ANALISIS BEBAN KERJA KEGIATAN PENYEMPROTAN LAHAN
DAN GUDANG PERTANIAN MENGGUNAKAN MESIN
THERMAL
FOGGER TIPE
TS-35A(E)
SKRIPSI
ANGGA RAKAY FATAHILAH
F14080084
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
ABSTRAK
ANGGA RAKAY FATAHILAH
.
Analisis Beban Kerja Kegiatan Penyemprotan Lahan dan Gudang Pertanian Menggunakan Mesin Thermal Fogger Tipe TS-35A(E). Dibimbing oleh MAD YAMINBegitu banyaknya lahan pertanian di Indonesia menyebabkan tingkat serangan hama semakin besar. Selain itu serangan hama juga terjadi pada gudang-gudang penyimpanan benih maupun hasil pertanian. Sehingga secara otomatis akan banyak mesin pembasmi hama yang digunakan. Salah satu metode pemberantasan hama adalah dengan pengasapan atau fumigasi. Penelitian ini akan difokuskan pada aspek fisiologi kerja, yaitu tingkat beban kerja dan total konsumsi energi operator dalam mengoperasikan mesin Thermal Fogger tipe TS-35A(E). Pada awal pengukuran dan ditiap-tiap ulangan diselingi dengan istirahat kurang lebih 10 menit. Tingkat beban kerja kualitatif (kejerihan) untuk pengasapan dengan menggunakan Thermal Fogger tipe TS 35A(E) pada lahan didapatkan hasil kerja dengan kategori sangat berat dengan IRHR rata-rata sebesar 1.769 ± 0.140, sedangkan pekerjaan pada gudang didapatkan hasil kerja dengan kategori berat dengan IRHR rata-rata sebesar 1.638 ± 0.128. Artinya kegiatan pengasapan pada lahan lebih berat daripada pengasapan pada gudang pertanian. Rata-rata konsumsi energi operator (Total Energy Cost) untuk pengasapan dengan menggunakan Thermal Fogger tipe TS 35A(E) pada lahan adalah sebesar 2.247 ± 0.373 kkal/menit, sedangkan pengasapan di gudang pertanian didapatkan hasil sebesar 2.174 ± 0.278 kkal/menit. Artinya pekerjaan penyemprotan yang dilakukan di lahan lebih banyak memakai energi per satuan waktunya.
Kata kunci: Thermal Fogger, Beban Kerja, Konsumsi Energi, Lahan, Gudang
ABSTRACT
ANGGA RAKAY FATAHILAH
.
Workload Analysis On Agricultural Field And Warehouse Using Thermal Fogger Type TS-35A(E).
Supervised by MAD YAMINAbundance farms in Indonesia led to greater levels of pest attack. One of the method to control pest growth was pest fumigation. However, the use of thermal fogger machine must also consider the fatigue and workload received by the operator. This study will focus on physiological aspect of operator, ie the level of workload and total energy consumption while operating Thermal Fogger machine type TS-35A (E). Measurement of workload carried out with three repetitions. At the beginning of the measurement, and in each and every repetition punctuated by rest for approximately 10 minutes. The result for Qualitative Workload Levels (fatigue) for fumigation using Thermal Fogger type TS-35A(E) on field was categorized Very Heavy category with average IRHR 1769 ± 0140 meanwhile for warehouse was categorized in Heavy category with average IRHR 1.638 ± 0.128. This means that fogging activities on field heavier than activities on warehouse. The average energy consumption of the operator (Total Energy Cost) for fumigation using Thermal Fogger TS type 35A (E) on the field was 2247 ± 0373 kcal / min, while fumigation in warehouse was 2174 ± 0278 kcal / min. This means that the work done in the field use more energy per unit of time.
Angga Rakay Fatahilah. F14080084. Analisis Beban Kerja Kegiatan Penyemprotan Lahan dan Gudang Pertanian Menggunakan Mesin Thermal Fogger Tipe TS-35A(E). Dibawah bimbingan Mad Yamin. 2013.
RINGKASAN
Begitu banyaknya lahan pertanian di Indonesia menyebabkan tingkat serangan hama semakin besar. Selain itu serangan hama juga terjadi pada gudang-gudang penyimpanan benih maupun hasil pertanian. Jika serangan terus berlanjut selain terjadi penurunan mutu juga menyebabkan kontaminasi terhadap bahan pangan yang disimpan. Sehingga secara otomatis akan banyak mesin pembasmi hama yang digunakan. Salah satu metode pemberantasan hama adalah dengan pengasapan atau fumigasi. Fumigasi adalah salah satu teknik pengendalian hama dengan cara mengaplikasikan fumigan / gas beracun pada ruang terbuka ataupun tertutup dengan dosis dan temperatur tertentu selama waktu tertentu. Penelitian ini akan difokuskan pada aspek fisiologi kerja, yaitu tingkat beban kerja dan total konsumsi energi operator dalam mengoperasikan mesin Thermal Fogger tipe TS-35A(E). Serta membandingkan tingkat beban kerja dan total konsumsi energi pada pengoperasian mesin Thermal Fogger tipe TS-35A(E). Penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan bagi operator mesin thermal fogger dan pihak lain pada umumnya yang berkaitan dengan kesehatan, kenyamanan, dan keselamatan tenaga kerja. Selain itu penelitian ini juga diharapkan dapat menjadi bahan refrensi bagi mahasiswa untuk meningkatkan pemahaman terhadap beban kerja.
Kegiatan penelitian ini dilaksanakan mulai bulan Juli 2012 sampai dengan September 2012 di lahan penelitian Laboratorium Lapang Siswadhi Soepardjo, Leuwikopo, Kecamatan Dramaga Bogor. Subjek yang akan diteliti adalah 3 orang pria yang sehat jasmani dan rohani. Karakteristik dari subjek diusahakan memiliki umur, berat badan, dan tinggi badan yang relatif dekat, hal ini bertujuan agar data yang dihasilkan tidak bias. Objek yang akan digunakan adalah lahan dan gudang pertanian. Pengukuran dengan menggunakan parameter denyut jantung dilakukan dengan menggunakan alat Heart Rate Monitor (HRM). Sebelum dilakukan pengukuran beban kerja, pada subjek dilakukan pengukuran dimensi tubuh meliputi umur, berat badan, dan tinggi badan yang selanjutnya akan ditentukan nilai Basal Metabolic Energy (BME) dari masing-masing subjek.
Pada pengukuran beban kerja pertama-tama dilakukan kalibrasi step test dengan tujuan untuk mengetahui kolerasi peningkatan denyut jantung terhadap peningkatan beban kerja masing-masing subjek. Kegiatan step test dilakukan dengan menggunakan bangku step test yang tingginya 25 cm. Pengambilan data step test dilakukan secara bertahap dengan tiga frekuensi, yaitu: 15 langkah/menit, 20 langkah/menit, dan 25 langkah/menit. Dari kalibrasi dengan metode step test diperoleh kolerasi antara Increase Ratio of Heart Rate (IRHRST) dan energi kerja (Work Energy Cost) yang dikeluarkan pada saat kalibrasi (WECST). Kolerasi tersebut dapat ditunjukkan dengan suatu persamaan daya dalam bentuk y = ax + b, dimana y merupakan nilai IRHR dan x nilai WEC.
ketika pengambilan data subjek tidak diperkenankan untuk melakukan pekerjaan lain, banyak bicara, jalan-jalan, makan maupun minum. Jika hal itu terjadi maka ditakutkan data yang terekam pada HRM kurang baik. Ketika istirahat subjek diusahakan berada ditempat yang teduh dengan posisi senyaman mungkin. Hal ini dilakukan agar proses recovery berlangsung secara optimal.
Pengukuran beban kerja saat aktivitas penyemprotan dilakukan dengan tiga kali pengulangan. Pada awal pengukuran dan ditiap-tiap ulangan diselingi dengan istirahat kurang lebih 10 menit. Dari pengukuran beban kerja saat aktivitas penyemprotan diperoleh nilai IRHRWORK. Nilai IRHRWORK
masing-masing subjek dimasukkan kedalam persamaan daya hasil kalibrasi step test untuk memperoleh nilai WEC saat penyemprotan. Nilai WEC saat penyemprotan jika dijumlahkan dengan nilai BME akan diperoleh Total Energy Cost (TEC). Nilai TEC perlu dinormalisasi dengan meniadakan faktor berat badan (TEC’).
Tingkat beban kerja kualitatif (kejerihan) untuk pengasapan dengan menggunakan Thermal Fogger tipe TS 35A(E) pada lahan didapatkan hasil kerja dengan kategori sangat berat dengan IRHR rata-rata sebesar 1.769 ± 0.140, sedangkan pekerjaan pada gudang didapatkan hasil kerja dengan kategori berat dengan IRHR rata-rata sebesar 1.638 ± 0.128. Artinya kegiatan pengasapan pada lahan lebih berat daripada pengasapan pada gudang pertanian. Rata-rata konsumsi energi operator (Total Energy Cost) untuk pengasapan dengan menggunakan Thermal Fogger tipe TS 35A(E) pada lahan adalah sebesar 2.247 ± 0.373 kkal/menit, sedangkan pengasapan di gudang pertanian didapatkan hasil sebesar 2.174 ± 0.278 kkal/menit. Artinya pekerjaan penyemprotan yang dilakukan di lahan lebih banyak memakai energi per satuan waktunya.
ANALISIS BEBAN KERJA KEGIATAN PENYEMPROTAN LAHAN
DAN GUDANG PERTANIAN MENGGUNAKAN MESIN
THERMAL
FOGGER TIPE
TS-35A(E)
SKRIPSI
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN
pada Departemen Teknik Mesin dan Biosistem
Fakultas Teknologi Pertanian
Institut Pertanian Bogor
Oleh
ANGGA RAKAY FATAHILAH
F14080084
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
Judul Skripsi : Analisis Beban Kerja Kegiatan Penyemprotan Lahan dan Gudang
Pertanian Menggunakan Mesin
Thermal Fogger
Tipe TS-35A(E)
Nama
: Angga Rakay Fatahilah
NIM
: F14080084
Menyetujui,
Dosen Pembimbing Akademik
(Ir. Mad Yamin MT)
NIP. 1965311230 198603 1 002
Mengetahui,
Ketua Departemen Teknik Mesin dan Bosistem
(Dr. Ir. Desrial, M.Eng)
NIP. 19661201 199103 1 004
iii
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI
Saya menyatakan dengan sebenar-benarnya bahwa skripsi dengan judul Analisis Beban Kerja Kegiatan Penyemprotan Lahan dan Gudang Pertanian Menggunakan Mesin Thermal Fogger
Tipe TS-35A(E) adalah hasil karya saya sendiri dengan arahan Dosen Pembimbing Akademik, dan belum diajukan dalam bentuk apapun pada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Bogor, Januari 2013
iv
© Hak cipta milik Institut Pertanian Bogor, tahun 2013
Hak cipta dilindungi
Dilarang mengutip dan memperbanyak tanpa izin tertulis dari
v
BIODATA PENULIS
Penulis bernama lengkap Angga Rakay Fatahilah, dilahirkan di Bandung, 26 Maret 1990, putra dari pasangan Kusworo dan Tri Susilowati, sebagai putra pertama dari tiga bersaudara. Penulis menamatkan pendidikan dasar pada tahun 2002 di SDN Cimandala 3 Sukaraja, kemudian melanjutkan pendidikan menengah pertama di SMPN 8 Bogor pada tahun 2005. Pendidikan menengah atas penulis tamatkan tahun 2008 di SMAN 6 Bogor, Jawa Barat.
Pada tahun 2008 penulis memilih Program Studi Teknik Pertanian, Departemen Teknik Mesin dan Biosistem, Fakultas Teknologi Pertanian di Institut Pertanian Bogor. Penulis diterima di IPB melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB. Selama mengikuti perkuliahan penulis pernah aktif mengikuti kegiatan kepanitiaan acara, seperti masa perkenalan
departemen, SAPA 2010. Selain itu, mengikuti kepanitiaan acara RED’S CUP 2010.
vi
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur dipanjatkan ke hadapan Allah SWT atas karunia-Nya sehingga skripsi ini berhasil diselesaikan. Penelitian dengan judul Analisis Beban Kerja Kegiatan Penyemprotan Lahan dan Gudang Pertanian Menggunakan Thermal Mesin Fogger tipe TS 35A(E) dilaksanakan sejak bulan Juli hingga September 2012
.
Dengan diselesaikannya penelitian hingga tersusunya skripsi ini, penulis ingin menyampaikan penghargaan dan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:
1. Ayah, Ibu dan adik-adik yang selalu memberikan doa, dorongan, dan semangat hingga skripsi ini dapat terselesaikan
2. Ir. Mad Yamin MT selaku dosen pembimbing skripsi, yang selalu memberikan bimbingan, masukan, dan saran-sarannya dalam menyelesaikan skripsi ini.
3.
Dr. Ir. Gatot Pramuhadi, M. Si dan Dr. Ir. Sam Herodian, MS selaku dosen penguji, atas masukan dan saran-sarannya.4. Bapak Juli dan Bapak Darma yang senantiasa membantu pada saat penelirian.
5. Bapak Edi dan Bapak Darwa dari Departemen Agronomi dan Hortikultura yang telah mau direpotkan dalam pengambilan data.
6. Departemen Teknik Mesin dan Biosistem dan Fakultas Teknologi Pertanian yang telah membantu dan memberikan ijin pelaksanaan penelitian.
7. Teman-teman sebimbingan Aris Adhi P, Sunu Ariastin, Ahmad Noval, dan Rhamdani Mardiansyah yang terus memberi semangat saat penelitian.
8. Tri Novita S dan Raizumi F yang telah membantu dalam pengambilan dan pengolahan data. 9. Teman-teman kosan Zero Faiz Ridhan F, Fibula, AM Haratul Lisan dan Angga Herviona atas
perhatian dan semangatnya.
10. Teman-teman seperjuangan Teknik Mesin dan Biosistem IPB angkatan 45 (2008) atas kebersamaannya selama di bangku kuliah.
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa penyusunan skripsi ini masih belum sempurna. Untuk itu penulis mengharapkan kritik dan saran dari semua pihak sebagai upaya perbaikan selanjutnya, serta penulis berharap semoga laporan ini dapat bermanfaat bagi kita semua.
vii
DAFTAR ISI
Halaman
KATA PENGANTAR ... vi
DAFTAR ISI ... vii
DAFTAR TABEL ... viii
DAFTAR GAMBAR ... ix
DAFTAR LAMPIRAN ... x
I. PENDAHULUAN ... 1
A. LATAR BELAKANG …... 1
B. TUJUAN ... 2
II. TINJAUAN PUSTAKA ... 3
A. PEMBERANTASAN HAMA... 3
B. THERMAL FOGGER ... 4
C. ERGONOMIKA... 5
D. TINGKAT BEBAN KERJA DAN KEBUTUHAN ENERGI KERJA ... 5
E. METODE STEP TEST ... 8
III. METODELOGI PENELITIAN………... 10
A. WAKTU DAN TEMPAT PENELITIAN... 10
B. ALAT DAN PERLENGKAPAN ... 10
C. SUBJEK DAN OBJEK PENELITIAN ... 11
D. METODE PENELITIAN ... 12
D.1. Penelitian Pendahuluan ... 13
D.2. Pengambilan Data ... 13
D.3. Pengolahan Data ... 15
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 20
A. DENYUT JANTUNG KALIBRASI STEP TEST... 20
B. PENGUKURAN KONSUMSI ENERGI KERJA DAN BEBAN KERJA.... 26
V. SIMPULAN DAN SARAN ... 32
A. KESIMPULAN ... 32
B. SARAN ... ... 31
DAFTAR PUSTAKA ... 33
viii
DAFTAR TABEL
Halaman Tabel 1. Tingkat kerja fisik rata-rata untuk orang Indonesia yang
diukur berdasarkan tingkat penggunaan energi ( untuk pria
dewasa sehat)………..………... 7
Tabel 2. Kategori pekerjaan berdasarkan IRHR……….………... 8
Tabel 3. Konversi BME ekivalen O2 ... 17
Tabel 4. Kategori pekerjaan berdasarkan nilai IRHR... 17
Tabel 5. Data dimensi tubuh subjek... 20
Tabel 6. Data denyut jantung saat kalibrasi steptest... 22
Tabel 7. IRHR Step Test………... 23
Tabel 8. Nilai WEC……… ... 24
Tabel 9. Persamaan Grafik………. ... 26
Tabel 10. Data denyut Jantung pada saat kerjadi lahan... 28
Tabel 11. Data denyut Jantung pada saat kerjadi gudang…………... 29
Tabel 12. IRHR work lahan………… ... 29
Tabel 13. IRHR work gudang ... 29
Tabel 14. Beban Kerja Kualitatif (kejerihan) pada pekerjaan di lahan ... 30
Tabel 15. Beban Kerja Kualitatif (kejerihan) pada pekerjaan di gudang ……... 30
Tabel 16. Data TEC dan TEC’ pekerjaan di lahan... 30
Tabel 17. Data TEC dab TEC’ pekerjaan di gudang……….…… 31
Tabel 17. Data TEC dab TEC’ pekerjaan di gudang……… 31
Tabel 18. Total Berat Alat………. 32
Tabel 19. Suhu Lingkugan Gudang………... 33
ix
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 1. Pemberantasan hama gudang... 3
Gambar 2. Mesin Thermal Fogger………... 4
Gambar 3. Pestisida yang digunakan untuk fogging... 5
Gambar 4. Mesin Thermal Fogger tipe TS-35A(E) yang digunakan dalam penelitian ... 10
Gambar 5. Heart Rate Monitor……….. 10
Gambar 6. Digital Metronome……….. 11
Gambar 7. Krat Minuman Botol……… 11
Gambar 5. Tahapan penelitian………...…... 12
Gambar 6. Rancangan Pengambilan Data………... 13
Gambar 7. Tahapan pengukuran denyut jantung menggunakan metode step test... 14
Gambar 8. Tahapan pengukuran denyut jantung saat kerja... 15
Gambar 9. Bagan Pengolahan Data……….………... 16
Gambar 10. Proses step test ... 21
Gambar 11. Grafik hubungan antara HR terhadap waktu pada saat step test oleh S1 ... 22
Gambar 12. Grafik hubungan antara WEC dan IRHR... 25
Gambar 13. Grafik hubungan antara WEC dan IRHR... 26
Gambar 14. Kegiatan Pengasapan………... 27
Gambar 15. Grafik denyut jantung subjek 2 saat pengasapan di lahan……... 27
x
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
Lampiran 1. Time Study Sheet ... 34
Lampiran 2. Grafik Rekaman HR pada saat step test tiap subjek... 35
Lampiran 3. Grafik hubungan IRHRST dan WECST ... 37
Lampiran 4. Garfik rekaman HR work aktivitas penyemprotan di lahan... 39
1
I.
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Begitu banyaknya lahan pertanian di Indonesia menyebabkan tingkat serangan hama semakin besar. Selain itu serangan hama juga terjadi pada gudang-gudang penyimpanan benih maupun hasil pertanian. Kerusakan umumnya disebabkan oleh serangan hama gudang seperti serangga, tungau, tikus dan kapang. Diantara hama-hama gudang, serangga menyebabkan kerusakan terbesar. Hal ini disebabkan serangga hama gudang mempunyai kemampuan berkembang biak dengan cepat, mudah menyebar dan dapat mengundang pertumbuhan kapang dan jamur. Menurut Morallo-Rejesus (1978) yang diacu dalam Wahyuningsih (2000), secara keseluruhan kerusakan yang ditimbulkan oleh hama serangga mencapai 5-10%. Jika serangan terus berlanjut selain terjadi penurunan mutu juga menyebabkan kontaminasi terhadap bahan pangan yang disimpan. Sehingga secara otomatis akan banyak mesin pembasmi hama yang digunakan. Salah satu metode pemberantasan hama adalah dengan pengasapan atau fumigasi. Fumigasi adalah salah satu teknik pengendalian hama dengan cara mengaplikasikan fumigan / gas beracun pada ruang terbuka ataupun tertutup dengan dosis dan temperatur tertentu selama waktu tertentu. Fumigasi dapat membunuh seluruh stadia hama dari mulai jenjang kehidupan telur /pupa / larva hingga dewasa.
Fumigan adalah bahan kimia yang pada tekanan, suhu dan waktu tertentu berubah menjadi gas dan mampu mengendalikan hama secara efektif. Bentuk gas ini akan mampu menembus semua celah di suatu ruang (tertutup) yang tidak mampu dilakukan oleh insektisida konvensional. Ada beberapa jenis fumigan yang digunakan dalam melakukan kegiatan fumigasi antara lain, Metil Bromida (CH3Br), Phosfin (PH3), Karbondiosida (CO2), Sulfuril Florida (SO2F2), Asam
sianida (HCN), penggunaan fumigan ini harus mendapat pengawasan khusus dari Departemen Pertanian dan Departemen kesehatan. Fumigasi merupakan pekerjaan pembasmian hama yang dilakukan pada lahan pertanian dan tempat-tempat penyimpanan barang/komoditi (pergudangan), gudang arsip, kapal dan container. Dengan sasaran hama yang dibasmi seperti tikus, kutu, kecoa, dan hama gudang lainnya.
Dalam penelitian ini digunakan mesin Thermal Fogger karena mesin tersebut sudah digunakan secara luas dalam pemberantasan hama. Mesin thermal fogger lebih cepat dalam membasmi hama karena butiran semprot yang dihasilkan sangat halus. Spektrum butiran semprot berkisar antara < 1 hingga 150 mikron. Ukuran ini lebih kecil dibandingkan butiran yang dihasilkan sprayer biasa. Oleh karena halusnya, butiran semprot membentuk semacam kabut asap (fog) yang bias melayang di udara serta sanggup menyusup ke seluruh ruangan atau bidang sasaran dengan baik, bahkan ke dalam lubang serta retakan tanah.
2 serangga berguna/musuh alami, sangat tidak diharapkan, karena akan menurunkan performance/kualitas komoditas simpanan.
Pemberantasan hama lahan umumnya ridak jauh berbeda dari pemberantasan hama gudang. Namun, pada pemberantasan hama lahan harus lebih mempertimbangkan keadaan sekitar seperti temperatur dan keadaan atmosfer. Salah satu cara untuk memberantas hama lahan adalah dengan fumigasi lubang hama yang menggunakan pestisida. Tindakan ini efektif dilakukan saat padi pada stadium awal keluar malai dan pemasakan, karena merupakan stadium perkembangan optimal tikus, yaitu induk dan anaknya berada dalam lubang. Fumigasi sarang perlu memperhatikan ukuran lubang dan diusahakan agar tidak terjadi kebocoran dan asap mampu mencapai sasaran. Fumigasi dapat dilanjutkan dengan pembongkaran sarang untuk memaksimalkan hasil pengendalian.
Namun dalam penggunaan mesin thermal fogger juga harus memperhitungkan kelelahan dan beban kerja yang diterima operator. Beban kerja fisik yang terlalu berat, yakni yang melebihi kapasitas kemampuan tubuh manusia akan menimbulkan kelelahan yang dapat terakumulasi. Kelelahan inilah yang pada akhirnya akan menyebabkan seorang pekerja merasa sakit atau bahkan mengalami cedera, untuk itu perlu dilakukan pengukuran beban kerja fisik orang yang sedang melakukan pengasapan (fogging) dengan mengukur denyut jantung saat melakukan pekerjaan. Melihat dari kondisi yang ada, potensi kelelahan pada suatu mesin dapat mengganggu kenyamanan, kesehatan, serta keselamatan kerja. Kondisi ini memang terkesan sangat sederhana penyelesaiannya, hanya saja apabila tidak dilakukan analisa lebih lanjut terkait dengan kelelahan dan beban kerja yang terjadi pada mesin pembasmi hama bukan tidak mungkin akan menurunkan motivasi dan kenyamanan dalam bekerja. Sehingga akan berdampak pula pada kualitas pekerjaan yang dihasilkan.
Penelitian ini akan difokuskan pada aspek fisiologi kerja, yaitu tingkat beban kerja dan total konsumsi energi operator dalam mengoperasikan mesin Thermal Fogger tipe TS-35A(E).. Serta membandingkan tingkat beban kerja dan total konsumsi energi pada pengoperasian mesin Thermal Fogger tipe TS-35A(E).
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan bagi operator mesin thermal fogger dan pihak lain pada umumnya yang berkaitan dengan kesehatan, kenyamanan, dan keselamatan tenaga kerja. Selain itu penelitian ini juga diharapkan dapat menjadi bahan refrensi bagi mahasiswa untuk meningkatkan pemahaman terhadap beban kerja.
B.
Tujuan
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk:
1. Menghitung tingkat beban kerja (kejerihan) dalam mengoperasikan mesin Thermal Fogger tipe TS-35A(E) di lahan dan gudang pertanian.
2. Menghitung konsumsi energi dalam mengoperasikan mesin Thermal Fogger tipe TS-35A(E) di lahan dan gudang pertanian.
3. Menghitung konsumsi energi ternormalisasi (TEC’) dalam mengoperasikan mesin Thermal
3
II.
TINJAUAN PUSTAKA
A.
Pemberantasan Hama
Proses pemberantasan hama atau pengendalian hama bertujuan untuk mengendalikan populasi hama agar tidak menimbulkan kerugian, melalui cara-cara pengendalian yang efektif, menguntungkan, dan aman terhadap lingkungan. Terdapat beberapa cara dalam mengendalikan hama diantaranya, pengendalian hama dengan karantina, pengendalian hama dengan bercocok tanam atau kultur teknis, pengendalian hama dengan menggunakan varietas resisten, pengendalian secara mekanis.
Menurut tempatnya, pemberantasan hama dibedakan menjadi pemberantasan hama dalam ruangan dan pemberantasan hama di luar ruangan. Pengendalian serangga hama gudang pada hakekatnya adalah mengendalikan populasi. Saat ini ada tiga cara pengendalian hama gudang yaitu cara kimia, cara fisika dan cara biologi. Cara fisika dapat dilakukan antara lain dengan suhu tinggi, suhu rendah, atmosfer terkendali dan gelombang mikro. Pemberantasan hama dengan cara kimia yaitu salah satunya adalah dengan cara fumigasi atau pengasapan. Pemberantasan hama gudang dengan cara fumigasi dapat dilihat pada Gambar 1.
Gambar 1. Pemberantasan hama gudang
Sumber: Mandiri (2008)
4 insektisida sintetis termasuk cara paling umum yang digunakan dalam praktek sehari-hari. Kelebihan penggunaan insektisida sintetis selama ini terletak pada kemampuannya untuk mengendalikan serangan hama pasca panen secara cepat dan efektif. Akan tetapi insektisida sintetis juga mempunyai beberapa kekurangan yaitu selain biaya yang mahal juga menimbulkan masalah lain. Akibat dari pemakaian insektisida sintetis antara lain : 1) adanya bahaya residu dalam bahan pangan; 2) timbulnya resitensi serangga hama gudang terhadap insektisida sintetis; 3) adanya bahaya insektisida bagi organisme bukan target; dan 4) adanya dampak penurunan populasi biang pengendali hama seperti parasit dan predator.
Pemberantasan hama lahan umumnya ridak jauh berbeda dari pemberantasan hama gudang. Namun, pada pemberantasan hama lahan harus lebih mempertimbangkan keadaan sekitar seperti temperatur dan keadaan atmosfer. Salah satu cara untuk memberantas hama lahan adalah dengan fumigasi lubang hama yang menggunakan pestisida. Tindakan ini efektif dilakukan saat padi pada stadium awal keluar malai dan pemasakan, karena merupakan stadium perkembangan optimal tikus, yaitu induk dan anaknya berada dalam lubang. Fumigasi sarang perlu memperhatikan ukuran lubang dan diusahakan agar tidak terjadi kebocoran dan asap mampu mencapai sasaran. Fumigasi dapat dilanjutkan dengan pembongkaran sarang untuk memaksimalkan hasil pengendalian.
B.
Thermal Fogger
Thermal fogger adalah salah satu alat untuk melakukan fumigasi. Fumigasi adalah salah satu teknik pengendalian hama dengan cara mengaplikasikan fumigan / gas beracun pada ruang kedap udara dengan dosis dan temperatur tertentu selama waktu tertentu. Fumigasi dapat membunuh seluruh stadia hama dari mulai jenjang kehidupan telur /pupa / larva hingga dewasa. Mesin Thermal Fogger dapat dilihat pada Gambar 2.
Gambar 2. Mesin Thermal Fogger
5 khusus dari Departemen Pertanian dan Departemen kesehatan. Namun yang paling sering digunakan adalah metil bromida dan phosfin. Fumigasi merupakan pekerjaan pembasmian hama pada komoditi ekspor, tempat-tempat penyimpanan barang/komoditi (pergudangan), gudang arsip, kapal dan container. Dengan sasaran hama yang dibasmi : Tikus, kutu, kecoa, serangga, bubuk kayu ( Rotan ), dan hama gudang lainnya. Pestisida-pestisida yang digunakan untuk fogging dapat dilihat pada Gambar 3.
Gambar 3. Pestisida yang digunakan untuk fogging Sumber: Putra (2012)
Dibandingkan dengan pestisida lain khususnya bentuk cairan yang aplikasinya dilakukan dengan cara penyemprotan (spraying) atau pengasapan (fogging) yang dicampur dengan minyak (thermal fogger) dan dicampur dengan air bersih biasa (cold fogger), fumigasi memiliki beberapa kelebihan yaitu : gas yang terbentuk mampu menembus jauh kedalam tumpukan/stapelan komoditas, relatif tidak menimbulkan efek residu pada komoditas tertentu. Dengan demikian dapat membunuh hama melalui sistem pernafasan dan di aplikasikan langsung pada komoditas pangan dan pakan.
C.
Ergonomika
Ergonomi adalah ilmu yang memoelajari hubungan antar manusia dengan dan elemen-elemen lain dalam suatu sistem dan pekerjaan yang mengaplikasikan teori, prinsip, data dan metode untuk merancang suatu sistem yang optimal, dilihat dari sisi manusia dan kinerjanya. Ergonomi memberikan sumbangan untuk rancangan dan evaluasi tugas, pekerjaan, produk, lingkungan, dan sistem kerja, agar dapat digunakan secara harmonis sesuai dengan kebutuhan, kemampuan dan keterbatasan manusia. (International Ergonomic Association. 2002).
Istilah “ergonomi” (ergonomics) berasal dari bahasa Latin yaitu ”Ergon” yang berarti kerja
dan “Nomos” yang berarti hukum alam dan dapat didefinisikan sebagai studi tentang aspek-aspek
manusia dalam lingkungan kerjanya yang ditinjau secara anatomi, fisiologi, psikologi, teknik, manajemen dan desain/perancangan. Ergonomi disebut juga sebagai “Human Factors” (Nurmianto, 2001). Sedangkan ergonomis menunjukkan suatu benda atau alat yang bernilai ergonomi tinggi. Semakin suatu alat/benda dapat digunakan dengan nyaman oleh pengguna, semakin tinggi pula nilai keergonomisan benda tersebut.
6 masing-masing disiplin ilmu tersebut. Disiplin ilmu yang dimaksud antara lain ilmu faal, anatomi, psikologi faal, fisika dan teknik.
Ilmu faal dan anatomi memberikan gambaran bentuk tubuh manusia atau anggota gerak untuk mengangkat atau ketahanan terhadap suatu gaya yang diterimanya. Ilmu psikologi faal memberikan gambaran fungsi otak dan sistem persyarafan dalam kaitannya dengan tingkah laku, sementara ekperimental mencoba memahami suatu cara bagaimana mengendalikan proses motorik. Sedangkan ilmu fisika dan teknik membarikan informasi yang sama untuk desain lingkungan kerja dimana pekerja terlibat. Kesatuan data dari beberapa bidang keilmuan tersebut, dalam ergonomi dipergunakan untuk memaksimalkan kerja, efisiensi, dan kepercayaan diri pekerja sehingga dapat mempermudah pengendalian dan pemahaman terhadap tugas yang diberikan serta untuk meningkatkan kenyamanan dan kepuasan kerja.
Secara umum tujuan dari penerapan ergonomi antara lainmeningkatkan kesejahteraan fisik dan mental melalui upaya pencegahan cidera dan penyakit akibat kerja menurunkan beban kerja fisik dan mental, mengupayakan promosi dan kepuasan kerja. Meningkatkan kesejahteraan sosial melalui peningkatan kualitas kontak sosolai dan mengkoordinasi kerja secara tepat guna meningkatkan jaminan sosial baik selama kurun waktu usia prodiktif maupun setelah tidak produktif. Menciptakan kesembangan rasional antara aspek teknis, ekonomis, dan antropologis dari setiap sistem kerja yang dilakukan sehingga tercipta kualitas kerja dan kualitas hidup yang tinggi. (Tarwaka dkk. 2004).
Banyak penerapan ergonomi yang hanya sekedar “common sense” (dianggap suatu hal yang sudah biasa terjadi), dan hal itu benar jika sekiranya suatu keuntungan yang besar bias didapat hanya dengan sekerdar penerapan prinsip yang sederhana. Hal ini biasanya merupakan kasus dimana ergonomi belum dapat diterima sepenuhnya sebagai alat untuk proses desain, akan tetapi masih banyak aspek ergonomi yang jauh dari kesadaran manusia. Karakteristik fungsional seperti kemampuan penginderaan, respon tanggapan, daya ingat dan lain-lain adalah merupakan hal yang perlu dipahami sepenuhnya oleh masyrakat awam. Sangat disayangkan bahwa ergonomi sering disalah-artikan dan hanya dikaitkan dengan aspek kenyamanan (perancangan kursi) atau dimensi fisik tubuh manusia. Akibatnya, aplikasi ergonomi masih belum dianggap penting, terutama di perusahaan – perusahaan di Indonesia, sehingga banyak sekali rancangan sistem kerja yang tidak ergonomik. Hal ini terlihat dari ketidaksesuaian antara pekerja dengan cara kerja, mesin, atau alat kerja yang dipakai, lingkungan tempat kerja, atau menyangkut pengaturan beban kerja yang tidak optimal. Aplikasi konsep ergonomi di tempat kerja bertujuan agar pekerja saat bekerja selalu dalam keadaan sehat, nyaman, selamat, produktif dan sejahtera. Aplikasi konsep ergonomi dapat mendukung Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) serta tujuan utamanya meningkatkan produktivitas kerja. Bekerja pada kondisi yang tidak ergonomis dapat menimbulkan berbagai masalah, antara lain : nyeri, kelelahan, bahkan kecelakaan kerja,
D.
Tingkat Beban Kerja dan Kebutuhan Energi Kerja
7 bertambah cepat dan terjadi peningkatan panas pada seluruh tubuh (Singleton, 1972 dalam Lovita 2009)
Untuk mengetahui mengevaluasi suatu pekerjaan berdasarkan kapasitas fisik manusia dapat dilihat dari 2 sisi, yakni sisi biomekanika dan sisi fisiologi. Sisi fisiologis melihat kapasitas kerja manusia dari sisi fisiologi tubuh (faal tubuh), meliputi denyut jantung, pernapasan, dll. Sedangkan biomekanika lebih melihat kepada aspek terkait proses mekanik yang terjadi pada tubuh, seperti kekuatan otot, dan sebagainya. Zander 1972 dalam Lovita 2009 menyatakan bahwa pengukuran beban kerja fisik dapat dilakukan dengan cara:
a. Konsumsi Energi
Perubahan karbohidrat, lemak, dan protein menjadi energi memerlukan oksigen (O2)
dengan demikian konsumsi oksigen dapat dijadikan parameter pengukuran beban kerja. Adapun reaksi kimia yang terjadi adalah sebagai berikut:
C6H12O6 + 6O2 6H2O + 6CO2 + Energi
Dengan mengekuivalenkan antara kebutuhan energi dengan kebutuhan oksigen diperlukan hubungan nyata antara keduanya. Konsumsi energi bersih per kegiatan dapat diukur dengan mengurangi energi yang dibutuhkan untuk metabolisme basal. Dari proses tersebut dihasilkan energi sebesar 663 kkal dan dengan demikian untuk 1 liter oksigen dihasilkan 4.93 kkal. Pengukuran VO2 pada subjek yang sedang melakukan aktivitas relatif
tidak nyaman, sehingga pada level tertentu dapat mengganggu subjek. Terdapat hubungan linier antara VO2 dengan laju denyut jantung. Oleh karena itu pengukuran denyut jantung
dapat digunakan untuk memperkirakan konsumsi O2 yang kemudian dapat dikonversi ke
dalam pengeluaran energi (Sanders dan McCormick 1993 dalam Lovita 2009). Jumlah energi yang dihasilkan melalui proses metabolisme tubuh secara keseluruhan saat melakukan aktivitas disebut dengan Total Energy Cost (TEC). Nilai TEC merupakan penjumlahan dari Basal Metabolic Energy (BME) dan Work Energy Cost (WEC).
Basal Metabolic Energy (BME) atau laju metabolisme basal adalah laju konsumsi energi yang diperlukan untuk menjalankan fungsi minimal organ tubuh. BME tergantung dari ukuran tubuh (berat badan dan tinggi badan) dan jenis kelamin (pria atau wanita), namun ada beberapa peneliti yang mengatakan umur juga mempengaruhi BME (Syuaib 2003). Sedangkan WEC merupakan jumlah energi tambahan yang harus dilakukan oleh tubuh ketika melakukan suatu aktivitas kerja. Berdasarkan pengujian dengan menggunakan parameter fisiologis dibuat tabel untuk tingkatan beban kerja yang dilakukan, ditunjukkan pada Tabel 1.
Tabel 1. Tingkat kerja fisik rata-rata untuk orang Indonesia yang diukur berdasarkan tingkat penggunaan energi ( untuk pria dewasa sehat)
Tingkat Kerja
Konsumsi Energi dalam 8 Jam (kkal)
Konsumsi Energi (kkal/menit)
Istirahat < 750 < 1.563
Ringan 750-1100 1.563 – 2.292
Sedang 1100-2200 2.292 – 4.583
Berat >2200 >4.583
Sumber : Djumadias dan Sumawang, (1970) dalam Al-Faruqy (2011) b. Laju Paru-paru dan Frekuensi pernapasan
8 konsumsi oksigen (O2) dan akhirnya dapat dihitung besarnya beban kerja yang diterima seseorang.
c. Denyut Jantung
Kebutuhan bahan bakar bagi tubuh untuk melakukan gerak disalurkan oleh darah melalui pembuluh-pembuluh darah keseluruh bagian tubuh yang membutuhkannya, dengan jantung sebagai penggeraknya. Setiap peningkatan penggunaan tenaga mekanis akan meningkatan kerja jantung. Laju denyut jantung yang tinggi akan diikuti oleh konsumsi oksigen yang tinggi pula. Jika laju denyut jantung yang tinggi tetapi diikuti oleh konsumsi oksigen yang rendah biasanya akan terjadi kelelahan otot, terutama untuk pekerjaan statis.
Berat atau tidaknya suatu pekerjaan bagi seseorang dapat dikategorikan secara kualitatif maupun kuantitatif. Beban kerja kualitatif mengindikasikan berat atau ringan suatu pekerjaan dirasakan oleh seseorang. Beban kualitatif dihitung sebagai rasio relatif suatu beban kerja terhadap kemampuan atau kapasitas kerja seseorang. Dalam penelitian ini, terminologi yang digunakan adalah IRHR (Increase Ratio of Heart Rate). IRHR adalah indeks perbandingan denyut jantung seseorang saat melakukan aktivitas atau kerja terhadap denyut jantungnya saat beristirahat. Tinggi rendahnya nilai IRHR mencerminkan tingkat beban kerja kaualitatif dari suatu aktivitas (Lovita 2009). Sedangkan beban kerja kuantitatif adalah besarnya total energi yang dikeluarkan seseorang untuk melakukan aktivitas kerja. Dalam beban kerja kuantitatif ini digunakan terminologi nilai TEC, WEC, dan BME. Kategori kualitatif beban kerja berdasarkan suatu IRHR dapat dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2. Kategori pekerjaan berdasarkan IRHR
Kategori Nilai IRHR
Ringan 1.00<IRHR<1.25
Sedang 1.25<IRHR<1.50
Berat 1.50<IRHR<1.75
Sangat Berat 1.75<IRHR<2.00 Sumber: Syuaib (2003) dalam Fil’aini (2012)
Indikator-indikator fisiologis beban kerja dapat menentukan berapa lama seseorang dapat bekerja, sesuai dengan kapasitas kerjanya. Semakin besar beban kerja maka semakin pendek waktu seseorang dapat bekerja. Kapasitas tenaga manusia dalam melakukan kerja dipengaruhi oleh usia, jenis kelamin, bagian anggota tubuh yang digunakan, kesehatan dan jenis alat yang
digunakan. (Suma’mur, 1986 dalam Fil’aini 2012).
E.
Metode Step test
9 bangku step test dan intensitas langkah. Metode ini juga lebih mudah, karena dapat dilakukan dimana-mana, terutama di lapang, dibandingkan dengan menggunakan ergometer.
Step test mempunyai komponen pengukuran yang mudah, selalu sedia dimana saja dan kapan saja, sehingga dengan metode ini ketidakstabilan denyut jantung sesorang dapat dengan mudah dinalisa. Metode step test pada dasarnya dilakukan dengan mengukur denyut jantung saat melakukan pekerjaan naik turun sebuah bangku dengan ketinggian tertentu yaitu 40-50 cm
(Suma’mur, 1986 ) atau 30 cm Herodian (1994)dan kecepatan tertentu (15-45 kali naik turun
10
III.
METODE PENELITIAN
A.
Tempat dan Waktu Penelitian
Kegiatan penelitian ini dilaksanakan mulai bulan Juli 2012 sampai dengan September 2012 di lahan penelitian Laboratorium Lapang Siswadhi Soepardjo, Leuwikopo, Kecamatan Dramaga Bogor.
B.
Alat dan Perlengkapan
Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah
1. Satu unit alat Thermal Fogger tipe TS-35A(E), dapat dilihat pada Gambar 4.
Gambar 4. Mesin Thermal Fogger tipe TS-35A(E) yang digunakan dalam penelitian
2. Heart Rate Monitor dan Interface
Alat ini berfungsi untuk mengukur denyut jantung pada waktu tertentu, dapat merekam denyut jantung secara otomatis setiap 5, 15 dan 60 detik. Alat ini terdiri dari dua bagian, yaitu sensor yang di pasang pada dada operator dan display pada receiver yang di pasang di tangan operator.
11 3. Digital Metronome
Gambar 6. Digital Metronome
4. Krat minuman botol
Gambar 7. Krat Minuman Botol
5. Stopwatch
6. Seperangkat PC (Personal Computer) 7. Kamera digital
8. Kalkulator 9. Time Sudy Sheet
10. Software Microsoft Office 2010 11. Alat tulis
C.
Subjek dan Objek Penelitian
1.
Subjek yang akan diteliti adalah 4 orang pria yang sehat jasmani dan rohani. Karakteristik dari subjek diusahakan memiliki umur, berat badan, dan tinggi badan yang relatif dekat, hal ini bertujuan agar data yang dihasilkan tidak bias.12
D.
Metode Penelitian
Penelitian ini dibagi menjadi tiga tahap, yaitu penelitian pendahuluan, pengambilan data di lapangan, dan pengolahan data. Penelitian pendahuluan bertujuan untuk memilih lokasi penelitian, menyusun metode pengambilan data, menentukan subjek dan mengambil data fisik subjek. Pengambilan data di lapang bertujuan untuk mendapatkan data primer, meliputi denyut jantung dan beberapa pengukuran fisik tubuh, dan kapasitas lapang. Sedangkan data sekunder yang diperlukan akan diperoleh melalui literatur, seperti tabel konversi Basal Metabolic Energy (BME) ekuivalen ( O2) berdasarkan luas tubuh (ml/menit), kategori kejerihan berdasarkan IRHR.
Pengukuran denyut jantung pekerja dilakukan dengan menggunakan Heart Rate Monitor (HRM).
Mulai
Penelitian pendahuluan
(pemilihan lokasi, mengamati kegiatan dan sistem kerja, menyusun metode pengambilan data, menentukan subjek,
pengambilan data subjek: umur, berat badan, dan tinggi badan, serta penjelasan pengambilan data fisik
pekerja.)
Pengambilan data di lapang
(pengukuran denyut jantung saat step test dan saat pengoperasian
thermal fogger)
Beban kerja kualitatif (kejerihan):
-IRHR kerja
Beban kerja kuantitatif (besar konsumsi energi):
-WEC (kkal/menit) -TEC (kkal/menit) -TEC’ (kkal/kg bb. menit) Pengolahan data
(perhitungan IRHR dan perhitungan BME)
13 p
Gambar 8. Tahapan penelitian
D.1. Penelitian pendahuluan
Pada tahap ini dilakukan peninjauan lokasi, pengamatan kegiatan dan sistem kerja, penyusunan metode pengambilan data yang sesuai dengan kondisi lapang, penentuan subjek, serta penjelasan pengambilan data. Penelitian pendahuluan dilakukan untuk mengetahui permasalahan yang mungkin terjadi selama penelitian serta memberikan penjelasan kepada operator atau subjek tentang prosedur pengambilan data. Pada tahapan ini ditujukan untuk menyesuaikan metode pengambilan data dengan proses dan waktu pemakaian thermal fogger. Pada tahapan ini akan dipilih 4 (empat) orang petani. Setelah itu dilakukan pengukuran karakteristik fisik subjek yang meliputi usia, berat badan, dan tinggi badan yang nantinya akan digunakan untuk mengetahui nilai Basal Metabolic Energy (BME).
D.2. Pengambilan data di lapang
Data primer diperoleh dari pengukuran dimensi tubuh dan pengukuran denyut jantung pada saat subjek melakukan pengasapan. Pengambilan data dilakukan pada 4 (empat) orang yang sudah diukur karakteristik fisiknya. Adapun rancangan pengambilan data dapat dilihat pada Gambar 9.
Keterangan: U1 = ulangan 1 U2 = ulangan 2 U3 = ulangan 3
Gambar 9. Rancangan Pengambilan Data Operator thermal fogger Operator 1 lahan gudang
U1 U2 U3
U1 U2 U3
Operator 2
lahan
gudang
U1 U2 U3
U1 U2 U3
Operator 3
lahan
gudang
U1 U2 U3
U1 U2 U3
Operator 4
lahan
gudang
U1 U2 U3
U1 U2 U3
A
Kesimpulan
- Tingkat Kejerihan
- TEC (Tingkat Konsumsi Energi) - TEC’ (TEC Ternormalisasi)
14 Sebelum dilakukan pengukuran denyut jantung saat pengasapan. Pekerja perlu melakukan kalibrasi terlebih dahulu. Kalibrasi data denyut jantung terhadap beban kerja dilakukan dengan menggunakan metode step test. Step test dilakukan sebagai metode untuk mengkalibrasi kolerasi kenaikan denyut jantung seseorang terhadap kenaikan beban kerja yang dialaminya. Step test dilakukan dengan cara melangkah naik turun bangku step test. Bangku yang digunakan untuk pengukuran setinggi 25 cm. Tahapan pengukuran denyut jantung menggunakan metode step test dapat dilihat pada Gambar 10.
Adapun langkah-langkah dalam kalibrasi dengan metode step test:
1. Mengatur digital metronome yang digunakan sebagai acuan frekuensi kalibrasi step test pada siklus yang sudah ditentukan.
2. Menyiapkan alat pengukur denyut jantung dan memasangkannya pada subjek
3. Melakukan step test seirama dengan bunyi digital metronome, sebelum melakukan step test subjek beristirahat selama 5-10 menit, step test dilakukan dengan tingkatan siklus yang berbeda (15, 20, 25 langkah/menit) selama 5 menit (disesuaikan dengan kondisi subjek).
4. Menghitung nilai Increase Ratio of Heart Rate (IRHR), nilai Work Energy Cost pada saat step test (WECST), dan grafik hubungan antara IRHR dan WESST.
Gambar 10. Tahapan pengukuran denyut jantung menggunakan metode step test
Setelah kalibrasi selesai, maka pada hari berikutnya dilakukan pengambilan data denyut jantung subjek ketika mengoperasikan thermal fogger. Waktu pengukuran saat penyemprotan dengan pengukuran ketika kalibrasi dilakukan dihari yang berbeda. Ketika pengukuran saat penyemprotan dilakukan step test kembali untuk mengetahui kondisi fisik subjek pada hari yang berbeda. Adapun tahapan pengukuran denyut jantung saat kerja dapat dilihat pada Gambar 6.
Sebagai tambahan, sebaiknya 2 jam sebelum melakukan kalibrasi maupun penyemprotan, subjek diharapkan makan terlebih dahulu dan ketika pengambilan data subjek tidak
Rest 1 (5-10 menit)
Step Test 1: 5 menit, 15 langkah/menit
Rest 2 (5-10 menit)
Step Test 2: 5 menit, 20 langkah/menit
Rest 3 (5-10 menit)
Step Test 3: 5 menit, 25 langkah/menit
Rest 4 (5-10 menit) Mulai
15 diperkenankan untuk melakukan pekerjaan lain, banyak bicara, jalan-jalan, makan maupun minum. Jika hal itu terjadi maka ditakutkan data yang terekam pada HRM kurang baik. Ketika istirahat subjek diusahakan berada ditempat yang teduh dengan posisi senyaman mungkin. Hal ini dilakukan agar proses recovery berlangsung secara optimal.
Gambar 11. Tahapan pengukuran denyut jantung saat kerja
D.3. Pengolahan Data
Pada tahap ini dilakukan pengolahan data yang dimulai dengan menghitung nilai BME dan nilai IRHR yang selanjutnya dapat digunakan untuk menghitung besarnya beban kerja kuantitatif dan beban kerja kualitatif. Adapun tahapan pengolahan data dapat dilihat pada Gambar 12.
Rest 1 (5-10 menit)
Step Test : 5 menit, 20 langkah/menit
Rest 3 (5-10 menit)
Pengasapan dengan thermal fogger, ulangan 1 (U1) Rest 2 (5-10 menit)
Pengasapan dengan thermal fogger, ulangan 2 (U2)
Rest 4 (5-10 menit)
Pengasapan dengan thermal fogger, ulangan 3 (U3)
Rest 5 (5-10 menit) Mulai
16 Gambar 12. Bagan pengolahan data
Nilai y pada persamaan y = ax + b, merupakan fungsi dari x, artinya bahwa nilai IRHR akan ditentukan oleh nilai WEC. Dua variabel tersebut memiliki hubungan dan hubungan tersebut dapat digambarkan dengan persamaan garis lurus. Nilai y dapat dicari setelah nilai-nilai x nya diketahui dan ditentukan terlebih dahulu, begitu pula sebaliknya. Dalam hal ini,
Pengukuran denyut jantung BME
IRHR Kalibrasi
metode step test
Tingkat kejerihan beban kerja kualitatif
Plot grafik korelasi antara IRHR step test,
dan WEC step test
Persamaan Grafik korelasi (y=ax+b)
Dimana y = IRHR
x = WEC(kkal/menit) a dan b = konstanta
WEC work
TEC (Total konsumsi energi (kkal/menit))
TEC’
(TEC Ternormalisasi (kkal/kg bb.menit)) Data karakteristik subjek
istirahat Kerja
17 nilai y yang akan disubtitusikan ke persamaan tersebut merupakan nilai IRHR pada saat bekerja (IRHRWORK). Perubahan nilai IRHRST terhadap WECST dapat dilihat dari slope atau
kemiringan garis. Slope garis dapat dilihat dari nilai a pada persamaan y = ax + b. Semakin curam kemiringan grafik maka semakin besar perubahan nilai IRHR terhadap nilai WEC, dan begitu sebaliknya.
Pengolahan data untuk menghitung nilai BME dilakukan dengan menggunakan data karakteristik fisik dari masing-masing subjek. Pada umumnya setiap individu memiliki karakteristik fisik dan fisiologis yang berbeda-beda, termasuk besarnya BME. Nilai BME dapat dicari dengan mengukur dimensi tubuh (tinggi, berat badan, umur), selanjutnya
diperoleh luasan permukaan tubuh yang kemudian dapat dikonversi kedalam laju konsumsi oksigen ( O2). Luas permukaan tubuh dapat dihitung dengan persamaan u’ ois (Syuaib
2003) pada Persamaan (1):
A = H 0.725× w 0.425× 0.007246 (1) Dimana : A = luas permukaan tubuh (m2)
H = tinggi badan (cm) w = berat badan (kg)
Dari hasil perhitungan luasan tubuh dengan menggunakan Persamaan (1), nilai BME bisa ditentukan dengan menggunakan tabel konversi yang ditunjukan pada Tabel 3.
Selanjutnya memindahkan hasil rekaman data HR ke komputer dengan menggunakan HR Monitor Interface untuk diolah dan dibuat grafik. Untuk menghindari subjektivitas nilai denyut jantung (HR) yang umumnya dipengaruhi faktor-faktor personal, psikologis dan lingkungan, maka perhitungan nilai HR harus dinormalisasi agar diperoleh nilai HR yang objektif (Syuaib 2003). Normalisasi nilai HR dapat dilakukan dengan membandingkan nilai HR relatif saat bekerja dan nilai HR saat istirahat. Perbandingan tersebut dinamakan Increase Ratio of Heart Rate (IRHR), dan dapat dihitung dengan Persamaan (2).
IRHR = HR work/HR rest (2)
Dimana : HR work = Denyut jantung pada saat melakukan kerja (denyut/menit) HR rest = Denyut jantung pada saat beristirahat (denyut/menit) IRHR = tingkat kenaikan denyut jantung
Tabel 3. Konversi BME ekivalen O2 berdasarkan luas permukaan tubuh
18 Untuk mengetahui kejerihan pekerjaan atau besarnya beban kerja kualitatif dapat dikategorikan berdasarkan nilai IRHR subjek saat kerja. Kategori pekerjaan berdasarkan nilai IRHR tersebut dapat dilihat pada Tabel 3.
Tabel 4. Kategori pekerjaan berdasarkan nilai IRHR
Kategori Nilai IRHR
Ringan 1.00 < IRHR < 1.25
Sedang 1.25 < IRHR < 1.50
Berat 1.50 < IRHR < 1.75
Sangat berat Luar biasa berat
1.75 < IRHR < 2.00 2.00 < IRHR Sumber : Syuaib (2003)
Konsumsi energi dapat dihitung dengan memperhitungan beberapa faktor, meliputi: berat badan subjek, frekuensi step test, dan tinggi bangku step test. Persamaan (3) dapat digunakan untuk menghitung konsumsi energi (Herodian et al 2007 dalam Fil’aini 2012).
WECST = w × g × 2f × h / (4.2 × 103) (3)
Dimana : WECST = Work Energy Cost saat step test (kkal/menit)
W = berat badan (kg)
G = percepatan grafitasi (m/s2)
f = frekuensi step test, (langkah/menit) h = tinggi bangku step test (m)
4.2 = faktor konfersi satuan dari joule menjadi kalori
[image:32.595.148.477.157.233.2]Untuk dapat mengetahui nilai WEC pada saat beraktivitas maka dibuat grafik antara WECST dengan nilai IRHR saat step test dan selanjutnya didapatkan nilai kolerasinya. Dari
grafik tersebut didapatkan Persamaan (4) .
y = ax + b (4)
Dimana : y = IRHR
x = WEC (kkal/menit) a dan b = konstanta
Dari masing-masing subjek akan mempunyai persamaan yang berbeda-beda dan tidak bersifat mutlak untuk tiap subjeknya, jadi tiap subjek memiliki satu persamaan daya yang nilainya akan berbeda dari subjek lainnya. Persamaan inilah yang akan digunakan untuk mencari nilai WEC pada saat bekerja. Setelah melakukan pekerjaan (Gambar 6) maka selanjutnya dicari nilaiIRHR saat bekerja (IRHRWORK) dengan menggunakan Persamaan (2).
Nilai IRHRWORK inilah yang nantinya akan disubtitusi ke dalam Persamaan (4), sehingga
didapat nilai WEC saat bekerja (WECWORK).
Nilai BME yang sudah didapatkan dengan menggunakan Persamaan (1) dapat digunakan untuk menghitung nilai TEC (Total Energy Cost) dengan menjumlah nilai BME dengan nilai WECWORK yang diperoleh dari mensubtitusi nilai IRHRWORK ke dalam Persamaan (4).
19 TEC = WEC + BME (5)
Dimana : TEC = Total Energy Cost (kkal/menit) WEC = Work Energy Cost (kkal/menit) BME = Basal Metabolic Energy (kkal/menit)
Berat badan seseorang sangat mempengaruhi jumlah energi total yang dimilikinya, sehingga dalam terminologi kebutuhan energi kerja, terdapat istilah Total Energy Cost per Weight (TEC’), TEC’ merupakan nilai dari TEC yang dinormalisasi untuk mengetahui nilai
beban kerja objektif yang diterima oleh seseorang saat melakukan kerja. Nilai TEC’ perlu
dihitung untuk mengetahui nilai TEC pada masing-masing subjek dengan menghilangkan faktor berat badan Persamaan (6) dapat digunakan untuk menghitung nilai TEC’.
TEC’ = TEC/ w (6)
imana : TEC’ = TEC ternormalisasi (kkal/kg bb. menit)
20
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
Data yang akan diambil dalam penelitian ini yaitu data denyut jantung pada saat kalibrasi, denyut jantung pada saat bekerja, dan output kerja. Semuanya akan dibahas pada sub bab-sub bab berikut.
A.
DENYUT JANTUNG KALIBRASI STEP TEST (KST)
Sebelum melakukan pengukuran denyut jantung pada KST, perlu dilakukan pengukuran untuk mendapatkan data karakteristik fisik subjek, yaitu tinggi badan dan berat badan. Data tersebut digunakan untuk menghitung luas permukaan tubuh subjek agar dapat diketahui nilai BME dari pendekatan volume oksigen pada tubuh yang diperoleh dari tabel konversi BME ekivalen VO2 berdasarkan luas permukaan tubuh (tabel 3) Berikut adalah contoh perhitungan nilai BME yang diwakili oleh subjek S1:
Tabel 5. Data dimensi tubuh subjek
Subjek
Tinggi
badan
(cm)
Berat
badan
(kg)
Umur
(tahun)
A (m2)
BME (ml)
BME
(kkal/menit)
s1
163
50
30
1.535
189
0.945
s2
178
60
30
1.768
218
1.09
s3
159
42
25
1.400
173
0.865
s4
169
56
27
1.653
204
1.02
Contoh perhitungan BME: Subjek 1
A = h0.725 x W0.425 x 0.007246 = (163)0.725 x (50)0.425 x 0.007246 = 1.535 m2
VO2 = 189 (tabel 3)
BME = (189 x 5)/1000 = 0.945 kkal/menit Subjek 2
A = h0.725 x W0.425 x 0.007246 = (178)0.725 x (60)0.425 x 0.007246 = 1.768 m2
VO2 = 218 (tabel 3)
BME = (218 x 5)/1000 = 1.09 kkal/menit Subjek 3
A = h0.725 x W0.425 x 0.007246 = (159)0.725 x (42)0.425 x 0.007246 = 1.4 m2
VO2 = 173 (tabel 3)
21 Subjek 4
A = h0.725 x W0.425 x 0.007246 = (169)0.725 x (56)0.425 x 0.007246 = 1.653 m2
VO2 = 204 (tabel 3)
BME = (204 x 5)/1000 = 1.02 kkal/menit
Dari perhitungan diatas dapat dilihat bahwa luas permukaan tubuh sebanding dengan VO2
dan BME. Semakin besar luas tubuh seseorang maka semakin banyak laju konsumsi energi yang dibutuhkan untuk menjalankan fungsi minimal organ tubuh (BME). BME setara terhadap VO2.
Semakin besar BME seseorang maka semakin besar pula konsumsi oksigennya. Luasan tubuh seseorang dipengaruhi oleh tinggi dan berat badannya. Semakin besar berat badan dan semakin tinggi tubuh seseorang maka luasan permukaan tubuh pun semakin besar.
[image:35.595.213.452.416.631.2]Setelah dilakukan perhitungan BME untuk tiap subjek maka dilanjutkan dengan pengambilan data denyut jantung step test kalibrasi. Tinggi bangku yang digunakan pada saat step test kalibrasi adalah 25 cm. Terdapat empat nilai frekuensi yang digunakan yakni 15 siklus/menit, 20 siklus/menit, 25 siklus/menit, dan 30 siklus/menit. Tiap siklus terdiri dari empat langkah kaki ketika naik-turun bangku. Untuk mengatur langkah agar sesuai dengan nilai frekuensi yang diinginkan, digunakan alat bantu metronom yang dapat mengeluarkan bunyi dengan ritme tertentu.
Gambar 13. Proses step test
22 a. Pada saat istirahat, data yang diambil adalah data denyut jantung terendah yang berada pada menit-menit pertengahan tidak boleh pada menit awal dan menit akhir karena dimungkinkan pada menit awal denyut jantung masih bisa turun dan pada menit akhir denyut jantung sudah mulai naik. Deretan data yang diambil diusahakan stabil selama minimal setengah menit atau enam menit.
b. Pada saat KST, data yang diambil adalah data denyut jantung tertinggi pada menit-menit akhir.
Deretan data yang diambil diusahakan stabil selama minimal setengah menit atau enam data. Berikut ini merupakan grafik pengukuran denyut jantung KST yang diwakili oleh subjek S2 (grafik) untuk subjek lainnya dapat dilihat pada Lampiran
Gambar 14. Grafik hubungan antara HR terhadap waktu pada saat step test oleh S1 Keterangan : R = Istirahat
ST1 = steptest 15 siklus / menit ST2 = steptest 20 siklus / menit ST3 = steptest 25 siklus / menit
Berdasarkan grafik diatas dapat dilihat bahwa denyut jantung subjek saat istirahat lebih rendah dari steptest. Denyut jantung steptest semakin meningkat ketika frekuensi steptest bertambah. Dengan menggunakan ketentuan dalam menentukan denyut jantung rata-rata dan grafik hubungan HR terhadap waktu maka dapat diperoleh nilai HR rata-rata pada kondisi istirahat dan step test , sehingga dapat diperoleh nilai-nilai yang tertera pada Tabel 5.
Tabel 6. Data denyut jantung saat kalibrasi steptest HR kalibrasi steptest (denyut/menit)
subjek
HR Rest
HR ST1
HR ST2
HR ST3
s1
68.16
101
114
127.5
s2
79
118.66
130.83
147.33
s3
56.66
85.33
92.16
99.5
s4
59
88.33
94.66
102.5
23 Nilai denyut jantung yang akan digunakan untuk perhitungan selanjutnya merupakan data pemetaan dari hasil rata-rata denyut jantung selama min 30 detik (min 6 data) yang dianggap stabil pada setiap aktivitas. Untuk denyut jantung pada keadaan istirahat/rest akan diambil data denyut jantung selama min 30 detik (min 6 data) yang dianggap rendah dan stabil dari keseluruhan rest yang dilakukan. Data ini biasanya terdapat pada rest pertama, namun tidak menutup kemungkinan nilai terendah ada pada rest selanjutnya, hal ini bisa saja dikarenakan ketika rest awal subjek belum merasa nyaman atau memiliki beban psikologis. Nilai denyut jantung istirahat terendah asumsinya merupakan nilai denyut jantung yang diperoleh ketika subjek sama sekali tidak melakukan kerja.Untuk data denyut jantung pada saat steptest data yang diambil sebaiknya data yang lebih dari 2 – 3 menit awal, hal ini dikarenakan pada menit 2 – 3 pada tubuh terjadi respirasi anaerob sehingga data denyut jantung belum stabil. Untuk denyut jantung pada keadaan steptest akan diambil data denyut jantung selama min 30 detik (min 6 data) yang dianggap tinggi dan stabil dari tiap steptest yang dilakukan.
Dari nilai HR rata-rata yang telah diperoleh maka dapat dihitung nilai IRHR dari masing-masing step test. Proses penghitungan IRHR step test adalah dengan membagi nilai HR step test dengan HR istirahat terendah. Hasil daripembagian tersebut dapat dilihat pada Tabel 7. Berikut merupakan contoh perhitungan nilai IRHR
Subjek 1
Perhitungan IRHR steptest (ST)
IRHR ST1 = HR ST1/HR rest = 101/68,16
= 1.482 denyut/menit
IRHR ST2 = HR ST2/HR rest = 114/68,16
= 1.673 denyut/menit
IRHR ST3 = HR ST3/HR rest = 127,5/68,16 = 1.871 denyut/menit
Tabel 7. IRHR Steptest
IRHR
w
ST0
ST1
ST2
ST3
s1
1
1.482
1.673
1.871
s2
1
1.502
1,.656
1.865
s3
1
1.506
1.627
1.756
s4
1
1.497
1.604
1.737
Selain nilai IRHR, nilai WEC ketika step test (WECST) juga perlu dihitung. Nilai WECST
24 (kerja) dimana diasumsikan pada saat melakukan step test subjek sedang berjalan menaiki tangga dengan membawa beban yaitu tubuhnya sendiri. WEC dihitung dengan mengalikan berat badan dengan gaya gravitasi dan frekuensi step test kemudian dibagi 0.42 untuk mengonversi menjadi satuan kkal. Dari perhitungan ini dapat dilihat hasilnya pada Tabel 8. Berikut adalah contoh perhitungan WEC pada Subjek 1.
Perhitungan WECst frekuensi 15 siklus/menit WEC ST1 = W x g x 2f x h / (4.2 x 103)
= (50 x 9.81 x 2 x 15 x 0.25) / (4.2 x 103) = 0.876 kkal/menit
Perhitungan WECst frekuensi 20 siklus/menit WEC ST2 = W x g x 2f x h / (4.2 x 103)
= (50 x 9.81 x 2 x 20 x 0.25) / (4.2 x 103) = 1.168 kkal menit
Perhitungan WECst frekuensi 25 siklus/menit WEC ST3 = W x g x 2f x h / (4.2 x 103)
= (50 x 9.81 x 2 x 20 x 0.25) / (4.2 x 103) = 1.460 kkal/menit
. Tabel 8. Nilai WEC
subjek
wec st0
wec st1
wec st2
wec st3
s1
0
0.876
1.168
1.460
s2
0
1.051
1.401
1.752
s3
0
0.736
0.981
1.226
s4
0
0.981
1.308
1.635
26 Gambar 16. Grafik hubungan antara WEC dan IRHR
Nilai y pada persamaan y = ax + b, merupakan fungsi dari X, artinya bahwa nilai Y akan ditentukan oleh nilai X. Dua variabel tersebut memiliki hubungan dan hubungan tersebut dapat digambarkan dengan persamaan garis lurus. Nilai y dapat dicari setelah nilai-nilai x nya diketahui dan ditentukan terlebih dahulu, begitu pula sebaliknya. Dalam hal ini, nilai y yang akan disubtitusikan ke persamaan tersebut merupakan nilai IRHR pada saat bekerja (IRHRWORK).
Hubungan antara IRHR dengan WECst yang dipetakan dalam grafik akan membentuk garis linier, sehingga menghasilkan suatu persamaan daya. Dari grafik di atas dapat dilihat jika semakin curam kemiringan slopenya maka semakin besar perubahan nilai IRHR terhadap perubahan tingkat beban kerja (WEC), begitu pula sebaliknya. Nilai b yang dihasilkan umumnya akan mendekati angka 1. Hal ini menunjukkan nilai laju denyut jantung subjek saat tidak bekerja sama dengan atau mendekati laju denyut jantung saat dalam kondisi istirahat. Koefisien determinasi (R2) digunakan untuk mengukur besarnya pengaruh X terhadap Y. Nilai R2 berkisar antara 0 sampai dengan 1. Semakin mendekati 1 maka semakin kuatnya pengaruh X terhadap Y. Persamaan grafik dari masing-masing subjek dapat dilihat pada Tabel 9.
Tabel 9. Persamaan Grafik
Subjek Persamaan Kalibrasi (y = IRHR ; x =
WEC)
R2
Subjek 1 y = 0.5905x + 0.989 0.9973
Subjek 2 y = 0.4864x + 0.9945 0.9981 Subjek 3 y = 0.6229x + 1.0139 0.9945 Subjek 4 y = 0.4541x + 1.0142 0.9936
[image:40.595.161.462.517.635.2]27
B.
PENGUKURAN KONSUMSI ENERGI KERJA DAN BEBAN KERJA
Seperti yang sudah disebutkan sebelumnya penelitian ini dilakukan di dua tempat yang berbeda, yaitu lahan dan gudang pertanian. Berikut ini akan dibahas pengukuran denyut jantung serta analisis beban kerja dan konsumsi energy untuk masing-masing tempat.
Subjek pada pengambilan data denyut jantung kerja perontokan secara manual adalah subjek S1, S2, S3, dan S4 dengan karakteristik antropometri yang tertera pada tabel 3. Dilakukan tiga kali ulangan dalam pengambilan data untuk tiap-tiap subjeknya dan diselingi istirahat 5-10 menit pada setiap ulangan.
Pengambilan data denyut jantung saat aktivitas pengasapan, dilakukan dihari yang berbeda dari pengukuran kalibrasi dengan metode step test. Sebelum pengasapan subjek melakukan istirahat selama 5-10 menit sampai denyut jantung stabil dan step test 20 langkah/menit selama 5 menit. Step test berfungsi sebagai kontrol terhadap kondisi denyut jantung subjek. Jika nilai step test sebelumn pengasapan tidak jauh berbeda dengan denyut jantung saat kalibrasi, maka dapat dipastikan kondisi denyut jantung subjek kurang lebih sama. Setelah itu, subjek dikondisikan untuk beristirahat kembali sekitar 5-10 menit agar denyut jantung subjek kembali stabil. Selanjutnya pekerjaan pengasapan lahan dan gudang dilakukan pada hari yang sama. Pekerjaan penyemprotan pada gudang dan lahan dapat dilihat pada Gambar 14.
(a) (b)
Gambar 17. (a) kegiatan pengasapan pada gudang, (b) kegiatan pengasapan pada lahan
[image:41.595.147.508.358.493.2]28 Gambar 18: Grafik denyut jantung subjek 2 saat pengasapan di lahan
Gambar 19: Grafik denyut jantung subjek 2 saat pengasapan di gudang Keterangan: R = istirahat W2 = Kerja (ulangan 2)
ST = steptest siklus 20 W3 = Kerja (ulangan 3) W1 = Kerja (ulangan 1)
Pada grafik diatas didapatkan bahwa step test siklus 20 yang dilakukan sebelum kerja hampir sama dengan steptest kalibrasi, sehingga dapat dilanjutkan untuk melukan pengasapan pada lahan dan gudang pertanian. Denyut jantung yang didapatkan dari kegiatan penyemprotan di lahan dan di gudang sangat berbeda. Denyut jantung pengasapan di lahan lebih tinggi daripada di gudang. Pada pengasapan di lahan denyut jantung yang tertinggi ada pada detik ke 3595 dan 3600 atau pada menit ke 60 yaitu sebesar 155 denyut/menit. Sedangkan pada pengasapan di gudang denyut jantung yang tertinggi ada pada detik ke 2655 atau pada menit ke 44 yaitu sebesar 128 denyut/menit. Perbedaan ini disebabkan oleh keadaan lingkungan yang berbeda seperti temperatur dan keadaan medan tempat pengambilan data.
Nilai HRwork yang digunakan dalam perhitungan IRHR merupakan nilai yang diperoleh dari pemetaan denyut jantung saat bekerja, dengan ketentuan denyut tertinggi dan stabil. Nilai denyut jantung yang diambil harus lebih dari 2 – 3 menit dikarenakan tubuh mengalami respirasi
R1 ST R2
W1
R3 W2 R4 W3 R5
29 anaerob sehingga denyut jantung belum stabil. Nilai denyut jantung yang diambil juga kurang dari 2 menit akhir bekerja, karena dikhawatirkan pada menit-menit akhir bekerja subjek tidak lagi berkonsentrasi penuh terhadap pekerjaannya sehingga mempengaruhi denyut jantung. HRrest yang diambil merupakan nilai HR terendah yang umumnya terdapat pada istirahat awal. Nilai HRrest an HRwork yang diambil yaitu selama min 30 detik (min 6 data). Tabel 10 dan Tabel 11 berikut adalah data denyut jantung pada saat kerja:
Tabel 10. Data denyut Jantung pada saat kerjadi lahan
subjek
HR rest
HR W1 lahan
HR W2 lahan
HR W3 lahan
s1
83.66
130
132
135
s2
83
148.33
149,5
151.83
s3
69.33
131.66
134
133.16
[image:43.595.154.506.310.396.2]s4
68.66
121.33
120.16
123.33
Tabel 11. Data denyut jantung pada saat kerja di gudang
Setelah didapatkan nilai HRrest dan HRwork kemudian dicari nilai IRHR untuk setiap masing-masing pengulangan kerja, kemudian dicari nilai rata-rata IRHR. Cara mencari IRHR sama seperti cara mencari IRHR pada steptest kalibrasi yaitu dengan membagi nilai HRwork dengan HR istirahatterendah. Berikut merupakan tabel pemetaan HRrest dan HRwork serta tabel tingkat beban kerja berdasarkan nilai IRHR:
Tabel 12. IRHR work lahan
IRHR lahan
Subjek
IRHR w1
IRHR w2
IRHR w3
Rata-rata
s1
1.554
1.578
1.614
1.582
s2
1.787
1.801
1.829
1.806
s3
1.899
1.933
1.921
1.917
s4
1.767
1.750
1.796
1.771
Tabel 13. IRHR work gudang
IRHR gudang
subjek
IRHR w1
IRHR w2
IRHR w3
Rata-rata
s1
1.567
1.584
1.582
1.577
s2
1.492
1.476
1.496
1.488
s3
1.706
1.763
1.825
1.765
s4
1.653
1.719
1.792
1.721
subjek
HR rest
HR W1 gudang
HR W2 gudang
HR W3 Gudang
s1
77.66
121.66
123
122.83
s2
83.66
124.83
123.5
125.16
s3
64.66
110.33
114
118
[image:43.595.152.499.517.614.2] [image:43.595.156.504.660.756.2]30 Nilai IRHR rata-rata didapatkan dari merata-ratakan nilai IRHR ulangan 1, ulangan 2 dan ulangan 3. Dari data di atas IRHR rata-rata yang lebih tinggi adalah IRHR pada pekerjaan di lahan. Selanjutnya dari nilai IRHR rata-rata tersebut dapat dicari beban kerja kualitatif (kejerihan) dengan merujuk ke Tabel. Tabel 14 dam Tabel 15 berikut adalah beban kerja kualitatif (kejerihan) dari masing-masing kegiatan.
Tabel 14. Beban Kerja Kualitatif (kejerihan) pada pekerjaan di lahan
subjek
IRHR rata-rata
tiap subjek