OLEH
RYAN FEBRIYANTI H14102071
DEPARTEMEN ILMU EKONOMI
FAKUTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
RINGKASAN
RYAN FEBRIYANTI. Analisis Industri Pakaian Jadi (Garmen) di Indonesia (Pendekatan Structure-Conduct-Performance) (dibimbing oleh BUNGARAN SARAGIH).
Industri pakaian jadi merupakan industri yang bersifat padat karya dan memiliki kontribusi yang cukup tinggi pada nilai ekspor TPT di Indonesia. Namun terdapat beberapa tantangan yang harus dihadapi oleh industri pakaian jadi pada saat ini, antara lain mengenai penyelundupan produk pakaian jadi dari China dengan harga murah serta masalah restrukturisasi permesinan. Hal ini tentu mengakibatkan ketatnya persaingan yang terjadi pada industri pakaian jadi di Indonesia. Ketatnya persaingan dapat mempengaruhi bentuk struktur pasar, perilaku dan kinerja perusahaan-perusahaan pakaian jadi di Indonesia.
Tujuan penelitian ini adalah : (1) menganalisa struktur, perilaku dan kinerja industri pakaian jadi di Indonesia (2) menganalisa pengaruh struktur dan faktor-faktor lainnya terhadap kinerja industri pakaian jadi di Indonesia. Untuk menganalisa struktur pasar, perilaku dan kinerja dari industri pakaian jadi di Indonesia dilakukan analisis deskriptif, sedangkan untuk membahas pengaruh struktur dan faktor-faktor lainnya terhadap kinerja dilakukan analisis regresi linear berganda dengan metode Ordinary Least Squared (OLS), dengan menggunakan software E-views 4.1.
Hasil penelitian menunjukkan industri pakaian jadi di Indonesia termasuk ke dalam tipe pasar persaingan monopolistik dimana pasar ini bersifat banyak penjual dan pembeli, produk yang heterogen, serta hambatan untuk masuk dan keluar dari pasar yang rendah. Perilaku-perilaku yang terdapat pada industri pakaian jadi antara lain adalah perilaku dalam menentukan harga berdasarkan pada jenis bahan, inovasi produk pada desain dan warna, promosi produk melalui contact buyer (menghubungi pembeli), pola distribusi yang cenderung ekspor, adanya integrasi vertikal pada industri ini serta perilaku sourcing atau tindakan untuk mencari bahan baku. Kinerja industri pakaian jadi di Indonesia sudah relatif baik dengan menerima margin keuntungan atas biaya langsung (PCM) yang cukup rendah dengan rata-rata sebesar 24,93 persen dan tingkat efisiensi-X yang cukup tinggi sebesar 60,27 persen.
bagaimana bentuk struktur pasar, perilaku dan kinerja yang terdapat pada industri lainnya sebagai bagian dari industri TPT di Indonesia.
ANALISIS INDUSTRI PAKAIAN JADI (GARMEN)
DI INDONESIA
(Pendekatan Structure-Conduct-Performance)
Oleh
RYAN FEBRIYANTI H14102071
Skripsi
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ilmu Ekonomi
DEPARTEMEN ILMU EKONOMI
FAKUTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
Dengan ini menyatakan bahwa skripsi yang disusun oleh, Nama Mahasiswa : Ryan Febriyanti
Nomor Registrasi Pokok : H14102071 Program Studi : Ilmu Ekonomi
Judul Skripsi : Analisis Industri Pakaian Jadi (Garmen) di Indonesia
(Pendekatan Structure-Conduct-Performance)
dapat diterima sebagai syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor.
Menyetujui, Dosen Pembimbing,
Prof. Dr. Ir. Bungaran Saragih, M.Ec. NIP. 130 350 045
Mengetahui,
Ketua Departemen Ilmu Ekonomi.
Dr. Ir.Rina Oktaviani, M.S. NIP. 131 846 872
PERNYATAAN
DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI INI ADALAH BENAR-BENAR HASIL KARYA SAYA SENDIRI YANG BELUM PERNAH DIGUNAKAN SEBAGAI SKRIPSI ATAU HASIL KARYA ILMIAH PADA PERGURUAN TINGGI ATAU LEMBAGA MANAPUN.
Bogor, Agustus 2006
Penulis bernama Ryan Febriyanti lahir pada tanggal 1 Februari 1985 di
Jakarta, Ibukota negara Republik Indonesia. Penulis adalah anak pertama dari
empat bersaudara, dari pasangan Mufrizal Ramadhani dan Sri Nurdiaty. Jenjang
pendidikan penulis dilalui tanpa hambatan. Penulis menamatkan sekolah dasar
pada SDN 07 Pagi Jakarta Timur, kemudian melanjutkan ke SLTP Negeri 252
Jakarta Timur dan lulus pada tahun 1999. Pada tahun yang sama penulis diterima
di SMUN 81 Jakarta dan lulus pada tahun 2002.
Pada tahun 2002 penulis meninggalkan Ibukota Jakarta tercinta untuk
melanjutkan studinya ke jenjang yang lebih tinggi. Institut Pertanian Bogor (IPB)
menjadi pilihan penulis dengan harapan besar agar dapat memperoleh ilmu dan
mengembangkan pola pikir, sehingga menjadi sumber daya yang berguna bagi
pembangunan Ibukota Jakarta pada khususnya dan kota-kota lain pada umumnya.
Penulis masuk IPB (USMI) dan diterima sebagai mahasiswa Program
Studi Ilmu Ekonomi dan Studi Pembangunan pada Fakultas Ekonomi dan
Manajemen.
Selama menjadi mahasiswi, penulis aktif pada organisasi Hipotesa dan
menjabat sebagai bendahara. Keikutsertaan penulis pada organisasi ini telah
i
2.2. Pendekatan Struktur-Perilaku-Kinerja ... 10
2.3. Pengertian Industri TPT (Tekstil dan Produk Tekstil)... 12
III. METODOLOGI PENELITIAN... 32
IV. GAMBARAN INDUSTRI PAKAIAN JADI DI INDONESIA... 50
4.1. Sejarah Pertumbuhan Industri Pakaian Jadi (Garmen) ... 50
4.2. Periode Pada Industri Pakaian Jadi ... 52
4.2.1. Periode Sebelum Krisis ... 52
4.2.2. Periode Krisis ... 54
4.2.3. Periode Pasca Krisis... 56
4.3. Struktur Biaya Industri Pakaian Jadi Indonesia ... 59
V. HASIL DAN PEMBAHASAN... 60
5.4. Hubungan Struktur dan Faktor Lainnya dengan Kinerja ... 71
iii
6.1. Kesimpulan ... 83
6.2. Saran... 85
DAFTAR PUSTAKA ... 86
OLEH
RYAN FEBRIYANTI H14102071
DEPARTEMEN ILMU EKONOMI
FAKUTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
RINGKASAN
RYAN FEBRIYANTI. Analisis Industri Pakaian Jadi (Garmen) di Indonesia (Pendekatan Structure-Conduct-Performance) (dibimbing oleh BUNGARAN SARAGIH).
Industri pakaian jadi merupakan industri yang bersifat padat karya dan memiliki kontribusi yang cukup tinggi pada nilai ekspor TPT di Indonesia. Namun terdapat beberapa tantangan yang harus dihadapi oleh industri pakaian jadi pada saat ini, antara lain mengenai penyelundupan produk pakaian jadi dari China dengan harga murah serta masalah restrukturisasi permesinan. Hal ini tentu mengakibatkan ketatnya persaingan yang terjadi pada industri pakaian jadi di Indonesia. Ketatnya persaingan dapat mempengaruhi bentuk struktur pasar, perilaku dan kinerja perusahaan-perusahaan pakaian jadi di Indonesia.
Tujuan penelitian ini adalah : (1) menganalisa struktur, perilaku dan kinerja industri pakaian jadi di Indonesia (2) menganalisa pengaruh struktur dan faktor-faktor lainnya terhadap kinerja industri pakaian jadi di Indonesia. Untuk menganalisa struktur pasar, perilaku dan kinerja dari industri pakaian jadi di Indonesia dilakukan analisis deskriptif, sedangkan untuk membahas pengaruh struktur dan faktor-faktor lainnya terhadap kinerja dilakukan analisis regresi linear berganda dengan metode Ordinary Least Squared (OLS), dengan menggunakan
software E-views 4.1.
Hasil penelitian menunjukkan industri pakaian jadi di Indonesia termasuk ke dalam tipe pasar persaingan monopolistik dimana pasar ini bersifat banyak penjual dan pembeli, produk yang heterogen, serta hambatan untuk masuk dan keluar dari pasar yang rendah. Perilaku-perilaku yang terdapat pada industri pakaian jadi antara lain adalah perilaku dalam menentukan harga berdasarkan pada jenis bahan, inovasi produk pada desain dan warna, promosi produk melalui
contact buyer (menghubungi pembeli), pola distribusi yang cenderung ekspor, adanya integrasi vertikal pada industri ini serta perilaku sourcing atau tindakan untuk mencari bahan baku. Kinerja industri pakaian jadi di Indonesia sudah relatif baik dengan menerima margin keuntungan atas biaya langsung (PCM) yang cukup rendah dengan rata-rata sebesar 24,93 persen dan tingkat efisiensi-X yang cukup tinggi sebesar 60,27 persen.
bagaimana bentuk struktur pasar, perilaku dan kinerja yang terdapat pada industri lainnya sebagai bagian dari industri TPT di Indonesia.
ANALISIS INDUSTRI PAKAIAN JADI (GARMEN)
DI INDONESIA
(
Pendekatan Structure-Conduct-Performance
)
Oleh
RYAN FEBRIYANTI H14102071
Skripsi
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ilmu Ekonomi
DEPARTEMEN ILMU EKONOMI
FAKUTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
Dengan ini menyatakan bahwa skripsi yang disusun oleh,
Nama Mahasiswa : Ryan Febriyanti
Nomor Registrasi Pokok : H14102071
Program Studi : Ilmu Ekonomi
Judul Skripsi : Analisis Industri Pakaian Jadi
(Garmen) di Indonesia
(Pendekatan Structure-Conduct-Performance)
dapat diterima sebagai syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada
Departemen Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian
Bogor.
Menyetujui, Dosen Pembimbing,
Prof. Dr. Ir. Bungaran Saragih, M.Ec. NIP. 130 350 045
Mengetahui,
Ketua Departemen Ilmu Ekonomi.
Dr. Ir.Rina Oktaviani, M.S. NIP. 131 846 872
PERNYATAAN
DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI INI ADALAH
BENAR-BENAR HASIL KARYA SAYA SENDIRI YANG BELUM PERNAH
DIGUNAKAN SEBAGAI SKRIPSI ATAU HASIL KARYA ILMIAH PADA
PERGURUAN TINGGI ATAU LEMBAGA MANAPUN.
Bogor, Agustus 2006
Penulis bernama Ryan Febriyanti lahir pada tanggal 1 Februari 1985 di
Jakarta, Ibukota negara Republik Indonesia. Penulis adalah anak pertama dari
empat bersaudara, dari pasangan Mufrizal Ramadhani dan Sri Nurdiaty. Jenjang
pendidikan penulis dilalui tanpa hambatan. Penulis menamatkan sekolah dasar
pada SDN 07 Pagi Jakarta Timur, kemudian melanjutkan ke SLTP Negeri 252
Jakarta Timur dan lulus pada tahun 1999. Pada tahun yang sama penulis diterima
di SMUN 81 Jakarta dan lulus pada tahun 2002.
Pada tahun 2002 penulis meninggalkan Ibukota Jakarta tercinta untuk
melanjutkan studinya ke jenjang yang lebih tinggi. Institut Pertanian Bogor (IPB)
menjadi pilihan penulis dengan harapan besar agar dapat memperoleh ilmu dan
mengembangkan pola pikir, sehingga menjadi sumber daya yang berguna bagi
pembangunan Ibukota Jakarta pada khususnya dan kota-kota lain pada umumnya.
Penulis masuk IPB (USMI) dan diterima sebagai mahasiswa Program
Studi Ilmu Ekonomi dan Studi Pembangunan pada Fakultas Ekonomi dan
Manajemen.
Selama menjadi mahasiswi, penulis aktif pada organisasi Hipotesa dan
menjabat sebagai bendahara. Keikutsertaan penulis pada organisasi ini telah
i
2.2. Pendekatan Struktur-Perilaku-Kinerja ... 10
2.3. Pengertian Industri TPT (Tekstil dan Produk Tekstil)... 12
III. METODOLOGI PENELITIAN... 32
IV. GAMBARAN INDUSTRI PAKAIAN JADI DI INDONESIA... 50
4.1. Sejarah Pertumbuhan Industri Pakaian Jadi (Garmen) ... 50
4.2. Periode Pada Industri Pakaian Jadi ... 52
4.2.1. Periode Sebelum Krisis ... 52
4.2.2. Periode Krisis ... 54
4.2.3. Periode Pasca Krisis... 56
4.3. Struktur Biaya Industri Pakaian Jadi Indonesia ... 59
V. HASIL DAN PEMBAHASAN... 60
5.4. Hubungan Struktur dan Faktor Lainnya dengan Kinerja ... 71
iii
6.1. Kesimpulan ... 83
6.2. Saran... 85
DAFTAR PUSTAKA ... 86
DAFTAR TABEL
Nomor Halaman
1.1. Tabel Profil Industri Pakaian Jadi ... 2
2.1. Tabel Ciri-ciri Tipe Pasar... 15
4.1. Tabel Utilitas Produksi Industri Pakaian Jadi ... 54
4.2. Tabel Ekspor dan Impor Industri Pakaian Jadi ... 58
5.1. Hasil Dugaan Awal Persamaan PCM Pada Industri Pakaian jadi Indonesia ... 72
5.2. Matriks Korelasi Antar Variabel Eksogen Tahap Awal ... 74
5.3. Hasil Dugaan Persamaan PCM Pada Industri Pakaian Jadi Indonesia ... 75
v
DAFTAR GAMBAR
Nomor Halaman
2.1. Hubungan Struktur-Perilaku-Kinerja ... 11
2.2. Bagan Kerangka Pemikiran ... 30
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor Halaman
1. Nama-Nama Perusahaan Garmen Berskala Besar ... 88
2. Struktur Biaya Industri Pakaian Jadi Indonesia ... 89
3. CR4 Industri Pakaian Jadi Indonesia ... 90
4. Nilai Minimum Efficiency Scale (MES)
Industri Pakaian Jadi Indonesia(1983-2003)... 91
5. Price-Cost-Margin Industri Pakaian Jadi Indonesia (1983-2003) ... 92 6. Nilai Efisiensi-X Industri Pakaian Jadi Indonesia (1983-2003) ... 93
7. Growth Industri Pakaian Jadi Indonesia (1983-2003) ... 94 8. Produktivitas Industri Pakaian Jadi Indonesia (1983-2003) ... 95
9. Hasil Estimasi Output Regresi Dan Uji Ekonometrika... 96
10. Uji Multikolinearitas ... 97
11. Hasil Estimasi Output Regresi Dan Uji Ekonometrika Tahap 1... 98
12. Uji Multikolinearitas Tahap 1 ... 99
13. Hasil Output Minitab Tahap 1 ... 100
14. Hasil Estimasi Output Regresi Dan Uji Ekonometrika Tahap 2... 101
15. Hasil Estimasi Output Regresi Dan Uji Ekonometrika Tahap 3... 102
16. Hasil Estimasi Output Regresi Dan Uji Ekonometrika Tahap 4... 103
I. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Industri Tekstil dan Produk Tekstil (TPT) berperan cukup penting bagi
banyak negara dalam memulai proses industrialisasi. Bagi Indonesia, TPT yang
semula hanya merupakan produksi substitusi impor saat ini telah berubah menjadi
komoditi ekspor andalan. Menurut ketua Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API),
Benny Sutrisno, ekspor industri TPT Indonesia pada tahun 2005 mencapai US$
7,5 Miliar dan diproyeksikan untuk tahun 2006 ini mencapai US$ 8,35 Miliar
(Kompas, 2006).
Menurut API, TPT Indonesia juga memiliki daya saing yang relatif baik di
pasar internasional. Hal ini disebabkan Indonesia memiliki industri pertekstilan
yang lengkap dari hulu ke hilir, yakni dari produk serat (fibers), produk benang/pemintalan (spinning), pertenunan (weaving), rajutan (knitting), pakaian jadi (garment), dan produk tekstil lainnya (other textile). Indonesia memiliki industri pemintalan (spinning) yang besar di kawasan Asia dan Oceania. Demikian pula dengan industri pertenunan yang produksinya kedua terbesar
setelah Cina, serta industri pakaian jadi yang dikenal di dunia internasional.
Sampai saat ini Indonesia menjadi negara pengekspor ke-11 terbesar di dunia
dengan pangsa pasar 3,15 persen dari total pasar tekstil dunia sebesar US$ 194,7
Miliar pada tahun 2004. Untuk ekspor pakaian jadi, Indonesia menempati urutan
kesembilan dengan pangsa pasar sebesar 4,45 persen dari total nilai pasar tekstil
Pada industri TPT ini, salah satu sub sektor yang cukup menjadi pusat
perhatian adalah sub sektor industri pakaian jadi atau garmen. Hal tersebut
dikarenakan industri pakaian jadi merupakan sub-sektor industri hilir dengan sifat
padat karya. Selain itu, sub sektor ini memiliki kontribusi yang cukup tinggi pada
nilai ekspor TPT di Indonesia. Seperti yang sudah terangkum dalam tabel 1.1,
pada tahun 2004 industri pakaian jadi mengalami peningkatan kapasitas produksi
dan produksi riil yang masing-masing sebesar 12,88 persen dan 12,14 persen
dibandingkan tahun 2003. Pada tahun 2004 terjadi penurunan volume ekspor
sebesar 2,84 persen dibanding tahun sebelumnya. Namun karena rata-rata unit price produk pakaian jadi pada tahun tersebut meningkat 13,17 persen, maka secara keseluruhan terjadi peningkatan nilai ekspor sebesar 9,94 persen.
Tabel 1.1. Tabel Profil Industri Pakaian Jadi
Tahun Deskripsi Unit
2002 2003 2004 2005
Perusahaan Unit 849 855 861 n/a
Investasi Kapital Milyar Rp 2.913 2.958 n/a n/a
Mesin Unit 285.136 290.838 n/a n/a
Tenaga Kerja Pekerja 350.901 352.457 353.590 n/a
Kapasitas Produksi ‘000 Ton 591 590 666 n/a
Value Milyar Rp 52.085 54.637 55.887 48.545 Produksi
Namun terdapat beberapa permasalahan yang harus dihadapi oleh industri
pakaian jadi pada saat ini. Impor produk pakaian jadi ilegal atau penyelundupan
merupakan isu utama yang bahkan tidak saja harus dihadapi oleh industri pakaian
3
produk tekstil (TPT) nasional. Penyelundupan yang terjadi lebih dikarenakan
banyaknya produk-produk pakaian jadi dengan harga murah yang berasal dari
Cina memenuhi pasar pakaian jadi didunia. Sehingga banyak dari pengusaha yang
melihat peluang tersebut memasukkan produk-produk pakaian jadi dari Cina ke
Indonesia dengan berbagai cara.
Menurut Sekretaris Eksekutif BPN API, Ernovian G. Ismy, data
penyelundupan TPT selama tahun 2004 meningkat. Ini berdasarkan total
konsumsi nasional sebanyak 881.904 ton, tetapi total penjualan produsen TPT
lokal hanya sebanyak 634.000 ton. Artinya terdapat selisih angka sebanyak
247.904 ton, atau TPT ilegal mengambil porsi TPT domestik sebesar 20 persen
(Bisnis Indonesia, 2006).
Sekretaris Eksekutif BPN API, Ernovian G. Ismy, menjelaskan
keberadaan produk TPT ilegal tersebut semakin mengganggu produk lokal,
terutama kategori produk pakaian jadi yang dihasilkan oleh industri
menengah-kecil. Peranan industri pakaian jadi menengah-kecil dan rumahan, imbuhnya,
sangat besar menyerap output industri pertenunan (weaving) dan perajutan (knitting). Jika pasar industri pakaian jadi menengah-kecil dan rumahan mengalami gangguan, maka hal ini juga akan menggganggu industri di sektor
hulu pertenunan dan perajutan, bahkan produsen serat (Bisnis Indonesia, 2006).
Dari data penjualan TPT domestik, diketahui bahwa industri pakaian jadi
menengah-kecil dan rumahan punya peran sentral dalam rantai pola distribusi,
khususnya sebagai pembeli utama produk kain domestik. Dari total output produk
pakaian jadi menengah-kecil dan rumahan, sementara 42,6 persen diserap oleh
industri pakaian jadi besar dan sisanya diekspor (Bisnis Indonesia, 2006).
Upaya yang telah dilakukan oleh pemerintah di dalam menghadapi
permasalahan penyelundupan yang tengah dialami oleh industri TPT adalah
dengan diterbitkannya Surat Keputusan (SK) oleh Menperindag No.
276/MPP/Kep/4/2003 tentang Varifikasi atau Penelusuran Teknis Impor Tekstil
dan Produk Tekstil (TPT). SK tersebut bertujuan untuk mengantisipasi kegiatan
penyelundupan yang masih marak terjadi di Indonesia, meningkatkan upaya
perlindungan konsumen dari dampak negatif importasi tekstil dan produk tekstil
dan meningkatkan iklim usaha yang kondusif. Kebijakan tersebut diharapkan
dapat mengurangi tingkat penyelundupan yang semakin marak terjadi dan
memberikan berbagai dampak positif lainnya bagi industri pakaian jadi di
Indonesia.
Masalah lain yang juga dialami oleh industri pakaian jadi Indonesia adalah
masalah restrukturisasi mesin. Industri pakaian jadi memiliki mesin berusia lebih
dari 10 tahun sebanyak 31.997 unit. Industri pakaian jadi sebagai bagian dari
industri TPT termasuk ke dalam industri yang beresiko tinggi, hal ini membuat
perbankan nasional sangat berhati-hati dalam menyalurkan kredit mereka kepada
industri pakaian jadi (Sinar Harapan, 2006).
Standar operasional bank menerapkan aturan pengajuan kredit harus
dianalisis melalui 5C, yakni pertama, Carracter guna menunjukkan track record
5
situasi sekarang dan dimasa mendatang; keempat, Capacity adalah kemampuan meningkatan usahanya dalam memenuhi kewajiban kepada bank; dan kelima,
Collateral untuk mengetahui jaminan debitur terhadap kemungkinan risiko yang timbul. Dari kelima analisis tersebut, industri TPT paling tidak memenuhi syarat
Capacity. Sektor ini dinilai tidak mampu meningkatkan kemampuan usahanya yang diduga disebabkan oleh masalah manajerial yang masih kurang baik
sehingga kinerjanya tidak kompetitif. Hal ini juga dialami oleh industri pakaian
jadi nasional sebagai bagian dari industri TPT (Sinar Harapan, 2006).
Pada sisi lain, pihak perbankan membantah tidak menyalurkan kredit
kepada sektor TPT. Bank tetap bersedia menyalurkan kredit kepada industri TPT
guna mendorong industri TPT agar dapat menyelesaikan masalah yang kini
tengah dihadapi oleh industri tersebut. Namun, hal tersebut dilakukan perbankan
secara selektif dan melihat perkembangan dari sektor-sektor TPT, termasuk di
dalamnya industri pakaian jadi. Jika restrukturisasi permesinan dapat segera
dilakukan, maka produsen-produsen pakaian jadi nasional tentu akan dapat
bersaing dengan produsen-produsen lainnya yang berasal dari luar negeri.
Berdasarkan pada situasi yang tengah dihadapi oleh industri pakaian jadi saat ini,
maka penelitian mengenai industri pakaian jadi ini dirasakan cukup menarik bagi
peneliti untuk dilakukan penelitian lebih lanjut.
1.2. Perumusan Masalah
Industri pakaian jadi merupakan industri padat karya yang dapat
ini memiliki nilai yang sangat besar. Investasi yang terdapat pada industri pakaian
jadi sebagai bagian dari industri TPT pada tahun 2003 jumlahnya hampir
mencapai US$ 3 Miliar dengan tenaga kerja langsung sebanyak 360.000 orang
dan tenaga kerja tidak langsung 700.000 orang (Sinar Harapan, 2006).
Industri pakaian jadi sebagai penyumbang ekspor terbesar dari seluruh
ekspor TPT pada saat ini tengah menghadapi berbagai tantangan antara lain
perubahan permintaan pasar yang semakin cepat. Seiring dengan percepatan
perkembangan fashion dunia yang tidak hanya mengandalkan musim tetapi trend
mode, menyebabkan pesanan untuk pakaian jadi pun cepat berubah. Kemampuan industri pakaian jadi untuk berkompetisi tidak hanya di pasar global tetapi juga di
pasar domestik sangatlah tergantung pada keseriusan semua pihak sehingga
industri ini dapat terus berkembang.
Kondisi lainnya yang saat ini juga dihadapi oleh industri pakaian jadi
Indonesia adalah produk-produk pakaian jadi dari Cina yang semakin memenuhi
pasar domestik, baik yang legal maupun ilegal. Data API menunjukkan total
pertumbuhan impor pakaian jadi Cina yg tercatat resmi, belum termasuk ilegal,
dalam lima tahun terakhir, tahun 2004 mencapai 380 persen (Kompas, 2006).
Produk-produk tersebut diperjualbelikan dengan harga yang jauh lebih
murah dibandingkan dengan produk-produk dari dalam negeri, hal ini tentu saja
sangat merugikan produsen pakaian jadi nasional. Selain murah, produk dari Cina
juga memiliki keunggulan dalam desain. Sebagai contoh, setelan baju tidur (anak
perempuan) dari Cina dijual seharga Rp 350.000 per kodi (20 pasang atau Rp
7
400.000 per kodi atau Rp 20.000 per pasang. Setelan pakaian anak-anak yang
terdiri dari celana, rompi, dan kaus diperdagangkan hanya Rp 40.000 per pasang.
Sementara itu celana untuk anak-anak buatan dalam negeri dijual dengan harga
Rp 30.000 per potong (Kompas, 2006).
Masalah restrukturisasi permesinan pada industri pakaian jadi juga
merupakan sebuah hambatan dalam meningkatkan produktivitas dalam industri
ini. Sebagian besar mesin tergolong tua, buatan tahun 1970-an, dengan tingkat
efisiensi yang rendah. Data API menyebutkan bahwa pada industri pakaian jadi
terdapat sekitar 81 persen mesin tua yang memerlukan adanya peremajaan
(Kompas, 2006).
Berbagai tantangan yang harus dihadapi oleh industri pakaian jadi serta
semakin meningkatnya jumlah perusahaan-perusahaan pakaian jadi di Indonesia,
mengakibatkan ketatnya persaingan yang terjadi pada industri ini. Hal ini tentu
mempengaruhi bentuk struktur pasar dari industri industri pakaian jadi di
Indonesia. Selanjutnya untuk dapat terus bertahan dalam persaingan yang semakin
ketat, perusahaan-perusahaan tersebut melakukan beberapa perilaku. Kinerja dari
industri pakaian jadi pada akhirnya yang menentukan apakah
perusahaan yang berada dalam industri tersebut sudah termasuk
perusahaan-perusahaan yang sudah dikelola dengan baik.
Dari berbagai hal yang telah diuraikan maka permasalahan yang akan
dibahas pada penelitian ini, yaitu :
1) Bagaimana struktur, perilaku, dan kinerja dari industri pakaian jadi di
2) Bagaimana pengaruh struktur (CR4) dan faktor-faktor lainnya (Growth, Produktivitas, dan Dummy) terhadap kinerja (PCM) industri pakaian jadi di
Indonesia?
I.3. Tujuan Penelitian
Berdasarkan latar belakang dan permasalahan yang ada maka penelitian ini
bertujuan untuk:
1) Menganalisa struktur, perilaku dan kinerja industri pakaian jadi di Indonesia,
2) Menganalisa pengaruh struktur (CR4) dan faktor-faktor lainnya (Growth, Produktivitas, dan Dummy) terhadap kinerja (PCM) industri pakaian jadi di
Indonesia.
I.4. Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat sebagai:
1) Gambaran yang lebih jelas mengenai industri pakaian jadi di Indonesia.
2) Bahan rujukan bagi pembaca dan informasi untuk penelitian selanjutnya.
3) Sarana pembelajaran bagi penulis dalam memahami industri pakaian jadi dan
II. TINJAUAN PUSTAKA
Dalam memahami dan menganalisis perihal hubungan struktur, perilaku
dan kinerja pasar akan diperlukan pengetahuan tentang teori dalam ekonomi
industri. Ekonomi industri merupakan suatu keahlian khusus dalam ilmu ekonomi
yang membantu menjelaskan mengapa pasar perlu diorganisir dan bagaimana
pengorganisasiannya mempengaruhi cara kerja pasar industri. Ekonomi industri
menelaah struktur pasar dan perusahaan yang secara relatif lebih menekankan
pada studi empiris dari faktor-faktor yang mempengaruhi struktur pasar, perilaku
dan kinerja pasar (Jaya, 2001).
2.1. Pengertian Industri
Industri adalah kumpulan dari perusahaan-perusahaan yang menghasilkan
barang-barang yang homogen, atau barang-barang yang mempunyai sifat saling
mengganti yang erat (Hasibuan, 1993). Sedangkan menurut Dumairy (1995)
istilah industri mempunyai dua arti. Pertama, industri dapat berarti himpunan
perusahaan-perusahaan sejenis. Dalam konteks ini sebutan industri tekstil,
misalnya, berarti himpunan atau kelompok perusahaan penghasil tekstil. Kedua,
industri dapat pula merujuk ke suatu sektor ekonomi yang di dalamnya terdapat
kegiatan produktif yang mengolah bahan mentah menjadi barang setengah jadi
atau barang jadi.
Sementara itu, industri berbeda dengan perusahaan, sebab perusahaan
menurut Badan Pusat Statistik (2002) merupakan suatu satuan usaha yang
barang atau jasa. Perusahaan tersebut terletak atau menempati lokasi tersendiri
dan bersifat menetap, mempunyai aktivitas dan catatan administrasi yang dapat
dipisahkan dari kegiatan lain serta ada seorang atau lebih yang bertanggung jawab
penuh atas resiko usaha serta dapat menjamin kelangsungan usaha tersebut baik
sebagai pemilik atau pimpinan ataupun sebagai pekerja.
2.2. Pendekatan Struktur-Perilaku-Kinerja
Model Struktur-Perilaku-Kinerja (Structure-Conduct-Performance), pada awalnya menggunakan kesimpulan dari analisis mikroekonomi untuk membahas
organisasi industri. Dalam paradigma Struktur-Perilaku-Kinerja, suatu industri
sangat bergantung kepada perilaku pembeli dan penjual, dimana perilaku ini
bergantung kepada struktur pasar sedangkan struktur pasar pada gilirannya
bergantung kepada kondisi-kondisi dasar atau awal seperti teknologi dan
permintaan terhadap suatu produk. Hubungan yang sesungguhnya, bagaimanapun
tidak pernah dijelaskan secara detail (Carlton, D.W., et al., 2000).
Hubungan antara struktur, perilaku dan kinerja ditunjukkan dalam gambar
2.1 dimana struktur pasar dianggap mempengaruhi perilaku melalui tingkah laku
perusahaan-perusahaan yang beroperasi dalam industri dan pada akhirnya akan
mempengaruhi kinerjanya dalam hubungan satu arah atau satu jalur. Sejalan
dengan perkembangan studi ekonomi industri maka hubungan antara ketiga
variabel semakin kompleks, bukan lagi hanya hubungan satu arah tetapi juga
11
hubungan sebab akibat dimulai secara terarah dari struktur yang akhirnya
mempengaruhi perilaku dan atau kinerja.
Sumber: Jaya, 2001
Gambar 2.1 Hubungan Struktur-Perilaku-Kinerja
Dalam penelitian-penelitian empiris pada umumnya tingkah laku
perusahaan seringkali diabaikan. Pengujian hipotesa dengan pola hubungannya
seperti di atas selalu terbentur variabel tingkah laku yang sulit diukur dan
Kondisi pasar
Permintaan Penawaran
Elastisitas harga Elastisitas harga
Tingkat pertumbuhan Teknologi
Bentuk pemasaran Daya tahan produk
Metode pembelian Bahan mentah
Elastisitas silang dan elastisitas subtitusi Kebijakan pemerintah
Struktur (Structure)
Struktur biaya Integrasi vertikal Difereniasi produk Skala ekonomi Hambatan masuk (barriers to entry) Struktur biaya Diversifikasi
Perilaku (Conduct)
Strategi harga Tingkat kerjasama Iklan Riset dan inovasi Strategi produk
Kinerja (Performance)
Efisiensi Pemeratan Kemajuan teknologi Pertumbuhan
dijabarkan sehingga sulit untuk mendapatkan hasil pengujian yang berarti untuk
hubungan antara struktur dan perilaku. Oleh karena itu, perkiraan atas kinerja
industri dapat diketahui melalui unsur-unsur yang dimasukkan sebagai variabel
bebas.
Pengujian hipotesa pola hubungan struktur dan kinerja dapat dilakukan
dengan menggunakan salah satu indikator tertentu dari struktur pasar seperti
tingkat konsentrasi penjual dan menggunakan PCM sebagai indikator kinerja.
Tetapi akan lebih baik bila memasukkan unsur-unsur struktur pasar yang lain
dalam pengujian.
2.3. Pengertian Industri TPT (Tekstil dan Produk Tekstil)
Tekstil merupakan hasil dari proses pertenunan atau perajutan benang
yang hasilnya akan berbentuk tekstil lembaran, tenunan dan rajutan. Produk tekstil
adalah hasil proses lanjutan dari tekstil lembaran yang produknya antara lain
berupa pakaian jadi untuk keperluan individu (Hartanto, NS dan Watanabe, 1993).
Industri tekstil dan industri produk tekstil memiliki pengertian yang
terpisah menurut API (2005), industri tekstil merupakan gabungan dari industri
pembuatan serat, pemintalan, pertenunan, pencelupan dan penyempurnaan kain.
Sementara industri produk tekstil adalah industri yang mencakupi industri pakaian
jadi atau garmen dan industri produk tekstil lainnya. Sehingga industri tekstil dan
produk tekstil (TPT) merupakan industri yang mencakup mulai dari industri serat
13
Secara teknis, struktur industri TPT nasional dibagi menjadi tiga subsektor
(Djafrie dalam Yulaekha, 2005), yaitu :
1. Sektor hulu (upstream)
Industri sektor hulu adalah industri pembuat serat (fibre) dan pemintal (spinning), seperti serat kapas, serat sintetik, serat selulosa dan bahan baku serat sintetik. Pada umumnya sifat yang dimiliki oleh industri pada sektor hulu adalah
padat modal, full-automatic, berskala besar, output tenaga kerja besar dan jumlah tenaga kerja sedikit.
2. Sektor menengah (midstream)
Sektor ini meliputi industri yang bergerak pada bidang pemintalan
(spinning), pertenunan (weaving) dan pencelupan atau penyempurnaan (dyeing/finishing). Pada umumnya sifat yang dimiliki oleh sektor menengah adalah semi padat modal dan teknologi yang digunakan telah berkembang serta
penyerapan tenaga kerjanya lebih besar dari sektor hulu.
3. Sektor hilir (downstream)
Industri yang terdapat pada sektor hilir adalah industri pakaian jadi
(garment). Industri pakaian jadi ini merupakan industri yang mengolah bahan kain menjadi produk akhir berupa pakaian jadi yang siap dikonsumsi. Sifat industrinya
yang padat karya, mengindikasikan bahwa sektor ini adalah sektor yang paling
banyak menyerap tenaga kerja. Pembeda pada sektor-sektor ini adalah pada
2.4. Struktur Pasar
Istilah struktur pasar (market structure) mengacu pada semua aspek (feature) yang dapat mempengaruhi perilaku dan kinerja perusahaan di suatu pasar, misalnya, jumlah perusahaan di pasar, atau jenis produk yang mereka jual
(Lipsey, et al., 1996). Untuk menyederhanakan analisis struktur pasar, para ahli ekonomi memusatkan perhatian pada empat struktur pasar teoritis yang
mencakupi sebagian besar keadaan aktual. Struktur ini dinamakan persaingan
sempurna, monopoli, persaingan monopolistik, dan oligopoli.
Perbedaan struktur pasar yang ada dapat terjadi karena (Legowo, 1996) :
1. Adanya perbedaan dalam tingkat konsentrasi antara penjual dengan pembeli
yang diukur dari jumlah penjual dan pembeli yang termasuk dalam pasar
tersebut.
2. Tingkat mobilitas sumberdaya, dapat diketahui melalui kemudahan produk
perusahaan untuk masuk ke dalam pasar atau ada hambatan masuk dalam
industri (barriers to entry).
3. Sifat-sifat produk yang ditawarkan, homogen atau heterogen.
4. Kemampuan perusahaan dalam menguasai atau memproduksi sendiri
bahan-bahan (input) untuk produksi serta kemampuan dalam menguasai saluran
distribusi dari produk yang dihasilkan (integrasi vertikal).
5. Tingkat kekuatan perusahaan dalam menguasai sejumlah pasar dari produk
yang dihasilkan yang telah didiferensiasi.
6. Tingkat pengetahuan dari pelaku ekonomi (perusahaan, pemasok, konsumen)
15
Ciri-ciri dan tipe pasar suatu industri dapat diketahui sebagai berikut :
Tabel 2.1. Ciri-ciri Tipe Pasar
Ciri-ciri Monopoli Perusahaan Dominan
Satu Banyak Sedikit Banyak Sangat
Banyak Entry/Exit
barrier
Sangat tinggi
Tinggi Tinggi Rendah Sangat rendah Tipe produk Heterogen Heterogen Homogen/
Heterogen
Relatif Relatif Sedikit Tidak ada
Persaingan
Profit Berlebih Berlebih Agak
berlebih
Sumber: diolah dari berbagai sumber.
Pasar monopoli terdiri dari satu produsen yang menguasai pangsa pasar
keseluruhan atau sebesar 100 persen dan memiliki hambatan masuk pasar yang
sangat tinggi karena produsen yang menguasai pasar akan berusaha keras agar
dipimpin oleh perusahaan dominan, pelaku usaha terdiri dari beberapa perusahaan
namun hanya ada satu pelaku usaha yang terlihat mendominasi pasar. Hambatan
untuk masuk pasar ini cukup tinggi namun biasanya informasi pasarnya cukup
terbuka.
Pada pasar oligopoli terdapat beberapa pelaku usaha yang memimpin pasar
dengan pangsa pasar gabungannya sebesar 60 persen sampai dengan 100 persen.
Hambatan masuknya cukup tinggi dan informasi yang diterima terbatas. Para
oligopolis juga bertindak sebagai monopolis terutama jika mereka melakukan
kerjasama sehingga efisiensinya menjadi kurang baik.
Pasar monopolistik terdiri dari banyak produsen dimana banyak pesaing
yang efektif dan tidak ada satu pun yang memiliki pangsa pasar diatas 10 persen.
Para produsen menjual produknya dengan karakteristik yang berbeda-beda dan
dapat menjualnya dengan harga yang diinginkan. Hambatan masuk dan
informasinya cukup terbuka sehingga tingkat persaingannya tinggi dan
efisiensinya cukup baik. Sementara pasar persaingan murni setiap produsen tidak
memiliki pangsa pasar yang berarti. Dengan hambatan masuk yang rendah dan
informasi yang terbuka maka para pesaing potensial dapat mudah memasuki
pasar. Struktur pasar merupakan suatu pokok bahasan yang kompleks, dengan
sejumlah konsep yang terpadu serta dibutuhkan banyak data untuk
17
2.4.1. Pangsa Pasar
Pangsa pasar dapat juga diartikan sebagai persentase perusahaan dari total
pendapatan industri yang dapat diukur dari 0 persen hingga 100 persen. Pangsa
pasar yang besar biasanya menandakan kekuatan pasar yang besar, sebaliknya
pangsa pasar perusahaan yang kecil berarti perusahaan tidak mampu bersaing
dalam tekanan persaingan.
Peranan pangsa pasar, seperti halnya elemen struktur pasar lainnya, adalah
sebagai sumber keuntungan bagi perusahaan. Hipotesa umum mengatakan adanya
hubungan antara tiap pangsa pasar perusahaan dengan tingkat keuntungannya
(Jaya,2001).
2.4.2. Konsentrasi
Konsentrasi merupakan kombinasi pangsa pasar dari
perusahaan-perusahaan oligopolis di mana mereka menyadari adanya suatu ketergantungan
(Jaya, 2001). Kelompok perusahaan ini terdiri dari 2 sampai 8 perusahaan.
Kombinasi pangsa pasar mereka membentuk suatu tingkat pemusatan dalam
pasar.
Alat yang digunakan untuk mengukur konsentrasi perusahaan dalam
penelitian ini adalah Concentration Ratio (CR4), yaitu alat ukur paling sederhana untuk mengukur tingkat konsentrasi dari perusahaan-perusahaan yang memiliki
pangsa pasar terbesar. CR4 dirumuskan:
Total jumlah penjualan 4 perusahaan terbesar
Nilai CR4 yang dihasilkan antara nol sampai satu. Semakin besar nilai
CR4 yang dihasilkan maka struktur pasar semakin monopoli, sebaliknya jika
nilainya semakin kecil (mendekati nol) maka persaingannya sempurna (Jaya,
2001). Rasio konsentrasi yang standar memerlukan data mengenai ukuran pasar
secara keseluruhan dan ukuran perusahaan-perusahaan yang memimpin pasar.
Pengukuran ini lebih jelas daripada pengukuran yang lain dan mempunyai
pengertian yang lebih mantap.
2.4.3. Hambatan Untuk Masuk
Menurut Jaya (2001) ada beberapa hal umum mengenai hambatan
memasuki suatu pasar yang harus dipahami. Pertama, hambatan-hambatan timbul
dalam kondisi pasar yang mendasar, tidak hanya dalam bentuk perangkat yang
legal ataupun dalam bentuk kondisi-kondisi yang berubah dengan cepat.
Kedua, hambatan dibagi dalam tingkatan mulai dari tanpa hambatan sama
sekali (“bebas masuk”), hambatan rendah, sedang sampai tingkatan tinggi di mana
tidak ada lagi jalan masuk. Ketiga, hambatan merupakan sesuatu yang kompleks.
Peranan hambatan untuk masuk suatu pasar masih diperdebatkan.
Hal lain yang dapat dijadikan faktor hambatan masuk adalah dengan
pengukuran Minimum Efficiency Scale (MES). Pesaing baru tidak akan masuk kecuali yakin akan memperoleh keuntungan setelah masuk dalam pasar. Jika MES
relatif besar terhadap pasar maka perusahaan baru tidak akan dapat membuka
19
Perusahaan yang memasuki pasar dengan kondisi di bawah MES tidak akan
sanggup bersaing dengan perusahaan yang telah ada di pasar.
Beberapa ukuran yang dapat dijadikan proksi bagi MES yaitu output dari
pabrik terbesar, ukuran rata-rata dari seluruh pabrik yang berada pada kelas
distributor tinggi dan ukuran rata-rata dari beberapa pabrik yang terbesar yang
menguasai 50 persen output industri.
2.4.4. Pasar Persaingan Monopolistik
Persaingan monopolistik adalah suatu jenis pasar yang mempunyai
sifat-sifat sebagai berikut (Jaya, 2001):
1) Banyak perusahaan dan pembeli
Pasar terdiri dari sejumlah besar perusahaan dan pembeli yang bertindak
secara bebas.
2) Produk yang dibedakan
Produk-produk yang ditawarkan oleh perusahaan yang bersaing memiliki
perbedaan dalam satu atau lebih hal antara satu produk dengan yang lainnya.
Perbedaan-perbedaan ini mungkin dalam hal fisiknya yaitu yang meliputi
penampilan atau perbedaan-perbedaan yang diciptakan melalui iklan dan promosi
penjualan.
3) Pasar yang bebas dimasuki dan ditinggalkan
Pasar yang tidak memiliki hambatan-hambatan untuk dimasuki (barriers to
entry) oleh perusahaan-perusahaan baru atau hambatan-hambatan bagi
4) Dalam jangka pendek akan menghasilkan laba diatas normal
Dalam jangka panjang laba diatas normal akan menyebabkan
perusahaan-perusahaan baru memasuki pasar, yang kemudian akan mengakibatkan turunnya
volume penjualan pada tingkat harga yang berlaku. Proses masuknya
perusahaan-perusahaan baru akan berlangsung sampai laba lebih yang diperoleh sebelumnya
tidak ada lagi. Posisi laba yang normal dari perusahaan untuk jangka panjang
adalah sama dengan posisi keseimbangan jangka panjang perusahaan tersebut
dalam persaingan sempurna.
Akan tetapi persaingan monopolistik akan menghasilkan kinerja pasar
yang kurang efisien bila dibandingkan dengan persaingan sempurna. Khususnya
bagi perusahaan monopolistik yang bersaing untuk memproduksi tingkat output
yang lebih rendah dan menjual output tersebut dengan haga yang lebih tinggi
dibndingkan dengan harga-harga output perusahaan yang bersaing secara
sempurna.
2.5. Perilaku Pasar
Perilaku pasar merupakan tindakan dan kegiatan yang dilakukan
perusahaan-perusahaan dalam kapasitasnya sebagai produsen atau penjual dan
pembeli barang dan jasa. Beberapa elemen yang menentukan perilaku pasar
(Legowo, 1996):
21
2. Cara berkompetisi yang dilakukan perusahaan untuk mencapai tujuannya,
terutama dalam kebijakan menentukan harga, besarnya produksi, adanya
diferensiasi produk yang dihasilkan.
3. Pengaturan perilaku perusahaan. Seberapa jauh diperkenankannya adanya
persaingan antara perusahaan-perusahaan dalam pasar. Kemungkinan
terjadinya koordinasi di antara perusahaan dalam menentukan harga dan
melakukan kolusi secara terang-terangan (kartel) atau secara diam-diam (price
leadership).
Perilaku perusahaan menjadi subjek analisis yang menarik hanya jika
persaingan yang terjadi tidak sempurna, akan berbeda jika yang terjadi pasar
persaingan sempurna. Pada pasar persaingan tidak sempurna, ada insentif bagi
perusahaan untuk melakukan promosi, mengamati tindakan pesaing, melakukan
kolusi atau kerjasama, atau berusaha menghalangi masuknya perusahaan baru
(Jaya, 2001).
2.5.1. Kerjasama dan Kolusi
Kerjasama yang dapat bertahan lama akan memberikan keuntungan lebih
banyak bagi kelompok perusahaan yang melakukan kerjasama tersebut. Hal itu
dikarenakan dengan adanya kerjasama maka kelompok perusahaan dapat
menaikkan harga. Kerjasama yang dapat bertahan lama akan menjadikan kolusi
berjalan dengan sangat efektif. Semakin sempurnanya kerjasama diantara
perusahaan-perusahaan tersebut, pasar akan semakin menyerupai pasar monopoli
Kondisi-kondisi yang mendorong adanya kolusi antara lain adalah
konsentrasi dan kelangkaan, biaya, kondisi permintaan, “titik pusat”, persaingan
bukan harga dan informasi. Ada beberapa macam kolusi yang dilakukan oleh
perusahaan dalam suatu industri. Kategori-kategori utamanya adalah kartel,
pengawasan terhadap masuknya perusahaan baru dan daerah pasar, persetujuan
penetapan harga, dan kolusi terselubung (Jaya, 2001).
2.5.2. Integrasi Vertikal, Konglomerasi Dan Merger
Merger adalah suatu penggabungan (kombinasi) dua atau lebih perusahaan
yang kemudian diberi nama (yang hidup) salah satu dari perusahaan yang
bergabung itu. Merger biasanya dilakukan atas dasar pengujian bersama yang
bertujuan meningkatkan efisiensi karena diharapkan ada pengaruh sinergis
(Legowo, 1996).
Terdapat tiga tipe merger:
1. Merger Horizontal adalah merger antara perusahaan-perusahaan dalam pasar
yang sama (pesaing dalam pasar). Contoh: pabrik semen A merger dengan
pabrik semen B, dll.
2. Merger Vertikal adalah merger perusahaan-perusahaan antara kolom
perusahaan (kolom dari industri hulu ke hilir). Contoh: pabrik tepung terigu
merger dengan pabrik mie instan, dll.
3. Merger Konglomerat adalah merger antara perusahaan-perusahaan yang tidak
23
untuk melakukan diversifikasi kegiatan dan menyebar resiko. Contoh: bank
merger dengan perusahaan otomotif, dll.
Integrasi vertikal adalah penggabungan perusahaan-perusahaan yang
mempunyai kelanjutan proses produksi. Jenis integrasi juga dapat dibagi menjadi
dua, yaitu integrasi ke hulu (up stream) dan integrasi ke hilir (down stream). Jadi, integrasi dapat terjadi antara perusahaan-perusahaan yang mempunyai proses
produksi yang berkelanjutan, baik di hulu maupun di hilir (Hasibuan, 1993).
Selanjutnya, istilah konglomerat, yang artinya tidak lebih dari perkumpulan atau
pengelompokan memilki sebutan yang lebih umum yaitu merger konglomerat.
2.5.3. Diferensiasi Produk
Persaingan akan berjalan dengan sempurna apabila pembeli dapat
membandingkan barang yang satu dengan barang yang lainnya. Bila
barang-barang didiferensiasi maka persaingan menjadi tidak efektif. Perbandingan produk
yang satu dengan yang lainnya menjadi sulit dilakukan karena memang berbeda.
Pembeli menjadi tertarik pada suatu produk tertentu.
Suatu perusahaan tidak dapat bertahan hidup tanpa menciptakan produk
baru. Produk yang sebelumnya dihasilkan akan menjadi semakin dewasa dan pada
suatu saat nanti akan mengalami penurunan sehingga layak digantikan. Oleh
karena itu sebuah produk memiliki siklus yang dapat dibagi menjadi empat fase,
Perilaku pasar menggambarkan tindakan-tindakan perusahaan sebagai
akibat dari struktur pasar yang dihadapinya. Perilaku pada penelitian ini dapat
dikelompokkan menjadi empat jenis yaitu : perilaku dalam startegi harga, strategi
produk, strategi promosi, dan strategi distribusi. Selain keempat jenis perilaku
tersebut, penelitian ini juga akan membahas perilaku lainnya yang terkait dengan
industri pakaian jadi di Indonesia.
2.6. Kinerja Pasar
Kinerja pasar adalah hasil kerja yang dipengaruhi oleh struktur dan
perilaku industri (Hasibuan, 1993). Elemen-elemen yang terdapat di dalam kinerja
pasar adalah (Legowo,1996):
1. Efisiensi dalam produksi. Kemampuan berproduksi dengan efisien.
2. Efisiensi dalam penyaluran. Kemampuan mendistribusikan hasil produksi
dengan biaya yang rendah (efisien).
3. Efisiensi dalam mengalokasikan sumber daya sehingga harga yang dikenakan
kepada pembeli bisa rendah sesuai dengan rendahnya biaya produksi termasuk
keuntungan yang normal bagi produsen.
4. Kemampuan memanfaatkan kemajuan teknologi, sehingga dapat diperoleh
biaya produksi yang rendah dan teknik distribusi yang lebih tepat.
5. Kinerja berupa mutu, harga dan jumlah (variasi produk) yang sesuai dan bisa
memuaskan konsumen (masyarakat).
Kinerja dalam kaitannya dengan ekonomi memiliki banyak aspek namun
25
dan keseimbangan dalam industri (Jaya, 2001). Efisiensi mempunyai dua bagian
utama, yaitu efisensi internal dan efisiensi alokasi.
Tingkat efisiensi internal menggambarkan perusahaan yang dikelola
dengan baik. Efisiensi ini diukur dengan perbandingan nilai tambah dan nilai
input setiap perusahaan. Sedangkan efisiensi alokasi menggambarkan alokasi
sumber daya ekonomi sedemikian rupa sehingga tidak ada lagi perbaikan dalam
berproduksi yang dapat menaikkan nilai output.
Kemajuan teknologi dan tindakan inovasi merupakan suatu bentuk upaya
terus-menerus untuk melakukan tindakan-tindakan yang memberikan dorongan
kemajuan. Sementara keseimbangan dalam industri dilihat dalam pemenuhan
kebutuhan dan keinginan untuk memenuhi harapan-harapan serta penghargaan
yang nyata dan bernilai.
Kinerja juga dapat dilihat dari pola keuntungan yang didapat
perusahaan-perusahaan dalam industri. Pola keuntungan ini dapat digambarkan oleh Price-Cost-Margin (PCM). Penggunaan PCM sebagai variabel kinerja pertama kali digunakan oleh Collins dan Preston pada tahun 1968. PCM dapat diperoleh
dengan membagi selisih antara nilai tambah dikurangi upah yang harus
dibayarkan terhadap nilai pengiriman (Jaya, 2001).
Nilai tambah adalah nilai pengiriman dikurangi nilai material, persediaan
dan tempat penyimpanan, bahan bakar, tenaga listrik dan kontrak kerja. Upah
yang harus dibayarkan merupakan total pengeluaran perusahaan untuk membayar
tenaga kerja. Sedangkan nilai barang yang dihasilkan adalah bagian dari nilai
tentang hubungan stuktur dan kinerja pasar akan berusaha menunjukan adanya
pengaruh antara variabel-variabel struktur pasar terhadap keuntungan yang
diproksi dengan PCM. Tingkat PCM yang tinggi hanya dapat tercipta jika terdapat
monopoly power atau rasio konsentrasi yang tinggi.
2.7. Penelitian Terdahulu
Penelitian mengenai Struktur-Perilaku-Kinerja dari suatu industri telah
dilakukan oleh peneliti-peneliti sebelumnya. Meskipun begitu
penelitian-penelitian tersebut meneliti industri yang berbeda-beda dan penelitian-penelitian ini juga
meneliti industri yang berbeda pula dengan penelitian sebelumnya. Dua
diantaranya adalah penelitian dengan judul “Analisis Structure-Conduct-Performance industri ban di Indonesia” yang telah dilakukan oleh Delima (2005) kemudian mengenai industri susu dengan judul “Analisis
Struktur-Perilaku-Kinerja Industri Susu Di Indonesia” yang telah dilakukan oleh Andiani (2006).
Hasil penelitian Delima (2005) menunjukkan bahwa struktur pasar industri
ban di Indonesia adalah termasuk ke dalam tipe pasar oligopoli ketat dimana pasar
ini terbentuk dikarenakan penggabungan pangsa pasar dari empat perusahaan
besar yang menghasilkan pangsa pasar sebesar 60 persen sampai dengan 100
persen.
Perilaku dari industri ban Indonesia berdasarkan pada hasil penelitian
Delima (2005) antara lain menunjukkan adanya strategi dalam harga berupa
adanya kesepakatan harga yang terjadi dalam pasar yang dilakukan oleh asosiasi
27
memodifikasi karakteristik fisik produk, mengembangkan kualitas yang sesuai
dengan SNI, dan menambah model serta ukuran, perilaku promosi yang dilakukan
oleh industri ban Indonesia melalui media massa baik cetak maupun media
elektronik. Perilaku pengalihan dari pasar domestik ke pasar ekspor ketika pasar
domestik mengalami kelesuan adalah strategi distribusi yang dilakukan oleh
produsen ban Indonesia.
Dari segi kinerja, industri ban di Indonesia menerima margin keuntungan
atas biaya langsung (PCM) sebesar 17,41 persen selama tahun 1985 sampai
dengan tahun 2003. Diduga kasus yang terjadi pada industri ban di Indonesia
adalah penurunan konsentrasi rasio disebabkan karena pertambahan jumlah
perusahaan pada industri mampu meningkatkan persaingan. Pertambahan jumlah
perusahaan (yang relatif cukup besar) pada industri yang bersangkutan, selain
menekan konsentrasi rasio juga mampu menciptakan andil pendapatan yang besar.
Sehingga secara keseluruhan pendapatan industri yang bersangkutan mengalami
peningkatan pertumbuhan. Hal ini menunjukkan bahwa perusahaan-perusahaan
yang ada pada industri merupakan perusahaan-perusahaan yang besar dan
mempunyai daya saing yang tinggi.
Penelitian selanjutnya mengenai industri susu dengan judul “Analisis
Struktur-Perilaku-Kinerja Industri Susu Di Indonesia” telah dilakukan oleh
Andiani (2006). Hasil dari penelitian dengan menggunakan data dari tahun 1983
sampai dengan tahun 2003 tersebut menunjukkan bahwa industri susu di
tingginya tingkat konsentrasi dari industri susu di Indonesia, dengan nilai rata-rata
CR4 sebesar 73,79 persen.
Perilaku yang terdapat pada industri susu di Indonesia berdasarkan pada
hasil penelitian yang telah dilakukan menunjukkan adanya strategi harga dan
produk serta strategi promosi. Dalam melakukan penetapan harga, umumnya
perusahaan susu melakukan pengamatan tingkat harga yang ditetapkan pesaing
dengan asumsi harga yang ditetapkan semua pesaing adalah harga yang tinggi.
Strategi produk yang dilakukan oleh produsen susu adalah melakukan inovasi
melalui produk dan merek dengan memproduksi susu sesuai dengan jenis.
Terdapat tiga jenis susu yang diklasifikasikan lagi sesuai dengan umur konsumen.
Pemberian merek dagang pada setiap kemasan yang menarik akan menjadi
perhatian konsumen dalam memilih produk untuk dikonsumsi. Sementara itu,
strategi promosi yang dilakukan oleh perusahaan-perusahaan susu adalah melalui
promosi berbentuk merek, promosi berdasarkan industri atau pasar dan promosi
secara politik.
Kinerja dari industri susu di Indonesia menunjukkan hasil bahwa nilai
efisiensi-X dan nilai margin keuntungan atas biaya langsung (PCM) yang cukup
tinggi. Rata-rata efisiensi-X pada industri ini mencapai 66,99 persen. Sementara
itu nilai rata-rata PCM pada industri susu mencapai 43,28 persen.
Struktur pasar oligopoli ketat memiliki efisiensi yang kurang baik dan
keuntungan yang agak berlebih. Meskipun begitu, kebijakan yang dibuat oleh
produsen dari masing-masing industri dapat mengantisipasi kelemahan yang
29
dalam industri ini menjaga keseimbangan antara penawaran produksi dan
permintaannya yang bertujuan untuk menghindari dari kerugian perusahaan.
Sehingga meskipun memiliki struktur pasar yang sama dengan industri ban,
industri susu memiliki kinerja yang lebih baik.
2.8. Kerangka Pemikiran
Di dalam kerangka pemikiran untuk menganalisis berjalannya suatu proses
pasar perlu diketahui bahwa ada hubungan antara struktur (structure), perilaku (conduct) dan kinerja (performance) dari industri tersebut. Ketiga unsur tersebut saling berinteraksi, struktur pasar akan mempengaruhi perilaku dan kinerja dari
pasar tersebut. Sebaliknya, perilaku pasar dapat mempengaruhi struktur dan
kinerja pasar. Demikian pula kinerja pasar dapat mempengaruhi struktur dan
perilaku pasar.
Pada penelitian ini terlebih dahulu akan menganalisa struktur pasar dan
perilaku industri, kemudian untuk selanjutnya menganalisa kinerja industri.
Tujuannya adalah untuk menganalisa apakah terdapat suatu kesesuaian hubungan
yang tercipta antara struktur dengan perilaku pada industri pakaian jadi di
Indonesia dimana kesesuaian maupun ketidaksesuaiannya dapat mempengaruhi
kinerja dari industri pakaian jadi di Indonesia.
Konsumen atau masyarakat mengharapkan adanya kinerja pasar yang bisa
memberikan kesejahteraan kepada mereka antara lain dapat memperoleh barang
dan jasa dengan harga murah, mutu baik, jumlah yang cukup, cepat diperoleh dan
yang efisien. Semua ini bisa diperoleh jika perilaku industri serta struktur
pasarnya mendukung kinerja industri yang bisa mencapai tujuan yang dimaksud.
Selain struktur pasar (CR4), variabel efisiensi-X (XEff) dan produktivitas
(Prod), penelitian ini juga akan membahas faktor-faktor yang mempengaruhi
kinerja (PCM) dari industri pakaian jadi di Indonesia diantaranya adalah
pertumbuhan output industri (Growth) dan dummy yang berguna untuk membedakan periode sebelum dan sesudah krisis.
Gambar 2.2. Bagan Kerangka Pemikiran
2.9. Hipotesis
Berdasarkan keadaan industri pakaian jadi atau garmen di Indonesia dan
teori-teori yang mendasari penelitian ini maka hipotesis yang diajukan adalah:
1. Pendugaan terhadap struktur, perilaku dan kinerja industri pakaian jadi di
Indonesia yaitu: Struktur
Pasar Kinerja
Faktor-faktor Lainnya: 1. Growth
2. Produktivitas 3. Dummy atau
Krisis Industri
Pakaian Jadi di Indonesia
31
a. Struktur pasar industri pakaian jadi di Indonesia diduga merupakan
struktur pasar yang bersifat persaingan monopolistik.
b. Perilaku yang dimiliki oleh industri pakaian jadi di Indonesia diduga
merupakan perilaku yang terkait dengan harga, produk, promosi dan
distribusi produk, serta perilaku-perilaku lainnya yang pada umumnya
terdapat di dalam suatu industri karena dipengaruhi oleh struktur pasar.
c. Diduga kinerja industri pakaian jadi di Indonesia memiliki tingkat
efisiensi-X dan tingkat keuntungan yang diperoleh cukup rendah. Hal ini
dikarenakan banyaknya perusahaan yang terdapat dalam industri pakaian
jadi dan tingginya persaingan yang terjadi.
2. Mengenai analisis pengaruh struktur dan faktor-faktor lainnya terhadap kinerja
diduga struktur pasar (CR4) berpengaruh positif terhadap kinerja (PCM).
Variabel lain (Growth, Xeff, Prod) diduga berpengaruh positif terhadap kinerja (PCM). Sedangkan variabel dummy atau krisis diduga berpengaruh
Penelitian dilaksanakan dengan cara mengumpulkan data sekunder yang
berasal dari Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API), Badan Pusat Statistik,
Departemen Perindustrian dan Departemen Perdagangan yang semuanya berlokasi
di Jakarta. Penelitian ini berlangsung pada bulan Januari - Juni 2006.
3.2. Jenis dan Sumber Data
Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder yang
diambil dari data-data yang telah diolah pada instansi-instansi terkait yaitu API,
BPS dan Departemen perindustrian. Pengumpulan data juga diperoleh dari studi
kepustakaan serta literatur yang relevan dengan penelitian ini. Data tersebut
berasal dari perpustakaan pusat Institut Pertanian Bogor, perpustakaan Fakultas
Ekonomi Universitas Indonesia, dan dengan mengambil data-data dari
laporan-laporan industri melalui internet. Unit analisa yang digunakan pada penelitian ini
adalah industri garmen di Indonesia dan tidak menggunakan unit analisa berupa
pemilihan perusahaan. Sehingga tidak diperlukan penjelasan mengenai penentuan
sampel dalam penelitian ini.
Data yang digunakan untuk analisis SCP secara deskriptif adalah data dari
tahun 1983 sampai 2003. Data statistik yang diestimasi merupakan data time
series dari tahun 1983 sampai 2003 dan diolah dengan menggunakan software
33
agar dapat menunjukkan keadaan yang sebenarnya pada saat ini dengan cara
membagi data nominal dengan Indeks Harga Perdagangan Besar (IHPB)
kemudian dikalikan dengan 100.
Nilainominal
Nilairiil = X 100 (3.1)
IHPB
IHPB adalah angka indeks yang menggambarkan besarnya perubahan
harga perdagangan besar atau harga grosir dari komoditas-komoditas yng
diperdagangkan di suatu negara atau daerah. Komoditas tersebut merupakan
produksi dalam negeri yang dipasarkan di dalam negeri, diekspor, atau diimpor
(Badan Pusat Statisitk, 2003). IHPB yang digunakan pada penelitian ini adalah
IHPB Indonesia dengan tahun dasar 1993 (1993 = 100) yang diperoleh dari BPS.
3.3. Metode Analisis
Analisis data dilakukan secara deskriptif dengan memberikan gambaran
dari hasil penelitian maupun secara kuantitatif dengan melihat pengaruh
variabel-variabel yang saling berhubungan. Pada awal pembahasan mengenai struktur
pasar, perilaku dan kinerja dari industri pakaian jadi di Indonesia akan dianalisis
dengan menggunakan metode deskriptif, sedangkan untuk membahas hubungan
struktur dan faktor-faktor lainnya dengan kinerja digunakan metode kuantitatif.
Statistik deskriptif adalah metode yang berkaitan dengan pengumpulan
dan penyajian yang berkaitan dengan pengumpulan dan penyajian suatu gugus
data sehingga memberikan informasi yang berguna (Walpole, 1995). Proses
informasi yang relevan yang terkandung dalam data dan penyajian hasilnya dalam
bentuk yang lebih ringkas dan sederhana, sehingga pada akhirnya mengarah pada
keperluan adanya penjelasan dan penafsiran. Statistik kuantitatif digunakan dalam
menentukan hubungan antara struktur dan faktor-faktor lainnya dengan kinerja
pada industri pakaian jadi di Indonesia.
Metode penelitian yang digunakan untuk melihat kondisi Industri pakaian
jadi (garmen) di Indonesia adalah pendekatan SCP (
Structure-Conduct-Performance) dengan penjelasan sebagai berikut :
3.3.1. Struktur Pasar (Market Structure)
a. Pangsa Pasar
Setiap perusahaan memiliki pangsa pasarnya sendiri yang berkisar antara 0
persen hingga 100 persen dari total penjualan seluruh pasar. Menurut literatur
Neo-Klasik landasan posisi pasar perusahaan adalah pangsa pasar yang diraihnya.
Pangsa pasar menggambarkan keuntungan yang diperoleh perusahaan dari hasil
penjualannya.
si
msi = X 100% (3.2)
stot
Keterangan:
msi = pangsa pasar perusahaan i (%),
si = penjualan perusahaan i,
35
b. Konsentrasi Industri
Tingkat konsentrasi industri merupakan suatu variabel yang dapat diukur.
Dengan mengetahui tingkat konsentrasi maka tipe pasar yang dihadapi suatu
industri juga dapat diketahui. Penggunaan CR dalam menjelaskan struktur pasar
dilakukan agar konsisten dengan penjelasan hubungan struktur pasar pada
hubungan tersebut. CR juga digunakan dalam model untuk menggantikan Indeks
Hirschman-Herfindahl (Hd) karena dianggap lebih mewakili kondisi industri
pakaian jadi di Indonesia.
si
msi = X 100% (3.3)
stot
Keterangan:
CRm = rasio konsentrasi sebanyak m perusahaan (%),
msi = pangsa pasar perusahaan ke-i (%).
c. Hambatan Masuk Pasar
Hambatan masuk pasar dapat dilihat dari mudah atau tidaknya
pesaing-pesaing potensial untuk masuk ke suatu pasar. Segala sesuatu yang
memungkinkan terjadinya penurunan kesempatan atau kecepatan masuknya
pesaing baru merupakan hambatan untuk masuk. Hambatan-hambatan ini tidak
hanya dalam bentuk perangkat-perangkat yang legal tapi juga dapat terjadi secara
alami. Salah satu cara yang digunakan untuk melihat hambatan masuk adalah
dengan mengukur skala ekonomis yang didekati melalui output perusahaan yang
dengan output total industri. Data ini disebut sebagai Minimum Efficiency Scale
(MES),
Output perusahaan terbesar
MES = (3.4)
Output total
3.3.2. Perilaku Pasar (Market Conduct)
Penelitian dalam melihat bagaimana perilaku dari pelaku usaha yang
berada dalam industri pakaian jadi di Indonesia akan dilakukan dengan penjelasan
deskriptif. Pembentukan perilaku yang secara umum dipengaruhi oleh struktur
dan kinerja pasar akan dapat dilihat dari variabel-variabel struktur pasar (tingkat
konsentrasi perusahaan dan hambatan masuk ke dalam pasar) dan variabel kinerja
pasar (PCM dan efisiensi internal).
Elemen-elemen dalam perilaku pasar dari industri pakaian jadi Indonesia
dapat dijelaskan sebagai berikut :
1. Strategi harga dan produk
Dalam hal ini akan dilihat bagaimana strategi penetapan harga yang akan
dilakukan oleh industri pakaian jadi serta bagaimana strategi khusus dalam
menentukan produk yang akan dijual. Penetapan harga pada industri pakaian jadi
pada umumnya tergantung pada bahan baku sebagai faktor produksi.
2. Strategi promosi
Strategi promosi merupakan salah satu perilaku yang dibutuhkan oleh
37
3. Strategi distribusi
Strategi distribusi juga diperlukan agar produk yang dihasilkan dapat
didistribusikan dengan baik sehingga dapat memenuhi kebutuhan konsumen.
Bentuk-bentuk perilaku lainnya dari pelaku usaha industri pakaian jadi di
Indonesia yang mungkin terjadi antara lain adalah integrasi vertikal dan Sourcing.
Hal tersebut didasarkan atas informasi yang berasal dari Asosiasi Pertekstilan
Indonesia, yang diterima oleh peneliti. Perilaku integrasi vertikal yang terjadi
pada industri pakaian jadi disebabkan karena industri pakaian jadi itu sendiri
merupakan bagian dari industri tekstil dan produk tekstil yang saling
berhubungan. Industri pakaian jadi membutuhkan industri serat dan industri
lainnya yang terdapat pada industri TPT untuk menunjang kelangsungan industri
pakaian jadi itu sendiri.
Perilaku sourcing yang terjadi pada industri pakaian jadi merupakan suatu
perilaku atau kegiatan untuk mencari bahan baku. Pembeli (buyer) dalam industri
ini terlebih dahulu akan melakukan pemesanan baju, dimana pembeli akan
menunjukkan bahan seperti apa yang diinginkannya untuk membuat baju yang
akan dipesan. Kemudian produsen pakaian jadi yang menerima pesanan akan
mencari bahan tersebut. Kegiatan pencarian bahan inilah yang dinamakan
sourcing. Informasi mengenai perilaku dari industri pakaian jadi ini diperoleh dari
Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API) serta penelitian kepustakaan dan informasi
3.3.3. Kinerja Pasar (Market Performance)
Untuk menjelaskan kinerja suatu industri dilakukan dengan menggunakan
analisis efisiensi internal atau efisiensi-X dan Price-Cost Margin (PCM). Efisiensi
internal menunjukkan kemampuan perusahaan dalam kemampuan suatu industri
dalam menekan biaya produksi yang harus dikeluarkan. Semakin efisien suatu
perusahaan, semakin besar pula keuntungan yang akan diperoleh. Untuk
mengukur tingkat efisiensi internal adalah dengan membagi nilai tambah dengan
input industri tersebut.
nilai tambah industri
XEff = (3.5)
nilai input industri
Nilai tambah diperoleh dengan mengurangkan biaya input terhadap nilai
outputnya. Nilai output itu sendiri adalah nilai dari seluruh barang dan jasa atau
disebut juga sebagai produk yang dihasilkan oleh sektor-sektor produksi dengan
memanfaatkan faktor produksi yang tersedia seperti tenaga listrik yang dijual, jasa
industri, keuntungan jual beli, pertambahan stok barang jadi dan penerimaan lain.
Sementara itu nilai input memiliki pengertian yang dikelompokkan
menjadi dua yaitu :
Input antara adalah seluruh biaya yang dikeluarkan untuk barang dan jasa
yang digunakan habis dalam proses produksi (bahan baku, bahan penolong,
jasa perbankan).
Input primer adalah biaya yang timbul sebagai akibat dari pemakaian faktor
39
dan kewirausahaan. Contoh : upah gaji, surplus usaha, penyusutan barang
modal, dan pajak tidak langsung netto.
Variabel yang digunakan sebagai indikator kinerja yang berikutnya adalah
proksi dari keuntungan Price-Cost Margin (PCM). PCM dinyatakan sebagai
indikator kemampuan perusahaan untuk meningkatkan harga diatas biaya
produksi. PCM diperoleh dengan membagi selisih antara nilai tambah yang
dikurangi pengeluaran upah bagi pekerja dengan nilai barang jadi (output yang
dihasilkan). Tingkat PCM yang tinggi umumnya dapat tercipta jika terdapat rasio
konsentrasi pasar yang tinggi.
P – AVC nilai tambah – upah total
PCM = = (3.6)
P barang yang dihasilkan
3.3.4. Hubungan Struktur dan Faktor Lainnya dengan Kinerja
Hubungan struktur suatu industri dan faktor-faktor lainnya yang dapat
mempengaruh kinerja industri tersebut dapat dilihat dengan menggunakan analisis
regresi linear berganda dengan metode Ordinary Least Squared (OLS) seperti
persamaan 3.7.
Pemilihan metode OLS untuk meramalkan model disebabkan oleh
mudahnya penggunaan serta pendeskripsian hasil dari regresi. Disamping itu
metode ini juga lebih sederhana jika dibandingkan dengan metode lain. Metode
ini merupakan salah satu metode yang cukup sering digunakan para peneliti di