BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Penelitian
Pemerintah daerah diberikan kewenangan untuk mengelola serta mengurus
kepentingan masyarakatnya sendiri yang disebut dengan otonomi daerah.
Kewenangan ini juga menyangkut pengelolaan keuangan yang diatur dalam
Undang nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara dan
Undang-Undang nomor 32 Tahun 2004 tentang Keuangan Daerah. Dengan adanya
otonomi di bidang keuangan, pemerintah daerah dituntut untuk memberikan
pertanggungjawaban terhadap Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD).
Penyelenggaraan good corporate governance sangat penting bagi pemerintah, baik pusat maupun daerah. Terwujudnya harapan masyarakat
terhadap good corporate governance serta penyelenggaraan organisasi sektor publik yang efesien, efektif, transparan, akuntabel, serta bebas dan bersih dari
praktik korupsi, kolusi, dan nepotisme membutuhkan peningkatan peran dari
pengawasan internal.
Menurut Mardiasmo (2005), terdapat 3 aspek utama yang mendukung
terciptanya good corporate governance, yaitu pengawasan, pengendalian, dan pemeriksaan. Pengawasan merupakan kegiatan yang dilakukan oleh pihak di luar
eksekutif, yaitu masyarakat dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) untuk
mengawasi kinerja pemerintahan. Pengendalian (control) adalah mekanisme yang
dilakukan oleh eksekutif untuk menjamin bahwa sistem dan kebijakan manajemen
pemeriksaan (audit) merupakan kegiatan yang dilakukan oleh pihak yang
memiliki independensi dan memiliki kompetensi profesional untuk memeriksa
apakah hasil kinerja pemerintah telah sesuai dengan standar yang ditetapkan.
Untuk mewujudkan good corporate governance, diperlukan adanya
pengawasan oleh Aparat Pengawasan Intern Pemerintah (APIP). Menurut
Peraturan Pemerintah Nomor 60 Tahun 2008 tentang Sistem Pengendalian Intern
Pemerintah bahwa yang termasuk dalam APIP salah satunya adalah Inspektorat
Kabupaten/Kota. Inspektorat merupakan pemeriksa internal pemerintah yang
memiliki tugas pengawasan terhadap pelaksanaan APBD dan kegiatan
non-keuangan pemerintah daerah serta bertanggung jawab kepada gubernur/wali
kota/bupati sehingga ada istilah bahwa Inspektorat menjadi perpanjangan tangan,
mata, dan telinga bupati.
Pemeriksaan yang dilakukan oleh APIP mengacu pada Peraturan Menteri
Negara Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor Per/05/M.Pan/03/2008 tentang
Standar Audit Aparat Pengawasan Intern Pemerintah (APIP) yang tercantum
dalam diktum kedua menegaskan bahwa standar audit APIP wajib dipergunakan
sebagai acuan bagi seluruh APIP untuk melaksanakan audit sesuai dengan mandat
masing-masing dalam rangka peningkatan Kinerja APIP.
Untuk penunjang keberhasilan dalam menjalankan tugas dan fungsinya
dengan baik, APIP harus meningkatkan kinerja. Kinerja adalah hasil kerja secara
kualitas dan kuantitas yang dicapai oleh seorang pegawai dalam melaksanakan
tugasnya sesuai dengan tanggung jawab yang diberikan kepadanya
sedangkan kuantitas berkaitan dengan jumlah kerja yang dihasilkan dalam kurun
waktu tertentu dan ketepatan waktu dalam menyelesaikan pekerjaan.
Untuk meningkatkan kinerja, independensi dalam melakukan pemeriksaan
sangat diperlukan oleh APIP, dimana independensi berarti tidak memihak
siapapun karena APIP melaksanakan pemeriksaan untuk kepentingan umum dan
bukan untuk kepentingan pribadi. Hal ini diperkuat oleh penelitian yang telah
dilakukan oleh Wati, et.al. (2010) yang menyatakan bahwa independensi berpengaruh positif terhadap kinerja auditor pemerintah sehingga semakin
independen seorang auditor dalam melakukan audit, akan semakin mempengaruhi
kinerjanya. Begitu juga dengan penelitian yang dilakukan oleh Gustati (2011),
Yuskar, et.al. (2011), dan Wulandari, et.al. (2011) yang menyatakan bahwa independensi berpengaruh signifikan terhadap kinerja auditor.
Selain independensi, APIP harus memperhatikan keahlian, kecermatan
professional, dan kepatuhan pada kode etik. Keahlian yang dimiliki berupa
pengetahuan, keterampilan, dan kompetensi lainnya. APIP harus menggunakan
keahlian profesionalnya dengan cermat dan seksama (due professional care) dan
secara hati-hati (prudent) dalam penugasan. APIP harus mematuhi kode etik,
dimana kode etik merupakan pedoman perilaku dalam menjalankan profesinya,
dan bagi atasan untuk mengevaluasi APIP. Seorang APIP yang telah memiliki
keahlian, kecermatan professional, dan kepatuhan pada kode etik akan
menghasilkan kinerja yang baik. Hal ini didukung oleh penelitian Gustati (2011)
bahwa variabel keahlian, kecermatan professional, dan kepatuhan pada kode etik
pemerintah. Begitu juga dengan penelitian yang dilakukan oleh Febriansyah, et.al.
(2013), Ariani, et.al. (2015), dan Wulandari, et.al. (2011) yang menyatakan
bahwa kompetensi, dan kecermatan profesional berpengaruh signifikan terhadap
kinerja auditor pemerintah.
Selain itu, keberhasilan kinerja seseorang dalam suatu bidang pekerjaan
sangat ditentukan oleh profesionalisme dalam bidang yang ditekuninya.
Profesionalisme sendiri harus ditunjang dengan komitmen seseorang terhadap
organisasinya. Komitmen merupakan konsistensi dari wujud keterikatan
seseorang terhadap suatu hal. Adanya komitmen dapat mendorong seseorang
untuk bekerja lebih baik. Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh
Gustati (2011), dan Wati, et.al. (2010) bahwa komitmen organisasi berpengaruh
signifikan terhadap kinerja auditor, tetapi bertentangan dengan penelitian oleh
Albar (2009) dan Dalmy (2009) yang memberi kesimpulan bahwa komitmen
organisasi berpengaruh tidak signifikan terhadap kinerja auditor inspektorat.
Gaya kepemimpinan juga dapat mempengaruhi kinerja APIP. Gaya
kepemimpinan merupakan cara seorang pemimpin untuk mempengaruhi orang
lain atau bawahannya sehingga mau melaksanakan kehendak pimpinan untuk
mencapai tujuan organisasi meskipun terkadang cara tersebut tidak disenangi.
Menurut penelitian oleh Wati, et.al. (2010) bahwa gaya kepemimpinan
berpengaruh positif terhadap kinerja auditor pemerintah, tetapi bertentangan
dengan penelitian Marganingsih dan Martani (2010) yang menyatakan bahwa
gaya kepemimpinan berpengaruh positif tidak signifikan terhadap kinerja auditor
indikasi bahwa gaya kepemimpinan seorang pemimpin sangat berpengaruh
terhadap kinerja bawahannya. Selain itu, untuk mendapatkan kinerja yang baik
diperlukan juga adanya pemberian pembelajaran terhadap bawahannya.
Penelitian Gustati (2011) mendefinisikan motivasi adalah dorongan,
kehendak atau keinginan yang dimiliki oleh seseorang untuk mewujudkan
prestasi-prestasi tertentu. Dengan adanya motivasi, seseorang akan mempunyai
semangat juang yang tinggi untuk meraih tujuan dan memenuhi standar yang ada
sehingga hasil penelitiannya mengatakan bahwa motivasi memberikan pengaruh
yang positif dan signifikan terhadap kinerja auditor pemerintah, tetapi
bertentangan dengan penelitian Siregar (2012) yang menyatakan bahwa motivasi
berpengaruh positif tidak signifikan terhadap kinerja auditor.
Pemeriksaan yang dilakukan oleh APIP harus memiliki struktur audit.
Dalam struktur audit, harus ditentukan secara rinci prosedur audit yang diperlukan
untuk mencapai tujuan audit. Hasil penelitian oleh Hanif (2013) menyatakan
bahwa struktur audit berpengaruh secara signifikan terhadap kinerja auditor. Hal
ini menunjukkan bahwa penggunaan struktur audit dapat membantu APIP dalam
melaksanakan tugasnya menjadi lebih baik sehingga dapat meningkatkan kinerja.
Faktor lain yang mempengaruhi kinerja APIP adalah penghargaan
(reward). Penghargaan adalah jumlah pembayaran yang diterima dan tingkat
kesesuaian antara pembayaran tersebut dengan pekerjaan yang dilakukan
(Suwarto, M.S, F.X, 2011). Penghargaan atau reward berupa uang, yaitu
Dalmy (2009) menyatakan bahwa tidak ditemukan pengaruh reward terhadap
hubungan antara SDM, komitmen, motivasi dengan kinerja auditor.
Struktur organisasi Inspektorat Kabupaten Tapanuli Utara terdiri atas
Inspektur, Sekretaris, Inspektur Pembantu Wilayah I, Inspektur Pembantu
Wilayah II, Inspektur Pembantu Wilayah III, Inspektur Pembantu Wilayah IV,
Kasubbag. Administrasi dan Umum, Kasubbag. Perencanaan, Kasubbag. Evaluasi
dan Pelaporan, kelompok jabatan fungsional yaitu auditor, pengawas
penyelenggaraan urusan pemerintah daerah (P2UPD) dan staf.
Berkaitan dengan struktur organisasi, kinerja APIP yang dilaksanakan
belum optimal. Hal ini disebabkan oleh struktur kelompok jabatan fungsional
belum sepenuhnya terisi karena masih adanya pegawai yang belum memiliki
Sertifikat Jabatan Fungsional Auditor (JFA) maupun P2UPD. Masih ada temuan
audit oleh auditor eksternal, yaitu Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). Hal ini
diperkuat dengan opini BPK untuk tahun 2014, yaitu Wajar Tanpa Pengecualian
dengan Paragraf Penjelasan (WTP DPP). Selain itu, kinerja APIP belum optimal
disebabkan oleh masih jarangnya APIP mengikuti pelatihan/diklat tentang ilmu
yang dapat menambah wawasan dalam hal pemeriksaan, bahkan APIP yang
dikirim untuk mengikuti pelatihan/diklat tidak sesuai dengan bidangnya, adanya
mutasi antar satuan kerja menyebabkan APIP baik auditor, Pengawas
Penyelenggaraan Urusan Pemerintah Daerah (P2UPD), staf yang berpengalaman
tergantikan oleh yang tak berpengalaman, fasilitas kurang memadai sehingga
membuat kinerja tidak maksimal misalnya alat-alat untuk melakukan pemeriksaan
APIP harus membagi waktu semaksimal mungkin untuk melakukan pemeriksaan
bahkan sampai dengan membuat laporan hasil pemeriksaan. (Sumber : wawancara
dengan seluruh APIP)
Untuk menunjang kinerja APIP, diperlukan penghargaan atau reward yang
diberikan kepada APIP. Penghargaan atau reward berupa uang, yaitu tambahan
tunjangan daerah. Kondisi sekarang pemberian reward kepada APIP belum
diterapkan dengan baik. Oleh sebab itu, reward dijadikan sebagai variabel moderating untuk mengetahui apakah reward mampu memoderasi hubungan
antara variabel independen dengan variabel dependen.
Berdasarkan latar belakang di atas, peneliti tertarik untuk melakukan
penelitian dengan judul “Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kinerja
Aparat Pengawasan Intern Pemerintah dengan Reward sebagai Variabel
Moderating pada Inspektorat Kabupaten Tapanuli Utara”.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang penelitian tersebut terdapat faktor-faktor yang
diindikasi mempengaruhi kinerja APIP pada Inspektorat Kabupaten Tapanuli
Utara. Adapun yang menjadi rumusan masalah dalam penelitian ini sebagai
berikut.
1. apakah komitmen organisasi, motivasi, kecermatan profesional, kepatuhan
pada kode etik, struktur audit, keahlian, independensi, gaya kepemimpinan
berpengaruh secara serempak dan parsial terhadap Kinerja Aparat Pengawasan
2. apakah reward mampu memoderasi hubungan antara komitmen organisasi, motivasi, kecermatan profesional, kepatuhan pada kode etik, struktur audit,
keahlian, independensi, gaya kepemimpinan dengan Kinerja Aparat
Pengawasan Intern Pemerintah (APIP) pada Inspektorat Kabupaten Tapanuli
Utara?
1.3. Tujuan Penelitian
Sebagaimana telah dinyatakan dalam rumusan masalah di atas, tujuan
penelitian ini sebagai berikut.
1. mengetahui dan menganalisis pengaruh antara komitmen organisasi, motivasi,
kecermatan profesional, kepatuhan pada kode etik, struktur audit, keahlian,
independensi, gaya kepemimpinan secara serempak dan parsial terhadap
kinerja aparat pengawasan intern pemerintah (APIP) pada Inspektorat
Kabupaten Tapanuli Utara;
2. mengetahui dan menganalisis reward mampu memoderasi hubungan antara
komitmen organisasi, motivasi, kecermatan profesional, kepatuhan pada kode
etik, struktur audit, keahlian, independensi, gaya kepemimpinan dengan kinerja
aparat pengawasan intern pemerintah pada Inspektorat Kabupaten Tapanuli
Utara.
1.4 Manfaat Penelitian
1. bagi Inspektorat Kabupaten Tapanuli Utara, diharapkan dapat memberikan
masukan mengevaluasi kinerja APIP;
2. bagi peneliti, diharapkan dapat menambah pemahaman dan kemampuan
intelektual tentang kinerja APIP;
3. bagiakademisi, penelitian ini dapat digunakan untuk pengembangan penelitian
selanjutnya dan memberi masukan tentang kinerja aparat pengawasan intern
pemerintah.
1.5 Originalitas Penelitian
Sesuai dengan kerangka konsep yang dikembangkan, penelitian ini
merupakan pengembangan dari penelitian terdahulu, yaitu Gustati (2011) dengan
judul Hubungan antara Komponen Standar Umum Aparat Pengawasan Intern
Pemerintah (APIP), Motivasi, dan Komitmen Organisasi dengan Kinerja Auditor
BPKP (Studi pada Auditor Perwakilan Badan Pengawasan Keuangan dan
Pembangunan Provinsi Sumatera Barat). Perbedaan penelitian ini dengan
penelitian sebelumnya sebagai berikut.
1. lokasi penelitian sebelumnya pada Badan Pengawasan Keuangan dan
Pembangunan (BPKP) Provinsi Sumatera Barat, sedangkan penelitian ini pada
Inspektorat Kabupaten Tapanuli Utara;
2. peneliti sebelumnya menggunakan variabel independen yaitu komponen
standar umum aparat pengawas intern pemerintah (APIP), motivasi, dan
komitmen organisasi dengan variabel dependennya, yaitu kinerja auditor,
organisasi, motivasi, kecermatan profesional, kepatuhan pada kode etik,
struktur audit, keahlian, independensi, gaya kepemimpinan, dan variabel
dependen, yaitu kinerja APIP.
3. peneliti sebelumnya tidak menggunakan variabel moderating, sedangkan
penelitian ini menggunakan variabel moderating, yaitu reward.
Tabel 1.1 Originalitas Penelitian
Kriteria Penelitian Terdahulu Penelitian Sekarang
Judul Penelitian Hubungan antara
Komponen Standar Umum Aparat Pengawasan Intern
Pemerintah (APIP), Motivasi, dan Komitmen
Organisasi dengan Kinerja Auditor BPKP
Analisis Faktor-Faktor yang mempengaruhi Kinerja Aparat Pengawasan Intern Pemerintah (APIP) dengan Reward sebagai
Variabel Moderating pada
Inspektorat Kabupaten Tapanuli Utara
Objek Penelitian Auditor Perwakilan Badan
Pengawasan Keuangan dan Pembangunan Provinsi Sumatera Barat sebanyak 53 auditor
Inspektorat Kabupaten Tapanuli Utara sebanyak 50 APIP
Tahun Penelitian 2011 2016
Variabel Independen Komponen standar umum
APIP, motivasi, dan komitmen organisasi
Komitmen organisasi, motivasi,
kecermatan profesional, kepatuhan pada kode etik, struktur audit, keahlian,
independensi, gaya kepemimpinan
Variabel Dependen Kinerja auditor BPKP Kinerja APIP