• Tidak ada hasil yang ditemukan

Implementasi Peraturan Daerah Kota Medan Nomor 4 Tahuun 2014 Tentang Industri Pariwisata (Studi Tentang Akomodasi Dalam Perizinan Hotel Non Bintang Pada Dinas Kebudayaan Dan Pariwisata Kota Medan)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Implementasi Peraturan Daerah Kota Medan Nomor 4 Tahuun 2014 Tentang Industri Pariwisata (Studi Tentang Akomodasi Dalam Perizinan Hotel Non Bintang Pada Dinas Kebudayaan Dan Pariwisata Kota Medan)"

Copied!
105
0
0

Teks penuh

(1)

PEDOMAN WAWANCARA

1. Komunikasi a. Transmisi

Apakah pengurusan surat izin hotel non bintang harus melalui beberapa tingkatan birokrasi / aparatur pada Dinas Kebudayaan Dan Pariwisata Kota medan ?

b. Kejelasan

Bagaimana cara pelaksana kebijakan memberikan informasi / komunikasi yang jelas mengenai pengurusan surat izin usaha hotel non bintang pada Dinas kebudayaan Dan Pariwisata Kota Medan ?

c. Konsistensi

Apakah informasi / komunikasi yang di berikan pelaksana kepada pengurusan surat izin sesuai dengan peraturan daerah Kota Medan Nomor 4 Tahun 2014 ?

2. SumberDaya a. Staf

Apakah pelaksana kebijakan sudah memiliki keahlian atau kemampuan dalam mengimplementasikan kebijakan ?

b. Informasi

Apakah informasi yang diterima oleh pengurus surat izin sudah sesuai dengan peraturan pemerintah yang telah di tetapkan / sudah terlaksana dengan SOP ?

c. Wewenang

(2)

d. Fasilitas

Apa yang menjadi fasilitas yang disediakan dalam pelayanan administrasi perizinan usaha hotel non bintang pada Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kota Medan ?

3. Disposisi a. Komitmen

Adakah komitmen dalam proses pengurusan surat izin yang diberikan oleh pelaksana kebijakan ?

b. Kejujuran

Apakah ada kebijakan yang diberikan kepala Dinas Kepada Aparatur dalam menjalankan tugasnya ?

4. Struktur Birokrasi

a. Standards Operating Procedures (SOP)

Apakah SOP dapat menjadi penghambat bagi implementasi kebijakan yang baru ?

b. Fragmantasi

(3)

Hasil Wawancara

1. Komunikasi : a. Transmisi

“iya, bahwasannya dalam pengurusan surat izin hotel non bintang, harus melalui beberapa tingkatan birokrasi / aparatur seperti KTP (Kartu Tanda Penduduk) , PBB (Pajak Bumi dan bangunan) , NPWP (Nomor Pokok Wajib Pajak), surat dari BPPT (Badan Pengurusan Perizinan Terpadu) yang hidup tahun terakhir. Barulah bisa diproses di Dinas Kebudayaan Dan Pariwisata Kota Medan”

b. Kejelasan

“dalam pelaksanaan kebijakan yang memberikan informasi / komunikasi yang jelas mengenai pengurusan surat izin hotel non bintang, dapat di terima pada Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kota Medan untuk pengurusan surat izin usaha hotel non bintang yaitu suratnya harus lengkap agar bisa di proses, pajak harus lengkap dari DISPENDA (Dinas Pendapatan Daerah Kota Medan) yang berupa : Pajak yang terakhir, HO (Hak gangguan Izin Usaha), KTP (Kartu tanda Penduduk), PBB (Pajak Bumi dan Banggunan), NPWP (Nomor Pokok Wajib Pajak), dan Pas Foto”

c. Konsistensi

(4)

2. Sumber Daya : a. Staf

“pelaksana kebijakan wajib sudah memiliki keahlian atau kemampuan dalam mengimplementasikan kebijakan, karna sebelum membuat surat izin usaha hotel non bintang para pelaksana terlebih dahulu harus memahami Peraturan Daerah Kota Medan Nomor 4 Tahun 2014”

b. Informasi

“informasi yang diterima oleh pengurusan surat izin hotel non bintang memnag sudah seharusnya wajib sesuai dengan peraturan pemerintahan yang telah di tetapkan, karna kalau dalam pengurusan surat izin usaha tidak sesuai dengan SOP, maka Peraturan Daerah tidak berjalan dengan Lancar” c. Wewenang

“pelaksana kebijakan sudah memang wajib menjalankan wewenangnya sesuai dengan peraturan daerah usaha hotel non bintang, karna dia telah melengkapi syarat-syarat yang ada, sesuai dengan Peraturan PerUndang-Undangan”

d. Fasilitas

“Fasilitas yang disediakan dalam pelayanan administrasi perizinan usaha hotel non bintang yang berupa : Pelayanan Administrasi yang Baik seperti : Pelayanan yang

(5)

pelaksana kebijakan agar tidak menyimpang dari Undang-undang yang ada, seperti Contoh : didalam perizinan usaha hotel non bintang persyaratan yang di genggam erat yaitu, tidak boleh didirikannya Hotel Non Bintang yang berjaraknya hanya 50 Meter dengan Mesjit dan Rumah sekolah”

b. Kejujuran

“kebijakan yang diberikan kepala dinas kepada aparatur dalam menjalankan tugasnya iya dan pasti ada, seperti SPT (Surat Perintah Tugas) Contohnya : “apabila dalam surat, maka aparat diberikan kejujuran untuk mendatangi pelaksana / pemilik hotel non bintang yang menyalahgunakan surat perizinan tersebut untuk menghadap ke dinas pariwisata”

4. Struktur Birokrasi :

a. SOP (standar operating procedur)

“iya dalam implementasi yang baru, SOP yang sudah berlaku emank dapat menghambat proses kebijakan, karna kalau SOP yang lama tidak sesuai maka SOP yang baru wajib di sesuaikan lagi dengan peraturan sebelumnya.”

b. Fragmantasi

(6)

Nama – Nama Struktur Pekerjaan

Bagian Akomodasi

1. Hendri S.pd : Kepala Bagian Umum

2. Dra. Naimah Mardiah Matondang : Kepala Bagian Akomodasi

3. Khader Nasution : Kepala Seksi Akomodasi

4. Mhd. Darwin : Staf Akomodasi

(7)

LAMPIRAN

DATA HOTEL

( NON BINTANG )

KOTA MEDAN

(8)

LAMPIRAN SOP

( Standar Operasional

(9)

LAMPIRAN

PERATURAN DAERAH KOTA

MEDAN NOMOR 4 TAHUN

(10)

Daftar Pustaka

Anderson, james, L., 1979, Publik Policy Making Holt, Rinehart and Winston; New York

Dunn, William N.2003. Pengantar Analisis Kebijakan Publik, ed. 2. Yogyakarta: Gajah Mada University Press

Grindle, Merilee S., (ed), 1980, Politics and Apolicy Implementation in the Third Word, New Jersey: Princetown University Press

Kerlinger, (2000:11), Asas-asas Penelitian behavioral, Edisi 3, Cetakan 7 Gajah Mada University Press, Yokyakarta

Meleong, Lexy J. (2006) Metode Penelitian Kualitatif. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya

Miles, Mattew B dan A Michael Huberman (2007). Analisis Data Kualitatif, Buku sumber tentang Metode-metode baru. Jakarta: Universitas Indonesia Press

Singaribuan, Masri dan Sofian Efendi, 2006, Metode Penelitian Survei (Editor), LP3ES, Jakarta

Suwantoro, Gamal. 2004. Dasar-Dasar Pariwisata. Yogyakarta: ANDI

Tangkilisan, Hessel Nogi. 2003. Kebijakan Publik yang Membumi. Yogyakarta. Lukman Offset.

Van Meter dan Van Horn, 1975. The Policy Implementation Process:A Conceptual Framework. New York: Harvester-Wheatsheft

Wahab, Solichin Abdul, DR, MA, Analisis Kebijaksanaan, Bumi Aksara, Jakarta, 1997

(11)

Sumber Perundang-Undangan :

Undang-undang Nomor 4 Tahun 2014 Tentang Kepariwisataan. Undang-undang Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 2009 Tentang Kepariwisataan.

Peraturan Menteri Kebudayaan dan Pariwisata Nomor :PM.17/HK.001/MKP- 2005 Tentang Organisasi dan Tata Kerja DepartemenKebudayaan dan Pariwisata. Peraturan Menteri kebudayaan dan pariwisata NomorPM.105/UM.001/MKP/2010 Tentang Perubahan Pertama Atas RencanaStrategis Kementerian Kebudayaan dan Pariwisata Tahun 2010-2014.

Sumber Internet :

http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/34160/4/Chapter%20II.pdf

(diakses pada tangal 15 Desember 2014 pada pukul 15:20 WIB)

http://pussisunimed.wordpress.com/page/15/. 2010.Pariwisata Budaya Sumatera

Utara Belum Mendapat Prioritas.

(diakses pada tanggal 15 Desember 2014 pada pukul 19:10 WIB)

http://www.pemkomedan.go.id/pariwisata_list.php?category=Objek%20Wisata

Randika, Gusti. 2009. Objek Wisata Pantai Sebagai Aset Utama Dalam Industri

Pariwisata Di Kabupaten Serdang Bedagai. Kertas Karya. Medan : USU

Repository.

(diakses pada tanggal 30 februari 2015 pada pukul 16:20 WIB)

Suara Usu Online. Senin, 12 Oktober 2009. Penangkaran buaya obyek

(12)

?option=com_content

&view=article&id=73:penangkaran-buaya-obyek-wisatayang-terabaikan &catid=43:jalan-jalan & Itemid=63 |

(diakses pada tanggal 26 Maret 2015 pada pukul 13:30 WIB)

Suwantoro, Gamal. 2004. Dasar-dasar Pariwisata. Yogyakarta : Andi Yoeti, Oka.

2007. Pemasaran Pariwisata. Bandung: Angkasa.Wahab, Saleh. 2003.

Manajemen Kepariwisataan. Jakarta : PT PradnyaParamita.

(diakses pada tanggal 23 april 2015 pada pukul 17:00 WIB)

http://www.Jakarta.90.jd/jakv1/produkhukum/index/285/

(13)

BAB III

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

3.1. Dinas Kebudayaan dan Pariwisata (Disbudpar) Kota Medan

Sejak tahun 1991 telah terbentuk Dinas Pariwisata Kota Medan, kemudian pada tahun 2001 ditambah urusan kebudayaan yang ditetapkan dengan Peraturan Daerah (Perda) kota Medan No. 4 Tahun 2001 tentang Pembentukan Organisasi dan Tata Kerja Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kota Medan jo. SK Walikota Medan No. 20/2002 tentang Tujuan dan Fungsi Dinas dan Kebudayaan Kota Medan. Dan perubahan terakhir dengan Perda Kota Medan No. 3 Tahun 2009 tentang Pembentukan Organisasi dan Tata Kerja Perangkat Daerah Kota sebagai implementasi dari Peraturan Pemerintah RI No. 38 tahun 2007, jo. Peraturan Pemerintah RI No. 41 tahun 2007 tentang Organisasi Perangkat Daerah, yang merupakan unsur pelaksana pemerintah daerah dipimpin oleh Kepala Dinas yang berkedudukan dibawah dan bertanggungjawab kepada Walikota Medan melalui Sekretaris Daerah. Dalam melaksanakan tugas, Dinas kebudayaan dan Pariwisata Kota Medan menyelenggarakan fungsi sebagai berikut.

a. Merumuskan keten tuan/ kebijakan standar teknis, pelayanan dibidang kebudayaan dan pariwisata.

b. Melaksanakan Rencana Pembangunan Jangka Pendek, Menengah dan Rencana Pembangunan Jangka Panjang dibidang kebudayaan dan pariwisata sesuai dengan ketentuan yang ada.

(14)

d. Melakukan pembinaan dan pelaksanaan tugas dibidang kebudayaan dan pariwisata.

e. Menyelenggarakan pemberian perizinan dan pengawasan

f. Memberikan masukan kepada walikota sesuai bidang tugas dan fungsinya.

3.2. Visi dan Misi Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kota Medan

Kemajuan kebudayaan dan pariwisata merupakan bagian integral dari pembangunan nasional dan pembangunan daerah dengan mewujudkan supremasi hukum, dan pemerintah yang bersih, mengupayakan pertumbuhan dalam bidang ekonomi, pembangunan, pengentasan kemiskinan, meningkatkan kesejahteraan rakyat, meningkatkan kerukunan kehidupan beragama, pelestarian budaya dan pemerataan pembangunan disegala bidang. Sesuai dengan tugas pokok dan fungsinya, Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kota Medan merumuskan visi yaitu “Menjadikan Kota Medan Sebagai Daerah Tujuan Wisata”.

Misi memberikan gambar untuk terwujudnya visi agar organisasi dapat terlaksana seperti apa yang diharapkan, maka diharapkan dari berbagai kalangan terutama pihak yang berkepentingan untuk mengetahui dan mendukung program serta hasil yang akan diperoleh. Dinas Kebudayaan dan Pariwisata mempunyai misi sebagai berikut:

(15)

b. Meningkatkan, menampilkan atraksi budaya lokal dan kesenian daerah. Generasi - generasi penerus dari sejak dini harus diperkenal kan dan dididik untuk mempelajari budaya dan kesenian yang ada dan ditampilkan sesering mungkin untuk diketahui, diperkenalkan ke manca negara.

c. Meningkatkan sarana dan prasarana objek wisata Objek wisata yang telah ada, sarana dan prasarana seperti jalan, penunjuk arah ke lokasi objek dibuat sebaik mungkin dan membangun kerjasama dengan pihak- pihak lain untuk pembangunan objek wisata baru terutama wisata rekreasi yang masih sangat minim di kota Medan

d. Meningkatkan pelayanan kepariwisataan terutama sadar wisata masyarakat di daerah tujuan wisata Seluruh komponen pelaku pariwisata harus menyadari bahwa kepariwisataan dapat mengangkat harkat, martabat dan kesejahteraan rakyat, serta meningkatkan sistem informasi/ promosi baik dalam bentuk publikasi manual maupun elektronik dan melibatkan stakeholder untuk saling menunjang dibidang masing - masing yang dilakukan secara profesional.

e. Meningkatkan kesadaran hukum masyarakat terhadap peraturan dalam bidang kepariwisataan.

(16)

3.3.Struktur Organisasi

Dalam Undang - Undang Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 2009 Tentang Kepariwisataan, Pasal 7, Pembangunan Kepariwisataan meliputi :

a. Industri Pariwisata, meliputi : 1. Akomodasi

2. Jasa boga dan restoran

3. Transportasi dan jasa angkutan

4. Tempat Penukaran uang (money changer) 5. Atraksi wisata

6. Cinderamata, dan 7. Biro perjalanan b. Destinasi Pariwisata c. Pemasaran Pariwisata dan d. Kelembagaan Kepariwisataan

Dalam rangka mewujudkan Pembangunan Kepariwisataan, Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kota Medan dalam melaksanakan tugas tetap beracuan kepada Undang- Undang Republik Indonesia No.10 Tahun 2009 dengan berdasarkan Azas Otonomi dan menselaraskannya dengan kondisi dan potensi yang ada serta dengan melakukan perbandingan sesuai dengan tugas masing- masing dilihat pada Gambar5.1 Dalam melaksanakan tugas, Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kota Medan menyelenggarakan fungsi :

(17)

b. Melaksanakan Rencana Pembangunan Jangka Pendek, Menengah dan Rencana Pembangunan Jangka Panjang dibidang Kebudayaan dan Pariwisata sesuai dengan Ketentuan yang ada.

c. Melaksanakan koordinasi/ kerjasama kemitraan dengan pihak-pihak terkait.

d. Melakukan pembinaan dan pelaksanaan tugas dibidang kebudayaan dan pariwisata.

e. Menyelenggarakan pemberian perizinan dan pengawasan.

(18)

BAB IV PENYAJIAN DATA

Sudah di adakannya Penelitian dan pengumpulan data di lapangan melalui wawancara, dan pengamatan langsung maka peneliti memperoleh berbagai data dari informan dan responden yang berkaitan dengan industri pariwisata : akomodasi perizinan hotel non bintang di dinas kebudayaan dan pariwisata kota medan. Hasil wawancara yang diperoleh dari informan turut disajikan.

Penyajian data mengenai hasil wawancara dengan informan adalah untuk menjawab secara langsung pertanyakan - pertanyakan mengenai permasalahan sebenarnya kepada informan. Adapun penyajian yang berisian tentang penyajian data mengenai permasalahan yang ingin di teliti tentang proses pembuatan surat perizinan usaha hotel non bintang di kota medan.

Data yang diperoleh peneliti melalui data primer akan disajikan dalam bentuk narasi atau deskriftif sesuai dengan kenyataan dilapangan dan dalam pihak terkait yang terlibat langsung dalam industri pariwisata : akomodasi perizinan hotel non bintang dengan mengetahui proses pembuatan surat perizinan usaha hotel non bintang.

4.1Penyajian Data Hasil Wawancara

(19)

bintang dengan mengetahui proses pembuatan surat perizinan usaha hotel non bintang.

Pertanyakan yang diajukan kepada informan adalah pertanyakan yang berasal dari pedoman wawancara yang penulis susun berdasarkan indikator penelitian yang telah disusun sebagai instrument dalam penelitian ini.

a. Hasil wawancara langsung dengan Staf Akomodasi Pada Dinas Kebudayaan Dan Pariwisata Kota Medaan (Bapak Mhd. Darwin)

1.Pertanyakan mengenai Komunikasi : a. TRANSMISI

Apakah pengurusan surat izin hotel non bintang, harus melalui beberapa tingkatan birokrasi / aparatur pada Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kota Medan?

“iya, bahwasannya dalam pengurusan surat izin hotel non bintang, harus

melalui beberapa tingkatan birokrasi / aparatur seperti KTP (Kartu Tanda Penduduk) , PBB (Pajak Bumi dan bangunan) , NPWP (Nomor Pokok Wajib Pajak), surat dari BPPT (Badan Pengurusan Perizinan Terpadu) yang hidup tahun terakhir. Barulah bisa diproses di Dinas Kebudayaan Dan Pariwisata Kota Medan”

Berdasarkan kutipan diatas dapat dilihat bahwa dalam pengurusan surat izin usaha hotel non bintang harus melalui beberapa tingkatan birokrasi / aparatur yang sudah ada pada dinas kebudayaan dan pariwisata kota medan.

b. KEJELASAN

(20)

“dalam pelaksanaan kebijakan yang memberikan informasi / komunikasi

yang jelas mengenai pengurusan surat izin hotel non bintang, dapat di terima pada Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kota Medan untuk pengurusan surat izin usaha hotel non bintang yaitu suratnya harus lengkap agar bisa di proses, pajak harus lengkap dari DISPENDA (Dinas Pendapatan Daerah Kota Medan) yang berupa : Pajak yang terakhir, HO (Hak gangguan Izin Usaha), KTP (Kartu tanda Penduduk), PBB (Pajak Bumi dan Banggunan), NPWP (Nomor Pokok Wajib Pajak), dan Pas Foto.

Berdasarkan kutipan di atas dapat dilihat bahwa dalam pengurusan surat izin usaha hotel non bintang harus mengikutin beberapa tahapan agar surat perizinan usaha hotel tersebut dapat di proses dan melalui beberapa persyaratan.

c. KONSISTENSI

Apakah informasi / komunikasi yang di berikan pelaksana kepada pengurusan surat izin hotel non bintang sesuai dengan peraturan daerah kota medan nomor 4 tahun 2014 ?

“informasi / komunikasi yang diberikan pelaksana kepada pengurusan

surat izin hotel non bintang sesuai dengan peraturan daerah, Iya, kalau perizinannya Mati dan Masa berlakunya sudah habis maka surat perizinan usaha hotel non bintang Wajib di perpanjang”

(21)

2. Pertanyaan mengenai Sumberdaya : a. STAF

Apakah pelaksana kebijakan sudah memiliki keahlian atau kemampuan dalam mengimplementasikan kebijakan ?

(apakah sipembuat surat izin hotel non bintang tersebut sudah mengetahui atau memahami cara pembuatan surat izin usaha tersebut)

“pelaksana kebijakan wajib sudah memiliki keahlian atau kemampuan

dalam mengimplementasikan kebijakan, karna sebelum membuat surat izin usaha hotel non bintang para pelaksana terlebih dahulu harus memahami Peraturan Daerah Kota Medan Nomor 4 Tahun 2014”

Berdasarkan kutipan diatas dapat di lihat bahwa memang benar adanya bahwa pelaksanaan kebijakan wajib sudah memiliki keahlian dalam mengimplementasikan kebijakan agar proses pembuatan surat izin usaha notel non bintang dapat berjalan sesuai peraturan daerah yang ada.

b. INFORMASI

Apakah informasi yang diterima oleh pengurus surat izin hotel non binang sudah sesuai dengan peraturan pemerintah yang telah ditetapkan / (sudah terlaksana dengan SOP) ?

“informasi yang diterima oleh pengurusan surat izin hotel non bintang

(22)

Berdasarkan kutipan diatas dapat dilihat bahwa pengurusan surat izin hotel non bintang memang sudah seharusnya sesuai dengan peraturan pemerintahan yang telah di tetapkan.

c. WEWENANG

Apakah pelaksana kebijakan sudah menjalankan wewenangnya sesuai dengan peraturan daerah usaha hotel non bintang pada Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kota Medan ?

“pelaksana kebijakan sudah memang wajib menjalankan wewenangnya

sesuai dengan peraturan daerah usaha hotel non bintang, karna dia telah melengkapi syarat-syarat yang ada, sesuai dengan Peraturan PerUndang-Undangan”

Berdasarkan kutipan diatas dapat dilihat bahwa dalam pelaksana kebijakan memang wajib menjalankan wewenangnta sesuai dengan peraturan daerah dan perundang-undangan yang telah di tetapkan oleh pemerintahan.

d. FASILITAS

Apa yang menjadi fasilitas yang disediakan dalam pelayanan administrasi perizinan usaha hotel non bintang pada dinas kebudayaan dan pariwisata kota medan ?

“Fasilitas yang disediakan dalam pelayanan administrasi perizinan usaha

(23)

Berdasarkan kutipan diatas dapat dilihat bahwa dalam proses pembuatan surat izin usaha hotel non bintang, pelayanan administrasi yang memudahkan si pengurus surat izin usaha diberikan senyaman mungkin agar proses berjalan lancar.

3.Pertanyakan mengenai disposisi : a. KOMITMEN

Adakah komitmen dalam proses pengurusan surat izin usaha hotel non bintang yang diberikan oleh pelaksana kebijakan ?

“emang wajib adanya Komitmen dalam proses pengurusan surat izin usaha

Hotel non bintang yang diberikan oleh pelaksana kebijakan agar tidak menyimpang dari Undang-undang yang ada, seperti Contoh : didalam perizinan usaha hotel non bintang persyaratan yang di genggam erat yaitu, tidak boleh didirikannya Hotel Non Bintang yang berjaraknya hanya 50 Meter dengan Mesjit dan Rumah sekolah”

Berdasarkan kutipan di atas dapat di lihat bahwa komitmen yang ada dalam pengurusan surat izin usaha hotel non binang adanya persyaratan yang di gemgam erat sebelum mendirikan hotel non bintang.

b. KEJUJURAN

Apakah ada kebijakan yang diberikan kepala dinas kepada aparatur dalam menjalankan tugasnya ?

“kebijakan yang diberikan kepala dinas kepada aparatur dalam

(24)

mendatangi pelaksana / pemilik hotel non bintang yang menyalahgunakan surat perizinan tersebut untuk menghadap ke dinas pariwisata.”

Berdasarkan kutipan diatas dapat dilihat bahwa dalam pengurusan surat izin usaha hotel non bintang memang wajib adanya kejujuran atau kepercayaan satu sama lain.

4.pertanyakan mengenai Struktur birokrasi : a. SOP (standar operating procedur)

Apakah SOP dapat menjadi penghambat bagi implementasi kebijakan yang baru ?

“iya dalam implementasi yang baru, SOP yang sudah berlaku emank dapat

menghambat proses kebijakan, karna kalau SOP yang lama tidak sesuai maka SOP yang baru wajib di sesuaikan lagi dengan peraturan sebelumnya.”

Berdasarkan kutipan diatas dapat dilihat bahwa dalam pengurusan surat izin usaha hotel non bintang memang ada prosedur persyaratan perizinan usaha agar proses tersebut dapat berjalan dengan lancar.

b. FRAGMANTASI

Apa akhibat dari pandangan-pandangan yang sempit terhadap birokrasi yang dapat merugikan keberhasilan implementasi ?

“akhibat dari pandangan-pandangan yang sempit terhadap birokrasi yang

(25)
(26)

BAB V

ANALISIS DATA

Pada bab ini semua data yang telah disajikan pada bab sebelumnya akan dianalisis sesuai dengan fokus kajian penelitian. Data yang diperoleh adalah data yang didapat dari hasil wawancara kepada inforaman kunci yaitu Bapak kepala bagian Akomodasi di bidang surat perizinan hotel non bintang pada Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kota Medan. Informan utama Bapak Staf Bagian Akomodasi Perizinan usaha Hotel non bintang dan juga dengan melakukan penelitian dan pengamatan langsung ke lapangan.

Analisis terhadap proses perizinan usaha hotel non bintang sangat penting dilakukan karna untuk mengetahui bagaimana proses pembuatan surat izin usaha hotel non bintang dan bagaimana dampanknya bagi yang telah mendapatkan perizinan usaha hotel non bintang.

Dalam membuat Penelitian ini, ada beberapa Model Implementasi yang digunakan antara lain :

1. Komunikasi

George Edwards (2002) , menyatakan bahwa ada tiga hal penting dalam

proses komunikasi kebijakan yakni transmisi, kejelasan, dan konsistensi. a. Transmisi

(27)

bahwa suatu keputusan telah dibuat dan suatu perintah untuk pelaksanaannya telah dikeluarkan. Jika dianalisis secara umum dari hasil wawancara, syarat-syarat yang dibutuhkan dan diminta oelh staf bagian akomodasi surat perizinan hotel non bintang merupakan persyaratan yang memang seharusnya dan syarat-syarat itu sesuai dengan apa yang diminta oleh sipembuat surat perizinan. Tidak adanya keluhan tertentu dari individu yang membuat surat izin usaha tersebut. Individu juga mengakui bahwa tidak sulit untuk melengkapi syarat-syarat yang diminta oleh pihak staf pembuatan surat izin usaha hotel non bintang.

Dan juga dalam pembuatan surat izin usaha hotel non bintang ini syarat-syaratnya harus lengkap dan harus diproses atau disahkan dulu di bagian BPPT (Badan Pengurusan Perizinan Terpadu) yang hidup tahun terakhir, barulah bisa diproses di Dinas kebudayaan Dan Pariwisata Kota Medan.

b. Kejelasan,

yaitu pengetahuan implementor tentang tahap-tahap implementasi peraturan daerah pada dinas kebudayaan dan pariwisata. Jika kebijakan-kebijakan diimplementasikan, maka petunjuk-petunjuk pelaksanaan tidak hanya harus diterima para pelaksana kebijakan, tetapi juga komunikasi harus jelas. Ketidakjelasan komunikasi akan mendorong terjadinya interprestasi yang salah.

(28)

Daerah Kota Medan) yaitu pajak yang terakhir, HO (hak Gangguan Izin Usaha), kTP (Kartu Tanda Penduduk), PBB (Pajak Bumi dan Banggunan), NPWP (Nomor Pokok Wajib Pajak), dan pas Foto.

Analisis dalam proses pembuatan surat izin usaha hotel non bintang ini, apabila tidak memenuhi syarat – syarat yang tidak lengkap, maka akan mendorong terjadinya ketidakjelasan data yang sah, takutnya akan terjadi pembentrokan apabila sewaktu-waktu adanya pemeriksaan data untuk mengakui bahwa usaha hotel tersebut telah sah dikeluarkan oleh dinas kebudayaan dan pariwisata kota medan.

c. Konsistensi,

yaitu implementasi peraturan daerah pada dinas kebudayaan dan pariwisata harus sesuai dengan peraturan yang ada. Jika implementasi kebijakan ingin berlangsung dengan efektif, maka perintah-perintah pelaksanaan harus konsisten dan jelas.

Konsistensi yang dimaksud disini yaitu apakah informasi / komunikasi yang diberikan pelaksana kepada pengurusan surat izin usaha hotel non bintang sesuai dengan peraturan daerah kota medan nomor 4 tahun 2014 yang berlaku maka kalau perizinan suratnya mati dan masa berlakunya sudah habis wajib diperpanjang.

(29)

2.Sumber Daya a. Staf,

yaitu ketersediaan Sumber Daya Manusia (SDM) dalam proses implementasi peraturan daerah pada dinas kebudayaan dan pariwisata.

Staf yang dimaksud disini, apakah pelaksana kebijakan sudah memiliki keahlian atau kemampuan dalam mengimplementasikan kebijakan.

Dari hasil wawancara dengan staf yang membuat surat izin usaha hotel non bintang tersebut yaitu pelaksana kebijakan sudah memang wajib memiliki keahlian dan kemampuan dalam mengimplementasikan kebijakan, karna sebelum membuat surat izin usaha hotel non bintang para pelaksana terlebih dahulu harus memahami peraturan daerah kota medan nomor 4 tahun 2014.

b. Informasi,

yaitu bagaimana cara implementor dalam menyelesaikan kebijakan peraturan daerah pada dinas kebudayaan dan pariwisata kota medan serta mengetahui tindakan apa yang harus dilakukan sesuai dengan peraturan yang berlaku, artinya sesuai dengan petunjuk teknis (juknis) dan petunjuk pelaksana (juklak).

Informasi yang dimaksud disini apakah informasi yang diterima oleh pengurusan surat izin sudah sesuai dengan peraturan pemerintah yang telah ditetapkan yaitu sudahkah sesuai dengan SOP yang ada. Pasti sudah sesuai denga SOP, karna kalau dalam pengurusan surat izin usaha hotel non bintang tidak sesuai dengan SOP, maka peraturan daerah tidak berjalan dengan lancar.

(30)

yaitu hak masing-masing implementor dalam mengimplementasikan peraturan daerah tentang peraturan daerah pada dinas kebudayaan dan pariwisata.

Wewenang disini yaitu apakah pelaksana kebijakan sudah menjalankan wewenangnya sesuai dengan peraturan daerah usaha hotel non bintang pada dinas kebudayaan dan pariwisata kota medan. Kewajiban pelaksana kebijakan dalam memberikan wewenangnya terhadap aparatur pelaksana kebijakan sudahmemang ada wewenangnya karna individu tersebut sudah melengkapi syarat syarat yang ada dan sudah sesuai dengan peraturan perundang – undangan yang berlaku.

d. Fasilitas,

yaitu fasilitas yang dimiliki oleh kantor Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kota Medan yang mendukung implementasi peraturan daerah kota medan.

Falisitas disini apa yang menjadi pedoman dalam pelayanan proses pembuatan surat izin usaha hotel non bintang yaitu pelayanan yang memudahkan bagi sipengurus surat izin usaha hotel non bintang, buklet yang ada di kota medan tentang hotel non bintang, brosur pariwisata.

3. Disposisi

a. Komitmen

yaitu yang dimiliki aparatur kantor Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kota Medan dalam pelaksanaan peraturan daerah tentang peraturan daerah tentang kepariwisataan.

(31)

sipemilik hotel bahwa tidak boleh didirikan hotel non bintang tersebut kalau berjarak 50 meter dengan mesjit atau rumah sekolah.

Dari analisis yang di dapat dalam wawancara, dengan alasan yang tepat bahwa dapat mengganggu ketenangan orang yang ingin belajar dan sholat di mesjit kalau masih didirikannya hotel tersebut.

b. Kejujuran

yaitu aparatur kantor Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kota medan terkait tugas dan Fungsinya sebagai pelaksana peraturan daerah kota medan.

Kejujuran di sini yang dimaksud, adakah kebijakan yang diberikan kepala dinas kepada aparatur dalam menjalankan tugas itu tentu ada kejujuran seperti diserahkan oleh kepala dinas kepada aparatur surat perintah tugas dengan singkatan (SPT).

Analisis dari hasil wawancara kejujuran disini yaitu surat dari kepala dinas sudah di terima atau di ketahui oleh sipemilik hotel non bintang bahwa ada panggilan untuk menghadap ke dinas kebudayaan dan pariwisata kota medan bahwa hotel tersebut ada kesalahan dan bisa di proses melalui pemanggilan surat perintah tersebut (SPT)

4.Struktur Birokrasi

a. Standards Operating Procedures (SOP)

adalah prosedur-prosedur kerja ukuran dasarnya. Dengan menggunakan SOP, para pelaksana dapat memanfaatkan waktu yang tersedia.

(32)

wajib sesuai dengan pelaksanaan, apabila ada kebijakan yang baru dalam pelaksanaan makan kegiatan kerja harus juga sesuai dengan isi SOP yang baru.

b. Fragmentasi

yaitu mengenai pandangan-pandangan yang sempit dari banyak lembaga birokrasi.

Akhibat dari pandangan – pandangan yang sempit terhadap birokrasi yang dapat merugikan keberhasilan implementasi yaitu tibulnya vitnah dari organisasi – organisasi tertentu dan wartawan – wartawan tertentu untuk mendapat keuntungan masing – masing.

(33)

BAB VI

PENUTUP

6.1. Kesimpulan

Berdasarkan uraian – uraian yang peneliti kemuakan pada bab – bab sebelumnya, maka dapat diambil beberapa kesimpulan terkait dengan analisi Implementasi Peraturan Daerah Kota Medan Nomor 4 Tahun 2014 Tentang Industri Pariwisata : Akomodasi Perizinan Hotel Non Bintang Pada Dinas Kebudayaan Dan Pariwisata Kota Medan. Berikut adalah kesimpulan dari hasil penelitian tersebut.

1. Komunikasi a. Transmisi

Dari segi transmisi tentang syarat – syarat pmbuat surat izin usaha hotel non bintang telah berjalan dengan baik apabila syarat – syarat tersebut lengkap dan sesuai dengan yang diminnta atau di butuhkan.

b. Kejelasan

Dari segi kejelasan tentang kejelasan informasi dan komunikasi yang di terima Dinas Pariwisata, semua syarat – syarat dan surat yang diminta harus lengkap agar bisa di proses dengan baik.

c. Konsistensi

Dari segi konsistensi tentang pembuatan surat perizinan hotel non bintang ada masa berlakunya, kalau masa berlakunya sudah abis maka bisa di perpanjang.

(34)

Dari segi staf tentang pembuatan surat izin usaha hotel non bintang, para pelaksana kebijakan sebelum membuat surat perizinan usaha, wajib memahami peraturan daerah Kota medan Nomor 4 Tahun 2014.

b. Informasi

Dari segi informasi tentang SOP dalam pembuatan surat izin usaha harus sesuai dengan peraturan pemerintah yang telah di tetapkan karna kalau tidak sesuai dengan SOP maka peraturan daerah tidak berjalan dengan lancar.

c. Wewenang

Dari segi wewenang tentang pelaksanaan kebijakan dalam pembuatan surat izin usaha hotel non bintang wajib memenuhi syarat - syarat yang ada sesuai peraturan perundang – undangan agar dapat berjalan dengan lancar dan tanpa ad hambatan.

d. Fasilitas

Dari segi fasilitas tentang penyediaan pelayanan yang baik tentu ada di Dinas Kebudayaan Dan Pariwisata Kota Medan Seperti penyediaan pelayanan yang memudahkan bagi si pembuat surat izin usaha non bintang dan tidak lupa pula fasilitas yang di berikan agar mengetahui sedikit tentang pariwisata seperti brosur pariwisata dan buklet kota medan.

3.Disposisi

a. Komitmen

Dari segi komitmen tentang tujuan yang tepat agar tidak menyimpang dari undang – undang yang ada denga perjanjian yang belaku.

(35)

Dari segi kejujuran tentang kepercayaan kepala dinas kepada aparatur dengan diberlakukannya SPT (Surat Perintah Tugas)

4.Struktur birokrasi

a. SOP (Standar Operating Prosedure)

Dari segi SOP tentang penghambat implementasi kebijakan yang baru, apabila tidak sesuai dengan yang baru maka wajib peraturan tersebut harus di sesuaikan dengan yang baru agar tidak terjadi hambatan.

b. Fragmentasi

Dari segi Fragmantasi tentang Akhibat dari pandang sempit terhadap birokrasi yang dapat merugikan keberhasilan implementasi dengan timbulnya vitnah dari organisasi dan wartawan tertentu untuk mendapatkan keuntungan masinng – masing.

6.2. SARAN

Setelah menganalisis data dan kemudian memberikan kesimpulan terhadap penelitian yang telah dilaksanakan, maka peneliti memberikan saran sebagai berikut :

Proses pembuatan surat izin usaha hotel non bintang di Dinas Kebudayaan Dan Pariwisata Kota Medan sudah bisa dianggap sangat berhasil dan tepat, Program ini sangat baik dalam perizinan usaha hotel non bintang. Karna semua proses dilakukan sudah terstruktur dan adanya undang – undang dalam pembuatan surat izin tersebut.

(36)
(37)

BAB II

METODE PENELITIAN

2.1.Bentuk Penelitian

Bentuk yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif dengan pendekatan kualitatif. Penelitian deskriftif adalah penelitian yang memusatkan perhatian terhadap masalah-masalah yang ada pada saat penelitian dilakukan, kemudian menggambarkan fakta-fakta dan menjelaskan keadaan dari objek penelitian yang sesuai dengan kenyataan sebagaimana adanya dan mencoba menganalisis untuk memberikan kebenarannya berdasarkan data yang diperoleh.

Dalam penelitian ini bentuk yang digunakan adalah pendekatan kualitatif dengan melakukan wawancara secara mendalam. Peneliti memilih penelitian ini karena penelitian kualitatif bersifat menyeluruh (holistic), dinamis, dan menggeneralisasi. Hal ini sejalan dengan tujuan penelitian yang melihat bagaimana Implementasi Peraturan Daerah Kota Medan Nomor 4 Tahun 2014 tentang Industri Pariwisataan ( Studi Tentang Akomodasi Dalam Perizinan Hotel Non Bintang Pada Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kota Medan ) merupakan sebuah fenomena sosial yang memerlukan informasi secara mendalam dan menyeluruh dari masing-masing informan kunci maupun utama agar terlihat jelas apa yang sebenarnya terjadi di lapangan.

2.2. Lokasi Penelitian

(38)

2.3. Informan Penelitian

Adapun informan yang menjadi objek penelitian ini dibedakan menjadi dua jenis yaitu informan kunci dan informan utama. Informan kunci adalah mereka yang mengetahui dan memiliki berbagai informasi pokok yang diperlukan dalam penelitian. Sedangkan informan utama adalah mereka yang terlibat secara langsung dalam interaksi sosial yang sedang di teliti. Adapun informan penelitian meliputi beberapa macam, yaitu :

1. Informan kunci merupakan mereka yang mengetahui dan memiliki berbagai informasi pokok yang diperlukan dalam penelitian. Sebagai informan kunci yaitu Kepala Bagian Umum Dinas Kebudayaan dan Pariwisata.

2. Informan utama merupakan mereka yang terlibat langsung dalam interaksi sosial yang diteliti. Mereka adalah Kepala Bidang Industri Pariwisata Khususnya tentang Akomodasi dan Staf didinas kebudayaan dan pariwisataan yang bertanggung jawab terkait masalah yang akan diteliti. 2.4. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini adalah : 1. Teknik pemngumpulan data primer

(39)

a. Wawancara, yaitu teknik pengumpulan data dengan mengajukan pertanyakan-pertanyakan langsung kepada pihak yang terkait secara langsung dengan proses implementasi dalam Peraturan Daerah tentang Kepariwisataan di Dinas kebudayaan dan Pariwisata kota medan.

b. Observasi, yaitu teknik pengumpulan data dengan cara mengamati secara langsung terhadap objek penelitian kemudian mencatat gejala-gejala yang dikemukakan dilapangan untuk melengkapi data-data yang diperlukan sebagai acuan untuk yang berkaitan dengan permasalahan penelitian.

2. Teknik Pengumpulan Data Sekunder

Teknik pengumpulan data sekunder yaitu pengumpulan data yang dilakukan melalui pengumpulan bahan-bahan kepustakaan yang dapat mendukung data primer. Teknik pengumpulan data sekunder dapat dilakukan dengan menggunakan instrument sebagai berikut :

a. Studi dokumentasi, yaitu teknik pengumpulan data dengan menggunakan catatan-catatan atau dokumen-dokumen yang ada dilokasi penelitian atau sumber-sumber lain yang terkait dengan objek penelitian.

(40)

2.5. Teknik Analisi Data

Dalam penelitian kualitatif, analisis data dilakukan sejak awal penelitian dan selama proses penelitian dilaksanakan. Data diperoleh kemudian dikumpulkan untuk diolah secara sistematis. Menurut Moleong (2006) , teknik analisis data kualitatif dilakukan dengan menyajikan data yang dimulai dengan menelah seluruh data yang terkumpul, menyusunnya dalam satu satuan yang kemudian dikatagorikan pada tahap berikutnya dan memeriksa keabsahan dan menafsirkan dengan analisis kemampuan daya nalar peneliti untuk membuat kesimpulan penelitian.

Menurut Miles dan Huberman (Sugiyono, 2009), analisis terdiri dari 3 jalur kegiatan yang terjadi secara bersamaaan, yaitu :

a. Reduksi Data, yaitu merangkum, memilih hal-hal yang pokok, memfokuskan pada hal-hal yang penting, dicari tema dan polanya. Dengan demikian, akan mempermudah peneliti untuk melakukan pengumpulan data selanjutnya dan mencarinya bila diperlukan.

b. Penyajian Data, yaitu mendisplaykan data. Melalui penyajian data tersebut maka data terorganisasikan, tersusun dalam pola hubungan sehingga akan semakin mudah dipahami, merencanakan kerja selanjutnya berdasarkan apa yang telah dipahami.

(41)

BAB I PENDAHULUAN

1.1.Latar Belakang

Pariwisata merupakan salah satu sektor pembangunan yang saat ini sedang digalakkan oleh pemerintah. Hal ini disebabkan pariwisata mempunyai peran yang sangat penting dalam pembangunan Indonesia khususnya sebagai salah satu penghasil devisa negara. Pariwisata di Indonesia merupakan salah satu sektor ekonomi penting. Di samping sebagai mesin penggerak ekonomi, pariwisata adalah wahana yang menarik untuk mengurangi angka pengangguran.

Dalam perekonomian nasional, pariwisata merupakan salah satu sektor yang diharapkan mampu memberikan peningkatan pendapatan melalui penerimaan devisa. Sektor pariwisata memberi dampak yang sangat besar bagi masyarakat, terutama masyarakat yang berada di kawasan atau lokasi yang menjadi tujuan wisatawan. Pariwisata merupakan sektor yang terus menerus dikembangkan pemerintah sebagai pilar pembangunan nasional karena mampu menopang perekonomian nasional pada saat dunia sedang mengalami krisis.

(42)

dalam pembangunan nasional, meratakan dan meningkatkan kesempatan kerja dan pendapatan, memperkokoh persatuan dan kesatuan, serta budaya bangsa (Yoeti, 2007). Hal ini dimungkinkan karena kepariwisataan sebagai upaya ekonomi,

bukan saja padat modal, tetapi juga padat karya. Sektor pariwisata mampu meningkatkan penyerapan tenaga kerja. Penyerapan ini sangat berhubungan dengan peningkatan pariwisata sebagai andalan yang mampu menggalakkan sektor lain yang terkait. Adapun tujuan pengembangan pariwisata di Indonesia terlihat dengan jelas dalam Instruksi Presiden Republik Indonesia Nomor 9 Tahun 1969, khususnya Bab II Pasal 3, yang menyebutkan bahwa usaha-usaha pengembangan pariwisata di Indonesia bersifat suatu pengembangan industri pariwisata dan merupakan bagian dari usaha pengembangan dan pembangunan serta kesejahteraan masyarakat dan negara. Di samping itu, pengembangan kepariwisataan juga bertujuan untuk memperkenalkan keindahan alam dan kebudayaan Indonesia. Ini berarti, pengembangan pariwisata di Indonesia tidak telepas dari potensi yang dimiliki Indonesia untuk mendukung pariwisata tersebut. Indonesia memiliki keragaman budaya yang sangat menarik. Keragaman budaya ini dilatari oleh adanya agama, adat istiadat yang unik, dan kesenian yang dimiliki oleh setiap suku yang ada di Indonesia. Di samping itu, alamnya yang indah akan memberikan daya tarik tersendiri bagi wisatawan baik itu alam pegunungan (pedesaan), alam bawah laut, maupun pantai.

(43)

berkunjung ke Kota Medan dalam rangka tujuan wisata maupun bisnis. Untuk menjadikan Medan sebagai daerah tujuan wisata, Pemerintah Kota Medan melalui Dinas Kebudayaan dan Pariwisata bertugas melaksanakan pemasaran dan membuat perencanaan guna meningkatnya kunjungan wisatawan dan meningkatnya kesejahteraan masyarakat setempat. Sejalan dengan pelaksanaan tugas tersebut maka Dinas Kebudayaan dan Pariwisata membuat Rencana Kerja (Renja) setiap tahun untuk mencapai visi yaitu mewujudkan Kota Medan sebagai daerah tujuan wisata.

Sesuai dengan Peraturan daerah Kota Medan Nomor 4 Tahun 2014 disebutkan pada bab IV mengenai pembangunan kepariwisataan pada pasal 6 yang menjelaskan bahwa pembanguan kepariwisataan dilakukan berdasarkan asas sebagaimana dimaksud dalam pasal 2 yang diwujudkan melalui pelaksanaan rencana pembangunan kepariwisataan dengan memperhatikan keanekaragaman, keunikan, dan kekhasan budaya dan alam, serta kebutuhan manusia untuk berwisata.

Pembangunan kepariwisataan sebagaimana dimaksud dalam pasal 6 meliputi bagian-bagian yang terdiri dari 4 jenis usaha yaitu : industri pariwisata, terdiri dari akomodasi, jasa boga dan lestoran, transportasi dan jasa angkutan, tempat penukaran uang (money changer), atraksi wisata, cindramata, biro perjalanan. Ada juga seperti destinasi pariwisata, pemasaran pariwisata dan juga kelembagaan kepariwisataan.

(44)

mengetahui bagaimana proses pengurusan surat izin usaha untuk mendirikan bangunan hotel non bintang. Sehubungan dengan hal tersebut, penelitian tertarik untuk melakukan penelitian mengenai Implementasi Peraturan Daerah Kota Medan Nomor 4 tahun 2014 mengenai pariwisata yang berfokus pada akomodasi perizinan hotel non bintang di Kota Medan. Dan kemudian mengangkat judul

“Implementasi Peraturan Daerah Kota Medan Nomor 4 Tahun 2014 tentang Industri Pariwisata (Studi Tentang Akomodasi Dalam Perizinan Hotel Non Bintang Pada Dinas Kebudayaan Dan Pariwisata Kota Medan) ”

1.2. Fokus Masalah

Penelitian ini memiliki fokus masalah untuk menjadi bahan dalam melakukan penelitian. Penelitian melakukan fokus masalah yang akan diteliti karena begitu banyak teori dalam ilmu sosial dengan persepsi yang berbeda-beda sehingga perlu di lakukan fokus masalah agar menjadi fokus utama bagi peneliti dalam melakukan penelitian dilapangan. Dalam penelitian ini, Penelitian ingin mengetahui bagaimana proses Implementasi Peraturan Daerah Kota Medan Nomor 4 Tahun 2014 Tentang Industri Pariwisata ( Studi Tentang Akomodasi Dalam Perizinan Hotel Non Bintang Pada Dinas Kebudayaan Dan Pariwisata Kota Medan).

1.3. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian pada latar belakang diatas, maka masalah yang ingin

(45)

Akomodasi Dalam Perizinan Hotel Non Bintang Pada Dinas Kebudayaan Dan Pariwisata Kota Medan) ?

1.4. Tujuan Penelitian

Adapun yang menjadi tujuan dalam penelitian ini adalah Bagaimana Implementasi Peraturan Daerah Kota Medan Nomor 4 Tahun 2014 Tentang Industri Pariwisata (Studi Tentang Akomodasi Dalam Perizinan Hotel Non Bintang Pada Dinas Kebudayaan Dan Pariwisata Kota Medan) beserta Proses Pengurusan Izin Usaha Hotel Non Bintang dalam Pelaksanaan Kebijakan Tersebut.

1.5.Manfaat Penelitian

1. Manfaat secara ilmiah

Hasil Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat untuk mengembangkan kemampuan berfikir ilmiah, sistematis, dan mengembangkan kemampuan menulis berdasarkan kajian teori yang diperoleh dari Ilmu Administrasi Negara khususnya yang berkaitan dengan Kepariwisataan.

2. Manfaat secara Praktis

Hasil penelitian ini diharapkan akan memberikan masukan pada pihak-pihak berkepentingan untuk mengambil keputusan dalam kepariwisataan di Sumatera Utara Khususnya Kota Medan.

(46)

Sebagai bahan Referensi bagi kepustakaan Departemen Ilmu Administrasi Negara dan bagi kalangan penulis lainnya yang tertarik dalam bidang ini.

1.6 Kerangka Teori

Kerangka teori adalah dukungan dasar teoritis sebagai dasar pemikiran dalam rangka pemecahan masalah yang dihadapi peneliti. Kerangka teoritis adalah bagian dari penelitian, tempat peneliti memberikan penjelasan tentang hal-hal yang berhubungan dengan variabel pokok, subvariabel, atau pokok masalah yang ada dalam penelitiannya. Kerlinger (2000:11) mengungkapkan bahwa teori adalah seperangkap keterkaitan konstrak atau konsep, definisi, dan proposisi yang mencerminkan pandangan sistematik mengenai fenomena melalui penentuan hubungan antar variabel secara sepesifik, dengan tujuan menjelaskan dan memprediksi suatu fenomena.

1.6.1 Kebijakan Publik

1.6.1.1Pengertian Kebijakan Publik

Sebagai suatu konsep, kebijaknan memiliki makna yang luas dan multi interpretasi. Sebagai contoh, James Andersone member makna kebijakan sebagai perilaku aktor dalam bidang kegiatan tertentu ( dalam wahab, 1997) pengertian diatas sangat luas dan bisa diartikan bermacam-macam, misalnya sang “aktor” dapat berupa individu atau organisasi, dapat pemerintah maupun non pemerintah.

Demikian pula dengan istilah “kegiatan tertentu” bisa diartikan kegiatan

(47)

pun luas dan multiinterpretasi misalnya dapat berupa pencapaian tujuan, perencanaan, program, dan sebagainya.

Carl Friedrich pun mendefinisikan kebijakan sebagai suatu tindakan yang

mengarah pada tujuan yang diusulkan oleh seseorang, kelompok atau pemerintah dalam lingkungan tertentu seraya mencapai peluang-peluang untuk mencapai tujuan tertentu.

Thomas R. Dye dalam Tangkilisan (2003) memberikan pengertiam dasar

mengenai kebijakan publik sebagai apa yang tidak dilakukan maupun yang dilakukan oleh pemerintah. Konsep ini sangat luas karena kebijakan publik mencakup suatu yang tidak dilakukan oleh pemerintah disamping yang dilakukan oleh pemerintah ketika pemerintah menghadapi suatu masalah publik.

Berdasarkan pengertian para ahli diatas, dapat disimpulkan bahwa kebijakan publik adalah serangkaian tindakan yang menjadi keputusan pemerintah ketika menghadapi suatu masalah publik.

1.6.1.2. Tahapan Kebijakan Publik

Kebijakan publik dapat lebih mudah dipahami jika dikaji dalam tahap demi tahap, inilah yang menjadi kebijakan publik yang kajiannya amat dinamis. Adapun kebijakan publik memiliki tahap yang cukup kompleks karena memiliki banyak proses dan variabel. Menurut Wailliam Dunn (1998), tahap-tahap kebijakan publik adalah sebagai berikut :

1. Tahapan penyusunan agenda (agenda setting)

(48)

kepada pemerintah. Isu yang disampaikan oleh mereka akan bersaing untuk dapat masuk kedalam agenda kebijakan. Para pembuat kebijakan akan memilih isu yang akan mereka angkat sedangkan isu yang lain ada yang tidak tersentuh sama sekali dan sebagian lagi akan di diamkan dalam waktu yang cukup lama.

2. Tahapan formulasi kebijakan (policy formulation)

Isu yang telah masuk ke dalam agenda kebijakan dan dibahas oleh para pembuat kebijakan akan di definisikan untuk kemudian dicari pemecahan masalah terbaik. Pemecahan masalah tersebut berasal dari berbagai alternative yang ada sama halnya dengan perjuangan suatu masalah untuk masuk kedalam agenda kebijakan. Dalam tahap perumusan kebijakan masing-masing alternatife bersaing untuk memecahkan masalah.

3. Adopsi kebijakan (policy adoption)

Dari sekian alternatife kebijakan yang ditawarkan oleh para perumusan kebijakan pada akhirnya salah satu alternative kebijakan tersebut diadopsi dengan dukungan dari mayorlitas legislative, consensus antara direktur lembaga atau keputrusan peradilan.

4. Implementasi kebijakan (policy implementation)’

(49)

administrasi yang memobilisasikan sumber daya financial dan manusia, pada tahap ini berbagai kepentingan akan bersaing. Beberapa implementasi kebijakan mendapat dukungan para pelaksana namun beberapa yang lain mungkin akan di tentang oleh para pelaksana. 5. Evaluasi kebijakan (policy evaluation)

Pada tahap ini kebijakan yang telah di jalankan akan dinilai atau di evaluasi untuk melihat sejauh mana kebijakan yang telah mampu memecahkan masalah. Kebijakan public yang pada dasarnya di buat untuk meraih dampak yang diinginkan.Dalam hal ini memperbaiki masalah yang dihadapi masyarakat.Oleh karna itu, tentukanlah kriteria-kriteria yang menjadi dasar untuk menilai apakah kebijakan publik telah meraih dampak yang diinginkan.

1.6.2 Implementasi Kebijakan Publik

1.6.2.1Pengertian Implementasi Kebijakan Publik

(50)

Terdapat beberapa konsep mengenai implementasi kebijakan yang dikemukakan oleh beberapa ahli adalah sebagai berikut:

Van Meter dan Van Horn dalam Budi Winarno (2005:102) mendefinisikan

implementasi kebijakan publik sebagai: ”Tindakan-tindakan yang dilakukan oleh organisasi publik yang diarahkan untuk mencapai tujuan-tujuan yang telah ditetapkan dalam keputusan-keputusan sebelumnya. Tindakan-tindakan ini mencakup usaha-usaha untuk mengubah keputusan-keputusan menjadi tindakan-tindakan operasional dalam kurun waktu tertentu maupun dalam rangka melanjutkan usah-usaha untuk mencapai perubahan-perubahan besar dan kecil yang ditetapkan oleh keputusan-keputusan kebijakan”. Tahapan implementasi suatu kebijakan tidak akan dimulai sebelum tujuan dan sasaran direncanakan terlebih dahulu yang dilakukan dalam tahap formulasi kebijakan. Dengan demikian, tahap implementasi kebijakan terjadi hanya setelah undang-undang tentang suatu kebijakan dikeluarkan dan dana yang disediakan untuk membiayai implementasi kebijakan tersebut telah tersedia.

Mazmanian dan Sabatier (1986), menjelaskan bahwa mempelajari masalah

implementasi kebijakan berarti berusaha untuk memahami apa yang senyata-nyatanya terjadi sesudah suatu program dirumuskan yakni peristiwa-peristiwa dan kegiatan-kegiatan yang terjadi setelah proses pengesahan kebijakan Negara.

Grindle (1980), menjelaskan bahwa implementasi kebijakan merupakan

(51)

mempunyai dampak atau tujuan yang diinginkan. Implementasi kebijakan dalam arti luas, dapat diartikan sebagai alat administrasi hukum dimana berbagai aktor, organisasi, prosedur dan teknik yang bekerja bersama-sama untuk menjelaskan kebijakan guna meraih dampak atau tujuan yang diinginkan. Implementasi kebijakan, sesungguhnya bukanlah sekedar bersangkutpaut dengan mekanisme penjabaran keputusan-keputusan politik ke dalam prosedur-prosedur rutin lewat saluran-saluran birokrasi melainkan menyangkut masalah konflik, keputusan dan siapa yang memperoleh apa dari suatu kebijakan.

George Edwards III studi implementasi kebijakan adalah krusial bagi publik

administration dan publik policy. Implementasi kebijakan adalah pembuat kebijakan antara pembentukan kebijakan dan konsekuensi-konsekuensi kebijakan bagi masyarakat yang dipengaruhinya. Jika suatu kebijakan tidak tepat atau tidak dapat mempengaruhi masalah yang merupakan sasaran dari kebijakan, maka kebijakan itu mungkin akan mengalami kegagalan sekalipun kebijakan itu di implementasiakan dengan sangat baik. Sementara itu, suatu kebijakan yang cemerlang mungkin juga akan mengalami kegagalan jika kebijakan tersebut kurang diimplementasikan dengan baik oleh para pelaksana kebijakan.

Dari beberapa definisi diatas dapat diketahui bahwa implementasi kebijakan menyangkut tiga hal, yaitu :

1. Adanya tujuan atau sasaran kebijakan

(52)

Dari uraian atau penjelasan diatas, dapat disimpulkan bahwa implementasi merupakan suatu proses yang dinamis, dimana pelaksanaan kebijakan melakukan suatu aktivitas atau kegiatan sehingga pada akhirnya akan mendapatkan suatu hasil yang sesuai dengan tujuan atau sasaran kebijakan itu sendiri.

1.6.2.2Model-Model Implementasi Kebijakan

a. Model Van Meter dan Van Horn (1975)

Model pendekatan implementasi kebijakan yang dirumuskan Van Meter dan Van Horn, model ini menjelaskan bahwa kebijakan dipengaruhi oleh beberapa

variable yang saling berkaitan, variable-variabel tersebut yaitu : 1. Sasaran dan standar kebijakan

Sasaran dan standar kebijakan harus jelas dan terukur sehingga dapat direalisasikan. Apabila tujuan dan ukuran kebijakan kabur, maka akan terjadi multi interprestasi dan mudah menimbulkan konflik diantara para agen pelaksana.

2. Sumber daya

(53)

1. Karakteristik organisasi pelaksana

Karakteristik agen ini dibutuhkan agar pelaksanaan mencakup semua struktur birokrasi, norma-norma dan pola-pola hubungan yang terjadi dalam birokrasi semuanya akan mempengaruhi implementasi suatu kebijakan.

2. Sikap para pelaksana

Sikap para pelaksana ini mencakup tiga hal antara lain (a) respon pelaksana terhadap kebijakan yang akan mempengaruhi kemauannya untuk melaksanakan kebijakan, (b) pemahamannya terhadap kebijakan, (c) nilai yang dimiliki oleh implementor. 3. Komunikasi antar organisasi terkait dan kegiatan-kegiatan

pelaksanaan

Dalam implementasi sangat penting terdapat dukungan dan koordinasi dalam instansi lain, untuk itu diperlukan koordinasi dan kerjasama antar instansi bagi keberhasilan suatu kebijakan.

4. Lingkungan sosial, ekonomi, dan politik

(54)

b. Model Mazmanian dan Sabatier (1989)

Menyatakan bahwa studi implementasi kebijakan public adalah upaya melaksanakan keputusan kebijakan. Model ini disebut sebagai kerangka analisis implementasi. Mazmanian dan Sabatier mengklasifikasikan proses implementasi kebijakan kedalam tiga variable, yaitu :

1. karakteristik dari masalahmya, indikatornya adalah :

a. Tingkat kesulitan teknis dari masalah yang bersangkutan b. Tingkat kemajemukan dari kelompok sasaran

c. Proporsi kelompok sasaran terhadap total populasi d. Cakupan perubahan prilaku yang diharapkan 2. karakteristik kebijakan, indikatornya adalah :

a. Kejelasan isi kebijakan

b. Seberapa jauh kebijakan tersebut memiliki dukungan teoritis c. Besarnya alokasi sumber daya financial terhadap kebijakan

tersebut.

d. Seberapa besar adanya keterpautan dan dukungan antara institusi pelaksana

e. Kejelasan dan konsistensi aturan yang ada pada badan pelaksana

f. Tingkat komitmen aparat terhadap kebijakan 3. Variabel lingkungan, indikatornya adalah :

(55)

b. Dukungan public terhadap suatu kebijakan c. Sikap dari kelompok pemilih

d. Tingkat komitmen keterampilan dari aparat dan implementor.

c. Model Merlilee S Grindle (1980)

Secara konsep dijelaskan bahwa model implementasi kebijakan public yang dikemukakan Grindle menentukan bahwa keberhasilan Proses implementasi kebijakan sampai kepada tercapainya hasil tergantung kepada kegiatan program yang telah dirancang dan pembiayaan yang cukup, selain dipengaruhi oleh isi kebijakan dan konteks implementasinya. Isi kebijakan yang dimaksud meliputi :

1. kepentingan yang dipengaruhi 2. jenis manfaat

3. derajat perubahan yang diinginkan 4. Status pembuat keputusan

5. Pelaksana program

6. Serta sumberdaya yang tersedia

d. Model George Edwards III

Menurut Edwards, terdapat empat faktor atau variable dalam implementasi kebijakan public, yaitu :

1. Komunikasi

(56)

sehingga akan mengurangi distorsi implemtasi. Apabila tujuan dan sasaran suatu kebijakan tidak jelas atau bahkan tidak diketahui sama sekali oleh kelompok sasaran, maka kemungkinan akan terjadi resistensi dari kelompok sasaran.

2. Sumber daya

Walaupun isi kebijakan sudah dikomunikasiakan secara jelas dan konsisten, tapi apabila implementor kekurangan sumber daya untuk melaksanakan, implementasi tidak akan berjalan efektif. Sumber daya tersebut dapat berwujud sumber daya manusia, yakni kompetensi implementor dan sumber daya finansial. Sumber daya adalah factor penting untuk implementasi kebijakan agar berjalan efektif. Tanpa sumber daya, kebijakan hanya akan tinggak di kertas menjadi dokumen saja. 3. Disposisi

Disposisi adalah watak dan karakteristik yang dimiliki oleh implementor, seperti komitmen, kejujuran dan sikap demokrasi. Apabila implementor memiliki disposisi yang baik, maka dia akan dapat menjalankan kebijakan dengan baik seperti apa yang diinginkan oeleh pembuat kebijakan. Ketika implementor memiliki sikap atau presfektif yang berbeda dengan pembuat kebijakan, maka proses implementasi kebijakan juga menjadi tidak akan efektif.

4. Struktur birikrasi

(57)

Salah satu aspek yang penting dari setiap organisasi adalah adanya prosedur operasi yang disusun secara standard. SOP menjadi pedoman bagi setiap impelentor dalam bertindak, struktur organisasi yang terlalu panjang akan cenderung melemahkan pengawasan dan akan menimbulkan yakni prosedur birokrasi yang rumit dan kompeks, ini pada gilirannya akan menyebabkan aktivitas organisasi tidak fleksibel.

1.6.2.3Model Implementasi Yang Digunakan

Dalam penelitian ini penulis memilih menggunakan model teori implementasi George Edwards III yang dipengaruhi oleh empat variable, yaitu :

1. Komunikasi

George Edwards (2002) , menyatakan bahwa ada tiga hal penting

dalam proses komunikasi kebijakan yakni transmisi, kejelasan, dan konsistensi.

a. Transmisi, yaitu pengetahuan implementor tentang peraturan daerah tentang kepariwisataan pada dinas kebudayaan dan pariwisata. Sebelum implementor dapat mengimplementasikan suatu keputusan, implementor harus menyadari bahwa suatu keputusan telah dibuat dan suatu perintah untuk pelaksanaannya telah dikeluarkan.

(58)

tetapi juga komunikasi harus jelas. Ketidakjelasan komunikasi akan mendorong terjadinya interprestasi yang salah.

c. Konsistensi, yaitu implementasi peraturan daerah pada dinas kebudayaan dan pariwisata harus sesuai dengan peraturan yang ada. Jika implementasi kebijakan ingin berlangsung dengan efektif, maka perintah-perintah pelaksanaan harus konsisten dan jelas.

2. Sumber Daya

a. Staf, yaitu ketersediaan Sumber Daya Manusia (SDM) dalam proses implementasi peraturan daerah pada dinas kebudayaan dan pariwisata. b. Informasi, yaitu bagaimana cara implementor dalam menyelesaikan

kebijakan peraturan daerah pada dinas kebudayaan dan pariwisata kota medan serta mengetahui tindakan apa yang harus dilakukan sesuai dengan peraturan yang berlaku, artinya sesuai dengan petunjuk teknis (juknis) dan petunjuk pelaksana (juklak)

c. Wewenang, yaitu hak masing-masing implementor dalam mengimplementasikan peraturan daerah tentang peraturan daerah pada dinas kebudayaan dan pariwisata.

d. Fasilitas, yaitu fasilitas yang dimiliki oleh kantor Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kota Medan yang mendukung implementasi peraturan daerah kota medan.

(59)

a. Komitmen yang dimiliki aparatur kantor Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kota Medan dalam pelaksanaan peraturan daerah tentang peraturan daerah tentang kepariwisataan.

b. Kejujuran aparatur kantor Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kota medan terkait tugas dan Fungsinya sebagai pelaksana peraturan daerah kota medan.

4. Struktur Birokrasi

a. Standards Operating Procedures (SOP) adalah prosedur-prosedur kerja ukuran dasarnya. Dengan menggunakan SOP, para pelaksana dapat memanfaatkan waktu yang tersedia.

b. Fragmentasi yaitu mengenai pandangan-pandangan yang sempit dari banyak lembaga birokrasi.

1.6.3. Kepariwisataan

1.6.3.1. Pengertian Pariwisata

Menurut Kodyat (2001) pariwisata adalah perjalanan dari suatu tempat ketempat lain, bersifat sementara, dilakukan perorangan atau kelompok, sebagai usaha mencari keseimbangan atau keserasian dan kebahagian dengan lingkungan dalam dimensi sosial, budaya, alam dan ilmu.

(60)

Sedangkan Wahab (2003) menjelaskan pariwisata adalah salah satu jenis industri baru yang mampu menghasilkan pertumbuhan ekonomi yang cepat dalam penyediaan lapangan kerja peningkatan penghasilan, standart hidup serta menstimulasi sektor-sektor produktivitas lainnya. Sebagai sektor yang kompleks, pariwisata juga meliputi industri-industri klasik seperti kerajinan tangan dan cindera mata, penginapan, transportasi secara ekonomi juga dipandang sebagai industri.

Di dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 2009 tentang Kepariwisataan, menyatakan bahwa :

1. Wisata adalah kegiatan perjalanan yang dilakukan oleh seseorang atau sekelompok orang dengan mengunjungi tempat tertentu untuk tujuan rekreasi, pengembangan pribadi, atau mempelajari keunikan daya tarik wisata yang dikunjungi dalam jangka waktu sementara 2. Wisatawan adalah orang yang melakukan wisata.

3. Pariwisata adalah berbagai macam kegiatan wisata dan didukung berbagai fasilitas serta layanan yang disediakan oleh masyarakat, pengusaha, Pemerintah, dan Pemerintah Daerah.

(61)

1.6.3.2. Bentuk - Bentuk Wisata

Pariwisata memiliki berbagai bentuk kegiatan wisata yang dapat disesuaikan dengan minat ataupun kebutuhan wisatawan. Kegiatan wisata yang dilakukan memiliki tujuan tertentu yang mendatangkan manfaat tersendiri bagi masing-masing wisatawan.

Menurut Suwantoro (2004) terdapat beberapa macam perjalanan wisata bila ditinjau dari berbagai macam segi, yaitu :

1. Dari segi jumlahnya, wisatawan dibedakan atas:

a. Individual Tour (wisatawan perorangan), yaitu suatu perjalanan wisatayang dilakukan oleh satu orang atau sepasang suami-isteri.

b. Family Group Tour (wisata keluarga), yaitu suatu perjalanan wisatayang dilakukan oleh serombongan keluarga yang masih mempunyai hubungan kekerabatan satu sama lain.

c. Group Tour (wisata rombongn), yaitu suatu perjalanan wisata yangdilakukan bersama-sama dengan dipimpin oleh seorang yangbertanggung jawab atas keselamatan dan kebutuhan anggotanya. Biasanya paling sedikit 10 orang, dengan dilengkapi diskon dari perusahaan principal bagi orang yang kesebelas. Potongan ini berkisar antara 25 hingga 50 % dari ongkos penginapan atau penerbangan.

(62)

a. Pra-arranged Tour (wisata berencana), yaitu suatu perjalanan wisatayang jauh hari sebelumnya telah diatur segala sesuatunya, baiktransportasi, akomodasi maupun objek-objek yang akan dikunjungi.

b. Package Tour (paket wisata), yaitu perusahaan Biro Perjalanan Wisatayang telah bekerja sama menyelenggarakan paket wisata yangmencakup biaya perjalanan, hotel, ataupun fasilitas lainya yangmerupakan suatu komposisi perjalanan yang disusun guna memberikankemudahan dan kepraktisan dalam melakukan perjalanan wisata.

c. Coach Tour (wisata terpimpin), yaitu suatu paket perjalanan ekskursiyang dijual oleh biro perjalanan dengan dipimpin oleh seorangpemandu wisata dan merupakan perjalanan wisata yang dilakukansecara rutin, dalam jangka waktu yang telah ditetapkan dan denganrute perjalanan yang tertentu pula.

d. Special Arranged Tour (wisata khusus), yaitu suatu perjalanan wisatayang disusun secara khusus guna memenuhi permintaan seoranglangganan atau lebih sesuai keinginannya.

e. Optional Tour (wisata tambahan), yaitu suatu perjalanan wisatatambahan di luar pengaturan yang telah disusun dan diperjanjikanpelaksanaannya, yang dilakukan atas permintaan pelanggan.

(63)

a. Holiday Tour (wisata liburan), yaitu suatu perjalanan wisata yangdiselenggarakan dan diikuti oleh anggotanya guna berlibur, bersenangsenang,dan menghibur diri.

b. Familiarization Tour (wisata pengenalan), yaitu suatu perjalanan yangdimaksudkan guna mengenal lebih lanjut bidang atau daerah yangmempunyai kaitan dengan pekerjaanya.

c. Educational Tour (wisata pendidikan), yaitu suatu perjalanan wisatayang dimaksudkan untuk memberikan gambaran, studi perbandinganataupun pengetahuan mengenai bidang kerja yang dikunjunginya.

d. Scientific Tour (wisata pengetahuan), yaitu perjalanan wisata yang tujuan pokoknya adalah untuk memperoleh pengetahuan dan penyelidikan terhadap sesuatu bidang ilmu pengetahuan.

e. Pileimage Tour (wisata keagamaan), yaitu perjalanan wisata yang dimaksudkan guna melakukan ibadah keagamaan.

f. Special Mission Tour (wisata kunjungan khusus), yaitu suatu perjalanan wisata yang dilakukan dengan maksud khusus, misalnya misi dagang, kesenian, dan lain-lain.

g. Hunting Tour (wisata perburuan), yaitu suatu kunjungan wisata yang dimaksudkan untuk menyelenggarakan perburuan biantang yang diijinkan oleh penguasa setempat sebagai hiburan semata.

(64)

a. Ekskursi (Excursion), yaitu suatu perjalanan wisata jarak pendek yang ditempuh kurang dari 24 jam guna mengunjungi satu atau lebih objek wisata.

b. Safari Tour, yaitu suatu perjalanan wisata yang diselenggarakan secara khusus dengan perlengkapan maupun peralatan khusus yang tujuan maupun objeknya bukan merupakan objek wisata pada umumnya.

c. Cruise Tour, yaitu perjalanan wisata dengan menggunakan kapal pesiar mengunjungi objek-objek wisata bahari dan objek wisata didarat dengan menggunakan kapal pesiar sebagai basis pemberangkatannya.

d. Youth Tour (wisata remaja), yaitu kunjungan wisata yang diselenggarakan khusus bagi para remaja menurut golongan umur yang ditetapkan negara masing-masing.

e. Marine Tour (wisata bahari), yaitu suatu kunjungn ke objek wisata khususnya untuk menyaksikan keindahan lautan wreck-diving (menyelam) dengan perlengkapan selam lengkap.

1.6.3.3. Pengembangan Pariwisata

(65)

nusantara, dan yang tak kalah penting adalah dapat memberikan kontribusi bagi pendapatan asli daerah (PAD).

Dalam melakukan pengembangan pariwisata dibutuhkan berbagai pendukung untuk memperlancar jalannya kegiatan. Antara lain sumber dayamanusia yang berkualitas, adanya dana yang cukup memadai, didukung saranadan prasarana serta kebijakan dari Pemerintah Daerah yang memprioritaskan bidang pariwisata. Suatu kegiatan pengembangan pariwisata yang sudah baik tanpa adanya dukungan dari hal-hal tersebut diatas tidak mungkin dapat mencapai hasil yang diharapkan, artinya setiap pengembangan bidang pariwisata sangat membutuhkan dana serta SDM yang berkualitas disamping ditunjang adanya sarana dan prasarana serta kebijakan dari Pemerintah Daerah Pengembangan pariwisata dilaksanakan dengan mempertimbangkan aspek destinasi dan aspek market. Meskipun aspek market perludi pertimbangkan namun macam, sifat dan perilaku obyek dan daya tarik wisata alam dan budaya diusahakan untuk menjaga kelestarian dan keberadaannya, sehingga pengembangannya harus berdasarkan market driven. Pengembangan pariwisata memerlukan perencanaan secara nasional, regional atau Provinsi dan kawasan ataupun obyek.

Referensi

Dokumen terkait

UNTUK TAHUN YANG BERAKHIR SAMPAI DENGAN 31 DESEMBER 2014 DAN 2013 PEMERINTAH KABUPATEN KERINCI.. Urusan Pemerintahan : 2

Kementerian Kehutanan, Pertanian, Bappenas, Kementerian Dalam Negeri, BPK, UKP Pokja Nasional menetapkan Skenario Mitigasi Nasional berdasarkan usulan skenario mitigasi

Devi Tirtawirya, M.Or, Ria Lumintuarso, M.Si. Rumpis Agus Sudarko,

[r]

Abstrak: Penelitian ini dilatarbelakangi oleh keinginan penulis untuk menemukan gaya bahasa dalam novel Moga Bunda Disayang Allah karya Tere Liye. Penelitian ini bertujuan

Sikap bediri yang dilakukan pemain saat melakukan pukulan servis pendek dengan cara berdiri di sudut depan garis tengah pada daerah servis kira- kira setengah meter

Sesuai dengan program dan prioritas dari pemerintahan Presiden Joko Widodo dan Wakil Presiden Jusuf Kalla , maka posisi anggota kabinet juga mengalami beberapa perubahan,

Through strategic exercises of digital photography and imaging, students can learn visual literacy in a very dynamic way; not only reading images, but also creating them