• Tidak ada hasil yang ditemukan

Perlindungan Hukum terhadap Penumpang sebagai Pengguna Jasa Angkutan Umum pada Pengangkutan Darat (Studi pada CV. PAS Transport)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Perlindungan Hukum terhadap Penumpang sebagai Pengguna Jasa Angkutan Umum pada Pengangkutan Darat (Studi pada CV. PAS Transport)"

Copied!
134
0
0

Teks penuh

(1)

DARAT

(STUDI PADA CV. PAS Transport)

SKRIPSI

Diajukan untuk Melengkapi Tugas Akhir dan Memenuhi Syarat-Syarat

Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Hukum

OLEH:

JUWANDA GINTING NIM: 110200270

DEPARTEMEN HUKUM KEPERDATAAN

PROGRAM KEKHUSUSAN HUKUM PERDATA BW

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

(2)

(Studi Pada CV. PAS Transport)

Diajukan untuk Melengkapi Tugas-Tugas dan Memenuhi Syarat untuk Mencapai Gelar Sarjana Hukum

Oleh:

JUWANDA GINTING NIM: 110200270

Disetujui oleh:

Ketua Departemen Hukum Perdata

Dr. Hasim Purba, S.H., M.Hum NIP.196603031985081001

Dosen Pembimbing I Dosen Pembimbing II

Sinta Uli, S.H., M.Hum Aflah, S.H, M.Hum

NIP.195506261986012001 NIP. 197005192002212001

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

(3)

Saya yang bertandatangan dibawah ini: Nama : Juwanda Ginting

NIM : 110200270

Judul Skripsi : Perlindungan Hukum terhadap Penumpang sebagai Pengguna Jasa Angkutan Umum pada Pengangkutan Darat (Studi pada CV. PAS Transport)

Dengan ini menyatakan:

1. Skripsi yang saya tulis adalah benar, tidak merupakan ciplakan dari skripsi atau karya ilmiah orang lain.

2. Apabila terbukti di kemudian hari skripsi tersebut adalah ciplakan dari skripsi atau karya ilmiah orang lain maka segala akibat hukum yang timbul menjadi tanggungjawab saya.

3. Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya tanpa ada paksaan atau tekanan dari pihak manapun.

Medan, Juli 2015

(4)

segala berkat, kasih dan penyertaanNya sehingga dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini.

Skripsi ini merupakan salah satu persyaratan bagi mahasiswa pada umumnya dan khususnya bagi Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara untuk melengkapi tugas akhir dan syarat-syarat guna memperoleh gelar sarjana. Skripsi ini berjudul “Perlindungan Hukum terhadap Penumpang sebagai Pengguna Jasa Angkutan Umum pada Pengangkutan Darat (Studi pada CV. PASTransport)”. Isinya membahas tentang peran CV. PAS Transport sebagai pihak penyedia jasa angkutan umum pada pengangkutan darat, tanggung jawab CV. PAS Transport kepada penumpang dalam hal terjadi kehilangan, kerusakan atau cacat pada barang serta kecelakaan terhadap penumpang, bentuk penyelesaian sengketa yang dapat ditempuh jika terjadi perselisihan antara CV. PAS Transport dengan penumpang.

Dalam kesempatan ini penulis juga secara khusus menyampaikan terima kasih atas segala bantuannya baik moril maupun materil kepada penulis, sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas akhir ini, kepada:

1. Prof. Dr. Runtung Sitepu, S.H, M.Hum selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

2. Prof. Dr. Budiman Ginting, S.H, M.Hum selaku Wakil Dekan I Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

(5)

5. Dr. Hasim Purba, SH. M.Hum selaku Ketua Departemen Hukum Perdata Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara

6. Rabiatul Syahriah, S.H., M.Hum selaku Sekretaris Departemen Hukum Keperdataan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

7. Sinta Uli S.H., M.Hum selaku Ketua Program Kekhususan Hukum Dagang dan Dosen Pembimbing I yang sangat membantu penulis baik dalam meluangkan waktu, tenaga, kesabaran, dan pikiran serta ide sehingga skripsi ini dapat selesai.

8. Aflah, S.H., M.Hum selaku Dosen Pembimbing II yang sangat membantu penulis dalam menyelesaiakan skripsi ini dengan meluangkan waktu, pikiran, ide, dan kesabaran.

9. Edy Murya, S.H selaku Dosen Pembimbing Akademik penulis selama kuliah di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara

10.Seluruh staf pengajar dan pegawai Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara yang telah memberikan banyak ilmu pengetahuan kepada penulis serta turut mendukung segala urusan perkuliahan dan administrasi penulis selama menjalani masa perkuliahan.

(6)

Sihombing dan Keluarga besar Ginting yang tidak dapat Penulis sebutkan satu persatuatas dukungan, doa dan motivasinya.

13.Teman-teman Kelompok Kecil FOG (Favor Of God), Ari Pareme Simanulang, Bruno Saragih, Thresya Nova, Erick MP Kaban, untuk doa, semangat, dan dukungan kalian. PKK Penulis, kak Carina Siahaan, Kak Fitri Manurung, Abang Hotman Aruan. untuk doa, dukungan dan semangatnya. My partner, bestfriend, and love, Erni Armidi Sitorus atas kesabaran, motivasi, waktu, penulisan skripsi. Teman-teman yang membantu penulis dalam bertukar pikiran mengenai penulisan skripsi, Roulinta Sinaga, Yuniarta Medianita, Ricky David dan teman-teman stambuk 2011 lainnya.

14.Perkumpulan Gemar Belajar (GEMBEL), terimakasih atas semua hal yang bisa Penulis dapatkan di perkumpulan ini, senang bisa menjadi bagian dari perkumpulan ini. Juga untuk kak Yusti, kak Melda, kak Ester, kak Riswendang, kak Ristama, bang Dedy Gultom yang telah mengenalkan penulis kepada perkumpulan Gemar Belajar.

(7)

satu persatu.

Atas dukungan mereka, sekali lagi penulis mengucapkan terimakasih, semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi Fakultas hukum secara khusus dan dan dapat menambah pengetahuan pembaca pada umumnya.

Medan, Juli 2015 Penulis

(8)

KATA PENGANTAR ... i

DAFTAR ISI ... v

ABSTRAK ... vii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Perumusan Masalah ... 6

C. Tujuan Penulisan ... 7

D. Manfaat Penulisan ... 7

E. Metode Penelitian ... 8

F. Sistematikan Penulisan ... 12

G. Keaslian Penulisan... 14

BAB II TINJAUAN SECARA UMUM TENTANG PERJANJIAN ... 17

A. Pengertian Perjanjian dan Syarat Sahnya Suatu Perjanjian ... 17

B. Subjek Dan Objek Hukum Dalam Perjanjian ... 37

C. Jenis-Jenis Perjanjian Dan Asas Hukum Perjanjian ... 45

BAB III KEWAJIBAN DAN TANGGUNG JAWAB PARA PIHAK DALAM PENGANGKUTAN ... 61

A. Pengaturan Hukum Lalu Lintas dan Angkutan Jalan dan Asas Hukum Pengangkutan ... 61

B. Pengertian Angkutan Jalan, Sarana dan Prasarana Angkutan ... 69

(9)

PENGANGKUTAN DARAT CV. PAS TRASNPORT ... 103

A. Peran CV. PAS Transport sebagai Pihak Penyedia Jasa ... 103

B. Tanggung Jawab CV. PAS Transport Terhadap Penumpang dalam hal Terjadi Kehilangan, Kerusakan Atau Cacat Pada Barang serta Kecelakaan Penumpang ... 107

C. Bentuk Penyelesaian Sengketa Antara Penyedia Jasa Pengangkutan dan Pengguna Jasa Angkutan umum pada Pengangkutan Darat ... 111

BAB V PENUTUP ... 115

A. Kesimpulan ... 116

B. Saran... 117

DAFTAR PUSTAKA ... 119 LAMPIRAN

A. Wawancara

B. Surat bukti riset dari CV. PAS Transport

(10)

Aflah

Keberadaan kegiatan pengangkutan tidak dapat dipisahkan dari kegiatan atau aktivitas kehidupan sehari-hari, bahkan salah satu barometer penentu kemajuan kehidupan dan peradaban suatu masyarakat adalah kemajuan dan perkembangan kegiatan maupun teknologi yang dipergunakan masyarakat tersebut dalam kegiatan pengangkutan. Penulis membuat skripsi dengan judul ,

“Perlindungan Hukum terhadap Penumpang sebagai Pengguna Jasa

Angkutan Umum pada Pengangkutan Darat (Studi pada CV. PAS

Transport)”.

Permasalahan dalam skripsi ini adalah bagaimana peran CV. PAS Transportsebagai pihak penyedia jasa angkutan umum pada pengangkutan darat, tanggung jawab CV. PAS Transportkepada penumpang dalam hal terjadi kehilangan, kerusakan atau cacat pada barang serta kecelakaan terhadap penumpang berdasarkan UU No. 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, KUH Perdata dan KUHD serta bentuk penyelesaian sengketa yang dapat ditempuh jika terjadi perselisihan antara CV. PAS Transportdengan penumpang.

Metode penelitian hukum dalam penelitian ini adalah metode penelitian Yuridis Normatif yaitu menggunakan kajian terhadap peraturan perundang-undangan dan bahan-bahan hukum lainnya yang berkaitan dengan penulisan skripsi ini, dan metode penelitian Yuridis Empiris yaitu penelitian yang dilakukan untuk memperoleh data primer dengan observasi langsung dilapangan yaitu melalui wawancara kepada responden dari CV. PAS Transport. Skripsi ini bersifat dekripsi analisis.

Dari penelitian yang telah dilakukan, diperoleh hasil bahwa CV. PAS Transport sebagai pihak penyedia jasa angkutan memiliki peran untuk mengangkut barang atau orang dari loket ke tempat tujuan dengan selamat sesuai dengan perjanjian pengangkutan, tanggungjawab pengangkut dimulai sejak penumpang diangkut dan berakhir ketika penumpang telah sampai di tempat tujuan yang telah disepakati seperti tercantum dalam Pasal 192 ayat (3) UU No. 22 Tahun 2009. Tiket yang dimiliki oleh penumpang menjadi jaminan perlindungan hukum yang diberikan oleh CV. PAS Transport. Jika barang millik penumpang hilang, rusak atau cacat dalam proses pengangkutan, maka pihak perusahaan bertanggungjawab atas kehilangan tersebut, namun terbatas pada barang yang terdaftar dari loket CV. PAS Transport atau supir. CV. PAS Transport juga bertanggung jawab secara penuh dalam hal terjadi kecelakaan terhadap penumpang. Apabila terjadi sengketa antara penumpang dan pihak pengangkut, maka terlebih dahulu akandiselesaikan dengan jalan damai secara kekeluargaan antara pihak pengangkut dan pihak penumpang tanpa melibatkan pihak ketiga.

Kata Kunci: Perlindungan Hukum, Penumpang, Jasa Angkutan Umum



Mahasiswa Departeman Hukum Keperdataan Fakultas Hukum USU



Dosen Pembimbing I, Departeman Hukum Keperdataan Fakultas Hukum USU



(11)

Aflah

Keberadaan kegiatan pengangkutan tidak dapat dipisahkan dari kegiatan atau aktivitas kehidupan sehari-hari, bahkan salah satu barometer penentu kemajuan kehidupan dan peradaban suatu masyarakat adalah kemajuan dan perkembangan kegiatan maupun teknologi yang dipergunakan masyarakat tersebut dalam kegiatan pengangkutan. Penulis membuat skripsi dengan judul ,

“Perlindungan Hukum terhadap Penumpang sebagai Pengguna Jasa

Angkutan Umum pada Pengangkutan Darat (Studi pada CV. PAS

Transport)”.

Permasalahan dalam skripsi ini adalah bagaimana peran CV. PAS Transportsebagai pihak penyedia jasa angkutan umum pada pengangkutan darat, tanggung jawab CV. PAS Transportkepada penumpang dalam hal terjadi kehilangan, kerusakan atau cacat pada barang serta kecelakaan terhadap penumpang berdasarkan UU No. 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, KUH Perdata dan KUHD serta bentuk penyelesaian sengketa yang dapat ditempuh jika terjadi perselisihan antara CV. PAS Transportdengan penumpang.

Metode penelitian hukum dalam penelitian ini adalah metode penelitian Yuridis Normatif yaitu menggunakan kajian terhadap peraturan perundang-undangan dan bahan-bahan hukum lainnya yang berkaitan dengan penulisan skripsi ini, dan metode penelitian Yuridis Empiris yaitu penelitian yang dilakukan untuk memperoleh data primer dengan observasi langsung dilapangan yaitu melalui wawancara kepada responden dari CV. PAS Transport. Skripsi ini bersifat dekripsi analisis.

Dari penelitian yang telah dilakukan, diperoleh hasil bahwa CV. PAS Transport sebagai pihak penyedia jasa angkutan memiliki peran untuk mengangkut barang atau orang dari loket ke tempat tujuan dengan selamat sesuai dengan perjanjian pengangkutan, tanggungjawab pengangkut dimulai sejak penumpang diangkut dan berakhir ketika penumpang telah sampai di tempat tujuan yang telah disepakati seperti tercantum dalam Pasal 192 ayat (3) UU No. 22 Tahun 2009. Tiket yang dimiliki oleh penumpang menjadi jaminan perlindungan hukum yang diberikan oleh CV. PAS Transport. Jika barang millik penumpang hilang, rusak atau cacat dalam proses pengangkutan, maka pihak perusahaan bertanggungjawab atas kehilangan tersebut, namun terbatas pada barang yang terdaftar dari loket CV. PAS Transport atau supir. CV. PAS Transport juga bertanggung jawab secara penuh dalam hal terjadi kecelakaan terhadap penumpang. Apabila terjadi sengketa antara penumpang dan pihak pengangkut, maka terlebih dahulu akandiselesaikan dengan jalan damai secara kekeluargaan antara pihak pengangkut dan pihak penumpang tanpa melibatkan pihak ketiga.

Kata Kunci: Perlindungan Hukum, Penumpang, Jasa Angkutan Umum



Mahasiswa Departeman Hukum Keperdataan Fakultas Hukum USU



Dosen Pembimbing I, Departeman Hukum Keperdataan Fakultas Hukum USU



(12)

A. Latar Belakang

Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki sekaligus dua bentuk geografis dari suatu ciri negara, yaitu negara kepulauan dan negara daratan. Negara Indonesia berada diantara dua benua yakni benua Asia dan benua Australia, serta dua samudra, yakni Samudra Atlantik dan Samudra Hindia yang sangat luas1.

Indonesia yang terdiri dari beribu-ribu pulau menganut konsep wawasan nusantara yang mempunyai tujuan bahwa wilayah nusantara beserta udara diatasnya dan laut yang menghubungkan pulau-pulau dengan segenap isinya merupakan kesatuan utuh dan terpadu serta menyeluruh. Negeri ini memiliki hasil bumi, hasil laut, dan hasil tambang yang sangat potensial. Kekayaan daratan dan perairan yang dapat digali atau dihasilkan dikirim ke daerah lain atau dieskpor. Sebagai negara kepulauan yang memiliki kawasan darat, laut dan udara, Indonesia memanfaatkan kawasan tersebut dengan menyediakan tiga jenis pengangkutan sebagai transportasi pengangkutan yaitu pengangkutan darat, pengangkutan laut atau perairan dan pengangkutan udara untuk mengangkut hasil-hasil tersebut.2

Untuk melayani kegiatan diatas dibutuhkan sarana transportasi yang efektif, efisien dalam arti aman, murah, lancar, cepat, mudah, teratur, nyaman. Oleh karena itu, pembangunan sektor perhubungan mendapat perhatian besar dari pemerintah sehingga peningkatan frekuensi, regularitas atau kuantitas dan

1

Supriadi Alimuddin, Hukum Perikanan di Indonesia, Sinar Grafika, Jakarta, 2011 hlm1

2

(13)

kualitas sarana secara khusus dapat bermanfaat untuk pengembangan perhubungan dan peningkatan mutu pelayanan kepada masyarakat pada umumnya.3

Keberadaan kegiatan pengangkutan tidak dapat dipisahkan dari kegiatan atau aktivitas kehidupan sehari-hari. Mulai dari zaman kehidupan manusia yang paling sederhana (tradisional) sampai kepada taraf kehidupan manusia yang modern senantiasa didukung oleh kegiatan pengangkutan. Bahkan salah satu barometer penentu kemajuan kehidupan dan peradaban suatu masyarakat adalah kemajuan dan perkembangan kegiatan maupun teknologi yang dipergunakan masyarakat tersebut dalam kegiatan pengangkutan.4

Pengangkutan merupakan bidang kegiatan yang sangat vital dalam kehidupan masyarakat. Dikatakan sangat vital karena didasari oleh berbagai faktor baik geografis maupun kebutuhan yang tidak dapat dihindari dalam rangka pelaksanaan pembangunan ekonomi, ilmu pengetahuan, dan teknologi. 5

Pengangkutan merupakan rangkaian kegiatan pemindahan penumpang atau barang dari suatu tempat pemuatan (embarkasi) ke tempat tujuan (debarkasi) sebagai tempat penurunan penumpang atau pembongkaran barang muatan. Rangkaian peristiwa pemindahan ini meliputi kegiatan:

a. Memuat penumpang atau barang ke dalam alat angkut; b. Membawa penumpang atau barang ke tempat tujuan; dan

c. Menurunkan penumpang atau membongkar barang ditempat tujuan.

3

Ibid

4

Hasim Purba, Hukum Pengangkutan di Laut Perkspektif Teori dan Praktek, Pustaka Bangsa Press, Medan, 2005, hlm 3

5

(14)

Pengangkutan yang meliputi tiga kegiatan ini merupakan satu kesatuan proses yang disebut pengangkutan dalam arti luas. Pengangkutan juga dapat dirumuskan dalam arti sempit. Dikatakan dalam arti sempit karena hanya meliputi kegiatan membawa penumpang atau barang dari stasiun/terminal/pelabuhan/bandara tempat pemberangkatan ke stasiun/terminal/pelabuhan/bandara tujuan. Untuk menentukan pengangkutan itu dalam arti luas atau sempit bergantung pada perjanjian pengangkutan yang dibuat pihak-pihak, bahkan kebiasaan masyarakat. Pada pengangkutan dengan kereta api, tempat pemuatan dan penurunan penumpang atau pembongkaran barang disebut stasiun. Pada pengangkutan dengan kendaraan umum disebut terminal, pada pengangkutan dengan kapal disebut pelabuhan, dan pada pengangkutan dengan pesawat udara sipil disebut bandara (bandar udara), dengan demikian, proses yang digambarkan dalam konsep pengangkutan berawal dari stasiun/terminal/pelabuhan/bandara pemberangkatan dan berakhir di stasiun/terminal/pelabuhan/bandara tujuan, kecuali ditentukan lain dalam perjanjian pengangkutan.6

Pelaksanaan Pembangunan Nasional dan perwujudan wawasan nusantara, perlu disusun sistem transportasi nasional yang efektif dan efisien, untuk menunjang dan sekaligus menggerakkan dinamika pembangunan, meningkatkan mobilitas manusia, barang dan jasa, membantu terciptanya pola distribusi nasional yang mantap dan dinamis serta mendukung pengembangan wilayah dan lebih memantapkan perkembangan kehidupan masyarakat, berbangsa dan bernegara, turut mendukung pertahanan dan keamanan, serta peningkatan hubungan internasional. Transportasi merupakan salah satu sarana untuk

6

(15)

memperlancar roda perekonomian, memperkukuh persatuan dan kesatuan bangsa, dalam rangka memantapkan perwujudan wawasan nusantara, meningkatkan serta mendukung pertahanan dan keamanan negara yang selanjutnya dapat mempererat hubungan antar bangsa. Pentingnya transportasi tersebut tercermin pada penyelenggaraannya yang mempengaruhi semua aspek kehidupan bangsa dan negara serta semakin meningkatnya kebutuhan jasa transportasi bagi mobilitas orang dan barang dalam negeri serta ke dan dari luar negeri. Disamping itu, transportasi juga berperan sebagai penunjang, pendorong, dan penggerak bagi pertumbuhan daerah yang memiliki sumber daya alam yang besar tapi belum berkembang, dalam upaya peningkatan dan pemerataan pembangunan serta hasil-hasilnya.7

Fungsi pengangkutan adalah sangat penting sekali dalam kehidupan masyarakat, terutama dalam dunia perdagangan, mengingat kegiatan pengangkutan merupakan sarana untuk memindahkan barang dari produsen ke agen/grosir dan selanjutnya sampai ke konsumen dalam hal angkutan barang. Sedangkan untuk pengangkutan penumpang (orang), maka kegiatan pengangkutan berfungsi untuk memindahkan penumpang (orang) dari satu tempat ke tempat lain yang menjadi tujuannya. Dengan jasa kegiatan pengangkutan tersebutlah barang dan atau penumpang dapat berpindah dari tempat asal ke tempat tujuan. Untuk pengangkutan penumpang (orang), maka kegiatan pengangkutan juga akan membawa fungsi bagi penumpang sebagai pengguna jasa angkutan. Artinya dengan dukungan jasa angkutan tersebut

7

(16)

penumpang dapat sampai ke tempat yang dituju untuk selanjutnya melakukan kegiatan yang ia maksudkan.8

Pengangkutan sebagai perjanjian selalu didahului oleh kesepakatan antara pihak pengangkut dengan pihak penumpang atau pengirim. Kesepakatan tersebut pada dasarnya berisi kewajiban dan hak pengangkut dan penumpang atau pengirim. Kewajiban pengangkut adalah mengangkut penumpang atau barang sejak di tempat pemberangkatan sampai di tempat tujuan yang telah disepakati dengan selamat. Sebagai imbalan, pengangkut berhak memperoleh sejumlah uang jasa atau uang sewa yang disebut biaya pengangkutan. Sedangkan kewajiban penumpang atau pengirim adalah membayar sejumlah uang sebagai biaya pengangkutan dan memperoleh hak atas pengangkutan sampai di tempat tujuan dengan selamat.9

Kerusakan barang, cacat pada barang, atau kehilangan barang milik penumpang, juga kecelakaan mungkin saja terjadi ketika proses pengangkutansedang berlangsung. Oleh karena itu penulis tertarik untuk mempelajari, memahami, dan meneliti tentang Perlindungan Hukum terhadap Penumpang sebagai Pengguna Jasa Angkutan Umum pada Pengangkutan Darat.

Tulisan ini membahas satu bidang pengangkutan yaitu pada bagian pengangkutan darat mengenai masalah perlindungan hukum terhadap penumpang sebagai pengguna jasa angkutan umum pada pengangkutan darat.Mengingat dalam proses pengangkutan sering ditemukan beberapa masalah. Maka yang akan dibahas adalah masalah perlindungan hukum yang ditinjau pada pengangkutan darat, secara lebih spesifik mengenai pertanggungjawaban pihak penyedia jasa

8

Hasim Purba, Op.Cit, hlm 5

9

(17)

angkutan umum pada pengangkutan darat terkait dengan kehilangan, kerusakan, atau cacat pada barang, karena jika terjadi kehilangan, kerusakan atau cacat pada barang maka penumpang akan mengalami kerugian, serta pertanggungjawaban jika terjadi kecelakaan terhadap penumpang ketika proses pengangkutan berlangsung yaitu sejak saat penumpang naik ke angkutan hingga tiba di tempat tujuan sebagaimana kesepakatan para pihak dalam perjanjian pengangkutan.

Berdasarkan uraian diatas, penulis memiliki ketertarikan untuk mengangkat judul “Perlindungan Hukum terhadap Penumpang sebagai Pengguna Jasa Angkutan Umum pada Pengangkutan Darat (Studi pada CV. PAS Transport)”

B.

Permasalahan

Berdasarkan uraian latar belakang diatas, maka yang menjadi permasalahan adalah:

1. Apa peran CV. PAS Transport sebagai pihak penyedia jasa angkutan umum pada pengangkutan darat?

2. Bagaimana tanggung jawab CV. PAS Transport kepada penumpang dalam hal terjadi kehilangan, kerusakan atau cacat pada barang serta kecelakaan terhadap penumpang?

3. Apa bentuk penyelesaian sengketa yang dapat ditempuh jika terjadi perselisihan antara CV. PAS Transport dengan penumpang?

C.

Tujuan Penulisan

Adapun tujuan dari penulisan ini adalah sebagai berikut:

(18)

b. Untuk mengetahui pertanggungjawaban CV. PAS Transport kepada penumpang dalam hal terjadi kehilangan, kerusakan atau cacat pada barang serta kecelakaan terhadap penumpang

c. Untuk mengetahui bentuk penyelesaian sengketa yang dapat ditempuh jika terjadi perselisihan antara CV. PAS Transport dengan penumpang.

D.

Manfaat Penulisan

Adapun manfaat dari penulisan ini antara lain: a. Manfaat Teoritis

Secara teoritis, hasil penulisan ini adalah menambah pengetahuan penulis tentang perlindungan hukum terhadap penumpang sebagai pengguna jasa angkutan umum pada pengangkutan darat dan diharapkan dapat memberi masukan secara akademis bagi bahan kajian yang menyangkut perlindungan hukum terhadap penumpang sebagai pengguna jasa angkutan umum pada pangangkutan darat.

b. Manfaat Praktis

Karya ilmiah ini diharapkan dapat bermanfaat sebagai masukan atau sumbangan pemikiran untuk kepentingan ilmu pengetahuan bagi kalangan mahasiswa di perguruan tinggi pada khususnya juga bagi masyarakat, baik sebagai penyedia jasa angkutan maupun masyarakat sebagai pengguna jasa angkutan umum pada pengangkutan darat.

E.

Metode penelitian

(19)

hasil dari pencarian ini akan dipakai untuk menjawab permasalahan tertentu. Penelitian (research) merupakan upaya pencarian yang amat bernilai edukatif. Setiap penelitian (research) (a) berangkat dari ketidaktahuan dan berakhir pada keraguan, dan tahap selanjutnya (b) berangkat dari keraguan dan berakhir pada suatu hipotesa (jawaban untuk sementara yang dapat dianggap benar sebelum dibuktikan sebaliknya).10

Penelitian hukum menurut Soerjono Soekanto yang dikutip oleh Bambang Sunggono merupakan suatu kegiatan ilmiah, yang didasarkan kepada metode, sistematika dan pemikiran tertentu, yang bertujuan untuk mempelajari satu atau beberapa gejala hukum tertentu, dengan jalan menganalisanya. Kecuali itu, maka juga diadakan pemeriksaan yang mendalam terhadap fakta hukum tersebut, untuk kemudian mengusahakan suatu pemecahan atas permasalahan-permasalahan yang timbul di dalam gejala yang bersangkutan.11

Metode penelitian yang digunakan dalam penulisan skripsi ini adalah sebagai berikut:

a. Metode Penelitian

Metode penelitian hukum dalam penelitian ini adalah metode penelitian yuridis normatif yaitu menggunakan kajian terhadap peraturan perundang-undangan dan bahan-bahan hukum lainnya yang berkaitan dengan penulisan skripsi ini, dan metode penelitian yuridis empiris yaitu penelitian yang dilakukan untuk memperoleh data primer dengan observasi langsung

10

Amiruddin dan Zainal Asikin, Pengantar Metode Penelitian Hukum, Jakarta, Raja Grafindo Perdasa, 2004, hlm 19

11

(20)

dilapangan yaitu melalui wawancara kepada responden dari CV. PAS Transport. Skripsi ini bersifat deskripsi analisis.

b. Metode Pengumpulan Data

1. Library Research (Studi Kepustakaan)

Data kepustakaan yang diperoleh melalui penelitian kepustakaan yang bersumber dari peraturan perundang-undangan, buku-buku, dokumen resmi, publikasi, dan hasil penelitian.

2. Field Research (Studi Lapangan)

Data lapangan yang diperlukan sebagai data penunjang diperoleh melalui informasi dan pendapat-pendapat dari responden yang ditentukan secara puspossovi sampling (ditentukan oleh peneliti berdasarkan kemauannya dan/atau random sampling (ditentukan oleh peneliti secara acak). 12

c. Lokasi Penelitian

Penelitian dilakukan pada CV. PAS Transport yang berkedudukan di Tigalingga, Kecamatan Tigalingga, Kabupaten Dairi, Provinsi Sumatera Utara.

d. Sumber data

Sumber data terdiri dari data primer dan data sekunder. Data primer adalah data yang diperoleh langsung dari sumbernya, baik melalui wawancara, observasi, maupun laporan dalam bentuk dokumen tidak resmi yang kemudian diolah oleh peneliti. Data sekunder adalah data yang diperoleh dari dokumen-dokummen resmi, buku-buku yang berhubungan dengan objek penelitian, hasil penelitian dalam bentuk laporan, skripsi, tesis,

12

(21)

disertasi, dan peraturan perundang-undangan. Data sekunder tersebut dapat dibagi menjadi:

1. Bahan Hukum Primer

Bahan-bahan hukum yang mengikat terdiri dari peraturan perundangan yang terkait dengan objek penelitian, misalnya Kitab Undang-Undang Hukum Perdata dan Kitab Undang-Undang Hukum Dagang.

2. Bahan Hukum Sekunder

Bahan hukum sekunder adalah buku-buku dan tulisan-tulisan ilmiah hukum yang terkait dengan objek penelitian ini.

3. Bahan Hukum Tertier

Bahan hukum tertier adalah petunjuk atau penjelasan mengenai bahan hukum primer atau bahan hukum sekunder yang berasal dari kamus, majalah, surat kabar dan sebagainya.13

e. Metode Analisis Data

Data yang telah diperoleh dari hasil penelitian selanjutnya diolah melalui pendekatan kuantitatif atau pendekatan kualitatif. Berdasarkan pada kepustakaan yang ada dan kenyataan dalam praktek, pemilihan kepada pendekatan kualitatif atau kuantitatif selalu di dasarkan atas ciri-ciri yang menonjol dari data yang telah terkumpul.

Terhadap data yang sudah terkumpul dapat dilakukan analisis kualitatif apabila:

1. Data yang terkumpul tidak berupa angka-angka yang dapat dilakukan pengukuran

13

(22)

2. Data tersebut sukar diukur dengan angka 3. Hubungan antara variabel tidak jelas 4. Sample lebih bersifat non probabilitas

5. Pengumpulan data menggunakan pedoman wawancara dan pengamatan

Analisis kuantitatif harus dilakukan, apabila data yang diperoleh menunjukkan hal-hal seperti:

1. Data yang terkumpul dapat diukur, hal ini menunjukkan bahwa analisis kuantitatif memang selalu mengandalkan pengukuran-pengukuran.

2. Hubungan antara variabel sangat jelas.

3. Sample yang diambil dilakukan dengan cermat dan teliti. 4. Pengumpulan data dilakukan dengan kuesioner tertutup. 5. Peneliti harus menguasai teori-teori yang relevan.

Penggunaan analisis kualitatif sangat tepat apabila dipergunakan dalam penelitian yang bersifat eksploratoris, sedangkan analisis kuantitatif lebih banyak dipergunakan dalam penelitian-penellitian yang sifatnya eksplanatoris. Analisis kualitatif juga dipergunakan dalam penelitian hukum normatif, namun untuk penelitian hukum empiris/sosiologis analisis kualitatif dapat dipergunakan bersama-sama dengan analisis kuantitatif.14

Adapun analisis data dalam skripsi ini adalah dengan menggunakan analisis kualitatif.

F. Sistematikan Penulisan

14

(23)

Sistem penulisan skripsi ini disusun secara sistematis agar pembaca dapat memahami dan memperoleh manfaat dari tulisan ini. Keseluruhan sistematika penulisan ini merupakan satu kesatuan yang berhubungan antara satu dengan yang lainnya. Penulis membuat sistematika dengan membagi pembahasan keseluruhan kedalam 5 (lima) bab, dimana setiap bab terdiri dari beberapa sub bab yang dimaksudkan untuk memperjelas dan mempermudah penguraian masalah agar dapat lebih dimengerti. Adapun susunan skripsi ini dapat dilihat sebagai berikut:

BAB I PENDAHULUAN

Bab ini merupakan bab pengantar, yang terdiri dari latar belakang penulisan, perumusan masalah, tujuan penulisan, manfaat penulisan, metode penelitian, sistematika penulisan dan keaslian penulisan

BAB II TINJAUAN SECARA UMUM TENTANG PERJANJIAN

Bab ini merupakan bab yang memberikan pemaparan mengenai pengertian perjanjian dan syarat sahnya suatu perjanjian, subjek dan objek hukum dalam perjanjian, jenis-jenis perjanjian dan asas hukum perjanjian.

BAB III KEWAJIBAN DAN TANGGUNG JAWAB PARA PIHAK DALAM PENGANGKUTAN DARAT

(24)

BAB IV PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PENUMPANG SEBAGAI PENGGUNA JASA ANGKUTAN UMUM PADA PENGANGKUTAN DARAT CV. PAS TRANSPORT

Bab ini akan menjelaskan mengenai peran pihak penyedia jasa angkutan umum (CV. PAS TRANSPORT), tanggung jawab CV. PAS TRANSPORT kepada penumpang dalam hal terjadi kehilangan, kerusakan, atau cacat pada barang serta kecelakaan penumpang, serta bentuk penyelesaian sengketa antara penyedia jasa pengangkutan umum dan pengguna jasa angkutan umum pada pengangkutan darat.

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

Bab ini merupakan bab akhir yang merumuskan suatu kesimpulan dari pembahasan bab-bab sebelumnya dan merupakan jawaban dari permasalahan dalam skripsi ini. Pada bagian saran, penulis akan memberikan beberapa saran yang semoga dapat bermanfaat bagi pembaca untuk diterapkan.

G. Keaslian Penulisan

(25)

1. Skripsi yang berjudul Tanggung Jawab Pengangkut dalam Perjanjian Pengangkutan Barang melalui Angkutan Darat (Studi Pada CV. Emco Utama). Skripsi ini ditulis oleh:

Nama : Tomi

NIM : 940200256

PK : Hukum Perdata Dagang

Tahun : 1999

Skripsi ini membahas tentang:

a. Tanggung jawab perusahaan terhadap pengangkutan barang b. Ganti kerugian yang diberikan oleh perusahaan

c. Hak perusahaan dan pengangkutan barang

2. Skipsi yang berjudul Aspek Hukum Perdata dalam Pengangkutan Barang dan Tanggung Jawab Pengangkut pada Pengangkutan Udara. Skripsi ini ditulis oleh:

Nama : RHD Bradjaya

NIM : 990221043

PK : Hukum Pardata dagang TAHUN : 2001

Skripsi ini membahas tentang: a. Tujuan pengangkutan

b. Jenis-jenis objek pengangkutan udara

(26)

d. Tanggungjawab PT. Gapura Angkasa sebagai pengangkut dalam pengangkutan udara

e. Penyelesaian kasus

(27)

TINJAUAN SECARA UMUM TENTANG PERJANJIAN

A. Pengertian Perjanjian dan Syarat Sah suatu Perjanjian

Istilah perjanjian merupakan terjemahan dari kata bahasaBelanda (overeenkomst) atau bahasa Inggris (contract). Ada dua macam teori membahas tentang perjanjian: teori lama dan teori baru.15 Pasal 1313 KUH Perdata berbunyi: “perjanjian adalah suatu perbuatan dengan mana satu pihak atau lebih

mengikatkan dirinya terhadap satu orang atau lebih”. Defenisi perjanjian dalam pasal 1313 ini adalah (1) tidak jelas karena setiap perbuatan dapat disebut perjanjian, (2) tidak nampak asas konsensualisme, dan (3) bersifat dualisme. Tidak jelasnya defenisi ini disebabkan di dalam rumusan tersebut hanya disebutkan perbuatan saja, sehingga yang bukan merupakan perbuatan hukumpun disebut dengan perjanjian. Untuk memperjelas pengertian itu, maka harus dicari doktrin. Menurut doktrin (teori lama), yang disebut perjanjian adalah perbuatan hukum berdasarkan kata sepakat untuk menimbulkan akibat hukum. Dari defenisi diatas, telah tampak asas konsensualisme dan timbulnya akibat hukum (tumbuh dan lenyapnya hak dan kewajiban).

Menurut teori baru yang dikemukakan oleh Van Dunne, diartikan dengan perjanjian adalah:“suatu hubungan hukum antara dua pihak atau lebih berdasarkan kata sepakat untuk menimbulkan akibat hukum”. Teori baru tersebut tidak hanya

melihat perjanjian semata-mata, tetapi juga harus dilihat perbuatan-perbuatan sebelumnya atau mendahuluinya. Ada tiga tahap dalam membuat perjanjian menurut teori baru, yaitu:

15

(28)

a. Tahap pracontractual, yaitu adanya penawaran dan penerimaan;

b. Tahap contractual, yaitu adanya persesuaian pernyataan kehendak antara para pihak;

c. Tahap post contractual, yaitu pelaksanaan perjanjian. Unsur-unsur perjanjian menurut teori lama, yaitu:

a. Adanya perbuatan hukum;

b. Persesuaian pernyataan kehendak dari beberapa orang; c. Persesuaian kehendak ini harus dipublikasikan dinyatakan;

d. Perbuatan hukum itu terjadi karena kerjasama antara dua orang atau lebih;

e. Pernyataan kehendak (wilsverklaring) yang sesuai itu harus saling bergantung satu sama lain;

f. Kehendak itu ditujukan untuk menimbulkan akibat hukum

g. Akibat hukum itu untuk kepentingan satu atas beban lain atau timbal balik;

h. Persesuaian kehendak itu harus mengingat peraturan perundang-undangan.

(29)

dalam berbagai market tersebut maka akan menimbulkan berbagai macam kontrak yang dilakukan oleh para pelaku usaha. Ada pelaku usaha melakukan perjanjian jual beli, sewa menyewa, beli sewa, leasing, dan lain-lain.

Michael D Bayles mengartikan contract of law atau hukum kontrak adalahMight then be taken to be the law pertaining to enforcement of promise or agreement.Artinya, hukum kontrak adalah sebagai aturan hukum yang berkaitan dengan pelaksanaan perjanjian atau persetujuan.Pendapat ini mengkaji hukum kontrak dari dimensi pelaksanaan perjanjian yang dibuat oleh para pihak, namun Michael D Bayles tidak melihat pada tahap-tahap prakontraktual dan kontraktual. Tahap ini merupakan tahap yang menentukan dalam penyusunan sebuah kontrak. Kontrak telah disusun oleh para pihak akan dilaksanakan juga oleh mereka sendiri.

Charles L. Knapp and Nathan M. Crystal mengartikan law of contract is:our legalsociety’s legal mechanism for protecting the expectation that arise

from the making the agreements for the future exchange of various types of

performance, such as the compeyance of property (tangible and untangible), the

(30)

seperti dalam perjanjian pengangkutan, kekayaan, kinerja pelayanan, dan pembayaran dengan uang.

Defenisi lain hukum kontrak yang tercantum dalam Ensiklopedia Indonesia, mengkaji dari aspek ruang lingkup pengaturannya, yaitu persetujuan dan ikatan warga hukum. Tampaknya dari defenisi ini menyamakan pengertian antara kontrak (perjanjian) dengan persetujuan, padahal antara keduanya adalah berbeda. Kontrak atau perjanjian merupakan salah satu sumber perikatan, sedangkan persetujuan salah satu syarat sahnya kontrak, sebagaimana diatur dalam pasal 1320 KUH Perdata.16

Adanya berbagai kelemahan dari defenisi diatas maka defenisi itu perlu dilengkapi dan disempurnakan. Menurut Salim, hukum kontrak adalahkeseluruhan dari kaidah-kaidah hukum mengatur hubungan hukum antar dua pihak atau lebih berdasarkan kata sepakat untuk menimbulkan akibat hukum.

Defenisi ini didasarkan pada pendapat Van Dunne, yang tidak hanya mengkaji kontrak pada tahap kontraktual semata-mata, tetapi juga harus diperhatikan perbuatan sebelumnya. Perbuatan sebelumnya mencakup tahappracotractual dan postcontractual. Pracontractual merupakan tahap penawaran dan penerimaan sedangkan postcontractual adalah pelaksanaan perjanjian. Hubungan hukum adalah hubungan menimbulkan akibat hukum. Akibat hukum, yaitu timbulnya hak dan kewajiban. Hak merupakan sebuah kenikmatan, sedangkan kewajiban merupakan beban.

Dari berbagai defenisi diatas, dapat dikemukakan unsur-unsur yang tercantum dalam hukum kontrak, sebagaimana dikemukakan berikut:

16

(31)

1. Adanya kaidah hukum

Kaidah dalam hukum kontrak dapat dibagi menjadi dua macam, yaitu tertulis dan tidak tertulis. Kaidah hukum kontrak tertulis adalah kaidah-kaidah hukum terdapat dalam peraturan perundang-undangan, traktat, dan yurisprudensi. Sedangkan kaidah hukum kontrak tidak tertulis adalah kaidah hukum yang timbul, tumbuh dan hidup dalam masyarakat. Contohnya jual beli lepas, jual beli tahunan, dan lain-lain. Konsep-konsep ini berdasarkan hukum adat.

2. Subjek hukum

Istilah lain dari subjek hukum adalah rechtperson. Rechtperson diartikan sebagai pendukung hak dan kewajiban. Subjek hukum dalam hukum kontrak adalah kreditur dan debitur. Kreditur adalah orang berpiutang, sedangkan debitur adalah orang yang berutang.

3. Adanya prestasi Prestasi terdiri dari :

a. Memberikan sesuatu, b. Berbuat sesuatu, c. Tidak berbuat sesuatu. 4. Kata sepakat

Di dalam pasal 1320 KUH Perdata ditentukan empat syarat sahnya perjanjian. Salah satunya kata sepakat (konsensus). Kesepakatan adalah persesuaian pernyataan kehendak antara para pihak.

5. Akibat hukum

Setiap perjanjian yang dibuat oleh para pihak akan menimbulkan akibat hukum. Akibat hukum adalah timbulnya hak dan kewajiban. Hak adalah suatu kenikmatan dan kewajiban adalah suatu beban.17

17

(32)

Hukum Kontrak adalah keseluruhan dari kaidah-kaidah hukum yang mengatur hubungan hukum antara dua pihak atau lebih berdasarkan kata sepakat untuk menimbulkan akibat hukum.18Perjanjian secara umum dapat mempunyai arti yang luas dan sempit. Setiap perjanjian menimbulkan akibat hukum sebagai yang dikehendaki (atau dianggap dikehendaki oleh para pihak) adalah pengertian perjanjian dalam arti luas. Termasuk didalamnya perkawinan dan perjanjian kawin dan lain-lain, sedangkan dalam arti sempit perjanjian disini hanya ditujukan kepada hubungan-hubungan hukum dalam lapangan hukum kekayaan seperti dimaksud oleh buku III B.W. 19

Ada tiga unsur yang dikenal dalam suatu kontrak, yaitu sebagai berikut: a. Unsur Esensiali

Unsur esensiali merupakan unsur yang harus ada dalam suatu kontrak karena tanpa adanya kesepakatan tentang unsur essensiali ini maka tidak ada kontrak. Sebagai contoh, dalam kontrak jual beli harus ada kesepakatan mengenai barang dan harga karena tanpa kesepakatan mengenai barang dan harga dalam kontrak jual beli, kontrak tersebut batal demi hukum karena tidak ada hal tertentu yang diperjanjikan.

b. Unsur Naturalia

Unsur naturalia merupakan unsur telah diatur dalam undang-undang sehingga apabila tidak diatur oleh para pihak dalam kontrak, undang-undang mengaturnya. Dengan demikian, unsur naturalia ini merupakan unsur selalu dianggap ada dalam kontrak. Sebagai contoh, jika dalam kontrak tidak diperjanjikan tentang cacat tersembunyi, secara otomatis berlaku ketentuan

18

Setiawan Widagdo, Kamus Hukum, PT. Prestasi Pustakarya, Jakarta, 2012,

19

(33)

dalam KUH PERDATA bahwa penjual harus menanggung cacat tersembunyi.

c. Unsur Aksidentalia

Unsur aksidentalia merupakan unsur nanti ada atau mengikat para pihak jika para pihak memperjanjikannya. Sebagai contoh, jika dalam kontrak jual beli dengan angsuran diperjanjikan bahwa apabila pihak debitur lalai membayar utangnya, dikenakan denda dua persen perbulan keterlambatan, dan apabila debitur lalai membayar selama tiga bulan berturut-turut, barang sudah dibeli dapat ditarik kembali oleh kreditor tanpa melalui pengadilan.Demikian pula klausul lainnya sering ditentukan dalam suatu kontrak, bukan merupakan unsur esensial dalam kontrak tersebut.20

Perjanjian pengangkutan pada umumnya bersifat lisan (tidak tertulis), tetapi selalu didukung oleh dokumen pengangkutan. Dokumen pengangkutan berfungsi sebagai bukti sudah terjadi perjanjian pengangkutan dan wajib dilaksanakan oleh pihak-pihak. Dokumen pengangkutan barang lazim disebut surat muatan, sedangkan dokumen pengangkutan penumpang lazim disebut karcis penumpang. Perjanjian pengangkutan dapat juga dibuat tertulis yang disebut perjanjian carter (charter party). Seperti charter pesawat udara untuk mengangkut jemaah haji ataupun charter kapal untuk mengangkut barang dagangan. Jadi perjanjian pengangkutan pada umumnya diadakan secara lisan, didukung oleh dokumen pengangkutan yang membuktikan bahwa perjanjian itu sudah terjadi dan mengikat untuk dilaksanakan.

20

(34)

Namun apabila pihak-pihak menghendaki, boleh juga dibuat secara tertulis yang disebut charter party. Alasan para pihak menginginkan agar perjanjian pengangkutan dibuat secara tertulis adalah mungkin salah satu atau lebih dari alasan-alasan berikut:

a. Kedua pihak ingin memperoleh kepastian mengenai kewajiban dan hak. b. Kejelasan mengenai perincian mengenai objek, tujuan dan beban resiko

pihak-pihak.

c. Kepastian dan kejelasan cara pembayaran dan penyerahan barang. d. Menghindari berbagai macam tafsiran arti kata dan isi perjanjian. e. Kepastian mengenai kapan, dimana dan alasan apa perjanjian berakhir. f. Menghindari konflik pelaksanaan perjanjian akibat ketidakjelasan maksud

yang dikehendaki pihak-pihak.21

Syarat Sah Suatu Perjanjian

Agar suatu kontrak oleh hukum dianggap sah sehingga mengikat kedua belah pihak, maka kontrak tersebut haruslah memenuhi syarat-syarat tertentu.

Syarat-syarat sahnya kontrak tersebut dapat digolongkan sebagai berikut: a. Syarat Sah yang umum yang terdiri dari:

a. Syarat sah umum berdasarkan Pasal 1320 KUH Perdata, yang terdiri dari:

a) Kesepakatan kehendak b) Wenang berbuat c) Perihal tertentu d) Kausa yang legal

b. Syarat sah umum diluar Pasal 1338 dan 1339 KUH Perdata, yang terdiri dari:

a) Syarat itikad baik

b) Syarat sesuai dengan kebiasaan c) Syarat sesuai dengan kepatutan

d) Syarat sesuai dengan kepentingan umum

21

(35)

b. Syarat sah yang khusus yang terdiri dari:

1) Syarat tertulis dari kontrak-kontrak tertentu 2) Syarat akta notaris untuk kontrak-kontrak tertentu

3) Syarat akta pejabat tertentu (bukan notaris) untuk kontrak-kontrak tertentu

4) Syarat izin berwenang.22

Konsekuensi hukum dari tidak terpenuhinya salah satu atau lebih dari syarat-syarat sahnya kontrak tersebut bervariasi mengikuti syarat mana yang dilanggar. Konsekuensi hukum tersebut adalah sebagai berikut:

1. Batal demi hukum (nietig, null, void), misalnya dalam hal dilanggarnya syarat objektif dalam Pasal 1320 KUH Perdata. Syarat objektif tersebut adalah:

a. Perihal tertentu, dan b. Kausa yang legal

2. Dapat dibatalkan (vernietigbaar, voidable)misalnya dalam hal tidak terpenuhinya syarat subjektif dalam Pasal 1320 KUH Perdata. Syarat subjektif tersebut adalah:

a. Kesepakatan kehendak, dan b. Kecakapan berbuat

3. Kontrak tidak dapat dilaksanakan (unenforceable)

Kontrak yang tidak dapat dilaksanakan adalah kontrak yang tidak begitu saja batal tetapi tidak dapat dilaksanakan, melainkan masih mempunyai status hukum tertentu. Beda dengan kontrak yang batal (demi hukum) adalah bahwa kontrak tidak dapat dilaksanakan masih mungkin dikonversi menjadi kontrak yang sah. Sedangkan bedanya dengan kontrak

22

(36)

yang dapat dibatalkan (voidable) adalah bahwa dalam kontrak yang dapat dibatalkan, kontrak tersebut sudah sah, mengikat dan dapat dilaksanakan sampai dengan dibatalkan kontrak tersebut, sementara kontrak yang tidak dapat dilaksanakan belum mempunyai kekuatan hukum sebelum dikonversi menjadi kontrak yang sah.

Contoh kontrak yang tidak dapat dilaksanakan adalah kontrak yang seharusnya dibuat secara tertulis, tetapi dibuat secara lisan, tetapi kemudian kontraktersebut ditulis oleh para pihak.

4. Sanksi Administratif

Ada juga syarat kontrak yang apabila tidak dipenuhi hanya mengakibatkan sanksi administratif saja terhadap salah satu pihak atau kedua belah pihak dalam kontrak tersebut. Misalnya apabila terhadap suatu kontrak memerlukan izin atau pelaporan terhadap instansi tertentu, seperti izin/pelaporan kepada Bank Indonesia untuk suatu kontrak offshore loan.23

Pasal 1320 KUH PERDATA merupakan instrumen pokok untuk menguji keabsahan kontrak yang dibuat para pihak. Pasal 1320 KUH PERDATA tersebut terdapat empat syarat yang harus dipenuhi untuk sahnya suatu kontrak, yaitu:

a. Sepakat mereka yang mengikatkan dirinya (de toestem ming van dgenen die zich verbinden)

b. Kecakapan untuk berbuat perikatan (de beekwaamheid om eene verbintenis aaan te gaan)

c. Suatu hal tertentu (een bepaald onderwerp)

d. Suatu sebab yang halal atau diperbolehkan (eene geoor loofde oorzaak)24

Kesepakatan

Pasal 1320 KUH PERDATA mensyaratkan adanya kesepakatan sebagai salah satu syarat keabsahan kontrak. Kesepakatan mengandung pengertian bahwa para pihak saling menyatakan kehendak masing-masing untuk menutup suatu

23

Ibid., hlm 34

24

(37)

perjanjian atau pernyataan pihak yang satu “cocok” atau bersesuaian dengan pernyataan pihak yang lain.

Kesepakatan yang merupakan pernyataan kehendak para pihak dibentuk oleh dua unsur, yaitu unsur penawaran dan penerimaan. Penawaran (aanbod;offerte,offer) diartikan sebagai pernyataan kehendak yang mengandung usul untuk mengadakan perjanjian. Unsur ini mencakup unsur esensialia perjanjian akan ditutup. Sedangkan penerimaan (aanwaarding; acceptatie;acceptance) merupakan pernyataan setuju dari pihak yang lainnya yang ditawari.25

Untuk menganalisis adanya dasar keterikatan kontraktual berlandaskan pada kehendak atau pernyataan, dapat dikaji dari perkembangan tiga teori, yaitu:

1) Teori Kehendak (wilsleer;willstheorie)

Menyatakan bahwa keterikatan kontraktual baru ada hanya jika dan sejauh pernyataan berlandaskan pada putusan kehendak yang sungguh-sungguh sesuai dengan itu. Keberatan terhadap teori ini karena dalam lalu lintas hukum sangat sulit untuk mengetahui apakah pernyataan yang dibuat seseorang itu sesuai dengan kehendaknya. Sehingga selalu menimbulkan pertanyaan apakah ada kepastian hukum mengenai lahirnya keterikatan kontraktual.

2) Teori Pernyataan (verklaringsleer;velklaringstheori)

Menyatakan bahwa seseorang itu terikat dengan pernyataannya. Kelemahan teori ini apabila terdapat pernyataan yang tidak sesuai dengan kehendak.

3) Teori Kepercayaan (vertrouwensleer;vertrouwenstheorie)

25

(38)

Adalah teori baru sebagai ajaran yang diikuti (hersendeleer), merupakan teori jalan tengah yang menjembatani kelemahan dan kekurangan dua teori sebelumnya. Teori ini menyatakan bahwa pernyataan yang menjadi landasan keterikatan kontraktual adalah pernyataan yang selayaknya menimbulkan kepercayaan bahwa hal itu sesuai dengan putusan kehendak.26

Cacat kehendak atau cacat kesepakatan dapat terjadi karena terjadinya hal-hal diantaranya:27

a. Kekhilafan atau kesesatan; b. Paksaan;

c. Penipuan;

d. Penyalahgunaan keadaan:

Tiga cacat kehendak yang pertama diatur dalam KUH PERDATA, sedangkan cacat kehendak yang terakhir tidak diatur dalam KUH PERDATA, namun lahir kemudian dalam perkembangan hukum kontrak.Ketiga cacat kehendak yang diatur dalam KUH PERDATA dapat dilihat dalam pasal 1321 dan pasal 1449 KUH PERDATA yang masing-masing menentukan sebagai berikut:

Pasal 1321 KUH PERDATA:

“Tiada kesepakatan yang sah apabila sepakat itu diberikan karena kekhilafan,

atau diperoleh dengan paksaan atau penipuan” Pasal 1449 KUH PERDATA:

“Perikatan yang dibuat dengan paksaan, kehilafan atau penipuan,

menimbulkan suatu tuntutan untuk membatalkannya”

Secara sederhana keempat hal yang menyebabkan terjadinya cacat pada kesepakatan tersebut secara sederhana dapat dijelaskan sebagai berikut:

26

Ibid hlm 165

27

(39)

1. Kekhilafan terjadi jika salah satu pihak keliru tentang apa yang diperjanjikan, namun pihak lain membiarkan pihak tersebut dalam keadaan keliru.

2. Paksaan terjadi jika salah satu pihak memberikan kesepakatan kerena ditekan (dipaksa secara psikologis), jadi yang dimaksud paksaan bukan paksaan secara fisik karena jika yang terjadi adalah paksaan secara fisik pada dasarnya tidak ada kesepakatan.

3. Penipuan terjadi jika salah satu pihak secara aktif mempengaruhi pihak lain sehingga pihak yang dipengaruhi menyerahkan sesuatu atau melepaskan sesuatu.

4. Penyalahgunaan keadaan terjadi jika pihak yang memiliki posisi yang kuat (posisi tawarnya) dari segi ekonomi maupun psikologi menyalahgunakan keadaan sehingga pihak lemah menyepakati hal-hal yang memberatkan baginya. Penyalahgunaan keadaan ini disebut juga cacat kehendak yang keempat kerena tidak diatur dalam KUH PERDATA, sedangkan tiga lainnya yaitu penipuan, kekhilafan dan paksaan diatur dalam KUH PERDATA.28

Kesepakatan kehendak terhadap suatu perjanjian dimulai dari adanya unsur penawaran (offer) oleh salah satu pihak, diikuti oleh penawaran (acceptance) dari pihak lainnya, sehingga terjadilah suatu perjanjian, terutama untuk perjanjian-perjanjian yang serius, kerap kali dilakukan secara tertulis.29

Lima cara terjadinya persesuaian pernyataan kehendak menurut Sudikno Mertokusumo, yaitu dengan:

28

Ibid., hlm. 18

29

(40)

(1) Bahasa yang sempurna dan tertulis (2) Bahasa yang sempurna secara lisan

(3) Bahasa yang tidak sempurna asal dapat diterima oleh pihak lawan. Karena dalam kenyataannya seringkali seseorang menyampaikan dengan bahasa yang tidak sempurna tetapi dapat dimengerti oleh pihak lawan

(4) Bahasa isyarat asal dapat diterima oleh pihak lawan

(5) Diam atau membisu, tetapi asal dapat dipahami atau diterima pihak lawan.

Kecakapan

Kecakapan (beekwaanheid – capacity) yang dimaksud dalam pasal 1320 KUH PERDATA ayat 2 adalah kecakapan untuk melakukan perbuatan hukum. Kecakapan untuk melakukan perbuatan hukum diartikan sebagai kemungkinan untuk melakukan perbuatan hukum secara mandiri yang mengikat diri sendiri tanpa dapat diganggu gugat. Kecakapan untuk melakukan perbuatan hukum pada umumnya diukur dari standar, berikut ini:

a. Person (Pribadi), diukur dari standar kedewasaan (meerderjaring); dan

b. Rechtpersoon (badan hukum), diukur dari aspek kewenangan

(beveogheid).30

Kecakapan untuk melakukan perbuatan hukum begi person pada umumnya diukur dari standarusia dewasa atau cukup umur (bekwaamheid-meerderjaring). Namun demikian masih terdapat polemik mengenai kecakapan melakukan perbuatan hukum yang tampaknya mewarnai praktik lalu lintas hukum di masyarakat. Pada satu sisi sebagian masyarakat masih menggunakan standar usia 21 tahun sebagai titik tolak kedewasaan seseorang dengan landasan pasal 1330

30

(41)

KUH PERDATA jo. 330 KUH PERDATA. Sementara pada sisi lain mengacu pada standar usia 18 tahun, sebagaimana diatur dalam Pasal 47 jo. 50 Undang-undang No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan.

Telaah kritis standar usia dewasa dapat dilakukan melalui pengujian asas-asas hukum maupun interpretasi komprehensif terhadap materi muatan beberapa ketentuan terkait. Asas hukum lex specialis, lex posteriori, digunakan untuk menyelesaikan konflik norma, sedangkan interpretasi komprehensif untuk memahami muatan materi serta maksud pembuat undang-undang. Melalui pengujian tersebut diharapkan muncul suatu pemahaman utuh dan konsisten, khususnya bagi pihak yang sementara ini masih menganut paradigma lama.

Menurut Pasal 1329 KUH PERDATA“setiap orang adalah cakap membuat perikatan – perikatan, jika ia oleh undang-undang tidak dinyatakan tidak cakap”. Dalam Pasal 1330 KUH PERDATA dinyatakan, bahwa yang dimaksud dengan tidak cakap untuk membuat perjanjian-perjanjian adalah:

a. Orang-orang belum dewasa

b. Mereka yang ditaruh di bawah pengampuan:

c. Orang-orang perempuan, dalam hal yang ditetapkan undang-undang, dan pada umumnya semua orang kepada siapa undang-undang telah melarang membuat perjanjian-perjanjian tertentu (substansi ini dihapus dengan SEMA No. 3 Tahun 1963 tentang Gagasan menganggap Burgerlijk Wetboek Tidak sebagai Undang-undang)

Pasal 330 KUH PERDATA menyatakan, bahwa:

(42)

Apabila perkawinan itu dibubarkan sebelum umur mereka genap dua puluh satu tahun, maka mereka tidak kembali berstatus belum dewasa

Mereka yang belum dewasa dan tidak dibawah kekuasaan orang tua, berada di bawah perwalian atas dasar dan dengan cara yang diatur dalam bagian 3,4,5, dan 6 dalam bab ini.

Suatu hal tertentu

Adapun yang dimaksud dengan suatu hal atau objek tertentu (een bepaald onderwerp) dalam pasal 1320 KUH PERDATA syarat 3, adalah prestasi yang menjadi pokok kontrak yang bersangkutan. Hal ini untuk memastikan sifat dan luasnya pernyataan-pernyataan yang menjadi kewajiban para pihak. Pernyataan-pernyataaan yang tidak dapat ditentukan sifat dan luas kewajiban para pihak adalah tidak mengikat (batal demi hukum). Lebih lanjut mengenai hal atau objek tertentu ini dapat dirujuk dari substansi pasal 1332, 1332 dan 1334 KUH PERDATA, sebagai berikut:

a. Pasal 1332 KUH PERDATA menegaskan;

Hanya barang yang dapat diperdagangkan saja yang dapat menjadi pokok perjanjian.

b. Pasal 1333 KUH PERDATA menegaskan;

Suatu perjanjian harus mempunyai pokok berupa suatu barang yang paling sedikit ditentukan jenisnya.

Jumlah barang itu tidak perlu pasti, asal saja jumlah itu kemudian dapat ditentukan atau dihitung.

(43)

Barang yang baru ada pada waktu yang akan datang, dapat menjadi pokok suatu perjanjian.

Tetapi tidaklah diperkenankan untuk melepaskan suatu warisan yang belum terbuka, ataupun untuk meminta diperjanjikan sesuatu hal mengenai warisan itu, sekalipun dengan sepakatnya orang yang nantinya akan menginggalkan warisan yang menjadi pokok perjanjian itu, dengan tidak mengurangi ketentuan pasal 169, 176, dan 178.

Substansi pasal-pasal tersebut memberikan pedoman bahwa dalam berkontrak harus dipenuhi hal atau objek tertentu. Hal ini dimaksudkan agar sifat dan luasnya kewajiban para pihak (prestasi) dapat dilaksanakan oleh para pihak. Bahwa “tertentu” tidak harus dalam artian gramatikal dan sempit harus sudah ada

ketika kontrak dibuat, adalah dimungkinkannya untuk hal atau objek tertentu tersebut sekadar ditentukan jenis, sedang mengenai jumlah dapat ditentukan kemudian hari.31

Kausa yang diperbolehkan

Terkait dengan pengertian “kausa yang diperbolehkan” atau ada yang menerjemahkannya “sebab yang halal” (een geoorlooffde oorzaak) beberapa

sarjana mengemukakan pemikirannya, antara lain H.F.A. Volmar dan Wirjono Prodjodikoro, yang memberikan pengertian sebab (kausa) sebagaimana maksud atau tujuan dari perjanjian. Sedangkan Subekti menyatakan bahwa sebab adalah isi perjanjian itu sendiri, dengan demikian kausa merupakan prestasi dan kontra prestasi yang saling dipertukarkan oleh para pihak.

31

(44)

Pengertian kausa atau sebab (oorzaak) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1320 KUH PERDATA syarat 4, harus dihubungkan dalam konteks Pasal 1335 dan 1337 KUH PERDATA. Meskipun undang-undang tidak memberikan penjelasan mengenai apa yang dimaksud dengan sebab atau kausa, namun yang dimaksud disini menunjuk pada adanya hubungan tujuan (causa finalis), yaitu apa yang menjadi tujuan para pihak untuk menutup kontrak atau apa yang hendak dicapai para pihak pada saat penutupan kontrak. Misalnya dalam kontrak jual beli, tujuan para pihak dalam menutup kontrak adalah pembayaran harga barang (oleh pembeli) dan pengallihan kepemilikan barang (oleh Penjual).

Pengertian Kausa (kausa finalis- kausa tujuan) hendaknya dibedakan dengan pengertian Kausa pada pasal 1365 KUH PERDATA adalah sebab atau penyebab yang menimbulkan kerugian (kausa efficiens). Kausa disini menunjukkan adanya adaya hubungan sebab akibat antara perbuatan melanggar hukum (sebagai kausa penyebab) dengan kerugian yang di timbulkan, (akibat, kausa efficiens) sehingga menimbulkan kewajiban memberikan ganti rugi. Demikian pula perlu dibedakan antara kausa dan motif. Motif adalah alasan yang mendorong batin seseorang untuk melakukan suatu hal.

Dalam Pasal 1335 KUH PERDATA ditegaskan bahwa “suatu perjanjian yang dibuat tanpa sebab atau dibuat dengan sebab yang palsu atau terlarang tidak mempunyai kekuatan hukum”.

(45)

Selanjutnya pasal 1337 KUH PERDATA ditegaskan bahwa “suatu sebab adalah terlarang, apabila dilarang oleh undang-undang, atau apabila berlawanan dengan kesusilaan yang baik atau ketertiban umum”.

Berdasarkan kedua pasal diatas, suatu kontrak tidak mempunyai kekuatan hukum yang mengikat (batal), apabila kontrak tersebut:

a. Tidak mempunyai kausa. b. Kausanya palsu

c. Kausanya bertentangan dengan undang-undang d. Kausanya bertentangan dengan kesusilaan e. Kausanya bertentangan dengan keteriban umum32

B.

Subjek dan Objek Hukum dalam Perjanjian

1. Subjek Hukum dalam Perjanjian

“Manusia” (person) dalam dunia hukum adalah subjek hukum atau

pendukung hak dan kewajiban. Setiap manusia adalah pembawa hak dan kewajiban (subjek hukum) dan mampu melakukan perbuatan hukum atau mengadakan hubungan hukum yang harus diikuti dengan adanya kecakapan hukum (rechtbeekwaamheid) dan kewenangan hukum.

Ada dua macam subjek hukum yang dikenal dalam ilmu hukum, yaitu sebagai berikut:

a. Natuurlijke Persoon (natural persoon), yaitu manusia Pribadi (pasal 1329 KUH Perdata)

32

(46)

b. Rechtpersoon (legal entity), yaitu badan atau perkumpulan yang didirikan dengan sah yang berkuasa melakukan perbuatan-perbuatan perdata (Pasal 1654 KUH Perdata)33

Undang-undang tidak menjabarkan defenisi badan hukum. Selama ini istilah badan hukum diadopsi dari istilah belanda (rechtpersoon), atau istilah Inggris (legal Persons), dan ada juga yang menyebutnya dengan istilah

persona moralis. Badan hukum merupakan subjek hukum, sama halnya

seperti manusia pribadi.34

Bentuk-bentuk usaha itu beracam-macam, diantaranya adalah sebagai berikut:

1. Ditinjau dari jumlah pemilik modalnya. a. Usaha perseorangan

b. Usaha dalam bentuk institusi atau badan (persekutuan) 2. Ditinjau dagi segi himpunan, badan usaha dibagi menjadi dua

a. Himpunan orang (persoonen assiciate/nirlaba). Himpunan orang ini memiliki ciri-ciri atau karakter, antara lain pengaruh asosiasi terhadap anggotanya sagat besar, anggotanya sedikit atau terbatas; dan anggotanya tidak mudah keluar atau masuk (tertutup). Contoh IKADIN (Ikatan Advokad Indonesia); IWAPI (Ikatan Wanita Pengusaha Indonesia), HIPMI (Himpunan Pengusaha Muda Indonesia)

b. Himpunan Modal (capital associatie/laba). Contoh Firma; CV ; NV/PT.

33

Mulhadi, Bentuk-Bentuk Badan Usaha di Indonesia, Ghalia Indonesia, Bogor 2010, hlm 72

34

(47)

3. Baik secara teoritis maupun ditinjau dari status hukumnya, bentuk usaha atau perusahaan memiliki dua bentuk.

a. Bentuk usaha atau perusahaan bukan badan hukum b. Bentuk usaha atau perusahaan badan hukum. 35

Perusahaan yang bukan badan hukum meliputi bentuk-bentuk perusahaan sebagai berikut:

1. Perusahaan perseorangan, yang wujud bentuknya Perusahaan Dagang (PD) atau Usaha Dagang (UD).

2. Persekutuan, yang wujudnya terdiri dari bentuk-bentuk. a. Perdata (maatschap).

b. Persekutuan Firma (Fa) c. Persekutuan Komanditer (CV)

Sedangkan Perusahaan berbadan hukum meliputi bentuk-bentuk perusahaan antara lain sebagai berikut:

a. Maskapai Andil Indonesia (IMA) b. Perseroan Terbatas (PT)

c. Koperasi

d. Badan Usaha Milik Negara (BUMN) 1) Perusahaan Perseroan (Persero) 2) Perusanaan Umum (Perum)

Pada dasarnya setiap orang dapat melakukan kontrak dengan siapa saja yang dikehendaki sepanjang orang tersebut tidak dilarang oleh undang-undang

35

(48)

untuk melakukan kontrak. Pihak-pihak dalam kontrak ini dapat berupa perseorangan atau badan usaha yang bukan badan hukum dan badan hukum.36

Dalam melakukan kontrak, pihak-ihak yang terlibat dalam kontrak tersebut dapat bertindak untuk dan atas kepentingan dan atas namanya sendiri, namun dapat pula bertindak untuk kepentingan orang lain, bahkan dapat bertindak untuk kepentingan dan atas nama orang lain.Untuk lebih memperjelas hal tersebut diatas, dibawah ini masing-masing diberikan contoh sebagai berikut:

a. Dalam hal seseorang melakukan kontrak dengan bertindak untuk dan atas nama sendiri adalah jika orang itu berkepentingan sendiri dalam membuat kontrak dan ia sendiri cakap menurut hukum untuk melakukan kontrak tersebut.

b. Seseorang bertindak atas nama sendiri, namun untuk kepentingan orang lain jika ia merupakan seorang wali yang bertindak atau melakukan kontrak untuk kepentingan anak yang berada di bawah perwaliannya. c. Seseorang yang bertindak unutk dan atas nama orang lain kalau ia

seorang pemegang kuasa dari orang lain untuk melakukan kontrak.37 Pihak dalam kontrak adalah badan usaha yang bukan merupakan badan hukum, maka yang mewakili badan usaha tersebut tergantung dari bentuk badan usahanya. Kalau yang merupakan pihak adalah persekutuan Firma (Fa), secara hukum setiap anggota sekutu berhak mewakili firma tersebut, kecuali kalau para sekutu itu sendiri menentukan lain, sedangkan dalam persekutuan komanditer (CV) yang mewakili persekutuan tersebut dalam membuat kontrak adalah para sekutu pengurusnya.

36

Ibid, hlm 24

37

(49)

Apabila yang melakukan kontrak adalah badan hukum, yang mewakili adalah siapa yang ditentukan dalam undang-undang untuk mewakili badan hukum tersebut atau siapa yang ditentukan dalam anggaran dasar badan hukum tersebut.

Di samping pembagian pihak-pihak diatas masih dapat pula digolongkan para pihak dalam perjanjian tersebut ke dalam tiga golongan, yang tentu saja pembagian tersebut dilakukan karena hubungan hukum antara masing-masing golongan memiliki aturan yang berbeda.38.

Adapun penggolongan tersebut adalah sebagai berikut: a. Pelaku usaha

Pelaku usaha adalah setiap orang perseorangan atau badan usaha, baik yang berbentuk badan hukum maupun buka badan hukum yang didirikan dan berkedudukan atau melakukan kegiatan dalam wilayah hukum Negara Repulik Indonesia, baik sendiri maupun bersama-sama melalui perjanjian penyelenggaraan kegiatan usaha dalam berbagai bidang ekonomi.

b. Konsumen

Konsumen adalah setiap orang pemakai barang dan/atau jasa yang tersedia dalam masyarakat, baik bagi kepentingan diri sendiri, keluarga, orang lain, maupun makhluk hidup lain dan tidak diperdagangkan.

c. Nonprofesional

Nonprofesional yang dimaksud disini adalah orang yang mengadakan penjualan barang, tetapi sebenarnya penjualan tersebut bukan merupakan pekerjaannya sehingga walaupun orang yang membeli barang menggunakan sendiri barang tersebut, namun tidak dapat digolongkansebagai konsumen

38

(50)

sebagaimana diatur dalam UUPK karena tidak berhadapan dengan pelaku usaha.39

2.

Objek Hukum dalam Perjanjian

Unsur objek (prestasi) tertentu atau dapat ditentukan memberikan suatu benda bergerak atau tidak bergerak, berwujud atau tidak berwujud; melakukan suatu perbuatan tertentu; atau tidak melakukan perbuatan tertentu. Suatu objek tertentu atau prestasi tertentu, merupakan objek perjanjian, prestasi yang wajib dipenuhi. Prestasi itu harus tertentu atau sekurang-kurangnya dapat ditentukan. Kejelasan mengenai objek perjanjian adalah untuk memungkinkan pelaksanaan hak dan kewajiban pihak-pihak. Jika objek prestasi itu kabur, tidak jelas, sulit, bahkan tidak mungkin dilaksanakan, perjanjian itu batal (nietig, vold).

Menurut ketentuan Pasal 1234 KUHPdt, objek perjanjian atau prestasi yang wajib dipenuhi pihak-pihak itu dapat berupa memberikan benda tertentu, bergerak atau tidak bergerak, berwujud atau tidak berwujud misalnya dalam jual beli sepeda motor (berwujud), pihak penjual menyerahkan (memberikan) sepeda motor, pihak pembeli menyerahkan (memberikan) sejumlah uang harga sepeda motor.40

Selain itu, dapat pula melakukan suatu perbuatan tertentu atau tidak ditentukan, misalnya, pekerjaan konstruksi bangunan, pembuatan pagar rumah. Pihak penerima pekerjaan menerima pekerjaan yang diberikan, sedangkan pihak pemberi pekerjaan membayar upahnya kepada pekerja.

39

Ibid

40

(51)

Disamping melakukan perbuatan tertentu, boleh juga tidak melakukan perbuatan tertentu, misalnya tidak membuat tembok tinggi yang mengganggu pemandangan tetangganya. Jika perbuatan itu dilakukan, berarti melakukan pelanggaran hukum. Pihak tetangga tadi dapat meminta agar tembok yang mengganggu pemandangan itu dibongkar. 41

Menurut tradisi, untuk sahnya suatu perjanjian, maka objek perjanjian haruslah:

1. Dapat ditentukan

2. Dapat diperdagangkan (diperbolehkan) 3. Mungkin dilakukan

4. Dapat dinilai dengan uang42

Tuntutan dari undang-undang adalah objek perjanjian haruslah tertentu. Setidaknya objek perjanjian dapat ditentukan. Tujuan dari suatu perjanjian adalah untuk timbulnya/ terbentuknya, berubahnya, berakhirnya suatu perikatan. Perjanjian tersebut mewajibkan kepada para pihak untuk memberikan sesuatu, berbuat sesuatu, atau tidak berbuat sesuatu (prestasi). Pada akhirnya, kewajiban tersebut haruslah dapat ditentukan. Tidak dapat dibayangkan jika debitor tidak tahu apa yang menjadi kewajibannya dan kreditor tidak tahu apa yang menjadi haknya. Hakim pun akan bingung untuk memutuskan apa yang harus dilaksanakan jika tidak diketahui apa yang telah diperjanjikan diantara para pihak.

Jika kita berbicara tentang perjanjian, hal tersebut berarti adanya objek perjanjian yang dapat ditentukan. Janji untuk melakukan “sesuatu”, sedangkan ternyata tidak jelas apa yang dimaksud dengan “sesuatu” tersebut,

bukanlah suatu perjanjian. Namun tidak berarti bahwa para pihak pada waktu membentuk perjanjian, harus sudah secara terperinci menyatakan apa yang

41

Ibid, hlm 203

42

(52)

menjadi hak/kewajiban masing-masing. Bahkan untuk jualbeli, dimungkinkan harga jual belinya ditetapkan oleh pihak ketiga (Pasal 1465 (2) KUH Perdata). Di dalam batas-batas tertentu, dapat diperjanjikan bahwa luasnya hak dan kewajiban masing-masing pihak diserahkan penentuannya kepada salah satu pihak ini tentunya harus dilakukan dengan itikad baik.

Penentuan hak dan kewajiban para pihak apabila diserahkan kepada pihak ketiga disebut sebagai beding “advis” yang mengikat (bindend advise). Sedangkan jika diserahkan kepada salah satu pihak, dikenal sebagai bending

“penentuan pihak (partijbeslissing). Bending atau janji semacam ini diterima

secara umum dan tunduk pada ketentuan pasal 1338 KUH Perdata.43 Ketentuan Pasal 1332 KUHPerdata menyebutkan bahwa :

“Hanya barang yang dapat ditentukan saja yang dapat menjadi pokok persetujuan”

Namun demikian, ini tidak berarti bahwa barang untuk kepentingan umum tidak dapat menjadi pokok perjanjian. Perjanjian antar kotamadya dan pemborong untuk pekerjaan pemasangan pipa air leding atau pembuatan gorong-gorong tidaklah dapat digolongkan ke dalam perjanjian yang dimaksudkan oleh Pasal 1332 KUHPerdata. Pada umumnya sepanjang pokok perjanjian berkaitan dengan kepentingan umum, maka perjanjian tersebut prestasinya adalah untuk melakukan sesuatu. Sedangakan untuk prestasi memberikan sesuatu, sehubungan dengan akan di

Referensi

Dokumen terkait

Dalam pati alam biasanya ada sekitar tiga kali amilopektin lebih banyak disbandingkan amilosa, meskipun terdapat juga proporsi salah satunya yang jauh lebih tinggi

Batu akik saat ini bsedang marak maraknya di indonesia dari anak kecil sampai dewasa menyukai batu akik, Meningkatnya penjualan batu akik saat ini di kota

Berdasarkan masalah yang melatarbelakangi dan kajian pustaka yang telah dikumpulkan, Jurusan Teknik Industri Universitas Muhammadiyah Malang memerlukan sebuah

Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang telah dilakukan oleh Lestari (2016) tentang hubungan pengetahuan dan sikap WUS dengan perilaku melakukan

Ketika ditanya apa itu pengertian, penyebab, tanda dan gejala serta pencegahan dan perawatan tuberculosis hipertensi dan gastritis kepada keluarga. Keluarga hanya mengetahui

Tinggi badan ibu yang pendek berisiko 1,3 kali memiliki balita stunting dibandingkan dengan dengan ibu yang memiliki tinggi badan yang tinggi Bila orang tua pendek

Berdasarkan latar belakang masalah yang dikemukakan di atas, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah apakah penggunaan metode pembelajaran Picture and

Bahan yang digunakan adalah minyak nilam yang dikumpulkan atau diperoleh dari beberapa penyuling, pedagang pengumpul dan eksportir minyak atsiri masing-masing sebanyak