ANALISIS LITERASI MEDIA PEGAWAI PERPUSTAKAAN
PROKLAMATOR BUNG HATTA BUKITTINGGI
SKRIPSI
Diajukan sebagai salah satu persyaratan menyelesaikan studi untuk Memperoleh gelar Sarjana Sosial (S.Sos) dalam Bidang Studi
Ilmu Perpustakaan
Oleh:
SHINTA TRI SEPTIANI
120723042
ILMU PERPUSTAKAAN
FAKULTAS ILMU BUDAYA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
ASBTRAK
Shinta Tri Septiani. 2014. “Analisis Literasi Media Pegawai Perpustakaan Proklamator Bung Hatta Bukittinggi”. Skripsi. Program Studi Ilmu Perpustakaan, Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Sumatera Utara.
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui tingkat literasi media pegawai Perpustakaan Proklamator Bung Hatta.
Populasi dalam penelitian ini adalah pegawai di Perpustakaan Proklamator Bung Hatta yang berjumlah 13 orang. Penentuan sampel dengan menggunakan teknik total sampling diketahui sampel sebanyak 13 orang. Pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan kuesioner dan studi kepustakaan.
Hasil penelitian menunjukkan hal-hal sebagai berikut. Pertama, dari keterampilan (skill) yang dimiliki oleh pegawai perpustakaan, hampir setengah pegawai mempunyai kemampuan yang masih kurang bagus dalam menganalisis, merangkum, menentukan keakuratan informasi dan mengabstrak dimana secara keseluruhan dapat dipersentasikan menjadi 47,4%. Sementara pada umumnya kemampuan pegawai dalam mendayagunakan, menilai, mengevaluasi dan memahami informasi sudah bagus, dimana secara keseluruhan dapat dipersentasikan menjadi 76,9%. Kedua, media yang disediakan oleh perpustakaan sebagian besar (66,6%) telah tersedia sesuai dengan perkembangan media saat ini (media cetak, elektronik dan online), namun yang disayangkan hampir setengah (46,1%) pegawai frekuensi penggunaannya masih jarang dikarenakan pemahaman terhadap penggunaan media khususnya media elektronik yang masih sering meminta bantuan orang lain. Sementara itu, program pendidikan yang diberikan perpustakaan untuk menunjang pengetahuan pegawai dalam menggunakan media tidak ada.
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah, puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT
yang telah memberikan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat
menyelesaikan skripsi ini. Skripsi ini berjudul “Analisis Literasi Media Pegawai
Perpustakaan Proklamator Bung Hatta Bukittinggi”.
Dalam penyusunan skripsi ini penulis banyak mengalami
kesulitan-kesulitan, antara lain kurangnya pengetahuan penulis dalam penelitian ilmiah dan
kurangnya buku-buku atau bahan pustaka tentang penelitian ini. Penulis
menyadari bahwa skripsi ini masih terdapat banyak kekurangan dalam mencapai
kesempurnaan, oleh karena itu dengan segala kerendahan hati penulis
mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun demi kesempurnaan
skripsi ini.
Dari hati yang tulus penulis mengucapkan terimakasih yang
sebesar-besarnya kepada orang tua tercinta Ayahanda dan Ibunda Teristimewa Drs.
Yunardi dan Asnayetti, S.Pd yang telah mencurahkan kasih sayangnya untuk
mendukung, membesarkan, mendidik, dan memenuhi kebutuhan penulis sejak
kecil sampai penulis mengikuti perkuliahan, berkat doa dan pengorbanan kedua
orangtualah ananda dapat menyelesaikan skripsi ini.
Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada:
1. Bapak Dr. Syahron Lubis, M.A, selaku Dekan Fakultas Ilmu Budaya
Perpustakaan dan Informasi
2. Ibu Dr. Irawaty A. Kahar, M.Pd, selaku Ketua Program Studi Ilmu
Perpustakaan dan Informasi.
3. Ibu Himma Dewiyana, S.T, M.Hum selaku sekretaris Program Studi Ilmu
Perpustakaan dan Informasi Fakultas Ilmu Budaya USU.
4. Ibu Laila Hadri Nasution, S.Sos, M.P selaku pembimbing I, yang telah banyak
memberikan bantuan, bimbingan dan arahan serta waktu dalam penulisan
skripsi ini.
5. Bapak Ishak, SS, M.Hum selaku pembimbing II, yang telah membimbing dan
6. Seluruh staf pengajar Departemen Ilmu Perpustakaan dan Informasi yang
telah memberikan ilmu dan bimbingan yang bermanfaat bagi penulis.
7. Seluruh pegawai Perpustakaan Proklamator Bung Hatta yang telah
memberikan bimbingan yang bermanfaat bagi penulis.
8. Semua teman-teman seperjuangan Ilmu Perpustakaan ekstensi angkatan 2012
yang telah memberikan bantuan, semangat dan dorongan serta motivasi
kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.
Semoga Allah SWT membalas semua bantuan, pengorbanan dan amal
baik mereka semua, serta menjadi pahala yang besar di sisi Allah SWT. Penulis
menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna, penulis berharap semoga
karya ini bermanfaat bagi diri penulis dan orang yang membacanya, serta mohon
kritikan dan saran-saran yang membangun demi terjaminnya kualitas skripsi ini.
Akhir kata semoga skripsi ini bermanfaat bagi yang membutuhkan dan dapat
memperluas pemikiran serta wawasan dimasa yang akan datang.
Medan, 11 September 2014 Penulis
DAFTAR ISI 1.1 Latar Belakang Masalah ... 1
1.2 Perumusan Masalah ... 4
1.3 Tujuan Penelitian ... 4
1.4 Manfaat Penelitian ... 4
1.5 Ruang Lingkup Penelitian... 4
BAB II KAJIAN TEORITIS 1.1 Pengertian Literasi ... 5
1.2 Prinsip Pendidikan Literasi ... 6
1.3 Tingkatan Literasi ... 7
1.4 Media ... 8
2.4.1 Jenis-jenis Media ... 9
2.4.2 Peran Media Massa... 9
2.4.3 Prinsip Tentang Kebebasan Memperoleh Informasi ... 11
1.5 Dampak-dampak Terhadap Media ... 12
2.5.1 Dampak Positif Media ... 12
2.5.2 Dampak Negatif Media ... 14
2.5.2 Dampak Media terhadap Perpustakaan... 17
1.6 Literasi Media ... 17
2.6.1 Perkembangan Literasi Media ... 19
2.6.2 Elemen Literasi Media ... 20
2.6.3 Prinsip Literasi Media ... 23
2.6.4 Kemampuan Literasi Media ... 25
2.6.5 Model Literasi Media ... 28
1.7 Literasi Media di Masyarakat ... 29
1.8 Kompetensi Literasi di Era Digital ... 31
1.9 Kriteria Penilaian Tingkat Literasi Media ... 33
2.9.1 Individual Competencies(Kompetensi Individual)... 35
2.9.2 Environmental Factor(Faktor Lingkungan)... 36
1.10 Evaluasi Tingkat Kompetensi ... 39
BAB III METODE PENELITIAN 1.1 Lokasi Penelitian ... 42
1.2 Populasi ... 42
1.3 Sampel ... 42
1.4 Jenis dan Sumber Data ... 43
1.6 Instrumen Penelitian ... 43
1.7 Kisi-kisi Kuesioner ... 43
1.8 Analisis Data ... 44
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Tingkat Pendidikan Responden ... 45
4.2 Keterampilan (Skill) ... 45
4.3 Dimensi Lingkungan ... 52
4.4 Rangkuman Hasil Penelitian ... 58
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 1.1 Kesimpulan ... 59
1.2 Saran ... 59
DAFTAR PUSTAKA ... 61
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1 Kompetensi Individu dan Sosial ... 36
Tabel 2.2 Tingkat Kompetensi ... 40
Tabel 3.1 Kisi-kisi Kuesioner ... 44
Tabel 4.1 Kecakapan Bermedia ... 45
Tabel 4.2 Kemampuan Menganalisis Informasi ... 46
Tabel 4.3 Mendayagunakan Informasi pada Media... 46
Tabel 4.4 Kemampuan Merangkum Data di Media... 47
Tabel 4.5 Keakuratan Informasi ... 48
Tabel 4.6 Kemampuan Menilai Inforamsi ... 48
Tabel 4.7 Pemahaman Terhadap Informasi di Media ... 49
Tabel 4.8 Kemampuan Menganalisis Pesan Media ... 50
Tabel 4.9 Kemampuan Mengevaluasi Pesan Media ... 50
Tabel 4.10 Kemampuan Abtracting ... 51
Tabel 4.11 Media di Perpustakaan ... 52
Tabel 4.12 Jenis Media ... 53
Tabel 4.13 Frekuensi Penggunaan Media ... 53
Tabel 4.14 Pemahaman Penggunaan ... 54
Tabel 4.15 Kemampuan Mengoperasikan Media ... 55
Tabel 4.16 Program Pendidikan Media ... 55
DAFTAR GAMBAR
ASBTRAK
Shinta Tri Septiani. 2014. “Analisis Literasi Media Pegawai Perpustakaan Proklamator Bung Hatta Bukittinggi”. Skripsi. Program Studi Ilmu Perpustakaan, Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Sumatera Utara.
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui tingkat literasi media pegawai Perpustakaan Proklamator Bung Hatta.
Populasi dalam penelitian ini adalah pegawai di Perpustakaan Proklamator Bung Hatta yang berjumlah 13 orang. Penentuan sampel dengan menggunakan teknik total sampling diketahui sampel sebanyak 13 orang. Pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan kuesioner dan studi kepustakaan.
Hasil penelitian menunjukkan hal-hal sebagai berikut. Pertama, dari keterampilan (skill) yang dimiliki oleh pegawai perpustakaan, hampir setengah pegawai mempunyai kemampuan yang masih kurang bagus dalam menganalisis, merangkum, menentukan keakuratan informasi dan mengabstrak dimana secara keseluruhan dapat dipersentasikan menjadi 47,4%. Sementara pada umumnya kemampuan pegawai dalam mendayagunakan, menilai, mengevaluasi dan memahami informasi sudah bagus, dimana secara keseluruhan dapat dipersentasikan menjadi 76,9%. Kedua, media yang disediakan oleh perpustakaan sebagian besar (66,6%) telah tersedia sesuai dengan perkembangan media saat ini (media cetak, elektronik dan online), namun yang disayangkan hampir setengah (46,1%) pegawai frekuensi penggunaannya masih jarang dikarenakan pemahaman terhadap penggunaan media khususnya media elektronik yang masih sering meminta bantuan orang lain. Sementara itu, program pendidikan yang diberikan perpustakaan untuk menunjang pengetahuan pegawai dalam menggunakan media tidak ada.
1.2 Perumusan Masalah
Dari latar belakang yang telah diuraikan, rumusan masalah dari penelitian
ini adalah bagaimana kemampuan literasi media pegawai Perpustakaan
Proklamator Bung Hatta?
1.3 Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui tingkat literasi media
pegawai Perpustakaan Proklamator Bung Hatta.
1.4 Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi beberapa pihak.
1. Bagi Perpustakaan Proklamator Bung Hatta sebagai bahan masukan
meningkatkan literasi media sehingga menjadi literet media.
2. Bagi peneliti sendiri sebagai bahan kajian akademik dalam bidang literasi
media
3. Bagi peneliti selanjutnya sebagai referensi untuk penelitian yang berkaitan
dengan topik yang sama.
1.5 Ruang Lingkup Penelitian
Ruang lingkup penelitian ini adalah literasi media pegawai Perpustakaan
BAB II KAJIAN TEORITIS
2.1 Pengertian Literasi
Literasi yang dalam bahasa Inggrisnya literacy berasal dari bahasa Latin littera (huruf) yang pengertiannya melibatkan penguasaan sistem-sistem tulisan dan konvensi-konvensi yang menyertainya. Namun demikian, literasi utamanya
berhubungan dengan bahasa dan bagaimana bahasa itu digunakan. Adapun sistem
bahasa tulis itu sifatnya sekunder. Manakala berbicara mengenai bahasa, tentunya
tidak lepas dari pembicaraan mengenai budaya karena bahasa itu sendiri
merupakan bagian dari budaya. Sehingga, pendefinisian istilah literasi tentunya
harus mencakup unsur yang melingkupi bahasa itu sendiri, yakni situasi sosial
budayanya. Berkenaan dengan ini Kern (2000) mendefinisikan istilah literasi
secara komprehensif sebagai berikut:
Literacy is the use of socially-, and historically-, and culturally-situated practices of creating and interpreting meaning through texts. It entails at least a tacit awareness of the relationships between textual conventions and their context of use and, ideally, the ability to reflect critically on those relationships. Because it is purpose-sensitive, literacy is dynamic – not static – and variable across and within discourse communities and cultures. It draws on a wide range of cognitive abilities, on knowledge of written and spoken language, on knowledge of genres, and on cultural knowledge. (Literasi adalah penggunaan praktik-praktik situasi sosial, dan historis, serta kultural dalam menciptakan dan menginterpretasikan makna melalui teks. Literasi memerlukan setidaknya sebuah kepekaan yang tak terucap tentang hubungan-hubungan antara konvensi-konvensi tekstual dan konteks penggunaanya serta idealnya kemampuan untuk berefleksi secara kritis tentang hubungan-hubungan itu. Karena peka dengan maksud/ tujuan, literasi itu bersifat dinamis – tidak statis – dan dapat bervariasi di antara dan di dalam komunitas dan kultur diskursus/ wacana. Literasi memerlukan serangkaian kemampuan kognitif, pengetahuan bahasa tulis dan lisan, pengetahuan tentang genre, dan pengetahuan kultural).
Dari pernyataan di atas dapat diketahui bahwa literasi memerlukan
kemampuan yang kompleks. Adapun pengetahuan tentang genre adalah pengetahuan tentang jenis-jenis teks yang berlaku/ digunakan dalam komunitas
unsur yang membentuk definisi tersebut, yaitu berkenaan dengan interpretasi,
kolaborasi, konvensi, pengetahuan kultural, pemecahan masalah, refleksi, dan
penggunaan bahasa. Ketujuh hal tersebut merupakan prinsip-prinsip dari literasi.
2.2 Prinsip Pendidikan Literasi
Menurut Kern (2000) terdapat tujuh prinsip pendidikan literasi, yaitu:
1. Literasi melibatkan interpretasi
Penulis/ pembicara dan pembaca/ pendengar berpartisipasi dalam tindak
interpretasi, yakni: penulis/ pembicara menginterpretasikan dunia
(peristiwa, pengalaman, gagasan, perasaan, dan lain-lain), dan pembaca/
pendengar kemudian mengiterpretasikan interpretasi penulis/ pembicara
dalam bentuk konsepsinya sendiri tentang dunia.
2. Literasi melibatkan kolaborasi
Terdapat kerjasama antara dua pihak yakni penulis/ pembicara dan
membaca/ pendengar. Kerjasama yang dimaksud itu dalam upaya
mencapai suatu pemahaman bersama. Penulis/ pembicara memutuskan apa
yang harus ditulis/ dikatakan atau yang tidak perlu ditulis/ dikatakan
berdasarkan pemahaman mereka terhadap pembaca/ pendengarnya.
Sementara pembaca/ pendengar mencurahkan motivasi, pengetahuan, dan
pengalaman mereka agar dapat membuat teks penulis bermakna.
3. Literasi melibatkan konvensi
Orang-orang membaca dan menulis atau menyimak dan berbicara itu
ditentukan oleh konvensi/ kesepakatan kultural (tidak universal) yang
berkembang melalui penggunaan dan dimodifikasi untuk tujuan-tujuan
individual. Konvensi disini mencakup aturan-aturan bahasa baik lisan
maupun tertulis.
4. Literasi melibatkan pengetahuan kultural.
Membaca dan menulis atau menyimak dan berbicara berfungsi dalam
sistem-sistem sikap, keyakinan, kebiasaan, cita-cita, dan nilai tertentu.
beresiko salah dipahami oleh orang-orang yang berada dalam sistem
budaya tersebut.
5. Literasi melibatkan pemecahan masalah.
Karena kata-kata selalu melekat pada konteks linguistik dan situasi yang
melingkupinya, maka tindak menyimak, berbicara, membaca, dan menulis
itu melibatkan upaya membayangkan hubungan-hubungan di antara
kata-kata, frase-frase, kalimat-kalimat, unit-unit makna, teks-teks, dan
dunia-dunia. Upaya membayangkan/ memikirkan/ mempertimbangkan ini
merupakan suatu bentuk pemecahan masalah.
6. Literasi melibatkan refleksi dan refleksi diri.
Pembaca/ pendengar dan penulis/ pembicara memikirkan bahasa dan
hubungan-hubungannya dengan dunia dan diri mereka sendiri. Setelah
mereka berada dalam situasi komunikasi mereka memikirkan apa yang
telah mereka katakan, bagaimana mengatakannya, dan mengapa
mengatakan hal tersebut.
7. Literasi melibatkan penggunaan bahasa.
Literasi tidaklah sebatas pada sistem-sistem bahasa (lisan/ tertulis)
melainkan mensyaratkan pengetahuan tentang bagaimana bahasa itu
digunakan baik dalam konteks lisan maupun tertulis untuk menciptakan
sebuah wacana/ diskursus.
Dari poin diatas maka prinsip pendidikan literasi adalah literasi melibatkan
interpretasi, kolaborasi, konversi, pengetahuan kultural, pemecahan masalah,
refleksi diri, dan melibatkan penggunaan bahasa.
2.3 Tingkatan Literasi
Literasi tidaklah seragam karena literasi memiliki tingkatan-tingkatan yang
menanjak. Jika seseorang sudah menguasai satu tahapan literasi maka ia memiliki
pijakan untuk naik ke tingkatan literasi berikutnya. Wells (1987, 111)
simbol-simbol yang digunakan (bahasa). Pada tingkat functional orang diharapkan dapat menggunakan bahasa untuk memenuhi kehidupan sehari-hari seperti
membaca buku manual. Pada tingkat informational orang diharapkan dapat mengakses pengetahuan dengan bahasa. Sementara pada tingkat epistemic orang dapat mentransformasikan pengetahuan dalam bahasa.
Dengan demikian tingkatan literasi dimulai dari tingkatan paling bawah
yaitu performative, functional, informational, dan epistemic.
2.4 Model Literasi Informasi
Menurut UNESCO yang dikutip oleh Nasution (2013: 12-13), memasukkan
enam kategori kelangsungan hidup kemampuan literasi abad 21 yang terdiri dari:
1. Basic Literacy, kadang-kadang disebut Literasi Fungsional (Functional Literacy), merupakan kemampuan dasar literasi atau sistem belajar konvensional seperti bagaimana membaca, menulis, dan melakukan
perhitungan numerik dan mengoperasikan sehingga setiap individu
dapat berfungsi dan memperoleh kesempatan untuk berpartisipasi di
masyarakat, di rumah, di kantor maupun sekolah.
2. Computer literacy, merupakan seperangkat keterampilan, sikap dan pengetahuan yang diperlukan untuk memahami dan mengoperasikan
fungsi dasar teknologi informasi dan komunikasi, termasuk perangkat
dan alat-alat seperti komputer pribadi (PC), laptop, ponsel, iPod,
BlackBerry, dan sebagainya, literasi komputer biasanya dibagi menjadi
hardware dan software literasi.
3. Media Literacy, merupakan seperangkat keterampilan, sikap dan pengetahuan yang diperlukan untuk memahami dan memanfaatkan
berbagai jenis media dan format di mana informasi di komunikasikan
dari pengirim ke penerima, seperti gambar, suara, dan video, dan apakah
sebagai transaksi antara individu, atau sebagai transaksi massal antara
pengirim tunggal dan banyak penerima, atau, sebaliknya.
telekomunikasi, khususnya world wide webdan internet, sebagai ruang kelas virtual bukan ruang kelas fisik. Dalam distance learning dan e-learning, baik guru dan siswa berinteraksi secara online, sehingga siswa dapat menyelesaikan penelitian dan tugas dari rumah, atau di mana saja
di mana mereka dapat memperoleh akses ke komputer dan saluran
telepon.
5. Cultural Literacy. Merupakan literasi budaya yang berarti pengetahuan, dan pemahaman, tentang bagaimana suatu negara, agama, sebuah
kelompok etnis atau suatu suku, keyakinan, simbol, perayaan, dan cara
komunikasi tradisional, penciptaan, penyimpanan, penanganan,
komunikasi, pelestarian dan pengarsipan data, informasi dan
pengetahuan, menggunakan teknologi. Sebuah elemen penting dari
pemahaman literasi informasi adalah kesadaran tentang bagaimana
faktor budaya berdampak secara positif maupun negatif dalam hal
penggunaan informasi modern dan teknologi komunikasi
6. Information literacy, erat kaitannya dengan pembelajaran untuk belajar, dan berpikir kritis, yang menjadi tujuan pendidikan formal, tapi sering
tidak terintegrasi ke dalam kurikulum, silabus dan rencana pelajaran,
kadang-kadang dibeberapa negara lebih sering menggunkan istilah
information competencies atau information fluency atau bahkan istilah lain.
Literasi media merupakan bagian dari literasi informasi yang seiring dengan
perkembangan zaman sehingga media juga ikut berkembang. Untuk itu
dibutuhkan literasi media agar mampu mempunyai kemampuan dan sikap
terhadap penggunaan media.
2.5 Media
Perkembangan media tidak terlepas dari ilmu komunikasi yang pada intinya
bertujuan untuk menyampaikan pesan karena pada dasarnya media berfungsi
menyampaikan pesan kepada masyarakat luas. Sejarah perjalanan media massa di
Indonesia memperlihatkan adanya pasang surut peran media massa. Hal ini terjadi
sistem sosial Indonesia, akan dipengaruhi oleh subsistem sosial lainnya, termasuk
ideologi, politik dan pemerintahan negara dimana media massa itu berada.
Secara umum, media massa diartikan sebagai alat-alat komunikasi yang bisa
menyebarkan pesan secara serempak dan cepat kepada audiens dalam jumlah
yang luas dan heterogen (Nurudin 2004, 3). Media massa merupakan media
informasi yang terkait dengan masyarakat, digunakan untuk berhubungan dengan
khalayak (masyarakat) secara umum, dikelola secara profesional dan bertujuan
mencari keuntungan (Mondry 2008, 12). Menurut Bungin (2008, 85), media
massa merupakan institusi yang berperan sebagai agent of change, yaitu sebagai institusi pelopor perubahan. Jadi, media massa merupakan alat komunikasi atau
penyampaian pesan kepada masyarakat dengan tujuan mencari profit.
Media adalah perpanjangan tangan manusia (the extendion of man). Maksudnya apa yang menjadi keinginan, cita-cita dan tujuan seorang manusia
bisa diperluas oleh media. Media dengan jangkauan yang dimilikinya bisa
menembus ruang dan waktu dan menyebarkan banyak hal. Ini artinya, jika ingin
menjadi seorang penjahat terkenal maka hubungilah media. Lakukan
kejahatan-kejahatan yang luar biasa kemudian beritahukan wartawan. Beberapa saat
kemudian pastilah akan menjadi penjahat terkenal. Sebaliknya, jika ingin menjadi
seorang artis terkenal, berhubunganlah dengan media, berbaik-baiklah dengan
wartawan dan beri informasi yang dibutuhkan. Profil anda akan tersebar luas ke
seluruh lapisan masyarakat dan menjadi terkenal (Nurudin 2008, 51).
Begitulah kuatnya media mempengaruhi benak dan persepsi khalayaknya.
Saat ini, nyaris pembicaraan masyarakat tidak lepas dari media massa. Jika saat
ini perbincangan hangat tentang penculikan bayi, kekerasan terhadap anak dan
Pemilu, maka agenda pembicaraan masyarakat pun tidak jauh berbeda. Inilah
sebabnya mengapa media dikatan sangat kuat, baik menyangkut perluasan
penyebaran beritanya maupun memengaruhi persepsi, sikap dan perilaku
2.4.1 Jenis-jenis Media
Adapun bentuk media antara lain media elektronik (radio, televisi), media
cetak (surat kabar, majalah, tabloid), buku, film dan internet (Bungin 2008, 85).
Media massa dalam konteks jurnalistik pada dasarnya terbatas pada tiga jenis
media yaitu:
1. Media cetak, yang terdiri dari surat kabar, tabloid, majalah, buletin/ jurnal dan sebagainya.
2. Media elektronik, yang terdiri dari radio dan televisi.
3. Media online, yaitu media internet seperti website, blog dan lain sebagainya.
Jadi secara umum, media terdiri atas media cetak, elektronik dan media
online.
2.4.2 Peran Media Massa
Dalam menjalankan paradigmanya sebagai institusi pelopor perubahan,
media massa memiliki peran (Bungin 2008, 85):
1. Sebagai institusi pencerahan masyarakat, 2. Menjadi media informasi,
3. Sebagai media hiburan.
Menurut McQuail (1987, 1) media massa memiliki fungsi penting, antara
lain:
1. Media merupakan industri yang berubah dan berkembang yang
menciptakan lapangan kerja, barang dan jasa, serta menghidupkan industri
lain yang terkait.
2. Media massa merupakan sumber kekuatan, alat kontrol, manajemen dan
inovasi dalam masyarakat yang dapat digunakan sebagai pengganti
kekuatan atau sumber daya lainnya.
3. Media merupakan lokasi (forum) yang semakin berperan untuk
menampilkan peristiwa-peristiwa kehidupan masyarakat, baik yang
bertaraf nasional maupun internasional.
4. Media berperan sebagai wahana pengembangan kebudayaan, bukan saja
dalam pengertian pengembangan bentuk seni dan simbol, tetapi juga
5. Media telah menjadi sumber dominan bukan saja bagi individu untuk
memperoleh gambaran dan citra realitas sosial, tetapi juga bagi masyarakat
dan kelompok secara kolektif.
Perpustakaan adalah institusi pengelola koleksi karya tulis, karya cetak,
dan/ atau karya rekam secara profesional dengan sistem yang baku guna
memenuhi kebutuhan pendidikan, penelitian, pelestarian, informasi, dan rekreasi
para pemustaka. Perpustakaan hakikatnya fasilitas publik. Sebagai fasilitas publik
tentu saja harus selalu disosialisasikan. Sosialisasi tersebut meliputi sosialisasi
keberadaan, jam layanan, jumlah kunjungan, koleksi, fasilitas, dan sebagainya. Di
antara media yang efektif dalam menyosialisasikan sesuatu, tak terkecuali dengan
perpustakaan adalah media massa, baik media massa internal (media yang
diterbitkan sendiri) maupun media massa eksternal (media milik institusi lain di
luar institusi perpustakaan) (Mediatama 2010).
Dengan demikian media massa berperan sebagai sarana informasi,
pendidikan, hiburan dan sarana sosialisasi dengan kata lain sebagai sarana untuk
penyebaran ide, kebijakan dan aturan-aturan baru yang mengkonsumsi
masyarakat.
2.4.3 Prinsip Tentang Kebebasan Memperoleh Informasi
Lembaga dunia seperti PBB telah mengakui bahwa prinsip kebebasan
memperoleh informasi telah dianggap strategis untuk bisa didapat oleh
masyarakat luas, dan untuk itu pers menjadi menjadi salah satu sarana penting
untuk memastikan masyarakat bisa mendapatkan informasi yang dibutuhkannya.
Oleh karena itu tak berlebihan jika tiga konsep ini saling berkaitan satu
informasi (freedom of information). Pemerintahan yang terbuka di sini juga didefinisikan sebagai pemerintahan yang transparan, terbuka dan partisipatoris.
(Tim Lembaga Studi Pers dan Pembangunan (LSPP) 2005)
Menurut Achmad Santosa yang dikutip oleh Suranto (2005, 18)
manyatakan bahwa pemerintahan yang terbuka mensyaratkan adanya jaminan atas
lima hal, yaitu:
1. Hak untuk memantau perilaku pejabat publik dalam menjalankan peran publiknya (right to observe).
2. Hak untuk memperoleh informasi (right to information).
3. Hak untuk terlibat dan berpartisipasi dalam proses pembentukan kebijakan publik (right to participate).
4. Kebebasan berekspresi, yang salah satunya diwujudkan dalam kebebasan pers.
5. Hak untuk mengajukan keberatan terhadap penolakan dari pelaksanaan hak-hak tersebut.
Besarnya kasus-kasus korupsi dan pelanggaran Hak Asasi Manusia menjadi
alasan utama mengapa saat ini dibutuhkan adanya UU kebebasan memperoleh
informasi. Disini media bisa mendapatkan kesempatan untuk mendapatkan
informasi yang dianggap sesitif dan juga sekaligus membongkar kultur birokrasi
yang selama ini dianggap sangat tertutup.
Inilah arti penting media, terutama media lokal untuk ikut berpartisipasi
menghasilkan pemerintahan yang lebih terbuka, lebih bertanggungjawab dan
membuka partisipasi pembuatan kebijakan kepada masyarakat.
2.4 Dampak- dampak Terhadap Media
Media sama seperti industri lainya yang mengalami perubahan akibat
perkembangan demokrasi, revolusi industri dan teknologi, serta kemunculan
kota-kota. Arus imigran dan berkembangnya pendidikan turut memperbesar khalayak
media. Revolusi teknologi mengubah pers dari kegiatan sambilan menjadi industri
besar. Aneka instrumen baru, seperti clattering linotypes dan photoengraving digunakan untuk menopang laju perkembangan media cetak dalam melayani pasar
massal (Rivers, Jensen dan Theodore 2008, 51-52).
Rivers, dkk juga menjelaskan tentang demokratisasi isi sebagai salah satu
kalangan tertentu (mapan, berpendidikan). Namun, setelah pendidikan dan
kemakmuran menyebar dari elite ke kalangan kebanyakan, maka sasaran media
pun meluas. Ini membuat media pun menyesuaikan isinya, yakni yang sekiranya
bisa diterima oleh berbagai pihak. Film, radio dan televisi juga melakukan hal
yang serupa. Selera dan kepentingan mayoritas menentukan isi dan cara
penyampaian media.
Untuk lebih jelasnya, selengkapnya akan dijelaskan dampak positif dan
negatif dari media.
2.5.1 Dampak Positif Media
Media cetak memiliki pengaruh yang besar dalam masyarakat. Mayoritas
orang-orang membaca surat kabar setiap paginya. Media elektronik dalam segala
bentuk adalah sebuah sumber yang besar dari komunikasi massa. Ini
menghasilkan efek langsung terhadap cara berpikir manusia dan ini adalah sumber
yang besar untuk menyajikan sebaik-baiknya hiburan. Dampak dan pengaruh dari
elektronik, satelit dan cable transmission sangatlah besar. Media elektronik dalam
bentuk transmisi satelit, internet, jaringan kabel mempunyai banyak manfaat. Ini
bisa membantu memberikan informasi mengenai budaya-budaya yang berbeda,
sistem politik dan sosial dari seluruh bagian di dunia. Ini memberikan berita
terkini dan informasi tentang apa yang sedang terjadi di dunia. Media elektronik
adalah sumber terbesar dari pengetahuan tentang fakta-fakta geografi dunia. Ini
juga menyediakan informasi tentang penemuan terbaru. Media adalah sumber
yang luar biasa untuk mendapatkan ilmu tentang sains, semesta, samudra,
sosiologi dan politik (Irfanz 2012).
Media telah menjabat sebagai anugerah bagi umat manusia . Hal ini telah
memberikan kita eksposur ke dunia luar dan mengakibatkan pertukaran
pandangan mengenai berbagai pengetahuan dari berbagai macam orang dari
seluruh dunia, sehingga menyebabkan pertukaran informasi dan pengetahuan
global. Media massa telah memberi kita masing-masing platform untuk
menyuarakan pendapat pada segala macam isu-isu sosial dan politik dan berbagi
untuk mendapatkan sebuah platform yang memungkinkan untuk menampilkan
diri ke seluruh dunia (Oak, 2011).
Media seperti telvisi, radio dan internet meningkatkan kesadaran
keseluruhan massa. Mereka meningkatkan pengetahuan umum dengan
menyediakan informasi dari seluruh dunia. Koran, selain memperbarui kita
dengan berita terbaru dan informasi baru, juga berkontribusi terhadap peningkatan
kosakata. Koran adalah pemula terbaik dalam mengembangkan kebiasaan
membaca pada anak-anak. Media telah bertanggung jawab untuk membuat dunia
menjadi tempat yang lebih kecil untuk hidup (Oak, 2011).
Media bertanggung jawab untuk mempengaruhi bagian utama dari
kehidupan kita sehari-hari. Media berkontribusi terhadap transformasi dalam
nilai-nilai budaya dan sosial dari massa. Media dapat membawa perubahan dalam
sikap dan keyakinan dari orang-orang biasa. Sifat persuasif dari konten yang
disajikan atas media mempengaruhi pikiran dan perilaku masyarakat umum.
Media memiliki dampak langsung atas gaya hidup masyarakat.
2.5.2 Dampak negatif media
Dampak negatif dari media terhadap individu antara lain sebagai berikut
(Oak 2012):
1. Imitasi Buta.
Maksudnya ketika ingin meniru gaya seorang artis glamor, apakah pernah
terpikirkan untuk apa melakukannya. Dampak media begitu hebat, sampai
terkadang hal kecil bisa menjadi besar dan dirasakan oleh penonton. Pada
usia-usia tertentu penikmat media tertarik untuk apa pun yang mencolok
dan apa pun yang bisa dijadikan berita.
2. Pesan yang salah
Berita negatif disorot untuk membangkitkan pikiran orang tentang yang
diberitakan. Misalnya, efek negatif dari kecanduan digambarkan melalui
iklan, tapi sayangnya terkadang pesan itu disalah artikan. Dalam hal ini
peran orang tua dan guru sangat penting untuk memilih apa yang harus
3. Kenegatifan
Untuk beberapa hal media bertanggung jawab dalam menimbulkan
perasaan negatif bagi mereka pengkonsumsi media. Sebuah paparan awal
film atau kekerasan, buku penerbitan konten dewasa dan berita yang
menggambarkan praktek-praktek jelek memiliki dampak yang mendalam
pada pikiran muda dan meninggalkan bekas pada pikiran yang
dipengaruhi. Bukan hanya anak-anak yang akan berdampak, bahkan
pikiran orang dewasa pun juga akan terpengaruh. Dampaknya bisa saja
menyerang alam bawah sadarnya seperti mimpi buruk setelah menonton
film horor atau kekerasan.
4. Gaya hidup yang tidak sehat
Media bertanggung jawab atas perubahan dalam kebiasaan makan remaja
dan gaya hidup yang tidak sehat yang mereka adopsi. Hal ini karena ada
iklan junk food dimana-mana. Media mengekspos massa untuk produk
makanan cepat saji, makanan kaleng, diet, dan minuman energi. Hal ini
menyebabkan remaja untuk mengadopsi kebiasaan makan yang tidak
sehat. Tidak ada yang menyebarkan pentingnya berolahraga untuk tetap
fit. Tapi ada iklan peralatan olahraga yang mahal, dan program berat badan
dan kehilangan lemak. Menonton TV atau browsing web hingga larut malam dapat merusak kebiasaan tidur.
5. Ledakan informasi
Media sendiri sangat adiktif. Misalnya, bila tidak menonton TV kita
berselancar di internet, ketika tidak di web, kita membaca surat kabar,
ketika tidak membaca apa-apa, kita sedang mendengarkan sesuatu.
Dengan demikian, sepanjang waktu, kita terpaku pada beberapa bentuk
media. Hal ini membombardir kita dengan konten, berita, informasi, gosip.
Beberapa hal yang diperlukan, beberapa tidak; beberapa hal penting,
beberapa tidak. Media di mana-mana, yang mempengaruhi setiap aspek
kehidupan.
Anak-anak harus berinvestasi lebih banyak waktu membaca buku yang
baik, belajar, bermain di luar dan berolahraga. Karena media begitu
memikat, sebagian besar waktu mereka dihabiskan terpaku pada televisi,
membaca gosip selebriti, mendengarkan sesuatu yang sensasional atau
berkeliaran tanpa tujuan di Internet. Ini paling mempengaruhi anak-anak
dan remaja, karena mereka terkena hal-hal yang mungkin menafsirkan
salah atau bahkan mungkin tidak mengerti pada usia itu.
7. Benci diri sendiri
Wanita dengan tubuh mungil dan perempuan dengan sosok barbie selalu
terbukti lebih populer atau menarik sementara kelebihan berat badan yang
digambarkan sebagai kurang populer,tidak punya teman dan ditindas.
Ketika pikiran ini mengatasi pikiran anak-anak dan remaja, mereka lebih
memilih jalan operasi atau diet ketat untuk mendapatkan tubuh yang
sempurna.
8. Masalah kesehatan
Media memiliki efek negatif pada kesejahteraan fisik dan psikologis
masyarakat. Orang-orang menghabiskan berjam-jam di depan televisi atau
browsing. Kurangnya aktivitas fisik menyebabkan masalah obesitas. Mereka siap untuk diet untuk menurunkan berat badan. Hal ini dapat
menyebabkan peningkatan kasus anoreksia
9. Mengubah tampilan
Media dengan caranya sendiri, mengubah pandangan masyarakat terhadap
kehidupan. Media adalah antarmuka di mana jutaan melihat dunia luar,
tapi tidak semua jenis media hanya menampilkan kebenaran. Dengan
maksud menekankan poin mereka atau untuk meraih perhatian yang lebih
besar dari massa, media hypesatau melebih-lebihkan hal-hal untuk tingkat tertentu. Tidak semua orang mampu menyaring elemen tersebut. Sebagian
percaya semua menjadi nyata, terutama anak-anak dan remaja.
10. Kebingungan Fakta-Fantasy
karena karakter ini milik cerita rakyat. Namun media berperan dalam
menyebarkan karakter ini dan membuat mereka tampak nyata. Karakter ini
memasuki dunia kita melalui buku-buku dan film. Fiksi lucu hanya sampai
perbedaan jelas antara fakta dan fiksi.
11. Dilema benar atau salah
Media begitu kuat sehingga massa akhirnya percaya segala sesuatu yang
dikatakan. Sumber-sumber media begitu banyak jumlahnya dan mereka
semua begitu meyakinkan, sehingga sulit untuk membedakan antara benar
dan salah. Media terus membombardir kita dengan informasi. Seberapa
jauh kita pergi untuk memeriksa keasliannya, bagaimana kritis kita menilai
realitas reality show dan kebenaran di balik kisah nyata. Dan itulah
bagaimana media berdampak terhadap kita.
Sejumlah paparan media memperkenalkan diri ke dunia luar, akses yang
tidak terkontrol dan keyakinan tanpa berpikir tidak akan membawa kita kemana
saja, hal itu hanya akan membawa pengaruh negatif.
2.5.3 Dampak Media Terhadap Perpustakaan
Dalam era globalisasi, pengaruh media cetak seperti buku keberadaannya
di perpustakaan mempunyai peranan yang sangat besar, karena mampu bertahan
lama di samping koleksinya dapat dibaca berulang-ulang. Selain itu perpustakaan
sering juga dijadikan tempat bertanya dan kegiatan belajar dan digunakan
semaksimal mungkin untuk mencari informasi baik sudah lama maupun yang
masih baru (H.Wijoyo 2008).
Bertitik tolak dari pengaruh media cetak maka tidak terlepas dengan
adanya koleksi yang dimiliki suatu perpustakaan. Hal ini biasa digambarkan pada
perpustakaan nasional bahwa sekitar 600.000 butir meliputi buku, majalah, Koran
harian, penerbitan PBB dan peta. Bila dirinci terdapat sekitar 165.000 judul
monograf, 15.000 judul majalah, sekitar 20.000 lembar peta serta surat kabar
sekitar 4.000 judul, koleksi-koleksi perpustakaan tersebut terutama lengkap
dengan terbitan dari zaman Hindia Belanda di Indonesia hingga tahun 1942, ini
Namun di era globalisasi semakin bertambah jumlah koleksinya serta semakin
dibutuhkan tenaga pustakawan yang professional. Bahwa sebuah perpustakaan,
tidak hanya sekedar ruangan yang luas, terutama koleksi buku, serta ada yang
menjaga perpustakaan. Tetapi perpustakaan itu selain dilengkapi hal tersebut di
atas juga pengelolanya harus betul-betul professional atau tenaga pustakawan.
Karena dalam mengelola perpustakaan, ada beberapa konsep dasar yang harus
diketahui, dan kalau ini tidak ditangani oleh yang professional maka perpustakaan
itu tidak bias berkembang sebagaimana yang diharapkan (H.Wijoyo 2008).
2.5 Literasi Media
Literasi media di Indonesia lebih dikenal dengan istilah melek media.
Potter (2008) mengatakan bahwa literasi media adalah sebuah perspekif yang
digunakan secara aktif ketika individu mengakses media dengan tujuan untuk
memaknai pesan yang disampaikan oleh media. Selanjutnya, Jane Tallim
menyatakan bahwa literasi media adalah kemampuan untuk menganalisis pesan
media yang menerpanya, baik yang bersifat informatif maupun yang menghibur.
Rubin yang dikutip oleh Baran (2004, 51) menawarkan tiga definisi
mengenai literasi media yang dikutip dari sumber-sumber yang berbeda, yaitu :
1. Defenisi pertama menyebutkan bahwa literasi media adalah kemampuan untuk
mengakses, menganalisis, mengevaluasi dan mengkomunikasikan pesan.
2. Defenisi kedua bahwa literasi media adalah pengetahuan tentang bagaimana
fungsi media dalam masyarakat.
3. Defenisi ketiga dari peneliti komunikasi massa, Justin Lewis dan Shut Jally,
menyebutkan bahwa literasi media adalah pemahaman akan batasan-batasan
budaya, ekonomi, politik dan teknologi terhadap kreasi, produksi dan
transmisi pesan.
Rubin kemudian menyatakan defenisi literasi media sebagai berikut.
Literasi media adalah pemahaman terhadap sumber-sumber dan teknologi
komunikasi, simbol-simbol yang digunakan, dan proses seleksi, interpretasi, dan
dampak dari pesan-pesan tersebut.
Kemudian The National Communication Association dalam Potter (2010, 677), sebuah organisasi sarjana professional yang didirikan oleh sejumlah besar
akademisi universitas menyatakan bahwa literasi media adalah
Being a critical and reflective consumer of communication requires an understanding of how words, images, graphics, and sounds work together in ways that are both subtle and profound. Mass media such as radio, television, and film and electronic media such as the telephone, the internet, and computer conferencing influence the ways meanings are created and shared in contemporary society. So great is this impact that in choosing how to send a message and evaluate its effect, communicators need to be aware of the the distinctive characteristic of each medium.
Organisasi profesional ini menjelaskan bahwa sebaiknya kritis dan reflektif
dalam mengkonsumsi media komunikasi. Hal ini membutuhkan pemahaman
tentang bagaimana kata-kata, gambar, grafik, dan suara “bekerjasama” dalam cara
yang sukar diketahui dan sukar dicari, serta kewaspadaan tentang efek yang
berbeda dari tiap media.
Literasi media adalah hasil dari proses dinamis antara dasar (ketersediaan
dan konteks) dan puncak (kemampuan komunikatif). Rute dari dasar ke puncak
adalah kompetensi media individu (media penggunaan dan pemahaman kritis)
Celot (2010, 33).
Dari pengertian tersebut, literasi media dapat diterjemahkan sebagai
kecakapan bermedia, yaitu sebuah kesadaran dan kecakapan komprehensif untuk
menempatkan diri dan masyarakat di depan media sebagai pelaku aktif. Dengan
adanya kecakapan bermedia, seseorang diharapkan mampu untuk menyeleksi
media dan isinya untuk dikonsumsi, sehingga literasi media diartikan sebuah
pemahaman akan sumber-sumber dan teknologi komunikasi, kode-kode yang
digunakan, pesan-pesan yang dihasilkan serta seleksi, interpretasi dan dampak
dari pesan-pesan tersebut. Banyak yang secara langsung menyalahkan tayangan
yang dimilikinya, namun jarang mempertanyakan peranan diri sendiri dalam
proses komunikasi massa.
2.6.1 Perkembangan Literasi Media
Peristiwa paling penting yang terjadi pada perkembangan komunikasi dan
teknologi adalah: tampilnya media elektronik (telepon, film, radio dan televisi)
yang mendominasi sejak tahun 1950-an dan terakhir munculnya media digital,
contohnya internet sejak tahun 1980-an. Munculnya media digital, yang telah
diperluas pada sebuah kecepatan dan sebuah jangkauan yang tidak pernah terlihat
sebelumnya dalam sejarah, telah memimpin, dalam konteks masyarakat informasi,
sebuah intelektual baru, semiotik, komunikatif dan iklim budaya, yang telah
menandai efek dari perorangan, relasi kerja dan perkembangan sosial. Untuk lebih
memahami media baru literasi ini, berikut peristiwa-peristiwa yang terjadi dalam
proses literasi (Baran 2004, 38-49)
1. Literasi klasik (membaca, menulis, memahami) yang mendominasi abad
dan menghubungkan kepada proses membaca dan menulis, serta di
sekolah-sekolah dasar telah digunakan sebagai aturan dasar.
2. Literasi audiovisual, yang menghubungkan kepada media elektronik sperti
film dan televisi, fokus pada gambar dan rangkaian gambar. Ini merupakan
permulaan dari pendidikan berbeda yang digagas dengan segera tetapi
tidak didukung penuh oleh kebijakan yang nyata.
3. Informasi atau digital literasi yang berasal dari komputer dan media digital
yang telah membuat pentingnya belajar keterampilan baru. Ini merupakan
konsep terbaru dan sering digunakan untuk mengacu pada keterampilan
teknik yang diperlukan untuk peralatan digital modern.
4. Literasi Media yang dibutuhkan sebagai hasil dari konvergensi media –
yang menggabungkan media elektronik (komunikasi massa) dan media
digital (komunikasi multimedia) yang terjadi dalam berbagai
perkembangan masyarakat informasi. Literasi Media ini meliputi
keterampilan baru yang diperlukan dalam sebuah iklim konvergensi
media.
Berdasarkan sejarah literasi media dimulai dari penulisan alphabet, kita
mengenal apa yang disebut dengan literasi dari membaca dan menulis.
Kemudian muncul percetakan, dan selanjutnya diikuti dengan revolusi industri.
Secara ringkas literasi media merupakan bagian dari proses perkembangan
komunikatif manusia, yang dimulai dengan pengenalan dari penulisan alphabet
dan telah diperluas ke dalam perkembangan media elektronik dan informasi
digital.
2.6.2 Elemen Literasi Media
Awalnya literasi diartikan sebagai kemampuan untuk memahami dan
menggunakan simbol tertulis. Dengan perkembangan media tidak tercetak,
definisi ini harus diperluas lagi mencakup kemampuan untuk mengefektifkan
apapun bentuk dari komunikasi, khususnya keterlibatan komunikasi massa yang
disebut dengan literasi media.
Silverblatt (1995) menyebutkan lima elemen dasar yang menjadi
karakteristik dari literasi media. Karakteristik tersebut adalah :
1. An awareness of the impact of media. Writing and the printing press helped changed the world and the people in it. Mass media do the same. If we ignore the impact of media on our lives, we run the risk of being caught up and carried along by that change rather than controlling or leading it. 2. An understanding of the process of mass communication. If we know the
component of mass communication process and how they relate to one another , we can form axpectations of how they can serve us.
3. Strategies for analyzing and discussing media messages. To consume media messages thoughtfully, we need a fondation on which to base thought and reflection. If we make meaning, we must possess the tools with which to make it.
4. An understanding of media content as a text that provides insight into our culture and our lives. How do we know a culture and its people, attitudes, values, concerns? We know them through communication. For modern cultures like ours, media messages increasingly dominate that coomunication, shaping our understanding of and insight into our culture. 5. The ability to enjoy, understand, and appreciate media content. Media
Hal di atas dapat dijelaskan sebagai berikut.
1. An awareness of the impact of media.
Tanggap akan dampak media bagi individu maupun masyarakat. Media
massa mengubah dunia dan orang-orang di dalamnya. Jika kita
mengabaikan dampak media bagi kehidupan kita, kita lebih berisiko
terperangkap dan terbawa arus perubahan tersebut ketimbang mengontrol
atau memimpinnya.
2. An understanding of the process of mass communication
Pemahaman tentang proses komunikasi massa. Jika kita mengetahui
komponen dari proses komunikasi massa dan bagimana komponen
tersebut berkaitan satu sama lain, kita dapat membuat perkiraan tentang
bagaimana mereka “melayani” kita.
3. Strategies for analyzing and discussing media messages
Strategi dalam analisis dan diskusi pesan-pesan media. Untuk
mengonsumsi pesan media secara peka, kita membutuhkan fondasi,
sebagai pemikiran dan refleksi awal. Jika kita menafsirkan makna, kita
harus memiliki alat yang memadai untuk mencapainya.
4. An understanding of media content as a text that provides insight into our culture and our lives
Pemahaman isi media sebagai naskah yang menyediakan wawasan ke
dalam budaya dan kehidupan kita. Kita mengenali segala yang berkaitan
dengan budaya melalui komunikasi. Bagi budaya modern seperti kita,
pesan-pesan media semakin mendominasi kegiatan komunikasi,
membentuk pemahaman dan wawasan tentang budaya kita.
5. The ability to enjoy, understand, and appreciate media content
Kemampuan untuk menikmati, memahami, dan mengapresiasi isi media.
Literasi media bukan berarti hidup sebagai seorang pembeci media atau
selalu curiga terhadap dampak bahayanya dan terjadinya degradasi
Kemudian, dari lima tersebut (Baran 2004, 54-56) menambahkan dua lagi
elemen dasar literasi media, yaitu:
1. An understanding of ethical and moral obligations of media practitioners. To make informed judgements about the performance of the media, we also must be aware of the competing pressures on practitioners as they do their jobs.
2. Development of appropriate and effective production skills. Tradiotional literacy assumes that people who can read can also write. Media literacy also makes this assumption. Therefore, media literate individuals should develop production skills that enable them to create useful media messages.
Pendapat Baran tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut.
1. Understanding of the ethical and moral obligations of media practitioners Pemahaman etis dan kewajiban moral bagi para praktisi media. Kita harus
memahami peraturan resmi maupun tidak resmi pada pengoperasian
media. Dengan kata lain, kita harus tahu secara respektif, kewajiban etis
dan keabsahannya.
2. Development of appropriate and effective production skills.
Pengembangan tentang keterampilan produksi yang efektif dan sesuai.
Literasi tradisional mengasumsikan bahwa mereka yang dapat membaca
pasti bisa menulis. Literasi media juga mengasumsikan demikian.
Pemahaman kita tentang literasi (di setiap jenisnya) menyebut tidak hanya
untuk pemahaman yang efektif dan efisien tetapi juga untuk
penggunaannya yang efektif dan efisien. Karena itu, individu yang cakap
mengonsumsi media sepatutnya mengembangkan kemampuan
menghasilkan yang memungkinkan mereka menghasilkan pesan-pesan
media yang bermanfaat.
Elemen literasi media ini akan terasa penting bila sudah terjun kedalam
dunia media. Apapun pekerjaan saat ini umumnya selalu berhubungan dengan
media contohnya saja untuk menyebarkan informasi, dalam pelatihan, presentasi
2.6.3 Prinsip Literasi Media
Kita mengenal dunia lewat media, namun media tidak menyuguhkan dunia
untuk kita. Dalam kenyatannya untuk menjadi masyarakat yang bertanggung
jawab kita butuh literasi media. Untuk itu dibawah ini mengenai prinsip dari
literasi media (Aufderheide 2012), yaitu:
1. All media are constructions. 2. The media construct reality
3. Audience negotiate meaning in media 4. Media have commercial implications
5. Media contain ideological and value messages Prinsip tersebut akan dijelaskan sebagai berikut.
1. Semua media terkonstruksi.
Konsep yang paling penting dalam pendidikan literasi media adalah bahwa
media tidak menyajikan refleksi sederhana dari realitas kehidupan, mereka
adalah hasil dari sebuah produksi dan memiliki tujaun tertentu.
Keberhasilan produksi ini terletak pada kealamian mereka. Namun,
meskipun tampak alami, media sebenarnya adalah konstruksi dengan
kehati-hatian yang telah mengalami berbagai determinan dan keputusan.
Tugas kita adalah untuk mengekspos kompleksitas media sehingga terlihat
makna dibalik konten tersebut.
2. Media membentuk realitas.
Setiap orang berpikiran apakah dunia ini dan bagaimana cara kerjanya. Hal
ini didasarkan pada pengamatan. Ketika sebagian besar mengamati tentang
konstruksi media dengan sikap, interpretasi dan kesimpulan yang sudah
dibangung maka media sedang membangun realitasnya sendiri dari
pemahaman itu.
3. Audiens menegosiasikan makna dalam media.
Dasar pemahaman media adalah kesadaran tentang bagaimana berinteraksi
dengan teks-teks media. Ketika melihat teks media akan ditemui makna
melalui berbagai macam faktor: kebutuhan pribadi dan kecemasan,
kesenangan atau kesulitan sehari-hari, sikap rasial dan seksual, keluarga
kita memproses informasi. Misalnya, cara di mana dua siswa menanggapi
situasi komedi televisi (sitkom) tergantung pada pemahaman
masing-masing. Singkatnya, masing-masing dari menemukan atau "negosiasi"
makna dalam cara yang berbeda.
4. Media memiliki implikasi komersial.
Kebanyakan produksi media di negara ini bertujuan untuk bisnis dan
mencari untung. Walaupun disebut dengan media publik – televisi publik,
radio publik – harus menghasilkan uang untuk bertahan. Media massa
tidak berbicara kepada individu saja, tetapi pada sekelompok orang atau
disebut juga dengan pasar demografi (orang tua, muda, orang-orang
dengan hobi yang berbeda). Semakin banyak uang yang dikeluarkan oleh
demografi yang beragam, semakin bernilai target pasar oleh media massa.
5. Media mengandung pesan-pesan ideologis dan nilai.
Literasi media seseorang selalu waspada terhadap nilai-nilai yang dibawa
oleh teks media dan dampak ideologinya. Semua produk media
memberikan nilai tidak untuk diri mereka sendiri, tetapi juga untuk
nilai-nilai atau cara hidup. Mereka biasanya menegaskan sistem sosial yang ada.
Pesan-pesan ideologis yang terkandung di dalamnya, narasi film
Hollywood yang biasa hampir tak terlihat untuk Amerika Utara, tetapi
mereka akan jauh lebih bernilai kepada orang-orang di negara
berkembang. Media mainstream khas Amerika Utara menyampaikan sejumlah pesan eksplisit dan implisit ideologis, yang dapat mencakup
beberapa atau semua hal berikut: sifat "kehidupan yang baik" dan peran
kemakmuran di dalamnya, kebajikan "konsumerisme," kata peran yang
tepat dari perempuan, penerimaan otoritas, dan patriotisme tidak perlu
diragukan lagi. Kita harus menggunakan teknik decoding untuk mengungkap pesan-pesan ideologis dan nilai-nilai sistem.
Prinsip media ini harus disadari baik individu maupun kelompok agar
media yang mereka konsumsi tanpa disadari baik atau buruk memiliki tujuan
tertentu, sehingga konsumen bisa memproteksi diri sendiri dari hal-hal negatif dan
2.6.4 Kemampuan Literasi Media
Mengkonsumsi konten media sangatlah mudah, seperti hanya dengan
menekan tombol televisi atau dengan memutar musik di radio. Namun demikian,
mengkonsumsi media membutuhkan sejumlah keahlian khusus (Baran 2004,
56-58) yaitu:
1. The ability and willingness to make an effort to understand content to pay attention, and to filter out noise.
2. An understanding of and respect for the power of media messages.
3. The ability to distinguish emotional from reasoned reactions when responding to content and to act accordingly.
4. Development of heightened expectations of media content
5. A knowledge of genre conventions and the ability to recognize when they are being mixed.
6. The ability to think critically about media messages, no matter how creadible their sources.
7. A knowledge of the internal language of various media anf the ability to understand its effects, no matter how complex.
Beberapa kemampuan di atas akan dijelaskan sebagai berikut.
1. Kemampuan dan kemauan untuk berusaha memahami, memperhatikan,
dan menyaring penyampaian pesan media
Apapun yang ikut campur dalam keberhasilan komunikasi disebut
gangguan, terlebih gangguan dalam proses komunikasi massa merupakan
hasil dari perilaku konsumsi. Misalnya, ketika menonton TV seringkali
melakukan hal lain, seperti makan, ngobrol dengan teman di telepon,
membaca atau ketika mengendara sambil mendengarkan radio. Tentunya,
kualitas dari yang dibuat berhubungan dengan usaha yang diberikan.
2. Pemahaman dan penghargaan bagi kekuatan pesan media.
Media massa telah ada selama lebih dari satu setengah abad. Setiap orang
dapat menikmatinya. Kontennya bebas dan relatif tidak mahal.
Kebanyakan isi nya sedikit konyol sehingga mudah untuk disalah artikan
dan memberi pengaruh. Namun pengaruh ini tidak berlaku bagi mereka
yang literet media. Mereka cukup mengerti pengaruh komunikasi massa
3. Kemampuan untuk membedakan kondisi emosi dari reaksi beralasan
ketika menanggapi konten dan untuk bertindak seharusnya.
Konten media sering di desain untuk menyentuh tingkat emosional
manusia. Sering kita terlena ketika mendengarkan musik yang indah atau
acara TV. Tapi, karena kita bereaksi secara emosional untuk pesan ini
bukan berarti mereka tidak mempunyai dampak terhadap hidup kita.
4. Meningkatkan tingginya ekspekstasi terhadap konten media.
Media digunakan untuk mengisi hari-hari dan menghabiskan sedikit
waktu. Ketika memutuskan untuk menonton acara di TV, kita mengganti
channels hingga menemukan sesuatu yang pas untuk dilihat. Ketika berharap akan menemukan konten media yang bagus, maka juga akan
membuat usaha yang besar juga untuk mendapatkannya.
5. Pengetahuan tentang kumpulan genre dan kemampuan untuk mengenali media ketika dipadukan.
Kata-kata genre disini berarti menunjukkan media yang berbeda, seperti berita, film dokumenter, film horor, atau majalah dan lain-lain.
Pengetahuan tentang konvensi ini penting karena memberikan isyarat dan
pemahaman langsung. Contohnya, dalam film dokumenter tentang
tenggelamnya kapal Titaniclebih masuk akal dibanding melihatnya di film Hollywood. Alasan kedua mengapa penting yaitu, terkadang dalam usaha untuk mendapatkan banyak penonton (alasan profit) atau untuk alasan kreatifitas, pembuat konten media memadukan konvensi genre ini. Membaca teks media menjadi lebih sulit setelah di co-opted.
6. Kemampuan untuk berpikir secara kritis tentang pesan-pesan media, tidak
masalah bagaimana terpercayanya sumber mereka.
Perlu diketahui bahwa media sangat penting dalam demokrasi karena
media merupakan pusat pemerintahan. Inilah sebabnya kenapa media
berita terkadang disebut sebagai keempat cabang pemerintahan, pelengkap
eksekutif, yudisial dan cabang legislatif. Ini bukan berarti harus percaya
pada setiap yang mereka laporkan. Namun, sulit untuk memilih antara
bila berharap untuk menangguhkan kepercayaan dan didorong dengan
media sendiri untuk melihat kontennya bisa dipercaya dan benar.
7. Pengetahuan tentang bahasa internal dari beragam media dan kemampuan
untuk mengerti dampak, tidak peduli seberapa kompleksnya.
Masing-masing media sesuai genre punya gaya konvensi dan bahasanya sendiri. Bahasa yang ditampilkan dalam nilai produksinya menyangkut
pilihan pencahayaan, editing, special effect, musik, angle kamera, lokasi, ukuran dan penempatan tajuk. Untuk mampu mebaca teks media harus
dipahami bahasanya.
2.6.5 Model Literasi Media
Melengkapi literasi media yang sulit dicapai namun memiliki tujuan yang
layak, dapat dilihat dan dimengerti dibawah ini mengenai model literasi media.
Gambar 2.1 Model Literasi Media Sumber: (Baran 2004)
Model dari literasi media tersebut menunjukkan beberapa tema yang telah
memahami proses dari komunikasi massa. Pada tingkat kedua dari elemen yang
paling dasar yaitu, pemahaman isi media sebagai naskah yang menyediakan
wawasan ke dalam budaya dan kehidupan kita, dan kewaspadaan akan dampak
media. Sekali konsumen pesan media yang memperoleh tiga unsur ini, yang
lainnya harus diikuti dengan logika. Individual dapat mengubah posisi relatif dari
elemen dasar yang tersisa dan memblok bangunan yang sesuai dengan strategi
konsumsi sesuai dengan pribadi masing-masing (Baran 2004, 60).
Bagi Potter (2008, 9-12) perspektif dibangun oleh struktur pengetahuan
(knowledge structure) yang kita miliki. Untuk membangun struktur pengetahuan diperlukan “alat” dan “bahan baku”. Alat adalah keterampilan (skills) kita, sedangkan bahan baku adalah informasi dari media dan dari dunia nyata.
Menggunakan secara aktif berarti sadar terhadap pesan, dan secara sadar
berinteraksi dengan pesan-pesan tersebut. Kunci media literacy adalah membangun struktur pengetahuan yang baik. Individu perlu memiliki
pengetahuan tentang efek media, isi media, industri media, dunia nyata dan diri.
Potter mengajukan ada tiga pilar yang membentuk literasi media, yaitu :
1. Personal Locus, terdiri dari tujuan dan dorongan. Locus merupakan
kombinasi antara kesadaran terhadap tujuan, dorongan, dan energy yang
mengarahkan kepada pencarian informasi. Locus beroperasi dalam dua
bentuk: sadar dan tidak sadar.
2. Struktur pengetahuan, yaitu seperangkat informasi yang terorganisasi
dalam memori seseorang dan terbentuk secara sistematis dalam waktu
yang lama. Dengan struktur pengetahuan yang berkembang, kita bisa
memahami seluruh rentang isu media, dan bisa memahami mengapa media
selalu bersikap seperti itu.
3. Keterampilan (skill), ada tujuh keterampilan dalam konteks literasi media, yaitu: keahlian untuk menganalisis, mengevaluasi, memilah, menginduksi,
2.6 Literasi Media di Masyarakat
Literasi media hanya membantu konsumen untuk memahami media,
sehingga ia memiliki kemampuan untuk mengendalikan pengaruh media dalam
kehidupan masyarakat sehari hari. Gambar dibawah ini menunjukkan jalannya
proses literasi media terhadap konsumen media di masyarakat (Arifianto 2008).
Gambar 2.2 Literasi Media di Masyarakat Sumber: (Arifianto 2008)
Tidak seluruh masyarakat konsumen media memiliki pemahaman yang
cukup memadai terhadap content media yang sekarang semakin bebas dan vulgar. Pemberdayaan masyarakat melalui literasi media memiliki konotasi penguatan
pemahaman komunitas masyarakat terhadap eksistensi content media. Kepemilikan pengetahuan dan pemahaman terhadap content media diharapkan mereka dapat menentukan pilihan, dan mengedukasikan kepada komunitasnya
mana informasi yang bermanfaat, dan sebaliknya. Ketika kebebasan informasi dan
media telah menglobal,setiap orang dihadapkan pada berbagai pilihan informasi
yang tersaji di-media (media massa dan media baru). Tidak semua informasi
bermanfaat bagi konsumen media. Kondisinya jauh semakin komplek ketika
pertumbuhan media social seperti, FB, Twitter, dan lainnya mulai mendominasi
budaya masyarakat.
Literasi media muncul dan sering dibicarakan karena media sering
dianggap sumber kebenaran, dan pada sisi lain, tidak banyak yang tahu bahwa
media memiliki kekuasaan secara intelektual di tengah publik dan menjadi
medium untuk pihak yang berkepentingan untuk memonopoli makna uang akan
dilempar ke publik. Karena pekerja media bebas untuk merekonstruksi fakta keras
dalam konteks untuk kepentingan publik (pro bono publico) dan merupakan bagia dalam kebebeasan pers tanggung jawab atas suatu hasil rekonstruksi fakta adalah
berada pada tangan jurnalis, yang seharusnya netral dan tidak dipengaruhi oleh
emosi dan pendapatnya akan narasumber dan bukan pada narasumber
(Ashidisiregar 2013).
Oleh sebab itu bila seseorang memiliki literasi media ia akan dapat
mengembangkan kompetensi yang dimilikinya. Kompetensi tersebut berkaitan
dengan pengetahuan dan ketrampilan yang dimiliki dalam memaknai pesan.
Pengetahuan literasi media akan mendorong orang untuk selalu mempertanyakan
atas apa yang mereka tonton, baca atau dengarkan. Pengetahuan yang baik akan
mengembangkan rasa kritis untuk menganalisa pesan, dan bias berita pada
program-program yang ada dalam media massa.
2.7 Kompetensi Literasi di Era Digital
Elemen dari teori model literasi adalah identifikasi kompetensi
pembelajaran lingkungan yaitu kompetensi instrumental, kognitif, sosial,
aksiologis, komunikatif. Model tersebut tidak terpisahkan, pendidikan dan global
untuk melek dalam penggunaan TIK membutuhkan pengembangan simultan dari
lima bidang kompetensi dalam subjek untuk belajar. Berikut kelima bidang
tersebut (Area dan Teressa 2012, 18-19).
2. Cognitive-intellectual competence: the acquisition of specific cognitive knowledge and skills that enable the subject to search for, select, analyse, interpret and recreate the vast amount of information to which he has access through new technologies and communicate with others via digital resources.
3. Socio-communicative competence: the development of a set of skills related to the creation of various text types and their dissemination in different languages, establishing fluid communication with other subjects through the technologies available.
4. Axiological competence: referring to the awareness that ICT are not aseptic or neutral from the social viewpoint but exert a significant influence on the cultural and political environment in our society.
5. Emotional competence: this deals with the affections, feelings and emotional sentiment aroused by the experience of acting in digital environments.
Kelima bidang tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut.
2. Kompetensi Instrumental
Kontrol teknis atas setiap teknologi dan penggunaan prosedur yang logis.
Ini yang mengacu pada perolehan pengetahuan dan keterampilan ractical
untuk menggunakan perangkat keras (set-up, instalasi dan penggunaan
berbagai perangkat periferal dan mesin komputasi) dan perangkat lunak
atau program komputer (sistem operasi, aplikasi dan navigasi internet dan
komunikasi, dll).
3. Kompetensi kognitif-intelektual:
Ini merujuk kepada praktek pengetahuan akuisisi tertentu dan
keterampilan yang memungkinkan subjek untuk mencari, pilih,
menganalisis, menafsirkan dan menciptakan sejumlah besar informasi
yang memiliki akses melalui teknologi baru dan berkomunikasi dengan
orang lain melalui sumber daya digital. Subjek belajar untuk
memanfaatkan data cerdas untuk dapat mengakses informasi, memberikan
makna, menganalisis secara kritis dan merekonstruksi itu disukainya.
4. Kompetensi sosial komunikatif
Pengembangan seperangkat keterampilan yang berhubungan dengan