PUSPITA DEWI SOPYATI
DEPARTEMEN BIOLOGI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
PUSPITA DEWI SOPYATI
Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Sains pada
Departemen Biologi
DEPARTEMEN BIOLOGI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
Nama
: Puspita Dewi Sopyati
NIM
: G34104012
Menyetujui:
Pembimbing I,
Pembimbing II,
Dr. Ir. Tatik Chikmawati M.Si
Dr. Ir. Miftahudin M.Si
NIP 131 878 938
NIP 131 851 281
Mengetahui:
Dekan Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam
Institut Pertanian Bogor
Dr. drh. Hasim, DEA
NIP 131 578 806
ABSTRAK
PUSPITA DEWI SOPYATI. Pertumbuhan dan Kandungan Bahan Bioaktif dari Selaginella plana, S. willdenovii, dan S. mayeri pada beberapa Tingkat Naungan. Dibimbing oleh TATIK CHIKMAWATI dan MIFTAHUDIN.
Selaginella merupakan salah satu marga tumbuhan paku yang banyak tumbuh di tanah yang kaya zat organik, lembab, dan ternaungi atau sedikit ternaungi. Tumbuhan ini sering digunakan sebagai obat dan beberapa jenis berpotensi sebagai antioksidan karena mengandung senyawa flavonoid. Kelimpahan tumbuhan ini akan semakin berkurang jika pengambilan dari alam dilakukan terus-menerus. Penelitian tentang aspek budidaya Selaginella perlu dilakukan khususnya untuk mengetahui naungan yang tepat bagi pertumbuhannya serta pengaruhnya terhadap kandungan bahan bioaktif. Penelitian ini menggunakan rancangan petak terpisah dengan naungan sebagai petak utama dan jenis Selaginella sebagai anak petak. S. plana, S. willdenovii dan S. mayeri diberi perlakuan naungan dengan paranet 40%, 65%, 80%, dan tanpa naungan yang terdiri dari tiga ulangan. Kandungan bahan bioaktif diketahui dengan melakukan ekstraksi dengan alkohol dan uji kandungan tanin, saponin, dan flavonoid. Pertambahan cabang total, pertambahan bobot basah total, bobot basah, dan bobot kering biomassa dipengaruhi secara nyata oleh naungan dan jenis Selaginella. Masing-masing jenis Selaginella memerlukan intensitas cahaya yang berbeda untuk mendukung pertumbuhannya. Pertumbuhan terbaik dari S. plana, S. willdenovii, dan S. mayeri berturut-turut diperoleh pada perlakuan naungan 65%, 40%, dan tanpa naungan. Semua jenis yang diuji mengandung tanin, saponin, dan flavonoid. Kandungan tanin terbanyak diperoleh pada S. plana dengan perlakuan naungan 65%, 80%, dan tanpa naungan, kandungan saponin terbanyak pada S. willdenovii pada semua perlakuan, dan kandungan flavonoid terbanyak diperoleh pada S. plana dengan perlakuan naungan 65%.
Kata kunci: Selaginella, naungan, bahan bioaktif, Flavonoid
ABSTRACT
PUSPITA DEWI SOPYATI. Growth and Bioactive Content of Selaginella plana, S. willdenovii, and S. mayeri in several Shading Level. Supervised by TATIK CHIKMAWATI and MIFTAHUDIN.
Selaginella is a wild plant that is found in fertile and moist soil, under almost full or few shading. It is often used as medicinal plant and potential as an antioxidant since it contains flavonoid. This plant has been exploited continously by the local people which may decrease its abundance. The cultivation of Selaginella needs to be investigated especially to know the right shading for the best growth of Selaginella. The right shading may also affect bioactive content of Selaginella. This research used split plot design with level of shading as main plot and species as sub plot. S. plana,S. willdenovii, and S. mayeri were grown under paranet with 40%, 65%, 80% shading, and non shading treatments. The treatment were repeated 3 times. Bioactive compound was extracted using alcohol 70% and analyzed for tannin, saponin, and flavonoid contents. Results indicated that level of shading and species affected total branch increase, total fresh weight increase, fresh and dry weight of biomass. Each species required different light intensity to support its growth. The best growth of S. plana, S. willdenovii, and S. mayeri was found in 65%, 40% shading, and non shading, respectively. All species in the experiment contained tannin, saponin, and flavonoid. The highest tanin content was found in S. plana that were grown under 65%, 80% shading, and non shading treatment, the highest saponin content was found in S. willdenovii at all of shading treatments, and the highest flavonoid content was only found in S. plana under 65% shading.
telah memberi rahmat dan kemudahan dalam menyelesaikan karya ilmiah ini. Tema penelitian penulis yaitu tentang budidaya Selaginella sp., dengan judul Pertumbuhan dan Kandungan Bahan Bioaktif dari Selaginella plana, S. willdenovii, dan S. mayeri pada beberapa Tingkat Naungan. Penelitian ini dilaksanakan mulai bulan Maret sampai Oktober 2008 di rumah kaca Departemen Biologi, Laboratorium Taksonomi Tumbuhan dan Laboratorium Penelitian Fisiologi Tumbuhan, Departemen Biologi FMIPA-IPB Darmaga.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada Dr. Ir. Tatik Chikmawati M.Si. dan Dr. Ir. Miftahudin M.Si. selaku dosen pembimbing yang telah memberikan bimbingan dan saran selama penelitian dan penyusunan karya ilmiah ini, serta dosen penguji atas kritik dan sarannya. Terima kasih juga kepada Pak Joni, Pak Parman, Pak Nunu, dan seluruh keluarga besar Lab Penelitian Fisiologi Tumbuhan, keluarga Bioniq tercinta, teman, sahabat dan saudara Bio 41, Uci, Andik, Novera, Dian FU, Winda, dan semua pihak yang telah membantu selama penelitian berlangsung. Dan ucapan terimakasih yang tak berhingga penulis ucapkan untuk Mamah, Bapak, Aa, Teh Rita, Tasya, dan seluruh keluarga besar penulis di Garut yang tak henti-hentinya memberikan semangat dan dukungan kepada penulis.
Semoga karya ilmiah ini dapat bermanfaat.
Bogor, Januari 2009
dan ibunda Apoy Sopyati. Penulis merupakan anak kedua dari dua bersaudara. Tahun 2004 penulis lulus dari SMU Negeri 1 Tarogong Garut dan lolos seleksi masuk IPB melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) pada Departemen Biologi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam.
Selama mengikuti perkuliahan, penulis aktif sebagai bendahara, dan staff infokom Wahana Muslim Himpunan Mahasiswa Biologi (WMHimabio) pada tahun 2005-2007, dan staff budidaya tanaman hias BIOWORLD pada tahun 2005-2007.
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR TABEL ...vi
DAFTAR GAMBAR ...vi
DAFTAR LAMPIRAN ...vi
PENDAHULUAN...1
Latar Belakang...1
Tujuan ...2
BAHAN DAN METODE ...2
Waktu dan Tempat ...2
Bahan ...2
Metode ...2
Rancangan percobaan...2
Pelaksanaan percobaan...2
Pengamatan...2
Analisis kandungan bioaktif...2
HASIL ...3
Warna daun...3
Pertambahan cabang tiap minggu ...3
Pertambahan cabang total...4
Pertambahan bobot basah total...4
Bobot basah dan bobot kering saat panen...5
Analisis bahan bioaktif...5
PEMBAHASAN ...5
SIMPULAN...7
SARAN...7
DAFTAR PUSTAKA ...7
LAMPIRAN ...9
DAFTAR TABEL
Halaman
1. Perbedaan warna daun tiga jenis Selaginella pada beberapa tingkat naungan. 3 2. Pertambahan cabang total tiga jenis Selaginella pada beberapa tingkat naungan 4 3. Pertambahan bobot basah total, bobot basah dan kering biomassa dari tiga
jenis Selaginella pada beberapa tingkat naungan 5 4. Kandungan kualitatif senyawa bioaktif dari S. plana (SP), S. willdenovii (SW), dan
S. mayeri (SM) pada berbagai tingkat naungan 5
DAFTAR GAMBAR
Halaman
1. Warna daun (A) S. plana (B) S. willdenovii, dan (C) S. mayeri pada beberapa
tingkat naungan (1) 0%, (2) 40%, (3) 65%, dan (4) 80% 3 2. Pertambahan jumlah seluruh cabang S. plana pada berbagai naungan. : naungan
40%, : naungan 65%, : naungan 80%, : tanpa naungan 4 3. Pertambahan jumlah seluruh cabang S. willdenovii pada berbagai naungan. : naungan
40%, : naungan 65%, : naungan 80%, : tanpa naungan 4 4. Pertambahan jumlah seluruh cabang S. mayeri pada berbagai naungan. : naungan
40%, : naungan 65%, : naungan 80%, : tanpa naungan 4
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
1. Data pertambahan cabang tiap minggu pada S. plana (SP), S. willdenovii (SW),
dan S. mayeri (SM) pada beberapa tingkat naungan 10 2. Sidik ragam pertambahan cabang total tiga jenis Selaginella pada beberapa
tingkat naungan 11
3. Data pertambahan cabang total tiga jenis Selaginella pada beberapa
tingkat naungan 11 4. Sidik ragam pertambahan bobot basah total tiga jenis Selaginella pada beberapa
tingkat naungan 11
5. Pertambahan bobot basah total, bobot basah dan bobot kering tiga jenis Selaginella
pada beberapa tingkat naungan 12 6. Sidik ragam bobot basah tiga jenis Selaginella pada beberapa tingkat naungan 13 7. Sidik ragam bobot kering tiga jenis Selaginella pada beberapa tingkat naungan 13 8. Uji tanin pada ketiga jenis Selaginella (A) S. plana, (B) S. willdenovii,
(C) S. mayeri pada beberapa tingkat naungan (1) 80%, (2) 65%, (3) 40%,
(4) 0%, (5) Alam 13 9. Uji saponin pada ketiga jenis Selaginella (A) S. plana, (B) S. willdenovii,
(C) S. mayeri pada beberapa tingkat naungan (1) 80%, (2) 65%, (3) 40%,
(4) 0% (5) Alam 14 10. Uji flavonoid pada ketiga jenis Selaginella (A) S. plana, (B) S. willdenovii,
(C) S. mayeri pada beberapa tingkat naungan (1) 80%, (2) 65%, (3) 40%,
(4) 0%, (5) Alam 14 11 Nilai rata-rata intensitas cahaya, suhu udara, dan suhu tanah di bawah naungan
Latar Belakang
Tumbuhan obat sejak dahulu hingga sekarang menjadi penyokong utama kesehatan umat manusia. Sekitar 60-75% penduduk bumi menggantungkan kesehatannya pada tumbuhan. Penggunaan tumbuhan sebagai obat alternatif untuk pengobatan tradisional semakin meningkat dengan semakin mahalnya harga obat sintetik (Chikmawati & Miftahudin 2007).
Salah satu tumbuhan yang melimpah di Indonesia dan digunakan sebagai obat tradisional untuk mengobati penyakit seperti hepatitis, anti kanker, dan antioksidan adalah Selaginella sp. (Dalimartha 2004). Tumbuhan dari marga Selaginella ini biasanya dimanfaatkan sebagai makanan, obat, kerajinan tangan, dan ornamen. Beberapa jenis Selaginella diantaranya S. willdenovii, S. intermedia, dan S. ornata berpotensi sebagai antioksidan karena mengandung flavonoid (Rosita et al. 2006). Flavonoid merupakan metabolit sekunder yang paling beragam dan tersebar luas. Senyawa ini merupakan turunan fenol yang memiliki struktur dasar fenilbenzopiron (tokoferol) (Middleton et al. 2000).
Selaginella merupakan salah satu marga tanaman paku yang memiliki ciri dan bentuk yang khas. Selaginella termasuk bangsa Selaginellales dari kelas Lycopodinae. Bangsa Selaginellales hanya terdiri atas satu suku Selaginellaceae dan satu marga Selaginella. Sebagian paku ini mempunyai batang berbaring dan batang tegak, bercabang-cabang menggarpu, anisotom. Tumbuhnya ada yang membentuk rumpun dan memanjat. Tunasnya dapat mencapai panjang sampai beberapa meter. Pada batang terdapat daun-daun kecil yang tersusun dalam garis spiral atau berhadapan dan tersusun dalam empat baris. Dua baris terdiri atas daun-daun yang lebih besar dan tersusun ke samping, dua baris lagi terdiri atas daun-daun yang lebih kecil terdapat pada cabang-cabang yang menghadap ke muka. Cabang-cabang seringkali mempunyai susunan dorsiventral. Akar-akar keluar dari bagian-bagian batang yang tidak berdaun yang dinamakan akar pendukung (Tjitrosoepomo 1994).
Jenis Selaginella di Asia Tenggara umumnya tumbuh di tanah yang kaya bahan organik, lembab, terairi dengan baik, dan ternaungi atau sedikit ternaungi, terkadang
spora yang bersifat heterospora. Namun perbanyakan secara vegetatif yang berasal dari batang lebih mudah dan cepat. Jenis Selaginella biasanya dirusak oleh binatang pemakan rumput seperti bekicot dan belalang (de Winter & Amoroso 2003).
Selain sebagai obat, tumbuhan Selaginella mempunyai nilai hortikultur yang tinggi. Beberapa jenis memiliki nilai jual di berbagai bagian dunia. Di India Selaginella merupakan marga penting yang belum dikaji secara penuh sebagai tanaman obat. Beberapa jenis digunakan sebagai obat rakyat yang belum terungkap secara jelas karakteristiknya (Gayathri et al. 2005). Selaginella merupakan tanaman obat tradisional Cina yang cukup penting baik di dalam maupun di luar negara Cina (de Winter & Amoroso 2003). Cina telah membudidayakan S. tamaricana yang sudah diekspor ke Malaysia dan Jerman, bahkan mungkin ke Indonesia. Di Indonesia, tumbuhan dari marga Selaginella ini belum banyak dieksplorasi, dikaji secara ilmiah, dan diekspos sebagai tanaman obat (Chikmawati & Miftahudin 2007), namun di Jawa Barat tumbuhan yang biasa disebut dengan nama paku rane ini banyak digunakan penduduk sebagai obat untuk membantu mengobati luka setelah persalinan.
jenis Selaginella tersebutdigunakan sebagai objek dalam penelitian ini.
Tujuan
Penelitian ini bertujuan mengetahui tingkat naungan yang tepat untuk pertumbuhan S. plana, S. willdenovii, dan S. mayeri, serta pengaruhnya terhadap kandungan bahan bioaktif yang dihasilkan.
BAHAN DAN METODE
Waktu dan TempatPenelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret hingga Oktober 2008, bertempat di rumah kaca Departemen Biologi, Laboratorium Taksonomi Tumbuhan dan Laboratorium Penelitian Fisiologi Tumbuhan, Departemen Biologi FMIPA- IPB Darmaga.
Bahan
Bahan tanaman yang digunakan adalah tiga jenis Selaginella yaitu S. plana, S. willdenovii, dan S. mayeri. Bahan lain yang digunakan meliputi tanah, sekam, pupuk organik, larutan alkohol 70%, serutan/serbuk Mg, HCl pekat, amil alkohol, dan FeCl3.
Alat yang digunakan adalah paranet 40%, 65%, dan 80%, polybag, oven, timbangan, evaporator berputar, stirer, tabung reaksi, waterbath, kertas saring, blender, dan alat-alat pertanian.
Metode
Rancangan percobaan
Penelitian ini menggunakan rancangan petak terpisah (split plot design) dengan naungan sebagai petak utama dan jenis Selaginella sebagai anak petak (Mattjik & Sumertajaya 2006). Naungan terdiri dari empat taraf yaitu: 0%, 40%, 65%, dan 80%, perlakuan dengan menggunakan naungan paranet, yaitu paranet 40% dengan intensitas cahaya yang masuk 60%, naungan paranet 65% dengan intensitas cahaya yang masuk 35%, naungan paranet 80% dengan intensitas cahaya yang masuk 20%, dan tanpa diberi naungan paranet dengan intensitas cahaya yang masuk 100%. Jenis Selaginella yang digunakan terdiri dari tiga jenis yaitu: S. plana, S. willdenovii, dan S. mayeri. Setiap perlakuan diulang tiga kali, sehingga total perlakuan ini 36 unit.
Pelaksanaan percobaan
Persiapan media. Tanah, sekam, dan pupuk organik dicampur dengan perbandingan 1 : 1 : 0,5. Semua bahan diaduk dan ditambahkan air sampai media cukup lembab. Penambahan pupuk organik bertujuan memenuhi nutrisi tumbuhan.
Penanaman. Bagian batang Selaginella ditanam dalam polybag yang telah diisi media tanam yang disiapkan sebelumnya dan dibiarkan selama dua minggu untuk aklimatisasi.
Pemasangan naungan. Tanaman yang berhasil beradaptasi atau mampu hidup diberi perlakuan naungan dengan menggunakan paranet, sedangkan tanaman yang mati diganti dengan tanaman baru. Masing-masing jenis Selaginella diberi perlakuan naungan paranet 40%, 65%, 80%, dan 0% (tanpa naungan).
Pemeliharaan. Pemeliharaan tanaman berupa penyiraman dan penyiangan. Penyiraman tanaman dilakukan sebanyak sekali sehari, penyiangan dilakukan dengan mencabut gulma yang tumbuh di sekitar tanaman.
Pengamatan
Pengamatan awal dilakukan dengan menghitung jumlah cabang dan menimbang bobot basah batang yang akan ditanam pada awal penanaman. Pertambahan cabang diamati tiap minggu selama dua bulan untuk mengetahui kurva pertumbuhan. Selain itu, diukur pertambahan cabang total yang diperoleh dari selisih jumlah pertambahan cabang awal dengan akhir. Pertambahan bobot basah total diperoleh dari selisih bobot basah awal dengan akhir. Bobot basah dan bobot kering di ukur pada saat panen. Setiap hari dilakukan pengukuran suhu lingkungan rumah kaca, lingkungan di bawah naungan, dan media tanam. Intensitas cahaya diukur pada pagi, siang, dan sore hari.
Analisis kandungan bioaktif
Penyiapan ekstrak Selaginella.
menggunakan kertas saring. Filtrat kemudian dikeringkan dengan cara menguapkannya pada evaporator berputar pada suhu 60oC selama 6 jam dan dioven pada suhu 60o Cselama 24 jam.
Analisis bahan bioaktif. Metode Analisis bahan bioaktif dilakukan berdasarkan metode Harborne (1987) dimulai dengan memasukkan 5 g sampel serbuk kering ke dalam tabung reaksi dan menambahkan akuades 5 ml per 0.1 g sampel, kemudian dipanaskan selama 5 menit dengan waterbath dan disaring. Hasil saringan (filtrat) dibagi tiga dan masing-masing diberi perlakuan berbeda untuk uji keberadaan tanin, saponin, dan flavonoid. Uji tanin, filtrat ditambah 3 tetes FeCl3 10% dan dinyatakan positif apabila terbentuk warna hitam kehijauan.
Uji saponin, filtrat dikocok kuat-kuat beberapa kali, hasil dinyatakan positif apabila buih yang terbentuk stabil.
Uji flavonoid, filtrat ditambah dengan serutan/serbuk Mg, 5 tetes HCl pekat, dan 5 tetes amil alkohol. Hasil dinyatakan positif apabila lapisan amil alkohol (lapisan atas) berwarna jingga.
HASIL
Warna daunPemberian naungan menyebabkan perbedaan warna daun pada ketiga jenis Selaginella (Gambar 1 dan Tabel 1).
Pertambahan cabang tiap minggu
Pertambahan cabang jenis Selaginella diamati dari jumlah seluruh cabang yang tumbuh tiap minggu selama pengamatan. S. plana tumbuh dengan baik pada perlakuan naungan 65% dan 40 %, namun pertumbuhan terbaik pada perlakuan naungan 65%. Sedangkan pertumbuhan terendah ditunjukkan oleh perlakuan naungan 80% (Gambar 2 dan Lampiran 1).
Penyeragaman tanaman awal dilakukan berdasarkan bobot cabang tanaman, bukan jumlahnya. Sehingga titik awal pertumbuhan S. willdenovii menjadi kurang seragam. Pertambahan cabang S. willdenovii menunjukkan hasil yang sama pada perlakuan naungan 40%, 65%, dan tanpa naungan, dengan laju pertumbuhan tertinggi pada naungan 40%. Laju pertumbuhan terendah pada S. willdenovii ditunjukkan oleh naungan 80% (Gambar 3 dan Lampiran 1).
Gambar 1 Warna daun (A) S. plana, (B) S. willdenovii, dan (C) S. mayeri pada beberapa tingkat naungan (1) 0%, (2) 40%, (3) 65%, dan (4) 80%.
Tabel 1 Perbedaan warna daun tiga jenis Selaginella pada beberapa tingkat naungan
Jenis Naungan
SP SW SM
0% Hijau kekuning an Coklat kehijauan Hijau muda
40% Hijau muda
Hijau Hijau muda 65% Hijau sedikit pekat Hijau Hijau muda
80% Hijau pekat
Hijau keunguan
Hijau muda Keterangan : SP : S. plana, SW : S. willdenovii,
SM : S. mayeri
0 10 20 30 40 50 60 70 80 90
1 2 3 4 5 6 7 8 9
minggu ke jum la h c a ba ng/ m ing gu
Gambar 2 Pertambahan jumlah seluruh cabang S. plana pada berbagai naungan. : naungan 40%,
: naungan 65%, : naungan 80%, : tanpa naungan.
Pertambahan cabang S. mayeri mengalami peningkatan secara nyata pada minggu ke-6 hingga 9 pada perlakuan tanpa naungan, diikuti oleh perlakuan naungan 40%. Berbeda dengan dua jenis lainnya, pada S. mayeri pertambahan cabang tertinggi ditunjukkan oleh perlakuan tanpa naungan (Gambar 4 dan Lampiran 1).
Gambar 3 Pertambahan jumlah seluruh cabang S. willdenovii pada berbagai naungan. : naungan 40%, : naungan 65%, : naungan 80%,
: tanpa naungan.
Pertambahan cabang total
Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa pertambahan cabang total dipengaruhi sangat nyata oleh perbedaan jenis Selaginella (Pr<0,05) (Lampiran 2). Pertambahan cabang total tertinggi terdapat pada S. plana. Perlakuan naungan juga memperlihatkan pengaruh yang nyata terhadap pertambahan cabang total dengan pertambahan terbanyak terdapat pada
naungam 40%. Interaksi antara jenis Selagin
Gambar 4 Pertambahan jumlah seluruh cabang S. mayeri pada berbagai naungan. : naungan 40%, : naungan 65%, : naungan 80%, : tanpa naungan.
naungan 40%. Interaksi antara jenis Selaginella dengan naungan berpengaruh nyata terhadap pertambahan cabang total. S. plana menunjukkan pertambahan cabang total tertinggi pada naungan 65%. Pertambahan cabang total S. willdenovii yang paling tinggi diperoleh pada naungan 40%, sedangkan pada S. mayeri menunjukkan pertambahan cabang total tertinggi terdapat pada perlakuan tanpa naungan (Tabel 2 dan Lampiran 3).
Tabel 2 Pertambahan cabang total tiga jenis Selaginella pada beberapa tingkat naungan
Jenis Naung
an SP SW SM Rataan
0% 47.3b 10.3d 27.0c 28.2a 40% 66.3a 11.0d 17.0cd 31.4a 65% 67.0a 10.3d 8.7d 28.7a
80% 29.3c 4.7d 10.0d 14.7b
Rataan 52.5a 9.08b 15.7b Ket : - Angka yang diikuti oleh huruf yang sama
tidak berbeda nyata pada taraf uji 5 % DMRT.
- SP : S. plana, SW : S. willdenovii, SM:
S. mayeri
Pertambahan bobot basah total
Pertambahan bobot dipengaruhi oleh jenis Selaginella dan tingkat naungan (Pr ≤ 0.05), tetapi tidak dipengaruhi oleh interaksi antara keduanya (Lampiran 4). S. plana menunjukkan pertambahan bobot basah total terbesar. Naungan 40% dan 65% memberikan pengaruh relatif sama terhadap pertambahan bobot basah total dan keduanya memberikan pengaruh pada pertambahan bobot basah total yang lebih tinggi dari
0 5 10 15 20 25 30 35
1 2 3 4 5 6 7 8 9
minggu ke-ju m lah cab an g /m in g g u 0 5 10 15 20 25 30 35 40
1 2 3 4 5 6 7 8 9
perlakuan naungan 80% (Tabel 3 dan Lampiran 5).
Bobot basah dan bobot kering saat panen
Bobot basah dan bobot kering dipengaruhi oleh naungan (Pr<0,05) (Lampiran 6 dan 7) dengan bobot basah dan bobot kering tertinggi berturut-turut diperoleh pada naungan 65% dan tanpa naungan. Bobot basah dan bobot kering juga dipengaruhi secara nyata oleh jenis Selaginella. S. plana memiliki bobot lebih tinggi dari S. willdenovii, namun tidak dipengaruhi oleh interaksi antara keduanya (Tabel 3 dan Lampiran 5).
Tabel 3 Pertambahan bobot basah total, bobot basah dan kering biomassa dari tiga jenis Selaginella pada beberapa tingkat naungan
Ket : Angka yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata pada taraf uji 5% DMRT.
Analisis bahan bioaktif
Kandungan tanin terkecil terdapat pada S. willdenovii pada naungan 40% dan tanpa naungan (Lampiran 8). Sedangkan kandungan saponin pada S. willdenovii lebih tinggipada semua perlakuan naungan dibanding tanpa naungan. Pada perlakuan tersebut, kandungan saponin dari S. willdenovii juga paling tinggi dibandingkan dengan jenis lainnya (Lampiran 9). Kandungan flavonoid terbesar terdapat pada S. plana dengan perlakuan naungan 65% (Lampiran 10). Jika dibandingkan dengan Selaginella yang diambil dari alam, Selaginella yang ditanam di rumah kaca cenderung memiliki kandungan tanin dan saponin yang lebih tinggi. Kandungan flavonoid S. willdenovii dan S. mayeri yang ditanam di rumah kaca lebih tinggi daripada yang diambil dari alam, namun untuk S. plana memiliki nilai yang hampir sama (Tabel 4).
Tabel 4 Kandungan kualitatif senyawa bioaktif dari S. plana (SP), S. willdenovii (SW), dan S. mayeri (SM) pada berbagai tingkat naungan
Uji Jenis Naung
an tanin saponin flavonoid
0% ++++ + ++
40% +++ ++ +++
65% ++++ ++ ++++
80% ++++ + +++
SP
alam +++ + +++
0% + ++++ ++
40% + ++++ ++
65% ++ ++++ +++
80% ++ ++++ +++
SW
alam ++ - +
0% ++ + +++
40% +++ +++ +++
65% +++ +++ ++
80% +++ +++ ++
SM
alam ++ +++ +
Keterangan: - : Tidak ada
+ : Ada sedikit ++ : Cukup banyak +++ : Banyak ++++ : Sangat banyak
PEMBAHASAN
Perbedaan naungan mempengaruhi warna daun Selaginella. Pada S. plana, semakin rapat naungan semakin pekat warna hijau daunnya. Daun S. plana pada perlakuan tanpa naungan berwarna hijau kekuningan. Begitu pun pada S.willdenovii, perbedaan perlakuan naungan menyebabkan perbedaan warna daun yang cukup mencolok. Pada naungan 80% daun S. willdenovii berwarna hijau keunguan, sedangkan pada perlakuan naungan 0% daunnya berwarna coklat kehijauan. Warna daun S. mayeri hampir sama pada semua perlakuan. Menurut Tjondronegoro et al. (1985) pemberian cahaya penuh pada jenis tanaman toleran naungan dapat merusak sistem pigmennya. Kerusakan pigmen (zat warna) oleh cahaya disebut juga solarisasi, yaitu suatu peristiwa fotooksidasi karena penyinaran cahaya kuat. Selain pengaruh solarisasi, sebagian besar tumbuhan membentuk pigmen antosianin dan flavonoid lainnya dalam beberapa sel terspesialisasi di salah satu atau beberapa organnya. Proses ini sering terpacu oleh cahaya (Salisbury & Ross 1995). Hal ini Naungan Jenis ∆ Bobot Basah total Bobot basah Bobot kering
0% 1.867a 2.667a 0.657a
40% 1.567ab 2.344a 0.583a
65% 1.922a 2.711a 0.588a
80% 0.718b 1.473b 0.317b
dibuktikan dengan terdapatnya flavonoid pada semua jenis Selaginella yang diamati.
Berdasarkan hasil pengamatan, pertambahan cabang Selaginella sp. menunjukkan bahwa masing-masing jenis Selaginella memerlukan intensitas cahaya yang berbeda untuk mendukung pertumbuhannya. S. plana mempunyai pertambahan cabang tertinggi pada perlakuan naungan 65%, S.willdenovii pada naungan 40%, dan S.mayeri pada perlakuan tanpa naungan. Berdasarkan data tersebut, dapat disimpulkan bahwa S. plana dan S. willdenovii lebih menyukai lingkungan yang ternaungi, sedangkan S. mayeri lebih menyukai lingkungan yang terbuka.
Berdasarkan data yang diperoleh, pertumbuhan ketiga jenis Selaginella terhambat pada naungan 80%. Hal tersebut diperkirakan karena di alam S. mayeri tumbuh pada tempat yang terbuka dengan sedikit naungan dari pohon-pohon besar di sekitarnya, sedangkan S. plana dan S. willdenovii hidup di tempat yang ternaungi oleh pohon-pohon yang tumbuh di sekitarnya. Jadi meskipun Selaginella hidup ternaungi, namun masih memerlukan sedikit cahaya untuk fotosintesis.
Pertumbuhan terbaik terdapat pada S. plana. Selain itu, perlakuan naungan memperlihatkan pengaruh yang nyata terhadap pertumbuhan, dengan pertambahan cabang terbanyak terdapat pada naungan 40%. Interaksi antara jenis dan naungan terbesar diperoleh pada S. plana dengan naungan 65%. Pertumbuhan terbaik pada S. willdenovii diperoleh pada naungan 40%, sedangkan pada S. mayeri pada perlakuan tanpa naungan. Rata-rata laju pertambahan cabang per minggu masing-masing jenis sama, namun terjadi penambahan yang sangat nyata pada akhir pengamatan. Hal tersebut diperkirakan karena tanaman sudah mulai bisa beradaptasi dengan habitat barunya.
Pertambahan bobot basah total, bobot basah, dan bobot kering dipengaruhi oleh jenis Selaginella dan naungan, tetapi tidak dipengaruhi oleh interaksi antara keduanya. Pertambahan bobot basah total dan bobot basah tertinggi terdapat pada jenis S. plana dan perlakuan naungan 65%, sedangkan bobot kering tertinggi terdapat pada perlakuan tanpa naungan. Perlakuan naungan 80% memperlihatkan nilai terendah baik pada pertambahan bobot basah total, bobot basah, dan bobot kering. Pertambahan bobot basah total didukung oleh
pertambahan jumlah cabang dan daun yang semakin banyak.
Bobot kering rata-rata dari ketiga jenis Selaginella memiliki nilai tertinggi pada perlakuan tanpa naungan. Menurut Tei et al. (1996) tanaman suka naungan mempunyai laju asimilasi bersih tinggi pada tingkat intensitas radiasi matahari rendah, karena fotorespirasi dan respirasi rendah pada kondisi tersebut, sedangkan pada percobaan ini bobot kering tertinggi ketiga jenis Selaginella terdapat pada perlakuan tanpa naungan. Hal ini mengindikasikan Selaginella sp. merupakan tanaman toleran naungan. Menurut pendapat Harjadi (1991), besarnya cahaya yang tertangkap pada proses fotosintesis menunjukkan biomassa, sedangkan besarnya biomassa dalam jaringan tanaman mencerminkan bobot kering. Dengan demikian menurunnya intensitas cahaya yang disebabkan oleh naungan paranet berpengaruh pada bobot kering Selaginella.
Selain mengandung tanin dan saponin, ekstrak Selaginella juga mengandung flavonoid. Senyawa flavonoid yang merupakan salah satu golongan dari polifenol sampai saat ini belum dimanfaatkan secara optimal dan masih digunakan secara terbatas. Hal ini dikarenakan senyawa flavonoid tidak stabil terhadap perubahan pengaruh oksidasi, cahaya, dan perubahan kimia, sehingga apabila teroksidasi strukturnya akan berubah dan fungsinya sebagai bahan aktif akan menurun bahkan hilang dan kelarutannya rendah (Handayani & Sulistyo 2008). Kandungan metabolit sekunder Selaginella dapat bervariasi bergantung pada faktor lingkungan tempat tumbuh seperti iklim, lokasi, tanah, faktor dari dalam tumbuhan tersebut seperti jenis atau varietas, bagian yang diekstraksi dan umurnya, prosedur pemanenan, dan ekstraksi (Setyawan & Darusman 2008).
Tingkat keragaman dalam penelitian ini cukup tinggi yaitu sekitar 30.25 sampai dengan 57.05, hal ini dikarenakan bahan tanam yang diambil merupakan bagian vegetatif. Keadaan fisik dan biokimiawi bahan tanam yang berbeda mengakibatkan perbedaan dalam pertumbuhan awal tanaman yang memicu keragaman pertumbuhan tanaman lebih lanjut (Sitompul & Guritno 1995).
SIMPULAN
Masing-masing jenis Selaginella memerlukan intensitas cahaya yang berbeda untuk mendukung pertumbuhannya. Pertumbuhan terbaik S. plana pada perlakuan naungan 65%, S. willdenovii pada naungan 40%, dan S.mayeri pada perlakuan tanpa naungan. Data ini sesuai dengan nilai pertambahan bobot basah total. S. plana menunjukkan jumlah pertambahan cabang total terbesar pada naungan 65%, S. willdenovii pada naungan 40%, dan S. mayeri pada perlakuan tanpa naungan. Semua jenis yang diuji mengandung tanin, saponin, dan flavonoid. Kandungan tanin terbanyak diperoleh pada S. plana dengan perlakuan naungan 65%, 80%, dan tanpa naungan. Kandungan saponin terbanyak pada S. willdenovii semua perlakuan dan kandungan flavonoid terbanyak pada S. plana dengan perlakuan naungan 65%. Selaginella yang ditanam di rumah kaca memiliki kandungan tanin dan saponin yang
lebih tinggi daripada Selaginella yang diambil dari alam.
SARAN
Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut pada jenis Selaginella lainnya, pengaruh naungan terhadap kandungan klorofil daun, dan keadaan mikro lingkungan yang mempengaruhi pertumbuhan dan kandungan flavonoid Selaginella sp. seperti suhu, kelembaban, dan unsur hara.
DAFTAR PUSTAKA
Chikmawati T, Miftahudin. 2007. Biodiversitas dan Potensi Marga Selaginella sebagai antioksidan dan Anti Kanker. [Laporan Hasil Penelitian]. Bogor: FMIPA, IPB. Dalimartha S. 2004. Atlas Tumbuhan Obat
Jilid 1. Jakarta: Trubus Agriwidya, 120p
de Winter WP, Amoroso VB, editor. 2003. Plant Resources of South-East Asia No. 15(2). Cryptogams: Fern and Ferns allies. Bogor: Prosea Foundation.
Gayathri V, Asha VV, Subramonian A. 2005. Preliminary Studies on the
Immunomodulatory and Antioxidant Properties of Selaginella Jenis. Indian J Pharmacol 37: 381-385.
Handayani R, Sulistyo J. 2008. Sintesis Senyawa flavonoid-α-Glikosida secara Reaksi Tranglikosilasi Enzimatik dan Aktivitasnya sebagai Antioksidan. Biodiversitas 9(1):1-4. Harjadi SS. 1991. Pengantar Agronomi.
Jakarta: Gramedia.
Harborne JB. 1987. Metode Fitokimia. Kosasih W, Iwang S, penerjemah; Bandung: penebit ITB. Terjemahan dari Phytochemical metods. Joy PP et al. 1998. Medicinal Plant. Kerala:
Kerala Agricultural University. Lambers H, Chapin F Stuart, Pons TL. 1998.
Plant Physiological Ecology. New York: Springer.
Mattjik AA, Sumertajaya IM. 2006. Perancangan Percobaan. Bogor: IPB Pr.
Rosita I, Pambudi A, Jazilah A. 2006. Keragaman dan Kandungan Antioksidan Golongan Flavonoid Selaginella di Wana Wisata Cangkuang, Sukabumi. [Laporan studi Lapang]. Bogor: FMIPA, IPB. Salisbury FB, Ross CW. 1995. Fisiologi Tumbuhan. Diah RL, Sumaryono, Penerjemah; Bandung: Penerbit ITB. Terjemahan dari Plant Physiology.
Setyawan AD, Darusman LK. 2008. Senyawa Biflavonoid pada Selaginella Pal. Beauv. Dan Pemanfaatannnya. Biodiversitas 9(1): 64-81.
Sitompul SM, Guritno B. 1995. Analisis Pertumbuhan Tanaman. Jogjakarta: UGM Pr.
Tei FA, Scaife A, Aikman DP. 1996. Growth of Lettuce, Onion, and Red Beet. I. Growth Analysis, Light Interception, and Radiation Use Efficiency. Ann. Bot. 78:633-643. Tjitrosoepomo G. 1994. Taksonomi
Tumbuhan. Jakarta: PT Bhratara Karya Aksara.
Tjondronegoro PD, Harran S, Fauzan. 1985. Pengaruh Naungan dan Pemberian Pupuk terhadap Pertumbuhan Semai Meranti (Shorea Pinanga Scheeff., S. Leprosura Mig.) [laporan Hasil Penelitian]. Bogor: FMIPA, IPB.
Lampiran 1 Data pertambahan cabang tiap minggu pada S. plana (SP), S. willdenovii (SW), dan S. mayeri (SM) pada beberapa tingkat naungan
Minggu Ke-
Naungan Jenis awal 1 2 3 4 5 6 7 8 SP 10.0 17.0 24.0 29.0 35.0 42.0 53.0 62.0 71.0
8.0 13.0 16.0 22.0 25.0 30.0 35.0 41.0 57.0 9.0 13.0 13.0 17.0 21.0 25.0 29.0 35.0 41.0 Rataan 9.0 14.3 17.7 22.7 27.0 32.3 39.0 46.0 56.3 SW 19.0 20.0 21.0 22.0 25.0 26.0 27.0 28.0 30.0 24.0 25.0 26.0 27.0 28.0 29.0 31.0 32.0 34.0 13.0 13.0 14.0 15.0 17.0 19.0 21.0 22.0 23.0 Rataan 18.7 19.3 20.3 21.3 23.3 24.7 26.3 27.3 29.0 SM 6.0 7.0 8.0 8.0 9.0 14.0 15.0 21.0 31.0
6.0 6.0 6.0 6.0 7.0 9.0 11.0 20.0 28.0 8.0 10.0 10.0 11.0 13.0 25.0 33.0 39.0 42.0 0%
Rataan 6.7 7.7 8.0 8.3 9.7 16.0 19.7 26.7 33.7 SP 8.0 14.0 20.0 25.0 35.0 41.0 48.0 65.0 89.0
7.0 12.0 17.0 19.0 22.0 27.0 30.0 44.0 58.0 9.0 13.0 17.0 22.0 28.0 37.0 43.0 59.0 76.0 Rataan 8.0 13.0 18.0 22.0 28.3 35.0 40.3 56.0 74.3 SW 19.0 21.0 23.0 26.0 27.0 29.0 30.0 31.0 33.0 13.0 14.0 14.0 15.0 18.0 19.0 20.0 21.0 23.0 15.0 16.0 17.0 19.0 20.0 21.0 23.0 23.0 24.0 Rataan 15.7 17.0 18.0 20.0 21.7 23.0 24.3 25.0 26.7 SM 7.0 8.0 10.0 14.0 15.0 16.0 19.0 21.0 23.0 7.0 8.0 9.0 10.0 10.0 11.0 12.0 13.0 14.0
7.0 7.0 7.0 9.0 9.0 9.0 12.0 19.0 35.0 40%
Rataan 7.0 7.7 8.7 11.0 11.3 12.0 14.3 17.7 24.0 SP 10.0 14.0 18.0 23.0 27.0 32.0 41.0 53.0 67.0
9.0 12.0 17.0 23.0 29.0 32.0 40.0 62.0 81.0 8.0 15.0 23.0 30.0 40.0 44.0 52.0 66.0 80.0 Rataan 9.0 13.7 19.3 25.3 32.0 36.0 44.3 60.3 76.0 SW 18.0 21.0 23.0 24.0 26.0 28.0 29.0 30.0 31.0 17.0 18.0 18.0 19.0 21.0 22.0 23.0 26.0 29.0 22.0 23.0 24.0 25.0 26.0 26.0 27.0 27.0 28.0 Rataan 19.0 20.7 21.7 22.7 24.3 25.3 26.3 27.7 29.3 SM 7.0 9.0 9.0 10.0 11.0 13.0 15.0 18.0 20.0
6.0 7.0 8.0 8.0 9.0 11.0 12.0 13.0 14.0 6.0 6.0 7.0 7.0 7.0 9.0 9.0 10.0 11.0 65%
Rataan 6.3 7.3 8.0 8.3 9.0 11.0 12.0 13.7 15.0 SP 9.0 11.0 14.0 15.0 19.0 20.0 25.0 31.0 37.0
9.0 10.0 16.0 21.0 27.0 31.0 34.0 38.0 43.0 7.0 9.0 10.0 11.0 15.0 19.0 25.0 28.0 33.0 Rataan 8.3 10.0 13.3 15.7 20.3 23.3 28.0 32.3 37.7 SW 24.0 26.0 28.0 28.0 29.0 29.0 29.0 30.0 31.0 11.0 11.0 12.0 12.0 12.0 12.0 12.0 12.0 12.0 16.0 16.0 18.0 18.0 19.0 20.0 21.0 21.0 22.0 Rataan 17.0 17.7 19.3 19.3 20.0 20.3 20.7 21.0 21.7 SM 7.0 10.0 11.0 12.0 13.0 14.0 15.0 16.0 17.0 7.0 9.0 10.0 11.0 13.0 13.0 15.0 16.0 17.0 7.0 9.0 11.0 11.0 13.0 14.0 15.0 16.0 17.0 80%
Lampiran 2 Sidik ragam pertambahan cabang total tiga jenis Selaginella pada beberapa tingkat naungan
Sumber Keragaman
Derajat Bebas
Jumlah Kuadrat
Kuadrat
Tengah F-hitung F-tabel
Ulangan 2 106.17 53.08
Naungan (N) 3 1528.97 509.66 8.76 N 4.76
Galat (n) 6 348.94 58.16
Jenis (J) 2 13140.17 6570.08 104.96SN 3.26
Naungan x Jenis (N x J) 6 2078.94 346.49 5.53N 2.36
Galat (n x j) 16 1001.56 62.59
Total 35 18204.75
Keterangan : N = Berbeda nyata, SN = Berbeda sangat nyata pada taraf uji α = 5%
Lampiran 3 Data pertambahan cabang total tiga jenis Selaginella pada beberapa tingkat naungan
Pertambahan cabang Naungan
Ulangan 1 Ulangan 2 Ulangan 3
Total
perlakuan Rataan
Selaginella plana
0% 61 49 32 142 47.3
40% 81 51 67 199 66.3 65% 57 72 72 201 67.0 80% 28 34 26 88 29.3
S. willdenovii
0% 11 10 10 31 10.3
40% 14 10 9 33 11.0 65% 13 12 6 31 10.3 80% 7 1 6 14 4.7
S. mayeri
0% 25 22 34 81 27.0
40% 16 7 28 51 17.0 65% 13 8 5 26 8.7 80% 10 10 10 30 10.0
Total ulangan 336 286 305
Lampiran 4 Sidik ragam pertambahan bobot basah total tiga jenis Selaginella pada beberapa tingkat naungan
Sumber Keragaman
Derajat Bebas
Jumlah Kuadrat
Kuadrat
Tengah F- hitung F- tabel
Ulangan 2 2.13 1.06
Naungan (N) 3 8.35 2.78 7.13N 4.76
Galat (n) 6 2.34 0.39
Jenis (J) 2 27.94 13.96 18.61N 3.26
Naungan x Jenis (N x J) 6 5.85 0.97 1.29TN 2.36
Galat (n x j) 16 12.01 0.75
Total 35 58.61
Lampiran 5 Pertambahan bobot basah total, bobot basah dan bobot kering tiga jenis Selaginella pada beberapa tingkat naungan
Naungan Jenis Ulangan BA BB BB-BA BK BB-BK
S. plana 1 1.3 5.0 3.7 1.3 3.7
2 1.4 3.1 1.7 0.9 2.2 3 1.3 2.7 1.4 0.8 1.9
Rataan 1.3 3.6 2.3 1.0 2.6
S. willdenovii 1 0.9 3.2 2.3 0.7 2.5
2 0.8 4.0 3.2 1.0 3.0 3 0.8 3.3 2.5 0.7 2.6
Rataan 0.8 3.5 2.7 0.8 2.7
S. mayeri 1 0.2 0.6 0.4 0.1 0.5
2 0.2 0.6 0.4 0.1 0.5 3 0.3 1.5 1.2 0.3 1.2 0%
Rataan 0.2 0.9 0.7 0.2 0.7
S. plana 1 1.2 6.0 4.8 1.3 4.7
2 1.2 3.5 2.3 0.9 2.6 3 1.3 2.7 1.4 0.7 2.0
Rataan 1.2 4.1 2.8 1.0 3.1
S. willdenovii 1 0.9 2.6 1.7 0.6 2.0
2 0.7 1.2 0.5 0.4 0.8 3 0.9 3.6 2.7 0.9 2.7
Rataan 0.8 2.5 1.6 0.6 1.8
S. mayeri 1 0.4 1.0 0.6 0.3 0.7
2 0.2 0.2 0.0 0.1 0.1 3 0.2 0.3 0.1 0.1 0.2 40%
Rataan 0.3 0.5 0.2 0.2 0.4
S. plana 1 1.2 4.3 3.1 0.9 3.4
2 1.1 4.4 3.3 1.0 3.4 3 1.3 4.5 3.2 0.9 3.6 Rataan 1.2 4.4 3.2 0.9 3.5
S. willdenovii 1 0.9 4.5 3.6 0.8 3.7
2 0.8 2.0 1.2 0.5 1.5 3 1.1 3.5 2.4 0.9 2.6 Rataan 0.9 3.3 2.4 0.7 2.6
S. mayeri 1 0.3 0.5 0.2 0.1 0.4
2 0.2 0.5 0.3 0.1 0.4 3 0.2 0.2 0.0 0.1 0.1 65%
Rataan 0.2 0.4 0.2 0.1 0.3
S. plana 1 1.4 2.5 1.1 0.6 1.9
2 1.0 3.0 2.0 0.5 2.5 3 1.1 2.1 1.0 0.4 1.7 Rataan 1.2 2.5 1.4 0.5 2.0
S. willdenovii 1 0.9 1.5 0.6 0.5 1.0
2 0.9 1.3 0.4 0.3 1.0 3 0.8 1.5 0.7 0.3 1.2 Rataan 0.9 1.4 0.6 0.4 1.1
S. mayeri 1 0.3 0.5 0.2 0.1 0.4
2 0.2 0.6 0.4 0.1 0.5 3 0.2 0.3 0.1 0.1 0.2 80%
Lampiran 6 Sidik ragam bobot basah tiga jenis Selaginella pada beberapa tingkat naungan
Sumber Keragaman
Derajat Bebas
Jumlah Kuadrat
Kuadrat
Tengah F-hitung F- tabel
Ulangan 2 2.80 1.40
Naungan (N) 3 8.89 2.97 7.35N 4.76
Galat (n) 6 2.42 0.40
Jenis (J) 2 59.82 29.91 41.08N 3.26
Naungan x Jenis (N x J) 6 5.62 0.94 1.29TN 2.36
Galat (n x j) 16 11.65 0.73
Total 35 91.22
Keterangan : N = Berbeda nyata, TN = Tidak berbeda nyata, pada taraf uji α = 5%
Lampiran 7 Sidik ragam bobot kering tiga jenis Selaginella pada beberapa tingkat naungan
Sumber Keragaman
Derajat Bebas
Jumlah Kuadrat
Kuadrat
Tengah F-hitung F- tabel
Ulangan 2 0.09 0.05
Naungan (N) 3 0.61 0.20 14.08N 4.76
Galat (n) 6 0.09 0.01
Jenis (J) 2 3.31 1.66 49.83N 3.26
Naungan x Jenis (N x J) 6 0.23 0.04 1.16TN 2.36
Galat (n x j) 16 0.53 0.03
Total 35 4.86
Keterangan : N = Berbeda nyata, TN = Tidak berbeda nyata, pada taraf uji α = 5%
Lampiran 8 Uji tanin pada ketiga jenis Selaginella (A) S. plana, (B) S. willdenovii, (C) S. mayeri pada beberapa tingkat naungan (1) 80%, (2) 65%, (3) 40%,
(4) 0%, (5) Alam
A B
C 1
1
1 2 2
2
3 3
3
4 4
4
5 5
Lampiran 9 Uji saponin pada ketiga jenis Selaginella (A) S. plana, (B) S. willdenovii, (C) S. mayeri pada beberapa tingkat naungan (1) 80%, (2) 65%, (3) 40%, (4) 0% (5) Alam
Lampiran 10 Uji flavonoid pada ketiga jenis Selaginella (A) S. plana, (B) S. willdenovii, (C) S. mayeri pada beberapa tingkat naungan (1) 80%, (2) 65%, (3) 40%,
(4) 0%, (5) Alam A
1
1
1 2 2
2
3 3
3
4 4
4
5 5
C
5 B
2
1 3 4 5 1
1
2
2 3
3 4
4
5
5 B C
A
Lampiran 11 Nilai rata-rata intensitas cahaya, suhu udara, dan suhu tanah di bawah naungan selama masa percobaan
Kerapatan Naungan (%) Jenis Pengamatan
PUSPITA DEWI SOPYATI
DEPARTEMEN BIOLOGI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
ABSTRAK
PUSPITA DEWI SOPYATI. Pertumbuhan dan Kandungan Bahan Bioaktif dari Selaginella plana,
S. willdenovii, dan S. mayeri pada beberapa Tingkat Naungan. Dibimbing oleh TATIK CHIKMAWATI dan MIFTAHUDIN.
Selaginella merupakan salah satu marga tumbuhan paku yang banyak tumbuh di tanah yang kaya zat organik, lembab, dan ternaungi atau sedikit ternaungi. Tumbuhan ini sering digunakan sebagai obat dan beberapa jenis berpotensi sebagai antioksidan karena mengandung senyawa flavonoid. Kelimpahan tumbuhan ini akan semakin berkurang jika pengambilan dari alam
dilakukan terus-menerus. Penelitian tentang aspek budidaya Selaginella perlu dilakukan
khususnya untuk mengetahui naungan yang tepat bagi pertumbuhannya serta pengaruhnya terhadap kandungan bahan bioaktif. Penelitian ini menggunakan rancangan petak terpisah dengan
naungan sebagai petak utama dan jenis Selaginella sebagai anak petak. S. plana,S. willdenovii dan
S. mayeri diberi perlakuan naungan dengan paranet 40%, 65%, 80%, dan tanpa naungan yang terdiri dari tiga ulangan. Kandungan bahan bioaktif diketahui dengan melakukan ekstraksi dengan alkohol dan uji kandungan tanin, saponin, dan flavonoid. Pertambahan cabang total, pertambahan bobot basah total, bobot basah, dan bobot kering biomassa dipengaruhi secara nyata oleh naungan
dan jenis Selaginella. Masing-masing jenis Selaginella memerlukan intensitas cahaya yang
berbeda untuk mendukung pertumbuhannya. Pertumbuhan terbaik dari S. plana, S. willdenovii,
dan S. mayeri berturut-turut diperoleh pada perlakuan naungan 65%, 40%, dan tanpa naungan. Semua jenis yang diuji mengandung tanin, saponin, dan flavonoid. Kandungan tanin terbanyak
diperoleh pada S. plana dengan perlakuan naungan 65%, 80%, dan tanpa naungan, kandungan
saponin terbanyak pada S. willdenovii pada semua perlakuan, dan kandungan flavonoid terbanyak
diperoleh pada S. plana dengan perlakuan naungan 65%.
Kata kunci: Selaginella, naungan, bahan bioaktif, Flavonoid
ABSTRACT
PUSPITA DEWI SOPYATI. Growth and Bioactive Content of Selaginella plana,S. willdenovii,
and S. mayeri in several Shading Level. Supervised by TATIK CHIKMAWATI and MIFTAHUDIN.
Selaginella is a wild plant that is found in fertile and moist soil, under almost full or few shading. It is often used as medicinal plant and potential as an antioxidant since it contains flavonoid. This plant has been exploited continously by the local people which may decrease its
abundance. The cultivation of Selaginella needs to be investigated especially to know the right
shading for the best growth of Selaginella. The right shading may also affect bioactive content of
Selaginella. This research used split plot design with level of shading as main plot and species as
sub plot. S. plana, S. willdenovii, and S. mayeri were grown under paranet with 40%, 65%, 80%
shading, and non shading treatments. The treatment were repeated 3 times. Bioactive compound was extracted using alcohol 70% and analyzed for tannin, saponin, and flavonoid contents. Results indicated that level of shading and species affected total branch increase, total fresh weight increase, fresh and dry weight of biomass. Each species required different light intensity to
support its growth. The best growth of S. plana,S. willdenovii, and S. mayeri was found in 65%,
40% shading, and non shading, respectively. All species in the experiment contained tannin,
saponin, and flavonoid. The highest tanin content was found in S. plana that were grown under
65%, 80% shading, and non shading treatment, the highest saponin content was found in S.
willdenovii at all of shading treatments, and the highest flavonoid content was only found in S. plana under 65% shading.
Key word: Selaginella, shade, bioactive compounds, flavonoid.
Latar Belakang
Tumbuhan obat sejak dahulu hingga sekarang menjadi penyokong utama kesehatan umat manusia. Sekitar 60-75% penduduk bumi menggantungkan kesehatannya pada tumbuhan. Penggunaan tumbuhan sebagai obat alternatif untuk pengobatan tradisional semakin meningkat dengan semakin mahalnya harga obat sintetik (Chikmawati & Miftahudin 2007).
Salah satu tumbuhan yang melimpah di Indonesia dan digunakan sebagai obat tradisional untuk mengobati penyakit seperti hepatitis, anti kanker, dan antioksidan adalah Selaginella sp. (Dalimartha 2004). Tumbuhan dari marga Selaginella ini biasanya dimanfaatkan sebagai makanan, obat, kerajinan tangan, dan ornamen. Beberapa jenis Selaginella diantaranya S. willdenovii, S. intermedia, dan S. ornata berpotensi sebagai antioksidan karena mengandung flavonoid (Rosita et al. 2006). Flavonoid merupakan metabolit sekunder yang paling beragam dan tersebar luas. Senyawa ini merupakan turunan fenol yang memiliki struktur dasar fenilbenzopiron (tokoferol) (Middleton et al. 2000).
Selaginella merupakan salah satu marga tanaman paku yang memiliki ciri dan bentuk yang khas. Selaginella termasuk bangsa Selaginellales dari kelas Lycopodinae. Bangsa Selaginellales hanya terdiri atas satu suku Selaginellaceae dan satu marga Selaginella. Sebagian paku ini mempunyai batang berbaring dan batang tegak, bercabang-cabang menggarpu, anisotom. Tumbuhnya ada yang membentuk rumpun dan memanjat. Tunasnya dapat mencapai panjang sampai beberapa meter. Pada batang terdapat daun-daun kecil yang tersusun dalam garis spiral atau berhadapan dan tersusun dalam empat baris. Dua baris terdiri atas daun-daun yang lebih besar dan tersusun ke samping, dua baris lagi terdiri atas daun-daun yang lebih kecil terdapat pada cabang-cabang yang menghadap ke muka. Cabang-cabang seringkali mempunyai susunan dorsiventral. Akar-akar keluar dari bagian-bagian batang yang tidak berdaun yang dinamakan akar pendukung (Tjitrosoepomo 1994).
Jenis Selaginella di Asia Tenggara umumnya tumbuh di tanah yang kaya bahan organik, lembab, terairi dengan baik, dan ternaungi atau sedikit ternaungi, terkadang
spora yang bersifat heterospora. Namun perbanyakan secara vegetatif yang berasal dari batang lebih mudah dan cepat. Jenis Selaginella biasanya dirusak oleh binatang pemakan rumput seperti bekicot dan belalang (de Winter & Amoroso 2003).
Selain sebagai obat, tumbuhan Selaginella mempunyai nilai hortikultur yang tinggi. Beberapa jenis memiliki nilai jual di berbagai bagian dunia. Di India Selaginella merupakan marga penting yang belum dikaji secara penuh sebagai tanaman obat. Beberapa jenis digunakan sebagai obat rakyat yang belum terungkap secara jelas karakteristiknya (Gayathri et al. 2005). Selaginella merupakan tanaman obat tradisional Cina yang cukup penting baik di dalam maupun di luar negara Cina (de Winter & Amoroso 2003). Cina telah membudidayakan S. tamaricana yang sudah diekspor ke Malaysia dan Jerman, bahkan mungkin ke Indonesia. Di Indonesia, tumbuhan dari marga Selaginella ini belum banyak dieksplorasi, dikaji secara ilmiah, dan diekspos sebagai tanaman obat (Chikmawati & Miftahudin 2007), namun di Jawa Barat tumbuhan yang biasa disebut dengan nama paku rane ini banyak digunakan penduduk sebagai obat untuk membantu mengobati luka setelah persalinan.
jenis Selaginella tersebutdigunakan sebagai objek dalam penelitian ini.
Tujuan
Penelitian ini bertujuan mengetahui tingkat naungan yang tepat untuk pertumbuhan S. plana, S. willdenovii, dan S. mayeri, serta pengaruhnya terhadap kandungan bahan bioaktif yang dihasilkan.
BAHAN DAN METODE
Waktu dan TempatPenelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret hingga Oktober 2008, bertempat di rumah kaca Departemen Biologi, Laboratorium Taksonomi Tumbuhan dan Laboratorium Penelitian Fisiologi Tumbuhan, Departemen Biologi FMIPA- IPB Darmaga.
Bahan
Bahan tanaman yang digunakan adalah tiga jenis Selaginella yaitu S. plana, S. willdenovii, dan S. mayeri. Bahan lain yang digunakan meliputi tanah, sekam, pupuk organik, larutan alkohol 70%, serutan/serbuk Mg, HCl pekat, amil alkohol, dan FeCl3.
Alat yang digunakan adalah paranet 40%, 65%, dan 80%, polybag, oven, timbangan, evaporator berputar, stirer, tabung reaksi, waterbath, kertas saring, blender, dan alat-alat pertanian.
Metode
Rancangan percobaan
Penelitian ini menggunakan rancangan petak terpisah (split plot design) dengan naungan sebagai petak utama dan jenis Selaginella sebagai anak petak (Mattjik & Sumertajaya 2006). Naungan terdiri dari empat taraf yaitu: 0%, 40%, 65%, dan 80%, perlakuan dengan menggunakan naungan paranet, yaitu paranet 40% dengan intensitas cahaya yang masuk 60%, naungan paranet 65% dengan intensitas cahaya yang masuk 35%, naungan paranet 80% dengan intensitas cahaya yang masuk 20%, dan tanpa diberi naungan paranet dengan intensitas cahaya yang masuk 100%. Jenis Selaginella yang digunakan terdiri dari tiga jenis yaitu: S. plana, S. willdenovii, dan S. mayeri. Setiap perlakuan diulang tiga kali, sehingga total perlakuan ini 36 unit.
Pelaksanaan percobaan
Persiapan media. Tanah, sekam, dan pupuk organik dicampur dengan perbandingan 1 : 1 : 0,5. Semua bahan diaduk dan ditambahkan air sampai media cukup lembab. Penambahan pupuk organik bertujuan memenuhi nutrisi tumbuhan.
Penanaman. Bagian batang Selaginella ditanam dalam polybag yang telah diisi media tanam yang disiapkan sebelumnya dan dibiarkan selama dua minggu untuk aklimatisasi.
Pemasangan naungan. Tanaman yang berhasil beradaptasi atau mampu hidup diberi perlakuan naungan dengan menggunakan paranet, sedangkan tanaman yang mati diganti dengan tanaman baru. Masing-masing jenis Selaginella diberi perlakuan naungan paranet 40%, 65%, 80%, dan 0% (tanpa naungan).
Pemeliharaan. Pemeliharaan tanaman berupa penyiraman dan penyiangan. Penyiraman tanaman dilakukan sebanyak sekali sehari, penyiangan dilakukan dengan mencabut gulma yang tumbuh di sekitar tanaman.
Pengamatan
Pengamatan awal dilakukan dengan menghitung jumlah cabang dan menimbang bobot basah batang yang akan ditanam pada awal penanaman. Pertambahan cabang diamati tiap minggu selama dua bulan untuk mengetahui kurva pertumbuhan. Selain itu, diukur pertambahan cabang total yang diperoleh dari selisih jumlah pertambahan cabang awal dengan akhir. Pertambahan bobot basah total diperoleh dari selisih bobot basah awal dengan akhir. Bobot basah dan bobot kering di ukur pada saat panen. Setiap hari dilakukan pengukuran suhu lingkungan rumah kaca, lingkungan di bawah naungan, dan media tanam. Intensitas cahaya diukur pada pagi, siang, dan sore hari.
Analisis kandungan bioaktif
Penyiapan ekstrak Selaginella.
jenis Selaginella tersebutdigunakan sebagai objek dalam penelitian ini.
Tujuan
Penelitian ini bertujuan mengetahui tingkat naungan yang tepat untuk pertumbuhan S. plana, S. willdenovii, dan S. mayeri, serta pengaruhnya terhadap kandungan bahan bioaktif yang dihasilkan.
BAHAN DAN METODE
Waktu dan TempatPenelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret hingga Oktober 2008, bertempat di rumah kaca Departemen Biologi, Laboratorium Taksonomi Tumbuhan dan Laboratorium Penelitian Fisiologi Tumbuhan, Departemen Biologi FMIPA- IPB Darmaga.
Bahan
Bahan tanaman yang digunakan adalah tiga jenis Selaginella yaitu S. plana, S. willdenovii, dan S. mayeri. Bahan lain yang digunakan meliputi tanah, sekam, pupuk organik, larutan alkohol 70%, serutan/serbuk Mg, HCl pekat, amil alkohol, dan FeCl3.
Alat yang digunakan adalah paranet 40%, 65%, dan 80%, polybag, oven, timbangan, evaporator berputar, stirer, tabung reaksi, waterbath, kertas saring, blender, dan alat-alat pertanian.
Metode
Rancangan percobaan
Penelitian ini menggunakan rancangan petak terpisah (split plot design) dengan naungan sebagai petak utama dan jenis Selaginella sebagai anak petak (Mattjik & Sumertajaya 2006). Naungan terdiri dari empat taraf yaitu: 0%, 40%, 65%, dan 80%, perlakuan dengan menggunakan naungan paranet, yaitu paranet 40% dengan intensitas cahaya yang masuk 60%, naungan paranet 65% dengan intensitas cahaya yang masuk 35%, naungan paranet 80% dengan intensitas cahaya yang masuk 20%, dan tanpa diberi naungan paranet dengan intensitas cahaya yang masuk 100%. Jenis Selaginella yang digunakan terdiri dari tiga jenis yaitu: S. plana, S. willdenovii, dan S. mayeri. Setiap perlakuan diulang tiga kali, sehingga total perlakuan ini 36 unit.
Pelaksanaan percobaan
Persiapan media. Tanah, sekam, dan pupuk organik dicampur dengan perbandingan 1 : 1 : 0,5. Semua bahan diaduk dan ditambahkan air sampai media cukup lembab. Penambahan pupuk organik bertujuan memenuhi nutrisi tumbuhan.
Penanaman. Bagian batang Selaginella ditanam dalam polybag yang telah diisi media tanam yang disiapkan sebelumnya dan dibiarkan selama dua minggu untuk aklimatisasi.
Pemasangan naungan. Tanaman yang berhasil beradaptasi atau mampu hidup diberi perlakuan naungan dengan menggunakan paranet, sedangkan tanaman yang mati diganti dengan tanaman baru. Masing-masing jenis Selaginella diberi perlakuan naungan paranet 40%, 65%, 80%, dan 0% (tanpa naungan).
Pemeliharaan. Pemeliharaan tanaman berupa penyiraman dan penyiangan. Penyiraman tanaman dilakukan sebanyak sekali sehari, penyiangan dilakukan dengan mencabut gulma yang tumbuh di sekitar tanaman.
Pengamatan
Pengamatan awal dilakukan dengan menghitung jumlah cabang dan menimbang bobot basah batang yang akan ditanam pada awal penanaman. Pertambahan cabang diamati tiap minggu selama dua bulan untuk mengetahui kurva pertumbuhan. Selain itu, diukur pertambahan cabang total yang diperoleh dari selisih jumlah pertambahan cabang awal dengan akhir. Pertambahan bobot basah total diperoleh dari selisih bobot basah awal dengan akhir. Bobot basah dan bobot kering di ukur pada saat panen. Setiap hari dilakukan pengukuran suhu lingkungan rumah kaca, lingkungan di bawah naungan, dan media tanam. Intensitas cahaya diukur pada pagi, siang, dan sore hari.
Analisis kandungan bioaktif
Penyiapan ekstrak Selaginella.
menggunakan kertas saring. Filtrat kemudian dikeringkan dengan cara menguapkannya pada evaporator berputar pada suhu 60oC selama 6 jam dan dioven pada suhu 60o Cselama 24 jam.
Analisis bahan bioaktif. Metode Analisis bahan bioaktif dilakukan berdasarkan metode Harborne (1987) dimulai dengan memasukkan 5 g sampel serbuk kering ke dalam tabung reaksi dan menambahkan akuades 5 ml per 0.1 g sampel, kemudian dipanaskan selama 5 menit dengan waterbath dan disaring. Hasil saringan (filtrat) dibagi tiga dan masing-masing diberi perlakuan berbeda untuk uji keberadaan tanin, saponin, dan flavonoid. Uji tanin, filtrat ditambah 3 tetes FeCl3 10% dan dinyatakan positif apabila terbentuk warna hitam kehijauan.
Uji saponin, filtrat dikocok kuat-kuat beberapa kali, hasil dinyatakan positif apabila buih yang terbentuk stabil.
Uji flavonoid, filtrat ditambah dengan serutan/serbuk Mg, 5 tetes HCl pekat, dan 5 tetes amil alkohol. Hasil dinyatakan positif apabila lapisan amil alkohol (lapisan atas) berwarna jingga.
HASIL
Warna daunPemberian naungan menyebabkan perbedaan warna daun pada ketiga jenis Selaginella (Gambar 1 dan Tabel 1).
Pertambahan cabang tiap minggu
Pertambahan cabang jenis Selaginella diamati dari jumlah seluruh cabang yang tumbuh tiap minggu selama pengamatan. S. plana tumbuh dengan baik pada perlakuan naungan 65% dan 40 %, namun pertumbuhan terbaik pada perlakuan naungan 65%. Sedangkan pertumbuhan terendah ditunjukkan oleh perlakuan naungan 80% (Gambar 2 dan Lampiran 1).
[image:30.612.332.513.83.623.2]Penyeragaman tanaman awal dilakukan berdasarkan bobot cabang tanaman, bukan jumlahnya. Sehingga titik awal pertumbuhan S. willdenovii menjadi kurang seragam. Pertambahan cabang S. willdenovii menunjukkan hasil yang sama pada perlakuan naungan 40%, 65%, dan tanpa naungan, dengan laju pertumbuhan tertinggi pada naungan 40%. Laju pertumbuhan terendah pada S. willdenovii ditunjukkan oleh naungan 80% (Gambar 3 dan Lampiran 1).
Gambar 1 Warna daun (A) S. plana, (B) S. willdenovii, dan (C) S. mayeri pada beberapa tingkat naungan (1) 0%, (2) 40%, (3) 65%, dan (4) 80%.
Tabel 1 Perbedaan warna daun tiga jenis Selaginella pada beberapa tingkat naungan
Jenis Naungan
SP SW SM
0% Hijau kekuning an Coklat kehijauan Hijau muda
40% Hijau muda
Hijau Hijau muda 65% Hijau sedikit pekat Hijau Hijau muda
80% Hijau pekat
Hijau keunguan
Hijau muda Keterangan : SP : S. plana, SW : S. willdenovii,
SM : S. mayeri
menggunakan kertas saring. Filtrat kemudian dikeringkan dengan cara menguapkannya pada evaporator berputar pada suhu 60oC selama 6 jam dan dioven pada suhu 60o Cselama 24 jam.
Analisis bahan bioaktif. Metode Analisis bahan bioaktif dilakukan berdasarkan metode Harborne (1987) dimulai dengan memasukkan 5 g sampel serbuk kering ke dalam tabung reaksi dan menambahkan akuades 5 ml per 0.1 g sampel, kemudian dipanaskan selama 5 menit dengan waterbath dan disaring. Hasil saringan (filtrat) dibagi tiga dan masing-masing diberi perlakuan berbeda untuk uji keberadaan tanin, saponin, dan flavonoid. Uji tanin, filtrat ditambah 3 tetes FeCl3 10% dan dinyatakan positif apabila terbentuk warna hitam kehijauan.
Uji saponin, filtrat dikocok kuat-kuat beberapa kali, hasil dinyatakan positif apabila buih yang terbentuk stabil.
Uji flavonoid, filtrat ditambah dengan serutan/serbuk Mg, 5 tetes HCl pekat, dan 5 tetes amil alkohol. Hasil dinyatakan positif apabila lapisan amil alkohol (lapisan atas) berwarna jingga.
HASIL
Warna daunPemberian naungan menyebabkan perbedaan warna daun pada ketiga jenis Selaginella (Gambar 1 dan Tabel 1).
Pertambahan cabang tiap minggu
Pertambahan cabang jenis Selaginella diamati dari jumlah seluruh cabang yang tumbuh tiap minggu selama pengamatan. S. plana tumbuh dengan baik pada perlakuan naungan 65% dan 40 %, namun pertumbuhan terbaik pada perlakuan naungan 65%. Sedangkan pertumbuhan terendah ditunjukkan oleh perlakuan naungan 80% (Gambar 2 dan Lampiran 1).
[image:31.612.332.513.83.623.2]Penyeragaman tanaman awal dilakukan berdasarkan bobot cabang tanaman, bukan jumlahnya. Sehingga titik awal pertumbuhan S. willdenovii menjadi kurang seragam. Pertambahan cabang S. willdenovii menunjukkan hasil yang sama pada perlakuan naungan 40%, 65%, dan tanpa naungan, dengan laju pertumbuhan tertinggi pada naungan 40%. Laju pertumbuhan terendah pada S. willdenovii ditunjukkan oleh naungan 80% (Gambar 3 dan Lampiran 1).
Gambar 1 Warna daun (A) S. plana, (B) S. willdenovii, dan (C) S. mayeri pada beberapa tingkat naungan (1) 0%, (2) 40%, (3) 65%, dan (4) 80%.
Tabel 1 Perbedaan warna daun tiga jenis Selaginella pada beberapa tingkat naungan
Jenis Naungan
SP SW SM
0% Hijau kekuning an Coklat kehijauan Hijau muda
40% Hijau muda
Hijau Hijau muda 65% Hijau sedikit pekat Hijau Hijau muda
80% Hijau pekat
Hijau keunguan
Hijau muda Keterangan : SP : S. plana, SW : S. willdenovii,
SM : S. mayeri
0 10 20 30 40 50 60 70 80 90
1 2 3 4 5 6 7 8 9
minggu ke jum la h c a ba ng/ m ing gu
Gambar 2 Pertambahan jumlah seluruh cabang S. plana pada berbagai naungan. : naungan 40%,
: naungan 65%, : naungan 80%, : tanpa naungan.
[image:32.612.336.506.77.266.2]Pertambahan cabang S. mayeri mengalami peningkatan secara nyata pada minggu ke-6 hingga 9 pada perlakuan tanpa naungan, diikuti oleh perlakuan naungan 40%. Berbeda dengan dua jenis lainnya, pada S. mayeri pertambahan cabang tertinggi ditunjukkan oleh perlakuan tanpa naungan (Gambar 4 dan Lampiran 1).
Gambar 3 Pertambahan jumlah seluruh cabang S. willdenovii pada berbagai naungan. : naungan 40%, : naungan 65%, : naungan 80%,
: tanpa naungan.
Pertambahan cabang total
Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa pertambahan cabang total dipengaruhi sangat nyata oleh perbedaan jenis Selaginella (Pr<0,05) (Lampiran 2). Pertambahan cabang total tertinggi terdapat pada S. plana. Perlakuan naungan juga memperlihatkan pengaruh yang nyata terhadap pertambahan cabang total dengan pertambahan terbanyak terdapat pada
naungam 40%. Interaksi antara jenis Selagin
Gambar 4 Pertambahan jumlah seluruh cabang S. mayeri pada berbagai naungan. : naungan 40%, : naungan 65%, : naungan 80%, : tanpa naungan.
[image:32.612.133.304.77.274.2]naungan 40%. Interaksi antara jenis Selaginella dengan naungan berpengaruh nyata terhadap pertambahan cabang total. S. plana menunjukkan pertambahan cabang total tertinggi pada naungan 65%. Pertambahan cabang total S. willdenovii yang paling tinggi diperoleh pada naungan 40%, sedangkan pada S. mayeri menunjukkan pertambahan cabang total tertinggi terdapat pada perlakuan tanpa naungan (Tabel 2 dan Lampiran 3).
Tabel 2 Pertambahan cabang total tiga jenis Selaginella pada beberapa tingkat naungan
Jenis Naung
an SP SW SM Rataan
0% 47.3b 10.3d 27.0c 28.2a 40% 66.3a 11.0d 17.0cd 31.4a 65% 67.0a 10.3d 8.7d 28.7a
80% 29.3c 4.7d 10.0d 14.7b
Rataan 52.5a 9.08b 15.7b Ket : - Angka yang diikuti oleh huruf yang sama
tidak berbeda nyata pada taraf uji 5 % DMRT.
- SP : S. plana, SW : S. willdenovii, SM:
S. mayeri
Pertambahan bobot basah total
Pertambahan bobot dipengaruhi oleh jenis Selaginella dan tingkat naungan (Pr ≤ 0.05), tetapi tidak dipengaruhi oleh interaksi antara keduanya (Lampiran 4). S. plana menunjukkan pertambahan bobot basah total terbesar. Naungan 40% dan 65% memberikan pengaruh relatif sama terhadap pertambahan bobot basah total dan keduanya memberikan pengaruh pada pertambahan bobot basah total yang lebih tinggi dari
0 5 10 15 20 25 30 35
1 2 3 4 5 6 7 8 9
minggu ke-ju m lah cab an g /m in g g u 0 5 10 15 20 25 30 35 40
1 2 3 4 5 6 7 8 9
[image:32.612.134.303.380.565.2]perlakuan naungan 80% (Tabel 3 dan Lampiran 5).
Bobot basah dan bobot kering saat panen
Bobot basah dan bobot kering dipengaruhi oleh naungan (Pr<0,05) (Lampiran 6 dan 7) dengan bobot basah dan bobot kering tertinggi berturut-turut diperoleh pada naungan 65% dan tanpa naungan. Bobot basah dan bobot kering juga dipengaruhi secara nyata oleh jenis Selaginella. S. plana memiliki bobot lebih tinggi dari S. willdenovii, namun tidak dipengaruhi oleh interaksi antara keduanya (Tabel 3 dan Lampiran 5).
Tabel 3 Pertambahan bobot basah total, bobot basah dan kering biomassa dari tiga jenis Selaginella pada beberapa tingkat naungan
Ket : Angka yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata pada taraf uji 5% DMRT.
Analisis bahan bioaktif
Kandungan tanin terkecil terdapat pada S. willdenovii pada naungan 40% dan tanpa naungan (Lampiran 8). Sedangkan kandungan saponin pada S. willdenovii lebih tinggipada semua perlakuan naungan dibanding tanpa naungan. Pada perlakuan tersebut, kandungan saponin dari S. willdenovii juga paling tinggi dibandingkan dengan jenis lainnya (Lampiran 9). Kandungan flavonoid terbesar terdapat pada S. plana dengan perlakuan naungan 65% (Lampiran 10). Jika dibandingkan dengan Selaginella yang diambil dari alam, Selaginella yang ditanam di rumah kaca cenderung memiliki kandungan tanin dan saponin yang lebih tinggi. Kandungan flavonoid S. willdenovii dan S. mayeri yang ditanam di rumah kaca lebih tinggi daripada yang diambil dari alam, namun untuk S. plana memiliki nilai yang hampir sama (Tabel 4).
Tabel 4 Kandungan kualitatif senyawa bioaktif dari S. plana (SP), S. willdenovii (SW), dan S. mayeri (SM) pada berbagai tingkat naungan
Uji Jenis Naung
an tanin saponin flavonoid
0% ++++ + ++
40% +++ ++ +++
65% ++++ ++ ++++
80% ++++ + +++
SP
alam +++ + +++
0% + ++++ ++
40% + ++++ ++
65% ++ ++++ +++
80% ++ ++++ +++
SW
alam ++ - +
0% ++ + +++
40% +++ +++ +++
65% +++ +++ ++
80% +++ +++ ++
SM
alam ++ +++ +
Keterangan: - : Tidak ada
+ : Ada sedikit ++ : Cukup banyak +++ : Banyak ++++ : Sangat banyak
PEMBAHASAN
Perbedaan naungan mempengaruhi warna daun Selaginella. Pada S. plana, semakin rapat naungan semakin pekat warna hijau daunnya. Daun S. plana pada perlakuan tanpa naungan berwarna hijau kekuningan. Begitu pun pada S.willdenovii, perbedaan perlakuan naungan menyebabkan perbedaan warna daun yang cukup mencolok. Pada naungan 80% daun S. willdenovii berwarna hijau keunguan, sedangkan pada perlakuan naungan 0% daunnya berwarna coklat kehijauan. Warna daun S. mayeri hampir sama pada semua perlakuan. Menurut Tjondronegoro et al. (1985) pemberian cahaya penuh pada jenis tanaman toleran naungan dapat merusak sistem pigmennya. Kerusakan pigmen (zat warna) oleh cahaya disebut juga solarisasi, yaitu suatu peristiwa fotooksidasi karena penyinaran cahaya kuat. Selain pengaruh solarisasi, sebagian besar tumbuhan membentuk pigmen antosianin dan flavonoid lainnya dalam beberapa sel terspesialisasi di salah satu atau beberapa organnya. Proses ini sering terpacu oleh cahaya (Salisbury & Ross 1995). Hal ini Naungan Jenis ∆ Bobot Basah total Bobot basah Bobot kering
0% 1.867a 2.667a 0.657a
40% 1.567ab 2.344a 0.583a
65% 1.922a 2.711a 0.588a
80% 0.718b 1.473b 0.317b
perlakuan naungan 80% (Tabel 3 dan Lampiran 5).
Bobot basah dan bobot kering saat panen
Bobot basah dan bobot kering dipengaruhi oleh naungan (Pr<0,05) (Lampiran 6 dan 7) dengan bobot basah dan bobot kering tertinggi berturut-turut diperoleh pada naungan 65% dan tanpa naungan. Bobot basah dan bobot kering juga dipengaruhi secara nyata oleh jenis Selaginella. S. plana memiliki bobot lebih tinggi dari S. willdenovii, namun tidak dipengaruhi oleh interaksi antara keduanya (Tabel 3 dan Lampiran 5).
Tabel 3 Pertambahan bobot basah total, bobot basah dan kering biomassa dari tiga jenis Selaginella pada beberapa tingkat naungan
Ket : Angka yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata pada taraf uji 5% DMRT.
Analisis bahan bioaktif
Kandungan tanin terkecil terdapat pada S. willdenovii pada naungan 40% dan tanpa naungan (Lampiran 8). Sedangkan kandungan saponin pada S. willdenovii lebih tinggipada semua perlakuan naungan dibanding tanpa naungan. Pada perlakuan tersebut, kandungan saponin dari S. willdenovii juga paling tinggi dibandingkan dengan jenis lainnya (Lampiran 9). Kandungan flavonoid terbesar terdapat pada S. plana dengan perlakuan naungan 65% (Lampiran 10). Jika dibandingkan dengan Selaginella yang diambil dari alam, Selaginella yang ditanam di rumah kaca cenderung memiliki kandungan tanin dan saponin yang lebih tinggi. Kandungan flavonoid S. wil