, Nasihah al-Muslimin bi Ahaadith Khatimah Mursalin, kitab al-Kabair, Mukhtasar Zaadul Ma‟ad, kitab
Fadailul Qur‟an, Istimbath Minal Qur‟an, al-Hudha an-Nabawi, Majmu
as-Sawaiq, Majmu‟ al-Hadith „Ala Abwab al-Fiqh, Ahaadith al-Fitan,
Mukhtasar Bukhari, Ar-Rasail asy-Syakhsyiyah, Ikhtisar as-Syarh
al-Kabir, Masail al-Jahiliyyah dan sebagainya.
Disamping itu terdapat anak-anak murid Muhammad bin Abdul
Wahhab yang muncul sebagai tenaga penggerak Da’wah As-Salafiyah di
tempat-tempat wilayah Arab Saudi. Mereka kebanyakan telah menjadi qadhi
dan Mufti di seluruh pelosok tanah Arab. Di antara mereka itu adalah Syeikh
Abdul Aziz bin Abdullah al-Husain al-Naasiri, Syeikh Sa’id bin Huja’i,
Syeikh Abdurrahman bin Naami, Syeikh Hamid bin Naasir bin Utsman bin
Ma’mar, Syeikh Ahmad bin Rasyid al-Uraini, Syeikh Abdul Aziz Abu Hasan,
Syeikh Abdul Aziz bin Suwailim, Syeikh Hasan bin Aidan dan lain-lain
sebagainya.24
Adapun ajaran tauhid yang dibangun oleh Muhammad ibn Abdul
Wahhab itu yang semula hanya di Nejd, Arabia Tengah dengan Dar’iyyah
sebagai pusatnya, menyebar keseluruh Jazirah Arabia, kemudian keluar
Arabia, seperti ke Mesir, Afrika, India bahkan sampai juga ke Indonesia.
24
Prosiding Seminar (Perpustakaan Negara Malaysia), Tokoh-Tokoh Mujaddid Islam,
Ajaran tersebut dibawa oleh para jamaah haji yang datang ke Makkah,
mereka menyebarkan ajaran itu setelah berkenalan dengan ajaran tauhid
tersebut di Makkah. Ajaran Ibn Abdul Wahhab dikokohkan lagi dengan
dukungan kekuatan politik yang diprakarsai oleh Muhammad ibn Sa’ud.
Bersatunya agama dan politik tersebut membuahkan negara besar Saudi
Arabia. Abdul Wahhab sendiri wafat tahun 1792 di Dar’iyyah, yang sempat
juga menyaksikan dakwah yang dilakukan oleh para pengikutnya.
Di sinilah kita dapat melihat bahwa Ibn Abdul Wahhab adalah
seseorang yang dapat dimasukkan ke dalam kelompok pembaharu
pra-moderen di samping menyerang praktek-praktek sufi yang menyeleweng juga
tidak menerima para pengikut taqlid buta dalam masalah agama pada
umumnya. Beliau hanya mengakui al-Qur’an dan Sunnah Nabi sebagaimana
dipraktekkan oleh para sahabat terdahulu dan menentang otoritas aliran-aliran
yang berkembang pada zaman pertengahan.25
C. Konsep Ajaran-Ajaran Wahabiyah
Kelahiran Nabi Muhammad yang membawa ajaran Islam di Makkah
pada tahun 570 H, membuat bangsa Arab berperan makin penting dalam
percaturan dunia. Dalam abad-abad selanjutnya para khalifah Arab berhasil
membangun sebuah negara yang kuat dan berpengaruh. Tahun 660 H,
khalifah Muawiyah memindahkan ibu kota dari Madinah ke Damaskus.
Namun pada tahun 750 H kerajaan Islam itu mulai terpecah-pecah. Berbagai
25
kerajaan kecil semacam keemiran berdiri dan selama ratusan tahun berperang
satu sama lain. Hingga pada abad ke-15, kerajaan Turki Ottoman menguasai
sebagian Jazirah Arab, terutama di bagian Utara dan Barat Laut. Kemudian
pada abad ke-18 Inggris ikut pula menancapkan kekuasaan di negeri ini.
Sampai akhir abad ke-19 tak ada kekuasaan yang benar-benar kokoh
di tanah Arab. Akibatnya, keemiran selalu jatuh bangun dan timbul
tenggelam karena saling berebut kekuasaan. Di antara banyak keemiran itu,
para emir dari dinasti Sa’ud yang paling menonjol dan bertahan lama. Pada
abad ke-17 dinasti Sa’ud sudah mulai meluaskan wilayahnya sedikit demi
sedikit. Emir-emir yang lemah di sekitarnya ditaklukannya. Dan pada awal
abad ke-18, mereka telah dapat menguasai Makkah dan Madinah, dua kota
suci yang terpenting bagi pemeluk Islam.26
Makkah dan Madinah merupakan dua kota tempat bermulanya agama
tersebut. Legitimasi rezim bersandar pada pengalaman keagamaan orang
Arab yang dikaitkan dengan pembaru keagamaan Muhammad Abdul
Wahhab, yang dominan di Arab Tengah sejak pertengahan Abad ke-18.27
Munculnya faham Wahabi (Muhammad ibn Abd Wahab, 1703-1792)
pada abad ke-18 di Arabia merupakan respon penting terhadap
perubahan-perubahan keadaan pada saat itu dimana menurutnya Islam telah tercemari.
Hal ini berlangsung dalam waktu yang lama, tapi merupakan proses perlahan
26
Ensiklopedi Nasional Indonesia, (Bekasi: PT Delta Pamungkas, 2004), h. 218.
27
dan bertahap yang dimulai dari daerah-daerah terpencil dunia Islam. Dalam
waktu panjang, perlahan kekuasaan Turki yang pada waktu itu berada di
Balkan kembali dan kemajuan Inggris di India yang masih jauh dari Arabia,
namun pengaruhnya terasa melalui Turki dan Teluk Persia dan sungguh
terefleksikan di antara jamaah haji yang datang ke Arabia menimbulakan
kemarahan pada kaum Wahabi.28
Inti dari ajaran Abdul Wahhab didasarkan atas ajaran-ajaran Ibnu
Taimiyah dan Mazhab Hambali. Prinsip-prinsip dasar ajaran tersebut adalah:
Pertama, ketuhanan yang Esa dan mutlak (karena itu penganutnya menyebut
dengan nama al-Muwahhidun). Kedua, kembali kepada ajaran Islam yang sejati, seperti termaktub dalam al-Qur’an dan Hadis. Ketiga, tidak dapat dipisahkan dari kepercayaan tindakan, seperti shalat dan beramal. Keempat,
percaya bahwa al-Qur’an itu bukan ciptaan manusia. Kelima, kepercayaan yang nyata terhadap al-Qur’an dan Hadis. Keenam, mengutuk segenap
pandangan dan tindakan yang tidak benar. Ketujuh, mendirikan negara Islam berdasarkan hukum Islam secara eksklusif.
Tujuan utama ajaran Abdul Wahhab adalah memurnikan tauhid umat
yang sudah tercemar. Untuk itu ia sangat serius dalam memberantas bid’ah,
khurafat dan tahkayul yang berkembang di tengah-tengah umat. Ia menentang
pemujaan terhadap orang-orang suci, mengunjungi tempat-tempat keramat
untuk mencari berkah. Abdul Wahhab menganggap bahwa segala objek
28
pemujaan, kecuali terhadap Allah adalah palsu. Menurutnya, mencari bantuan
dari siapa saja kecuali Allah adalah syirik.29
Bila dilihat dari karyanya, Abdul Wahhab termasuk ulama yang
produktif. Puluhan judul kitab telah dikarangnya, sesuai dengan kiprahnya,
buku-buku yang ditulisnya berkaitan dengan tauhid. Adapun definisi tauhid,
menurut Abdul Wahhab adalah pemurnian ibadah kepada Allah. Maksudnya
adalah menghambakan diri hanya kepada Allah secara murni dan konsekuen
dengan mentaati segala perintah-Nya dan menjauhi segala larangan-Nya,
dengan penuh rasa rendah diri, cinta, harap dan takut kepada-Nya.30
Abdul Wahhab juga mendefinisikan tauhid sebagai al-ibadah atau pengabdian kepada Allah SWT. Hal ini karena setiap Rasul yang diutus,
kalimat utama yang dikumandangkan adalah seruannya hanya kepada Allah
manusia beribadah. Adapun tauhid oleh Abdul Wahhab, dibagi menjadi
empat bagian. Pertama, tauhid Uluhiyyah. Ini mengandung pengertian hanya
Allah saja yang wajib disembah. Kedua, tauhid Rububiyah, tauhid kepada Allah sebagai pencipta sesuatu. Ketiga, tauhid asma dan sifat, yang berhubungan dengan nama dan sifat Allah. Keempat, tauhidaf‟al, tauhid yang
berhubungan dengan perbuatan Allah. Jika ditilik dari subtansinya, tauhid
kedua sampai keempat, lebih sebagai tauhid ilmu dan keyakinan. Sedangkan
tauhid pertama adalah tauhid amali yang sesungguhnya. Menurut Abdul
29
Mohammad,DKK, Tokoh-Tokoh Islam Yang Berpengaruh Abad 20, h. 246.
30
Wahhab, kebanyakan manusia menyakini tauhid rububiyah, asma, sifat serta af‟al.31
Wahabisme tidak menyebarkan dirinya sebagai salah satu aliran
pemikiran atau salah satu orientasi tertentu dalam Islam, tetapi menyatakan
diri sebagai “jalan lurus” Islam. Dengan menyatakan memiliki ketaatan
harfiah pada teks agama Islam, dia dapat membuat klaim keotentikan yang
dapat dipercaya pada saat identitas Islam yang sedang diperebutkan. Selain
itu, para penganjur Wahabisme menolak untuk disebut atau dikatagorikan
sebagai pengikut tokoh tertentu, bahkan termasuk Abdul Wahhab sendiri. Di
sini para penganjurnya hanya sekedar mematuhi ketentuan salaf as-shalih.
Syekh Muhammad bin Abdul wahhab, yang gerakannya memiliki karakter
khusus memerangi segala bentuk syirik dan khurafat, menyerukan kemurnian
Tauhid, serta melindungi Tauhid dari segala noda.32
Kelompok salafi/Wahabi ini cenderung menolak semua aliran fikih
dalam Islam, apalagi fikih mazhab. Bagi kelompok salafi, aliran fikih adalah
sebuah pemikiran manusia, karena itu jika ingin beribadah dengan benar,
maka harus mengikuti apa yang dilakukan ulama salaf. Karena sikap ini salafi
menjadi gerakan yang sangat konserfatif, puritan dalam gaya hidup, dan
tekananya lebih kepada keimanan individual, moral dan praktek ritual.
Adapun masalah-masalah sosial budaya dan isu politik mereka kurang
31
Mohammad, DKK, Tokoh-Tokoh Islam Yang Berpengaruh Abad 20, h. 247.
32
memberikan perhatian yang kuat. Pada tahun 1980-an itu pula kelompok ini
telah menyebar ke Kuwait, Yaman dan Utara Saudi.33 Pemikiran Salafiyah
yang di ambil dari bahasa Arab adalah merupakan pemikiran Islam
tradisional. Dr. Abdul al-Mun’in al-Hifni menjelaskan bahwa golongan
Salafiyah adalah mereka yang mengajak kembali kepada perilaku para ulama
salaf (al-Salaf al-Shalihin).34
Syekh Muhammad Wahhab memperoleh inspirasi dari pemikiran
Imam Hambal yang ditafsirkan oleh Ibnu Taymiyah. Rentang waktu yang
memisahkan antara Wahab dengan Ibnu Taymiyah dan antara Ibnu Taymiyah
dengan Hambal mencapai sekitar lima abad, tetapi walaupun demikian,
pemikiran Imam Ahmad bin Hambal teryata mampu menembus waktu. Ibnu
Taymiyah yang menentang inovasi (bid’ah), pemujaan terhadap wali, dan
ziarah ke tempat suci, semua hal itu diikuti dan diterapakan oleh pengikut
Syekh Wahhab dalam tindakan yang nyata. Pada tahun 1801 mereka merebut
Karbala dan merusak makam Husain, sehingga menimbulkan kemarahan
yang tiada pernah padam di kalangan orang Syiah. Mereka juga
menghancurkan beberapa makam yang dihormati.35
33
Majalah Risalah NU Oleh Mustafa Helmy, Meretas Kemulian Mekkah, (Jakarta: Risalah NU, Edisi 13/Tahun II/1430 H), hlm. 70.
34
M. Aunul Abied Shah, Islam Garda depan. (Bandung: Mizan, 2001), hlm. 40. Yang Dikutif Dari Dr. Al-Mun’im Al-Hifni, Mausu‟ah Wa Al-jama‟at Wa Al-Madzahib Al-Islamiyah, (Dar Al-Rasyad: Kairo, 1993). h. 245.
35
Faham atau mazhab Wahabi pada hakikatnya adalah kelanjutan dari
mazhab Salafiyah yang dipelopori oleh Ibnu Taymiyah. Tetapi walaupun
seperti itu, ada hal yang membedakan gerakan Muhammad Ibnu Abdul
Wahhab dengan gerakan Salafiyin yang dipelopori oleh Ibnu Taymiyah. Ibnu
Taymiyah menyebarkan dan mengajarkan fahamnya melalui tulisan-tulisan,
Mujadalah (dialog atau perdebatan) serta Munaqosah. Ibnu Abdul Wahhab sebenarnya bukanlah seorang yang dapat dikatakan kuat dan bukan pula
orang yang fanatik, namun ia adalah seorang yang dimusuhi sehingga
mengharuskannya untuk mencari perlindungan. Ia memperoleh perlindungan
itu dari Muhammad ibn Sa’ud, penguasa Dar’iyah yang merupakan juga salah
satu pengikut faham Muhammad bin Abdul Wahhab. Dengan bantuannyalah
Abdul Wahhab memulai ajakan untuk mengikuti mazhabnya.36
Syekh Muhammad bin Abdul Wahhab juga telah membuktikan
dirinya sebagai seorang Mujaddid pada posisi tertinggi dan sebagai penerus
yang sah dari Iman Ahmad bin Hambal dan Ibnu Taymiyah.37 Hingga sangat
jelas dalam ajaranya Syaikh benar-benar menekankan perlunya merujuk
kepada al-Qur’an dan Sunnah dalam masalah aqidah dan tidak menerima
persoalan-persoalan apa pun tentang aqidah yang tidak bersumber dari
al-Qur’an dan Sunnah. Dan berikut ini merupakan faham-faham dan pemikiran
tentang gerakan Wahabiyah: tidak boleh taklid dalam masalah aqidah, tidak
36 Mustofa Muhammad Asy-Ayak’ah,
Islam Tidak Bermazhab. Penerjemah A.M. Basalamah (Jakarta: Gema Insani Press, 1994), h. 392-393.
37
boleh menerima faham dan ajaran aqidah yang tidak bersumber dari
al-Qur’an dan Sunnah, mengembalikan kemurnian tauhid seperti pada masa
Nabi Muhammad SAW, segala yang membawa dan mengajak kepada
kemusyrikan dan khurofat harus ditinggalkan.38
38
M.Sufyan Raji Abdullah, Mengenal Aliran-Aliran Dalam Islam Dan Ciri-Ciri Ajaranya,
BAB III
UPAYA RAJA ABDUL AZIZ DALAM MEMBENTUK PEMERINTAHAN DI ARAB SAUDI
A. Biografi Raja Abdul Aziz
Pada awal abad ke-18 lahirlah seorang idealis muslim di Nejd yang
bernama Abdul Aziz ibn Abdul Rahman ibn Faisal Sa’ud, yang kemudian
memulai suatu gerakan Islam murni di Nejd dengan tujuan membawa Islam
kembali ke ajarannya yang asli. Gerakan ini bernama Wahabi yang pada
awalnya di pelopori oleh Muhammad Abdul Wahhab yang pada saat itu
mendapatkan penganutnya yang kuat di dalam keluarga penguasa Saudi. Dan
di antara salah satu penganutnya atau pengikutnya adalah Abdul Aziz ibn
Abdul Rahman ibn Faisal al-Sa’ud pendiri kerajaan Saudi Arabia yang lahir
pada tahun 1880 M, di ibukota Saudi, Riyadh.39
Raja Abdul Aziz ibn Abdul Rahman ibn Faisal Sa’ud (1880-1953)
yang lebih dikenal dengan nama Raja Abdul Aziz al-Sa’ud, dilahirkan di
Riyadh dari seorang ayah yang bernama Abdul Rahman, yang pada waktu itu
merupakan Sultan dari kota Nejd. Ayahnya diusir dari Riyadh pada tahun
1309/1891 oleh seorang pejabat penasihat keluarga dari Ha’il hingga akhirnya
ia mencari perlindungan ke Kuwait.40
39
Jamil Ahmad, Seratus Muslim Terkemuka. Penerjemah Pustaka Firdaus (Jakarta: Pustaka Firdaus, 1994), h. 351.
40
Cyril Glasse, Ensiklopedi Islam Ringkas, (Jakarta: PT Raja Grapindo Persada, 1999), h. 154.
Ibnu Saud yang dilahirkan di Riyadh adalah merupakan anak
pasangan Abdul Rahman bin Faisal dan Sarah binti Ahmad al-Kabir Sudayri.
Pada tahun 1890, semasa berusia sepuluh tahun, Ibnu Saud mengikuti
keluarganya dalam pengasingan ke Kuwait setelah direbutnya tanah keluarga
oleh Dinasti Rashidi. Beliau menghabiskan masa kanak-kanaknya di Kuwait
dalam keadaan tidak berharta.41
Dan untuk mengetahui tentang biografi seseorang lebih mendalam,
ilmu moderen telah membuktikan bahwa lingkungan kehidupan seseorang
memainkan peranan pokok dalam membina dan membentuk kepribadian
seseorang, maka keterkaitan seseorang dengan kondisi lingkunganya. Sejak
masa kanak-kanak, secara ekonomis, sosial, budaya memiliki pengaruh besar
dalam pembentukan dan penyiapan kepribadian seseorang untuk peran masa
depan yang hendak ia lakukan. Dan siapa saja yang telah mempelajari kondisi
lingkungan tempat Raja Abdul Aziz yang dibesarkan di daerah Nejd, pasti
akan memahami bahwa kondisi lingkungan sekitar tempat pertumbuhan
dirinya dalam berbagai bidang yang merupakan faktor pendukung pertama
dalam pembentukan kemauan keras Raja Abdul Aziz. Tidak terdapat
perbedaan di antara berbagai sumber, bahwa Raja Abdul Aziz tumbuh
berkembang pada masa terjadinya perselisihan antara keluarganya yang
menyeret mereka kepada perang saudara. Dan di tengah-tengah situasi ini
Imam Abdurrahman bin Faisal bin Turki al-Sa’ud ayahanda Raja Abdul Aziz
sangat memperhatikan agar anaknya mempelajari prinsip-prinsip membaca
41
dan menulis, menghafal beberapa surah al-Qur’an mempelajari ilmu-ilmu
syara’ dan memperoleh pendidikan agama yang benar.42
Kiranya memang sedikit sulit untuk mengetahui sejarah seseorang
seperti Abdul Aziz yang berkuasa sejak sekitar tahun 1901 sampai tahun
1953, di mana pada masanya itu beliau menghadapi bermacam-macam
peristiwa besar dan kecil, mudah dan sukar serta melaksanakan berbagai soal
politik dan masyarakatan yang sebagian besar dari pemimpin-pemimpin lain
tidak sanggup untuk menjalankannya.43
Abdul Aziz sebenarnya hanya seorang manusia biasa, di mana pada
masa hidupnya ia pun memulai kehidupan dengan belajar dan menimba ilmu
seperti kebanyakan orang lainnya. Namun situasi yang dialami keluarga
begitu cepat mendorong Abdul Aziz untuk meninggalkan kehidupan sekolah,
dan condong kepada kehidupan kepahlawanan, dan persiapan dirinya untuk
ikut di dalam berbagai peristiwa yang dialami oleh keluarganya. Namun hal
ini tidak membuat Raja Abdul Aziz takut, malah beliau menyambut hal itu
dengan senang, yang membuatnya untuk ikut dalam peristiwa yang dialami
keluarganya. Tidak lama kemudian beliau belajar cara berperang, di mana
beliau belajar menggunakan senjata, memainkan pedang, menaiki kuda serta
menaiki unta. Ayah beliau juga mengarahkan kepada kegiatan olahraga, yang
membuat ia dapat mengalahkan para sebayanya dan dapat mengungguli
42
Departemen Pendidikan Tinggi Universitas Islam Imam Muhammad Bin Saud, Kumpulan Makalah Sejarah Raja Abdul Aziz, h. 55.
43
prestasi mereka pada bidang ini. Orang tuanya juga mengajarkan etika
keluarga dan membuatnya senang untuk mendengarkan sejarah kakeknya,
Imam Faisal bin Turki, tentang keberanian dan berbagai kehidupan kerasnya.
Maka cara yang konsisten dalam mengembangkan pribadinya, baik bersifat
duniawi maupun keagamaan yang berdasarkan pada iman yang kuat kepada
kekuasaan Allah merupakan faktor pendukung bagi pembentukan kemauan
keras dan kepercayaan diri Raja Abdul Aziz al-Sa’ud. Pada waktu itu Raja
Abdul Aziz ikut keluar menemani ayahnya serta keluarganya dari Riyadh
menuju kehidupan desa, setelah hijrah dari Riyadh, sehingga mereka
mendapatkan tempat perlindungan.
Pada masa ini sungguh kehidupan mereka sangat keras, Raja Abdul
Aziz mempelajari banyak hal seperti kebiasaan dalam kehidupan yang keras,
sabar dalam berbagai kesusahan, mengenal dinamika zaman serta berbagai
tabiat orang. Kehidupan ini pun juga memperkuat kemauan dan percaya diri,
sehingga dapat membantunya melewati berbagai kesulitaan dan merupakan
salah satu faktor pendukung dalam pembentukan kemampuan dan
kepercayaan kepada dirinya.44
Setelah berpindah dari Riyadh, ke Kuwait yang terletak di ujung
Teluk Persia, menjadikan negara Kuwait sebagai tempat tinggal keluarga Ibn
Sa’ud. Di sini mereka tinggal di sebuah rumah yang sangat kecil yang
berbeda jauh ketika mereka tinggal di Riyadh yang merupakan sebuah istana.
44
Keluarga Saud, karena merupakan keluarga besar mereka berdesak-desakan
tinggal di rumah tersebut. Dibandingkan istana yang luas di Riyadh, dengan
sejumlah pelayan dan budak, kehidupan kota yang menjemukan ini sangat
menekan mereka. Syekh Muhammad orang yang menampung keluarga
al-Saud, yang merupakan Syekh dari Kuwait jarang membayarkan santunan
yang telah dijanjikan karena pemerintah Turki jarang membayar kepadanya,
dan meskipun ramah ia juga kikir dan tidak ada kemauan untuk membantu
keluarga Saud. Bagi Ibnu Saud, ia tinggal di Kuwait penuh pengalaman baru.
Sampai saat itu, ia juga tinggal dengan kaum Murra45 yang sangat primitif
dan liar. Ibnu Saud juga hidup sebagaimana lazimnya pemuda Arab. Ia juga
senang dan sering bersantai-santai di pelabuhan sambil mendengarkan
cerita-cerita para pelaut. Ia duduk dan sering tenggelam dalam obrolan bersama para
pedagang dan pelancong, syekh-syekh dari Baghdad, Damaskus dan
Konstantinopel. Ibnu saud sangat kuat dengan akal cerdas serta sikapnya yang
terbuka.46
Di Kuwait ini juga merupakan tempat sekolah Abdul Aziz al-Sa’ud
mempelajari seni politik serta praktis. Ia dapat mengamati berbagai peristiwa
pertentangan, yang waktu itu terjadi di antara keluarga Shabah demi
mencapai pintu pemerintahan. Hal ini juga merupakan peristiwa pertama
yang direkamnya dari berbagai peristiwa pergolakan. Ia belajar bahwa dunia
45
Kaum Murra: kaum di mana keluarga Ibnu saud tinggal bersama yang berasal dari tepi Samudra Hindia. H. C. Armstrong, Jejak Sang Penguasa (Riwayat Hidup Ibn Sa’ud Pendiri
Kerajaan Arab-Saudi). Penerjenah Ati Nurbaiti, dkk(Jakarta: Pustaka Firdaus, 1991), hlm. 14.
46
ini milik orang-orang yang menang. Akhirnya ia mendapatkan bahwa
Mubarok (saudara dari Syekh Kuwait) mendekatinya dan memberikan
keleluasaan padanya untuk menghadiri berbagai majlisnya dan mendengarkan
berbagai pembicaraannya dengan wakil negara-negara asing di wilayah Teluk
seperti Inggris, Rusia, Jerman, Utsmaniyah. Ia pun melihat berbagai orientasi
dan aliran politik yang saling bertentangan.
Dan dari berbagai hal tersebutlah dapat terlihat bahwa kehidupan yang
diwarnai aneka macam orientasi politik merupakan salah satu faktor
pendukung utama yang mengajarkan kepada Abdul Aziz bahwa kemauan
keras dan percaya diri termasuk dari faktor-faktor pembentukan kepribadian
yang dengannya dapat menghadapi berbagai aliran-aliran politik yang dialami
wilayah ini, yang hingga akhirnya dia menjadi seorang raja di Saudi Arabia.47
B. Usaha-usaha yang Dilakukan Raja Abdul Aziz dalam Merebut Wilayah-wilayah di Arab Saudi
Negara Saudi Arabia yang terbentuk pada sekitar abad ke-19 M ini,
memiliki sejarah panjang yang berakar kuat dengan sejarah etnik Arab yang
paling tua. Wilayah politik negara ini mulai dikenal sejak zaman Rasulullah
SAW, setelah tahun 634 M dilanjutkan oleh Khulafah ar-Rasyidin dengan
sistem kekhalifahan yang sama-sama masih di Madinah. Sejak tahun 660 M
dilanjutkan oleh keluarga Amawiyah, dan memindahkan ibukota
47
pemerintahanya ke Damaskus, Syiria.48 Tahun 750 M pemerintah Islam
Abbasiyah menggantikan Bani Umayyah dan memindahkan pusat
pemerintahanya di Baghdad. Sebagai sebuah wilayah Islam yang cukup tua ia
(Saudi Arabia sekarang) sangat diperhitungkan dengan sebutan sebagai
wilayah “Haramain”. Bahkan sejak abad ke-10 M ketika berbagai kerajaan
kecil muncul, seperti halnya dinasti Fatimiyah yang ingin menyaingi
Abbasiyah di Baghdad, ketika mereka berupaya ingin meningkatkan
statusnya sebagai kekhalifahan, akhirnya wilayah “Haramain” telah dijadikan
simbol perebutan status kekuatan spritual politik dunia Islam, di mana sang
khalifah ingin disebut sebagai penjaga tanah haram, yakni Makkah-Madinah.
Dalam beberapa ratus tahun berikutnya wilayah ini masih terus
bertahan sebagai suatu wilayah yang masing-masing dipegang oleh suku-suku
Arab, hingga tahun 1500-an kesultanan Turki Usmani akhirnya berhasil
menyatukan kembali dan menguasai seluruh Jazirah Arabia, termasuk
daerah-daerah sekitar Utara dan Barat Laut.
Meski sejak abad ke-16 (1512 M) secara formal Arab telah dikuasai
Turki Ottoman (Utsmaniyah), namun berbagai keamiran tetap berkuasa.
Inilah yang membuat wilayah tersebut terus bergolak hingga akhir abad ke-19
M. Di antara banyak keamiran, Amir dinasti Saud muncul sebagai kekuatan
politik yang paling berpengaruh dan paling menonjol. Mereka mulai muncul
sejak abad ke-18 M sebagai wilayah suku di wilayah Hijaz, kekuasaanya
48
berpusat di kota Dariyah (dekat kota Riyadh sekarang). Pada tahun 1744,
Dinasti Saud semakin memperluas wilayah kekuasaanya, satu demi satu
keamiran yang lemah ditaklukannya, hingga akhirnya penguasaan terhadap
daerah Makkah dan Madinah sebagai “Haramain” semakin memperbesar
daerah politiknya.49
Untuk menahan pengaruhnya, pemerintah Ottoman Turki mengirim
pasukannya ke Arab, namun hal itu bisa dipatahkan. Bersamaan dengan ini
ibukota pemerintahan Arab dipindahkan dari Dariyah ke Riyadh, Saudiah
akhirnya menjadi pemerintah yang berkuasa atas seluruh tanah Arab.
Keberhasilan keluarga Saud mengambil alih wilayah-wilayah dari Turki
Utsmani karena didukung oleh gerakan keagamaan kelompok Wahabi yang
bergerak di Nejd dari tahun 1744 M. Berkat saling dukungan ini Makkah
dikuasainya tahun 1803 M dari tangan Turki Utsmani, yang saat itu berada di
bawah pengawasan Muhammad Ali Fasya di Mesir.50
Periode berikutnya terjadi kegoyahan pemerintahan akibat perebutan
kekuasaan antar keluarga hingga tahun 1902 M, sehingga membuat muncul
figur muda yang berpengaruh dari dinasti itu, yakni Abdul Aziz Ibnu Sa’ud
yang berdomisili di Riyadh dengan dukungan Wahabi.51 Pada permulaan
abad ke-20 M, Abdul Aziz yang masih muda, yang lebih dikenal dengan
49
Badri Yatim, Sejarah Sosial Keagamaan Tanah Suci, (Jakarta: Logos, 1999), h. 103-117.
50
Thohir, Studi Kawasan Dunia Islam, (Perspektif Etno-Linguistik dan Geo-Politik, h. 118.
51
sebutan Ibnu Sa’ud, dengan 200 tentaranya melakukan usaha untuk merebut
kembali warisan nenek moyang Saudi-nya. Tanggal 15 Januari 1902, Abdul
Aziz bersama 15 orang pasukannya merebut Riyadh dengan serangan
mendadak yang dramatis. Penyerangan Abdul Aziz merebut benteng Riyadh
merupakan pertempuran paling nekat yang tercatat dalam sejarah, di mana ini
menjadi titik awal sejarah Kerajaan Saudi Arabia. Dalam kurun waktu
sepuluh tahun berikutnya, Abdul Aziz maju untuk menaklukan kembali Nejd,
kota-kota dan provinsi-provinsi lainnya dari kaum Rasyidi.52 Dan satu demi
satu daerah-daerah yang terpecah dapat disatukan kembali sehingga pada
tahun 1913 M kekuasaan Turki keluar dari daerah Hasa.53
Syekh Abdul Aziz ibn Sa’ud memerankan dengan lihai perjuangan
antara Turki disatu sisi dan ekspansi kekuasaan Inggris di Arabia Selatan di
sisi lain. Pada bulan Desember 1915, dia menandatangani perjanjian dengan
Inggris yang mana, ketika mempertahankan kemerdekaanya, dia
mendapatkan subsidi dan janji bantuan jika diserang. Akhir perang dan
perseteruan dengan Turki yang berakhir pada masa ini dan meninggalkannya
sendiri berhadapan dengan Inggris. Dia menjalankan rencana barunya sangat
baik dan mampu memperluas daerah yang diwarisi dalam beberapa tahap
secara berturut-turut. Pada tahun 1921, akhirnya dia mengalahkan saingan
52
Ahmad, Seratus Muslim Terkemuka, h. 352.
53
lamanya Ibn Rasyid di Selatan Najd dan mencaplok wilayahnya, dan
kemudian diambil gelar Sultan Najd.
Tahap ini menjadi perjuangan yang lebih krusial untuk mengontrol
Hijaz. Wilayah ini termasuk dua kota suci muslim. Makkah dan Madinah
dikuasai oleh keluarga Dinasti Hasyim, keturunan Nabi lebih dari satu
milenium, yang pada beberapa abad terakhir lepas dari kekuasaan Raja Turki.
Pendirian keluarga Hasyimiyah yang dipimpin oleh beberapa keturunan
keluarga, di Iraq dan Trans-Yordan sebagai bagian dari restrukturisasi
beberapa propinsi Arab Turki sebelumnya setelah Perang Dunia 1, dipandang
oleh Ibnu Sa’ud sebagai sebuah ancaman atas wilayahnya. Setelah beberapa
tahun terjadi hubungan yang memburuk, Raja Husein Hijaz mengajukan dalih
ganda, pertama dengan mengklaim bahwa dirinya adalah khalifah, kedua
dengan menolak memberi izin jamaah haji kelompok Wahabi melakukan
ibadah haji ke kota-kota suci. Di sini Ibnu Saud merespon dengan akhirnya
dapat menaklukan Hijaz pada tahun 1925.54
Pendiri negara Saudi moderen ini menganut teologi puritan Wahhabi
dan menggabungkan dirinya dengan suku-suku Nejd. Inilah yang menjadi
cikal bakal negara Arab Saudi. Meskipun kita juga telah melihat
pemberontakan pada abad ke-18 digagalkan, tetapi pemberontakan pada abad
ke-19 dan awal abad ke-20 melahirkan satu situasi yang sangat berbeda. Dari
abad ke-17 hingga awal abad ke-20, Semenanjung Arab merupakan
masyarakat yang sangat tribal dengan sejumlah besar keluarga terkemuka
54
yang saling bersaing dan berebut dominasi di antara yang lain. Namu