TIRAM SEGAR DI BOGOR, PROPINSI JAWA BARAT
Oleh :
ADITYA PANDU NUGRAHA
A. 14101114
PROGRAM STUDI MANAJEMEN AGRIBISNIS
FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR
DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI YANG
BERJUDUL “ANALISIS EFISIENSI SALURAN PEMASARAN JAMUR
TIRAM SEGAR DI BOGOR, PROPINSI JAWA BARAT” INI
BENAR-BENAR HASIL KARYA SENDIRI DAN TIDAK MENGANDUNG
BAHAN-BAHAN YANG PERNAH DITELITI ATAU DITERBITKAN
OLEH PIHAK LAIN KECUALI SEBAGAI BAHAN RUJUKAN YANG
DINYATAKAN DALAM NASKAH.
Bogor, Februari 2006
ADITYA PANDU NUGRAHA. Analisis Efisiensi Saluran Pemasaran Jamur
Tiram Segar Di Bogor, Propinsi Jawa Barat. (Dibawah Bimbingan WILSON H.
LIMBONG)
Keberadaan jamur sebagai salah satu jenis bahan pangan telah cukup lama dikenal oleh masyarakat di Indonesia, yakni sebagai salah satu bahan pangan yang memiliki manfaat baik untuk kesehatan. Jamur juga dapat dikategorikan sebagai salah satu komoditas pertanian organik, karena dalam proses penanaman jamur tidak menggunakan pupuk buatan atau bahan kimia lainnya. Keunggulan tersebut menjadikan jamur menjadi salah satu pilihan makanan yang semakin populer di masyarakat. Saat ini ada lima macam jenis jamur yang sudah mulai dibudidayakan
di Indonesia, diantaranya jamur tiram putih (Pleurotus ostreatus)
Di Bogor, berdasarkan pengamatan awal yang telah dilakukan sebelumnya, sebagian besar produsen jamur tiram masih mengandalkan pemasaran produksinya melalui jalur tradisional dan borongan. Menurut beberapa produsen jamur, kondisi yang dihadapi oleh produsen di jalur ini adalah ketidaksesuaian proporsi keuntungan antara pedagang dengan produsen. Pihak pedagang akan selalu memperoleh bagian keuntungan yang lebih besar daripada produsen, baik pada saat harga jatuh, ataupun pada saat harga normal.
Kondisi ini diperparah dengan sistem jaringan pemasaran di antara pedagang sehingga semakin menekan harga di tingkat produsen. Ketidakkompakan serta persaingan diantara produsen dalam memasarkan jamur tiram dinilai merupakan penyebab rendahnya harga jual jamur tiram. Produsen jamur pun perlu mencari jalan untuk memperbaiki harga jual jamur tiram produksi mereka.
Berdasarkan kondisi diatas, maka permasalahan yang diteliti adalah mengenai analisis saluran pemasaran jamur tiram, yang meliputi (a) saluran dan fungsi- fungsi pemasaran jamur tiram segar di wilayah Bogor, (b) keragaan struktur dan perilaku pasar yang terjadi pada pemasaran jamur tiram segar di wilayah Bogor, dan (c) tingkat efisiensi margin pemasaran jamur tiram segar di Bogor.
Penelitian ini bertujuan untuk (a) Menganalisis saluran dan fungsi-fungsi pemasaran jamur tiram segar di wilayah Bogor, (b) Menganalisis keragaan struktur dan perilaku pasar yang terjadi pada pemasaran jamur tiram segar di wilayah Bogor, dan (c) Menganalisis tingkat efisiensi margin pemasaran jamur tiram segar di Bogor .
Penelitian ini dilakukan sejak awal agustus 2005 hingga pertengahan september 2005 Lokasi penelitian yaitu wilayah kabupaten dan kotamadya Bogor. Sampel yang digunakan sebanyak tujuh produsen dan 32 pedagang. Metode
penelitian yang digunakan berdasarkan pendekatan kelembagaan (institutional
approach) dengan sudut pandang produsen dan pasar tradisional. Sudut pandang pertama dimulai dari produsen hingga ke pengecer. Metode ini digunakan untuk mengetahui saluran pemasaran jamur tiram di Kabupaten Bogor dari sisi hulu pemasaran jamur tiram. Pemilihan dan penelusuran responden dilakukan dengan
sengaja (purposive), menggunakan judgemental sampling kemudian dilanjutkan
Untuk pengumpulan data, penelitian ini menggunakan metode riset jenis survei dan juga observasi. Penelitian ini menggunakan metode analisis kualitatif dan kuantitatif. Analisis kualitatif ditujukan untuk menganalisis saluran pemasaran, struktur pasar, dan perilaku pasar. Untuk analisis kuantitatif digunakan pada aspek-aspek efisiens i pemasaran, yakni margin tataniaga,
farmer’s share, serta rasio keuntungan dan biaya.
Hasil penelitian mengungkapkan bahwa saluran pemasaran jamur tiram segar di Bogor melibatkan enam lembaga, yakni (a) produsen, (b) pengumpul, (c)
pedagang besar, (d) pedagang menengah, (e) pengecer, dan (e) supplier. Saluran
pemasaran yang terjadi adalah, (I) produsen, konsumen, (II) produsen, pengumpul, dan konsumen, (III) produsen, pedagang besar, konsumen, (IV) produsen, pengumpul, pedagang besar, pedagang menengah, dan konsumen, (V) produsen, pengumpul, pedagang besar, pedagang menengah, pengecer, konsumen, (VI) produsen, pengecer, dan konsumen, sementara dua saluran lain
yang tidak dapat diteliti secara lengkap adalah (VII) produsen, supplier,
supermarket, konsumen, dan (VIII) produsen, pengumpul, pedagang besar,
supplier, supermarket, dan konsumen.
Produsen melakukan fungsi pertukaran berupa penjualan, fungsi fisik berupa pengangkutan, dan fungsi fasilitas berupa sortasi, pengemasan, dan
grading. Pengumpul melakukan fungsi pemasaran yaitu fungsi pertukaran seperti pembelian dan penjualan, fungsi fisik yaitu pengangkutan, dan fungsi fasilitas. Pedagang besar dan pedagang menengah, melakukan fungsi pertukaran, serta fungsi fasilitas berupa standarisasi, pembayaran, pengemasan, serta penanggungan resiko. Pengecer melakukan fungsi pemasaran, yaitu fungsi pembelian dan penjualan, fungsi fisik yaitu pengangkutan, serta fungsi fasilitas yaitu
pembayaran, pengemasan, dan penanggungan resiko. Untuk supplier, fungsi
pertukaran yang dilakukannya adalah pembelian dan penjualan, fungsi fisik berupa pengangkutan, serta fungsi fasilitas berupa standarisasi dan pembayaran, dan penanggungan resiko.
Hasil analisis menunjukkan bahwa saluran produsen langsung kepada
konsumen memiliki indikasi tingkat efisiensi terbaik. Farmer’s share pada saluran
ini mencapai 100 persen, menujukkan nilai farmer’s share maksimal. Alternatif
untuk meningkatkan tingkat harga dan keuntungan produsen adalah mengoptimalkan saluran pemasaran antara produsen dan konsumen langsung, atau dapat juga melalui produsen, pengumpul dan konsumen.
Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian pada
Fakultas Pertanian
Institut Pertanian Bogor
Oleh :
ADITYA PANDU NUGRAHA
A. 14101114
PROGRAM STUDI MANAJEMEN AGRIBISNIS
FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR
Judul : ANALISIS EFISIENSI SALURAN PEMASARAN JAMUR TIRAM SEGAR DI BOGOR, PROPINSI
JAWA BARAT
Nama : Aditya Pandu Nugraha
NRP : A.14101114
Dapat diterima sebagai syarat kelulusan untuk memperoleh gelar Sarjana
Pertanian pada Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
Menyetujui,
Dosen Pembimbing
Prof. Dr. Ir. Wilson H. Limbong, MS NIP. 130 354 139
Mengetahui,
Dekan Fakultas Pertanian
Prof. Dr. Ir. Supiandi Sabiham, M.Agr NIP. 130 422 698
Ucapan terima kasih penulis tujukan pertama kali kepada kepada Allah SWT Tuhan Raja Manusia, yang telah memberikan nikmat dan karunia-Nya hingga detik ini, serta shalawat dan salam kepada Nabi Muhammad SAW seru sekalian alam. Terkait dengan telah selesainya penulisan skripsi hasil penelitian ini, dengan segala kerendahan hati penulis ingin memberikan ucapan terima kasih kepada:
1. Bapak Prof. Dr. Ir. W.H. Limbong, MS atas seluruh perhatian dan waktu yang
telah diberikan kepada penulis sela ma proses bimbingan, dan juga atas kesabaran Bapak dalam menghadapi penulis yang telah banyak berbuat salah selama bimbingan.
2. Ibu Ir. Yayah K. Wagiono, MEc yang telah bersedia menjadi dosen penguji
utama dalam ujian skripsi penulis, dan juga atas masukan dan saran Ibu dalam penyempurnaan skripsi ini.
3. Bapak Ir. Nindyantoro, MSP yang telah bersedia menjadi dosen penguji wakil
departemen dalam ujian skripsi penulis.
4. Ibu Ir. Ratna Winandi A. MS selaku dosen pembimbing akademik yang telah
memberikan banyak saran dan pertimbangan selama perkuliahan.
5. Kepada seluruh responden dan narasumber yang telah banyak membantu
dalam pengumpulan data dan informasi demi terselesaikannya penelitian ini.
6. Kedua orang tua penulis atas seluruh doa, dukungan, dan limpahan kasih
sayang tanpa henti. Mom, Dad, I dedicate this for you both. Juga kepada
adik-adik penulis atas seluruh kasih sayang, doa dan juga dukungan selama ini.
7. Ucapan spesial dari penulis bagi: Damir Satria, Daru [My mentor, who teached
me different perspectives about life. Thanks, Bro!. Thanks a lot!], Kiki Cadel,
Shanti “Angel” [an angel in life], Nanda “Mestre Gerradorre” [atas
antusiasme, kegembiraan dan juga semangat yang telah ditularkan].
8. Tentu saja, kepada Esty Melasih, for everything...
9. Kepada rekan-rekan satu bimbingan, Rika dan Lia [Manajemen/FEM], atas
informasi, dukungan dan, juga kebersamaan selama proses bimbingan.
Iffa, Pimskoy, Alma, Nura, Bessy, dan Anie. (Dipisah bukan karena alasan
hijab.. J)
12.Anggota Ladang Seni Faperta Generasi 01 & 02: Zee, Tya, Susan, Teta, Bakur, Ditta, Ayu, Lembu [G-03], MISETA 2001/2002 dan 2002/2003, atas tempaan dan juga kesempatan mengembangkan sekaligus memperbaiki kualitas diri.
13.Pak Nur, Teh Ida, Mas Ipoel, Pak Daryanto, Bu Enny, seluruh staf pegawai Faperta dan juga Sosek Faperta, yang udah sering dibikin repot sama penulis kalo minjem- minjem ruangan (dan pas ngebakar audit juga..)
14.My friends in AGB ’37, AGB ’39, AGB ’40, Sosek 38, 39, and 40. Good luck to all of you.
15.Rekan-rekan dan Camara-Camara de Capoeira di Das Ruas UI, Treimento de
Capoeira Bogor, Coeracao de Capoeira, dan Allegria, atas kegembiraan dan
semangat yang terjadi di setiap jogo dan hoda. Salve!
Penulis dilahirkan di Semarang, 11 Januari 1983, sebagai anak pertama
dari tiga bersaudara, putra dari Bapak Ir. Duto Nugroho, MSi., dan Ibu Ir. Nina
Ratna Dewi.
Penulis menyelesaikan pendidikan di TK. Sempur pada tahun 1989. Pada
tahun 1995, penulis menamatkan pendidikan di SD Swasta Mardi Yuana, Bogor.
Pendidikan Sekolah Menengah Tingkat Pertama penulis tamatkan di SLTP
Swasta Bud i Mulia, Bogor pada tahun 1998 dan untuk jenjang pendidikan
Sekolah Menengah Atas diselesaikan di SMU Negeri 1 Bogor pada tahun 2001.
Penulis berhasil masuk ke Institut Pertanian Bogor melalui jalur UMPTN
pada tahun 2001, dan diterima pada program studi Manajemen Agribisnis,
Departemen Ilmu- ilmu Sosial Ekonomi Pertanian, Fakultas Pertanian. Selama
kuliah, penulis pernah menjadi asisten dosen matakuliah Sosiologi Umum selama
dua semester. Penulis beberapa kali aktif dalam kegiatan kemahasiswaan dan
kepanitiaan, baik kegiatan internal maupun eksternal kampus. Organisasi
kemahasiswaan yang pernah diikuti penulis antara lain tergabung dalam Himpro
MISETA selama dua periode (200102002 dan 2002/2003), Ladang Seni Faperta
selama dua periode (2002/2003 dan 2003/2004), dan UKM ASPECT selama satu
periode (2003/2004). Selain itu, kecintaan penulis pada kebebasan berekspresi dan
seni mendorong penulis untuk membentuk band kampus, serta aktif dalam
Assalamu’alaikum, Wr. Wb.
Puji dan Syukur kepada Allah SWT atas segala limpahan Rahmat, Lindungan, dan Kasih sayang-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian ini untuk menjadi sebuah skripsi yang komprehensif. Berbagai halangan dan rintangan ternyata sudah timbul sejak mulai tahap pencarian ide penelitian, saat penulisan usulan penelitian, hingga tahap penulisan akhir hasil penelitan.
Penelitian ini berjudul “Analisis Efisiensi Saluran Pemasaran Jamur Tiram Segar Dalam Upaya Peningkatan Harga Jual Di Bogor, Propinsi Jawa Barat”. Skripsi ini meneliti tentang berbagai lembaga dan saluran pemasaran jamur tiram segar yang terjadi di wilayah Bogor, Skripsi ini lebih lanjut bertujuan untuk memberikan alternatif untuk memperoleh keuntungan yang lebih baik bagi produsen jamur di wilayah Bogor tersebut. Dengan adanya wacana bahwa jamur tiram akan dijadikan sebagai komoditas unggulan, maka skripsi ini diharapkan memiliki manfaat dan implementasi yang nyata bagi pihak-pihak yang terlibat dalam agribisnis jamur tiram ini.
“Bu Yao Pa, Bu Hou Hui, “Jangan Takut dan Jangan Pernah Menyesal”. Kata-kata petuah bijak dari dongeng Tiongkok klasik tersebut menginspirasi penulis untuk selalu berusaha mencapai harapan dan cita-cita. Skripsi ini diharapkan akan dapat membantu penulis dalam meraih gelar sarjana dan menyelesaikan satu bagian dalam skenario kehidupan ini. Akhir kata, penulis mengucapkan terima kasih kepada pihak-pihak yang telah banyak berdiskusi, memberikan inspirasi, serta memberikan dukungan tanpa henti.
Wassalamu’alaikum, Wr. Wb.
Bogor, Januari, 2006
TIRAM SEGAR DI BOGOR, PROPINSI JAWA BARAT
Oleh :
ADITYA PANDU NUGRAHA
A. 14101114
PROGRAM STUDI MANAJEMEN AGRIBISNIS
FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR
DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI YANG
BERJUDUL “ANALISIS EFISIENSI SALURAN PEMASARAN JAMUR
TIRAM SEGAR DI BOGOR, PROPINSI JAWA BARAT” INI
BENAR-BENAR HASIL KARYA SENDIRI DAN TIDAK MENGANDUNG
BAHAN-BAHAN YANG PERNAH DITELITI ATAU DITERBITKAN
OLEH PIHAK LAIN KECUALI SEBAGAI BAHAN RUJUKAN YANG
DINYATAKAN DALAM NASKAH.
Bogor, Februari 2006
ADITYA PANDU NUGRAHA. Analisis Efisiensi Saluran Pemasaran Jamur
Tiram Segar Di Bogor, Propinsi Jawa Barat. (Dibawah Bimbingan WILSON H.
LIMBONG)
Keberadaan jamur sebagai salah satu jenis bahan pangan telah cukup lama dikenal oleh masyarakat di Indonesia, yakni sebagai salah satu bahan pangan yang memiliki manfaat baik untuk kesehatan. Jamur juga dapat dikategorikan sebagai salah satu komoditas pertanian organik, karena dalam proses penanaman jamur tidak menggunakan pupuk buatan atau bahan kimia lainnya. Keunggulan tersebut menjadikan jamur menjadi salah satu pilihan makanan yang semakin populer di masyarakat. Saat ini ada lima macam jenis jamur yang sudah mulai dibudidayakan
di Indonesia, diantaranya jamur tiram putih (Pleurotus ostreatus)
Di Bogor, berdasarkan pengamatan awal yang telah dilakukan sebelumnya, sebagian besar produsen jamur tiram masih mengandalkan pemasaran produksinya melalui jalur tradisional dan borongan. Menurut beberapa produsen jamur, kondisi yang dihadapi oleh produsen di jalur ini adalah ketidaksesuaian proporsi keuntungan antara pedagang dengan produsen. Pihak pedagang akan selalu memperoleh bagian keuntungan yang lebih besar daripada produsen, baik pada saat harga jatuh, ataupun pada saat harga normal.
Kondisi ini diperparah dengan sistem jaringan pemasaran di antara pedagang sehingga semakin menekan harga di tingkat produsen. Ketidakkompakan serta persaingan diantara produsen dalam memasarkan jamur tiram dinilai merupakan penyebab rendahnya harga jual jamur tiram. Produsen jamur pun perlu mencari jalan untuk memperbaiki harga jual jamur tiram produksi mereka.
Berdasarkan kondisi diatas, maka permasalahan yang diteliti adalah mengenai analisis saluran pemasaran jamur tiram, yang meliputi (a) saluran dan fungsi- fungsi pemasaran jamur tiram segar di wilayah Bogor, (b) keragaan struktur dan perilaku pasar yang terjadi pada pemasaran jamur tiram segar di wilayah Bogor, dan (c) tingkat efisiensi margin pemasaran jamur tiram segar di Bogor.
Penelitian ini bertujuan untuk (a) Menganalisis saluran dan fungsi-fungsi pemasaran jamur tiram segar di wilayah Bogor, (b) Menganalisis keragaan struktur dan perilaku pasar yang terjadi pada pemasaran jamur tiram segar di wilayah Bogor, dan (c) Menganalisis tingkat efisiensi margin pemasaran jamur tiram segar di Bogor .
Penelitian ini dilakukan sejak awal agustus 2005 hingga pertengahan september 2005 Lokasi penelitian yaitu wilayah kabupaten dan kotamadya Bogor. Sampel yang digunakan sebanyak tujuh produsen dan 32 pedagang. Metode
penelitian yang digunakan berdasarkan pendekatan kelembagaan (institutional
approach) dengan sudut pandang produsen dan pasar tradisional. Sudut pandang pertama dimulai dari produsen hingga ke pengecer. Metode ini digunakan untuk mengetahui saluran pemasaran jamur tiram di Kabupaten Bogor dari sisi hulu pemasaran jamur tiram. Pemilihan dan penelusuran responden dilakukan dengan
sengaja (purposive), menggunakan judgemental sampling kemudian dilanjutkan
Untuk pengumpulan data, penelitian ini menggunakan metode riset jenis survei dan juga observasi. Penelitian ini menggunakan metode analisis kualitatif dan kuantitatif. Analisis kualitatif ditujukan untuk menganalisis saluran pemasaran, struktur pasar, dan perilaku pasar. Untuk analisis kuantitatif digunakan pada aspek-aspek efisiens i pemasaran, yakni margin tataniaga,
farmer’s share, serta rasio keuntungan dan biaya.
Hasil penelitian mengungkapkan bahwa saluran pemasaran jamur tiram segar di Bogor melibatkan enam lembaga, yakni (a) produsen, (b) pengumpul, (c)
pedagang besar, (d) pedagang menengah, (e) pengecer, dan (e) supplier. Saluran
pemasaran yang terjadi adalah, (I) produsen, konsumen, (II) produsen, pengumpul, dan konsumen, (III) produsen, pedagang besar, konsumen, (IV) produsen, pengumpul, pedagang besar, pedagang menengah, dan konsumen, (V) produsen, pengumpul, pedagang besar, pedagang menengah, pengecer, konsumen, (VI) produsen, pengecer, dan konsumen, sementara dua saluran lain
yang tidak dapat diteliti secara lengkap adalah (VII) produsen, supplier,
supermarket, konsumen, dan (VIII) produsen, pengumpul, pedagang besar,
supplier, supermarket, dan konsumen.
Produsen melakukan fungsi pertukaran berupa penjualan, fungsi fisik berupa pengangkutan, dan fungsi fasilitas berupa sortasi, pengemasan, dan
grading. Pengumpul melakukan fungsi pemasaran yaitu fungsi pertukaran seperti pembelian dan penjualan, fungsi fisik yaitu pengangkutan, dan fungsi fasilitas. Pedagang besar dan pedagang menengah, melakukan fungsi pertukaran, serta fungsi fasilitas berupa standarisasi, pembayaran, pengemasan, serta penanggungan resiko. Pengecer melakukan fungsi pemasaran, yaitu fungsi pembelian dan penjualan, fungsi fisik yaitu pengangkutan, serta fungsi fasilitas yaitu
pembayaran, pengemasan, dan penanggungan resiko. Untuk supplier, fungsi
pertukaran yang dilakukannya adalah pembelian dan penjualan, fungsi fisik berupa pengangkutan, serta fungsi fasilitas berupa standarisasi dan pembayaran, dan penanggungan resiko.
Hasil analisis menunjukkan bahwa saluran produsen langsung kepada
konsumen memiliki indikasi tingkat efisiensi terbaik. Farmer’s share pada saluran
ini mencapai 100 persen, menujukkan nilai farmer’s share maksimal. Alternatif
untuk meningkatkan tingkat harga dan keuntungan produsen adalah mengoptimalkan saluran pemasaran antara produsen dan konsumen langsung, atau dapat juga melalui produsen, pengumpul dan konsumen.
Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian pada
Fakultas Pertanian
Institut Pertanian Bogor
Oleh :
ADITYA PANDU NUGRAHA
A. 14101114
PROGRAM STUDI MANAJEMEN AGRIBISNIS
FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR
Judul : ANALISIS EFISIENSI SALURAN PEMASARAN JAMUR TIRAM SEGAR DI BOGOR, PROPINSI
JAWA BARAT
Nama : Aditya Pandu Nugraha
NRP : A.14101114
Dapat diterima sebagai syarat kelulusan untuk memperoleh gelar Sarjana
Pertanian pada Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
Menyetujui,
Dosen Pembimbing
Prof. Dr. Ir. Wilson H. Limbong, MS NIP. 130 354 139
Mengetahui,
Dekan Fakultas Pertanian
Prof. Dr. Ir. Supiandi Sabiham, M.Agr NIP. 130 422 698
Ucapan terima kasih penulis tujukan pertama kali kepada kepada Allah SWT Tuhan Raja Manusia, yang telah memberikan nikmat dan karunia-Nya hingga detik ini, serta shalawat dan salam kepada Nabi Muhammad SAW seru sekalian alam. Terkait dengan telah selesainya penulisan skripsi hasil penelitian ini, dengan segala kerendahan hati penulis ingin memberikan ucapan terima kasih kepada:
1. Bapak Prof. Dr. Ir. W.H. Limbong, MS atas seluruh perhatian dan waktu yang
telah diberikan kepada penulis sela ma proses bimbingan, dan juga atas kesabaran Bapak dalam menghadapi penulis yang telah banyak berbuat salah selama bimbingan.
2. Ibu Ir. Yayah K. Wagiono, MEc yang telah bersedia menjadi dosen penguji
utama dalam ujian skripsi penulis, dan juga atas masukan dan saran Ibu dalam penyempurnaan skripsi ini.
3. Bapak Ir. Nindyantoro, MSP yang telah bersedia menjadi dosen penguji wakil
departemen dalam ujian skripsi penulis.
4. Ibu Ir. Ratna Winandi A. MS selaku dosen pembimbing akademik yang telah
memberikan banyak saran dan pertimbangan selama perkuliahan.
5. Kepada seluruh responden dan narasumber yang telah banyak membantu
dalam pengumpulan data dan informasi demi terselesaikannya penelitian ini.
6. Kedua orang tua penulis atas seluruh doa, dukungan, dan limpahan kasih
sayang tanpa henti. Mom, Dad, I dedicate this for you both. Juga kepada
adik-adik penulis atas seluruh kasih sayang, doa dan juga dukungan selama ini.
7. Ucapan spesial dari penulis bagi: Damir Satria, Daru [My mentor, who teached
me different perspectives about life. Thanks, Bro!. Thanks a lot!], Kiki Cadel,
Shanti “Angel” [an angel in life], Nanda “Mestre Gerradorre” [atas
antusiasme, kegembiraan dan juga semangat yang telah ditularkan].
8. Tentu saja, kepada Esty Melasih, for everything...
9. Kepada rekan-rekan satu bimbingan, Rika dan Lia [Manajemen/FEM], atas
informasi, dukungan dan, juga kebersamaan selama proses bimbingan.
Iffa, Pimskoy, Alma, Nura, Bessy, dan Anie. (Dipisah bukan karena alasan
hijab.. J)
12.Anggota Ladang Seni Faperta Generasi 01 & 02: Zee, Tya, Susan, Teta, Bakur, Ditta, Ayu, Lembu [G-03], MISETA 2001/2002 dan 2002/2003, atas tempaan dan juga kesempatan mengembangkan sekaligus memperbaiki kualitas diri.
13.Pak Nur, Teh Ida, Mas Ipoel, Pak Daryanto, Bu Enny, seluruh staf pegawai Faperta dan juga Sosek Faperta, yang udah sering dibikin repot sama penulis kalo minjem- minjem ruangan (dan pas ngebakar audit juga..)
14.My friends in AGB ’37, AGB ’39, AGB ’40, Sosek 38, 39, and 40. Good luck to all of you.
15.Rekan-rekan dan Camara-Camara de Capoeira di Das Ruas UI, Treimento de
Capoeira Bogor, Coeracao de Capoeira, dan Allegria, atas kegembiraan dan
semangat yang terjadi di setiap jogo dan hoda. Salve!
Penulis dilahirkan di Semarang, 11 Januari 1983, sebagai anak pertama
dari tiga bersaudara, putra dari Bapak Ir. Duto Nugroho, MSi., dan Ibu Ir. Nina
Ratna Dewi.
Penulis menyelesaikan pendidikan di TK. Sempur pada tahun 1989. Pada
tahun 1995, penulis menamatkan pendidikan di SD Swasta Mardi Yuana, Bogor.
Pendidikan Sekolah Menengah Tingkat Pertama penulis tamatkan di SLTP
Swasta Bud i Mulia, Bogor pada tahun 1998 dan untuk jenjang pendidikan
Sekolah Menengah Atas diselesaikan di SMU Negeri 1 Bogor pada tahun 2001.
Penulis berhasil masuk ke Institut Pertanian Bogor melalui jalur UMPTN
pada tahun 2001, dan diterima pada program studi Manajemen Agribisnis,
Departemen Ilmu- ilmu Sosial Ekonomi Pertanian, Fakultas Pertanian. Selama
kuliah, penulis pernah menjadi asisten dosen matakuliah Sosiologi Umum selama
dua semester. Penulis beberapa kali aktif dalam kegiatan kemahasiswaan dan
kepanitiaan, baik kegiatan internal maupun eksternal kampus. Organisasi
kemahasiswaan yang pernah diikuti penulis antara lain tergabung dalam Himpro
MISETA selama dua periode (200102002 dan 2002/2003), Ladang Seni Faperta
selama dua periode (2002/2003 dan 2003/2004), dan UKM ASPECT selama satu
periode (2003/2004). Selain itu, kecintaan penulis pada kebebasan berekspresi dan
seni mendorong penulis untuk membentuk band kampus, serta aktif dalam
Assalamu’alaikum, Wr. Wb.
Puji dan Syukur kepada Allah SWT atas segala limpahan Rahmat, Lindungan, dan Kasih sayang-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian ini untuk menjadi sebuah skripsi yang komprehensif. Berbagai halangan dan rintangan ternyata sudah timbul sejak mulai tahap pencarian ide penelitian, saat penulisan usulan penelitian, hingga tahap penulisan akhir hasil penelitan.
Penelitian ini berjudul “Analisis Efisiensi Saluran Pemasaran Jamur Tiram Segar Dalam Upaya Peningkatan Harga Jual Di Bogor, Propinsi Jawa Barat”. Skripsi ini meneliti tentang berbagai lembaga dan saluran pemasaran jamur tiram segar yang terjadi di wilayah Bogor, Skripsi ini lebih lanjut bertujuan untuk memberikan alternatif untuk memperoleh keuntungan yang lebih baik bagi produsen jamur di wilayah Bogor tersebut. Dengan adanya wacana bahwa jamur tiram akan dijadikan sebagai komoditas unggulan, maka skripsi ini diharapkan memiliki manfaat dan implementasi yang nyata bagi pihak-pihak yang terlibat dalam agribisnis jamur tiram ini.
“Bu Yao Pa, Bu Hou Hui, “Jangan Takut dan Jangan Pernah Menyesal”. Kata-kata petuah bijak dari dongeng Tiongkok klasik tersebut menginspirasi penulis untuk selalu berusaha mencapai harapan dan cita-cita. Skripsi ini diharapkan akan dapat membantu penulis dalam meraih gelar sarjana dan menyelesaikan satu bagian dalam skenario kehidupan ini. Akhir kata, penulis mengucapkan terima kasih kepada pihak-pihak yang telah banyak berdiskusi, memberikan inspirasi, serta memberikan dukungan tanpa henti.
Wassalamu’alaikum, Wr. Wb.
Bogor, Januari, 2006
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ... viii
DAFTAR ISI ... ix
DAFTAR TABEL... xii
DAFTAR GAMBAR ... xiii
DAFTAR LAMPIRAN ... xiii
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang ...1
1.2. Perumusan Masalah ...4
1.3. Tujuan Penelitian ...7
1.4. Kegunaan Penelitian ...7
1.5. Batasan Penelitian...7
II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Jamur Tiram ... 9
2.2. Penelitian Terdahulu ...11
2.3. Tataniaga Pertanian ...13
2.4. Saluran dan Lembaga Pemasaran ... 14
2.5. Struktur Pasar... 17
2.6. Perilaku Pasar ... 22
2.7. Efisiensi Pemasaran ...23
2.7.1. Margin Tataniaga ...26
2.7.2. Farmer’s Share ...30
2.7.3. Rasio Keuntungan dan Biaya ...30
2.8. Kerangka Pemikiran Konseptual ...31
III. METODE PENELITIAN 3.1. Jenis Penelitian ... 34
3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian ... 34
3.3. Jenis dan Sumber Data... 35
3.4. Metode Pengumpulan Data... 35
3.5. Metode Penarikan Sampel ...36
3.6.1. Analisis Saluran Pemasaran ...39
3.6.2. Analisis Lembaga Pemasaran...39
3.6.3. Analisis Struktur dan Perilaku Pasar ...41
3.6.4. Analisis Efisiensi Pemasaran ...41
3.6.5.1 Margin tataniaga ...41
3.6.5.2. Farmer’s Share ...42
3.6.5.3. Rasio Keuntungan dan Biaya ...43
3.7. Definisi Operasional...43
IV. GAMBARAN UMUM PENELITIAN PEMASARAN JAMUR TIRAM SEGAR
4.1. Karakteristik Kondisi penelitian ...46
4.1.1.Kondisi Budidaya dan Pemasaran Jamur di Indonesia ...46
4.1.2. Organisasi Produsen Jamur di Indonesia ...48
4.1.3. Industri Jamur di Indonesia ...48
4.2. Karakteristik Lokasi Penelitian...50
4.2.1. Kondis i dan Keadaan Lokasi Produsen...51
4.2.2. Kondisi dan Keadaan Pasar Lokasi Sampel Penelitian ...55
4.3. Karakteristik Responden Sampel Penelitian...58
4.3.1. Karakteristik Produsen Jamur Tiram...58
4.3.2. Karakteristik Pedagang Jamur Tiram ...59
V. ANALISIS EFISIENSI SALURAN PEMASARAN JAMUR TIRAM SEGAR DI BOGOR
5.1. Analisis Lembaga dan Saluran Pemasaran ... 61
5.1.1. Lembaga Pemasaran Jamur Tiram Segar di Bogor ...61
5.1.2. Saluran Pemasaran Jamur Tiram Segar di Bogor...64
5.1.2.1. Analisis Saluran Pemasran pada Masing- masing
Kategori Produsen ...73
5.2. Fungsi- fungsi Lembaga Pemasaran Jamur Tiram Segar di Bogor ...78
5.3. Analisis Struktur dan Perilaku Pasar ...85
5.4. Analisis Margin dan Efisiensi Pemasaran ...94
5.4.1. Biaya Pemasaran ...94
5.4.2. Keuntungan Pemasaran ...96
VII. KESIMPULAN DAN SARAN
5.1.Kesimpulan ...110
5.2 Saran ...111
DAFTAR PUSTAKA ... 114
DAFTAR TABEL
Nomor Teks Halaman
1.1. Kandungan Nutrisi Jamur Konsumsi Yang Telah Dibudidayakan
di Indonesia ...2
2.1. Faktor Lingkungan yang Menentukan Pertumbuhan Jamur Tiram ...8
4.1. Perkembangan Ekspor Jamur Segar, Jamur Kering, dan Jamur Olahan di Indonesia, Tahun 2000-2003...41
5.1. Fungsi-Fungsi Pemasaran Yang Dilakukan Oleh Lembaga Pemasaran
Jamur Tiram Segar Di Bogor, 2005 ...70
5.2. Fungsi Pemasaran Yang Dilakukan oleh Lembaga Pemasaran pada
Setiap Saluran Pemasaran Jamur Tiram Segar di Bogor, 2005 ...75
5.3. Komponen Biaya Pemasaran Jamur Tiram Segar di Bogor, 2005...86
5.4. Rasio Rata-Rata Keuntungan Terhadap Biaya dari Setiap
Lembaga Pemasaran Jamur Tiram Segar di Bogor, 2005 ...90
5.5. Rincian Margin dan Persentase Margin Lembaga Saluran Pemasaran I,
II, dan III di Bogor...92 5.5. (Lanjutan) Rincian Margin dan Persentase Margin Lembaga
DAFTAR GAMBAR
Nomor Teks Halaman
1. Pola Umum Saluran Pemasaran Produk-Produk Pertanian di Indonesia ...17
2. Hubungan antara fungsi-Fungsi Pertama dan Turunan Terhadap
Margin Tataniaga dan Nilai Margin Tataniaga ...28
3. Kerangka Pemikiran Operasional...33
4. Saluran Pemasaran Jamur Tiram Segar di Bogor, 2005...65
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran Halaman
1. Karakteristik Produsen ...114
2. Karakteristik Pedagang ...115
3. Kuisioner Penelitian Untuk Produsen ...116
1.1. Latar Belakang
Keberadaan jamur sebagai salah satu jenis bahan pangan telah cukup lama
dikenal oleh masyarakat di Indonesia sebagai salah satu bahan pangan yang
memiliki manfaat baik untuk kesehatan. Tabel 1. menunjukkan perbandingan
antara beberapa jenis jamur dengan bahan makanan lain. Terlihat bahwa jamur
memiliki kandungan protein nabati yang tinggi, karbohidrat yang sebanding, serta
kandungan lemak yang lebih rendah dari daging sapi namun sebanding dengan
sayur-sayuran lain. Dengan demikian, jamur merupakan pilihan tepat untuk
dikonsumsi sebagai alternatif menu makanan sehat.
Selain keunggulann diatas, jamur juga dapat dikategorikan sebagai salah
satu komoditas pertanian organik, karena dalam proses penanaman jamur tidak
menggunakan pupuk buatan atau bahan kimia lainnya. Keunggulan tersebut
menjadikan jamur menjadi salah satu pilihan makanan yang semakin populer di
masyarakat.
Tabel 1. Nilai Gizi Beberapa Jenis Jamur Dibandingkan Dengan Bahan Makanan Lain
*) Persentase terhadap satuan bobot segar **) Berdasarkan berat kering
Pada awalnya, jamur diperoleh dengan cara mengambil langsung dari
alam. Seiring dengan berjalannya waktu, permintaan terhadap komoditas jamur
pun semakin bertambah. Pada akhirnya, penyediaan jamur secara alami tidak
dapat lagi memenuhi permintaan, dan mulai mencari alternatif lain untuk
memenuhi permintaan jamur tersebut. Pilihan untuk membudidayakan jamur pada
akhirnya menjadi solusi untuk dapat memenuhi permintaan.
Saat ini ada lima jenis jamur yang sudah mulai dibudidayakan di
Indonesia. Kelima jenis ini sudah mulai dibudidayakan hingga skala kategori
industri, yang berarti memiliki kapasitas produksi cukup besar. Kelima spesies itu
adalah jamur putih atau jamur kancing (Agricus bisporus), jamur kuping
(Auricularia auricula), jamur shiitake (Lentinula edodes), jamur tiram putih
(Pleurotus ostreatus), dan jamur merang (Volvarriella volvaceae).
Jamur tiram sebagai salah satu jenis jamur yang dibudidayakan memiliki
beberapa keunggulan dibandingkan jenis jamur lainnya. Beberapa keunggulan
jamur tiram adalah: (a) budidaya jamur tiram dapat berlangsung sepanjang tahun,
menjadikan produksi jamur tiram yang terus menerus, (b) budidaya jamur tiram
dapat dilaksanakan dalam areal yang relatif sempit, sehingga menjadi alternatif
yang baik untuk memanfaatkan lahan pekarangan, (c) bud idaya jamur tiram
menggunakan bahan baku serbuk kayu yang mudah diperoleh, (d) tingkat
kesulitan budidaya yang relatif lebih mudah dibandingkan jenis jamur lainnya, (e)
jamur tiram memiliki masa produksi hingga masa panen yang paling cepat
diantara jamur-jamur lain, dan (f) jamur tiram memiliki tingkat harga jual yang
Oleh sebagian masyarakat, rasa jamur tiram juga dinilai sesuai dengan
selera. Hal ini menjadi nilai tambah jamur tiram di masyarakat, dan didukung
kenyataan bahwa jamur tiram memiliki harga yang relatif terjangkau di
masyarakat dibandingkan dengan jenis-jenis jamur konsumsi lainnya.
Melihat jamur tiram sebagai salah satu komoditas yang memiliki
keunggula-keunggulan tersebut, sebagian masyarakat pun menyadari peluang
bisnis yang muncul dala m usaha budidaya jamur tiram. Peluang bisnis ini
kemudian menarik minat masyarakat untuk turut mengembangkannya, dan
lokasi-lokasi budidaya jamur tiram pun bermunculan. Indonesia kemudian menjadi salah
satu negara penghasil jamur tiram yang cukup besar di dunia. Tabel 2.
menunjukkan beberapa negara penghasil jamur utama di dunia.
Tabel 2. Urutan Negara Penghasil Beberapa Jenis Jamur Berdasarkan Tingkat Produksinya
Jenis Jamur Negara Penghasil
Jamur Champignon Amerika Serikat, Perancis, Belanda, Inggris, Cina, Taiwan, Australia, Skandinavia
Jamur Shiitake Cina, Jepang, Taiwan, Korea, Indonesia, Amerika Serikat. Jamur Merang Cina, Taiwan, Filipina, Thailand, Korea, Indonesia, Malaysia Jamur Kuping, Cina, Taiwan, Filipina
Jamur Tiram Cina, Taiwan,, Thailand, Pakistan, Indonesia, Singapura, Jerman, Belanda
Sumber: Suriawiria, 2000
Di Indonesia, beberapa tempat di pulau jawa menjadi sentra produksi
jamur tiram yang cukup besar. Wilayah Bogor memiliki kondisi alam yang sesuai
bagi pertumbuhan jamur tiram, dan hal ini menjadi faktor pendorong utama bagi
usaha budidaya jamur tiram ini. Usaha- usaha budidaya jamur tiram yang
berkembang memiliki skala usaha yang berbeda, dan pada akhirnya bermuara
pada perbedaan kemampuan penawaran jamur tiram segar kepada konsumen.
memiliki saluran pemasaran yang berbeda pula, sesuai dengan keterbatasan
pasokan yang dimilikinya.
Berdasarkan pengamatan selama penelitian, permintaan jamur tiram segar
yang mela lui pasar di beberapa wilayah Bogor diketahui berkisar antara 700
kilogram hingga satu ton per hari. Jumlah ini belum termasuk permintaan jamur
tiram yang tidak melalui pasar, seperti pembelian langsung di tingkat produsen.
Tingginya permintaan ini diakui oleh produsen utama dan beberapa pedagang
besar di sejumlah pasar utama memang belum dapat dipenuhi. Penelitian
menunjukkan bahwa masih aada permintaan sekitar 200 hingga 300 kilogram
jamur tiram segar yang belum dipenuhi di beberapa pasar utama. Prospek besar
lainnya adalah pada segi industri pendukung pariwisata yang diharapkan mampu
menyerap produksi jamur tiram segar di wilayah Bogor ini. Industri tersebut
diantaranya adalah industri rumah makan, catering, penginapan, atau industri
pengolahan makanan yang berada di wilayah Bogor ini.
1.2. Perumusan Masalah
Di Bogor, berdasarkan pengamatan awal yang telah dilakukan
sebelumnya, sebagian besar produsen jamur tiram masih mengandalkan
pemasaran produksinya melalui jalur tradisional dan borongan. Menurut beberapa
produsen jamur, kondisi yang dihadapi oleh produsen di jalur ini adalah
ketidaksesuaian proporsi keuntungan antara pedagang dengan produsen. Pihak
pedagang akan selalu memperoleh bagian keuntungan yang lebih besar daripada
Slamet (2005) sebagai ketua umum Masyarakat Agrobisnis Jamur
Indonesia (MAJI) menyatakan bahwa pada beberapa waktu belakangan ini harga
jamur mengalami penurunan cukup drastis di beberapa sentra produksi di Jawa
Barat, terutama untuk jenis jamur tiram. Kondisi ini semakin diperparah dengan
sistem jaringan pemasaran di antara pedagang sehingga semakin menekan harga
di tingkat produsen. Ketidak kompakan serta persaingan diantara produsen dalam
memasarkan jamur tiram dinilai merupakan penyebab rendahnya harga jual jamur
tiram. Maka, produsen jamur pun perlu mencari jalan untuk memperbaiki harga
jual jamur tiram produksi mereka1.
Di wilayah Bogor sendiri, pengamatan awal sebelum penelitian
menunjukkan bahwa harga jamur tiram memang mengalami penurunan di tingkat
produsen. Kondisi penurunan harga ini terjadi sejak pertengahan Juli 2005, tanpa
adanya volume pasokan yang berlebih, ataupun penurunan permintaan konsumen,
dua hal yang pada umumnya mempengaruhi pembentukan harga di pasar. Harga
jual jamur tiram di Pasar Bogor dan Pasar T.U. Kemang yang semula berkisar
antara Rp 7.000 – 7.500,- per kilogram, mengalami penurunan, menjadi berkisar
antara Rp 5.000 – 5.500,- per kilogram. Penurunan harga di tingkat produsen
tersebut ternyata tidak diikuti oleh penurunan harga di tingkat konsumen. Harga di
tingkat konsumen pada kedua pasar tersebut memang mengalami penurunan
harga, namun tidak sebesar penurunan harga yang terjadi pada produsen.
Penurunan harga di tingkat konsumen ha nya berkisar antara Rp 500 hingga Rp
1.000 dari kisaran harga jual semula Rp. 10.000 – Rp. 10.500,- per kilogram.
Adanya penurunan harga yang tidak proporsional ini, menunjukkan bahwa dalam
1
transaksi yang berlangsung di pasar, produsen memiliki posisi tawar yang lemah
dalam penentuan harga jual jamur tiram produksi mereka.
Berdasarkan kondisi di atas, maka diadakan sebuah penelitian mengenai
saluran pemasaran jamur tiram segar. Penelitian yang dilakukan meliputi saluran
tataniaga, lembaga- lembaga pemasaran, fungsi pemasaran, struktur pasar dan
perilaku pasar, serta margin pemasaran dalam usaha jamur tiram segar ini.
Tujuannya adalah untuk mendapatkan informasi yang komprehensif mengenai
pola pemasaran, termasuk didalamnya situasi pasar dan juga saluran pemasaran,
yang terdapat di wilayah Bogor.
Melalui penelitian ini, akan terlihat bagaimana proporsi distribusi
keuntungan masing- masing lembaga pada setiap saluran pemasaran, proses
pembentukan harga, serta perilaku-perilaku lembaga pemasaran yang terlibat
dalam sistem pemasaran. Pada akhirnya, akan diketahui alternatif-alternatif
saluran yang dapat dimaksimalkan untuk lebih lanjut meningkatkan pendapatan
produsen jamur tiram segar.
Dengan demikian, perumusan masalah yang diteliti adalah sebagai berikut,
1. Bagaimanakah saluran dan fungsi- fungsi pemasaran jamur tiram
segar di wilayah Bogor?
2. Bagaimanakah keragaan struktur dan perilaku pasar yang terjadi pada
pemasaran jamur tiram segar di wilayah Bogor?
3. Bagaimanakah tingkat efisiensi margin pemasaran jamur tiram segar
1.3. Tujuan Penelitian
Sesuai dengan permasalahan yang telah diuraikan, maka penelitian
memiliki tujuan sebagai berikut,
1. Menganalisis saluran dan fungsi- fungsi pemasaran jamur tiram segar
di wilayah Bogor
2. Menganalisis keragaan struktur dan perilaku pasar yang terjadi pada
pemasaran jamur tiram segar di wilayah Bogor
3. Menganalisis tingkat efisiensi margin pemasaran jamur tiram segar di
Bogor
1.4. Kegunaaan Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat berguna dan memiliki manfaat bagi,
1. Produsen jamur tiram segar, sebagai referensi dalam mengambil
keputusan dalam hal pemasaran produksinya.
2. Masyarakat umum, sebagai referensi ilmiah bila ingin mendalami
bidang budidaya dan pemasaran jamur tiram.
3. Pemerintah Daerah Bogor, sebagai referensi ilmiah bagi pihak-pihak
dalam tata pemerintahan terkait yang bertujuan mengembangkan jamur
tiram sebagai salah satu komoditas unggulan di Bogor.
1.5. Batasan Penelitian
Penelitian ini dibatasi hanya pada saluran pemasaran jamur tiram segar,
lembaga- lembaga pemasaran, fungsi pemasaran, struktur pasar dan perilaku pasar,
segar. Data, informasi primer dan sekunder mengenai harga, pasokan, serta
permintaan dalam penelitian ini juga dibatasi dari segi waktu penelitian, yakni
2.1. Gambaran Umum Komoditas Jamur Tiram
Jamur tiram sudah mulai dibudidayakan sejak tahun 1986 di kawasan
Bogor, akan tetapi baru populer pada awal tahun 2000. Di Indonesia, jamur tiram
lebih banyak dijual dalam keadaan segar, sementara di Eropa jamur tiram dikemas
dalam keadaan kering. Jamur tiram tumbuh soliter, tetapi umumnya membentuk
massa menyerupai susunan papan pada batang kayu. Di alam, jamur tiram banyak
dijumpai tumbuh pada tumpukan limbah biji kopi.
Tudung jamur tiram berdiame ter sekitar 4-15 cm atau lebih, berbentuk
seperti tiram, cembung, kemudian menjadi rata atau kadang-kadang membentuk
corong. Saat lembab jamur tiram cenderung berminyak namun tidak lengket.
Jamur tiram memiliki warna putih sampai abu-abu, kadangkala coklat, coklat tua
dan kekuningan pada jamur yang telah dewasa. Daging jamur tiram cukup tebal,
berwarna putih, dan kokoh tetapi lunak pada bagian yang berdekatan dengan
tangkai.
Pertumbuhan jamur tiram memerlukan beberapa parameter persyaratan,
terutama mencakup temperatur, kelembaban relatif, waktu, kandungan, CO2, dan
cahaya. Parameter tersebut memilki pengaruh berbeda terhadap setiap stadium
atau tingkatan pertumbuhan, misalnya:
a. terhadap pertumbuhan miselia pada substrat tanam;
b. terhadap pembentukan bakal kuncup jamur;
c. terhadap pembentukan tubuh buah;
e. terhadap rasio antara berat hasil jamur dengan berat substrat log tanam
jamur
Tabel 3. menunjukkan faktor lingkungan yang menentukan pertumbuhan
budidaya jamur tiram.
Tabel 3. Faktor Lingkungan Yang Menentukan Pertumbuhan Jamur Tiram
Parameter Pertumbuhan Besaran
Pertumbuhan miselia pada substrat tanam.
a. Tempratur inkubasi
pembentukan bakal kuncup (primordia)
a. Tempratur inisiasi pertumbuhan b. RH
a. Tempratur inisiasi pertumbuhan b. RH
b. Jangka waktu masa panen c. Nilai BER
d. Produksi rata-rata per log tanam
3 – 4 kali/10 – 14 hari 2 – 4 kali/7-10 hari 40 – 85
350 gr Sumber: Suriawiria, 2002.
Setelah melewati masa budidaya, maka fase berikutnya yang harus
diperhatikan adalah fase panen dan pascapanen. Selama musim tanam, panen
dapat dilakukan antara 3-8 kali, bergantung pada kandunga n substrat tanam, bibit
jamur, serta lingkungan selama pemeliharaan. Keberhasilan budidaya jamur
ditentukan oleh nilai BER (Biological Efficiency Ratio). Jika jumlah jamur yang
maka nilai BER adalah 60. Semakin tinggi angka BER, maka semakin baik
budidaya jamur tersebut.
Panen dilakukan jika bentuk dan ukuran tubuh buah jamur sudah
memenuhi persyaratan, terutama bila produk tersebut akan dijadikan komoditas
perdagangan secara bebas. Panen jamur dapat dilakukan sembarang waktu, baik
pagi, siang, atau sore hari asalkan jamur sudah memenuhi syarat untuk dipanen,
baik berdasarkan bentuk, ukuran, ataupun warna tudung/tubuh buah. Secara
internasional, belum ada ketentuan ataupun standar untuk jamur tiram.
Penanganan pasca panen komoditas jamur tiram juga merupakan hal yang
penting untuk diperhatikan. Jamur merupakan komoditas hortikultura yang akan
cepat layu atau membusuk jika disimpan tanpa perlakukan yang benar. Perlakuan
ini harus benar-benar dilakukan segera setelah panen agar tidak mendatangkan
kerugian. Kerugian yang terjadi terhadap jamur segar disebabkan oleh adanya
serangga ataupun mikroba pembusuk dan perusak.
2.2. Penelitian Terdahulu
Penelitian terdahulu yang terkait dengan komoditas jamur tiram
diantaranya dilakukan oleh Rahwana (2003). Penelitian yang menganalisis
mengenai usahatani jamur tiram putih (Pleurotus ostreatus) di Kecamatan Cicirug
dan Parungkuda, Kabupaten Sukabumi ini bertujuan untuk mengindentifikasi dan
menganalisis usahatani jamur tiram putih dan juga mengelompokkan usahatani
jamur tiram putih menggunakan skala usaha produksi (kapasitas baglog) dan
menurut tekhnologi yang digunakan (drum atau autoklaf). Kategori yang
log berturut-turut sebanyak 5.000 log, 7.000 log, 10.000 log, dan 20,000 log, (b)
Tekhnologi autoklaf dengan kategori skala usaha berturut-turut yaitu 5.000 log,
7.000 log, 10.000 log dan 15.000 log. Hasil penelitian menunjukkan bahwa
usahatani yang paling efisien adalah usahatani dengan skala usaha 10.000 log.
Sementara untuk penggunaan tekhnologi, usahatani dengan skala usaha yang
besar akan lebih efisien dengan tekhnologi autoklaf, sementara usahatani dengan
skala kecil akan lebih efisien dengan menggunakan tekhnologi drum.
Dari penelitian tersebut, saran yang dihasilkan adalah dengan tekhnik
budidaya yang lebih ditingkatkan agar dapat meningkatkan kualitas produksi dan
dapat menembus pasar swalayan.
Dalam penelitian yang dilakukan oleh Widjaja (2001) mengenai potensi
usahatani jamur tiram putih (JTP) pada kelompok wanita tani Hanjuang,
Kabupaten Bogor, peneliti mengklasifikasikan skala usaha jamur tiram menjadi
beberapa kategori berdasarkan ukuran (luas) kumbung yang dimiliki. Kategori
skala kecil memiliki luas kumbung 3 x 4 m dan 4 x 5 m dimana dapat menampung
antara 500 hingga 1000 baglog. Kategori skala usaha menengah memiliki
kumbung berukuran 8 x 6 meter yang dapat memuat antara 2000 hingga 5000
baglog. Kategori skala usaha besar memiliki 10 x 12 m dan dapat memuat lebih
dari 5000 baglog. Hasil penelitan ini juga menyimpulkan bahwa usahatani jamur
tiram putih dengan skala menengah hingga besar akan memiliki dampak yang
terhadap penambahan pendapatan masyarakat di lokasi penelitan tersebut. Untuk
rasio R/C atas biaya tunai yang dikeluarkan yaitu sebesar 5,64 pada skala kecil,
Sari (2000) melakukan penelitian mengenai kelayakan finansial budidaya
jamur tiram putih pada Usaha Agribisnis Supa Tiram Mandiri, Bogor. Dari hasil
penelitian tersebut diketahui bahwa produksi jamur tiram di UA STM yang
memiliki 20.000 baglog tersebut memiliki tiga jalur pemasaran, yakni (a)
Produsen – Distributor Konsumen, (b) Produsen Konsumen, dan (c) Produsen
-Pedagang Pengumpul I – Distributor - -Pedagang Pengumpul II - Konsumen.
Penelitian ini juga mengungkapkan bahwa produksi jamur Tiram Putih di UA
STM memiliki dua macam kategori kelas (grade). Grade A dan Grade B, dimana
perbedaannya terletak pada diameter tudung. Grade A memiliki diameter tudung
3-8 cm, sementara grade B memiliki diameter 3-10 cm.
Penelitian lain mengenai analisis usahatani Jamur Tiram Putih juga
dilakukan di Koperasi Petani dan Pengusaha Jamur Tiram Putih Supa Fajar Mas
di Bogor oleh Winda (2001). Penelitian ini menyimpulkan bahwa jalur pemasaran
yang dilakukan oleh Supa Fajar Mas ada dua macam, langsung ke supermarket
atau ke koperasi. Pengiriman ke pasar tradisional tidak dilakukan oleh petani
karena tingkat harga yang sangat rendah. Diketahui pula bahwa bila seluruh hasil
produksi dikirimkan ke swalayan, maka B/C ratio akan menjadi enam kali lebih
tinggi dibandingkan jika petani mengirimkan ke koperasi. Akan tetapi, resiko
kerugian apabila jamur tidak habis saat memasok ke supermarket tidak
diperhitungkan dalam perhitungan B/C tersebut.
2.3. Tataniaga Pertanian
Tataniaga adalah serangkaian proses kegiatan atau aktivitas yang ditujukan
konsumen (Limbong dan Panggabean, 1985). Proses kegiatan menyaluran
barang-barang tersebut memerlukan berbagai fungsi tataniaga. Fungsi- fungsi tataniaga
dapat dikelompokkan menjadi: (1) Fungsi Pertukaran, (2) Fungsi Fisik, (3)
Fungsi Fasilitas.
1. Fungsi Pertukaran, yaitu kegiatan yang memperlancar perpindahan hak milik
dari barang dan jasa yang dipasarkan. Fungsi pertukaran terdiri atas fungsi
pembelian dan fungsi penjualan.
2. Fungsi Fisik, adalah semua tindakan yang langsung berhubungan dengan
barang dan jasa sehingga menimbulkan kegunaan tempat, kegunaan bentuk,
dan kegunaan waktu. Fungsi fisik meliputi kegiatan penyimpanan, pengolahan,
dan pengangkutan.
3. Fungsi Fasilitas, yaitu semua tindakan yang bertujuan untuk memperlancar
kegiatan pertukaran yang terjadi antara produsen dan konsumen. Fungsi
fasilitas terdiri dari fungsi standarisasi dan grading, fungsi penanggulangan
resiko, fungsi pembiayaan, dan fungsi informasi pasar.
Proses pemasaran terdiri atas empat langkah, yaitu (a) analisa peluang
pasar, (b) pengembangan strategi pemasaran, (c) perencanaan program pemasaran,
yang diikuti dengan pemilihan bauran pemasaran (marketing mix) yang meliputi
produk (product), harga (price), lokasi (place), dan lokasi (promotion); dan (d)
pengorganisasian, pelaksanaan, serta pengendalian usaha pemasaran.
2.4. Saluran dan Lembaga Pemasaran
Untuk komoditas jamur tiram, sebuah penelitian dari Sari (2000)
macam saluran pemasaran, yakni : (a) Produsen – Distributor - Konsumen, (b)
Produsen - Konsumen, dan (c) Produsen -Pedagang Pengumpul I – Distributor -
Pedagang Pengumpul II - Konsumen. Hal senada juga diungkapkan oleh Fatika,
(2001) yakni bahwa lembaga yang terlibat dalam proses pemasaran jamur tiram
segar hasil produksi budidaya jamur tiram di Kecamatan Cijeruk diantaranya
adalah produsen, pasar tradisional,pedagang sayuran, swalayan, dan konsumen.
Sebuah penelitian lain yang berkaitan dengan jamur tiram putih juga dilakukan
oleh Rahwana (2003). Dalam penelitian itu, disebutkan bahwa lembaga lain yang
terlibat dalam proses pemasaran jamur tiram produksi usahatani di Kecamatan
Cicurug dan Parungkuda, Kabupaten Sukabumi adalah Kelompok Tani.
Keberadaan kelompok tani sebagai perantara dalam menjual kepada pedagang di
pasar. Keberadaan kelompok tani tersebut juga dinilai memperkuat posisi tawar
petani.
Kotler (2002) memberikan definisi saluran pemasaran sebagai ”rangkaian
organisasi yang saling tergantung yang terlibat dalam proses untuk menjadikan
suatu produk barang atau jasa siap untuk dikonsumsi”. Dalam proses penyaluran
produk dari pihak produsen hingga mencapai konsumen akhir, sering ditemui
adanya lembaga perantara, mulai dari produsen sendiri,
lembaga-lembaga perantara, hingga konsumen akhir. Karena adanya perbedaan jarak dari
lokasi produsen ke lokasi konsumen, maka fungsi lembaga perantara sering
diharapkan kehadirannya untuk membantu penyaluran barang dari produsen ke
konsumen. Semakin jauh jarak antara produsen dengan konsumen, maka saluran
Limbong dan Panggabean, (1985) menyatakan bahwa ”keputusan saluran
pemasaran merupakan salah satu keputusan paling rumut dan menantang yang
dihadapi produsen.”. Artinya, saluran pemasaran yang dipilih akan sangat
mempengaruhi semua keputusan pemasaran lainnya
Komoditas pertanian merupakan komoditas yang cepat rusak (perishable),
maka dari itu, komoditas pertanian harus dengan cepat diterima oleh konsumen.
Kondisi yang demikian meme rlukan saluran pemasaran yang relatif pendek.
Gambar 1. menunjukkan pola umum saluran pemasaran produk-produk pertanian
di Indonesia.
Pihak produsen menggunakan kehadiran perantara bila produsen
mengalami kekurangan modal atau tidak memiliki kekuatan finansial untuk
melakukan pemasaran langsung, atau bila mereka dapat memperoleh penghasilan
lebih banyak dengan menggunakan perantara. Kekuatan modal yang semakin
besar dapat membuat produsen melakukan lebih banyak fungsi- fungsi pemasaran,
sehingga saluran pemasaran pun dapat menjadi lebih pendek. Perantara memiliki
keunggulan yang didasarkan pada kemampuan untuk melakukan efisiensi dan
membuat produk tersedia secara luas dan terjangkau oleh pasar sasaran. Oleh
Kotler (2002), perantara disebutkan memiliki beberapa keunggulan, yaitu
informasi, promosi, negoisasi, pemesanan, pembiayaan, pengambilan resiko,
pemilikan fisik, dan pembayaran.
Perantara yang memiliki tugas membawa produk dan kepemilikannya lebih
dekat ke pembeli akhir merupakan satu tingkat saluran. Saluran nol-tingkat
diartikan sebagai saluran dimana pihak produsen menjual langsung kepada
pengecer. Saluran dua-tingkat mencakup dua perantara penjualan. Perantara
tersebut umumnya terdiri dari pedagang besar, dan pengecer. Sementara saluran
tiga-tingkat mencakup tiga perantara penjualan, seperti misalnya pedagang besar,
pemborong, dan pengecer.
Gambar 1. Pola Umum Saluran Pemasaran Produk-Produk Pertanian di Indonesia
Sumber: Limbong dan Panggabean, 1985.
Oleh Limbong dan Panggabean, (1985) ada empat cara untuk yang dapat
digunakan untuk mengelompokkan lembaga-lembaga pemasaran yang terlibat
didalam proses penyaluran barang dari produsen sampai ke konsumen. Keempat
cara tersebut yaitu: (a) penggolongan menurut fungsi yang dilakukan, (b)
penggolongan menurut penguasaan terhadap barang, (c) penggolongan menurut
kedudukan dalam struktur pasar, dan (d) penggolongan menurut bentuk usahanya.
1. Penggolongan menurut fungsi yang dilakukan.
Menurut fungsi yang dilakukan oleh suatu lembaga pemasaran,
lembaga-lembaga pemasaran dapat dikelompokkan menjadi tiga macam: (a) Lembaga
pemasaran yang melakukan kegia tan pertukaran seperti pedagang, pengecer,
grosir, dan lembaga- lembaga perantara lainnya; (b) Lembaga pemasaran yang
melakukan kegiatan fisik pemasaran seperti lembaga pengolahan, lembaga
pengangkutan, dan lembaga pergudangan; dan (c) Lembaga pemasaran yang
menyediakan fasilitas pemasaran, seperti Kredit Desa, KUD, lembaga yang
menyediakan informasi pasar, lembaga yang melakukan pengujian kualitas (mutu)
barang, dan lainnya.
2. Penggolongan menurut penguasaan terhadap barang
Berdasarkan penguasaan terhadap barang, lembaga- lembaga pemasaran
dapat dikelompokkan menjadi (a) lembaga ya ng menguasai dan memiliki barang
yang dipasarkan, seperti pengecer, grosir, pedagang pengumpul, tengkulak, dan
lainnya; (b) lembaga yang menguasai tetapi tidak memiliki barang yang
dipasarkan, seperti agen, broker, lembaga pelelangan, dan lainnya; (c) lembaga
yang tidak memiliki dan tidak menguasai barang yang dipasarkan, seperti lembaga
pengangkutan, pengolahan, perkreditan, dan lainnya.
3. Penggolongan menurut kedudukan dalam struktur pasar
Berdasarkan kedudukan dalam struktur pasar, lembaga- lembaga
pemasaran dapat dikelompokkan menjadi: (a) lembaga pemasaran yang bersaing
sempurna, seperti pedagang pengecer rokok, pengecer beras, dan lain- lain; (b)
lembaga pemasaran bersaing monopolistik seperti pedagang asinan, pedagang
benih, pedagang ubin, dan lain- lain; (c) lembaga pemasaran oligopolis seperti
importir gula di Indonesia ; (d) lembaga pemasaran monopolis seperti perusahaan
pengolahan tepung gandum di Indonesia.
4. Penggolongan menurut bentuk usahanya
Menurut bentuk usahanya, lembaga- lembaga pemasaran yang ada dapat
dikelompokkan menjadi (a) berbadan hukum, seperti Perseroan Terbatas,
perseorangan, pedagang pengecer, tengkulak, dan lain- lain (Limbong dan
Panggabean, 1985).
2.5. Struktur Pasar.
”Struktur pasar adalah suatu dimensi yang menjelaskan pengambilan
keputusan oleh perushaan maupun industri, jumlah perusahaan (firm) dalam suatu
pasar, distribusi perusahaan menurut berbagai ukuran (pangsa pasar yang
terkonsentrasi atau menyebar), deskripsi produk, dan syarat-syarat keluar masuk
pasar” (Limbong dan Panggabean, 1985).
Menurut Hammond and Dahl dalam Mulyahati (2005), ada empat
karakteristik yang dapat digunakan untuk membedakan struktur pasar, yaitu: (a)
jumlah dan ukuran pasar, (b) pandangan pembeli terhadap sifat produk, (c)
kondisi keluar masuk pasar, dan (d) tingkat informasi pasar, seperti biaya, dan
harga.
Berdasarkan sifat dan bentuknya, pasar dapat diklasifikasikan menjadi:
1. Struktur Pasar Bersaing Sempurna.
Struktur pasar yang dianggap paling ideal adalah struktur pasar bersaing
sempurna, karena sistem pasar ini adalah struktur pasar yang menjamin
terwujudnya kegiatan memproduksi barang atau jasa dengan efisiensi yang sangat
tinggi. Struktur pasar bersaing sempurna memiliki banyak pembeli dan juga
banyak penjual, dimana setiap penjual ataupun pembeli tidak dapat
mempengaruhi kondisi dan keadaan pasar.
Sukirno (1998) menyatakan bahwa tujuan umum perusahaan adalah
laba). Bagi perusahaan yang berada pada pasar bersaing sempurna, dengan
struktur biaya tertentu, perusahaan bersangkutan tidak dapat menetapkan harga
sekehendaknya untuk mendapatkan keuntungan maksimum, karena pada pasar
bersaing sempurna suatu perusahaan hanyalah penerima harga (price taker), jadi
perusahaan yang bersangkutan hanya menghadapi satu tingkat harga di pasar.
2. Struktur Pasar Bersaing Monopolistik
Pasar bersaing monopolistik memiliki banyak penjual dan banyak
pembeli, akan tetapi barang atau jasa yang dipasarkan tidaklah homogen, namun
memiliki perbedaan yang khas dan dapat dibedakan secara jelas, seperti perbedaan
pengepakan, warna bungkus, harga, maupun pelayanannya. Oleh karena itu,
Sukirno (1998) menyatakan bahwa pasar monopolistik berada diantara dua jenis
pasar yang ekstrim, yaitu monopoli dan pasar bersaing sempurna.
Limbong dan Panggabean (1985) menjelakan bahwa perusahaan akan
dapat meningkatkan keuntungan maksimumnya dengan cara menekan biaya
produksi atau dengan merubah tekhnologi. Bila perusahaan dalam struktur pasar
monopolistik ingin meningkatkan pangsa pasar (market share) tanpa melalui
perubahan tekhnologi, maka perusahaan bersangkutan dapat melaksanakannya
dengan cara penurunan harga. Akan tetapi, penurunan harga ini akan
menyebabkan tidak tercapainya lagi keuntungan maksimum.
3. Struktur Pasar Oligopolistik
Pasar oligopoli merupakan struktur pasar yang memiliki karakteristik
utama berupa adanya beberapa perusahaan yang menghasilkan produk homogen
(serupa) ataupun berbeda corak, sehingga aktifitas sebuah perusahaan dapat
pasar oligopoli tidak bebas untuk menentukan harga produk yang dihasilkannya
untuk mencapai keuntungan maksimum. Hal ini disebabkan karena perusahaan
akan tergantung kepada struktur biaya perusahaan dan kurva permintaan produk
yang diusahakan. Di samping itu, perusahaan juga tidak bebas menentukan harga
produknya karena harus memperhatikan tindakan dari perusahaan pesaing yang
dapat mempengaruhi perusahaan bersangkutan (Sukirno, 1998)
Penurunan harga produk oleh suatu perusahaan pada pasar persaingan
oligopilistik yang bertujuan untuk memperoleh keuntungan atau market share
tertentu tidak selamanya akan dapat terwujud. Hal ini dapat disebabkan oleh
adanya tindakan penurunan harga oleh perusahaan saingan. Pada
perusahaan-perusahaan pengikut (followers), keputusan-keputusan diambil berdasarkan
tindakan perusahaan-perusahaan pemimpin (leaders). Perusahaan pemimpin akan
lebih bebas dalam menetapkan harga untuk mencapai tujuannya, hal ini
disebabkan karena umumnya perushaan pemimpin mampu memprediksikan
tindakan perusahaan pesaingnya sebelum bertindak (Limbong dan Panggabean,
1985).
4. Struktur Pasar Monopoli
Struktur pasar monopoli hanya memiliki satu perusahaan yang menjual
satu produksi, dan perusahaan ini menghasilkan barang yang tidak memiliki
barang pengganti (subsitusi) yang sangat dekat (Sudiyono, 2002).
Bentuk perusahaan monopoli dapat merupakan monopoli pemerintah,
monopoli swasta menurut undang- undang, dan dapat berupa monopoli swasta
murni. Diskriminasi harga (discriminatory pricing) adalah salah satu tindakan
diskriminasi harga adalah denga n menjual produk yang sama pada tingkat harga
yang berbeda-beda pada pasar yang berbeda. Pelaksanaan diskriminasi harga ini
hanya dapat berhasil bila kedua pasar sasaran terpisah, dan tidak terdapat aliran
barang dari barang yang harganya rendah ke pasar yang harganya lebih tinggi.
Dengan demikian, tidak terjadi pembelian pada pasar yang harganya rendah untuk
dijual ke pasar yang lebih tinggi (Limbong dan Panggabean, 1985).
2.6. Perilaku Pasar
Perilaku pasar menunjukkan pola tingkah laku lembaga- lembaga
pemasaran yang menyesuaikan dengan struktur pasar dimana lembaga tersebut
melakukan kegiatan penjualan dan pembelian serta menentukan bentuk-bentuk
keputusan yang harus diambil dalam menghadapi struktur pasar tersebut. Perilaku
pasar tersebut dilihat dari proses pembentukan harga dan stabilitas pasar, serta ada
tidaknya praktek jujur dari lembaga tersebut. Struktur pasar dan perilaku pasar
akan menentukan keragaan pasar yang dapat diukur melalui perubahan harga,
biaya, margin pemasaran, dan jumlah kuantitas ya ng diperdagangkan (Dahl dan
Hammond dalam Silvanie, 2003)
Prilkaku pasar dapat diketahui dengan mengamati praktek penjualan dan
pembelian yang dilakukan oleh masing- masiang lembaga pemasaran, sistem
penentuan harga dan pembayaran, serta kerjasama diantara berbagai lembaga
pemerintah. Perilaku pasar juga menunjukkan strategi yang dilakukan oleh para
pelaku pasar dalam menghadapi pesaing.
Perilaku pasar dalam efifiensi pemasaran adalah bagaimana pelaku pasar
menyesuaikan diri terhadap situasi pembelian dan penjualan yang berlangsung.
Dalam menganalisis prilaku pasar ini, maka terdapat tiga pelaku pasar yang
memiliki kepentingan berbeda. Produsen menghendaki harga yang tinggi, pasar
output menghendaki pilihan beberapa pembeli (tidak terjadi struktur monopsonis
atau ologopsonistik), tersedia waktu dan informasi pasar yang cukup, serta
kekuatan tawar menawar yang kuat. Lembaga pemasaran menghendaki
keuntungan maksimal, yakni selisih margin pemasaran dengan biaya yang relatif
besar untuk melaksanakan fungsi- fungsi pemasaran. Konsumen menghendaki
tersedianya produk pertanian sesuai dengan kebutuhan konsumen dan dengan
harga wajar (Sudiyono, 2002)
2.7. Efisiensi Pemasaran
Pemasaran merupakan hal yang tidak dapat dipisahkan dengan usaha
produksi, karena pemasaran adalah ujung tombak untuk menilai berhasil atau
tidaknya usaha yang dijalankan. Tujuan akhir dari suatu proses produksi adalah
menghasilkan produk atau jasa (atau kombinasi keduanya) untuk dipasarkan atau
dijual dengan harapan mendapatkan imbalan berupa pendapatan dan keuntungan.
Rangsangan (stimulasi) yang dapat mendorong produsen untuk berproduksi
adalah harga yang memadai dan tersedianya pasar.
Harga yang memadai diartikan sebagai harga yang sesuai dengan produk
atau jasa yang dipasarkan, dan memberikan keuntungan yang sepadan bagi
produsen dalam menjalankan usahanya. Arus komoditi hanya terjadi bila ada daya
atau faktor pendorong dalam pemasaran. Dalam hal ini, keuntunganlah yang
disalurkan dari produsen ke konsumen dengan harga yang menguntungkan bagi
produsen, konsumen, dan juga bagi penjual (Harjanto dalam Isdiyanto, 2002).
Pemasaran terdiri dari kegiatan menyalurkan produk dari produsen kepada
konsumen. Output dari pemasaran adalah kepuasan konsumen atas barang dan
jasa tersebut. Input dari pemasaran adalah tenaga kerja, modal, dan manajemen.
Efisiensi pemasaran juga dapat berarti maksimisasi penggunaan rasio
input-output, yaitu mengurangi biaya input tanpa mengurangi kepuasan konsumen
dengan output barang dan jasa. Biaya pemasaran baik besar maupun kecil adalah
indikasi bahwa pemasaran telah dilakukan.
Efisiensi pemasaran biasanya dibagi menjadi dua kategori yaitu efisiensi
operasional (tekhnologi) dan efisiensi harga (ekonomi). Efisiensi operasional
meliputi efisiensi dalam pengolahan, pengemasan, pengangkutan, dan
fungsi-fungsi lain dari sistem pemasaran. Dengan adanya efisiensi operasional tersebut,
biaya akan lebih rendah dan output dari barang atau jasa tidak berubah atau
bahkan meningkat kualitasnya.
Untuk mencapai efisiensi harga, produsen harus memperhatikan jumlah
produsen lain yang ada di pasar, kemampuan produsen baru memasuki pasar, dan
kemungkina n terjadinya kerjasama antar produsen. Kegiatan yang
mengembangkan informasi pasar, grading, dan standariasi akan meningkatkan
efisiensi harga.
Pengembangan dalam efisiensi operasional dapat mengakibatkan
menurunkan penurunan efiesiensi harga. Contohnya adalah bila pengembangan
tekhnologi baru dapat meningkatkan efisiensi operasional produsen. Peningkatan
alternatif pilihan. Atau grading dari komoditi untuk meningkatkan efisiensi harga
dapat menyebabkan peningkatan biaya operasional dari berbagai produsen (Kohls
dan Uhl, 1985).
Dalam teori ekonomi, yang dimaksud dengan harga adalah pertemuan
antara penawaran dan permintaan. Terjadinya atau terciptanya harga adalah akibat
adanya proses tawar menawar antara penjual (produsen) dan pembeli (konsumen).
Penjual menawarkan harga tertentu terhadap komoditinya sesuai dengan
pertimbangan-pertimbangan yang telah dilakukan penjual, dan pembeli
menawarkan harga tertentu untuk komoditi bersangkutan sesuai dengan
pertimbangan-pertimbangan yang dimiliki pembeli. Bila terjadi kesesuaian harga
antara harga yang ditawarkan penjual dengan harga yang diminta pembeli, maka
saat itulah terjadi harga pasar dan kemudian transaksi dapat berlangsung.
Tujuan penetapan harga produk oleh penjual, dan siapa yang menetapkan
harga produk tersebut pada umumnya berbeda antara penjual yang satu dengan
penjual yang lainnya. Pada perusahaan kecil, penetapan harga dilakukan oleh
pimpinan puncak, sedangkan pada perusahaan besar penetapan harga ditentukan
oleh manajer jalur produksi. Dilihat dari tujuannya, penetapan harga harga oleh
penjual pada umumnya bertujuan untuk mendapatkan keuntungan maksimum,
untuk mencapai target tertentu, mencegah dan mengurangi persaingan, serta untuk
mempertahankan atau meningkatkan market share. Dalam mencapai tujuan
tersebut, perusahaan dipengaruhi oleh keadaan struktur pasar dimana perusahaan
tersebut berada.
Bagi perusahaan yang berada pada pasar bersaing sempurna, dengan
mendapatkan keuntungan maksimum. Hal ini disebabkan karena pada pasar
bersaing sempurna, perusahaan hanyalah sebagai penerima harga, jadi perusahaan
tersebut hanya menghadapi satu tingkat harga di pasar.
Bagi perusahaan yang berada pada pasar bersaing monopolistik,
keuntungan maksimum akan dicapai saat Biaya Marginal (Marginal Cost) sama
dengan Penerimaan Marginal (Marginal Revenue), terdapat banyak penjual dan
banyak pembeli, dan barang yang dipasarkan tidak homogen. Demikian pula
untuk mencapai keuntungan maksimum pada perusahaan yang berada pada
struktur pasar oligopoli, MR dan MC perusahaan tersebut harus sama.
Perusahaan tidak bebas untuk menentukan harga produk yang dihasilkannya untuk
mencapai keuntungan maksimum karena perusahaan akan tergantung pada
struktur biaya perushaan dan kurva permintaan peroduk yang dihadapi.
Disamping itu, perusahaan juga tidak dapat menetukan harga produknya, karena
perusahaan tersebut harus memperhitungkan tindakan perusahaan pesaing.
2.7.1. Margin Tataniaga
Berdasarkan teori harga dimana produsen dianggap bertemu langsung
dengan konsumen, harga pasar dibentuk dari perpotongan antara kurva penawaran
dengan kurva permintaan. Dalam kenyataannya, pemasaran produk-produk
pertanian berbeda dari asumsi diatas. Hal ini disebabkan bahwa komoditi
pertanian yang diproduksi di sentra produksi bisa jadi akan dikonsumsi oleh
konsumen akhir setelah menempuh jarak jauh, baik dalam bentuk komoditi