• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis industri pakaian jadi (garmen) di Indonesia (pendekatan structure-conduct-performance)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Analisis industri pakaian jadi (garmen) di Indonesia (pendekatan structure-conduct-performance)"

Copied!
129
0
0

Teks penuh

(1)

OLEH

RYAN FEBRIYANTI H14102071

DEPARTEMEN ILMU EKONOMI

FAKUTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

(2)

RINGKASAN

RYAN FEBRIYANTI. Analisis Industri Pakaian Jadi (Garmen) di Indonesia (Pendekatan Structure-Conduct-Performance) (dibimbing oleh BUNGARAN SARAGIH).

Industri pakaian jadi merupakan industri yang bersifat padat karya dan memiliki kontribusi yang cukup tinggi pada nilai ekspor TPT di Indonesia. Namun terdapat beberapa tantangan yang harus dihadapi oleh industri pakaian jadi pada saat ini, antara lain mengenai penyelundupan produk pakaian jadi dari China dengan harga murah serta masalah restrukturisasi permesinan. Hal ini tentu mengakibatkan ketatnya persaingan yang terjadi pada industri pakaian jadi di Indonesia. Ketatnya persaingan dapat mempengaruhi bentuk struktur pasar, perilaku dan kinerja perusahaan-perusahaan pakaian jadi di Indonesia.

Tujuan penelitian ini adalah : (1) menganalisa struktur, perilaku dan kinerja industri pakaian jadi di Indonesia (2) menganalisa pengaruh struktur dan faktor-faktor lainnya terhadap kinerja industri pakaian jadi di Indonesia. Untuk menganalisa struktur pasar, perilaku dan kinerja dari industri pakaian jadi di Indonesia dilakukan analisis deskriptif, sedangkan untuk membahas pengaruh struktur dan faktor-faktor lainnya terhadap kinerja dilakukan analisis regresi linear berganda dengan metode Ordinary Least Squared (OLS), dengan menggunakan software E-views 4.1.

Hasil penelitian menunjukkan industri pakaian jadi di Indonesia termasuk ke dalam tipe pasar persaingan monopolistik dimana pasar ini bersifat banyak penjual dan pembeli, produk yang heterogen, serta hambatan untuk masuk dan keluar dari pasar yang rendah. Perilaku-perilaku yang terdapat pada industri pakaian jadi antara lain adalah perilaku dalam menentukan harga berdasarkan pada jenis bahan, inovasi produk pada desain dan warna, promosi produk melalui contact buyer (menghubungi pembeli), pola distribusi yang cenderung ekspor, adanya integrasi vertikal pada industri ini serta perilaku sourcing atau tindakan untuk mencari bahan baku. Kinerja industri pakaian jadi di Indonesia sudah relatif baik dengan menerima margin keuntungan atas biaya langsung (PCM) yang cukup rendah dengan rata-rata sebesar 24,93 persen dan tingkat efisiensi-X yang cukup tinggi sebesar 60,27 persen.

(3)

bagaimana bentuk struktur pasar, perilaku dan kinerja yang terdapat pada industri lainnya sebagai bagian dari industri TPT di Indonesia.

(4)

ANALISIS INDUSTRI PAKAIAN JADI (GARMEN)

DI INDONESIA

(Pendekatan Structure-Conduct-Performance)

Oleh

RYAN FEBRIYANTI H14102071

Skripsi

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ilmu Ekonomi

DEPARTEMEN ILMU EKONOMI

FAKUTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

(5)

Dengan ini menyatakan bahwa skripsi yang disusun oleh, Nama Mahasiswa : Ryan Febriyanti

Nomor Registrasi Pokok : H14102071 Program Studi : Ilmu Ekonomi

Judul Skripsi : Analisis Industri Pakaian Jadi (Garmen) di Indonesia

(Pendekatan Structure-Conduct-Performance)

dapat diterima sebagai syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor.

Menyetujui, Dosen Pembimbing,

Prof. Dr. Ir. Bungaran Saragih, M.Ec. NIP. 130 350 045

Mengetahui,

Ketua Departemen Ilmu Ekonomi.

Dr. Ir.Rina Oktaviani, M.S. NIP. 131 846 872

(6)

PERNYATAAN

DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI INI ADALAH BENAR-BENAR HASIL KARYA SAYA SENDIRI YANG BELUM PERNAH DIGUNAKAN SEBAGAI SKRIPSI ATAU HASIL KARYA ILMIAH PADA PERGURUAN TINGGI ATAU LEMBAGA MANAPUN.

Bogor, Agustus 2006

(7)

Penulis bernama Ryan Febriyanti lahir pada tanggal 1 Februari 1985 di

Jakarta, Ibukota negara Republik Indonesia. Penulis adalah anak pertama dari

empat bersaudara, dari pasangan Mufrizal Ramadhani dan Sri Nurdiaty. Jenjang

pendidikan penulis dilalui tanpa hambatan. Penulis menamatkan sekolah dasar

pada SDN 07 Pagi Jakarta Timur, kemudian melanjutkan ke SLTP Negeri 252

Jakarta Timur dan lulus pada tahun 1999. Pada tahun yang sama penulis diterima

di SMUN 81 Jakarta dan lulus pada tahun 2002.

Pada tahun 2002 penulis meninggalkan Ibukota Jakarta tercinta untuk

melanjutkan studinya ke jenjang yang lebih tinggi. Institut Pertanian Bogor (IPB)

menjadi pilihan penulis dengan harapan besar agar dapat memperoleh ilmu dan

mengembangkan pola pikir, sehingga menjadi sumber daya yang berguna bagi

pembangunan Ibukota Jakarta pada khususnya dan kota-kota lain pada umumnya.

Penulis masuk IPB (USMI) dan diterima sebagai mahasiswa Program

Studi Ilmu Ekonomi dan Studi Pembangunan pada Fakultas Ekonomi dan

Manajemen.

Selama menjadi mahasiswi, penulis aktif pada organisasi Hipotesa dan

menjabat sebagai bendahara. Keikutsertaan penulis pada organisasi ini telah

(8)

i

2.2. Pendekatan Struktur-Perilaku-Kinerja ... 10

2.3. Pengertian Industri TPT (Tekstil dan Produk Tekstil)... 12

(9)

III. METODOLOGI PENELITIAN... 32

IV. GAMBARAN INDUSTRI PAKAIAN JADI DI INDONESIA... 50

4.1. Sejarah Pertumbuhan Industri Pakaian Jadi (Garmen) ... 50

4.2. Periode Pada Industri Pakaian Jadi ... 52

4.2.1. Periode Sebelum Krisis ... 52

4.2.2. Periode Krisis ... 54

4.2.3. Periode Pasca Krisis... 56

4.3. Struktur Biaya Industri Pakaian Jadi Indonesia ... 59

V. HASIL DAN PEMBAHASAN... 60

5.4. Hubungan Struktur dan Faktor Lainnya dengan Kinerja ... 71

(10)

iii

6.1. Kesimpulan ... 83

6.2. Saran... 85

DAFTAR PUSTAKA ... 86

(11)

OLEH

RYAN FEBRIYANTI H14102071

DEPARTEMEN ILMU EKONOMI

FAKUTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

(12)

RINGKASAN

RYAN FEBRIYANTI. Analisis Industri Pakaian Jadi (Garmen) di Indonesia (Pendekatan Structure-Conduct-Performance) (dibimbing oleh BUNGARAN SARAGIH).

Industri pakaian jadi merupakan industri yang bersifat padat karya dan memiliki kontribusi yang cukup tinggi pada nilai ekspor TPT di Indonesia. Namun terdapat beberapa tantangan yang harus dihadapi oleh industri pakaian jadi pada saat ini, antara lain mengenai penyelundupan produk pakaian jadi dari China dengan harga murah serta masalah restrukturisasi permesinan. Hal ini tentu mengakibatkan ketatnya persaingan yang terjadi pada industri pakaian jadi di Indonesia. Ketatnya persaingan dapat mempengaruhi bentuk struktur pasar, perilaku dan kinerja perusahaan-perusahaan pakaian jadi di Indonesia.

Tujuan penelitian ini adalah : (1) menganalisa struktur, perilaku dan kinerja industri pakaian jadi di Indonesia (2) menganalisa pengaruh struktur dan faktor-faktor lainnya terhadap kinerja industri pakaian jadi di Indonesia. Untuk menganalisa struktur pasar, perilaku dan kinerja dari industri pakaian jadi di Indonesia dilakukan analisis deskriptif, sedangkan untuk membahas pengaruh struktur dan faktor-faktor lainnya terhadap kinerja dilakukan analisis regresi linear berganda dengan metode Ordinary Least Squared (OLS), dengan menggunakan

software E-views 4.1.

Hasil penelitian menunjukkan industri pakaian jadi di Indonesia termasuk ke dalam tipe pasar persaingan monopolistik dimana pasar ini bersifat banyak penjual dan pembeli, produk yang heterogen, serta hambatan untuk masuk dan keluar dari pasar yang rendah. Perilaku-perilaku yang terdapat pada industri pakaian jadi antara lain adalah perilaku dalam menentukan harga berdasarkan pada jenis bahan, inovasi produk pada desain dan warna, promosi produk melalui

contact buyer (menghubungi pembeli), pola distribusi yang cenderung ekspor, adanya integrasi vertikal pada industri ini serta perilaku sourcing atau tindakan untuk mencari bahan baku. Kinerja industri pakaian jadi di Indonesia sudah relatif baik dengan menerima margin keuntungan atas biaya langsung (PCM) yang cukup rendah dengan rata-rata sebesar 24,93 persen dan tingkat efisiensi-X yang cukup tinggi sebesar 60,27 persen.

(13)

bagaimana bentuk struktur pasar, perilaku dan kinerja yang terdapat pada industri lainnya sebagai bagian dari industri TPT di Indonesia.

(14)

ANALISIS INDUSTRI PAKAIAN JADI (GARMEN)

DI INDONESIA

(

Pendekatan Structure-Conduct-Performance

)

Oleh

RYAN FEBRIYANTI H14102071

Skripsi

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ilmu Ekonomi

DEPARTEMEN ILMU EKONOMI

FAKUTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

(15)

Dengan ini menyatakan bahwa skripsi yang disusun oleh,

Nama Mahasiswa : Ryan Febriyanti

Nomor Registrasi Pokok : H14102071

Program Studi : Ilmu Ekonomi

Judul Skripsi : Analisis Industri Pakaian Jadi

(Garmen) di Indonesia

(Pendekatan Structure-Conduct-Performance)

dapat diterima sebagai syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada

Departemen Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian

Bogor.

Menyetujui, Dosen Pembimbing,

Prof. Dr. Ir. Bungaran Saragih, M.Ec. NIP. 130 350 045

Mengetahui,

Ketua Departemen Ilmu Ekonomi.

Dr. Ir.Rina Oktaviani, M.S. NIP. 131 846 872

(16)

PERNYATAAN

DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI INI ADALAH

BENAR-BENAR HASIL KARYA SAYA SENDIRI YANG BELUM PERNAH

DIGUNAKAN SEBAGAI SKRIPSI ATAU HASIL KARYA ILMIAH PADA

PERGURUAN TINGGI ATAU LEMBAGA MANAPUN.

Bogor, Agustus 2006

(17)

Penulis bernama Ryan Febriyanti lahir pada tanggal 1 Februari 1985 di

Jakarta, Ibukota negara Republik Indonesia. Penulis adalah anak pertama dari

empat bersaudara, dari pasangan Mufrizal Ramadhani dan Sri Nurdiaty. Jenjang

pendidikan penulis dilalui tanpa hambatan. Penulis menamatkan sekolah dasar

pada SDN 07 Pagi Jakarta Timur, kemudian melanjutkan ke SLTP Negeri 252

Jakarta Timur dan lulus pada tahun 1999. Pada tahun yang sama penulis diterima

di SMUN 81 Jakarta dan lulus pada tahun 2002.

Pada tahun 2002 penulis meninggalkan Ibukota Jakarta tercinta untuk

melanjutkan studinya ke jenjang yang lebih tinggi. Institut Pertanian Bogor (IPB)

menjadi pilihan penulis dengan harapan besar agar dapat memperoleh ilmu dan

mengembangkan pola pikir, sehingga menjadi sumber daya yang berguna bagi

pembangunan Ibukota Jakarta pada khususnya dan kota-kota lain pada umumnya.

Penulis masuk IPB (USMI) dan diterima sebagai mahasiswa Program

Studi Ilmu Ekonomi dan Studi Pembangunan pada Fakultas Ekonomi dan

Manajemen.

Selama menjadi mahasiswi, penulis aktif pada organisasi Hipotesa dan

menjabat sebagai bendahara. Keikutsertaan penulis pada organisasi ini telah

(18)

i

2.2. Pendekatan Struktur-Perilaku-Kinerja ... 10

2.3. Pengertian Industri TPT (Tekstil dan Produk Tekstil)... 12

(19)

III. METODOLOGI PENELITIAN... 32

IV. GAMBARAN INDUSTRI PAKAIAN JADI DI INDONESIA... 50

4.1. Sejarah Pertumbuhan Industri Pakaian Jadi (Garmen) ... 50

4.2. Periode Pada Industri Pakaian Jadi ... 52

4.2.1. Periode Sebelum Krisis ... 52

4.2.2. Periode Krisis ... 54

4.2.3. Periode Pasca Krisis... 56

4.3. Struktur Biaya Industri Pakaian Jadi Indonesia ... 59

V. HASIL DAN PEMBAHASAN... 60

5.4. Hubungan Struktur dan Faktor Lainnya dengan Kinerja ... 71

(20)

iii

6.1. Kesimpulan ... 83

6.2. Saran... 85

DAFTAR PUSTAKA ... 86

(21)

DAFTAR TABEL

Nomor Halaman

1.1. Tabel Profil Industri Pakaian Jadi ... 2

2.1. Tabel Ciri-ciri Tipe Pasar... 15

4.1. Tabel Utilitas Produksi Industri Pakaian Jadi ... 54

4.2. Tabel Ekspor dan Impor Industri Pakaian Jadi ... 58

5.1. Hasil Dugaan Awal Persamaan PCM Pada Industri Pakaian jadi Indonesia ... 72

5.2. Matriks Korelasi Antar Variabel Eksogen Tahap Awal ... 74

5.3. Hasil Dugaan Persamaan PCM Pada Industri Pakaian Jadi Indonesia ... 75

(22)

v

DAFTAR GAMBAR

Nomor Halaman

2.1. Hubungan Struktur-Perilaku-Kinerja ... 11

2.2. Bagan Kerangka Pemikiran ... 30

(23)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Halaman

1. Nama-Nama Perusahaan Garmen Berskala Besar ... 88

2. Struktur Biaya Industri Pakaian Jadi Indonesia ... 89

3. CR4 Industri Pakaian Jadi Indonesia ... 90

4. Nilai Minimum Efficiency Scale (MES)

Industri Pakaian Jadi Indonesia(1983-2003)... 91

5. Price-Cost-Margin Industri Pakaian Jadi Indonesia (1983-2003) ... 92 6. Nilai Efisiensi-X Industri Pakaian Jadi Indonesia (1983-2003) ... 93

7. Growth Industri Pakaian Jadi Indonesia (1983-2003) ... 94 8. Produktivitas Industri Pakaian Jadi Indonesia (1983-2003) ... 95

9. Hasil Estimasi Output Regresi Dan Uji Ekonometrika... 96

10. Uji Multikolinearitas ... 97

11. Hasil Estimasi Output Regresi Dan Uji Ekonometrika Tahap 1... 98

12. Uji Multikolinearitas Tahap 1 ... 99

13. Hasil Output Minitab Tahap 1 ... 100

14. Hasil Estimasi Output Regresi Dan Uji Ekonometrika Tahap 2... 101

15. Hasil Estimasi Output Regresi Dan Uji Ekonometrika Tahap 3... 102

16. Hasil Estimasi Output Regresi Dan Uji Ekonometrika Tahap 4... 103

(24)

I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Industri Tekstil dan Produk Tekstil (TPT) berperan cukup penting bagi

banyak negara dalam memulai proses industrialisasi. Bagi Indonesia, TPT yang

semula hanya merupakan produksi substitusi impor saat ini telah berubah menjadi

komoditi ekspor andalan. Menurut ketua Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API),

Benny Sutrisno, ekspor industri TPT Indonesia pada tahun 2005 mencapai US$

7,5 Miliar dan diproyeksikan untuk tahun 2006 ini mencapai US$ 8,35 Miliar

(Kompas, 2006).

Menurut API, TPT Indonesia juga memiliki daya saing yang relatif baik di

pasar internasional. Hal ini disebabkan Indonesia memiliki industri pertekstilan

yang lengkap dari hulu ke hilir, yakni dari produk serat (fibers), produk benang/pemintalan (spinning), pertenunan (weaving), rajutan (knitting), pakaian jadi (garment), dan produk tekstil lainnya (other textile). Indonesia memiliki industri pemintalan (spinning) yang besar di kawasan Asia dan Oceania. Demikian pula dengan industri pertenunan yang produksinya kedua terbesar

setelah Cina, serta industri pakaian jadi yang dikenal di dunia internasional.

Sampai saat ini Indonesia menjadi negara pengekspor ke-11 terbesar di dunia

dengan pangsa pasar 3,15 persen dari total pasar tekstil dunia sebesar US$ 194,7

Miliar pada tahun 2004. Untuk ekspor pakaian jadi, Indonesia menempati urutan

kesembilan dengan pangsa pasar sebesar 4,45 persen dari total nilai pasar tekstil

(25)

Pada industri TPT ini, salah satu sub sektor yang cukup menjadi pusat

perhatian adalah sub sektor industri pakaian jadi atau garmen. Hal tersebut

dikarenakan industri pakaian jadi merupakan sub-sektor industri hilir dengan sifat

padat karya. Selain itu, sub sektor ini memiliki kontribusi yang cukup tinggi pada

nilai ekspor TPT di Indonesia. Seperti yang sudah terangkum dalam tabel 1.1,

pada tahun 2004 industri pakaian jadi mengalami peningkatan kapasitas produksi

dan produksi riil yang masing-masing sebesar 12,88 persen dan 12,14 persen

dibandingkan tahun 2003. Pada tahun 2004 terjadi penurunan volume ekspor

sebesar 2,84 persen dibanding tahun sebelumnya. Namun karena rata-rata unit price produk pakaian jadi pada tahun tersebut meningkat 13,17 persen, maka secara keseluruhan terjadi peningkatan nilai ekspor sebesar 9,94 persen.

Tabel 1.1. Tabel Profil Industri Pakaian Jadi

Tahun Deskripsi Unit

2002 2003 2004 2005

Perusahaan Unit 849 855 861 n/a

Investasi Kapital Milyar Rp 2.913 2.958 n/a n/a

Mesin Unit 285.136 290.838 n/a n/a

Tenaga Kerja Pekerja 350.901 352.457 353.590 n/a

Kapasitas Produksi ‘000 Ton 591 590 666 n/a

Value Milyar Rp 52.085 54.637 55.887 48.545 Produksi

Namun terdapat beberapa permasalahan yang harus dihadapi oleh industri

pakaian jadi pada saat ini. Impor produk pakaian jadi ilegal atau penyelundupan

merupakan isu utama yang bahkan tidak saja harus dihadapi oleh industri pakaian

(26)

3

produk tekstil (TPT) nasional. Penyelundupan yang terjadi lebih dikarenakan

banyaknya produk-produk pakaian jadi dengan harga murah yang berasal dari

Cina memenuhi pasar pakaian jadi didunia. Sehingga banyak dari pengusaha yang

melihat peluang tersebut memasukkan produk-produk pakaian jadi dari Cina ke

Indonesia dengan berbagai cara.

Menurut Sekretaris Eksekutif BPN API, Ernovian G. Ismy, data

penyelundupan TPT selama tahun 2004 meningkat. Ini berdasarkan total

konsumsi nasional sebanyak 881.904 ton, tetapi total penjualan produsen TPT

lokal hanya sebanyak 634.000 ton. Artinya terdapat selisih angka sebanyak

247.904 ton, atau TPT ilegal mengambil porsi TPT domestik sebesar 20 persen

(Bisnis Indonesia, 2006).

Sekretaris Eksekutif BPN API, Ernovian G. Ismy, menjelaskan

keberadaan produk TPT ilegal tersebut semakin mengganggu produk lokal,

terutama kategori produk pakaian jadi yang dihasilkan oleh industri

menengah-kecil. Peranan industri pakaian jadi menengah-kecil dan rumahan, imbuhnya,

sangat besar menyerap output industri pertenunan (weaving) dan perajutan (knitting). Jika pasar industri pakaian jadi menengah-kecil dan rumahan mengalami gangguan, maka hal ini juga akan menggganggu industri di sektor

hulu pertenunan dan perajutan, bahkan produsen serat (Bisnis Indonesia, 2006).

Dari data penjualan TPT domestik, diketahui bahwa industri pakaian jadi

menengah-kecil dan rumahan punya peran sentral dalam rantai pola distribusi,

khususnya sebagai pembeli utama produk kain domestik. Dari total output produk

(27)

pakaian jadi menengah-kecil dan rumahan, sementara 42,6 persen diserap oleh

industri pakaian jadi besar dan sisanya diekspor (Bisnis Indonesia, 2006).

Upaya yang telah dilakukan oleh pemerintah di dalam menghadapi

permasalahan penyelundupan yang tengah dialami oleh industri TPT adalah

dengan diterbitkannya Surat Keputusan (SK) oleh Menperindag No.

276/MPP/Kep/4/2003 tentang Varifikasi atau Penelusuran Teknis Impor Tekstil

dan Produk Tekstil (TPT). SK tersebut bertujuan untuk mengantisipasi kegiatan

penyelundupan yang masih marak terjadi di Indonesia, meningkatkan upaya

perlindungan konsumen dari dampak negatif importasi tekstil dan produk tekstil

dan meningkatkan iklim usaha yang kondusif. Kebijakan tersebut diharapkan

dapat mengurangi tingkat penyelundupan yang semakin marak terjadi dan

memberikan berbagai dampak positif lainnya bagi industri pakaian jadi di

Indonesia.

Masalah lain yang juga dialami oleh industri pakaian jadi Indonesia adalah

masalah restrukturisasi mesin. Industri pakaian jadi memiliki mesin berusia lebih

dari 10 tahun sebanyak 31.997 unit. Industri pakaian jadi sebagai bagian dari

industri TPT termasuk ke dalam industri yang beresiko tinggi, hal ini membuat

perbankan nasional sangat berhati-hati dalam menyalurkan kredit mereka kepada

industri pakaian jadi (Sinar Harapan, 2006).

Standar operasional bank menerapkan aturan pengajuan kredit harus

dianalisis melalui 5C, yakni pertama, Carracter guna menunjukkan track record

(28)

5

situasi sekarang dan dimasa mendatang; keempat, Capacity adalah kemampuan meningkatan usahanya dalam memenuhi kewajiban kepada bank; dan kelima,

Collateral untuk mengetahui jaminan debitur terhadap kemungkinan risiko yang timbul. Dari kelima analisis tersebut, industri TPT paling tidak memenuhi syarat

Capacity. Sektor ini dinilai tidak mampu meningkatkan kemampuan usahanya yang diduga disebabkan oleh masalah manajerial yang masih kurang baik

sehingga kinerjanya tidak kompetitif. Hal ini juga dialami oleh industri pakaian

jadi nasional sebagai bagian dari industri TPT (Sinar Harapan, 2006).

Pada sisi lain, pihak perbankan membantah tidak menyalurkan kredit

kepada sektor TPT. Bank tetap bersedia menyalurkan kredit kepada industri TPT

guna mendorong industri TPT agar dapat menyelesaikan masalah yang kini

tengah dihadapi oleh industri tersebut. Namun, hal tersebut dilakukan perbankan

secara selektif dan melihat perkembangan dari sektor-sektor TPT, termasuk di

dalamnya industri pakaian jadi. Jika restrukturisasi permesinan dapat segera

dilakukan, maka produsen-produsen pakaian jadi nasional tentu akan dapat

bersaing dengan produsen-produsen lainnya yang berasal dari luar negeri.

Berdasarkan pada situasi yang tengah dihadapi oleh industri pakaian jadi saat ini,

maka penelitian mengenai industri pakaian jadi ini dirasakan cukup menarik bagi

peneliti untuk dilakukan penelitian lebih lanjut.

1.2. Perumusan Masalah

Industri pakaian jadi merupakan industri padat karya yang dapat

(29)

ini memiliki nilai yang sangat besar. Investasi yang terdapat pada industri pakaian

jadi sebagai bagian dari industri TPT pada tahun 2003 jumlahnya hampir

mencapai US$ 3 Miliar dengan tenaga kerja langsung sebanyak 360.000 orang

dan tenaga kerja tidak langsung 700.000 orang (Sinar Harapan, 2006).

Industri pakaian jadi sebagai penyumbang ekspor terbesar dari seluruh

ekspor TPT pada saat ini tengah menghadapi berbagai tantangan antara lain

perubahan permintaan pasar yang semakin cepat. Seiring dengan percepatan

perkembangan fashion dunia yang tidak hanya mengandalkan musim tetapi trend

mode, menyebabkan pesanan untuk pakaian jadi pun cepat berubah. Kemampuan industri pakaian jadi untuk berkompetisi tidak hanya di pasar global tetapi juga di

pasar domestik sangatlah tergantung pada keseriusan semua pihak sehingga

industri ini dapat terus berkembang.

Kondisi lainnya yang saat ini juga dihadapi oleh industri pakaian jadi

Indonesia adalah produk-produk pakaian jadi dari Cina yang semakin memenuhi

pasar domestik, baik yang legal maupun ilegal. Data API menunjukkan total

pertumbuhan impor pakaian jadi Cina yg tercatat resmi, belum termasuk ilegal,

dalam lima tahun terakhir, tahun 2004 mencapai 380 persen (Kompas, 2006).

Produk-produk tersebut diperjualbelikan dengan harga yang jauh lebih

murah dibandingkan dengan produk-produk dari dalam negeri, hal ini tentu saja

sangat merugikan produsen pakaian jadi nasional. Selain murah, produk dari Cina

juga memiliki keunggulan dalam desain. Sebagai contoh, setelan baju tidur (anak

perempuan) dari Cina dijual seharga Rp 350.000 per kodi (20 pasang atau Rp

(30)

7

400.000 per kodi atau Rp 20.000 per pasang. Setelan pakaian anak-anak yang

terdiri dari celana, rompi, dan kaus diperdagangkan hanya Rp 40.000 per pasang.

Sementara itu celana untuk anak-anak buatan dalam negeri dijual dengan harga

Rp 30.000 per potong (Kompas, 2006).

Masalah restrukturisasi permesinan pada industri pakaian jadi juga

merupakan sebuah hambatan dalam meningkatkan produktivitas dalam industri

ini. Sebagian besar mesin tergolong tua, buatan tahun 1970-an, dengan tingkat

efisiensi yang rendah. Data API menyebutkan bahwa pada industri pakaian jadi

terdapat sekitar 81 persen mesin tua yang memerlukan adanya peremajaan

(Kompas, 2006).

Berbagai tantangan yang harus dihadapi oleh industri pakaian jadi serta

semakin meningkatnya jumlah perusahaan-perusahaan pakaian jadi di Indonesia,

mengakibatkan ketatnya persaingan yang terjadi pada industri ini. Hal ini tentu

mempengaruhi bentuk struktur pasar dari industri industri pakaian jadi di

Indonesia. Selanjutnya untuk dapat terus bertahan dalam persaingan yang semakin

ketat, perusahaan-perusahaan tersebut melakukan beberapa perilaku. Kinerja dari

industri pakaian jadi pada akhirnya yang menentukan apakah

perusahaan yang berada dalam industri tersebut sudah termasuk

perusahaan-perusahaan yang sudah dikelola dengan baik.

Dari berbagai hal yang telah diuraikan maka permasalahan yang akan

dibahas pada penelitian ini, yaitu :

1) Bagaimana struktur, perilaku, dan kinerja dari industri pakaian jadi di

(31)

2) Bagaimana pengaruh struktur (CR4) dan faktor-faktor lainnya (Growth, Produktivitas, dan Dummy) terhadap kinerja (PCM) industri pakaian jadi di

Indonesia?

I.3. Tujuan Penelitian

Berdasarkan latar belakang dan permasalahan yang ada maka penelitian ini

bertujuan untuk:

1) Menganalisa struktur, perilaku dan kinerja industri pakaian jadi di Indonesia,

2) Menganalisa pengaruh struktur (CR4) dan faktor-faktor lainnya (Growth, Produktivitas, dan Dummy) terhadap kinerja (PCM) industri pakaian jadi di

Indonesia.

I.4. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat sebagai:

1) Gambaran yang lebih jelas mengenai industri pakaian jadi di Indonesia.

2) Bahan rujukan bagi pembaca dan informasi untuk penelitian selanjutnya.

3) Sarana pembelajaran bagi penulis dalam memahami industri pakaian jadi dan

(32)

II. TINJAUAN PUSTAKA

Dalam memahami dan menganalisis perihal hubungan struktur, perilaku

dan kinerja pasar akan diperlukan pengetahuan tentang teori dalam ekonomi

industri. Ekonomi industri merupakan suatu keahlian khusus dalam ilmu ekonomi

yang membantu menjelaskan mengapa pasar perlu diorganisir dan bagaimana

pengorganisasiannya mempengaruhi cara kerja pasar industri. Ekonomi industri

menelaah struktur pasar dan perusahaan yang secara relatif lebih menekankan

pada studi empiris dari faktor-faktor yang mempengaruhi struktur pasar, perilaku

dan kinerja pasar (Jaya, 2001).

2.1. Pengertian Industri

Industri adalah kumpulan dari perusahaan-perusahaan yang menghasilkan

barang-barang yang homogen, atau barang-barang yang mempunyai sifat saling

mengganti yang erat (Hasibuan, 1993). Sedangkan menurut Dumairy (1995)

istilah industri mempunyai dua arti. Pertama, industri dapat berarti himpunan

perusahaan-perusahaan sejenis. Dalam konteks ini sebutan industri tekstil,

misalnya, berarti himpunan atau kelompok perusahaan penghasil tekstil. Kedua,

industri dapat pula merujuk ke suatu sektor ekonomi yang di dalamnya terdapat

kegiatan produktif yang mengolah bahan mentah menjadi barang setengah jadi

atau barang jadi.

Sementara itu, industri berbeda dengan perusahaan, sebab perusahaan

menurut Badan Pusat Statistik (2002) merupakan suatu satuan usaha yang

(33)

barang atau jasa. Perusahaan tersebut terletak atau menempati lokasi tersendiri

dan bersifat menetap, mempunyai aktivitas dan catatan administrasi yang dapat

dipisahkan dari kegiatan lain serta ada seorang atau lebih yang bertanggung jawab

penuh atas resiko usaha serta dapat menjamin kelangsungan usaha tersebut baik

sebagai pemilik atau pimpinan ataupun sebagai pekerja.

2.2. Pendekatan Struktur-Perilaku-Kinerja

Model Struktur-Perilaku-Kinerja (Structure-Conduct-Performance), pada awalnya menggunakan kesimpulan dari analisis mikroekonomi untuk membahas

organisasi industri. Dalam paradigma Struktur-Perilaku-Kinerja, suatu industri

sangat bergantung kepada perilaku pembeli dan penjual, dimana perilaku ini

bergantung kepada struktur pasar sedangkan struktur pasar pada gilirannya

bergantung kepada kondisi-kondisi dasar atau awal seperti teknologi dan

permintaan terhadap suatu produk. Hubungan yang sesungguhnya, bagaimanapun

tidak pernah dijelaskan secara detail (Carlton, D.W., et al., 2000).

Hubungan antara struktur, perilaku dan kinerja ditunjukkan dalam gambar

2.1 dimana struktur pasar dianggap mempengaruhi perilaku melalui tingkah laku

perusahaan-perusahaan yang beroperasi dalam industri dan pada akhirnya akan

mempengaruhi kinerjanya dalam hubungan satu arah atau satu jalur. Sejalan

dengan perkembangan studi ekonomi industri maka hubungan antara ketiga

variabel semakin kompleks, bukan lagi hanya hubungan satu arah tetapi juga

(34)

11

hubungan sebab akibat dimulai secara terarah dari struktur yang akhirnya

mempengaruhi perilaku dan atau kinerja.

Sumber: Jaya, 2001

Gambar 2.1 Hubungan Struktur-Perilaku-Kinerja

Dalam penelitian-penelitian empiris pada umumnya tingkah laku

perusahaan seringkali diabaikan. Pengujian hipotesa dengan pola hubungannya

seperti di atas selalu terbentur variabel tingkah laku yang sulit diukur dan

Kondisi pasar

Permintaan Penawaran

Elastisitas harga Elastisitas harga

Tingkat pertumbuhan Teknologi

Bentuk pemasaran Daya tahan produk

Metode pembelian Bahan mentah

Elastisitas silang dan elastisitas subtitusi Kebijakan pemerintah

Struktur (Structure)

Struktur biaya Integrasi vertikal Difereniasi produk Skala ekonomi Hambatan masuk (barriers to entry) Struktur biaya Diversifikasi

Perilaku (Conduct)

Strategi harga Tingkat kerjasama Iklan Riset dan inovasi Strategi produk

Kinerja (Performance)

Efisiensi Pemeratan Kemajuan teknologi Pertumbuhan

(35)

dijabarkan sehingga sulit untuk mendapatkan hasil pengujian yang berarti untuk

hubungan antara struktur dan perilaku. Oleh karena itu, perkiraan atas kinerja

industri dapat diketahui melalui unsur-unsur yang dimasukkan sebagai variabel

bebas.

Pengujian hipotesa pola hubungan struktur dan kinerja dapat dilakukan

dengan menggunakan salah satu indikator tertentu dari struktur pasar seperti

tingkat konsentrasi penjual dan menggunakan PCM sebagai indikator kinerja.

Tetapi akan lebih baik bila memasukkan unsur-unsur struktur pasar yang lain

dalam pengujian.

2.3. Pengertian Industri TPT (Tekstil dan Produk Tekstil)

Tekstil merupakan hasil dari proses pertenunan atau perajutan benang

yang hasilnya akan berbentuk tekstil lembaran, tenunan dan rajutan. Produk tekstil

adalah hasil proses lanjutan dari tekstil lembaran yang produknya antara lain

berupa pakaian jadi untuk keperluan individu (Hartanto, NS dan Watanabe, 1993).

Industri tekstil dan industri produk tekstil memiliki pengertian yang

terpisah menurut API (2005), industri tekstil merupakan gabungan dari industri

pembuatan serat, pemintalan, pertenunan, pencelupan dan penyempurnaan kain.

Sementara industri produk tekstil adalah industri yang mencakupi industri pakaian

jadi atau garmen dan industri produk tekstil lainnya. Sehingga industri tekstil dan

produk tekstil (TPT) merupakan industri yang mencakup mulai dari industri serat

(36)

13

Secara teknis, struktur industri TPT nasional dibagi menjadi tiga subsektor

(Djafrie dalam Yulaekha, 2005), yaitu :

1. Sektor hulu (upstream)

Industri sektor hulu adalah industri pembuat serat (fibre) dan pemintal (spinning), seperti serat kapas, serat sintetik, serat selulosa dan bahan baku serat sintetik. Pada umumnya sifat yang dimiliki oleh industri pada sektor hulu adalah

padat modal, full-automatic, berskala besar, output tenaga kerja besar dan jumlah tenaga kerja sedikit.

2. Sektor menengah (midstream)

Sektor ini meliputi industri yang bergerak pada bidang pemintalan

(spinning), pertenunan (weaving) dan pencelupan atau penyempurnaan (dyeing/finishing). Pada umumnya sifat yang dimiliki oleh sektor menengah adalah semi padat modal dan teknologi yang digunakan telah berkembang serta

penyerapan tenaga kerjanya lebih besar dari sektor hulu.

3. Sektor hilir (downstream)

Industri yang terdapat pada sektor hilir adalah industri pakaian jadi

(garment). Industri pakaian jadi ini merupakan industri yang mengolah bahan kain menjadi produk akhir berupa pakaian jadi yang siap dikonsumsi. Sifat industrinya

yang padat karya, mengindikasikan bahwa sektor ini adalah sektor yang paling

banyak menyerap tenaga kerja. Pembeda pada sektor-sektor ini adalah pada

(37)

2.4. Struktur Pasar

Istilah struktur pasar (market structure) mengacu pada semua aspek (feature) yang dapat mempengaruhi perilaku dan kinerja perusahaan di suatu pasar, misalnya, jumlah perusahaan di pasar, atau jenis produk yang mereka jual

(Lipsey, et al., 1996). Untuk menyederhanakan analisis struktur pasar, para ahli ekonomi memusatkan perhatian pada empat struktur pasar teoritis yang

mencakupi sebagian besar keadaan aktual. Struktur ini dinamakan persaingan

sempurna, monopoli, persaingan monopolistik, dan oligopoli.

Perbedaan struktur pasar yang ada dapat terjadi karena (Legowo, 1996) :

1. Adanya perbedaan dalam tingkat konsentrasi antara penjual dengan pembeli

yang diukur dari jumlah penjual dan pembeli yang termasuk dalam pasar

tersebut.

2. Tingkat mobilitas sumberdaya, dapat diketahui melalui kemudahan produk

perusahaan untuk masuk ke dalam pasar atau ada hambatan masuk dalam

industri (barriers to entry).

3. Sifat-sifat produk yang ditawarkan, homogen atau heterogen.

4. Kemampuan perusahaan dalam menguasai atau memproduksi sendiri

bahan-bahan (input) untuk produksi serta kemampuan dalam menguasai saluran

distribusi dari produk yang dihasilkan (integrasi vertikal).

5. Tingkat kekuatan perusahaan dalam menguasai sejumlah pasar dari produk

yang dihasilkan yang telah didiferensiasi.

6. Tingkat pengetahuan dari pelaku ekonomi (perusahaan, pemasok, konsumen)

(38)

15

Ciri-ciri dan tipe pasar suatu industri dapat diketahui sebagai berikut :

Tabel 2.1. Ciri-ciri Tipe Pasar

Ciri-ciri Monopoli Perusahaan Dominan

Satu Banyak Sedikit Banyak Sangat

Banyak Entry/Exit

barrier

Sangat tinggi

Tinggi Tinggi Rendah Sangat rendah Tipe produk Heterogen Heterogen Homogen/

Heterogen

Relatif Relatif Sedikit Tidak ada

Persaingan

Profit Berlebih Berlebih Agak

berlebih

Sumber: diolah dari berbagai sumber.

Pasar monopoli terdiri dari satu produsen yang menguasai pangsa pasar

keseluruhan atau sebesar 100 persen dan memiliki hambatan masuk pasar yang

sangat tinggi karena produsen yang menguasai pasar akan berusaha keras agar

(39)

dipimpin oleh perusahaan dominan, pelaku usaha terdiri dari beberapa perusahaan

namun hanya ada satu pelaku usaha yang terlihat mendominasi pasar. Hambatan

untuk masuk pasar ini cukup tinggi namun biasanya informasi pasarnya cukup

terbuka.

Pada pasar oligopoli terdapat beberapa pelaku usaha yang memimpin pasar

dengan pangsa pasar gabungannya sebesar 60 persen sampai dengan 100 persen.

Hambatan masuknya cukup tinggi dan informasi yang diterima terbatas. Para

oligopolis juga bertindak sebagai monopolis terutama jika mereka melakukan

kerjasama sehingga efisiensinya menjadi kurang baik.

Pasar monopolistik terdiri dari banyak produsen dimana banyak pesaing

yang efektif dan tidak ada satu pun yang memiliki pangsa pasar diatas 10 persen.

Para produsen menjual produknya dengan karakteristik yang berbeda-beda dan

dapat menjualnya dengan harga yang diinginkan. Hambatan masuk dan

informasinya cukup terbuka sehingga tingkat persaingannya tinggi dan

efisiensinya cukup baik. Sementara pasar persaingan murni setiap produsen tidak

memiliki pangsa pasar yang berarti. Dengan hambatan masuk yang rendah dan

informasi yang terbuka maka para pesaing potensial dapat mudah memasuki

pasar. Struktur pasar merupakan suatu pokok bahasan yang kompleks, dengan

sejumlah konsep yang terpadu serta dibutuhkan banyak data untuk

(40)

17

2.4.1. Pangsa Pasar

Pangsa pasar dapat juga diartikan sebagai persentase perusahaan dari total

pendapatan industri yang dapat diukur dari 0 persen hingga 100 persen. Pangsa

pasar yang besar biasanya menandakan kekuatan pasar yang besar, sebaliknya

pangsa pasar perusahaan yang kecil berarti perusahaan tidak mampu bersaing

dalam tekanan persaingan.

Peranan pangsa pasar, seperti halnya elemen struktur pasar lainnya, adalah

sebagai sumber keuntungan bagi perusahaan. Hipotesa umum mengatakan adanya

hubungan antara tiap pangsa pasar perusahaan dengan tingkat keuntungannya

(Jaya,2001).

2.4.2. Konsentrasi

Konsentrasi merupakan kombinasi pangsa pasar dari

perusahaan-perusahaan oligopolis di mana mereka menyadari adanya suatu ketergantungan

(Jaya, 2001). Kelompok perusahaan ini terdiri dari 2 sampai 8 perusahaan.

Kombinasi pangsa pasar mereka membentuk suatu tingkat pemusatan dalam

pasar.

Alat yang digunakan untuk mengukur konsentrasi perusahaan dalam

penelitian ini adalah Concentration Ratio (CR4), yaitu alat ukur paling sederhana untuk mengukur tingkat konsentrasi dari perusahaan-perusahaan yang memiliki

pangsa pasar terbesar. CR4 dirumuskan:

Total jumlah penjualan 4 perusahaan terbesar

(41)

Nilai CR4 yang dihasilkan antara nol sampai satu. Semakin besar nilai

CR4 yang dihasilkan maka struktur pasar semakin monopoli, sebaliknya jika

nilainya semakin kecil (mendekati nol) maka persaingannya sempurna (Jaya,

2001). Rasio konsentrasi yang standar memerlukan data mengenai ukuran pasar

secara keseluruhan dan ukuran perusahaan-perusahaan yang memimpin pasar.

Pengukuran ini lebih jelas daripada pengukuran yang lain dan mempunyai

pengertian yang lebih mantap.

2.4.3. Hambatan Untuk Masuk

Menurut Jaya (2001) ada beberapa hal umum mengenai hambatan

memasuki suatu pasar yang harus dipahami. Pertama, hambatan-hambatan timbul

dalam kondisi pasar yang mendasar, tidak hanya dalam bentuk perangkat yang

legal ataupun dalam bentuk kondisi-kondisi yang berubah dengan cepat.

Kedua, hambatan dibagi dalam tingkatan mulai dari tanpa hambatan sama

sekali (“bebas masuk”), hambatan rendah, sedang sampai tingkatan tinggi di mana

tidak ada lagi jalan masuk. Ketiga, hambatan merupakan sesuatu yang kompleks.

Peranan hambatan untuk masuk suatu pasar masih diperdebatkan.

Hal lain yang dapat dijadikan faktor hambatan masuk adalah dengan

pengukuran Minimum Efficiency Scale (MES). Pesaing baru tidak akan masuk kecuali yakin akan memperoleh keuntungan setelah masuk dalam pasar. Jika MES

relatif besar terhadap pasar maka perusahaan baru tidak akan dapat membuka

(42)

19

Perusahaan yang memasuki pasar dengan kondisi di bawah MES tidak akan

sanggup bersaing dengan perusahaan yang telah ada di pasar.

Beberapa ukuran yang dapat dijadikan proksi bagi MES yaitu output dari

pabrik terbesar, ukuran rata-rata dari seluruh pabrik yang berada pada kelas

distributor tinggi dan ukuran rata-rata dari beberapa pabrik yang terbesar yang

menguasai 50 persen output industri.

2.4.4. Pasar Persaingan Monopolistik

Persaingan monopolistik adalah suatu jenis pasar yang mempunyai

sifat-sifat sebagai berikut (Jaya, 2001):

1) Banyak perusahaan dan pembeli

Pasar terdiri dari sejumlah besar perusahaan dan pembeli yang bertindak

secara bebas.

2) Produk yang dibedakan

Produk-produk yang ditawarkan oleh perusahaan yang bersaing memiliki

perbedaan dalam satu atau lebih hal antara satu produk dengan yang lainnya.

Perbedaan-perbedaan ini mungkin dalam hal fisiknya yaitu yang meliputi

penampilan atau perbedaan-perbedaan yang diciptakan melalui iklan dan promosi

penjualan.

3) Pasar yang bebas dimasuki dan ditinggalkan

Pasar yang tidak memiliki hambatan-hambatan untuk dimasuki (barriers to

entry) oleh perusahaan-perusahaan baru atau hambatan-hambatan bagi

(43)

4) Dalam jangka pendek akan menghasilkan laba diatas normal

Dalam jangka panjang laba diatas normal akan menyebabkan

perusahaan-perusahaan baru memasuki pasar, yang kemudian akan mengakibatkan turunnya

volume penjualan pada tingkat harga yang berlaku. Proses masuknya

perusahaan-perusahaan baru akan berlangsung sampai laba lebih yang diperoleh sebelumnya

tidak ada lagi. Posisi laba yang normal dari perusahaan untuk jangka panjang

adalah sama dengan posisi keseimbangan jangka panjang perusahaan tersebut

dalam persaingan sempurna.

Akan tetapi persaingan monopolistik akan menghasilkan kinerja pasar

yang kurang efisien bila dibandingkan dengan persaingan sempurna. Khususnya

bagi perusahaan monopolistik yang bersaing untuk memproduksi tingkat output

yang lebih rendah dan menjual output tersebut dengan haga yang lebih tinggi

dibndingkan dengan harga-harga output perusahaan yang bersaing secara

sempurna.

2.5. Perilaku Pasar

Perilaku pasar merupakan tindakan dan kegiatan yang dilakukan

perusahaan-perusahaan dalam kapasitasnya sebagai produsen atau penjual dan

pembeli barang dan jasa. Beberapa elemen yang menentukan perilaku pasar

(Legowo, 1996):

(44)

21

2. Cara berkompetisi yang dilakukan perusahaan untuk mencapai tujuannya,

terutama dalam kebijakan menentukan harga, besarnya produksi, adanya

diferensiasi produk yang dihasilkan.

3. Pengaturan perilaku perusahaan. Seberapa jauh diperkenankannya adanya

persaingan antara perusahaan-perusahaan dalam pasar. Kemungkinan

terjadinya koordinasi di antara perusahaan dalam menentukan harga dan

melakukan kolusi secara terang-terangan (kartel) atau secara diam-diam (price

leadership).

Perilaku perusahaan menjadi subjek analisis yang menarik hanya jika

persaingan yang terjadi tidak sempurna, akan berbeda jika yang terjadi pasar

persaingan sempurna. Pada pasar persaingan tidak sempurna, ada insentif bagi

perusahaan untuk melakukan promosi, mengamati tindakan pesaing, melakukan

kolusi atau kerjasama, atau berusaha menghalangi masuknya perusahaan baru

(Jaya, 2001).

2.5.1. Kerjasama dan Kolusi

Kerjasama yang dapat bertahan lama akan memberikan keuntungan lebih

banyak bagi kelompok perusahaan yang melakukan kerjasama tersebut. Hal itu

dikarenakan dengan adanya kerjasama maka kelompok perusahaan dapat

menaikkan harga. Kerjasama yang dapat bertahan lama akan menjadikan kolusi

berjalan dengan sangat efektif. Semakin sempurnanya kerjasama diantara

perusahaan-perusahaan tersebut, pasar akan semakin menyerupai pasar monopoli

(45)

Kondisi-kondisi yang mendorong adanya kolusi antara lain adalah

konsentrasi dan kelangkaan, biaya, kondisi permintaan, “titik pusat”, persaingan

bukan harga dan informasi. Ada beberapa macam kolusi yang dilakukan oleh

perusahaan dalam suatu industri. Kategori-kategori utamanya adalah kartel,

pengawasan terhadap masuknya perusahaan baru dan daerah pasar, persetujuan

penetapan harga, dan kolusi terselubung (Jaya, 2001).

2.5.2. Integrasi Vertikal, Konglomerasi Dan Merger

Merger adalah suatu penggabungan (kombinasi) dua atau lebih perusahaan

yang kemudian diberi nama (yang hidup) salah satu dari perusahaan yang

bergabung itu. Merger biasanya dilakukan atas dasar pengujian bersama yang

bertujuan meningkatkan efisiensi karena diharapkan ada pengaruh sinergis

(Legowo, 1996).

Terdapat tiga tipe merger:

1. Merger Horizontal adalah merger antara perusahaan-perusahaan dalam pasar

yang sama (pesaing dalam pasar). Contoh: pabrik semen A merger dengan

pabrik semen B, dll.

2. Merger Vertikal adalah merger perusahaan-perusahaan antara kolom

perusahaan (kolom dari industri hulu ke hilir). Contoh: pabrik tepung terigu

merger dengan pabrik mie instan, dll.

3. Merger Konglomerat adalah merger antara perusahaan-perusahaan yang tidak

(46)

23

untuk melakukan diversifikasi kegiatan dan menyebar resiko. Contoh: bank

merger dengan perusahaan otomotif, dll.

Integrasi vertikal adalah penggabungan perusahaan-perusahaan yang

mempunyai kelanjutan proses produksi. Jenis integrasi juga dapat dibagi menjadi

dua, yaitu integrasi ke hulu (up stream) dan integrasi ke hilir (down stream). Jadi, integrasi dapat terjadi antara perusahaan-perusahaan yang mempunyai proses

produksi yang berkelanjutan, baik di hulu maupun di hilir (Hasibuan, 1993).

Selanjutnya, istilah konglomerat, yang artinya tidak lebih dari perkumpulan atau

pengelompokan memilki sebutan yang lebih umum yaitu merger konglomerat.

2.5.3. Diferensiasi Produk

Persaingan akan berjalan dengan sempurna apabila pembeli dapat

membandingkan barang yang satu dengan barang yang lainnya. Bila

barang-barang didiferensiasi maka persaingan menjadi tidak efektif. Perbandingan produk

yang satu dengan yang lainnya menjadi sulit dilakukan karena memang berbeda.

Pembeli menjadi tertarik pada suatu produk tertentu.

Suatu perusahaan tidak dapat bertahan hidup tanpa menciptakan produk

baru. Produk yang sebelumnya dihasilkan akan menjadi semakin dewasa dan pada

suatu saat nanti akan mengalami penurunan sehingga layak digantikan. Oleh

karena itu sebuah produk memiliki siklus yang dapat dibagi menjadi empat fase,

(47)

Perilaku pasar menggambarkan tindakan-tindakan perusahaan sebagai

akibat dari struktur pasar yang dihadapinya. Perilaku pada penelitian ini dapat

dikelompokkan menjadi empat jenis yaitu : perilaku dalam startegi harga, strategi

produk, strategi promosi, dan strategi distribusi. Selain keempat jenis perilaku

tersebut, penelitian ini juga akan membahas perilaku lainnya yang terkait dengan

industri pakaian jadi di Indonesia.

2.6. Kinerja Pasar

Kinerja pasar adalah hasil kerja yang dipengaruhi oleh struktur dan

perilaku industri (Hasibuan, 1993). Elemen-elemen yang terdapat di dalam kinerja

pasar adalah (Legowo,1996):

1. Efisiensi dalam produksi. Kemampuan berproduksi dengan efisien.

2. Efisiensi dalam penyaluran. Kemampuan mendistribusikan hasil produksi

dengan biaya yang rendah (efisien).

3. Efisiensi dalam mengalokasikan sumber daya sehingga harga yang dikenakan

kepada pembeli bisa rendah sesuai dengan rendahnya biaya produksi termasuk

keuntungan yang normal bagi produsen.

4. Kemampuan memanfaatkan kemajuan teknologi, sehingga dapat diperoleh

biaya produksi yang rendah dan teknik distribusi yang lebih tepat.

5. Kinerja berupa mutu, harga dan jumlah (variasi produk) yang sesuai dan bisa

memuaskan konsumen (masyarakat).

Kinerja dalam kaitannya dengan ekonomi memiliki banyak aspek namun

(48)

25

dan keseimbangan dalam industri (Jaya, 2001). Efisiensi mempunyai dua bagian

utama, yaitu efisensi internal dan efisiensi alokasi.

Tingkat efisiensi internal menggambarkan perusahaan yang dikelola

dengan baik. Efisiensi ini diukur dengan perbandingan nilai tambah dan nilai

input setiap perusahaan. Sedangkan efisiensi alokasi menggambarkan alokasi

sumber daya ekonomi sedemikian rupa sehingga tidak ada lagi perbaikan dalam

berproduksi yang dapat menaikkan nilai output.

Kemajuan teknologi dan tindakan inovasi merupakan suatu bentuk upaya

terus-menerus untuk melakukan tindakan-tindakan yang memberikan dorongan

kemajuan. Sementara keseimbangan dalam industri dilihat dalam pemenuhan

kebutuhan dan keinginan untuk memenuhi harapan-harapan serta penghargaan

yang nyata dan bernilai.

Kinerja juga dapat dilihat dari pola keuntungan yang didapat

perusahaan-perusahaan dalam industri. Pola keuntungan ini dapat digambarkan oleh Price-Cost-Margin (PCM). Penggunaan PCM sebagai variabel kinerja pertama kali digunakan oleh Collins dan Preston pada tahun 1968. PCM dapat diperoleh

dengan membagi selisih antara nilai tambah dikurangi upah yang harus

dibayarkan terhadap nilai pengiriman (Jaya, 2001).

Nilai tambah adalah nilai pengiriman dikurangi nilai material, persediaan

dan tempat penyimpanan, bahan bakar, tenaga listrik dan kontrak kerja. Upah

yang harus dibayarkan merupakan total pengeluaran perusahaan untuk membayar

tenaga kerja. Sedangkan nilai barang yang dihasilkan adalah bagian dari nilai

(49)

tentang hubungan stuktur dan kinerja pasar akan berusaha menunjukan adanya

pengaruh antara variabel-variabel struktur pasar terhadap keuntungan yang

diproksi dengan PCM. Tingkat PCM yang tinggi hanya dapat tercipta jika terdapat

monopoly power atau rasio konsentrasi yang tinggi.

2.7. Penelitian Terdahulu

Penelitian mengenai Struktur-Perilaku-Kinerja dari suatu industri telah

dilakukan oleh peneliti-peneliti sebelumnya. Meskipun begitu

penelitian-penelitian tersebut meneliti industri yang berbeda-beda dan penelitian-penelitian ini juga

meneliti industri yang berbeda pula dengan penelitian sebelumnya. Dua

diantaranya adalah penelitian dengan judul “Analisis Structure-Conduct-Performance industri ban di Indonesia” yang telah dilakukan oleh Delima (2005) kemudian mengenai industri susu dengan judul “Analisis

Struktur-Perilaku-Kinerja Industri Susu Di Indonesia” yang telah dilakukan oleh Andiani (2006).

Hasil penelitian Delima (2005) menunjukkan bahwa struktur pasar industri

ban di Indonesia adalah termasuk ke dalam tipe pasar oligopoli ketat dimana pasar

ini terbentuk dikarenakan penggabungan pangsa pasar dari empat perusahaan

besar yang menghasilkan pangsa pasar sebesar 60 persen sampai dengan 100

persen.

Perilaku dari industri ban Indonesia berdasarkan pada hasil penelitian

Delima (2005) antara lain menunjukkan adanya strategi dalam harga berupa

adanya kesepakatan harga yang terjadi dalam pasar yang dilakukan oleh asosiasi

(50)

27

memodifikasi karakteristik fisik produk, mengembangkan kualitas yang sesuai

dengan SNI, dan menambah model serta ukuran, perilaku promosi yang dilakukan

oleh industri ban Indonesia melalui media massa baik cetak maupun media

elektronik. Perilaku pengalihan dari pasar domestik ke pasar ekspor ketika pasar

domestik mengalami kelesuan adalah strategi distribusi yang dilakukan oleh

produsen ban Indonesia.

Dari segi kinerja, industri ban di Indonesia menerima margin keuntungan

atas biaya langsung (PCM) sebesar 17,41 persen selama tahun 1985 sampai

dengan tahun 2003. Diduga kasus yang terjadi pada industri ban di Indonesia

adalah penurunan konsentrasi rasio disebabkan karena pertambahan jumlah

perusahaan pada industri mampu meningkatkan persaingan. Pertambahan jumlah

perusahaan (yang relatif cukup besar) pada industri yang bersangkutan, selain

menekan konsentrasi rasio juga mampu menciptakan andil pendapatan yang besar.

Sehingga secara keseluruhan pendapatan industri yang bersangkutan mengalami

peningkatan pertumbuhan. Hal ini menunjukkan bahwa perusahaan-perusahaan

yang ada pada industri merupakan perusahaan-perusahaan yang besar dan

mempunyai daya saing yang tinggi.

Penelitian selanjutnya mengenai industri susu dengan judul “Analisis

Struktur-Perilaku-Kinerja Industri Susu Di Indonesia” telah dilakukan oleh

Andiani (2006). Hasil dari penelitian dengan menggunakan data dari tahun 1983

sampai dengan tahun 2003 tersebut menunjukkan bahwa industri susu di

(51)

tingginya tingkat konsentrasi dari industri susu di Indonesia, dengan nilai rata-rata

CR4 sebesar 73,79 persen.

Perilaku yang terdapat pada industri susu di Indonesia berdasarkan pada

hasil penelitian yang telah dilakukan menunjukkan adanya strategi harga dan

produk serta strategi promosi. Dalam melakukan penetapan harga, umumnya

perusahaan susu melakukan pengamatan tingkat harga yang ditetapkan pesaing

dengan asumsi harga yang ditetapkan semua pesaing adalah harga yang tinggi.

Strategi produk yang dilakukan oleh produsen susu adalah melakukan inovasi

melalui produk dan merek dengan memproduksi susu sesuai dengan jenis.

Terdapat tiga jenis susu yang diklasifikasikan lagi sesuai dengan umur konsumen.

Pemberian merek dagang pada setiap kemasan yang menarik akan menjadi

perhatian konsumen dalam memilih produk untuk dikonsumsi. Sementara itu,

strategi promosi yang dilakukan oleh perusahaan-perusahaan susu adalah melalui

promosi berbentuk merek, promosi berdasarkan industri atau pasar dan promosi

secara politik.

Kinerja dari industri susu di Indonesia menunjukkan hasil bahwa nilai

efisiensi-X dan nilai margin keuntungan atas biaya langsung (PCM) yang cukup

tinggi. Rata-rata efisiensi-X pada industri ini mencapai 66,99 persen. Sementara

itu nilai rata-rata PCM pada industri susu mencapai 43,28 persen.

Struktur pasar oligopoli ketat memiliki efisiensi yang kurang baik dan

keuntungan yang agak berlebih. Meskipun begitu, kebijakan yang dibuat oleh

produsen dari masing-masing industri dapat mengantisipasi kelemahan yang

(52)

29

dalam industri ini menjaga keseimbangan antara penawaran produksi dan

permintaannya yang bertujuan untuk menghindari dari kerugian perusahaan.

Sehingga meskipun memiliki struktur pasar yang sama dengan industri ban,

industri susu memiliki kinerja yang lebih baik.

2.8. Kerangka Pemikiran

Di dalam kerangka pemikiran untuk menganalisis berjalannya suatu proses

pasar perlu diketahui bahwa ada hubungan antara struktur (structure), perilaku (conduct) dan kinerja (performance) dari industri tersebut. Ketiga unsur tersebut saling berinteraksi, struktur pasar akan mempengaruhi perilaku dan kinerja dari

pasar tersebut. Sebaliknya, perilaku pasar dapat mempengaruhi struktur dan

kinerja pasar. Demikian pula kinerja pasar dapat mempengaruhi struktur dan

perilaku pasar.

Pada penelitian ini terlebih dahulu akan menganalisa struktur pasar dan

perilaku industri, kemudian untuk selanjutnya menganalisa kinerja industri.

Tujuannya adalah untuk menganalisa apakah terdapat suatu kesesuaian hubungan

yang tercipta antara struktur dengan perilaku pada industri pakaian jadi di

Indonesia dimana kesesuaian maupun ketidaksesuaiannya dapat mempengaruhi

kinerja dari industri pakaian jadi di Indonesia.

Konsumen atau masyarakat mengharapkan adanya kinerja pasar yang bisa

memberikan kesejahteraan kepada mereka antara lain dapat memperoleh barang

dan jasa dengan harga murah, mutu baik, jumlah yang cukup, cepat diperoleh dan

(53)

yang efisien. Semua ini bisa diperoleh jika perilaku industri serta struktur

pasarnya mendukung kinerja industri yang bisa mencapai tujuan yang dimaksud.

Selain struktur pasar (CR4), variabel efisiensi-X (XEff) dan produktivitas

(Prod), penelitian ini juga akan membahas faktor-faktor yang mempengaruhi

kinerja (PCM) dari industri pakaian jadi di Indonesia diantaranya adalah

pertumbuhan output industri (Growth) dan dummy yang berguna untuk membedakan periode sebelum dan sesudah krisis.

Gambar 2.2. Bagan Kerangka Pemikiran

2.9. Hipotesis

Berdasarkan keadaan industri pakaian jadi atau garmen di Indonesia dan

teori-teori yang mendasari penelitian ini maka hipotesis yang diajukan adalah:

1. Pendugaan terhadap struktur, perilaku dan kinerja industri pakaian jadi di

Indonesia yaitu: Struktur

Pasar Kinerja

Faktor-faktor Lainnya: 1. Growth

2. Produktivitas 3. Dummy atau

Krisis Industri

Pakaian Jadi di Indonesia

(54)

31

a. Struktur pasar industri pakaian jadi di Indonesia diduga merupakan

struktur pasar yang bersifat persaingan monopolistik.

b. Perilaku yang dimiliki oleh industri pakaian jadi di Indonesia diduga

merupakan perilaku yang terkait dengan harga, produk, promosi dan

distribusi produk, serta perilaku-perilaku lainnya yang pada umumnya

terdapat di dalam suatu industri karena dipengaruhi oleh struktur pasar.

c. Diduga kinerja industri pakaian jadi di Indonesia memiliki tingkat

efisiensi-X dan tingkat keuntungan yang diperoleh cukup rendah. Hal ini

dikarenakan banyaknya perusahaan yang terdapat dalam industri pakaian

jadi dan tingginya persaingan yang terjadi.

2. Mengenai analisis pengaruh struktur dan faktor-faktor lainnya terhadap kinerja

diduga struktur pasar (CR4) berpengaruh positif terhadap kinerja (PCM).

Variabel lain (Growth, Xeff, Prod) diduga berpengaruh positif terhadap kinerja (PCM). Sedangkan variabel dummy atau krisis diduga berpengaruh

(55)

Penelitian dilaksanakan dengan cara mengumpulkan data sekunder yang

berasal dari Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API), Badan Pusat Statistik,

Departemen Perindustrian dan Departemen Perdagangan yang semuanya berlokasi

di Jakarta. Penelitian ini berlangsung pada bulan Januari - Juni 2006.

3.2. Jenis dan Sumber Data

Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder yang

diambil dari data-data yang telah diolah pada instansi-instansi terkait yaitu API,

BPS dan Departemen perindustrian. Pengumpulan data juga diperoleh dari studi

kepustakaan serta literatur yang relevan dengan penelitian ini. Data tersebut

berasal dari perpustakaan pusat Institut Pertanian Bogor, perpustakaan Fakultas

Ekonomi Universitas Indonesia, dan dengan mengambil data-data dari

laporan-laporan industri melalui internet. Unit analisa yang digunakan pada penelitian ini

adalah industri garmen di Indonesia dan tidak menggunakan unit analisa berupa

pemilihan perusahaan. Sehingga tidak diperlukan penjelasan mengenai penentuan

sampel dalam penelitian ini.

Data yang digunakan untuk analisis SCP secara deskriptif adalah data dari

tahun 1983 sampai 2003. Data statistik yang diestimasi merupakan data time

series dari tahun 1983 sampai 2003 dan diolah dengan menggunakan software

(56)

33

agar dapat menunjukkan keadaan yang sebenarnya pada saat ini dengan cara

membagi data nominal dengan Indeks Harga Perdagangan Besar (IHPB)

kemudian dikalikan dengan 100.

Nilainominal

Nilairiil = X 100 (3.1)

IHPB

IHPB adalah angka indeks yang menggambarkan besarnya perubahan

harga perdagangan besar atau harga grosir dari komoditas-komoditas yng

diperdagangkan di suatu negara atau daerah. Komoditas tersebut merupakan

produksi dalam negeri yang dipasarkan di dalam negeri, diekspor, atau diimpor

(Badan Pusat Statisitk, 2003). IHPB yang digunakan pada penelitian ini adalah

IHPB Indonesia dengan tahun dasar 1993 (1993 = 100) yang diperoleh dari BPS.

3.3. Metode Analisis

Analisis data dilakukan secara deskriptif dengan memberikan gambaran

dari hasil penelitian maupun secara kuantitatif dengan melihat pengaruh

variabel-variabel yang saling berhubungan. Pada awal pembahasan mengenai struktur

pasar, perilaku dan kinerja dari industri pakaian jadi di Indonesia akan dianalisis

dengan menggunakan metode deskriptif, sedangkan untuk membahas hubungan

struktur dan faktor-faktor lainnya dengan kinerja digunakan metode kuantitatif.

Statistik deskriptif adalah metode yang berkaitan dengan pengumpulan

dan penyajian yang berkaitan dengan pengumpulan dan penyajian suatu gugus

data sehingga memberikan informasi yang berguna (Walpole, 1995). Proses

(57)

informasi yang relevan yang terkandung dalam data dan penyajian hasilnya dalam

bentuk yang lebih ringkas dan sederhana, sehingga pada akhirnya mengarah pada

keperluan adanya penjelasan dan penafsiran. Statistik kuantitatif digunakan dalam

menentukan hubungan antara struktur dan faktor-faktor lainnya dengan kinerja

pada industri pakaian jadi di Indonesia.

Metode penelitian yang digunakan untuk melihat kondisi Industri pakaian

jadi (garmen) di Indonesia adalah pendekatan SCP (

Structure-Conduct-Performance) dengan penjelasan sebagai berikut :

3.3.1. Struktur Pasar (Market Structure)

a. Pangsa Pasar

Setiap perusahaan memiliki pangsa pasarnya sendiri yang berkisar antara 0

persen hingga 100 persen dari total penjualan seluruh pasar. Menurut literatur

Neo-Klasik landasan posisi pasar perusahaan adalah pangsa pasar yang diraihnya.

Pangsa pasar menggambarkan keuntungan yang diperoleh perusahaan dari hasil

penjualannya.

si

msi = X 100% (3.2)

stot

Keterangan:

msi = pangsa pasar perusahaan i (%),

si = penjualan perusahaan i,

(58)

35

b. Konsentrasi Industri

Tingkat konsentrasi industri merupakan suatu variabel yang dapat diukur.

Dengan mengetahui tingkat konsentrasi maka tipe pasar yang dihadapi suatu

industri juga dapat diketahui. Penggunaan CR dalam menjelaskan struktur pasar

dilakukan agar konsisten dengan penjelasan hubungan struktur pasar pada

hubungan tersebut. CR juga digunakan dalam model untuk menggantikan Indeks

Hirschman-Herfindahl (Hd) karena dianggap lebih mewakili kondisi industri

pakaian jadi di Indonesia.

si

msi = X 100% (3.3)

stot

Keterangan:

CRm = rasio konsentrasi sebanyak m perusahaan (%),

msi = pangsa pasar perusahaan ke-i (%).

c. Hambatan Masuk Pasar

Hambatan masuk pasar dapat dilihat dari mudah atau tidaknya

pesaing-pesaing potensial untuk masuk ke suatu pasar. Segala sesuatu yang

memungkinkan terjadinya penurunan kesempatan atau kecepatan masuknya

pesaing baru merupakan hambatan untuk masuk. Hambatan-hambatan ini tidak

hanya dalam bentuk perangkat-perangkat yang legal tapi juga dapat terjadi secara

alami. Salah satu cara yang digunakan untuk melihat hambatan masuk adalah

dengan mengukur skala ekonomis yang didekati melalui output perusahaan yang

(59)

dengan output total industri. Data ini disebut sebagai Minimum Efficiency Scale

(MES),

Output perusahaan terbesar

MES = (3.4)

Output total

3.3.2. Perilaku Pasar (Market Conduct)

Penelitian dalam melihat bagaimana perilaku dari pelaku usaha yang

berada dalam industri pakaian jadi di Indonesia akan dilakukan dengan penjelasan

deskriptif. Pembentukan perilaku yang secara umum dipengaruhi oleh struktur

dan kinerja pasar akan dapat dilihat dari variabel-variabel struktur pasar (tingkat

konsentrasi perusahaan dan hambatan masuk ke dalam pasar) dan variabel kinerja

pasar (PCM dan efisiensi internal).

Elemen-elemen dalam perilaku pasar dari industri pakaian jadi Indonesia

dapat dijelaskan sebagai berikut :

1. Strategi harga dan produk

Dalam hal ini akan dilihat bagaimana strategi penetapan harga yang akan

dilakukan oleh industri pakaian jadi serta bagaimana strategi khusus dalam

menentukan produk yang akan dijual. Penetapan harga pada industri pakaian jadi

pada umumnya tergantung pada bahan baku sebagai faktor produksi.

2. Strategi promosi

Strategi promosi merupakan salah satu perilaku yang dibutuhkan oleh

(60)

37

3. Strategi distribusi

Strategi distribusi juga diperlukan agar produk yang dihasilkan dapat

didistribusikan dengan baik sehingga dapat memenuhi kebutuhan konsumen.

Bentuk-bentuk perilaku lainnya dari pelaku usaha industri pakaian jadi di

Indonesia yang mungkin terjadi antara lain adalah integrasi vertikal dan Sourcing.

Hal tersebut didasarkan atas informasi yang berasal dari Asosiasi Pertekstilan

Indonesia, yang diterima oleh peneliti. Perilaku integrasi vertikal yang terjadi

pada industri pakaian jadi disebabkan karena industri pakaian jadi itu sendiri

merupakan bagian dari industri tekstil dan produk tekstil yang saling

berhubungan. Industri pakaian jadi membutuhkan industri serat dan industri

lainnya yang terdapat pada industri TPT untuk menunjang kelangsungan industri

pakaian jadi itu sendiri.

Perilaku sourcing yang terjadi pada industri pakaian jadi merupakan suatu

perilaku atau kegiatan untuk mencari bahan baku. Pembeli (buyer) dalam industri

ini terlebih dahulu akan melakukan pemesanan baju, dimana pembeli akan

menunjukkan bahan seperti apa yang diinginkannya untuk membuat baju yang

akan dipesan. Kemudian produsen pakaian jadi yang menerima pesanan akan

mencari bahan tersebut. Kegiatan pencarian bahan inilah yang dinamakan

sourcing. Informasi mengenai perilaku dari industri pakaian jadi ini diperoleh dari

Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API) serta penelitian kepustakaan dan informasi

(61)

3.3.3. Kinerja Pasar (Market Performance)

Untuk menjelaskan kinerja suatu industri dilakukan dengan menggunakan

analisis efisiensi internal atau efisiensi-X dan Price-Cost Margin (PCM). Efisiensi

internal menunjukkan kemampuan perusahaan dalam kemampuan suatu industri

dalam menekan biaya produksi yang harus dikeluarkan. Semakin efisien suatu

perusahaan, semakin besar pula keuntungan yang akan diperoleh. Untuk

mengukur tingkat efisiensi internal adalah dengan membagi nilai tambah dengan

input industri tersebut.

nilai tambah industri

XEff = (3.5)

nilai input industri

Nilai tambah diperoleh dengan mengurangkan biaya input terhadap nilai

outputnya. Nilai output itu sendiri adalah nilai dari seluruh barang dan jasa atau

disebut juga sebagai produk yang dihasilkan oleh sektor-sektor produksi dengan

memanfaatkan faktor produksi yang tersedia seperti tenaga listrik yang dijual, jasa

industri, keuntungan jual beli, pertambahan stok barang jadi dan penerimaan lain.

Sementara itu nilai input memiliki pengertian yang dikelompokkan

menjadi dua yaitu :

ƒ Input antara adalah seluruh biaya yang dikeluarkan untuk barang dan jasa

yang digunakan habis dalam proses produksi (bahan baku, bahan penolong,

jasa perbankan).

ƒ Input primer adalah biaya yang timbul sebagai akibat dari pemakaian faktor

(62)

39

dan kewirausahaan. Contoh : upah gaji, surplus usaha, penyusutan barang

modal, dan pajak tidak langsung netto.

Variabel yang digunakan sebagai indikator kinerja yang berikutnya adalah

proksi dari keuntungan Price-Cost Margin (PCM). PCM dinyatakan sebagai

indikator kemampuan perusahaan untuk meningkatkan harga diatas biaya

produksi. PCM diperoleh dengan membagi selisih antara nilai tambah yang

dikurangi pengeluaran upah bagi pekerja dengan nilai barang jadi (output yang

dihasilkan). Tingkat PCM yang tinggi umumnya dapat tercipta jika terdapat rasio

konsentrasi pasar yang tinggi.

P – AVC nilai tambah – upah total

PCM = = (3.6)

P barang yang dihasilkan

3.3.4. Hubungan Struktur dan Faktor Lainnya dengan Kinerja

Hubungan struktur suatu industri dan faktor-faktor lainnya yang dapat

mempengaruh kinerja industri tersebut dapat dilihat dengan menggunakan analisis

regresi linear berganda dengan metode Ordinary Least Squared (OLS) seperti

persamaan 3.7.

Pemilihan metode OLS untuk meramalkan model disebabkan oleh

mudahnya penggunaan serta pendeskripsian hasil dari regresi. Disamping itu

metode ini juga lebih sederhana jika dibandingkan dengan metode lain. Metode

ini merupakan salah satu metode yang cukup sering digunakan para peneliti di

Gambar

Tabel 1.1. Tabel Profil Industri Pakaian Jadi
Gambar 2.1 Hubungan Struktur-Perilaku-Kinerja
Tabel 2.1. Ciri-ciri Tipe Pasar
Gambar  2.2. Bagan Kerangka Pemikiran
+7

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan hasil analisis, struktur pasar industri migas Indonesia bersifat oligopoli ketat dengan rata rata konsentrasi empat perusahaan terbesar (CR4) sebesar

Dalam menganalisis perilaku dari industri gula Indonesia digunakan analisis nilai tambah di salah satu perusahaan BUMN yaitu PTPN VII di pabrik gula Bunga Mayang. Pabrik

Masih dalam konteks industri pengolahan, Kota Tangerang memiliki industri skala kecil dan menengah yang sangat potensial untuk dikembangkan sampai sekarang yaitu industri pakaian jadi

Penelitian ini bertujuan untuk: 1) Menganalisis perbandingan ekspor dengan impor pakaian jadi Indonesia, 2) Menganalisis kosentrasi pasar ekspor pakaian jadi Indonesia,

Penelitian ini bertujuan untuk: 1) Menganalisis perbandingan ekspor dengan impor pakaian jadi Indonesia, 2) Menganalisis kosentrasi pasar ekspor pakaian jadi Indonesia,

Struktur pasar yang oligopoli cenderung menciptakan perilaku kolusif diantara perusahaan yang memiliki pangsa pasar yang besar. Konsumsi terbesar komoditi kelapa sawit, khususnya

Penelitian ini juga menganalisis pengaruh bank size (BSZ), market size (MSZ) dan cost intensity (COST) terhadap variabel endogen yang menjadi proksi struktur yaitu pangsa pasar

Beberapa kebijakan pemerintah untuk meningkatkan daya saing industri pakaian jadi adalah fasilitas Kawasan Berikat KB, Kemudahan Impor Tujuan Ekspor KITE, restrukturiasai