• Tidak ada hasil yang ditemukan

Peranan gerakan Wahabiyah dalam membantu mewujudkan pemerintahan raja Abdul Aziz di Arab Saudi

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Peranan gerakan Wahabiyah dalam membantu mewujudkan pemerintahan raja Abdul Aziz di Arab Saudi"

Copied!
83
0
0

Teks penuh

(1)

SKRIPSI

Diajukan kepada Fakultas Adab dan Humaniora

untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Humaniora (S.Hum)

Oleh:

NUR UMAMAH NIM 107022001528

K O N S E N T R A S I T I M U R T E N G A H PROGRAM STUDI SEJARAH PERADABAN ISLAM

FAKULTAS ADAB DAN HUMANIORA UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

SYARIF HIDAYATULLAH J A K A R T A

(2)

SKRIPSI

Diajukan kepada Fakultas Adab dan Humaniora

untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Humaniora (S.Hum)

Oleh:

NUR UMAMAH NIM 107022001528

Pembimbing

Drs. H. Azhar Saleh, MA. NIP: 19581012-199203-1-004

K O N S E N T R A S I T I M U R T E N G A H PROGRAM STUDI SEJARAH PERADABAN ISLAM

FAKULTAS ADAB DAN HUMANIORA UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

SYARIF HIDAYATULLAH J A K A R T A

(3)

Mewujudkan Pemerintahan Raja Abdul Aziz di Arab Saudi”, telah diujikan dalam munaqasah Fakultas Adab dan Humaniora Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, pada hari Selasa tanggal 21 Juni 2011. Skripsi ini telah diterima sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Humaniora (S.Hum) pada Program Studi Sejarah Peradaban Islam.

Jakarta, 21 Juni 2011

Sidang Munaqasah

Ketua Merangkap Penguji II, Sekretaris

Drs. H. M. Ma’ruf Misbah, MA. Sholikatus Sa’diyah, M.Pd.

NIP. 19591222 1991103 1 003 NIP. 19750417 200501 2 007

Anggota

Pembimbing Skripsi Penguji I

Drs. H. Azhar Saleh, MA. Dr. Ujang Tholib, MA

(4)

1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk

memenuhi salah satu persyaratan memperoleh gelas S.1 di Universitas

Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya

cantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di Universitas Islam

Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.

3. Jika di kemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil karya asli

saya atau merupakan hasil jiplakan dari karya orang lain, maka saya

bersedia menerima sanksi yang berlaku di Universitas Islam Negeri

(UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.

Jakarta, 21 Juni 2011

(5)

Kepada Yth

Dekan Fakultas Adab dan Humaniora

Di

Tempat

Assalamu’alaikum wr.wb

Segala Puja dan Puji Syukur atas kehadiran Allah SWT yang telah memberikan

Nikmat-Nya dan Kemuliaan-Nya kepada kita semua. Shalawat serta salam

senantiasa tercurahkan kepada Nabi kita Muhammad SAW yang telah menuntun

umat manusia dari jalan kegelapan dan menuju jalan yang diridhai Allah SWT.

Selanjutnya saya yang bertandangan dibawah ini:

Nama : Nur Umamah

Semester : Tujuh

Nim : 107022001528

Jurusan : Sejarah dan Peradaban Islam

Fakultas : Adab dan Humaniora

Universitas : Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta

Bermaksud ingin mengajukan Proposal Skripsi ini dengan “Peranan Gerakan Wahabiyah dalam Membantu Mewujudkan Pemerintahan Raja Abdul Aziz di Arab Saudi, dengan memenuhi Persyaratan Proposal Pengajuan Judul Skripsi, Outline beserta daftar pustaka sementara

Demikian Surat ini saya sampaikan, atas persetujuannya saya ucapkan terima kasih Wassalamu’alaikum wr.wb

Jakarta, 02 Februari 2011

Mengetahui

Pembimbing Akademik Hormat Saya,

(6)

Peranan Gerakan Wahabiyah dalam Membantu Mewujudkan Pemerintahan Raja Abdul Aziz di Arab Saudi

Munculnya persekutuan doktrin Wahabi dan kekuatan Saudi telah mulai sejak beberapa tahun yang lalu. Pada abad ke-20, dua perkembangan transformasi faham Wahabi dan kerajaan Saudi di dalam kekuatan utama dunia Islam terus berlanjut dan berlangsung hingga saat ini. Di mana Syeikh Abdul Aziz Ibn Saud (1902-1953) memerankan dengan lihai perjuangan antara Turki di satu sisi dan ekspansi kekuasaan Inggris di Arabia Selatan di sisi lain. Faham Wahabi (Muhammad Ibn Abd Wahab, 1703-1792) yang pada abad 18 di Arabia adalah merupakan respon penting terhadap perubahan-perubahan keadaan pada saat itu. dimana salah satu dari perubahan ini adalah mengembalikan Islam kepada ajaran yang murni sesuai al-Qur’an dan Sunnah Nabi. Hal ini berlangsung dalam waktu yang lama, di mana semua itu memerlukan proses perlahan dan bertahap yang dimulai dari daerah-daerah terpencil dunia Islam.

Tulisan ini menyajikan serta memfokuskan kajian tentang bagaimana peranan gerakan Wahabiyah dalam membantu mewujudkan pemerintahan raja Abdul Aziz di Arab Saudi. Pada masa ini (Raja Abdul Aziz) tanpa adanya gerakan

Wahabi, maka keluarga Sa’ud mungkin tidak akan mempunyai kesempatan besar

(7)

ii

Tiada kata yang pantas terucap selain puji syukur kehadirat Allah SWT.

atas segala limpahan karunia-Nya, sehingga akhirnya penulis dapat

menyelesaikan skripsi ini. Shalawat serta salam tercurahkan kepada kekasih Allah

dan manusia termulia, Nabi Muhammad SAW. yang telah membuka zaman baru

bagi peradaban dunia.

Dalam studi di perguruan tinggi, skripsi telah menjadi keharusan sebagai

salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana. Oleh karena itu pada

kesempatan ini penulis membahas skripsi yang berjudul Peranan Gerakan

Wahabiyah dalam Membantu Mewujudkan Pemerintahan Raja Abdul Aziz di

Arab Saudi”.

Pada kesempatan ini perkenankanlah penulis mengucapkan terimasih dan

penghargaan sebesar-besarnya kepada orang-orang dan instansi yang telah

membantu terciptanya penulisan skripsi ini:

1. Dr. Wahid Hasyim selaku Dekan Fakultas Adab dan Humaniora beserta

seluruh jajarannya. Drs. H. Ma’ruf Misbah, MA. dan Ibu Sholikatus

Sa’diyah, M.Pd. selaku ketua dan sekertaris Jurusan Sejarah dan

Peradaban Islam yang telah membantu dalam proses perkuliahan.

2. Drs. Azhar Shaleh, MA. yang ditengah kesibukannya telah bersedia

meluangkan waktu untuk membimbing penulis dan memberikan arahan

(8)

4. Seluruh staf perpustakaan Universits Islam Negeri Syarif Hidayatullah

Jakarta, Perpustakaan Fakultas, Perpustakaan Nasional dan Perpustakaan

Iman Jama’ yang telah menyediakan berbagai sumber yang dibutuhkan

untuk menulis skripsi ini.

5. Kedua orang tuaku tercinta serta seluruh keluargaku yang telah

memberikan doa restunya serta motivasi moril maupun materil dengan

penuh keikhlasan yang sangat berharga bagi penulis.

Semoga amal yang telah diberikan kepada penulis dapat dibalas oleh Allah

SWT dengan pahala yang berlipat ganda. Demi kesempurnaan skripsi ini di masa

mendatang penulis menerima saran dan kritik yang konstruktif dari para pembaca

yang budiman. Semoga Allah SWT senantiasa meridhoi setiap langkah kita. Amin

Demikian sepatah kata dari penulis, semoga skripsi ini bermanfaat untuk

kita semuanya.

Jakarta, 21 Juni 2011

(9)

iv

KATA PENGANTAR ... ii

DAFTAR ISI ... iv

BabI PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Perumusan dan Pembatasan Masalah ... 7

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ... 8

D. Metode Penelitian ... 9

E. Konsep dan Teori ... 10

F. Sistematika Penulisan ... 11

Bab II MUNCULNYA GERAKAN WAHABIYAH DI ARAB SAUDI 13

A. Proses Berdirinya Gerakan Wahabiyah ... 13

B. Biografi Tokoh Pendiri Gerakan Wahabiyah ... 17

C. Konsep Ajaran-ajaran Wahabiyah ... 23

Bab III UPAYA RAJA ABDUL AZIZ DALAM MEMBENTUK PEMERINTAHAN DI ARAB SAUDI ... 31

A. Biografi Raja Abdul Aziz ... 31

B. Usaha-usaha yang Dilakukan Raja Abdul Aziz dalam Merebut Wilayah-wilayah di Arab Saudi ... 36

(10)

MEWUJUDKAN PEMERINTAHAN RAJA ABDUL AZIZ DI

ARAB SAUDI ... 56

A. Gerakan Wahabiyah sebagai Legitimasi Perjuangan Raja Abdul Aziz ... 56

B. Wahabiyah Dijadikan sebagai Ideologi oleh Raja Abdul Aziz di Arab Saudi ... 58

C. Dampak dari Keterkaitan Gerakan Wahabiyah dengan Raja Abdul Aziz bagi Negara Arab Saudi ... 63

Bab V PENUTUP ... 68

A. Kesimpulan ... 68

B. Saran-saran ... 70

(11)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Arab Saudi merupakan salah satu negara di dunia Islam yang cukup

strategis, terutama di negara tersebut terdapat Baitullah di Makkah yang

menjadi pusat ibadah haji kaum Muslimin seluruh dunia. Apalagi perjalanan

Islam tidak bisa dilepaskan dari wilayah Arab Saudi, sebab disanalah

Rasulullah SAW lahir dan Islam bermula. Dari negara ini juga muncul

gerakan Wahabi yang banyak membawa pengaruh di dunia Islam. Lebih jauh

lagi, Arab Saudi sering juga dianggap sebagai reprentasi negara Islam yang

berdasarkan al-Qur’an dan Sunnah. Arabia menjadi pusat bagi kerajaan Saudi

dan gerakan Wahabi pada tahun 1745, di mana Ibn Sa’ud menjadi kepala

sebuah pemerintahan kesukuan kecil di Arabia Utara dengan menjalin

hubungan kepada seorang penyebar mazhab Hambaliyah, Muhammad Ibn

Abdul Wahhab.1

Dengan semangatnya Abd al-Wahhab hendak membebaskan Islam

dari semua kerusakan yang diyakininya telah menggerogoti agama Islam.

Pada masa Abd al-Wahhab modernitas telah merevolusi konsepsi manusia

mengenai realitas di dunia dengan memperkenalkan konsep yang

mengguncang kesadaran. Modernisme juga telah menambah kompleksitas

tatanan sosial dan ekonomi, sehingga masyarakat-masyarakat tradisional yang

1

(12)

berjuang untuk berkembang dan menjadi moderen merasa semakin

terealinasi.

Di dunia Islam, masyarakat, budaya dan gerakan yang berbeda

merespon dampak dari modernitas yang mengacaukan keseimbangan itu

dengan cara yang beragam. Beberapa, seperti gerakan Kemalis di Turki

misalnya menanggapinya dengan mencoba melancarkan Westernisasi dan

sebisa mungkin bergerak menjauh dari Islam. Sedangkan dari gerakan

Wahabi sendiri merespon kekuatan modernitas yang mengacaukan

keseimbangan serta merespons situasi moral dan sosial yang rentan dan

menyergapnya dengan mencari tempat perlindungan. Dalam hal ini,

perlindungan itu diperoleh dengan melekatkan diri pada teks-teks Islam

tertentu untuk mendapatkan rasa kepastian dan kenyamanan.

Menurut kaun Wahabi kita wajib kembali kepada Islam yang

dipandang murni, sederhana dan lurus yang diyakini dapat sepenuhnya

direbut kembali dengan mengimplementasikan perintah dan contoh Nabi

secara riteral, dan dengan secara ketat mentaati praktek-praktek ritual yang

benar.2

Adapun sebelum datangnya Abd al-Wahhab keadaan di wilayah

Arabia sangat memprihatinkan. Tidak ada orang yang menegur kecuali

beberapa orang yang dikehendaki Allah mampu menegur. Secara umum

kebanyakan orang memusatkan perhatiannya kepada kehidupan dan

2

(13)

ambisi duniawi sedikit orang yang tegak untuk menegakkan kalimat Allah

dan membela agama Allah.

Demikian halnya keadaan di kedua Tanah Suci (Makkah dan

Madinah) dan juga di Yaman. Di daerah itu terkenal dengan adanya

tindakan-tindakan syirik dan pembangunan kubah-kubah di atas kuburan dan

pemanjatan permohonan dan permintaan selamat kepada para wali. Di Yaman

aneka kemusyrikan itu sangat banyak. Melihat bercokolnya dan

merajalelanya kemusyrikan di masyarakat dan tidak adanya orang yang

bertindak untuk membasminya ataupun bangkit berdakwah ke jalan Allah,

maka Abd al-Wahhab meneguhkan hatinya untuk berdakwah. Karenanya,

saat beliau di Uyainah beliau bekerja keras untuk menyebarkan ilmu,

memberikan bimbingan menyurati para ulama dalam membahas dakwah ini

dan bertukar pikiran dengan mereka, dengan harapan mereka dapat

bekerjasama dengannya dengan membela Agama Allah dan memerangi

kemusyrikan. Dakwah beliau ini disambut baik oleh para ulama kedua Tanah

Suci (Makkah dan Madinah), Yaman dan ulama negeri-negeri lain.3

Ideologi Wahabi dihidupkan kembali pada awal abad ke-20 di bawah

kepemimpinan Abd al-Aziz Ibn al-Sa’ud (1902-1953) pendiri negara Saudi

moderen, yang menganut teologi Wahabi dan menggabungkan dirinya dengan

suku-suku Nejd. Inilah yang menjadi cikal-bakal negara Arab Saudi.

Pemberontakan Wahabi pertama di Semenanjung Arab pada abad ke-18

3

(14)

bertujuan menggulingkan kendali Utsmani dan memperkuat Abd al-Wahhab

ke dunia Arab. Kaum Wahabi juga berupaya mengontrol Mekkah dan

Madinah dan dengan melakukan itu Wahabi mendapatkan kemenangan

simbolis yang besar dengan mengendalikan pusat spiritual dunia Islam.4

Dan pada tahun 1902 juga Abd Al-Aziz ibn Sa’ud berhasil merebut

kota Riyadh yang ketika itu berada di bawah kekuasaan keluarga Al-Rasyid

dari Najd Utara, dan memulai gelombang penaklukan yang mencapai tahap

menentukannya pada penaklukan atas penguasa Syarif Hasyimiyah di Hijaz

pada akhir 1924. Dengan meniru metode nenek moyangnya, Abd al-Aziz

mencapai tujuanya dengan cara menyebarluaskan ideologi Wahhabiyah di

tingkat masyarakat. Menjelang tahun 1917, Riyadh ibu kota kerajaan Abd

Al-Aziz menjadi pusat kebangkitan agama. Sekolah-sekolah al-Qur’an

berkembang dan prestasi keilmuan diberi penghargaan. Kehadiran pada

shalat-shalat jamaah diwajibkan dan hukuman fisik diberikan kepada mereka

yang tidak hadir. Merokok dilarang, musik dikutuk, dan tertawa keras

dipandang sebagai tanda ketidak senonohan. Kehidupan di ibu kota dicirikan

oleh keselarasan tingkat tinggi dalam perilaku umum yang berasal dari hasrat

orang-orang beriman dan para warga negara pemerintahan Wahabiyah baru

untuk memenuhi standar-standar keislaman sebagaimana yang ditafsirkan

oleh ulama-ulama Nejd. Keselarasan perilaku yang dituntut selama era

kebangkitan 1920-an ini, terabadikan dengan sendirinya.

4

(15)

Dengan menghidupkan kembali gagasan tentang sebuah komunitas

orang beriman yang disatukan oleh ketaatan mereka kepada Allah dan

kemauan untuk hidup selaras dengan hukum-hukum Allah, ideologi

Wahabiyah yang tumbuh dibawah kepemimpinan Abd al-Aziz membentuk

sebuah identitas kebangsaan diantara masyarakat Semenanjung yang

berbeda-beda secara etnis dan kesukuan itu. Dengan mengklaim pemerintahan atas

persetujuan para ulama, Abd al-Aziz menjadikan keimanan dan ketaatan

kepada dirinya sendiri sebagai penguasa Islam yang adil.5

Disinilah letak kemampuan Raja Abdul Aziz dalam memfungsikan

hal-hal tersebut di atas yang menjadikanya dapat merealisasikan keberhasilan

yang unik dalam menjalankan berbagai urusan Kerajaan Saudi Arabia sejak

memulai berbagai upayanya yang sukses dalam menyatukanya sampai beliau

wafat pada tahun 1953M. Selama pada masanya Raja Abdul Aziz memerintah

dengan bijak dan berlandaskan pada prinsip-prinsip Islam yang bersumber

dari al-Qur’an dan Sunnah Nabi, terutama prinsip Syura, dengan adanya

majlis atau dewan yang terdiri dari para ulama besar, pemimpin suku dan

penguasa, yang mana Raja Abdul Aziz berkumpul dengan mereka dan

meminta pendapat mereka tentang urusan kerajaan. Inilah yang paling

penting di mana seorang raja harus seorang muslim yang lurus dan dikenal

5

(16)

baik agamanya. Dan Raja Abdul Aziz telah meletakkan teladan yang wajib

diteladani oleh anak-anaknya.6

Pada tahun 1953 M, kepemimpinan Saudi telah melonggarkan

penekanan identitasnya sebagai pewaris ajaran Wahabiyah. Namun dalam

masyarakat pengaruh Wahabi tetap terlihat dalam keseragaman berpakaian

dan perilaku umum lainnya. Yang lebih signifikan dari warisan Wahabiyah

tampak nyata dalam etos-etos sosial yang mengaggap bahwa pemerintah

bertanggungjawab atas moral kolektif yang mengatur masyarakat, dari

perilaku individu hingga perilaku lembaga, bisnis dan pemerintahan itu

sendiri.7

Di Saudi sendiri Islam tercantum sebagai agama negara dan sumber

hukum. Ajaran Islam versi mazhab Wahabi itulah yang merajut aktivitas

pendidikan, hukum, dan dasar etika masyarakat di Arab Saudi. Misalnya,

pemerintah mengharuskan pertokoan dan kantor-kantor pemerintah ditutup

ketika azdan shalat dikumandangkan dan mereka sangat dianjurkan shalat

berjamaah. Menurut Sheikh Muhammad bin Abdul Wahab, para ulama

bertanggung jawab memperkenalkan dan mensosialisasikan ajaran Islam.

Kerja sama ulama dan pemerintah (umara) disebutkan merupakan kewajiban. Pemerintah bertanggung jawab atas pelaksanaan ajaran agama seperti shalat,

6

Departemen Pendidikan Tinggi Universitas Islam Imam Muhammad Bin Saud, Kumpulan Makalah Sejarah Raja Abdul Aziz, (Riyadh KSA: Universitas Islam Imam Muhammad Ibn Saud, 1419 H), h. 88.

7

(17)

zakat, puasa, dan haji. Adapun ulama membantu pemerintah memberi

petunjuk bagi pelaksanaan ajaran agama itu.8

Bertitik tolak dari realitas yang ada ini penyusun merasa terpanggil

untuk membahas lebih mendalam tentang Peranan Gerakan Wahabiyah

dalam Menbantu Mewujudkan Pemerintahan Raja Abdul Aziz di Arab

Saudi”. Dengan pembahasan tersebut diharapkan akan mendapatkan suatu

gambaran, dan jawaban yang konkrit dalam mengetahui sejarah mengenai

peranan gerakan Wahabiyah dalam membantu mewujudkan pemerintahan

Raja Abdul Aziz di Arab Saudi.

B. Perumusan dan Pembatasan Masalah

Secara umum, dapat diidentifikasi berbagai permasalahan yang terkait

dengan topik yang diangkat dalam penelitian ini seperti pengaruh Wahabiyah

dalam berbagai aspek kehidupan masyarakat pada masa lalu dan sekarang,

latar belakang sosial, ekonomi, dan politik kehidupan ulama, karakteristik

tradisi keagamaan yang berkembang dalam masyarakat di Arab Saudi.

Namun karena keterbatasan waktu, tenaga, dan biaya, saya akan merumuskan

pembahasan skripsi yang akan dikaji ini dalam beberapa pertanyaan:

1. Mengapa gerakan Wahabiyah digunakan Raja Abdul Aziz dalam

membentuk pemerintahanya di Arab Saudi?

2. Apa saja peranan yang diberikan gerakan Wahabiyah terhadap

pemerintahan Raja Abdul Aziz di Arab Saudi?

8

(18)

3. Apa saja dampak dari keterkaitan peranan Wahabiyah dengan Raja

Abdul Aziz bagi negara Arab Saudi?

Dan untuk menghindari melebarnya pembahasan dalam penulisan

skripsi ini, maka penulis membatasi pembahasan pada kurun waktu

pemerintahan Raja Abdul Aziz Ibn al-Sa’ud (1902-1953), yang mana pada

masa ini ideologi Wahabi dihidupkan kembali pada awal abad ke-20.

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian

1. Tujuan Penelitian

Dalam penulisan skripsi ini pula terdapat beberapa tujuan dan

manfaat penelitian, dan adapun tujuan dari penelitian ini adalah:

a. Untuk mengetahui kenapa gerakan Wahabiyah digunakan oleh Raja

Abdul Aziz dalam membentuk pemerintahanya di Arab Saudi.

b. Untuk mengetahui peranan gerakan Wahabiyah terhadap

pemerintahan Raja Abdul Aziz di Arab Saudi.

c. Untuk mengetahui dampak dari keterkaitan peranan Wahabiyah

dengan Raja Abdul Aziz bagi negara Arab Saudi.

2. Manfaat Penelitian

a. Agar dapat memberikan manfaat bagi mahasiswa maupun

masyarakat umum mengenai munculnya gerakan Wahabi di Saudi

(19)

b. Dapat juga dijadikan sebagai bahan kajian dan untuk memperkaya

wawasan tentang sejarah Islam.

c. Agar bisa juga menjadi acuan dalam penelitian selanjutnya.

d. Untuk memenuhi sebagai syarat untuk kelulusan Strata 1.

D. Metode Penelitian

Skripsi ini ditulis dengan menggunakan metode penelitian sejara

dengan melalui beberapa tahapan:

1. Heuristik: mengumpulkan sumber-sumber dan mengumpulkan data-data serta beberapa tulisan tentang sejarah peranan gerakan Wahabiyah,

khususnya yang membahas mengenai pada masa-masa dari

kepemimpinan Abd al-Aziz ibn al-Sa’ud.

2. Kritik: sumber-sumber yang terkumpul kemudian dilakukan kritik, baik

kritik terhadap sumber primer maupun skunder.

3. Interpretasi: pemahaman yang mendalam mengenai teks-teks yang telah

melalui fase kritik, di mana penulis sudah menemukan korelasi dan

pemahaman yang baru mengenai tema yang akan dibahas.

4. Historiografi pemahaman yang diperoleh setelah melalui beberapa tahap

yang ditransfer dalam bentuk tulisan dengan metode induktif, dengan

pola khusus-umum yang dimulai dari tahun 1902-1953, yaitu pada masa

di mana gerakan Wahabiyah digunakan Raja Abdul Aziz untuk

mewujudkan pemerintahanya dan gerakan Wahabiyah menjadi suatu

(20)

E. Konsep dan Teori

Dalam penulisan tentang masalah peranan gerakan Wahabiyah dalam

membantu mewujudkan pemerintahan raja Abdul Aziz, banyak sekali tulisan

baik berbentuk buku, jurnal dan karya tulis lainnya penulis merasa kesulitan

dalam sumber referensi, dan ditambah lagi kebanyakan sumber yang memuat

tentang peranan gerakan Wahabiyah dalam membantu mewujudkan

pemerintahan Raja Abdul Aziz dalam bahasa asing seperti bahasa Arab dan

bahasa Inggris. Dan mereka juga harus mencari mana yang benar-benar

otentik dan otoritatif dalam membedah wacana tersebut.

Dan penggunaan sumber yang digunakan oleh penulis diantara

buku-buku yang di kumpulkan adalah Syekh Muhammad Bin Abdul Wahab dan Ajarannya, Imam Muhammad Bin Abdul Wahhad: Dakwah dan Jejak

Perjuanganya, Politik Kebangkitan Islam: Keragaman dan Kesatuan, Selamatkan Islam Dari Muslim Puritan, Sejarah Sosial Umat Islam dan

lain-lainnya.

Kemudian menginterpretasi pemahaman yang mendalam mengenai

teks-teks yang telah melalui fase kritik, di mana penulis sudah menemukan

korelasi dan pemahaman yang baru mengenai tema yang dibahas.

Pemahaman yang diperoleh setelah melalui beberapa tahap ditransfer

dalam bentuk tulisan dengan metode induktif, dengan pola khusus-umum,

(21)

tandai dengan keterkaitan Wahabiyah di dalam mewujudkan kekuasaan Raja

Abdul Aziz.

F. Sistematika Penulisan

Untuk memudahkan penulis dalan penulisan skripsi ini, maka dalam

pembahasanya secara keseluruhan skripsi ini dibagi menjadi lima bab,

termasuk di dalam bab pendahuluan dan penutup, adapun susunan skripsi ini

adalah sebagai berikut:

Bab I Pendahuluan, yang terdiri atas uraian latar belakang masalah,

identifikasi perumusan dan pembatasan masalah, tujuan dan

manfaat penelitian, metode penelitian, konsep dan teori dan

sistematika penulisan.

Bab II Berisi tentang Munculnya Gerakan Wahabiyah di Arab Saudi yang

meliputi antara lain: proses berdirinya gerakan Wahabiyah di Arab

Saudi, biografi tokoh pendiri gerakan Wahabiyah di Arab Saudi,

dan konsep ajaran-ajaran Wahabiyah di Arab Saudi.

Bab III Upaya Raja Abdul Aziz dalam Membentuk Pemerintahanya di

Arab Saudi. Bab ini terdiri atas biografi Raja Abdul Aziz,

usaha-usaha yang dilakukan Raja Abdul Aziz dalam merebut

wilayah-wilayah di Arab Saudi, peranan Raja Abdul Aziz dalam

membentuk pemerintahan Arab Saudi, dan kondisi Arab Saudi

(22)

Bab IV Peranan Gerakan Wahabiyah dalam Membantu Mewujudkan

Pemerintahan Raja Abdul Aziz di Arab Saudi. Bab ini terdiri atas:

gerakan Wahabiyah sebagai legistimasi perjuangan Raja Abdul

Aziz, Wahabiyah dijadikan sebagai ideologi oleh Raja Abdul Aziz

di Arab Saudi, dan dampak dari keterkaitan gerakan Wahabiyah

dengan Raja Abdul Aziz bagi negara Arab Saudi.

(23)

BAB II

MUNCULNYA GERAKAN WAHABIYAH DI ARAB SAUDI

A. Proses Berdirinya Gerakan Wahabiyah

Gerakan modernisasi dunia Islam yang dilakukan para pembaharu

muslim, memiliki semangat juang besar dalam membangkitkan semangat

umat Islam untuk bangkit kembali menguasai sains dan teknologi, serta

melakukan gerakan pemurniaan ajaran Islam yang merupakan inti dari

gerakan tersebut. Gerakan pembaruan yang dilakukan oleh para tokoh

tersebut bergema di seluruh penjuru dunia Islam. Oleh karena itu banyak di

antara negara-negara muslim mengikuti gerakan pembaharuan tersebut,

sehingga lahirlah tatanan baru dalam dunia Islam, yaitu kebangkitan dunia

Islam, baik dalam bidang ilmu pengetahuan, politik, pendidikan, dan

kebangkitan melawan imperialisme Barat. Dan usaha untuk memulihkan

kembali kekuatan Islam pada umumnya yang dikenal dengan gerakan

modernisasi atau pembaharuan didorong oleh dua faktor yang saling

mendukung. Pertama, pemurnian ajaran Islam dan unsur-unsur asing yang

dipandang sebagai penyebab kemunduran Islam. Kedua, menimba

gagasan-gagasan pembaharuan dan ilmu pengetahuan dari Barat.9

Adapun pencemaran terhadap ajaran Islam yang terjadi di

negara-negara Islam sudah bermula pada masa pemerintahan Islam Abbasiah di

9

Samsul Munir Amin,MA, Sejarah Peradaban Islam, (Jakarta: Amzah, 2009), Cet.Pertama, h. 361.

(24)

Baghdad. Kemajuan ilmu pengetahuan di zaman ini telah menyeret kaum

Muslimin untuk ikut pula memasyarakatkan ajaran filsafat Yunani dan

Romawi.

Di Nejd terdapat beberapa desa yang dihuni oleh banyak kabilah atau

suku-suku yang hidup di daerah pedesaaan. Antara daerah pedesaan dan

perkotaan tidak adanya kecocokan. Mereka selalu terlibat permusuhan karena

tidak adanya penguasa yang dapat menjaga kerukunan dan keamanan serta

tidak dapat menegakkan keadilan. Hubungan antara daerah pedesaan dan

perkotaan terus diwarnai oleh sikap permusuhan, perampasan dan berbagai

tindak kekerasan yang sering meminta korban jiwa. Demikian pula dengan

situasi kehidupan kabilah-kabilah di pedesaan yang diwarnai oleh sikap

fanatik golongan. Akibatnya ketika dakwah Muhammad bin Abdul Wahhab

muncul mereka masih mengalami perpecahan dan terbagi-bagi menjadi

wilayah-wilayah kecil yang saling bermusuhan.

Sejarah gerakan Wahabiyah di Arab Saudi sendiri dimulai pada

pertengahan abad ke-19 dengan munculnya persekutuan antara kepala suku

Nejd Selatan, Muhammad ibn Sa’ud dan Muhammad ibn Abdul Wahhab.10

Sebutan Wahabiyah sendiri merupakan sebuah nama yang diberikan oleh

lawan-lawannya karena pimpinannya bernama Muhammad bin Abdul

Wahhab.11

10

Jonh L.Esposito, Ensixlopedi Oxford Dunia Islam Modern, (Bandung: Mizan, 2001), h. 161.

11

(25)

Bersamaan dengan masa pemerintahan Muhammad ibn Sa’ud dan

penaklukan daerah yang dilakukannya, Muhammad bin Abdul Wahhab juga

sedang melancarkan dakwah amar ma’ruf nahi munkar dari wilayah Ainiyah

(dekat Riyadh) ke daerah sekitarnya dengan dukungan para amir, qadhi dan

ulama. Muhammad bin Abdul Wahhab melihat bahwa tujuan Ibnu Sa’ud

untuk memperluas daerahnya sama dengan tujuannya sendiri, yaitu

menegakkan kalimat Allah di Semenanjung Arabia. Oleh karena itu

Muhammad bin Abdul Wahhab mengirimkan surat kepada Ibnu Sa’ud untuk

mengajak bekerja sama demi terwujudnya tujuan tersebut. Di mana pada saat

itu Muhammad bin Abdul Wahhab berjanji akan menyatukan daerah yang

mereka taklukkan bersama di bawah kepemimpinan Ibnu Saud. Pada awalnya

Ibnu Saud meragukan tawaran tersebut karena mengira ada maksud yang

terselubung dari Muhammad bin Abdul Wahhab. Tetapi akhirnya dia bersedia

membicarakan tawaran tersebut dan disitulah Ibnu Sa’ud meminta dua hal

kepada Muhammad bin Abdul Wahhab. Pertama, Muhammad bin Abdul

Wahhab tidak boleh menuntut kekuasaan jika usaha penaklukan dan

perluasan wilayah berhasil. Kedua, Muhammad bin Abdul Wahhab tidak

boleh melarangnya untuk memungut pajak tanaman dan perdagangan dari

warga. Muhammad bin Abdul Wahhab menerima tuntutan yang pertama dan

berjanji tidak akan meminta kekuasaan apapun. Dan tentang tuntutan yang

kedua Muhammad bin Abdul Wahhab juga berjanji tidak akan

mengambilnya. Mendengar kesepakatan antara keduanya, para penguasa di

(26)

bersatu dengan wilayah Dariyah, seperti yang dilakukan oleh penguasa

daerah Ahsa yang merupakan salah satu daerah di sekitar Riyadh. Sejak

adanya kesepakatan tersebut dimulailah penaklukan yang bersifat politik dan

agama sehingga satu demi satu wilayah di sekitar Dariyah, seperti Ainiyah,

Ahsa, Wahsyim, Harimalla menyatakan diri bersatu dengan Dariyah.12

Pendakwah baru ini menjadikan Muhammad ibn Sa’ud (1765), yang

kemudian menjadi pemimpin kecil kawasan Arab Tengah, sebagai sekutu dan

menantunya. Fenomena ini menjadi contoh kasus lain tentang pernikahan

antara agama dan penguasa. Persekutuan ini berhasil menyebarkan keyakinan

agama, dan kekuasaan Ibnu Sa’ud dengan sangat cepat menyebar ke seluruh

Jazirah Arab. Pengikut Ibn Abdul Wahhab disebut golongan Wahabi oleh

lawan-lawan mereka. Salah satu contoh dalam perjuangan mereka untuk

memurnikan ajaran Islam dari pemujaan pada orang-orang suci, dan dari

bid’ah-bid’ah lainya, mereka pernah menghancurkan Karbala pada tahun

1801, lalu merebut Makkah pada tahun 1803, kemudian Madinah pada tahun

berikutnya di mana seperti yang telah kita ketahui bahwa di kota-kota tersebut

telah terdapat kemusyrikan, dan mereka juga merusak makam-makam suci,

dan membersihkan kota-kota ini dari kemusyrikan. Dan pada tahun-tahun

berikutnya mereka juga dapat menyerbu Suriah dan Irak, serta melebarkan

12

(27)

kekuasaan dari Palmyra hingga Oman, daerah kekuasaan terluas di

Semenanjung Arab.13

Wahabiyah yang pada mulanya sebuah gerakan kecil tapi pada

akhirnya dapat berkembang dan kuat menjadi sebuah gerakan besar di Arab

Saudi. Untuk selanjutnya, wilayah-wilayah yang masih tersisa berada di

bawah kekuasaan keluarga al-Sa’ud dan keturunan Ibn Abd al-Wahhab.

Wilayah-wilayah yang sempat dikuasai keduanya, yang mengambil nama

al-Syaikh kini menciut hingga hanya meliputi daerah Nejd Selatan. Namun

agenda sosial, keagamaan dan politik, yang berangkat dari ideologi

Wahabiyah tetap berurat-akar di seluruh Nejd, yang kelak bangkit kembali

ketika memasuki abad ke-20.14

B. Biografi Tokoh Pembawa Gerakan Wahabiyah

Muhammad bin Abdul Wahhab yang lahir di Nejd, Arab Saudi tahun

1703 M adalah seorang dari golongan Bani Siman, dari Tamim. Ayahnya

yang bernama Abdul Wahhab adalah seorang hakim di kota kelahirannya, di

masa pemerintahan Abdullah ibn Muhammad ibn Muammar dan beliau juga

mengajar hadis dan fikih di masjid kota tersebut. Kakeknya Sulaiman adalah

seorang mufti di Nejd. Muhamamd bin Abdul Wahhab juga memulai belajar

agama dari ayahnya sendiri dengan membaca dan menghafal al-Qur’an.

13

Philip K. Hitti, History Of The Arab, (Jakarta: PT Serambi Ilmu Semesta, 2010), Cet. Ke-10, h. 948.

14

(28)

Sampai pada akhirnya beliau berkelana mencari ilmu ke Makkah, Madinah

dan Basrah.15

Pendidikan Muhammad bin Abdul Wahhab sendiri dimulai di

Madinah yakni berguru pada ustadz Sulaiman al-Kurdi dan Muhammad

Hayat al-Kind. Di masa pendidikannya, kedua orang guru Muhammad bin

Abdul Wahhab, yakni ustadz Sulaiman Kurdi dan Muhammad Hayat

al-Kind telah melihat tanda-tanda kecerdasan Abdul Wahhab. Mereka

menemukan tanda-tanda kemampuan ijtihad pada diri Abdul Wahhab.16

Setelah menyelesaikan pelajarannya di Madinah ia pergi merantau ke Basrah

dan tinggal di kota ini selama empat tahun. Selanjutnya, ia pindah lagi ke

Baghdad dan di sini ia menikah dengan wanita kaya. Lima tahun kemudian,

setelah isterinya meninggal dunia, ia pindah ke Kurdistan, selanjutnya ke

Hamdan dan ke Isfahan. Di kota tersebut akhirnya ia sempat juga

mempelajari falsafah dan tasawuf. Dan setelah bertahun-tahun merantau

akhirnya ia kembali ke tempat kelahirannya di Nejd.17

Selain falsafah dan Tasawuf, Syekh Muhammad bin Abdul Wahhab

juga memiliki minat yang sangat besar terhadap buku-buku tafsir, hadis, dan

prinsip-prinsip keimanan. Dia mempelajari fikih mazhab Hambali dari

ayahnya yang merupakan seorang ulama mazhab Hambali juga hingga

15

Mufrodi, Islam Di Kawasan Kebudayaan Arab, h. 152.

16

Herry Muhammad, DKK, Tokoh-Tokoh Islam Yang Berpengaruh Abad 20, (Jakarta: Gema Insani, 2006), h. 244.

17

(29)

akhirnya beliau banyak memperoleh gagasan-gagasan tentang Islam yang

benar. Pemikiran yang dicetuskan oleh Muhammad Abd al-Wahhab sendiri

adalah untuk memperbaiki kedudukan Islam, di mana hal itu timbul bukan

sebagai reaksi terhadap suasana politik, tetapi sebagai reaksi terhadap faham

tauhid yang terdapat di kalangan umat Islam di waktu itu. Pada akhirnya

beliau memutuskan usai melaksanakan haji ke Baitullah dan melakukan

ritual-ritualnya, dia melanjutkan pergi ke Madinah di mana syekh

Muhammad menentang praktek kaum Muslim yang bertawasul kepada

makam suci Rasullulah SAW. Kemudian dia kembali ke Nejd, lalu dari sana

dia berangkat lagi ke Basrah dengan maksud di mana setelah itu akan

meninggalkan Basrah menuju Damaskus. Dan dari sana dia memutuskan

pergi ke Huraymalah, salah satu dari kota-kota di wilayah Nejd.18

Sekembalinya ke daerah asalnya, ia menghabiskan waktu untuk

merenung, dan baru setelah itu ia mengajukan pokok-pokok pikiranya seperti

termaktub dalam kitab at-Tauhid kepada masyarakat. Pada awalnya, idenya tidak begitu mendapat tanggapan banyak dan mendapatkan tantangan, salah

satunya adalah dari saudaranya sendiri yaitu kakaknya, Sulaiman dan

sepupunya Abdullah bin Husain.19

Dan sejak ayahnya wafat, Syekh Muhammad mulai bergerak

mendakwahkan keyakinan agamanya sendiri serta menolak praktik

18Ja’far Subhani

, Syekh Muhammad Bin Abdul Wahhab Dan Ajaranya. Penerjemah Arif M Dan Nainul Aksa (Jakarta: Citra, 2007), h. 12.

19

(30)

keagamaan para penduduk Huraymalah. Sekelompok orang dari Huraymalah

mengikutinya, hingga kegiatan dakwah yang dibawa oleh Muhammad bin

Abdul Wahhab mendapat popularitas dan terkenal. Dengan berkembangnya

dakwah yang dibawanya, Abdul Wahhab kemudian berangkat melanjutkan

dakwahnya dari Huraymalah menuju kota Uyaynah. Pada waktu itu Usman

bin Hamid adalah kepala daerah kota Uyaynah. Akan tetapi Usman

menghindar darinya serta mengusirnya keluar dari kota Uyaynah.

Tahun 1160 H, setelah dipaksa keluar dari kota Uyaynah, Syekh

Muhammad bin Abdul Wahhab berangkat menuju kota Dar’iyyah salah satu

kota yang termasyhur di wilayah Nejd. Saat itu Muhammad bin Mas’ud

(datuk dari keluarga Sa’ud) adalah amir kota Dariyah. Dia pergi menemui

syekh dan memuliakan serta bersikap baik kepadanya. Syekh juga

memberikan janji kekuasaan serta dominasi kepadanya atas seluruh kota di

wilayah Nejd. Dengan jalan inilah, hubungan antara Syekh Muhammad bin

Abdul Wahhab dan pemerintahan al-Saud terjadi.20

Abdul Wahhab bekerjasama secara sistematis dan saling

menguntungkan dengan keluarga Sa’ud. Dalam waktu setahun sesampainya

di Dariyah, Abdul Wahhab memperoleh pengikut hampir seluruh penduduk

kota. Pengikut Abdul Wahhab makin lama makin bertambah, sementara itu,

keluarga Sa’ud yang hampir seluruh kehidupanya terlibat dalam peperangan

20

(31)

dengan kepala-kepala suku lainya selama 28 tahun, secara perlahan namun

pasti memasuki kejayaan.21

Dan adapun pemikiran Muhammad ibn Wahhab dapat mempengaruhi

dunia Islam di masa moderen sejak abad kesembilan belas. Walaupun ia

sendiri hidup di masa sebelumnya, tetapi pemikirannya mengilhami

gerakan-gerakan pembaharuan dalam Islam pada abad setelahnya. Pemikiran

keagamaan yang dibawanya difokuskan kepada pemurnian tauhid, oleh

karenanya kelompok ini menamakan dirinya sebagai Muwahhidun.22

Muhammad bin Abdul Wahhab sendiri adalah pendiri kelompok

Wahabi yang mazhab fikihnya dijadikan mazhab resmi kerajaan Arab Saudi.

Orang-orang Eropa dan lawan politiknya menisbatkan nama “Wahabi” untuk

menjuluki gerakan yang dipimpinnya. Di dunia Islam, nama Muhammad bin

Abdul Wahhab dikenal berkat perjuanganya memurnikan ajaran Islam

melalui pemurnian tauhid. Masalah tauhid, yang merupakan pondasi agama

Islam mendapat perhatian yang begitu besar oleh Muhammad bin Abdul

Wahhab.23

Abdul Wahhab juga termasuk ulama yang produktif. Puluhan judul

kitab telah dikarangnya, diantara kitabnya adalah: Kitab at-Tauhid, Kasyfu Asy-Syubhat, Thulatha Usul, Mukhtasar as-Sirah an-Nabawiyah,

al-Qawaid al-Arba‟, Usul al-Iman, kitab Mufib al-Mustafid fi Kufri Tariq

21

Mohammad,DKK, Tokoh-Tokoh Islam Yang Berpengaruh Abad 20, h. 245.

22

Mufrodi, Islam Di Kawasan Kebudayaan Arab, h. 151.

23

(32)

Tauhid, Syurut as-Solah wa Arkaanuha, kitab Fadh al-Islam, Majmu‟ Rasail fi at-Tauhid Wal Iman wa Masail al-Jahiliyah, Kitab At-Toharoh, Mukhtasar

al-Insof fi Ma‟rifah ar-Rajih Minal Khilaf, Nasihah al-Muslimin bi Ahaadith Khatimah Mursalin, kitab al-Kabair, Mukhtasar Zaadul Ma‟ad, kitab

Fadailul Qur‟an, Istimbath Minal Qur‟an, al-Hudha an-Nabawi, Majmu

as-Sawaiq, Majmu‟ al-Hadith „Ala Abwab al-Fiqh, Ahaadith al-Fitan,

Mukhtasar Bukhari, Ar-Rasail asy-Syakhsyiyah, Ikhtisar as-Syarh

al-Kabir, Masail al-Jahiliyyah dan sebagainya.

Disamping itu terdapat anak-anak murid Muhammad bin Abdul

Wahhab yang muncul sebagai tenaga penggerak Da’wah As-Salafiyah di

tempat-tempat wilayah Arab Saudi. Mereka kebanyakan telah menjadi qadhi

dan Mufti di seluruh pelosok tanah Arab. Di antara mereka itu adalah Syeikh

Abdul Aziz bin Abdullah al-Husain al-Naasiri, Syeikh Sa’id bin Huja’i,

Syeikh Abdurrahman bin Naami, Syeikh Hamid bin Naasir bin Utsman bin

Ma’mar, Syeikh Ahmad bin Rasyid al-Uraini, Syeikh Abdul Aziz Abu Hasan,

Syeikh Abdul Aziz bin Suwailim, Syeikh Hasan bin Aidan dan lain-lain

sebagainya.24

Adapun ajaran tauhid yang dibangun oleh Muhammad ibn Abdul

Wahhab itu yang semula hanya di Nejd, Arabia Tengah dengan Dar’iyyah

sebagai pusatnya, menyebar keseluruh Jazirah Arabia, kemudian keluar

Arabia, seperti ke Mesir, Afrika, India bahkan sampai juga ke Indonesia.

24

Prosiding Seminar (Perpustakaan Negara Malaysia), Tokoh-Tokoh Mujaddid Islam,

(33)

Ajaran tersebut dibawa oleh para jamaah haji yang datang ke Makkah,

mereka menyebarkan ajaran itu setelah berkenalan dengan ajaran tauhid

tersebut di Makkah. Ajaran Ibn Abdul Wahhab dikokohkan lagi dengan

dukungan kekuatan politik yang diprakarsai oleh Muhammad ibn Sa’ud.

Bersatunya agama dan politik tersebut membuahkan negara besar Saudi

Arabia. Abdul Wahhab sendiri wafat tahun 1792 di Dar’iyyah, yang sempat

juga menyaksikan dakwah yang dilakukan oleh para pengikutnya.

Di sinilah kita dapat melihat bahwa Ibn Abdul Wahhab adalah

seseorang yang dapat dimasukkan ke dalam kelompok pembaharu

pra-moderen di samping menyerang praktek-praktek sufi yang menyeleweng juga

tidak menerima para pengikut taqlid buta dalam masalah agama pada

umumnya. Beliau hanya mengakui al-Qur’an dan Sunnah Nabi sebagaimana

dipraktekkan oleh para sahabat terdahulu dan menentang otoritas aliran-aliran

yang berkembang pada zaman pertengahan.25

C. Konsep Ajaran-Ajaran Wahabiyah

Kelahiran Nabi Muhammad yang membawa ajaran Islam di Makkah

pada tahun 570 H, membuat bangsa Arab berperan makin penting dalam

percaturan dunia. Dalam abad-abad selanjutnya para khalifah Arab berhasil

membangun sebuah negara yang kuat dan berpengaruh. Tahun 660 H,

khalifah Muawiyah memindahkan ibu kota dari Madinah ke Damaskus.

Namun pada tahun 750 H kerajaan Islam itu mulai terpecah-pecah. Berbagai

25

(34)

kerajaan kecil semacam keemiran berdiri dan selama ratusan tahun berperang

satu sama lain. Hingga pada abad ke-15, kerajaan Turki Ottoman menguasai

sebagian Jazirah Arab, terutama di bagian Utara dan Barat Laut. Kemudian

pada abad ke-18 Inggris ikut pula menancapkan kekuasaan di negeri ini.

Sampai akhir abad ke-19 tak ada kekuasaan yang benar-benar kokoh

di tanah Arab. Akibatnya, keemiran selalu jatuh bangun dan timbul

tenggelam karena saling berebut kekuasaan. Di antara banyak keemiran itu,

para emir dari dinasti Sa’ud yang paling menonjol dan bertahan lama. Pada

abad ke-17 dinasti Sa’ud sudah mulai meluaskan wilayahnya sedikit demi

sedikit. Emir-emir yang lemah di sekitarnya ditaklukannya. Dan pada awal

abad ke-18, mereka telah dapat menguasai Makkah dan Madinah, dua kota

suci yang terpenting bagi pemeluk Islam.26

Makkah dan Madinah merupakan dua kota tempat bermulanya agama

tersebut. Legitimasi rezim bersandar pada pengalaman keagamaan orang

Arab yang dikaitkan dengan pembaru keagamaan Muhammad Abdul

Wahhab, yang dominan di Arab Tengah sejak pertengahan Abad ke-18.27

Munculnya faham Wahabi (Muhammad ibn Abd Wahab, 1703-1792)

pada abad ke-18 di Arabia merupakan respon penting terhadap

perubahan-perubahan keadaan pada saat itu dimana menurutnya Islam telah tercemari.

Hal ini berlangsung dalam waktu yang lama, tapi merupakan proses perlahan

26

Ensiklopedi Nasional Indonesia, (Bekasi: PT Delta Pamungkas, 2004), h. 218.

27

(35)

dan bertahap yang dimulai dari daerah-daerah terpencil dunia Islam. Dalam

waktu panjang, perlahan kekuasaan Turki yang pada waktu itu berada di

Balkan kembali dan kemajuan Inggris di India yang masih jauh dari Arabia,

namun pengaruhnya terasa melalui Turki dan Teluk Persia dan sungguh

terefleksikan di antara jamaah haji yang datang ke Arabia menimbulakan

kemarahan pada kaum Wahabi.28

Inti dari ajaran Abdul Wahhab didasarkan atas ajaran-ajaran Ibnu

Taimiyah dan Mazhab Hambali. Prinsip-prinsip dasar ajaran tersebut adalah:

Pertama, ketuhanan yang Esa dan mutlak (karena itu penganutnya menyebut

dengan nama al-Muwahhidun). Kedua, kembali kepada ajaran Islam yang sejati, seperti termaktub dalam al-Qur’an dan Hadis. Ketiga, tidak dapat dipisahkan dari kepercayaan tindakan, seperti shalat dan beramal. Keempat,

percaya bahwa al-Qur’an itu bukan ciptaan manusia. Kelima, kepercayaan yang nyata terhadap al-Qur’an dan Hadis. Keenam, mengutuk segenap

pandangan dan tindakan yang tidak benar. Ketujuh, mendirikan negara Islam berdasarkan hukum Islam secara eksklusif.

Tujuan utama ajaran Abdul Wahhab adalah memurnikan tauhid umat

yang sudah tercemar. Untuk itu ia sangat serius dalam memberantas bid’ah,

khurafat dan tahkayul yang berkembang di tengah-tengah umat. Ia menentang

pemujaan terhadap orang-orang suci, mengunjungi tempat-tempat keramat

untuk mencari berkah. Abdul Wahhab menganggap bahwa segala objek

28

(36)

pemujaan, kecuali terhadap Allah adalah palsu. Menurutnya, mencari bantuan

dari siapa saja kecuali Allah adalah syirik.29

Bila dilihat dari karyanya, Abdul Wahhab termasuk ulama yang

produktif. Puluhan judul kitab telah dikarangnya, sesuai dengan kiprahnya,

buku-buku yang ditulisnya berkaitan dengan tauhid. Adapun definisi tauhid,

menurut Abdul Wahhab adalah pemurnian ibadah kepada Allah. Maksudnya

adalah menghambakan diri hanya kepada Allah secara murni dan konsekuen

dengan mentaati segala perintah-Nya dan menjauhi segala larangan-Nya,

dengan penuh rasa rendah diri, cinta, harap dan takut kepada-Nya.30

Abdul Wahhab juga mendefinisikan tauhid sebagai al-ibadah atau pengabdian kepada Allah SWT. Hal ini karena setiap Rasul yang diutus,

kalimat utama yang dikumandangkan adalah seruannya hanya kepada Allah

manusia beribadah. Adapun tauhid oleh Abdul Wahhab, dibagi menjadi

empat bagian. Pertama, tauhid Uluhiyyah. Ini mengandung pengertian hanya

Allah saja yang wajib disembah. Kedua, tauhid Rububiyah, tauhid kepada Allah sebagai pencipta sesuatu. Ketiga, tauhid asma dan sifat, yang berhubungan dengan nama dan sifat Allah. Keempat, tauhidaf‟al, tauhid yang

berhubungan dengan perbuatan Allah. Jika ditilik dari subtansinya, tauhid

kedua sampai keempat, lebih sebagai tauhid ilmu dan keyakinan. Sedangkan

tauhid pertama adalah tauhid amali yang sesungguhnya. Menurut Abdul

29

Mohammad,DKK, Tokoh-Tokoh Islam Yang Berpengaruh Abad 20, h. 246.

30

(37)

Wahhab, kebanyakan manusia menyakini tauhid rububiyah, asma, sifat serta af‟al.31

Wahabisme tidak menyebarkan dirinya sebagai salah satu aliran

pemikiran atau salah satu orientasi tertentu dalam Islam, tetapi menyatakan

diri sebagai “jalan lurus” Islam. Dengan menyatakan memiliki ketaatan

harfiah pada teks agama Islam, dia dapat membuat klaim keotentikan yang

dapat dipercaya pada saat identitas Islam yang sedang diperebutkan. Selain

itu, para penganjur Wahabisme menolak untuk disebut atau dikatagorikan

sebagai pengikut tokoh tertentu, bahkan termasuk Abdul Wahhab sendiri. Di

sini para penganjurnya hanya sekedar mematuhi ketentuan salaf as-shalih.

Syekh Muhammad bin Abdul wahhab, yang gerakannya memiliki karakter

khusus memerangi segala bentuk syirik dan khurafat, menyerukan kemurnian

Tauhid, serta melindungi Tauhid dari segala noda.32

Kelompok salafi/Wahabi ini cenderung menolak semua aliran fikih

dalam Islam, apalagi fikih mazhab. Bagi kelompok salafi, aliran fikih adalah

sebuah pemikiran manusia, karena itu jika ingin beribadah dengan benar,

maka harus mengikuti apa yang dilakukan ulama salaf. Karena sikap ini salafi

menjadi gerakan yang sangat konserfatif, puritan dalam gaya hidup, dan

tekananya lebih kepada keimanan individual, moral dan praktek ritual.

Adapun masalah-masalah sosial budaya dan isu politik mereka kurang

31

Mohammad, DKK, Tokoh-Tokoh Islam Yang Berpengaruh Abad 20, h. 247.

32

(38)

memberikan perhatian yang kuat. Pada tahun 1980-an itu pula kelompok ini

telah menyebar ke Kuwait, Yaman dan Utara Saudi.33 Pemikiran Salafiyah

yang di ambil dari bahasa Arab adalah merupakan pemikiran Islam

tradisional. Dr. Abdul al-Mun’in al-Hifni menjelaskan bahwa golongan

Salafiyah adalah mereka yang mengajak kembali kepada perilaku para ulama

salaf (al-Salaf al-Shalihin).34

Syekh Muhammad Wahhab memperoleh inspirasi dari pemikiran

Imam Hambal yang ditafsirkan oleh Ibnu Taymiyah. Rentang waktu yang

memisahkan antara Wahab dengan Ibnu Taymiyah dan antara Ibnu Taymiyah

dengan Hambal mencapai sekitar lima abad, tetapi walaupun demikian,

pemikiran Imam Ahmad bin Hambal teryata mampu menembus waktu. Ibnu

Taymiyah yang menentang inovasi (bid’ah), pemujaan terhadap wali, dan

ziarah ke tempat suci, semua hal itu diikuti dan diterapakan oleh pengikut

Syekh Wahhab dalam tindakan yang nyata. Pada tahun 1801 mereka merebut

Karbala dan merusak makam Husain, sehingga menimbulkan kemarahan

yang tiada pernah padam di kalangan orang Syiah. Mereka juga

menghancurkan beberapa makam yang dihormati.35

33

Majalah Risalah NU Oleh Mustafa Helmy, Meretas Kemulian Mekkah, (Jakarta: Risalah NU, Edisi 13/Tahun II/1430 H), hlm. 70.

34

M. Aunul Abied Shah, Islam Garda depan. (Bandung: Mizan, 2001), hlm. 40. Yang Dikutif Dari Dr. Al-Mun’im Al-Hifni, Mausu‟ah Wa Al-jama‟at Wa Al-Madzahib Al-Islamiyah, (Dar Al-Rasyad: Kairo, 1993). h. 245.

35

(39)

Faham atau mazhab Wahabi pada hakikatnya adalah kelanjutan dari

mazhab Salafiyah yang dipelopori oleh Ibnu Taymiyah. Tetapi walaupun

seperti itu, ada hal yang membedakan gerakan Muhammad Ibnu Abdul

Wahhab dengan gerakan Salafiyin yang dipelopori oleh Ibnu Taymiyah. Ibnu

Taymiyah menyebarkan dan mengajarkan fahamnya melalui tulisan-tulisan,

Mujadalah (dialog atau perdebatan) serta Munaqosah. Ibnu Abdul Wahhab sebenarnya bukanlah seorang yang dapat dikatakan kuat dan bukan pula

orang yang fanatik, namun ia adalah seorang yang dimusuhi sehingga

mengharuskannya untuk mencari perlindungan. Ia memperoleh perlindungan

itu dari Muhammad ibn Sa’ud, penguasa Dar’iyah yang merupakan juga salah

satu pengikut faham Muhammad bin Abdul Wahhab. Dengan bantuannyalah

Abdul Wahhab memulai ajakan untuk mengikuti mazhabnya.36

Syekh Muhammad bin Abdul Wahhab juga telah membuktikan

dirinya sebagai seorang Mujaddid pada posisi tertinggi dan sebagai penerus

yang sah dari Iman Ahmad bin Hambal dan Ibnu Taymiyah.37 Hingga sangat

jelas dalam ajaranya Syaikh benar-benar menekankan perlunya merujuk

kepada al-Qur’an dan Sunnah dalam masalah aqidah dan tidak menerima

persoalan-persoalan apa pun tentang aqidah yang tidak bersumber dari

al-Qur’an dan Sunnah. Dan berikut ini merupakan faham-faham dan pemikiran

tentang gerakan Wahabiyah: tidak boleh taklid dalam masalah aqidah, tidak

36 Mustofa Muhammad Asy-Ayak’ah,

Islam Tidak Bermazhab. Penerjemah A.M. Basalamah (Jakarta: Gema Insani Press, 1994), h. 392-393.

37

(40)

boleh menerima faham dan ajaran aqidah yang tidak bersumber dari

al-Qur’an dan Sunnah, mengembalikan kemurnian tauhid seperti pada masa

Nabi Muhammad SAW, segala yang membawa dan mengajak kepada

kemusyrikan dan khurofat harus ditinggalkan.38

38

M.Sufyan Raji Abdullah, Mengenal Aliran-Aliran Dalam Islam Dan Ciri-Ciri Ajaranya,

(41)

BAB III

UPAYA RAJA ABDUL AZIZ DALAM MEMBENTUK PEMERINTAHAN DI ARAB SAUDI

A. Biografi Raja Abdul Aziz

Pada awal abad ke-18 lahirlah seorang idealis muslim di Nejd yang

bernama Abdul Aziz ibn Abdul Rahman ibn Faisal Sa’ud, yang kemudian

memulai suatu gerakan Islam murni di Nejd dengan tujuan membawa Islam

kembali ke ajarannya yang asli. Gerakan ini bernama Wahabi yang pada

awalnya di pelopori oleh Muhammad Abdul Wahhab yang pada saat itu

mendapatkan penganutnya yang kuat di dalam keluarga penguasa Saudi. Dan

di antara salah satu penganutnya atau pengikutnya adalah Abdul Aziz ibn

Abdul Rahman ibn Faisal al-Sa’ud pendiri kerajaan Saudi Arabia yang lahir

pada tahun 1880 M, di ibukota Saudi, Riyadh.39

Raja Abdul Aziz ibn Abdul Rahman ibn Faisal Sa’ud (1880-1953)

yang lebih dikenal dengan nama Raja Abdul Aziz al-Sa’ud, dilahirkan di

Riyadh dari seorang ayah yang bernama Abdul Rahman, yang pada waktu itu

merupakan Sultan dari kota Nejd. Ayahnya diusir dari Riyadh pada tahun

1309/1891 oleh seorang pejabat penasihat keluarga dari Ha’il hingga akhirnya

ia mencari perlindungan ke Kuwait.40

39

Jamil Ahmad, Seratus Muslim Terkemuka. Penerjemah Pustaka Firdaus (Jakarta: Pustaka Firdaus, 1994), h. 351.

40

Cyril Glasse, Ensiklopedi Islam Ringkas, (Jakarta: PT Raja Grapindo Persada, 1999), h. 154.

(42)

Ibnu Saud yang dilahirkan di Riyadh adalah merupakan anak

pasangan Abdul Rahman bin Faisal dan Sarah binti Ahmad al-Kabir Sudayri.

Pada tahun 1890, semasa berusia sepuluh tahun, Ibnu Saud mengikuti

keluarganya dalam pengasingan ke Kuwait setelah direbutnya tanah keluarga

oleh Dinasti Rashidi. Beliau menghabiskan masa kanak-kanaknya di Kuwait

dalam keadaan tidak berharta.41

Dan untuk mengetahui tentang biografi seseorang lebih mendalam,

ilmu moderen telah membuktikan bahwa lingkungan kehidupan seseorang

memainkan peranan pokok dalam membina dan membentuk kepribadian

seseorang, maka keterkaitan seseorang dengan kondisi lingkunganya. Sejak

masa kanak-kanak, secara ekonomis, sosial, budaya memiliki pengaruh besar

dalam pembentukan dan penyiapan kepribadian seseorang untuk peran masa

depan yang hendak ia lakukan. Dan siapa saja yang telah mempelajari kondisi

lingkungan tempat Raja Abdul Aziz yang dibesarkan di daerah Nejd, pasti

akan memahami bahwa kondisi lingkungan sekitar tempat pertumbuhan

dirinya dalam berbagai bidang yang merupakan faktor pendukung pertama

dalam pembentukan kemauan keras Raja Abdul Aziz. Tidak terdapat

perbedaan di antara berbagai sumber, bahwa Raja Abdul Aziz tumbuh

berkembang pada masa terjadinya perselisihan antara keluarganya yang

menyeret mereka kepada perang saudara. Dan di tengah-tengah situasi ini

Imam Abdurrahman bin Faisal bin Turki al-Sa’ud ayahanda Raja Abdul Aziz

sangat memperhatikan agar anaknya mempelajari prinsip-prinsip membaca

41

(43)

dan menulis, menghafal beberapa surah al-Qur’an mempelajari ilmu-ilmu

syara’ dan memperoleh pendidikan agama yang benar.42

Kiranya memang sedikit sulit untuk mengetahui sejarah seseorang

seperti Abdul Aziz yang berkuasa sejak sekitar tahun 1901 sampai tahun

1953, di mana pada masanya itu beliau menghadapi bermacam-macam

peristiwa besar dan kecil, mudah dan sukar serta melaksanakan berbagai soal

politik dan masyarakatan yang sebagian besar dari pemimpin-pemimpin lain

tidak sanggup untuk menjalankannya.43

Abdul Aziz sebenarnya hanya seorang manusia biasa, di mana pada

masa hidupnya ia pun memulai kehidupan dengan belajar dan menimba ilmu

seperti kebanyakan orang lainnya. Namun situasi yang dialami keluarga

begitu cepat mendorong Abdul Aziz untuk meninggalkan kehidupan sekolah,

dan condong kepada kehidupan kepahlawanan, dan persiapan dirinya untuk

ikut di dalam berbagai peristiwa yang dialami oleh keluarganya. Namun hal

ini tidak membuat Raja Abdul Aziz takut, malah beliau menyambut hal itu

dengan senang, yang membuatnya untuk ikut dalam peristiwa yang dialami

keluarganya. Tidak lama kemudian beliau belajar cara berperang, di mana

beliau belajar menggunakan senjata, memainkan pedang, menaiki kuda serta

menaiki unta. Ayah beliau juga mengarahkan kepada kegiatan olahraga, yang

membuat ia dapat mengalahkan para sebayanya dan dapat mengungguli

42

Departemen Pendidikan Tinggi Universitas Islam Imam Muhammad Bin Saud, Kumpulan Makalah Sejarah Raja Abdul Aziz, h. 55.

43

(44)

prestasi mereka pada bidang ini. Orang tuanya juga mengajarkan etika

keluarga dan membuatnya senang untuk mendengarkan sejarah kakeknya,

Imam Faisal bin Turki, tentang keberanian dan berbagai kehidupan kerasnya.

Maka cara yang konsisten dalam mengembangkan pribadinya, baik bersifat

duniawi maupun keagamaan yang berdasarkan pada iman yang kuat kepada

kekuasaan Allah merupakan faktor pendukung bagi pembentukan kemauan

keras dan kepercayaan diri Raja Abdul Aziz al-Sa’ud. Pada waktu itu Raja

Abdul Aziz ikut keluar menemani ayahnya serta keluarganya dari Riyadh

menuju kehidupan desa, setelah hijrah dari Riyadh, sehingga mereka

mendapatkan tempat perlindungan.

Pada masa ini sungguh kehidupan mereka sangat keras, Raja Abdul

Aziz mempelajari banyak hal seperti kebiasaan dalam kehidupan yang keras,

sabar dalam berbagai kesusahan, mengenal dinamika zaman serta berbagai

tabiat orang. Kehidupan ini pun juga memperkuat kemauan dan percaya diri,

sehingga dapat membantunya melewati berbagai kesulitaan dan merupakan

salah satu faktor pendukung dalam pembentukan kemampuan dan

kepercayaan kepada dirinya.44

Setelah berpindah dari Riyadh, ke Kuwait yang terletak di ujung

Teluk Persia, menjadikan negara Kuwait sebagai tempat tinggal keluarga Ibn

Sa’ud. Di sini mereka tinggal di sebuah rumah yang sangat kecil yang

berbeda jauh ketika mereka tinggal di Riyadh yang merupakan sebuah istana.

44

(45)

Keluarga Saud, karena merupakan keluarga besar mereka berdesak-desakan

tinggal di rumah tersebut. Dibandingkan istana yang luas di Riyadh, dengan

sejumlah pelayan dan budak, kehidupan kota yang menjemukan ini sangat

menekan mereka. Syekh Muhammad orang yang menampung keluarga

al-Saud, yang merupakan Syekh dari Kuwait jarang membayarkan santunan

yang telah dijanjikan karena pemerintah Turki jarang membayar kepadanya,

dan meskipun ramah ia juga kikir dan tidak ada kemauan untuk membantu

keluarga Saud. Bagi Ibnu Saud, ia tinggal di Kuwait penuh pengalaman baru.

Sampai saat itu, ia juga tinggal dengan kaum Murra45 yang sangat primitif

dan liar. Ibnu Saud juga hidup sebagaimana lazimnya pemuda Arab. Ia juga

senang dan sering bersantai-santai di pelabuhan sambil mendengarkan

cerita-cerita para pelaut. Ia duduk dan sering tenggelam dalam obrolan bersama para

pedagang dan pelancong, syekh-syekh dari Baghdad, Damaskus dan

Konstantinopel. Ibnu saud sangat kuat dengan akal cerdas serta sikapnya yang

terbuka.46

Di Kuwait ini juga merupakan tempat sekolah Abdul Aziz al-Sa’ud

mempelajari seni politik serta praktis. Ia dapat mengamati berbagai peristiwa

pertentangan, yang waktu itu terjadi di antara keluarga Shabah demi

mencapai pintu pemerintahan. Hal ini juga merupakan peristiwa pertama

yang direkamnya dari berbagai peristiwa pergolakan. Ia belajar bahwa dunia

45

Kaum Murra: kaum di mana keluarga Ibnu saud tinggal bersama yang berasal dari tepi Samudra Hindia. H. C. Armstrong, Jejak Sang Penguasa (Riwayat Hidup Ibn Sa’ud Pendiri

Kerajaan Arab-Saudi). Penerjenah Ati Nurbaiti, dkk(Jakarta: Pustaka Firdaus, 1991), hlm. 14.

46

(46)

ini milik orang-orang yang menang. Akhirnya ia mendapatkan bahwa

Mubarok (saudara dari Syekh Kuwait) mendekatinya dan memberikan

keleluasaan padanya untuk menghadiri berbagai majlisnya dan mendengarkan

berbagai pembicaraannya dengan wakil negara-negara asing di wilayah Teluk

seperti Inggris, Rusia, Jerman, Utsmaniyah. Ia pun melihat berbagai orientasi

dan aliran politik yang saling bertentangan.

Dan dari berbagai hal tersebutlah dapat terlihat bahwa kehidupan yang

diwarnai aneka macam orientasi politik merupakan salah satu faktor

pendukung utama yang mengajarkan kepada Abdul Aziz bahwa kemauan

keras dan percaya diri termasuk dari faktor-faktor pembentukan kepribadian

yang dengannya dapat menghadapi berbagai aliran-aliran politik yang dialami

wilayah ini, yang hingga akhirnya dia menjadi seorang raja di Saudi Arabia.47

B. Usaha-usaha yang Dilakukan Raja Abdul Aziz dalam Merebut Wilayah-wilayah di Arab Saudi

Negara Saudi Arabia yang terbentuk pada sekitar abad ke-19 M ini,

memiliki sejarah panjang yang berakar kuat dengan sejarah etnik Arab yang

paling tua. Wilayah politik negara ini mulai dikenal sejak zaman Rasulullah

SAW, setelah tahun 634 M dilanjutkan oleh Khulafah ar-Rasyidin dengan

sistem kekhalifahan yang sama-sama masih di Madinah. Sejak tahun 660 M

dilanjutkan oleh keluarga Amawiyah, dan memindahkan ibukota

47

(47)

pemerintahanya ke Damaskus, Syiria.48 Tahun 750 M pemerintah Islam

Abbasiyah menggantikan Bani Umayyah dan memindahkan pusat

pemerintahanya di Baghdad. Sebagai sebuah wilayah Islam yang cukup tua ia

(Saudi Arabia sekarang) sangat diperhitungkan dengan sebutan sebagai

wilayah “Haramain”. Bahkan sejak abad ke-10 M ketika berbagai kerajaan

kecil muncul, seperti halnya dinasti Fatimiyah yang ingin menyaingi

Abbasiyah di Baghdad, ketika mereka berupaya ingin meningkatkan

statusnya sebagai kekhalifahan, akhirnya wilayah “Haramain” telah dijadikan

simbol perebutan status kekuatan spritual politik dunia Islam, di mana sang

khalifah ingin disebut sebagai penjaga tanah haram, yakni Makkah-Madinah.

Dalam beberapa ratus tahun berikutnya wilayah ini masih terus

bertahan sebagai suatu wilayah yang masing-masing dipegang oleh suku-suku

Arab, hingga tahun 1500-an kesultanan Turki Usmani akhirnya berhasil

menyatukan kembali dan menguasai seluruh Jazirah Arabia, termasuk

daerah-daerah sekitar Utara dan Barat Laut.

Meski sejak abad ke-16 (1512 M) secara formal Arab telah dikuasai

Turki Ottoman (Utsmaniyah), namun berbagai keamiran tetap berkuasa.

Inilah yang membuat wilayah tersebut terus bergolak hingga akhir abad ke-19

M. Di antara banyak keamiran, Amir dinasti Saud muncul sebagai kekuatan

politik yang paling berpengaruh dan paling menonjol. Mereka mulai muncul

sejak abad ke-18 M sebagai wilayah suku di wilayah Hijaz, kekuasaanya

48

(48)

berpusat di kota Dariyah (dekat kota Riyadh sekarang). Pada tahun 1744,

Dinasti Saud semakin memperluas wilayah kekuasaanya, satu demi satu

keamiran yang lemah ditaklukannya, hingga akhirnya penguasaan terhadap

daerah Makkah dan Madinah sebagai “Haramain” semakin memperbesar

daerah politiknya.49

Untuk menahan pengaruhnya, pemerintah Ottoman Turki mengirim

pasukannya ke Arab, namun hal itu bisa dipatahkan. Bersamaan dengan ini

ibukota pemerintahan Arab dipindahkan dari Dariyah ke Riyadh, Saudiah

akhirnya menjadi pemerintah yang berkuasa atas seluruh tanah Arab.

Keberhasilan keluarga Saud mengambil alih wilayah-wilayah dari Turki

Utsmani karena didukung oleh gerakan keagamaan kelompok Wahabi yang

bergerak di Nejd dari tahun 1744 M. Berkat saling dukungan ini Makkah

dikuasainya tahun 1803 M dari tangan Turki Utsmani, yang saat itu berada di

bawah pengawasan Muhammad Ali Fasya di Mesir.50

Periode berikutnya terjadi kegoyahan pemerintahan akibat perebutan

kekuasaan antar keluarga hingga tahun 1902 M, sehingga membuat muncul

figur muda yang berpengaruh dari dinasti itu, yakni Abdul Aziz Ibnu Sa’ud

yang berdomisili di Riyadh dengan dukungan Wahabi.51 Pada permulaan

abad ke-20 M, Abdul Aziz yang masih muda, yang lebih dikenal dengan

49

Badri Yatim, Sejarah Sosial Keagamaan Tanah Suci, (Jakarta: Logos, 1999), h. 103-117.

50

Thohir, Studi Kawasan Dunia Islam, (Perspektif Etno-Linguistik dan Geo-Politik, h. 118.

51

(49)

sebutan Ibnu Sa’ud, dengan 200 tentaranya melakukan usaha untuk merebut

kembali warisan nenek moyang Saudi-nya. Tanggal 15 Januari 1902, Abdul

Aziz bersama 15 orang pasukannya merebut Riyadh dengan serangan

mendadak yang dramatis. Penyerangan Abdul Aziz merebut benteng Riyadh

merupakan pertempuran paling nekat yang tercatat dalam sejarah, di mana ini

menjadi titik awal sejarah Kerajaan Saudi Arabia. Dalam kurun waktu

sepuluh tahun berikutnya, Abdul Aziz maju untuk menaklukan kembali Nejd,

kota-kota dan provinsi-provinsi lainnya dari kaum Rasyidi.52 Dan satu demi

satu daerah-daerah yang terpecah dapat disatukan kembali sehingga pada

tahun 1913 M kekuasaan Turki keluar dari daerah Hasa.53

Syekh Abdul Aziz ibn Sa’ud memerankan dengan lihai perjuangan

antara Turki disatu sisi dan ekspansi kekuasaan Inggris di Arabia Selatan di

sisi lain. Pada bulan Desember 1915, dia menandatangani perjanjian dengan

Inggris yang mana, ketika mempertahankan kemerdekaanya, dia

mendapatkan subsidi dan janji bantuan jika diserang. Akhir perang dan

perseteruan dengan Turki yang berakhir pada masa ini dan meninggalkannya

sendiri berhadapan dengan Inggris. Dia menjalankan rencana barunya sangat

baik dan mampu memperluas daerah yang diwarisi dalam beberapa tahap

secara berturut-turut. Pada tahun 1921, akhirnya dia mengalahkan saingan

52

Ahmad, Seratus Muslim Terkemuka, h. 352.

53

(50)

lamanya Ibn Rasyid di Selatan Najd dan mencaplok wilayahnya, dan

kemudian diambil gelar Sultan Najd.

Tahap ini menjadi perjuangan yang lebih krusial untuk mengontrol

Hijaz. Wilayah ini termasuk dua kota suci muslim. Makkah dan Madinah

dikuasai oleh keluarga Dinasti Hasyim, keturunan Nabi lebih dari satu

milenium, yang pada beberapa abad terakhir lepas dari kekuasaan Raja Turki.

Pendirian keluarga Hasyimiyah yang dipimpin oleh beberapa keturunan

keluarga, di Iraq dan Trans-Yordan sebagai bagian dari restrukturisasi

beberapa propinsi Arab Turki sebelumnya setelah Perang Dunia 1, dipandang

oleh Ibnu Sa’ud sebagai sebuah ancaman atas wilayahnya. Setelah beberapa

tahun terjadi hubungan yang memburuk, Raja Husein Hijaz mengajukan dalih

ganda, pertama dengan mengklaim bahwa dirinya adalah khalifah, kedua

dengan menolak memberi izin jamaah haji kelompok Wahabi melakukan

ibadah haji ke kota-kota suci. Di sini Ibnu Saud merespon dengan akhirnya

dapat menaklukan Hijaz pada tahun 1925.54

Pendiri negara Saudi moderen ini menganut teologi puritan Wahhabi

dan menggabungkan dirinya dengan suku-suku Nejd. Inilah yang menjadi

cikal bakal negara Arab Saudi. Meskipun kita juga telah melihat

pemberontakan pada abad ke-18 digagalkan, tetapi pemberontakan pada abad

ke-19 dan awal abad ke-20 melahirkan satu situasi yang sangat berbeda. Dari

abad ke-17 hingga awal abad ke-20, Semenanjung Arab merupakan

masyarakat yang sangat tribal dengan sejumlah besar keluarga terkemuka

54

(51)

yang saling bersaing dan berebut dominasi di antara yang lain. Namu

Referensi

Dokumen terkait

Saat konsumen berada di dalam sebuah toko, maka banyak elemen- elemen yang mempengaruhi persepsi mereka. Lampu yang terang, suara dan aroma dapat mempengaruhi perasaan

Jatiwangi Cikedokan (Sebelah Selatan Kaw. Cikedokan, Cikarang Barat, Kab. Raya Imam Bonjol No. Taman Harapan Baru Raya Blok R -1 No. Pilar Sukatani No. Raya Perjuangan No. Raya

Sepanjang yang dapat diketahui melalui catatan (analisis) Tiongkok sewaktu Dinasty SWI (570-620) Kerajaan Nagur sebagai Simalungun Tua, telah banyak disebut-sebut dalam

Gambar 3 menujukkan grafik hubungan antara kandungan silika karbon nanotube (SCNTs) terhadap kapasitas penukar ion pada membran s PEEK-PVA yang diukur pada suhu ruang..

Pada penelitian ini, saran yang dapat diberikan yaitu perlu dilakukan penelitian untuk jenis elemen proteksi sekunder yang lain, sehingga dapat disimpulkan komponen

Pada bulan Februari 2007 harga beras di pasar-pasar pedesaan masih terus meningkat, sehingga indeks harga yang dibayarkan petani (IB) di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta

Keragaman menu dan ketersediaan menu tidak terlalu penting, karena pihak restoran telah menyiapkan makanan yang banyak di gemari oleh konsumen, sehingga baik konsumen

Pasar Johar Semarang merupakan pasar tradisional terbesar di kota Semarang. Pasar yang merupakan warisan budaya peninggalan Belanda ini terletak di kawasan