commit to user
i
PEMBELAJARAN FISIKA DENGAN CTL MELALUI MEDIA PEMBELAJARAN ANIMASI DAN KIT IPA DITINJAU
DARI GAYA BELAJAR DAN MOTIVASI BERPRESTASI SISWA
(Studi Kasus Materi Suhu dan Kalor Pada Siswa Kelas X SMA Negeri 1 Masbagik Tahun Pelajaran 2010/2011)
TESIS
Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Mencapai Derajat Magister
Program Studi Pendidikan Sains Minat Utama: Pendidikan Fisika
Oleh:
TARPIN JUANDI S831002034
PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
commit to user
commit to user
commit to user
iv
PERNYATAAN
NAMA : Tarpin Juandi
NIM : S831002034
Menyatakan dengan sesungguhnya bahwa tesis saya berjudul “Pembelajaran
Fisika Dengan CTL Melalui Media pembelajaran animasi dan KIT IPA
Ditinjau Dari Gaya Belajar dan Motivasi Berprestasi Siswa (Studi Kasus
Materi Suhu dan Kalor Pada Siswa Kelas X SMA Negeri 1 Masbagik Tahun
Pelajaran 2010/2011)” adalah betul-betul karya sendiri. Hal-hal yang bukan
karya saya dalam tesis ini diberi tanda citasi dan ditunjukkan dalam daftar
pustaka.
Apabila dikemudian hari terbukti peryataan saya tidak benar, maka saya
bersedia menerima sanksi akademik berupa pencabutan tesis dan gelar yang
saya peroleh melalui tesis tersebut.
Surakarta, Mei 2011
Yang membuat pernyataan
commit to user
v
KATA PENGANTAR
Puji syukur alhamdulillah kami panjatkan kehadirat Allah SWT.
yang telah melimpahkan karunia-Nya sehingga tesis dengan judul
“Pembelajaran Fisika Dengan CTL Melalui Media pembelajaran Animasi dan
KIT IPA Ditinjau dari Gaya Belajar dan Motivasi Berprestasi Siswa” dapat
diselesaikan. Tesis ini disusun dalam rangka memenuhi sebagian persyaratan
untuk mencapai gelar magister Pendidikan Sains Universitas Sebelas Maret
Surakarta.
Tesis ini disusun atas bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak,
baik secara langsung maupun tidak langsung. Untuk itu kami mengucapkan
terimakasih kepada:
1. Prof. Drs. Suranto, M.Sc, Ph.D. selaku Direktur Pascasarjana Universitas
Sebelas Maret Surakarta yang telah memberikan bantuan berupa fasilitas dan
kelancaran dalam menempuh pendidikan program pascasarjana.
2. Prof. Dr. H. Widha Sunarno, M.Pd. selaku Ketua Program Studi Pendidikan
Sains Pascasarjana Universitas Sebelas Maret Surakarta sekaligus sebagai
pembimbing I yang telah memberikan bimbingan, arahan, masukan dan
pemikiran yang berharga dalam penyusunan tesis ini.
3. Dra. Suparmi, M.A, Ph.D. sebagai pembimbing II yang telah mencurahkan
segenap perhatian beliau dalam proses bimbingan.
4. Segenap dosen Pascasarjana Program Studi Pendidikan Sains yang telah
commit to user
vi
5. Temam-teman mahasiswa Pendidikan Sains Program Pascasarjana Universitas
Sebelas Maret yang selalu memberikan motivasi dan masukan.
6. Semua pihak yang telah membantu dalam penyelesaian tesis ini.
Penulis menyadari bahwa tesis ini masih terdapat kekurangan. Untuk
itu kritik dan saran dari semua pihak sagat diharapkan guna perbaikan
selanjutnya. Pada akhirnya semoga tesis ini dapat memberikan manfaat bagi
siapa saja terutama bagi penulis.
Surakarta, Mei 2011
commit to user
vii
M O T T O
Hidup adalah Pengabdian,
commit to user
viii
PERSEMBAHAN
Tesis ini kupersembahkan kepada:
Kedua orang tua dan mertuatercinta
Ayahanda, H. Seridahim dan ibunda,Mari un serta mertua,Hj. Siti Fatimah
Istriku tersayangSinawati
Adik-adiku yang ku banggakan
Khumairi Hamzah danIlhamuddin
commit to user
ix ABSTRAK
Tarpin Juandi. S831002034. “Pembelajaran Fisika Dengan CTL Melalui
Media pembelajaran animasi dan KIT IPA Ditinjau Dari Gaya Belajar dan Motivasi Berprestasi Siswa”(Studi Kasus Materi Suhu dan Kalor pada Siswa Kelas X SMA Negeri 1 Masbagik Tahun Pelajaran 2010/2011). Tesis. Program Studi Pendidikan Sains, Program Pascasarjana, Universitas Sebelas Maret. Pembimbing: 1) Prof. Dr. H. Whida Sunarno, M.Pd, 2) Dra. Suparmi, M.A, Ph.D. Surakarta. 2011.
Tujuan penelitian ini untuk mengetahui: (1) Pengaruh penggunaan media pembelajaran animasi dan KIT IPA terhadap prestasi belajar siswa. (2) Pengaruh gaya belajar visual dan kinestetik terhadap prestasi belajar siswa. (3) Pengaruh motivasi berprestasi tinggi dan rendah terhadap prestasi belajar siswa. (4) Interaksi antara media pembelajaran animasi dan KIT IPA dengan gaya belajar terhadap prestasi belajar siswa. (5) Interaksi antara media pembelajaran animasi dan KIT IPA dengan motivasi berprestasi terhadap prestasi belajar siswa. (6) Interaksi antara gaya belajar dengan motivasi berprestasi terhadap prestasi belajar siswa. (7) Interaksi antara media pembelajaran animasi dan KIT IPA, gaya belajar, dan motivasi berprestasi terhadap prestasi belajar siswa.
Penelitian ini menggunakan metode eksperimen, populasi penelitian adalah seluruh siswa kelas X SMA Negeri 1 Masbagik tahun pelajaran 2010/2011, sejumlah tujuh kelas. Sampel penelitian ditentukan dengan
teknik cluster random sampling yang terdiri dari dua kelas. Satu kelas
eksperimen I dengan media pembelajaran animasi dan satu kelas eksperimen II dengan KIT IPA. Pengumpulan data menggunakan teknik tes untuk ranah kognitif, observasi untuk ranah afektif dan angket untuk gaya belajar dan motivasi berprestasi. Uji hipotesis penelitian menggunakan anava dengan desain faktorial 2 x 2 x 2.
Dari hasil analisis data dapat disimpulkan bahwa: (1) Tidak terdapat pengaruh penggunaan media pembelajaran animasi dan KIT IPA terhadap prestasi belajar siswa. (2) Tidak terdapat pengaruh gaya belajar visual dan kinestetik terhadap prestasi belajar siswa. (3) Tidak terdapat pengaruh motivasi berprestasi tinggi dan rendah terhadap prestasi belajar siswa. (4) Tidak terdapat interaksi antara media pembelajaran animasi dan KIT IPA dengan gaya belajar terhadap prestasi belajar siswa. (5) Tidak terdapat interaksi antara media pembelajaran animasi dan KIT IPA dengan motivasi berprestasi terhadap prestasi belajar siswa. (6) Tidak terdapat interaksi antara gaya belajar dengan motivasi berprestasi terhadap prestasi belajar siswa. (7) Tidak terdapat interaksi antara media pembelajaran animasi dan KIT IPA, gaya belajar, dan motivasi berprestasi terhadap prestasi belajar siswa.
commit to user
x ABSTRACT
Tarpin Juandi. S831002034. “Physics Learning Using CTL Through
Animation and Science KIT Media Overviewed From Learning Styel and Students’ Achievement Motivation” (A case study of heat and
temperature for 10th grade students SMA Negeri 1 Masbagik academic year
of 2010/2011). Thesis. Science Education Program, Post Graduate Program, Sebelas Maret University. Advisors: 1) Prof. Dr. H. Widha Sunarno, M.Pd, 2) Dra. Suparmi, M.A, Ph.D., Surakarta, 2011.
The purposes of this research were to know: (1) the effect of animation learning and science KIT media toward students’ achievement. (2) The effect of visual and kinesthetic toward students’ achievement. (3) The effect of high achievement motivation and low achievement motivation
toward students’ achievement. (4) The interaction between animation
learning and science KIT media with learning styel toward students’ achievement. (5) The interaction between the animation learning and science KIT media with the achievement motivation toward students’ achievement. (6) The interaction between learning styel and achievement motivation
toward students’ achievement. (7) The interaction among animation learning
and science KIT media, learning styel, and achievement motivation toward students’ achievement.
The method of this research used experimental method, the
population was all students in 10th grade SMA Negeri 1 Masbagik academic
years 2010/2011, consisted of seven classes. The sample was taken by using cluster random sampling consisting of two classes. The first class was treated using animation media and the second class was treated using science KIT. The data was using test technique for cognitive achievement, observation for affective, and questionnaires for Learning Styel and achievement motivation. Hypotheses were tested using ANOVA with 2 x 2 x 2 factorial design.
From the data analysis could be concluded that: (1) There was no effect of the use animation learning and science KIT media toward students’ achievement. (2) There was no effect of visual and kinesthetic toward
students’ achievement. (3) There was no effect of high achievement
motivation and low achievement motivation toward students’ achievement. (4) There was no interaction between animation learning and science KIT
media with learning styel toward students’ achievement. (5) There was no
interaction between animation learning and science KIT media with
achievement motivation toward students’ achievement. (6) There was no
interaction between learning styel with achievement motivation toward
students’ achievement. (7) There was no interaction among animation
learning and science KIT media, learning styel, and achievement motivation toward students’ achievement.
commit to user
xi DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL... i
HALAMAN PERSETUJUAN... ii
HALAMAN PENGESAHAN... iii
HALAMAN PERNYATAAN ... iii
KATA PENGANTAR ... v
MOTTO ... vii
PERSEMBAHAN ... viii
ABSTRAK ... ix
ABSTRACT... x
DAFTAR ISI... xi
DAFTAR TABEL... xiv
DAFTAR GAMBAR ... xvi
DAFTAR LAMPIRAN ... xvii
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah... 1
B. Identifikasi Masalah ... 7
C. Pembatasan Masalah ... 9
D. Perumusan Masalah... 9
E. Tujuan Penelitian ... 10
commit to user
xii
BAB II LANDASAN TEORI, KERANGKA BERPIKIR, DAN HIPOTESIS
A. Kajian Teori... 12
1. Hakikat Fisika... 12
2. Belajar dan Pembelajaran ... 13
3. Teori Belajar ... 16
4. Contextual Teaching and Learning (CTL) ... 22
5. Media Pembelajaran ... 26
6. Media Pembelajaran Animasi... 28
7. KIT IPA ... 30
8. Gaya Belajar ... 33
9. Motivasi Berprestasi ... 36
10. Prestasi Belajar ... 42
11. Materi Pembelajaran ... 44
B. Penelitian yang Relevan ... 50
C. Kerangka Berpikir ... 53
D. Hipotesis ... 58
BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian ... 59
B. Populasi dan Sampel... 60
C. Metode Penelitian ... 60
D. Variabel dan Rancangan Penelitian... 61
E. Teknik Pengambilan Data... 65
commit to user
xiii
G. Uji Coba Instrumen Pengambilan Data ... 67
H. Teknik Analisis Data ... 74
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Deskripsi Data ... 78
1. Data Gaya Belajar... 78
2. Data Motivasi Berprestasi... 79
3. Preatasi Belajar Aspek Kognitif ... 80
B. Uji Prasyarat Analisis ... 88
1. Uji Normalitas ... 88
2. Uji Homogenitas ... 89
C. Pengujian Hipotesis ... 90
D. Pembahasan Hasil Penelitian... 92
E. Keterbatasan Penelitian... 103
BAB V KESIMPULAN, IMPLIKASI, DAN SARAN A. Kesimpulan... 105
B. Implikasi ... 109
C. Saran-Saran... 110
DAFTAR PUSTAKA ... 113
commit to user
xiv DAFTAR TABEL
Tabel 2.1 Koefisien Muai Panjang Beberapa Zat Pada Suhu Kamar... 45
Tabel 2.2 Kalor Jenis Beberapa Jenis Benda ... 47
Tabel 3.1 Jadwal Rencana Penelitian... 59
Tabel 3.2 Rancangan Penelitian... 64
Tabel 3.3 Klasifikasi Validitas Item... 68
Tabel 3.4 Rangkuman Hasil Uji Validitas Instrumen ... 68
Tabel 3.5 Interpretasi koefesien Korelasi... 70
Tabel 3.6 Rangkuman Hasil Uji Reliabilitas Instrumen ... 71
Tabel 3.7 Klasifikasi Daya Pembeda Soal ... 72
Tabel 3.8 Item Soal Pengambilan Data Berdasarkan Penghitungan Daya Pembeda ... 72
Tabel 3.9 Klasifikasi Indeks Kesukaran... 73
Tabel 3.10Instrumen Prestasi Kogniti Berdasarkan Penghitungan Indeks Kesukaran Soal... 73
Tabel 3.11 Tata Letak Data ... 77
Tabel 4.1 Rangkuman Gaya Belajar Siswa... 79
Tabel 4.2 Rangkuman Data Motivasi Berprestasi Siswa ... 79
Tabel 4.3 Rangkuman Data Prestasi Belajar Kognitif Siswa... 80
Tabel 4.4 Distribusi Frekuensi Prestasi Belajar Aspek Kognitif Kelompok Eksperimen I... 81
commit to user
xv
Tabel 4.6 Rangkuman Data Prestasi Kognitif Siswa Berdasarkan Kategori
Gaya Belajar ... 83
Tabel 4.7 Distribusi Frekuensi Data Prestasi Kognitif Siswa Berdasarkan Kategori Gaya Belajar Visual... 83
Tabel 4.8 Distribusi Frekuensi Data Prestasi Kognitif Siswa Berdasarkan Kategori Gaya Belajar Kinestetik... 84
Tabel 4.9 Rangkuman Data Prestasi Kognitif Siswa Berdasarkan Kategori Motivasi Berprestasi ... 85
Tabel 4.10 Distribusi Frekuensi Data Prestasi Kognitif Siswa Berdasarkan Kategori Motivasi Berprestasi Tinggi ... 85
Tabel 4.11 Distribusi Frekuensi Data Prestasi Kognitif Siswa Berdasarkan Kategori Motivasi Berprestasi Rendah... 86
Tabel 4.12 Rangkuman Data Prestasi Kognitif Siswa Berdasarkan Kategori Gaya Belajar pada Kelompok Eksperimen I dan II ... 86
Tabel 4.13 Rangkuman Data Prestasi Kognitif Siswa Berdasarkan Kategori Motivasi Berprestasi pada Kelompok Eksperimen I dan II... 87
Tabel 4.14 Rangkuman Data Prestasi Kognitif Siswa Berdasarkan Kategori Gaya Belajar dan Motivasi Berprestasi pada Kelompok Eksperimen I dan II ... 87
Tabel 4.15 Hasil Uji Normalitas ... 88
Tabel 4.16 Hasil Uji Homogenitas... 89
Tabel 4.17 Rangkuman Uji Anava... 91
commit to user
xvi
DAFTAR GAMBAR
Gambar 4.1 Histogram Prestasi Belajar Kognitif Kelompok Eksperimen I 81
Gambar 4.2 Histogram Prestasi Belajar Kognitif Kelompok Eksperimen II 82
Gambar 4.3 Histogram Prestasi Kognitif Berdasarkan Kategori Gaya Belajar
Visual ... 83
Gambar 4.4 Histogram Prestasi Kognitif Berdasarkan Kategori Gaya Belajar
Kinestetik ... 84
Gambar 4.5 Histogram Prestasi Belajar Kognitif Berdasarkan Kategori
Motivasi Berprestasi Tinggi... 95
Gambar 4.6 Histogram Prestasi Belajar Kognitif Berdasarkan Kategori
commit to user
xvii
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 01 Silabus Mata Pelajaran Fisika... 116
Lampiran 02 Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) Eksperimen I... 122
Lampiran 03 Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) Eksperimen II ... 134
Lampiran 04 Lembar Kerja Siswa (KIT IPA )... 146
Lampiran 05 Lembar Kerja Siswa (Animasi) ... 159
Lampiran 06 Kisi-Kisi Soal Fisika Materi Suhu dan Kalor... 171
Lampiran 07 Soal Uji Kognitif Materi Suhu dan Kalor... 172
Lampiran 08 Kisi-Kisi Angket Gaya Belajar Fisika ... 179
Lampiran 09 Angket Gaya Belajar Fisika... 182
Lampiran 10 Kisi-Kisi Angket Motivasi Berprestasi ... 188
Lampiran 11 Angket Motivasi Berprestasi ... 189
Lampiran 12 Uji Validitas dan Reliabilitas Angket Gaya Belajar ... 195
Lampiran 13 Uji Validitas dan Reliabilitas Angket Motivasi Berprestasi.... 197
Lampiran 14 Uji Instrumen Tes Kognitif ... 199
Lampiran 15 Data Prestasi Belajar Kelompok Eksperimen I dan II... 201
Lampiran 16 Data Prestasi Kognitif Kategori Gaya Belajar... 203
Lampiran 17 Data Prestasi Kognitif Kategori Motivasi Berprestasi ... 205
Lampiran 18 Uji Normalitas ... 207
Lampiran 19 Uji Homogenitas dan Anava ... 210
Lampiran 20 Dokumentasi Penelitian... 211
Lampiran 21 Surat Ijin Penelitian ... 213
Lampiran 22 Surat Keterangan Pengujian Istrumen ... 214
commit to user
1 BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Pendidikan merupakan kebutuhan yang fitrah bagi manusia, dengan
pendidikan manusia dapat mengembangkan dan memanfaatkan potensi yang telah
diberikan oleh sang pencipta kepadaya. Di Indonesia telah di terapkan pendidikan
pada berbagai lini dan tingkatan mulai dari pendidikan anak usia dini sampai tingkat
perguruan tinggi, inilah salah satu wujud komitmen pemerintah untuk
menyelenggarakan pendidikan wajib belajar sembilan tahun sebagaimana yang
tercantum dalam Undang-Undang Dasar 1945.
Pendidikan nasional berdasarkan Pancasila dan UUD 1945 berfungsi
mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang
bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk
mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan
bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap,
kreatif, mandiri, dan menjadi warga Negara yang demokratis serta bertanggung
jawab. Peningkatan mutu pendidikan diarahkan untuk meningkatkan kualitas
manusia Indonesia seutuhnya melalui olahhati, olahpikir, olahrasa dan olahraga agar
memiliki daya saing dalam menghadapi tantangan global. Peningkatan efisiensi
manajemen pendidikan dilakukan melalui penerapan manajemen berbasis sekolah
dan pembaharuan pengelolaan pendidikan secara terencana, terarah, dan
commit to user
Dalam pelaksanaan pendidikan di sekolah, harus memperhatikan prinsip
penyelenggaraannya. Salah satu prinsip tersebut adalah pendidikan diselenggarakan
sebagai proses pembudayaan dan pemberdayaan peserta didik yang berlangsung
sepanjang hayat. Dalam proses tersebut diperlukan guru yang memberikan
keteladanan, membangun kemauan, dan mengembangkan potensi dan kreativitas
peserta didik. Implikasi dari prinsip ini adalah pergeseran paradigma proses pendidikan,
yaitu dari paradigma pengajaran ke paradigma pembelajaran. Pembelajaran adalah
proses interaksi peserta didik dengan guru dan sumber belajar pada suatu lingkungan
belajar. Proses pembelajaran perlu direncanakan, dilaksanakan, dinilai, dan diawasi
agar terlaksana secara efektif dan efisien.
Di lingkungan sekolah, guru adalah orang yang memengang peranan cukup
besar. Guru sebagai tenaga profesional harus memiliki kemandirian dalam seluruh
kegitan pendidikan baik dalam jalur sekolah maupun luar sekolah. Dalam tingkatan
operasional, guru merupakan penentu keberhasilan pendidikan melalui kinerjanya
pada tingkat institusional, instruksional, dan eksperiensial (Surya, 2005: 142). Guru
merupakan sumberdaya manusia yang mampu membawa pengaruh terhadap peserta
didik. Berdasarkan PP No 74 Tahun 2008 setidaknya ada 5 tugas guru yaitu:
Merencanakan pembelajaran, Melaksanakan pembelajaran, Menilai hasil
pembelajaran, Membimbing dan melatih peserta didik, dan Melaksanakan tugas
tambahan. Tugas berat yang diemban oleh guru menyebabkan ia menjadi tolak ukur
keberhasilan dalam pendidikan.
Namun demikian, bangsa ini masih dilanda dengan berbagai masalah
commit to user
luas dari itu. Mulai dari kualitas lulusan yang rendah dalam segala asfek sampai
pengelolaan sistem pendidikan yang tidak berorientasi pada pembangunan nasional,
sebagaimana yang diungkapkan oleh Tilaar dalam E. Mulyasa (2008: 6) mengatakan
“tujuh masalah pokok sistem pendidikan nasional yaitu: menurunnya akhlak dan
moral peserta didik, pemerataan kesempatan belajar, masih rendahnya efisiensi
internal sistem pendidikan, status kelembagaan, manajemen pendidikan yang tidak
sejalan dengan pembangunan nasional, dan sumber daya yang belum profesional”.
Realitas pendidikan Indonesia kenyataannya demikian, pendidikan yang
diamanatkan oleh undang-undang seperti yang telah disebutkan di atas masih jauh
dari kesempurnaan. kebanyakan guru masih belum mengimplementasikan tugasnya
sebagai pendidik dengan maksimal, mulai dari merencanakan pembelajaran sampai
melaksanakan tugas tambahan. Salah satu akibat dari kelemahan tersebut adalah
rendahnya kompetensi yang dimiliki siswa baik dalam tataran konsep maupun
aplikasi dalam kehidupan sehari-hari.
Fisika adalah salah satu mata pelajaran yang berkaitan dengan produk,
proses, dan sikap. Seorang guru harus memperhatikan ketiga komponen ini sebagai
satu hirarki pembelajaran, menekankan aktivitas pembelajaran pada siswa sebagai
proses pencarian konsep-konsep ilmu pengetahuan, mengembangkan sikap ilmiah
siswa, menjadi fasilitator yang baik, menjadi teladan dalam bersikap sebagai aplikasi
hasil pembelajaran yang telah dilakukan/diketahui. Tetapi faktanya, pembelajaran
tidak lebih dari proses transformasi pengetahuan dari guru kepada peserta didik.
Kelemahan guru dalam melaksanakan pembelajaran diantaranya, kurang
commit to user
fungsi media dalam pembelajaran/malas membuat media pembelajaran yang
menarik, kurang mengembangkan sikap ilmiah siswa, pembelajaran selalu dilakukan
di dalam kelas. Untuk melaksanakan komponen fisika (produk, proses, dan sikap)
dituntut kreativitas pendidik yang tinggi sehingga dapat mendesain pembelajaran
mencakup ketiga komponen tersebut. Setidaknya dibutuhkan media baik berbasis
komputer maupun riil untuk menerapkan ketiga komponen tersebut dalam
pembelajaran. Sulitnya membuat media pembelajaran berbasis komputer membuat
guru enggan melakukan pembelajaran dengan media ini, jika mengandalkan alat-alat
praktikum, jumlahnya terbatas, harganya mahal, resiko kecelakaan lebih besar dan
lain sebagainya. Dengan berbagai alasan tersebut dilakukanlah pembelajaran yang
gampang dilaksanakan seperti, ceramah, mencatat diskusi, dan latihan.
Pembelajaran fisika dapat menggunakan berbagai macam model dan media
pembelajaran, seperti: CTL, cooperative learning, problem based instruction, direc
instruction,media pembelajaran animasi, komik, video interaktif, modul, LKS, film,
dan lain sebagainya. Pemilihan dan penggunaan model dan media pembelajaran
harus memiliki relevansi dengan materi pelajaran, agar ketiga komponen fisika
dalam pembelajaran fisika dapat terakumulasi dengan utuh. Ketidaktepatan dalam
menyusun perangkat pembelajaran dapat berdampak negatif terhadap prestasi belajar
siswa baik menyangkut konsep, proses maupun sikap. Prestasi belajar siswa tidak
hanya dipengaruhi oleh faktor ekternal tetapi juga dipengaruhi oleh faktor internal
siswa seperti: penglihatan, pendengaran, motivasi belajar, intelegensi, emosi,
commit to user
Guru sebaiknya menyusun perangkat pembelajaran yang sesuai metode,
model, pendekatan, tujuan serta relevan dengan materi pembelajaran. Dalam
penelitian ini materi yang akan dibahas adalah suhu dan kalor, materi suhu dan kalor
banyak ditemui siswa dalam kehidupan sehari-hari. Walaupun demikian, siswa tidak
belajar langsung dari lapangan tetapi materi suhu dan kalor akan dipelajari dengan
menggunakan media pembelajaran animasi dan KIT IPA. Penggunaan media
pembelajaran animasi bertujuan untuk memberikan gambaran lebih mendetail dan
rill terhadap materi pelajaran, karena disamping memiliki konsep-konsep yang
konkrit, pada materi suhu dan kalor juga terdapat konsep-konsep yang bersifat
absrtak. Sedangkan penggunaan KIT IPA bertujuan untuk mengaplikasikan secara
sederhana konsep-konsep suhu dan kalor yang banyak diterapkan dalam kehidupan
sehari-hari agar siswa lebih memahami konsep dari aplikasi tersebut.
Sebagaimana yang telah disebutkan di atas, bahwa prestasi belajar siswa juga
dipengaruhi oleh faktor internal siswa. Salah satu faktor tersebut adalah gaya belajar
dan motivasi. Siswa memiliki perbedaan dalam menyerap dan mengelola informasi
yang disampaikan oleh guru, perbedaan inilah yang disebut gaya belajar. Gaya
belajar adalah cara seseorang untuk lebih mudah menangkap dan mengelola
informasi. Disebutkan dalam artikel ilmiah dari Cisco System (2008) bahwa
“rata-rata kemampuan orang menyerap informasi adalah 10% dari membaca, 20% dari
mendengar, 30% dari melihat, 50% dari melihat dan mendengar, 70% dari yang
diucapkan, dan 90% dari yang diucapkan dan lakukan”. Data di atas menggambarkan
betapa pentingnya menemukan cara belajar yang baik dan memaksimalkan fungsi
commit to user
Berdasarkan penelitian, gaya belajar siswa terindikasi dalam tiga kategori
yaitu: gaya belajar visual, gaya belajar auditori, dan gaya belajar kinestetik (Merlot
Journal; vol 3, no. 4, 2007: 449). Pelajar visual baik belajar dengan melihat gambar,
grafik, slides, demonstrasi, film dan lain-lain. Pelajar auditori senang belajar melalui
mendengarkan orang lain berbicara dan mendengarkan rekaman suara. Pelajar
kinestetik, pelajar yang paling baik belajar melalui sentuhan dan gerakan.
Berdasarkan mata pelajaran, bahan ajar yang akan dibahas dan media pembelajaran
yang akan digunakan maka sangat penting untuk memperhatikan gaya belajar siswa.
Begitu juga dengan motivasi, Motivasi sangat dibutuhkan untuk
menimbulkan semangat yang tinggi dalam belajar. A. Kosasih (2007: 34)
mengemukakan bahwa “motivasi adalah suatu proses psikologis yang mencerminkan
interaksi antara sikap, kebutuhan, persepsi dan keputusan yang terjadi pada diri
seseorang”. Sedangkan menurut Hamzah B. Uno (2006: 3) menyatakan bahwa
“motivasi dapat diartikan sebagai dorongan yang terdapat dalam diri seseorang untuk
melakukan aktivitas tertentu demi untuk mencapai tujuan tertentu”. McCullag dan
Willson menyatakan bahwa “ motivasi yang tinggi akan membuat belajar semakin
bersemangat, penampilan, pemaknaan, dan ketekunan dalam berolahraga” (Artikel
ilmiah, 2005: 1). Berdasarkan definisi di atas seseorang akan lebih maksimal dalam
belajarnya jika sesuai dengan gaya belajar yang dimilikinya ketika mimiliki motivasi
yang tinggi.
Semangat kompetisi harus selalu ditumbuhkan dalam diri siswa agar timbul
obsesi untuk menjadi yang terbaik. Dengan demikian siswa selalu memanfaatkan
commit to user
semangat kompetisi sudah ada dalam diri siswa maka motivasi berprestasi dengan
sendirinya tumbuh dan menjadi karakter pada siswa, prestasi belajar merupakan hasil
pencapaian kompetensi peserta didik yang meliputi pengetahuan, keterampilan, dan
sikap sebagai hasil proses pembelajaran. Menurut taksonomi Bloom dan
kawan-kawan dalam Winkel (1996) hasil belajar meliputi tiga ranah yaitu ranah kognitif,
psikomotor, dan afektif.
Berdasarkan uraian di atas, pembelajaran dalam penelitian ini dirancang
dengan menggunakan model CTL melalui media pembelajaran animasi dan KIT IPA
yang dilengkapi LKS, model CTL memiliki tujuh komponen yaitu: konstruktivisme,
inkuiri, bertanya, masyarakat belajar, pemodelan, refleksi, dan penilaian sebenarnya
(Trianto, 2007: 105-106). Pemilihan CTL sebagai model dalam penelitian ini
didasarkan atas karakteristik materi suhu dan kalor, materi suhu dan kalor banyak
dijumpai oleh siswa dalam kehidupan sehari-hari, dengan demikian diharapkan siswa
dapat menghubungkan pengalaman yang telah didapatkan dengan konsep-konsep
yang dipelajari.
B. Indentifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah di atas dapat diidentifikasi beberapa
masalah yang terkait dengan penelitian ini yaitu:
1. Prestasi belajar fisika siswa masih rendah (rerata kelas diwabah KKM) khususnya
di sekolah SMA Negeri 1 Masbagik.
2. Profesionalisme tenaga pendidik belum dipahami secara sungguh-sungguh oleh
guru, padahal merupakan salah satu syarat utama dalam mencapai pembelajaran
commit to user
3. Hakikat fisika sebagai produk, proses, dan sikap belum diterapkan pada
pembelajaran fisika di SMA Negeri 1 Masbagik. Pembelajaran masih berorientasi
pada tujuan kognitif.
4. Banyak model dan media pembelajaran yang dapat digunakan dalam
pembelajaran fisika seperti; CTL, cooperative learning, problem based
instruction, direc instruction, media pembelajaran animasi, komik, video
interaktif, modul, film, dan lain sebagainya.
5. Sulitnya membuat/menciptakan media pembelajaran sering menjadi kendala
dalam melakukan pembelajaran yang berbasis pada aktifitas siswa.
6. Beberapa faktor yang mempengaruhi prestasi belajar siswa seperti: gaya belajar,
kretifitas, sikap ilmiah, motivasi, perhatian orang tua, kondisi sosial budaya
tempat siswa tinggal, namun faktor-faktor tersebut belum diperhatikan secara
serius oleh guru.
7. Guru cenderung memberikan penilaian pada aspek kognitif saja, padahal pada
pelajaran fisika seharusnya penilaian mencakup aspek kognitif, psikomotor dan
afektif
8. Materi pembelajaran fisika pada kelas X diantaranya: gerak melingkar,
dinamikan dan hukum Nowton, gelombang dan optik, suhu dan kalor, listrik
dinamis. Materi-materi tersebut diajarkan masih menggunakan sistem
konvensional.
9. Ada beberapa materi pembelajaran fisika bersifat abstrak sehingga menyebabkan
commit to user C. Pembatasan Masalah
Untuk mengarahkan penelitian ini supaya lebih fokus pada permasalahan
yang diteliti maka perlu adanya pembatasan masalah. Mengacu pada indentifikasi
masalah di atas penelitian ini dibatasi pada hal-hal berikut:
1. Model pembelajaran yang digunakan adalah CTL dengan media pembelajaran
animasi dan KIT IPA yang dilengkapi LKS.
2. Foktor internal siswa dibatasi pada gaya belajar (visual, kinestetik) dan motivasi
berprestasi (tinggi, rendah).
3. Prestasi belajar fisika siswa yang diukur, dibatasi pada aspek kognitif dan aspek
afektif.
4. Materi pembelajaran dibatasi pada pokok bahasan suhu dan kalor.
D. Perumusan Masalah
Rumusan masalah penelitian ini secara umum yaitu “apakah terdapat
pengaruh penggunaan media pembelajaran animasi dan KIT IPA terhadap prestasi
belajar siswa jika dilihat dari gaya belajar dan motivasi berprestasi siswa?”. Secara
rinci dijabarkan sebagai berikut:
1. Apakah terdapat pengaruh penggunaan media pembelajaran animasi dan KIT IPA
terhadap prestasi belajar siswa?
2. Apakah terdapat pengaruh gaya belajar visual dan kinestetik terhadap prestasi
belajar siswa?
3. Apakah terdapat pengaruh motivasi berprestasi tinggi dan rendah terhadap prestasi
commit to user
4. Apakah terdapat interaksi antara media pembelajaran animasi dan KIT IPA
dengan gaya belajar terhadap prestasi belajar siswa?
5. Apakah terdapat interaksi antara media pembelajaran animasi dan KIT IPA
dengan motivasi berprestasi terhadap prestasi belajar siswa?
6. Apakah terdapat interaksi antara gaya belajar dengan motivasi berprestasi
terhadap prestasi belajar siswa?
7. Apakah terdapat interaksi antara media pembelajaran animasi dan KIT IPA, gaya
belajar, dan motivasi berprestasi terhadap prestasi belajar siswa?
E. Tujuan Penelitian
Sesuai dengan perumusan masalah yang telah diajukan maka penelitian ini
bertujuan untuk mengetahui:
1. Pengaruh penggunaan media pembelajaran animasi dan KIT IPA terhadap
prestasi belajar siswa.
2. Pengaruh gaya belajar visual dan kinestetik terhadap prestasi belajar siswa.
3. Pengaruh motivasi berprestasi tinggi dan rendah terhadap prestasi belajar siswa.
4. Interaksi antara media pembelajaran animasi dan KIT IPA dengan gaya belajar
terhadap prestasi belajar siswa.
5. Interaksi antara media pembelajaran animasi dan KIT IPA dengan motivasi
berprestasi terhadap prestasi belajar siswa.
6. Interaksi antara gaya belajar dengan motivasi berprestasi terhadap prestasi
belajar siswa.
7. Interaksi antara media pembelajaran animasi dan KIT IPA, gaya belajar, dan
commit to user F. Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan memiliki manfaat baik secara teoritis maupun
praktis.
1. Manfaat teoritis:
a. Untuk menambah dan mengembangkan ilmu pengetahuan dalam mendukung
teori-teori yang telah ada sehubungan dengan masalah yang diteliti.
b. Dengan memanfaatkan potensi yang ada diharapkan dapat mendorong
fenomena penerimaan sains pada masyarakat dan menumbuhkan kreativitas.
c. Hasil penelitian ini bisa dijadikan referensi bagi peneliti yang ingin melakukan
penelitian yang terkait.
2. Manfaat Praktis
a. Masukan kepada guru maupun tenaga kependidikan lainnya agar lebih
mencermati dalam menentukan metode, model, maupun media pembelajaran
sehingga mencapai tujuan dengan baik.
b. Hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai acuan dalam melakuan preoses
pembelajaran.
c. Hasil penelitian ini dapat menjadi inspirasi bagi peneliti lain untuk melakukan
commit to user
12 BAB II
KAJIAN TEORI, KERANGKA BERPIKIR,
DAN HIPOTESIS
A. Kajian Teori
1. Hakikat Fisika
Fisika merupakan salah satu bagian dari Ilmu Pengetahuan Alam atau
dikenal dengan sains. Pengertian fisika menurut Brockhaus dalam Frietz Siemsen,
dkk (1986: 3) adalah “pelajaran tentang kejadian alam yang memungkinkan
penelitian dengan percobaan, pengukuran apa yang didapat, penyajian secara
matematis dan berdasarkan peraturan-peraturan umum”. Definisi ini memberi
pengertian bahwa fisika merupakan cabang pengetahuan yang dibangun berdasarkan
pengamatan dan klasifikasi data, biasanya disusun dan diverifikasi dalam
hukum-hukum yang bersifat kuantitatif, yang melibatkan aplikasi penalaran matematis dan
analisis data terhadap gejala-gejala alam. Dengan demikian, pada hakikatnya fisika
merupakan ilmu pengetahuan tentang gejala alam yang terdiri dari fakta, konsep,
prinsip, teori, dan hukum yang teruji kebenarannya melalui suatu rangkaian kegiatan
dengan metode ilmiah.
Bradt dan Dehmen (1977) menyatakan “fisika merupakan suatu uraian
tentang semua kejadian fisikalis yang berdasarkan hukum dasar (Druxes et al. 1980
:3). Uraian tentang peristiwa-peristia diperoleh berdasarkan metode ilmiah yang
dikembangkan dari prinsip, teori, hukum sebelumnya. Proses selanjutnya juga
commit to user
mengelompokkan ilmu fisika sebagai pengetahuan fisis. “Pengetahuan fisis adalah
pengetahuan akan sifat-sifat fisis dari suatu objek atau kejadian dalam bentuk, besar
kekasaran, berat serta bagaimana objek-objek itu berinteraksi satu dengan yang
lainnya” (Paul Suparno, 1997: 12). Ilmu fisika merupakan sesuatu yang berkaitan
dengan objek nyata, sifat-sifat objek tersebut dapat diketahui dari
pengamatan/penyelidikan dan saling berinteraksi satu sama lain berdasarkan hukum
alam yang berlaku.
Fisika terdiri dari proses, produk, dan sikap. Proses fisika merupakan upaya
pengumpulan dan penggunaan bukti untuk menguji dan mengembangkan gagasan
dengan metode ilmiah yang terdiri dari; merumuskan masalah, merumuskan
hipotesis, mengumpulkan data, mengolah data, dan membuat kesimpulan. Produk
merupakan konsep-konsep yang dihasilkan dari proses yang telah dilakukan seperti;
konsep suhu dan kalor, besaran dan satuan, gelombang dan optik, kelistrikan,
mekanika, dan lain sebagainya. Sedangkan sikap merupakan prilaku yang
ditunjukkan oleh seseorang sebagaimana layaknya saintis seperti; berpikir logis,
kritis, rasa ingin tahu yang tinggi, jujur, objektif, tekun, dan lain-lain. Suatu teori
pada mulanya berupa gagasan imajinatif dan gagasan itu akan tetap sebagai gagasan
imajinatif selama belum bisa menyajikan sejumlah bukti yang mendukung gagasan
tersebut.
2. Belajar dan Pembelajaran
Pendidikan merupakan kebutuhan dasar bagi manusia, sejak keberadaannya
di muka bumi manusia secara kontinue selalu dalam proses pendidikan. Sekolah
commit to user
untuk diadakan, karena ia adalah simbol adanya pendidikan dalam perspektif
modern. Di sekolah, kegiatan pembelajaran merupakan kegiatan yang paling pokok,
bahkan secara ekstrim bisa dikatakan tidak ada pendidikan tanpa proses
pembelajaran. Beberapa definisi pembelajaran dikemukakan oleh pakar diantaranya
sebagai berikut.
Walter Dick Lou Carey dalam Benny A. Pribadi (2009: 11) mendefinisikan
pembelajaran sebagai ”rangkaian peristiwa atau kegiatan yang disampaikan secara
terstruktur dan terencanan dengan menggunakan sebuah atau beberapa jenis media”.
Selanjutnya, pembelajaran merupakan komunikasi dua arah, mengajar dilakukan
oleh pihak guru sebagai pendidik, sedangkan belajar dilakukan oleh peserta didik
atau murid (Saiful Sagala, 2008: 61). Berarti dalam pembelajaran terjadi interaksi
antara guru dan siswa yang saling menguntungkan, mengarahkan, membimbing,
memberi masukan, dan mengevaluasi dengan bantuan sebuah atau beberapa jenis
media. Jika diperhatikan ada dua kata kunci dalam pembelajaran yaitu belajar dan
mengajar. Berikut diuraikan pengertian belajar dan mengajar manurut beberapa ahli.
Belajar merupakan suatu proses perubahan yaitu didapatkannya kecakapan
baru yang disebabkan oleh usaha (Sumadi Suryabrata, 2004: 232). Perubahan dalam
tingkah laku sebagai hasil dari interaksi dengan lingkungan dalam memenuhi
kebutuhan hidupnya, perubahan-perubahan tersebut teraktualisasi dalam seluruh
aspek tingkah laku. Sedangkan menurut Margono dalam Ngalim Purwanto (2006:
84) mendefinisikan “belajar adalah setiap perubahan yang relatif menetap dalam
tingkah laku yang terjadi sebagai suatu hasil dari latihan atau pengalaman”. Dalam
commit to user
selama tidak ada pengetahuan lain yang bertentangan dengan pengetahuan tersebut.
Sejalan dengan itu C. Witherington dalam Ngalim Purwanto (2006) berpendapat
bahwa “belajar adalah perubahan pada seluruh kepribadian seseorang yang
dinyatakan melalui penguasaan-penguasaan, pola respon, atau tingkah laku yang
baru, yang berupa perubahan ketrampilan, sikap, kebiasaan dan kesanggupan”. Jadi
belajar merupakan usaha untuk mendapatkan suatu kompetensi yang dengannya
seseorang bisa mengalami perubahan tingkah laku dalam berinteraksi dengan
lingkungannya.
Mengajar merupakan istilah yang umum dalam pendidikan, adanya
pembelajaran karena adanya proses belajar mengajar. William H Burton dalam
Syaiful Sagala (2003: 61) berpendapat “mengajar adalah upaya memberikan
stimulus, bimbingan pengetahuan, dan dorongan kepada siswa agar terjadi proses
belajar”. Mengajar yang efektif adalah mengajar yang dapat membawa belajar siswa
yang efektif pula, belajar disini adalah suatu aktifitas mencari, menemukan dan
melihat pokok masalah. Rohmannata Wijaya dalam Gino dkk (1997: 23)
memberikan batasan “mengajar sebagai upaya guru untuk membangkitkan, yang
berarti menolong seseorang siswa belajar”. Gagne dalam Gino dkk (1997: 23)
memberikan pernyataan bahwa “mengajar sebagai suatu usaha sadar untuk membuat
siswa belajar yaitu usaha sadar untuk terjadinya perubahan tingkah laku”. Jadi
mengajar merupakan suatu kegiatan yang dilakukan oleh seseorang kepada orang
lain untuk membantunya sehingga terjadi perubahan tingkah laku pada diri seseorang
commit to user 3. Teori Belajar
a. Teori Kognitif Jean Piaget
Piaget merupakan salah seorang tokoh yang disebut sebagai pelopor aliran
konstruktivisme. Ia membedakan pengertian belajar menjadi dua yaitu belajar dalam
arti sempit dan belajar dalam arti luas. Ginsburg dan Opper dalam Paul Suparno
(2000) memberikan pengertian “belajar dalam arti sempit adalah belajar yang hanya
menekankan perolehan informasi baru dan pertambahan. Sedangkan belajar dalam
arti luas adalah belajar untuk memperoleh dan menemukan struktur pemikiran yang
lebih umum yang dapat digunakan pada bermacam-macam situasi”. Belajar
merupakan aktifitas yang melibatkan proses berpikir yang sangat kompleks. Proses
belajar terjadi antara lain mencakup pengaturan stimulus yang diterima dan
menyesuaikannya dengan struktur kognitif yang sudah dimiliki dan terbentuk di
dalam pikiran seseorang berdasarkan pemahaman dan pengalaman-pengalaman
sebelumnya.
Salah satu sumbangan pemikirannya yang banyak digunakan sebagai
rujukan untuk memahami perkembangan kognitif individu yaitu teori tentang
tahapan perkembangan individu. Menurut Piaget perkembangan kognitif individu
meliputi empat tahap yaitu: Sensorimotor (sensorymotor), Praoperasional
(preoperational), Operasional konkrit (concrete operational), dan Operasional
formal (formal operational).
Tahap sensori motor dimulai dari 0 - 2 tahun dalam kehidupan individu,
pada periode ini individu mengatur alam dengan indera-inderanya (sensory) dan
commit to user
pada umur ini individu belum mampu melaksanakan operasi-operasi mental seperti
menambah ataupun mengurangi. Tahapan ini terdiri dari dua bagian yaitu antara
umur 2 – 4 tahun disebut pralogis dan antara umur 4 – 7 disebut tahap pemikir
intuitif. Tahap operasional konkrit adalah tahap antara 7 – 11 tahun, tahap ini
merupakan permulaan berpikir rasional yaitu memiliki operasi-operasi logis yang
dapat diterapkan pada masalah-masalah konkrit. Tahap perkembangan kongnitif
yang terakhir yaitu tahap operasional formal dimulai dari 11 tahun ke atas. Pada
tahap ini individu sudah dapat menggunakan operasi-operasi konkritnya untuk
membentuk operasi-operasi yang lebih kompleks atau sudah dapat berpikir abstrak.
Pemikiran lain dari Piaget tentang proses rekonstruksi pengetahuan individu
yaitu asimilasi dan akomodasi. Asimilasi adalah proses kognitif dimana seseorang
mengintegrasikan persepsi, konsep, atau pengalaman baru ke dalam skema atau pola
yang sudah ada di dalam pikirannya. Sedangkan akomodasi adalah pembentukan
skema baru atau mengubah skema lama (the difference made to one’s mind or
concepts by the process of assimilation).
Dikemukakannya pula, bahwa belajar akan lebih berhasil apabila
disesuaikan dengan tahap perkembangan kognitif peserta didik. Peserta didik
hendaknya diberi kesempatan untuk melakukan eksperimen dengan obyek fisik, yang
ditunjang oleh interaksi dengan teman sebaya dan dibantu oleh pertanyaan tilikan
dari guru. Sebagai fasilitator yang baik, guru hendaknya banyak memberikan
rangsangan kepada peserta didik agar mau berinteraksi dengan lingkungan secara
aktif, mencari dan menemukan berbagai hal dari lingkungan untuk menemukan
commit to user
Implikasi teori perkembangan kognitif Piaget dalam pembelajaran adalah
bahasa dan cara berpikir anak berbeda dengan orang dewasa, oleh karena itu guru
mengajar dengan menggunakan bahasa yang sesuai dengan cara berpikir anak.
Anak-anak akan belajar lebih baik apabila dapat menghadapi lingkungan dengan baik, guru
harus membantu anak agar dapat berinteraksi dengan lingkungan sebaik-baiknya.
Bahan yang harus dipelajari anak hendaknya dirasakan baru tetapi tidak asing.
Berikan peluang agar anak belajar sesuai tahap perkembangannya. Di dalam kelas,
anak-anak hendaknya diberi peluang untuk saling berbicara dan diskusi dengan
teman-temanya.
Sesuai dengan subjek penelitian yaitu tinggkat SMA yang pada umumnya
sudah berusia 11 tahun keatas, maka tahapan perkembangan kognitif mereka ada
pada fase operasional formal, artinya siswa sudah dapat berpikir logis, berpikir
dengan pemikiran teoritis formal berdasarkan hipotesis-hipotesis, dan dapat
mengambil kesimpulan dari apa yang diamatinya. Dalam pembelajaran sub bab
pengaruh kalor terhadap suatu benda, siswa sering melihat/melakukan proses
pemanasan air dalam kehidupan sehari-hari. Ketika air diberi kalor lama-kelamaan
air akan panas dan mendidih bahkan sampai tumpah, pengalaman seperti ini
didapatkan dalam proses pembelajaran, dari pembelajaran siswa mengetahui suhu air
akan naik dan air akan mengalami pemuaian dan bahkan habis jika terus diberikan
kalor. Antara pengalaman dan hasil pembelajaran kemudian dipadukan dalam
struktur kognitif siswa. Jika konsep tersebut sesuai dengan pengalaman siswa maka
terjadi proses asimilasi, tetapi jika konsep tersebut tidak sesuai dengan pengalaman
commit to user
pembelajaran fisika yang didukung dengan menggunakan media pembelajaran
animasi dan KIT IPA.
b. Teori Belajar Robert Gagne
Asumsi yang mendasari teori ini adalah bahwa pembelajaran merupakan
faktor yang sangat penting dalam perkembangan. Perkembangan merupakan hasil
kumulatif dari pembelajaran. Menurut Gagne dalam pembelajaran terjadi proses
penerimaan informasi, untuk kemudian diolah sehingga menghasilkan keluaran
dalam bentuk hasil belajar. Dalam pemrosesan informasi terjadi adanya interaksi
antara kondisi-kondisi internal dan kondisi-kondisi eksternal individu. Kondisi
internal yaitu keadaan dalam diri individu yang diperlukan untuk mencapai hasil
belajar dan proses kognitif yang terjadi dalam individu. Sedangkan kondisi eksternal
adalah rangsangan dari lingkungan yang mempengaruhi individu dalam proses
pembelajaran.
Gagne dalam Ratna Wilis Dahar (1989) mengemukakan, ada lima
kemampuan yang didapatkan dari hasil belajar yaitu: keterampilan intelektual,
strategi kognitif, sikap, informasi verbal, dan keterampilan motorik. Kelima hasil
belajar
ini akan tercermin pada diri siswa melalui penampilan-penampilan ketikaberinteraksi dengan lingkungannya, penampilan-penampilan yang dapat diamati
sebagai hasil-hasil belajar disebut kemampun-kemampuan (capabilities).
Kemampuan-kemampuan tersebut perlu dibedakan, karena kemampuan-kemampuan
itu memungkinkan berbagai macam penampilan manusia, dan juga karena kondisi
commit to user
Bertitik tolak dari model belajarnya, yaitu model pemrosesan informasi.
Gagne mengemukakan delapan fase dalam satu tindakan belajar yaitu: motivasi,
pengenalan, pemerolehan, penyimpanan, pengingatan kembali, generalisasi,
penampilan, dan umpan balik. Jadi untuk memperoleh kelima
kemampuan-kemampuan yang telah disebutkan di atas, siswa harus melalui kedelapan tahapan
proses fase tersebut.
Jika diperhatikan dengan seksama, komunikasi yang terjadi dalam interaksi
belajar mengajar merupakan proses penerimaan dan pengolahan informasi oleh
peserta didik. Dalam melakukan interaksi, tidak hanya terjadi dengan sesama
manusia tetapi lebih luas dari itu, pada saat melakukan pembelajaran interaksi terjadi
antara siswa dengan media pembelajaran. Siswa melakukan pengamatan/percobaan
terhadap suatu permasalahan, dari hasil tersebut kemudian siswa diharapkan mampu
mengolah informasi yang didapatkan selanjutnya disampaikan kepada orang lain.
Hal tersebut sesuai dengan prinsip CTL yang memperhatikan penerimaan dan
pengolahan informasi dalam pembelajaran, untuk membantu siswa dalam
mendapatkan informasi diperlukan media pembelajaran yang sesuai dengan model
pembelajaran yang digunakan yaitu media pembelajaran animasi dan KIT IPA.
c. Teori Belajar Ausubel
David Ausubel seorang ahli psikologi pendidikan memberikan penekanan
pada belajar bermakna. Sesuatu yang bermakna secara umum dapat diartikan sebagai
sesuatu yang mempunyai nilai lebih. Ausubel dalam Ratna Wilis Dahar (1989)
menyatakan bahwa, belajar dapat diklasifikasikan ke dalam dua dimensi yaitu
commit to user
belajar bermakna/hafalan. Dimensi pertama berhubungan dengan cara informasi atau
materi pelajaran disajikan pada siswa melalui penerimaan atau penemuan. dimensi
kedua berhubungan dengan cara bagaimana siswa dapat mengaitkan informasi pada
struktur kognitif yang telah ada. Struktur kognitif meliputi fakta-fakta,
konsep-konsep serta generalisasi yang telah dipelajari dan diingat oleh siswa.
Dalam belajar siswa menghubungkan atau mengaitkan informasi baru yang
dipelajari dengan pengetahuan yang telah dimilikinya, dalam hal ini terjadi belajar
bermakna. Dengan kata lain belajar bermakna merupakan suatu proses belajar
dimana informasi baru yang dimasukkan bisa diterima atau sesuai dengan
konsep-konsep yang terdapat dalam struktur kognitifnya. Hal ini dapat berlangsung apabila
melalui belajar konsep dan perubahan konsep baru akan mengakibatkan
perkembangan dan perubahan struktur konsep yang telah ada atau dimiliki siswa.
Dalam belajar siswa juga dapat menghafalkan informasi tersebut tanpa
menghubungkannya dengan konsep-konsep atau pengetahuan yang telah ada dalam
struktur kognitifnya, dalam hal ini terjadi belajar hafalan. Belajar menghafal
diperlukan apabila dalam struktur kognitif siswa belum ada konsep atau informasi
baru yang dipelajari.
Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa belajar bermakna pada
intinya merupakan proses mengkaitkan informasi baru yang diperoleh siswa pada
konsep-konsep relevan yang terdapat dalam struktur kognitif siswa tersebut. Belajar
dengan mengasosiasikan konsep atau informasi baru ke dalam skema yang dimiliki
siswa adalah sangat penting. Dalam kegiatan belajar, siswa mengkonstruksi apa yang
commit to user
dan bahkan mengubahnya. Belajar tidak hanya sekedar proses menghafal semata
tetapi lebih pada kebermaknaan/memberi manfaat pada siswa.
Teori ini sesuai dengan komponen CTL yang pertama yaitu konstruktivis.
Suatu contoh pembelajaran pada sub bab perpindahan kalor, siswa sering
memengang alat dapur yang dilapisi plastik dengan yang tidak dilapisi plastik ketika
alat tersebut digunakan untuk memasak. Dari pengalaman tersebut diperoleh
pengetahuan bahwa, alat yang tidak dilapisi plastik akan terasa panas dan sebaliknya
alat yang dilapisi plastik akan terasa tidak panas, setalah melakukan pembelajaran
diperoleh konsep bahwa plastik termasuk benda yang jelek menghantarkan kalor
sedangkan logam termasuk benda yang baik menghantarkan kalor. Kemudian kedua
pengalaman tersebut dikonstrukkan/dikaitkan sehingga menjadi pengetahuan yang
kuat, dengan demikian terjadilah belajar bermakna.
4. Contextual Teaching and Learning (CTL)
Pembelajaran kontekstual adalah pembelajaran yang memungkinkan siswa
TK sampai SMA untuk menguatkan, memperluas, dan menerapkan pengetahuan dan
keterampilan akademik mereka dalam berbagai macam tatanan dalam sekolah dan
luar sekolah agar dapat memecahkan masalah dunia nyata atau
masalah-masalah yang disimulasikan (university of Washington dalam Trianto, 2007).
Menguatkan pengetahuan dapat terjadi dalam pembelajaran kontekstual karena siswa
menghubungkan teori baru yang didapat dengan pengalaman yang sudah diperoleh
sebelumnya. Memperluas pengetahuan dapat terjadi karena dalam pembelajaran
kontekstual siswa diharapkan dapat belajar dalam kelompok belajar (learning
commit to user
Pembelajaran kontekstual adalah konsep belajar yang membantu guru
mengaitkan antara materi yang diajarkannya dengan situasi dunia nyata siswa dan
mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan
penerapannya dalam kehidupan mereka sehari-hari, dengan melibatkan tujuh
komponen utama pembelajaran kontekstual yakni: pemodelan (modeling), inkuiri
(inquiry), konstruktivisme (contructivism), bertanya (questioning), masyarakat
belajar (learning community), refleksi (reflection), dan penilaian autentik (authentic
assesment).
a. Pemodelan(modeling)
Dalam sebuah pembelajaran keterampilan atau pengetahuan tertentu, ada
model yang bisa ditiru oleh siswanya, misalnya guru memodelkan langkah-langkah
melakukan percobaan pemuaian panjang dengan demonstrasi sebelum siswa
melakukan suatu tugas tertentu. Guru bukan satu-satunya model, pemodelan dapat
dirancang dengan melibatkan siswa, seorang bisa ditunjuk untuk memodelkan
sesuatu berdasarkan pengalaman yang diketahuinya.
b. Inkuiri(inquiry)
Pengetahuan dan keterampilan yang diperoleh siswa diharapkan bukan hasil
mengingat seperangkat fakta-fakta, tetapi hasil dari menemukan sendiri. Guru harus
merancang kegiatan yang merujuk pada kegiatan menemukan, misalnya: melakukan
penyelidikan terhadap perubahan wujud zat, dari pemodelan yang dilakukan guru
siswa diharapkan dapat merumuskan masalah, membuat hipotesis, kemudian
melakukan penyelidikan untuk mendapatkan data, analisis data, dan menarik
commit to user
setiap fase perubahan wujud. Menurut Kinsvatter, Wilen, dan Ishler dalam Paul
Suparno (2007: 65), “langkah-langkah metode inkuiri meliputi, identifikasi
persoalan, membuat hipotesis, mengumpulkan data, menganalisa data, dan membuat
kesimpulan”. Langkah-langkah tersebut hampir sama dengan metode ilmiah, karena
pada dasarnya kegiatan inkuiri merupakan kegiatan ilmiah.
c. Bertanya(questioning)
Belajar dalam pembelajaran dipandang sebagai kegiatan guru untuk
mendorong, membimbing, dan menilai kemampuan berpikir siswa. Bagi siswa,
kegiatan bertanya merupakan bagian penting dalam melaksanakan pembelajaran
yang berbasis inkuiri, yaitu menggali informasi, mengkonfirmasikan sesuatu yang
sudah diketahui, dan mengarahkan perhatian pada aspek yang belum diketahuinya.
Misalnya dalam proses perubahan wujud zat, pertanyaan yang dapat diajukan adalah
mengapa, bagaimana, perubahan wujud zat dapat terjadi dan lain sebagainya.
d. Konstruktivisme(contructivism)
Pendekatan ini pada dasarnya menekankan pentingnya siswa membangun
sendiri pengetahuan mereka lewat keterlibatan aktif proses belajar mengajar. Proses
belajar mengajar lebih diwarnaistudent centered daripada teacher centred. Sebagian
besar waktu proses belajar mengajar berlangsung dengan berbasis pada aktifitas
siswa. Misalnya siswa melakukan pengamatan/percobaan tentang kesetimbangan
panas, dari aktifitas tersebut siswa dapat membangun sendiri pengetahuannya
terhadap konsep kesetimbangan panas dibantu oleh guru sebagai fasilitator proses
commit to user
kesempatan siswa menemukan dan menerapkan idenya sendiri, dan menyadarkan
siswa agar menerapkan strategi mereka sendiri dalam belajar.
e. Masyarakat belajar(learning community)
Konsep masyarakat belajar menyarankan agar hasil pembelajaran diperoleh
dari kerjasama dengan orang lain. Hasil belajar yang diperoleh dari sharing antar
teman, antar kelompok, dan antara yang tahu ke yang belum tahu. Di ruang ini, di
kelas ini, disekitar sini, juga orang-orang yang ada di luar sana, semuanya adalah
anggota masyarakat belajar. Misalnya setelah melakukan pengamatan/percobaan
mengenai pengaruh kalor terhadap suatu zat, siswa diharapkan melakukan diskusi
dengan teman-temannya tentang hasil pengamatan/percobaan yang diperoleh. Dari
hasil diskusi-diskusi yang dilakukan didapatkan kesimpulan-kesimpulan,
kesimpulan-kesimpulan itulah yang menjadi hasil pembelajaran.
f. Refleksi(reflection)
Refleksi adalah cara berpikir tentang konsep-konsep yang baru dipelajari
atau berpikir ke belakang tentang apa-apa yang sudah dilakukan dimasa yang lalu.
Siswa mengendapkan apa yang baru dipelajarinya sebagai struktur pengetahuan baru,
yang merupakan pengayaan atau revisi dari pengetahuan sebelumnya. Refleksi
merupakan respon terhadap kejadian, aktifitas, atau pengetahuan yang baru diterima.
Misalnya siswa melakukan perenungan kembali terhadap proses pembelajaran
perpindahan kalor, pada tahap tersebut apakah siswa mengendapkan pengetahuan
baru dengan tidak membuang pengetahuan lama atau terjadi konflik kognitif pada
diri siswa. Jika pengetahuan yang baru didapatkan sesuai dengan struktur kognitifnya
commit to user
yang sudah ada maka akan terjadi struktur kognitif baru dengan mengganti struktur
lama. Realisasi refleksi berupa, pertanyaan langsung tentang apa-apa yang
diperolehnya hari itu, catatan atau jurnal di buku siswa, kesan dan saran siswa
mengenai pembelajaran hari itu, diskusi, dan hasil karya.
g. Penilaian autentik(authentic assesment)
Assesment adalah proses pengumpulan berbagai data yang bisa memberikan
gambaran perkembangan belajar siswa. Karena assesment merupakan proses
pembelajaran, maka data yang dikumpulkan harus diperoleh dari kegiatan nyata yang
dikerjakan siswa pada saat melakukan proses pembelajaran. Penilaian autentik
menilai pengetahuan dan ketempilan yang diperoleh siswa. Penilaian tidak hanya
guru, tetapi bisa juga teman lain atau orang lain. Misalnya pada saat melakukan
percobaan perubahan wujud zat, aspek yang dinilai seperti, cara siswa merangkai
alat, merumuskan masalah, merumuskan hipotesis, melakukan pengukuran suhu,
menyimpulkan hasil pengamatan dan lain-lain. Karakteristik penilain autentik adalah
dilaksanakan selama dan sesudah proses pembelajaran berlangsung, bisa digunakan
untuk formatif maupun sumatif, yang diukur keterampilan dan performansi, bukan
mengingat fakta, berkesinambungan, terintegrasi, dan dapat digunakan sebagai feed
back.
5. Media Pembelajaran
Proses pembelajaran yang dilaksanakan oleh guru kepada siswa merupakan
interaksi dua arah yaitu antara guru dan siswa. Dalam interaksi tersebut tidak terlepas
dari peran media sebagai alat bantu untuk mempermudah penyampaian informasi
commit to user
dapat digunakan untuk menyalurkan pesan dari pengirim ke penerima yang dapat
merangsang pikiran, perasaan, perhatian dan minat sehingga proses belajar dapat
terjadi”. Media berkembang sebagai alat bantu mengajar yang dapat memberikan
pengalaman konkrit, meningkatkan pemahaman materi dan daya serap yang cukup
tinggi. Setidaknya ada empat fungsi media pembelajaran khususnya media visual
menurut Levied dan Lentz dalam Azhar Arsyad yaitu; fungsi atensi, fungsi afektif,
fungsi kognitif, dan fungsi kompensatoris. Fungsi atensi mengarahkan perhatian
siswa untuk berkonsentrasi kepada isi pelajaran yang berkaitan dengan makna visual.
Fungsi afektif yaitu gambar atau lambang visual dapat menggugah emosi dan sikap
siswa. Fungsi kognitif yaitu gambar atau lambang visual dapat memperlancar
pencapaian tujuan untuk memahami dan mengingat informasi atau pesan. Fungsi
kompensatoris yaitu media pembelajaran berfungsi untuk mengakomodasi siswa
yang lambat menerima dan memahami isi pelajaran yang disajikan dengan teks atau
disajikan secara verbal.
Banyak manfaat yang dapat diambil dari media pembelajaran, seperti:
pembelajaran menjadi lebih menarik perhatian siswa sehingga dapat menumbuhkan
motivasi belajar. Bahan ajar yang disampaikan dalam pembelajaran menjadi lebih
jelas maknanya terutama pada materi-materi yang bersifat abstrak. Penyajian yang
disampaikan guru dalam pembelajran menjadi lebih bervariasi, sehingga tidak
membosankan.
Media memengang peranan penting dalam pembelajaran pada hal-hal tertentu.
Untuk obyek yang terlalu besar dapat diganti dengan media gambar, film atau model.
commit to user
film atau gambar. Untuk gerak yang terlalu lambat atau terlalu cepat dapat dibantu
dengan rekaman ulang yang dipercepat atau diperlambat. Kejadian atau peristiwa
masa lalu bisa ditampilkan lagi lewat rekaman film, video, film bingkai atau foto.
Obyek yang terlalu kompleks dapat disajikan dengan model atau diagram. Konsep
dengan cakupan yang terlalu luas dapat disajikan dalam bentuk film atau video. Film
atau video juga memiliki keunggulan karena bersifat lebih menghibur.
Berdasarkan karakteristiknya media dibagi menjadi: a) Media grafis termasuk
didalamnya adalah gambar/foto, sketsa, diagram, bagan, grafik, kartun dan KIT IPA,
poster, papan panel dan bulletin; b) Media audio termasuk dalam jenis ini adalah
radio, tape recorder, laboratorium bahasa; c) Media proyeksi termasuk dalam jenis
transparansi, proyektor dan film.
6. Media Pembelajaran Animasi
Kata animasi berasal dari kata animation yang berasal dari kata dasar to
anime di dalam kamus berarti menghidupkan. Secara umum animasi merupakan
suatu kegiatan menghidupkan, menggerakkan benda mati. Suatu benda mati diberi
dorongan, kekuatan, semangat dan emosi untuk menjadi hidup atau hanya berkesan
hidup. Perkembangan dunia animasi komputer yang pesat dewasa ini memerlukan
waktu puluhan tahun dalam proses penciptaannya. Animasi secara harfiah berarti
membawa hidup atau bergerak. Secara umum menganimasi suatu objek merupakan
kegiatan untuk menggerakkan objek tersebut agar menjadi hidup. Animasi mulai
dikenal sejak populernya media televisi yang mampu menyajikan gambar-gambar
bergerak hasil rekaman kegiatan dari makhluk hidup, baik manusia, hewan, maupun
commit to user
Perkembangan animasi semenjak munculnya pertelevisian, pada awalnya
diciptakan animasi berbasis dua dimensi (2D Animation). Realisasi nyata dari
perkembangan animasi dua dimensi yang cukup revolusioner berupa dibuatnya
film-film kartun. Pembuatan animasi film-film kartun tersebut pada awalnya dikerjakan dengan
membuat sketsa gambar yang digerakkan satu demi satu, jadi kesimpulannya animasi
merupakan suatu gambar objek yang dapat bergerak. Pendesain animasi di komputer
yang lebih umum disebut dengan animator, hanya perlu menganimasikan objek antar
keyframe tidak perlu lagi membuat animasi frame demi frame seperti dalam
pembuatan animasi gambar demi gambar dalam pembuatan kartun film
konvensional. Sedangkan frame-frame antar keyframe tersebut akan diterjemahkan
sendiri oleh komputer menjadi sebuah gerakan seperti yang diinginkan animator.
Perkembangan dunia animasi komputer sekarang sudah sangat pesat, apalagi
sejak diciptakannya animasi berbasis tiga dimensi (3D Animation) yang mempunyai
ukuran panjang, lebar, dan tinggi (Z-axis) maka objek dan pergerakkannya hampir
mendekati kenyataan aslinya. Hanya saja objek tersebut dibuat dunia maya (Virtual
reality). Perkembangan ini juga dilengkapi dengan berbagai perangkat lunak yang
mendukung seperti misalnya Macromedia flash, GIF animation dan corel Rave
sebagai software-software pendukung animasi dua dimensi, sedangkan 3D MAX
Studio, Alias Wave Front AMA, Light Wave, dan cinema 4D, sebagai
software-softwareinti popular pendukung animasi 3 dimensi. Keuntungan yang diperoleh bagi
para pekerja atau bisa juga disebut sebagai animator adalah dalam pembuatan sekuel
film, pembuatan sebuah iklan multimedia, pengisi spesial effect dalam pembuatan
commit to user
Mendesain sebuahweb yang dinamis dan interaktif atau jika dikaji lebih jauh
bahwa seorang animator dapat mengkreasi sebuah objek atau efek yang tidak mampu
dihasilkan camera man misalnya seorang animator mampu membuat visualisasi
angin topan, gunung meletus yang mengeluarkan lava panas, menghidupkan kembali
monster dinosaurus yang sudah punah beberapa abad silam, merobohkan gedung,
membuat pesawat semahal F-16 meledak dan terbakar
Peranan animasi terutama animasi dalam dunia komputer dan peranan
animator sebagai sang arsitek pendesain sebuah animasi cukup memberikan
kemudahan dalam dunia maya. Dengan adanya dukungan software animasi berbasis
3 dimensi ini, maka sutradara tidak perlu lagi mendatangkan seorang aktris atau aktor
yang bayarannya mahal dalam pembuatan film. misalnya cukup dengan mempunyai
foto tampak samping dan tampak depan maka dapat kelihatan mirip dengan aslinya,
dalam bentuk tiga dimensi (3D).
7. KIT IPA
Alat peraga KIT Ilmu Pengetahuan Alam adalah peralatan IPA yang
diproduksi dan dikemas dalam kotak unit pengajaran, yang menyerupai rangkaian
peralatan uji coba keterampilan proses pada bidang studi IPA serta dilengkapi
dengan buku pedoman penggunaannya. Wibawa dan Mukti (1992: 52) mengatakan
bahwa “Media/alat peraga KIT Ilmu Pengetahuan Alam atau loan boxes merupakan
salah satu dari media tiga dimensi”. Media tiga dimensi dapat memberi pengalaman
yang mendalam dan pemahaman yang lengkap akan benda-benda nyata. Loan boxes
adalah kotak yang mempunyai bentuk dan besarnya sesuai dengan keperluan. Kotak
commit to user
KIT Ilmu Pengetahuan Alam adalah kotak yang berisi alat-alat IPA.
Seperangkat peralatan Ilmu Pengetahuan Alam tersebut mengarah pada kegiatan
yang berkesinambungan atau berkelanjutan. Peralatan Ilmu Pengetahuan Alam yang
dirancang dan dibuat ini menyerupai rangkaian peralatan uji coba ketrampilan proses
pada bidang studi Ilmu Pengetahuan Alam. Sebagai alat yang dirancang dan dibuat
secara khusus, maka dapat diartikan bahwa KIT Ilmu Pengetahuan Alam merupakan
suatu sistem yang didesain atau dirancang secara khusus untuk suatu tujuan tertentu.
KIT IPA dibagi menjadi beberapa jenis antara lain: KIT IPA untuk siswa
yang dibutuhkan oleh kelompok-kelompok siswa untuk percobaan, KIT IPA untuk
guru yang dibutuhkan oleh guru untuk percobaan, KIT IPA daftar nama benda-benda
dan bahan-bahan dari lingkungan yang diperlukan untuk percobaan tertentu. KIT
IPA sangat diperlukan dalam pembelajaran IPA karena dengan menggunakan alat
peraga guru dapat terbantu dalam menjelaskan fenomena, fakta mengenai alam.
Menurut winata putra (1999: 272)“Alat peraga dapat membantu siswa untuk berpikir
logis dan sistematis sehingga mereka pada akhirnya mempunyai pola pikiran yang
diperlukan dalam kehidupan sehari-hari”. Alat peraga berfungsi membantu guru
dalam memberikan penjelasan konsep, merumuskan dan membentuk konsep, melatih
siswa dalam keterampilan memberi/percobaan, penguatan konsep pada siswa,
melatih siswa dalam pemecahan masalah, dan mendorong siswa berpikir kritis.
Sebagai langkah awal dalam menggunakan Alat peraga KIT IPA, guru harus
meyakinkan diri bahwa siswa mengetahui nama dari bagian-bagian peralatan yang
berbeda dengan benar. Siswa juga harus mengetahui cara merakit peralatan sesuai