• Tidak ada hasil yang ditemukan

Hubungan Status Gizi dengan Perkembangan Anak Prasekolah di TK Kalam Kudus Medan Tahun 2015

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Hubungan Status Gizi dengan Perkembangan Anak Prasekolah di TK Kalam Kudus Medan Tahun 2015"

Copied!
64
0
0

Teks penuh

(1)
(2)

DAFTAR PUSTAKA

Afita, N., 2015. Hubungan Status Gizi dengan Perkembangan Anak Usia 48-60 Bulan di TK Al- Aqsha Desa Bangun Kecamatan Pungging Kabupaten Mojokerto. Available from:

http://repository.poltekkesmajapahit.ac.id/index.php/PUB-KEB/article/view/607. [Accessed 29 November 2015]

Alboneh, F.A., 2013. Hubungan Status Gizi dengan Kejadian Diare pada Balita Usia 2-5 Tahun di Wilayah Kerja Puskesmas Kecamatan Karanganyar Kabupaten Karanganyar. Universitas Muhammadiyah Surakarta, Surakarta. Available from: http://eprints.ums.ac.id/22650/14/fahmi-_naskah_publikasi.pdf. [Accessed 1 December 2015]

Alderman, H. & Shekar, M., 2011. ’Nutrition, Food Security, and Health’. Dalam : Behrman, R.E.; Kliegman, R.M.; Stanton, B.F.; Schor, N.F. & Geme, J.W.S. (eds.). Nelson Textbook of Pediatrics. Edisi ke–19. Philadelphia: Saunders.

Almatsier, S., 2009. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama.

Amarullah, M.I. & Krisdianto, R.D., 2013. Gambaran Hasil Pelaksanaan KPSP, TDL, TDD Anak Usia 4 Tahun di Wilayah Kerja Puskesmas Wiradesa Kabupaten Pekalongan. Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Muhammadiyah Pekajangan, Pekalongan. Available from: http://www.e-skripsi.stikesmuh-pkj.ac.id/e-skripsi/index.php?p=fstream-pdf&fid=524&bid=580. [Accessed 17 April 2015]

Arifah, N.; Rahmawati, I. & Dewi, E.I., 2013. ‘Hubungan Pemenuhan Kebutuhan Dasar Balita (Asuh, Asah dan Asih) dengan Perkembangan Balita yang Berstatus BGM (Bawah Garis Merah) di Desa Sukojember Kecamatan Jelbuk Kabupaten Jember’.Jurnal IKESMA, vol. 9, no. 2, h. 1 –10.

Ariani & Yosoprawoto, M., 2012. ‘Usia Anak dan Pendidikan Ibu sebagai Faktor Resiko Gangguan Perkembangan Anak’. Jurnal Kedokteran Brawijaya, vol. 27, no. 2, h. 118–121.

Batubara, J.R.L., 2005. ‘Practices of Growth Assessment in Children: Is Anthropometric Measurement Important?’. Paediatrica Indonesiana, vol. 45, no. 7 - 8, h. 145–153.

Berk, L.E., 2008. Physical Development in Early Childhood. Illinois State

University, United States. Available from:

(3)

Black, M.M. & Dewey, K.G., 2014. Promoting Equity through Integrated Early Child Development and Nutrition Interventions. New York Academy of

Sciences, New York. Available from:

http://onlinelibrary.wiley.com/doi/10.1111/nyas.12351/pdf. [Accessed 22 April 2015]

Bunaen, M.R.H.; Wahongan, G. & Onibala, F., 2013. ‘Hubungan Sosial Ekonomi Keluarga dengan Status Gizi pada Anak Usia Pra Sekolah 3-5 Tahun di Taman Kanak-Kanak GMIM Baithani Koha’. Ejournal keperawaatan (e-Kp), vol. 1, no. 1, h. 1–6.

Burrows, T.L.; Martin, R.J. & Collins C.E., 2010. ‘A Systemic Review of the Validity of Dietary Assessment Methods in Children when Compared with the Method of Doubly Labeled Water’. American Dietetic Association, vol. 110, no. 10, h. 1501 - 1510.

Central for Disease Control and Prevention, 2015. Child Development : Positive Parenting Tips. Available from: http://www.cdc.gov/ncbddd/childdevelopment/positiveparenting/. [Accessed 5 May 2015]

Das, S. & Sahoo, H., 2011. ‘An Investigation into Factors Affecting Child Undernutrition in Madhya Pradesh’.Kamla-Raj, vol. 13, no. 3, h. 227 - 233.

Dhamayanti, M., 2006. ‘Kuesioner Praskrining Perkembangan (KPSP) Anak’. Sari Pediatri, vol. 8, no. 1, h. 9 - 15.

Dewi, A. & Arini, S.W.A., 2011. Hubungan Status Gizi dengan Perkembangan Anak Usia 3-5 Tahun di Puskesmas Purwantoro 1 Wonogiri Tahun 2011.

Available from:

http://jurnal.akbid-mu.ac.id/index.php/jurnalmus/article/download/27/16. [Accessed 29 November 2015]

Dewi, R.S., 2011. Hubungan Status Gizi dengan Perkembangan Balita di Tahunan Kabupaten Jepara. Universitas Sebelas Maret, Surakarta. Available from: http://eprints.uns.ac.id/9476/1/220320811201105141.pdf. [Accessed 25 Maret 2015]

Feigelman, S., 2011. ’The Preschool Years’. Dalam: Behrman, R.E.; Kliegman, R.M.; Stanton, B.F.; Schor, N.F. & Geme, J.W.S. (eds.). Nelson Textbook of Pediatrics. Edisi ke–19. Philadelphia: Saunders.

Fida & Maya, 2012. Pengantar Ilmu Kesehatan Anak. Yogyakarta: D-Medika.

(4)

Gerber, R.J.; Wilks, T. & Lalena, C.E.,2010. ‘Developmental Milestones: Motor Development’.American Academy of Pediatrics, vol. 31, no. 7, h. 267–277.

Gupta, N.; Goel, K.; Shah, P. & Misra, N., 2012. ’Childhood Obesity in Developing Countries: Epidemiology, Determinants and Prevention’. The Endocrine Society, vol. 33, no. 1, h. 48 - 70.

Hapisah, 2015. ’Hubungan Riwayat ASI Eksklusif dengan Kejadian Obesitas Pada Anak Usia Prasekolah (4-6 Tahun) di Taman Kanak-Kanak Wilayah Kecamatan Banjarbaru Utara Tahun 2014’.Caring, vol. 1, no. 2, h. 177 - 186.

Hapisah & Rusmilawaty, 2015. ‘Pengaruh Pengasuhan Ibu Terhadap Perkembangan Anak Prasekolah di Kecamatan Banjarmasin Barat Kota Banjarmasin Tahun 2012’.Caring, vol. 2, no. 1, h. 88–100.

Hayu, R.; Amalia, R. & Kurniati, E., 2013. Gambaran Perkembangan Balita Gizi Kurang di Wilayah Kerja Puskesmas Cukir Kabupaten Jombang. Kebidanan

STIKES Pemkab, Jombang. Available from:

http://stikespemkabjombang.ac.id/ejurnal/index.php/Juli-2013/article/download/30/48. [Accessed 29 November 2015]

Henningham, H.B. & Boo, F.L., 2010. Early Childhood Stimulation Interventions in Developing Countries: A Comprehensive Literature Review. Banco Interamericano de Desarrollo, New York. Available from:

http://idbdocs.iadb.org/wsdocs/getdocument.aspx?docnum=35349131. [Accessed 10 November 2015]

Junaidi, 2013. ’Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Status Gizi Anak Usia Prasekolah di Taman Kanak-Kanak Nurul Huda Kecamatan Indra Jaya Kabupaten Pidie Tahun 2012’. Sains Riset, vol. 3, no.1, h. 1 - 11.

Kasenda, M.G.; Sarimin, S. & Obnibala, F., 2015. ‘Hubungan Status Gizi dengan Perkembangan Motorik Halus pada Anak Usia Prasekolah di TK GMIM Solafide Kelurahan Uner Kecamatan Kawangkoan Induk Kabupaten Minahasa’.Ejournal keperawatan (e-Kp), vol. 3, no. 1, h. 1–8.

Kementerian Republik Indonesia, Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan, 2013. Riset Kesehatan Dasar. Available from: www.litbang.depkes.go.id/sites/download/rkd2013/Laporan_Riskesdas2013.P DF. [Accessed 10 April 2015]

(5)

Khasanah, N.A., 2014. ‘Hubungan Sikap Ibu Tentang Kesulitan Makan dengan Status Gizi Anak Usia Pra Sekolah (3-6 Tahun) di Desa Wonosari Ngoro Mojokerto’.Hospital Majapahit, vol. 6, no. 1, h. 40–59.

Kleinman, R.E. & Greer, F.R., 2014. Pediatric Nutrition. Edisi ke –7. American

Acamedy of Pediatrics. Available from:

http://reader.aappublications.org/pediatric-nutrition-7th-edition-sponsored-member-benefit/2. [Accessed 24 April 2015]

Kusbiantoro, D., 2015. ‘Pertumbuhan dan Perkembangan Anak Usia Prasekolah di Taman Kanak-Kanak ABA 1 Lamongan’.Surya, vol. 7, no. 1, h. 1–8.

Laura, 2009. Development Milestones 2 4 years. American Academy of

Pediatrics. Available from:

http://www.healthyfuturesva.com/resources/pdf/milestones.pdf. [Accessed 20 April 2015]

Menteri Kesehatan Republik Indonesia, 2014. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 66 Tahun 2014 tentang Pemantauan Pertumbuhan, Perkembangan, dan Gangguan Tumbuh Kembang Anak.

Available from:

http://www.hukor.depkes.go.id/up_prod_permenkes/PMK%20No.%2066%20 ttg%20Pemantauan%20Tumbuh%20Kembang%20Anak.pdf. [Accessed 8 April 2015]

Menteri Kesehatan Republik Indonesia, 2013. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 75 Tahun 2013 tentang Angka Kecukupan Gizi yang Dianjurkan bagi Bangsa Indonesia. Available from:

http://www.hukor.depkes.go.id/up_prod_permenkes/PMK%20No.%2075%20 ttg%20Angka%20Kecukupan%20Gizi%20Bangsa%20Indonesia.pdf.

[Accessed 6 May 2015]

Moonik, P.; Lestari, H. & Wilar, R., 2015. ’Faktor-faktor yang Mempengaruhi Keterlambatan Perkembangan Anak Taman Kanak-Kanak’. Jurnal e-Clinic (eCl), vol. 3, no. 1, h. 124–132.

Prado, E. & Dewey, K., 2012. Nutrition and Brain Development in Early Life. Alive & Thrive, Washington, DC. Available from: http://aliveandthrive.org/wp-content/uploads/2014/11/Technical-Brief-4-Nutrition-and-brain-development-in-early-life-English.pdf. [Accessed 22 April 2015]

(6)

Rini, R.S. & Nikmah, N., 2013. Hubungan Pola Asuh Orang Tua dengan Perkembangan Anak Usia 3-5 Tahun di TK PGRI Kangenan Desa Langkap Kecamatan Burneh Kabupaten Bangkalan. STIKES Insan, Surabaya. Available from: http://www.stikes-insan-seagung.ac.id/wp-content/uploads/2015/04/No.3-Publikasi-Jurnal-Web-Nurun.pdf. [Accessed 29 November 2015]

Rolfes, S.D.; Pinna, K. & Whitney, E., 2012. Understanding Normal and Clinical Nutrition. Edisi ke–7. USA: Wadsworth.

Sain, S.N.H.; Ismanto, A.Y. & Babakal, A., 2013. ‘Pengaruh Alat Permainan Edukatif Terhadap Aspek Perkembangan Pada Anak Pra Sekolah di Wilayah Puskesmas Ondong Kabupaten Kepulauan Siau Tagulandang Biaro’. Jurnal e-NERS (eNS), vol. 1, no. 1, h. 16–20.

Sastroasmoro, S. & Ismael, S., 2011. Dasar–dasar Metodologi Penelitian Klinis. Edisi ke–4. Jakarta: CV. Sagung Seto.

Simangunsong, S.W.; Machfudz, S. & Sitaresmi, M.N., 2012.’Accuracy of the Indonesian Child Development Pre-screening Questionnaire’. Paediatrica Indonesiana, vol. 52, no. 1, h. 1–9.

Sjarif, D.R.; Nasar, S.S.; Devaera, Y. & Tanjung, C.F., 2011. Asuhan Nutrisi Pediatrik (Pediatric Nutrition Care). Jakarta: Ikatan Dokter Anak Indonesia.

Soetjiningsih, 2008. ‘Perkembangan Anak dan Permasalahannya’. Dalam: Moersintowati, B.; Narendra; Sularyo, T.S.; Soetjiningsih; Suyitno, H. & Ranuh, I.N.G. (eds.). Tumbuh Kembang Anak dan Remaja. Edisi ke – 1. Jakarta: CV. Sagung Seto.

Soetjiningsih & Suandi IKG, 2008. ‘Gizi untuk Tumbuh Kembang Anak’. Dalam: Moersintowati, B.; Narendra; Sularyo, T.S.; Soetjiningsih; Suyitno, H. & Ranuh, I.N.G. (eds.). Tumbuh Kembang Anak dan Remaja. Edisi ke – 1. Jakarta: CV. Sagung Seto.

Suganda T., 2008. ‘Kebutuhan Dasar Tumbuh Kembang Anak’. Dalam: Moersintowati, B.; Narendra; Sularyo, T.S.; Soetjiningsih; Suyitno, H. & Ranuh, I.N.G. (eds.). Tumbuh Kembang Anak dan Remaja. Edisi ke – 1. Jakarta: CV. Sagung Seto.

Suganda T., 2008. ‘Konsep Umum Tumbuh dan Kembang’. Dalam: Moersintowati, B.; Narendra; Sularyo, T.S.; Soetjiningsih; Suyitno, H. & Ranuh, I.N.G. (eds.). Tumbuh Kembang Anak dan Remaja. Edisi ke – 1. Jakarta: CV. Sagung Seto.

(7)

Supriyantoro; Primadi, O.; Sitohang, V.; Budijanto, D.; Hardhana, B.; Soenardi, T.A. ; et al., 2014. Profil Kesehatan Indonesia 2013. Jakarta: Kementerian Kesehatan Republik Indonesia.

Turnip, O.S.; Aritonang, E.Y. & Siregar, M.A., 2014. Hubungan Pendapatan, Penyakit Infeksi dan Pengetahuan Ibu dengan Kejadian Gizi Kurang pada Balita di Wilayah Puskesmas Glugur Darat Tahun 2014. Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara, Medan. Available from:

http://digilib.stikeskusumahusada.ac.id/download.php?id=1125. [Accessed 29 November 2015]

United Nations Children's Fund (UNICEF) & World Health Organization (WHO), 2012. Integrating Early Childhood Development (ECD) activities into Nutrition Programmes in Emergencies. Why, What and How. Available from: http://www.who.int/mental_health/emergencies/ecd_note.pdf. [Accessed 10 November 2015]

United Nations Children’s Fund (UNICEF) ; World Health Organization & The World Bank, 2014. UNICEF WHO –World Bank Joint Child Malnutrition Estimates. Available from: http://www.data.unicef.org/corecode/uploads/document6/uploaded_pdfs/corec ode/LevelsandTrendsMalNutrition_Summary_2014_132.pdf. [Accessed 9 May 2015]

World Health Organization (WHO), 2006. Child Growth Standards: Methods and Development. Available form: www.who.int/childgrowth/standards/en/. [ Accessed 24 April 2015]

World Health Organization (WHO), 2010. Global Strategy on Diet, Physical Activity and Health. Available from:

(8)

BAB 3

KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL

3.1. Kerangka Konsep

Berdasarkan tujuan penelitian di atas maka kerangka konsep dalam penelitian

ini adalah :

Variabel Independen Variabel Dependen

Gambar 3.1. Kerangka Konsep Penelitian

3.2. Definisi Operasional 3.2.1. Status Gizi

Definisi : Status gizi adalah keadaan tubuh yang menggambarkan

keseimbangan nutrisi dalam tubuh. Status gizi terdiri atas gizi buruk, kurang, normal,

dan lebih. Status gizi dinilai dengan menggunakan perbandingan berat badan/tinggi

badan (BB/TB). Nilai yang didapatkan diplotkan dengan grafik standar pertumbuhan

BB/TB World Health Organization (WHO) 2006.

Cara pengukuran : mengukur berat badan dan tinggi badan

a) Berat badan

• Anak sebaiknya memakai baju sehari – hari yang tipis, tidak memakai alas kaki, jaket, topi, jam tangan, kalung, dan tidak memegang atau

mengantongi sesuatu.

• Timbangan harus diletakkan di alas yang keras dan datar serta pastikan jarum atau angka menunjuk angka 0 saat digunakan.

• Anak berdiri tenang di tengah timbangan dan kepala menghadap lurus ke depan tanpa dipegangi.

Status Gizi Perkembangan Anak

(9)

• Membaca angka timbangan. Bila anak terus bergerak, perhatikan jarum, baca angka di tengah – tengah antara gerakan jarum ke kanan dan ke

kiri.

b) Tinggi badan

• Anak melepaskan alas kaki (sandal atau sepatu).

• Anak berdiri tegak menghadap ke depan dan pastikan punggung, pantat dan tumit menempel pada dinding.

• Turunkan batas atas pengukur sampai menempel pada ubun–ubun. • Membaca angka pada batas tersebut.

Alat pengukuran :

a) Berat badan : Timbangan badan digital merek Camry dengan

ketelitian 0,1 kg

b) Tinggi badan : Microtoise merek GEA dengan ketelitian 0,1 cm

c) Status gizi : Grafik standar pertumbuhan BB/TB WHO 2006

berdasarkan jenis kelamin dan usia

Hasil pengukuran :

Tabel 3.1. Hasil Pengukuran Status Gizi Anak menurut kriteria WHO 2006

Status Gizi BB/TB WHO 2006

Gizi Lebih >+2 SD

Normal +2 SD hingga -2 SD

Gizi kurang <-2 SD

Skala pengukuran : Ordinal

3.2.2. Perkembangan Anak

Definisi : Perkembangan anak adalah proses pematangan fungsi

organ di dalam tubuh yang mendukung anak mempelajari kemampuan– kemampuan

baru. Perkembangan biasanya sejalan dengan pertumbuhan.

Cara pengukuran : Pengamatan dan Wawancara

(10)

Hasil pengukuran :

a) Jumlah jawaban ‘Ya’ = 9 atau 10, perkembangan anak sesuai dengan

tahap perkembangannya (S).

b) Jumlah jawaban ‘Ya’ = 7 atau 8, perkembangan anak meragukan (M).

c) Jumlah jawaban ‘Ya’ = 6 atau kurang, kemungkinan ada penyimpangan

(P).

Skala pengukuran : Ordinal

3.3. Hipotesa

(11)

BAB 4

METODE PENELITIAN

4.1. Jenis Penelitian

Jenis penelitian adalah penelitian analitik dengan rancangan cross sectional

yang menilai hubungan status gizi dengan perkembangan anak yang dinilai dengan

Kuesioner Pra Skrining Perkembangan (KPSP). Dalam studi cross sectional, variabel

independen atau faktor resiko dan tergantung (efek) dinilai secara simultan pada satu

saat, jadi tidak ada follow-up pada studi cross sectional (Sastroasmoro & Ismael,

2011).

4.2. Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian dilakukan di Taman Kanak – Kanak (TK) Kalam Kudus Medan

pada bulan September 2015.

4.3. Populasi dan Sampel 4.3.1. Populasi

4.3.1.1.Populasi Target

Semua anak prasekolah yang berusia di antara 3 - 5 tahun.

4.3.1.2.Populasi Terjangkau

Semua anak prasekolah yang berusia di antara 3 - 5 tahun yang bersekolah di

TK Kalam Kudus Medan pada bulan September 2015.

4.3.2. Sampel

Semua anak prasekolah yang berusia di antara 3 - 5 tahun yang bersekolah di

TK Kalam Kudus Medan yang memenuhi kriteria inklusi dan tidak termasuk dalam

kriteria eksklusi.

4.3.2.1.Teknik Pengambilan Sampel

Teknik pengambilan sampel dilakukan dengan cara consecutive sampling.

(12)

memenuhi kriteria pemilihan dimasukkan dalam penelitian sampai jumlah subjek

yang diperlukan terpenuhi (Sastroasmoro & Ismael, 2011).

4.3.2.2.Estimasi Besar Sampel

Perkiraan besar sampel berdasarkan rumus tunggal untuk estimasi proporsi

suatu populasi

P = proporsi dari keadaan yang akan dicari (dari pustaka)

Q = 1–P

Zα = nilai Z pada tingkat kemaknaan (ditetapkan)

d = tingkat ketepatan absolute yang dikehendaki (ditetapkan)

Sumber : Sastroasmoro & Ismael, 2011

Dari penelitian sebelumnya diambil proporsi dari keadaan yang akan dicari

sebesar 0,183. Tingkat kemaknaan yang digunakan adalah 95% = 1,96 dan tingkat

ketepatan absolut yang dikehendaki adalah 10% = 0,1.

Maka besar sampel anak prasekolah yang diuji adalah

n = (1,96)2(0,183)(1-0,183)

(0,1)2

= 57,44

Dengan menggunakan rumus diatas maka didapat jumlah sampel minimal 58

orang.

4.3.2.3. Kriteria Pemilihan 4.3.2.3.1. Kriteria Inklusi

1. Bersedia menjadi responden

2. Anak berusia 3–5 tahun

(13)

4.3.2.3.2. Kriteria Eksklusi

1. Anak dengan kelainan kongenital

2. Anak dengan cacat fisik maupun mental

3. Anak yang sedang menderita sakit

4.4. Metode Pengumpulan Data 4.4.1. Teknik Pengumpulan Data

Data dalam penelitian ini merupakan data primer, semua data yang diperlukan

diperoleh dari pengukuran berat badan dan tinggi badan sampel secara langsung serta

kuesioner. Kuesioner yang digunakan adalah kuesioner untuk observasi yang berisi

check list pertanyaan – pertanyaan mengenai perkembangan anak. Berat badan dan

tinggi badan diukur untuk menentukan status gizi anak.

4.4.2. Alat Pengumpulan Data

4.4.2.1.Standar Pertumbuhan World Health Organization(WHO) untuk Menilai Status Gizi Anak

Standar pertumbuhan yang digunakan adalah grafik z-score standar

pertumbuhan Berat Badan/Tinggi Badan WHO 2006. Status gizi anak

diklasifikasikan menurut nilai z score hasil pembagian berat badan dengan tinggi

badan anak.

4.4.2.2.Kuesioner Perkembangan Anak

Instrumen yang digunakan adalah kuesioner pra skrining perkembangan

(KPSP). Kuesioner terdiri dari 9 – 10 pertanyaan yang disesuaikan dengan umur

anak. Perkembangan anak yang dinilai terdiri atas gerak kasar, gerak halus, bicara,

dan bahasa, sosialisasi dan kemandirian. Ibu subjek diwawancarai dan subjek diminta

untuk melakukan sesuai instruksi pengamat. Jika anak dapat melakukannya dan

jawaban ibu “iya”maka di check listdi kolom “ya” sedangkan jika anak tidak mampu

(14)

4.5. Pengolahan dan Analisa Data 4.5.1. Pengolahan Data

Setelah data dikumpulkan dari pengukuran berat badan, tinggi badan, dan

kuesioner, dilakukan pengolahan data dengan komputer. Proses pengolahan data

melalui tahap–tahap berikut:

a) Editing dilakukan untuk pengecekan identitas subjek, hasil pengukuran

subjek dan kelengkapan jawaban kuesioner.

b) Coding yaitu mengubah data berbentuk kalimat atau huruf menjadi data

angka atau bilangan.

c) Data entry yaitu data dalam bentuk kode dimasukkan ke dalam program

Statistical Product and Service Solutions (SPSS).

d) Cleaning dilakukan setelah semua data dimasukkan untuk melihat

kemungkinan adanya kesalahan kode atau ketidaklengkapan, kemudian

dilakukan koreksi.

Kemudian data disajikan dalam bentuk tabel distribusi frekuensi.

4.5.2. Analisa Data

a) Analisis univariate (analisa deskriptif)

Menjelaskan atau mendeskripsikan karakteristik setiap variabel

penelitian. Analisis ini menyajikan distribusi frekuensi dan persentasi dari

setiap variabel.

b) Analisis bevariate

Analisis ini dilakukan terhadap dua variabel yang diduga berhubungan

atau berkorelasi. Analisis proporsi atau persentase dengan

membandingkan distribusi silang antara dua variabel yang bersangkutan.

(15)

BAB 5

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 5.1. Hasil Penelitian

Hasil penelitian diperoleh dari pengukuran langsung tinggi badan, berat badan

anak, pengisian pertanyaan pada kuesioner pra skrining perkembangan (KPSP) oleh

wali subjek penelitian dan observasi langsung peneliti terhadap subjek penelitian.

Penelitian ini dilakukan di TK Kalam Kudus Medan Angkatan 2015/2016 pada

tanggal 12 September hingga 19 September 2015. Setelah semua data diperoleh dan

dikumpulkan, dilakukan analisis data untuk menilai hubungan antara status gizi dan

perkembangan anak prasekolah.

5.1.1. Deskripsi Lokasi Penelitian

Lokasi untuk penelitian ini adalah TK Kalam Kudus Medan yang berada di

Jalan Mayang No. 10 A Medan. Gedung sekolah ini merupakan gabungan gedung

tingkat Playgroup (PG), Taman Kanak-Kanak (TK) dan Sekolah Dasar (SD). Lantai

pertama, terdapat ruang administrasi, koperasi, kelas PG, sedangkan pada lantai

kedua, terdapat 3 kelas TK A, 3 kelas TK B dan beberapa kelas SD. Penelitian ini

dilakukan di ruang bermain yang berada di lantai 1.

Siswa-Siswi PG dan TK Kalam Kudus Medan berjumlah 163 orang yang

dibagi menjadi tiga tingkatan kelas yatu PG, TK A dan TK B. Siswa kelas PG

berjumlah 28 orang, kelas TK A berjumlah 63 orang yang dibagi menjadi 3 kelas

masing-masing 21 orang dan kelas TK B dengan jumlah 72 orang yang dibagi

menjadi 3 kelas masing-masing 24 orang. Jumlah siswa yang memenuhi kriteria

inklusi dan dijadikan subjek penelitian berjumlah 58 orang.

5.1.2. Deskripsi Karakteristik Subjek Penelitian

Penelitian ini dilakukan dengan mengukur berat badan, tinggi badan, menilai

(16)

Tabel 5.1. Tabel Distribusi Sosiodemografi Subjek Penelitian

Karakteristik Frekuensi Persentasi (%)

Jenis Kelamin

Perempuan 28 48,3

Laki–Laki 30 51,7

Umur

36 Bulan 9 15,5

42 Bulan 10 17,2

48 Bulan 12 20,7

54 Bulan 12 20,7

60 Bulan 15 25,9

Jumlah Saudara

<=2 43 74,1

>2 15 25,9

Status Pendidikan Ibu

SMA 10 17,2

Perguruan Tinggi 48 82,8

Status Kerja Ibu

Tidak Bekerja 28 48,3

Bekerja 30 51,7

Status Pendidikan Ayah

SMA 5 8,6

Perguruan Tinggi 53 91,4

Pekerjaan Ayah

Wiraswasta 45 77,6

Pegawai Negeri 6 10,3

Pegawai Swasta 4 6,9

(17)

Pensiunan 2 3,4

Pendapatan Keluarga

1,5 juta–2,5 juta 3 5,2

>2,5 juta 55 94,8

Total 58 100

Pada tabel 5.1. ditunjukkan bahwa 28 orang (48,3%) subjek penelitian

berjenis kelamin perempuan sedangkan 30 orang (51,7%) berjenis kelamin laki-laki.

Berdasarkan umur, 9 orang (15,5%) subjek penelitian berusia 36 bulan, 10 orang

(17,2%) berusia 42 bulan, 12 orang (20,7%) berusia 48 bulan, 12 orang (20,7%)

berusia 54 bulan dan 15 orang (25,9%) berusia 60 bulan. Subjek penelitian dengan

jumlah 43 orang (74,1%) memiliki jumlah saudara <=2 dan hanya 15 orang (25,9%)

yang memiliki jumlah saudara >2.

Untuk status pendidikan Ibu, hanya 10 orang (17,2%) tamatan sekolah

menengah atas (SMA) dan sisanya 48 orang (82,8%) adalah tamatan perguruan tinggi

(PT). Dari 58 orang subjek penelitian terlihat penyebaran yang rata antara status kerja

ibu yaitu 28 orang (48,3%) yang tidak bekerja dan 30 orang (51,7%) yang bekerja.

Status pendidikan ayah sebagian besar tamatan perguruan tinggi (91,4%) dan

hanya sedikit yang tamatan SMA (8,6%). Mayoritas status pekerjaan ayah subjek

penelitian dengan jumlah 42 orang (72,4%) adalah wiraswasta. Sisanya sebanyak 6

orang (10,3%) adalah pegawai negeri, 4 orang (6,9%) adalah pegawai swasta, 1 orang

(1,7%) adalah rohaniawan, 2 orang (3,4%) tidak bekerja dan 3 orang (5,2%) tidak

diketahui pekerjaannya. Dilihat dari pendapatan keluarga, semua subjek penelitian

memiliki pendapatan keluarga diatas upah minimum regional (UMR) yaitu 3 orang

(5,2%) dengan pendapatan 1,5 juta – 2,5 juta dan sisanya 55 orang (94,8%) dengan

pendapatan >2,5 juta.

Pada tabel 5.2. ditunjukkan bahwa 35 orang (60,3%) subjek penelitian dengan

status gizi normal, sedangkan sisanya sebanyak 15 orang (25,9%) subjek penelitian

(18)

perkembangannya, 38 orang (65,5%) subjek penelitian dengan perkembangan

normal, 15 orang (25,9%) dengane perkembangan meragukan dan hanya 5 orang

(8,6%) dengan perkembangan yang menyimpang.

Tabel 5.2. Tabel Distribusi Status Gizi dan Perkembangan Subjek Penelitian

Karakteristik Frekuensi Persentasi (%)

Status Gizi

Kurang 8 13,8

Normal 35 60,3

Lebih 15 25,9

Perkembangan

Normal 38 65,5

Meragukan 15 25,9

Penyimpangan 5 8,6

Total 58 100,0

5.1.3. Hasil Analisa Data

Setelah data terkumpul, data dimasukkan ke dalam SPSS dan diuji hubungan

antara status gizi dengan perkembangan anak prasekolah dengan uji statisticFisher’s

Exact Test.

Tabel 5.3. Hubungan Status Gizi dengan Perkembangan Anak Prasekolah yang dinilai dengan Kuesioner Pra Skrining Perkembangan (KPSP).

Status

Gizi

Perkembangan

Jumlah p

value Normal Meragukan Penyimpangan

N % N % N % N %

Kurang 1 1,7 5 8,6 2 3,4 8 13,8

0,004

Normal 24 41,4 9 15,5 2 3,4 35 60,3

Lebih 13 22,4 1 1,7 1 1,7 15 25,9

(19)

Untuk mengetahui hubungan antara hubungan status gizi dengan

perkembangan anak prasekolah dibuat tabel kontigensi 3x3, tetapi ternyata ada 5 sel

(55,6%) yang mempunyai nilai ekspektasi kurang dari 5 sehingga tidak memenuhi

syarat dilakukan uji chi square. Oleh karena itu, dilakukan pengujian dengan

menggunakan uji statistik fisher’s exact test .Dari pengujian tersebut, diperoleh hasil

p value = 0,004 (<0,05) yang menunjukkan terdapat hubungan bermakna antara status

gizi dengan perkembangan anak prasekolah.

Pada tabel 5.3. ditunjukkan bahwa 24 orang (41,4%) subjek penelitian dengan

status gizi normal dan perkembangan yang normal, diikuti dengan 9 orang (15,5%)

dengan status gizi normal namun perkembangan meragukan dan 2 orang (3,4%)

dengan status gizi normal namun perkembangan menyimpang.Untuk anak dengan

gizi lebih, ditemukan 13 orang (22,4%) dengan perkembangan normal dan

masing-masing satu orang (1,7 %) dengan perkembangan meragukan dan menyimpang.

Berdasarkan hasil penelitian, anak dengan gizi kurang ditemukan hanya satu orang

(8,6%) dengan perkembangan yang normal, sisanya sebanyak 5 orang (8,6%) dengan

perkembangan meragukan dan 2 orang (3,4%) dengan perkembangan menyimpang.

5.2. Pembahasan

5.2.1. Status Gizi Anak Prasekolah

Hasil penelitian menunjukkan mayoritas siswa-siswi TK Kalam Kudus

memiliki status gizi yang normal (60,3%). Hasil ini sejalan dengan penelitian yang

dilakukan di TK Nurul Huda, Aceh yang menunjukkan 77,4% anak dengan status

gizi yang normal (Junaidi, 2013). Penelitian sebelumnya di Puskesmas Glugur Darat

Medan juga ditemukan 64,9% anak dengan gizi normal (Turnip, Aritonang & Siregar,

2014). Hasil yang sama diperoleh dari survei penilaian status gizi di Kota Depok

yaitu 91,4% anak dengan status gizi normal (Rahmadini, Sudiarti & Utari, 2013).

Penelitian yang dilakukan di Madhya Pradesh, salah satu negara terbelakang di India,

(20)

Pada hasil penelitian ini diperoleh jumlah subjek penelitian dengan gizi lebih

sebanyak 25,9%. Hasil ini sejalan dengan penelitian sebelumnya di TK Kecamatan

Banjarbaru Utara dimana ditemukan 25,6% anak dengan obesitas (Hapisah, 2015).

Hasil tersebut sesuai dengan pernyataan dari World Health Organization (WHO)

bahwa kegemukan pada masa kanak-kanak (childhood obesity) menjadi salah satu

masalah serius dalam bidang kesehatan masyarakat pada abad ke-21 (WHO, 2010)

dan juga sesuai dengan hasil penelitian sebelumnya bahwa prevalensi anak dengan

gizi lebih di negara Asia sebesar 60% dan paling tinggi jika dibandingkan dengan

negara lain (Gupta et al., 2012).

Dari data diperoleh ditunjukkan minoritas subjek penelitian dengan gizi

kurang (13,8 %). Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan di Desa Wonosari,

Mojokerto dimana ditemukan hanya 12 anak (23,5%) dengan status gizi kurang

(Khasanah, 2014). Hasil yang sama juga diperoleh dari penelitian Kabupaten

Karanganyar, hanya ditemukan 28% anak dengan status gizi kurang (Alboneh, 2013).

Penelitian di TK GMIM Solafide Kelurahan Uner Kecamatan Kawangkoan Induk

Kabupaten Minahasa juga menunjukkan minoritas anak dengan gizi kurang (14,3%)

(Kasenda, Sarimin & Obnibala, 2015).

5.2.2. Perkembangan Anak Prasekolah

Dari data yang diperoleh, ditemukan mayoritas subjek penelitian dengan

perkembangan yang normal (65,5%). Hasil yang sama diperoleh dari penelitian yang

dilakukan di Taman Kanak-Kanak Kecamatan Passi Timur Kabupaten Bolaang

Mongondow, Sulawesi Utara dimana 73,4 anak memiliki perkembangan yang

sesuai/normal (Moonik, Lestari & Wilar, 2015). Penelitian di Taman Kanak-Kanak

dan PAUD di Kecamatan Klojen Kotamadya Malang juga memperoleh hasil

mayoritas anak dengan perkembangan normal (95,1%) (Ariani & Yosoprawoto,

2012). Hasil sejalan juga diperoleh dari penelitian di TK ABA 1 Lamongan dimana

(21)

Namun hasil ini bertentangan dengan hasil penelitian di Puskesmas Cukir

Kabupaten Jombang dimana ditemukan mayoritas anak dengan perkembangan

meragukan (47,1%) (Hayu, Amalia & Kurniati, 2013). Hal ini dikarenakan subjek

penelitian tersebut merupakan balita dengan gizi kurang dan memiliki status ekonomi

rendah dengan penghasilan orang tua dibawah UMR sedangkan untuk perkembangan

anak yang baik dibutuhkan kesehatan dan gizi yang baik dari ibu hamil, bayi dan

anak prasekolah (Fida & Maya, 2012). Penelitian sebelumnya di Taman

Kanak-Kanak GMIM Baithani Koha juga memperoleh hasil bahwa terdapat hubungan yang

bermakna antara pendapatan keluarga dengan status gizi anak (Bunaen, Wahongan &

Onibala, 2013).

Dari data yang diperoleh ditunjukkan bahwa 5 dari 9 subjek penelitian

berumur 3 tahun mengalami perkembangan meragukan/menyimpang sedangkan

hanya 4 dari 15 subjek penelitian berumur 5 tahun yang mengalami perkembangan

meragukan/menyimpang. Hal tersebut menunjukkan bahwa semakin besar umur

anak, rasio anak yang mengalami perkembangan meragukan/menyimpang semakin

kecil. Hasil ini sesuai dengan penelitian sebelumnya di Taman Kanak-Kanak dan

PAUD di Malang yang menyatakan bahwa faktor umur anak merupakan salah satu

resiko terjadinya gangguan tumbuh kembang anak dengan diperoleh hasil

keterlambatan perkembangan anak lebih banyak ditemukan pada usia muda (Ariani &

Yosoprawoto, 2012).

5.2.3. Hubungan Status Gizi dengan Perkembangan Anak Prasekolah

Setelah dilakukan pengambilan data pada 58 subjek penelitian dan pengolahan

data dengan uji statistik fisher’s exact test, diperoleh hasil nilai p value = 0.004

(p<0.05) yang menunjukkan adanya hubungan antara status gizi dengan

perkembangan anak prasekolah. Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian

sebelumnya di Jepara dengan p value =0.001 menunjukkan adanya hubungan antara

(22)

Dari data yang diperoleh, ditemukan mayoritas subjek penelitian memiliki

status gizi dan perkembangan yang normal (41,4%). Hasil ini sejalan dengan

penelitian yang dilakukan di TK Al-Aqsha Desa Bangun Kecamatan Pungging

Kabupaten Mojokerto, 60,5% subjek penelitian memiliki status gizi dan

perkembangan normal (Afita, 2015). Penelitian di Puskesmas Purwantoro 1 Wonogiri

juga memperoleh hasil yang sama, sebesar 56% anak memiliki status gizi dan

perkembangan normal (Dewi & Arini, 2011).

Hasil penelitian menunjukkan 7 dari 8 subjek penelitian dengan gizi kurang

memiliki perkembangan yang meragukan/menyimpang dimana 5 orang (8,6%)

dengan perkembangan meragukan dan 2 orang (3,4%) dengan perkembangan

menyimpang. Penelitian yang dilakukan di Desa Tahunan Kabupaten Jepara juga

memperoleh hasil bahwa anak dengan gizi kurang semua mengalami perkembangan

yang meragukan/menyimpang (14%) (Dewi, 2011). Hasil serupa diperoleh penelitian

yang dilakukan di desa Sukojember Kecamatan Jelbuk Kabupaten Jember, 67,9%

anak dengan status bawah garis merah memiliki perkembangan yang

meragukan/menyimpang (67,9%) (Arifah, Rahmawati & Dewi, 2013). Namun hasil

penelitian ini bertentangan dengan hasil penelitian di Puskesmas Purwantoro 1

Wonogiri, 14 dari 24 anak dengan gizi kurang/buruk memiliki perkembangan yang

normal. Hal ini dikarenakan pada penelitian tersebut ditemukan adanya pengaruh

orang tua dalam memberikan stimulasi melalui sarana permainan (Dewi & Arini,

2011).

Berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh, mayoritas subjek penelitian

dengan gizi lebih memiliki perkembangan yang baik (22,4%). Hasil ini bertentangan

dengan penelitian yang dilakukan di Jepara dimana semua anak dengan gizi lebih

(4,3%) memiliki perkembangan yang meragukan/menyimpang (Dewi, 2011). Adanya

variasi dari hasil penelitian yang diperoleh disebabkan karena status gizi yang bukan

satu-satunya faktor yang mempengaruhi perkembangan anak.

(23)

dan lingkungan, merupakan faktor penting yang mempengaruhi perkembangan anak

selain status gizi (Henningham & Boo, 2010). Komponen utama dalam program

stimulasi anak adalah bermain karena anak-anak kebanyakan belajar melalui bermain

(UNICEF, 2012).. Dari penelitian sebelumnya, diperoleh hasil positif hubungan

antara alat permainan edukatif dengan perkembangan anak prasekolah dimana

perkembangan 14 dari 17 anak menjadi normal setelah stimulasi dengan permainan

tersebut (Sain, Ismanto & Babakal, 2013). Selain itu, pola asuh orang tua juga

mempengaruhi perkembangan anak, dari penelitian sebelumnya 7 dari 8 anak dengan

pola asuh orang tua otoriter memiliki perkembangan yang meragukan.menyimpang

(Rini & Nikmah, 2013). Hasil yang sama diperoleh dari penelitian di Kota

Banjarmasin dimana 67,2% anak dengan pola asuh orang tua yang baik, memiliki

perkembangan yang normal (Hapisah & Rusmilawaty, 2015).

Berdasarkan pernyataan di atas dapat disimpulkan bahwa selain status gizi

mempengaruhi perkembangan anak, terdapat juga beberapa faktor lain yang harus

(24)

BAB 6

KESIMPULAN DAN SARAN 6.1. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh, dari 58 subjek penelitian yang

diteliti ditemukan mayoritas subjek penelitian dengan status gizi dan perkembangan

normal dengan jumlah 24 orang (41,4%). Selain itu, diantara subjek penelitian

dengan status gizi normal ditemukan 9 orang (15,5%) dengan perkembangan

meragukan dan 2 orang (3,4%) dengan perkembangan menyimpang Dari 15 orang

subjek penelitian (25,9%) dengan gizi lebih, ditemukan 13 orang (22,4%) dengan

perkembangan normal dan masing-masing satu orang (1,7 %) dengan perkembangan

meragukan dan menyimpang. Sedangkan dari 8 orang (13,8%) subjek penelitian

dengan gizi kurang ditemukan hanya satu orang (8,6%) dengan perkembangan yang

normal, sisanya sebanyak 5 orang (8,6%) dengan perkembangan meragukan dan 2

orang (3,4%) dengan perkembangan menyimpang.

Berdasarkan uji statistik yang telah dilakukan, diperoleh hasil bahwa adanya

hubungan yang bermakna antara status gizi dengan perkembangan anak prasekolah (p

value = 0,004).

6.2. Saran

6.2.1. Bagi Masyarakat

Diharapkan bagi ibu yang memiliki anak prasekolah agar memeriksakan

pertumbuhan dan perkembangan anaknya secara rutin, memberikan stimulasi dengan

alat permainan yang edukatif dan mengembangkan pola asuh yang baik kepada anak

agar anak dapat tumbuh kembang secara optimal.

6.2.2. Bagi Peneliti yang Lain

Diharapkan dapat mempertimbangkan faktor lain seperti faktor stimulasi

(25)

kerja sama yang baik dengan wali subjek penelitian serta melakukan pendekatan

dengan subjek penelitian.

6.2.3. Bagi Pelayanan Kesehatan

Diharapkan dapat memberikan penyuluhan kepada ibu yang memiliki anak

prasekolah tentang kebutuhan gizi dan tumbuh kembang anak untuk menurunkan

kejadian kurang gizi dan perkembangan yang tidak normal.

6.2.4. Bagi Instansi Pendidikan

Diharapkan dapat meningkatkan kegiatan bermain yang dapat menstimulasi

perkembangan anak. Jika terdapat anak dengan status gizi dan perkembangan yang

(26)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Status Gizi

2.1.1. Definisi

Nutrisi adalah proses pencernaan, absorbsi, distribusi, dan metabolisme

nutrien, serta ekskresi zat sisa yang tidak dibutuhkan tubuh. Nutrien adalah zat kimia

yang ada dalam makanan dan digunakan tubuh untuk menghasilkan energi,

mendukung pertumbuhan, dan memperbaiki jaringan tubuh yang rusak serta

mengurangi resiko terserang penyakit. Nutrien terdiri atas makronutrien dan

mikronutrien. Makronutrien adalah lemak, protein, dan karbohidrat yang dibutuhkan

dalam proses fisiologis tubuh sedangkan mikronutrien adalah vitamin dan mineral

yang walaupun hanya dalam jumlah yang kecil tetap diperlukan tubuh (Rolfes, Pinna

& Whitney, 2012).

Status gizi adalah keadaan tubuh sebagai akibat konsumsi makanan dan

penggunaan zat gizi dan dibedakan atas gizi buruk, kurang, baik, dan lebih

(Almatsier, 2009). Malnutrisi diakibatkan oleh kelebihan atau kekurangan nutrien

yang menyebabkan ketidakseimbangan nutrien. Undernutrition adalah keadaan

kekurangan nutrien seperti underweight, stunting, dan wasting sedangkan

overnutrition adalah keadaan kelebihan nutrien (Rolfes, Pinna & Whitney, 2012).

2.1.2. Faktor yang Mempengaruhi Status Gizi 2.1.2.1.Faktor Primer

Kuantitas dan kualitas susunan makanan seseorang yang salah yang

disebabkan oleh kurangnya penyediaan pangan, kurang baiknya distribusi pangan,

kemiskinan, ketidaktahuan, kebiasaan makan yang salah, dan sebagainya (Almatsier,

(27)

2.1.2.2.Faktor Sekunder

Berat badan lahir rendah memiliki resiko terjadinya gizi kurang dan lebih

mudah terserang penyakit (Sultan, 2014).

Semua faktor yang menyebabkan zat - zat gizi tidak sampai di sel - sel tubuh

setelah makanan dikonsumsi, terdiri atas:

a) Faktor yang menyebabkan gangguan pencernaan, seperti gigi-gerigi yang

tidak baik, kelainan struktur saluran cerna, dan kekurangan enzim.

b) Faktor yang menganggu absorpsi zat gizi, seperti adanya parasit,

penggunaan laksan/obat pencuci perut, dan sebagainya.

c) Faktor yang mempengaruhi metabolisme dan utilisasi zat gizi, seperti

penyakit hati, diabetes melitus, kanker, penggunaan obat-obat tertentu,

minuman beralkohol, dan sebagainya.

d) Faktor yang mempengaruhi ekskresi, seperti yang menyebabkan banyak

kehilangan zat gizi yaitu banyak kencing (polyuria), banyak berkeringat,

dan penggunaan obat-obat (Almatsier, 2009).

2.1.3. Masalah Kesehatan Akibat Malnutrisi 2.1.3.1.Gizi Lebih

Gizi lebih menyebabkan kegemukan dan obesitas. Kelebihan energi yang

dikonsumsi disimpan dalam jaringan dalam bentuk lemak (Almatsier, 2009). Anak

yang gemuk meningkatkan resiko terjadinya obesitas di masa dewasa. Komplikasi

dari kegemukan dari anak-anak dapat berlanjut hingga usia dewasa dan menyebabkan

berbagai penyakit komorbid (Gahagan, 2011).

Tabel 2.1. Penyakit Komorbid Akibat Obesitas Kardiovaskuler Dislipidemia dan Hipertensi

Endokrin Diabetes melitus tipe 2, sindrom metabolik, dan Polycystic

ovary syndrome

Gastrointestinal Penyakit kantung empedu dan Nonalcoholic fatty liver disease

(28)

Neurologis Pseudotumor cerebri

Ortopedi/Tulang Blount disease (tibia vara), gangguan muskuloskeletal, dan

Slipped capital femoral epiphysis

Psikologikal Gangguan sifat (Behavioral Complication)

Paru–paru Asma dan Obstructive Sleep Apnea

Sumber : Gahagan, 2011

2.1.3.2.Gizi Kurang

Pada anak balita, resiko gizi kurang meningkat seiring dengan kebutuhan

nutrisi dan nafsu makan yang berkurang serta muncul sifat memilih –milih makanan

(Gahagan, 2011). Akibat gizi kurang dapat menyebabkan terganggunya:

a) Pertumbuhan

Kekurangan makronutrien menyebabkan anak pendek dan berat badan

rendah (Black & Dewey, 2014). Selain itu, kekurangan protein sebagai zat

pembakar menyebabkan otot-otot menjadi lembek dan rambut mudah

rontok.

b) Produksi tenaga

Energi dibutuhkan anak untuk keperluan metabolisme basal,

pertumbuhan, dan aktifitas (Soetjiningsih & Suandi, 2008).

c) Pertahanan tubuh

Sistem imunitas dan antibodi berkurang sehingga mudah terserang

penyakit seperti pilek, batuk, dan diare. Hal ini dapat menyebabkan

kematian pada anak (Almatsier, 2009).

d) Struktur dan fungsi otak

Perkembangan berbagai organ tubuh termasuk otak memerlukan

nutrisi yang adekuat. Kekurangan mikronutrien dan makronutrien (asam

lemak esensial) berpengaruh terhadap perkembangan otak. Nutrien

diperlukan untuk membuat sel saraf baru, pertumbuhan axon dan dendrit,

(29)

neurotransmitter, dan pemeliharaan jaringan otak (Prado & Dewey,

2012). Kekurangan gizi dapat berakibat terganggunya fungsi otak secara

permanen yang akan berpengaruh pada perkembangan anak.

e) Perilaku

Anak yang kekurangan gizi menunjukkan perilaku tidak tenang,

mudah tersinggung, cengeng, dan apatis (Almatsier, 2009).

2.1.4. Penilaian Status Gizi Anak 2.1.4.1.Cara Penilaian Status Gizi Anak

a) Penilaian asupan makanan

Untuk evaluasi kuantitatif asupan makanan digunakan riwayat asupan

makanan 3 - 5 hari. Metode ini menunjukkan asupan makanan sehari –

hari sehingga dapat dinilai defisiensi nutrien dari asupan makanannya

ataupun hubungan antara makanan dengan kondisi tubuh (Kleinman &

Greer, 2014).

Metode yang paling akurat dalam memperkirakan total asupan energi

pada anak usia 4 – 11 tahun adalah 24 - hour multiple pass recall

(Burrows, Martin & Collins. 2014).

Angka Kecukupan Gizi yang dianjurkan (AKG) adalah taraf konsumsi

zat–zat gizi esensial, yang berdasarkan pengetahuan ilmiah dinilai cukup

untuk memenuhi kebutuhan hampir semua orang sehat (Almatsier, 2009).

Tabel 2.2. Angka Kecukupan Energi, Protein, Lemak, Karbohidrat, Serat, dan Air yang dianjurkan untuk orang Indonesia (perorang perhari)

(30)

Inspeksi berguna untuk menilai perubahan tubuh yang signifikan

seperti edema, dehidrasi, lemak subkutan yang berlebih atau tidak

adekuat, dan massa otot. Selain itu, dilakukan penilaian gejala klinis dari

defisien nutrien tertentu namun gejalanya tidak spesifik/khas.

c) Penilaian pertumbuhan

Pengukuran antropometri digunakan untuk menilai pertumbuhan.

• Pengukuran panjang badan dan tinggi badan

Untuk anak diatas 2 tahun diukur tinggi badan dengan stadiometer,

microtoise, dan tinggi duduk. Untuk anak > 2 tahun, pada saat

pengukuran anak melepas alas kaki, berdiri tegak dengan kedua

telapak kaki membentuk sudut 60 derajat, dan menghadap kedepan. • Pengukuran berat badan

Berat badan diukur dengan menggunakan timbangan

elektronik/injak. Pada saat pengukuran, pastikan alat ukur pada angka

0, anak memakai baju dalam (minimal) dan melepas alas kaki.

• Lingkar lepala

Lingkar Kepala digunakan untuk menilai pertumbuhan otak dan

untuk mendeteksi hidrosefalus. Pengukuran dari supraorbital ridges

mengelilingi kepala melewati occipital. Batas penggunaan parameter

ini adalah lahir–3 tahun.

Body Mass Index (BMI) dan lingkar lengan atas

BMI dihitung dengan cara berat badan dibagi kuadrat tinggi badan

(kg/cm2). Lingkar lengan atas sebagai indikator pertumbuhan jaringan

lunak (otot, tendon, dan ligamen). Pengukuran dilakukan di tengah

acromion (bahu) dan olecranon (siku) (Kleinman & Greer, 2014).

Pengukuran BMI dan lingkar lengan atas untuk indeks jaringan lemak

anak namun keakuratannya masih perlu didiskusikan (Batubara,

(31)

d) Komposisi tubuh

Memberikan informasi tentang fat (lemak), lean mass, dan

kompartemen jaringan tulang. Lemak sebagai indikator cadangan energi,

gizi kurang, dan gizi lebih. Lean mass terdiri dari organ dan otot rangka

sebagai indikator kadar protein dalam tubuh. Tulang sebagai tempat

penyimpanan kalsium dan pertumbuhan tulang pada masa balita penting

sebagai indikator kesehatan rangka tubuh. Namun, berbagai metode

penilaian komposisi tubuh belum standarisasi.

e) Laboratorium

Pemeriksaan laboratorium untuk status gizi adalah pemeriksaan status

darah (hematokrit dan hemoglobin) dan protein (kadar albumin, protein

visceral yang disintesis hati, asam amino esensial, 3-methyl histidine,

kreatinin, dan hydroxyproline). Pemeriksaan nutrien spesifik berguna

untuk menilai status gizi seseorang, tapi kegunaanya terbatas karena

variasi nilai normal dan metode penilaian yang sulit (Kleinman & Greer,

2014).

Secara global, untuk menilai status gizi di tingkat populasi direkomendasikan

penilaian pertumbuhan dengan menggunakan pengukuran antroprometri yaitu tinggi

badan dan berat badan (Batubara, 2005).

Penentuan status gizi dilakukan berdasarkan berat badan (BB) menurut

panjang badan (PB) atau tinggi badan (TB) (BB/PB atau BB/TB). Grafik

pertumbuhan yang digunakan sebagai acuan adalah grafik z-score standar

pertumbuhan WHO 2006 untuk anak kurang dari 5 tahun (Sjarif et al., 2011).

BB/TB sebagai indikasi masalah gizi yang sifatnya akut (diare) dan

malabsorpsi. Pengukuran ini menunjukkan status nutrisi anak yang lebih lengkap

(32)

2.1.4.2.Interpretasi Status Gizi

Tabel 2.3. Penentuan status gizi menurut kriteria WHO 2006

Status Gizi BB/TB WHO 2006

Obesitas >+3 SD

Overweight >+2 hingga +3 SD

Normal +2 SD hingga -2 SD

Gizi kurang <-2 SD hingga -3 SD

Gizi buruk <-3 SD

Sumber : WHO, 2006

2.2. Perkembangan Anak 2.2.1. Definisi

Perkembangan merupakan sederetan perubahan fungsi organ tubuh yang

berkelanjutan, teratur, dan saling berkait. Perkembangan terjadi secara simultan

dengan pertumbuhan. Perkembangan merupakan hasil interaksi kematangan susunan

saraf pusat dengan organ yang dipengaruhinya, yang meliputi perkembangan sistem

neuromuskular, bicara, emosi, dan sosial (Suganda, 2008).

2.2.2. CiriCiri Perkembangan Anak a) Perkembangan melibatkan perubahan

Karena perkembangan terjadi bersamaan dengan pertumbuhan, maka

setiap pertumbuhan disertai dengan perubahan fungsi.

b) Perkembangan awal menentukan pertumbuhan selanjutnya

Seseorang tidak akan bisa melewati satu tahap perkembangan,

sebelum ia melewati tahapan sebelumnya. Perkembangan awal ini

merupakan masa kritis karena akan menentukan perkembangan

selanjutnya.

c) Perkembangan mempunyai pola yang tetap

Perkembangan fungsi organ tubuh terjadi menurut dua hukum yang

(33)

i. Perkembangan terjadi terlebih dahulu di daerah kepala, kemudian

menuju arah kaudal. Pola ini disebut pola sefalokaudal.

ii. Perkembangan terjadi terlebih dahulu di daerah proksimal (gerakan

kasar) lalu ke bagian distal seperti jari – jari yang mempunyai

kemampuan dalam gerak halus. Pola ini disebut proksimodistal.

d) Perkembangan memiliki tahap yang berurutan

Tahap ini dilalui seorang anak mengikuti pola yang teratur dan

berurutan, tahap-tahap tersebut tidak bisa terjadi terbalik.

e) Perkembangan mempunyai kecepatan yang berbeda

Kaki dan tangan berkembang pesat pada awal masa remaja, sedangkan

bagian tubuh lainnya mungkin berkembang pesat pada masa lainnya.

f) Perkembangan berkorelasi dengan pertumbuhan

Pada saat pertumbuhan berlangsung cepat, perkembangan pun

demikian, terjadi peningkatan mental, ingatan, daya nalar, asosiasi, dll.

(Suganda, 2008)

g) Perkembangan dan belajar berlangsung berkelanjutan sebagai hasil dari

interaksi dengan orang, benda, dan lingkungan di sekitarnya.

Anak sebagai peserta aktif diberi kesempatan membangun

pengetahuannya melalui eksplorasi, interaksi dengan bahan, dan meniru

peran. Kesempatan untuk terlibat aktif dalam kegiatan sehari – hari di

rumah atau di sekolah (Soetjiningsih, 2008).

2.2.3. Perkembangan Anak Prasekolah

Keberhasilan perkembangan anak ditentukan oleh keberhasilan pertumbuhan

dan perkembangan otak (Suganda, 2008).

Usia prasekolah adalah anak dengan usia 3–5 tahun (CDC, 2012). Pada masa

prasekolah terjadi perkembangan otak yang signifikan, yaitu:

(34)

2. Pada umur ke-4, terjadi peningkatan produksi sinaps di korteks otak yang

mendukung plastisitas otak.

3. Pada umur 3 – 6 tahun, terjadi peningkatan aktivitas neuron di bagian

frontal yang berperan dalam konsentrasi dan juga pada hemisfer kiri yang

berperan dalam kemampuan motorik dan berbahasa.

4. Terjadi pertumbuhan fiber yang menghubungkan cerebellum dan korteks,

serta mielinasi yang berfungsi untuk koordinasi motorik dan proses

berpikir.

5. Pada usia 3 - 5 tahun terjadi pembentukan sinaps dan mielinasi dengan

cepat di reticular formation dan hippocampus yang berperan dalam

kesadaran dan memori.

6. Pembentukan sinaps dan mielinasi pada corpus callosum mencapai

puncaknya pada usia 3 - 6 tahun yang berperan dalam koordinasi motorik

dan berpikir (persepsi, perhatian, memori, bahasa, dan pemecahan

masalah) (Berk, 2008).

2.2.3.1.Perkembangan Fisik dan Motorik

Antara usia 2 - 5 tahun, nafsu makan anak menurun dan muncul sifat memilih

– milih makanan sehingga rata – rata pertambahan berat badan anak kira - kira 2 kg

dan tinggi badan 7 cm setiap tahun. Puncak energi fisik dan kebutuhan tidur menurun

sampai 11 – 13 jam/24 jam, biasanya termasuk sekali tidur siang. Ketajaman

penglihatan mencapai 20/30 pada usia 3 tahun dan 20/20 pada usia 4 tahun

(Feigelman, 2011).

Perkembangan motorik terdiri atas dua, yaitu:

a) Motorik kasar adalah gerakan tubuh yang menggunakan otot – otot besar

tubuh. Contohnya melempar dan menangkap bola.

b) Motorik halus adalah gerakan tubuh yang menggunakan otot - otot kecil

(35)

Tabel 2.4. Perkembangan Motorik Balita

Umur Motorik Kasar Motorik Halus

3

Tahun

Berdiri satu kaki selama 3 detik Menggambar lingkaran

Menaiki tangga dengan kaki

bergantian dan tidak berpegangan

Menggunting dengan kurang baik

Mengayuh sepeda roda tiga Merangkai manik-manik pada satu

benang

Berjalan dari heel to toe Membentuk jembatan dengan kubik

Menangkap bola

4

Tahun

Berdiri satu kaki selama 4 - 8 detik Menggambar persegi

Melompat dengan satu kaki 2 - 3

kali

Mengikat tali 1 ikatan

Melompat sejauh 30 - 60 cm Menggunting lingkaran

Bermain congklang Menggunakan tong untuk

memindahkan barang

Melempar Bola Menulis bagian dari nama depan

Menangkap Bola Basket Membentuk pintu dengan kubik

5

Tahun

Turun tangga dengan berpegangan

dan kaki bergantian

Menggambar segitiga

Berdiri satu kaki > 8 detik Menjepit kertas dengan penjepit

Melompat dengan satu kaki 15

kali

Memindahkan barang kecil dengan

penjepit

Bermain lompat tali (skipping) Menggunting dengan baik

Berlari dan melompat sejauh 60

-90 cm

Menulis nama depan

Berjalan mundur dari heel to toe Membentuk tangga sesuai model

Melompat mundur

(36)

2.2.3.2.Perkembangan Bicara dan Bahasa

Perkembangan bahasa paling cepat antara usia 2 - 5 tahun. Pembendaharaan

kata bertambah dari 50 - 100 kata sampai 2.000 lebih. Bahasa adalah barometer yang

kritis antara kemampuan kognitif dan emosi. Keterlambatan bicara menjadi salah satu

tanda terjadinya retardasi mental. Selain itu, bahasa memegang peranan penting

dalam pengaturan perilaku anak (Feigelman, 2011).

Tabel 2.5. Perkembangan Bahasa

Umur Pemahaman bahasa Kemampuan berbahasa

3

Tahun

Menunjuk bagian gambar (mis :

hidung sapi)

Menggunakan > 200 kata

Membentuk kalimat dengan 3 kata

Mengerti arti kata negatif Menggunakan kata ganti dengan baik

Menggelompokkan benda

(makanan , mainan)

75% kata yang diucapkan dapat

dipahami

Menggunakan bentuk kata jamak

Mengetahui nama dan fungsi

bagian tubuh

Menyebut nama bagian tubuh sesuai

fungsinya

Mampu membaca

4

Tahun

Melaksanakan 2 - 3 perintah Menggunakan 300 - 1000 kata

Mampu menunjukkan persamaan

dan perbedaan

Mampu bercerita

Mengerti kata sifat seperti tebal,

tipis dan tajam

100% kata dapat dipahami

Menyebutkan nama dari tindakan

yang dideskripsikan seperti

berenang dan bersepeda

Mampu mengungkapkan perasaan

menggunakan kata yang berhubungan

dengan waktu

5

Tahun

Mengetahui kiri dan kanan tubuh Membentuk kalimat dengan 6 - 8 kata

Mengetahui hal yang berbeda

dalam rangkaian kalimat

(37)

Mengerti kata sifat dengan baik Respon dengan pertanyaan

Memahami kata keterangan

tempat seperti samping, tengah,

ujung, dll.

Mampu bercerita dengan lengkap dari

awal sampai akhir

Menyukai kata yang memiliki

persamaan bunyi seperti topi

-kopi

Menyebutkan nomor telepon

Sumber : Gerber, Wilks & Lalena, 2010

2.2.3.3.Perkembangan Kognitif, Sosial Emosional dan Kemandirian

Periode prasekolah dapat disamakan dengan stadium praoperasional Piaget

yang ditandai dengan magical thinking, egosentris, dan pemikiran yang didominasi

kesadaran (Feigelman, 2011).

Tantangan emosi yang dihadapi anak balita adalah memusatkan perhatian

pada diri sendiri, agresif, muncul rangsangan seksual, berinteraksi dengan lingkungan

orang tua, dan teman sebaya yang lebih luas (Feigelman, 2011)

Tabel 2.6. Perkembangan Kognitif, Sosial Emosional dan Kemandirian Balita

Umur Kemandirian Pemecahan Masalah

(Kognitif)

Sosial Emosional

3

Tahun

makan sendiri mengerti arti panjang

-lebar, besar - kecil,

banyak–sedikit

belajar berbagi

menuangkan air dari

satu wadah ke yang

lain

mengetahui jenis kelamin

dan umurnya

bermain dengan

imajinasi

memakai sepatu tanpa

tali

menunjukkan angka /

huruf sesuai contoh

takut pada benda

yang dihayalkan

melepas kancing menggambar 2 - 3 bagian

tubuh

Dengan kata

(38)

pemikiran orang lain

4

Tahun

pergi ke toilet sendiri menggambar 4 - 6 bagian

tubuh

mulai belajar

berbohong dan takut

dibohongi

menggosok gigi mengetahui 5 - 6 warna mengetahui arti

bahagia, sedih, takut,

dan marah

mengancingkan baju menunjukkan angka /

huruf sesuai yang

dilisankan

memakai baju sendiri menggambar 8 - 10

bagian tubuh

mempunyai

sekelompok teman

makan sendiri berhitung sampai angka

10 secara beurutan

meminta maaf jika

berbuat salah

menggunakan pisau

saat makan

mengetahui 10 warna mengucapkan selamat

kepada orang lain

yang menerima hal

baik membaca 25 kata

mengetahui bunyi huruf

konsonan dan vokal

mengetahui bentuk koin

menghafal dan

menyebutkan huruf/angka

sesuai urutan

(39)

2.2.4. Faktor–Faktor yang Mempengaruhi Tumbuh Kembang Anak

a) Gizi yang adekuat diperlukan untuk tumbuh kembang yang baik (Sultan,

2014). Anak dengan malnutrisi akut memiliki gangguan fungsi kognitif,

tingkat inteligensi yang lebih rendah, dan penyimbangan perilaku.

Sedangkan anak malnutrisi kronik mengalami perkembangan kognitif dan

motorik yang lebih lambat (Prado & Dewey, 2012).

b) Penyakit kronis/kelainan kongenital, seperti tuberkulosa, anemia, kelainan

jantung bawaan mengakibatkan retardasi pertumbuhan jasmani.

c) Lingkungan fisik dan kimia seperti, sanitasi lingkungan yang kurang baik,

kurangnya sinar matahari, paparan sinar radioaktif, dan zat kimia (Pb,

Mercuri, rokok) mempunyai dampak yang negatif terhadap pertumbuhan

anak.

d) Psikologis, seperti hubungan anak dengan orang sekitarnya. Seorang anak

yang tidak dihendaki orang tuanya atau anak yang selalu merasa tertekan

akan mengalami hambatan di dalam pertumbuhan dan perkembangannya.

e) Endokrin, seperti gangguan hormon misalnya pada penyakit hipotiroid

akan menyebabkan anak mengalami hambatan pertumbuhan. Defisiensi

hormon pertumbuhan menyebabkan anak kerdil.

f) Sosio-ekonomi, seperti kemiskinan selalu berkaitan dengan kekurangan

makanan, kesehatan lingkungan yang jelek, dan ketidaktahuan yang akan

menghambat pertumbuhan anak.

g) Lingkungan pengasuhan, seperti interaksi ibu – anak sangat

mempengaruhi tumbuh kembang anak.

h) Stimulasi khususnya dalam keluarga, misalnya menyediakan alat mainan,

sosialisasi anak, perlakuan ibu terhadap perilaku anak, keterlibatan ibu,

dan anggota keluarga lain terhadap kegiatan anak (Suganda, 2008).

Permainan yang dimaksud seperti bermain peran (role play) untuk

(40)

(cooperative play) untuk kemampuan motorik kasar dan menggambar

(skill play) untuk kemampuan motorik halus (Sain, Ismanto & Babakal,

2013).

i) Obat-obatan, seperti pemakaian kortikosteroid jangka lama akan

menghambat pertumbuhan dan obat perangsang susunan saraf pusat

menyebabkan terhambatnya produksi hormon pertumbuhan (Suganda,

2008).

2.2.5. Penilaian Perkembangan Anak dengan Kuesioner Pra Skrining Perkembangan (KPSP)

2.2.5.1.Definisi

Frankenburg dkk mengembangkan prescreening developmental questionnaire

(PDQ) yang dikembangkan dari skrining Denver developmental screening test

(DDST). Formulir PDQ ini telah diterjemahkan dan dimodifikasi oleh tim Kemenkes

RI pada tahun 1996 dan dikenal sebagai Kuesioner Praskrining Perkembangan

(KPSP) (Dhamayanti, 2006).

KPSP digunakan sebagai alat skrining/ pemeriksaan perkembangan anak

untuk mengetahui perkembangan anak normal atau ada penyimpangan (Kemenkes,

2014).

Jadwal skrining/pemeriksaan KPSP rutin adalah setiap 3 bulan untuk umur 3

bulan – 2 tahun dan setiap 6 bulan untuk umur diatas 2 tahun – 6 tahun.

Skrining/pemeriksaan dilakukan oleh tenaga kesehatan, guru Taman Kanan - Kanak

(TK), dan petugas Pendidikan Anak Dini Usia (PADU) terlatih (Kemenkes, 2014).

2.2.5.2.Cara Penilaian Perkembangan Anak dengan KPSP a) Pada waktu pemeriksaan/skrining, anak harus dibawa.

b) Tentukan umur anak dengan menanyakan tanggal bulan dan tahun anak

lahir. Bila umur anak lebih 16 hari dibulatkan menjadi 1 bulan. Contoh :

(41)

bulan 15 hari, dibulatkan menjadi 3 bulan. Setelah menentukan umur

anak, pilih KPSP yang sesuai dengan umur anak.

c) KPSP terdiri ada 2 macam pertanyaan, yaitu:

i. Pertanyaan yang dijawab oleh ibu/pengasuh anak, contoh: “Dapatkah

bayi makan kue sendiri ?”

ii. Perintah kepada ibu/pengasuh anak atau petugas untuk melaksanakan

tugas yang tertulis pada KPSP. Contoh: “Pada posisi bayi anda

telentang, tariklah bayi pada pergelangan tangannya secara

perlahan-lahan ke posisi duduk”.

d) Jelaskan kepada orang tua agar tidak ragu - ragu atau takut menjawab,

oleh karena itu, pastikan ibu/pengasuh anak mengerti apa yang ditanyakan

kepadanya.

e) Tanyakan pertanyaan tersebut secara berturutan, satu persatu. Setiap

pertanyaan hanya ada 1 jawaban, ya atau tidak. Catat jawaban tersebut

pada formulir.

f) Ajukan pertanyaan yang berikutnya setelah ibu/pengasuh anak menjawab

pertanyaan terdahulu.

g) Teliti kembali apakah semua pertanyaan telah dijawab (Kemenkes, 2014).

2.2.5.3.Interpretasi Hasil

a) Hitunglah berapa jumlah jawaban ya.

b) Jawaban ya, bila ibu/pengasuh anak menjawab: anak bisa atau pernah atau

sering atau kadang-kadang melakukannya.

c) Jawaban tidak, bila ibu/pengasuh anak menjawab: anak belum pernah

melakukan atau tidak pernah atau ibu/pengasuh anak tidak tahu.

d) Jumlah jawaban ‘Ya’ = 9 atau 10, perkembangan anak sesuai dengan

tahap perkembangannya (S).

(42)

f) Jumlah jawaban ‘Ya’ = 6 atau kurang, kemungkinan ada penyimpangan

(P) (Kemenkes, 2014).

2.2.5.4.Tindakan Lanjutan dari Hasil KPSP

A. Bila perkembangan anak sesuai umur (S), lakukan tindakan berikut:  Beri pujian kepada ibu karena telah mengasuh anaknya dengan baik.  Teruskan pola asuh anak sesuai dengan tahap perkembangan anak.  Beri stimulasi perkembangan anak setiap saat, sesering mungkin,

sesuai dengan umur dan kesiapan anak.

 Jika anak sudah memasuki usia prasekolah (36-72 bulan), anak dapat diikutkan pada kegiatan di Pusat Pendidikan Anak Dini Usia (PADU),

Kelompok Bermain dan Taman Kanak-kanak.

 Lakukan pemeriksaan/skrining rutin menggunakan KPSP setiap 6 bulan pada anak umur 24 sampai 72 bulan.

B. Bila perkembangan anak meragukan (M), lakukan tindakan berikut:  Beri petunjuk pada ibu agar melakukan stimulasi perkembangan pada

anak lebih sering lagi, setiap saat dan sesering mungkin.

 Ajarkan ibu cara melakukan tindakan intervensi dini berupa stimulasi perkembangan terarah yang dilakukan secara intensif di rumah setiap

hari sekitar 3-4 jam selama 2 minggu, stimulasi perkembangan anak

untuk mengatasi penyimpangan/mengejar ketertinggalannya. Bila anak

terlihat senang dan tidak bosan, waktu intervensi dapat ditambah. Bila

anak menolak atau rewel, intervensi dihentikan dahulu, dilanjutkan

apabila anak sudah dapat diintervensi lagi.

 Lakukan pemeriksaan kesehatan untuk mencari kemungkinan adanya penyakit yang menyebabkan penyimpangan perkembangannya.  Lakukan penilaian ulang KPSP 2 minggu kemudian dengan

menggunakan daftar KPSP yang sesuai dengan umur anak.

(43)

i. Apabila umur anak sesuai dengan jadwal umur skrining (umur 3,

6, 9, 12, 15, 18 bulan dan seterusnya), maka lakukan evaluasi hasil

intervensi dengan menggunakan formulir KPSP sesuai dengan

umur anak.

ii. Apabila umur anak tidak sesuai dengan jadwal umur skrining

(umur 3, 6, 9, 12, 15, 18 bulan dan seterusnya), maka lakukan

evaluasi hasil intervensi dengan menggunakan formulir KPSP

untuk umur yang lebih muda, paling dekat dengan umur anak,

seperti contoh :Anak umur 35 bulan lewat 20 hari, gunakan KPSP

untuk umur 30 bulan.

iii. Bila hasil evaluasi intervensi ada kemajuan artinya jawaban “YA”

9 atau 10, artinya perkembangan anak sesuai dengan umur

tersebut, lanjutkan dengan skrining perkembangan sesuai dengan

umurnya sekarang. Misalnya: umur 35 bulan lewat 20 hari, KPSP

umur 36 bulan.

iv. Bila hasil evaluasi intervensi jawaban “YA” tetap 7 atau 8,

kerjakan langkah-langkah berikut:

• Teliti kembali apakah ada masalah dengan:

• Intensitas intervensi perkembangan yang dilakukan di rumah, apakah sudah dilakukan secara intensif ?

• Jenis kemampuan perkembangan anak yang diintervensi, apakah sudah dilakukan secara tepat dan benar ?

• Cara memberikan intervensi, apakah sudah sesuai dengan petunjuk dan nasihat tenaga kesehatan ?

• Lakukan pemeriksaan fisik yang teliti, apakah ada masalah gizi?, penyakit pada anak?, kelainan organ-organ terkait?

(44)

• Bila ada masalah gizi atau anak sakit, tangani kasus tersebut sesuai pedoman/standar tatalaksana kasus yang ada di tingkat

pelayanan dasar seperti Manajemen Terpadu Balita Sakit

(MTBS), tatalaksana gizi buruk, dan sebagainya.

• Bila intervensi dilakukan tidak intensif, kurang tepat, atau tidak sesuai dengan petunjuk/nasihat tenaga kesehatan, sekali lagi,

ajari orang tua dan keluarga cara melakukan intervensi

perkembangan yang intensif yang tepat dan benar. Bila perlu

dampingi orang tua/keluarga ketika melakukan intervensi pada

anaknya.

vi. Kemudian lakukan evaluasi hasil intervensi yang ke-2 dengan

cara yang sama, jika:

• Bila kemampuan perkembangan anak ada kemajuan, berilah pujian kepada orang tua dan anak. Anjurkan orang tua dan

keluarga untuk terus melakukan intervensi di rumah dan

kontrol kembali pada jadwal umur skrining berikutnya. • Bila kemampuan perkembangan tidak ada kemajuan tetap 7

atau 8 maka berarti ada penyimpangan perkembangan anak (P),

dan anak perlu segera dirujuk ke rumah sakit yang memiliki

tenaga dokter spesialis anak, kesehatan jiwa, rehabilitasi

medik, psikolog dan ahli terapi (fisioterapis, terapis bicara, dan

sebagainya).

C. Bila tahapan perkembangan terjadi penyimpangan (P), lakukan tindakan

berikut:

 Rujukan ke Rumah Sakit dengan menuliskan jenis dan jumlah penyimpangan perkembangan (gerak kasar, gerak halus, bicara &

(45)

Gambar

Tabel 3.1. Hasil Pengukuran Status Gizi Anak menurut kriteria WHO 2006
Tabel 5.1. Tabel Distribusi Sosiodemografi Subjek PenelitianKarakteristik
Tabel 5.3. Hubungan Status Gizi dengan Perkembangan Anak Prasekolah yangdinilai dengan Kuesioner Pra Skrining Perkembangan (KPSP).Perkembanganp
Tabel 2.2.Angka Kecukupan Energi, Protein, Lemak, Karbohidrat, Serat, dan Airyang dianjurkan untuk orang Indonesia (perorang perhari)
+4

Referensi

Dokumen terkait

Sistem ekonomi indonesia adalah suatu aturan dan tata cara untuk mengatur perilaku masyarakat dalam melakukan kegiatan ekonomi untuk meraih suatu

Mengembangkan manajemen pengetahuan melalui kemitraan dengan ITB dalam rangka meningkatkan kualitas sistem perencanaan. meningkatkan

The National Notifiable Disease Reporting System (NNDRS) collects basic information for all JE cases. Detailed epidemiological and laboratory testing results of JE

Cluster remapping : Jika ada kegagalan dalam transaksi I/O pada disk , secara otomatis akan mencari cluster baru yang tidak rusak, lalu menandai alamat cluster

Aspek yang diobservasi jenis dan jumlahnya dapat berubah sesuai dengan kemampuan guru dalam

[r]

Sasaran utama yang diharapkan sebagai tujuan dari kegiatan Penelitian Tindakan Kelas ini adalah meningkatnya hasil belajar siswa dalam pembelajaran IPA di Kelas V Sekolah

[r]