• Tidak ada hasil yang ditemukan

Karakter Biologi Benalu Pada Jati Di Kebun Benih Klonal (Kbk) Padangan, Perum Perhutani

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Karakter Biologi Benalu Pada Jati Di Kebun Benih Klonal (Kbk) Padangan, Perum Perhutani"

Copied!
174
0
0

Teks penuh

(1)

KARAKTER BIOLOGI BENALU PADA JATI

DI KEBUN BENIH KLONAL (KBK) PADANGAN,

PERUM PERHUTANI

ZAINAL MUTTAQIN

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*

Dengan ini saya menyatakan bahwa disertasi berjudul Karakter Biologi Benalu pada Jati di Kebun Benih Klonal (KBK) Padangan, Perum Perhutani adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir disertasi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

(3)

ZAINAL MUTTAQIN. Karakter Biologi Benalu pada Jati di Kebun Benih Klonal (KBK) Padangan, Perum Perhutani. Dibimbing oleh SRI WILARSO BUDI R, BASUKI WASIS, ISKANDAR Z. SIREGAR dan CORRYANTI.

Benalu atau mistletoe merupakan tumbuhan makroparasit yang bersifat hemiparasit pada tanaman inang dan termasuk aerial weeds. Sampai saat ini di wilayah Perum Perhutani serangan benalu pada tegakan jati telah meluas dalam skala luasan areal dan sebaran. Khususnya dikaitkan dengan fungsi Kebun Benih Klonal (KBK) jati sebagai suplai benih jati, maka adanya gangguan benalu diperkirakan menyebabkan penurunan buah dan benih. Program pengendalian benalu di Perum Perhutani mengalami kendala tersedianya data dasar yang memadai mengenai hasil investigasi detil tingkat serangan benalu pada jati dan penelitian aspek karakter dasar antara lain tentang karakter biologi benalu pada jati.

Tujuan penelitian ini ialah untuk 1) mengidentifikasi jenis, analisis DNA barcode dari jenis benalu pada jati dan tingkat keragaman genetik (RAPD) dari jenis benalu pada jati yang dominan; 2) menaksir intensitas serangan, pola serangan benalu, pola parasit, dan menelaah status hara makro tapak jati yang diinfeksi benalu; 3) menguji perkecambahan biji benalu pada jati berkaitan dengan sifat parasitisme; 4) menganalisis perilaku burung sebagai vektor benalu yang menginfeksi tegakan jati. Rancangan penelitian berupa unit Petak Contoh Pengamatan (PCP) (n=4) dikelompokan pada tingkat serangan rendah, sedang, tinggi, dan kontrol, dan pada setiap unit PCP dibuat PUP (n=4) berukuran 50 m x 50 m, selanjutnya dalam setiap PUP dibuat sub PUP-sub PUP berukuran 10 m x 10 m (n= 5) yang diseleksi secara random.

Hasil penelitian “Identifikasi jenis benalu, analisis DNA barcode dan keragaman genetik (RAPD) benalu yang menginfeksi tegakan jati”, ditemukan 3 (tiga) jenis benalu ialah Dendrophthoe pentandra (L.) Miq. dan Macrosolen tetragonus (Blume) Miq., keduanya termasuk famili Loranthaceae; dan Viscum articulatum Burm.f. termasuk famili Santalacea. Konfirmasi/autentik jenis benalu melalui DNA barcode mampu membedakan ketiga jenis benalu tersebut pada tingkat spesies dan genus dengan ketepatan identifikasi barcode 99-100%. Melalui analisis barcoding gap pada dua lokus gen (matK dan rbcL) diperoleh nilai rata-rata jarak interspesifik lebih besar dari intraspesifik, dan nilai minimum jarak interspesifik lebih besar dari maksimum intraspesifik, sehingga kedua lokus tersebut dijadikan kandidat barcode untuk jenis benalu. Khusus untuk sampel M. tetragonus dapat mengajukan data sekuen ke pangkalan data GenBank maupun BOLD system sebagai referensi. Aplikasi praktis identifikasi jenis benalu yang mempunyai kemiripan morfologi daun, menggunakan beberapa karakter kunci morfologi meliputi panjang petiole, lebar daun terlebar, jumlah tulang daun sekunder, bentuk dasar daun, aspec ratio (AR), form factor (FF), perimeter ratio of diameter (PR), dan dilengkapi Instruksi Kerja (IK).

Adapun keragaman genetik D. pentandra, munggunakan marka RAPD (5 primer) menunjukkan adanya pita yang polimorfik. Keragaman genetik tertinggi diperoleh pada tipe tajuk atas sub bagian tengah (AT) (He=0.2551) dan keragaman

(4)

kekerabatan antar tipe. Analisis klaster (dendrogram) menunjukkan pengelompokkan 2 klaster yang berbeda; klaster pertama (tipe AT, AA, T, AB) dan klaster kedua (tipe BW).

Hasil penelitian “Intensitas serangan benalu pada jati” di KBK Padangan, menunjukkan secara umum intensitas serangan benalu di KBK Padangan menurut TMR (True mistletoe rating) berkisar 0.86-3.78 (ringan-sedang) dan belum mencapai tingkat serangan berat (TMR>5), tetapi prevalensi serangan pada PCP yang tergolong sedang dan berat lebih besar dari 50%. Pola penyebaran benalu antar pohon inang jati cenderung mengelompok sehingga memudahkan pada tindakan pengendalian. Metode penaksiran intensitas serangan dapat menggunakan 2 parameter ialah nilai Prevalensi dan TMR dimodifikasi (8-kelas rating). Aplikasi praktis dengan cara penentuan TMR dimodifikasi berdasar satu rating (jumlah benalu/pohon inang), dilengkapi Instruksi Kerja (IK). Adapun hal berkaitan dengan status kesuburan (fisik dan kimia) tapak jati yang diinfeksi benalu, diperoleh bahwa hanya konsentrasi K tersedia (dimensi tapak) dan K total (dimensi hara daun) berbeda nyata antar perlakuan intensitas serangan (rendah, sedang, tinggi).

Hasil penelitian “Uji perkecambahan biji benalu pada jati berkaitan dengan sifat parasitisme”, menunjukkan bahwa pola perkecambahan D. pentandra berbeda dengan M. tetragonus. Proses perkecambahan D. pentandra menunjukkan perkembangan morfologi perkecambahan tidak lengkap ditandai tidak berkembang/tumbuhnya hypocotyl dan kotiledon yang berfungsi sebagai organ cadangan makanan dan prafotosintesis, sebaliknya perkecambahan M. tetragonus menunjukkan berkembang/tumbuhnya hypocotyl dan kotiledon. Diduga ada korelasi kemudahan berkecambah dengan sifat parasitisme, sehingga dianggap karakter parasitisme D. pentandra lebih sempurna/menonjol daripada M. tetragonus pada inang jati. Sifat parasitisme lebih dominan pada D. pentandra didukung pula oleh rata-rata hari berkecambah (RH) di batang semai jati, relatif lebih cepat (17.54±2.77 hari) daripada M. tetragonus (35.13±1.76 hari), tetapi mortality kecambah D. pentandra cukup tinggi (±34%) daripada M. tetragonus sangat rendah (±3%) berarti life cycle pada M. tetragonus lebih lama daripada D. pentandra. Pada perlakuan tempelan biji di cabang/ranting pohon, menunjukkan persentase kecambah (%K) D. pentandra (38.5%) lebih tinggi daripada M. tetragonus (11.1%). Dibandingkan perkecambahan biji D. pentandra dari kotoran burung menunjukkan %K (46.4%) lebih tinggi daripada biji yang ditempel di cabang/ranting pohon termasuk M. tetragonus.

Hasil penelitian “Perilaku burung sebagai vektor penyebaran benalu pada jati”, menunjukkan tingkat peranan burung sebagai vektor penyebaran benalu di KBK Padangan, dikelompokkan menjadi 3 peranan frugivor ialah 1) specialist frugivor terdiri atas penting utama/primer (primary dispersers) ialah cabai jawa, cabai polos, cabai gunung, dan penting tambahan (secondary dispersers) pada kutilang; 2) generalist frugivor/occasional dispersers ialah madu sriganti, madu jawa, cinenen pisang; 3) opportunistic frugivor atau berkaitan tidak langsung sebagai penyebar pada 13 jenis burung lainnya.

(5)

SUMMARY

ZAINAL MUTTAQIN. Biological characters of mistletoe in Teak Clonal Seed Orchard (CSO) Padangan, Perum Perhutani (State owned forestry enterprise). Under academic supervision of SRI WILARSO BUDI R, BASUKI WASIS, ISKANDAR Z. SIREGAR and CORRYANTI.

Mistletoe is a macroparasite plant which has hemiparasitic feature in the host plants, and is categorized as aerial weeds. Up to present, in the area of Perum Perhutani, benalu infestation on teak stand has enlarged spatially. Especially related function of CSO as supply of teak seeds, so there mistletoe infestation was predicted will cause decreasing of fruit and seed of teak. At present, program of mistletoe control has constraint in the form of lack of appropriate data on the extent of mistletoe infestation and other aspects, comprising some characters of biology of mistletoe in teak.

The objectives of this research were 1) identifying species, analyzing DNA barcode of mistletoe species in teak, and analyzing genetic variability (RAPD) of dominant teak mistletoe species; 2) estimating infestation intensity, analyzing pattern of mistletoe infestation in teak, and parasitism pattern, and studying macronutrient status of teak sites which were infested by mistletoe; 3) testing the initial viability (gemination) of teak mistletoe seeds in relation with parasitisme; 4) analyzing the behavior of birds as vector of mistletoe which infest teak stand. The research has been designed as observation sample plots/OSPs (n=4) following various infestation, namely low, moderate, high and control (no infestation). Four OMPs (@50 m x 50 m) per OSP, every OMP is made sub OMP-sub OMP 10 m x 10 m size (n=5) that selected of random.

(6)

ranged between 0.0375–0.1310 which showed kinship distance between types. Cluster analysis (dendrogram) showed that there was grouping of 2 different clusters; The first cluster comprised type AT, AA, T, AB; whereas the second cluster was type BW.

Research results of “Intensity of mistletoe infestation in teak”, showed that in general, intensity of mistletoe infestation in CSO Padangan, according to TMR ranged between 0.86-3.78 (light-medium) and had not reached heavy level (TMR>5), but prevalence level in moderate and high of CSO were ≥50%. Pattern of mistletoe distribution among teak host plants tended to be in clusters, which would easier to formulate the control action, where the action would be focused on infected host teak stand. Assessing intensity of infestation of mistletoe can use two parameters i.e. prevalence and TMR modified (rating class-8). Practical application in the way of determination of TMR modified based one rating (sum of mistletoe per host), completed manual instruction. As for in relation with fertility status of teak sites (physical and chemical properties) which were infested with mistletoe, it was found that only concentration of available K (dimension of site) and total K (dimension of nutrient in leaves) showed significant differences between treatments of infestation intensity (low, medium, hight).

Research results of “viability test (germination) of mistletoe seed in teak, in relation with parasitism”, showed that pattern of D. pentandra germination was different with that of M. tetragonus. Germination process of D. pentandra showed incomplete development of germination morphology, marked by absence of development / growth of hypocotyl and cotyledon. It was supposed probably that there was correlation between easyness of germination and parasitism character. It was considered that parasitism of D. pentandra was more perfect/prominent than that of M. tetragonus in teak host. Parasitism was more dominant in D. pentandra, supported by the fact that the sum of mean germination day (RH) in stem of teak seedling was faster (17.54±2.77 days), as compared with that of M. tetragonus (35.13±1.76 days), although mortality of M. tetragonus seedlings was very low (±3%), whereas that of D. pentandra was fairly high (±34%). These results were related with life cycle of M. tetragonus which was longer than that of D. pentandra. In the attachment of seeds in tree stems, it turned out that germination percentage (%K) of D. pentandra (38.5%) was higher than that of M. tetragonus (11.1%). Seed germination of D. pentandra from bird faeces also showed that %K (46.4%) was similar with that of seed attachment in tree stem including M. tetragonus.

Research results of “birds behavior as vector of mistletoe dispersal in teak”, showed that the roles of bird as mistletoe dispersal vector in CSO Padangan, were grouped into 3 kinds of frugivor role namely 1) specialist frugivor which consisted of primary disperser, namely cabai jawa, cabai polos, cabai gunung; and secondary disperser namely kutilang; 2) generalist frugivor/occasional disperser comprising madu sriganti, madu jawa, and cinenen pisang; 3) opportunistic frugivor which acted indirectly as disperser consisting of other of 13 bird species.

(7)

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2016

Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB

(8)
(9)

Disertasi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Doktor

pada

Program Studi Silvikultur Tropika

KARAKTER BIOLOGI BENALU PADA JATI DI KEBUN BENIH

KLONAL (KBK) PADANGAN,

PERUM PERHUTANI

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR 2016

(10)

Penguji Luar Komisi pada Ujian Tertutup: 1. Dr Ir Supriyanto

Staf Pengajar pada Departemen Silvikultur, Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor 2. Dr Dede J. Sudrajat, SHut, MT

Peneliti pada Balai Penelitian Teknologi Perbenihan Tanaman Hutan, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan

Penguji Luar Komisi pada Sidang Promosi Doktor: 1. Dr Ir M. Mustoha Iskandar, SH, MDM

Direktur Utama Perum Perhutani 2. Dr Ir Iwan Hilwan, MS

(11)

Padangan, Perum Perhutani Nama : Zainal Muttaqin

NIM : E461110011

Disetujui oleh Komisi Pembimbing

Prof Dr Ir Sri Wilarso Budi R, MS Ketua

Dr Ir Basuki Wasis, MS Anggota I

Prof Dr Ir Iskandar Z. Siregar, MForSc Anggota II

Dr Ir Corryanti, MSi Anggota III

Diketahui oleh

Ketua Program Studi Silvikultur Tropika

Prof Dr Ir Sri Wilarso Budi R, MS

Dekan Sekolah Pascasarjana

Dr Ir Dahrul Syah, MScAgr

Tanggal Ujian: 25 Juli 2016

(12)
(13)

Penulis memanjatkan puji dan syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Oktober 2013 sampai Februari 2016 ini ialah benalu pada jati, dengan judul “Karakter Biologi Benalu pada Jati di Kebun Benih Klonal (KBK) Padangan, Perum Perhutani”.

Penulis mengucapkan terima kasih dan penghargaan kepada yang terhormat: bapak Prof Dr Ir Sri Wilarso Budi R, MS selaku Ketua komisi pembimbing, bapak Dr Ir Basuki Wasis, MS, bapak Prof Dr Ir Iskandar Z. Siregar, MForSc, ibu Dr Ir Corryanti, MSi, masing-masing sebagai anggota komisi pembimbing, atas kesediaan dan kerelaannya menyediakan waktu konsultasi, memberikan koreksi, saran, sekaligus motivasi sehingga karya tulis ini dapat diselesaikan. Terima kasih dan penghargaan juga disampaikan kepada bapak Dr Ir Supriyanto dan ibu Dr Dra Triadiati, MSi selaku penguji pada ujian prelim lisan, bapak Dr Ir Supriyanto dan Dr Dede J. Sudrajat, SHut, MT selaku penguji luar komisi pada ujian tertutup doktor serta bapak Dr Ir M. Mustoha Iskandar, SH, MDM dan Dr Ir Iwan Hilwan, MS selaku penguji luar komisi pada sidang promosi doktor, yang telah memberikan masukan mendasar dan penting pada keseluruhan isi disertasi ini.

Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada Rektor Universitas Nusa Bangsa (UNB) dan Dekan Fakultas Kehutanan UNB yang telah memberikan rekomendasi dan izin, serta Rektor dan Dekan SPs IPB yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk mengikuti pendidikan program Doktor di Sekolah Pascasarjana IPB. Terima kasih kepada Direktur Jenderal Pendidikan Tinggi, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI atas bantuan BPPS tahun 2011-2014 dan beasiswa perpanjangan tahun 2015, dan hibah Penelitian Disertasi Doktor tahun 2015, serta memperoleh Program PhD Thesis Grantsdari SEAMEO BIOTROP tahun 2015; kepada Ketua Program Studi Silvikultur Tropika SPs IPB beserta staf atas bantuan pengurusan administrasi serta kepada staf Laboratorium Genetika Hutan dan Kehutanan Molekuler Fakultas Kehutanan IPB, Laboratorium Bioteknologi Tumbuhan Pusat Penelitian Sumberdaya Hayati dan Bioteknologi IPB, Herbarium Bogoriense Pusat Penelitian Biologi – LIPI Bogor, Laboratorium Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan Fakultas Pertanian IPB, Laboratorium Tanah dan Tanaman SEAMEO BIOTROP.

Penulis juga menyampaikan penghargaan dan terima kasih kepada Kepala Pusat Penelitian dan Pengembangan Perhutani Cepu beserta staf yang telah mengizinkan dan memfasilitasi pelaksanaan penelitian di KBK Padangan dan Laboratorium Puslitbang Perhutani Cepu; sahabat seperjuangan bapak Dr Faisal Danu Tuheteru, SHut, MSi, ibu Dr Ir Husna MP, ibu Ir Fadliah Salim, MSc, bapak Muhammad Yunan Hakim, SHut, MSi (Alm.), atas dukungan, kerjasama dan kebersamaannya; juga kepada teman sejawat/dosen di Universitas Nusa Bangsa; Asep Mulyadiana, SHut, MSi; Arina Nur Faidah, SHut; Jefry Manurung, SHut, MSi; Laswi Irmayanti, SHut, MSi; bapak Totok Supartono, SHut, MSi, dan rekan-rekan mahasiswa S2 dan S3 lainnya di Program studi Silvikultur Tropika serta pihak lainnya yang tidak dapat disebut nama satu persatu.

(14)

lelah berdoa. Tak lupa penulis ucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya untuk keluarga besar H. Moh. Amiroedin dan keluarga besar Prof. drh. Soeharto Djoyosudarmo, atas dukungan dan doanya.

Terakhir penulis mengucapkan terima kasih kepada isteri tercinta, Ir Nami Lestari dan anak putri tersayang, Aini Hanin Putri, atas dukungan secara utuh, kesabaran, motivasi dan doanya dalam penyelesaian program S3 ini.

Semuga karya ilmiah ini bermanfaat untuk perkembangan ilmu Silvikultur Tropika.

(15)

DAFTAR TABEL xix

DAFTAR GAMBAR xxi

DAFTAR LAMPIRAN xxii

1 PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Perumusan Masalah 3

Tujuan Penelitian 3

Hipotesis penelitian 4

Manfaat Penelitian 4

Ruang Lingkup Penelitian 5

2 IDENTIFIKASI JENIS BENALU, ANALISIS DNA BARCODE DAN KERAGAMAN GENETIK (RAPD) BENALU YANG MENGINFEKSI

TEGAKAN JATI 7

2.1 IDENTIFIKASI JENIS BENALU PADA JATI 7

Pendahuluan 7

Bahan dan Metode 8

Hasil dan Pembahasan 13

Hasil 13

Pembahasan 19

Simpulan 22

2.2 ANALISIS DNA BARCODE DAN KERAGAMAN GENETIK

(RAPD) BENALU YANG MENGINFEKSI TEGAKAN JATI 22

Pendahuluan 22

Bahan dan Metode 23

Hasil dan Pembahasan 28

Hasil 28

Pembahasan 38

Simpulan 42

3 INTENSITAS SERANGAN BENALU PADA JATI 43

Pendahuluan 43

Bahan dan Metode 44

Hasil dan Pembahasan 50

Hasil 50

Pembahasan 65

Simpulan 83

Saran 84

4 UJI PERKECAMBAHAN BIJI BENALU PADA JATI BERKAITAN

DENGAN SIFAT PARASITISME 85

Pendahuluan 85

Bahan dan Metode 86

Hasil dan Pembahasan 89

Hasil 89

Pembahasan 93

(16)

PADA JATI 100

Pendahuluan 100

Bahan dan Metode 100

Hasil dan Pembahasan 103

Hasil 103

Pembahasan 104

Simpulan 112

6 PEMBAHASAN UMUM 113

7 SIMPULAN DAN SARAN 119

Simpulan 119

Saran 119

DAFTAR PUSTAKA 121

LAMPIRAN 134

(17)

2.1 Perbedaan karakter morfologi daun, bunga, buah ketiga jenis

benalu pada jati 14

2.2 Korelasi antara panjang lamina (PL) dengan peubah lain untuk morfologi daun kelompok D. pentandra dan M. tetragonus 17 2.3 Proporsi dari total ragam yang dijelaskan oleh peubah sintesis

pertama dan kedua dari analisis multivariat (CDA, MCA, PCA) pada pengelompokan D. pentandra dan M. tetragonus

(Loranthaceae) 18

2.4 Korelasi antara peubah dimensi daun dengan sintetis 1 (analisis global) D. pentandra dan M. tetragonus (Loranthaceae) 18 2.5 Hasil uji beda nyata 13 peubah morfologi daun D. pentandra

dan M. tetragonus 19

2.6 Urutan nukleotida primer yang digunakan untuk amplifikasi

DNA 25

2.7 Komponen yang digunakan dalam proses PCR 25 2.8 Nama primer yang diseleksi dan susunan basa dalam proses

PCR-RAPD untuk Loranthaceae (D. pentandra) 27

2.9 Komposisi bahan dalam proses PCR-RAPD 27

2.10 Tahapan PCR dengan marka RAPD 27

2.11 Panjang sekuen basa (bp) pada kedua penanda genetik 29 2.12 Persentase GC content (%) pada penanda matK dan rbcL 29 2.13Nilai rata-rata jarak intraspesifik dan interspesifik dihitung

menggunakan model K2P 30

2.14 Hasil identifikasi tumbuhan benalu jati menggunakan DNA

barcode 33

2.15 Akurasi identifikasi dua marka menggunakan analisis BLAST 33 2.16Sekuen primer dan jumlah pita polimorfik yang dihasilkan

dengan penanda RAPD 36

2.17 Keragaman genetik dalam tipe benalu di KBK Padangan

berdasarkan analisis RAPD 37

2.18 Jarak genetik antar tipe (bagian tajuk) tumbuh benalu di KBK

Padangan 37

2.19 Keragaman genetik benalu dibandingkan dengan jenis lain yang dianalisis dengan penanda RAPD dan penanda lainnya 41 3.1 Rincian skala TMR dimodifikasi pada tegakan jati (studi ini) 49 3.2 Persentase ketepatan klasifikasi PCP (prevalensi) dengan PCP

(TMR) pada benalu jati di KBK Padangan 52

3.3 Rataan jumlah benalu hidup pada setiap PUP-PUP di KBK

Padangan 53

3.4 Rekapitulasi hasil uji beda intensitas serangan (TMR) dengan

dimensi tegakan, rataan±SD 54

3.5 Sebaran kelas diameter pohon dengan jumlah benalu, IS, TMR,

TMI 55

3.6 Sebaran kelas LCR dengan jumlah benalu, IS, TMR, TMI 55 3.7 Sebaran kelas diameter tajuk dengan jumlah benalu, IS, TMR,

(18)

benalu hidup pada sebaran kelas diameter yang berbeda 56 3.9 Keberadaan jumlah pohon yang ditumbuhi beragam jumlah

benalu pada sebaran kelas LCR yang berbeda 57 3.10 Keberadaan jumlah pohon yang ditumbuhi beragam jumlah

benalu pada sebaran kelas diameter tajuk yang berbeda 57 3.11 Inventarisasi jati yang terserang berdasar jumlah benalu setiap

pohon 58

3.12 Interaksi 14 pola parasit benalu pada jati di KBK Padangan 59 3.13 Jenis dan jumlah benalu dari pola parasit yang ditemui dalam

PUP-PUP di KBK Padangan 60

3.14 Sifat fisik tanah pada setiap PUP-PUP dalam PCP 61

3.15 Sifat kimia tanah pada setiap PUP-PUP 63

3.16 Rekapitulasi hasil ANOVA parameter sifat tanah (sifat fisik dan kimia tanah) antar PCP (intensitas serangan) yang berbeda

nyata 64

3.17 Rangkuman hasil uji-t berpasangan yang menunjukan beda nyata antara konsentrasi hara makro daun benalu dengan jati pada tingkat serangan rendah, sedang, tinggi (PCP) 67 3.18 Perbandingan efektivitas metode penaksiran intensitas serangan

benalu pada jati 68

3.19 Rangkuman hasil studi intensitas serangan benalu pada jati 70 3.20 Intake (pemasukan) hara mineral pada keseluruhan musim,

kedalam ranting baru, daun dan biji benalu Loranthus europaeus dan inang pohon oak Quercus petraea. Data dinyatakan per unit luas daun parasit dan inang atau sebagai rasio tingkat uptake (pengambilan) oleh kedua jenis (Glatzel 1983) 82 4.1 Rekapitulasi nilai parameter perkecambahan (rataan ±SD) biji

benalu pada jati 89

4.2 Hasil pengamatan tahapan proses perkecambahan awal biji M.

tetragonus di germinator 92

4.3 Tahapan proses perkecambahan biji D. pentandra dengan cara

tempelan di semai jati 94

4.4 Tahapan proses perkecambahan biji M. tetragonus dengan cara

tempelan di semai jati 95

5.1 Peubah pengamatan perilaku burung sebagai vektor penyebaran

benalu 102

5.2 Kelimpahan relatif (Pi) dan penyebaran jenis burung sebagai

vektor penyebaran benalu 106

5.3 Penilaian burung sebagai vektor penularan benalu jati di KBK

Padangan pada tingkat serangan RINGAN 107

5.4 Penilaian burung sebagai vektor penularan benalu jati di KBK

Padangan pada tingkat serangan SEDANG 108

5.5 Penilaian burung sebagai vektor penularan benalu jati di KBK

Padangan pada tingkat serangan BERAT 109

(19)

1.1 Diagram alir penelitian “Karakter biologi benalu pada jati di Kebun Benih Klonal (KBK) Padangan, Perum Perhutani” 6 2.1 Desain peletakan PCP, dan PUP-PUP dalam PCP mengacu

EFForTS/CRC990 yang dimodifikasi untuk studi ini 9 2.2 Desain peletakan sub PUP dalam Petak Ukur Pengamatan (PUP) 10 2.3 Bentuk ujung daun (a) dan pangkal daun (b) (Ellis et al. 2009) 13 2.4 Visualisasi ketiga jenis benalu pada jati (foto penelitian) 16 2.5 Scatter plot (a, c) dan histogram (b, d, e) hasil analisis

multivariat PCA, MCA, CDA 20

2.6 Diagram alir prosedur penelitian analisis RAPD benalu 28 2.7 Sebaran intra dan interspesifik kimura-2-parameter (K2P)

pada lokus matK; a. Loranthaceae, b. Santalaceae 31 2.8 Sebaran intra dan interspesifik kimura-2-parameter (K2P)

pada lokus rbcL; a. Loranthaceae, b. Santalaceae. 32 2.9 Pohon filogeni lokus matK pada famili (a) Loranthaceae, (b)

Santalaceae berdasar metoda Neighbor-Joining (NJ) tree (Tamura et al. 2013). GB: GenBank dan OG: Outgroup. 35 2.10 Pohon filogeni lokus rbcL pada famili (a) Loranthaceae, (b)

Santalaceae berdasar metoda Neighbor-Joining (NJ) tree (Tamura et al. 2013). GB: GenBank dan OG: Outgroup 35 2.11 Hasil amplifikasi PCR menggunakan 5 primer, yaitu a) OPBH

16, b) OPBH 20, c) OPP 9, d) OPP 15, e) OPP 19 36 2.12 UPGMA Dendrogram jarak genetik (Nei 1972) berdasarkan

marka RAPD benalu di KBK Padangan 38

3.1 Teknik pengamatan benalu pada area tajuk berdasarkan sistem True mistletoe rating (TMR) yang dimodifikasi untuk daun lebar (jati) (Pretzsch 1992; Montano-Centellas 2013,

dimodifikasi untuk studi ini) 46

3.2 Diagram alir penaksiran TMR dimodifikasi (8–kelas rating)

(studi ini) 48

3.3 Sebaran nilai TMR modifikasi pada beberapa intensitas

serangan benalu pada tegakan jati 52

3.4 Bulk density tanah di PCP-PCP (a), air tersedia (b) dan porositas

(c) 61

3.5 Besaran sifat kimia tanah di PCP-PCP, (a) karbon, (b) nitrogen, (c) P tersedia, (d) K tersedia, (e) pH (H2O), (f) Ca, (g) Mg, (h)

KTK 62

3.6 Besaran konsentrasi hara daun di PCP-PCP; C-organik, N total, P total, K total, Ca total, Mg total, Na total, S total; pengambilan sampel daun pada bulan Mei, Juni, Juli 2011 66 3.7 Hubungan rasio K, Ca, K/Ca, K/Na antara daun benalu (b)

terhadap daun inang jati (j) pada tapak jati dengan intensitas

serangan benalu berbeda 68

4.1 Nilai persentase perkecambahan benih benalu pada jati dari awal

(20)

media pasir, (a) tumbuh tunas hijau pada ujung biji, (b) tunas tumbuh membesar, (c) ujung tunas hitam (mati) 91 4.3 Tahapan perkembangan perkecambahan biji D. pentandra pada

media kertas merang, (a) tumbuh tunas hijau pada ujung biji, (b) tunas tumbuh membesar, (c) ujung tunas tumbuh membesar dan membulat, (d) ujung tunas mulai mengering, (e) ujung tunas mati dan biji sebagian besar berwarna hitam. 91 4.4 (a) Penampang melintang haustorium a. jaringan yang terkena

parasit, b. haustorium (Little dan Jones 1996; (b) Perkecambahan biji dari parasit akar Striga sp dengan haustorium primer dan sekunder yang penetrasi akar inang (analogi) (Lack dan Evans 2002, tidak tercantum skala gambar). 93 5.1 Metode pengamatan perilaku burung pada PUP-PUP di dalam

PCP (Bibby et al. 2000) 101

5.2 Histogram jenis dan jumlah burung sebagai kandidat vektor penyebar benalu jati pada tingkat serangan ringan (a), sedang (b),

berat (c) di KBK Padangan 105

DAFTAR LAMPIRAN

1. Hasil identifikasi/determinasi tumbuhan benalu yang menginfeksi

jati di KBK Padangan 134

2. Hasil identifikasi/determinasi tumbuhan benalu yang menginfeksi

pohon selain jati di KBK Padangan 135

3. Peta lokasi sampel PCP di KBK Padangan 137

4. Keterangan kode sampel, koordinat GPS, ketinggian (dpl) sampel DNA barcode benalu jati di KBK Padangan 138 5. Penaksiran intensitas serangan benalu pada tegakan jati di KBK

Padangan 139

6. Temuan benalu di bagian pohon dalam daerah tajuk jati di KBK

Padangan 141

7. Temuan benalu di bagian tajuk jati di KBK Padangan 142 8. Pola infeksi benalu pada setiap PUP di KBK Padangan 143 9. Peta sebaran jenis benalu pada jati di KBK Padangan 144 10.Ragam klon (jati) terhadap infeksi benalu di KBK Padangan 145 11.INSTRUKSI KERJA “Kunci identifikasi morfologi daun untuk

jenis benalu yang mempunyai kemiripan karakter daun” 146 12.INSTRUKSI KERJA “Metode TMR dimodifikasi (8-kelas rating)

untuk penaksiran intensitas dan kondisi serangan benalu pada

jati” 149

13.Keterangan referensi pendukung untuk penilaian perilaku burung

(21)
(22)

Latar Belakang

Benalu atau mistletoe merupakan tumbuhan makroparasit yang mempunyai waktu regenerasi lama dan menyebabkan infeksi bertahan dengan reinfeksi berlanjut pada inang (Anderson dan May 1979). Dalam pemanfaatan relung ekologi, benalu bersifat hemiparasit atau facultative parasite yang mempunyai kandungan chlorofil daun yang cukup untuk melakukan fotosintesis, walaupun dalam mencukupi nutrisi, benalu mengambil air dan hara mineral dari inangnya (host), sehingga proses fisiologi inang terganggu dan pertumbuhannya tertekan (Atsatt 1983). Menurut Sembodo (2010) berdasar habitat atau tempat hidup, benalu termasuk gulma menumpang pada tumbuhan lain (aerial weeds) yang bersifat hemiparasit dengan menempel pada batang (cabang, dahan, ranting, batang). Walaupun benalu berperan sebagai hemiparasit yang merugikan namun tumbuhan gulma ini juga mempunyai peran menguntungkan antara lain sebagai sumber senyawa obat-obatan (Pitojo 1996). Adapun Maarel (2005) menyatakan benalu termasuk spesies kunci dalam ekosistem khususnya hutan yang terlibat dalam rantai makanan bersama-sama burung penyebar biji benalu sehingga benalu menempati niche dalam relung ekologinya, dan menurut Watson (2001) berkontribusi secara langsung dan tidak langsung terhadap keanekaragaman hayati khususnya dalam ekosistem hutan. Menurut Aukema dan del Rio (2002), proses pertumbuhan dan perkembangan benalu diawali ketika biji benalu disebar oleh vektor utama burung pada inang, biji berkecambah dan membentuk suatu haustorium yang masuk ke dalam xylem tanaman inang (xylem tapping) untuk menyerap air, mineral dan dalam keadaan tertentu berupa gula dan asam amino.

Intensitas serangan benalu diperkirakan semakin lama semakin meningkat diantaranya oleh perubahan faktor lingkungan dengan fenomena perubahan iklim pada peningkatan suhu udara yang berakibat peningkatan kekeringan dan cahaya, penurunan kelembapan dan perubahan hara yang terkandung dalam tanah dan pohon yang menjadi inang benalu. Hal ini memicu/stimulan peningkatan proses dan jumlah perkecambahan biji benalu dan pertumbuhannya (establishment) yang telah menempel pada cabang/ranting yang sebelumnya dibawa oleh vektor penyebar benih utama (burung) (Barbu 2010).

Akibat serangan benalu pada tanaman antara lain menurunnya daya asimilasi daun, menurunnya kemampuan pertumbuhan, sebaliknya pertumbuhan yang berlebihan misalnya dengan terbentuknya gall-gall, pembengkakan dan kadang-kadang timbul gejala sapu setan (witches brooms), menurunnya kualitas kayu, tidak tahan terhadap gangguan hama dan penyakit yang lain, dan akhirnya mati pucuk atau kematian yang lebih cepat akibat gangguan nutrisi (Altona 1929 dalam Suharti dan Prawira 1975). Menurut Mohanan (2007), dampak ekonomi dari serangan benalu termasuk penurunan vigor pohon dan riap pertumbuhan, buah dan benih berkurang, pengeringan cabang-cabang, penurunan kualitas log termasuk sifat kekuatan kayu dan terakhir kematian pohon.

(23)

pada tahun 2013 ditemukan 48 pohon jati mati yang tersebar pada beberapa tahun tanam akibat infeksi benalu, dan adanya kematian beberapa klon-klon jati ini mengurangi nilai sumberdaya genetik. Walaupun belum dievaluasi oleh Puslitbang Perhutani tentang kerugian ekonomis akibat gangguan benalu pada jati tetapi diprakirakan dapat menurunkan produksi buah dan benih jati di bawah batas produksi buah rata-rata per pohon ialah 500 butir atau 0.5 kg, dan produksi buah tahunan di KBK Padangan ±8 ton/tahun. Hal ini karena produktivitas bunga dan buah jati ditentukan oleh faktor lingkungan seperti kesuburan tapak, fluktuasi angin, hewan penyerbuk, ancaman kesehatan tanaman termasuk gangguan benalu serta praktik tata kelola (Corryanti dan Triswahyudi 2015).

Corryanti et al. (2012a) juga melaporkan bahwa luas serangan benalu pada tegakan jati baik kelas umur muda dan tua khususnya di Divisi Regional Jawa Tengah, mencapai 44 663 ha dengan jumlah 3 981 789 pohon. Salah satu kasus dilaporkan di Kesatuan Pemangkuan Hutan (KPH) Randublatung Jawa Tengah, pada tahun 2011–2013 yang menginventarisir luasan petak-petak yang terserang benalu seluas 730 ha atau 2.4% dari luasan Kelas Perusahaan (KP) jati seluas 30 416.67 ha (KPH Randublatung 2013). Walaupun saat ini di KPH Randublatung dan areal KPH lainnya khususnya di Divisi Regional Jawa Tengah dan Jawa Timur, ditemukan persentase luasan petak jati yang diserang benalu relatif kecil, tetapi lambat laun pengaruh serangan benalu ini meningkat yang dapat menurunkan pertumbuhan (riap) dan vigor pohon jati, lebih lanjut dapat mematikan pohon, juga dapat menurunkan kualitas dan kuantitas kayu jati yang merupakan produk utama (kayu) dari Perum Perhutani.

(24)

Kebun Benih Klonal (KBK) berfungsi sebagai sumber benih jati esensial yang berkualitas secara genetik dan pertumbuhan. Adanya gangguan benalu pada jati di KBK diperkirakan menyebabkan penurunan kualitas dan kuantitas benih, yang akan mengurangi proporsi suplai benih untuk penanaman jati di areal Perum Perhutani.

Untuk menekan tingkat serangan dan sebaran benalu pada tegakan jati saat ini dibutuhkan dengan segera tindakan pengendalian yang tepat, efektif dan efisien dari penetapan pilihan/alternatif dengan pendekatan pengendalian mencakup mekanik/fisik, teknik silvikultur, biokontrol, dan kimia. Untuk memperoleh keluaran/program pengendalian benalu ini, pada tahap awal sangat diperlukan muatan penelitian dasar yang mendalam dan komprehensif. Hal ini sejalan juga dengan pendapat Azpeitia dan Lara (2006), bahwa data biologi benalu seharusnya digunakan untuk mengembangkan program pengelolaan dan pengendalian terkini, ditambah informasi penting pada fenologi, breeding system, skedul nektar dan fauna pengunjung bunga. Pada saat ini ketersedian data penelitian dasar terutama karakter biologi benalu sebagai hemiparasit di Indonesia khususnya pada tanaman kehutanan masih sangat jarang. Kontribusi data/informasi hasil penelitian dasar ini nantinya digunakan sebagai pedoman/acuan untuk penelitian lanjutan/terapan mengenai teknik pengendalian benalu.

Mengingat luasnya pembahasan topik penelitian dasar karakter biologi benalu, maka topik diarahkan dengan pembatasan/penekanan yang bersifat mendesak dan prioritas sebagai dasar arahan pengendalian benalu pada jati, antara lain: Bagaimana metode standar penaksiran intensitas serangan benalu pada tegakan jati? Apa jenis benalu yang ditemui pada tegakan jati dan bagaimana keragaman genetik jenis benalu tertentu yang banyak ditemui dalam populasi benalu di KBK Padangan? Apa ada keterkaitan kuat antara karakter benalu menyangkut intensitas serangan dengan kondisi fisik dan kesuburan tapak dan perilaku burung sebagai vektor penyebaran benalu? Bagaimana tingkat perkecambahan biji benalu pada jati berkaitan dengan sifat parasitisme?

Untuk menjawab permasalahan tersebut di atas maka dilakukan penelitian dasar yang mencakup beberapa karakter biologi benalu pada jati, dengan pembatasan topik penelitian pada identifikasi jenis dan analisis DNA barcode serta keragaman genetik benalu pada jati (RAPD), karakterisasi serangan benalu pada jati, dan sebagian aspek reproduksi benalu mencakup uji (perkecambahan) dan pengamatan perilaku burung sebagai vektor penularan. Secara ringkas alur pikir penelitian dikemukakan pada Gambar 1.1.

Tujuan Penelitian

(25)

barcode dan analisis keragaman genetik (RAPD) dari jenis benalu pada jati yang dominan.

2. Menaksir intensitas serangan dengan metode TMR (True mistletoe rating) yang dimodifikasi, pola serangan dan sebaran benalu, pola parasit benalu, dan kajian awal status hara makro tapak jati yang diinfeksi benalu.

3. Menguji perkecambahan biji benalu pada jati berkaitan dengan sifat parasitisme.

4. Menganalisis perilaku burung sebagai vektor benalu yang menginfeksi tegakan jati.

Hipotesis penelitian Hipotesis yang diuji dalam penelitian ialah:

1. Hasil identifikasi jenis benalu pada jati berdasarkan karakter morfologi sama dengan hasil identifikasi secara molekuler (DNA barcode).

2. Pola sebaran serangan benalu pada tegakan jati terjadi secara non random (mengelompok).

3. Pola perkecambahan berbeda dari dua jenis benalu yang berlainan yang menginfeksi jati.

4. Jenis burung tertentu sebagai vektor utama penyebaran biji benalu. Manfaat Penelitian

Manfaat penelitian ini ialah keluaran/hasil penelitian dasar yang mendalam mengenai identifikasi dan konfirmasi/autentik jenis, pola parasit, pola serangan dan sebaran benalu, status kesuburan tapak jati yang diinfeksi benalu; pengembangan metode TMR yang dimodifikasi, pola perkecambahan berkaitan dengan sifat parasitisme dan perilaku burung sebagai vektor penyebaran yang dapat digunakan sebagai acuan dan mendukung penelitian lanjutan (terapan) khususnya teknik efektif dan efisien pengendalian benalu pada jati.

Kebaharuan Penelitian

(26)

barcode, dan kontribusi output proses DNA barcode untuk diajukan/diusulkan ke data GenBank (NCBI) atau BOLD system, khususnya untuk jenis benalu pada jati yang belum pernah dilaporkan oleh peneliti sebelumnya. Juga kriteria advance dan scholar digunakan pada aspek penelitian pengembangan metode TMR yang dimodifikasi, perbedaan pola perkecambahan jenis benalu pada jati yang berkaitan dengan sifat parasitisme, dan perilaku burung sebagai vektor penyebaran benalu.

Dengan demikian berdasarkan ketiga persyaraan kriteria tersebut maka kebaharuan/novelties dalam penelitian ini ialah:

1) Kombinasi identifikasi jenis dengan karakter morfologi dan ketepatan konfirmasi/autentik jenis dengan DNA barcode, serta kontribusi data DNA barcode jenis benalu pada jati di pangkalan data GenBanK (NCBI) atau BOLD system.

2) Kajian pengembangan metode standar penaksiran intensitas serangan benalu pada tegakan jati menggunakan nilai True mistletoe rating (TMR) yang dimodifikasi.

3) Pola perkecambahan yang berbeda jenis benalu pada jati berkaitan dengan sifat parasitisme.

4) Penelaahan burung sebagai vektor penyebaran benalu pada jati.

Ruang Lingkup Penelitian

(27)

Gambar 1.1 Diagram alir penelitian “Karakter biologi benalu pada jati di Kebun Benih Klonal (KBK) Padangan, Perum Perhutani” Tegakan

KBK sehat dan produktif

SUSTAINABLE FOREST MANAGEMENT (SFM)

Kebun Benih Klonal (KBK)

Tegakan KBK tidak sehat

Produksi benih (kuantitatif dan kualitatif) menurun akibat gangguan benalu (makroparasit)

Konfirmasi jenis dengan DNA barcode dan keragaman genetik (RAPD)

Perlu penelitian dasar (karakter biologi benalu pada jati)

Identifikasi jenis, pola parasit, pola serangan dan sebaran benalu, ragam klon terhadap infeksi benalu, status hara tapak tegakan jati yang diinfeksi benalu

Penaksiran serangan dengan metode TMR yang dimodifikasi

Pola perkecambahan benalu

Burung sebagai vektor penyebaran benalu

Instruksi kerja (IK): - Penaksiran seragam

dengan TMR yang dimodifikasi - Kunci identifikasi

morfologi untuk jenis benalu yang

mempunyai kemiripan karakter daun

Data penelitian dasar

(28)

2

IDENTIFIKASI JENIS BENALU, ANALISIS DNA

BARCODE DAN KERAGAMAN GENETIK (RAPD)

BENALU YANG MENGINFEKSI TEGAKAN JATI

2.1 IDENTIFIKASI JENIS BENALU PADA JATI Pendahuluan

Tumbuhan parasit di Indonesia dikenal sebagai benalu, sedangkan di luar wilayah Indonesia meliputi daerah tropis lainnya dan sub tropis dikenal dengan istilah mistletoe (English) berasal dari kata mistel; vogellijm, maretakken (Nederland). Menurut Maarel (2005), bahwa jenis tumbuhan parasit yang dikenal sebagai gulma tergolong dalam famili Cuscutaceae (Cuscuta), Loranthaceae (Loranthus, Viscum, mistletoes), Viscaceae (dwarf mistletoes), Lauraceae (Cassytha), Orobanchaceae (Orobanche, broomrapes) dan Scrophulariaceae (Striga). Menurut Kuijt (1969), di seluruh dunia, ribuan parasit benalu merupakan jenis tanaman vascular. Benalu dapat menginfeksi berbagai jenis pohon (Hadi 2001), juga lazim ditemui pada tegakan jati (Martawijaya et al. 1981), tajuk tanaman jati konvensional maupun cepat tumbuh dilaporkan ada yang diinfeksi oleh benalu yang bersifat hemiparasit (Loranthus spp) (Pandit dan Wibowo 2011). Sampai saat ini studi mengenai gangguan benalu terhadap tanaman jati masih sangat terbatas. Hadi (2001) menyatakan pada awalnya gangguan benalu pada pertanaman jati sudah cukup meluas tetapi tidak terlihat jelas menekan pertumbuhan jati. Sunaryo (2010a), melaporkan benalu yang tumbuh pada tegakan jati di Kebun Raya (KR) Purwodadi (Jawa Timur) dari jenis Dendrophthoe pentandra (L.) Miq, Viscum articulatum Burm. F (bersifat hiperparasit) atau bersifat parasit pada D. pentandra, Macrosolen tetragonus, Scurrula atropurpurea, Viscum ovalifolium; di KR Bali terdapat empat jenis ialah D. pentandra (L.) Miq, Helixanthera cylindrica, S. atropurpurea, S. parasitica; di KR Cibodas terdapat lima jenis ialah D. pentandra (L.) Miq, Leopeostegeros gemmiflorus, M. cochinchinensis, S. oortiana, V. articulatum Burm. F. Dalam hal ini D. pentandra merupakan jenis benalu yang paling banyak diidentifikasi di ketiga kebun raya tersebut. Perum Perhutani (2009) melaporkan bahwa terjadinya serangan benalu yang intensif terhadap ratusan ribu pohon jati di KPH Kebonharjo yang menyebabkan penurunan pertumbuhan (riap), teridentifikasi awal jenis Scurrula parasitica, tetapi ketepatan jenis benalu ini perlu verifikasi/identifikasi jenis lebih lanjut. Banyak pohon jati yang berumur produktif di lapangan terpaksa ditebang karena serangan benalu yang parah dan menunjukkan pertumbuhan pohon yang semakin melambat. Juga D. falcata merupakan masalah utama pada penanaman jati di hampir semua negara khususnya India, Bangladesh, Indonesia dan Trinidad (FAO 2009; Ghosh et al. 1984).

(29)

jumlah jati total 51 621 (14.83%). Dinyatakan bahwa ancaman benalu pada tanaman jati hampir terjadi di semua petak di KBK dengan tingkat serangan beragam pada individu pohon dengan kategori tingkat serangan sebesar 75%, 50%, <50%. Serangan benalu pada jati ini berdampak pada produktivitas pohon termasuk produksi benih. Tetapi sampai saat ini jenis benalu yang menginfeksi jati di KBK Padangan belum diketahui jenisnya secara taksonomi.

Tujuan penelitian ini ialah untuk mengidentifikasi jenis benalu yang menginfeksi tegakan jati di KBK Padangan.

Bahan dan Metode Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di petak/blok tegakan jati KBK Padangan yang ditetapkan sebagai Petak Contoh Pengamatan (PCP) dan Petak Ukur Pengamatan (PUP) sebanyak 4 buah yang dibangun tersebar dalam unit PCP masing-masing pada penaksiran awal tingkat serangan ringan, sedang, berat dan kontrol. Waktu penelitian dari bulan Mei 2014 sampai Oktober 2014. Identifikasi lebih lanjut jenis benalu dilakukan di Herbarium Bogoriense Pusat Penelitian Biologi–LIPI Bogor.

Bahan dan Alat

Bahan yang digunakan meliputi petak/blok tegakan jati, Peta Kerja KBK Padangan skala 1:18 000, Peta Serangan benalu dalam wilayah KBK skala 1: 18 000, Peta Jenis Tanah dalam wilayah KBK skala 1:15 000, seng dan paku untuk label pohon contoh, cat kuning, alkohol 70 % dan kapas, kertas koran dan plastik ukuran 40 cm x 60 cm untuk herbarium, label kertas, lembar pengamatan.

Alat yang digunakan meliputi: kompas, GPS Garmin Oregon 550, altimeter, rol meter 30 dan 50 m, thermometer, hygrometer, parang dan golok, gergaji tangan, palu, gunting, kamera digital, kamera teleskop, teropong binokuler, tangga pembantu, alat tulis menulis.

Prosedur Penelitian Penelitian pendahuluan

(30)

Pelaksanaan Penelitian Pembuatan PCP dan PUP

Petak Contoh Pengamatan (PCP) merupakan satuan tegakan dan lahan homogen yang dirancang atas dasar beberapa faktor yang dianggap mampu menyeragamkan kondisi tapak pengamatan secara keseluruhan. Faktor-faktor tersebut menyangkut jenis tegakan jati yang diinfeksi benalu pada intensitas serangan (kelas 0/kontrol, kelas 1/ringan, kelas 2/sedang, kelas 3/berat) dan kondisi lingkungan tapak yang seragam (tipe iklim, jenis tanah). Bila tidak dapat diperoleh PCP-PCP dalam areal kompak seperti pada Gambar 2.1, maka dapat ditentukan PCP terpisah dengan tetap memperhatikan atau memenuhi faktor/kriteria PCP yang ditentukan.

Dalam PCP dibuat PUP bentuk bujursangkar berukuran 50 m x 50 m. Pemilihan PUP-PUP sebanyak empat PUP sebagai ulangan dalam unit PCP, mengacu daftar PUP-PUP sesuai memenuhi kriteria yang ditentukan secara acak dan terletak dalam wilayah KBK Padangan. Desain pembuatan PCP dan PUP ini mengacu pada pedoman EFForTS/CRC990 (Drescher et al. 2016) yang dimodifikasi untuk studi ini pada ukuran PUP menurut pedoman tersebut (5 m x 5 m) menjadi (10 m x 10 m) disesuaikan jarak tanam di KBK dan tidak ada perlakuan terhadap PUP.

Gambar 2.1 Desain peletakan PCP, dan PUP-PUP dalam PCP mengacu EFForTS/CRC990 yang dimodifikasi untuk studi ini

Keterangan:

PUP Ukuran 50 m x 50 m

PCP(0) = intensitas serangan benalu kelas 0 (kontrol), PCP(1) = intensitas serangan benalu kelas 1 (rendah), PCP(2) = intensitas serangan benalu kelas 2 (sedang), PCP(3) = intensitas serangan benalu kelas 3 (berat)

PCP(0) PCP(1) PCP(2) PCP(3)

Kontrol Rendah Sedang Berat

1 1 1

2 2 2

3 3 3

4

(31)

Berdasarkan hasil orientasi lapangan pada Agustus dan Desember 2013, Januari 2014, di KBK Padangan, KBK Randublatung, KBK Cepu dan KPH Randublatung, bahwa sebagian besar benalu menginfeksi tegakan jati baik jati konvensional (benih) maupun cepat tumbuh (Jati plus perhutani/JPP) baik dari benih dan setek pada kisaran umur cukup lebar (±4–30 tahun), sehingga dianggap tidak diperlukan pengelompokan PCP-PCP dengan kriteria umur dan asal perbanyakan jati.

Tahap pengambilan contoh berikutnya ialah dalam setiap PUP, dibuat sub PUP–sub PUP berukuran 10 m x 10 m, sebanyak 5 (lima) buah yang diseleksi secara random, seperti diperlihatkan pada Gambar 2.2. Pengacakan sub PUP–sub PUP dilakukan dengan terlebih dahulu membuat daftar sub PUP-sub PUP yang ditemui pohon-pohon jati yang diinfeksi benalu, dilanjutkan proses pengacakan untuk memperoleh sub PUP–sub PUP yang ditetapkan sebagai sub sampel PUP.

Gambar 2.2 Desain peletakan sub PUP dalam Petak Ukur Pengamatan (PUP)

Keterangan:

Sub PUP ukuran 10 m x 10 m

Sub PUP diperlukan untuk pengambilan sampel daun untuk DNA barcode, keragaman genetik, dan uji hara (bab berikutnya).

Pengamatan dan Pengukuran Parameter di PUP-PUP 1. Identifikasi jenis benalu

Identifikasi jenis benalu dilakukan dalam PUP berukuran 50 m x 50 m, juga identifikasi jenis tumbuhan/pohon lain selain inang jati yang ditemui tumbuh benalu yang terletak di luar PUP. Pengambilan contoh spesimen tumbuhan benalu yang menginfeksi pohon jati dilakukan dengan metode jelajah (Sunaryo et al. 2006a), di setiap PUP dan luar PUP yang tercakup dalam wilayah PCP. Setiap jenis tumbuhan benalu yang ditemui pada jati diamati ciri-ciri morfologinya dan dicocokkan dengan referensi standar buku indentifikasi benalu antara lain Flora Malesiana Series I – Seed Plants Volume 13 – 1997 Loranthaceae dan Viscaceae, dan Flora of Java Volume 2 – 1965. Untuk identifikasi jenis lebih detail maka

(32)

diambil contoh herbariumnya, diberi nomor koleksi, dan dicatat ciri-ciri morfologinya meliputi bunga (kuncup, mekar), buah (muda, tua) juga warna, bau dan rasa; batang, tajuk, tanda khusus lainnya. Sampel daun dan bunga diawetkan dalam larutan alkohol 70%. Spesimen herbarium ini dikoleksi untuk diidentifikasi di Herbarium Bogoriense, Pusat Penelitian Biologi-LIPI, Bogor.

Pertelaan jenis benalu pada jati berdasar acuan (Backer dan van den Brink 1965; Barlow 1967; Uji dan Samiran 2005; Uji 2007) sebagai berikut: 1) Loranthaceae: Hemiparasit, melekat pada tumbuhan inang dengan haustoria yang banyak atau merupakan komplek haustoria primer tunggal. Daun kebanyakan berhadapan dan kadang-kadang berseling, tunggal. Perbungaan pada umumnya aksiler jarang sekali terminal, dikasium atau bunga tunggal, biasanya mengelompok membentuk tandan atau payung. Bunga diklamid, biseksual. Kelopak bunga merupakan bibir menyelaput di ujung bakal buah. Mahkota bunga koripetalus atau gamopetalus, 4–6 merus, mengatup. Benang sari sama banyaknya dengan daun mahkota dan terletak saling berhadapan, epipetalus. Bakal buah tenggelam, tangkai putik dan kepala putik tunggal. Buah menyerupai beri. Biji satu dikelilingi lapisan lekat di luar berkas pengangkutan; 2) Santalaceae: Hemiparasit, melekat pada tumbuhan inang dengan haustorium primer tunggal. Batang berbuku-buku dan menggalah. Daun atau rudimen daun berhadapan dan tunggal. Perbungaan aksiler atau terminal, tunggal dan kadang-kadang tersusun dalam tandan atau bulir atau mengelompok padat. Bunga monoklamid, uniseksual. Tenda bunga 2–4 merus dan saling mengatup. Benang sari sama jumlahnya dan saling berhadapan dengan tenda bunga, epipetalus. Bakal buah tenggelam, 1 lokuler, kepala putik tunggal dan menyerupai puting susu. Buah menyerupai beri. Biji satu dikelilingi lapisan lekat di dalam berkas pengangkutan. Dendrophthoe pentandra (L.) Miq., sinonim Loranthus pentandrus L. (Lemmens dan Bunyapraphatsara 2003): Perdu, hemiparasit, agak tegar, bercabang banyak, tinggi 0.5–1.5 m. Daun tersebar atau sedikit berhadapan, menjorong, panjang 6–13 cm dan lebar 1.5–8.0 cm, pangkal menirus – membaji, ujung tumpul –runcing, panjang tangkai daun 5–20 mm. Perbungaan tandan dengan 6–12 bunga, panjang sumbu perbungaan 10–35 mm. Bunga dengan 1 braktea di pangkal, biseksual, diklamid, kelopak mereduksi, mahkota bunga terdiri atas 5 cuping, di bagian bawah saling berpautan, agak menggelendut, panjang 13– 26 mm, menyempit membentuk leher, bagian ujung menggada, mula-mula hijau kemudian hijau kekuningan sampai kuning orange atau merah orange, panjang tabung 6–12 mm dan menggenta, benang sari 5, panjang kepala sari 2–5 mm dan tumpul serta melekat pada bagian pangkal (basifik), putik dengan kepala putik membintul. Buah bulat telur, panjang mencapai 10 mm dengan lebar 6 mm, bila masak kuning jingga. Berbiji 1, biji ditutupi lapisan lengket.

(33)

Viscum articulatum Burm. F.: Tumbuhan perdu hemiparasit ramping, menggantung, bercabang banyak. Batang beruas-ruas, pipih, persegi empat atau bertepi rangkap. Daun rudimenter dan menyerupai braktea kecil. Perbungaan aksiler, pada awalnya mengandung bunga betina tunggal dan di bawahnya muncul beberapa bunga jantan. Bunga jantan mempunyai perhiasan bunga terdiri atas 4 cuping, setiap cuping perhiasan bunga berbentuk segitiga pendek, panjang 0.25 mm. Bunga betina dengan cuping perhiasan bunga panjangnya sampai 0.5 mm, cuping lebih pendek daripada tabung dan agak tebal. Buah bulat, duduk, halus, putih mengkilap dan bergaris tengah 3 mm. Berbiji satu dan ditutupi oleh lapisan yang lengket.

2. Pengumpulan sampel daun untuk pengukuran morfologi daun

Identifikasi morfologi daun lanjutan dilakukan terhadap jenis D. pentandra dan M. tetragonus dari famili Loranthaceae yang mempunyai kemiripan morfologi daun. Sampel daun dipilih yang telah berkembang sempurna (dewasa) dan sehat. Untuk D. pentandra terdapat 60 unit sampel (ranting) @3–6 daun dan M. tetragonus terdapat 37 unit sampel. Metode identifikasi morfologi daun merujuk pada Kremer et al. (2002) yang dimodifikasi dengan metode Gembong (2001), Wu et al. (2007), Ellis et al. (2009), dan Kadir et al. (2012), dengan maksud untuk menyederhanakan prosedur kerja identifikasi. Ada 13 peubah yang diukur dan diamati untuk setiap sampel daun ialah: (Gambar 2.3)

- Peubah yang diukur pada karakter dimensi: panjang lamina (PL), panjang tangkai daun (PT), lebar daun terlebar (LD), panjang lebar daun terlebar ke pangkal daun (LP), sudut antara tulang daun primer dan sekunder (SD) merupakan sudut antar ibu tulang daun dengan tulang cabang daun sebelah kanan atau kiri.

- Peubah yang dihitung: jumlah tulang daun sekunder (JTS) yang terlihat jelas pada permukaan daun, kecuali jumlah daun (JD) tidak dijadikan peubah mengingat perhitungan jumlah daun benalu tidak konsisten karena sebagian ada yang mudah rontok.

- Peubah yang diamati: bentuk ujung daun (AS) dan bentuk pangkal daun (BS/base shape). Bentuk ujung dan pangkal daun, dengan penilaian (skor 1–8). - Peubah yang dikalkulasi: (Wu et al. 2007)

(34)

Gambar 2.3 Bentuk ujung daun (a) dan pangkal daun (b) (Ellis et al. 2009)

Analisis Data

Data hasil identifikasi jenis benalu dan data lainnya (jumlah inang jati menurut jenis benalu yang berbeda) dianalisis secara deskriptif yang dikemukakan dalam bentuk tabel dan gambar. Analisis keragaman morfologi daun benalu menggunakan tiga analisis multivariat yang berbeda ialah Canonical Discriminant Analysis (CDA), Principal Component Analysis (PCA) dan Multiple Correspondence Analysis (MCA) (Kremer et al. 2002) menggunakan program SPSS 16.0 (SPSS Inc.) untuk menganalisis data 13 peubah morfologi daun benalu. Juga penguatan dengan uji beda nyata untuk menyimpulkan beda nyata 13 peubah morfologi daun menggunakan program Minitab 15 (Minitab Inc 2007).

Hasil dan Pembahasan Hasil

Identifikasi Jenis Benalu pada Jati

Menurut hasil diskripsi di lapangan dan identifikasi/determinasi tumbuhan melalui herbarium oleh Herbarium Bogoriensi Pusat Penelitian Biologi LIPI (Lampiran 1), telah teridentifikasi ada 3 (tiga) jenis benalu yang menginfeksi tegakan jati di KBK Padangan ialah Dendrophthoe pentandra (L.) Miq. dan Macrosolen tetragonus (Blume) Miq., keduanya termasuk famili Loranthaceae; dan Viscum articulatum Burm.f. termasuk famili Santalacea. Famili Loranthaceae dan Santalacea termasuk dalam ordo Santalales, kelas Magnoliopsida, phylum Magnoliophyta. Famili Loranthaceae dan Santalaceae dapat dibedakan atas dasar perbedaan pokok morfologi bunga dan buahnya. Loranthaceae mempunyai bunga biseksual, perhiasan bunga diklamid, buahnya dilapisi oleh lapisan lekat yang terletak di luar ikatan pembuluh; sebaliknya Santalaceae mempunyai bunga uniseksual, perhiasan bunga monoklamid, buahnya dilapisi oleh lapisan lekat yang terletak di dalam ikatan pembuluh.

a

(35)

Hasil identifikasi jenis berdasar pengamatan dan pengukuran yang ditunjang dengan referensi standar dikemukakan pada Tabel 2.1. Adapun visualisasi tiga jenis benalu pada jati dikemukakan pada Gambar 2.4a, 2.4b, 2.4c.

Karakter dan Ragam Morfologi Daun

Korelasi antara panjang daun (PL) dan semua peubah lain yang dianalisis koefisien korelasi atas seluruh data morfologi daun D. pentantra dan M. tetragonus, dikemukakan pada Tabel 2.2.

Tabel 2.1 Perbedaan karakter morfologi daun, bunga, buah ketiga jenis benalu pada jati

Karakter morfologi Loranthaceae Santalaceae

Dendrophthoe

- susunan daun daun berseling dan sedikit berhadapan silang

daun berhadapan daun rudimenter dan menyerupai braktea

bulat (1.76±0.09) agak bulat (1.68±0.08)

2. Perbungaana - tandan dengan 6-12

(36)

Karakter morfologi Loranthaceae Santalaceae

a Lemmens dan Bunyapraphatsara 2003, Backer dan van den Brink 1965, Barlow 1967

- tidak tersedia data

a) Visualisasi Dendrophthoe pentandra (L.) Miq.

(a), (b) Daun dan bakal bunga, (c) bakal bunga dan bunga, (d) buah

(37)

b) Visualisasi Macrosolen tetragonus (Blume) Miq.

(a), (b) daun, (c) bakal bunga dan daun, (d) bakal bunga dan bunga, (e) bunga mekar dan buah

c) Visualisasi Viscum articulatum Burn.f.

(a), (b) daun, (c) bunga belum mekar, (d) buah muda, (e) buah masak Gambar 2.4 Visualisasi ketiga jenis benalu pada jati (foto penelitian)

10 cm

1 cm 10 cm

1 cm

1 cm

1 cm

1 cm 1 cm

(a) (b) (c)

(d) (e)

(a) (b)

(c)

(38)

Tabel 2.2 Korelasi antara panjang lamina (PL) dengan peubah lain untuk morfologi daun kelompok D. pentandra dan M. tetragonus

No Peubah dimensi daun

Koefisien korelasi

Peluang Interpretasi Urutan besarnya pengaruh

(39)

Tabel 2.3 Proporsi dari total ragam yang dijelaskan oleh peubah sintesis pertama dan kedua dari analisis multivariat (CDA, MCA, PCA) pada pengelompokan D. pentandra dan M. tetragonus (Loranthaceae)

Peubah sintesis Analisis multivariat

CDA PCA MCA

Peubah sintesis 1 100% 37.40% 41.32%

Peubah sintesis 2 0% 29.00% 33.44%

Total 100% 66.40% 74.76%

Hasil ketiga analisis multivariat yang digunakan (PCA, MCA, CDA) juga menunjukkan korelasi antara setiap peubah dimensi daun dengan peubah sintesis 1 (analisis global) berdasarkan ciri dari 13 peubah yang diamati, dikemukakan pada Tabel 2.4.

Tabel 2.4 Korelasi antara peubah dimensi daun dengan sintetis 1 (analisis global) D. pentandra dan M. tetragonus (Loranthaceae)

No Peubah dimensi daun CDA PCA MCA

1 Panjang daun (PL) 0.030 0.990* 0.143

2 Panjang tangkai (PT) -0.947* 0.140* 0.037

3 Lebar daun (LD) -0.167* 0.774* 0.606*

4 Panjang LD terlebar (LP) 0.072 0.932* 0.846*

5 Sudut antara tulang daun primer dan sekunder (SD)

-0.050 0.063 0.005

6 Jumlah tulang daun sekunder (JTS) -0.713* 0.444* 0.466*

7 Bentuk ujung daun (AS) 0.005 -0.353* -0.424*

8 Bentuk pangkal daun (BS) 0.327* 0.058 0.026

9 Luas daun (LS) -0.069 0.912* 0.736*

10 Keliling daun (KL) -0.036 0.968* 0.856*

11 Aspect ratio (AR) 0.307* 0.314* 0.415*

12 Form factor (FF) -0.306* -0.317* -0.424*

13 Perimeter ratio of diameter (PR) 0.307* 0.314* 0.415* *beda nyata pada α=1% (p<0.01)

(40)

yang dinamakan kelompok tidak stabil diduga merupakan kelompok peralihan antara dua jenis benalu tersebut.

Karakteristik Peubah Daun D. pentandra dan M. tetragonus

Penguatan hasil uji beda nyata untuk setiap peubah morfologi daun D. pentandra dan M. tetragonus (Tabel 2.5) menunjukkan beberapa peubah yang berbeda sangat nyata (nilai-p <0.01)) ialah PT (panjang tangkai), JTS (jumlah tulang daun sekunder), BS (bentuk pangkal daun), AR (aspect ratio), FF (form factor), PR (perimeter ratio of diameter), sedangkan peubah yang berbeda nyata (nilai-p <0.05) ialah LD (lebar daun).

Tabel 2.5 Hasil uji beda nyata 13 peubah morfologi daun D. pentandra dan M. tetragonus

No Peubaha D. pentandra M. tetragonus

Nilai-p Rataan±SD Kisaran CV(%) Rataan Kisaran CV(%)

1 (PL) (cm) 8.42±1.65 2.40-16.20 19.60 8.56±1.36 2.90-16.60 15.89 0.648

2 (PT) (cm) 1.37±0.29 0.30-2.80 21.17 0.28±0.26 0.10-2.30 92.86 0.000*

3 (LD) (cm) 4.15±0.87 1.40-9.40 20.96 3.77±0.73 0.90-7.50 19.36 0.026*

4 (LP) (cm) 3.98±0.72 1.10-8.90 18.09 4.12±0.72 1.10-7.30 17.48 0.331

5 (SD) (o) 44.1±3.25 25.00-55.00 7.37 43.7±3.14 27.00-56.00 7.19 0.561

6 (JTS) 8.98±0.86 5.00-13.00 9.58 12.03±1.44 6.00-17.00 11.97 0.000*

7 (AS) 2.51±0.43 1.00-8.00 17.13 2.51±0.42 1.00-8.00 16.73 0.916

8 (BS) 2.54±0.32 2.00-4.00 12.60 2.84±0.28 1.00-4.00 9.86 0.000*

9 (LS)(cm2) 58.90±22.90 5.28-227.27 38.88 54.70±17.40 4.38-177.22 31.81 0.344

10 (KL) 19.70±3.71 5.97-39.25 18.83 19.30±3.12 6.28-36.74 16.17 0.616

11 (AR) 2.06±0.29 1.08-3.72 14.08 2.32±0.31 1.10-4.32 13.36 0.000*

12 (FF) 1.76±0.09 1.33-2.00 5.11 1.68±0.08 1.22-2.00 4.76 0.000*

13 (PR) 4.81±0.47 3.27-7.42 9.77 5.22±0.48 3.30-8.35 9.20 0.000*

* nyata pada taraf α=5%

a PL = panjang lamina, PT = panjang tangkai, LD = lebar daun, LP = panjang LD terlebar, SD =

sudut antara tulang daun primer dan sekunder, JTS = jumlah tulang daun sekunder, AS = bentuk ujung daun, BS = bentuk pangkal daun, LS = luas daun, KL = keliling daun, AR = aspect ratio, FF = form factor, PR = perimeter ratio of diameter

Pembahasan Jenis Benalu yang Menginfeksi Jati

Di KBK Padangan, telah diidentifikasi ada tiga jenis benalu pada pohon jati ialah Dendrophthoe pentandra (L.) Miq. dan Macrosolen tetragonus (Blume) Miq. termasuk famili Loranthaceae, dan Viscum articulatum Burm.f. (Santalacea).

Perbandingan dengan hasil studi lainnya sebagai berikut:

a. Suharti dan Prawira (1975) melaporkan jenis benalu yang menginfeksi jati di Jawa ialah termasuk suku Loranthaceae, marga Loranthus dan jenis Loranthus spp terdiri atas Loranthus pentandrus L., L. praelongus Bl., L. atropurpureus Bl, dan V. articulatum Burm.f.

(41)

pentandra (L.) Miq menginfeksi jati inang dan V. articulatum Burm. F (bersifat hiperparasit) pada D. pentandra. Laporan yang sama (Sunaryo 1994) bahwa di Taman Wisata Alam (TWA) Bengkulu, V. articulatum parasit juga pada D. pentandra.

c. Anggari (2012) melaporkan di KPH Madiun pada hutan jati kelas umur II dan III ditemui dua jenis benalu ialah D. pentandra (L.) Miq dan D. falcata.

d. Hasanbahri et al. (2014) melaporkan pada tegakan jati di RPH Kramdegan, BKPH Begal, KPH Ngawi telah diidentifikasi ada dua jenis benalu ialah S. parasitica dan D. pentandra, termasuk famili Loranthaceae, sub-famili Viscoidae.

(42)

Dengan demikian sampai saat ini telah dilaporkan ada lima jenis benalu yang menginfeksi tegakan jati di Jawa ialah D. pentandra (L.) Miq., D. falcata, M. tetragonus (Blume) Miq., S. parasitica, yang termasuk famili Loranthaceae; dan V. articulatum Burm.f. yang termasuk famili Santalacea. Untuk jenis benalu D. falcata dan S. parasitica tidak ditemui di KBK Padangan. Khusus jenis D. pentandra juga menginfeksi berbagai pohon dan buah-buahan selain tegakan jati di KBK Padangan sehingga dianggap bersifat host generalist.

Perbandingan di kawasan lain, ternyata infeksi benalu pada hutan tanaman jati telah umum ditemui di India, dengan jenis D. falcata var. pubescens (Kallarackal et al. 2003). Selain itu D. falcata (L.f.) Ettingsh dan S. parasitica Linn (Thriveni et al. 2010) juga menginfeksi tegakan jati di Karnataka, India. Dengan demikian D. pentandra dianggap sebagai benalu yang bersifat host generalist seperti halnya D. falcata (Reid et al. 1995; Norton dan Carpenter 1998).

Ditemuinya jenis benalu tertentu pada inang yang sesuai menganut prinsip jenis benalu tertentu mampu tumbuh berhasil menjadi semai (compatibility) dan tumbuhan (establishment) tergantung pada kesesuaian preferensi benalu dan preferensi inang pada habitat (patch, edge) tertentu (Norton et al 1997). Preferensi benalu terkait langsung dengan preferensi burung sebagai vektor penyebaran benalu, biasanya semai benalu ditemui pada cabang/ranting yang pada awalnya menempati bagian tajuk pohon yang banyak ditemui kotoran burung yang mengandung biji benalu. Preferensi inang terkait karakteristik tajuk pohon jati di KBK Padangan yang tersusun dari cabang-cabang dan banyak ranting yang menyediakan tempat bertengger (perching), kerapatan tajuk yang tidak terlalu rapat (sedang), luas dan volume tajuk, dan tinggi pohon. Menurut Norton et al. (2002), jika viabilitas biji benalu baik dan burung telah menyebarkan pada tempat potensial perkecambahan dan tumbuh semai di cabang yang berukuran sesuai, maka pertumbuhan selanjutnya menjadi benalu dewasa dipengaruhi oleh kombinasi beberapa faktor: i) jenis dan karakter genotip inang, ii) vigor inang, iii) kondisi lingkungan seperti pancaran radiasi matahari yang berpengaruh kuat pada suhu microsite.

Morfologi Daun

(43)

membundar (BS=2.84±0.28). Peubah bentuk helai daun pada M. tetragonus (AR=2.32±0.31) berbentuk lebih panjang daripada D. pentandra (AR=2.06±0.29). Peubah FF (form factor) yang menggambarkan seberapa bundar daun semakin mendekati nilai 1 menunjukkan daun semakin bundar (Wu et al. 2007), diketahui pada daun M. tetragonus agak lebih bundar (1.68±0.08) daripada D. pentandra (1.76±0.09). Menurut Backer dan van den Brink (1965), Barlow (1967), Uji (2007), Lemmens dan Bunyapraphatsara (2003), bahwa daun M. tetragonus memiliki bangun daun berbentuk melonjong atau agak bundar sedangkan D. pentandra berbentuk variasi sebagian besar menyempit sampai elips melebar. Peubah PR (perimeter ratio of diameter) pada daun M. tetragonus (PR=5.22±0.48) berbentuk lebih lonjong daripada D. pentandra (PR=4.81±0.47).

Simpulan

Jenis benalu yang menginfeksi tegakan jati di KBK Padangan ialah Dendrophthoe pentandra (L.) Miq. dan Macrosolen tetragonus (Blume) Miq. termasuk famili Loranthaceae, serta Viscum articulatum Burm.f. termasuk famili Santalacea.

2.2 ANALISIS DNA BARCODE DAN KERAGAMAN GENETIK (RAPD) BENALU YANG MENGINFEKSI TEGAKAN JATI

Pendahuluan

Gambar

Gambar 2.1 Desain peletakan PCP, dan PUP-PUP dalam PCP mengacu
Tabel 2.1  Perbedaan karakter morfologi daun, bunga, buah ketiga jenis benalu
Gambar 2.4  Visualisasi ketiga jenis benalu pada jati (foto penelitian)
Tabel 2.2 Korelasi antara panjang lamina (PL) dengan peubah lain untuk morfologi daun kelompok D
+7

Referensi

Dokumen terkait

Kutai Barat Berdasarkan Dokumen Penawaran Saudara yang telah kami evaluasi, maka bersama ini kami mengundang saudara untuk hadir, pada :. Mengingat pentingnya undangan ini,

Berdasarkan temuan masalah diatas, maka akan dibangun sistem pendukung keputusan yang dibutuhkan berdasarkan kategori atau kriteria yang digunakan oleh para manager

Hal ini berarti pada saat panen, tanaman jagung dapat menguasai sarana tumbuh sebesar 55.86% , sedangkan pengaruh perlakuan jarak tanam yang menghasilkan penguasaan

09 Tenaga ahli intern dan ekstern yang membantu pelaksanaan tugas pemeriksaan menurut Standar Pemeriksaan harus memiliki kualifikasi atau sertifikasi yang

Tujuan dari penelitian ini untuk menganalisis (1) gambaran proses pembelajaran di SMK PGRI 1 Mejayan, (2) kesulitan yang dialami siswa dalam memahami

Abstrak: Supervisi klinis sangat dibutuhkan oleh guru untuk meningkatkan kinerja guru yang profesional. Melalui supervisi klinis, kepala sekolah dapat melakukan pembinaan kinerja

The 20th Anniversary Coaltrans Asia is the world’s largest coal industry gathering!. At each event, new business is generated, existing relationships are consolidated and

[r]