• Tidak ada hasil yang ditemukan

HUBUNGAN KEMAMPUAN METAKOGNITIF DAN EFIKASI DIRI DENGAN PRESTASI KETERAMPILAN LABORATORIUM KIMIA ANALITIK MAHASISWA ANALIS KESEHATAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "HUBUNGAN KEMAMPUAN METAKOGNITIF DAN EFIKASI DIRI DENGAN PRESTASI KETERAMPILAN LABORATORIUM KIMIA ANALITIK MAHASISWA ANALIS KESEHATAN"

Copied!
65
0
0

Teks penuh

(1)

commit to user

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Seiring dengan mulai diberlakukannya era perdagangan bebas, tingkat

persaingan global di segala sektorpun mengalami peningkatan. Tidak kecuali

dunia pendidikan. Mahasiswa sebagai penerima proses pembelajaran di perguruan

tinggi dituntut untuk membekali diri dengan kompetensi terstandar sebagai bekal

untuk mengambil posisi dan berperan dalam dunia kerja yang semakin kompetitif.

Pencapaian kompetensi setiap mahasiswa tentunya tak terlepas dari

bagaimana mereka berstrategi dalam proses pembelajaran yang diterimanya.

Semakin baik strategi yang diterapkan, kesempatan untuk melakukan proses

belajar yang lebih baik akan semakin besar. Dan ketika seorang pebelajar mampu

berproses dengan baik, maka diharapkan hasil belajar yang akan diperolehpun

menjadi lebih baik.

Salah satu kemampuan penting dalam proses belajar dan pencapaian

kompetensi adalah kemampuan metakognitif. Konsep metakognisi telah menjadi

sebuah konsep yang sangat populer di dunia pendidikan, meski belum terlalu

banyak diteliti di Indonesia. Flavell dalam Cautinho (2008) menyatakan bahwa

metakognitif merupakan pengetahuan seseorang terhadap proses berpikirnya

sendiri. Dengan kata lain, metakognitif menggambarkan sebuah proses berpikir

(2)

commit to user

2

metakognitif yang memadai, ia akan mampu menjalani proses belajarnya dengan

lebih baik untuk memperoleh hasil yang lebih baik pula.

Cautinho (2008) meggarisbawahi hasil-hasil penelitian metakognitif

terdahulu dan menyatakan bahwa metakognitif merupakan prediktor penting

dalam keberhasilan akademik pebelajar. Pengasahan terhadap kemampuan

metakognitif, meski dilakukan dalam kurun waktu yang singkat, terbukti dapat

membantu meningkatkan prestasi akademik seorang pebelajar. Kemampuan

metakognitif juga berkaitan erat dengan faktor kepribadian dan besar kecilnya

motivasi pebelajar (Lin-Agler et al, 2002; Stavrianopoulos, 2002).

Variabel lain yang dianggap penting dalam pencapaian prestasi

mahasiswa adalah efikasi diri (self efficacy). Bandura (1997) menyatakan bahwa

efikasi diri merupakan keyakinan atau kepercayaan seseorang bahwa ia mampu

mengorganisir dan menjalankan rangkaian tindakan yang diperlukan untuk

mengatur situasi prospektif. Seseorang dengan efikasi diri tinggi akan berupaya

menganalisa dan memecahkan masalah untuk mencapai tujuan yang diinginkan.

Sedang seseorang dengan efikasi diri rendah, cenderung meragukan

kemampuannya serta mengantisipasi kegagalan bahkan sebelum berusaha untuk

memecahkan masalah.

Efikasi diri diidentifikasi sebagai salah satu faktor yang mempengaruhi

pencapaian prestasi belajar mahasiswa (Lane et al, 2004; Naqiyah et al, 2007).

Devenport dan Lane (2006) juga membuktikan bahwa efikasi diri berkaitan erat

dengan strategi coping pada mahasiswa. Hal ini menggambarkan bahwa, semakin

(3)

commit to user

3

baik dalam mengatasi permasalahan belajarnya. Dengan demikian, pencapaian

prestasi sebagai hasil proses belajar akan semakin baik pula.

Jenjang Diploma 3 (D3) Analis Kesehatan merupakan jenjang pendidikan

vokasional dengan penitikberatan hasil pendidikan pada keterampilan melakukan

analisa laboratorium. Dalam kurikulum pendidikan D3 Analis Kesehatan tahun

2003, hal tersebut nampak pada jumlah beban SKS pembelajaran keterampilan

laboratorium (laboratory skills) yang lebih besar dibandingkan beban SKS untuk

pembelajaran teori (Pusdiknakes, 2003). Sehingga, keberhasilan atau pencapaian

kompetensi dalam keterampilan laboratorium menjadi komponen penting dalam

menilai pencapaian prestasi belajar seorang mahasiswa Analis Kesehatan.

Keterampilan laboratorium Kimia Analitik pada Program Studi (Prodi) D3

Analis Kesehatan merupakan salah satu bagian dari kelompok mata kuliah

keilmuan dan keterampilan yang diberikan dengan bobot 2 SKS. Mata kuliah ini

merupakan mata kuliah yang menjadi dasar ilmu (basic science) dari 3 mata

kuliah lanjutan, dimana 2 diantaranya merupakan mata ujian negara, yaitu

keterampilan laboratorium Kimia Klinik serta Kimia Air, Makanan-Minuman

(Pusdiknakes, 2003). Meski demikian, data dari bagian evaluasi Prodi D3 Analis

Kesehatan menunjukkan bahwa nilai keterampilan laboratorium Kimia Analitik

yang diperoleh mahasiswa pada 2 tahun akademik terakhir (2007/2008 dan

2008/2009) tidak cukup memuaskan.

Pada tahun akademik 2007/2008, persentase mahasiswa yang mendapatkan

nilai A, AB, B, BC, C dan D berturut-turut adalah 0%, 17%, 24%; 48%, 11% dan

(4)

commit to user

4

2%, 72%, 15%, 7% dan 4%. Kurang optimalnya hasil evaluasi keterampilan

laboratorium Kimia Analitik tersebut diduga tidak hanya berkaitan dengan faktor

eksternal pebelajar, namun juga faktor internalnya, dalam hal ini adalah

kemampuan metakognitif dan efikasi diri yang dimiliki.

Berdasarkan hal tersebut diatas, maka peneliti akan mengkaji peranan

metakognitif dan efikasi diri dalam kaitannya dengan prestasi keterampilan

laboratorium Kimia Analitik mahasiswa Prodi D3 Analis Kesehatan.

B. Rumusan Masalah

Adakah hubungan antara kemampuan metakognitif dan efikasi diri dengan

prestasi keterampilan laboratorium Kimia Analitik pada mahasiswa D3 Analis

Kesehatan?

C. Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum

Meneliti hubungan antara metakognitif dan efikasi diri dengan prestasi

keterampilan laboratorium Kimia Analitik.

2. Tujuan Khusus

a. Meneliti tingkat kemampuan metakognitif dan efikasi diri mahasiswa D3

Analis Kesehatan.

b. Meneliti hubungan antara metakognitif dengan prestasi keterampilan

(5)

commit to user

5

c. Meneliti hubungan antara efikasi diri dengan prestasi keterampilan

laboratorium Kimia Analitik.

d. Menaksir besarnya kekuatan hubungan antara kemampuan metakognitif,

efikasi diri dan prestasi keterampilan laboratorium Kimia Analitik.

D. Manfaat Penelitian

1. Manfaat Teoritis

Untuk membuktikan secara empiris bahwa kemampuan metakognitif dan

efikasi diri mempengaruhi prestasi keterampilan laboratorium Kimia Analitik

mahasiswa.

2. Manfaat Praktis

a. Bagi mahasiswa, penelitian ini diharapkan dapat membantu tercapainya

standar kompetensi yang ditetapkan dalam pembelajaran keterampilan

laboratorium Kimia Analitik.

b. Bagi Program Studi, khususnya bagian kurikulum, penelitian ini

diharapkan dapat membantu pemilihan dan penerapan strategi

pembelajaran yang efektif dan efisien dalam meningkatkan keterampilan

(6)

commit to user

i TESIS

HUBUNGAN KEMAMPUAN METAKOGNITIF DAN EFIKASI DIRI

DENGAN PRESTASI KETERAMPILAN

LABORATORIUM KIMIA ANALITIK

MAHASISWA ANALIS KESEHATAN

Disusun oleh

MALA HAYATI

NIM. S540908310

Telah disetujui oleh Tim Pembimbing

Pada tanggal : ………

Pembimbing I

Prof. Bhisma Murti, dr, M.Sc, MPH., Ph.D NIP. 195510211994121001

Pembimbing II

P. Murdani K, dr, MHPEd NIP. 130786875

Mengetahui :

Ketua Program Studi Magister Kedokteran Keluarga

(7)

commit to user

ii

PENGESAHAN TESIS

HUBUNGAN KEMAMPUAN METAKOGNITIF DAN EFIKASI DIRI

DENGAN PRESTASI KETERAMPILAN LABORATORIUM

KIMIA ANALITIK MAHASISWA ANALIS KESEHATAN

Disusun oleh

MALA HAYATI NIM. S540908310

Telah disetujui dan disahkan oleh Tim Penguji

Pada tanggal : ...

Dewan Penguji

Jabatan Nama Tanda Tangan

Ketua : Prof. Dr. Didik Tamtomo, dr, MM, M.Kes, PAK

NIP. 194803131976101001 ...

Sekretaris : Dr. Nunuk Suryani, M. Pd

NIP. 196611081990032001 ...

Anggota : Prof. Bhisma Murti, dr, M.Sc, MPH., Ph.D

NIP. 195510211994121001 ...

Anggota : P. Murdani K, dr, MHPEd

NIP. 130786875 ...

Mengetahui, Direktur PPS UNS

Prof. Drs. Suranto, M.Sc, Ph.D NIP. 195708201985031004

Surakarta,

Ketua Program Studi Magister Kedokteran Keluarga

(8)

commit to user

iii

PERNYATAAN

Yang bertanda tangan di bawah ini, saya :

Nama : MALA HAYATI

NIM : S540908310

Dengan ini menyatakan dengan sesungguhnya bahwa tesis saya yang berjudul

HUBUNGAN KEMAMPUAN METAKOGNITIF DAN EFIKASI DIRI

DENGAN PRESTASI KETERAMPILAN LABORATORIUM KIMIA

ANALITIK MAHASISWA ANALIS KESEHATAN adalah benar-benar karya

otentik saya sendiri. Hal-hal yang terdapat dalam tesis ini dan yang bukan karya

saya diberi tanda kutipan dan ditunjukkan dalam daftar pustaka. Apabila diketahui

di kemudian hari terbukti bahwa pernyataan saya tidak benar, maka saya bersedia

menerima sanksi akademik berupa pencabutan tesis dan gelar yang saya peroleh

dari tesis tersebut.

Surakarta, Agustus 2010

Yang membuat pernyataan,

(9)

commit to user

vi

KATA PENGANTAR

Puji syukur Alhamdulillah penulis panjatkan kepada Allah SWT, karena atas

limpahan rahmat dan karunia-Nya maka penulis dapat menyelesaikan penyusunan

proposal tesis ini pada Program Studi Magister Kedokteran Keluarga, minat

utama Pendidikan Profesi Kesehatan, Program Pasca Sarjana Universitas Sebelas

Maret Surakarta dengan judul : HUBUNGAN KEMAMPUAN METAKOGNITIF

DAN EFIKASI DIRI DENGAN PRESTASI KETERAMPILAN

LABORATORIUM KIMIA ANALITIK MAHASISWA ANALIS

KESEHATAN.

Penulisan tesis ini dapat terselesaikan dengan baik berkat bantuan dari

berbagai pihak, maka pada kesempatan ini penulis menyampaikan penghargaan

dan ucapan terima kasih kepada :

1. Prof. Dr. H. Muh. Samsulhadi, dr., Sp.Kj, selaku Rektor Universitas

Sebelas Maret Surakarta, yang telah memberi kesempatan kepada penulis

untuk menempuh pendidikan Pascasarjana.

2. Prof. Drs. Suranto, M.Sc, PhD, selaku Direktur Program Pasca Sarjana

Universitas Sebelas Maret yang telah memberikan ijin kepada penulis

untuk menyusun tesis ini.

3. Prof. Dr. Didik Tamtomo, dr., MM. M.Kes. PAK, selaku Ketua Program

Studi Magister Kedokteran Keluarga Universitas Sebelas Maret yang telah

memberikan kesempatan kepada penulis untuk menempuh pendidikan

Pascasarjana pada Program Studi Kedokteran Keluarga.

4. Prof. Bhisma Murti, dr., M.Sc, MPH., Ph.D selaku pembimbing I yang

dengan penuh kesabaran dan kesungguhan membimbing dan mengarahkan

penulis dalam penulisan tesis ini.

5. P. Murdani K, dr., MHPEd selaku pembimbing II atas arahan dan

(10)

commit to user

vii

6. Prof. Dr. Zainuddin Maliki, M.Si, dan dr. H. Sukadiono, MM selaku

Rektor Universitas Muhammadiyah Surabaya dan Dekan Fakultas Ilmu

Kesehatan Universitas Muhammadiyah Surabaya yang telah memberikan

ijin kepada penulis untuk melanjutkan pendidikan jenjang pascasarjana.

7. Segenap Civitas Akademika Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas

Muhammadiyah Surabaya, atas kerja sama yang diberikan sehingga

penulis mendapatkan kemudahan dalam pelaksanaan penelitian.

Penulis berharap semoga tesis ini bermanfaat bagi pengelola pendidikan,

mahasiswa dan para pembaca yang budiman, namun penulis juga menyadari

bahwa tesis ini masih jauh dari sempurna sehingga sangat terbuka untuk kritik dan

saran yang akan penulis terima dengan senang hati demi kebaikan bersama.

Surakarta, Agustus 2010

(11)

commit to user

viii DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL ... i

LEMBAR PENGESAHAN ... ii

KATA PENGANTAR ... vi

DAFTAR ISI ... viii

DAFTAR GAMBAR ... xi

DAFTAR TABEL ... xii

DAFTAR LAMPIRAN ... xiii

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Rumusan Masalah ... 4

C. Tujuan Penelitian ... 4

D. Manfaat Penelitian ... 4

BAB II KAJIAN TEORI, KERANGKA BERPIKIR DAN HIPOTESIS A. Kajian Teori ... 6

1. Kemampuan Metakognitif ... 6

a. Deskripsi Metakognitif ... 6

b. Dimensi Metakognitif ... 7

c. Peningkatan Kemampuan Metakognitif ... 10

(12)

commit to user

ix

a. Deskripsi Efikasi Diri ... 12

b. Mekanisme Efikasi Diri ... 13

c. Sumber dan Dimensi Efikasi Diri ... 14

d. Peran Efikasi Diri ... 17

3. Prestasi Keterampilan Laboratorium ... 18

B. Penelitian yang Relevan ... 19

C. Kerangka Berpikir ... 21

D. Hipotesis ... 23

BAB III METODE PENELITIAN ... 24

A. Jenis Penelitian ... 24

B. Tempat dan Waktu Penelitian ... 24

C. Populasi, Sampel dan Sampling ... 24

D. Variabel Penelitian ... 25

E. Definisi Operasional ... 25

F. Instrumen Penelitian ... 26

G. Teknik Pengumpulan Data ... 28

H. Teknik Analisis Data ... 29

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 32

A. Hasil Penelitian ... 32

(13)

commit to user

x

BAB V PENUTUP ... 32

A. Kesimpulan ... 51

B. Implikasi ... 51

C. Saran ... 52

DAFTAR PUSTAKA ... 53

LAMPIRAN ... 56

(14)

commit to user

xi

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 2.1 Kerangka berpikir ... 22

Gambar 4.1 Diagram sebar dan garis regresi antara kemampuan

metakognitif dan prestasi keterampilan laboratorium

Kimia Analitik ... 34

Gambar 4.2 Diagram sebar dan garis regresi antara efikasi diri

dan prestasi keterampilan laboratorium Kimia Analitik ... 36

(15)

commit to user

xii

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 4.1 Karakteristik sampel penelitian ... 32

Tabel 4.2 Hubungan antara kemampuan metakognitif dan prestasi

keterampilan laboratorium Kimia Analitik dengan mengontrol

pengetahuan sebelumnya ... 33

Tabel 4.2 Hubungan antara efikasi diri dan prestasi keterampilan

laboratorium Kimia Analitik dengan mengontrol pengetahuan

(16)

commit to user

xiii

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

Lampiran 1. Kuesioner asli kemampuan metakognitif MARSI

(Metacognitive Awareness of Reading Strategies Inventory) 56

Lampiran 2. Kuesioner kemampuan metakognitif ... 58

Lampiran 3. Kuesioner efikasi diri ... 61

Lampiran 4. Checklist unjuk kerja keterampilan laboratorium Kimia

Analitik ... 62

Lampiran 5. Data hasil penelitian ... 64

(17)

commit to user

(18)

commit to user

HUBUNGAN KEMAMPUAN METAKOGNITIF DAN EFIKASI DIRI

DENGAN PRESTASI KETERAMPILAN LABORATORIUM

KIMIA ANALITIK

MAHASISWA ANALIS KESEHATAN

TESIS

Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Mencapai Derajat Magister

Program Studi Magister Kedokteran Keluarga

Minat Utama Pendidikan Profesi Kesehatan

Oleh :

Mala Hayati

S540908310

PROGRAM PASCASARJANA

UNIVERSITAS SEBELAS MARET

SURAKARTA

(19)

commit to user

6

BAB II

KAJIAN TEORI, KERANGKA BERPIKIR DAN HIPOTESIS

A. Kajian Teori

1. Kemampuan Metakognitif

a. Deskripsi Metakognitif

Secara umum, metakognitif diartikan sebagai proses berpikir tentang

bagaimana berpikir. Flavell dalam Cautinho (2008) mendeskripsikan metakognitif

sebagai pengetahuan dan kognisi mengenai fenomena kognitif. Sementara Taylor

(1999) mendefinisikan metakognisi sebagai pengetahuan seseorang atas apa yang

telah diketahuinya, disertai dengan pemahaman yang tepat atas tugas-tugas apa

yang harus dilakukan, ilmu dan keahlian apa yang dibutuhkan, serta kecakapan

untuk melakukan interfensi atau mengaplikasikan solusinya pada situasi tertentu

secara efisien dan reliabel.

Metakognisi juga berarti pengetahuan tentang kemampuan kognitif yang

dimiliki dan bagaimana kemampuan itu dapat diterapkan pada proses kognitif.

Lebih jauh lagi, metakognisi sering dihubungkan dengan pribadi, tugas dan

strategi. Kemampuan metakognitif diyakini sebagai kemampuan kognitif tingkat

tinggi yang diperlukan untuk manajemen pengetahuan. Pembelajaran metode baru

mengutamakan pentingnya belajar bagaimana belajar. Pebelajar dituntut untuk

mengatur tujuan belajarnya sendiri dan menentukan strategi belajar yang sesuai

untuk mencapai tujuan tersebut. Tanggung jawab pebelajar juga mencakup

(20)

commit to user

7

Pemberdayaan pebelajar untuk bertanggung jawab pada pembelajaran mereka

sendiri merupakan hal yang diutamakan pada model pembelajaran

learner-centered, self-directed learning dan adult learning. Penentu kesuksesan pada

model pembelajaran ini adalah membangun kemampuan dan keterampilan belajar

(Amin dan Eng, 2003).

b. Dimensi Metakognitif

Pintrich (2002) menjabarkan metakognitif menjadi tiga dimensi, yaitu 1)

pengetahuan strategis, 2) pengetahuan kognitif, dan 3) pemahaman terhadap diri

sendiri. Pengetahuan strategis merupakan pengetahuan tentang berbagai strategi

dalam belajar, berpikir serta memecahkan masalah. Sedang pengetahuan kognitif

meliputi pengetahuan atas berbagai tugas sebagai pebelajar, disertai pemahaman

bahwa setiap tugas membutuhkan strategi kognitif yang berbeda untuk dapat

diselesaikan. Pemahaman terhadap diri sendiri meliputi pemahaman atas

kelebihan dan kelemahan diri. Kewaspadaan diri atas seberapa dalam pengetahuan

yang telah dimiliki dan bagian ilmu mana yang tidak dimengerti akan membantu

seseorang menyusun langkah strategis untuk mengatasi kekurangan dan

mengoptimalkan kelebihannya.

Sementara, Martinez (2006) mengkategorikan metakognitif menjadi tiga

kelompok utama, yaitu 1) metamemori dan metakomprehensi, 2) pemecahan

masalah (problem solving), dan 3) berpikir kritis (critical thinking). Metamemori

dan metakomprehensi berkaitan dengan pemahaman seseorang atas tingkat

pengetahuannya sendiri. Secara terpisah, metamemori adalah kesadaran dan

(21)

commit to user

8

menggunakan memori tersebut secara efektif. Sedang metakomprehensi adalah

kemampuan pebelajar untuk memonitor tingkat pemahaman informasi, untuk

mengenali kegagalan pemahaman dan memperbaiki strategi ketika mengenali

kegagalan (Purdue University, 2005). Pemecahan masalah dapat didefinisikan

secara sederhana sebagai pencarian jalan keluar ketika terjadi hal-hal yang tidak

pasti atau saat terjadi masalah. Proses pemecahan masalah juga meliputi

penimbangan berbagai pilihan keputusan, eksplorasi sub-sub pilihan serta evaluasi

hasil-hasil yang mungkin terjadi. Sedang berpikir kritis merupakan proses

mengkritisi ide atau gagasan yang sedang atau akan dicanangkan. Proses ini

sangat sinergis dengan proses pemecahan masalah, dan bersifat saling

melengkapi.

Metakognisi mencakup pengetahuan dan proses regulasi pengetahuan.

Pengetahuan metakognitif meliputi tiga jenis pengetahuan berikut: deklaratif,

prosedural dan kondisional. Pengetahuan deklaratif merupakan informasi faktual

yang diketahui pebelajar, yang dapat dilaporkan, baik secara lisan maupun

tertulis. Sebagai contoh, pengetahuan mengenai rumus perhitungan tertentu.

Pengetahuan prosedural berkaitan dengan bagaimana melakukan sesuatu, atau

bagaimana melakukan sebuah tahapan proses. Misalnya mengetahui bagaimana

melakukan perhitungan dengan rumus yang telah diketahui sebelumnya. Sedang

pengetahuan kondisional adalah pengetahuan atas kapan, bagaimana serta dalam

(22)

commit to user

9

Dirkes dalam Blakey dan Spence (1990) menyatakan bahwa strategi dasar

dari kemampuan metakognitif adalah konektivitas antara pengetahuan yang baru

diterima dengan pengetahuan terdahulu yang telah dimiliki, pemilihan strategi

berpikir, perencanaan-monitoring dan evaluasi proses berpikir. Peirce (2003)

menambahkan bahwa kesadaran metakognitif pada proses belajar sama

pentingnya dengan proses memonitor materi yang sedang dipelajari. Sehingga,

dimensi lain dari metakognitif adalah pengaturan pengetahuan metakognitif itu

sendiri, yang meliputi penetapan tujuan (goal setting), evaluasi diri (self

assessing) dan pengaturan proses berpikir saat belajar. Sehingga, dapat dikatakan

bahwa komponen penting dari metakognisi adalah penerapan strategi belajar

untuk mencapai tujuan/ prestasi tertentu, evaluasi mandiri atas efektivitas proses

pencapaian tujuan, serta manajemen diri dalam belajar lebih lanjut sebagai respon

atas evaluasi mandiri yang telah dilakukan.

Stenberg (1998) menambahkan bahwa metakognisi juga meliputi

perkembangan sikap dan rasa percaya pada diri seseorang yang akan membantu

proses regulasi diri selama belajar. Dalam beberapa penelitian, metakognisi juga

menunjukkan peran penting dalam perkembangan psikologi sosial, terkait dengan

proses pengambilan keputusan (Koriat, 2007). Pebelajar dengan kemampuan

metakognitif juga mampu mempelajari serta meningkatkan efikasi diri dalam

(23)

commit to user

10

c. Peningkatan Kemampuan Metakognitif

Untuk membangun dan mengembangkan kemampuan metakognitifnya,

seorang pebelajar dapat menerapkan strategi-strategi berikut (Blakey dan Spence,

1990) :

1) Mengidentifikasi “apa yang saya tahu” dan “apa yang tidak saya tahu”

Pada tahap awal, pebelajar harus terlebih dahulu dengan sadar memahami

tingkat pengetahuannya. Hal ini dapat pula diinisiasi dengan menuliskan

“saya telah paham tentang ...” dan “saya ingin lebih memahami bab ...”.

2) Mengungkapkan proses berpikir secara lisan

Modelling dan diskusi dapat membantu pengembangan dan pemenuhan

kebutuhan berpikir pebelajar, serta membantu pebelajar dalam berbagi cara

berpikir. Strategi yang juga efektif untuk digunakan adalah pemecahan

masalah secara berpasangan (paired problem solving).

3) Menulis learning log (buku harian belajar)

Learning log akan membantu pebelajar dalam merefleksikan proses

berpikirnya. Pengajar dapat membantu meningkatkan kemampuan

metakognitif pebelajar dengan memberi masukan serta kritik membangun

terhadap apa yang telah ditulis oleh pebelajar dalam learning lognya.

4) Melakukan perencanaan dan regulasi diri

Dalam rangka membentuk seorang self-directed learner, sejak dini pebelajar

harus diberi tanggung jawab atas perencanaan serta regulasi proses belajar

dan berpikirnya. Pebelajar membuat sendiri setiap detail perencanaan

(24)

commit to user

11

akan dipelajari dan jadwal belajar. Sementara, evaluasi belajar dapat disusun

dengan bantuan kriteria evaluasi dari pengajar.

5) Mendiskusikan proses berpikir yang dialami

Mendiskusikan proses berpikir akan membantu pebelajar untuk membangun

kewaspadaan terhadap strategi-strategi baru yang dapar diterapkan dalam

situasi belajar yang belum mereka temui sebelumnya.

6) Evaluasi diri

Proses evaluasi dapat diawali dengan terlebih dahulu memberikan panduan

evaluasi proses belajar salah satu bahan pelajaran. Melalui individual

conferences atau checklist yang ditekankan pada evaluasi proses berpikir,

pebelajar dapat mulai menentukan bentuk evaluasi belajarnya sendiri.

Sementara Amin dan Eng (2003) menyarankan bagi para pebelajar

individual untuk mengembangkan metakognitifnya melalui tiga langkah

sederhana, yaitu identifikasi kebutuhan, membangun dan mengimplementasikan

rencana pembelajaran serta memonitor dan mengevaluasi perkembangan

metakognitif yang dialami. Identifikasi kebutuhan dapat dilakukan dengan

mengidentifikasi jarak pengetahuan atau jarak pembelajaran dan memutuskan

prioritas kebutuhan.

Langkah berikutnya adalah membangun dan mengimplementasikan rencana

pembelajaran. Penerapan strategi belajar sangat bervariasi, tergantung pada

masing-masing individu pebelajar. Strategi pembelajaran yang berhasil untuk satu

(25)

commit to user

12

pebelajar harus mencari strategi terbaik untuk mencapai target yang ditetapkan,

berikut strategi alternatif yang dapat digunakan (Amin dan Eng, 2003).

Sementara, memonitor dan mengevaluasi perkembangan sebagai tahapan

akhir pengembangan kemampuan metakognitif sejatinya merupakan sebuah

proses yang berkesinambungan. Pada tahap ini, pebelajar perlu mengajukan

beberapa pertanyaan, antara lain ‘Sejauh mana perkembangan yang dicapai?’,

‘Apakah saya perlu mengubah strategi belajar?’, ‘Apa yang telah saya pelajari

dari proses akan membantu saya di kemudian hari?’ (Amin dan Eng, 2003).

2. Efikasi Diri

a. Deskripsi Efikasi Diri

Efikasi diri (self efficacy) diturunkan dari teori kognitif sosial (social

cognitive theory) yang dikemukakan oleh Bandura (1986). Teori ini memandang

pembelajaran sebagai penguasaan pengetahuan melalui proses kognitif terhadap

informasi yang diterima. Aspek “sosial” mengandung pengertian bahwa

pemikiran dan kegiatan manusia berawal dari apa yang dipelajari dalam

masyarakat. Sedangkan “kognitif” mengandung pengertian bahwa terdapat proses

kognitif yang berkontribusi secara influensial terhadap motivasi, sikap dan

perilaku manusia. Secara singkat, teori ini menyatakan bahwa sebagian besar

pengetahuan dan perilaku anggota organisasi digerakkan dari lingkungan, dan

secara terus menerus mengalami proses berpikir terhadap informasi yang diterima.

Hal tersebut memberikan pengaruh nyata pada indikasi motivasi akademis seperti

(26)

commit to user

13

tingkat reaksi emosional pebelajar (Zimmerman, 2000). Sedang proses kognitif

setiap individu akan berbeda tergantung keunikan karateristik personalnya.

Efikasi diri dinyatakan sebagai kepercayaan seseorang bahwa ia dapat

menjalankan tugas pada sebuah tingkatan tertentu, dan merupakan salah satu dari

faktor yang mempengaruhi aktifitas pribadi terhadap pencapaian tugas

(Bandura,1986). Sedang Sullivan dan Mahalik dalam Naqiyah et al (2007)

mengemukakan bahwa efikasi diri merupakan sebuah struktur kognitif yang

diciptakan oleh pengalaman-pengalaman belajar, yang secara kumulatif akan

membentuk sebuah rasa percaya atau keyakinan bahwa seseorang yang

bersangkutan dapat menyelesaikan aktifitas tertentu dengan sangat baik.

b. Mekanisme Efikasi Diri

Menurut teori kognitif sosial Bandura (1986), setiap individu memiliki

sistem diri yang memungkinkan mereka melakukan langkah pengawasan atas

pikiran, perasaan, motivasi dan aktifitas mereka sendiri. Sistem ini memberikan

mekanisme referensi dan susunan sub-fungsi untuk merasa, mengatur dan

mengevaluasi perilaku, sebagai hasil dari saling keterkaitan antara sistem dan

sumber-sumber lingkungan pengaruh tersebut. Hal ini memberikan sebuah fungsi

pengaturan diri dengan memberikan kemampuan mempengaruhi proses kognitif

dan aksi kepada setiap individu, dan kemudian merubah lingkungannya.

Bandura (1986) juga menjelaskan bahwa melalui proses refleksi diri,

seseorang mampu mengevaluasi pengalaman dan proses berpikirnya. Menurut

(27)

commit to user

14

atau apa yang telah mereka capai, tidak selalu menjadi prediktor untuk

capaian-capaian berikutnya. Hal tersebut disebabkan karena kepercayaan yang mereka

pegang mempengaruhi secara luas cara bertindak mereka. Akhirnya, perilaku

seseorang dimediasi oleh kepercayaan tentang kemampuan mereka, dan seringkali

dapat diprediksi dengan menggunakan ukuran ini, daripada dengan hasil performa

mereka sebelumnya. Hal ini tidak berarti bahwa seseorang dapat menyelesaikan

tugas diluar kemampuannya semata-mata dengan keyakinan bahwa mereka

mampu. Untuk berfungsi secara kompeten, seseorang membutuhkan keserasian

antara kepercayaan-kepercayaan diri pada satu sisi, dan kemampuan serta

pengetahuan di sisi lain. Akan tetapi, hal tersebut dapat berarti bahwa persepsi diri

atas kemampuan seseorang membantu menentukan apa yang seseorang lakukan

dengan pengetahuan dan kemampuan yang mereka miliki. Sehingga, efikasi diri

merupakan faktor penting pada tahap pertama bagaimana pengetahuan dan

kemampuan yang baik dibutuhkan.

c. Sumber dan Dimensi Efikasi Diri

Bandura (1997) menggambarkan empat sumber efikasi dirisebagai berikut

1) Pengalaman Keberhasilan (mastery experience)

Keberhasilan yang sering didapatkan akan meningkatkan efikasi diri yang

dimiliki seseorang. Sedang kegagalan akan menurunkan efikasi dirinya.

Disamping itu, jika keberhasilan yang diraih lebih banyak disebabkan oleh

faktor-faktor eksternal, keberhasilan tersebut tidak akan banyak

(28)

commit to user

15

tersebut diperoleh setelah melalui hambatan yang besar dan merupakan hasil

perjuangannya sendiri, maka hal itu akan membawa pengaruh besar pada

peningkatan efikasi diri.

2) Pengalaman Orang Lain (vicarious experiences)

Pengalaman keberhasilan orang lain yang memiliki kemiripan dengan

individu dalam mengerjakan suatu tugas biasanya akan meningkatkan efikasi

diri individu tersebut dalam mengerjakan tugas yang sama. Dalam hal ini,

efikasi diri didapat melalui social models yang biasanya terjadi pada diri

seseorang yang kurang memahami kemampuan dirinya sendiri. Efikasi diri

yang didapat tidak akan terlalu berpengaruh jika model yang diamati tidak

memiliki kemiripan atau berbeda sama sekali dengan individu yang

bersangkutan.

3) Persuasi Sosial (social persuation)

Informasi tentang kemampuan yang disampaikan secara verbal oleh

seseorang yang berpengaruh biasanya digunakan untuk meyakinkan

seseorang bahwa ia cukup mampu melakukan suatu tugas.

4) Keadaan fisiologis dan emosional (physiological and emotional states)

Kecemasan dan stres yang terjadi dalam diri seseorang ketika melakukan

tugas sering diartikan sebagai suatu kegagalan. Pada umumnya seseorang

cenderung akan mengharapkan keberhasilan dalam kondisi yang tidak

diwarnai oleh ketegangan dan tidak merasakan adanya keluhan atau gangguan

(29)

commit to user

16

dan kecemasan. Sebaliknya, efikasi diri yang rendah ditandai oleh tingkat

stress dan kecemasan yang tinggi.

Efikasi diri pada setiap orang akan bervariasi berdasarkan tingkat level,

generality dan strength yang dimiliki (Bandura, 1997). Level merupakan tingkat

kesederhanaan atau kerumitan tugas yang diyakini dapat diselesaikan. Sehingga,

tingkat efikasi diri seseorang diukur berdasarkan tingkat tantangan atau kesulitan

tugas yang dapat diselesaikannya. Generality menggambarkan rentang (range)

tugas yang dirasa dapat diselesaikan. Beberapa individu akan merasa mampu

menyelesaikan tugas dengan range yang luas. Sedang beberapa lainnya merasa

hanya mampu menyelesaikan tugas pada bidang yang lebih spesifik atau terbatas.

Strength merupakan kepercayaan diri seseorang yang dapat diwujudkan dalam

meraih prestasi tertentu. Nilai strength yang tinggi tidak secara langsung

menunjukkan kemampuan seseorang dalam berpartisipasi pada tugas yang

diberikan, namun lebih menggambarkan keteguhan hatinya dalam menghadapi

berbagai rintangan untuk menyelesaikan tugas yang diberikan.

Sementara, Devonport dan Lane (2006) menjabarkan efikasi diri seorang

pebelajar dalam lima aktifitas berikut 1) efikasi diri untuk mengatur waktu, 2)

efikasi diri untuk menggunakan sumber-sumber belajar, 3) efikasi diri untuk

bekerja dalam kelompok, 4) efikasi diri untuk mengikuti proses pembelajaran, dan

5) efikasi diri untuk berkomunikasi. Kelima sub efikasi diri tersebut akan

berkaitan erat dengan penggunaan strategi coping aktif pebelajar serta terbangun

oleh adanya interaksi kelompok dan sosial yang dilakukan oleh pebelajar yang

(30)

commit to user

17

d. Peran Efikasi Diri

Bandura dalam Schwarzer (1998) menjelaskan bahwa keberadaan efikasi

diri akan membuat perbedaan pada bagaimana seseorang merasa, berpikir dan

bertindak. Dalam kaitannya dengan fungsi merasa, efikasi diri yang rendah akan

berasosiasi dengan rasa depresi, kecemasan serta putus asa. Hal tersebut juga akan

berkorelasi dengan rendahnya tingkat self esteem yang dimiliki serta rasa pesimis

dalam penyelesaian tugas atau aktifitas dan proses perkembangan kepribadian.

Dalam hal berpikir, efiaksi diri akan memfasilitasi proses-proses kognitif serta

performa seseorang dalam berbagai hal dan kesempatan, termasuk dalam kualitas

pengambilan keputusan dan pencapaian prestasi akademik. Efikasi diri juga

berperan dalam menentukan bagaimana seseorang bertindak. Tinggi rendahnya

efikasi diri akan mempengaruhi motivasi tindakan. Seseorang dengan efikasi diri

tinggi akan memilih tugas dan aktifitas yang lebih menantang. Mereka cenderung

menetapkan tujuan dalam tingkat yang lebih tinggi serta konsisten dalam usaha

pencapaiannya.

Meski beberapa penelitian mengungkapkan bahwa efikasi diri dipengaruhi

oleh jenis kelamin, etnis/ ras (Schunk dan Pajares, 2001), usia dan masa

perkembangan belajar (Schunk dan Meece, 2005), efikasi diri juga diketahui

berperan sebagai faktor prediktif dalam tingkat usaha serta besar kecilnya energi

yang dikeluarkan seorang pebelajar dalam proses belajarnya. Hal tersebut

menyebabkan efikasi diri secara langsung maupun tidak akan berdampak pula

pada ketekunan belajar dan performa aktual seorang pebelajar. Dalam proses

(31)

commit to user

18

motivasional untuk melakukan penetapan tujuan, monitoring dan evaluasi diri

serta penggunaan strategi dalam belajar (Zimmerman, 2000).

3. Prestasi Keterampilan Laboratorium

Prestasi belajar menurut Winkel (1996) adalah suatu bukti keberhasilan

belajar atau kemampuan seorang pebelajar dalam melakukan kegiatan belajarnya

sesuai dengan bobot yang dicapainya. Prestasi belajar dapat menjadi indikator atas

kuantitas dan kualitas pengetahuan pebelajar dalam memahami proses

pembelajaran yang diterimanya. Hasil belajar yang dicapai oleh setiap pebelajar

sendiri dapat dikelompokkan menjadi tiga ranah, yaitu kognitif, afektif dan

psikomotorik.

Keterampilan laboratorium (lab skills) secara umum didefinisikan sebagai

keterampilan dalam melakukan pemeriksaan di laboratorium. Reid dan Shah

(2007) menyatakan bahwa pembelajaran di laboratorium merupakan bagian

fundamental dalam ilmu sains, terlebih kimia. Untuk itu, pembelajaran di

laboratorium harus mampu memberi bekal berupa:

a. kemampuan dan keterampilan yang berhubungan dengan bagaimana

mempelajari sains, seperti mengilustrasikan ide dan konsep, serta

mengaplikasikan ide teoritis ke dalam percobaan empiris.

b. keterampilan psikomotorik (praktik)

c. kemampuan ilmiah, seperti menyimpulkan dan menginterpretasikan hasil

d. keterampilan umum, yang meliputi kemampuan bekerja sama, membuat

(32)

commit to user

19

Dalam rangka mengoptimalkan hasil pembelajaran keterampilan

laboratorium, Reid dan Shah (2007) juga menyarankan untuk melakukan prelabs

instruction, dimana pebelajar diminta untuk melakukan latihan singkat selama

15-30 menit sebelum pembelajaran dimulai. Hal tersebut berfungsi untuk

menyiapkan kerangka berpikir pebelajar sebelum melakukan pembelajaran

pemeriksaan laboratorium yang sebenarnya. Dengan kata lain, pebelajar diminta

untuk menyiapkan pengetahuan sebelumnya (prior knowledge) yang telah

dimiliki.

Donald dalam Hailikari et al (2008) mengungkapkan bahwa dalam

pendidikan sains aplikatif, dimana pengetahuan dipelajari dengan tujuan untuk

dapat mengaplikasikannya, pebelajar harus membangun kerangka berpikir

terintegrasi sejak awal proses pembelajarnnya. Hal tersebut menjadikan prior

knowledge sebagai bagian penting dalam pembelajaran sains. Hasil penelitian

terhadap 115 mahasiswa farmasi di Universitas Helsinki juga menunjukkan

bahwa prior knowledge dari pembelajaran terdahulu memberikan kontribusi

signifikan terhadap hasil belajar pada tahap lebih lanjut. Pebelajar dengan prior

knowledge lebih baik, mampu memperoleh hasil akhir pembelajaran yang lebih

(33)

commit to user

20

B. Penelitian yang Relevan

1. Kemampuan Metakognitif dan Prestasi Belajar

Berdasarkan penelitiannya, Swanson (1990) menyatakan bahwa seseorang

yang memiliki kecerdasan relatif rendah, tetapi memiliki kemampuan

metakognitif tinggi, sering menggunakan kemampuan metakognitifnya untuk

mengkompensasi kecerdasan yang rendah tersebut. sehingga hasil yang mereka

tampilkan ekivalen dengan orang yang memiliki kecerdasan tinggi (Cox, 2005).

Hasil penelitian dari Cautinho (2007) juga menunjukkan bahwa metakognisi

merupakan mediator signifikan antara mastery goals seorang pebelajar dan

keberhasilan akademisnya.

Meski Schraw dan Dennison (1994) menyimpulkan bahwa metakognisi

dapat dipisahkan dari faktor kognitif lain, tetapi Cetinkaya dan Erktin (2002)

menemukan bahwa strategi dan kewaspadaan terhadap kemampuan kognitif, yang

dalam hal ini merupakan bagian dari kemampuan metakognitif, berhubungan erat

dengan pemahaman pebelajar dalam membaca. Seorang pembaca yang baik akan

menggunakan kemampuan metakognitifnya secara lebih efektif dibanding

pembaca lain.

2. Efikasi Diri dan Prestasi Belajar

Lane, Lane dan Kyprianou (2004) meneliti tentang dampak efikasi diri dan

self esteem terhadap prestasi akademis 205 mahasiswa postgraduate di University

of Business School, UK. Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa efikasi diri

(34)

commit to user

21

Analisa statistik terhadap data hasil penelitian juga memperlihatkan adanya

hubungan yang sangat erat antara efikasi diri dengan penuntasan tugas akademik

serta pencapaian prestasi mahasiswa.

Di Indonesia, Naqiyah et al (2007) telah melakukan penelitian terhadap

mahasiswa Universitas Negeri Surabaya dan menemukan bahwa efikasi diri

dalam mengatasi masalah (coping self efficacy) memiliki hubungan dan pengaruh

signifikan terhadap prestasi akademik mahasiswa. Semakin tinggi coping self

efficacy yang dimiliki, akan semakin tinggi pula prestasi akademik yang diraih.

3. Kemampuan Metakognitif dan Efikasi Diri

Penelitian yang dilakukan oleh Cautinho (2008) terhadap 173 mahasiswa

undergraduate di Midwestern University menunjukkan adanya hubungan erat

antara kemampuan metakognitif, efikasi diri serta prestasi mahasiswa yang diukur

dengan indikator IPK. Meski demikian, hasil rangkaian uji regresi terhadap ketiga

variabel yang diukur mengindikasikan bahwa hubungan antara efikasi diri dengan

IPK mahasiswa jauh lebih kuat dibandingkan hubungan metakognitif dan IPK.

C. Kerangka Berpikir

Sebagai kemampuan belajar tentang bagaimana belajar, metakognitif

meliputi pengetahuan dan pemahaman tentang metakognitif, serta kontrol proses

atau regulasi pengetahuan metakognitif yang dimiliki. Disamping itu,

metakognitif akan berkaitan erat dengan proses perkembangan perilaku dan rasa

percaya yang dimiliki oleh seorang pebelajar. Salah satu bentuk rasa percaya yang

(35)

commit to user

22

Keterangan:

: Tidak diteliti

[image:35.595.117.540.98.511.2]

: Diteliti

Gambar 2.1 Kerangka berpikir

Efikasi dalam diri seseorang akan memberikan perbedaan terhadap cara

merasa, cara berpikir dan cara bertindaknya. Dalam kaitannya dengan cara

Fungsi berpikir Fungsi bertindak

Fungsi merasa

Proses kognitif dan performa akademik

Tingkat usaha dan

persistance dalam belajar

Actual performance Prestasi akademik Prestasi keterampilan laboratorium Prior knowledge Kemampuan metakognitif Pengetahuan dan pemahaman metakognitif Perkembangan perilaku dan kepercayaan

Kontrol proses / Regulasi pengetahuan

Efikasi diri

(36)

commit to user

23

merasa, pebelajar dengan efikasi diri rendah akan sangat mudah mengalami

kecemasan atau depresi saat mendapatkan kesulitan dalam belajarnya.

Sedang dalam fungsi berpikir, efikasi diriakan menginisiasi berbagai proses

kognitif yang menjadi salah satu unsur penting dalam performa akademik

seseorang. Sementara, ketika efikasi diri dikaitkan dengan bagaimana seseorang

bertindak, tingkatan efikasi diri akan turut menentukan seberapa besar usaha yang

dapat dilakukan seseorang untuk meraih tujuan yang diinginkannya. Tidak hanya

pada tingkat usaha, efikasi diri juga akan berkaitan dengan seberapa teguh

seseorang melakukan usahanya tersebut. Usaha dan tingkat keteguhan dalam

melakukan usaha belajar ini akan memberi warna pada actual performance yang

menjadi salah satu faktor penentu prestasi akademik, termasuk dalam

pembelajaran keterampilan laboratorium.

Actual performance dan prestasi akademik seorang pebelajar juga akan

berkaitan erat dengan prior knowledge (pengetahuan sebelumnya) yang dimiliki

oleh pebelajar yang bersangkutan. Secara logis, semakin tinggi pengetahuan

sebelumnya, kemampuan serta kepercayaan diri yang dimiliki juga akan semakin

besar.

D. Hipotesis

Terdapat hubungan antara kemampuan metakognitif, efikasi diri dan

prestasi keterampilan laboratorium Kimia Analitik pada mahasiswa D3 Analis

Kesehatan. Peningkatan kemampuan metakognitif dan efikasi diri akan

(37)

commit to user

24

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian observasional analitik dengan

pendekatan cross sectional, dimana variabel-variabel penelitian diukur pada saat

yang bersamaan.

B. Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian dilakukan di Prodi D3 Analis Kesehatan Universitas

Muhammadiyah Surabaya, pada bulan Februari – Juli 2010.

C. Populasi, Sampel, dan Sampling

Populasi sasaran pada penelitian ini adalah mahasiswa tingkat 1

(semester 2) Prodi D3 Analis Kesehatan. Dari data bagian akademik Prodi D3

Analis Kesehatan, pada bulan Maret 2010, jumlah mahasiswa yang menjadi

populasi penelitian adalah 70 orang. Sedang jumlah sampel pada penelitian ini

(38)

commit to user

25

D. Variabel Penelitian

1. Variabel independen (bebas; X):

a. X1 = Kemampuan metakognitif b. X2 = Efikasi diri

2. Variabel dependen (tergantung; Y): prestasi keterampilan laboratoriumKimia

Analitik

3. Variabel perancu (confounding factor): pengetahuan sebelumnya

E. Definisi Operasional

Definisi operasional dari masing-masing variabel adalah sebagai berikut :

1. Kemampuan metakognitif adalah skor kemampuan pebelajar untuk

mengetahui proses berpikirnya sendiri, meliputi penggunaan strategi umum,

strategi pemecahan masalah, dan strategi pendukung dalam proses

pembelajarannya.

Alat ukur : kuesioner dengan skala Likert

Skala pengukuran : kontinu

2. Efikasi diri adalah skor keyakinan pebelajar akan kemampuannya untuk

mengikuti proses pembelajaran dan keyakinan untuk menyelesaikan tugas

atau evaluasi yang dibebankan kepadanya.

Alat ukur : kuesioner dengan skala Likert

(39)

commit to user

26

3. Prestasi keterampilan laboratorium Kimia Analitik adalah skor nilai yang

diperoleh pebelajar saat menyelesaikan satu materi evaluasi pembelajaran

keterampilan laboratorium Kimia Analitik.

Alat ukur : lembar observasi dengan metode checklist

Skala pengukuran : kontinu

4. Pengetahuan sebelumnya adalah nilai pembelajaran keterampilan

laboratorium Reagensia dan Instrumen Kimia sebagai keterampilan yang

mendasari keterampilan laboratorium Kimia Analitik.

Alat ukur : data sekunder nilai keterampilan laboratorium Reagen-

sia dan Instrumen Kimia

Skala pengukuran : kontinu

F. Instrumen Penelitian

Instrumen/ alat ukur yang digunakan untuk penelitian ini diambil dari

penelitian sebelumnya tentang pengukuran kemampuan metakognitif dan self

efficacy. Untuk mengukur kemampuan metakognitif digunakan Metacognitive

Awareness of Reading Strategy Inventory (MARSI) yang telah dialihbahasakan

dan dimodifikasi oleh Poncorini (2006). Dalam kuesioner tersebut terdapat tiga

komponen metakognitif yang diukur, yaitu (1) strategi umum, (2) strategi

pemecahan masalah, dan (3) strategi pendukung. Jumlah butir soal secara

keseluruhan sebanyak 30 butir, dengan strategi umum sebanyak 13 butir, strategi

(40)

commit to user

27

strategi umum berisi pernyataan-pernyataan tentang strategi analisis global.

Komponen strategi pemecahan masalah menunjukkan langkah strategis yang

ditempuh jika menemui kesulitan. Sedang komponen ketiga tentang strategi

pendukung yang berupa sumber-sumber pembelajaran lain, membuat catatan dan

strategi praktis (Mokhtari dan Reichard, 2002)

Efikasi diri diukur dengan instrumen General Self Efficacy Scale (GSES)

yang telah diadaptasi ke dalam bahasa Indonesia oleh Born et al (1995).

Instrumen tersebut dikembangkan pertama kali oleh Jerussalem dan Schwarzer

(1981) dan berisi 10 butir item skala pengukuran yang didesain untuk mengukur

rasa percaya diri subyek dalam mengatasi setiap kesulitan yang dihadapi.

Konstruksi GSES merefleksikan rasa optimis yang akan menstimulasi seseorang

dalam mengatasi kesulitan dalam pelaksanaan tugas atau aktifitasnya. Kesepuluh

item dalam instrumen tersebut juga menggambarkan kemampuan subyek secara

umum dalam hal goal setting, pengerahan usaha, keteguhan dalam menghadapai

segala hambatan serta kemampuan untuk bangkit dari keterpurukan.

Sementara, prestasi keterampilan laboratorium Kimia Analitik diukur

melalui lembar observasional dengan metode checklist yang dibuat sendiri oleh

peneliti. Penilaian prestasi keterampilan laboratorium Kimia Analitik dibatasi

pada 1 materi, yakni standarisasi larutan secara volumetri. Standar kompetensi

yang dinilai didasarkan pada uraian Standar Kompetensi Nasional (SKN) Bidang

Keahlian Analis Kesehatan (Depdiknas, 2003) dan terdiri dari tiga komponen,

(41)

commit to user

28

Uraian SKN Analis Kesehatan untuk kompetensi pembuatan larutan standar dapat

dilihat pada Lampiran.

Validitas dan reliabilitas instrumen MARSI dan GSES telah diuji pada

penelitian terdahulu. Uji pertama Korelasi Item-Total (Item-Total Correlation)

terhadap seluruh item pada instrumen MARSI yang telah dialihbahasakan

menunjukkan nilai 0.03 sampai 0.93 untuk strategi umum, 0.24 sampai 0.82 untuk

strategi pemecahan masalah dan -0,10 sampai 0.64 untuk strategi pendukung.

Sedang pada uji kedua, Korelasi Item-Total menunjukkan nilai 0.19 sampai 0.79

untuk strategi umum, 0.09 sampai 0.76 untuk strategi pemecahan masalah dan

0.05 sampai 0.64 untuk strategi pendukung. Sementara, Alpha Cronbach untuk

keseluruhan butir instrumen MARSI menunjukkan nilai 0.77, dengan rata-rata

Alpha Cronbach untuk komponen strategi umum, strategi pemecahan masalah dan

strategi pendukung berturut-turut adalah 0.86; 0.79; dan 0.66. Test-retest

reliability dengan uji Spearman Brown untuk seluruh item pertanyaan

menunjukkan hasil 0.08 sampai 1.00 dengan p = 0.00 sampai 0.83 (Poncorini,

2006).

Sementara, hasil uji Korelasi Item-Total untuk instrumen GSES Indonesia

menunjukkan nilai 0.25 sampai 0.60 dengan Alpha Cronbach sebesar 0.80

(Schwarzer, 1998). Dengan demikian, seluruh item dalam instrumen MARSI dan

GSES dapat digunakan untuk mengambil data kemampuan metakognitif dan

(42)

commit to user

29

G. Teknik Pengumpulan Data

Subyek diminta mengisi kuesioner tentang kemampuan metakognitif dan

efikasi diri. Pada hari berikutnya, mereka akan diuji keterampilan laboratorium

Kimia Analitiknya dengan satu materi pengujian yang terdiri dari 3

subkompetensi/ kriteria unjuk kerja. Di dalam setiap instrumen penelitian, subyek

akan diminta untuk mengisi identitas jenis kelaminnya. Pada setiap instrumen

yang telah diisi oleh subyek, peneliti akan memberikan kode subyek untuk

mencegah tertukarnya data.

Data kemampuan metakognitif dan efikasi diri merupakan jenis data primer.

Sedang data pengetahuan sebelumnya diperoleh dari data sekunder berupa hasil

nilai keterampilan laboratorium Reagensia dan Instrumen Kimia yang diperoleh

subyek pada semester terdahulu. Data sekunder diperoleh dari bagian Evaluasi

Mahasiswa Prodi D3 Analis Kesehatan Universitas Muhammadiyah Surabaya.

Kedua keterampilan laboratorium tersebut merupakan penunjang utama

keterampilan laboratorium Kimia Analitik.

H. Teknik Analisis Data

Setelah terkumpul, data dari masing-masing variabel akan dianalisis

dengan bantuan program SPSS versi 17 secara multivariat menggunakan teknik

analisis regresi linier ganda. Berdasarkan kerangka berpikir dari penelitian ini,

(43)

commit to user

30

(1) Yketralab = a + b1X1 + b2X2

Dimana,

Yketralab = Prestasi keterampilan laboratorium Kimia Analitik dalam kaitannya

dengan peran kemampuan metakognitif (skor)

a = Konstanta

X1 = Kemampuan metakognitif (skor)

X2 = Pengetahuan sebelumnya (skor)

(2) Yketralab = a + b1X1 + b2X2

Dimana,

Yketralab = Prestasi keterampilan laboratorium Kimia Analitik dalam kaitannya

dengan peran efikasi diri (skor)

a = Konstanta

X1 = Efikasi diri (skor)

X2 = Pengetahuan sebelumnya (skor)

Arah pengaruh variabel bebas dan variabel perancu ditunjukkan oleh tanda

dari koefisien regresi. Sedang besarnya pengaruh kedua variabel tersebut

ditunjukkan oleh nilai koefisien regresi. Interpretasi parameter koefisien regresi

(44)

commit to user

31

bi > 0 Variabel independen berpengaruh positif terhadap variabel dependen

bi < 0 Variabel independen berpengaruh negatif terhadap variabel dependen

bi = 0 Variabel independen tidak berpengaruh terhadap variabel dependen

Koefisien regresi bi juga disajikan dalam taksiran interval dengan confidence

(45)

commit to user

32

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Penelitian

Populasi sasaran pada penelitian ini adalah seluruh mahasiswa tingkat 1

(semester 2) Prodi D3 Analis Kesehatan, dengan jumlah mahasiswa sebanyak 70

orang (Sumber: data akademik Prodi D3 Analis Kesehatan Universitas

Muhammadiyah Surabaya bulan Maret 2010). Namun saat pengambilan data

penelitian dilakukan, 4 mahasiswa menyatakan mengundurkan diri. Sehingga,

jumlah populasi sasaran sekaligus sampel penelitian berkurang menjadi 66 orang

dengan karakteristik seperti yang terdapat pada Tabel 4.1.

Tabel 4.1 Karakteristik sampel penelitian (n = 66)

Variabel Mean SD Minimum Maksimum

Kemampuan

metakognitif 101,41 10,24 66 129

Efikasi diri 21,44 4,51 13 36

Pengetahuan sebelumnya Keteramp lab Kimia Analitik 69,00 82,00 5,06 6,54 60,05 66 78,95 98 Jenis Kelamin Laki-laki Perempuan Total n 17 49 66 Persen (%) 25,8 74,2 100

Dari Tabel 4.1 dapat diketahui bahwa rata-rata kemampuan metakognitif,

(46)

commit to user

33

adalah 101,41; 21,44; dan 69,00. Sedang rata-rata prestasi keterampilan

laboratorium Kimia Analitik adalah 82,00.

Hubungan antara kemampuan metakognitif dan prestasi keterampilan

laboratorium Kimia Analitik pada mahasiswa D3 Analis Kesehatan, dengan

confounding factor berupa pengetahuan sebelumnya, dijelaskan dalam hasil

[image:46.595.117.502.250.512.2]

analisis regresi pada Tabel 4.2.

Tabel 4.2 Hubungan antara kemampuan metakognitif dan prestasi keterampilan laboratorium Kimia Analitik dengan mengontrol pengetahuan

sebelumnya

Variabel independen

Confidence Interval (CI) 95%

Koefisen

regresi (β) Nilai p

Batas Bawah Batas Atas Konstanta Kemampuan metakognitif 9,9 0,4 0,020 < 0,001 1,6 0,4 18,3 0,5

Pengetahuan sebelumnya 0,4 < 0,001 0,2 0,6

n observasi

Adjusted R square

66 85,9%

Standard error of estimates 2,5

Interpretasi atas hasil analisis linier ganda tersebut adalah bahwa

kemampuan metakognitif dan pengetahuan sebelumnya memiliki hubungan

positif dengan prestasi keterampilan laboratorium Kimia Analitik. Kenaikan 1

skor kemampuan metakognitif mahasiswa akan meningkatkan keterampilan

laboratorium Kimia Analitiknya sebesar 0,4 skor dengan rentang skor antara 0,4

sampai 0,5 (β = 0,4, interval kepercayaan 95% 0,4 sampai 0,5). Karena memiliki

koefisien regresi yang sama, maka kenaikan 1 skor pengetahuan sebelumnyajuga

(47)

commit to user

34

sebesar 0,4 dengan rentang skor antara 0,2 sampai 0,6 (β = 0,4, interval

kepercayaan 95% 0,2 sampai 0,6).

Konstanta regresi sebesar 9,9 menyatakan bahwa jika variabel metakognitif

dan pengetahuan sebelumnya dianggap nol, maka rata-rata skor keterampilan

laboratorium Kimia Analitik mahasiswa D3 Analis Kesehatan adalah 9,9. Skor

tersebut dapat berasal dari variasi variabel lain yang juga mempengaruhi prestasi

keterampilan laboratorium Kimia Analitik.

Garis regresi dengan lereng positif pada hubungan kemampuan metakognitif

dan prestasi keterampilan laboratorium Kimia Analitik digambarkan dengan

[image:47.595.113.515.248.632.2]

diagram sebar dan garis regresi seperti Gambar 4.1.

Gambar 4.1 Diagram sebar dan garis regresi antara kemampuan metakognitif dan prestasi keterampilan laboratorium Kimia Analitik

Ditinjau dari nilai adjusted R square pada persamaan regresi yang bernilai

(48)

commit to user

35

laboratorium Kimia Analitik dapat dijelaskan oleh variasi variabel metakognitif

dan pengetahuan sebelumnya secara bersama-sama. Sedang 14,1 persen sisanya

dipengaruhi oleh variasi variabel lain yang mempengaruhi tingkat keterampilan

laboratorium Kimia Analitik.

Sedang hubungan antara efikasi diri dan prestasi keterampilan laboratorium

Kimia Analitik pada mahasiswa D3 Analis Kesehatan, dengan confounding factor

[image:48.595.114.514.247.546.2]

berupa pengetahuan sebelumnya, dijelaskan dalam hasil analisis regresi pada

Tabel 4.3.

Tabel 4.3 Hubungan antara Efikasi Diri dan Prestasi Keterampilan Laboratorium Kimia Analitik dengan Mengontrol Pengetahuan Sebelumnya

Variabel independen

Confidence Interval (CI) 95%

Koefisen

regresi (β) Nilai p

Batas Bawah Batas Atas Konstanta Efikasi diri 30,9 0,9 < 0,001 < 0,001 20,3 0,7 41,5 1,1

Pengetahuan sebelumnya 0,5 < 0,001 0,3 0,7

n observasi

Adjusted R square

66 81,4%

Standard error of estimates 2,8

Interpretasi atas hasil analisis linier ganda pada Tabel 4.3 adalah bahwa

efikasi diri dan pengetahuan sebelumnya memiliki hubungan positif dengan

keterampilan laboratorium Kimia Analitik. Kenaikan 1 skor efikasi diri

mahasiswa akan meningkatkan keterampilan laboratorium Kimia Analitik yang

dimiliki sebesar 0,9 skor dengan rentang skor antara 0,7 sampai 1,1 (β = 0,9,

(49)

commit to user

36

sebelumnya akan memberi kontribusi peningkatan keterampilan laboratorium

Kimia Analitik sebesar 0,5 dengan rentang skor antara 0,3 sampai 0,7 (β = 0,5,

interval kepercayaan 95% 0,3 sampai 0,7).

Konstanta regresi sebesar 30,9 menyatakan bahwa jika variabel efikasi diri

dan pengetahuan sebelumnya dianggap nol, maka rata-rata keterampilan

laboratorium Kimia Analitik mahasiswa D3 Analis Kesehatan adalah 30,9. Skor

tersebut dapat berasal dari variasi variabel selain efikasi diri dan pengetahuan

sebelumnya yang turut mempengaruhi prestasi keterampilan laboratorium Kimia

Analitik.

Garis regresi dengan lereng positif pada hubungan efikasi diri dan prestasi

keterampilan laboratorium Kimia Analitik digambarkan dengan diagram sebar

[image:49.595.113.511.246.669.2]

dan garis regresi seperti Gambar 4.2.

(50)

commit to user

37

Nilai adjusted R square sebesar 0,814 memiliki pengertian bahwa 81,4

persen variasi keterampilan laboratorium Kimia Analitik dapat dijelaskan oleh

variasi variabel efikasi diri dan pengetahuan sebelumnya secara bersama-sama.

Dengan kata lain, terdapat 18,6 persen variasi variabel lain yang mempengaruhi

skor prestasi keterampilan laboratorium Kimia Analitik pada mahasiswa D3

Analis Kesehatan selain efikasi diri dan pengetahuan sebelumnya.

B. Pembahasan

1. Kemampuan Metakognitif

Hasil analisis regresi linier ganda untuk mengetahui hubungan kemampuan

metakognitif dan prestasi keterampilan laboratorium Kimia Analitik menunjukkan

bahwa setiap kenaikan 1 skor kemampuan Kimia Analitik akan meningkatkan

skor keterampilan laboratorium Kimia Analitik sebesar 0,4. Pengaruh positif

tersebut sejalan dengan pendapat Cautinho (2008) yang menyimpulkan bahwa

metakognisi merupakan prediktor penting dalam prestasi akademis seseorang.

Meski menggunakan instrumen yang berbeda, Young dan Fry (2008) juga

menyimpulkan bahwa kemampuan metakognitif berkorelasi positif secara

signifikan terhadap keberhasilan pebelajar secara akademis, ditinjau dari IPK dan

nilai akhir mata kuliah yang diujikan. Korelasi signifikan tersebut didapatkan baik

pada komponen kemampuan metakognitif (metacognitive knowledge), maupun

(51)

commit to user

38

Secara spesifik, metakognisi akan berperan sebagai mediator signifikan

antara mastery goals seorang pebelajar dan keberhasilan akademisnya. Mastery

goals merupakan tujuan belajar yang berorientasi pada penguasaan materi yang

dipelajari, dan bukan sekedar pencapaian nilai yang lebih baik maupun keinginan

untuk terlihat mampu di depan orang lain. Pebelajar dengan mastery goals

cenderung memiliki kemampuan metakognitif yang lebih baik. Seiring dengan

kondisi tersebut, prestasi akademik yang akan diraih oleh pebelajar yang

bersangkutan juga semakin baik (Cautinho, 2007).

Prestasi akademis dalam sebuah proses pembelajaran tidak hanya ditentukan

oleh kemampuan kognitif, namun juga melibatkan kecerdasan afektif serta

psikomotorik yang dimiliki seorang pebelajar. Demikian pula dengan manfaat

implementasi kemampuan metakognitif. Dalam pembelajaran laboratorium,

sebagai proses pengasahan keterampilan psikomotorik, metakognitif berperan

sebagai pengatur proses berfikir sebelum seorang pebelajar melakukan tindak

psikomotorik dalam melakukan analisa laboratoris.

Amin dan Eng (2003) menyatakan bahwa kemampuan metakognitif

diyakini sebagai kemampuan kognitif tingkat tinggi yang diperlukan untuk

manajemen pengetahuan. Hal tersebut mengindikasikan adanya hubungan positif

antara kemampuan metakognitif dan kemampuan manajemen pengetahuan.

Sehingga, ketika seseorang memiliki kemampuan metakognitif yang lebih baik, ia

akan mampu mengatur pengetahuannya dengan lebih baik pula. Adanya

(52)

commit to user

39

untuk dapat melakukan tindak psikomotoris secara lebih baik sebagai respon atas

tugas yang sedang dihadapi atau aktivitas yang harus diselesaikannya.

Menurut Peirce (2003), metakognitif meliputi tiga jenis pengetahuan

berikut: deklaratif, prosedural dan kondisional. Pembelajaran keterampilan

laboratorium Kimia Analitik berkaitan sangat erat dengan jenis pengetahuan

prosedural dan kondisional. Pengetahuan prosedural menjadi dasar untuk dapat

menentukan serta melakukan analisa laboratoris dengan prinsip serta prosedur

yang tepat. Sedang pengetahuan kondisional akan menjadi bekal untuk

memutuskan metode analisa laboratoris apa yang paling sesuai dengan kondisi

sampel analisa yang diperoleh.

Dalam proses standarisasi secara volumetri, seperti yang diujikan kepada

subyek dalam penelitian ini, salah satu peran penting dari pengetahuan prosedural

dan kondisional adalah ketika menentukan titik akhir titrasi yang terlihat pada

larutan standar primer yang diuji. Penentuan titik akhir titrasi merupakan salah

satu titik kritis dalam keberhasilan analisa volumetri. Ketidaktepatan dalam

pengamatan titik akhir akan berakibat pada ketidaktepatan penghentian proses

titrasi. Hal tersebut akan berdampak pula pada ketidaktepatan perhitungan

konsentrasi dari larutan yang distandarisasi. Oleh karena itu, ketepatan dalam

pengamatan titik akhir titrasi akan sangat menentukan tingkat keterampilan dalam

melakukan analisa Kimia Analitik.

Reid dan Shah (2007) menyatakan bahwa dalam setiap pembelajaran

laboratorium, yang menjadi bekal utama bagi seluruh pebelajar pada Program

(53)

commit to user

40

mengilustrasikan ide dan konsep ke dalam sebuah percobaan empiris. Disamping

itu, mereka juga harus memiliki kemampuan dalam menginterpretasikan hasil

analisa yang telah dilakukannya. Salah satu aspek metakognitif yang mendukung

kompetensi tersebut adalah bahwa metakognitif merupakan kecakapan untuk

melakukan interfensi dan/ atau mengaplikasikan solusi pada situasi tertentu secara

efisen dan reliabel (Taylor, 1999).

Berkaitan dengan hal tersebut, dapat pula dikatakan bahwa tingkat

keterampilan pebelajar dalam melakukan analisa kimia secara laboratoris akan

berkaitan erat dengan kemampuan melakukan interfensi atau mengaplikasikan

berbagai teknik analisa kimia secara tepat dan efisien. Interfensi yang mampu

dilakukan dalam analisa Kimia Analitik akan berkaitan dengan bagaimana

seorang analis mampu mencari pemecahan atas permasalahan analitis yang

dihadapinya.

Poncorini (2006) membuktikan dalam penelitiannya bahwa metakognitif

memiliki pengaruh positif terhadap kemampuan pemecahan masalah.

Kemampuan ini sangat dibutuhkan dalam proses analisa laboratoris secara

kimiawi, terutama ketika ditemukan adanya hasil yang tidak berada dalam rentang

yang dapat diterima. Bekal kemampuan metakognitif yang mencukupi akan

membantu seorang analis melakukan upaya penelusuran kesalahan pada setiap

tahap analisa yang telah dilakukan. Kemampuan pemecahan masalah juga akan

membantu proses koreksi serta pengujian kembali sampel yang dianalisa sampai

(54)

commit to user

41

Disamping pengetahuan atas tingkat kognisi yang dimiliki, Pintrich (2002)

juga menjabarkan metakognitif dalam 2 dimensi lainnya, yaitu: pengetahuan

strategis dan pemahaman terhadap diri sendiri. Selayaknya sebuah proses,

pembelajaran akan melewati berbagai tahap serta permasalahan sebelum pada

akhirnya tujuan atau kompetensi yang diharapkan dapat dicapai. Untuk itu, sangat

diperlukan kemampuan untuk mengetahui dan menerapkan berbagai strategi pada

situasi yang berbeda. Kondisi belajar seringkali mengalami berbagai perubahan,

baik karena faktor internal maupun eksternal dari pebelajar yang bersangkutan.

Setiap perubahan yang terjadi akan membutuhkan strategi solutif yang berbeda.

Demikian pula untuk setiap pencapaian kompetensi yang berbeda. Pebelajar

terkadang harus melakukan pendekatan strategi belajar yang berbeda pula untuk

mendapatkan hasil yang maksimal.

Pemahaman terhadap diri sendiri meliputi kewaspadaan diri atas seberapa

dalam pengetahuan yang telah dimiliki dan pada bagian ilmu mana yang belum

dipahami. Dimensi ini menjadikan metakognitif sebagai sarana untuk

berintropeksi terhadap kekurangan maupun kelebihan yang dimiliki seorang

pebelajar. Pengetahuan terhadap bagian ilmu yang belum dikuasai akan menjadi

bekal bagi pebelajar untuk melakukan strategi berbeda dalam rangka mencapai

pemahaman yang lebih baik atas pengetahuan tersebut.

Pengetahuan terhadap tingkat pemahaman yang dimiliki juga menjadi

sarana penting dalam pencapaian kompetensi dan keterampilan laboratorium.

Ketika disadari bahwa sebuah pengetahuan belum dikuasai dengan baik, seorang

(55)

commit to user

42

kompetensi yang diinginkan. Demikian pula sebaliknya, ketika seorang pebelajar

mengetahui kompetensi mana yang telah dikuasai dengan baik, maka ia dapat

mengalokasikan waktu dan konsentrasi yang dimiliki untuk mempelajari

kompetensi lain yang belum dikuasai. Dunning, Johnson, Ehlinger dan Kruger

(2003) bahkan menambahkan, inkompetensi dapat diartikan sebagai kegagalan

dalam melakukan aktivitas metakognisi, dimana seseorang yang bersangkutan

tidak mampu mengidentifikasi tepat atau tidaknya respon yang diberikan terhadap

tugas yang dibebankan.

Baik pengetahuan strategis maupun pemahaman terhadap diri sendiri akan

berkontribusi terhadap tingkat keterampilan laboratorium Kimia Analitik.

Depdiknas (2003) dalam Standar Kompetensi Nasional Bidang Keahlian Analis

Kesehatan mengungkapkan bahwa standar kompetensi seorang Ana

Gambar

Gambar 4.1  Diagram sebar dan garis regresi antara kemampuan
Tabel 4.2  Hubungan antara kemampuan metakognitif dan prestasi
Gambar 2.1  Kerangka berpikir
Tabel 4.2  Hubungan antara kemampuan metakognitif  dan prestasi keterampilan                      laboratorium Kimia Analitik dengan mengontrol pengetahuan
+4

Referensi

Dokumen terkait

Demikian Berita Acara ini dibuat yang merupakan satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan dari Dokumen Pengadaan Pengadaan Jasa Konsultansi Pengawasan Penguatan

Pada variabel Debt to Equity Ratio (DER) yang di uji Wilcoxon menunjukan adanya perbedaan yang signifikan antara sebelum dan sesudah merger dan akuisisi untuk

Hasil penelitian menunjukan bahwa model mental siswa yang tidak sesuai dengan model mental target setelah diberikan pertanyaan probing muncul pada konsep gaya

@wifi.id pada Taman Pasupati di Kota Bandung setelah dilakukan Personal.. Selling 3) Pengaruh personal selling terhadap Keputusan

Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah survei analitik dengan pendekatan cross-sectional study untuk mencari hubungan antara tingkat pengetahuan dengan

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah pedoman observasi sebagai acuan untuk penelitian mengenai keterampilan petugas filing, tingkat kejadian misfile dan

Penentuan kadar air berguna untuk mengetahui mutu dan daya simpan bahan sehingga terhindar dari pengaruh aktivitas mikroba serta digunakan sebagai koreksi rendemen minyak

Demikian Berita Acara Aanwijzing ini dibuat dengan sebenarnya dan ditandatangani Pokja Pengadaan Bahan Pakan Pembuatan Konsentrat Balai Inseminasi Buatan Lembang