• Tidak ada hasil yang ditemukan

Konflik Elit Gerakan Aceh Merdeka

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Konflik Elit Gerakan Aceh Merdeka"

Copied!
87
0
0

Teks penuh

(1)

pimpinan. Maka hal ini yang membuat para pimpinan tidak memberikan celah untuk para mantan panglima wilayah melakukan hal-hal yang diluar keinginannya, bahkan pasca rapat tersebut para pimpinan tidak pernah berjumpa lagi dengan para mantan panglima wilayah.

Pertanyaan : Kenapa para pimpinan tidak menjaga komunikasi dengan para mantan panglima wilayah tersebut?? Harus diakui mereka yang menjadi ujung tombak perjuangan GAM dulu. Apakah hal ini tidak dipertimbangkan pimpinan??

Jawaban : hal ini tidak menjadi pertimbangan pimpinan karena menurut pimpinan mereka melihat pergerakan para mantan panglima wilayah tersebut kearah akan menaikkan kembali Irwandi Yusuf untuk periode kedua ditahun 2011. Pimpinan juga mengatakan bahwa para mantan panglima wilayah yang menolak nama tadi ialah orang-orang yang sering diberikan proyek oleh Irwandi Yusuf. Sehingga dari itu tertutuplah komunikasi pimpinan dengan para mantan panglima wilayah.

Pertanyaan : Terkait dengan Qanun independen, saya melihat Partai Aceh terlalu berlebihan dalam meresponnya, apakah ini bertujuan untuk menjegal Irwandi Yusuf pesaing kuat dari kandidat yang dipilih pimpinan??

(2)

Lampiran Wawancara 2 : Irwansyah

Pertanyaan : Apa yang membuat para mantan panglima wilayah yang juga ketua partai aceh kabupaten/kota menolak nama calon gubernur dan wakil gubernur dari partai aceh tahun 2011 tersebut?? Sehingga para mantan panglima diisukan durhaka telah melawan orang tua sendiri.

Jawaban : Kami para mantan panglima wilayah menolak nama tersebut karena bukan dari hasil musyawarah besar Partai Aceh yang diatur sesuai AD/ART Partai Aceh dan kami juga tidak mengetahui apa pertimbangan pimpinan terkait kedua nama tersebut didalam rapat. Kami juga menolak hal ini karena sebelumnya Muzakkir Manaf pernah berjanji akan membahas secara bersama terkait calon gubernur dan wakil gubernur yang nantinya akan diusung. Pada saat rapat itu juga kami menyarankan agar para pimpinan jangan terjun langsung pada politik praktis tetapi lebih focus pada menjaga implementasi MOU Helsinki Finlandia.

Pertanyaan : Menurut pendapat para mantan panglima, pimpinan mana yang menjadi tokoh kunci akan kedua nama tersebut?? Selanjutnya usaha apa yang dilakukan oleh para mantan panglima wilayah??

(3)

kami mendukungnya dengan posisi Muzakkir Manaf menjadi Gubernur dan untuk Wakil Gubernur nanti akan kita sepakati bersama. Namun hal tersebut juga tidak disetuji pimpinan dan komunikasi pun semakin memburuk dikalangan elite Gerakan Aceh Merdeka.

Lampiran Wawancara 3 : Muharram Idris (Aceh Raya)

Pertanyaan : Alasan anda menolak nama Dr. Zaini Abdullah dan Muzakkir manaf sebagai calon Gubernur dan Wakil Gubernur dari Partai Aceh?? Ada kabar bahwa para mantan panglima wilayah yang menolak kedua nama tersebut salah satunya anda, merupakan pro Irwandi??

Jawaban : Saya menolak karena bukan dari hasil keputusan bersama kedua nama tersebut, yang saya katakan ini hak karena saya Ketua Partai Aceh Kabupaten Aceh Besar dan juga berdasarkan AD/ART Partai Aceh. Kalau berbicara secara sejarah saya yang dulu berdiri didepan berperang dengan aparat TNI dan POLRI dengan mengorbankan seluruh harta benda, jiwa raga, istri, anak, dan keluarga. Para pimpinan tersebut saya jamin tidak pernah digigit nyamuk hutan. Menurut peneliti siapa yang lebih berhak?? Tolong hargai suara kami. Sewaktu Hasan Tiro masih hidup, beliau sangat menjaga suara dari para panglima wilayah, Hasan Tiro juga tidak pernah menuntut apa-apa sewaktu telah berdamai dengan NKRI, yang beliau minta hanya sejahterakan masyarakat Aceh, rakyat Aceh harus sekolah, harus sehat, tidak boleh kelaparan dan bertaqwa pada ALLAH SWT.

(4)

bertemu Mualem dihotel OASIS, saya dan teman-teman yang lain sepakat mendukung Muzakkir Manaf menjadi calon Gubernur dari Partai Aceh.

Lampiran Wawancara 4 : Sayed Mustafa Usab (Koor GAM Barat-Selatan) Pertanyaan : Sebagai salah satu tokoh GAM yang cukup senior, bagaimana pendapat bapak terkait konflik yang terjadi dikalangan elit GAM terkait penentuan calon Gubernur dan Wakil Gubernur dari Partai Aceh tahun 2011-2012??

Jawaban : Pergesekan yang terjadi dikalangan elit Gerakan Aceh Merdeka tersebut merupakan hal lama namun baru tampak terlihat fulgar pada pemilukada tahun 2012 lalu. Sekedar mengingatkan kembali pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur Aceh tahun 2006 sebenarnya kejadian ini sama, tiba-tiba ada instruksi dari pimpinan Gerakan Aceh Merdeka mendukung pasangan Hasbi Abdullah dan Humam Hamid tanpa melalui mekanisme rapat atau musyawarah. Sedangkan sebelumnya seluruh eks Kombatan GAM telah menyetujui mendukung pasangan Drh. Irwandi Yusuf dan Muhammad Nazar dikarenakan elit-elit GAM yang lain terutama dari kaum tua tidak niatan untuk mendapatkan posisi tersebut dan mantan Panglima GAM Muzakir Manaf tetap mendukung pasangan Drh. Irwandi Yusuf dan Muhammad Nazar.

Lampiran Wawancara 5 : Ilham Saputra (Wakil Ketua KIP Aceh)

Pertanyaan : Sebagai lembaga yang menyelenggarakan pemilu di Aceh, bagaimana pendapat saudara terkait konflik elite GAM yang terjadi tahun 2011-2012??

(5)
(6)

MAKLUMAT KPA DAN PARTAI ACEH

S e h u b u n g a n d e n g a n p e l a k s a n a a n P i l k a d a A c e h , P a r t a i A c e h t e l a h mendeklarasikan satu pasangan calon Gubernur, 11 calon pasangan Bupati da n 4 p a s a n g a n c a l o n W a l i K o t a . k a m i m e n g e luarkan maklumat, sbb:

M A K L U M A T

1. Kepada seluruh anggota Komite Peralihan Aceh (KPA) dan Partai Aceh agar bersatu padu dalam wadah resmi organisasi KPA dan Partai Aceh untuk melaksanakan perjuangan dan perdamaian.

2. Sikap politik KPA dan Partai Aceh adalah hanya memberi dukungan kepada para kandidat yang mencalonkan diri dari Partai Aceh. KPA dan P a r t a i A c e h s a m a s e k a l i t i d a k m e m b e r i d u k u n g a n k e p a d a c a l o n perseorangan (independen) manapun juga.

3. Semua Anggota KPA dan Partai Aceh segera memperkuat jamaah dan berkoordinasi dengan Pengurus KPA dan Partai Aceh di wilayah masing masing untuk menyukseskan kandidat dari Partai Aceh. 4. Semua Anggota KPA/PA wajib melaksanakan garis perjuangan

politik Partai Aceh. Mereka yang tidak mematuhi maklumat ini, Komando Pusat KPA dan Ketua Partai Aceh akan mengambil tindakan sesuai dengan aturan dan AD/ART organisasi/Partai Aceh. 5. Proses reformasi internal ditubuh KPA dan PA sesungguhnya

telah dimulai sejak KPA dan PA mencalonkan secara resmi untuk mengusung p a s a n g a n d r . H . Z a i n i A b d u l l a h d a n M u z a k i r M a n a f s e b a g a i c a l o n gubernur dan wakil gubernur. Sebagai akibat dari proses ini, Pimpinan Organisasi telah dan tetap menindak mereka yang tidak lagi mematuhi nilai-nilai perjuangan dan tuntutan organisasi. Perbaikan internal adalah sebagai bentuk penguatan ideologi dan nilai-nilai perjuangan organisasi serta bentuk pertanggungjawaban KPA dan PA terhadap rakyat Aceh.

6. Ke pada sel uru h Angg ota KPA d an Partai Aceh u ntu k teru s b ekerja memajukan perjuangan dan perdamaian59.

(7)

B a n d a A c e h , 2 0 F e b r u a r i 2 0 1 2

Komando Pusat Komite Peralihan Aceh dan Dewan Pimpinan Aceh Partai Aceh d t o

(8)

DAFTAR PUSTAKA

S.S. Djuangga Batubara, Teungku Tjhik Muhammad Dawud di Beureueh Mujahid Buku

Teragung di Nusantara, Gerakan Perjuangan & Pembebasan Republik Islam

Federasi, Sumatera Medan, cetakan pertama, 1987.

M. Djali Yusuf, Buku Perekat Hati yang Tercabik, Yogyakarta, Pustaka Pelajar, 2002.

Sekretariat Negara Republik Indonesia, 30 Tahun Indonesia Merdeka, Jakarta, 1986.

Boyd R. Compton, Surat-Surat Rahasia Boyd R. Compton, Jakarta: LP3ES, 1995.

The Price of Freedom: the unfinished diary of Tengku Hasan di Tiro, National Liberation Front of Acheh Sumatra 1984, ditranslate oleh Ahmad Sudirman,

2004, Stockholm – SWEDIA

Suzanne Keller, Penguasa dan Kelompok Elite, Peranan Elite Penentu dalam

Masyarakat Modern, 1995, Jakarta, PT. Raja Grafindo Persada.

Masri Singarimbun dan Sofian Effendi, Metode Penelitian Survey, 1989, Jakarta : LP3ES.

Bambang Prasetyo dkk, Metode Penelitian Kualitatif : Teori dan Aplikasi, 2005, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.

Sanafiah faisal, Format Penelitian Sosial Dasar-Dasar Aplikasi, 1995, Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada.

John R. Schemerhorn, James G. Hunt, and Richard N. Osborn, Basic

Organizational Behavior, 2nd edition, 1998.

Miriam Budiardjo, Dasar-Dasar Ilmu Politik, edisi revisi, 2008.

(9)

Maswadi Rauf, KONSENSUS dan Konflik POLITIK, Jakarta : Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan Nasional, 2001.

DR. Joseph Richard Raco M.E, M. Sc, Metode Penelitian Kualitatif Jenis,

Karakteristik,dan Keunggulannya, Jakarta: PT.Grasindo.

Balidbang Dephan, Kajian Penanggulangan Disintegrasi Bangsa ; Kasus Aceh, Dephan, 2003dan 2004 Sebelum Presiden Abdurrahman Wahid sudah mencobanya ketika RI-GAM menandatangani CoHA (Cessation of Hostilities

Agreement), 9 Desember 2002 di Jenewa, Swiss. Saat itu dibentuk Komisi Keamanan Bersama (Joint Scurity Agreement) terdiri atas TNI/POLRI, GAM

Dengan Henry Dunant Center sebagai fasilitator.

Neta S Pane, Sejarah dan Kekuatan Gerakan Aceh Merdeka,Solusi, Harapan,

dan Impian, Jakarta, Grasindo, tahun 2001.

Machiavelli, Niccolo. THE PRINCE Sang Penguasa diterjemahkan Natalia Trijaji. Surabaya, Selasar Surabaya Publishing, 2008.

Usman, Abdul Rani,SEJARAH PERADABAN ACEH, Tahun 2003, Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, hal 10.

Said, Mohammad, H, Aceh Sepanjang Abad (Jilid Pertama), Tahun 1981, Medan: PT Percetakan dan Penerbitan Waspada.

Sufi, Rusdi & Wibowo, Agus Budi, Kerajaan-Kerajaan Islam diAceh 2006, Banda Aceh: Badan Perpustakaan Propinsi Nanggroe Aceh Darussalam Lombard, Denys. 2007. Kerajaan Aceh Zaman Sultan Iskandar Muda (1607

-1636). Jakarta: Kepustakaan Populer Media

(10)

Nota Kesepahaman Antara Pemerintah Republik Indonesia dengan Gerakan Aceh Merdeka (MOU Helsinki)

DATA LAIN-LAIN

UU No.11 tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh (UUPA).

Keputusan KIP Aceh tanggal 29 Desember 2006.

Permendagri Nomor 66 Tahun 2011.

Peraturan Pemerintah Nomor 20 Tahun 2007.

Surat Keputusan KIP Aceh Nomor: 04/SK/KIP/2008

Data Regional Investment BKPM. Data BPS Aceh tahun 2011.

Layn, Safrusdin Bustam. 2008. Dimanika Ikatan Patron Klien (Suatu Tinjauan

Sosiologis), dalam Jurnal Populis Vol 3 no 1. September 2008

JURNAL

Majalah Aceh Kita, Kutipan Wawancara Pangdam Iskandar Muda dan Gubernur

Aceh,edisi Juli 2005:Banda Aceh.

MAJALAH dan KORAN

Majalah Aceh Kita, Kutipan Wawancara Prof. Baihaqi asisten Daud Beureueh, edisi Juli 2005: Banda Aceh.

(11)

Koran Harian Serambi Indonesia tanggal 4 Januari 2011, Banda Aceh.

Koran Harian Serambi Indonesia tanggal 5 Januari 2011, Banda Aceh.

Situs Internet

Mei 2014 pukul 07.00 Wib.

Lampiran Wawancara 1 : Adnan Beuransyah, Ketua Komisi A DPRA dan Jubir Partai Aceh

Pertanyaan : Pada rapat pertama yang katanya diputuskan secara sepihak nama calon Gubernur dan Wakil Gubernur dari partai aceh tahun 2011, apa yang terjadi didalam forum rapat tersebut??

Jawaban : Setelah nama Dr. Zaini Abdullah dan Muzakkir manaf disebutkan oleh pimpinan partai memang terjadi perdebatan antara pimpinan dan para mantan panglima wilayah yang juga ketua partai aceh ditingkat kabupaten/kota. Para mantan panglima wilayah tidak menyetujui kedua nama tersebut karena bukan dari hasil musyawarah besar seperti yang tercantum di AD/ART Partai Aceh.

Pertanyaan : yang dikatakan pimpinan didalam hal ini siapa saja?? Apa pertimbangan pimpinan terhadap kedua nama tersebut??

(12)

BAB III ANALISIS DATA 3.1. Awal konflik

Menjelang akhir masa jabatan Drh. Irwandi Yusuf dan Muhammad Nazar sebagai gubernur dan wakil gubernur aceh priode 2006-2011 muncul 2 pasang kandidat calon gubernur dan wakil gubernur dari elit Gerakan Aceh Merdeka yaitu Drh.Irwandi Yusuf dan Muhyan Yunan dengan Dr. Zaini Abdullah dan Muzakir manaf priode 2011-2016 serta terjadinya konflik regulasi terkait Qanun pemilukada Aceh dalam hal calon independen dan beberapa kasus kriminalitas diantaranya penembakan, pelemparan geranat, pembakaran terhadap objek-objek tertentu menjadi pertanyaan bagi masyarakat Aceh khususnya yang pada saat itu akan melakukan proses tahapan pesta demokrasi serta perhatian pemerintah pusat dan dunia akan terancamnya perdamaian dibumi Serambi Mekkah.

Berawal dari pemberitaan salah satu harian local Aceh tanggal 4 januari 2011 berisi tentang keterangan dari Kamaruddin SH (Abu Razak) yang mengklaim bahwa seluruh panglima wilayah, Komite Peralihan Aceh dan Partai Aceh telah menandatangani dan menyetujui bahwa pasangan yang diusung dari Partai Aceh yaitu Dr. Zaini Abdullah dan Muzakir manaf sebagai calon Gubernur dan Wakil Gubernur priode 2011-201644.

Pemberitaan harian local Aceh tanggal 5 januari 2011 yang diwakili oleh Sofyan Dawod mengatakan bahwa hal tersebut tidak benar dan merupakan pembohongan publik, mereka tidak pernah menandatangani surat dukungan tetapi menandatangani surat penolakan terhadap pasangan Dr. Zaini Abdullah dan Muzakir Manaf45. dan perang wacana dimedia antara kalangan elit Gerakan Aceh Merdeka masih tetap berlanjut dihari-hari selanjutnya.

44 Harian Serambi Indonesia tanggal 4 Januari 2011, Banda Aceh.

45

(13)

Jauh sebelum tahapan pilkada dimulai para panglima wilayah sudah mewanti-wanti bahwa setiap ada keputusan dari pimpinan, baik pimpinan GAM dan PA, harus dimusyawarahkan bersama dengan wilayah-wilayah seluruh Aceh. Tujuannya agar terbangun demokrasi di tubuh PA/KPA. Hal ini pertama dijanjikan ada, seperti yang dikatakan Mualem (Muzakir Manaf). Namun kenyataan yang terjadi tidak ada. Mualem bilang, nanti kalau tepat waktu untuk kita usulkan calon gubernur maka saya akan memanggil kalian semua. Kita akan musyawarah siapa calon gubernur yang akan kita usung itu jawaban Muzakair Manaf ketika ada pertanyaan panglima-panglima wilayah di Kantor PA Pusat pada saat pembagian dana operasional Kantor KPA.

Kemudian para panglima berharap adanya musyawarah tersebut. Seperti yang diungkapkan Irwansyah “ketika para pimpinan Partai Aceh yakni Mentroe Malik Mahmud, Dr. Zaini Abdullah (mantan mentri kesehatan GAM), Zakaria Saman (mantan mentri pertahanan GAM), Kamaruddin SH (Abu Razak) (mantan komandan operasi GAM) dan Muzakir Manaf (Mualem) (mantan panglima GAM) memanggil kami untuk rapat panglima-panglima se-Aceh, Ketua KPA atau Ketua PA se-Aceh di Mess Mentroe Malek, pada rapat tanggal 2 januari tahun 2011 itu mereka langsung memutuskan bahwa dokter Zaini Abdullahdan Muzakir Manaf sebagai calon Gubernurdan Wakil Gubernur dari PA untuk periode 2011-2016 pasangan tersebut sudah harga mati”46.

Hal itu yang membuat para panglima sesalkan. Kenapa hal ini terjadi, karena dari awal sudah dikasih tahu akan ada musyawarah. Tapi kenapa pada rapat tersebut kami harus menerima keputusan sepihak? Kenapa tidak di musyawarahkan dengan wilayah-wilayah terhadap keputusan tersebut? Oleh karena itu para panglima wilayah menolak. Dari 17 panglima wilayah yang hadir, 14 panglima menyatakan menolak dan tiga panglima tidak menjawab apa-apa yaitu panglima wilayah Pidie, Pidie Jaya dan Pase.

46

Hasil wawancara dengan Irwansyah Ketua Umum Partai Nasionalis Aceh di DPP PNA, Banda Aceh

(14)

“Alasan kuat para panglima wilayah menolak dan keberatan karena pimpinan ini dwi tunggal sebagai staf wali negara. Sebab setelah Wali Nanggroe Hasan Tiro meninggal, mungkin hanya dua orang ini lagi yang tinggal untuk mempertahankan lembaga Wali Kenegaraan tersebut. Jadi kami sangat berharap pimpinan kami ini terselamat dari tenggelam politik lokal. Ada empat hal yang kami usulkan supaya bisa diselamatkan. Pertama kami minta supaya nama besar GAM diselamatkan, kedua bendera Aceh (bintang bulan), ketiga lambang Aceh (Singa-Burak) dan keempat Wali Negara beserta stafnya. Ternyata semua usulan-usulan kami ditolak”47.

Seperti yang diungkapakan Muharram Idris “Pada tanggal 3 januari tahun 2011 kita duduk bersama diHotel OASIS pasca pertemuan di Mess Mentroe. Hadir 14 para panglima wilayah, 16 Ketua Wilayah Partai Aceh dan Muzakkir Manaf, waktu itu yang hadir memberi tanda tangan serta stempel KPA dan PA terhadap keberatan pencalonan Zaini Abdullah dan Muzakir Manaf. Dalam surat itu juga meminta kepada pimpinan untuk menunjukkan orang lain yang bisa, mampu, layak, bisa mendengar arahan pimpinan dan mampu membawa Aceh ke arah lebih baik. kami sepakat semua, kalau memang Muzakir Manaf (Mualem) harus maju, maka kami percayakan Mualem sebagai Gubernur bukan Wakil Gubernur dan Mualem bermusyawarah dengan kami mencari sosok Wakil Gubernur untuk mendampingi Mualem, itu hasil kesepakatan di Hotel OASIS”48.

“Respon Muzakkir Manaf saat itu sudah setuju, dan Mualem minta uang untuk perjalanan ke Malaysia guna menjumpai Mentroe Malik Mahmud, ternyata usulan tadi ditolak. Pasangan Zaini Abdullah-Muzakir Manaf harga mati, tetap pada putusan rapat diMess Mentroe. Dari situ mulailah terjadi pergesekan politik ditubuh GAM itu sendiri. Setelah mendengar kabar tersebut, sikap Panglima Wilayah merasa tidak dihargai”49. Kita semua merasa sudah dijadikan sebagai

47 Ibid, 48

Hasil wawancara dengan Muharram Idris Dewan Penasehat Partai Nasionalis Aceh di DPP PNA,

Banda Aceh , 2012.

(15)

kebutuhan mereka saja karena semua usulan yang kita berikan tidak pernah didengar. Langkah para panglima wilayah yang dimotori oleh Sofyan Dawood, Muharram, Irwansyah, Ligadinsyah, Abrar muda selanjutnya sepakat mengadakan forum sebagai wadah baru para panglima wilayah tersebut terkait perjuangan cita-cita dan pemikiran yang baik sehingga sangat disayangkan apabila ini tidak diteruskan. Forum tersebut berlangsung diWisma KPA Jalan bawal, Lampriet Banda Aceh. Hasil rapat tersebut diantaranya para panglima wilayah tersebut sepakat ikut terjun langsung dalam pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur Aceh tahun 2011 dengan mencalonkan kembali Gubernur incumbent yaitu Drh. Irwandi Yusuf melalui jalur independen atau perseorangan.

Adnan Beuransyah mengatakan bahwa “para panglima wilayah yang mendukung Drh.Irwandi Yusuf merupakan orang-orang yang sering mendapatkan proyek-proyek semasa beliau menjadi Gubernur, terkait tidak mendukung Irwandi lagi karena Drh.Irwandi Yusuf sangat tidak bisa diatur atau diarahkan oleh pimpinan (Malik Mahmud, Dr. Zaini Abdullah, Zakaria Saman dan Kamaruddin), komunikasi Irwandi Yusuf dengan pimpinan kurang baik, terkait dengan Qanun-qanun yang bersifat menonjolkan kekhasan Aceh seperti Qanun Wali Nanggroe minim diperhatikan beliau hingga akhir masa jabatanya qanun tersebut tidak ada”50.

Muharram Idris mengatakan “Proyek-proyek yang saya kerjakan itu bukan diberikan bang Irwandi tapi saya mengikuti proses tendernya, kalau memang diberikan atau bisa meminta, kenapa saya cuma dapat yang sedang-sedang? Kadang saya juga sub proyek orang lain atau mengerjakan proyek orang lain kalau tidak menang diwaktu tender. Mungkin itu yang mereka nilai mendapatkan proyek dari bang irwandi dan kenapa saya ada kerjaan selalu. Ternyata penafsiran mereka itu jelas-jelas salah dan masih dijadikan isu tertentu”51.

50

Hasil wawancara dengan Adnan Beuransyah Ketua Komisi A, Juru bicara Partai Aceh, tanggal 2

Januari 2014 di ruang ketua komisi A DPRA, Banda Aceh, pukul 14.30 wib.

51

(16)

Sayed Mustafa Usab berpendapat bahwa “pergesekan yang terjadi dikalangan elit Gerakan Aceh Merdeka tersebut merupakan hal lama namun baru tampak terlihat fulgar pada pemilukada tahun 2012 lalu. Sekedar mengingatkan kembali pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur Aceh tahun 2006 sebenarnya kejadian ini sama, tiba-tiba ada instruksi dari pimpinan Gerakan Aceh Merdeka mendukung pasangan Hasbi Abdullah dan Humam Hamid tanpa melalui mekanisme rapat atau musyawarah. Sedangkan sebelumnya seluruh eks Kombatan GAM telah menyetujui mendukung pasangan Drh. Irwandi Yusuf dan Muhammad Nazar dikarenakan elit-elit GAM yang lain terutama dari kaum tua tidak punya niatan untuk mendapatkan posisi tersebut dan mantan Panglima GAM Muzakir Manaf tetap mendukung pasangan Drh. Irwandi Yusuf dan Muhammad Nazar”52.

3.2 Analisis Konflik Elite

James Scott mengemukakan teori patron-klien, dimana sekelompok informal figure yang berkuasa (patron) dan memiliki posisi memberikan rasa aman, pengaruh. sebagai imbalannya klien akan memberikan bantuan pribadi kepada patronnya dalam kondisi apa pun, baik patronya dalam keadaan benar atau salah. Disini dapat kita lihat bagaimana sosok seorang Malik Mahmud merupakan patron yang sangat kuat dikalangan elite GAM yang tua setelah meninggalnya Hasan tiro, beliau berhasil membuat para kliennya (Zakaria Saman, Zaini Abdullah, Muzakkir Manaf, Kamaruddin SH, Hasbi Abdullah) yang telah diberikan posisi tertentu oleh Malik Mahmud, betul-betul menjalankan apa yang sedang diperjuangkannya yakni ingin mendapatkan posisi yang ditinggalkan oleh Hasan Tiro.

Hal ini terlihat jelas ketika 2 bulan pasca pelantikan Gubernur dan Wakil gubernur Aceh tahun 2012 yang lalu Malik Mahmud pun diangkat menjadi Wali Nanggroe, padahal pada saat Hasan Tiro masih hidup dan Drh. Irwandi Yusuf

52

Hasil wawancara Sayed Mustafa Usab anggota DPR RI mantan koordinator GAM wilayah

(17)

menjabat sebagai Gubernur Aceh hal tersebut tidak menjadi prioritas. Memutuskan secara sepihak pasangan calon gubernur dari Partai Aceh tahun 2011 tanpa.

mempertimbangkan efek dari hal tersebut dan tidak mempertimbangkan suara para panglima wilayah yang pada saat konflik berada diposisi terdepan untuk mewujudkan cita-cita kemerdekaan Aceh. Hal ini secara organisasi merupakan kesalahan besar, mengingat putusan ini merupakan bukan hal yang sepele karena Partai Aceh akan mengirimkan “Jagoannya” untuk bertarung yang nantinya juga dapat dipilih oleh masyarakat Aceh.

Lewis A. Coser mengatakan Pertikaian sebagai gejala yang tidak mungkin dihindari dalam masyarakat. Coser melihat bagaimana suatu konflik yang terjadi melahirkan dampak positif. Konflik elit GAM tersebut memang melahirkan dampak positif yaitu yang mana mereka terbelah menjadi 2 kubu. sehingga kekuatan yang GAM miliki selama ini dapat menggoyangkan dunia, sekarang hanya dapat menggoyangkan pemerintahan pusat Republik Indonesia. Konflik ini juga berhasil menumbuhkan nilai-nilai demokrasi dalam ruang lingkup kelompok Mantan elite GAM tersebut yang mana mereka dulu terbiasa mengikuti perintah atau komando yang disahuti dengan kata “siap”. Kelompok para mantan panglima wilayah tersebut juga telah mendirikan Partai Lokal baru yang bernama Partai Nasionalis Aceh (PNA) yang diprediksikan menjadi pesaingan Partai Aceh, mereka akan bertarung ide, pemikiran, gagasan dan program-program diparlemen untuk kesejahteraan rakyat aceh.

Menyangkut Katup penyelamat yang ditawarkan oleh Coser yaitu merupakan suatu mekanisme yang harus dilakukan oleh internal kelompok yang sedang berkonflik. Hal ini tidak bisa dilakukan didalam konflik elit GAM mengingat karena pertikaian ini diawali oleh elit GAM kalangan tua yang selama perjuangan para panglima wilayah tersebut menganggap mereka seorang ayah. Katup penyelamat tersebut ialah Hasan Tiro. Hanya beliau yang dianggap sebagai orang tua atau ayah yang sebetulnya, pemersatu semua kalangan GAM.

(18)

menempati kekuasaan sosial di atas warga masyarakat lainnya. Hal ini sangat terlihat dari peranan elite GAM di dua kubu tersebut yang awalnya menempati posisi-posisi strategis di Gerakan Aceh Merdeka, Partai Aceh hingga pemerintahan kabupaten/kota. Mereka juga pada pemilu tahun 2009 memainkan peranan penting bagi Partai Aceh sehingga menjadi Partai lokal pemenang pemilu Aceh dengan mendapatkan 40 kursi di Dewan Perwakilan Rakyat Aceh (DPRA).

Konsep residu yang dikatakan Vilpredo Pareto juga terjadi dikonflik elit GAM ini yang mana dipihak kubu Zaini Abdullah dan Muzakkir Manaf memainkan isu bahwa para elit GAM yang mendukung pasangan Irwandi Yusuf dengan Muhyan Yunan merupakan orang-orang yang sering mendapatkan proyek semasa Irwandi menjabat dan juga memainkan isu bahwa para mantan panglima tersebut telah melenceng dari perjuangan, penghianat, dan anak durhaka sehingga harus melawan ayah kandungnya sendiri.

Machiavelli didalam teori kekuasaannya menjelaskan bagaimana cara mendapatkan kekuasaan dan mempertahankannya yang membolehkan memakai cara-cara kejam, tegas dan memusnahkan seluruh orang-orang yang lama. Perombakan struktur ditubuh Partai Aceh dan Komite Peralihan Aceh menjelang pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur Aceh tahun 2012 yang dilakukan kubu pasangan Zaini Abdullah dan Muzakkir Manaf merupakan salah satu strategi Partai Aceh untuk memenangkan pertarungan tersebut.

(19)

menjadi Ketua Umum. Hal ini membuat Malik Mahmud sangat gampang dalam melakukan taktiknya untuk menduduki posisi yang ditinggal oleh Hasan Tiro karena panglima perang berada digenggamannya serta elite GAM yang tua juga berada digenggamannya.

Pasca pemilukada tahun 2012 yang lalu, kedudukan Malik Mahmud menjadi Wali Nanggroe sedangkan Zaini Abdullah yang merupakan elit GAM tua menjadi gubernur dan mantan panglima GAM yang juga Ketua Umum Partai Aceh menjadi Wakil gubernur Aceh. Sedangkan Hasbi Abdullah telah lebih dulu menjadi Ketua DPRA Aceh periode 2009-2014, Zakaria Saman menduduki posisi sebagai ketua Tuha Peut Partai Aceh dan Kamaruddin SH menjabat sebagai Juru Bicara Partai Aceh sekaligus menjadi ketua bidang hukum Partai Aceh pasca perombakan pengurus.

3.3. Dampak Konflik Elit 3.3.1 Konflik Regulasi

Awal mula hal ini terjadi pada saat saudara Mukhlis Muchtar yang merupakan pengacara dan mantan anggota DPRA Aceh ini mengajukan Judicial Review ke Mahkamah Konstitusi terkait Qanun Pilkada Aceh yang berbunyi calon Independent hanya bisa mencalonkan satu kali dalam pilkada, ketika ingin mencalonkan kembali maka harus melalui partai politik. Gugatan tersebut dimenangkan oleh saudara Mukhlis Muchtar dengan keputusan Mahkamah Konstitusi yang membolehkan calon Independent untuk maju kembali dalam pemilukada Aceh.

(20)

tidak ditandatangi oleh Gubernur Aceh yang pada saat itu masih menjabat saudara Drh. Irwandi Yusuf.

Pada 7 Juli 2011, Juru Bicara Partai Aceh Fachrur Razi menilai Pemilukada yang dijalankan oleh KIP Aceh adalah illegal, cacat hukum dan inkonstitusional. PA berpesan agar segera menghentikan proses tahapan yang sudah dijalankan sampai qanun ditandatangani gubernur. Pada 5 November 2011, Ketua Umum Partai Aceh Muzakkir Manaf mengatakan putusan sela Mahkamah Konstitusi (MK) sama sekali belum menyentuh substansi yang menjadi akar persoalan konflik regulasi Pemilukada Aceh. Partai Aceh memastikan tidak akan mendaftarkan calonnya, baik tingkat provinsi maupun kabupaten/kota, meskipun peluang itu telah dibuka kembali53.

Situasi politik ini digunakan oleh elit pimpinan Partai Aceh yang juga elit Gerakan Aceh merdeka Pro pasangan Zaini Abdullah dan Muzakir Manaf dengan melalui peran anggota legislatifnya di DPRA menyuarakan tentang Qanun calon independent tersebut. Asumsi masyarakat karena kubu para panglima wilayah mencalonkan Drh. Irwandi Yusuf dan Muhyan Yunan melalui jalur independen yang mengakibatkan timbulnya konflik regulasi yang sangat panjang didalam tahapan pemilihan Gubernur dan wakil gubernur aceh tahun 2011 yang berefek molornya waktu pemilukada hingga tahun 2012.

Seperti yang diungkapkan Adnan Beuransyah anggota DPRA Ketua Komisi A dan juru bicara Partai Aceh.“Qanun pemilukada terkait calon Independen telah tercantum dalam UUPA yaitu calon independen menurut pemahaman kami hanya boleh mengikuti satu kali pemilihan selanjutnya harus diusung oleh partai politik

(21)

dikarenakan pada pemilukada tahun 2006 tidak mungkin lagi pemerintahan pusat mempersiapkan Peraturan Pemerintah tentang partai local sehingga membuka jalan bagi calon dari mantan Gerakan Aceh Merdeka tersebut bisa maju, Partai Aceh juga menilai ketika butir-butir point MOU Helsinki atau turunannya UUPA bisa digagalkan oleh pemerintah pusat tanpa melibatkan legislasi aceh maka terkesan perjanjian tersebut tidak ada bedanya dengan Undang-Undang Republik Indonesia yang dapat dijudical refiew sewaktu-waktu, hal ini bukan salah satu strategi yang dilakukan partai aceh untuk menggagalkan calon perseorangan khususnya Drh. Irwandi Yusuf”54.

Selanjutnya Pada tanggal tanggal 3 Januari 2012 Dewan Pimpinan Aceh, Partai Aceh meminta Panwaslu Aceh mencoret dan mendiskualifikasikan Irwandi Yusuf dari bursa calon Gubernur Aceh. Pencalonan Irwandi dinilai melanggar pasal 33 ayat 1C Qanun No.7 tahun 2006 yang menjadi rujukan Pemilukada Aceh 2012. Pasal 33 ayat 1C, Qanun Nomor 7 tahun 2006, menerangkan anggota partai politik dan partai politik lokal tidak dibenarkan untuk mencalonkan diri sebagai bakal calon pasangan dari calon perseorangan, kecuali telah mengundurkan diri selambat-lambatnya tiga bulan sebelum pendaftaran calon, terkait hal tersebut, hingga saat ini Irwandi Yusuf dinyatakan belum pernah mengundurkan diri baik secara tertulis maupun lisan dari keanggotaannya di Partai Aceh55.

Pada tanggal 4 Januari 2012, dalam forum pertemuan antara kemendagri dan Menkopolhukan dengan DPRA, Ketua DPRA Hasbi Abdullah mengusulkan pendaftaran calon kepala daerah pada Pemilukada Aceh 2012 dibuka kembali. KPU dan Panwaslu diminta mempertimbangkan kemungkinan tersebut. Setelah dilakukan pembahasan atas masukan dari peserta pertemuan, mereka sepakat bahwa tahapan pelaksanaan Pemilukada Aceh tetap dilaksanakan sesuai tahapan yang ditetapkan KIP Aceh. Di antaranya, pencoblosan tetap pada 16 Februari 2012. Forum tersebut juga merekomendasikan KPU dan Bawaslu untuk segera

54 Hasil Wawancara dengan Adnan Beuransyah Ketua Komisi A DPRA

(22)

melaksanakan rapat pleno guna mengambil keputusan terkait usulan Ketua DPRA yang meminta pendaftaran calon kepala daerah pada Pemilukada Aceh 2012 dibuka kembali. Namun, para pihak menekankan agar KPU dan Bawaslu mengambil keputusan melalui pertimbangan aspek hukum dan teknis penyelenggaraan Pemilukada.

Drs Hasbi Abdullah bersama anggota Komisi A yang membidangi pemerintahan dan hukum, menjadwalkan pertemuan khusus dengan Menteri Dalam Negeri (Mendagri), Gamawan Fauzi yang salah satu agendanya mengusulkan penundaan Pilkada Aceh selama 3-4 bulan. Hasbi Abdullah menyatakan keseriusan DPRA untuk membahas kembali Qanun Pilkada yang belum memasukkan pasal tentang calon kepala daerah dari jalur perseorangan independen. Rapat Badan Musyawarah (Bamus) DPRA yang berlangsung dihadiri 18 dari 34 anggota Bamus menyepakati dan menyatakan siap menjadwalkan kembali pembahasan Qanun Pilkada dan juga siap memasukkan jalur perseorangan (independen) dalam Qanun tersebut.

3.3.2 Penundaan Waktu Pemilukada Aceh

Jadwal awal dilaksanakan tahapan pemilukada Aceh yang ditetapkan oleh Komisi Independen Pemilihan Aceh (KIP) yaitu :

1-7 Oktober 2011 5 – 25 Oktober 2011 26-28 Oktober 2011 Pendaftaran calon

4 November 2011 8-31 Oktober 2011. Pengumuman daftar

pemilih tambahan

Pengesahan dan pengumuman Daftar Pemilih Tetap oleh PPS

(23)

7 November 2011 8-9 November 2011 10 Nov – 15 Des 2011 Daerah dan Wakil Kepala Daerah.

Pencetakan dan pendistribusian daftar pasangan calon, surat suara,

serta alat dan kelengkapan administrasi pemungutan dan penghitungan suara di PPS dan TPS dan PPK.

Penetapan tanggal pencoblosan Pilkada Aceh terjadi tiga kali perubahan. Sebelumnya, KIP Aceh menetapkan hari pemungutan suara pada 14 November 2011. Kemudian, tanggal tersebut bergeser menjadi 24 Desember 2011. Pergeseran tersebut akibat adanya jeda tahapan pilkada menyusul terjadi kisruh regulasi. Namun, KIP Aceh kembali menggeser jadwal pencoblosan tersebut menjadi 16 Februari 2012, menyusul adanya keputusan sela Mahkamah Konstitusi (MK), yang memerintahkan KIP Aceh dan KIP 17 kabupaten/kota membuka kembali pendaftaran pasangan bakal calon56.

Pergeseran jadwal pemungutan suara ini akibat implikasi keputusan sela MK. Keputusan sela MK tersebut terbit setelah adanya gugatan TA Khalid dan

(24)

Fadhullah, dua kandidat kepala daerah di Provinsi Aceh. Keduanya menggugat karena belum ada kepastian hukum yang jelas terhadap landasan hukum pelaksanaan pilkada di Aceh. Menurut Ilham yang juga wakil Ketua KIP Aceh, “penetapan tanggal pemungutan suara pilkada tersebut juga berdasarkan poin kedua keputusan sela MK tersebut. MK memerintahkan KIP menyesuaikan tahapan, program, dan jadwal penyelenggaraan pilkada sebagai akibat putusan sela tersebut. Ilham mengakui, akibat terjadinya penyesuaian jadwal pilkada tersebut pihaknya tidak bisa menyediakan pasangan terpilih sebelum masa jabatan gubernur dan wakil gubernur sekarang ini berakhir. "Undang-undang juga memerintahkan penyelenggara harus menggelar pilkada 30 hari sebelum masa jabatan kepala daerah berakhir. Ini juga tidak bisa kami penuhi akibat implikasi keputusan sela MK tersebut"57.

“Masa jabatan gubernur dan wakil gubernur Aceh yang saat itu dijabat Irwandi Yusuf dan Muhammad Nazar berakhir 8 Februari 2011. Keduanya terpilih pada pilkada Aceh 11 Desember 2006. Selain itu, pihaknya juga mengonsultasikan masalah anggaran kepada Menteri Dalam Negeri. Sebab, dana pilkada yang digunakan pada saat itu bersumber dari APBA 2011. Sedangkan jadwal baru yang ditetapkan sudah memasuki tahun anggaran 2012. Jadi, kami perlu mengonsultasikannya dengan Menteri Dalam Negeri, sehingga tidak melahirkan masalah hukum di kemudian hari”. Setelah melalui berbagai upaya yang dilakukan oleh Pemerintah Pusat, Mentri Koordinator Politik Hukum dan Ham, Mentri Dalam Negeri, Komisi Pemilihan Umum, Komisi Independen Pemilihan Aceh, Pemerintahan Aceh, Dewan Perwakilan Rakyat Aceh serta keluarnya putusan Mahkamah Konstitusi yang berbunyi pilkada Aceh selambat-lambatnya dilaksanakan pada tanggal 9 April 201258.

57 Hasil Wawancara dengan Ilhamsyah putra Wakil Ketua KIP Aceh

(25)

3.4 Akibat Konflik

3.4.1. Reformasi Kepengurusan Partai Aceh

Secara tidak langsung Pimpinan Partai Aceh mengakui bahwa peran para mantan panglima wilayah GAM tersebut mempunyai pengaruh yang sangat besar dilapangan yang menjadi ancaman bagi calon yang diusung dari Partai Aceh diawali dari maklumat KPA dan PA pada tanggal 20 Februari 2012 yang selanjutnya berubahlah kepengurusan Partai Aceh dari :

Ketua Umum : Muzakir Manaf Periode 2007-2012

Wakil Ketua Umum : Sofyan Dawood

Wakil Ketua Umum : Amni Bin Ahmad Marzuki Wakil Ketua Umum : M. Wali Khalidi

Wakil Ketua Umum : Irwansyah Wakil Ketua Umum : Muharram Idris Sekretaris Jendral : M. Yahya Wakil Sekretaris : Ligadinsyah Wakil Sekretaris : Mukhlis Abee

Wakil Sekretaris : Kamaruddin Abu Bakar Wakil Sekretaris : Lukman Age

Wakil Sekretaris : Darmuda Wakil Sekretaris : Samsul Bahri Bendahara : Hasanuddin Sabon Wakil Bendahara : M. Yasin Abdullah

Pasca konflik tersebut terjadi pergantian pengurus ditingkat DPA Partai aceh yaitu sebagai berikut :

Ketua Umum : Muzakir Manaf

(26)

Wakil Ketua Umum : Drs. Zulkifli Amin

Wakil Ketua Umum : Hj. Dra. Mariati MR, M.Si Wakil Ketua Umum : Kamaruddin, SH

Sekretaris Jendral : Mukhlis Basyah Wakil Sekretaris Jendral : Ir. Jufri Hasanuddin Wakil Sekretaris Jendral : Drs. Mirza Ismail Wakil Sekretaris Jendral : Hj. Darmawati,SE Wakil Sekretaris Jendral : Drs. Ilyas M.Abed Wakil Sekretaris Jendral : Drs. Atqia Abu Bakar Wakil Sekretaris Jendral : Asykari Syahkubat Bendahara : Hasanuddin Sabon Wakil Bendahara : M. Yasin Abdullah

3.4.3. Kriminalitas dan Gangguan Keamanan

(27)

Bahkan pada saat pelantikan Gubernur dan Wakil Gubernur Aceh terpilih yaitu Dr. Zaini Abdullah dan Muzakir Manaf periode 2012-2017, Drh. Irwandi Yusuf dipukul oleh salah satu kader satuan tugas Partai Aceh. Setelah pelantikan Gubernur dan Wakil Gubernur Aceh tersebut terjadi lagi penembakan terhadap salah satu kader Partai Aceh wilayah Aceh Timur (Langsa) dikawasan pagar air Aceh Besar.

Memanasnya situasi keamanan di Aceh pada jangka waktu tahun 2011-2012 sangat erat berkaitan dengan suhu politik di Aceh. Dapat kita ketahui bahwa pada tahun-tahun sebelumnya hampir tidak ada kejadian-kejadian yang memakan korban seperti kejadian tersebut. Target-target yang menjadi sasaran pada saat itu merupakan elite-elite Gerakan Aceh Merdeka yang berseteru, baik dari identitas kubu elit-elit Gerakan Aceh Merdeka hingga individu para elit juga menjadi terancam. Modus yang dilakukan sangat identik dengan hal kemiliteran diantaranya dengan menggunakan senjata seperti AK 47, M16, dan bom yang berbentuk buah manggis dan nenas.

Hal ini terjadi dikarenakan para elit Gerakan Aceh Merdeka yang berseteru tersebut masih memiliki anak buah atau orang-orang yang rela mati demi mereka dan juga didukung oleh sisa-sisa peralatan perang memperjuangkan Aceh merdeka yang masih disimpan atau tidak semuanya diberikan kepada pihak Negara Republik Indonesia untuk dimusnahkan sesuai dengan amanat MOU Helsinki Finlandia tanggal 24 Agustus 2004.

3.4.3 Lahir Partai Nasionalis Aceh

Partai Nasional Aceh (PNA) adalah salah satu partai lokal Aceh yang dibentuk oleh Para mantan Panglima Wilayah Gerakan Aceh Merdeka, Ide dasar lahirnya PNA, dilakukan melalui penjajakan yang mereka gelar dalam sebuah musyawarah besar dengan pendukungnya yang mewakili semua kabupaten dan

59 Maklumat Komite Peralihan Aceh Partai dan Aceh.

(28)

kota di Aceh. Pendiri partai antara lain, Irwansyah alias Teungku Mukhsalmina (Mantan Panglima GAM Aceh Rayeuk), Muharram Idris (mantan Ketua KPA Aceh Rayeuk), Ligadinsyah (mantan juru bicara Partai Aceh/mantan Panglima GAM Linge) Amni bin Ahmad Marzuki (mantan juru runding GAM), Tarmizi dan Lukman Age, Sofyan Dawood, Abrar Muda. Mereka adalah mantan elit-elit Gerakan Aceh Merdeka yang dulu bergabung dalam Partai Aceh.

Ide awal pembentukan partai yang mereka motori tersebut adalah sebagai pembaharuan untuk menjadikan Aceh sebagai daerah yang bermartabat. PNA adalah Partai untuk menampung aspirasi masyarakat yang ingin berpolitik praktis. Pengurus maupun pendiri partai ini tidak hanya dari mantan GAM, tetapi juga masyarakat lainnya. Partai terbuka mengedepankan proses-proses demokrasi, partai akan dibangun dengan sistem musyawarah dengan mekanisme kongres.

61

(29)

BAB IV KESIMPULAN

1. Konflik para elit Gerakan Aceh Merdeka yang awalnya terjadi diinternal Partai Aceh merupakan salah satu bentuk konflik yang realistis karena tidak berjalannya system pengambilan keputusan di partai yang bersifat demokratis sesuai dengan ART Partai Aceh BAB X Jabatan Publik pasal 42 point ke 3. Namun hal tersebut merupakan rentetan perjalanan pasca meninggalnya Hasan Tiro, dengan tidak adanya sosok seperti Hasan Tiro atau tidak ada dikalangan elit Gerakan Aceh Merdeka yang dipersiapkan untuk menggantikan posisinya. Kondisi ini dimanfaatkan oleh kalangan elit GAM senior. Terjadinya perubahan arah perjuangan dikalangan elit senior gerakan Aceh Merdeka yang berada di Partai Aceh yang awalnya menjaga implementasi MOU Helsinki menyangkut khalayak ramai rakyat Aceh berubah mencari keuntungan pribadi dengan cara-cara tertentu agar mendapatkan posisi-posisi strategis atau kekuasaan, sehingga kepentingan kelompok elit GAM senior dapat terwujud dengan mudah. Hal ini yang menjadi inti potensi konflik internal dikalangan elit senior dengan yang muda terjadi.

(30)

Gubernur tersebut sehingga membuat beliau lupa diri terhadap puluhan ribu pasukan yang pernah dipimpinnya dulu.

3. Sementara kaum elit GAM kalangan muda yang semasa perang menjadi tumpuan utama organisasi Gerakan Aceh Merdeka yaitu Sofyan Dawood, Ligadinsyah, Muharram Idris, Mukhsalmina, Munawarliza, Abrar Muda, yang merefleksikan kembali bagaimana perjuangan mereka dulu yang menginginkan Aceh merdeka dari Republik Indonesia bila perjuangan itu hanya untuk mendapatkan posisi gubernur dan wakil gubernur, wali nanggroe dan beberapa lembaga lain, terlalu munafik dengan mengorbankan nyawa rakyat Aceh dan para syuhada yang telah banyak meninggal dunia.

4. Meninggalnya Hasan Tiro tokoh deklalator Gerakan Aceh merdeka, sosok pemersatu perjuangan Gerakan Aceh Merdeka yang berada diluar negeri dengan dimedan perang. Bahkan, mereka kalangan muda yang sama sekali tidak pernah bertemu dengan Hasan Tiro secara langsung dengan niatan yang tulus berjuang digaris terdepan mengorbankan jiwa, raga, harta, bahkan keluarganya demi terwujudnya Negara Aceh yang bisa mensejahterakan rakyat Aceh. Meninggalnya beliau juga menghilangnya keseimbangan konsistennya nilai-nilai perjuangan elit Gerakan Aceh Merdeka.

4.2 Kritik dan Saran

Untuk memperkecil potensi konflik seperti yang terjadi dikalangan elit Gerakan Aceh Merdeka tersebut, maka ada beberapa tahapan yang harus dilakukan yaitu :

1. Perlu adanya regenerasi tokoh panutan di kelompok tersebut yang memang betul-betul paham tentang perjuangan kelompok, konsisten terhadap perjuangannya yang mengesampingkan kepentingan pribadi dan keluarga, tetapi lebih mementingkan kepentingan masyarakat banyak.

(31)

seluruh pendapat baik pimpinan partai, pengurus partai, serta kader partai secara menyeluruh. Hal ini harus dilakukan agar tidak ada kader partai yang merasa dirugikan dan mekanismenya dijalankan sesuai AD/ART yang ada di Partai Aceh.

3. Komunikasi para elit Gerakan Aceh Merdeka yang memiliki peranan penting dalam Partai Aceh sebaiknya harus dirubah, karena tak dapat dipungkiri mereka ialah para mantan kombatan perang yang sudah terbiasa berkomunikasi dengan system perintah dari atas kebawah. Sebaiknya ketika mereka telah berada ditengah-tengah masyarakat yang sama-sama ingin membangun daerah Aceh dirubah pola komunikasinya dari bawah keatas agar tidak terjadi lagi peristiwa yang sama dikemudian hari.

4. Eksistensi Partai Aceh dalam membangun daerah Aceh seharusnya dimanfaatkan untuk melakukan atau membuat kebijakan-kebijakan yang bermanfaat bagi masyarakat Aceh, karena mereka partai pemenang pemilu diAceh tahun 2009, bahkan banyak kader-kadernya yang menjabat sebagai kepala daerah, bukan malah memanfaatkan eksistensi Partai Aceh tersebut untuk melakukan hal-hal yang tidak dapat dirasakan langsung oleh rakyat atau yang merugikan rakyat Aceh sendiri.

(32)

BAB II

DESKRIPSI LOKASI PENELITIAN 2.1 Sejarah Aceh

Kerajaan Aceh Darussalam berdiri menjelang keruntuhan Samudera Pasai. Sebagaimana tercatat dalam sejarah pada tahun 1360 M, Samudera Pasai ditaklukkan oleh Majapahit, dan sejak saat itu kerajaan Pasai terus mengalami kemunduran. Menjelang berakhirnya abad ke-14 M, kerajaan Aceh Darussalam telah berdiri dengan penguasa pertama Sultan Ali Mughayat Syah yang dinobatkan pada Ahad, 1 Jumadil Awal 913 H (1511 M) . Pada tahun 1524 M, Mughayat Syah berhasil menaklukkan Pasai, dan sejak saat itu, menjadi satu-satunya kerajaan yang memiliki pengaruh besar di kawasan tersebut. Bisa dikatakan bahwa kerajaan Aceh ini merupakan kelanjutan dari Samudera Pasai untuk membangkitkan dan meraih kembali kegemilangan kebudayaan Aceh yang pernah dicapai sebelumnya30.

Pada awalnya, wilayah kerajaan Aceh mencakup Banda Aceh dan Aceh Besar yang dipimpin oleh ayah Ali Mughayat Syah. Ketika Mughayat Syah naih tahta menggantikan ayahnya, ia berhasil memperkuat kekuatan dan mempersatukan wilayah Aceh dalam kekuasaannya, termasuk menaklukkan kerajaan Pasai. Sekitar tahun 1511 M, kerajaan-kerajaan kecil yang terdapat di Aceh dan pesisir timur Sumatera seperti Peurelak, Pedir, Daya dan Aru (di Sumatera Utara) sudah berada di bawah pengaruh kolonial Portugis. Mughayat Syah dikenal sangat anti pada Portugis, untuk menghambat pengaruh Portugis, kerajaan-kerajaan kecil tersebut kemudian ia taklukkan dan masuk ke dalam wilayah kerajaannya. Sejak saat itu, kerajaan Aceh lebih dikenal dengan nama Aceh Darussalam dengan wilayah yang luas31.

30

Usman, Abdul Rani, Sejarah Peradaban Aceh, Tahun 2003, Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, hal 10.

31

(33)

Usaha Mughayat Syah untuk mengusir Portugis dari seluruh bumi Aceh dengan menaklukkan kerajaan-kerajaan kecil yang sudah berada di bawah Portugis berjalan lancar. Secara berurutan, Portugis yang berada di daerah Daya ia gempur dan berhasil ia kalahkan. Ketika Portugis mundur ke Pidie, Mughayat juga menggempur Pidie, sehingga Portugis terpaksa mundur ke Pasai. Mughayat kemudian melanjutkan gempurannya dan berhasil merebut benteng Portugis di Pasai.Ketika benteng di Pasai telah dikuasai Aceh, Portugis mundur ke Peurelak. Namun, Mughayat Syah tidak memberikan kesempatan sama sekali pada Portugis. Peurelak kemudian juga diserang, sehingga Portugis mundur ke Aru. Tak berapa lama, Aru juga berhasil direbut oleh Aceh hingga akhirnya Portugis mundur ke Malaka. Dengan kekuatan besar, Aceh kemudian melanjutkan serangan untuk mengejar Portugis ke Malaka dan Malaka berhasil direbut. Seiring dengan itu, Aceh melanjutkan ekspansinya dengan menaklukkan Johor, Pahang dan Pattani. Dengan keberhasilan serangan ini, wilayah kerajaan Aceh Darussalam mencakup hampir separuh wilayah pulau Sumatera, sebagian Semenanjung Malaya hingga Pattani32.

Demikianlah, walaupun masa kepemimpinan Mughayat Syah relatif singkat, hanya sampai tahun 1528 M, namun ia berhasil membangun kerajaan Aceh yang besar dan kokoh. Ali Mughayat Syah juga meletakkan dasar-dasar politik luar negeri kerajaan Aceh Darussalam, yaitu:

1. Mencukupi kebutuhan sendiri, sehingga tidak bergantung pada pihak luar.

2. Menjalin persahabatan yang lebih erat dengan kerajaan-kerajaan Islam di Nusantara.

3. Bersikap waspada terhadap negara kolonial Barat.

32

(34)

4. Menerima bantuan tenaga ahli dari pihak luar.

5. Menjalankan dakwah Islam ke seluruh kawasan nusantara.

Kerajaan Aceh Darussalam mencapai masa kejayaan di masa Sultan Iskandar Muda Johan Pahlawan Meukuta Alam (1590-1636). Pada masa itu Aceh merupakan salah satu pusat perdagangan yang sangat ramai di Asia Tenggara. Ketika Iskandar Muda meninggal dunia tahun 1636 M, yang naik sebagai penggantinya adalah Sultan Iskandar Thani Ala‘ al-Din Mughayat Syah (1636-1641M). Masa kekuasaan Iskandar Thani, Aceh masih berhasil mempertahankan masa kejayaannya. Penerus berikutnya adalah Sri Ratu Safi al-Din Taj al-Alam (1641-1675 M), putri Iskandar Muda dan permaisuri Iskandar Thani. Hingga tahun 1699 M, Aceh secara berturut-turut dipimpin oleh empat orang ratu. Di masa ini, kerajaan Aceh sudah mulai memasuki era kemundurannya. Salah satu penyebabnya adalah terjadinya konflik internal di Aceh, disebabkan penolakan para ulama Wujudiyah terhadap pemimpin perempuan. Para ulama Wujudiyah saat itu berpandangan bahwa, hukum Islam tidak membolehkan seorang perempuan menjadi pemimpin bagi laki-laki. Kemudian terjadi konspirasi antara para hartawan dan uleebalang, dan dijustifikasi oleh pendapat para ulama yang akhirnya berhasil memakzulkan Ratu Kamalat Syah. Sejak saat itu, berakhirlah era sultanah di Aceh34

.

Berikut ini daftar para sultan yang pernah berkuasa di kerajaan Aceh Darussalam:

1. Sultan Ali Mughayat Syah (1496-1528 M). 2. Sultan Salahuddin (1528-1537).

3. Sultan Ala‘ al-Din al-Kahhar (1537-1568). 4. Sultan Husein Ali Riayat Syah (1568-1575). 5. Sultan Muda (1575).

6. Sultan Sri Alam (1575-1576). 7. Sultan Zain al-Abidin (1576-1577).

(35)

8. Sultan Ala‘ al-Din Mansur Syah (1577-1589). 9. Sultan Buyong (1589-1596).

10. Sultan Ala‘ al-Din Riayat Syah Sayyid al-Mukammil (1596-1604). 11. Sultan Ali Riayat Syah (1604-1607)

12. Sultan Iskandar Muda Johan Pahlawan Meukuta Alam (1607-1636). 13. Iskandar Thani (1636-1641).

14. Sri Ratu Safi al-Din Taj al-Alam (1641-1675). 15. Sri Ratu Naqi al-Din Nur al-Alam (1675-1678). 16. Sri Ratu Zaqi al-Din Inayat Syah (1678-1688). 17. Sri Ratu Kamalat Syah Zinat al-Din (1688-1699).

18. Sultan Badr al-Alam Syarif Hashim Jamal al-Din (1699-1702). 19. Sultan Perkasa Alam Syarif Lamtui (1702-1703).

20. Sultan Jamal al-Alam Badr al-Munir (1703-1726). 21. Sultan Jauhar al-Alam Amin al-Din (1726). 22. Sultan Syams al-Alam (1726-1727).

23. Sultan Ala‘ al-Din Ahmad Syah (1727-1735). 24. Sultan Ala‘ al-Din Johan Syah (1735-1760). 25. Sultan Mahmud Syah (1760-1781).

26. Sultan Badr al-Din (1781-1785). 27. Sultan Sulaiman Syah (1785-1795). 28. Alauddin Muhammad Daud Syah.

29. Sultan Ala‘ al-Din Jauhar al-Alam (1795-1815) dan (1818-1824) 30. Sultan Syarif Saif al-Alam (1815-1818)

31. Sultan Muhammad Syah (1824-1838) 32. Sultan Sulaiman Syah (1838-1857). 33. Sultan Mansur Syah (1857-1870). 34. Sultan Mahmud Syah (1870-1874).

35. Sultan Muhammad Daud Syah (1874-1903)35.

2.2 Profil Provinsi Aceh

Semula provinsi ini bernama Daerah Istimewa Aceh, namun sejak tanggal 9 Agustus 2001 diubah menjadi Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam. Kemudian daerah ini berganti nama lagi menjadi Provinsi Aceh sejak keluar Peraturan Gubernur No. 49 pada tanggal 7 April 2009. Aceh merupakan salah satu dari 33 Provinsi di Indonesia yang memiliki keunikan dan keistimewaan. Provinsi yang lahir pada tanggal 26 Mei 1959 ini memiliki beberapa keistimewaan, yaitu

35

Lombard, Denys. 2007. Kerajaan Aceh Zaman Sultan Iskandar Muda (1607-1636). Jakarta:

(36)

istimewa dalam hal pendidikan, adat, dan agama. Ibu kota Provinsi Aceh terletak di Banda Aceh.

Daerah Aceh terletak di kawasan paling ujung dari bagian utara Pulau Sumatera dengan luas areal 58.357.63 km2. Letak geografis Provinsi Aceh terletak antara 2o-6o Lintang Utara dan 95o-98o Lintang Selatan dengan ketinggian rata-rata 125 m diatas permukaan laut. Provinsi paling barat Indonesia ini berbatasan dengan :

Sebelah Utara dan Timur Selat Malaka. Sebelah selatan Provinsi Sumatera Utara.

Sebelah barat berbatasan dengan Samudera Indonesia.

Provinsi Aceh dikelilingi oleh perairan, satu-satunya hubungan darat hanyalah dengan Provinsi Sumatera Utara. Sehingga membuat provinsi ini memiliki ketergantungan yang kuat dengan Provinsi Sumatera Utara36.

2.2.1 Lambang Daerah

Kupiah (Peci) Aceh berbentuk segi 5 (lima), adalah melambangkan Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam yang bermakna Falsafah hidup Rakyat dan Pemerintah Daerah yang disebut PANCACITA yang terdiri dari lima unsure yaitu :

Dacing : Melambangkan Keadilan.

Rencong : Melambangkan Kepahlawanan.

Padi, Kapas, dan Cerobong Pabrik : Melambangkan Kemakmuran.

36

(37)

Kubah Masjid, Kitab dan Kalam : Melambangkan Keagamaan dan Ilmu

Pengetahuan.

Warna Putih : Melambangkan Kemurnian.

Warna Kuning : Melambangkan Kejayaan.

Warna Hijau : Melambangkan Kesejahteraan dan Kemakmuran.

2.2.2 Demografi Provinsi Aceh

Suku Aceh merupakan salah satu suku yang tergolong ke dalam etnik melayu atau ras melayu, dan sering diakronimkan dengan Arab, Cina, Eropa, dan Hindustan (ACEH). Aceh adalah tempat pertama masuknya agama Islam di Indonesia dan sebagai tempat timbulnya kerajaan Islam pertama di Indonesia, yaitu

peureulak dan Pasai. Pada masa Sultan Iskandar Muda agama dan kebudayaan Islam begitu besar dalam kehidupan sehari-hari masyarakat Aceh, sehingga daerah ini mendapat julukan "seuramo mekkah" (serambi mekkah).

2.2.2.1 Data penduduk Provinsi Aceh

Tabel 1

(38)

13. Gayo Lues 74 312 74 794 75 165 79 560 81 382 (Data BPS Aceh Tahun 2011)

2.2.2.2 Perekonomian

Lemahnya pengelolaan sumber daya alam, keuangan, dan sosial-ekonomi masyarakat yang terjadi sejauh ini, mengakibatkan pertumbuhan ekonomi di Aceh mengalami instabilitas. Berdasarkan data Bank Indonesia pada tahun 2011, pertumbuhan ekonomi Aceh hanya sebesar 5,02 persen, lebih rendah dari pertumbuhan ekonomi nasional yang tercatat sebesar 6,5 persen. Jika dilihat dari perkembangan beberapa tahun terakhir (2007-2011)38, pertumbuhan ekonomi Aceh

menunjukkan kecenderungan yang fluktuatif. Hal ini menggambarkan bahwa pondasi struktur ekonomi Aceh masih lemah dan labil. Perubahan harga jual komoditi migas dan produk pertanian di pasaran dunia sangat mempengaruhi nilai sumbangan produk yang paling dominan dalam struktur ekonomi Aceh.

Hal ini disebabkan karena ekspor kedua sektor ini masih dalam bentuk bahan mentah (row material). Sehingga nilai tambah yang diperoleh dari hasil ekspor komoditas ini menjadi sangat kecil. Penduduk miskin di Aceh pada tahun 2011 tercatat sebesar 19,48 persen, masih lebih besar dari penduduk miskin tingkat nasional yang hanya sebesar 12,36 persen.

37

Data BPS Aceh tahun 2011

38

(39)

Hal ini mencerminkan bahwa dampak dari pembangunan belum memberikan pengaruh signifikan terhadap tingkat kesejahteraan masyarakat secara umum, terutama masyarakat yang tinggal di pedesaan. Tingkat pengangguran terbuka di Aceh pada tahun 2011 mengalami penurunan, namun kondisi tersebut tergolong masih tinggi jika dibandingkan dengan rata-rata nasional. Tingkat pengangguran terbuka di Aceh pada tahun 2011 tercatat sebesar 7,43 persen, sementara angka pengangguran terbuka Nasional hanya sebesar 6,8 persen. Jika dilihat dari sisi gender keberadaan pengangguran terbuka perempuan tahun 2011 mencapai 8,50 persen lebih tinggi 1,70 persen dibandingkan pengangguran terbuka laki-laki sebesar 6,80 persen39.

2.2.2.3 Sumber Daya Alam

Provinsi Aceh merupakan salah satu Provinsi di Indonesia yang memiliki kekayaan alam cukup banyak. Industri utama berupa semen, pupuk, kayu gergajian, moulding chips, plywood, dan kertas. Aceh memiliki sejumlah industri besar. Antaranya :

- PT. Arun - PT. PIM - PT. AAF

- Lafarge Semen Andalas - Exxon Mobil

- CALTEX

Daerah Aceh memiliki bahan tambang, seperti tembaga, timah hitam, minyak bumi, batubara, dan gas alam. Selain itu, terdapat tambang emas di daerah Aceh Besar, Pidie, Aceh Tengah, dan Aceh Barat. Tambang biji besi terdapat di Aceh Besar, Aceh Barat, dan Aceh Selatan. Tambang mangan terdapat di Kabupaten Aceh Tenggara dan Aceh Barat. Sementara tambang biji timah, batu

(40)

bara, dan minyak bumi terdapat di Aceh Barat dan Aceh Timur, yakni di Rantau Kuala dan Simpang Peureulak, serta gas alam di daerah Lhok Sukon dan Kabupaten Aceh Utara. Provinsi Aceh juga terkenal dengan hasil perkebunan berupa buah-buahan, tetapi yang lebih dikenal yaitu Kopi diwilayah dataran tinggi gayo atau Takengon. Potensi perikanan adalah budidaya rumput laut, kerapu, kakap, lobster dan kerang mutiara dengan potensi sebaran seluas ±12.014 ha,membentang mulai dari Sabang, Aceh besar, Aceh Barat, Aceh Selatan, Simeleu, sampai Pulau Banyak Kabupaten Aceh Singkil. Pengembangan perikanan ini didukung oleh sebaran luas terumbu karang seluas ± 274.841 ha, membentang mulai dari Sabang, Aceh Besar sampai pantai barat selatan Aceh40.

2.3. Sejarah Partai Lokal Aceh

Pasca perjanjian damai antara pihak Republik Indonesia dan Gerakan Aceh Merdeka pada tanggal 15 Agustus 2005 di Helsinki Finlandia. Dalam MOU Helsinki tersebut memuat 6 (enam) pasal utama. Salah satu diantaranya mengenai tentang partisipasi politik yang didalamnya memuat tentang pengaturan pembentukan partai politik lokal (Partai Lokal). Pemerintah Republik Indonesia mengabulkan butir MOU Helshinki tersebut dengan hak istimewa dalam bentuk hak politik masyarakat Aceh yaitu berdirinya partai politik lokal khusus di Aceh yang kiprah partai politik lokal tersebut hanya mencakup wilayah Provinsi Aceh.

Sesuai dengan UU No.11 tahun 2006 tentang Undang-Undang Pemerintahan Aceh (UUPA) yang berbunyi partai politik lokal adalah suatu organisasi politik yang dibentuk oleh sekelompok penduduk Aceh secara suka rela atas dasar kesamaan kehendak dan cita-cita untuk memperjuangkan kepentingan anggota, masyarakat, daerah, bangsa dan Negara, melalui pemilihan umum dan pemilihan kepala daerah41. Keluarnya Peraturan Pemerintah Nomor 20 Tahun 2007 pada tanggaal 16 Maret 2007 mempercepat proses berdirinya Partai Lokal Aceh42.

40 Data Regional Investment BKPM

41

UU No.11 tahun 2006 tentang Undang-Undang Pemerintahan Aceh (UUPA).

42

(41)

2.4. PARTAI ACEH

Setelah MoU Helsinki ditandatangani, dengan serta merta keadaan aman dan damai terwujud di Aceh. Berdasarkan point 1.2.1 MoU Helsinki yaitu: “Sesegera mungkin tidak lebih dari satu tahun sejak penandatanganan Nota Kesepahaman ini, Pemerintah RI menyepakati dan akan memfasilitasi pembentukkan partai-partai politik yang berbasis di Aceh yang memenuhi persyaratan nasional”.

Atas dasar inilah masyarakat Aceh tidak mau kehilangan masa depan mereka yang demokratis, adil dan bermartabat di bawah payung kepastian hukum dengan perumusan ekonomi yang memihak kepada rakyat Aceh secara khusus dan seluruh tanah air secara umum. Para pihak bertekat untuk menciptakan kondisi sehingga pemerintah rakyat Aceh dapat diwujudkan melalui suatu proses yang demokratis dan adil dalam negara kesatuan dan konstitusi Republik Indonesia. Untuk menjamin perdamaian yang hakiki dan bermartabat serta dapat membangun masa depan Aceh dan mengukuhkan Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah melalui proses demokrasi dengan partai politik lokal berdasarkan perjanjian Memorendum of Understanding (MoU) Helsinki.

Para pimpinan dan para panglima wilayah Gerakan Aceh Merdeka (GAM) memberikan surat mandat kepada Tgk Yahya Mu’ad, SH atau disebut juga Muhammad Yahya Mu’ad, SH untuk terbentuknya partai politik lokal (Partai GAM) pada tanggal 19 Februari 2007. Partai GAM berdiri dengan akta notaris H. Nasrullah, SH pada tanggal 7 juni 2007 dengan pendaftaran Kanwilkum dan HAM dengan nomor : WI.UM. 08 06-01.

(42)

2.4.1. AZAS DAN TUJUAN

a. Partai Politik ini berazaskan Qanun Meukuta Alam Al Asyi. Selanjutnya pada tanggal 27 Agustus 2007 terjadi perubahan azas partai menjadi azas Pancasila dan UUD 1945 serta Qanun Meukuta Alam Al Asyi.

b. Tujuan PARTAI ACEH adalah :

1. Mewujudkan cita-cita rakyat Aceh demi menegakkan marwah dan martabat bangsa, agama dan negara.

2. Mewujudkan cita-cita MoU Helsinki yang di tandatangani oleh GAM dan RI pada tanggal 15 Agustus 2005 di Helsinki, Finlandia. 3. Mewujudkan kesejahteraan yang adil, makmur dan merata materil

dan spirituil bagi seluruh rakyat Aceh.

4. Mewujudkan kedaulatan rakyat dalam rangka mengembangkan kehidupan berdemokrasi, yang menjunjung tinggi dan menghormati kebenaran, keadilan, hukum dan Hak Asasi Manusia.

2.4.2. SIFAT, FUNGSI DAN USAHA

a. PARTAI ACEH bersifat independent dan terbuka.

b. PARTAI ACEH berfungsi sebagai alat pemersatu perjuangan politik ACEH.

c. PARTAI ACEH berusaha;

1. Menghidupkan nilai-nilai sejarah perjuangan rakyat Aceh.

2. Meningkatkan kualitas Sumber Daya Manusia menuju kehidupan bangsa yang maju dan bermartabat.

3. Melaksanakan pendidikan politik rakyat Aceh. 4. Proaktif dalam kehidupan politik dan pemerintahan.

2.4.3. DOKTRIN

(43)

bersama, satu kafan satu kerenda. Doktrin ini juga yang digunakan pada saat masa memperjuangkan Aceh merdeka.

2.4.4. KEDAULATAN, SUSUNAN DAN PIMPINAN PARTAI

1. Kedaulatan partai berada pada seluruh anggota dan dilaksanakan melalui musyawarah besar.

2. Susunan Partai terdiri dari;

a. Dewan Pimpinan Aceh (DPA) adalah pimpinan partai pada tingkat Aceh. b.Dewan Pimpinan Wilayah (DPW) adalah pimpinan partai yang mempunyai

ruang lingkup pada tingkat Wilayah.

c. Dewan Pimpinan Sagoe (DPS) adalah pimpinan partai yang mempunyai ruang lingkup pada tingkat Sagoe.

d. Dewan Pimpinan Mukim (DPM) adalah pimpinan partai yang mempunyai ruang lingkup pada tingkat Mukim.

e. Dewan Pimpinan Gampong (DPG) adalah pimpinan partai yang mempunyai ruang lingkup pada tingkat Gampong.

2.4.5. VISI

Membangun citra positif berkehidupan politik dalam bingkai NKRI serta melaksanakan mekanisme partai sesuai aturan NKRI, dengan menjunjung tinggi Nota Kesepahaman (MoU) Helsinki yang telah ditandatangani antara Pemerintah Republik Indonesia dan Gerakan Aceh Merdeka.

2.4.6. MISI

Menstransformasi dan atau membangun wawasan berfikir masyarakat Aceh dari citra Revolusi Party menjadi citra Development Party dalam tatanan transparansi untuk memakmurkan hidup rakyat Aceh khususnya dan Bangsa Indonesia43.

43

(44)

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Pada tahun 1953, Aceh diguncang pemberontakan Darul Islam, yang dipimpin langsung oleh Teungku Daud Beureueh. Pemberontakan ini merupakan reaksi terhadap sikap Presiden Soekarno yang melakukan pengklaiman terhadap daerah Aceh. Awal sejarahnya yaitu Soekarno datang ke Aceh setelah dilakukan Perjanjian Linggarjati 25 Maret 1947, dan berjumpa dengan Teungku Muhammad Daud Beureueh dan pernah berjanji dan berikrar yaitu "Sebagai seorang Islam, saya berjanji dan berikrar bahwa saya sebagai seorang presiden akan menjadikan Republik Indonesia yang merdeka sebagai negara Islam dimana hukum dan pemerintahan Islam terlaksana. Saya mohon kepada kakak, demi untuk Islam, demi untuk bangsa kita seluruhnya, marilah kita kerahkan seluruh kekuatan kita untuk mempertahankan kemerdekaan ini"1.

Soekarno kembali ke Aceh pada tanggal 17 Juni 1948 setelah diadakan perjanjian Renville pada tanggal 17 Januari 1948. Dalam sebuah rapat akbar di Lapangan Blang Padang Banda Aceh, Soekarno menyatakan. "Kedatangan saya ke Aceh ini khusus untuk bertemu dengan rakyat Aceh, dan saya mengharapkan partisipasi yang sangat besar dari rakyat Aceh untuk menyelamatkan Republik Indonesia ini," memohon kesediaan rakyat Aceh untuk terus membantu Indonesia. Di Blang Padang ini pula ia kemudian berujar tentang kontribusi Aceh sebagai daerah modal terhadap tegak-berdirinya Indonesia “Daerah Aceh merupakan daerah modal bagi Republik Indonesia dan melalui perjuanagan rakyat Aceh

1

S.S. Djuangga Batubara, Teungku Tjhik Muhammad Dawud di Beureueh Mujahid Teragung di

Nusantara, Gerakan Perjuangan & Pembebasan Republik Islam Federasi, Sumatera Medan, cetakan

(45)

seluruh wilayah Republik Indonesia dapat direbut kembali2”.

Dalam Perjanjian Renville inisebagian isinya menyangkut gencatan senjata disepanjang garis Van Mook dan pembentukan daerah-daerah kosong militer. Secara de jure dan de facto kekuasaan RI hanya sekitar daerah Yogyakarta saja. Perjanjian Renville ini ditandatangani oleh Perdana Mentri Mr. Amir Sjarifuddin dari Kabinet Amir Sjarifuddin, yang disaksikan oleh H.A. Salim, Dr.Leimena, Mr. Ali Sastroamidjojo3. Jadi akibat dari ditandatangani Perjanjian Renville inilah kekuasaan wilayah RI hanya di Yogya dan daerah sekitarnya, sehingga daerah wilayah Negeri Aceh menjadi berada diluar wilayah kekuasaan de-facto Negara RI Soekarno.Sehingga tidak mungkin secara hukum Soekarno bisa memberikan hak-hak rakyat Aceh dan menyusun rumah tangganya sendiri sesuai syariat Islam.

Sebagaimana yang pernah dituturkan Daud Beureueh kepada Boyd R. Compton dalam sebuah wawancara, "Anda harus tahu, kami di Aceh ini punya sebuah impian. Kami mendambakan masa kekuasaan Sultan Iskandar Muda, pada masa Aceh menjadi Negara Islam. Di zaman itu, pemerintahan memiliki dua cabang, sipil dan militer. Keduanya didirikan dan dijalankan menurut ajaran agama Islam. Pemerintahan semacam itu mampu memenuhi semua kebutuhan zaman moderen. Sekarang ini kami ingin kembali ke sistem pemerintahan semacam itu"4.

Tahun 1961 Daud Beureuh mengubah Aceh menjadi Republik Islam Aceh (RIA). Panglima Kodam Iskandar Muda, Kolonel M. Jassin berhasilmeyakinkan Daud Beureuh untuk kembali bergabung dengan Republik Indonesia. Tepat tanggal 9 Mei 1966 Daud Beureuh ditemani antara lain komandanpasukannya

2

M. Djali Yusuf, Buku Perekat Hati yang Tercabik, Yogyakarta, Pustaka Pelajar, 2002, Hal 22.

3

Sekretariat Negara Republik Indonesia, 30 Tahun Indonesia Merdeka 1945-1949, Jakarta, 1986,

hal.155-163.

4

Boyd R. Compton, Surat-Surat Rahasia Boyd R. Compton, Jakarta: LP3ES, 1995.

(46)

Perdamaian yang dirumuskan tersebut tidak ikut merangkul seluruh anak didik Daud Beureueh salah satunya adalah Hasan Tiro yang berada di Amerika Serikat. Hasan Tiromenilai adat Aceh telah dicampakkan oleh kemajuan industri pada masa pemerintahan Soeharto diawal tahun 1970an. Pasca kepulangan Hasan Tiro dari Amerika Serikat pada tanggal 30 Oktober 1976ia bersama para ulama Aceh, tokoh eks DI/TII, dan tokoh muda Aceh mengadakan rapat menilai kekayaan alam Aceh dikuras melalui pembangunan industri yang dikuasai orang asing melalui restu pemerintah pusat. Tetapi rakyat Aceh tetap miskin, pendidikan rendah dan kondisi ekonomi sangat memprihatinkan5. Rapat ini berlangsungdi kaki Gunung Halimun, Pidie dan merupakan cikal-bakal berdirinya Gerakan Aceh Merdeka.

Organisasi perjuangan Acheh Sumatra National Liberation Front(ASNLF atau NLFAS atau GAM) berdiri pada tanggal 29 November 1976,deklarasi Negara Aceh merdeka dinyatakan pada tanggal 4 Desember 1976 yang sebagian isinya berbunyi “Kami bangsa Acheh Sumatra, telah melaksanakan hak hak kami untuk menentukan nasib sendiri, dan melaksanakan tugas kami untuk melindungi hak suci kami atas tanah pusaka peninggalan nenek moyang, dengan ini menyatakan diri kami dan negeri kami bebas dan merdeka dari penguasaan dan penjajahan rezim asing Jawa di Jakarta"6.

Deklarasi Negara Acheh yang berdaulat dibacakan di satu tempat yang dinamakan bukit Tjokkan oleh Hasan Tiro sebagai ketua ASNLF dan sekaligussebagai pemimpin perang dan wali negara, sedangkan wakil wali negara

5

Neta S Pane, Sejarah dan Kekuatan Gerakan Aceh Merdeka,Solusi, Harapan, dan Impian, Jakarta, Grasindo, 2001. hal 10.

6

(47)

Dr. Muchtar Hasbi. Dan pada saat itu diumumkan kabinet pertama. Dimana anggota kabinet menteri yaitu Dr. Muchtar Hasbi Menteri Dalam negeri dan wakil Menteri Luar negeriDr. Husaini Hasan Menteri Pendidikan dan Penerangan, Dr. Zaini Abdullah Menteri Kesehatan,Dr. Zubir Mahmud Menteri Sosial dan menjabat Gubernur Peureulak, Dr. Asnawi Ali Menteri Tenaga Kerja dan Industri, Mr. Amir Ishak Menteri Perhubungan, Muhammad Daud Husin Komandan Angkatan perang, Teungku Ilyas Leube Menteri Kehakiman, Teungku Muhammad Usman Lampoh Awe Menteri Keuangan, Mr. Amir Rashid Mahmud Menteri Perdagangan, dan Malik Mahmud Menteri Negara (berada diluar negeri). Tetapi acara pelaksanaan sumpah atau baiat para menteri kabinet baru dapat dilaksanakan pada tanggal 30 Oktober 19777.Setelah Daud Beureueh turun gunung, ia tidak pernah lagi terlibat dalam gerakan politik. Perlawanan yang diusung GAM, sama sekali tidak terkait dengan DI/TII. “Kalau Hasan Tiro kan menuntut kemerdekaan, sedangkan DI/TII melawan karena kecewa,” kata M Jasin, mantan Pangdam Iskandar Muda. Almarhum Ali Hasjmy mantan Gubernur Aceh, memutus kaitan GAM dan Abu Beureueh. Menurutnya GAM dan Hasan Tiro adalah gerakan kriminal, sedangkan DI/TII adalah gerakan politik murni. Tak heran jika awal-awal perlawanan GAM, Pemerintah Indonesia menuding mereka sebagai gerombolan pengacau keamanan (GPK)8.Stigma kriminal dimunculkan untuk memutus dukungan pengikut Daud Beureueh. Nyatanya, upaya membumikan GAM sebagai kelompok kriminal tetap gagal.

Daftar tokoh pertama yang bergabung dalam GAM banyak di antara mereka adalah bekas pendukung DI/TII. Sebut saja Teungku Ilyas Leube danDaud Husin alias Daud Paneuek. Ilyas adalah ulama yang disegani di AcehTengah dan merupakan pendukung setia Daud Beureueh. Dalam susunan kabinet.

7

Neta S Pane, Sejarah dan Kekuatan Gerakan Aceh Merdeka,Solusi, Harapan, dan Impian, Jakarta, Grasindo, 2001. Hal 15.

8

(48)

GAM pertama, Ilyas duduk sebagai Menteri Kehakiman, sedangkan Daud Paneuek sebagai Panglima Angkatan Bersenjata. Keputusan Ilyas mendukung GAM semata-amata karena kecewa dengan sikap pemerintah yang ternyata hanya memberi janji omong kosong kepada Aceh. “Ilyas orangnya sangat peka terhadap agama, ketika Syariat Islam tidak berjalan di Aceh, ia orang yang paling marah”.

Ketika GAM masih dalam bentuk rancangan, sebenarnya Daud Beureueh sudah diberi tahu masalah itu. Hanya saja, Daud Beureueh tak mungkin lagi angkat senjata karena di tahun 1976, saat Hasan Tiro datang ke Aceh untuk kedua kalinya, Daud Beureueh sudah berusia 77 tahun. “Ayahanda tidak perlu berperang biar kami saja yang melakukan perlawanan. Kami hanya perlu dukungan dari Ayahanda,” demikian bujuk Hasan Tiro kepada Daud Beureueh seperti ditirukan Baihaqi, Sebagai asisten pribadi Abu Beureueh9. “Jadi kalau dikatakan Daud Beureueh mendukung Hasan Tiro, itu bisa jadi benar,” katanya. Bedanya, di masa DI/TII, Daud Beurueh mengumumkan perlawanan secara resmi dan terbuka kepada seluruh masyarakat Aceh, tetapi di masa GAM ia lebih banyak diam.Dukungan Daud Beureueh kepada GAM pada masa itu diberikan karena Hasan Tiro bertekad mendirikan negara Islam di Aceh ungkap Zakaria Saman yang juga menteri pertahanan GAM10

Ditambah dengan alasan-alasan sejarah, etnosentris, dan penguasaan ekonomi oleh Jakarta atas Aceh, membuat Hasan Tiro punya banyak alasan menyambung perjuangan untuk mempertahankan kedaulatan Aceh. Ia mengimajinasikan sebuah Negara atau kerajaan sambungan (succesor state). Untuk itu Aceh harus mandiri dari Indonesia.

Daud Beureueh legenda Aceh itu akhirnya meninggal dunia pada 10 Juni 1987. Jasadnya dimakamkan di bawah pohon mangga di pekarangan Masjid Baitul A’la lil Mujahidin di Beureunen. Seluruh. Sejak itu, tragedi demi tragedi

9

Majalah Aceh Kita, Kutipan Wawancara Prof. Baihaqi asisten Daud Beureueh, Banda Aceh, edisi

Juli 2005.

10

Gambar

Tabel 1

Referensi

Dokumen terkait

Dalam pertemuan dengan perwakilan masyarakat sipil Aceh, pihak GAM mencatat ada beberapa poin dasar hasil dari pembicaraan dengan perwakilan masyarakat sipil

Pemerintah Republik Indonesia dan Gerakan Aceh Merdeka (GAM) menegaskan komitmen mereka untuk penyelesaian konflik Aceh secara damai, menyeluruh, berkelanjutan

Skripsi berjudul “Perubahan Kebijakan Perjuangan Rakyat Aceh dari DI/TII sampai Gerakan Aceh Merdeka (GAM) Tahun 1953 - 2005” ini telah diuji dan disahkan oleh Program Studi

Dalam pertemuan dengan perwakilan masyarakat sipil Aceh, pihak GAM mencatat ada beberapa poin dasar hasil dari pembicaraan dengan perwakilan masyarakat sipil

Salah satu upaya yang dilakukan oleh pemerintah Indonesia untuk menyelesaikan konflik dengan Gerakan Aceh Merdeka adalah dengan cara berdiplomasi, seperti yang