• Tidak ada hasil yang ditemukan

PERANAN SOSIAL POLITIK PEREMPUAN DALAM KONSEP BUDAYA MANDAILING YANG BERAGAMA ISLAM DI KOTA MEDAN (STUDI GENDER DALAM PERSPEKTIF BUDAYA MANDAILING YANG BERAGAMA ISLAM DALAM MEMANDANG PEREMPUAN SEBAGAI PEMIMPIN).

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "PERANAN SOSIAL POLITIK PEREMPUAN DALAM KONSEP BUDAYA MANDAILING YANG BERAGAMA ISLAM DI KOTA MEDAN (STUDI GENDER DALAM PERSPEKTIF BUDAYA MANDAILING YANG BERAGAMA ISLAM DALAM MEMANDANG PEREMPUAN SEBAGAI PEMIMPIN)."

Copied!
59
0
0

Teks penuh

(1)

BERAGAMA ISLAM DI KOTA MEDAN

(STUlJi GENDER DAlAM PERSPEKTIF BUDAY A MANDAILING

)f.Nt.; BERAGAMA ISLAM DALAM MEMA.NDANG

PfREMPUAN SEBAGAI PEMIMP1NI

Oleh.

~~E!:KINA

lNANTA NAHU"f!ON

TPS~i'l Untu k Memperoleh Gciar Magistct ..;,,h'\s Progr.a.m Stud: Antn•po!ogi Su),\at

PROGll!\.M PASCASARJANA

UNIVERS!TAS NEGERI MEDAN

ME DAN

(2)

BUDAY A MANDAILING YANG BERAGAMA ISLAM Dl KOTA MEDAN

(STliDI GENDER DALAM PERSPEKTU<' BUDAY A MANDAILING

YANG BERAGAMA ISLAM DALAM MEMANDANG PEREMPUAN SEBAGAI PEMIMPIN)

OLEH:

MEIRINA INANTA NASUTION

NIM. 025050076

Telah Dipertabankan di Depan Panitia lljian Tesis

Pada Taoggal15 Desember 2006, dan Dinyatakao Telah Memenuhi Salab Satu Syarat Untuk ~lemperoleh Gelar Magi\ter Sains

Program Studi Antropologi Sosial Unimed

Medan. IS Oesembcr 2006

Menyetujui Tim Pembimbiog

Pembimbing J f

('\J~~·

Prof. DR. Bungaran A. Simanjuntak

Nip.130344786

Ketua Program Studi

Antrorlogi Sosial\

~

·.

J

I

~J-Nip.l30344786

Direktur Pro ranrPasca Sarjana Uoiversi s N eri Medan

( )

Prof. DR. Belferik Maoullane.

(3)

PROGRAM STUDJ ANTROPOLOGI SOSlAL

PERAN SOSIAL POLITIK PEREMPUAN DALAM KONSEP

BUDAY A M.ANDAILING YANG BERAGAMA ISLAM Dl KOTA MEDAN

(STUDl GENDER DALAM PERS.PEKTIF BUDAY A MANDAILING

YANG B.ERAGAMA ISLAM DALAM MEMANDANG PEREMPUAN SEBAGAl PEMJMPIN)

Pembimbing I

NAMA

NIM

HARI/TGL

: MEIRlNA INANTA NASUTION

:025050076

: JliMA T

I

15 DESEMBER 2006

TlM PENGlJJl

: Prof. DR. Bungaran A. Simanjuntak

U

~

Pembimbing II : Prof. DR. Robert Sibarani M.Si

Penguji : t. Prof. Dr. Nur. A. Fadhil Lubis, M.A

(4)

. t .

'I " .

I .·.

I •

I ..

.,

·~

.

... , ...

~ .

t ' ( .

. .

·.~.: .•••• i ·:·

'i·l

·: :.~:. ~ (,· . .

<.t

'.1,·'\ ~I " ·; ~~ '

. ,,

..

l

'

..

,

I

'• I

'

1

..

' ,:.

• < ,.( ' ;·'

. :i:(: .

• .. ...

..

I

··.'

..

J

. t

I

' !

'

~~. ( 1: ,.

.

' ., ~

.

'

..

.:-... . .. , . .

..

• I

.-~ ..

· .' .

·.'; .

(5)

Alhamdulillah, puji dan syukur penulis ucapkan kehadirat Allah S WT atas

scgala berkat dan karunia-Nya. sehingga penulisan tesis ini dapat 1erselesaikan.

Penulis menyadari bahwa dalam penyelesaian pcnufisan ini, banyak sekali halangan

dan rintangan yang tidak dapat penulis himlari.

Adapun mak.sud penulisan tesis ini adalah untuk memenuhi tugas akhir untuk

mencapaj derajat Satjana S-2 pada Program Studi Antropologi SosiaJ Program Pasca

Satjana. Pada kcscmpatan ini penulis mcngucapkan tcrima kasih kepada scmua pihak

yang telab turut membantu melalui daya, dana dan do•a datam penulisan tesis ini

khususnya kcpada:

I . Bapak Prof. Dr. B.A. Simanjuntak, selaku Pcmbimbing I dan Ketua Program Studi Antropologi Sosial yang telah memberikan waktu, arahan dan bimbingan

sehingga tesis ini dapat sclesai.

2. Bapak Prof. Dr. Robert Sibarani, M .Si, selaku Pembimbing II yang telah

memberikan arahan dan bimbingan sehingga tesis dapat selesai.

3. lbu Dra. Trisni llandayani, tvf.Si, selaku Sekretaris Program Studi Antropologi

SosiaJ yang telah membantu dan memberikan masukkan draft awal tesis ini.

4. Bapak!Ibu Dosen program Studi Antropologi Sosial Pasca Saz:jana yang telah

membckali penulis dengan berbagai pengetahuan dan pengalaman yang dapat

rnendukung pen:y-usunan tesis ini.

(6)

6. Bapak di Pemko Medan yang telah memberi izin penclitian bagi pcnulis dalam

mengumpulkan data yang diperiukan untuk penyusunan tesis ini.

7. lbu di Pemko Medan yang tclah memberikan infonnasi dan data dalam penulisan

tcsis ini.

8. Bapak Tokok Masyarakat di Kota Mcdan yang tclah rnembcrikan informasi

Jalam penyusunan tc:sis.

9. Rapak Tokoh Adat Mandailing di Kota Medan yang telah memherikan infonna<;i

dalarn penyusunan tesis.

l 0. Ayahanda dan lbunda tercinta yang telah mendoakan. mengasuh dan membiayai

scrta mcmberikan bantuan moriJ kepada penulis sejak perkuliahan hingga sclesai.

11. Buat Abangku yang tercinta terima kasih buat dukungan doanya scrta sc1uruh

kcluarga yang telah memberi semangat, arahan dan leguran kepada penulis.

12. Rckan-rekan seperjuangan stambuk "02" khususnya di Program Studi Program

J\ntropologi Sosial Pasca Sarjana yang tclah rncmberi motivasi dan hantuan

h·pada penulis hingga tesis ini se\esai.

13. Teman-teman yang tidak disebutkan namanya satu-persatu yang telah

memberikan dukungan dan dorongan sehingga pcnulisan tcsis ini dapat selesai.

Alhamdulillah saya ucapkan kehadirat AJ!ah SWT berkenaan melimpahkan

karunia-Nya atas segala bantuan dan dorongan moraL material dibcrikan ayah dan

(7)

Antropologi Sosial Pasca Srujana.

IV

Medan, Pebruari 2007

Penulis,

(Meirina I11_anta_Nasution)

(8)

Budaya Mandailing Yang Beragama Islam di Kota Medan (Study Gender Dalam Perspektif Budaya Mandailing Yang Beragama Islam Dalam Memandang Perempuan Sebagai Pemimpin) Program Studi Antropologi Sosial. Program Pasca Sarjana Universitas Negeri Medan.

Penelitian tm menggunakan pendekatan deskriptif kualitatif untuk menggambarkan dan menganalisis tentang bagaimana perspektif budaya Mandailing yang beragama Islam dalam memandang perempuan Mandailing sebagai pemimpin dari sudut pandang masyarakat Pemko Medan, tokoh masyarakat, dan tokoh adat Mandai ling.

Untuk memperoleh analisis data, dalam penelitian ini penulis melakukan pengumpulan data dengan cara observasi, wawancara, dan studi dokumentasi. Adapun informasi dalam penelitian ini adalah pemimpin Pemko Medan yang berjumlah 4 orang~ tokoh masyarakat berjumlah 4 orang dan tokoh Adat berjumlah 2 orang, maka jumlah keseluruhan inform an sebanyak 10 orang.

Dalam penelitian ini, penulis melihat bahwa kesetaraan gender antara laki-laki dan perempuan yang tidak terlepas dari budaya Mandailing tidak membeda-bedakan antara keduanya baik dalam kepemimpinan, posisi sosial, prilaku sosial dan tanggung jawab sosial dalam suatu lembaga di Pemko Medan.

Sekalipun dalam keluarga suku Mandailing di Pemko Medan yang masih kental dengan adat istiadatnya, namun masalah kesempatan kerja bagi perempuan sangatlah terbuka luas dalam masalah sosial dan ekonomi keluarga. Hal ini menunjukkan bahwa adanya peran perempuan Mandailing yang bekerja dan berkarir dalam menambah pendapatan keluarga di Pemko Medan.

(9)

Hal am an ABSTRAK ... .

KATA PENGANT AR ... n

DAFT AR lSI ... v

DAFT AR TABEL ··· VII BABI PENDAHULUAN I. La tar Belakang Masalah ... . 2. Identifikasi Masalah ... ... ... ... ... 5

3. Pertanyan Penelitian . ... . .. ... .. . ... ... ... ... .. .. . . .. .. .. . .. .. . ... . . .. . . . .. . 5

4. Rumusan Masalah ... 6

5. Tujuan Penelitian ... 6

6. Kegunaan Penelitian ... ... ... ... ... ... ... ... 7

7. Tinjauan Teoritis ... 7

a. Perempuan (Feminim) ... 8

b. Laki-laki (Maskulin) ... 10

c. Perbedaan Feminine dan Maskulin ... 11

d. Definisi Gender ... 13

e. Pengertian Kepemimpinan ... 14

f. Sifat-Sifat Kepemimpinan ... 16

g. Perempuan Sebagai Pemimpin ... ... . ... ... ... ... . . . 20

h. Budaya Mandai ling ... ... ... ... 24

1. Kesetaraan Gender ... ... ... ... .. ... ... ... .. . 27

J. Keadilan Gender ... ... .. . .. ... ... ... .. . ... 29

k. Tangggung Jawab ... 30

8. Metode Penelitian · ... :... 32

a. Tempat Penelitian ... 33

b. Teknik Pengumpulan Data... 33

c. Teknik Analisis Data... 34

BAB II GAMBARAN UMUM TENTANG MASY ARAKA T MANDAILING 1. Sejarah Persebaran Masyarakat Mandailing ... 35

2. Lokasi Masyarakat Mandailing di Kota Medan ... 37

3. Jumlah Penduduk Kotamadya Medan ... 38

4. Pemerintahan ... 39

5. Politik ... 42

6. Suku Mandailing ... 43

7. Kebudayaan Mandailing ... 45

8. Struktur dan Sistem Hukum Adat Mandailing ... 46

BAB III PERUBAHAN SOSIAL DAN KEDUDUKAN PEREMPUAN I. Perubahan Sosial Sebagai Dampak Perkembangan Iptek ... 62

2. Pengaruh Iptek Terhadap Kehidupan Masyarakat ... 64

[image:9.607.66.534.108.701.2]
(10)

BAB IV PEREMPUAN DAN KEPEMIMPINAN

1. Hak dan Martabat Perempuan Sebagai Profesional ... 80

2. Perempuan dan Kepemimpinan ... 83

3. Gaya Kepemimpinan Perempuan ... 85

4. Ciri-Ciri Pemimpin Menurut Islam ... 86

5. Prinsip-Prinsip Kepemimpinan ... 88

BAB V PERAN SOSIAL POLITIK PEREMPUAN DALAM KONSEP SOSIAL BUDAY A 1. Peran Sosial Perempuan . . . .. .. . . ... . . .. . .. . . .. . . . .. . . .. . . . .. . . .. .. . . 92

2. Politik Dalam PerspektifPerempuan ... 94

a. Politik bagi Perempuan .. ... ... .. . . .. ... . .. . ... ... .. .. . ... ... .. . 97

b. Politik PerspektifPerempuan ... 99

c. Perempuan dan Politik ... 102

d. Pluralisme dan Demokrasi .. . ... ... .. ... .. .... ... ... .. . . ... .. 1 04 BAB VI PEMBAHASAN PEREMPUAN MA.NDAILING SEBAGAI PEMIMPIN 1. Sudut Pandang Pemimpin di Pemko Dalam Memandang Perempuan Mandailing Sebagai Pemimpin ... 106

2. Sudut Pandang dan Implementasi Komunitas T okoh Adat Mandailing Dalam Memandang Perempuan Mandailing Sebagai Pemimpin ... ... .. ... .. ... ... ... ... ... 113

3. Sudut Pandang dan Implementasi Komunitas Tokoh Masyarakat Mandailing Dalam Memandang Perempuan Mandailing Sebagai Pemimpin ... 116

BAB VII KESIMPULAN DAN SARAN 1. Kesimpulan ... ... ... ... 120

2. Saran-saran ... 122

DAFTAR PUSTAKA ... 124 LAMPI RAN

(11)

Tabel 1.

2.

3.

Penduduk Kota Medan Menurut Jenis Kelamin Tahun 1995-2004 ... Jenis PNS Menurut Eselon dan Jenis Kelamin di Pemko Medan Tahun2004 ... . Jumlah PNS Menurut Golongan dan Jenis Kelamin di Pemko Medan Tahun2004 ... .

Vll

Hal am an 39

40

[image:11.603.69.526.111.588.2]
(12)

1. Latar Belakang Masalah

Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah Propinsi, Kabupaten!Kota dalam era

Otonomi Daerah dilaksanakan dengan prinsip-prinsip demokratis, keterbukaan,

partisipatif, pemerataan dan keadilan, serta dengan mempertimbangkan potensi

dan keanekaragaman daerah. Hal tersebut dimaksudkan agar sumber daya

manusia baik laiki-laki maupun perempuan mempunyai hak dan kewajiban serta

peran dan tanggung jawab yang sama sebagai bagian integral dari potensi

pembangunan daerah, sehingga dapat dimanfaatkan secara optimal dalam upaya

mewujudkan kesetaraan dan keadilan gender.

Gender merupakan pembagian peran dan tanggung jawab keluarga dan

masyarakat, sebagai hasil konstruksi sosial yang dapat berubah-ubah sesuai

dengan tuntutan perubahan zaman. Oleh karena itu, gender berkaitan bagaimana

seharusnya laki-laki dan perempuan berperan dan bertindak sesuai dengan tata

nilai yang terstruktur, ketentuan sosial dan budaya di tempat mereka berada.

Dengan kata lain, gender adalah pembedaan peran dan tanggung jawab antara

perempuan dan laki-laki sebagai hasil konstruksi sosial budaya masyarakat.

G. Kartasapoetra (1988) bahwa peranan dalam kehidupan bermasyarakat itu

(13)

..

masyarakat atau kedudukan yang diperolehnya dalam masyarakat, status atau

posisi-posisi sosial baik yang telah diberikan atau yang masih harus

dipeijuangkan, yang dalam hal ini peranan perempuan itu sendiri yang akan

menentukan.

Hingga dewasa ini ketimpangan gender masih teijadi di masyarakat, hal ini

terjadi karena konstruksi sosial yang sudah mengakar. Ketimpangan tersebut

begitu mengakar sehingga sebagian orang yakin bahwa basil dari konstmksi

sosial itu sebagai suatu yang kodrati. Prijono (1996) menyatakan ketimpangan

gender dapat terjadi di rumah, sekolah/lembaga pendidikan, tempat kerja,

organisasi politik maupun pada lembaga pemerintahaan, meskipun demikian

ketimpangan gender yang paling sering teijadi adalah di rumah (keluarga).

Ketimpangan gender ini mengakibatkan akses dan kontrol perempuan

terhadap sumber daya sangat lemah. Selanjutnya dampak dari ketimpangan ini

adalah termanifestasi dalam berbagai bentuk ketidakadilan seperti marginalisasi,

proses pemiskinan ekonomi, sub-ordinasi, anggapan ini tidak perlu berpartisipasi

dalam pembangunan atau pengambilan keputusan politik, diskriminasi dan

kekerasan .

Ketimpangan gender di berbagai bidang pembangunan ditandai oleh masih

rendahnya peluang yang dimiliki perempuan untuk bekeija dan berusaha, serta

rendahnya akses mereka terhadap sumber daya ekonomi, teknologi, informasi,

pasar, kredit, maupun modal kerja. Meskipun penghasilan perempuan pekeija

(14)

kesejahteraan keluarga, namun perempuan masili dianggap pencari nafkah

tambahan dan pekerja keluarga. Semua ini akan berdampak pada rendahnya

partisipasi, ak:ses dan kontrol yang dimiliki serta manfaat yang dinikmati

perempuan dalam pembangunan, antara lain ditandai oleh rendahnya tingkat

partisipasi angkatan kerja.

Kondisi empiris yang terjadi bahwa diskriminasi terhadap perempuan di

segala bidang khususnya di Pemko Medan, sesungguhnya merupakan suatu hal

yang sudah tidak asing lagi, kalaupun itu dikatakan sangat ekstrim. Jika tidak,

kalaupun ada kaum perempuan kebanyakan berada dipinggiran (periphery zone)

yang notabenenya kurang kuat pengamhnya dalam proses pengambilan

keputusan-keputusan politik, dimana peran politik kaum perempuan berada

dipinggirian saja, meskipun tidak: sedikit tokoh-tokoh dari perempuan yang

menjadi pemimpin, seperti menjadi Kepala Negara, Menteri, atau Kepala

Departemen, bahkan kepala-kepala yang ada di Pemko Medan, namun dalam

kenyataannya berbagai keputusanlkebijakan politik lebih banyak ditentukan oleh

suara laki-laki.

Di bidang politik meskipun proporsi pe:milih kaun1 perempuan lebih besar

dari laki-laki, namun yang duduk dalam parlemen cenderung menurun 9,8%

tahun 1998. Di Instansi pemerintahaan sangat sedikit perempuan berkesempatan

menduduki jabatan tinggi, begitu pula jajaran yudikatif. Semua itu merupakan

(15)

..

Ada kasus menarik tentang peran kaum perempuan dalam pentas politik di

Indonesia pada Pemilu tahun 1999, setelah PDI-P memenangkan Pemilu tahun

1999 dengan mencalonkan Megawati Soekamo Putri sebagai Presiden ke-IV,

orang mengatakan inilah saatnya kaum perempuan tampil memimpin bangsa.

Anggapan tentang dominasi politik di pihak laki-laki dan sub-ordinasi di pihak

perempuan setidak-tidaknya akan terbantah. Namun setelah S.U. MPR

dilaksanakan (yang mayoritas pesertanya laki-laki) temyata Megawati gagal

menduduki kursi Presiden. Kekalahan ini bisa menjadi bagian dari potret

marginalisasi kaum perempuan dalam kancah politik di Indonesia. (Siti Binti AZ,

1999).

Dalam kesetaraan gender baik perempuan maupun laki-laki tidak terlepas

dari adat istiadat maupun agama karena menyangkut masa depan, pandangan

inipun setelah adanya tuntutan secara global mengenai modernisasi dan era

emansipasi, di Pemerintah Kota Medan bahwa kesetaraan gender perlu

dipertanyakan, sejauhmana Bargaining Positifion kaum perempuan di Pemko

Medan tersebut, mengingat jumlah perempuan 1ebih banyak ketimbang jumlah

laki-laki di masyarakat.

Zaman ini masyarakat secara struktural dan kultural telah berubah akibat

pembangunan, akan tetapi masih sulit melepaskan tradisi hubungan sosial (laki

dan perempuan) yang berdasar gender. Mengapa sampai demikian, apa yang

menyebabkan teijadinya hubungan gender tradisional yang tetap melekat di

(16)

..

masih kental mempengaruhi kehidupan nmasyarakat di era globalisasi ini ? Atau

ada faktor-faktor lain yang mempengaruhi penerapan gender di masyarakat kita?

Persoalan ini akan diteliti sejauh mana pengaruh budaya dan agama

mempengaruhi pandangan masyarakat mengenai kesetaraan dan keadilan gender.

2. Identifikasi MasaJah

a. Terdapat perspektif komunitas masyarakat Mandailing yang beragama Islam

dalam memandang perempuan Mandailing sebagai pemimpin di Pernko

Medan yang beretnis Mandailing.

b. Terdapat perspektif komunitas masyarakat Mandailing yang beragama Islam

dalam memandang perempuan Mandailing sebagai pemimpin berdasarkan

sudut pandang tokoh adat Mandailing.

c. Terdapat implementasi komunitas tokoh masyarakat Mandailing yang

beragama Islam dalam memandang perempuan sebagai pemimpin dalam

tatanan sosial politik Kota Medan.

3. Pertanyaan Penelitian

a. Mengapa dalam komunitas masyarakat Mandailing yang beragama Islam

masih terdapat adanya perspektif yang meragukan perempuan sebagai

pemimpin di Pernko Medan yang beretnis Mandailing ?

b. Mengapa dalam komunitas masyarakat Mandailing yang beragama Islam

masih ada perspektif tokoh adat Mandailing yang meragukan perempuan

(17)

c. Mengapa dalam impJementasi komunitas tokoh masyarakat MandaiJing yang

beragama Islam masih ada perspektif yang meragukan perempuan MandaiJing

sebagai pemimpin ?

4. Rumusan MasaJab

a. Bagaimanakah perspeki:if komunitas masyarakat Mandailing yang beragarna

Islam dalam memandang perempuan sebagai pemimpin berdasarkan sudut

pandang pemimpin di Pemko Medan ?

b. Bagaimanakah perspektif komunitas masyarakat Mandailing yang beragama

Islam dalam memandang perempuan sebagai pemimpin berdasarkan sudut

pandang tokoh adat Mandailing ?

c. Bagaimanakah perspektif komunitas tokoh masyarakat Mandailing yang

beragama Islam dalam memandang perempuan sebagai pemimpin dalam

tatanan sosial, politik di Kota Medan ?

5. Tujuan Penelitian

a. Mencoba menemukan bagaimana perspektif komunitas masyarakat

Mandailing yang beragama Islam dalam memandang perempuan sebagai

pemimpin berdasarkan sudut pandang pemimpin di Pemko Medan.

b. Mencoba menemukan bagaimana perspektif komunitas masyarakat

Mandailing yang beragama Islam dalam memandang perempuan sebagai

(18)

c. Mencoba menemukan bagaimana perspektif komunitas tokoh masyarakat

Mandailing yang beragama Islam dalam memandang perempuan sebagai

pemimpin dalam tatanan sosial politik di Kota Medan.

6. Kegunaan Penelitian

a. Secara teoritis hasil penelitian ini dapat memberikan referensi bagi

mahasiswa Antropologi tentang perspektif budaya Mandailing terhadap

kepemimpinan perempuan.

b. Secara praktis dapat digunakan untuk mengembangkan kesetaraan gender

pada masyarakat kota Medan.

c. Agar pemerintah dapat mengubah dan merancang kebijakan dalam

menempatkan perempuan dalam hal yang setara/sejajar.

7. Tinjauan Teoritis

Tinjauan teoretis meliputi konsep yang menjelaskan alur pikir penelitian

secara komprehensif, dimana konsep teori dalam penelitian ini meliputi: Femine

(perempuan), Maskulin (Lak-laki), Defmisi Gender, Perbedaan Femine dan

Maskulin, Pengertian Pemimpin, Pemimpin Mnurut Agama Islam, Budaya

(Batak).

Guna lebih mempeijelas arah penelitian ini, maka pendekatan

struktur-fungsional menjadi model yang dipilih oleh penulis. Adapun tujuan penulis

pemilihan pendekatan ini adalah didasarkan atas asumsi yang menekankan bahwa

(19)

sosial melalui struktur-struktur sosial yang ada. Berdasarkan struktur yang ada

tersebut perempuan kemudian melakukan fungsinya sebagai pemimpin agar di

terima di tengah-tengah masyarakat. Dalam hal ini adapun pendekatan struktural

fungsional yang akan disertakan di sini adalah berdasarkan teori yang

diungkapkan oleh Malinowski.

Malinowski (1989:938) mengungkapkan bahwa keberfungsian

elemen-elemen pembentuk kehidupan sosial termasuk budaya bertujuan untuk memenuhi

kebutuhan hidup manusia baik yang bersifat biologis maupun psikologis, ada tiga

tingkatan kebutuhan manusia yaitu : ( 1) kebutuhan biologis berupa makanan,

prokrasi, (2) kebutuhan instrumental (struktur sosial) berupa hukum, pendidikan,

stratiftk.asi sosial, (3) kebutuhan integratifberupa agama dan kesenian.

a. Perempuan ( Femine )

Berdasarkan basil penelitian dari Levinson, Darraw & Klein (dalam O'Neil,

1982) meringkaskan dari temuan dalam sampelnya melalui deskripsi persepsi

bahwa, Femininitas diasosiasikan dengan; kelemahan, yakni penurut dan perilaku

tidak asertif, korban dari orang lain yang lebih memiliki kekuasaan dan siap untuk

dieksploitasi, memiliki keterbatasan diri untuk tetap berusaha menuju tujuan yang

bernilai; emosi, yang berkaitan dengan intuisi, kecendrungan membuat keputusan

didasarkan oleh perasaan dari pada analisis yang berhati-hati; membina rumah

tangga, dalam pengertian memenuhi kebutuhan suami dan anak-anak.

Menurut (Pranasari 1984:6) menyatakan bahwa : Ideologi gender

(20)

..

patuh dan sabar, mempunyai naluri keibuan yang tebal, penuh kasih sayang serta

memiliki keterbatasan dalam kekuatan atau tenaga.

Terkait dengan pelayanan kesehatan reproduksi, masih sering kita

menemuk:an kasus kematian ibu karena pertolongan persalinan yang kurang

memadai, tingginya angka kematian bayi pada masyarakat berpenghasilan rendah,

pentingnya peranan dukun bayi dalam perawatan kehamilan dan persalinan,

kematian perempuan karena aborsi yang tidak aman, efek kontrasepsi pada

perempuan yang tidak dapat diatasi oleh pelayanan KB, paksaan untuk

menggunakan kontrasepsi, infeksi saluran reproduksi yang terlambat diketahui,

dan sebagainya. Masih banyak contoh lain yang dapat kita temuka dalam realitas

sosial sehari-hari. Aspek-aspek sosial budaya inilah yang penting sekali dicem1ati

dalam mengkaji kesehatan reprpduksi, bukan laki persoalan biomedis belaka,

karena mempunyai implikasi yang luas terhadap setiap individu temtama

perempuan.

Pada Konferensi Perempuan sedunia tahun 1995 di Beijing, pentingnya

masalah hak dan kesehatan seksual semakin mencuat, sebagaimana tercantum

dalam pasal 96 dari platform, yaitu : hak-hak asasi perempuan mencakup hak

untuk memiliki kontrol dan memutuskan secara bebas dan bertanggungjawab atas

masalah-masalah yang berhubungan dengan seksualitas mereka, termasuk

kesehatan seksual dan reproduksi, bebas dari paksaan, diskriminasi, dan

kekerasan. Hubungan yang setara antara perempuan dan laki-laki dalam

(21)

bagi integritas seseorang, mensyaratkan saling menghormati, persetujuan, dan

tanggung jawab bersama bagi perilaku seksual dan konsekuensi-konsekuensinya.

(Srinthil, 2004;57).

Meskiprm pasal tersebut di atas tidak secara eksplisit menggunakan kata

hak-hak seksual, namrm jelas sekali mencantumkan unsur-unsurnya. Dengan

demikian, mengkaji hak dan kesehatan reproduksi tidak dapat Iepas dari hak dan

kesehatan seksual.

b. Laki-Laki (Maskulin)

Berdasarkan basil penelitian dari Levinson, Darraw & Klein (dalam O'Neil,

1982) menyatakan bahwa : meringkaskan dari temuan dalam sampelnya melalui

deskripsi persepsi bahwa Maskulinitas diasosiasikan dengan kekuasaan, berupa

kontrol terhadap orang lain, menjadi seseorang dengan kemauan yang kuat,

pemimpin yang dapat menyelesaikan segala sesuatu, kekuatan, yakni tubuh yang

gagah, ketangguhan, dan stamina untuk mengatasi pekeijaan yang melelahkan

dan yang memikul tekanan ketubuh tanpa menyerah, berfikir secara logis dan

analitis, yang berarti kompetensi intelektualitas dan memahami pekeijaan;

kesuksesan, dalam pengertian berambisi, sukses dipekeijaan, kemajuan, serta

mencari keuntungan untuk diri dan keluarga. Menurut Fergusson dalam buku

Benih Bertumbuh; (2000:31 0) menyatakan bahwa : Seseorang yang aktif dan

(22)

baik bagi perkembangan manusia, dan tidak harus selalu dikaitkan dengan

pengertian agresif, melainkan bersifat ngemong dan kooperat~f

c. Perbedaan Feminine dan Maskulin

Peran jenis kelamin menurut Jenkins dan Me Donald Maltin (1984)

menyatakan bahwa stereotip peran jenis kelamin sebagai suatu set yang

terstruktur dari kepercayaan tentang atribut personal dari wanita yang

dikelompokkan dalam kemampuan dan kehangatan sebagai berikut :

1) Kelompok kemampuan Feminine yaitu :

Sarna sekali tidak agresif

Sarna sekali tidak independent

Sangat penurut

Sarna sekali tidak kompettittif

Sangat Pasif

Memiliki kesulitan dalam membuat keputusn

Sarna sekali tidak ambisius

2) Kelompok kehangatan dan ekspresi Feminine yaitu:

• Sangat bijaksana

• Sangat pendiam

• Sangat penumt

• Sangat peka terhadap perasaan orang lain

(23)

• Sangat mudah mengekspresikan perasaan yang mendalam

Disamping itu jenis kelamin perempuan yang dibawa sejak lahir (kodrat)

alami memiliki ciri khas Primer sebagai berikut:

• Vagina (liang senggama)

• Ovarium (indung telur)

• Ovum (sel telur)

• Uterus

• Menyusui

• Haid

• Rahim

Ciri khas sekunder Feminine sebagai berikut:

• Kulit Halus

• Suara lebih bemada tinggi

• Dada Besar

Srinthil (2004:62) menyatakan bahwa kebanyak:an laki-laki lebih

cenderung melihat seks sebagai interaksi penetratif heteroseksual dengan

hubungan penis-vagina sebagai pusatnya. Secara seksual, laki-laki dilihat sebagai

pemberi dan perempuan sebagai penerima. Ada keyakinan bahwa organisme

perempuan tergantung pada dan akibat ejakulasi laki-laki. Ejakulasi laki-laki

(24)

laki-laki percaya bahwa perempuan mengalami organisme dengan berejakulasi seperti

halnya laki-laki.

Kepercayaan lain yang berkembang adalah berkenaan dengan resiko

terinfeksi PMS dan HIV I AIDS. Keengganan sebagian kelompok laki-Iaki untuk

menggunakan kondom bukan semata-mata karena mengurangi kenikmatan, tetapi

juga terkait dengan kebanggaan bahwa apabila terkena PMS adalah lambang

kejantanan. Norma maskulinitas yang berlaku didisni adalah sulit bagi laki-laki

untuk memahami, bagaimana ia berada dalam resiko terkena PMS karena tidak

adanya cairan yang memasuki tubuhnya ketika melakukan hubungan seksual.

Justru laki-laki enggan mengeluarkan cairan sperma yang masuk ke tubuh

perempuan. Apakah kepercayaan ini menjadi salah satu faktor yang menyebabkan

laki-laki enggan menggunakan kondom saat berhubungan seksual. tentu masih

per]u dikaji lebih lanjut. Contoh-contoh di atas menunjukkan bagaimana

proses-proses seksual seringkali didefinisikan oleh norma-norma maskulinitas yang

merefleksikan keperkasaan dan merepresentasikan kemampuan seksual yang pada

gilirannya dapat berimplikasi pada kesehatan reproduksi dan seksual perempuan.

d. Definisi Gender

Pengertian gender secara umum menurut kamus diasosiasikan dengan jenis

kelamin secara biologis, antara lain kamus Oxford (1994) mengartikan gender

sebagai: sexual classification,- sex.- the male andfemale gender. Kini gender lebih

(25)

laki-laki. Dengan demikian gender bukan hanya mengacu pada jenis kelamin biologis,

tetapi juga gambaran-gambaran psikologis, sosial dan budaya serta ciri-ciri

khusus yang diasosiasikan dengan kategori biologis perempuan dan laki-laki

(Gilbert, 1993).

Unger dan Crawford (1992: 17) menyatakan bahwa : memisahkan antara

jenis kelamin dengan gender, dimana pemahaman tentang gender merupak.an

konstruksi sosial. Jenis kelamin didefinisikannya : "As biological d~ffrences in

genetic composition and reproductive analDmi and function". Sebagaimana

spesies mamalia lainnya yang memiliki dua bentuk biologis seperti halnya

manusia terdiri dari perempuan dan Iaki-laki. Bayi manusia dikatakan perempuan

atau laki-laki saat dia dilahirkan, berdasarkan alat genital yang dimilikinya.

Sedangkan definisi gender menurut Unger dan Crawford ( 1992:1 8) menyatakan

bahwa : '' ... what culture makes out of the'raw material" of biological sex".

Gender adalah pembagian peran dan tanggung jawab keluarga dan

masyarakat, sebagai basil konstruksi sosial yang dapat berubah-ubah sesuai

dengan tuntutan perubahan zaman, gender juga berkaitan bagaimana seharusnya

laki-laki dan perempuan berperan dan bertindak sesuai dengan tata nilai yang

terstruktur, ketentuan sosial dan budaya ditempat mereka berada. Dengan kata

lain gender adalah pembedaan peran dan tanggung jawab antara perempuan dan

(26)

e. Pengertian Kepemimpinan

Perkataan pemimpin mempunyai macam-macam pengertian. Definisi

mengenai pemimpin banyak sekali, yaitu sebanyak pribadi yang meminati

masalah pemimpin tersebut. Menurut Gary Yuki (1998) menyatakan bahwa

perilaku dari seorang individu yang memimpin aktivitas-aktivitas suatu kelompok

ke suatu tujuan yang ingin dicapai bersama.

Henry Prat Fairchild dikutip oleh Kartini Kartono (2002) menyatakan

bahwa pemimpin dalam pengertian luas ialah seorang yang memimpin dengan

jalan memprakarsai tingkah laku sosial dengan mengatur, mengarahkan,

mengorganisir atau mengontrol usaha/upaya orang lain atau melalui prestise,

kekuasaan atau pisis. Dalam pengertian yang terbatas, pernirnpin ialah seorang

yang rnembimbing memimpin dengan bantuan kualitas-kualitas persuasifnya, dan

akseptansi/ penerirnaan secara sukarela oleh para pengikutnya.

Dari kedua pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa pemimpin adalah

seorang yang memiliki kecakapan khusus, dengan atau tanpa pengangkatan resmi

dapat mempengaruhi orang lain yang dipimpinnya, untuk melakukan usaha

bersama mengarah pada pencapaian tujuan.

Seorang pemimpin itu merupakan ciri bawaan psikologis yang dibawa

sejak lahir, khususnya pada pada diri dan tidak dipunyai oleh orang lain,

sehingga dia disebut sebagai born leader ( dilahirkan sebagain pemimpin).

Karena itu sifat-sifat kepemimpinannya tidak perlu diajarkan pada dirinya, juga

(27)

biasa, dengan bakat dan kharisma yang cemerlang, di samping punyai bakat seni

memimpin yang tidak ada duanya.

Seni adalah kecakapan untuk menciptakan sesuatu yang menumbuhkan

rasa keindahan pada orang lain. Maka seni memimpin ialah bakat, kreativitas,

kemahiran yang luar biasa dan seseorang dengan gaya kepribadian yang unik,

dengan teknik dan cara-cara memimpin yang istimewa guna mempengaruhi orang

lain untuk berbuat sesuatu dalam mencapai tujuan bersama. Maka kepribadian

pemimpin "born leader" tersebut memancarkan daya tari yang luar biasa,

sehingga menggugah rasa sempati, respek, kekaguman, afeksi, kesenangan dan

emosi-emosi indah lainnya pada para pengikutnya. Pribadi pemimpin sedemikian

itulah disebut memiliki bakat seni memimpin yang tidak bisa ditiru oleh orang

lain.

f. Sifat-sifat Pemimpin

Upaya untuk menilai sukses atau gagalnya pemimpin itu antara lain

dilakukan dengan mengamati dan mencatat sifat-sifat dan kualitas/mutu

perilakunya, yang dipakai sebagai kriteria untuk menilai kepemimpinannya.

Menurut Ordway Tead yang dikutip oleh Kartini Kartono (2002)

menyatakan bahwa ada 10 sifat yaitu :

1. Energi jasmaniah dan mental (Physical and nervous energy)

Hampir setiap pribadi pemimpin memiliki tenaga jasmani dan rohani yang

(28)

istimewa yang tampaknya seperti tidak akan pemah habis. Hal ini ditambah

dengan kekuatan-kekuatan mental berupa semangat juang, motivasi ke:rja,

disiplin, kesabaran, ketahanan bathin, dan kemauan yang luar biasa untuk

mengatasi semua permasalahan yang dihadapi.

2. Kesadaran akan tujuan dan arah (A sense of purpose and direction)

Ia memiliki keyakinan yang teguh akan kebenaran dan kegunaan dari semua

perilaku yang dike:rjakan, tahu persis kemana arah yang akan ditujunya, serta

pasti memberikan kemanfaatan bagi dirinya sendiri maupun bagi orang lain

yang dipimpinnya. Tujuan tersebut harus disadari benar, menarik, dan sangat

berguna bagi pemenuhan kebutuhan hidup bersama.

3. Antusiasme (Enthusiasme: semangat, kegairahan, kegembiraan yang besar)

Peke:rjaan yang dilakukan dan tujuan yang akan dicapai itu harus sehat,

berarti, bernilai, memberikan harapan-harapan yang menyenangkan,

memberikan sukses, dan menimbulkan semangat serta esprit de corps. Semua

ini membangkitkan antusiasme, optimisme, dan semangat besar pada pribadi

pemimpin maupun para anggota kelompok.

4. Keramahan dan kecintaan (Friendliness and affection)

Affection itu berarti kesayangan, kasih sayang , cinta, simpati yang tulus,

disertai kesediaan berkorban bagi pribadi-pribadi yang disayangi. Sebab

pernimpin ingin membuat mereka senang, bahagia dan sejahtera. Maka kasih

sayang dan dedikasi pemimpin bisa menjadi tenaga penggerak yang positif

(29)

Sedang keramah-tamahan itu mempunyai sifat mempengaruhi orang lain, juga

membuka setiap hati yang masih tertutup untuk menanggapi keramahan

tersebut. Keramahan juga memberikan pengaruh mengajak, dan kesediaan

untuk menerima pengaruh pemimpin untuk melakukan sesuatu secara

bersama-sama, mencapai satu sasaran tertentu.

5. Integritas (integrity: keutuhan, kejujuran, ketulusan hati)

Pemimpin itu 11arus bersifat terbuka, merasa utuh bersatu, sejiwa dan

seperasaan dengan anak buahnya, bahkan merasa senasib dan

sepenanggungan dalam satu peijuangan yang sama. Karena itu dia bersedia

memberikan pelayanan dan pengorbanan kepada para pengikutnya.

Sedangkan kelompok yang dituntut menjadi semakin percaya dan semakin

menghormati pemimpinnya. Dengan segala ketulusan hati dan kejujuran,

pemimpin memberikan ketauladanan agar dia dipatuhi dan diikuti oleh

anggota kelompoknya.

6. Penguasaan teknis (Technical mastery)

Setiap pemimpin harus memiliki satu atau beberapa kemahiran teknis tertentu

agar ia mempunyai kewibawaan dan kekuasaan untuk memimpin

kelompoknya. Dia memiliki kemahiran-kemahiran sosial untuk memimpin

dan memberikan tuntutan yang tepat serta bijaksana. T erutama teknik untuk

mengkoordinasi tenaga manusia agar tercapai maksimalisasi efektivitas keija

(30)

7. Ketegasan dalam mengambil keputusan (Decisiveness)

Pemimpin yang berhasil itu pasti dapat mengambil keputusan secara tepat,

tegas dan cepat, sebagai hasil dari kearifan dan pengalamannya. Selanjutnya

dia mampu menyakinkan para anggotanya akan kebenaran keputusannya. Ia

berusaha agar para pengikutnya bersedia mendukung kebijakan yang telah

diambilnya. Dia harus menampilkan ketetapan hati dan tanggung jawab, agar

ia selalu dipatuhi oleh bawahannya.

8. Kecerdasan (Jntelligency)

Kecerdasan yang perlu dimiliki oleh setiap pemimpin itu merupakan

kemampuan untuk melihat dan memahami dengan baik, mengerti sebab dan

akibat kejadian , menemukan hal-hal yang krusial, dan cepat menemukan cara

penyelesaiannya dalam waktu singkat. Maim orang yang cerdas akan mampu

mengatasi kesulitan yang dihadapi dalam waktu yang jauh Iebih pendek dan

dengan cara yang lebih efektif daripada orang yang kurang cerdas.

Kecerdasan dan originalitas yang disertai dengan daya imajinasi tinggi dan

rasa humor, dapat dengan cepat mengurangi ketegangan dan

kepedihan-kepedihan tertentu yang disebabkan oleh masalah-masalah sosial yang gawat

dan konflik-konflik di tengah masyarakat.

9. Keterampilan mengajar (Teaching skill)

Pemimpin yang baik itu adalah seorang guru yang mampu menuntun,

mendidik, mengarahkan, mendorong (memotivir), dan menggerakkan anak

(31)

buahnya, dia diharapkan juga menjadi pelaksana eksuktif untuk mengadakan

latihan-latihan, mengawasi peketjaan rutin setiap hari, dan menilai gagal atau

suksesnya satu proses atau treatment.

10. Kepercayaan (Faith)

Keberhasilan pemimpin itu pada umumnya selaJu didukung oleh kepercayaan

anak buahnya. Y aitu kepercayaan bahwa para anggota pasti dipimpin dengan

baik dipengaruhi secara positif, dan diarahkan pada sasaran-sasaran yang

benar. Ada kepercayaan bahwa pemimpin bersama-sama dengan anggota

kelompoknya secara bersama-sama rela betjuang untuk mencapai tujuan yang

bernilai.

g. Perempuan Sebagai Pemimpin Menurut Agama Islam

Di dalam ayat-ayat AI-Qur'an maupun Smmah Nabi yang merupakan

sumber utama ajaran Islam, terkandung nilai-nilai universal yang menjadi

petunjuk bagi kehidupan manusia dulu, kini dan akan datang. Nilai-nilai tersebut antara lain nilai kemanusiaan, keadilan, kesetaraan, kemerdekaan, dan

sebagainya. Berkaitan dengan nilai kesetaraan dan keadilan, maka Islam tidak

pernah mentolerir adanya perbedaan atau perlakuan diskriminasi di antara umat manusia. Hal ini ditegaskan dalam AI-Qur'an smah Al-Hujarat 49:13) bahwa:

(32)

mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling bertaqwa di antara kamu. Sesungguhnya Allal1 Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal". (Ratna Batara Munti, 1999)

Dari ayat di atas jelas bahwa di dalam Islam, hanya ketaqwaanlah yang

membedakan manusia satu dengan manusia yang lain. Karena pada dasarnya

manusia diciptakan sama, sekalipun mereka berasal dari bangsa ataupun suku

yang berlainan. Allah SWT memang sengaja menciptakan mereka dalam

keragaman bangsa dan suku dengan maksud mereka saling mengenal satu san1a

lainnya.

Sementara itu, berkaitan dengan kesetaraan di antara jenis kelamin yakni

antara perempuan dan laki-laki juga secara tegas disebutkan dalan1 Al-Qur' an

Surah Al-Allzab 33:35) bahwa:

(33)

Dari ayat ini terlihat dengan jelas bahwa Allah SWT tidak membedakan

antara laki-laki dan perempuan. Siapa saja di antara mereka akan mendapatkan

ganjaran setimpal dengan apa yang telah mereka perbuat. Tidak ada perbedaan

atauptm diskriminasi dalam hal kepemimpinan.

Namtm, dalam kenyataannya hubtmgan antara laki-laki dan perempuan di

tengah masyarakat masih timpang. Hal ini ditandai dengan masih banyaknya

kasus kekerasan yang teijadi pada perempuan, terutama kekerasan dalam rumah

tangga. Sebuah Lembaga Bantuan Hukum (LBH) yang menangani kasus-kasus

perempuan telah mencatat sebanyak 464 kasus keluarga yang menimpa kaum

perempuan, 395 kasus di antaranya adalah kasus kekerasan dalam rumah tangga,

meliputi kekerasan fisik, psikis, ekonomi dan seksual.

Di antara penyebab timpangnya hubungan laki-laki dan perempuan yang berujtmg pada ketidakadilan terhadap perempuan ini antara lain mi_tos-mitos yang

disebarluaskan melalui nilai-nilai dan tafsir-tafsir £ljaran agama yang keliru

mengenai ketmggulan kaum laki-laki. Sebaliknya tentang perempuan adalah

mitos-mitos yang melemahkan kaum perempuan. Laki-laki selalu digarnbarkan

sebagai makhluk yang cerdas, kuat, tidak emisonal. Sementara perempuan adalah

makhluk yang Jemah, bodoh, emosional dan tidak mandiri. Hal ini juga dipengaruhi oleh mitos mengenai penciptaan ataupun asal kejadian manusia.

Yakni bahwa perempuan adalah setengah manusia, karena ia diciptakan dari

(34)

mengenai asal-usul kejadian manusia dalam Al-Qur' an surat Annisa ayat 1 yang

berbunyi:

Artinya : "Hai sekalian manusia, bertaqwalah kepada Tuhanmu yang telah menciptakan dari diri yang satu (nafs), dan dari padanya Allah menciptakan pasangannya, dan dari keduanya Allah memperkembangbiakan laki-laki dan perempuan yang banyak". (Ratna Batara Munti, 1999)

Selama ini kata nafs pada ayat tersebut diartikan sebagai Adam (laki-laki), sehingga dengan gampang Hawa (perempuan) ditafsirkan sebagai bagian dari

Adam (laki-laki). Kata nafs tersebut haruslah dipahami dalam pengertian jenis,

sehingga maknanya menjadi setara, yakni bahwa laki-laki dan perempuan diciptakan dari jenis yang sama. Ayat di atas menegaskan bahwa asal-usul

penciptaan manusia adalah sama, maka pada dasamya Islam memberikan

kedudukan yang setara antara laki-Jaki dan perempuan. Dengan demikian,

seharusnya tidak perlu ada lagi mitos-mitos tentang kejadian manusia yang

mengunggulkan ]aki-laki dan di pihak lain melemahkan perempuan karena mitos

itu tidak berdasar sama sekali di dalam Al-Qur' an.

Berbeda dengan pandangan di atas, tidak ada satu ayatpun dalam A1-Qur' an

yang menyatakan bahwa perempuan diciptakan dari tulang rusuk laki-laki.

AI-Qur'an secara tegas mendukung prinsip-prinsip kesetaraan dihadapan Tuhan,

termasuk dalam soal asal-usul kejadian manusia, seperti terdalam dalam

(35)

Artinya : "Sesunggulmya Kami memuliakan anak-anak Adam, Kami angkat mereka di daratan dan di lautan (untuk memudahkan mereka mencari kehidupan).

Kami beri mereka rezeki yang baik-baik dan Kami lebihkan mereka dengan kelebihan yang sempurna atas kebanyakan makhluk-mahkluk yang diciptakan". (Ratna Batara Munti, 1999)

Pada ayat lain, Surah Ali Imran ayat 195 juga menyebutkan :

~

r

L·--. ·-t::~ ·-·--.- ..

y

I

x;

-.~ ·-t::~- J r-:... J • I

W ..

1

.(.>II~

r:---:

~ .J ~ UA ~WAC~

i$-Artinya : "Sesunggulmya aku tidak menyia-nyiakan amal orang-orang yang beramal, baik laki-laki maupun perempuan". (Ratna Batara Munti, 1999)

h. Budaya Mandailing

Budaya merupakan konsep utama yang digtmakan dalam disiplin ilmu antropologi, menurut Kroeber dan Kluckhohn ( dalam Beny, 1990: 52) menyatakan:

Culture consist of patterns, explicit and implicit, of and for behavior acquire and transmitted by symbols, constituting the distinctive achievements of human groups, including their embodiments in artifacts; the essensial core of culture consist of traditional (i.e., historically derived and sellected) ideas and especially their attached values; cultural systems may on the one hand be consedered as products of action, on the other as conditioning elements of further action.

Sementara itu Ember (1985) menyatakan budaya meliputi perilaku-perilaku, kepercayaan-kepercayaan dan sikap-sikap yang dipelajari mempakan karakteristik

dari suatu masyarakat atau populasi.

Sedangkan Camilari ( dalam Segall et all, 1990;26) mendefinisikan budaya sebagai berikut :

(36)

(2) It induces the sharing of attitudes, social representations, and values, and leads to shared behavior patterns that reflect these values.

Berdasarkan ciri-ciri dari budaya dapat dikatakan secara sederhana bhawa

budaya merupakan segala sesuatu yang dipelajari dari semua orang lain. Setiap

hal yang dipelajari seseorang dari orang lain merupakan suatu bagian dari budaya

dan hal itu ia terima melalui suatu adaptasi dan bertahan dari generasi ke generasi.

Sejak kita lahir, kita telah dihadapkan dengan budaya yang mengandung nilai-nilai

dan bahasa sebagai alat untuk mengekspresikannya.

Suku Batak terdiri dari enam sub suku bangsa, yakni Batak Toba, Batak Karo,

Batak Simalungun, Pak-Pak, Mandaling dan Angkola. Mereka mendiami

sebagaian Daerah Sumatera Utara, yakni dataran tinggi Karo, Langkat Hulu,

Simalungun, Dairi, Toba Hulu, menurut torombo (cerita-cerita), suku bangsa

Batak berasal dari nenek moyang yang satu yakni si Raja Batak.

Nilai budaya batak (Mandailing) utama yang paling banyak tampil menurut

Harahap dan Sitompul (1987) menyatakan bahwa nilai kekerabatan dan nilai

religi, hal ini menunjukkan suku Mandailing memiliki semangat primordial suku

dan agama yang sangat kuat. Dalam nilai kekerabatan ini, nilai anak laki-laki

menduduki peringkat pertama, sedangkan nilai anak perempuan (boru) dalam

peringkat ke empat, sementara peringkat kedua adalah hula-hula yakni unsur

Dalihanna tolu, pihak pemberi istri dan peringkat ketiga kerukunan (satahi).

Stratifikasi sosial etnis Mandailing dalam kehidupan sehari-hari didasarkan

(37)

pangkat dan jabatan; c) perbedaan tingkat keaslian. Dalam hal pengambilan

keputusan yang berhak adalah para orang tua dan yang telah kawin, sedangkan

anak-anak muda yang belwn kawin hanya membantu dalam pelaksanaan upacara

adat (marhobas ).

Anak laki-laki dalarn etnis mandailing mempunyai kedudukan penting dalam

keluarga, karena anak laki-laki akan meneruskan silsilah (torombo) sesuai dengan

sistem kekerabatan yang patrilineal. Ukuran kesejahteraan bagi suatu keluarga

adalah apabila telah memiliki/mencapai 3 (tiga) tujuan yaitu: hagabeon,

hamoraon dan hasangapon.

Budaya Mandailing meskipun memiliki garis keturunan Patrilineal, bukan

berrnakna mendiskreditkan (memarginalisasi) kaum Perempuan baik dalam

pergaulan keluarga maupun dalam hubungan sosial keluarga dan budaya.

Perempuan Mandailing lebih dari pria dalam melakukan pekeijaan-pekerjaan

rumah tangga maupun dalam menopang ekonomi keluarga, tanggung jawab yang

seharusnya dipikul oleh laki-Jaki dapat beralih menjadi kewajiban Perempuan.

Perempuan Etnis Mandailing setelah menikah dimasukkan ke da]am unit keluarga

suami dan anak-anaknya diakui sebagai milik kelompok keluarga suami. Ini

merupakan konsekuensi sistem garis keturunan patrilineal pada masyarakat Mandai ling.

Koenjaraningrat, (1974:437) menyatakan bahwa budaya dan ideologi bukan

suatu hal yang turun dari langit, ia dibentuk oleh manusia dan disosialisasikan dari

(38)

menentukan perbuatan seseorang atau masyarakat seperti halnya budaya kita dan

juga di banyak negara dunia ketiga lain, budaya patriarkhi masih sangat kental.

Dalam kehidupan sosial, politik, ekonomi dan terlebih lagi dalam budaya, keadaan

ketimpangan, asimetris dan subordinatif terhadap perempuan tampak sangat jelas.

Kunthi Tridewiyanti (2000: 167) menyatakan bahwa diskriminasi yang berakar

dalam budaya sulit untuk di ubah dengan cepat, tidak mudah mengubah budaya

dan tradisi dikarenakan budaya dan tradisi telah berkembang dan berakar

sedemikian kuatnya dalam masyarakat, sehingga masyarakat hanya dapat

menerima perubahan secara lambat, dalam hal ini perlu dilakukan pendekatan

yang berguna dalam upaya mendorong perubahan kearah kesetaraan gender yang

sebaiknya berangkat dari budaya setempat.

i. Kesetaraan Gender

Moser, (1989:389) menyatakan bahwa berdasarkan pendekatan perempuan

dalam pembangunan (WID) beranggapan dasar bahwa; perempuan merupakan

sumber daya yang belum dimanfaatkan yang dapat memberi sumbangan ekonomi

dalam pembangunan. Hal ini awal upaya mempopulerkan proyek peningkatan

penghasilan bagi perempuan.

T.O.Ihromi, (1995:391) dalam bukunya Benih Bertumbuh menyatakan

bahwa Perempuan yang berfungsi sebagai penghasil pendapatan disarankan agar

diubah pengaturannya sedemikian rupa sehingga perempuan bekelja diperlakukan

(39)

Soetjipto, ( 1999:446) juga mengatakan bahwa Kepentingan perempuan

adalah suatu kehidupan yang lepas dari kemiskinan, kebodoban, penindasan dan

keterbelakangan serta penegakan status mereka sebagai mitra sejajar.

Fakib, (1996:438) menyatakan bahwa Semua kejadian yang berkaitan

dengan bubungan laki-laki dan perempuan baik dalam keluarga maupun diluar

keluarga, bersumber pada basil pengalaman sosialisasi seseorang. Ketinggalan

perempuan lebib disebabkan kesalahan rnereka sendiri. ltu sebabnya masuknya

perempuan ke dalam sektor industri dan pembangunan dianggap sebagai jalan

untuk meningkatkan status perempuan, sebingga ketidaksamaan status karena

perbedaan biologis dapat diperkecil.

Ani Soejipto (2000:448) menyatakan bahwa terminologi publik dan privat yang rnenyangkut konsep jender, peran jender, streotip gender, dan seterusnya,

telah menciptakan ketidaksetaraan (in equality) antara perempuan dan laki-laki.

Akar dari semua persoalan tersebut adalah budaya patriarki yang menghambat

ruang gerak perempuan, khususnya di bidang publik, termasuk wilayab politik.

j. Keadilan Gender

Perempuan termasuk warga negara yang rnempunyai tugas, kewajiban dan

bak yang sama pula. Pernyataan ini secara tertulis diakui oleh GBHN

(Garis-garis Besar Haluan Negara) 1993. Namun yang tertulis, lain dengan

kenyataannya. Situasi ini masib membutuhkan petjuangan, khususnya untuk

(40)

dimasukkan kotak stereotip, sehingga menjadi tidak dapat membedakan mana

yang kodrat mana yang buatan manusia.

Oleh karena itu, keadilan gender hanya dapat terlaksana dengan earn

perempuan dan laki-laki betjuang secara bersama, pulihkan persahabatan laki-laki

dan perempuan, baik melalui keluarga maupun melalui masyarakat. Dalam

petjuangan ini, ideologi gender berupaya menyadarkan atas apa yang selama ini

kita persepsikan secara salah. Dengan kesadaran barn dapat dimunculkan

perempuan sebagai mitra ketja.

k. Tanggung Jawab

Tanggung jawab laki-laki dari segi materi - tanpa keraguan - lebih besar

daripada tanggung jawab perempuan. Sebab laki-laki adalah kepala keluarga dan

berkewajiban menafkahi setiap anggota keluarganya. Sebaliknya perempuan tidak

berkewajiban menafkahi anggota keluarganya bahkan kepada dirinya sendiri

sekalipun. Oleh karena itu, jika bagian laki-laki dua kali bagian perempuan adalah

agar ia punya sumber pendap~tan dan membuatnya mampu memikul tanggung jawab yang dibebankan Islam kepundaknya.

Berdasarkan keseluruhan konsep di atas dapat diperlihatkan sebagaimana

alur fikir penelitian yang akan di teliti sejauhrnana konsep di atas relevansinya

(41)

ALUR PIKIR PENELITIAN

BUDAY A MANDAING YANG BERAGAMA ISLAM

PEREMPUAN

+

(FEMININ)

DEFINISI KESETARAAN

r-.

GENDER

...

..

GENDER

LAKI-LAKI

+

~

(MASKULIN) BUDAY A MANDAILING

r-YANG BERAGAMA ISLAM

KEPEMIMPI- KEADILAN

1<11

NAN POSISl GENDER

SOSIAL PERILAKU

SOSIAL

TANGGUNG-JAWAB

Sumber : Hasil Rekonstruksi Penulis, 2004

KETERANGAN GAMBAR

Untuk mengetahui definisi gender, terlebih dahulu dibedak:an berdasarkan

defenisi jenis kelarnin antara lak:i-lak:i dan perempuan. Kesetaraan gender

diperoleh melalui pandangan budaya Mandailing yang beragama Islam, adak:ah

konflik yang bertentangan terhadap posisi kepemimpinan perempuan di Pemko

Medan berdasarkan sudut pandang tokoh masyarakat dan pemuka adat. Jika

ditemukan adanya kesetaraan gender tentu akan tercipta pula keadilan gender

(42)

kepemimpinan, Posisi sosial, perilaku sosial, maupun tanggung jawab sesuai

proses demokratisasi.

Dari keterangan gambar di atas dapat diuraikan bahwa perempuan

(feminin) menurut budaya Mandailing merupakan kesetaraan gender dalam

kedudukan dan keadilan dalam kepemimpinan, posisi sosial, perilaku sosial, dan

tanggungjawab. Sedangkan laki-laki (maskulin) menurut budaya Mandiling harus

memandang gender sebagai kesetaraan kedudukan antara laki-laki dan perempuan

dalam kepemimpinan suatu posisi sosial, perilaku sosial, dan tanggungjawab.

8. Metode Penelitian

Penelitian tm merupakan penelitian deskriptif kualitatif dengan

menggunakan analisis penelitian lapangan. Bogda dan Taylor dalam L.J. Moleong

(2000:5) menyatakan bahwa metode kualitatif sebagai prosedur penelitian

menghasilkan data deskrptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang

dan perilaku yang diamati.

Penelitian ini merupakan kajian terhadap perspektif budaya Mandai ling yang

beragama Islam dalam memandang perempuan Mandailing sebagai pemimpin di

(43)

di Pemerintahan Kota Medan dan sekitamya, serta memantau pemangku

adat/tokoh adat yang akan di wawancarai/diteliti nantinya pada saat penelitian

di lapangan.

3. Wawancara

Wawancara dilakukan dengan anggota masyarakat yang ada di Kota Medan

dan sekitarnya. Wawancara difokuskan kepada suku Mandailing yang

memiliki genealogis yang sama dan yang berbeda, serta kepada warga

masyarakat Kota Medan yang beragama Islam, untuk melihat sejauh mana

tokoh masyarakat dan pemuka adat, juga dilakukan wawancara kepada

informan yang bekeija di Pemerintahan Kota Medan.

c. Teknik Analisis Data

Setelah data dikumpulkan baik melalui data primer maupun data sekunder,

data sepenuhnya akan dianalisis melalui data kualitatif. Data yang terkumpul akan

dipilih berdasarkan kebutuhan penelitian, selain dianalisis juga dilakukan

interpretasi sepanjang penelitian ini berlangsung. Data yang diperoleh akan

dihubungkan sama lain berdasarkan keterangan para informan.

Untuk melihat keakuratan interpretasi data peneliti akan menyesuaikan data

didapat dari lapangan dengan konsep penelitian dan menyesuaikan dengan

(44)

..

...

KONSEP SOSIAL BUDA YA

1. Peran Sosial Perempuan

Semua orang memiliki peran-peran tersendiri di tengah masyarakatnya. Di

antara peran tersebut, termasuk peran berdasarkan jenis kelamin. Sejak seorang

anak dilahirkan, lingkungan telah mulai mempersiapkan seorang anak untuk

berperilaku yang dianggap lingkungan sesuai bagi perempuan dan laki-laki.

Pola perilaku yang dianggap cocok untuk masing-masing jenis kelamin

berdasarkan harapan masyarakat diistilahkan sebagai peran jenis kelamin

sebagai:

"Patterns of behavior for members of the two sexes approved and axxed by

the social group with wich the individual is identified".

Menurut Donaldson dan Gullahom yang dikutip oleh Meutia Nauly (2003)

bahwa : peran jenis kelamin melibatkan kepercayaan budaya tentang perilaku

yang berbeda dan karakteristik dari orang yang diasosiasikan merupakan anggota

dari tiap jenis kelamin.

Menurut Corsini ( 1987) menyatakan bahwa peran jenis kelamin merupakan

sekumpulan atribut, sikap, trait kepribadian dan perilaku yang dianggap sesuai

dengan masing-masingjenis kelamin.

(45)

Rawena (1983) menyatakan peran jenis kelamin sebagai pola perilaku yang

merupakan karakteristik atau yang diharapkan menjadi dasar untuk

mengidentifikasikan seseorang itu sebagai pria atau wanita.

Dari beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa peran jenis kelamin

merupakan serangkaian atribut kepribadian yang meliputi sikap dan juga pola

perilaku yang dianggap sesuai untuk pria dan perempuan, dikaitkan dengan

ciri-ciri feminin dan maskulin sesuai dengan apa yang diharapkan masyarakat

berdasarkan budaya.

Seorang perempuan setelah menikah dimasukkan ke dalam unit keluarga

suami dan anak-anaknya diakui sebagai miliki keluarga suaminya. Hal m1

konsekuensi sistem garis keturunan patrilineal pada masyarakat Mandailing.

Ayah merupakan kepala keluarga, sebagai pemimpin dan pengambil

keputusan di .dalam keluarga. Pada masyarakat Mandailing maka laki-laki yang

membentuk kelompok kekerabatan, memiliki hak bicara dan memutuskan dalam

permasalahan adat. Ritual adat istiadat terpusat pada garis keturunan patrilineal

dan hubungan antara Iaki-laki, pada hal perempuan dan konsep feminim dalam

keseluruhan sistem. Perempuan berperan sebagai orang yang dipimpin dan dalam

hubungan kekerabatan, perempuan berperan dalam rnenciptakan hubungan

perbesanan.

Seorang ayah memperlakukan anak perempuan dan laki-laki secara berbeda,

anak Iaki-laki mernang dituntut untuk kelask meneruskan dan rnernimpin

(46)

Pengantin perempuan yang menikah dengan laki-laki dari kelompok keluarga

yang berbeda merupakan simbol perwakilan dari keluarga ayahnya.

Cara pandang yang menempatkan perempuan dan laki-laki pada tempatnya

masing-masing dalam hubungan kekerabatan merupakan cara yang ampuh bagi

dipertahankannya patrilineal selakigus patriarkhi dengan mengorbankan

perempuan melalui pembatasan terhadap harta milik. Gender dalam hubungan

kekerabatan dan hubungan sosial berkaitan dengan pembatasan perempuan

terhadap harta milik. Bila jenis kelamin mengacu pada kategori biologis, maka

konsep gender mengacu pada konsep sosial yang menempatkan seseorang sebagai

maskulin atau feminim berdasarkan karakteristik psikologis.(Sulistyowati lrianto

(2003). Maka kodrat yang seharusnya mengacu kepada perbedaan perempuan dan

laki-laki sebatas reproduksiya, diperluas menjadi peranan dan kedudukan di

berbagai bidang kehidupan.

2. Politik Dalam Perspektif Perempuan

Kalau kita menyimak situasi politik di Indonesia akhir-akhir ini, tidak salah

apabila orang memberi label bahwa politik ini kotor. Demi politik, seolah-olah

segala sesuatu dihalalkan. Bohong, tidak manusiawi, tidak adil, bahkan

perampasan hak asasi manusia, dianggap hal yang wajar. Anehnya, yang

melakukan semua itu adalah orang-orang pintar, bahkan orang-orang yang

(47)

Melihat situasi politik seperti itu, orang bisa salah paham memahami arti

politik. Bahkan mungkin, orang menjadi takut untuk berpolitik. Pada hal makin

banyak orang ta.kut berpolitik, ma.ka para politikus ulung a.kan ma.kin menjadi-jadi

dalam mengecoh masyarakat. Perempuan yang dikonstruksi lemah, ta.kut terhadap

kejadian yang kasar, keras, dan mengerikan a.kan menjadi sema.kin ta.kut

berpolitik. Pada hal, keputusan politik sangat mempengaruhi segala aspek

kehidupan sampai ke hal-hal paling keel dan persoalan-persoalan tersembunyi

mengenai kaum perempuan.

Perempuan sebagai manusia, seperti halnya la.ki-la.ki, belajar tentang

kehidupan melalui pengalaman hidupnya. Tetapi, kenyataan biologis telah

membeda.kan pengalamannya. Pengalaman perempuan hamil, melahirkan, dan

menyusui memberikan pelajaran bagi perempuan bagaimana memelihara

kehidupan, baik bagi dia sendiri maupun anak yang dilahir_kannya. Secara

alamiah, perempuan berusaha memelihara kehidupan dengan belajar dari

pengalamannya sendiri dan pengalaman kaumnya.

Menurut akal sehat yang adil, sudah sepantasnya apabila perempuan bebas

menentukan apa yang akan dilakukan di dalam melaksanakan tugas manajemen

kehidupan ini. Tetapi dalam realitas kehidupan, sudah berabad-abad lamanya

perempuan tidak lagi mempunyai hak untuk mengatur kehidupan. Segala aspek

kehidupan ditentukan oleh suatu kekuatan di luar kehidupan perempuan.

Apabila kita telusuri, kemudian kita analisis pengalaman yang satu ke

(48)

...

masyarakat adalah basil dari keputusan politik. Pertanyaan refleksi berlanjut,

siapa pengambil keputusan? Mengapa mereka mempunyai wewenang (kuasa)

menggunakan hak itu?.

Untuk mengetahui siapa pengambil keputusan itu, sangat penting karena

basil keputusan merupakan basil dari kerangka berpikirnya, kepeduliannya atau

interest-nya. Menurut teori, pengambilan keputusan tertinggi tentang kehidupan

masyarakat di Indonesia adalah MPR yang dipilih oleh rakyat. Tetapi,

kenyataannya sangat berbeda dengan teori yang tampaknya sangat adil.

Apabila ditelesuri lebih lanjut, keputusan politik ada pada sekelompok orang

yang mempunyai kepentingan bertentangan dengan rakyat banyak. Kelompok ini

dapat kita sebut sebagai kelompok yang ingin menguasai kehidupan, tanpa

mengingat bahwa kehidupan bukanlah milik mereka sendiri.

Menurut Nunuk P. Murniati (2004) bahwa : Bila kita gunakan pengertian

politik adalah usaha untuk mengatur kehidupan, maka kita dapat pelajari

bagaimana manusia purba mengatur kehidupannya. Konon saat itu, manusia

bebas menentukan kehidupan sesuai dengan pengalaman hidupnya. Perempuan

yang secara biologis hamil, melahirkan, dan menyusui tinggal di tempat aman

untuk memelihara kehidupannya. Kaum laki-laki yang biologisnya lebih bebas

dibanding keadaan biologis perempuan, pergi berburu dan menangkap hewan.

Dari pendapat diatas bahwa manusia bebas mengatur kehidupannya sesuai

dengan keadaan lingkungan hidupnya. Namun sifat manusia berbeda dengan

(49)

..

...

mengembangkan alamiah dengan akal budinya. Proses ini kemudian dinamai

budaya sebagai hasil kreasi daya pikir manusia. Dalam mewujudkan daya pikir

ini, diikuti oleh permenungan-permenungan yang hasilnya kita kenai sebagai

filosofi atau filsafat kehidupan. Dari filsafat ini, lahirlah berbagai cara pandang

termasuk cara memadang kehidupan. Sayangnya, dalam proses manusia

berbudaya, terjadi perampasan hak perempuan dalam menentukan kehidupan.

Budaya patriarkhi telah menyikirkan perempuan dari penentuan kehidupan.

Patriarkhi yang berarti kekuasaan bapak, semula hanya berlaku dalam keluarga.

Tetapi setelah cara berpikir patriarch ini mengakumulasi, terciptalah cara berpikir

pasangan (biner) dan dikotomis yang memposisikan si kuat (kuasa) menentukan

kehidupan si lemah. Cara berpikir ini merasuk ke dalam segala aspek kehidupan,

sehingga menghegemoni dan dianggap wajar, alamiah, kodrat. Di segala aspek

kehidupan dalam masyarakat ini, diberlakukan pandangan biner patrchist yang

dikotomis. Pandangan ini antara lain mempertentangkan perempuan dan laki-Jaki

yang berakibat pada penentuan posisi perernpuan dalam kehidupan.

a. Politik Bagi Perempuan

Melalui politik, perernpuan disingkirkan dari kehidupan. Kriteria manusta

normal dibuat dari sudut pandang laki-laki. Oleh karena itu, patut direnungkan

temuan yang dikernukakan Elizabeth Cady Stanton yaitu : (1) Kitab suci

bukanlah kitan yang netraJ, rne1ainkan merupakan senjata politik untuk

(50)

laki-..

...

laki tentang kehidupan dan tentang Allah dari sudut pandang laki-laki. Pada

hal mereka sendiri belum melihat dan bicara kepada Allah.

Dari pendapat diatas dijelaskan bahwa kitab suci sebagai benda keramat yang

tabu untuk pertanyakan. Namun, justru melalui cara mempolitisasi agama

inilah, kaum perempuan diperbodoh. Disinilah perlunya kesadaran perempuan

untuk mempertanyakan sejarah kitab suci, agama atau kepercayaan apa pun.

Iman itu hidup dan bukanya mati.

Cara berpikir biner patriarkhi menghasilkan cara pandang tentang kehidupan

dalam segala aspek. Pandangan berpasangan ini mempengaruhi Aristoteles

dalam memahami politik. Pandang ini dinyatakan sebagai pandangan politik

klasik, membuat dikotomi antara urusan bersama (kepentingan publik) dan

kepentingan individu atau kelompok masyarakat tertentu.

Pandangan dikotomis pada perkembangannya, seperti dinyatakan oleh Samuel

P. Hutington yaitu kepentingan publik secara singkat dikatakan sebagai

kepentingan pemerintah, karena lembaga pemerintah dibentuk untuk

menyelenggarakan kepentingan bersama. Namun pandangan politik klasik ini

sangat kabur, sehingga pengertian politik dipet:ielas dengan melembagakan

politik.

Max Weber merumuskan negara sebagai komunitas manusia yang secara

berhasil memonopoli penggunaan paksaan fisik yang sah dan dalam wilayah

tertentu. Dari pengertian ini. dapat dipahami bahwa kemudian masyarakat

(51)

dikembangkan terns untuk: mengatur kehidupan semakin baik, misalnya

dengan konsep tria politika, tetapi kalau masih tetap terjadi diskriminasi

terhadap perempuan dan kelompok masyarakat yang dikategorikan lemah,

maka masyarakat di dunia tidak akan mencapai suasana adil dan damai.

Perkembangan pengertian politik didasari cara pandang biner patriarchst,

akhimya menciptakan pengertian politik sebagai kegiatan mencari dan

mempertahankan kekuasaan dalam masyarakat. Pengertian politik (klasik)

yang semula sebagai suatu musyawarah warga negara untuk membicarakan

dan menyelenggarakan segala aspek kehidupan, telah berubah. Ia telah

menjadi ilmu yang mempelajari hakikat kedudukan dan menggunakan

kekuasaan, dimanapun kekuasaan itu. Pengertian politik adalah kekuasaan

yang sekarang berkembang dan makin menyingkirkan perempuan. Pengertian

politik ini menganggap perempuan sebagai manusia yang tidak boleh

berkuasa.

b. Politik Perspektif Perempuan

Beberapa kaum perempuan Indonesia yang tergabung dalam Suara lbu Peduli,

seolah hendak mengulang adegan di depan gedung pemerintah Perancis.

Y akni ketika proses refonnasi tengah berjalan, dan di gedung parlemen tengah

dilakukan negosiasi-negosiasi, pada tahun 1998 bahwa para kaum ibu itu

(52)

gedung pemerintah atau parlemen, melainkan di Bundaran Hotel Indonesia,

Jakarta.

Perempuan seyogianya berteriak ketika negara mengontrol tubuhnya melalui

politik KB. Suami-istri seharusnya protes ketika negara mengontrol

kehidupan berkeluarga dan menyebarluaskan slogan "dua anak saja cukup".

Perempuan yang menjelang menikah dan untuk mendapatkan akte

perkawinannya, sepantasnya protes harus bersia disuntik anti-tetanus tanpa

diperiksa terlebih dahulu.

Sejarah menunjukkan bahwa setelah berbad-abad perempuan tertindas dan

terampas hak politiknya, akhir

Gambar

TABEL ···························································································· PENDAHULUAN I
Tabel 1. Penduduk Kota Medan Menurut Jenis Kelamin Tahun 1995-2004 ..... Hal am an 39

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hasil postes, kemampuan pemecahan masalah, keuntungan pembuatan alat peraga Program Liner (Prolin) oleh mahasiswa. Subjek

Berdasarkan aktivitas mengamati, pertanyaan yang diharapkan muncul dari siswa adalah sebagai berikut: “apabila suatu garis dikatakan tegak lurus terhadap sumbu y,

Pada kromatografi kolom didapatkan 7 fraksi hasil pemisahan dengan fase gerak etanol-air (70:30) dan pada kromatografi lapis tipis, fraksi yang menunjukkan

Cara belajar siswa yang kurang teratur dapat terlihat pada hasil pengisian kuesioner yang telah diberikan pada responden rata-rata adalah 30,05 yang berarti

Dari hasil pembahasan tes bisa diambil kesimpulan bahwa siswa tidak memahami materi peluang dalam bentuk soal cerita dengan baik, siswa masih banyak salah dalam memasukkan

3) Hasil pengujian menunjukkan nilai Cronbach’s alpha dari keseluruhan variabel adalah lebih besar dari 0,600, dapat disimpulkan bahwa semua item pertanyaan adalah reliabel

– Dia humpunan yang saling asing t ersebut adalah pohon biner pada sub pohon kiri (left ) dan sub pohon kanan (right ). – Tergolong dalam pohon berat uran, yait u pohon yang

Manfaat yang diharapkan dari penelitian eksperimen tentang efektivitas penggunaan media gambar seri untukmeningkatkan keterampilan bercerita siswa pada pembelajaran Tematik