• Tidak ada hasil yang ditemukan

Program Social Enforcement - Unicef dan Faktor-Faktor Yang Mempengaruhinya Terhadap Perilaku Keluarga di Daerah Endemik Gaki, Kabupaten Sukabumi, Jabar

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Program Social Enforcement - Unicef dan Faktor-Faktor Yang Mempengaruhinya Terhadap Perilaku Keluarga di Daerah Endemik Gaki, Kabupaten Sukabumi, Jabar"

Copied!
230
0
0

Teks penuh

(1)

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHINYA

TERHADAP PERILAKU KELUARGA DI DAERAH

ENDEMIK GAKI, KABUPATEN SUKABUMI, JABAR

NOLI NOVIDAHLIA

,

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2005

(2)

-Dengan ini saya menyatakan babwa tesis

yang

bezjudul:

"Program Social Enforcement-UNICEF dan Faktor-Faktor yang Mempengarubinya terbadap Perilaku Keluarga di Daerab Endemik GAIa,

Kabupaten Sukabumi, Jabar"

adalab benar merupakan hasil karya saya sendiri dan belum pemah

dipublikasikan. Semua sumber data dan informasi yang digunakan lelab

dinyatakan secara jelas dan dapal diperiksa kebenarannya.

(3)

NOLI NOVIDAHLIA. Program Social Enforcement-UNICEF dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhinya terhadap Perilaku Keluarga di Daerah Endemik GAKI, Kabupaten Sukabumi, Jabar. Dibimbing oleh CLARA M. KUSHARTO dan EMMY S, KARSIN.

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengkaji upaya intervensi program Social Enforcement-UNICEF dan faktor-faktor yang mempengaruhinya terhadap perilaku keluarga di daerab endemik GAKI, Kabupaten Sukabumi, Jawa Bara!.

Penelitian dilakukan di liga desa yaitu: Desa Cikakak, Kecamatan Cikakak (dengan Program Social Enforcement-UNICEF); Desa Kadudampit, Kecarnatan Kadudampit (Intervensi Pemerintab) dan Desa Sukaresmi, Kecamatan Cisaat (tidak mendapat program intervensi).

Desain penelitian menggunakan Cross-Sectional study dengan sasaran adalab ibu-ibu dari murid sekolab dasar yang diduga telab mendapat palpasi yang dilakukan oleh petugas kesebatan Kabupaten Sukabumi pada tabun 2002 dengan kriteria ibu pemab mendapat pendidikan formal. Data pengetabuan, sikap dan perilaku dikumpulkan melalui wawancara dengan menggunakan kuesioner. ruberi skor dan dikategorikan baik, sedang dan rendab, yang dikumpulkan dari bulan Mei sampai Juni 2004. Regresi liDier berganda digunakan untuk menentukan faktor yang mempengaruhi perilaku keluarga terbadap kejadian GAKI dan perlakuan terhadap penggunaan garam beriodium.

Karakteristik contoh berturut-turut pada daerah yang mendapat Social

Enforcement (SE), Intervensi pemerintah (IP) dan tidak mendapat intervensi (TIP). Umur contoh rata-rata 33 tabun, 38 tabun dan 37 tabun; tingkat pendidikan

61.4%,66.7"10 dan 73.3% adalah rendab (SD); pekeIjaan KK 31.4%, 56.7"10 dan 70.0% adalab buruh; pendapatan keluarga per bulan rata-rata adalab Rp 470 000,-, Rp 593 333,- dan Rp 456 667,- dan rata-rata besar keluarga pada daerah penelitian adalab 4.8 orang

Kadar iodiwn urine anak sekolah keluarga contoh

pada

umumnya normal (tidak mengalami kekurangan iodium) dimana di daerah yang mendapat program SE nilai mediannya 20 I セwャL@ di daerah yang mendapat program IP nilai mediannya 173.5 セァOャ@ dan di daerah TIP nilai mediannya sebesar RSQセァOャN@ Uji stalistik (t-test) menunjukkan babwa kadar iodium urine anak sekolab dasar keluarga contoh di ketiga daerab penelitian tidak signifikan (p>O.05).

Garam beriodium berbagai merek tersedia di warung dan pasar di lokasi penelitian. Penggunaan garam konsumsi dengan kandungan iodium berturut-turut pada daerah SE, IP dan TIP: 2: 30 ppm 70.0%, 90.0% dan 86.7"10; < 30 ppm 21.4%. 10.0% dan 133%

dan

tidak beriodium 8.6%, 0%

dan

0%. Persentase terbesar dari frekuensi pemakaian gararn beriodiurn di daerah SE 57.1 %,

di

IP 56.7% dan di TIP 26.7% tiga sampai empat kali per hari.
(4)

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHINYA

TERHADAP PERILAKU KELUARGA DI DAERAH

ENDEMIK GAKI, KABUPA TEN SUKABUMI, JABAR

NOLI NOVIDAHLIA

Tesis

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada

Program Studi Gizi Masyarakat dan Sumberdaya Keluarga

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

(5)

Nama NIM

GAKI, Kabupaten Sukabumi, Jabar

: Noli Novidahlia : A55102009!

Disetujui

Komisi Pembimbing

Dr. Cl . Kusharto, M.Sc. Ketua

Diketahui

Ketua Program Studi Gizi Masyarakat dan Sumberdaya Keluarga

Prof. Dr. Jr. Ali Kbomsan, M.S.

Tangga! Ujian: 24 Januari 2005

Dekan Sekolah Pascasarjana

Prof. Dr. Ir. Syafrida Manuwoto, M.Sc.

(6)

Puji dan syakur penulis panjatkan kepada A1lab SWT .tas segala

karunia-Nya sehingga tesis ini berhasil diselesaikan. Tern. yang dipilih dalam penelitian

yang dilaksanakan sejak bulan Mei sampai Juni 2004 ini ialab Prognnn Social

Enforcement-UNICEF dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhiny. terhadap

Perilaku Keluarga di Daerab Endemik GAK!, Kahupaten Sukahumi, J.bar.

Terima kasih penulis uc.pkan kepada Thu Dr. Clara M. Kusharto, M.Sc.

selaku ketua komisi pembimbing dan Thu Ir. Emmy S. Karsin, M.S. selaku

anggota komisi pembimbing atas segala araban dan bimbingan yang telah

diberikan kepada penulis, serta B.pak Soenamo Ranuwidjojo SKM, MPH selaku

dosen penguji dalam pengujian tesis ini.

Ucapan terimakasih kami sampaikan pula kepada Rektor Universitas

Djuanda Bogor dan Dekan Fakeltas Teknologi Pertarjan Universitas Djuanda

Bogor yang telab memberi kesempatan untuk melanjutkan studi di IPB, jug.

kepada pengelol. program bantuan dana pendidiktm (BPPS) dari Direktorat

Pendidikan Tinggi RI yang telab memberikan bantuan dana pendidikan dan

penelitian selama penulis menempuh pendidikan di IPB.

Pengbargaan penulis sampaikan pula kepada Kepala Dinas Kesehatan

Kabupaten Sukabumi dan Kepala Puskesmas Kecamatan Cikakak, Kadudampit

dan Cisaat beserta petugas kesebatan dan kademya yang telab membantu selama

pengumpulan data.

Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada suami dan anak-anak

tercinta, serta seluruh keluarga, atas segala doa dan kasih sayangnya.

Semoga karya ilmiab ini bermanlaa!.

Bogor, Pebruari 2005

Noli Novidahlia

(7)

-Penulis dilahirkan di Cirebon peda tanggal 25 Desember 1960, merupakan

anak ketiga dari empet bersaudarn pasangan aIm M. Purman dan Koniah.

Tahun 1979 penulis lulus dari SMA Negeri I Cirebon dan peda tahun yang

sama lulus seleksi masuk IPB melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB dan

lulus pada tahun 1984 peda jurusan Gizi Masyarakat dan Surnberdaya Keluarga,

Fakultas Pertanian IPB. Pada tahun 1985 penulis menikah dengan Ir. Bambang

Widyantoro, MM dan saat ini telah dikaruniai tiga orang anak yaitu Sylvilia

Widyanagari, Yugi Diganegara dan Megista Novinagari.

Penulis bekeIja sebagai staf pengajar di Jurusan T eknologi Pangan dan Gizi,

Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Djuanda Bogor. Pada tahun ajaran

2002 penulis mendapet kesempetan untuk melanjutkan pendidikan pada prognun

Studi Gizi Masyarakat dan Sumberdaya Keluarga, Sekolah Pascasatjana Institut

(8)

Halaman

DAFTAR TABEL IX

DAFTARGAMBAR ... X

DAFT AR LAMPIRAN ... XI

PENDAHULUAN ... I Lalar Belakang ... " ... .... ... ... ... ... ... I

Tujuan Penelitian ... 4

Manfaat Penelitian ... " ... ,' ... ". ... ... 5

TLNJAUAN PUSTAKA ... 6

Gangguan Akibat Kekurangan Iodium ... 6

Pengertian dan Faktor-Faktor Penyebab GAK! ... 6

Metabolisme Iodiurn ... 10

Kebutuhan Iodiurn ... 10

Upaya Penanggulangan GAK! ... i I Penanggulangan Jangka Pendek dan Jangka Panjang (Intervensi Pemerintab) ... II Penegakan Norma Sosial (Social Enforcement) ... 14

Perilaku Keluarga terhadap Kejadian GAK! dan Perlakuan Terhadap Penggunaan Garam Beriodiurn ... 18

Pengetabuan ... ' .... ... ... .... ... ... ... ... 19

Sikap ... 20

Perilaku Kesehatan ... ' ... ... ... ... ... ... ... ... 21

KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS ... 24

Kerangka Pemikiran ... 24

Hi potesis ... '., ... '... ... ... ... ... 27

METODE PENELITIAN .... .... ... .... ... .... ... 28

Desain, Waktu dan Tempat Penelitian ... 28

Contoh dan teknik Penarikan Contoh ... ... ... ... 28

Jerns dan Cam Pengumpulan Data ... 29

Pengolahan dan Analisis Data ... ... ... ... ... ... ... 30

Definisi OperasionaI ... 33

HASIL DAN PEMBAHASAN... 35

Keadaan Umum Daerah Penelitian ... 35

Kabupaten Sukaburni ... 35

Kecamatan Cikakak, Kadudampit dan Cisaat ... ... ... 36

Kecamatan Cikakak ... 36

Kecamatan Kadudampit ... 40

Kecamatan Cisaat ... 42

(9)

terhadap Penggunaan Gararn Beriodium .... ... ... ... ... ... .... 48

Tingl<at Pengetahuan Keluarga . ... .... ... ... ... ... 50

Sikap Keluarga ... 52

Perilaku Keluarga ... 53

Tingkat Penggunaan Gararn Beriodium Di Daerah Penelitian . ... ... 57

Ketersediaan Garam Beriodium ... 57

Penggunaan Gararn Beriodium ... ... 60

Hubungan Antar Variabel-Variabel Penelitian ... 63

Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Perilaku Keluarga terhadap Kejadian GAK! dan Perlakuan terhadap Penggunaan Gararn Beriodium ... 70

SIMPULAN DAN SARAN ...

73

Simpulan .... ... .... .... ... ... ... ... ... ... ... ... .... ... ... ... ... 73

Saran ... 75

DAFfAR PUSTAKA ... ... 77

(10)

Halaman

1 Daftar Kecukupan Iodium Menurut Keadaan Fisiologis ... '" ... ... ... ... 11

2 Definisi Operasional dao Kriteria Obyektif ... 30

3 Sebaran Contoh Berdasarkan Karkteristik Contoh Serta Jenis

Intervensi ... . . ... . .. .. . . .. . . .. .. . . .. .. . . .. . .. . . .. . .. . ... .. . .. . 40

4 Sebaran Hasil Analisa Kadar lodium Urine Sampel Anak Sekolah Dasar Dari Keluarga Contoh Menurut

Jenis Intervensi .... " ... " ... ,' ... " . ' ... ' .... '. ... 47

5 Sebaran Contoh Berdasarkan Tingkat Pengetahuan, Sikap, dao

Perilaku Keluarga Terhadap GAKI dan Garam Beriodium

(Kebiasaan, Tindakan, Cara Penyimpanan, dao Penggunaan Garam

Beriodium)SertaJenislntervensi ... 49

6 Sebaran Contoh berdasarkan Jenis Garam Konsumsi yang Digunakan dan Frekuensi Pemakuian Garam Beriodium dalam Sehari dao

Jenis Intervensi ... 60

(11)

I

Latar Belakang Penegakan Nonna Sosial Garam Beriodium

2 Kerangka Operasional Penegakan Nonna Sosial (Social Enforcement)

Balaman

15

Peningkatan Konsumsi Garam Beriodium ... ... 16

3 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Perilaku Keluarga terhadap

GAKI dan

Garam Beriodium ... ' ... " .... " .... " ... ... ...

26
(12)

Halaman

Peta

Lokasi

PeneJitian 82

2 Penentuan Kadar IodiumUrine Anak Sekolah Dasar Keluarga

Contoh ... 83

3 Klasifikasi Kecamatan di Kahupaten Sukahumi Berdasarkan

Tingkat Endemik GAK! Tahun 2002 ... ... ... ... 86

4 Ketersediaan Garam Konsumsi di Pasar ... ... ... ... .... ... 87

5 Persentase Jawaban yang Benar Atas Pertanyaan Pengetahuan

Keluarga Tentang GAK! dan

Gararn Beriodium ...

88

6 Persentase Jawaban yang Setuju Atas Pemyataan Sikap Terhadap

GAK! dan Gararn Beriodium ... ... ... ... ... ... 89

7 Persentase Jawaban Atas Pertanyaan Perilaku Keluarga Terhadap

GAK! dan Gararn Beriodium ... 91

8. Hasil Uji Beda (t-test) Pengetahuan, Sikap, dan Perilaku Kduarga T erhadap GAK! dan Gararn Beriodium (Kebiasaan, Tinclakan, Penyimpanan dan Penggunaan) Antara Daerah Enedemik GAK! Yang Mendapat Program Social Enforcement UNICEF dengan

Intervensi Pemerintah ... ... ... ... ... ... ... 93

9. Hasil Uji Beda (t-Iest) Kadar Iodium Dalam Urin dan Ketersediaan Garam Beriodium Antara Daerah Endemik GAK! yang Mendapat Program Social Enforcement UNICEF dengan Intervensi

Pemerintah ... ... ... 94

10. Hasil Uji Beda (I-Iesl) Kadar Iodium daiam Urine dan Ketersediaan

Gararn Beriodium Antara Daerah Endemik GAK! yang Mendapat

Program Social Enforcement UNICEF dengan yang Tidak

Diintervensi ... ... .... ... ... ... ... ... 94

11 HasH Uji Beda (I-Iest) Kadar Iodium Urine dan Ketersediaan

Gararn Beriodium antara Da,erah Endemik GAK! yang Mendapa!

Intervensi Pemerintah dengan yang Diintervensi ... 94

12 HasH Uji Korelasi Spearman Hubungan Variahel-Variabel Penelitian dengan Perilaku Keluarga Terhadap GAK! dan Gararn Beriodium Di Daerah yang Mendapat Program Social Enforcement

UNICEF ... 95

13 HasH Uji Korelasi Spearman Hubungan Variabel-variabel Penelitian dengan Perilaku Keluarga Terhadap GAK! dan Gararn Beriodium

Di Daerah yang Mendapat Intervensi Pemerintah ... 96

(13)

dan Perlakuan tedladap Penggunaan Garam Beriodium ... .

97

(14)

Lalar Belakaog

Gangguan Akibat Kekurangan Iodium (GAKI), merupakan masalab yang

senus di Indonesia mengingat dampaknya secara langsung mempengaruhi

kelangsungan hidup dan kualitas sumberdaya manusia yang mencakup 3 aspek,

yaitu aspek perkembangan kecerdasan, aspek perkembangan sosial dan aspek

perkembangan ekonomi. Dimana akibat kekurangan iodium yang paling banyak

dikenaI adalah pembesaran kelenjar gondok, dan kretin, namun berbagai hasil

penelitian menunjukkan babwa kekurangan iodium juga merupakan penyebab

utama keterbelakangan mental anak-anak di dunia. Anak-anak yang menderita

kekurangan iodium mempunyai rata-rata IQ 13.5 point lebih rendab dibandingkan

mereka yang cukup mendapat iodium (Dep Kes RI, 2000).

Berdasarkan

Hasil

Evaluasi Nasional Pemetaan GAK! di Indonesia tahun

2003 diperoleh hasil Total Goitre Rate (TGR) anak sekolab adalab sebesar 11.1 %

dimana pada tahun 1998 berdasarkan Survei Nasional Pemetaan GAKI TGR anak

sekolah sebesar 9.8%. Hal ini menunjukkan adanya kenaikan sebesar 1.3%.

Penyebaran endemik berdasarkan Total Goitre Rate (TGR) tingkat provinsi

berdasarkan basil Evaluasi Nasional Pemetaan GAKI Z003 diperoleh dua provinsi

yaitu Maluku dan Maluku Utara dengan TGR masing-masing sebesar 31.6% dan

44.9% atau daerah endemik berat (TGR>30.0%). Dua provinsi yaitu Jawa Timur

Htgrセ@ 24.8%) dan Nusa Tenggara Timur HtgrセRXNTEI@ adalab daerah endemik

sedang; tujuh belas provinsi endemik ringan dengan TGR antara 5.0-19.9% dan

sisanya tujuh provinsi dengan TGR <5.0% adalah daerah non endemik dintaranya

adalab Riau, BengkuIu, Bangka-Belitung, Jogyakarta, Kalimantan Selatan,

Sulawesi Utara dan Jakarta.

Provinsi Jawa Barat berdasarkan Survei Nasional Pemetaan GAKI 2003

tennasuk daerah endernik ringan dengan TGR sebesar 7.0% namun setelah

ditelusuri dari hasil survei ditemukan satu kabupaten yaitu Kabupaten Putwakarta

tennasuk endemik berat dengan TGR 30.2%, dua kabupaten endemik sedang

yaitu Kabupaten Sukabumi dengan TGR 27.0% dan Kabupaten Kuningan

(15)

dan

sisanya sebanyak empat belas kabupatenlkota tennasuk daerah non endemik

dengan TGR <5.0%.

Kabupaten Sukabumi merupakan salab satu kabupaten yang ada di Jawa

Barat berdasarkan hasil survei pemetaan GAKl tabun 2003 termasuk daerah

endemik sedang dengan TGR sebesar 27.0%, berdasarkan hasil palpasi gondok

yang dilakukan oleh Din .. Kesehatan Kabupaten Sukabumi pada tabun 2002

diperoleh basil dua kecamatan yaitu Kecamatan Cireunghas dan Kecamatan

Cicantayan tennasuk daerah endemik berat dengan TGR masing-masing sebesar

48.8% dan 47.3%. Tujuh kecamatan daerah endemik sedang dengan TGR antara

20.0% sampai 28.9%, dan sebanyak delapan belas kecamatan termasuk daerab

endemik ringan dengan TGR antara 5.2% sampai 18.7%. Sedangkan sisanya

delapan belas kecarnatan adalah non endemik.

Begitu seriusnya dampak GAKl yang ditimbulkan, pemerintah Indonesia

melakukan upaya penanggulangan GAKl dengan fokus utama (I) Distribusi

kapsul minyak beriodium kepada seluruh wanita usia subur (15-49 tabun) di

daerah endemik berat dan endemik sedang sebagai upaya jangka pendek, dan

(2) Iodisasi gararn atau peningkatan konsumsi gararn beriodium sebagai upaya

jangka panjang.

Penyediaan gararn beriodium telab dirintis sejak tabun 1975 dan distribusi

kapsul minyak beriodium telab dimulai pada tabun 1992. Namun dalarn

pelaksanaannya masih banyak dihadapi kendala diantaranya masih beredaruya

gararn tIdak beriodiurn dipasaran, masih rendahnya kualitas gararn beriodiurn,

kesadaran masyarakat tentang manfaat mengkonsumsi garam beriodium masih

rendab, kurangnya pengetabuan masyarakat, serta belurn dilaksanakannya

pengawasan mutu terhadap produsen gararn (Dep Kes RI, 1997).

Untuk mengatasi hal tersebut, dilakukan upaya pemecahannya diantaranya

adalab penyuluhan dalarn berbagai cara untuk berbagai kelompok sasaran; dan

pada tabun 1999 pemerintab telab mengeluarkan Buku Pedoman Penyuluhan

Penanggulangan GAKl Bagi Petugas Puskesmas, yang hams diaplikasikan

sebagai upaya penganggulangan masalah GAKl terutama di daerab endemik

(16)

Intervensi yang dilakukan pernerintah adalah melalui fortifikasi garam

dengan iodium, yang dikenal iodisasi garam, diharapkan 90.0% atau lebih rumah

tangga mengkonsumsi garam sesuai persyaratan (30-80 ppm),(Dep KesRI, 2000).

Hasil 8urvei Garam Iodium (8GI) tabun 2000 menunjukkan sekitar 82.9%

rumah tangga di Indonesia mengkonsumsi garam beriodium; dengan komposisi

64.5% mengandung cukup iodium (2:30ppm) dan 18.4% kadar iodium kurang

«

30 ppm), sisanya sebanyak 17.0% mengkonsumsi garam yang tidak beriodium. Berdasarkan hasil 8GI tersebut yang dilaksanakan di seluruh Indonesia,

Provinsi Jawa Barat sebanyak 57.7% rumah tangga mengkonsumsi garam

beriodium dengan kandungan cukup, sedangkan Kabupaten 8ukabumi 56.2%

rumah tangga mengkonsumsi garam beriodiurn dengan kandungan cukup. Masih

adanya rumah tangga yang mengkonsumsi garam kurang iodium ini ada dugaan

bah\\o'3. sebagian garam dengan label beriodium tersebut kandWlgan iodiumnya

tidak sesuai dengan standar yang ditentukan atau kemungkinan lain arlalah karena

cara menyimpan gararn yang tidak benar sehingga kandungan iodium berkurang.

misalnya membiarkan garam dalam wadah terbuka atau meletakkannya diatas

atau dekat perapian.

8ejak tabun 1998, pemerintab bekeIja sarna dengan Dinas Kesehatan

Kabupaten Sukabumi melakukan intervensi dalam upaya penanggtJangan

masalah GAK! di Kecarnatan Nagrak, Kecamatan Kadudampit dan Kecarnatan

Cidahu dalarn bentuk pemberian kapsul iodium, garam beriodium dan penyuiuhan

sesuai dengan program pemerintah.

Masih ada beberapa kecarnatan di Kabupaten 8ukabumi yang mengalarni

endemik be1um mendapat penanganan GAK!. Untuk lebih optimal lagi hal

penggunaan gararn beriodium pada masyarakat maka pemerintab bekeIja sarna

dengan UNICEF mengadakan suatu upaya Penegakan Nonna Sosial (Social

Enforcement) yang memiliki kekuatan untuk: pada satu sisi mampu menekan dan

mendukung fungsi regulator, namun <Ii sisi lain bisa memobilisasi masyarakat

agar melakukan fungsi konsumen yang kritis yakni. hanya mau mengkonsumsi

garam

beriodium.

Atas dasar tersebut diatas, maka Dinas Kesehatan Kabupaten

Sukabumi mengadakan uji coba program tersebut <Ii Desa Cikakak:. Kecamatan

(17)

masyarakat dengan bantuan penggerak masyarakat (lemb.ga sosial masyarakat,

organisasi masyarakat, sekolah. dIl), regulator (pemerintah, legislatif), konsumen

rurnah tangga, serta pihak-pihak yang terlibat dalam bisnis garam konswnsi yaitu

produsen. distribusi dan pengecer.

Dalam usaha untuk perencanaan dan strategi program pemerintah

selanjutnya dalam upaya untuk mengurangi masalab GAKI khususnya di

Kabupaten Sukabumi agar penerapannya efektif dan berhasil maka perlu

diperoleh basis infonnasi mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku

keluarga terhadap GAKI dan g.rarn beriodium di daerab yang mendapat Program

Social Enforcement UNICEF (Desa Cikakak, Kecamatan Cikakak), intervensi

Pemerintab (Des. Kadudarnpit, Kecamatan Kadudarnpit) dan daerab yang tidak

mendapat intervensi (Desa Sukaresmi, Kecamatan Cisaat)

Tujuan Penelitian

Tujuan umum

Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji upaya Program Social Enforcement

UNICEF yang sudab beIjalan dan faktor-faktor yang mempengaruhinya terhadap

perilaku keluarga di daerab endemik GAKI, Kabupaten Sukabumi, Jabar.

Tujuso khusus

1. Mengidentifikasi karakteristik contoh (umur contoh, pendidikan contoh,

pekeIjaan kepala keluarga, besar keluarga, dan pendapatan keluarga) di daerab

yang mendapat Program Social Enforcement UNICEF, daerah yang mendapat

Intervensi Pemerintah, dan daerab yang tidak mendapat intervensi.

2. Menganalisis kadar iodium urine anak sekolah dasar keluarga contoh di daerah

yang mendapat Program Social Enforcement UNICEF, daerah yang mendapat

Intervensi Pemerintah, dan daerah yang tidak mendapat intervensi.

3. Menganalisis pengetabuan, sik.p, dan perilaku keluarga terhadap GAKI dan

Garam Beriodium di daernh yang mendapat Program Social Enforcement

UNICEF, daerah yang mendapat Intervensi Pemerintah dan daerah yang tidak

(18)

4. Menganalisis perbedaan tingkat pengetahuan, sikap dan perilaku keluarga

terhadap GAKI dan Gararn Beriodium anlara daerab yang mendapat Program

Social Enforcement UNICEF dengan Intervensi Pemerintah.

5. Menganalisis hubungan antara karak"teristik contoh, pengetahuan, silmp

keluarga dan perilaku keluarga terhadap GAKI dan garam beriodium di daerab

yang mendapat Program Social Enforcement UNlCEF

dan

Intervensi

Pemerintah.

6. Menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat perilaku keluarga

terhadap kejadian GAKI dan perlakuan terhadap penggunaan garam beriodium.

Manraat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat sebagai baban masukan

(informasi) dan data keactaan yang sebenarnya dari daerab penelitian, sehingga

dapat digunakan sebagai dasar pertimbangan dalam pembuatan perencanaan oleh

para pengambil keputusan dalam menentukan langkab-langkablkebijakan program

(19)

Gsngguan Akibot Kekurangan Iodium

Pengertian dan FaktoT-Faktor Penyebab GAKI

Gangguan Akibat Kekurangan Iodium (GAKI) adalab sekumpuIan gejala

yang dapat ditimbulkan karena tubub seseorang kekurangan unsur iodiwn secara

terus menerus dalam waktu cukup lama (Dep Kes RI, 1999). Sedangkan menurut

Djokomoeljanto (1994) menyatakan bahwa GAKI adalab rangkaian efek

kekurangan iodiwn pada tumbuh kembang manusia.

Akibat kekurangan iodium dapat menyebabkan kelenjar gondok membesar

dan bila pembesaran ini menampak dinamakan gondok sederhana. Gondok dapat

menampakkan diri dalam bentuk gejala yang sangat luas. yaitu dalam bentuk

k:retinisme (cebol). Menurut Almalsier (2002) menyatakan babwa gejala

kekurangan iodium adalab lamban dan malas, kelenjar tiroid membesar, pada ibu

hamil dapat mengganggu pertumbuban dan perkembangan janin, dan keadaan

herat bayi lahir dalam keadaan eacat mental yang permanen serta hambatan

pertumbuban yang dikenal sebagai kretinisme.

Akibat negatif dari GAKI jaub lebih luas dari sekedar pembesaran gondok,

yang amat menghawatirkan dipandang dari segi pengembangan surnberdaya

manusia (SDM) adalab akibat negatif terhadap susunan syaraf pusat yang

berdampak pada kecerdasan dan perkembangan sosial (Standbury, 1993). Hal ini

diperkuat oleb pendapat Jalal (1998) yang menyatakan bahwa masalab GAKI

sangat erat pengarubnya terhadap perkembangan mental yang diwujudkan dengan

teJjadinya delisit IQ yaitu setiap penderita kretin akan mengalami delisit IQ point

sebesar 50 di bawah normal. Pada penderita GAKI bukan kretin akan berdampak

pada penurunan IQ point sebesar 10 di bawah normal, sedangkan pada penderita

gondok akan berdampak pada penurunan IQ point sebesar 5 di bawah normal.

Dengan demikian jumlab seluruh delisit mental di Indonesia yang disebabkan

oleh GAKI adalah antara 122.5 juta-130 juta IQ point.

Menurut Effendi (1995) istilah gondok (goiter) menunjukkan adanya

pembesaran kelenjar gondok tanpa memperhatikan perubahan fungsi, histologi

(20)

untuk: suatu daerah dimana Icbih besar atau sarna dengan lima persen

penduduknya mengalami suatu penyakit yang ditandai dengan teljadinya

pembesaran kelenjar gondok.

Total Goitre Rate (TGR) digunakan untuk menentukao tingkat endemisitas

GAKI; dimana TGR ini adalah angka prevalensi gondok yang dihitung

berdasarkao seluruh stadium pembesaran kelenjar gondok, haik yang teraba,

maupun yang terlihat (Dep Kes RJ, 1999).

Pembesaran tingkat kelenjar gondok dapat digolongkao sebagai berikut :

(Dep Kes RJ, 1997)

I. Normal (0) tidak ada pembesaran kelenjar.

2. Tingkat 1 A

3. Tingkat IB

4. Tingkat 11

5. Tingkatm

pembesaran kelenjar tidak tampak walaupun leher

pada posisi tengadah maksimum.

pembesaran kelenjar teraba ketika di palpasi.

pembesaran kelenjar gondok terlihat jika leher pada

posisi tengadah maksimwn.

pembesaran kelenjar teraba ketika dipalpasi.

pembesaran kelenjar gondok terlihat pada posisi

kepala normal, dari jarak I meter.

pembesaran kelenjar gondok tampak nyata dari

jarakjauh (5-Qmeter).

Menurut Dep Kes RJ (1999), tingkat endemisitas gondok suatu daerah

ditentukao berdasarkan tingginya prevalensi Total Goitre Rate (TGR) pada usia

sekolah umur 6 - 12 tabun dengan k1asifikasi sebagal berikut:

I. Daerah endernik bera!, bila TGR ?: 30.0%.

2. Daerah endernik sedang, bila TGR 20.0 - 29.9%.

3. Daerah endeIqik ringan, bila TGR 5.0 - 19.9%.

4. Daerah non-endemik, bila TGR < 5.0%.

Disamping itu, ada cara lain untuk mengetahui tingkat endemisitas GAKI

yaitu dongan mengokur iodium orin (Urinary Iodine Excretion-UIE) (Dep Kes

RJ, 1997). WHO (1993) membagi 4 kategori menurut nilai median UIE sebagal

berikut:

(21)

2. Daerah kekurangan tingkat sedang, bila nilai median 20-49 セァQQ@

3. Daerab kekurangan tingleat ringan, bila nilai median 50-99 セァQQ@

4. Daerah tidak kekurangan iodium, bila nilai median '" 100 セァQQ@

Penyehab utama dari gondok endemik adalab rendabnya zat iodium melalui

makanan atau minuman dalam kurun waktu yang cukup lama. Umumnya

masalab GAKI disebabkan oleh keadaan lingkungan miskin unsur iodium dimana

sumber air, bewan dan tumbub-tumbuban hidup di daerah miskin mineral iodiuill.

Hal ini diakibatkan oleh terkikisnya kandungan iodium dalam tanah dan air (Dep

Kes R1, 1995). Hal ini dijelaskan pula oleh Almatsier (2002) babwa iodium

berada dalam suatu siklus di a1am dimana sebagian besar iodium ada di laut,

sebagian kemudian merembes, di hawa hujan, angin, sungai, dan banjir ke tanab

dan gunung di sekitarnya. lodium di dalarn tanab dan laut terdapat sebagai iodida.

Ion iodida dioksidasi oleh sinar matahari menjadi unsur iodium yang mudah

menguap. Iodium ini kemudian dikembalikan ketanab beljalan lambat dan sedikit

dibandingkan dengan kehilangan semula, dan banjir berulang kali akan

menyebabkan kekurangan iodium dalarn tanah. Hasil pertanian dan daerah ini

mengalami kekurangan iodium, sebingga manusia dan hewan yang bergantung

pada. basil tanarnan daerab tersebut akan mengaiarni kekurangan iodium.

Selanjutnya Djokomoelj'Ulto (1994), menyatakan babwa kelebiban konsumsi

mineral iodium juga dapat menyebabkan timbulnya gondok endemik. Kelebihan

iodium teljadi apabila konsumsi iodium dalarn dosis yang sangat tinggi yaitu lebih

dan dua gram dalarn sebari, sebingga melebihi jumlab yang diperlukan untuk

sintesis hormon secara fisioiogis. Cam ketja dari kadar iodium yang berlebihan ini

sarna dengan baban makanan goitrogenik, yaitu dengan menghiunhat proses

honnogenesis. khususnya iodisasi tiroksin

dan

proses coupling juga

mempengaruhi proses pelepasan honnoD.

Stanbury dan Hetzal (1980) menyatakan babwa meskipun kekurangan

iodium merupakan fakor paling penting terbadap teljadinya GAKI tetapi

observasi-observasi epidemiologi menyimpulkan bahwa faktor lingkungan

mempunyai pengarub yang bermakna terhadap menetapnya dan berkembangnya

kasus-kasus baru di berbagai daerah endemik. Faktor Iingkungan yang terpenting

(22)

kategori berdasar cara kerjanya pada metabolisme iodium dalam pembentukan

honnon tiroksin (Gaitan, 1980), yaitu:

1. Kelompok Tiosianat atau senyawa mirip tiosianat yang secara pnmer

menghambat mekanisme transpor

aktif

iodium ke dalam kelenjar tiroid,

misalnya: ubi kayu.jagung, rehung,

dan

ubi jatar.

2. Kelompok Tioglikoside, kelompok ini bekerja menghambat proses

organifikasi iodium dan kopIing iodotirosin dalam pembentukan honnon

tiroid aktif, misalnya: sorgum, kacang-kacangan, kacang tanah, bawang

merah, dan bawang putih.

3. Kelompok Iodida, kelompok ini bekerja pada proses proteolisis dan rilis

honnon tiroid, misalnya ganggang laut (salah satu organisme yang sangat

kaya iodium) dimana bila asupan ganggang laut secara teratur dan terus

menerus dapat menyebabkan terjadinya pembesaran gondok, bila asupan

iodium lebih

dari

dua gram sehari akan menghambat sintesis dan

pelepasan hormon.

Menurut Winamo (1984), pada tanaman tertentu teroapat senyawa antitiroid

yaitu goitrogen. Senyawa ini dalam bentuk calon (precursor) sehingga disebut progoitrogen yang dapat berubah menjadi goitrin dengan bantuan kerja enzim.

Progoitrogen ditemukan dalam biji mustard dan bagian yang dapat dimakan dan

kol, kale, dan sayur-sayuran sebangsa kubis dan turnip. Kerja goitrogen adaIah

menghamhat sintesa tiroksin dan telah dibuktikan pada binatang percobaan

dengan timbulnya gondok. Lebih lanjut Djokomoeljanto (1994) mengatakan

bahwa temyata faktor genetik juga dapat menyebahkan timbulnya gondok

endemik. Hal ini berkaitan dengan kerentanan individu terhadap kekurangan

WlSUT iodium. Dimana kerentanan individu terhadap kekurangan unsur iodium

dalam tubuh berbeda-beda untuk setiap individu. Tubuh mempunyai daya

kompensasi terhadap kekurangan kronis. Daya kompensasi dan kapasitas absorbsi

unsur iodium pada sertiap individu bervariasi. TeIjadinya gangguan proses

protreolisis dan pelepasan hormon karena faktor lain masih belum diketahui

(23)

Metabolism. Iodium

lodium adalah zat gizi mikro yang dibutuhkan oleh tubub uotuk

membentuk hormon yang mengatur pertumbuban dan perkembangan kecerdasan

(Dep Kes RI, 1999). lodium ada di dalam tubub dalam jumlah sangat sedikit,

yaitu sebanyak kurang lebih 0.00004% dan berat bodan .tau 15-23 mg. Sekitar

75% dan iodium ini ada di dalam kelenjar tiroid, yang diguoakan untuk

mensintesis hormon tiroksin, tetraiodotironin (T4) dan triiodotironin (D).

Menurut Ganong (1995) bahwa iodium yang dimakan diubah ke iodida

dan diserap. Masukan iodium harian minimum 150 I'll unluk dewasa sudah dapat

mempertahankan fungsi tiroid secora normal. Organ utarna yang mengambil

iodium adalah tiroid. yang menggunakannya untuk membentuk honnon tiroid

dan ginjal yang mengekskresikannya di dalarn orin. Selanjutnya T3 dan T4

mengalami metabolisme di dalarn hati dan jaringan lainnya, kemudiannya

melepaskan 60 I'll iodium ke dalarn cairan ekstra seluler (eES). Sejumlah turunan

hormon tiroid di ekskresikan kedalarn empedu dan sejumlah iodium di dalarnnya

sendiri di reahsolJlSi (sirkulasi enterohepatik), tetapi ada kehilangan bersih iodium

di dalam reses sekitar 20 11g/hari. Mereka juga menyatakan bahwa apahil.

mengkonsumsi iodium 500 11g/hari, hanya sekitar 120 l1g/hari memasuki kelenjar

tiroid, dan dan kelenjar tiroid di sekresikan 80 I'll sebagai iodium dalam D dan

T4.

Kebutuhan Iodium

Untuk mempertahankan fungsi kelenjar tiroid pada tingkat normal

dibutuhkan iodium antara 100-200 I1g dalam sehari. Bila asupan tidak

mencukupi, maka tubub akan berusaha beradaptasi dengan cora membesarnya

ukuran sel dan peningkatan kemampuan menangkap iodium dan peredaran darah

(Kardjati dalarn Sunariyah, 1999).

Sedangkan Hetzel (1989) dalam Sunariyah (1999) menyatakan bahwa

dalam keadaan normal asupan harian dan iodium untuk orang dewasa berkisar

antara 100-150 I1g per hari. lodium diekskresikan melalui orin dan dinyatakan

(24)

50 I1g per gram kreatinin sudah memberikan indikasi teIjadinya kekurangan

asupan iodium.

Menurut Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi (1998) bahwa kebutuhan

indium untuk orang Indonesia sebari sekilar 1-2 I1g per kg berat badan.

Sedangkan Angka Kecuknpan Gizi (AKG) yang dianjurkan untuk indium dapat

dilihat pada tabel berikut :

Tabel I Daftar K ukn ec pan Indi ummenuru t K d

ea aan

F ·ologis lSI

KeadaanFisioIogis Kecuknpan Indium per orang per bari (l1g)

Bayi 50-70

Balita dan anak sekolab 70-120

Remaja dan dewasa 150

lbu hamil + 25

Thu menyusui + 50

-Baban pangan sumber indium yang baik adalab makanan laut berupa ikan,

udang, dan kerang serta ganggang laut. Selain itu di Indonesia garam konsumsi

(garam meja) untuk penduduknya umumnya telah diperkaya dengan zat iodium.

Menurut Suhardjo (1989) menyatakan bahwa konsumsi garam berindium dan

hahan pangan yang kaya akan indium dalam jumJab yang cuknp akan mengurangi

besamya jumlab penderita gondok baru

Upaya Penanggulaogan GAKI

Penanggulangan Jangka Pendek dan Jangka Panjang (lntervensi

Pemerintah)

Pemerintab Indonesia melakukan upaya penanggulangan gangguan skibat

kekurangan indium (GAK!) dengan dua cara yaitu upaya penanggulangan jangka

pendek dan upaya penanggulangan jangka panjang. Upaya penanggulangan

jangka pendek dilakukan dengan distribusi kapsul minyak berindium kepada

seluruh wanita usia subur (15-49 tabun) di

daetah

endemik herat dan sedang dan

upaya jangka panjang melalui iodisasi garam atau peningkatan konsumsi garam

[image:24.624.111.520.223.355.2]
(25)

Program jangk. pendek telah dilakukan sejak Repelita II ketik. gondok

endemik dinya,takan sebagai masalah gizi utama di Indonesia melalui suntikan

larutan minyak beriodiurn (Iipiodol), kemudian pada tahun 1992 earn 1m

dihentikan dan diganti dengan pemberian kapsul minyak beriodiurn agar lebih

praktis dan memperluas cakupan program. Upaya jangk. pendek akan dihentikan

bil. upaya jangka panjang .elah berjalan mantap.

Upay. penanggulangan GAKI jangka panjang ditempuh melalui fortifikasi

bahan makanan. yaitu melalui fortifikasi garam konswnsi, dimana program ini

disebut iodisasi garam. Garam yang sudah difortifikasi dengan iodium disebut

garam beriodiurn (Depkes RI, 1995).

Program iodisasi garam telah dirintis sejak tahun 1977 dan pada tahun 1985

untuk meningkatkan pelaksanaan program ini dikeluarkan Surat Keputusan

Bersama yaitu undang-undang Nomor 23 tahun 1992 tentang Kesehatan,

Undang-undang Nomor 7 tahun 1996 tentang Pangan, Undang-Undang-undang Nomor 8 tahun

1999 tentang Perlindungan konsurnen dan Peraluran Pemerintah Nomor 69 tahun

1999 tentang Label dan iklan pangan. Kemudian dipertegas dengan Keputusan

Presiden Nomor 69 tahun 1994 tentang Pengadaan Garam Beriodiurn

(Dep Kes RI, 2002).

Program jangka panjang yang ditempuh pemerintah dalarn menanggulangi

masalah GAKI adalah mel.lui fortifikasi bahan pangan dengan iodiurn.

Fortifikasi menurut Elliot (1999) adalah penambahan zat gizi dalamjurnlah yang

cukup besar pada suatu produk pangan, sedemikian rupa sehingga produk tersebut

dapat berfungsi sehingga sumber utama yang baik b.gi zat gizi yang ditambahkan.

Menurut Austin (1975). fortifikasi zat iodiurn berarti upaya penambahan zat

iodiurn kedalam makanan yang banyak dikonsurnsi masyarakat untuk

meningkatkan status gizi masyarakat. Fortifikasi zat gizi kedalarn makanan

termasuk efektif dan bila dilakukan pada makanan yang diproduksi secara senlral

akan mudah dilakukan.

Untuk menentukan bahan pangan yang akan difortifikasi setidaknya harus

memenuhi persyaratan. Menurut Karyadi dan Herman. (1981), secara ideal bahan

(26)

1. Dikonsumsi setiap hari oleh golongan sasaran daIam jumlah konstan

dan

dapat memhawa zat gizi dalamjumlah yang perIu disarnpaikan.

2. Tidak bereaksi dengan zat gizi yang ditambahkan sehingga tidak

mengurangi penyerapannya dalam tubuh.

3. Diproduksi secara terpusat, sehingga mutunya dengan mudah dikontrol

dan

dimonitor.

4. Setelab difortifikasi, selama penyimpanan tidak mengalami perubaban

wama, penampakan. aroma, rasa dan sifatnya.

5. Setelah mengalami fortifikasi. harganya masih terjangkau oleh golongan

sasaran.

Baban pangan yang memenuhi semua kriteria tersebut adaIab ganam dapur

(NaCI) garam dapur dapat dilaksanakan baik di daerab perkotaao maupun di

pedesaao dan tidak dipengaruhi oleh kebiasaao masyarakat (International

Children's Centre, 1988 dalam Muchtadi, 1992).

Senyawa iodium yang difortifikasi biasanya dalam bentuk KI03 (Kalium

Iodate). Jumlab senyawa iodium yang difortifikasikao dalarn beberapa negara

berbeda bevariasi antara 20 sarnpai 165 ppm KI03 (12-100 ppm Iodium). SeIain

itu dihitung berdasarkan jurnlab garam yang dikonsurnsi per hari serta jurnlab

iodiurn yang dibutuhkao, dan memperhitungkan kehilangao iodiurn selama

distribusi dan penyimpanao (Lotti M dkk, 1996). Secara nonnal jurnlab ganam

yang dikonsurnsi per orang per hari adalah sekitar 100- 150 セァ@ per orang per hari

(De Maeyer, 1979 dalam Muchtadi, 1992). Apabila setiap hari kita mengkonsurnsi

10 gram gararn beriodiurn, maka setiap hari kita akao mendapat masukan sekitar

350 セァ@ iodiurn. Jurnlab ini cukup memenuhi dan aman (Djokomoeljanto, 1990).

Sementara itu berbagai upaya penaoggulangao sudab dilakukan. Berbagai

peraturan atau perundangao yang mendukung pelaksanaan gararn beriodiurn juga

sudah dikeluarkao. Tetapi basilnya tetap belurn maksimal.

Menurut Dep Kes RI (2002) babwa kondisi ini muncul akibat serangkaian

sebab yang saling berkaitan. Beberapa diantaranya adaIab :

1. Adanya sejumlah produsen yang memproduksi garam konsumsi tidak

beriodium atau garam beriodium dengan

kadar

iodiurn kurang dari
(27)

2. Adanya seiumlah distributor yang mendistribusikan garam konsumsi tidal<

beriodium atau garam beriodium dengan kadar iodium kurang dan 30

ppm.

3. Mayoritas konsumen yang kurang kritis dan kurang peduli terbadap

produk garam konsumsi.

Sementara itu lembaga regulator yang mengatur persoalan garam konsumsi ini cenderung belum berfungsi. Salah satu sebabnya adalah karena sampai saat ini

perangkat bukum yang operasional belum tersedia. Untuk mengatasi rintangan ini,

diperlukan suatu upaya Penegakan Nanna Sosial (Social Enforcement) yang

memiliki kekuatan untuk: pada satu sisi mampu menekan dan mendukung fungsi

regulator, namun disisi

lain.

bisa memobilisasi masyarakat agar melalrukan fungsi

konsumen yang kritis yakni, hanya mau mengkonsumsi garam beriodium

(Dep Kes RI, 2002).

Penegakan Norma So8ial (Social Enforcement)

Penegskan norma sosial (Social Enforcement) adalah upaya yang

dilakukan oleh masyarokat secara kolektif yang disadari oleh kesadanm bersama

untuk "menegakkan" suatu "norma atau nilai" yang dipandang penting

dan

perlu oleb masyarokat (Dep Kes RI, 2002). Penegakkan norma tersebut dilakukan

dengan cara: meyakiukan pentingnya norma tersebut (advokasi),

menyebarluaskan dan mengkarnpanyekan norma tersebut

(sosialisasilkomunikasi-informasi), mendidik masyarakat agar mematuhi norma tersebut (edukasi), bahkan

apahila perlu melakukan boikot publik apabila norma tersebut tidal< dipatuhi.

Tuiuan penegskan norma sosial (Social enforcement) adalah supaya

satu-satunya garam konsumsi rumah tangga yang tersedia di pasar secara memadai

adalah yang beriodium dengan kandungan iodium yang cukup Hセ@ 30 ppm) dan

sesuai dengan Standar Nasional Indonesia. Dengan kata lain, garam beriodium

kuaIitas rendah menghilang dan pasar.

Secara ielas permasalahan GAKI dan garam beriodium dapat dilihat pada

(28)

53.8juta

-di daerab eodemik

31.47"ART tidak bc:riodium

uu

NO.23 '92 SKB. Kcp

"'"

NO.6994

-

Sejumlah

Prod""",

memproduksi

garam tidak beriodium

Penegakan Norma Sosisl Garam Beriodium Yang ter-Sedia dipasar Hanya Guam beriodium

2: 30 ppm

dikonsumsi masyarakat Mayoritas kjonswnen kurang kritis

Gambar I Latar Belakang Penegakan Nonna Sosial Gararn Beriodium (Dep Kes RJ, 2002).

Untuk membentuk kondisi yang bias mendorong warga melakukan tindakan kolektif yang mendukung tujuan penegakan nonna sosial. perlu dilakukan

serangkaian tabap mengarab pada 4 (empat) pihak yakni:

1. Elemen-elemen penggerak masyarakat sebagai modal kemasyarakatan

[image:28.624.97.510.118.601.2]
(29)

2. Regulator yang terdiri dari pemerintah, legislatif dan aparat penegak

hokum.

3. Konsumen Rumah Tangga.

4. Pihak-pihak yang terlibat dalam bisDis garam konsumsi yaitu: produsen,

distributor dan pengecer.

Adapun kerangka operasional penegakan nonna sosial (Social Enforcement)

dalam usaha peningkatan konsumsi garam beriodium dijelaskan pada gambar 2.

Norma Konsumsi Gararn Iodium Konsientisasi Regulator (pemerintah, DPR,dll)

Advokasi Tekanan Sosial

Elemen Penggerak Ma.yankat "Sosial Capital"

(PKK,LSM,

Organisasi

Masyarakat., Sekolah DU)

Sosialisasi Boikot publik

Konsumen Rumah

T"""".

Law Enforcement Advokasi Tekanan Sosial Produsen Distributor Pengecer Garnm konsumsi Rumah Tangga Yangtersedia Hanya garam beriodium

Garnbar 2 Kerangka Operasional Penegakan Norma Sosial (Social

(30)

Implementasi

program

penegakan norma sosial (social enforcement)

terdiri dari:

a. Konsientisasi (penyadaran)

Konsientisasi dalam konteks ini adalah penyadaran akan hak-hak

anggota masyarakat berkenaan dengan konsumsi garam beriodium. Dalam

lahap ini dikembangkan norma-norma sosial berkenaan dengan garam

konsumsi pada elemen-elemen penggerak. Sebelum melakukan aktivitas

konsientisasi, dilakukan langkah persiapan sebagai berikut:

menganaiisis situasi

mengembangkan kesadaran elemen-elemen masyarakat

b. Advokasi

Advokasi dapat diartikan sebagai pemberian saran berisikan

rasionisasi dan justifikasi tentang suatu persoalan. Sasaran advokasi yaitu :

(I). Regulator atau pihak-pibak yang terlibat langsung dalam pembuatan

keputusan dan pela1csanaan mengenai regulasi atau aturan yang mendukung

tujuan social enforcement garam konsumsi yakni garam konsumsi yang

tersedia hanya garam beriodium kua1itas eukup. (2). Pibak-pihak yang terlibat

langsung dalam kegiatan ekonomi garam konsumsi. Di kota/kabupaten

mereka adalah produsen, distributor dan pengeeer garam konsumsi.

Ada dua tujuan dari kegiatan advokasi yang hendak dieapai, yaitu:

I. Mendorong muneulnya peraturan-peraturan yang mendukung produksi

dan

distribusi garam konsumsi beriodium dengan kualitas memadai

セSPーーュIN@

2. Mendorong dan mengawasi peraturan-peraturan di atas agar dilaksanakan

secara optimal.

e. Sosialisasi dan Boikot Publik

Sebelum praktik Social Enforcement dapat dilakukan terdapat

prasyarat-prasyarat kondisi yang mesti hadir terlebih dahulu sebagai pijakan

atau

dasar

proses Social Enforcement. Kondisi-kondisi prasyarat itu dapat
(31)

kondisi-kondisi prasyarat ini, idealnya sosialisasi mengenai roanfaat garam

beriodium serta hak masyarakat konsumen untuk mendapstkan garam yang

baik dan sebat harus dilakukan terlebih dahulu dan menunjukkan hasil yang

diharapkan. Upsya sosialisasi yang disarankan dalam penyadaran akan

pentingnya gamm beriodium ada1ab upsya yang menggunakan pendekatan

pemasaran sosial. Pemasaran sosial secara sederhana adalab penggnnaan

prinsiP"'prinsip pemasaran dan promosi dala upaya menyebarkan gagasan

untuk diadopsi oleh kbalayak ramai. Jadi jika dalam pemasaran biasa yang

dipasarkan adalab barang atau komoditas, maka dalam sosial yang dipasarkan

adalab gagasan atau ide yang bersifat abstrak. Pendekatannya digunakan

dalam berbagai upsya perubaban social karena ia melibatkan perspektif,

kebutuban dan pengalarnan kbalayak sasaran. Jadi bentuk pemasaran yang

dilakukan akan tergantung padajenis khalayak sasaran yang dibadapi.

Indikator-indikator yang digunakan untuk pengga1ian informasi tentang

masalab yang berkernbang di masyarakat berkenaan dengan gararn beriodium

ada1ab sebagai berikut:

I. Indikator Pengetahuan-Sikap

Pengetahuan-sikap dan praktik anggota masyarakat tentang gararn

beriodium.

2. Indikator aktivitas ekonomi

Pasar-Distributor -Pengecer.

3. Indikator Regulasi

Peraturan yang mengatur distribusi garam konsumsi.

Sedangkan indikator yang digunakan untuk keberbasilan social

enforcement ada1ab dapst dilihat dan kehadiran, antusias peserta, komitmen dan

rencana tindak lanjut yang dijabarkan dalarn bentuk "Plan of Action" untuk

penangga1angan GAKI yang ditangani oleh berbagai sektor terkail.

Perilaku Terhadap GAKI daD Garam Beriodium

Perilaku ada1ab segala sesuatu yang dilakukan oleh mahluk hidup

berbentuk tindakan seperti berbicara, menulis, berlari, makan dan memegang

(32)

segaJa

daya

upaya (ad ian oriented)

dari

individu uotuk mencapai suatu tujuan

(goal oriented).

Ada beberapa faktor yang memotivasi terjadinya perilaku, antara lain:

keadaan lingkungan, dorongan pribadi (keinginan, perasaan, emosi. naiuri,

kebutuhan, hasrat dan minat), dan tujuan yang ingin dieapai (pranadji D.K, 1988).

Selain adanya motivasi, yang mendorong teljadinya perilaku, ada dua faktor

lain yang mendorong yOOtu faktor internal yakni dari dalam individu yang

bersangkutan, berdasarkan keturunan dan dorongan kebutuban keeenderungan

yang memotivasi. Yang kedua adalah faktor eksternal yakni pengaruh

JingkunganJdari luar individu. Hal ini mempengaruhi individu sehingga timbul

unsur -unsur dan dorongan (motivasi) untuk berbuat sesuatu (Mantra, 1983).

Benyamin Bloom dalam Notoatmodjo (1990) membagi perilaku kedalam 3

(tiga) domain (kawasan) yaitu cognitive domain, affective domain dan

psychomotor domain, dimana tujuan suatu pendidikan adalah mengembangkan

atau meningkatkan ketiga domain tersebut. Untuk kepentingan pengukuran basil

pendidikan ketiga domain tersebut diukur dari a). Pengetahuan terhadap materi

pendidikan yang diberikan (knowledge), b). Sikap atau tanggapan terhadap materi

yang diberikan (attitude), e). Praktek atau tindakan yang dilakukan sehubungan

dengan materi yang diberikan (practice).

Pengetahuan

Pengetabuan atau dalam bahasa lnggris knowledge merupakan segala

perbuatan manusia untuk memahami sesuatu barang yang dihadapinya, atau

basil

usaha manusia untuk memahami sesuatu obyek tertentu. Pengetahuan dapat

berupa barang-barang fisik, pemahamannya dilakukan dengan cara persepsi baik

lewat indera maupun lewat aka!. Menurut Notoatmodjo (1997) menyatakan

bahwa pengetabuan merupakan basil dari tabu. Hal ini teljadi setelah orang

melakukan penginderaan terhadap suatu obyek tertentu, yang teIjadi melalui

panea indera manusia yakni penglihatan, pendengaran. peneiuman. rasa,

dan

mba.

Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga.

Soekanto (1981) menjelaskan bahwa pengetabuan adalah kesan di dalam

(33)

mengartikan pengetahuan sebagai informasi yang disimpan dalam bentuk ingatan

yang menjadi penentu utama perilaku konswnen.

Pengetahuan sebagai urutan pertama kelompok kognitifkarena merupakan

unsur dasar untuk pembentukkan tingkat berikutnya Sebelurn seseorang

mengadopsi perilaku bam, eli dalam elirinya terjadi proses seeara berurutan, yaitu

a). Awareness (kesadaran) dimana orang tersebut menyadari dalam arti

mengetahui terlebib dahulu terhadap stimulus, b). Interest (merasa tertarik)

terhadap stimulus atau obyek tersebut. c). Evaluation (menimbang-nimbang

terhadap baik tidaknya stimulus tersebut bagi dirinya, d). Trial dimana subjek

mulai mencoba melakukan sesuatu sesuai dengan apa yang dikehendaki oleh

stimulus, e) Adoption dimana subjek telab berperilaku ham sesuai dengan

pengethauan, kesadaran dan sikapnya terhadap stimulus (Rogers, 1974 dalam

Notoatmodjo, 1990). Pengukuran pengetahuan dapat dilakukan dengan

wawancara atau angket yang menanyakan tentang isi materi yang iogin diukur

dati subjek penelitian.

Sikap

Sikap merupakan suatu keadaan jiwa (mental) dan keadaan pikiran atau

daya nalar yang disiapkan untuk memberikan tanggapan terhadap sesuatu hal,

sehingga secara langsung dapat mempengaruhi perilaku (Engel, Blackwell dan

Miniard, 1994).

Sedangkan menurut Soekijat (1987) sikap adalab suatu kecenderungan

seseorang untuk bereaksi dan atau bertindak yang bersumber dati penilaian

mengenai apa yang dikira atau diyakini, dirasa, dan dikehendaki terhadap objek

sikap dalam situasi tertentu. Sifatnya lateo dan baru berujud perilaku nyata

setelab mendapat rangsangan positif. Dapat dipelajari melalui pengalaman atau

interaksi dengan orang lain. Kuat lemalmya sikap dapat diukur dati derajat

kesesuaian atau tidak sesuainya terhadap objek

dan

dinyatakan dalam skala sikap.

Menurut Mar'at (1984), menje1askan babwa sikap belum merupakan suatu

tindakan atau action, akan tetapi masih merupakan pre-disposisi tingkah lalm.

Kesiapan dalam hal ini sebagai suatu kecenderungan potensial untuk bereaks!

(34)

Respon evaluatif berarti bahwa bentuk respon yang dinyatakan sebagai sikap itu

didasari oleh proses evaluasi dalam diri individu. yang memberikan kesimpulan

nilai terhadap stimulus dalam bentuk baik atau buruk, positif atau negatif,

menyenangkan atau tidak menyenangkan, yang kemudian meagkristal sebagai

potensi reaksi terbadap objek sikap. Hal ini diperkuat oleh pendapat A111port

(1954) dalam Notoatmodjo (1990) yang mengemukakan pula bahwa sikap

mempunyai tiga komponen pokok yaog secara bersama-sama membentuk sikap

yang utuh, yaitu I). Kepercayaan (keyakinan), ide, dao konsep terhadap suatu

objek; 2). Kebidupan emosional.tau evaluasi emosional terhadap suatu objek; 3).

Kecenderungan untuk bertindak (tend to behave).

Sikap terdiri dari 4 (ernpat) tingkatan, yaitu I). Menerima (Receiving)

yaitu subjek mau dao memperhatikan stimulus yang diberikao; 2).Merespons

(Responding) yaitu memberikan jawabao apabila ditanya. mengeIjakan dao

menyelesaikan tugas yang diberikan; 3). Mengbargai (Valuing) yaitu mengajak

orang lain untuk mengeIjakan atau mendiskusikan dengan orang lain terhadap

suatu masa1ah; 4). Bertanggung jawah (Responsible) yaitu bertanggung jawab

alas segala sesuatu yang telah dipiJihnya dengan segala resiko.

A1at pengukur sikap yang lazim digunakao yaitu skala sikap, yang

diberikan batasao sebagai suatu

a1at

untuk mernperoleh penilaiao mengenai

derajat perasaan seseorang da1am hubungannya dengan objek (Morgan, 1971).

Mereka menjelaskan bahwa suatu skala sikap terdiri dari sekumpulao pemyataan

atau butir-butir yang berkaitan dengan suatu masa1ah, dimana seseorang dapat

menyatakan setuju atau tidak setuju atau di antara keduanya. Dari tanggapan yang

telah dipilihnya itu dapat ditarik kesimpulan mengenai sikap seseonmg.

Perilaku Kesehatan

Winkel (1984) berpendapat bahwa perilaku ada1ah sega1a daya upaya

(action oriente4! dari individu untuk mencapai suatu tujuao (goal oriented).

Sedaogkan Bruno (1980) mendefinisikao perilaku ada1ah segala sesuatu yang

(35)

berlari, makan dan memegang. Serta Ancok (1981) mengartikan perilaku adalah

niat yang sudah direalisasikan dalam bentuk tingkah laku yang tampak.

Hubungan antara konsep pengetahuan, sikap dan perilaku dalam kaitannya

dengan suatu kegiatan tidak dapat dipisahkan. Adanya pengetabuan tentang suatu

hal akan menyebabkan orang tersebut mempunyai sikap positif, kemudian akan

mempengarubi niatnya untuk ikut serta dalam suatu kegiatan yaug akan

diwujudkan dalam suatu bentuk tindakan (Fishbein dan Ajzen, 1975). Menurut

Engel, Blackwell, dan Miniard (1994), faktor internal yang menjadi ciri

perbedaan individu yaitu pengetahuan dan sikap, akan mernpengaruhi serta

menggerakkan perilaku.

Perilaku kesehatan pada dasarnya adalah suatu respons seseorang

(organisme) terhadap stimulus yang berkaitan dengan sakit dan penyakit, sistem

pelayanau kesehatan, makanan, serta lingkungan dimana dalam hal ini adalah

yang berhubungan dengan Gangguan Akibat keknrangan Iodium (GAKI) dan

penggunaan garam beriodium. Menurut Becker (1979) dalarn Notoatmodjo

(1997) perilaku kesehatan_adalah hal·hal yang berkaitan dengan tindakan atau

kegiatan seseorang dalarn memelihara untuk mencegah penyakit, kebersihan

perorangan, memilih makanan. sanitasi,

dan

sebagainya

Terbentuknya suatu perilaku baru dimulai pada domain kognitif, dalam

arti subjek tabu terlebib dahulu terbadap stimulus yang berupa materi atau objek

di luamya sehingga menimbulkan pengetahuan baru pada subjek tersebut, dan

selanjutnya menimbulkan respon hatin dalarn bentuk sikap si subjek terhadap

objek yang diketabuinya. Akhirnya rangsangan yakni objek yang telah diketabui

dan disadari sepenuimya tersebut akan menimbulkan respons lebib jaub lagi, yaitu

berupa tindakan terhadap objek tadi. Narnun demikian, di dalam kenyataan

stimulus yang diterima oleh subjek dapat langsung menimbulkan tindakan.

Artinya seseorang dapat bertindak atau berperilaku baru tanpa mengetahui terlebib

dahulu terhadap makna stimulus yang diterimanya.

Perilaku keluarga terhadap GAKI dan garam beriodium terbentuk karena

adanya stimulus berupa materi tentang GAKI dan garam beriodium yang

(36)

pennasa1ah GAKI dan garam beriodium. Sehingga menimbulkan respon yang

(37)

Kerangka Pemikiran

Gangguan Akibat Kekurangan Iodium (GAK!) pada saat ini masib

merupakan salab satu masalab gizi utaIna di Indonesia (Kodyat, 1997). GAK!

memiliki spektrum yang luas, hal ini diakibatkan oleb defisiensi iodium pada

masa pertumbuhan dan perkembangan manusia. Gondok merupakim bentuk akibat

GAK! yang paling nampak pada individu penderita, kretinisme endemik yang

dicirikim dengan keterbelakangan mental, bisu tuli dan kelumpuhan pada kedua

kaki atau kedua tangan akiba! gangguan pada syaraf pusat di otuk yang mengatur

pergerakim kedua tangan .tau kaki (spastic diplegia).

Beberapa negara telab berupaya mengatasi GAK! dengan berbagai cara

antara lain melalui pemberian kapsul minyak beriodium

dan

program iodisasi

garam konsumsi. Namun usaba ini belum menunjukkim hasil yang optimal karena

kurang gencarnya kiunpanye penggunaan garam beriodium mel.lui media masa

dan kurangny. Penegakim Norma Sosial (Social Enforcement).

Penelitian yang dilakukim di India oleh Mohaputra S, dkk (200 I)

menemukim babwa kurangnya keterlibatan media dalarn upaya menangguiangi

GAK! mengakibatkan rendahnya pengetabuan masyarakat terhadap GAK! dan

garam beriodium. Peranan media cukup besar, hal ini dibukiikan dalam penelitian

yang

dilakukim oleh Yamada C, dkk (1998) di Mongolia, dimana 95% populasi

yang diteliti mengetabui GAK! dan gararn beriodium, setelab dilakukim

kampanye besar-besaran lewat media rnasa, seperti dari televisi dan radio.

Di Indonesia juga telab dilakukim kiunpanye penangguiangan GAK! melalui

media masa sebagai strategi pmmosi penangguiangan GAK! (Dep Kes RI, 2000)

namun belum sesuaiyang diharapkan, yaitu 90% atau lebih rumab tangga

mengkonsumsi gararn beriodium 2:30 ppm (Dep Kes RI, 2002). Kondisi ini

mengindikasikan bahwa kampanye ini belum mencapai sasaran dari penyampaian

pesan sebagai pengetahuan dan sikap positip yang mengarah pada perubaban

perilaku keluarga terhadap GAK! dan garam beriodium.

Terbentukuya suatu perilaku baru, terutaIna pada orang dewasa dimulai

(38)

yang berupa materi atau obyek diluamya yang biasanya diperoleh melalui

penyuluhan-penyuluhan. Domain kognitif ini merupakan proses pengetahuan dan

pengertian dan selanjutnya menimbulkan respon batin dalam bentuk sikap si

subyek terhadap obyek yang diketahui. Obyek yang telah diketahui dan disadari

sepenuhnya akan menimbulkan respon lebih jauh lagi, yaitu berupa tindakan

(action) sehubungan dengan stimulus atau obyek tadi.

Mengacu pada uraian di alas, maka dapat dianalogkan bahwa perilakn

keluarga dalam menggunakan garam beriodium dalam rumah tangga baik jenis,

jurnlah maupun frekuensi 「・イァ。Nセエオョァ@ pada tingkat pengetahuan dan sikap

keluarga tersebut akan GAK! dan garam beriodiurn yang mereka peroleh,

disamping ketersediaan garam beriodiurn di pasar daerah tersebut.

Apahila intervensi dalam upaya penanggulangan GAK! ini berjalan sesuai

dengan rencana maka diharapkan seluruh keluarga hanya mau mengkonsurnsi

garam beriodiurn saja dengan kandungan iodium dalam garam cukup <!: 30 ppm,

sehingga paling tidak dapat menurunkan angka preva1ensi gondok di daerah

tersebut berkurang. Berbagai kemungkinan faktor yang diduga dapa!

mempengaruhi perilakn keluarga terhadap GAK! dan Garam Beriodiurn di daerah

endemik GAK! yang mendapat Program Social Enforcement UNICEF lerlihat

(39)

I

Intervensi Tidak Diintervensi

I

Penegakan Norma

Pemerintah Sosial

(Social EJiforcement) UNICEF

Endemisitas GAKI Terpilih

-Prevalensi goudok (TGR) -Kadar iodium urin

...

Karakteristik KeIuarga

Umui· (oDtoh, pendidikan contoh,

besar keluarg .. pekerjun kepala kduarga. pendapaw keluarga

...

,r

-1

Pengetahuan tentang GAKI Silmp terhadap GAKI

dan Garam Beriodium dan Garam Beriodium

I

1

K.etersediaan garam Perilaku keluarga terhadap

beriodium di

GAKI dan Garam Beriodium

pasar/warung

(40)

Hipotesis

I. Terdapat perbedaan kadar iodium urine anak sekolah dasar keluarga contoh di

daerah endemik GAKI.

2. Terdapat perbedaan tingkat pengetahuan, sikap dan perilaku keluarga terhadap

kejadian GAKI dan perlakuan terhadap penggunaan garam beriodium antara

daerah yang mendapat Program Social Enforcement UNICEF dengan

Intervensi Pemerintah.

3. Terdapat bubungan antara karakteristik contob, pengetahuan, sikap dan

perilaku keluarga terhadap kejadian GAKI dan perlakuan terhadap

penggunaan garam beriodium di daerah yang mendapat

Program

Social

Enforcement UNICEF

dan

Intervensi Pemerintah.

4. Karakteristik contoh, kadar iodium urine, ketersediaan garam beriodium,

pengetahuan, dan sikap keluarga terhadap kejadian GAKI dan perlakuan

terhadap penggunaan garam beriodium berpengarub terhadap perilaku

keluarga terhadap kejadian GAKI dan perlakuan terhadap penggunaan garam

(41)

Desain, Waktu dan Tempat Penelitian

Desain penelitian yang digunakan adalah cross-sectional study yang

dilakukan dari bulan Mei sampai Juni 2004.

Penelitian ini di lakukan di tiga desa endemik GAKI di Kabupaten

Sukabumi, Jawa Barat, yaitu: Desa Cikakak (Kecarnatan Cikakak dengan

tgrセQWNRE@ tennasuk daerah endemik ringan), Desa Kadudampit (Kecamatan

Kadudampit dengan tgrセRWN@ 7% termasuk daerah endemik sedang), dan Desa

Sukaresmi (Kecamatan Cisaat dengan tgrセXNSE@ termasuk daerah endemik

ringan). Pemilihan desa dengan pertimhangan babwa desa tersebut termasuk

daerab endemik GAKI berdasarkan basil survei palpasi yang dilakukan Dinas

Kesehatan Kabupaten Sukabumi tahun 2002. Dimana masing-masing desa

mendapat jenis intcrvensi yang berbeda. Desa Cikakak, Kecamatan Cikakak

mendapat Program Social Enforcement UNICEF, Desa Kadudampit, Kecamatan

Kadudampit mendapat Program Intervensi Pemerintah

dan

Desa Sukaresmi,

Kecamatan Cisaat tidak mendapat Intervensi Pemerintah.

Contoh daD Teknik Penarikan Contoh

Contoh dalarn penelitian ini adalah ibu (orang tua ) murid sekolab dasar

yang pemah di palpasi oleh Dinas Kesehatan Kabupaten Sukabumi tabun 2002

dengan kriteria pemah mendapat pendidikan formal.

Setiap kecarnatan dipilih satu sekolab dasar yang pemah mendapat palpasi

oleh Dinas Kesehatan Kabupaten Sukabumi tabun 2002_ Jumlab contoh diarnbil

berdasarkan perhitungan jumlab sarnpel yang biasa digunakan untuk penentuan

prevalensi gondok anak sekolab berdasarkan rumus (Lemeshow et al, 1990 dalarn

Picauli I, 1999) sebagai berikut:

N Z, p(l-p)

n >

d' (N-I )+z' P(l-p)

(42)

Dimana:

N セ@ Perkiraan jumlah anak sekolah dasar dengan usia 6 - 12 tabun di SD yang terpilih di kecamatan tersebut.

p セ@ Perkiraan proporsi populasi anak sekolah dasar yang menderita

gondok berdasarkan basil palpasi yang dilakokan Dinas Kesebatan

tabun 2002.

Z 1.96 (nilai Z pada derajat kepercayaan 1-<Il2).

d Kesalahan pendugaan prevalensi yang dapat ditolerir (7.5%).

Berdasarkan formula tersebut diperoleh jumlah contob yang dijadikan

responden untuk mengetabui pengetahuan, sikap dan perilaku GAK! dan garam

berindium di daerah penelitian adalah ibu dari anak-anak sekolah dasar yang

terpilih, yaitu 70 orang ibu dari murid SD Negeri Neglasari, Desa Cikakak,

Kecamatan Cikakak, 30 onmg ibu dari murid SD Negeri Cibunar II, Desa

Kadudampit, Kecamatan Kadudampit dan 30 orang ibu dari murid SD Negeri

Cijambe Tengah, Desa Sukaresmi, Kecamatan Cisaat sebingga jumlah contoh

selurubnya adalah 130 orang. Sedangkan untuk mengetabui kadar iodium urin

diambil dari masing-masing sekolah dasar terpilih dengan perincian 15 sampel

dari SD Negeri Neglasari, Desa Cikakak, Kecamatan Cikakak, 10 sampel dari SD

Negeri Cibunar II, Desa Kadudampit, Kecamatan Kadudampit dan 10 sampel

dari SD Negeri Cijambe Tengah, Desa Sukaresmi, Kecamatan Cisaat, sehingga

semuanya beIjumlah 35 orang.

Jenis dan Cara Pengumpulan Data

Jenis data yang dikumpu1kan meliputi data primer dan data sekunder. Data

primer diperoleb melalui wawancara langsung oleb peneliti dan petugas

puskesmas terlalib dengan responden berdasarkan kuesioner yang telah disiapkan,

meliputi: data karakteristik contob (umur contob, pendidikan conlOb, jenis

pekeIjaan KK, pendapatan keluarga, dan besar keluarga), tingkat pengetabuan,

sikap dan perilaku keluarga (meliputi kebiasaan, tindakan, penyimpanan, dan

penggunaan garam beriodiurn) terbadap kejadian GAK! dan perlakuan

penggunaan garam beriodiurn, ketersediaan garam berindium di pasariwarung,

(43)

pengukuran dan tes kandungan iodium pada gamIn. AlaI bantu yang digunakan

hecupa kuesioner

dan

iodium tes.

Kadar iodium urine anak sekolab dasar yang dijadikan sampel lersebul

dianalisa di Pusal Penelilian dan Pengembangan Gizi (Puslilbang Gizi) Bogor.

Data sekunder mencakup topografi, keadaan sosial ekonomi dan demografi

daerab penelilian yang dikumpulkan dan Kanlor Desa, Kecamatan setempal, dan

Kanlor Kabupaten Sukabumi.

Pengolahan dan Aoalisis Data

Data yang lelab lerkumpul dikelompokkan menurul peubahnya, kemudian

ditabulasi

dan

dianalisis secara deskriptif kernudian diuji secara statistik dengan

menggunalcan program komputer SPSS versi 11.

Tabel 2. Definisi Operasionai dan Kriteria Objektif

No Definisi Operasional Krileria Objeklif

1. Social Enforcement UNICEF 1. Yang menerima

2. Yangtidak menerima

2. Umur Contoh adalah masa waktu kehidupan Umur contoh dikategorikan:

yang dihitung sejak Iw. 1. < 35 tahun

2. 35-45 tabun

3. >45 tahun

3. Tmgkat pendidikan adaIah j"';' pendidOOm Tingkat pendidOOm contoh

dikate-forma] yang pemah diikuti contah. gorikan:

1. Rendoh, SD

2. Menengah:SLTP sampai SLTA

3. T .... 'P T . . . .

4. Pekerjaan Kopala Kelwuga adalah PekeIjaan Kepala Ke1uarga 、ゥォ・セ@

pekeJjaan ulama (bersifat tetap) dan lompokkan menjadi:

pekerjaan tambahan (bersifat insidentil) 1.Petani,2.Nelayan

yang dilakukan kepala kelwuga. 3.PedagangIwiraswa 4.Karyawan, 5. PNS dan 6. Pensiunan.

5. Pendapatan kelwuga adaIah jurnlah Tingkat pendapatan keluarga per bulan penghasilan yang diperoleh kepala keluarga dike1ompokkan beroaaarl<an Upah

dari peketjaan ulama dan pekeIjaan Minima1 Regional (UMR)

Gambar

Tabel I Daftar K ukn ec pan Indi ummenuru t K d ea aan F ·ologis lSI
Gambar I Latar Belakang Penegakan Nonna Sosial Gararn Beriodium
Tabel 2. Definisi Operasionai dan Kriteria Objektif
Tabel 3 Sebaran Contoh Berdasarkan Karakteristik Contoh, Serta
+4

Referensi

Dokumen terkait

Personalisasi reward dalam penelitian ini masih terbatas karena menggunakan Finite State Machine yang perilakunya terbatas, sehingga jika dimainkan berulangkali maka

16 Tahun 2009 Oleh Aparat Penegak Hukum Terhadap Pelaku Tindak Pidana Perpajakan Sebagai Upaya Memulihkan Penerimaan Negara di Wilayah Hukum Kejaksaan Tinggi Sumatera Selatan.

nasionalnya dan ini adalah hukum Inggris. 4etapi hukum Inggris ini menun$uk kembali kepada hukum Prancis yaitu hukum dari domisili. Maka apakah menurut hukum Prancis akan

Nilai difusivitas panas bahan merupa- kan salah satu sifat panas yang dibutuhkan untuk menduga laju perubahan suhu bahan sehingga dapat ditentukan waktu optimum yang

Kawasan budidaya ikan air tawar di bukit Matok Kabupaten Melawi ini berfungsi sebagai tempat budidaya pembenihan ikan air tawar melalui teknik budidaya yang dilakukan di

Ada beberapa cara yang dapat dilakukan untuk menumbuhkan motivasi anak didik dalam kegiatan belajar di sekolah yaitu: 11 (1) memberi angka, dalam hal ini angka sebagai