ADAPTIF LINGKUNGAN-BIOLOGIK
DALAM RUMAH TANAMAN
TAMRIN
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
PERNYATAAN MENGENAI DISERTASI DAN
SUMBER INFORMASI
Dengan ini saya menyatakan bahwa disertasi Desain dan Pemodelan Sistem Kontrol Adaptif Lingkungan-biologik dalam Rumah Tanaman adalah karya saya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir disertasi ini.
Bogor, Oktober 2005
TAMRIN. Desain dan Pemodelan Sistem Kontrol Adaptif Lingkungan-biologik dalam Rumah Tanaman. Dibimbing oleh KUDANG BORO SEMINAR, HERRY SUHARDIYANTO, dan SOEDODO HARDJOAMIDJOJO.
Ada kecenderungan pengusaha di bidang agro bisnis, terutama di bidang hortikultura, lebih memilih memproduksi komoditas yang spesifik, yaitu yang membutuhkan teknologi dan perlakuan khusus dimana tidak semua orang bisa memproduksinya. Untuk memenuhi kebutuhan itu, perlu teknologi yang dapat melakukan identifikasi antara masukan yang dibutuhkan dengan keluaran yang diinginkan dan mewujudkan hasil identifikasi tersebut, dengan kata lain teknologi yang dapat digunakan untuk kegiatan praktis dan sekaligus riset (fleksibel).
Sehubungan hal di atas, dirancang sistem kontrol adaptif lingkungan-biologik untuk rumah tanaman dalam bentuk perangkat lunak yang juga memadukannya dengan fasilitas pilihan modus kontrol. Identifikasi lingkungan-biologik disini didasarkan pada pemahaman model yang menggambarkan hubungan antara faktor lingkungan optimal dengan produk maksimum tanaman yang dipane n, baik didasarkan pada kualitas, atau kuantitas, atau selera, atau kombinasi diantaranya, tergantung kondisi produk yang diinginkan. Produk tanaman yang dipanen dapat berupa hasil generatif maupun vegetatif.
Penelitian, mencakup desain sistem kontrol adaptif lingkungan-biologik, membangun perangkat lunak dan model lingkungan-biologik (pindah panas), eksperimen dan pengamatan di lapangan (data volume nutrisi yang diberikan, out flow, citra kanopi, diameter batang, suhu udara, kelembaban relatif udara, dan iradiasi matahari), pengolahan data mencakup model tanaman dengan jaringan syaraf tiruan, optimasi lingkungan-biologik dengan algoritma genetika, model lingkungan-biologik dengan pindah panas, optimasi parameter kontrol fazi dan PID dengan algoritma genetika, dan simulasi sistem kontrol adaptif lingkungan-biologik berdasarkan acuan lingkungan optimal dengan menggunakan parameter optimal untuk modus kontrol fazi dan PID.
ABSTRACT
TAMRIN. The Design and Modelling of Biological- Environment Adaptive Control System in Agriculturalhouse. Supervised by KUDANG BORO SEMINAR, HERRY SUHARDIYANTO, and SOEDODO HARDJOAMIDJOJO.
The design of biological-environment adaptive control system in agriculturalhouse was aimed to produce the specific characterictics of crop. The technology that was applied could identify the required input and the expected output. The control system facilitated the alternatives control modes. The identification of biological-environment was based on the understanding of model that described the relation between optimal environment factors and the maximum crop productions. The expected specific characteristics depends on the quality and quantity, or the preferences of consumers, or the combination between those factors. The harvested crop might be the generative yield such as fruits, or vegetative yields (stem, leaves, or roots).
The research included (1) the design of biological-environment control system, (2) the establishment of the software system and biological-environment model using the approach of heat and mass transfer, (3) experiments and observation in the field (data of the added nutrient volume, the amount of out flow, the image of canopy, stem diameter, air temperature, relative air humidity, and solar irradiation), and (4) data processing (plant model using artificial neural network, optimizing environment using genetic algorithm, biological-environment model using heat and mass transfer, optimizing the parameters of fuzzy and PID control, using genetic algorithm, and the simulation of biological-environment control system based on the set point (optimal biological-environment) and optimal parameter of fuzzy and PID control.
The prototype of the biological-environment adaptive control system in agriculturalhouse software was facilitated with the real time condition. Therefore, it was able to be applied for the requirement of acquisition data and control with the alternatives fuzzy control mode, PID, P, PI, and PD. In addition, the system was facilitated with the image processing system, the determination of optimal environment (set point), and optimal parameter of control. The plant model used in the research was baby cucumber.
The results showed that the plant model gave the satisfactory results which indicated by the values of EI (95%) and APD (1.3%) in the training of the canopy -diameter ratio, 99% and 4.9%, respectively in the training of the out flow. The validation of canopy and diameter ratio gave the results of EI (93%) and APD (0.62%), whereas the validation of out flow were 96% and 0.43%, respectively.
© Hak cipta milik Tamrin, tahun 2005 Hak cipta dilindungi
DESAIN DAN PEMODELAN SISTEM KONTROL
ADAPTIF LINGKUNGAN-BIOLOGIK
DALAM RUMAH TANAMAN
TAMRIN
Disertasi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Doktor pada
Program Studi Ilmu Keteknikan Pertanian
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
Nama : Tamrin NIM : 995173
Disetujui
Komisi Pembimbing
Dr. Ir. Kudang Boro Seminar, M.Sc. Ketua
Prof. Dr. Ir. Soedodo Hardjoamidjojo, M.Sc. Dr. Ir. Herry Suhardiyanto, M.Sc. Anggota Anggota
Diketahui
Ketua Program Studi Dekan Sekolah Pascasarjana Ilmu Keteknikan Pertanian
Prof. Dr. Ir. Budi Indra Setiawan, M.Agr. Prof. Dr. Ir. Syafrida Manuwoto, M.Sc.
PRAKATA
Bismillaahirrohmaanirrohiim. Penyusunan disertasi yang berjudul Desain Sistem Kontrol Adaptif Lingkungan-biologik dalam Rumah Tanaman ini, mencakup tahapan: desain sistem, membangun perangkat lunak dan model, pengumpulan dan pengolahan data, serta penulisan. Kegiatan tersebut dilaksanakan di Laboratorium Ergotron Departemen Teknik Pertanian FATETA IPB dan di PT Saung Mirwan Bogor, dari April 2002 sampai Agustus 2005.
Penulis menyadari dalam setiap tahapan di atas telah melibatkan banyak pihak. Dengan segala keikhlasan, penulis ucapkan terima kasih kepada Bapak Dr. Ir. H. Kudang Boro Seminar, M.Sc.; Bapak Dr. Ir. H. Herry Suhardiyanto, M.Sc; dan Bapak Prof. Dr. Ir. H. Soedodo Hardjoamidjojo, M.Sc., selaku pembimbing. Disamping itu, penghargaan yang tulus penulis sampaikan kepada semua pihak yang telah sangat membantu baik dalam bentuk diskusi maupun dalam bentuk lainnya.
Ungkapan terima kasih disampaikan juga kepada Ayahanda (alm); Ibunda; saudara-saudara ku; ananda: Ayeshah Augusta Rosdah, Elisha Rosalyn Rosdah dan Muhammad Rajarief Latief; serta istriku: Ir. Filli Pratama, M.Sc.(Hons), PhD, atas segala do’a dan kasih sayang kalian.
Semoga karya ini bermanfaat, Aamiin.
Bogor, Oktober 2005
Penulis dilahirkan di Palembang pada tanggal 18 September 1963 sebagai anak ke-6 dari pasangan Ayahanda A. Latief Saleh (alm) dan Ibunda Rosdah Marzuki. Pendidikan sarjana ditemp uh di Program Studi Teknik Pertanian FP Universitas Sriwijaya dan lulus pada tahun 1988. Pendidikan pascasarjana, magister dan doktoral, ditempuh di Departemen Teknik Pertanian FATETA Institut Pertanian Bogor dan lulus berturut-turut pada tahun 1997 dan tahun 2005.
Penulis bekerja sebagai staf pengajar di Program Studi Teknik Pertanian FP Universitas Sriwijaya sejak tahun 1990 sampai sekarang. Adapun karya ilmiah berupa jurnal/paten/prosiding selama mengikuti pendidikan program doktoral adalah:
1) Tamrin, Seminar KB, Suhardiyanto H, Hardjoamidjojo S. 2005. Model jaringan syaraf tiruan untuk pertumbuhan tanaman ketimun mini (Cucumis sativus L. Var. Marla) pada fase vegetatif. Jurnal Keteknikan Pertanian 19(1):1-10
2) Tamrin, penemu; Universitas Sriwijaya. 5 Nov 2003. Sistem pengontrolan cahaya matahari di rumah kaca dengan sirip-sirip plastik serat (fiber glass). P00200300560.
3) Tamrin. 2003. A study on the plant growth under the controlled micro climate. Proceedings of The Seminar International on: The Organic Farm and Suistainable Agriculture in The Tropics and Sub Tropics:Science, Tecnology; Palembang, 8-9 Sept 2003. 2: 328-332.
4) Tamrin. 2002. Jaringan neural buatan dan contoh aplikasi pada penentuan model pendugaan kadar air volumetrik dan konduktivitas tanah. Prosiding Seminar Nasional-Agri Bisnis dan Agri Industri; Palembang, 11-12 Juli 2002. hlm A081-A0815.
5) Tamrin, Hermantoro, Setiawan B I. 2000. Simulasi metode numerik beda hingga untuk menduga penyebaran kadar air volumetrik dan potensial air. Buletin Keteknikan Pertanian 6(4): 37-62.
6) Tamrin, Dedie T. 2000. Rancang bangun sistem kontrol cahaya di rumah kaca. Media Publikasi Ilmu Pertanian Eugenia 6(4): 11-17.
ix
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR TABEL ... x
DAFTAR GAMBAR ... xi
DAFTAR LAMPIRAN ... xv
PENDAHULUAN ... 1
Latar Belakang ... 1
Tujuan Penelitian ... 8
Manfaat Penelitian ... 8
TINJAUAN PUSTAKA ... 9
Tanaman, Lingkungan, dan Rumah Tanaman ... 9
Jaringan Syaraf Tiruan (JST) ... 12
Algoritma Genetika (AG) ... 17
Sistem Kontrol Umpan Balik ... 20
PENDEKATAN SISTEM KONTROL ADAPTIF LINGKUNGAN-BIOLOGIK ... 24
Konsep Sistem Kontrol Adaptif Lingkungan-biologik ... 24
Struktur Sistem Kontrol Adaptif Lingkungan-biologik ... 27
Komponen Struktur Sistem Kontrol Adaptif Lingkungan-biologik ... 30
METODE PENELITIAN ... 48
Tempat dan Waktu ... 48
Bahan dan Alat ... 48
Prosedur Kerja ... 48
HASIL DAN PEMBAHASAN ... 67
Perangkat Lunak ... 67
Penentuan Acuan Optimal Lingkungan ... 82
Evapotranspirasi Tanaman ... 97
Model Lingk ungan-biologik ... 99
Penentuan Parameter Optimal dan Performansi Kontrol Fazi dan PID ... 104
KESIMPULAN DAN SARAN ... 126
DAFTAR PUSTAKA ... 128
x
Halaman
1 Matriks aturan kontrol fazi ... 41
2 Fungsi dan lokasi penggunaan bahan dan alat ... 49
3 Perlakuan berdasarkan pendekatan teoritis dan pola ... 54
4 Pembandingan parameter algoritma genetika Pc dan Pm ... 106
5 Parameter optimal kontrol fazi dan PID ... 106
xi
DAFTAR GAMBAR
Halaman
1 Buah ketimun mini ... 6
2 Buah tomat beef ... 6
3 Bunga hias ... 7
4 Rumah tanaman ... 7
5 Struktur jaringan syaraf tiruan dengan banyak lapisan ... 13
6 Tahapan algoritma genetika ... 20
7 Arsitektur struktur sistem kontrol adaptif lingkunga n-biologik dalam rumah tanaman ... 26
8 Struktur sistem identifikasi acuan optimal ... 28
9 Struktur sistem estimasi parameter optimal kontrol melalui simulasi ... 29
10 Struktur sistem kontrol real time ... 30
11 Struktur model tanaman ... 30
12 Struktur model lingkungan ... 31
13 Arsitektur JST respon dinamik ... 32
14 Arsitektur algoritma genetika dengan fungsi fitness JST repon dinamik ... 35
15 Struktur komponen kontrol fazi ... 38
16 Fungsi keanggotaan error (e) ... 39
17 Fungsi keanggotaan beda error (de) ... 39
18 Fungsi keanggotaan keluaran (u) ... 40
19 Metode penentuan derajat keanggotaan error dan beda error ... 40
20 Struktur komponen kontrol PID ... 42
21 Pendekatan numerik Euler untuk pemecahan integral ... 42
22 Pendekatan numerik Euler untuk pemecahan diferensial ... 42
23 Skema aplikasi sistem kontrol adaptif lingkungan-biologik ... 46
24 Skema konsep pemodelan suhu dan kelembaban dalam rumah tanaman ... 47
25 Diagram alir prosedur kerja ... 50
26 Skema pendekatan perlakuan teoritis ... 56
27 Perlakuan efektif di lapangan ... 57
xii
30 Tangki larutan nutrisi ... 61
31 Penempatan pengukur iradiasi dan kecepatan angin di lapangan ... 66
32 Alat perekam data suhu bola basah dan kering di lapangan ... 66
33 Diagram menu utama perangkat lunak sistem kontrol adaptif lingkungan-biologik ... 69
34 Tampilan menu utama ... 70
35 Tampilan untuk real time ... 72
36 Tampilan time set up ... 72
37 Tampilan untuk setting masukan dan keluaran hardware ... 73
38 Tampilan untuk setting acuan dan pilihan modus kontrol ... 73
39 Tampilan untuk pengolahan citra ... 77
40 Tampilan operator JST ... 78
41 Tampilan operator algoritma genetika ... 78
42 Tampilan untuk menentukan parameter optimal kontrol ... 79
43 Tampilan simulasi ... 81
44 Citra sebelum dan setelah diproses ... 83
45 Pengukuran perubahan larutan nutrisi yang diberikan ... 84
46 Pengukuran perubahan iklim mikro ... 84
47 Pengukuran perubahan rasio kanopi-diameter ... 85
48 Pengukuran perubahan out flow ... 85
49 Perbandingan nilai rasio kanopi-diameter aktual dengan hasil prediksi pada proses pembelajaran ... 49
50 Perbandingan nilai out flow aktual dengan hasil prediksi pada proses pembelajaran ... 87
51 Perbandingan nilai rasio kanopi-diameter aktual dengan hasil prediksi pada proses validasi ... 87
52 Perbandingan nilai out flow aktual dengan hasil prediksi pada proses validasi ... 87
53 Fluktuasi harian nilai rasio kanopi-diameter aktual dan hasil prediksi pada proses pembelajaran ... 88
xiii Halaman 55 Fluktuasi harian nilai rasio kanopi-diameter aktual
dan hasil prediksi pada proses validasi ... 88
56 Fluktuasi harian nilai out flow aktual dan hasil prediksi pada proses validasi ... 89
57 Hasil simulasi untuk larutan nutrisi dan suhu sama sedangkan kelembaban dan iradiasi berfluktuatif ... 89
58 Bobot model komputasi JST respon dinamik ... 92
59 Kurva evolusi penelusuran fitness dengan pers 32 ... 92
60 Kurva evolusi penelusuran fitness dengan pers 33 ... 92
61 Hasil optimal kurva pers 32 skenario (Pc=0,6; Pm=0,01) ... 94
62 Hasil simulasi model JST dengan masukan hasil optimal kurva pers 32 skenario (Pc=0,6; Pm=0,01) ... 95
63 Hasil penelusuran kurva pers 32 skenario (Pc=0,6; Pm=0,1) ... 95
64 Hasil simulasi model JST dengan masukan hasil penelusuran kurva pers 32 skenario (Pc=0,6; Pm=0,1) ... 95
65 Hasil penelusuran kurva pers 33 skenario (Pc=0,6;Pm=0,01) ... 96
66 Hasil simulasi model JST dengan masukan hasil penelusuran kurva pers 33 skenario (Pc=0,6; Pm=0,01) ... 96
67 Hasil penelusuran kurva pers 33 skenario (Pc=0,6;Pm=0,1) ... 96
68 Hasil simulasi model JST dengan masukan hasil penelusuran kurva pers 33 skenario (Pc=0,6; Pm=0,1) ... 97
69 Pola evapotranspirasi tanaman ketimun mini dan volume nutrisi yang diberikan ... 99
70 Kurva kelembaban relatif, suhu, dan iradiasi rumah tanaman, dan lingkungan ... 101
71 Perbandingan suhu aktual dengan hasil prediksi ... 102
72 Perbandingan kelembaban rela tif aktual dengan hasil prediksi ... 102
73 Kurva fluktuasi kelembaban relatif hitung dan aktual; dan suhu hitung dan aktual ... 103
74 Kurva evolusi penentuan parameter optimal kontrol fazi ... 108
75 Kurva evolusi penentuan parameter optimal kontrol PID ... 109
76 Kurva performansi kontrol fazi pada suhu dan kelembaban dengan parameter hasil kurva evolusi optimum global ... 110
xiv
dengan parameter hasil kurva evolusi optimum lokal ... 112
79 Kurva performansi kontrol PID pada suhu dan kelembaban
dengan parameter hasil kurva evolusi optimum lokal ... 113
80 Kurva transien kontrol fazi dengan gangguan
pada suhu dan kelembaban ... 118
81 Kurva transien kontrol PID dengan gangguan
pada suhu dan kelembaban ... 119
82 Kurva Performansi kontrol fazi pada suhu dan kelembaban
dengan tiga acuan ke atas ... 120
83 Kurva Performansi kontrol fazi pada suhu dan kelembaban
dengan tiga acuan ke bawah ... 121
84 Kurva Performansi kontrol PID pada suhu dan kelembaban
dengan tiga acuan ke atas ... 122
85 Kurva Performansi kontrol PID pada suhu dan kelembaban
dengan tiga acuan ke bawah ... 123
86 Performansi sistem kontrol fazi untuk suhu dan kelembaban
dengan 15 hari acuan optimal ... 124
87 Performansi sistem kontrol PID untuk suhu dan kelembaban
xv
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman 1 Potongan memanjang greenhouse tipe single span ... 134 2 Potongan melintang greenhouse tipe single span ... 135 3 Pemecahan persamaan-persamaan pendugaan suhu
Latar Belakang
Hubungan lingkungan dengan tanaman sangat kompleks, karena jumlah
kombinasi faktor lingkungan dengan jenis tanaman, dan interaksi secara kontinyu antara semua faktor lingkungan pada semua tingkatan adalah tak terhingga.
Dikemukakan ole h Seminar (2000) bahwa kesulitan dalam masalah produksi tanaman baik secara kuantitas maupun kualitas didasarkan pada kenyataan bahwa
tanaman adalah agen sistem kehidupan (bio system) yang bersifat kompleks dan dinamik. Hal ini dicirikan dengan sifat-sifat tidak linieritas, pewarisan genetik, peka waktu, dan pengendalian aktivitas fotosintesis yang menjadi perilaku kunci
agen sistem bio.
Di Indonesia khususnya, ada kecenderungan pengusaha di bidang agro
bisnis, terutama di bidang hortikultura, lebih memilih memproduksi komoditas
yang spesifik, yaitu yang membutuhkan teknologi dan perlakuan khusus dimana
tidak semua orang bisa memproduksinya. Komoditas ini biasanya dikonsumsi
oleh kalangan menengah ke atas. Adapun komoditas tersebut, seperti yang diproduksi di Greenhouse Saung Mirwan adalah ketimun mini (Gambar 1), tomat
beef (Gambar 2), tomat cherri, paprika, bunga hias (Gambar 3), dan lain- lain. Lingkungan berperanan penting untuk pertumbuhan dan perkembangan
tanaman dengan kualitas prima. Karakteristik gen tertentu suatu tanaman atau
kondisi produk yang diinginkan tidak akan muncul seperti yang diharapkan bila
tidak didukung oleh penyediaan kondisi lingkungan yang sesuai.
Secara fisik, faktor lingkungan yang mempengaruhi tanaman dalam rumah
tanaman dapat diklasifikasikan menjadi 2 bagian (Esmay dan Dixon 1986), yaitu faktor lingkungan udara sekitar (di bagian atas tanaman) dan faktor lingkungan
pada media tumbuh tanaman (di bagian bawah tanaman). Faktor lingkungan udara sekitar meliputi suhu, cahaya, kelembaban, dan CO2, sedangkan faktor
lingkungan di media tumbuh, meliputi suhu tanah, kadar air tanah, pH, nutrisi,
konduktivitas listrik, evaporasi dan lain- lain (tergantung sistem budidaya).
Apabila dapat menciptakan keadaan lingkungan yang sesuai dengan
2
produksi yang sesuai dengan yang diinginkan, penghematan energi dan ramah
lingkungan. Selain itu, bila tersedia sistem kontrol adaptif juga memungkinkan
untuk dikembangkan lebih lanjut dengan cara memanipulasi lingkungan yang diinginkan dengan menggunakan sistem kontrol adaptif sehingga dapat
menghasilkan produk yang berkualitas dan dengan nilai tambah yang lebih tinggi. Namun demikian, sebelum dilakukan upaya pengontrolan secara optimal terhadap
kondisi lingkungan tersebut, perlu ditentukan atau diketahui terlebih dahulu
kondisi lingkungan yang optimum dalam memproduksi bagian tanaman (biologik)
yang diinginkan, sehingga upaya pengontrolan mencapai tujuan. Misalnya,
pemberian air yang ekstrim pada kondisi-kondisi tertentu pada tanaman sayuran
mungkin dapat menentukan tingkat kerenyahan sayuran, sehingga berimplikasi
pada peningkatan kualitas sayuran tersebut dan pada gilirannya sayuran lokal
yang budidayanya relatif lebih mudah dapat ditingkatkan daya saingnya dengan sayuran impor.
Pada umumnya upaya untuk mengendalikan atau mengontrol tanaman
menggunakan rumah tanaman (Gambar 4). Adapun yang dimaksud dengan
rumah tanaman di sini adalah bangunan atau struktur yang difungsikan untuk
produksi tanaman, misalnya greenhouse, plastichouse, rumah bayang, dan lain-lain. Salah satu metode meminimalkan pengaruh lingkungan terhadap tanaman
adalah menggunakan teknologi greenhouse. Di dalam greenhouse, faktor lingkungan lebih mungkin dikendalikan untuk mendapatkan kondisi pertumbuhan
yang lebih baik. Salah satu alasan penggunaan rumah tanaman adalah
memungkinkannya pengendalian dan modifikasi di dalam rumah tanaman. Modifikasi lingkungan dalam rumah tanaman untuk pertumbuhan tanaman
dengan tujuan untuk menghasilkan produksi tanaman yang bermutu telah banyak dilakukan oleh peneliti terdahulu (Boulard et al. 2005, Kostov et al. 2002, Lefas dan Santamouris 1984, Nielsen dan Madsen 2005, Schmidt 2005, Straten 2005,
Young dan Lees 2005).
Penelitian-penelitian mengenai pengendalian lingkungan di dalam rumah
tanaman sudah banyak dilakukan di antaranya pengendalian terhadap cahaya, pH,
kelembaban, nutrisi dan sebagainya. Ferentinos dan Albright (2005)
genetika dalam rumah tanaman. Korner dan Cha lla (2003) melakukan
pendendalian kelembaban untuk pertumbuhan optimal tanaman Chrysanthemum
dalam rumah tanaman. Pengendalian suhu udara didalam rumah tanaman juga dilakukan oleh Nishina et al. (2005) dengan menggunakan sistem identifikasi dan menganalisa aplikasi dari sistem identifikasi tersebut. Nilsson dan Nybrant (2005) mengembangkan algoritma berbasis komputer untuk mengendalikan
pembungaan tanaman. Adapun tujuannya agar dapat diperoleh waktu
pembungaan pada saat yang diinginkan. Pengendalian lingkungan rumah
tanaman juga dilakukan dengan menggunakan pengukuran secara on-line terhadap suhu dan transpirasi daun (Schmidt 2005).
Pengendalian lingkungan dalam rumah tanama n banyak dilakukan terhadap
tanaman hortikultura memiliki nilai ekonomis tinggi di antaranya selada seperti
yang dilakukan oleh Loslovich dan Seginer (2005) yang mengendalikan konsentrasi nutrisi nitrat yang dibutuhkan oleh selada. Koning (2005) melakukan
optimasi pertumbuhan tanaman tomat dengan mengendalikan suhu udara dalam
rumah kaca.
Bila kondisi lingkungan (iklim) tersedia secara konstan untuk pertumbuhan
tanaman maka greenhouse tidak diperlukan. Kenyataannya, hanya sedikit tempat atau daerah yang iklimnya mendukung lingkungan untuk pertumbuhan tanaman.
Tidak jarang kondisi iklim daerah tertentu, misal temperatur, terlalu tinggi pada satu musim dan terlalu dingin pada musim yang lain. Kondisi iklim di daerah
tersebut tidak cocok untuk memproduksi tanaman jenis tertentu sehingga
greenhouse masih diperlukan guna mengontrol atau memodifikasi iklim untuk menyediakan kondisi lingkungan yang lebih sesuai untuk tanaman tersebut.
Di Indonesia telah dicoba cukup banyak pengontrolan berbasis komputer terhadap parameter lingkungan tanaman, antara lain pengontrolan suhu, cahaya,
dan kelembaban (Seminar et al. 1998), pengontrolan nutrisi pada budidaya hidroponik (Suhardiyanto et al. 2001), dan pengontrolan suhu pada budidaya jamur (Setiawan 2001). Perangkat lunak yang dikembangkan masih terbatas pada
penggunaan modus kontrol tertentu dan belum tersedia fasilitas identifikasi
4
terbatas pada acuan (setpoint) lingkungan yang ditentukan dari kebiasaan setempat atau literatur.
Identifikasi lingkungan-biologik disini didasarkan pada pemahaman model yang menggambarkan hubungan antara faktor lingkungan dengan produk tanaman
yang akan dipanen. Produk tanaman yang dipanen tidak selalu berupa hasil generatif, dapat juga berupa hasil vegetatif yang dilihat dari jumlahnya atau
mutunya, atau kedua-duanya. Pemahaman berdasarkan respon produk tanaman
yang diinginkan dalam situasi demikian inilah diistilahkan dengan
lingkungan-biologik.
Menurut beberapa pakar, paling tidak sampai tahun 1995, secara prinsip
masih sangat sulit untuk mengembangkan sensor yang dapat digunakan untuk
mengevaluasi performansi tanaman secara langsung (real time). Namun demikian, hal ini terus berkembang dan telah ada upaya untuk mengidentifikasi sistem kontrol lingkungan-biologik, yaitu melalui sistem pengontrolan berbasis
respon tanaman (speaking plant approach) yang dikembangkan diantaranya oleh Berckmans (1998); Morimoto dan Hashimoto (1998); dan Subrata et al. (2001).
Namun demikian, sistem kontrol lingkungan-biologik masih jarang dalam
bentuk perangkat lunak (software) yang juga memadukannya dengan fasilitas pilihan modus kontrol, terutama di Indonesia. Karena itu masih perlu
dikembangkan suatu sistem yang bersifat fleksibel, yaitu menyediakan mekanisme untuk pemilihan modus kontrol dan identifikasi (model) tanaman dan lingkungan
secara terintegrasi.
Sistem kontrol adaptif lingkungan-biologik (SKALB) dalam rumah tanaman ini didesain dengan kebutuhan sensor keluaran pada properti produk yang
diinginkan tidak perlu secara langsung. Maksudnya pada waktu pengontrolan (real time) pendeteksian keluaran (produk) tidak diperlukan lagi. Karena pendeteksian properti produk tidak diperlukan dalam operasi real time kontrol,
maka data keluaran dapat dikumpulkan baik secara destruktif maupun tidak
destruktif. Dengan kata lain bagian produk yang diinginkan dapat dianalisa atau
diukur dengan cara dirusak atau dengan tidak dirusak. Hal ini memungkinkan
untuk memilih properti produk apa yang menjadi target, dan keluwesan ini
Pada konsep speaking plant yang dikemukakan Hashimoto (1989), kondisi lingkungan optimal (acuan optimal) ditentukan oleh oleh komputer secara on-line. Proses pengambilan keputusan ini memerlukan waktu sedangkan kondisi lingkungan terus berubah (tidak konstan). Bila dikembangkan di Indonesia,
khususnya untuk saat ini, maka konsep ini kurang berdaya guna. Hal ini disebabkan kecepatan komputer dan sistem sensor juga belum memadai untuk
mendukung proses yang demikian.
Sehubungan dengan hal di atas maka SKALB didesain secara off-line untuk menentukan lingkungan optimal dan parameter kontrol optimal dengan tidak
menutup kemungkinan untuk operasi on-line, yang tentunya perlu penyesuaian seperlunya bila memang perangkat keras yang mendukungnya tersedia.
Aplikasi kontrol secara real time dilakukan setelah penentuan acuan optimal dan parameter optimal kontrol. Acuan dalam pengontrolan, selain dapat ditentukan melalui fasilitas yang disediakan, juga dapat didasarkan dari literatur
atau pengalaman setempat, sesuai dengan kebutuhan. Fasilitas SKALB dapat
digunakan untuk mengontrol kebutuhan penggunaan sarana produksi agar tidak
berlebihan, yang pada gilirannya bila tidak dikontrol akan berakibat pada kerugian
ekonomi atau lingkungan. Selain itu, juga dapat digunakan untuk manipulasi lingkungan-biologik dalam upaya untuk mendapatkan produk dengan kuantitas,
kualitas dan selera sesuai kebutuhan.
Dengan fasilitas seperti disebutkan di atas, maka teknologi SKALB yang
dikembangkan ini dapat digunakan untuk mendukung usaha agribisnis yang lebih
memilih memproduksi komoditas yang spesifik, yaitu yang membutuhkan teknologi dan perlakuan khusus dimana tidak semua orang bisa memproduksinya.
6
Gambar 1 Buah ketimun mini
Gambar 3 Bunga hias
8
Tujuan Penelitian
Adapun tujuan dalam penelitian ini adalah: 1) mendesain sistem kontrol
lingkungan-biologik (acuan optimal dan parameter optimal kontrol) berbasis
komputer untuk produksi tanaman pada rumah tanaman dalam bentuk perangkat
lunak (software prototype) yang juga memadukannnya dengan fasilitas pilihan modus kontrol, 2) mengimplementasikan perangkat lunak yang dibangun (sebagai salah satu contoh aplikasi), yaitu memprediksi lingkungan optimal (acuan) guna
mendapatkan produksi maksimum melalui pendugaan rasio luas kanopi-diameter
batang tanaman maksimum dan volume larutan nutrisi yang hilang (out flow) minimum, 3) membangun model lingkungan-biologik dalam rumah tanaman,
dalam hal ini suhu dan kelembaban, 4) menentukan parameter optimal kontrol modus fazi, dan PID sekaligus melakukan simulasi pada model
lingkungan-biologik yang didapat, dan 5) melakukan simulasi kontrol dengan menggunakan parameter optimal masing- masing modus kontrol pada lingkungan optimal yang
dihasilkan.
Manfaat Penelitian
Manfaat yang diharapkan dari hasil penelitian ini adalah: 1) memberikan
alternatif perangkat lunak untuk kontrol lingkungan-biologik bagi industri tanaman dalam memproduksi komoditas hortikultura yang spesifik melalui
penyediaan fasilitas identifikasi dan optimasi, 2) memfasilitasi tersedianya pilihan
modus kontrol dalam bentuk perangkat lunak yang siap digunakan untuk berbagai
kebutuhan, dan 3) menyediakan informasi hasil implementasi dan simulasi
perangkat lunak sistem kontrol optimal lingkungan-biologik dalam rumah tanaman sebagai bahan pertimbangan pemanfaatan dan pengembangan lebih
Tanaman, Lingkungan, dan Rumah Tanaman
Faktor lingkungan berperanan sangat penting untuk pertumbuhan dan
perkembangan tanaman dengan kualitas prima. Karakteristik gen tertentu suatu tanaman tidak akan muncul seperti yang diharapkan bila tidak didukung oleh
penyediaan kondisi lingkungan yang sesuai.
Parameter suhu dan cahaya mempengaruhi banyak reaksi kimia pada
tanaman, seperti proses fotosintesa dan respirasi. Tanaman yang ditanam pada
malam hari dengan suhu tinggi akan tumbuh lebih lambat dibandingkan bila tanaman tersebut ditanam dengan suhu rendah. Hal ini disebabkan karbohidrat
yang terbentuk pada proses fotosintesa lebih banyak digunakan untuk respirasi
dari pada untuk pembentukan sel (Esmay dan Dixon 1986).
Salah satu upaya untuk mengendalikan lingkungan untuk kepentingan
tanaman digunakan rumah kaca. Menurut Bot (1993), rumah kaca adalah
bangunan yang dirancang dengan struktur tertutup tembus cahaya (material
transparan) dalam upaya memanipulasi lingkungan untuk produksi tana man.
Energi matahari yang datang berupa gelombang pendek ditransmisikan (dilalukan) melalui material transparan, ada yang terserap oleh tanah dan ada yang
terserap oleh tanaman. Energi yang diemisikan (dipantulkan) kembali berupa radiasi gelombang panjang yang tidak dapat dilepas ke udara luar. Hal ini
kontribusinya sekitar 20% dari total energi didalam rumah kaca, (Takakura 1991).
Faktor utama yang menjadikan rumah kaca menjadi panas adalah udara yang terhambat (stagnan) di dalam rumah kaca dan sedikitnya ventilasi.
Rumah tanaman berfungsi untuk memodifikasi lingkungan luar. Hal ini bertujuan untuk pengontrolan lingkungan yang diperlukan tanaman pada kondisi
tertentu. Modifikasi lingkungan dan pengontrolan dimungkinkan melalui
manipulasi pertukaran udara. Perbedaan antara cuaca di dalam rumah kaca dan
cuaca di luar rumah kaca disebabkan dua hal (Bot 1993). Pertama adalah
10
dibandingkan udara bebas di luar. Selain itu kecepatan udara di dalam rumah
kaca kecil dibandingkan kecepatan udara di luar. Berkurangnya pertukaran udara
(ventilasi) mempengaruhi langsung keseimbangan energi, dan massa udara rumah kaca. Kecepatan udara rendah di dalam mempengaruhi pertukaran energi, uap air,
dan CO2 antara udara rumah kaca dengan benda didalam rumah kaca (tanaman,
permukaan tanah, struktur rumah kaca dan sistem pendinginan).
Kedua adalah mekanisme radiasi. Radiasi gelombang pendek yang datang
langsung dari matahari yang terbias oleh langit dan awan berkurang karena
intersepsi cahaya oleh komponen opak dan transparan rumah kaca, sedangkan
pertukaran radiasi gelombang panjang di luar dan didalam rumah kaca berubah
karena sifat-sifat radiatif material penutup.
Gelas yang sebagian transparan untuk radiasi gelombang pendek yang
datang dan opak untuk radiasi gelombang panjang yang diemisikan dari dalam, sehingga energi terjebak. Efeknya selain penting untuk menjelaskan peningkatan
temperatur di dalam rumah kaca juga diperlukan untuk menjelaskan iklim rumah
kaca karena secara langsung mempengaruhi semua keseimbangan energi dan
temperatur di dalam rumah kaca.
Penutup rumah kaca dengan koefisien transmisivitas tinggi akan menghasilkan suhu yang lebih tinggi dari pada yang diharapkan karena solar gain. Menurut Esmay dan Dixon (1986), solar gain mengikuti persamaan,
f s s TI A
Q = (1)
dimanaQs adalah Solar gain (watt), T adalah koefisien transmisivitas
penutup terhadap radiasi matahari, Is adalah Intensitas solar radiasi terhadap
bidang horizontal (watt/m2), dan Af adalah luas lantai rumah kaca (m2).
Aliran energi panas yang mengalir ke dalam dan ke luar rumah kaca dapat
melalui beberapa cara. Laju aliran yang paling besar adalah konduksi melalui
penutup dan material permukaan rumah kaca yang lain. Menurut Esmay dan
Dixon (1986), di dalam rumah kaca yang dibangun secara baik, kehilangan karena
konduktivitas mungkin lebih dari 90% dari total kehilangn panas. Kehilangan
panas karena konduksi dapat digunakan persamaan standar untuk keadaan mantap
) t t ( UA
Qc = i− o (2)
dimana: Qc adalah kehilangan panas karena konduksi (watt), U adalah koefisien transmisi panas secara keseluruhan (w/m2 K), A adalah luas permukaan
rumah kaca (m2), ti adalah temperatur dalam (oC), dan to adalah temperatur luar (oC).
Kehilangan panas yang terbesar kedua adalah melalui pertukaran udara di
dalam dan diluar (panas sensibel dan panas laten). Panas sensibel bergerak karena perbedaan suhu udara yang datang dan yang keluar. Panas laten berpindah
sebagai uap air evaporasi dan transpirasi. Menurut Esmay dan Dixon (1986),
panas sensibel dapat dihitung dengan persamaan berikut,
) t t ( WCp
Qsa = i− o (3)
dimana: Qsa adalah kehilangan panas sensibel (watt), W adalah aliran
massa udara (kj/detik), Cp adalah panas spesifik dari udara kering (kj/kg.K), ti
adalah suhu udara luar (oC), dan to adalah suhu udara dalam (oC).
Salah satu metode untuk menciptakan lingkungan tumbuh tanaman yang
terkontrol adalah dengan menggunakan teknologi rumah kaca (Bot 1993). Di dalam rumah kaca, faktor lingkungan dapat lebih mudah dikendalikan untuk
mendapatkan kondisi pertumbuhan yang baik.
Pertumbuhan tanaman adalah kemajuan tanaman melalui tingkatan
hidupnya yang mungkin diukur dengan karakteristik vegetatif dan reproduktif,
seperti jumlah daun pada tanaman. Laju pertumbuhan tanaman sangat sensitif dengan temperatur dan kadang-kadang dengan panjang hari, tetapi biasanya tidak
sensitif terhadap cahaya, CO2 dan faktor lain seperti air dan stres nutrisi kecuali
12
Jaringan Syaraf Tiruan (JST)
Secara struktur JST teridri dari simpul-simpul yang terhubung oleh
pembobot. Simpul-simpul masukan menerima nilai dari variabel- variabel bebas
dan dihubungkan melalui satu set pembobot ke satu atau lebih simpul
tersembunyi. Simpul- simpul tersembunyi meniru terhubung melalui satu set
pembobot terhadap simpul-simpul keluaran yang menghasilkan nilai- nilai perkiraan dari variabel- variabel terikat dari sistem jaringan. Melalui paket
pembelajaran, nilai- nilai pembobot jaringan dimodifikasi sedemikian rupa yang
menggunakan suatu algoritma tertentu, misalnya Penjalaran balik.
Metode penjalaran balik telah terbukti sukses dalam proses training JST multi lapisan. Jaringan tidak hanya diberi bantuan bagaimana mengerjakan tugas. informasi tentang error juga dikontrol melalui sistem dan digunakan untuk
menjustifikasi hubungan antara lapisan- lapisan sehingga performa nsi jaringan meningkat.
Penjalaran balik adalah suatu algoritma yang umumnya digunakan untuk
membelajarkan JST. Bobot jaringan dimodifikasi dengan cara meminimumkan jumlah kuadrat error yang dihitung terhadap semua simpul-simpul keluaran. Algoritma penjalaran balik adalah suatu bentuk penurunan gradien: Gradien jaringan menurun bila terdefinisi dalam cakupan bobot jaringan. Probabilitas
bahwa nilai tersebut akan merupakan minimum local akan menurun dengan makin
meningkatnnya besar bobot.
Simpul, dalam konteks jaringan syaraf buatan, adalah suatu model syaraf
yang disederhanakan. Simpul-simpul menerima sejumlah sinyal masukan, dan
membangk itkan satu sinyal keluaran. Sinyal keluaran dapat merupakan fungsi
tidak linier, seperti fungsi sigmoid atau fungsi tangen hiperbola, dari penjumlahan
Gambar 5 Struktur jaringan syaraf tiruan dengan banyak lapisan
Pada Gambar 5, struktur JST terdiri tiga lapisan yaitu lapisan masukan (input layer), lapisan tersembunyi (hidden layer) dan lapisan keluaran (output layer). Lapisan masukan mempunyai n simpul, lapisan tersembunyi mempunyai h simpul dan lapisan keluaran mempunyai m simpul. Dimana xi adalah vektor
masukan, i=1,2,3…n; vji adalah pembobot antara lapisan masukan dengan
lapisan tersembunyi, i=1,2,3…n dan j=1,2,3…h; wkj adalah pembobot antara
lapisan tersembunyi dengan lapisan keluaran, k=1,2,3…m; xp adalah data masukan training, p=1,2,3…p; ypj adalah keluaran pada lapisan tersembunyi
unit ke- j dengan masukan xp,, zpk adalah keluaran pada lapisan keluaran unit
ke-k; tpk adalah target keluaran; dan f adalah fungsi aktivasi.
Algoritma aturan belajar penjalaran balik menurut Patterson (1996) adalah
sebagai berikut: pembobot awal pada JST diberi nilai secara acak. Perhitungan nilai aktivasi feedforward dimulai dengan menjumlahkan hasil perkalian masukan xi dengan pembobot vji dan menghasilkan Hj yang merupakan nilai masukan ke
x1
Input layer
Hidden layer
Output layer x2
x3
x4
xn-1
xn
z1
z2
zm I1
I2
Im w kj H1
Hh y1
14
fungsi aktivasi lapisan tersembunyi. Kemudian keluaran yj pada lapisan
tersembunyi unit j merupakan hasil fungsi aktivasi f dengan masukan Hj. Hal ini
telah diformulasikan dalam persamaan 4 dan 5.
∑ =
i ji i
j v x
H
(4)
( )
jj f H
y =
(5)
Nilai keluaran pada lapisan tersembunyi kemudian dikalikan dengan pembobot
wkj dan menghasilkan nilai Ik yang merupakan nilai masukan fungsi aktivasi
lapisan keluaran. Nilai masukan zk pada lapisan keluaran dihitung dengan
menggunakan fungsi aktivasi f dengan masukan Ik. Hal ini telah diformulasikan
dalam persamaan 6 dan 7.
∑
= j
j kj
k w y
I
(6)
( )
kk f I
z =
(7) Secara ringkas zk dapat ditulis dalam persamaan berikut:
( )
( )
= = = =∑
∑
∑
∑
j i i ji kj j j kj j j kj kk f I f w y f w f H f w f v x
z
(8)
dengan fungsi aktivasi berupa fungsi sigmoid sebagai mana berikut ini:
( )
xe x
f −β
+ =
1 1
(9)
turunan pertama fungsi sigmoid tersebut adalah sebagai berikut,
( )
(
)
f( )
x(
f( )
x)
e e x f x x − = + = − − 1 1 2 ' β β β β (10) dimana β adalah gain atau slope fungsi sigmoid. Selanjutnya pelatihan pada JST(pembobotan) dilakukan dengan menimumkan total error untuk semua data melalui koreksi pembobot. Rata-rata total error merupakan merupakan error keluaran untuk semua pasang data training yang dapat ditulis sebagai berikut,
∑
= = p p p tot E p E 1 1 (11)perubahan pembobot yang disebut Gradient Descent Method. Koreksi pembobot dapat ditulis sebagai persamaan berikut:
(
s)
E W( )
sW + =− ∂ p ∂
∆ 1 η / (12)
dimana ? adalah laju pembelajaran (konstanta yang nilainya 0< ? <1).
Persamaan di atas dapat ditulis lebih lengkap untuk setiap pembobot adalah sebai berikut:,
[
hm]
p p p p p w E w E v E v E W
E ∂ = ∂ ∂ ∂ ∂ ∂ ∂ ∂ ∂
∂ / / 11, / 12,...., / 11,..., /
(13)
Berdasarkan persamaan 8 dan 10 maka perubahan total error sistem dapat ditulis sebagai berikut
∑
= ∂ ∂ = ∂ ∂ p p p tot W E p W E 1 1 (14)dimana Eadalah sebagai berikut:
(
)
∑
= − = m k p k p k z t E 1 2 2 1 (15)dengan demikian koreksi pembobot (weight adjustment) adalah parsial E terhadap pembobot vji dan wkj. Secara ringkas pengkoreksi pembobot antara lapisan keluaran dengan lapisan tersembunyi adalah sebagai berikut,
(
k z) ( )
k jj k kj kj y I f t t y w w
E =∆ = = − '
∂ ∂
−η ηδ η
(16) dimana
(
k z) ( )
kk t t f I
'
− =
δ (17)
dan pengkoreksi pembobot antara lapisan tersembunyi dengan lapisan masukan
adalah sebagai berikut,
( )
∑
= = ∆ = ∂ ∂ − k kj k j i i j ji ji w H f x x v v E δ η ηδ η ' (18) dimana,( )
∑
= k kj k jj f H δ w
δ '
(19)
Untuk mempercepat konvergen, ditambahkan inersia atau momentum,
16
pembobot sekarang. Sehingga pengkoreksi pembobot antara lapisan keluaran
dengan lapisan tersembunyi berturut-turut ditulis seperti berikut ini,
( )
w( )
tw E t
w kj
kj
kj ∂ + ∆
∂ − = +
∆ 1 η α
(20)
( )
v( )
tv E t
v ji
ji
ji ∂ + ∆
∂ − = +
∆ 1 η α
(21)
dimana a adalah momentum (konstanta 0<a<1).
Proses perhitungan pembobot antara lapisan keluaran dan lapisan
tersembunyi dilakukan dengan persamaan berikut:
( )
+1∆ +
= w w t
wkjnew kjold kj
(22) dan pembobot antara lapisan tersembunyi dengan lapisan masukan dilakukan
dengan persamaan berikut,
( )
+1∆ +
=v v t
vnewji oldji ji
(23) Keseluruhan proses ini dilakukan pada setiap contoh dan setiap iterasi. Proses pemberian contoh atau pasangan masukan dan keluaran, perhitungan nilai
aktifasi dan pembelajaran dengan mengkoreksi pembobot dilakukan terus
menerus sampai didapatkan nilai pembobot dengan nilai total error sistem mencapai minimum global.
Laju pembelajaran (learning rate). Penentuan laju pembelajaran akan sangat menentukan kecepatan pelatihan sampai JST mencapai keadaan optimal.
Nilai laju pembelajaran dipilih 0< ? <1. Pene ntuan laju pembelajaran merupakan
yang penting karena laju pembelajaran yang besar akan membuat JST melewati minimum lokal akan tetapi sistem akan berisolasi sehingga tidak mencapai
konvergensi. Sebaliknya jika nilainya terlalu kecil menyebabkab sistem terjebak
pada pada minimum lokal dan memerlukan waktu yang lama untuk proses
pelatihan. Sehingga tujuan pelatihan algoritma back propogation untuk memperkecil error hingga mencapai minimum global tidak tercapai. Untuk menghindari hal tersebut maka suatu konstanta momentum yang nilainya 0< ? <1
Penghentian Pelatihan
Pelatihan JST dengan back propagation dilakukan terus menerus sehingga nilai error minimum global tercapai. Penghentian berdasarkan gradien adalah pelatihan dihentikan bila harga error telah mencapai nilai nilai sangat kecil. Akan tetapi gradien yang bernilai kecil tidak selalu berati bahwa JST berada dekat titik
minimum, karena semua titik minimum, titik maksimum dan titik belok stasioner mempunyai nilai gradien sama dengan nol. Sehingga kelemahan metode ini
adalah terletak pada penghentian pada titik yang mungkin keliru.
Penghentian berdasarkan jumlah kuadrat error adalah dengan menghentikan pelatihan jika kesalahan telah mencapai nilai dibawah ambang yang
telah ditentukan. Metode ini membutuhkan pengetahuan mengenai nilai minimum tersebut.
Penghentian berdasarkan jumlah iterasi, yaitu proses pelatihan dihentikan bila jumlah iterasi telah dilakukan dengan suatu kepercayaan bahwa jumlah iterasi
tertentu akan mencapai minimum global.
Validasi silang, suatu metode yang dalam pelatihannya menggunakan suatu set data lain untuk menguji proses pelatihan. Pelatihan dihentikan jika
kinerja generalisasi tidak lagi membaik. Metode ini dilakukan dengan membagi pasangan pelatihan menjadi dua kelompok yaitu: himpunan pelatihan dan
himpunan validasi.
Algoritma Genetika (AG)
Salah satu teknik optimasi yang makin banyak digunakan akhir-akhir ini
adalah algoritma genetika (Gambar 6). Penggunaannya dalam kontrol greenhouse, diantaranya dikemukakan oleh Ursem et al. (2002). Algoritma genetika menggunakan analog fenomena natural, yaitu adaptasi evolusi biologis, dimana individu- individu terbaik dalam suatu populasi akan mengalami
persilangan-persilangan dan mutasi- mutasi dimana yang lebih baik dapat
bertahan, sedangkan yang lemah akan punah.
Populasi terdiri dari individu- individu yang masing- masing
18
Masing- masing individu, yang dalam hal ini dipersamakan dengan kromosom,
mempunyai nilai fitness yang bersesuaian dengan kelayakan solusi permasalahan. Beberapa individu dalam populasi dengan nilai fitness lebih baik berpeluang untuk beriterasi (reproduksi). Dalam prosesnya akan terjadi rekombinasi (cross over) dan mutasi. Setelah mengalami seleksi akan menghasilkan individu-individu baru yang diharapkan merupakan sekumpulan solusi yang paling
mungkin, yang pada gilirannya iterasi dihentikan dan dipilih satu solusi yang
paling mungkin.
Salah satu kelebihan algoritma genetika adalah relatif sederhana karena
kemampuannya untuk belajar dan beradaptasi, yaitu hanya memerlukan informasi
tentang struktur kromosom (individu) dan bentuk fungsi fitness dari permasalahan yang dihadapi kemudian akan mencari sendiri solusi terbaik untuk permasalahan
yang dihadapi (Yandra dan Hermawan 2000).
Algoritma genetika menggunakan analogi langsung dari sifat natural.
Algoritma ini menggunakan populasi dari individu- individu yang masing- masing
mewakili penyelesaian yang mungkin untuk problem yang diberikan.
Masing-masing individu mempunyai nilai fungsi fitness sesuai dengan kelayakan pada penyelesaian problem. Individu yang sangat fit memperoleh kesempatan untuk rekmobinasi dengan individu- individu dalam populasi. Proses ini menghasilkan
individu- individu baru sebagai keturunannya yang memiliki sifat induknya. Individu yang nilai fungsi fitness lemah tidak akan dipilih untuk reproduksi sehingga spesiesnya akan punah.
Selain cross over antar individu, pada evolusi alam juga dikenal mutasi. Yaitu perubahan pada individu yang tidak dipengaruhui oleh individu yang lain.
Setelah mengalami cross over jumlah individu bertambah dalam populasi. Untuk menghasilkan generasi berikutnya hanya dipilih individu yang mempunyai nilai
fitness yang terbaik. Agar jumlah populasi sama dengan populasi generasi sebelumnya maka individu dengan nilai fitness rendah dibuang. Proses ini diulang sampai generasi yang diinginkan atau nilai fungsi fitness yang tinggi untuk penyelesaian permasalahan.
Algoritma genetika (AG) mempunyai karakteristik yang berbeda dengan
GA sehingga membedakan dengan teknik optimasi lainnya: 1) AG bekerja
dengan pengkodean dari himpunan solusi permasalahan berdasarkan parameter
yang telah ditetapkan, dan bukan parameter itu sendiri, 2) AG melakukan pencarian pada sebuah populasi dari sejumlah individu- individu yang merupakan
solusi permasalahan, bukan dari hanya sebuah individu, 3) AG menggunakan informasi fungsi objektif (fitness), sebagai cara untuk mengevaluasi individu yang mempunyai solusi yang terbaik, bukan turunan dari suatu fungsi, dan 4) AG
menggunakan aturan-aturan transisi probabilistik, bukan aturan-aturan
deterministik.
Variabel-variabel yang digunakan pada algoritma genetika adalah sebagai
berikut: 1) Fungsi fitness, yang dimiliki oleh masing- masing individu untuk mene ntukan tingkat kesesuaian individu tersebut dengan kreteria yang ingin
dicapai. Fitness ini yang akan dimaksimalkan dengan penerapan algoritma genetika, 2) Populasi jumlah individu yang dilibatkan dalam setiap generasi, 3)
Peluang (probabilitas) terjadi rekombinasi pada suatu generasi, 4) Peluang terjadi
mutasi pada setiap transfer bit, dan 5) Jumlah generasi yang akan dibentuk yang
mene ntukan lama dari penerapan algoritma genetika.
Representasi atau pengkodean merupakan bagian terpenting dari AG. Setiap individu diwakili oleh sebuah kromosom yang tersusun beberapa gen.
Setiap parameter dipresentasikan oleh gen. Gen-gen tersebut berbentuk nilai dalam tipe string. String tersebut biasanya dalam bentuk biner, desimal, alfabet ataupun kode lain yang dapat digunakan untuk mempresentasikan suatu parameter
yang akan dicari. Jika menggunakan biner maka nilai biner tersebut dijadikan desimal dan dinormalisasi kedalam nilai minimum dan maksimum setiap
20
Gambar 6 Tahapan algoritma genetika
Sistem Kontrol Umpan Balik
Menurut terminologi, kontrol umpan balik (feedback control) adalah algoritma kontrol atau sistem dimana keluaran kontrol dihitung berdasarkan hasil
keluaran variabel proses. Kontrol adaptif adalah kontrol yang parameternya dapat
disesuaikan menurut kondisi ril dan mekanisme untuk menyesuaikan parameter
tersebut tersedia. Kontrol optimal adalah kontrol yang mengkombinasikan
optimisasi dengan teori kontrol untuk menentukan performansi sistem kontrol sehingga sistem kontrol memberikan respon seefisien mungkin terhadap variabel
Populasi awal
Fungsi fitness
Pengurutan dan seleksi
Rekombinasi
Mutasi
Seleksi
Generasi > target generasi
Selesai Ya
yang berubah menurut waktu atau dengan kata lain mendapatkan performansi
kontrol yang dapat meminimalkan fungsi biaya.
Sistem kontrol adaptif lingkungan-biologik (SKALB) adalah sistem perangkat lunak yang menyediakan fasilitas kontrol yang acuannya atau set point
(lingkungan optimal) dapat disesuaikan menurut kondisi produk tanaman yang diinginkan, dapat berbasis kuantitas, kualitas, maupun selera dan menyediakan
fasilitas pilihan modus kontrol agar variabel proses besarnya sama dengan acuan
atau dengan kata lain agar error hasil respon sistem kontrol kecil dan stabil disemua daerah operasi. Disini terdapat dua pemecahan optimasi, yaitu
lingkungan optimal untuk dijadikan acuan dan parameter optimal kontrol untuk
mendapat performansi yang diinginkan.
Dari penjelasan di atas, terdapat perbedaan antara SKALB dengan kontrol
adaptif. Istilah adaptif pada SKALB dikaitkan dengan penyesuaian acuan terhadap produk yang diinginkan sedangkan pada kontrol adaptif dikaitkan
dengan penyesuaian parameter kontrol terhadap upaya untuk mempertahankan
agar acuan sama dengan variabel proses (self tuning controller). Demikian juga antara SKALB dengan kontrol optimal. Istilah optimal pada SKALB berkenaan
dengan dua hal. Pertama, berhubungan dengan pengoptimalan lingkungan yang akan dijadikan sebagai acuan adalam pengontrolan. Kedua, pengoptimalan
parameter kontrol untuk mendapatkan performansi respon kontrol yang dikaitkan dengan error minimum. Sedangkan pada kontrol optimal dihubungkan dengan performansi respon kontrol yang menghasilkan fungsi biaya yang minimum.
Namun demikian, disamping terdapat perbedaan, antara SKALB dengan kontrol adaptif juga terdapat persamaan, yaitu sama-sama merupakan kontrol umpan
balik. Demikian juga antara SKALB dengan kontrol optimal, keduanya berimplikasi kepada keuntungan ekonomis.
Kontrol yang didesain dalam sistem kontrol adaptif lingkungan-biologik
ini merupakan kontrol umpan balik yang mencakup empat tahap pengontrolan,
yaitu mengukur, membandingkan, menghitung, dan mengoreksi. Tiga tahap dari
lingkungan-22
biologik), menghitung berapa banyak koreksi yang perlu dilakukan, dan
mengeluarkan sinyal koreksi sesuai dengan hasil perhitungan.
Sedangkan langkah atau algoritma menghitung besarnya koreksi dilakukan oleh modus kontrol, seperti fazi dan PID. Masukan modus kontrol adalah error dan perubahan error dan keluarannya adalah sinyal koreksi atau variabel manipulasi yang dapat diubah-ubah besarnya agar variabel proses atau varabel
kontrol besarnya sama dengan acuan. Upaya untuk mempertahankan varibel
proses dengan acuannya, masing masing modus kontrol mempunyai
parameter-parameter. Parameter-parameter ini harus optimal. Bila tidak, sistem kontrol
akan mudah menjadi tidak stabil bila terjadi perubahan acuan atau gangguan.
Untuk menentukan parameter optimal kontrol dalam SKALB ini menggunakan
operator algoritma genetika.
Kontrol menggunakan logika fazi diklasifikasikan dalam kontrol moderen (advanced control) sedangkan PID diklasifikasikan dalam kont rol klasik (Haley dan Mulvaney 1995). Namun demikian bukan berarti kontrol moderen selalu
lebih baik dari kontrol klasik. Banyak faktor yang mempengaruhinya, antara lain
karakteristik dari proses yang akan dikontrol dan kondisi aktuator. Hasil
penelitian Shieh et al. (1992) menunjukan bahwa pengontrolan suhu produk pada temperatur tinggi dalam waktu singkat (high-temperature short-time heat exchanger), dengan kontrol PID lebih baik dibandingkan dengan kontrol fazi. Hasil penelitian lainnya, yaitu oleh Morimoto dan Hashimoto (1991)
menunjukkan bahwa performansi penerapan modus kontrol fazi dan jaringan
syaraf buatan untuk pengontrolan pH pada budidaya hidroponik lebih baik dari kontrol klasik.
Selain penerapannya untuk mengontrol suhu, modus kontrol PID juga pernah diterapkan untuk mengontrol konsentrasi O2 terlarut dan derajat keasaman
(Oeggerli et al. 1995). Bagaimanapun modus kontrol PID tidak dapat diterapkan untuk mengontrol semua variabel proses. Akhir-akhir ini, dalam perkembangan
kontrol, kontrol PID biasanya dijadikan pembanding (standar), atau juga
pengembangan kontrol baru tersebut bertitik-tolak dari kontrol ini, seperti yang
Sistem kontrol adaptif lingkungan-biologik (SKALB) dikembangkan
berdasarkan identifikasi acuan optimal dan estimasi parameter optimal kontrol,
terdiri dari fasilitas subsistem penentuan acuan optimal, subsistem penentuan parameter optimal kontrol, dan subsistem kontrol real time. Pada gilirannya, hasil penentuan identifikasi acuan optimal dan estimasi parameter optimal kontrol akan dimanfaatkan dalam aplikasi mengontrol lingkungan-biologik secara real time di
dalam rumah tanaman.
Pengertian lingkungan-biologik disini ada dua hal, yaitu pertama adalah
keterkaitan antara faktor lingkungan sebagai masukan dengan produk tanaman
sebagai keluaran, dan kedua adalah berkenaan dengan penempatan sensor untuk
mendeteksi masukan maupun kebutuhan sensor untuk keluaran. Hal yang
pertama, mengimplikasikan perlu diketahui terlebih dahulu kondisi lingkungan
optimal sebelum dilakukan pengontrolan. Untuk menentukan kondisi lingkungan optimal perlu dicari hubungan matematis (model) antara lingkungan dengan
produk yang diinginkan, dapat berbasis kuantitas, kualitas, maupun selera.
Pengertian lingkungan-biologik yang kedua adalah penempatan sensor
masukan disekitar kanopi untuk mendeteksi lingkungan di sekitar tanaman berikut
faktor- faktor fisika, kimia dan biologi yang mempengaruhinya sebagai hasil interaksi antara lingkungan dengan tanaman itu sendiri melalui proses fotosintesis,
PENDEKATAN SISTEM KONTROL ADAPTIF
LINGKUNGAN-BIOLOGIK
Konsep Sistem Kontrol Adaptif Lingkungan-biologik
Sistem kontrol adaptif lingkungan-biologik (SKALB) ini didekati berdasarkan identifikasi acuan optimal dan estimasi parameter optimal kontrol
(teknik kontrol), terdiri dari fasilitas subsistem penentuan acuan optimal, subsistem penentuan parameter optimal kontrol, dan subsistem kontrol real time. Pada gilirannya, hasil penentuan identifikasi acuan optimal dan estimasi
parameter kontrol akan dimanfaatkan dalam aplikasi mengontrol
lingkungan-biologik secara real time di dalam rumah tanaman. Adapun arsitektur sistem kontrol adaptif lingkungan-biologik dapat dilihat pada Gambar 7.
Pengertian lingkungan-biologik disini ada dua hal, yaitu pertama adalah
keterkaitan antara faktor lingkungan sebagai masukan dengan produk tanaman
sebagai keluaran, dan kedua adalah berkenaan dengan penempatan sensor untuk mendeteksi masukan maupun kebutuhan sensor untuk keluaran. Hal yang
pertama, mengimplikasikan perlu diketahui terlebih dahulu kondisi lingkungan
optimal sebelum dilakukan pengontrolan. Untuk menentukan kondisi lingkungan
optimal perlu dicari hubungan matematis (model) antara lingkunga n dengan
produk yang diinginkan, dapat berbasis kuantitas, kualitas, maupun selera.
Pengertian lingkungan-biologik yang kedua adalah penempatan sensor
masukan disekitar kanopi untuk mendeteksi lingkungan di sekitar tanaman berikut faktor- faktor fisika, kimia dan biologi yang mempengaruhinya sebagai hasil
interaksi antara lingkungan dengan tanaman itu sendiri melalui proses fotosintesis,
respirasi, dan transpirasi. Hal ini dianggap representasi dari rata-rata kondisi yang ingin dikontrol guna menghasilkan produk panen yang diinginkan.
Kebutuhan sensor keluaran pada properti produk yang diinginkan tidak perlu secara langsung. Maksudnya pada waktu pengontrolan pendeteksian
keluaran (produk) tidak diperlukan lagi. Karena pendeteksian properti produk
tidak diperlukan dalam operasi real time kontrol maka data keluaran dapat dikumpulkan baik secara destruktif maupun tidak destruktif. Dengan kata lain
atau dengan tidak dirusak. Hal ini memungkinkan untuk memilih properti produk
apa yang menjadi target, dan keluwesan ini menjadikan SKALB lebih aplikatif.
Pada konsep speaking plant yang dikemukakan Hashimoto (1989), kondisi lingkungan optimal (acuan optimal) ditentukan oleh komputer secara on-line. Proses pengambilan keputusan ini memerlukan waktu sedangkan kondisi lingkungan terus berubah (tidak konstan). Bila dikembangkan di Indonesia,
khususnya untuk saat ini, maka konsep ini kurang berdaya guna. Karena
kecepatan komputer dan sistem sensor juga belum memadai untuk mendukung
proses yang demikian.
Sehubungan hal di atas, maka SKALB didesain secara off-line untuk menentukan lingkungan optimal dan parameter kontrol optimal dengan tidak
menutup kemungkinan untuk operasi on-line, yang tentunya perlu penyesuaian seperlunya bila memang perangkat keras yang mendukungnya tersedia.
Aplikasi kontrol adaptif secara real time (Gambar 10) dilakukan setelah penentuan acuan optimal dan parameter optimal kontrol. Acuan selain dapat
ditentukan melalui fasilitas yang disediakan juga dapat didasarkan dari literatur
atau pengalaman setempat, sesuai dengan kebutuhan. Fasilitas sistem kontrol
optimal lingkungan-biologik dapat digunakan untuk mengontrol kebutuhan penggunaan sarana produksi agar tidak berlebihan, yang pada gilirannya bila tidak
dikontrol akan berakibat pada kerugian ekonomi atau lingkungan. Selain itu, juga dapat digunakan untuk mamanipulasi lingkungan-biologik dalam upaya
mendapatkan produk dengan kuantitas, kualitas dan selera yang diharapkan.
Perangkat lunak sistem kontrol optimal lingkungan-biologik yang dikembangkan ini dapat digunakan mendukung usaha agribisnis yang lebih
memilih teknologi spesifik dalam memproduksi komoditas pertanian dengan kualitas prima di dalam rumah tanaman, khususnya tanaman hortikultura.
Aplikasi real time SKALB dirancang untuk mengakomodasi interface card PCL 812 PG. Selain untuk pengontrolan juga dapat digunakan untuk akuisisi data. Data dapat ditampilkan secara langsung melalui layar maupun
26
Gambar 7 Arsitektur struktur sistem kontrol adaptif lingkungan-biologik dalam rumah tanaman.
Model tanaman Model lingkungan
e
_
+
Kontrol PID dan FAZI PARAMETER OPTIMAL
KONTROL
Optimasi
ALGORITMA GENETIKA Model
PINDAH PANAS
ACUAN LINGKUNGAN
BIOLOGIK
PRODUK TANAMAN
Identifikasi JST
LINGKUNGAN OPTIMAL
PROSES CITRA
Optimasi
ALGORITMA GENETIKA Sensor
Kontrol (real time)
LINGKUNGAN
DI LUAR RUMAH TANAMAN Identifikasi
JST
Estimasi parameter optimal kontrol melalui simulasi
Struktur Sistem Kontrol Adaptif Lingkungan-biologik
Acuan optimal diperoleh dari parameter lingkungan optimal yang
didasarkan pada hasil maksimal produk ya ng dipanen baik secara kualitas,
kuantitas, maupun selera, tergantung kondisi produk yang diinginkan. Kondisi
lingkungan optimal tidak selalu berarti lingkungan diharapkan meningkatkan
pertumbuhan tanaman. Kadang-kadang cekaman (stress) lingkungan dapat menghambat pertumbuhan tetapi meningkatkan kualitas, seperti perlakuan
cekaman air terhadap tanaman sayuran yang dapat meningkatkan kerenyahan, hal
ini termasuk kondisi optimal yang dikaitkan dengan peningkatan kualitas.
Perlakuan lingkungan dapat mempengaruhi rasa pada nenas, bau pada
tembakau, dan lain- lain. Disamping itu, tanaman juga mempunyai daya adaptasi terhadap perubahan kondisi lingkungan. Jadi kondisi lingkungan optimal dapat
berbeda-beda, tergantung untuk kebutuhan apa lingkunga n itu dimanipulasi. Hal di atas menunjukkan bahwa kondisi lingkungan-biologik optimal
tanaman tidak konstan, sehingga perlu disediakan fasilitas penentuan acuan
tersebut untuk mengantisipasi kebutuhan yang diinginkan. Pada fasilitas penentuan acuan optimal (Gambar 8) terdapat sub sistem model tanaman dan
sensor citra (Gambar 11). Operator model tanaman dan optimasi yang digunakan, masing masing adalah jaringan syaraf buatan (JST) dan algoritma genetika (AG).
Parameter optimal kontrol dihubungkan dengan bias (error) yang minimum dan performansi kontrol yang stabil. Pada fasilitas penentuan parameter
optimal kontrol terintegrasi dengan sistem simulasi (Gambar 9). Disini parameter
optimal kontrol ditentukan melalui simulasi dengan pilihan menggunakan
operator JST atau model pindah panas. Hubungan lingkungan di luar dan di
dalam rumah tanaman (lingkungan biologik) dijelaskan oleh model lingkungan
(Gambar 12). Kemudian ditentukan parameter kontrol optimal menggunakan operator algoritma genetika. Adapun fasilitas pilihan menu kontrol yang
28
Gambar 8 Struktur sistem identifikasi acuan optimal
Model tanaman
ACUAN LINGKUNGAN
BIOLOGIK
PRODUK TANAMAN
Identifikasi JST
LINGKUNGAN OPTIMAL
PROSES CITRA
Optimasi
Gambar 9 Struktur sistem estimasi parameter optimal kontrol melalui simulasi
Model lingkungan
e
+
_
+
Kontrol PID & FUZI
PARAMETER OPTIMAL KONTROL
Optimasi
ALGORITMA GENETIKA Model
PINDAH PANAS
ACUAN LINGKUNGAN
BIOLOGIK
LINGKUNGAN
DI LUAR RUMAH TANAMAN Identifikasi
30
Gambar 10 Struktur sistem kontrol real time
Gambar 11 Struktur model tanaman
Komponen Struktur Sistem Kontrol Adaptif Lingkungan-biologik Sistem kontrol adaptif lingkungan-biologik terdiri dari komponen-komponen berikut, yaitu operator identifikasi jaringan syaraf tiruan (JST),
operator optimasi algoritma genetika (AG), kontrol fazi, kontrol PID, pengolah
citra dan model pindah panas dan massa.
Jaringan Syaraf Tiruan
Adapun algoritma komponen JST penjalaran balik (Gambar 13) adalah pertama-tama memberikan vektor masukan X=(1,2, …6)T. Kemudian secara
berturut-turut menghitung: masukan total dari setiap simpul pada lapisan tersembunyi (pers 24), keluaran dari setiap simpul pada lapisan tersembunyi (pers
25), masukan total dari setiap simpul pada lapisan keluaran (pers 26),
e
+
_
+
Kontrol
PID danFAZI
PARAMETER OPTIMAL KONTROL
Optimal
ACUAN LINGKUNGAN
BIOLOGIK
Sensor
LINGKUNGAN BIOLOGIK
PRODUK TANAMAN
Gambar 12 Struktur model lingkungan
keluaran dari setiap simpul pada lapisan keluaran (pers 27), error dari setiap simpul pada lapisan keluaran (pers 28), error dari setiap simpul pada lapisan tersembunyi (pers 29), bobot pada lapisan tersembunyi (pers 30), dan mengubah
harga bobot pada lapisan keluaran (pers 31).
Adapun persamaan-persamaan yang dimaksud adalah sebagai berikut,
X W M i n 1 i h ij h
j = ∑
= (24)
) M ( f
Mhj = hj hj (25)
M W
M hj
n 1 j o jk o
k = ∑
= (26)
( )
o k o ok f M
M = (27)
M Y
dok = k− ok (28)
) W ) M Y )( M (
d ok ojk
2 1 k k h j h
j = ∑ −
= (29)
X
d
?
(t)
W
1)
(t
W
ijo+
=
oij+
hj i (30)X d ? (t) W 1) (t
Wojk + = ojk + ok hj (31)
Model PINDAH PANAS
LINGKUNGAN BIOLOGIK
LINGKUNGAN
DI LUAR RUMAH TANAMAN Identifikasi
32
Gambar 13 Arsitektur JST respon dinamik
Algoritma Genetika
Komponen algoritma genetika tiruan (Gambar 14) dicirikan dengan
kodefikasi kumpulan solusi acak yang disebut populasi. Setiap individu (kromosom) dalam populasi merupakan calon solusi. Individu- individu ini
kemudian berevolusi melalui beberapa iterasi atau sering disebut generasi. Pada setiap iterasi, individu dievaluasi menggunakan fu