PEMBANGUNAN EKONOMl DI BOGOR BARAT
SEKOLAW PASCA SARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
DENGAN
JNI
SAYA MENYATAKAN BAHWA TUGAS AKHIR "ANALISISPOTENSI EKONOMI DAN STRATEGI PEMBANGUNAN EKONOMI DI
BOGOR BARAT" ADALAH KARYA SAYA SENDIRI DAN BELUM
D m DALAM BENTUK APAPUN KEPADA PERGURUAN TINGGI
MANAPUN. SUMBER INFORMAS1 YANG BERASAL ATAU DIKUTIP
DARI KARYA YANG DITERBITKAN MAUPUN TlDAK DITERBITKAN
DARI PENULIS LAIN TELAH DISEBUTKAN DALAM TEKS DAN
DICANTUMKAN DALAM DAFTAR PUSTAKA DI BAGLAN AKHIR TUGAS
AKIW INI.
TEN1 MARFIANI. Analisis Potensi Ekonomi dan Strategi Pembangunan
Ekonomi di Bogor Barat. (Di bawah bimbingan SRI HARTOYO dan
MANUWOTO).
Salab satu sasaran pembangunan nasional adalah menciptakan pertumbuhan ekonomi dan pemerataan pembangunan, temas.uk di dalamnya pemerataan pendapatan antax daerah. Untuk mencapai sasaran pembangunan tersebut diperlukan perencanaan pembangunan ekonomi yang baik. Hal tersebut disebabkan karena pada umumnya pembangunan ekonomi suatu daerah berkaitan erat dengan potensi ekonomi dan karakteristik yang dimiliki yang pada umumnya berbeda antar satu dengan daerah lainnya. Oleh karenanya, informasi daerah yang lengkap, akurat dan terkini sangat diperlukan untuk mewujudkan sasaran pembangunan tersebut.
Tantangan yang dibadapi kabupaten terutama untuk daerah otonom yang baru adalah peningkatan pendapatan daerah dan kemandirian dalam pembangunan dengan kendala ketersediaan sumberdaya di daerah. Dengan demikian penentuan kebijakan dan strategi pembangunan ekonomi yang tepat sangat diperlukan. Arah penentuan kebijakan dan strategi tersebut adalah tercapainya kriteria-laiteria prioritas pembangunan bempa p e n m a n bentuk-bentuk ketimpangan, kebijakan yang sesuai dengan keinginan masyarakat dan pembangunan yang mampu meningkatkan pertumbuhan daerah.
Kabupaten Bogor mempakan salah satu kabupaten yang akan melakukan pemekaran wilayah. Oleh karena itu, kajian pembangunan daerah ini dimaksudkan
untuk mengenal dan menggali kesiapan suatu wilayah sebagai rekomandasi
pembentukan daerah baru khususnya di bidang ekonomi, kasus di Bogor Barat.
Berdasarkan ha1 itu, "bagaimana kesiapan potensi ekonomi Bogor Barat dan
strategi pembangunan ekonominya mampu menempatkan daerah tersebut memiliki kemandirian dalam pelaksanaan pembangunan?" menjadi pertanyaan utama dalam kajian ini.
Tujuan umum dari kajian ini adalah untuk menganalisis kesiapan potensi
ekonomi di Wilayah Pembangunan Bogor Barat serta memmuskan strategi
pembangunan ekonominya sebagai upaya untuk mewujudkan kemandirian dalam
pelaksanaan pembangunan. Tujuan spesifiknya adalah: (1) menganalisis pusat
pertumbuhan dan pelayanan serta potensi sumberdaya wilayah Bogor Barat untuk
m e n e n t u b pembangunan pusat pelayanan dan daerah-daerah yang mendapat
prioritas &lam perencanaan dan pelaksanaan pembangunan, (2) mengidentifikasi
sektor-sektor basis yang akan diprioritaskan sebagai sektor unggulan sehingga
dapat menjadi penggerak ekonomi di Bogor Barat, dan (3) merancang berbagai
altematif strategi dan prioritas pembangunan ekonomi di Bogor Barat.
Internal (Internal Factor Evaluation-IFE), analisis Matriks Kekuatan-Kelemahan-
Peluang-Ancaman (SWOT), dan analisis Matriks Perencanaan Strategis
Kuantitatif (QSPM).
Secara umum Wilayah Bogor Barat mempunyai potensi ekonomi yang dapat dikembangkan sehingga dapat dijadikan sebagai salah satu faktor utama dalam rekomendasi untuk menjadi kabupaten yang otonom. Potensi ekonomi
tersebut temtama terdapat pada sektor-sektor: (1) pertanian, peternakan,
kehutanan, dan perikanan; dan (2) pertambangan dan penggalian. Sektor-sektor
tersebut memiliki keunggulan nilai kontribusi dalam perbandingan antanvilayah sehingga layak untuk tems dikembangkan dalam meningkatakm perekonomian lokal Wilayah Pembangunan Bogor Barat.
Selain itu, Wilayah Bogor Barat mempunyai beberapa pusat pertumbuhan yang memiliki potensi untuk dikembangkan menjadi penghela bagi pertumbuhan wilayah tersebut. Saat ini, pusat pertumbuhan dan pelayanan tersebut masih terakumulasi di daerah perkotaan seperti Leuwiliang, Cibungbulang, Ciampea serta Ciomas dan Kemang untuk Wilayah Pembangunan Bogor Tengah yang diusulkan menjadi Kabupaten Bogor Barat. Hal tersebut menyebabkan daerah pedesaan relatif mengalami kesulitan dalam memperoleh pelayanan dari fasilitas-fasilitas tersebut. Akibatnya, karena intensitas keterkaitan antara daerah-daerah perkotaan dan pedesaan terbatas maka kesenjangan pun terjadi.
Terdapatnya perbedaan sumberdaya yang ada di masing-masing kecamatan mengakibatkan terjadinya ketimpangan wilayah sehingga kecamatan-
kecamatan tersebut terbagi menjadi kategori wilayah kaya, sedang dan miskin.
Ketimpangan yang disebabkan oleh ketersediaan fasilitas pelayanan sosial ekonomi menyebabkan munculnya wilayah maju berkembang dan tertinggal. Dengan mensejajarkan pengkategorian kecamatan-kecamatan berdasarkan potensi sumberdaya dan fasilitas ekonomi tersebut diperoleh kecamatan-kecamatan yang hams mendapat prioritas dalam pembangunan yaitu kecamatan yang termasuk wilayah potensial, strategis maupun wilayah kritis.
Berdasarkan analisis faktor internal dan eksternal, Wilayah Bogor Barat dalam pembangunan ekonominya menekankan pada stxategi yang bertujuan untuk memperbaiki kelemahan internal dengan memanfaatkan peluang eksternal
(Strategi W-0). Hasil analisis matriks IFE menunjukkan bahwa Wilayah Bogor
Barat masih memiliki kondisi internal yang lemah, yaitu belum mampu memanfaatkan kekuatan yang dimiliki untuk mengatasi kelemahan. Kekuatan utama yang diuniliki Bogor Barat adalah potensi sumberdaya lam yang besar sedangkan kelemahan utama yang dihadapi adalah masih lemahnya jejaring usaha yang berbasis pelaku usaha sehingga sektor perindustrian dan perdagangan di
wilayah tersebut masih belum berkembang dm terdapatnya disparitas
persaingan antar daerah.
Prioritas strategi yang terpilih diantai-anya: (1) pengembangan industri yang menunjang aspek pertanian (agmindustri) sebagai upaya mengoptimalkan pemanfaatan dan pengelolaan SDA secara berkelanjutan dengan memanfaatkan potensi yang dimiliki Kabupaten Bogor (kondisi perekonomian, kebijakan Pemda
Kab.Bogor, letak geografis) serta ke jasama dengan pihak swastaflainnya. (TAS =
6,870); (2) Menemukan dan mempromosikan cika komoditi dan produk unggulan
daerah sehingga memberikan nilai tambah (PDRB dan PAD) bagi masyarakat
daerah dengan menggunakan kriteria potensi nilai tambah langsung suatu
komoditilproduk bagi keluarga miskin. (TAS = 6,848); dan (3) menciptakan iklim
usaha yang kondusif untuk mendukung daerah membangun dengan memperluas
kapasitas fiskal daerah dan memperluas basis produktif sektor ekonomi rakyat.
(TAS = 6,840)
Penelitian mengenai pembangunan di Bogor Barat selanjutnya sebaiknya
diarahkan pada aspek sosial, budaya, politik, kelembagaan, tata ruang wilayah
O Hak Cipta Milik Xnstitut Pertanian Bogor, Tahun 2007
Hak Cipta Dilindnngi
Dilarang mengutip dan memperbanyak tanpa izin tertulis
dari Institut Pertanian Bogor, sebagian atan seluruhnya daIam
PEMBANGUNAN EKONOMI DI BOGOR BARAT
TEN1 MARFIANI
Tugas Akhhir
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Profesional pada
Program Studi Manajemen Pembangunan Daerah
SEKOLAH PASCA SARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
Judul Tugas Akhir : Analisis Potensi Ekonomi dan Strategi Pembauguoan Ekonomi di Bogor Barat
Nama : Teni Marfiani
NRP
: A153044185Disetujui,
Komisi Pembimbing
Dr. Ir. Sri Hartovo. MS Ketua
Dr. Ir. Manuwoto, MSc Anggota
Diketahui,
Ketua Program Studi
Dr. Ir. Yusman Syaukat, MEc
.- .___II_._. ---
,
-.L.S. ., ,>,:: .- s<e.-
KATA
PENGANTAR
Syukur Alhamdulillah Penulis ucapkan kepada Allah SWT atas segala
nikmat yang senantiasa diberikan oleh-Nya. Berkat rahmat serta hidayah-Nya
pula Kajian Pembangunan Daerah ini dapat Penulis selesaikan.
Kajian Pembangunan Daerah bequdul "Analisis Potensi ekonomi dan
Strategi Pembangunan Ekonomi di Bogor Barat" ini disusun sebagai syarat untuk memperoleh gelar Magister Profesional pada Program Studi Manajemen
Pembangunan Daerah, Sekolah Pascasajana Institut Pertanian Bogor. Kajian
yang dilakukan antara lain meliputi identifikasi sektor-sektor unggulan yang dapat
dirioritaskan di Bogor Barat; analisis pusat pertumbuhan dan pelayanan serta
sumberdaya wilayah; dan rumusan altematif strategi pembangunan ekonomi di
Bogor Barat.
Dalam penyusunan kajian ini Penulis banyak mendapatkan bantuan,
bimbingan serta pengetahuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, Penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak atas dukungan dan bantuan yang
telah diberikan dalam menyelesaikan kajian ini.
Semua koreksi serta saran yang bersifat membangun dari semua pihak
sangat Penulis harapkan. Besar harapan Penulis agar tugas akhir ini dapat
bermanfaat bagi semua pihak.
Alhamdulillahirobbila'laniitz, atas nikrnat dari Allah SWT akhirnya Kajian Pembangunan Daerah ini dapat penulis selesaikan. Segala pujian dan ucapan yang baik hanya ditujukan kepada Allah SWT. Banyak pihak yang telah inemberikan bantuan berupa bimbingan, dukungan, tenaga maupun bantuan materi selama penpsunan kajian ini. Oleh karena itu penulis mengucapkan terima kash yang setulus-tulusnya, semoga amal baik semua pihak yang telah mnemnberikan bantuannya mendapat balasan yang setimpal dari Allah SWT. Ucapan terima kasih Penulis sampaikan kepada:
1. Dr. Ir. Sri Hartoyo, MS dan Dr. Ir. Manuwoto, MSc sebagai Kornisi' Pembimbing.
2. Dosen Penguji Sidang Koinisi, Dr. Ir. Parulian Hutagaol, MS.
3. Ketua Program Studi Manajeinen Pembangunan Daerah: Dr. Ir. Yusman Syaukat, serta wakil ketua Mec: Dr. Ir. Dedi Budiman Hakim, MAEc dan Ir. Lukman M. Baga, MAEc atas kesempatan untuk melanjutkan pendidikan, serta dukungan dan bantuan selana Penulis melaksanakan tugas belajar sampai penyelesaian Kajian Pembangunan daerah h i .
4. Orang tua Penulis: H. Ruswans dan Hj. Tuti Hartati yang telah membesarkan, mnendidik, memberikan kepercayaan, rasa cinta dan rasa ainan kepada Penulis. Juga kepada adik-adik: Dini dan Teguh, dan seluruh keluarga besar penulis, terimna kasih atas dukungamya.
5. Lufiy D. Swtanto, ST atas semua ketulusamya; beserta selumh keluarga, terimakasih atas dukungamya.
7. Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten Bogor; Ketua Komisi A, Ketua Komisi B dan Ketua Komisi C; beserta seluruh anggota dan staf DPRD Kabupaten Bogor atas bantuannya.
8. Sekpri Bupati Bogor, Drs. M. Makrnur Rozak atas ilmu, pengalaman, bimbingan dan semua bantuannya.
9. Kasubdit Pengembangan dan Evaluasi Bappeda Kabupaten Bogor, Bapak M. Zairin atas semua pengetahuan dan bantuannya.
10. Bapak Trim Turangga, staf Disperindag Kabupaten Bogor atas semua bantuan dan kerjasamanya.
11. Ibu Raru Naila Muna. SF, Anggota Kolnisi C DPRD Kabupaten Bogor atas semua pengalaman, dukungan dan bantuannya.
12. Pihak-pihak yang telah membantu penulis: staf DPRD Kabupaten Bogor: Bapak Zahhary dan Bapak Jurnta; Ajudan Ketua DPRD Kabupaten Bogor, Bapak Ridwan; Sekpri Ketua DPRD kabupaten Bogor, Bapak Bambang; Pendamping Kornisi A, Ibu Emi; Pendarnping Komisi C, Bapak Deni; Bapak Endans Darmawan (Staf Dispenda Kabupaten Bogor); dan Bapak Yana (KPPKBB).
13. Rekan-rekan di Manajemen Pembangunan Daerah kelas Bogor I: Bunda Rita, Ibu Yuni, Bapak Makmur, Bapak Rendra, Kang Erwin, Pak Robert, Pak Cardiman, Ka Adam, Kang Asep Aang: Kang Abas, Teh Risna, Ibu Nana, Pak Eko, Wahyu, Pa Al-Muhdar, Ka Hastan. Juga kepada Rekan-rekan MPD kelas Bogor 11.
14. Pengurus dan Sekretariat MPD: A. Faroby Faletehan, SP, Msi; Lina Fitriani Amd; dan Fieta Resnia Handayani; serta kepada Kang Yadi atas selnua bantuannya. Juga kepada staf Pascasarjana Penyelenggaraan khusus: Teh Wiwin, Mas Iwan, dan Mas Didi (OB).
Penulis lahir di Bogor pada tanggal 19 Maret 1982 sebagai anak pertama
dari tiga bersaudara pasangan Ruswana dan Tuti Hartati. Pada tahun 1994 penulis
menyelesaikan pendidikan &?sar di SD Negeri Sirnagalih I1 Kabupaten Bogor
setelah sebelurnnya menyelesaikan pendidikan Taman Kanak-kanak di TK Tunas
Islam Banjar Kabupaten Ciamis. Selama tiga tahun penulis mendapatkan
pendidikan menengah di SMF' Negeri 3 Bogor dan lulus pa& tahun 1997. Tiga
tahun kemudian, tahun 2000 penulis lulus dari SMU Negeri 3 Bogor.
Penulis diterima sebagai mahasiswa Program Studi Ekonomi Pertanian
dan Sumberdaya, Departemen Ilmu-ilmu Sosial Ekonomi, Fakultas Pertanian,
Institut Pertanian Bogor melalui jalur USMI dan lulus pa& bulan Oktober Tahun
2004. Selama menjadi mahasiswa penulis aktif dalam kegiatan kemahasiswaan
disamping kegiatan asistensi. Penulis menjadi asisten Mata Kuliah Ekonomi
Umum maupun Ekonomi Dasar selama enam semester. Pada tahun 2005, penulis
mendapatkan Beasiswa Pen& dari Magister Manajemen Pembangunan Daerah
Institut Pertanian Bogor untuk melanjutkan pendidikan pada Program Studi
Manajemen Pembangunan Daerah, Sekolah Pascasajana, Institut Pertanian Bogor
DAFTAR
IS1
Halainan
DAFTAR TABEL
...
xviiDAFTAR GAMBAR
...
xixDAFTAR LAMPIRAN
...
xxI
.
PENDAHULUAN...
11.1. Latar Belakang
...
11.2. Perumusan Masalah
...
41.3. Tujuan dan Kegunaan
...
9I1
.
TINJAUAN PUSTAKA...
11I11
.
METODOLOGI KAJIAN...
. .
3.1. Kerangka Pelnlkvan...
3.2. Metode Penelitian...
3.2.1. Lokasi Penelitian...
3.2.2. Metode Pengumpulan Data...
...
3.2.3. Metode Pengolahan dan Analisis Data...
3.2.3.1. Metode Location Quotient (LQ) 3.2.3.2. Metode Skalogran...
. .
...
3.2.3.3. Sistem Limpitan Sejajar...
3.3. Metode Perancangan Program 3.3.1. Analisis Matriks Evaluasi Faktor Internal - Eksternal (IFE - EFE)...
3.3.2. Analisis Matriks Kekuatan - Kelemahan - Ancaman - Peluang (SWOT)...
...
3.3.3. Analisis Matriks Perencanaan Strategi Kuantitatif...
.
IV GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 51...
4.1. Administrasi Pemerintahan dan Wilayah Pelayanan 51 4.2. Kondisi Fisik Wilayah...
524.4.1. Potensi Suinberdaya Manusia
...
4.4.2. Potensi Sumberdaya Alam...
4.4.3. Potensi Perdagangan dan Perindustrian
...
4.5. Kebijakan Pemban gunan Daerah...
4.5.1. Kebijakan Pembangunan Kabupaten Bogor
...
4.5.2. Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Bogor
...
4.5.3. Pemekaran Wilayah Kabupaten Bogor
...
V
.
KETIMPANGAN ANTAR WILAYAH PEMBANGUNANPEMBANGUNAN DI BOGOR BARAT
...
5.1. Ketimpangan Sumberdaya Pembangunan Berdasarkan AnalisisHirarki Potensi Sumberdaya Wilayah Kaupaten Bogor
...
5.1.1. Wilayah Kaya di Daerah Bogor Barat
...
...
5.1.2. Wilayah Sedang di Daerah Bogor Barat
5.1.3. Wilayah Miskin di Daerah Bogor Barat
...
5.2. Ketimpangan Kegiatan Pembangunan Berdasarkan Analisis Hirarki Fasilitas Sosial Ekonomi di Kabupaten Bogor...
5.3. Analisis Sistem Limpitan Sejajar...
VI
.
PUSAT PERTUMBUHAN DAN PENYEBARAN FASILITAS DIWILAYAH BOGOR BARAT
...
6.1. Pusat Perhunbuhan dan Pelayanan di Wilayah Bogor Barat
...
6.2. Penyebaran Sarana dan Prasarana Pembangunan
...
W
.
ANALISIS POTENSI PEREKONOMIAN LOKAL DI WILAYAHBOGOR BARAT
...
7.1. Perkembangan dan Struktur Ekonomi Kabupaten Bogor
...
7.2. Perkembangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Kabupaten Bogor
...
7.3. Potensi Sektor Ekonomi Wilayah Pembangunan Bogor Barat Kabupaten Bogor
...
VIII
.
PERUMUSAN ALTERNATIF STRATEGI PEMBANGUNANEKONOMI WILAYAH BOGOR BARAT
...
8.1. Analisis Lingkungan Internal dan Ekstemal
...
8.1.1. Analisis Lingkungan Intemal...
8.1.2. Analisis Lingkungan Ekstemal
...
8.2.1. Matriks Evaluasi Faktor Internal (IFE Matrix)
...
8.2.2. Matriks Evaluasi Faktor Eksternal (EFE Matrix)
...
8.3. Tahap Pencocokan
...
8.3.1. Strategi Strength - Opportunity (S - 0)...
8.3.2. Strategi Weakness - Opportunity (W - 0 )...
8.3.3. Strategi Strength
-
Threats (S-
T)...
8.3.4. Strategi - Weakness - Threats (W - T)...
...
8.4. Tahap Pengambilan KeputusanIX
.
KETERKAITAN ANTARA ALTERNATIF STRATEGI PEMBANGUNAN EKONOMI DAN IDENTIFIKASI WILAYAH BOGOR BARAT...
9.1. Kebijakan Pembangunan Sektoral
...
9.2. Wilayah Prioritas Pelbangunan...
9.3. Strategi Pernbangunan Ekonolni...
X
.
KESIMPULAN DAN SARAN...
...
10.1. Kesimpulan10.2. Saran
...
Nomor Halaman
Pengganda Pendapatan Jangka Pendek per Sektor Perekonomian di Wilayah Pembangunan Bogor Barat 2002 . 2005
...
Penyebaran Fasilitas Berdasarkan Wilayah Pembangunan di Kabupaten Bogor Tahun 2005...
Pengembangan Kecamatan Berdasarkan Ketersediaan Fasilitas per Wilayah Pembangunan di Kabupaten Bogor Tahun 2005...
Investasi dan Keluarga Miskin per Wilayah Pembangunan di Kota BogorNomor Halaman Teks
.
1
.
Kerangka Pemikiran...
272
.
Alur Metode Kajian Pembangunan Daerah...
283
.
Bentuk Matriks W E...
424
.
Bentuk Matriks IFE...
455
.
Bentuk Penilaian Bobot Faktor Strategis Internal Wilayah...
456
.
Bentuk Penilaian Bobot Faktor Strategis Ekstemal Wilayah...
467
.
Matriks SWOT...
478
.
Format Matriks Perencanaan Strategis Kuantitatif (QSPM)...
49...
9.
Struktur Mata Pencaharian Penduduk di Kabupaten Bogor Tahun 2004 56 10.
Struktur Penduduk di Kabupaten Bogor Tahun 2004...
5911
.
Jumlah Keluarga Pra sejahtera . Sejahtera di Kabupaten Bogor Tahun 2004.
62 12.
Persentase Potensi Sumberdaya Wilayah di Kabupaten Bogor...
6313
.
Persentase Jumlah Kecamatan Berdasarkan Potensi Sumberdaya di Kabupaten Bogor Tahun 2005...
8114
.
Persentase Jumlah Kecamatan Berdasarkan Penyebaran Fasilitas Sosial Ekonomi di Kabupaten Bogor Tahun 2005...
9515
.
Jumlah Kecamatan Potensial. Strategis. dan Kritis pada masing-masing Wilayah Pembangunan di Kabupaten Bogor Tahun 2005...
9916
.
Estimasi Laju Pertumbuhan PDRB di Wilayah Pembangunan Bogor Barat...
sampai dengan Tahun 2008 115 17.
S t u b Ekonomi Wilayah Pembangunan Bogor Barat Tahun 2005...
11618
.
Estimasi PDRB per Kapita di wilayah Pembangunan Bogor Barat sampai dengan Tahun 2008...
...
11819
.
Profil Strategi Pembangunan Ekonomi di Bogor Barat...
150DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
1
.
Peta Wilayah Pembangunan Kabupaten Bogor...
1952
.
Potensi Sumberdaya Wilayah per Sektor Perekonomian di Kabupaten Bogor...
1963
.
Persentase Potensi Perekonomian di Masing-masing Kecamatan di Bogor Barat tahun 2005...
1974
.
Penyebaran Fasilitas Pelayanan (Skalogram) di Kabupaten Bogor...
1985
.
Penyebaran Fasilitas Pelayanan (Skalogram) di Bogor Barat...
1996
.
Hirarki Sarana dan Prasarana Pelayanan di Pusat-pusat Pettumbuhan dan Pelayanan Kabupaten Bogor tahun 2005...
2007
.
Hiratki Fasilitas Pelayanan Kabupaten Bogor Tahun 2005...
2018
.
Produk Domestik Regional Bmto Kabupaten Bogor...
2029
.
Produk Domestik Regional Bmto Wilayah Pembangunan Bogor Barat...
20310
.
Hasil Perhitungan LQ per Sektor Perekonomian di Wilayah Pembangunan Bogor Barat...
20411
.
Rating Faktor Stratrgis Internal dan Eksternal Wilayah Bogor Barat...
20512
.
Nilai Bobot Strategis Internal dan Ekstemal Wilayah Bogor Barat...
20613
.
Mattiks IFE dan EFE Wilayah Bogor Barat...
2071.1. Latar Belakang
Pembangunan nasional di Indonesia merupakan salah satu upaya
pencapaian cita-cita masyarakat menuju ke keadaan yang lebil~ baik.
Pembangunan tersebut meliputi segala bidang dan seluruh lapisan inasyarakat di
seluruh wilayah Indonesia. Keberhasilan pembangunan daerah, sebagai salah satu
bagian dari peinbangunan nasional, akan dicapai dengan baik jika didukung oleh
perencanaan yang baik pula. Dengan demikian, suatu perencanaan strategis dalain
pembangunan daerah sangat diperlukan sebagai upaya mendukung keberhasilan
pernbangunan nasional.
Kebijakan pembangunan yang h a n g tepat pada akhirnya dapat
menimbulkan ketimpangan pembangunan. Ketimpangan pembangunan tersebut
inenimbulkan ketidakpuasan masyarakat terutcuna ketidakpuasan dalam pelayanan
publik dari pemerintah. Pola pembangunan yang cenderung menciptakan
disparitas tersebut salah satunya mendorong pembentukan daerah otonom baru.
Selain permasalahan-pernasalahan pembangunan, populasi penduduk yang besar
d m luas wilayah yang luas pun menjadi latar belakang adanya tuntutan
pembentukan daerah otonom. Berdasarkan data dari Direktorat Jenderal Otonomi
Daerah (2005), sampai dengan tahun 2005 sejak otonorni daerah dilaksanakan,
telah terbentuk lima propinsi baru dan 98 kabupatenlkota baru.
Keberhasilan petnekaran wilayah terkait dengan kesiapan daerah itu
sendiri, kesiapan tersebut ineliputi kesiapan administrasi, ekonoini, teknis dan
tersebut dapat menciptakan kemandirian dengan tidak menciptakan konflik
dengan daerah induknya serta mampu mempercepat temjudnya kesejahteraan
masyarakat disamping sebagai sarana pendidikan politik di tingkat lokal. Oleh
karena itu, ketika pemerintah membuat Peraturan Pemerintah Nomor 129 Tahun
2000 tentang pemekaran, banyak inasyarakat berharap pemekaran tersebut dapat
menjadi jawaban bagi permasalahm-permasalahan pembangunan yang terjadi
terutama perrnasalahan pelayanan publik dan percepatan pertumbuhan ekonomi.
Salah satu daerah yang akan melakukan pemekaran adalah Kabupaten
Bogor. Pemerintah Daerah Kabupaten Bogor (2003) inengelompokkan wilayah
Kabupaten Bogor ke dalam tiga wilayah pembangunan yaitu wilayah Bogor Barat
yang mencakup sebelas kecamatan ditamhah tiga kecainatan baru hasil
pemekaran, wilayah Bogor Tengah yang mencakup 18 kecamatan ditambah dua
kecainatan baru hasil pemekaran dan wilayah Bogor Timur yang mencakup tujuh
kecamatan. Rencana pembentukan daerah otonom tersebut dilaksanakan di
Wilayah Pembangunan Bogor Barat. Namun, Komite Persiapan Pembentukan
Kabupaten Bogor Barat (2005) mengusulkan 20 kecamatan yang akan tergabung
ke dalam "Kabupaten Bogor Barat".
Latar belakang rencana pembentukan Kabupaten Bogor Barat antara lain
Kabupaten Bogor sebagai kabupaten induk memiliki populasi yang besar, luas
wilayah yang luas dan pennasalahan pembangunan seperti adanya ketimpangan
pembangunan. Bappeda Kabupaten Bogor (2005) melaporkan bahwa disparitas
pembangunan antar wilayah terjadi di Kabupaten Bogor. Berdasarkan luas
wilayah, Wilayah Kabupaten Bogor inemiliki luas 2.301,95
km2.
Sementararentang manajemen menjadi terbatas sehingga program-program akselerasi
pembangunan Bogor Barat menjadi sulit diwujudkan. Disparitas pembangunan
tersebut memunculkan adanya keinginan untuk menata kembali kebijakan
pelnbangunan Kabupaten Bogor dengan pembentukan Kabupaten Bogor Barat
bagi pemeralaan pembangunan di Kabupaten Bogor.
Meskipun demikian, pembentukan daerah otonom bukan satu-satunya
langkah untuk mengatasi disparitas pembangunan. Oleh karena itu kajian rencana
pembangunan pada daerah otonom diperlukan agar disparitas pembangunan tidak
kembali terjadi dalam daerah otonom tersebut. Memperhatikan persoalan yang
terjadi di daerah otonoln yang baru menjadi ha1 yang penting, terutama yang
mencakup berbagai perbedaan potensi ekonomi dan pengaruhnya terhadap
perkembangan ekonomi secara menyeluruh.
Salah satu dampak pcmekaran bagi kabupaten induk adalah dampak
ekonomi. Potensi sumberdaya alam yang harus dibagi dengan wilayah yang
dimekarkan mengakibatkan terjadinya pergeseran kegiatan ekonomi, menurunnya
nilai Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) dan Pendapatan Asli Daerah
(PAD) serta terjadinya perebutan aset wilayah. Oleh karena itu, analisis potensi
ekononli penting untuk mengukur kesiapan daerah sesuai dengan syarat teknis
dasar pembentukan daerah yang ditetapkan Direktorat Jenderal Otonomi Daerah.
Kemampuan ekonomi yang terdiii dari kriteria Produk Domestik Regional Bruto
dan Penerimaan Daerah Sendiii merupakan indikator utama dari syarat teknis
Kajian pernbangunan daerah ini dimaksudkan untuk mengenal dan
menggali kesiapan suatu wilayah sebagai rekomandasi pembentukan daerah baru
khususnya di bidang ekonomi, kasus di Bogor Barat. Berdasarkan ha1 itu,
"bagaimana kesiapan potensi ekonomi Bogor Barat dan strategi pembangunan
ekonominya lnampu menempatkan daerah tersebut memiliki kemandirian dalaln
pelaksanaan pembangunan?" menjadi pertanyaan utarna dalam kajian ini.
1.2. Perurnusan Masalah
SaIah satu sasaran pembangunan adalah terciptanya pertumbuhan ekonomi
dan pemerataan pembangunan. Sasaran tersebut bukan ha1 yang mudah untuk
dicapai karena pada umumnya pembangunan ekonomi suatu daerah berkaitan erat
dengan potensi ekonomi dan karakteristik daerahnya. Di lain pihak, potensi
ekonomi dan karakteristiknya berbeda-beda untuk masing-masing daerah. Dengan
demikian, perbedaan potensi dan karakteristik daerah dapat membedakan strategi
dan kebijakan pembangunan yang dilaksanakan. Latar belakang yang berbeda
tersebut memberikan konsekuensi terhadap keberagaman kinerja daerah dalam
pelaksanaan dan pencapaian tujuan pembangunan. Perbedaan kiierja selanjutnya
akan menyebabkan ketimpangan pembangunan antarwilayah.
Ketimpangan pembangunan antarwilayah dapat dilihat dari perbedaan
tingkat kesejahteraan, perkembangan ekonomi antarwilayah dan aksesibilitas
pelayanan khususnya sarana dan prasarana ekonomi. Data BPS tahun 2004
menunjukkan bahwa angka kemiskian di DKI
Jaws
hanya sekitar 3,18 persen,sedangkan di Papua sekitar 38,69 persen. Ketimpangan pelayanan sosial dasar
sedangkan penduduk di NTB rata-rata hanya bersekolah selama 5,8 tahun. Hanya
sekitar 30 persen penduduk Jakarta yang tidak mempunyai akses terhadap air
bersih, tetapi di Kalimantan Barat lebih dari 70 persen penduduk tidak
mempunyai akses terhadap air bersih. Dari sisi perkembangan ekonomi, laju
pertumbuhan PDRB pra~insi di Jawa dan Bali pada tahun 2004 sebesar 10,71
persen, provinsi di Sumatra sebesar 7,78 persen, provinsi di Kalimantan 5,72
persen, provinsi di Sulawesi sebesar 11,22 persen, dan provinsi di Nusa Tenggara,
Maluku dan Papua sebesar 4,34 persen (Bappenas, 2006).
Di Kabupaten Bogor, ketimpangan pembangunan salah satunya dapat
dilihat dari penyebaran penduduk miskin yang jumlahnya relatif lebih banyak di
wilayah Bogor Barat. Tabel 1 menunjukkan jumlah penduduk total dan jumlah
penduduk miskin di Bogor Barat pada tahun 2005. Berdasarkan tabel tersebut,
meskipun jumlah penduduk di Bogor Barat hanya berjumlah 34,16 persen dari
seluruh jumlah penduduk di Kabupaten Bogor, jumlah penduduk miskiiya lebih
dari 50 persen (56,26%) dari seluruh jumlah penduduk miskin yang ada di
Kabupaten Bogor. Begitupun dengan jumlah keluarga miskii yang berjumlah
55,94 persen dari seluruh jumlah keluarga miskin yang ada di Kabupaten Bogor.
Terbatasnya rentang manajemen pembangunan daerah di Kabupaten
Bogor untuk wilayah Bogor Barat yang disebabkan oleh luas wilayah yang terlalu
luas dan jumlah penduduk yang terlalu padat juga menyebabkan ketimpangan
dalam ha1 tingkat pelayanan. Tingkat pelayanan seperti prasarana jaringan jalan
wilayah tnasih belum memadai dari kebutuhan penduduk. Pemerintah Daerah
jalan kabupaten di wilayah Bogor Barat yang kondisinya baik. Sementara 40,38
persen dalam keadaan rusak berat. Selebihnya 17,52 persen dalam kondisi sedang
dan 7,48 persen rusak ringan.
Tabel 1. Populasi Penduduk dan Jumlah Penduduk Miskm di Wilayah Pembangunan Bogor Barat tabun 2005
URAIAN
I'enduduk (Jiwa)
Kepala Keluarga (KK)
Sumber : Pemerintah Daerah Kabupaten Bogor, 2005.
Penduduk Miskin (Jiwa)
Petnbangunan yang telah dilaksanakan inenyebabkan disparitas ekonotni
563.602
1
56,261
1.001.805di wilayah Bogor Barat, sementara potensi ekonomi di wilayah tersebut
Kab. Bogor
JumIah
3.S69.054
869.645 Bogor Barat
inerupakan kekuatan internal dalam proses petnbangunan. Potensi ekonoini di
Jumlah
1.650.081
287.956
wilayah Bogor Barat dapat dioptunalkan dengan suatu perencanaan strategis.
%*
34,16
33,86
Salah satu kebijakan pemerintah untuk menggali potensi suatu daerah adalah
dengan memberikan kesempatan untuk mengelola sendiri potensi ekonominya.
Dalam pelaksanaannya diperlukan suatu kajian, khususnya kajian ekonorni, agar
daerah tersebut siap untuk mencapai suatu kemandirian dalam pembangunan.
Pembangunan daerah ditujukan untuk meningkatkan kesejahteraan
inasyarakat melalui pemanfaatan potensi sumberdaya yang kualitas maupun
kuantitasnya berbeda di masing-masing daerah. Hal tersebut, menimbukan
perbedaan dalam ha1 potensi pengembangan dan pertumbuhan antar wilayah.
aliran sumberdaya tersebut telah mengakibatkan perbedaan potensi sumberdaya
antar kecamatan ataupun antar sektor.
Menelaah pembangunan dengan memperbatikan persoalan yang terjadi di
masing-masing kecamatan meliputi penelaaban terhadap perbedaan keadaan
potensi ekonomi serta pengaruhnya terhadap perekonomian secara keseluruhan.
Perekonomian daerah dipengaruhi oleh perekonomian daerah lain sehiigga untuk
merumuskan kebijakan ekonomi di Bogor Barat, identifkasi keadaan dan kondisi
perekonomiannya sangat diperlukan. Kajian ini difokuskan pada potensi ekonomi'
yang meliputi potensi surnberdaya alam, potensi sumberdaya manusia yang
dicerminkan oleh karakteristik tenaga kerja, tingkat pendapatan daerab, serta
sarana dan prasarana pembangunan. Dengan demikian, permasalahan spesifk
yang dapat dikemukakan dalam kajian ini adalah "potensi ekonomi mana yang
merupakan potensi unggulan sehingga dapat menjadi penggerak perekonomian di
Bogor Barat?'.
Evaluasi perkembangan pembangunan antarkecamatan mengindikasikan
garnbaran umum mengenai kemajuan pembangunan di masing-masing kecamatan.
Secara umum dapat dikemukakan bahwa semakin besar jumlah penduduk maka
semakin banyak jumlah fasilitas yang dibutuhkan. Keberadaan pusat pertumbuhan
dan pelayanan dalam suatu wilayah kecamatan
akan
memberikan keuntungan-keuntungan dari adanya aglomerasi fasilitas pelayanan tersebut. Semakin
berkembang suatu kecamatan maka daya penarik kecamatan semakin besar
sehingga kecenderungan yang terjadi adalah pernusatan kegiatan ekonorni di
Penentuan arah pembangunan daerah selain ineinpertimbangkan
penyebaran alokasi kegiatan-kegiatan pembangunan dan hasil-hasilnya termasuk
penyebaran pusat pelayanan, juga inempertimbangakan perbedaan penyebaran
potensi dan sumberdaya alam yang dimiliki suatu daerah. Dari penyebaran
tersebut dapat diketahui ketirnpangan spasial yang terjadi. Kecamatan yang
kurang berkeinbang dipr:oritaskan dalaln rangka memeratakan peinbangunan dan
hasil-hasilnya sedangkan kecamatan yang berkembang diprioritaskan karena
wilayah tersebut memiliki potensi pertumbuhan untuk tumbuh di atas kekuatan
sendiri dan dapat mendorong pertumbuhan wilayah belakangnya. Hal itu secara
tidak langsung dapat meningkatkan interaksi spasial baik internal maupun
eksternal yang mendukung perkembangan daerah tersebut. Terkait dengan
penangulangan ketirnpangan pembangunan, "bagaimana penyebaran sumberdaya
alain, fasilitas dan prasarana pembangunan di daerah Bogor Barat, sebagai
pertunbangan dalam menentukan prioritas dalam perencanaan dan pelaksanaan
peinbangunan?" merupakan pertanyaan spesifk yang kedua yang inenarik untuk
dikaji dalam kajian pembangunan daerah ini.
Penentuan prioritas pembangunan merupakan salah satu kebijakan
pemerintah yang &an mempengaruhi hasil dari pembangunan itu sendiri. Prioritas
atau kebijakan yang salah arah akan menyebabkan ketidakselarasan dalam
berbagai bidang kehidupan termasuk ketimpangan sektoral, kelompok, teknologi,
maupun ketimpangan spasial (antar kecamatan). Secara umum, rencana strategis
sangat bermanfaat dalam pencapaian tujuan pembangunan Kabupaten Bogor
Ounan terutama untuk mengatasi disparitas pembangunan di Wilayah Pemban,
Kabupaten Usulan Bogor Barat. Terkait dengan ha1 tersebut, permasalahan
spesifk selanjutnya dalam kajian ini adalah "bagaimana rumusan alternatif
strategi dan prioritas pembangunan ekonomi untuk mendukung kemandirian di
Bogor Barat?'.
1.3. Trrjuan dan Kegunaan
Tujuan umum dari kajian ini adalah untuk menganalisis kesiapan potensi
ekonomi di Wilayah Pembangunan Bogor Barat serta merurnuskan strategi
pembangunan ekonorninya sebagai upaya untuk mewujudkan kemandirian dalam
pelaksanaan pembangunan. Tujuan spesifiknya adalah:
1. Mengidentifkasi sektor-sektor basis yang akan diprioritaskan sebagai sektor
unggulan sehingga dapat menjadi penggerak ekonolni di Bogor Barat.
2. Merancang berbagai alternatif strategi dan prioritas pembangunan ekonorni di
Bogor Barat.
Kajian Pembangunan Daerah ini diharapkan mampu memberikan
infor~nasi kepada masyarakat pada umumnya. Dari sisi kebijakan, kajian ini
diharapkan dapat berguna bagi pihak pemerintah khususnya Pemerintah Daerah
Kabupaten Bogor sebagai bahan pertimbangan dan penyempurnaan penyusunan
kebijakan pembzngunan daerah untuk peningkatan kesejahteraan masyarakat.
Dalam kaitannya dengan rencana pembentukan Kabupaten Bogor Barat, kajian ini
diharapkan dapat dijadikan rujukan ilmiah dalam pertimbangan pemekaran daerah
lnaupun dalam penyusunan rencana pembangunan daerah. Bagi sisi akadernis,
Selain itu, kajian ini dapat dijadikan sebagai rujukan atau perbandingan dala~n
melakukan kajian sejenis. Bagi penulis, kajian ini dijadikan sebagai latihan untuk
Penerapan kebijakan desentralisasi memiliki dua tujuan utama yaitu
demokrasi dan kesejahteraan. Tujuan demokrasi memposisikan pemerintah daerah
sebagai instrumen pendidikan politik di tingkat lokal sedangkan tujuan
kesejahteram dicapai melalui penyediaan pelayanan publik secara efisien dan
efektif. Sebagai bentuk penerapan kebijakan desentralisasi tersebut adalah
kebijakan penataan daerah otonom. Saat ini penataan daerah masih identik dengan
pemekaran daerah atau pembentukan daerah otonom, padahal sesungguhnya
penataan daerah meliputi pembentukan daerah, penghapusan dan penggabungan
daerah (Direktorat Jenderal Otonomi Daerah 2005).
Pembentukan daerah harus memenuhi syarat administratif, teknis dan fisik
kewilayahan. Berdasarkan Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang
Pemerintah Daerah syarat administrasi pembentukan kabupatenkota adalah (1)
keputusan DPRD kabupatenkota dan bupatilwalikota yang akan menjadi cakupan
wilayah provinsi, (2) Keputusan DPRC provinsi induk dan Gubernur, dan (3)
Rekomendasi Menteri Dalam Negeri. Syarat teknis meliputi faktor yang menjadi
dasar pembentukan daerah yang mencakup kemampuan ekonomi, potensi daerah,
sosial budaya, kependudukan, luas daerah, pertahanan, iceamanan, dan faktor lain
yang memungkinkan terselenggaranya otonomi daerah seperti pertimbangan
kemampuan keuangan daerah, tingkat kesejahteraan masyarakat dan rentang
kendali penyelenggaraan pemerintahan daerah. Selanjutnya, syarat fisik
kewilayahan diantaranya: (1) batas minimal usia penyelenggaraan pemerintah
pe~nbentukan kabupaten paling sedikit lima kecamatan dan untuk kota minimal
elnpat kecamatan, (3) lokasi calon ibukota, dan (4) saran dan prasarana
pemerintahan.
Pembentukan daerah baru atau pemekaran wilayah yang membawa
harapan terciptanya kemandirian dan peningkatan pelayanan publik pada
kenyataannya membawa beberapa masalah dalam implementasinya. Masalah
utama yang dihadapi adalah munculnya konflik keuangan mengenai pembagian
aset dan pendapatan daerah yang disebabkan oleh adanya ketidakseimbangan
antara pendapatan daerah yang diperoleh oleh wilayah kabupatenkota induk dan'
daerah pemekarannya. Ketidakseimbangan tersebut didukung pula oleh kebutuhan
dana yang tidak sedikit dari kabupatenkota induk untuk menyusun anggaran
daerah, memberi dukungan pacla daerah pemekaran, mengembangkan potensi dan
wilayah serta memindahkan. lokasi ibukota.
Salah satu latar belakang muncuinya ide pemekaran di suatu daerah adalah
teijadinya ketimpangan pembangunan ekonorni. Karakteristik daerah yang
menyangkut kepadatan penduduk, upaya untuk mendatangkan investasi, dan
keinampuan daerah tersebut untuk tumbuh cepat dapat menciptakan ketimpangan
pendapatan antar daerah. Dengan demikian, suatu kajian ilmiah diperlukan
dengan tujuan agar pemekaran wilayah tidak menimbukan inasalah yang
berkelanjutan terutama agar tidak menimbulkan masalah ketimpangan
pembangunan yang bam.
Ketimpangan pembangunan daerah sangat terkait dengan perbandingan
pertumbuhan antar daerah yang digambarkan oleh kenyataan bahwa terdapat
dijadikan andalan mengingat sumbangannya terhadap kenaikan pendapatan
faktor-faktor produksi daerah dan pendapatan daerah serta penciptan per~nintaan
atas produksi industri lokal. Beberapa teori pertumbuhan ekonomi regional adalah
model "export base", model pertumbuhan aliran Neo Klasik, dan model
pertumbuhan Keynes yang diberi nama "cumulative causation" dan model "core
periphery".
Ide pokok dari teori export base adalah adanya perbedaan sumberdaya dan
keadaan geografis antar daerah yang ~nenyebabkan masing-masing daerah
~nempunyai keuntungan lokasi dalam beberapa sektor atau jenis kegiatan
produksi. Keuntungan tersebut selanjutnya ~nenjadi kegiatan basis ekspor. Apabila
kegiatan tersebut dapat didorong pertumbuhannya maka sektor ini dapat dijadikan
sebagai sektor kunci bagi pertumbuhan ekonomi karena masing-masing daerah
mempunyai letak geografis dan sumberdaya yang relatif berbeda. Dengan
demikian strategi pembangunan hams disesuaikan dengan keuntungan lokasi yang
dimiliki dan tidak harus sama dengan strategi pembangunan pada tingkat nasional.
Model pertumbuhan neo klasik menjelaskan bahwa unsur-unsur yang
menentukan pertumbuhan ekono~ni adalah modal, tenaga kerja dan kemajuan
teknologi. Narnun, yang menjadi sorotan kelompok ini adalah peran perpindahan
penduduk dan lalu lintas modal terhadap pertumbuhan ekonomi regional. Hasil
dari teori ini adalah terdapatnya hubungan antara tingkat pertumbuhan suatu
negara dengan perbedan kemakmuran sutau derah (regional disparity) pada
negara yang bersangkutan. Pada tahap awal pembangunan, ketimpangan antar
yang selnakin ineningkat dan meluas maka ketimpangan daerah pun akan semakin
mengecil.
Teori Cumulative Causation menyatakan bahwa ketimpangan antar daerah
tidak dapat diatasi dengan jalan mekanisme pasar akan tetapi hams ada campur
tangan pemerintah. Jika tidak ada sarnpur tangan pemerintah maka daerah-daerah
yang sudah maju akan terus mengalami kemajuan karena adanya fasilitas-fasilitas
yang mendukung. Daerah-daerah yang tidak maju akan mengalami pertumbuhan
yang tetap lamban karena para investor kurang tertarik untuk berinvestasi di
daerah yang kurang maju tersebut.
Terakhir adalah teori Coreperiphery. Teori ini menyatakan bahwa terdapat
hubungan antara pembangunan perkotaan dan pembangunan pedesaan. Kemajuan
pembangunan perkotaan sangat tergantung pada keadaan desa-desa di sekitarnya.
Sebaliknya, corak pembangunan daerah pedesaan juga sangat ditentukan oleh arah
pernbangunan daerah pedesaan.
Ketimpangan pembangunan antarwilayah dapat dilihat dari perbedaan
tingkat kesejahteraan dan perkembangan ekonomi antanvilayah. Ketimpangan
pernbangunan antarwilayah juga ditandai dengan rendahnya aksesibilitas
pelayanan sarana dan prasarana ekonomi dan sosial terutarna masyarakat di
perdesaan, wilayah terpencil, perbatasan serta wilayah tertinggal. Ketimpangan
antara kawasan perkotaan dan perdesaan ditunjukkan oleh rendahnya tingkat
kesejahteraan lnasyarakat desa, tertinggalnya pembangunan kawasan perdesaan
dibanding dengan perkotaan, dan tingginya ketergantungan kawasan perdesaan
terhadap kawasan perkotaan. Hal ini disebabkan oleh minimnya akses pada
urbanisasi dan proses aglornerasi yang berlangsung sangat cepat. Masalah lainnya
adalah rnenurunnya luas rata-rata penguasaan tanah per rumah tangga pertanian,
yang berdarnpak pada menurunnya produktivitas pertanian dan menurunnya
tingkat kesejahteraan rnasyarakat perdesaan (Bappenas, 2006).
Selama rnasa prakrisis antara tahun 1990 sampai dengan tahun 1996,
ketimpangan di Indonesia terus ineningkat. Akibat krisis, ketirnpangan turun
secara drarnatis pada tahun 1999. Hal ini disebabkan karena menurut beberapa
kajian krisis ekonoini rneinpengaruhi kelornpok ekonorni atas. Berdasarkan grafik
Rasio Gini di Indonesia tahun 1990-2002, kecenderungan ketimpangan untuk
kernbali lneningkat terjadi lagi pasca krisis (Leinbaga Penelitian SMERU, 2005).
Dari hasil penelusuran sejarah konflik dan analisa terhadap berbagai
dimensi ketirnpangan antar daerah yang dilakukan oleh Tadjoeddi, e t a / . (2001)
dapat disirnpulkan bahwa ketidakpuasan daerah rnerupakan akibat dari
ketidakrnarnpuan pernerintah untuk lnenjarnin hahwa kekayaan suatu daerah akan
membuat masyarakat di daerah tersebut menjadi lebih makmur. Ketidakrnampuan
ini menirnbulkan kesadaran kolektif yang ternyata tidak dapat disalurkan inelalui
kelembagaan politik yang ada sehingga kernudian muncul dalain bentuk
pergolakan daerah. Meskipun kebijakan pernerataan orde baru telah tnlunpu
nenjaga tingkat ketimpangan kesejahteraan masyarakat antar daerah pada titik
yang sangat rendah, namun ternyata kebijakan tersebut rnenirnbulkan rasa
ketidakadilan bagi mas~arakat di propinsi-propinsi yang kaya.
Manurut Tadjoeddin, et.al. (2001), gejala tersebut inenunjukkan adanya
kesejahteraan masyarakat yang berada di wilayah yang relatif kaya ternyata hailya
sama atau bahkan lebih rendah dari kondisi masyarakat Indonesia pada utnuinnya.
Adanya aspirasi ini ~nenimbulkan konsekuensi perlunya perubahan dasar
pemikiran kebijakan pemerataan dari sekedar pelnerataan dana-dana
peinbangunan menjadi upaya uiltuk ineineratakan kesempatan yang hams dicapai
melalui kebijakan untuk menjamin pemecuhan kebutuhan dasar minimum bagi
semua warga Indonesia tanpa ~nenghanlbat potensi pertunbuhan daerah sesuai
dengan kema~npuan yang dimiliki.
Studi untuk mengetahui trend ketimpangan di Indonesia tahun 1983-1998
dilakukan oleh Hamid dan Satnbodo (2001) dengan lnenggunakan Koefisien
Williamson. Dalam perhitungan tersebut digunakan tiga data yaitu PDRBIkapita
dengan migas, PDRBkapita tanpa migas, dan konsuinsifkapita. Dari data
pendapatanlkapita dengan lnigas koefisien Williamson berada pada rentang 0,206-
0,3 19. Antara tahun 1984-1 996 koefisien ini menunjukkan trend terus menurun
dan di tahun 1998 ~nenunjukkan kenaikan. Dengan deinikian dapat ditarik
kesirnpulan bahwa ketimpangan pendapatan dari tahun 1983 hiigga sebeluin
masa krisis me~niliki keceilderungan terus menurun. Naiknya perbedaan
pendapatan antarwilayah tahun 1998 lebih hanyak disebabkan karena harnpir
semua wilayah mnengalaini kenaikan PDRBIkapita kecuali wilayah Maluku dan
Irian Jaya.
Trend ketimpangan Willia~nson inenurut PDRBIkapita tanpa migas dari
tahun 1983-1998 tidak menunjukkan perubahan berarti (relatif stabil) yaitu berada
pada kisaran 0,17-0,18. Hal iili berarti pula pertumbuhan ekonomi nasional yang
dibandingkan dengan migas. Ha1 ini karena ada wilayah yang tidak merniliki
sektor mnigas dalam perekonorniannya seperti wilayah Sulawesi. Disainping itu,
beberapa propinsi seperti Riau dan Kalimantan Timur PDRB per kapitanya turun
sehingga rata-rata nasional akan turun (Harnid dan Sarnbodo, 2001).
Menurut Hamid dan Sambodo (2001), trend ketimpangan Willamson
menurut konsumnsi/kapita lebih fluktuatif dengan kecenderungan tnenurun dan
nilainya selalu lebih rendah jika dibandingkan dengan PDRBkapita tanpa inigas.
Koefisien Willia~nson lnenurut konsurnsi/kapita berada pada rentang 0,0107-
0,198 dan nilai terendah terjadi di tahun 1998. Dengan demikian, nilai koefisien
Willamson tahun 1997-1998 antara PDRBkapita dengan rnigas dan
konsumsikapita saling bertolak belakang. Hal ini dapat tetjadi karena porsi
kenaikan PDRB yang disuinbangkan oleh wilayah Irian Jaya dan Maluku ternyata
dikonsumsi lebih sedikit oleh wilayah tersebut, atau juga karena hvnpir semua
wilayah mengalami penurunan dalarn konsu~nsi per kapitanya.
Secara ringkas, Hamid dan Sambodo (2001) menyatakan bahwa perbedaan
pettumnbuhan antarwilayah dipengaruhi oleh peinbentukan modal, struktur
ekonomi atau industri dan perbedaan tingkat keterbukaan ekonomni secara relatif.
Kebijakan ekonomni yang dianut dapat lnenyebabkan perkernbangan ekonolni
antarwilayah yang tidak sama. Sebagai contoh, pada tahun 1980-an pulau jawa
inengalami perkeinbangan yang luar biasa di sektor manufaktur dan di sisi lain
pemerintah menjalankan lnodemisasi di sektor pertanian. Lahan-lahan dm luar
Pulau Jawa bercirikan tanah yang kurang subur, curah hujan yang jarang, akses
Rapid Mai?ufacfures -Base Growth dan modernisasi sektor pertanian. Di sa~nping
itu, ha1 lain yang harus diperhatikan adalah sistem pemnerintahan, letak geografis,
sarana dan prasarana yang ada, tersedianya surnberdaya alam, mutu sumberdaya
manusia, bahkan budaya penduduk setempat yang dapat mempengaruhi
pertumbuhan ekonomi.
Hasil penelitian Lembaga Penelitian SMERU (2005) menyatakan bahwa
terdapat bukti rnengenai pentingnya mengurangi ketilnpangan sebagai cara untuk
memperbesar dampak pertumbuhan ekonomi terhadap penangulangan
kemiskinan. Pada tingkat pertunbuhan yang tinggi, pertumbuhan aka11 kurang
memberi efek pada upaya Indonesia untuk menangulangi kemiskinan. Hal ini
sebagian terbukti dari fakta bahwa ke~niskinan berkurang dengan cepat antara
tahun 1999 dan 2002 karena ketimpangan pada tahun 1999 berada pada tingkat
yang peling rendah selama 15 tahun terakhir dan ~nenghasilkar~ darnpak
pertumbuhan yang lebih besar pada penangulangan kemiskinan.
Dalam upaya rnerumuskan hubungan antara kemiskinan, pertumbuhan,
dan ketimpangan, salah satu kajian Bourgurgnon (2004) &&?? Lembaga
Penelitian SMERU (2005) mengungkapka~ bahwa perubahan distribusi, yaitu
perubahan pada ketimpangan, mempunyai dampak yang besar pada kemiskinan.
Kajian ini menyatakan bahwa penting untuk ~nempertirnbangkan pertlunbuhan
dan distribusi secara bersamaan dan bahwa hubungan antara kemiskinan,
pertumbuhan dan ketimpangan sangat berbeda antar negara.
Studi yang serupa dilakukan oleh Mc Culloch, et.a1.(7000)
dalam
Lenlbaga Penelitian SMERU (2005) mernberikan kesimpulan bahwa kerniskinan
dengan dengan pertuinbuhan konstan, dan residual. Jadi ketimpangan adalah
aspek penting dalam penangulangan keiniskinan dan oleh karena itu harus
diberikan perhatian yang lebih banyak dalam upaya penangulangan kemiskiian.
Terkait dengan masalah ketimpangan, pertunbuhan ekonolni dan
kemiskinan, Ilmi (2006) tnelakukan penelitian mengenai analisis pengaruh
perturnbuhan ekonomi, disparitas distribusi pendapatan dan pengembangan
sumberdaya manusia terhadap juinlah penduduk rniskin antar wilayah
kabupatedkota di Jawa Tiinur tahun 1998-2003 dengan tnenggunakan anlisis
regresi. Dari hasil penelitian tersebut diketahui bahwa peningkatan perubahan
PDRBkapita sehingga proxy pertu~nbuhan ekonomi adalah tidak akan berarti
banyak dalam mengurangi jumlah penduduk rniskin selama besarnya peningkatan
pertumbuhan ekonoini tersebut tidak lebih besar dari upaya perbaikan
ketimpangan (disparitas) distribusi pendapatan antar ekornpok masyarakat, antar
kabupatedkota.
Bappenas (2006) menentukan Arah Kebijakan Peinbangunan tahun 2007
khususnya yang terkait dengan inasalah penangulangan ketimpangan, antara lain:
(1) pengelolaan dan pembangunan wilayah ~erbatasan serta pulau-pulau kecil
terluar, dengan fokus pada: (a) penegasan dan penataan batas negara di darat dan
di laut tem~asuk di sekitar pulau-pulau kecil terluar; (b) peningkatan kerjasama
bilateral di bidang ~olitik, hukum, dan keananan dengan negara tetangga; (c)
penataan ruang dan pengelolaan sumber daya alam dan lingkungan hidup di
wilayah perbatasan dan pulau-pulau kecil terluar; dan (d) pemihakan kebijakan
pulau kecil terluar; (2) percepatan peinbangunan wilayah terisolir, dengan fokus
pada: (a) pengembangan sarana dan prasarana ekonoini di daerah terisolii; dan (b)
peningkatan sarana dan prasarana pelayanan sosial dasar di daerah terisolir.
Dalain konteks pengembangan wilayah Kabupaten Bogor, wilayah
peinbangunan Bogor Barat inengalaini kesenjangan pertuinbuhan dibandingkan
dengan wilayah tengah dan timur. Menurut hasil penelitian Bappeda Kabupaten
Bogor (2005) kesenjangan pertuinbuhan tersebut disebabkan oleh
terkonsentrasinya kegiatan ekonomi sesta jaringan prasarana wilayah di wilayah
tengah dan timur Kabupaten Bogor. Selain itu kurailgnya penguatan sstuktur
kelernbagaan pestanian dan ekonomi lokal mengakibatkan nlata rantai produksi
pengolahan dan pelnasaran hasil pertanian di wilayah barat Kabupaten Bogor
belum memberikan nilai tambab yang signifikan sehingga keunggulan koinparatif
wilayah barat Kabupaten Bogor terutana di sektor pertanian sebagai basis
ekonomi lokal belum dimanfaatkan dan dikelola secara optimal.
Penangulangan ketimpangan dapat dilakukan dengan peruinusan kebijakan
yang tepat berdasarkan potensi dan karakteristik suinberdaya wilayah khususnya
sektor-sektor ekonoini yang ineiniliki potensi besar untuk inenunjang keberhasilan
pelnbangunan wilayah. Secara umum, penelitian nnlengenai potensi sektor-sektor
ekonomi untuk inenunjang pellibangunan wilayah Kabupaten Bogor dilakukan
oleh Hadianto (2002). Pada tahun 1999 total permintaan di Kabupaten Bogor
sebagian besar berasal dari perinintaan antara dengan kontribusi paling besar
diberikan oleh sektor industri kimia, karet dan plastik, industri tekstil dan barang
dari tekstil. Selain itu nilai iinpor lebih kecil dari output domnestik yang
permintaan wilayah. Terhadap pembentukan nilai tambah bruto, sektor industri
kimia, karet dan plastik serta industri tekstil dan barang dari tekstil lnernberikan
kontribusi paling besar yaitu masing-masing 17,63 persen dan 52,26 persen dari
total nilai talnbah bruto.
Berdasarkan hasil ekspor dan impor wilayah, sektor yang me~niliki defisit
neraca perdagangan paling besar di Kabupaten Bogor adalal~ sektor peltmian.
Sementara itu, sektor industri tekstil dan barang dari tekstil serta sektor industri
kimia, karet dan plastik Inengalami surplus neraca perdagangan paiing besar:
Dalam kaitannya dengan penyerapan tenaga kerja, sektor paring banyak Inenyerap
tenaga kerja adalah sektor perdagangan, hotel dan restoran sehingga sektor
tersebut dapat dijadillan andalan bagi penanganan masalah pengangguran di
wilayah Kabupaten Bogor. Selanjutnya, berdasarkan analisis input-output
pelnerintah Kabupaten Bogor dapat menetapkan sektor industri kirnia, karet dan
plastik, industri tekstil dan barang dari tekstil; industri barang dari logam, industri
laimya serta sektor listrik, gas, dan air sebagai sektor unggulan (Hadianto, 2002).
Pelnerintah Kabupaten Bogor (2003) merulnuskan kebijakan dan program
pembangunan tahun 2003 sampai dengan tahun 2008 untuk masing-masing
bidang kewenangan. Salah satu kebijakan yang terkait dengan upaya
pemberdayaan potensi daerah adalah kebijakan mengembangkan potensi industri,
pertanian, dan pariwisata secara optimal dan iestari; serta kebijakan lneningkatkan
kualitas dan menata sarana, prasarana dan inkastruktur wilayah. Kebijakan lain
yang mendukung adalah kebijakan melakukan reforlnasi pelayanan publik lnenuju
profesionalisme aparatur dala~n penyelenggaraan pelnerintah daerah, kebijakan
~neningkatkan kualitas pelayanan pendidikan dan kesehatan, serta kebijakan
3.1. Kerangka Pemikiran
Harapan dari pelaksanaan otonomi daerah adalah terciptanya
kesejahteraan ~nasyarakat yang setnakin mneningkat. Dala~n kaitan tersebut, salah
satu langkah yang perlu dilakukan pemerintah daerah adalah merumuskan
kebijakan pernbangunan ekonomi yang tepat dan terarah. Tadjoeddin, ef.al.
(2001) mengernukakan bahwa adanya ketidakpastian jaminan kekayaan suatu
daerah akan me~nbuat ~nasyarakat di daerah tersebut menjadi lebih makmur
menirnbulkan rasa ketidakpuasan daerah yang memicu ~nasyarakat untuk
merumuskan kembali agenda hubungan kekuasaan pusat-daerah.
Rasa ketidakpuasan tersebut salah satunya disebabkan karena adanya
ketimpangan pembangunan khususnya pembangunan ekonorni. Ketimpangan
pembangunan dapat ditunjukkan oleh kondisi daerah yang terklasifikasi menjadi
daerah maju. berkembang dan tertinggal atau menjadi daerah kaya, sedang dan
miskin. Menurut Wijaya (2001), salah satu faktor yang mernpengaruhi
keterbelakangan suatu daerah adalah rendahnya aktivitas ekonomi yang ada di
daerah tersebut. Daya tarik daerah terbelakang bagi investor swasta baik asing
lnaupun dornestik umumnya sangat rendah baik karena kondisi daerahnya yang
langka sumberdaya, permintaan agregat yang lemah maupun karena kurangnya
insentif yang ditawarkan. Insentif yang ditawarkan wilayah dapat bervariasi
~nisalnya saja infiastruktur, perangkat keras lnaupun lunak serta kenyamanan dan
24
Pada era otonoini daerah, peinerintahan daerah dapat inenyusuil prograrn
pembangunan sesuai dengan karakteristik dan kebutuhan daerahnya. Realitas
tersebut rnendorong pula keinginan daerah untuk ineinbentuk suatu daerah
otonom. Selain alasan-alasan ketidakmerataan pembangunan, cakupan wilayah
yang luas dan juinlah penduduk yang padat pun menjadi latar belakang yang
mendukung keinginan daerah untuk lebih mandiri dalam pelaksanaan
pembangunan.
Salah satu sasaran pembangunan nasional adalah menciptakan
pertumbuhan ekonomi dan pelnerataan pernbangunan, ter~nasuk di dalamnya
pemerataan pendapatan antar daerah. Untuk mencapai sasaran pembangunan
tersebut diperlukan perencanaan pernbangunan ekonorni yang baik. Hal tersebut
disebabkan karena pada umumnya pernbangunan ekonorni suatu daerah berkaitan
erat dengan potensi ekonomi dan karakteristik yang diiniliki yang pada umumnnya
berbeda antar satu dengan daerah lainnya. Oleh karenanya, inforinasi daerah yang
lengkap, akurat dan terkini sangat diperlukan untuk rnewujudkan sasaran
pembangunan tersebut.
Tantangan yang dihadapi kabupaten terutama untuk daerah otonorn yang
baru adalah peningkatan pendapatan daerah dan kemandirian dalain pembangunan
dengan kendala ketersediaan surnberdaya di daerah. Dengan deinikian penentuan
kebijakan dan strategi pembangunan ekonomi yang tepat sangat diperlukan. Arah
penentuan kebijakan dan strategi tersebut adalah tercapainya kriteria-kriteria
prioritas pembangunan berupa penurunan bentuk-bentuk ketimpangan, kebijakan
yang sesuai dengan keinginan masyarakat dan pernbangunan yang mainpu
otonoin baru, kebijakan dan strategi tersebut juga harus didasarkan pada syarat
pembentukan daerah otonom baru dengan kemampuan ekonolni dan potensi
daerah sebagai indikator utaina.
Analisis tingkat perkembangan kecarnatan dilakukan dengan inelakukan
pengukuran terhadap perkembangan pembangunan terutana dari sisi tujuan
ekonoini. Pendekatan evaluasi tingkat perkembangan kecamatar. meliputi
beberapa aspek diantaranya perubahan penduduk, kebutuhan masyarakat,
pertumbuhan ekonomi dan keterbatasan surnberdaya.
Aspek perubahan penduduk lneliputi perubahan julnlah penduduk,
struktur penduduk dan distribusinya, serta perubahan pada fertilitas, inortalitas
dan inigrasi. Perubahan-perubahan yang terjadi pada penduduk akan
inempengaruhi ketersediaan tenaga kerja dan aktivitas ekonomi. Perubahan
penduduk akan mnenlpengmuhi kuantitas dan kualitas kebutuhan lnasyarakat yang
hams dipenuhi dalain suatu daeral~. Setelah kebutuhan dasar terpenuhi, kebutuhan
terhadap barang dan jasa sekunder akan meningkat sejalan dengan ineningkatnya
kualitas sumberdaya manusia yang disertai dengan peningkatan pendapatan.
Aspek pertulnbuhan ekonomi terkait dengan aktivitas ekonomi yang ada
dalam suatu daerah dan tidak terlepas dari aspek perubahan penduduk dan
kebutuhan masyarakat. Perubahan-perubahan yang terjadi pada penduduk akan
memberikan perubahan pada kebutuhan masyarakat sekaligus terhadap aktivitas
ekonomi. Pertunbuhan ekonolni yang dicapai adalah perturnbuhan ekonolni yang
menjamin keberlanjutan ekonomi dengan tetap inemperhatikan keterbatasan
26
Perkembangan pe~nbangunan yang telah dilakukan di masing-masing
kecanatan dapat diietahui dengan ~nelihat dan mengevaluasi perkembangan antar
kecamatan antar waktu. Gainbaran ulnurn mengenai kemajuan pernbangunan di
masing-masing kecamatan itu pun dapat dilihat dari perkembangan pusat
pc:layanannya. Secara umum, jurnlah penduduk me~niliki hubungan yailg erat
de.~gan jutnlah fasilitas pelayanan umum. Pertumbuhan penduduk yang cepat
cenderung rnengakibatkan pertambahan jumlah fasilitas yang cepat, begitu pula
sebaliknya. Fasilitas pelayanan utnutn menentukan hirarki suatu pusat wilayah.
Semakin besar jumlah penduduk dan setnakin banyak jurnlah dan jenis fasilitas
umum pada suatu pusat maka sernakin tinggi pula hirarki dari pusat tersebut.
Salah satu cara untuk mengetahui sektor basis suatu wilayah adalah
dengan metode Locafion Quoliei7t (LQ). Sektor basis akan memberikan
sumbangan penting dalam perekono~nian suatu daerah. Kaitannya dengan pusat
pertumbuhan dan pelayanan, alokasi fasilitas pelayanan per111 memperhatikan
lokasi kegiatan sektor basis perekono~nian terhadap pusat pertutnbuhan dan
pelayanan dengan pertunbangan untuk tnernpercepat pertumbuhan sektor basis.
Kondisi-kondisi kecanatan saat ini dan potensi ekonomi yang terdapat
di daerah dijadikan input untuk tnenyusun strategi dan kebijakan pembangunan
ekonorni di daerah yang dapat dijadikan dasar atau rekornendasi dalam
menentukan kesiapan daerah untuk menjadi suatu daerah otonom baru. Strategi
pembangunan ekonomi dilakukan melalui tiga tahap analisis yaitu meringkas dan
menganalisis inforinasi lingkungan internal dan eksternal, memmuskan strategi
pernbangunan, serta memilih strategi yang telah dirumuskan. Garnbar 1
/
Kebijakan Perencanan dan Pelaksanaan PembangunanI
ALTERNATIF STRATEGI & PRIORITAS PEMRANGUNAN
EKONOMI
t
prasarana pembangunan&sosial, pemmbuhan ebnomi, keierbatasanI
HAMBATAN DAERAH Kesiapan daerah
+
paten4ekonomi
TANTANGAN KABUPATEN:
+
Meningkatkan PendapatanDaerah
+
Kernandirian dalam pembuatar kebijalen dengan kendala keterbstasan surnberdayaTahap Pemilihan Strategi:
=I
SlralegiFcfmulafh Framework
Analisis Ketimpangan
Pericembangan
Kecamatan: Eimnomi: 1. Pndisis
P6ngkatFadlihsdan IdentiSkasi
2. Anaiis
+
LocalionPaingkat Pdensi
Sumberdaya Wlayah
+
Oodienl (LO)SlSm UmpilanSq2jar
3.2. Metode Penelitia~l
Metode yang digunakan dalam kajian pembangunan daerah ini melipu~i
metode pengumpulan data, metode pengolahan dan analisis data, serta metode
perancangan program. Gambar 2 menunjukkan alur metode penelitian dalam
Gambar 2. Alur Metode Kajian Pembangunan Daerah
3.2.1. Lokasi Penelitian
Penelitian dilaksanakan di Kabupaten Bogor. Cakupan kegiatan Kajian
Pelbangunan Daerah ini adalah kecamatan-kecamatan yang diusulkan menjadi
Kabupaten Bogor Barat. Wilayah Bogor Barat Usulan tersebut terdiii dari 20
kecamatan yaitu: Nanggung, Leuwiliang, Leuwisadeng, Pamijahan,
Cibungbulang, Ciampea, Tenjolaya, Rumpin, Cigudeg, Sukajaya, Jasinga, Tenjo,
Parung Panjang, Dramaga, Ciomas, Kemang, Rancabungur, Parung, Ciseeng, dan
Gunung Sindur.
Pemilihan daerah penelitian dilakukan secara sengaja (purposive)
dengan beberapa pertirnbangan. Pertimbangan tersebut antara lain: (1) Kabupaten
Bogor merupakan kabupaten yang berencana melakukan pelnekaran daerah
yang terlalu luas, (2) Kabupaten Bogor dalarn Rencana strategis daerahnya pada
tahun 2003-2008 akan melakukan strategi percepatan di wilayah pembangunan
Bogor Barat karena adanya ketimpangan perkembangan wilayah.
3.2.2. Metode Pengumpulan Data
Data yang digunakan dalam kajian ini adalah data primer dan data
sekunder. Data primer diperoleh melalui wawancara dengan narasumber dari
instansi terkait serta pengisian kuesioner. Responden dipilih secara sengaja
@t~rposive sumpling) terdiri dari tujuh orang pengatnbil kebijakan diantaranya
wakil Bupati Bogor, beberapa Kepala Bidang di Badan Perencanaan
Pembanguanan Daerah (Bappeda) Kabupaten Bogor, Ketua dan Anggota DPRD
Kabupaten Bogor. Responden yang dipilih yaitu pihak yang dianggap tnengetahui
banyak mengenai perrnasalahan yang berhubungan dengan penelitian. Data
primer ini diperlukan untuk mengetahui kondisi lingkungan internal dan eksternal
dalain pembangunan wilayah, serta merumuskan dan menentukan alternatif
strategi.
Data sekunder diperoleh melalui metode riset pustaka dan riset
dokumentasi. Metode dokumentasi data dikurnpulkan melalui sumber dari laporan
pe~nerintah seperti Badan Pusat Statistik (BPS) Kabupaten Bogor dan Badan
Perencanaan Pembanguanan Daerah (Bappeda) Kabupaten Bogor, Dinas-Dinas
terkait seperti Dinas Pertmian d m Kehutanan, Dinas Peternakan dan Perikanan,
Dinas Perindustrian dan Perdagangan, Dinas Pertambangan, Dinas Pariwisata dan
Budaya, Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi, Dinas Pendapatan Daerah
Persiapanan Pembentukan Kabupaten Bogor Barat (KPPKBB). Data sekunder ini
diperlukan untuk analisis sektor basis, analisis skalogram, analisis sistem liinpitan
sejajar, serta analisis tabulasi dan deskriptif. Data sekunder yang diperlukan antara
lain data potensi sumberdaya alam, hasil peinbangunan berupa sarana dan
prasarana sosial ekonomi, data perekonomian, data penduduk dan lain sebagainya.
Tabel 2. Metode Analisis Data dan Data yang Digunakan dalam Kajian Pembangunan Daerah
Qlrotienf (J,Q) basis yang akan diprioritaskan sebagai sektor unggulan yang dapat menjadi penggerak Metode
Analisis
atas dasar harga konstan Kabupaten sektoral mcnurut lapangan Bogor us;tha
Tujwan
- -
I
ekbnomi di ~ o g o r RaratLocalion I Mengidcntiiikasi sektor-sektor
Metode Skalogram
Sistin~ Limpitan sejajar:
.
Analisis Hirarki Potcnsi Sumberdaya.
Analisis Hirarki fasilitas sosial ckonomi3.2.3. Metode Pengolaha11 dan Analisis Data
1)ata yang Diperlukan
Jumlah penduduk dan
sarana prasarana
pembangunan
Data potensi sumberdaya wilayah yang n~elipuli potensi sumberdaya alam seperti pertanian, industri dan lain-lain
Data ketersediaan saraua prasarana sosial dan ekonomi
Menganalisis hirarki pusat pertumbuhan dan pelayanan.
Mcnetapkan wilayah-wilayall
pembangunan yang perlu
mcndapatkan prioritas dalam pembangunan:
Me~~ganalisis tingkat
ketimpangau. antar wilayab
yang disebabkan oleh
perbedaan penyebaran
potensi dan sumherdaya alanl yang dimiliki snatu daerah
Menganalisis tingkat
ketimpangan antar wilayah yang disebabkan oleh alokasi kegiatan pembangunan dan hasil-hasilnya ( ketersediaan fasilitas sosial dan ekonomi).
Metode analisis data yang digunakan dalam kajian ini antara lain metode
Sumbcr Data PDRI) Kabupaten Bogor
BPS Kabupalen Bogor UPS Kabupaten Bogor Bappeda Kabupaten Bogor
deskriptif dan metode kuantitatif. Metode deskriptif digunakan untuk ~nengetahui
BPS
kondisi daerah Bogor Barat dan tingkat perkernbangan hasil pembangunamya.
lnetode skalogram, dan analisis sistern lilnpitan sejajar dan selanjutnya tnetode
Location Quolient ( L Q untuk mengetahui potensi ekonolni kecamatan-kecamatan
di daerah Bogor Barat. Tabel 2 inenunjukkan lnetode analisis data untuk
menjawab tujuan kajian dan data yang diperlukan beserta sumber datanya dalam