• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Faktor- Faktor yang Mempengaruhi Kinerja Auditor Inspektorat Provinsi Sumatera Utara dengan Motivasi Auditor sebagai Variabel Moderating

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Analisis Faktor- Faktor yang Mempengaruhi Kinerja Auditor Inspektorat Provinsi Sumatera Utara dengan Motivasi Auditor sebagai Variabel Moderating"

Copied!
20
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Landasan Teori 2.1.1 Teori Atribusi

Heider (1958) menyatakan bahwa teori atribusi merupakan teori yang

menjelaskan mengenai proses bagaimana kita menentukan penyebab dan motif

tentang perilaku seseorang. Teori ini mengacu tentang bagaimana seseorang

menjelaskan penyebab perilaku orang lain atau dirinya sendiri yang akan

ditentukan apakah dari internal misalnya sifat, karakter, sikap, ataupun eksternal

misalnya tekanan situasi atau keadaan tertentu yang akan memberikan pengaruh

terhadap perilaku individu. Teori atribusi dijelaskan bahwa terdapat perilaku yang

berhubungan dengan sikap dan karakteristik individu, maka dapat dikatakan

bahwa hanya melihat perilakunya akan dapat diketahui sikap atau karakteristik

orang tersebut serta dapat juga memprediksi perilaku seseorang dalam

menghadapi situasi tertentu.

Pada dasarnya karakteristik personal seorang auditor merupakan salah satu

penentu terhadap kualitas hasil audit yang akan dilakukan karena merupakan

suatu faktor internal yang mendorong seseorang untuk melakukan suatu aktivitas.

Disamping itu, etika pemeriksa juga akan mampu memperlemah dan

kemungkinan juga mampu memperkuat pengaruh faktor internal tersebut. Apabila

sikap auditor sesuai dengan etika profesi yang berlaku, maka kualitas hasil audit

yang dilakukan semakin baik. Sedangkan apabila sikap auditor tidak sesuai etika

(2)

bertanggung jawab berakibat menurunkan kepercayaan masyarakat terhadap

auditor pemerintah.

Dengan demikian, teori atribusi menjelaskan bahwa manusia itu rasional

dan didorong untuk mengidentifikasi dan memahami struktur penyebab dari

lingkungan mereka berada. Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan teori

atribusi karena teori ini dapat menjelaskan faktor internal pemeriksa khusunya

karakteristik personal yaitu indepensi, pengalaman kerja dan pengetahuan yang

berpengaruh terhadap kinerja auditor.

2.1.2 Teori Pembelajaran

Pembelajaran adalah setiap perubahan prilaku yang relatif permanen,

terjadi sebagai hasil pengalaman (Robbins, 2004). Perubahan perilaku

menunjukkan bahwa pembelajaran telah terjadi dalam cara tertentu. Pembelajaran

terjadi ketika seorang individu berprilaku, bereaksi, dan merespon sebagai hasil

dari pengalaman dengan satu cara yang berbeda dari caranya berprilaku

sebelumnya. Pengalaman bisa didapat secara langsung melalui pengamatan,

latihan, ataupun bisa didapatkan secara tidak langsung.

Teori pembelajaran (learning theory) juga menguraikan bahwa seseorang

dapat belajar dengan mengamati apa yang terjadi pada individu lain dan hanya

dengan diberi tahu mengenai sesuatu, seperti belajar dari pengalaman langsung.

Teori ini juga mengakui keberadaan pembelajaran melalui pengamatan atau

pelatihan dan pentingnya persepsi dalam pembelajaran. Teori pembelajaran ini

sangat relevan untuk menjelaskan perubahan perilaku etika pemeriksa yang

(3)

berkelanjutan yang dimiliki oleh auditor dalam melaksanakan pemeriksaan

terhadap kinerja auditor yang dihasilkan.

2.1.3 Kinerja Auditor

Marsdiasmo (2009) pengukuran kinerja sektor publik dilakukan untuk

memenuhi tiga maksud. Pertama, pengukuran kinerja sektor publik dimaksudkan

untuk membantu perbaikan kinerja pemerintah yang berfokus kepada tujuan dan

sasaran program unit kerja. Hal ini pada akhirnya dapat meningkatkan efisiensi

dan efektivitas organisasi sektor publik dalam memberikan pelayanan publik.

Kedua, ukuran kinerja sektor publik digunakan untuk pengalokasian sumberdaya

dan pembuatan keputusan. Ketiga, ukuran kinerja sektor publik dimaksudkan

untuk mewujudkan pertanggungjawaban publik dan memperbaiki komunikasi

kelembagaan.

Terselenggaranya pemerintah yang baik dan bersih dilingkungan birokrasi

tentunya tidak terlepas dari komitmen yang bertanggung jawab disemua lapisan

tatanan birokrat, baik dimulai dari lapisan paling bawah maupun di tingkat

pimpinan yang tinggi akan fungsinya sebagai abdi Negara dan abdi masyarakat

mau bersama – sama membangun prilaku yang dapat memberikan kenyamanan dan pelayanan yang baik kepada publik, terselanggaranaya pelayanan publik

kepada masyarakat (publik servat) yang prima, tentunya tidak terlepas dari

tanggungjawab para penyelenggaraan pemerintah yang penuh kesadaran telah

melakukan efisiensi dalam segala bentuk kegiatan, terutama dalam penghemat di

bidang anggaran kerja, sehingga diharapkan akan memberikan manfaat dan

(4)

Lamatenggo (2009) Pengawasan yang dilaksanakan Aparat Pengawas

Intern Pemerintah diharapkan dapat memberikan masukan kepada pimpinan

penyelenggara pemerintahan mengenai hasil, hambatan, dan penyimpangan yang

terjadi atas jalannya pemerintahan dan pembangunan yang menjadi tanggung

jawab para pimpinan penyelenggara pemerintahan yang berdampak pada kinerja

Instansi Pemerintah, sehingga terpenuhinya pencapaian kinerja dari sasaran

pemeriksaan/pengawasan yang sesuai dengan target yang dapat dikategorikan

baik merupakan suatu hal yang diharapkan bersama.

Berdasarkan Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 7 tahun 1999 tentang

Akuntabilitasi Kinerja Instansi Pemerintah, yang mewajibkan kepada setiap

instansi pemerintah sebagai unsur penyelenggara pemerintah negara untuk

mempertanggung-jawabkan pelaksa-naan tugas pokok dan fungsinya serta

kewenangan pengelolaan sumber daya dengan didasarkan suatu perencanaan

strategik yang ditetapkan oleh masing-masing instansi. Pertanggungjawaban yang

dimaksud berupa laporan yang disampaikan kepada atasan masing-masing

lembaga pengawasan dan penilaian akuntabilitas, yang pada akhirnya

disampaikan kepada Presiden selaku kepala pemerintahan.

Lebih lanjut Mulyono (2009) menjelaskan, Kinerja Aparat Pengawas

Intern Pemerintah merupakan kualitas dan kuantitas dari suatu hasil kerja (output)

individu maupun kelompok dalam suatu aktifitas tertentu yang diakibatkan oleh

kemampuan alami atau kemampuan yang diperoleh dari proses belajar serta

keinginan untuk berprestasi lebih baik.

Asosiasi Auditor Intern Pemerintah Indonesia bahwa Komite Standar

(5)

Audit dimaksudkan agar pelaksanaan audit intern berkualitas, sehingga siapapun

auditor yang melaksanakan audit intern diharapkan menghasilkan suatu mutu

hasil audit intern yang sama ketika Auditor tersebut melaksanakan penugasan

sesuai dengan Standar Audit yang bersangkutan. Peran Aparat Pengawasan Intern

Pemerintah (APIP) semakin lama semakin strategis dan bergerak mengikuti

kebutuhan zaman. APIP diharapkan menjadi agen perubahan yang dapat

menciptakan nilai tambah pada produk atau layanan instansi pemerintah. Kinerja

APIP menggunakan Standar Audit Intern Pemerintah Indonesia tanggal 27

Agustus 2013 tentang Standar Audit berfungsi sebagai ukuran mutu minimal bagi

para auditor dan pimpinan APIP dalam:

a. Pelaksanaan tugas dan fungsi yang dapat merepresentasikan praktik-praktik audit intern yang seharusnya, menyediakan kerangka kerja pelaksanaan dan peningkatan kegiatan audit intern yang memiliki nilai tambah, serta menetapkan dasar-dasar pengukuran kinerja audit intern; b. Pelaksanaan koordinasi audit intern oleh pimpinan APIP;

c. Pelaksanaan perencanaan audit intern oleh pimpinan APIP; dan

d. Penilaian efektivitas tindak lanjut hasil audit intern dan konsistensi penyajian laporan hasil audit intern.

Kinerja Auditor yang dimaksud dalam penelitian ini adalah kinerja

berdasarkan kepatuhan dalam menjalankan prosedur pengawasan dan

pemeriksaan sesuai dengan yang telah diatur dalam Standar Audit Intern

Pemerintah Indonesia tanggal 27 Agustus 2013.

2.1.4 Tingkat Pendidikan

Menurut Dwiyogi (2008) Latar Belakang Pendidikan merupakan suatu usaha

sadar untuk membekali individu dengan pengalaman dan keterampilan sehingga

(6)

menyatakan bahwa latar belakang pendidikan pemeriksa sangat berguna dalam proses

pemeriksaan dan pengawasan oleh Aparat Pengawas Intern Pemerintah. Berdasarkan

Peraturan Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia Nomor 01 Tahun 2007

tentang Standar Pemeriksaan Keuangan Negara (SPKN) Pasal 1 Butir 6 menyatakan

bahwa:

“Aparat Pengawas Internal Pemerintah adalah unit organisasi di lingkungan

Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, Kementerian Negara, Lembaga Negara dan

Lembaga Pemerintah Non Departemen yang mempunyai tugas dan fungsi melakukan

pengawasan dalam lingkup kewenangannya”.

Apabila dikaitkan dengan pekerjaan yang dilakukan oleh seorang pengawas

intern, bahwa semua syarat-syarat profesionalisme dituruti. Hal ini ditegaskan oleh

Sawyer (2005) dalam Albar (2009) bahwa seorang auditor harus mempunyai

kualifikasi sebagai berikut :

1. Mempunyai kesanggupan teknis dan pendidikan memadai di bidang auditing.

2. Mempunyai kemampuan di bidang hubungan antar manusia.

3. Jujur, independen, obyektif, tegas, dan bertanggung jawab, berani serta

bijaksana.

Menurut Standar Audit Intern Pemerintah Indonesia tanggal 27 Agustus

2013 poin 2011 tentang latar belakang pendidikan auditor adalah harus

mempunyai tingkat pendidikan formal yang diperlukan, untuk itu diperlukan

pengembangan teknik dan metodologi pemeriksaan melalui pelatihan, serta aturan

tentang pendidikan dan pelatihan yang diperlukan harus dievaluasi secara periodik

guna menyesuaikan dengan situasi dan kondisi yang dihadapi unit yang dilayani

oleh Aparat Pengawas Intern Pemerintah. Agar tercipta kinerja audit yang baik

(7)

auditor yang diperlukan untuk penugasan audit intern sehingga sesuai dengan situasi

dan kondisi audit. Jadi, latar belakang pendidikan mempunyai peran yang sangat

penting dalam proses pemeriksaaan oleh Auditor Inspektorat Provinsi Sumatera

Utara.

2.1.5 Pendidikan Berkelanjutan

Dalam peraturan Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia Nomor

01 Tahun2007 tentang Standar Pemeriksaan Keuangan Negara mengenai

Pernyataan Standar Pemeriksaan: 01 Standar Umum diuraikan mengenai

Persyaratan Pendidikan Berkelanjutan.

06 Pemeriksa yang melaksanakan pemeriksaan menurut Standar Pemeriksaan harus memelihara kompetensinya melalui pendidikan profesional berkelanjutan. Oleh karena itu, setiap pemeriksaan yang melaksanakan pemeriksaan menurut Standar Pemeriksaan, setiap 2 tahun harus menyelesaikan paling tidak 80 jam pendidikan yang secara langsung meningkatkan kecakapan profesional pemeriksa untuk melaksanakan pemeriksaan. Sedikitnya 24 jam dari 80 jam pendidikan tersebut harus dalam hal yang berhubungan langsung dengan pemeriksaan atas pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara di lingkungan pemerintah atau lingkungan yang khusus dan unik dimana entitas yang diperiksa beroperasi. Sedikitnya 20 jam dari 80 jam tersebut harus diselesaikan dalam 1 tahun dari periode 2 tahun.

07 Organisasi pemeriksa bertanggung jawab untuk memastikan bahwa pemeriksa memenuhi persyaratan pendidikan berkelanjutan tersebut dan harus menyelenggarakan dokumentasi tentang pendidikan yang sudah diselesaikan.

08 Pendidikan profesional berkelanjutan dimaksud dapat mencakup topik, seperti: perkembangan muktahir dalam metodologi dan standar pemeriksaan, prinsip akuntansi, penilaian atas pengendalian intern, prinsip manajemen atau supervisi, pemeriksaan atas sistem informasi, sampling pemeriksaan, analisis laporan keuangan, manajemen keuangan, statistik, disain evaluasi, dan analisis data. Pendidikan dimaksud dapat juga mencakup topik tentang pekerjaan pemeriksaan di lapangan, seperti administrasi Negara, struktur dan kebijakan pemerintah, teknik industry, keuangan, ilmu ekonomi, ilmu sosial, dan teknologi informasi.

(8)

harus yakin bahwa tenaga ahli tersebut memenuhi kualifikasi dalam bidang

keahlian mereka dan harus mendokumentasikan keyakinan tersebut.”

Menurut Standar Audit Intern Pemerintah Indonesia tanggal 27 Agustus

2013 poin 2013 tentang sertifikasi jabatan serta pendidikan dan pelatihan

berkelanjutan, adalah pemeriksa harus mempunyai sertifikasi Jabatan Fungsional

Auditor (JFA). Auditor wajib mengikuti pendidikan dan pelatihan sertifikasi

Jabatan Fungsional Auditor (JFA) yang sesuai dengan jenjangnya dan/atau

sertifikasi lain di bidang pengawasan intern pemerintah. Pimpinan APIP wajib

memfasilitasi auditor untuk mengikuti pendidikan dan pelatihan serta ujian

sertifikasi sesuai dengan ketentuan. Dalam pengusulan auditor untuk mengikuti

pendidikan dan pelatihan sesuai dengan jenjangnya, pimpinan APIP mendasarkan

keputusannya pada formasi yang dibutuhkan dan persyaratan administrasi lainnya

seperti kepangkatan dan pengumpulan angka kredit yang dimilikinya.

Peraturan Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia No. 01 Tahun

2007 tentang Standar Pemeriksaan Keuangan Negara menyatakan, Setiap

pemeriksa yang melaksanakan pemeriksaan menurut standar pemeriksaan, setiap

2 (dua) tahun harus menyelesaikan paling tidak 80 (Delapan puluh) jam

pendidikan yang secara langsung meningkatkan kecakapan profesional pemeriksa

untuk melaksanakan pemeriksaan. Sedikitnya 24 (dua puluh empat) jam dari 80

(delapan puluh) jam pendidikan tersebut harus dalam hal yang berhubungan

langsung dengan pemeriksaan atas pengelolaan dan tanggung jawab keuangan

negara di lingkungan pemerintah atau lingkungan yang khusus dan unik dimana

entitas yang diperiksa beroperasi. Sedikitnya 20 (dua puluh) jam dari 80 (delapan

puluh) jam tersebut harus diselesaikan dalam 1 (satu) tahun dari 2 (dua) periode 2

(9)

Pendidikan profesional berkelanjutan yaitu mencakup seperti:

Perkembangan mutakhir dalam metodologi dan standar pemeriksaan, prinsip

akuntansi, penilaian akuntansi, penilaian atas pengendalian intern, prinsip

manajemen atau supervisi, pemeriksaan atas sistem informasi, sampling

pemeriksaan, analisis laporan keuangan, manajemen keuangan, statistik disain

evaluasi, dan analisis data. Pendidikan ini juga mencakup topik tentang pekerjaan

pemeriksaan di lapangan, seperti administrasi negara, struktur dan kebijakan

pemerintah, teknik industri,keuangan,ilmu ekonomi, ilmu sosial, dan teknologi

informasi.

Menurut Mulyono (2009) sertifikasi jabatan, pendidikan dan pelatihan

berkelanjutan yang baik/tinggi akan meningkatkan kinerja Inspektorat, demikian

sebaliknya bila sertifikasi jabatan, pendidikan dan pelatihan berkelanjutan

rendah/buruk maka kinerja Inspektorat akan rendah/buruk. Pengaruh ini

menunjukkan bahwa sertifikasi jabatan, pendidikan dan pelatihan berkelanjutan

mempunyai peranan yang penting dalam meningkatkan kinerja Inspektorat.

2.1.6 Independensi

Auditor yang independen adalah auditor yang tidak memihak atau tidak

dapat diduga memihak, sehingga tidak merugikan pihak manapun. Aren dkk

(2008) menyatakan nilai auditing sangat tergantung pada persepsi publik atas

independensi auditor. Independensi dalam audit berarti mengambil sudut pandang

yang tidak bias. Auditor tidak hanya independen dalam fakta (independence in

fact) tetapi juga independen dalam penampilan (independence in appearance).

Peraturan Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia No. 01 Tahun

(10)

yang berkaitan dengan pekerjaan pemeriksaan, organisasi pemeriksa dan

pemeriksa, harus bebas dalam sikap mental danpenampilan dari gangguan pribadi,

ekstern, dan organisasi yang dapat mempengaruhi independensinya”.

Independen merupakan kebebasan seorang auditor dari ketergantungan

atau pengaruh atau kontrol dari orang lain, organisasi ataupun pemerintah

(INTOSAI). Independen berarti auditor tidak mudah dipengaruhi. Auditor tidak

dibenarkan memihak kepentingan siapapun. Standar Auditing Seksi 220.1 (SPAP,

2011) menyebutkan bahwa independen bagi seorang akuntan publik artinya tidak

mudah dipengaruhi karena ia melaksanakan pekerjaannya untuk kepentingan

umum. Oleh karena itu ia tidak dibenarkan memihak kepada siapapun, sebab

bagaimanapun sempurnanya keahlian teknis yang dimilikinya, ia akan kehilangan

sikap tidak memihak yang justru sangat diperlukan untuk mempertahankan

kebebasan pendapatnya. Independensi berarti sikap mental yang bebas dari

pengaruh, tidak dikendalikan oleh pihak lain, tidak tergantung pada orang lain

(Mulyadi, 2002).

Menurut Standar Audit Intern Pemerintah Indonesia tanggal 27 Agustus

2013 poin 1100 tentang Independensi, adalah Independensi APIP dan kegiatan

audit serta objektivitas auditor diperlukan agar kredibilitas hasil audit meningkat.

Independensi adalah kebebasan dari kondisi yang mengancam kemampuan

aktivitas audit intern untuk melaksanakan tanggung jawab audit intern secara

objektif. Untuk mencapai tingkat independensi yang diperlukan dalam

melaksanakan tanggung jawab aktivitas audit intern secara efektif, pimpinan APIP

memiliki akses langsung dan tak terbatas kepada atasan pimpinan APIP. Ancaman

(11)

audit intern, fungsional, dan organisasi. Tidak mudah menjaga tingkat

independensi agar tetap sesuai dengan jalur yang seharusnya (Alim dkk, 2007)

karena kerjasama dengan klien yang terlalu lama dapat menimbulkan kerawanan

atas independensi yang dimiliki oleh auditor. Belum lagi berbagai fasilitas yang

disediakan klien selama penugasan audit untuk auditor. Bukan tidak mungkin,

auditor menjadi mudah dikendalikan klien karena auditor berada dalam posisi

yang dilematis.

Jika auditor kehilangan independensinya, maka laporan audit yang

dihasilkan tidak sesuai dengan kenyataan yang ada sehingga tidak dapat

digunakan sebagai dasar pengambilan keputusan (Supriyono, 1988). Oleh sebab

itu, independensi diperlukan agar auditor dapat mengemukakan kondisi yang

sebenarnya dari hasil pemeriksaan perusahaan sehingga dapat meningkatkan

kualitas hasil audit.

2.1.7 Pengalaman

Dalam rangka pelaksanaan pengawasan dan pemeriksaan yang baik di

lingkungan pemerintah daerah, Aparat Pengawasan Intern Pemerintah (APIP)

harus memiliki kualitas sumber daya manusia yang didukung pengalaman dan

pengetahuan yang memadai dalam praktik pemeriksaan serta pelatihan teknis

yang cukup tentang tehnik dan etika sebagai aparat pengawas internal pemerintah.

Keahlian aparat pengawas terbentuk karena pengalaman kerja dan pengetahuan

aparat pengawas.

Disamping itu pengalaman kerja juga akan mempengaruhi tingkat

pengetahuan Aparat Pengawasan Intern Pemerintah (APIP). Semakin banyak

(12)

mereka tentang bidang tersebut. Pengaruh pengalaman terhadap pengetahuan

sangatlah penting diperlukan dalam rangka kewajiban aparat pengawas terhadap

tugasnya untuk memenuhi standar umum audit. (Batubara, 2009). Effendi (2011)

mendefinisikan pengalaman kerja adalah tingkat penguasaan pengetahuan serta

keterampilan seseorang dalam pekerjaannya yang dapat diukur dari masa kerja,

dari tingkat pengetahuan serta keterampilan yang dimilikinya.

Batubara (2008) pengalaman akan mempengaruhi tingkat pengetahuan

Aparat Pengawasan Intern Pemerintah. Semakin banyak pengalaman yang Aparat

Pengawasan Intern Pemerintah dapati maka akan semakin tinggi pengetahuan

mereka tentang bidang tersebut. Pengaruh pengalaman terhadap pengetahuan

sangatlah penting diperlukan dalam rangka kewajiban aparat pengawas terhadap

tugasnya untuk memenuhi standar umum audit. Tubbs (1992) dalam Mayangsari

(2000) mengatakan bahwa auditor yang berpengalaman memiliki keunggulan

diantaranya dalam hal: 1) mendeteksi kesalahan, 2) memahami kesalahan secara

akurat, dan 3) mencari penyebab kesalahan, Melalui keunggulan tersebut akan

bermanfaat bagi klien untuk melakukan perbaikan-perbaikan, dengan demikian

akan memberi kepuasan bagi auditan.

Penggunaan pengalaman didasarkan pada asumsi bahwa tugas yang

dilakukan secara berulang-ulang memberikan peluang untuk belajar

melakukannya dengan yang terbaik. Pengalaman kerja seseorang menunjukkan

jenis-jenis pekerjaan yang pernah dilakukan seseorang dan memberikan peluang

yang besar bagi seseorang untuk melakukan pekerjaan yang lebih baik.

(13)

namun sebaliknya, keterbatasan pengalaman mengakibatkan tingkat keterampilan

dan keahlian yang dimiliki semakin rendah.

Pengalaman merupakan cara pembelajaran yang baik bagi auditor internal

untuk menjadikan auditor kaya akan teknik audit. Mulyadi (2009 : 9) menjelaskan

secara umum “pengertian audit adalah suatu proses sistematik untuk memperoleh

dan mengevaluasi bukti secara objektif mengenai pernyataan – pernyataan tentang kegiatan dan kejadian ekonomi, dengan tujuan untuk menetapkan tingkat

kesesuaian antara pernyataan – pernyataan tersebut dengan kriteria yang telah diterapkan, secara penyampaian hasil – hasilnya kepada pemakai yang

berkepentingan”.

2.1.8 Pengetahuan

Pengetahuan adalah segala sesuatu yang diketahui, segala sesuatu yang

diketahui berkenaan dengan hal mata pelajaran (Kamus Besar Bahasa Indonesia,

2002). Pengetahuan diukur dari seberapa tinggi pendidikan seorang auditor karena

dengan demikian auditor akan mempunyai semakin banyak pengetahuan

(pandangan) mengenai bidang yang digelutinya sehingga dapat mengetahui

berbagai masalah secara lebih mendalam, selain itu auditor akan lebih mudah

dalam mengikuti perkembangan yang semakin kompleks (Meinhard, 1987) dalam

(Harhinto, 2004:35).

Pengetahuan auditor tentang audit akan semakin berkembang dengan

bertambahnya pengalaman bekerja. Standar Akuntansi Pemerintahan butir 5.20

menyatakan “Standar auditing yang diterbitkan Ikatan Akuntan Indonesia (IAI) dan Standar Akuntansi Pemerintahan (SAP) mengharuskan: Auditor harus

(14)

merencanakan audit dan menentukan sifat, waktu dan lingkup pengujian yang

akan dilakukan”. Auditor juga harus memenuhi persyaratan keahlian staf dalam

melaksanakan audit yang meliputi:

a. Pengetahuan tentang metode dan teknik yang berlaku dalam audit pemerintahan, serta pendidikan ketrampilan dan pengalaman untuk menerapkan pengetahuan tersebut dalam audit yang dilaksanakan.

b. Pengetahuan tentang organisasi program, kegiatan dan fungsi di bidang pemerintahan.

c. Keterampilan berkomunikasi secara jelas dan efektif, baik secara lisan maupun tulisan.

d. Keterampilan yang memadai untuk pekerjaan audit yang dilaksanakan, yaitu persyaratan keahlian untuk pelaksanaan audit keuangan dengan tujuan untuk menyampaikan opini, adalah akuntan terdaftar yang memiliki keahlian yang memadai tentang standar audit pemerintahan.

Lebih lanjut pula dapat dikatakan bahwa dalam rangka pencapaian

keahlian, seorang auditor harus mempunyai pengetahuan yang tinggi dalam

bidang audit. Pengetahuan ini bisa didapat dari pendidikan formal yang diperluas

dan ditambah melalui pelatihan dan pengalaman dalam praktek audit.

STAN-STAR (2007:58) menyatakan bahwa:

“Persyaratan kualitas baik mengenai kemampuan teknis maupun analisis tidak bisa dikompromikan. Profesi telah menetapkan standar yang tinggi bagi siapapun yang ingin menjadi auditor internal. Tidak ada tawar menawar berkaitan dengan kualitas yang telah distandarkan. Lebih baik memiliki beberapa staf audit yang terbatas, namun kompeten daripada memiliki staf audit yang banyak tetapi kualitas auditor-auditor tersebut di bawah persyaratan teknis dan analisis yang memadai. Oleh karena itu, adalah kewajiban dari pimpinan fungsi pengawasan Inspektorat Daerah untuk menetapkan atribut-atribut pengetahuan, kemampuan teknis dan analisis, serta karakter kualitas pada pemilihan dan pengembangan staf di lingkungan inspektorat daerahnya”.

Di samping persyaratan kemampuan teknis yang harus dimiliki, seorang

auditor juga harus memiliki kemampuan analisis sebagai dasar untuk mengambil

judgment dalam penugasan audit. Tidak seperti kemampuan teknis yang dapat

ditingkatkan terus melalui pendidikan dan pelatihan di bidang audit dan

(15)

auditor berdasarkan pengalaman di lapangan dalam penugasan audit yang

dilakukan. Kualitas dari analisisnya bukan ditentukan dari lamanya menjadi

auditor, melainkan kemampuannya untuk memahami dan mengambil makna dari

permasalahan-permasalahan yang berhasil dicarikan solusi terbaiknya.

Seseorang yang melakukan pekerjaan sesuai dengan pengetahuan yang

dimilikinya akan memberikan hasil yang lebih baik dari pada mereka yang tidak

mempunyai pengetahuan cukup dalam menjalankan tugasnya.

2.1.9 Motivasi Auditor

Motivasi adalah adanya tuntutan atau dorongan terhadap pemenuhan

kebutuhan individu dan tuntutan atau dorongan yang berasal dari lingkungan,

kemudian diimplementasikan dalam bentuk prilaku. Menurut Manahan (2004)

dalam Ensiklopedia Administrasi Motivasi adalah dorongan mental terhadap

perorangan atau orang – orang sebagai anggota kelompok dalam menanggapi suatu peristiwa dalam masyarakat. Jewel dan Marc (1998), motivasi mengacu

kepada jumlah kekuatan yang menghasilkan, mengarahkan dan mempertahankan

usaha dalam perilaku tertentu. Sedangkan Robbins (2004), menyatakan motivasi

adalah kesediaan untuk mengeluarkan tingkat upaya yang tinggi untuk tujuan

organisasi yang dikondisikan oleh kemampuan upaya itu dalam memenuhi

beberapa kebutuhan individual. Kebutuhan adalah suatu keadaan internal yang

menyebabkan hasil tertentu tampak menarik.

Pemberian rangsangan motivasi kepada bawahan dapat

dikelompokkan sebagai berikut (Heidjrahman, 1994) :

a. Motivasi tidak langsung : Merupakan kegiatan manajemen yang secara implisit mengarahkan kepada upaya memenuhi motivasi internal serta kepuasan kebutuhan individu dalam organisasi.

(16)

langsung atau sengaja diarahkan kepada internal motif karyawan dengan jelas memberikan rangsangan yang lebih rendah.

c. Motivasi negatif : Merupakan macam kegiatan yang disertai ancaman dan hukuman terhadap karyawan yang tidak mau atau tidak mampu melaksanakan perintah yang diberikan.

d. Motivasi positif : Merupakan kegiatan dalam mempengaruhi orang lain dengan cara memberikan penambahan kepuasan tertentu misalnya memberikan promosi, memberikan insentif dan kondisi kerja yang lebih baik dan sebagainya.

Gibson et. al (1993 : 94) mengutarakan bahwa motivasi adalah suatu

konsep yang kita gunakan jika kita menguraikan kekuatan – kekuatan yang bekerja terhadap atau di dalam diri individu untuk memulai dan mengarahkan

perilaku. Motivasi juga dapat diartikan sebagai dorongan yang timbul pada diri

seseorang secara sadar atau tidak sadar untuk melakukan suatu tindakan dengan

tujuan tertentu atau usaha yang dapat menyebabkan seseorang atau kelompok

orang tertentu tergerak melakukan sesuatu karena ingin mencapai tujuan yang

dikehendakinya atau mendapat kepuasan dengan perbuatannya. Meskipun bukan

satu – satunya determinan tetapi motivasi dapat dikatakan sebagai determinan yang penting bagi prestasi seorang individu. Komitmen professional akan

mengarahkan pada motivasi kerja secara profesional juga. Seorang profesional

yang secara konsisten dapat bekerja secara profesional dan dari upayanya tersebut

mendapatkan penghargaan yang sesuai, tentunya akan mendapatkan kepuasan

kerja dalam dirinya. Oleh karena itu, motivasi tidak dapat dipisahkan dengan

kepuasan kerja yang seringkali merupakan harapan seseorang (Trisnaningsih :

2004).

2.2 Review Peneliti Terdahulu

Penelitian oleh Slamet, A. (2009) tentang Pengaruh pengalaman dan

(17)

lingkungan Inspektorat Jenderal Departemen Pekerjaan Umum. Hasil dari

penelitian ini menunjukkan variabel pengalaman dan pendidikan secara signifikan

berpengaruh positif terhadap kinerja aparat pengawas fungsional. Pengalaman

merupakan salah satu faktor yang dapat mempengaruhi kinerja aparat inspektorat,

sampai tingkat mana seseorang berhasil pada pekerjaannya, berpartisipasi aktif

dan beranggapan bahwa kinerja merupakan hal yang penting dan berkaitan

dengan harga dirinya, oleh karena itu pengalaman merupakan faktor penting yang

dapat mempengaruhi kinerja.

Penelitian oleh Gede Bandar Wira Putra dan Dodik Ariyanto (2012)

tentang Pengaruh independensi, profesionalisme, struktur audit, dan role stress

terhadap kinerja auditor BPK RI Perwakilan Provinsi Bali. Hasil dari penelitian

ini menunjukkan variabel independensi dan struktur audit secara signifikan

berpengaruh positif terhadap kinerja auditor, variabel konflik peran secara

signifikan berpengaruh negatif terhadap kinerja auditor, sedangkan

profesionalisme dan ketidakjelasan peran tidak terbukti berpengaruh secara

signifikan terhadap kinerja auditor.

Penelitian oleh Komang, Nyoman Trisna, dan Ni Kadek (2015) tentang

Pengaruh indepedensi, komitmen profesi, dan etika profesi terhadap kinerja

auditor eksternal (studi kasus pada BPK RI Perwakilan Provinsi Bali).

Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa variabel-variabel yang

berpengaruh positif dan signifikan pada kinerja auditor Perwakilan BPK Provinsi

Bali adalah variabel indepedensi, komitmen profesi, dan etika profesi. Hal ini

berarti indepedensi yang tepat akan membantu auditor BPK dalam menilai dan

(18)

berpengaruh positif dan signifikan pada kinerja auditor Perwakilan BPK Provinsi

Bali. Komitmen profesi yang tinggi akan membuat auditor BPK dapat dipercaya

dan diandalkan untuk melaksanakan pekerjannya, sehingga dapat berjalan dengan

lancar dan mendatangkan hasil yang diharapkan. Etika profesi terbukti

berpengaruh positif dan signifikan pada kinerja auditor Perwakilan BPK Provinsi

Bali.

Penelitian oleh Zulkifli Albar (2009) tentang Pengaruh Tingkat

Pendidikan, Pendidikan Berkelanjutan, Komitmen Organisasi, Sistem Reward,

Pengalaman dan Motivasi terhadap Kinerja Auditor Inspektorat Sumatera Utara.

Hasil penelitian ini menyimpulkan bahwa tingkat pendidikan, pendidikan

berkelanjutan, komitmen organisasi, sistem reward, pengalaman, dan motivasi

berpengaruh secara simultan dan secara parsial terhadap kinerja auditor. Dan

dengan pengalaman yang cukup dimilikinya akan lebih mampu dan cepat dalam

melakukan langkah-langkah audit untuk mencari setiap hal atau permasalahan

yang ada.

Penelitian oleh Anton Panjaitan dan Bambang Jatmiko (2014) tentang

Pengaruh motivasi, stress, dan rekan kerja terhadap kinerja auditor (studi empiris

pada KAP di DKI Jakarta). Hasil penelitian diketahui bahwa ada dua variabel

yang signifikan pengaruhnya terhadap kinerja auditor yaitu motivasi dan stres

sedangkan rekan kerja pengaruhnya tidak signifikan. Pengaruh stres dalam

meningkatkan kinerja seorang auditor berpengaruh negatif, artinya peningkatan

terhadap kinerja tidak perlu dengan tekanan atau memberikan beban yang

(19)

yang menurun. Sedangkan motivasi dan rekan kerja diketahui memiliki

kecenderungan besar dalam peningkatan kinerja auditor yaitu berpengaruh positif.

Penelitian oleh Nyoman Ari Surya Dharmawan (2014) tentang Pengaruh

tingkat pendidikan dan pengalaman pemeriksa terhadap kualitas hasil

pemeriksaan (studi empiris pada Kantor Inspektorat Kabupaten Klungkung dan

Karangasem). Hasil penelitian diketahui bahwa tingkat pendidikan berpengaruh

signifikan terhadap kualitas hasil pemeriksaan. Hal ini berarti seorang audior yang

memiliki wawasan yang luas, tingkat pendidikan yang tinggi, serta ilmu dan

pelatihan yang dimiliki selama menjadi auditor merupakan dasar yang digunakan

dalam melakukan audit serta menjaga kualitas hasil pemeriksaan dengan baik.

Pengalaman pemeriksaan berpengaruh signifikan terhadap kualitas hasil

pemeriksaan. Hal ini berarti semakin banyak auditor melakukan tugas atau

pekerjaan maka semakin baik bagi auditor untuk meningkatkan kualitas hasil

pemeriksaan.

Tabel 2.1

Review Penelitian Terdahulu

NO Nama

Peneliti

Judul Penelitian Variabel Hasil Penelitian

(20)

3 Komang, stress, dan rekan kerja terhadap kinerja auditor

Gambar

Tabel 2.1 Review Penelitian Terdahulu

Referensi

Dokumen terkait

Guru-guru tercinta SDN 386 Manuncang, SMPN 4 Muara Batang Gadis, MAN 1 Padangsidimpuan, dan seluruh Dosen Fakultas Matematika dan ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sumatera

Kesimpulan dalam penelitian ini dengan menggunakan model pembelajaran Problem Based Learning berbantuan media Puzzle dapat meningkatkan hasil belajar siswa pada ranah

• when server receives file transfer command, server opens 2 nd TCP connection (for file) to client. – non-persistent (after transferring one file, server

- Indsutri gelas dan barang-barang dari gelas - Industri semen, kapur dan barang-barang dari semen - Industri barang-barang bangunan daritanah liat - Industri barang-barang galian

Berdasarkan hasil penelitian tindakan kelas yang dilakukan pada kelas III SD 1 Jepang dapat disimpulkan bahwa penggunaan model RME berbantu media Puzzle dapat meningkatkan

Dalam memberikan pelayanan yang berhubungan langsung dengan konsumen dapat menimbulkan kesan baik bagi pelanggan maka harus diperhatikan hal berikut , kecuali …A. mengkonsumsi

Laporan Capaian Kompetensi atau Rapor adalah kumpulan nilai dan deskripsi penguasaan kompetensi seluruh mata pelajaran masing-masing peserta didik, yang merupakan rekaman

Berdasarkan faktor sejarah dan keinginan untuk mempercepat pembangunan dengan pelayanan yang semakin dekat kepada masyarakat, maka harapan yang terkandung selama