PERTUMBUHAN TANAMAN JARAK PAGAR
(Jathropa curcas L) PADA PENGGUNAAN BEBERAPA
JENIS BAHAN ORGANIK dan TARAF MIKORIZA
UNTUK MEREHABILITASI LAHAN KRITIS
SYAKHRUL ALI NST
DEPARTEMEN KEHUTANAN
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
PERTUMBUHAN TANAMAN JARAK PAGAR
(Jathropa curcas L) PADA PENGGUNAAN BEBERAPA
JENIS BAHAN ORGANIK dan TARAF MIKORIZA
UNTUK MEREHABILITASI LAHAN KRITIS
SKRIPSI
OLEH :
SYAKHRUL ALI NST
031202003/BUDIDAYA HUTAN
DEPARTEMEN KEHUTANAN
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
PERTUMBUHAN TANAMAN JARAK PAGAR
(Jathropa curcas L) PADA PENGGUNAAN BEBERAPA
JENIS BAHAN ORGANIK dan TARAF MIKORIZA
UNTUK MEREHABILITASI LAHAN KRITIS
SKRIPSI
OLEH :
SYAKHRUL ALI NST
031202003/BUDIDAYA HUTAN
Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana di Fakultas Pertanian
Universitas Sumatera Utara
DEPARTEMEN KEHUTANAN
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Judul Penelitian : Pertumbuhan Tanaman Jarak Pagar (Jathropa curcas L) Pada Penggunaan Beberapa Jenis Bahan Organik dan Taraf Mikoriza Untuk Merehabilitasi Lahan Kritis.
Nama : Syakhrul Ali Nst Nim : 031202003 Jurusan : Kehutanan Program Studi : Budidaya Hutan
Menyetujui Komisi Pembimbing
Afifuddin Dalimunthe, SP,MP Dr. Budi Utomo, SP, MP Ketua Anggota
Mengetahui,
ABSTRACT
Syakhrul Ali Nst. Growth of Castor Pagar ( Jatropha curcas L) [At] Beberapa Jenis Penggunaan Bahan Organik is and Taraf Mikoriza Untuk Merehabilitasi Lahan Kritis. Under tuition Afifuddin Dalimunthe, SP, MP and Dr. Kindness Utomo, SP, MP.
This research aim to to compare respon growth of fence castor ( Jatropha curcas L) in critical farm Padang Bolak through usage some organic materials types and level mikoriza. Research done Bulan April shall June 2007 in Desa Sungai Durian Kecamatan Padang Bolak - Tapanuli south.
Research result known that [gift/ giving] of organic materials and mikoriza show respon not real to growth of crop diameter is while [at] high [of] leaves amount and crop show respon the reality.
Syakhrul Ali Nst. Pertumbuhan Tanaman Jarak Pagar (Jatropha curcas L) Pada Beberapa Jenis Penggunaan Bahan Organik dan Taraf Mikoriza Untuk Merehabilitasi Lahan Kritis. Dibawah bimbingan Afifuddin Dalimunthe, SP, MP dan Dr. Budi Utomo, SP, MP.
Penelitian ini bertujuan untuk membandingkan respon pertumbuhan tanaman jarak pagar (Jatropha curcas L) di lahan kritis Padang Bolak melalui penggunaan beberapa jenis bahan organik dan taraf mikoriza. Penelitian dilakukan Bulan April sampai Juni 2007 di Desa Sungai Durian Kecamatan Padang Bolak - Tapanuli selatan.
Hasil penelitian diketahui bahwa pemberian bahan organik dan mikoriza menunjukkan respon tidak nyata terhadap pertumbuhan diameter tanaman sedangkan pada tinggi tanaman dan jumlah daun menunjukkan respon yang nyata.
Kata kunci : Lahan Kritis, Bahan Organik, Mikoriza.
Syakhrul Ali Nst lahir di Tanjung Leidong pada tanggal 12 November 1984. Penulis merupakan anak kedua dari empat bersaudara dari pasangan K. Nasution dan B. Dalimunthe.
Pada tahun 1991 penulis memasuki Sekolah Dasar Negeri 5 Sibolga dan lulus pada tahun 1997, lalu melanjutkan Sekolah Menengah Pertama Negeri 3 Padangsidempuan. Pada tahun 2000 melanjutkan pendidikan di Sekolah Menengah Umum Negeri 4 Padangsidempuan. Melalui jalur SPMB pada tahun 2003, penulis memilih Program Studi Budidaya Hutan Universitas Sumatera Utara untuk mendapatkan gelar sarjana.
Selama mengikuti perkuliahan penulis menjadi salah satu pengurus anggota HIMAS dalam bidang olahraga. Pada tahun 2004 penulis melaksanakan Praktek Pengenalan dan Pengelolaan Hutan (P3H) di Kecamatan Bandar Khalifah Kabupaten Serdang Bedagai dan di Desa Tongkoh Kabupaten Karo. Pada akhir studi penulis mengikuti Praktek Kerja Lapangan (PKL) di HPHTI PT. Musi Hutan Persada Kecamatan Muara Enim, Sumatera Selatan pada tanggal 4 Juni sampai 4 Agustus 2007. Untuk dapat menyelesaikan studi penulis melakukan penelitian dengan judul : Pertumbuhan Tanaman Jarak Pagar (Jatropha curcas L) Pada Penggunaan Beberapa Jenis Bahan Organik dan Taraf Mikoriza Untuk Merehabilitasi Lahan Kritis.
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas berkah dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian dengan judul “Pertumbuhan Tanaman Jarak Pagar (Jatropha curcas L) Pada Penggunaan Beberapa Jenis Bahan Organik dan Taraf Mikoriza Untuk Merehabilitasi Lahan Kritis.
Pada kesempatan ini penulis ingin berterima kasih kepada semua pihak yang telah membantu, membimbing dan memberi saran dalam menyelesaikan penelitian ini. Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada :
1. Penghargaan tertinggi kepada kedua orang tua tercinta ayah K. Nasution dan ibu B. Dalimunthe yang telah memberikan semangat dan doa restunya. 2. Bapak Afifuddin Dalimnthe, SP, MP selaku ketua komisi pembimbing dan Bapak Dr. Budi Utomo, SP, MP selaku komisi pembibing yang telah banyak memberikan arahan dan masukan dalam penelitian.
3. Rekan-rekan satu angkatan di Departemen Kehutanan atas kerjasama dan bantuannya dalam penelitian ini.
4. Kepada semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu atas bantuannya selama ini.
Akhir kata penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua pihak yang membutuhkan.
Medan, Desember 2007
Penulis
DAFTAR ISI
ABSTRACT ... ii
Lahan Kritis dan Penyebarannya ... 7
Taksonomi Tanaman Jarak Pagar ... 9
Persyaratan Tumbuh ... 11
Beberapa Jenis Bahan Organik ... 12
Pupuk Kandang... 12
Pupuk Kompos ... 13
Gambut ... 15
Cendawan Mikoriza Arbuskula ... 16
METODE PENELITIAN ... 20
Tempat dan Waktu Penelitian ... 20
Bahan dan alat ... 20
Metode Penelitian ... 20
Pelaksanaan Penelitian ... 21
1. Data curah hujan dan hari hujan bulanan tahun 2005 ... 24 2. Pengaruh pemberian beberapa jenis bahan organik terhadap diameter
tanaman pada umur 20 minggu ... 25 3. Pengaruh pemberian beberapa jenis bahan organik terhadap tinggi
tanaman pada umur 20 minggu ... 26 4. Pengaruh pemberian beberapa jenis bahan organik terhadap jumlah
daun tanaman pada umur 20 minggu ... 26 5. Pengaruh pemberian beberapa taraf mikoriza terhadap diameter
tanaman pada umur 20 minggu ... 27 6. Pengaruh pemberian beberapa taraf mikoriza terhadap tinggi tanaman
pada umur 20 minggu ... 28 7. Pengaruh pemberian beberapa taraf mikoriza terhadap jumlah daun
tanaman pada umur 20 minggu ... 28
DAFTAR GAMBAR
1. Grafik rekapitulasi perbandingan beberapa jenis penggunaan bahan organik dan taraf mikoriza terhadap respon pertumbuhan diameter tanaman ... 29 2. Grafik rekapitulasi perbandingan beberapa jenis penggunaan bahan
organik dan taraf mikoriza terhadap respon pertumbuhan tinggi tanaman ... 30 3. Grafik rekapitulasi perbandingan beberapa jenis penggunaan bahan
organik dan taraf mikoriza terhadap respon pertumbuhan jumlah daun tanaman ... 31
DAFTAR LAMPIRAN
1. Tabel rataan pengukuran diameter tanaman pada penggunaan beberapa jenis bahan organik dan analisis sidik raga ... 41 2. Tabel rataan pengukuran tinggi tanaman pada penggunaan beberapa
jenis bahan organik dan analisis sidik ragam ... 42 3. Tabel rataan penghitungan jumlah daun tanaman pada beberapa
penggunaan jenis bahan organik dan analisis ragam ... 43 4. Tabel rataan pengukuran diameter tanaman pada pemberian beberapa
taraf mikoriza dan analisis ragam ... 44 5. Tabel rataan pengukuran tinggi tanaman pada pemberian beberapa
taraf mikoriza dan analisis ragam ... 45 6. Tabel rataan penghitungan jumlah daun tanaman pada pemberian
beberapa taraf mikoriza dan analisis ragam ... 46 7. Tabel data pengamatan tanaman tanpa pemberian bahan organik
(kontrol/BO) ... 47 8. Tabel data pengamatan tanaman pada pemberian bahan organik
(pupuk kandang/BI) ... 50 9. Tabel data pengamatan tanaman pada pemberian bahan organik
(pupuk kompos/BII) ... 53 10. Tabel data pengamatan tanaman pada pemberian bahan organik
(gambut/BIII) ... 56 11. Tabel data pengamatan tanaman tanpa pemberian mikoriza
(kontrol/MI) ... 59 12. Tabel data pengamatan tanaman pada pemberian taraf mikoriza 15
gr/polibag (MII) ... 62 13. Tabel data pengamatan tanaman pada pemberian taraf mikoriza 30
gr/polibag (MIII) ... 64 14. Tabel data pengamatan tanaman pada pemberian taraf mikoriza 45
ABSTRACT
Syakhrul Ali Nst. Growth of Castor Pagar ( Jatropha curcas L) [At] Beberapa Jenis Penggunaan Bahan Organik is and Taraf Mikoriza Untuk Merehabilitasi Lahan Kritis. Under tuition Afifuddin Dalimunthe, SP, MP and Dr. Kindness Utomo, SP, MP.
This research aim to to compare respon growth of fence castor ( Jatropha curcas L) in critical farm Padang Bolak through usage some organic materials types and level mikoriza. Research done Bulan April shall June 2007 in Desa Sungai Durian Kecamatan Padang Bolak - Tapanuli south.
Research result known that [gift/ giving] of organic materials and mikoriza show respon not real to growth of crop diameter is while [at] high [of] leaves amount and crop show respon the reality.
Syakhrul Ali Nst. Pertumbuhan Tanaman Jarak Pagar (Jatropha curcas L) Pada Beberapa Jenis Penggunaan Bahan Organik dan Taraf Mikoriza Untuk Merehabilitasi Lahan Kritis. Dibawah bimbingan Afifuddin Dalimunthe, SP, MP dan Dr. Budi Utomo, SP, MP.
Penelitian ini bertujuan untuk membandingkan respon pertumbuhan tanaman jarak pagar (Jatropha curcas L) di lahan kritis Padang Bolak melalui penggunaan beberapa jenis bahan organik dan taraf mikoriza. Penelitian dilakukan Bulan April sampai Juni 2007 di Desa Sungai Durian Kecamatan Padang Bolak - Tapanuli selatan.
Hasil penelitian diketahui bahwa pemberian bahan organik dan mikoriza menunjukkan respon tidak nyata terhadap pertumbuhan diameter tanaman sedangkan pada tinggi tanaman dan jumlah daun menunjukkan respon yang nyata.
Kata kunci : Lahan Kritis, Bahan Organik, Mikoriza.
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Luas lahan kritis di Indonesia diperkirakan telah mencapai 25 juta hektare dengan tingkat penggundulan tiga juta hektare per tahun atau satu hektare per menit. Lahan kritis dan tanah-tanah kosong diluar kawasan hutan yang umumnya tidak produktif seperti padang ilalang, tanah-tanah terlantar, sebagian besar hanya dimanfaatkan untuk usaha tani lahan kering yang dalam pengelolaannya masih belum memperhatikan apek konservasi (Departemen Kehutanan dan Perkebunan, 2000). Lahan kritis memiliki kondisi lingkungan yang sangat beragam tergantung pada penyebab kerusakan lahan. Secara umum dapat dikatakan bahwa kondisi lahan kritis menyebabkan tanaman tidak cukup mendapatkan air dan unsur hara, kondisi fisik tanah yang tidak memungkinkan akar berkembang dan proses infiltrasi air hujan, kandungan garam yang tinggi akibat akumulasi garam sekunder atau intrusi air laut yang menyebabkan plasmolisis, atau tanaman keracunan oleh unsur toksik yang tinggi (Subiksa, 2006).
Pemanfaatan bahan organik dan mikoriza merupakan salah satu cara untuk meningkatkan pertumbuhan tanaman dan produktivitas lahan kritis (Subiksa, 2006). Bahan organik merupakan bahan pembenah tanah yang paling baik dan alami daripada bahan pembenah buatan / kimia. Bagi tanah-tanah pertanian, kandungan bahan organik adalah sangat penting yang dapat dilihat dari peranannya yaitu mengatur berbagai sifat tanah, sebagai penyangga persediaan unsur-unsur hara bagi tanaman dan berpengaruh terhadap struktur tanah. (Sutejo, 1994).
Cendawan Mikoriza Arbuskula (CMA) dapat digunakan untuk membantu program merehabilitasi lahan-lahan kritis. Kemampuannya dalam memperbaiki status nutrisi tanaman tersebut pada saat ini dapat dijadikan sebagai alternatif strategis untuk menggantikan (substisusi) sebagian kebutuhan pupuk yang diperlukan oleh tanaman yang ditanam pada tanah-tanah bermasalah (Setiadi, 1992).
Dari hasil penelitian sebelumnya yang dilakukan pada perlakuan bahan organik menunjukkan pengaruh nyata pada pertumbuhan sedangkan mikoriza diperoleh pengaruh yang belum nyata. Diduga hal tersebut terjadi disebabkan karena maktu penelitian yang singkat. Oleh karena itu perlu penelitian lanjutan untuk mengetahui pengaruh dari perlakuan yang diberikan. Selain itu untuk mendeteksi pengaruh bahan organik dan mikoriza perlu dibandingkan respon masing-masing perlakuan tersebut. Sehingga didapatkan perlakuan mana yang memberi respon tertinggi terhadap pertumbuhan tanaman jarak pagar di lahan kritis Padang Bolak.
Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk membandingkan respon pertumbuhan tanaman jarak pagar (Jatropha curcas L) di lahan kritis Padang Bolak melalui penggunaan beberapa jenis bahan organik dan beberapa taraf Cendawan Mikoriza Arbuskula (CMA).
Hipotesis Penelitian
Respon pertumbuhan tanaman jarak pagar (J. curcas L) di lahan kritis Padang Bolak lebih baik pada penggunaan bahan organik dibandingkan dengan penggunaan CMA.
Manfaat Penelitian
KERANGKA PEMIKIRAN
Lahan kritis adalah lahan yang telah mengalami kerusakan sehingga menyebabkan kehilangan atau berkurang fungsinya (fungsi produksi dan pengatur tata air). Menurunnya fungsi tersebut disebabkan penggunaan yang kurang atau tidak memperhatikan teknik konservasi tanah sehingga menimbulkan erosi, tanah longsor dan sebagainya yang berpengaruh terhadap kesuburan tanah, tata air dan lingkungan (Tajuddin dan Minaldi, 2006). Luas lahan kritis di Indonesia diperkirakan telah mencapai 25 juta hektare dengan tingkat penggundulan tiga juta hektare per tahun atau satu hektare per menit. Wilayah Sumatera Utara memiliki luas lahan kritis sebesar 594.157,54 ha yang terbagi atas 70.680 ha kritis, 217.349 ha agak kritis dan 138.812 ha daerah berpotensi kritis (Departemen Kehutanan dan Perkebunan, 2000).
Secara agronomis, tanaman jarak pagar ini dapat beradaptasi dengan lahan maupun agroklimat di Indonesia bahkan tanaman ini dapat tumbuh dengan baik pada kondisi kering (curah hujan < 500 mm per tahun) maupun pada lahan dengan kesuburan rendah (lahan kritis). Dengan memperhatikan potensi tanaman jarak yang mudah tumbuh, dapat dikembangkan sebagai sumber bahan penghasil minyak bakar alternatif pada lahan kritis dapat memberikan harapan baru pengembangan agribisnis. Keuntungan yang diperoleh pada budidaya tanaman jarak di lahan kritis antara lain (1) menunjang usaha konservasi lahan, (2) memberikan kesempatan kerja sehingga berimplikasi meingkatkan penghasilan kepada petani dan (3) memberikan solusi pengadaan minyak bakar (biofuel) (Hariyadi, 2005).
Usaha mengatasi tingkat rendahnya unsur hara pada lahan kritis juga dapat dilakukan dengan memodifikasi lingkungan (profil tanah) pertumbuhan tanaman. Hal itu dapat berupa modifikasi kimia dengan pemberian bahan organik dan mikoriza. Beberapa hasil penelitian menunjukkan bahwa pemberian kompos secara langsung pada masam mampu menekan aktivitas Al. Menurut penelitian oleh Samuel (1991) dalam Wawan (2002), pemberian 50 ton/ha kompos sampah kota pada subsoil Ultisol Sitiung II mampu menurunkan Al-dd lebih dari 78,5%.
Pengaruh bahan organik dalam menurunkan Al-dd tersebut berkaitan dengan asam-asam organik yang dihasilkan selama proses dekomposisi bahan organik. Substansi humat seperti asam humat dan asam fulvat menurut Tan (1993)
dalam Wawan (2002) merupakan hasil akhir dari proses dekomposisi bahan
Pemanfaatan mikoriza, suatu bentuk asosiasi cendawan dengan akar tanaman tingkat tinggi, merupakan salah satu cara untuk meningkatkan pertumbuhan tanaman dan produktivitas lahan kritis. Karakteristik asosiasi mikorisa ini memungkinkan tanaman untuk memperoleh air dan hara dalam kondisi lingkungan yang kering dan miskin unsur hara, perlindungan dari patogen akar dan unsur toksik dan secara tidak langsung melalui perbaikan struktur tanah. Hal ini dimungkinkan karena mikoriza memiliki jaringan hipa eksternal yang luas dan diameter yang lebih kecil dari bulu-bulu akar, enzim fosfatase dan sekresi hipa lainnya serta terbentuknya mantel hipa yang melindungi akar secara fisik. Pemanfaatan jenis-jenis isolat cendawan mikoriza harus disesuaikan dengan tanaman inangnya, karena seringkali cendawan tertentu hanya dapat membentuk mikoriza dengan tanaman inang tertentu pula (Subiska, 2006).
TINJAUAN PUSTAKA
Lahan Kritis dan Penyebarannya
Lahan kritis di Indonesia telah mencapai 25 juta ha yang terdapat di kawasan hutan dan non hutan. Pada mulanya lahan-lahan di tanah air umumnya merupakan hutan tropika yang subur dan lebat. Lahan hutan yang subur itu dapat kita jumpai dimana-mana mulai dari daerah pesisir hingga di areal pegunungan. Selain sebagai sumber diperolehnya hasil hutan yang beraneka ragam jenisnya, hutan merupakan habitat dari kehidupan baik tumbuhan maupun binatang yang beranekara ragam. Bertambahnya penduduk menyebabkan bertambahnya pula kebutuhan mereka (Suseno, 2002).
Masalah lahan kritis sebetulnya tidak bisa dipisahkan dengan kualitas pengelolaan lahan dan/ atau tanaman. Dan memang telah banyak bukti menunjukkan bahwa lahan yang tidak dikelola sebagaimana mestinya pasti mengalami kemunduran kesuburannya. Pemunduran itu selain melalui pengurasan unsur hara melalui pembakaran pada waktu pembukaan lahan, juga sering terjadi melalui erosi tanah oleh air hujan, angin dan/ atau di beberapa negara disebabkan oleh adanya salju. Pemunduran oleh kedua penyebab tersebut nyata-nyata menurunkan produktivitas tanah (Suseno, 2002).
mengalami kerusakan secara fisik, kimia dan biologis merupakan istilah yang digunakan untuk lahan kritis (Suseno, 2002).
Lima proses utama yang terjadi timbulnya tanah terdegradasi, yaitu: menurunnya bahan kandungan bahan organik tanah, perpindahan liat, memburuknya struktur dan pemadatan tanah, erosi tanah, dan pencucian unsur hara. Khusus untuk tanah-tanah tropika basah terdapat tiga proses penting terjadinya degradasi tanah, yaitu: 1) degradasi fisik berhubungan dengan memburuknya struktur tanah sehingga memicu pergerakan, pemadatan, aliran banjir berlebihan, dan erosi dipercepat, 2) degradasi kimia berhubungan dengan terganggunya siklus C, N, P, S dan unsur lainnya, 3) degradasi biologis berhubungan dengan menurunnya kualitas dan kuantitas bahan organik tanah, aktivitas biotik dan keragaman spesies fauna tanah (Menius, 2006)
Tanah-tanah lahan kering tropika basah merupakan tanah yang rentan degradasi, selain disebabkan faktor alami juga akibat campur tangan manusia. Degradasi tanah, ditandai dengan kondisi banjir saat musim hujan dan kekeringan cukup parah saat musim kemarau. Hal itu menunjukkan bahwa tanah tidak mampu lagi mengatur kelembaban, sehingga cepat mengering dan jenuh bila kondisi curah hujan berubah (Menius, 2006).
Penyebaran lahan kritis dan penyebabnya : a. Lahan Kritis di Kawasan Pantai
besar, seperti di daerah muara sungai Progo (DI. Yogyakarta) dan muara sungai Cimanuk (Jawa Barat).
b. Lahan Kritis di Kawasan Dataran Rendah
Lahan Kritis di kawasan dataran rendah terjadi akibat adanya genangan air atau proses sedimentasi (pengendapan) bahan yang menutupi lapisan tanah yang subur.Genangan air terjadi karena tanahnya lebih rendah dari daerah sekitarnya, sehingga waktu hujan lebat terjadi banjir dan air menggenang. Lahan Kritis di dataran rendah dapat dijumpai pada daerah sekitar Demak (jawa Tengah), Lamongan, Gresik, Bojonegoro, dan Tuban (Jawa Timur).
c. Lahan Kritis di Kawasan Pegunungan/Perbukitan
Lahan kritis di kawasan pegunungan terjadi akibat adanya longsor, erosi atau soil creep (tanah merayap). Lapisan tanah yang paling atas (top soil) terkelupas, sisanya tanah yang tandus bahkan sering merupakan batuan padas (keras). Hal ini sering terjadi di kawasan pegunungan dengan lereng terjal dan miskin tumbuhan penutup. Lahan kritis di kawasan pegunungan banyak dijumpai pada pegunungan yang hutannya telah rusak. Lahan kritis kawasan pegunungan di Indonesia antara lain di pegunungan Kendeng Utara (Jawa Timur) dan sekitar gunung Ciremai (Jawa Barat).
(Romenah, 2007)
Taksonomi Tanaman Jarak Pagar (Jatropha curcas L)
Divisi : Spermatophita Subdivisi : Angiospermae Kelas : Dicotyledonae Ordo : Euphorbiales Famili : Euphorbiaceae Genus : Jatropha
Spesies : Jatropha curcas L (Hambali et al., 2006)
Persyaratan Tumbuh
Penyebaran tanaman terletak antara 400 LS sampai 500 LU, dengan ketinggian yang optimal adalah 0-2000 meter dari permukaan laut. Diperlukan iklim yang kering dan panas terutama pada saat berbuah. Suhu rendah pada waktu tanam dan pembungaan akan sangat merugikan karena akan tumbuh jamur. Tanaman jarak pagar tumbuh baik di daerah tropis dan subtropis. Suhu optimum adalah 200 C sampai 350 C (Alamsyah, 2006). Tanaman jarak pagar tergolong tanaman hari panjang, yaitu tanaman yang memerlukan sinar matahari langsung dan terus-menerus sepanjang hari. Tanaman tidak boleh terlindung tanaman lainnya, yang berakibat menghambat pertumbuhannya. (Purwantoro, 2007).
Beberapa Jenis Bahan Organik
Pupuk Kandang
Pupuk kandang termasuk ke dalam pupuk organik karena dalam proses pembuatannya berlangsung di alam dan dicirikan dengan kelarutan unsur haranya yang rendah di dalam tanah. Sangat penting untuk mengetahui jenis atau macamnya pupuk kandang. sebab pemakaian pupuk atau perlakuan-perlakuan yang harus dilakukan sebelum pupuk dipakai, agar bermanfaat sebagai cara untuk mengembalikan unsur hara yang telah terangkut atau meningkatkan tersedianya unsur-unsur hara di dalam tanah guna keperluan pertumbuhan tanaman (Sutejo, 1994).
Pupuk kandang ternyata mempunyai pengaruh yang positif terhadap sifat fisis dan kimiawi tanah, mendorong kehidupan (perkembangan) jasad renik. Dengan kata lain pupuk kandang mempunyai kemampuan mengubah faktor-faktor yang menjamin kesuburan tanah (Adianto, 1993).
Pupuk kandang dapat dikatakan selain mengandung unsur makro (nitrogen, fosfor, kalium, dsb) juga mengandung unsur-unsur mikro (kalsium, magnesium, serta sejumlah kecil mangan, tembaga, borium, dll) yang kesemuanya membentuk pupuk, menyediakan unsur-unsur atau zat-zat makanan bagi kepentingan pertumbuhan dan perkembangan tanaman. Pupuk kandang didalam tanah mempunyai pengaruh yang baik terhadap sifat fisis tanah. Pengurain-penguraian yang terjadi mempertinggi humus. Sebagai kita ketahui humus sangat berpengaruh baik terhadap sifat fisis tanah, mempertahankan struktur tanah, menjadikan tanah mudah diolah (ringan pengolahannya) dan terisi oksigen yang cukup. Pupuk kandang dianggap pupuk lengkap karena selain menimbulkan tersedianya unsur-unsur hara bagi tanaman, juga mengembangkan kehidupan mikroorganisme (jasad renik) di dalam tanah (Sutejo, 1994).
Pupuk Kompos
Kompos merupakan zat akhir suatu proses fermentasi tumpukan sampah / serasah tanaman dan adakalanya termasuk bangkai binatang. Pembuatan kompos pada hakikatnya ialah menumpukkan bahan-bahan organik dan membiarkannya terurai menjadi bahan-bahan yang mempunyai perbandingan C/N yang rendah sebelum digunakan sebagai pupuk. Karena bahan-bahan organik yang dipergunakan bagi pembuatan kompos tidak begitu jauh berbeda dengan bahan-bahan organis pembuat pupuk hijau (Murbandono, 1993).
karena kegiatan-kegiatan jasad renik, sehubungan pula dengan kebutuhan-kebutuhan hidupnya. Apa yang telah terikat oleh jasad renik demi mencukupi kebutuhan hidupnya kelak akan dikembalikan lagi apabila jasad-jasad renik tersebut mati (Murbandono, 1993).
Bahan-bahan mentah pembentuk kompos tentunya mengandung berbagai zat. Kalau kandungan zat-zat tertentu seperti lignin dan senyawa-senyawa sejenisnya ternyata cukup banyak maka penguraian akan berlangsung lambat. Bahan mentah pembentuk kompos sebaiknya dipotong-potong sehingga merupakan bagian-bagian yang kecil. Kenyataannya makin halus atau makin kecil bagian-bagian tersebut akan makin cepat terjadinya pelapukan-pelapukan dan penguraian-penguraiannya (Sutejo, 1994).
Gambut
Tanah gambut adalah tanah yang kandungan bahan organiknya sangat tinggi dan tebalnya lebih dari 40 cm yang dalam istilah Ilmu Tanah disebut Histosol. Berdasar ditemukannya di alam tanah gambut dibedakan menjadi gambut pantai dan gambut pedalaman, sedang berdasar ketebalannya dibedakan menjadi gambut dangkal (kurang dari 1 m), gambut sedang (1-3 m) dan gambut dalam (lebih dari 3 m). Tanah gambut juga dapat dibedakan berdasar atas tingkat dekomposisi bahan organiknya menjadi gambut kasar (Fibrist), gambut sedang (Hemist) dan gambut halus (Saprist). Kecuali itu bahan tanah mineral di bawah gambut pun berbeda-beda, ada yang terdiri dari tanah halus (lempung liat), tanah sulfat asam, tanah halus dengan sulfat asam, ataupun tanah yang kasar (pasir) (Hardjowigeno, 1997).
Masalah penting dan utama pemanfaatan gambut adalah usaha meningkatkan kesuburan lahan gambut ditentukan oleh : 1) ketebalan gambut dan tingkat kematangan lapisan-lapisannya, 2) keadaan tanah mineral di bawah gambut, 3) kualitas air sungai atau air pasang yang mempengaruhi proses pembentukan maupun proses pematangannya. Gambut yang bertumpu di atas tanah kuarsa lebih miskin dibandingkan gambut yang dipasok air hujan. Masalah lain di lahan gambut adalah imbangan antara bahan organik mineral, larutan tanah dan udara tanah yang tidak selaras (Setiadi, 1997).
Cendawan Mikoriza Arbuskula (CMA)
Berdasarkan struktur tubuh dan cara infeksi terhadap tanaman inang, mikoriza dapat digolongkan menjadi 2 kelompok besar (tipe) yaitu ektomikoriza dan endomikoriza. Namun ada juga yang membedakan menjadi 3 kelompok dengan menambah jenis ketiga yaitu peralihan dari 2 bentuk tersebut yang disebut ektendomikoriza. Pola asosiasi antara cendawan dengan akar tanaman inang menyebabkan terjadinya perbedaan morfologi akar antara ektomikoriza dengan endomikoriza. Pada ektomikoriza, jaringan hipa cendawan tidak sampai masuk kedalam sel tapi berkembang diantara sel kortek akar membentuk "hartig net dan mantel dipermukaan akar. Sedangkan endomikoriza, jaringan hipa cendawan masuk kedalam sel kortek akar dan membentuk struktur yang khas berbentuk oval yang disebut vesicle dan sistem percabangan hipa yang disebut arbuscule, sehingga endomikoriza disebut juga vesicular-arbuscular micorrhizae (VAM) (Subiksa, 2006).
Dalam hal ini jamur atau cendawan tidak bersifat parasit, bahkan merupakan gabungan simbiotik yang mutualistik antara cendawan bukan patogen atau patogen lemah, dengan sel akar hidup terutama sel korteks dan epidermis. Lebih dari 200.000 spesies Angiospermae, terdiri dari cabang-cabang hifa yang berada pada bagian dalam akar sel tanaman inang atau lebih dari 90 % dari 300.000 spesies yang berasosiasi dengan CMA pada tanah-tanah alami (Setiadi, 1992).
perluasan penyerapan unsur-unsur hara dari tanah dan peningkatan transfer hara (khususnya P) ke tumbuhan, sedangkan cendawan memperoleh C organik dari tumbuhan inangnya (Setiadi, 1992).
Simbiosis antara tanaman dan CMA adalah menguntungkan dan penting untuk kelangsungan hidup cendawan karena cendawan mengambil fotosintesis dari tanaman. Tanaman memperoleh keuntungan dengan adanya CMA dapat menyerap lebih banyak fosfat dari tanah dan tumbuh lebih baik dari tanaman yang tidak tertinfeksi (Sasli, 2004).
CMA merupakan cendawan tanah yang digolongkan ke dalam famili
Endogonaceae, jamur ini dapat bersimbiosis dengan akar banyak spesies tanaman. Dan ciri paling menonjol dari tipe CMA dibanding jenis lainnya adalah kemampuannya bersimbiosis dengan hampir 90 % spesies tanaman. CMA pada umumnya dapat ditemukan pada sebagian besar spesies tanaman tingkat tinggi yang tumbuh pada berbagai habitat dengan berbagai macam iklim. Sebaran spesies CMA bervariasi menurut iklim, lingkungan dan tipe penggunaan lahan (Sasli, 2004).
METODE PENELITIAN
Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di lapangan yaitu di Desa Sungai Durian Kecamatan Padang Bolak Kabupaten Tapanuli Selatan Provinsi Sumatera Utara, mulai bulan April 2007 - Juni 2007.
Bahan dan Alat Penelitian
Bahan
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah tanaman jarak pagar (Jathropa curcas L), mikoriza, air.
Alat
Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah meteran, jangka sorong, kamera, kalkulator, alat tulis dan alat lain yang mendukung penelitian ini.
Metode Penelitian
Metode penelitian dengan penggunaan bahan organik dilakukan dengan pola Rancangan Acak Kelompok (RAK) non faktorial dengan 4 perlakuan :
B0 = tanpa perlakuan (kontrol) B1 = pupuk kandang
Metode penelitian engan penggunaan mikoriza dilakukan dengan pola Rancangan Acak Kelompok (RAK) non faktorial dengan 4 perlakuan :
MI = tanpa perlakuan (kontrol) MII = 15 gr/polibag
MIII = 30 gr/polibag MIV = 45 gr/polibag
Masing-masing perlakuan dibuat dengan ulangan 5 kali sehingga jumlah unit petak percobaan sebanyak 20 unit perlakuan, dimana setiap satu unit petak tersebut ditanam 9 tanaman sehingga akan diperoleh jumlah sebanyak 180 tanaman.
Model matematis yang digunakan dalam penelitian ini adalah :
ij j i
Yij=µ+τ +β +Σ
dimana :
Yij = nilai pengamatan ulangan ke-i dan perlakuan ke-j µ = rataan umum
Σ = galat ulangan ke-i dan perlakuan ke-j.
Bila hasil analisis sidik ragam menunjukkan respon terhadap perlakuan berpengaruh nyata maka dilanjutkan dengan Uji Duncan.
Pelaksanaan Penelitian
Setiap petak berisi tanaman jarak pagar sebanyak 9 tanaman. Untuk setiap petaknya diambil masing-masing 4 contoh tanaman jarak pagar untuk perlakuan bahan organik dan demikian pula halnya dengan perlakuan mikoriza.
Pemeliharaan
Kegiatan pemeliharaan dilakukan untuk menghindari terjadinya persaingan antara tanaman, pembebasan tanaman dari rumput dan tanaman lain yang tumbuh pada permukaan yang mengganggu pertumbuhan tanaman jarak pagar, dan juga untuk penyulaman terhadap tanaman yang rusak.
Parameter Pengamatan
Tinggi Tanaman
Pengukuran tinggi tanaman dilakukan satu kali dalam dua minggu dengan menggunakan meteran. Dengan cara mengukur dari ujung kayu yang telah diberi tanda dari atas permukaan tanah sampai ujung titik tumbuh tertinggi.
Jumlah Daun
Penghitungan jumlah daun dilakukan pada daun tanaman jarak pagar yang telah tumbuh terbuka sempurna.
Diameter Batang
KONDISI UMUM
Penelitian dilakukan di lahan kritis Desa Sungai Durian Kecamatan
Padang Bolak Kabupaten Tapanuli Selatan Sumatera Utara. Secara geografis terletak pada ketinggian 200 meter dari permukaan laut, berada pada 010 19’17’’-01045’20’’ lintang timur dan 99026’09’’- 99052’04’’ bujur timur. Iklim di daerah ini termasuk tipe B, menurut pembagian tipe iklim rata-rata curah hujan pertahun 232 mm dan jumlah hari hujan 231,7 hari. Ketersediaan air pertahun adalah 353 mm/tahun atau 20 % dari total curah hujan. Jumlah air banyak terjadi pada bulan Januari (170 mm) dan terkecil pada bulan Agustus, September dan Oktober masing-masing tidak tersedia. Hal ini menunjukkan bahwa air yang ada hanya cukup untuk menjaga kelembaban tanah. Penanaman sebaiknya dilakukan pada bulan Desember, karena pada saat tersebut ketersediaan air mulai banyak dan bertahan sampai bulan April atau Mei. Keadaan lain, pada bulan Juli sampai dengan September atau Oktober setiap tahun terjadi musim kemarau, ditandai dengan adanya angin kencang yang disebut angin Fohn.
Tabel 1. Data curah hujan dan hari hujan bulanan tahun 2005
Sumber : Badan Pusat Statistik Padangsidempuan tahun 2005.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil
A. Perlakuan Bahan Organik
Diameter Batang
Dari hasil pengamatan didapat bahwa pemberian bahan organik menunjukkan respon tidak nyata terhadap pertumbuhan diameter tanaman. Adapun datanya dapat dilihat dari Tabel 2 sebagai berikut :
Tabel 2. Pengaruh Pemberian Beberapa Jenis Bahan Organik terhadap Diameter Tanaman Pada Umur 20 Minggu
Perlakuan Rataan
Keterangan : Berdasarkan hasil analisis ragam angka diatas tidak berbeda nyata pada taraf 5 %.
Tabel 2 menunjukkan bahwa pengukuran diameter tanaman tertinggi terdapat pada perlakuan pupuk kandang (B1) yakni 23,99 mm sedangkan untuk pengukuran diameter tanaman terendah terdapat pada perlakuan kontrol (B0) yakni 18,75 mm.
Tinggi Tanaman
Tabel 3. Pengaruh Pemberian Beberap Bahan Organik terhadap Tinggi Tanaman Pada Umur 20 Minggu
Perlakuan Rataan
Keterangan : Angka yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata menurut DMRT pada taraf 5 %.
Tabel 3 menunjukkan bahwa pengukuran tinggi tanaman tertinggi terdapat pada perlakuan pupuk kandang (B1) yakni 51,79 cm sedangkan untuk pengukuran tinggi tanaman terendah terdapat pada perlakuan kontrol (B0) yakni 42,39 cm. Pada uji lanjut Duncan menunjukkan perlakuan pupuk kandang tidak berbeda nyata dengan pupuk kompos sedangkan pada perlakuan gambut dan kontrol menunjukkan pengaruh nyata.
Jumlah Daun
Dari hasil pengamatan didapat bahwa pemberian bahan organik menunjukkan respon yang nyata terhadap pertambahan jumlah daun tanaman. Adapun datanya dapat dilihat dari Tabel 4 sebagai berikut :
Tabel 4. Pengaruh Pemberian Beberapa Bahan Organik terhadap Jumlah Daun Tanaman Pada Umur 20 Minggu.
Perlakuan Rataan
Tabel 4 menunjukkan bahwa pengukuran jumlah daun tertinggi terdapat pada perlakuan pupuk kandang (B1) yakni 17,55 sedangkan untuk pengukuran jumlah daun terendah terdapat pada perlakuan kontrol (B0) yakni 7,15. Hasil uji Duncan menunjukkan perlakuan pupuk kandang memberikan pengaruh yang nyata terhadap pupuk kompos, gambut dan kontrol dalam pengukuran jumlah daun.
B. Perlakuan Mikoriza
Diameter Batang
Dari hasil pengamatan didapat bahwa pemberian mikoriza menunjukkan respon tidak nyata terhadap pertumbuhan diameter tanaman. Adapun datanya dapat dilihat dari Tabel 5 sebagai berikut :
Tabel 5. Pengaruh Pemberian Beberapa Taraf Mikoriza Terhadap Diameter Tanaman Pada Umur 20 Minggu.
Perlakuan Rataan
Keterangan : Berdasarkan hasil analisis ragam angka diatas tidak berbeda nyata pada taraf 5 %.
Tabel 5 menunjukkan bahwa pengukuran diameter tanaman tertinggi terdapat pada perlakuan mikoriza (MIV) yakni 17,69 mm sedangkan untuk pengukuran diameter tanaman terendah terdapat pada perlakuan kontrol (MI) yakni 17,21 mm.
Dari hasil pengamatan didapat bahwa pemberian mikoriza menunjukkan respon yang nyata terhadap pertumbuhan tinggi tanaman. Adapun datanya dapat dilihat dari Tabel 6 sebagai berikut :
Tabel 6. Pengaruh Pemberian Beberapa Taraf Mikoriza Terhadap Tinggi Tanaman Pada Umur 20 Minggu.
Perlakuan Rataan
Keterangan : Angka yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata menurut DMRT pada taraf 5 %.
Tabel 6 menunjukkan bahwa pengukuran tinggi tanaman tertinggi terdapat pada perlakuan mikoriza (MIII) yakni 43,37 cm sedangkan untuk pengukuran tinggi tanaman terendah terdapat pada perlakuan kontrol (MI) yakni 40,94 cm. Hasil uji lanjut Duncan menunjukkan perlakuan MIII tidak memberikan pengaruh nyata pada MIV tapi berpengaruh nyata pada MII dan kontrol.
Jumlah Daun
Dari hasil pengamatan didapat bahwa pemberian mikoriza menunjukkan respon yang nyata terhadap pertambahan jumlah daun tanaman. Adapun datanya dapat dilihat dari Tabel 7 sebagai berikut :
Tabel 7. Pengaruh Pemberian Beberapa Taraf Mikoriza Terhadap Jumlah Daun Pada Tanaman Umur 20 Minggu.
Keterangan : Angka yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata menurut DMRT pada taraf 5 %.
Tabel 7 menunjukkan bahwa pengukuran jumlah daun tanaman tertinggi terdapat pada perlakuan mikoriza (MIII) yakni 4,8 sedangkan untuk pengukuran jumlah daun tanaman terendah terdapat pada perlakuan kontrol (MI) yakni 3,5. Hasil uji lanjut Duncan menunjukkan perlakuan MIII tidak berpengaruh nyata pada MIV tetapi berpengaruh nyata pada perlakuan MII dan kontrol.
Pada Gambar 1 merupakan rekapitulasi penggunaan beberapa jenis bahan organik dan taraf mikoriza dalam bentuk grafik yang menunjukkan respon pertumbuhan diameter tanaman. Grafiknya dapat dilihat seperti pada gambar di bawah ini :
Diameter Tanaman
0 5 10 15 20 25 30
B0 B1 B2 B3 MI MII MIII MIV
Grafik 1 menunjukkan bahwa diameter tertinggi pada penggunaan bahan organik terdapat pada perlakuan pupuk kandang (BI) yaitu 23,99 sedangkan diameter tertinggi penggunaan mikoriza terdapat pada pemberian mikoriza sebanyak 45 gr/polibag.
Gambar 2 merupakan rekapitulasi penggunaan beberapa jenis bahan organik dan taraf mikoriza dalam bentuk grafik yang menunjukkan respon pertumbuhan tinggi tanaman. Grafiknya dapat dilihat seperti pada gambar di bawah ini :
Tinggi Tanaman
0 10 20 30 40 50 60
B0 B1 B2 B3 MI MII MIII MIV
Gambar 2. Grafik rekapitulasi perbandingan beberapa jenis penggunaan bahan organik dan taraf mikoriza terhadap respon pertumbuhan tinggi tanaman.
Gambar 3 merupakan rekapitulasi penggunaan beberapa jenis bahan organik dan taraf mikoriza dalam bentuk grafik yang menunjukkan respon terhadap pertumbuhan jumlah daun. Grafiknya dapat dilihat seperti pada gambar sebagai berikut :
Jumlah Daun
0 5 10 15 20
B0 B1 B2 B3 MI MII MIII MIV
Gambar 3. Grafik rekapitulasi perbandingan beberapa jenis penggunaan bahan organik dan taraf mikoriza terhadap respon pertumbuhan jumlah daun.
Pada Gambar 3 menunjukkan pengamatan jumlah daun yaitu perlakuan pada pupuk kandang juga menunjukkan pertumbuhan yang tertinggi sebesar 17,55 untuk penggunaan bahan organik, sedangkan untuk mikoriza ditunjukkan pada pemberian 30 gr/polibag mikoriza (MIII) sebesar 4,8.
Pembahasan
A. Perlakuan Bahan Organik
tanaman dan jumlah daun. Hal ini disebabkan dengan adanya pemberian bahan organik tersebut secara langsung, bahan organik tersebut akan menjadi sumber energi unsur hara yang dapat diserap oleh tanaman meskipun dalam jumlah sedikit, secara fisik bahan organik tersebut berperan dalam memperbaiki struktur tanah menjadi remah sehingga akan lebih mudah ditembus perakaran tanaman, meningkatkan daya menahan air dan unsur hara dalam tanah lebih tersedia bagi pertumbuhan tanaman (Engelstad, 1997)
Bahan organik pupuk kandang dan pupuk kompos yang diberikan pada tanaman sudah matang atau proses terdekomposisi dimana bahan organik yang belum matang atau proses dekomposisinya belum terjadi bisa menghasilkan panas sehingga proses dekomposisi belum sempurna dan unsur haranya belum terurai, dimana bahan organik yang nisbah C/N > 20 tidak baik diberikan pada tanah. Bahan organik yang telah terdekomposisi dengan baik bukan hanya memperkaya unsur hara bagi tanaman tetapi berperan besar terhadap perbaikan sifat-sifat fisik, biologis dan kimia tanah. Dengan pemberian bahan organik akan mempengaruhi sifat kimia tanah yang dapat meningkatkan ketersediaan hara (N, P, K) dalam tanah walaupun dalam jumlah yang sedikit, asam yang dikandung humus akan membantu meningkatkan proses pelapukan bahan mineral (Prihmantoro, 2001)
Menurut Lingga dan Marsono (2004), pupuk organik menaikkan kondisi kehidupan di dalam tanah. Hal ini terutama disebabkan oleh mikroorganisme dalam tanah yang memanfaatkan bahan organik sebagai makanan. Oleh karena itu pupuk organik seperti pupuk kandang yang diberikan pada tanah harus diuraikan terlebih dahulu oleh jasad renik melalui proses pembusukan atau peragian sebelum diisap oleh akar tanaman. Dari proses ini jasad renik memperoleh makanan dan sumber tenaga. Semakin banyak pupuk organik yang diberikan maka akan semakin banyak pula jasad renik dalam tanah.
bahan organik gambut sangat lambat terdekomposisi sehingga proses mengikat unsur hara atau partikel liat dari gambut tersebut lambat, dimana masih terdapat sifat negatif pada gambut yaitu asam-asam amino organik yang tinggi atau C/N masih lebih besar (C/N > 30 %) sehingga unsur hara dari gambut tersebut belum bisa banyak tersedia pada tanah maupun pada tanaman.
B. Perlakuan Mikoriza
Dari hasil sidik ragam pada penggunaan mikoriza, bahwa perlakuan mikoriza tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap pertambahan diameter batang tanaman yang terlihat pada Tabel 4. Ini disebabkan karena kurangnya waktu pengamatan sehingga pengaruh mikoriza tersebut masih kurang jelas bagi pertumbuhan diameter batang karena bibit yang ditanam masih dalam keadaan fase vegetatif yaitu tanaman akan membentuk daun dan pucuk-pucuk tanaman sehingga yang kelihatan adalah pertambahan tinggi dan jumlah daun
larutan lebih cepat daripada tanaman yang tidak bermikoriza. Perbedaan kecepatan penyerapan itu mungkin sebagai refleksi perbedaan antara luas permukaan akar dan berat kering dari akar yang bermikoriza dan yang tidak bermikoriza.
Seperti terlihat pada Tabel 5 dan Tabel 6 yang menunjukkan bahwa pemberian mikoriza pada 30 gr/polibag merupakan pertumbuhan yang tertinggi. Hal ini menurut Subiksa (2006), dikarenakan bagi tanaman inang, adanya asosiasi ini, dapat memberikan manfaat yang sangat besar bagi pertumbuhannya, baik secara langsung maupun tidak langsung. Secara tidak langsung, cendawan mikoriza berperan dalam perbaikan struktur tanah, meningkatkan kelarutan hara dan proses pelapukan bahan induk. Sedangkan secara langsung, cendawan mikoriza dapat meningkatkan serapan air, hara dan melindungi tanaman dari patogen akar dan unsur toksik. Menurut Hasanuddin dan Gonggo (2004), sedikitnya ada 4 hal yang dapat membantu perkembangan tanaman dari adanya mikoriza ini yaitu : 1) Mikoriza dapat meningkatkan absorpsi hara dari dalam tanah, 2) Mikoriza dapat berperan sebagai penghalang biologi terhadap infeksi patogen akar, 3) Meningkatkan ketahanan tanaman terhadap kekeringan dan kelembaban yang ekstrim, 4) Meningkatkan produksi hormon pertumbuhan dan zat pengatur tumbuh lainnya seperti auxin.
meningkatkan pembentukan mikoriza dibandingkan dengan intensitas sinar (Setiadi, 1999).
Lebih lanjut lagi dikatakan Nuhamara (1999) dalam Subiksa (2006), jaringan hipa ekternal dari mikoriza akan memperluas bidang serapan air dan hara. Disamping itu ukuran hifa yang lebih halus dari bulu-bulu akar memungkinkan hifa bisa menyusup ke pori-pori tanah yang paling kecil (mikro) sehingga hifa bisa menyerap air pada kondisi kadar air tanah yang sangat rendah. Serapan air yang lebih besar oleh tanaman bermikoriza, juga membawa unsur hara yang mudah larut dan terbawa oleh aliran masa seperti N, K dan S. sehingga serapan unsur tersebut juga makin meningkat. Disamping serapan hara melalui aliran masa, serapan P yang tinggi juga disebabkan karena hipa cendawan juga mengeluarkan enzim phosphatase yang mampu melepaskan P dari ikatan-ikatan spesifik, sehingga tersedia bagi tanaman.
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
1. Pemberian bahan organik dan mikoriza menunjukkan pengaruh nyata terhadap pertumbuhan tinggi dan jumlah daun tanaman jarak pagar di lahan kritis Padang Bolak.
2. Pertumbuhan terbaik pemberian bahan organik terdapat pada perlakuan pupuk kandang (BI). Dan pertumbuhan terbaik pemberian mikoriza terdapat pada taraf 30 gr/polibag mikoriza (MIII).
3. Penggunaan bahan organik khususnya pupuk kandang lebih baik dalam merehabilitasi lahan kritis di Padang Bolak.
Saran
DAFTAR PUSTAKA
Adianto. 1993. Biologi Pertanian : Pupuk Kandang, Pupuk Organik Nabati dan Insektisida. Penerbit Alumni. Bandung.
Alamsyah, A. N. 2006. Biodiesel Jarak Pagar. Bahan Bakar Alternatif yang Ramah Lingkungan. Cetakan Pertama Agromedia Pustaka. Jakarta. Deparetemen Kehutanan dan Perkebunan, 2002. Lahan Kritis Akan Ditanami
Jarak Pgar. http://www. deptan. go. Id. [Diakses pada tanggal 21 Desember 2007].
Engelstad, O.P. 1997. Teknologi dan Penggunaan Pupuk. Edisi Ketiga. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.
Feronika, A. 2003. Mikoriza : Peran, Prospek dan Kendalanya. http://mti.ugm.ac.id/~brianadi/data/ana_pub/mkrz%2520peran%2520pro spek%25207%2520kendala. [Diakses pada tanggal 21 Desember 2007]. Hambali, E. dkk. 2006. Jarak Pagar Tanaman Penghasil Biodisel. Cetakan
Pertama. Penebar Swadaya. Jakarta.
Hardjowigeno, S. 1997. Pemanfaatan Gambut Berwawasan Lingkungan. Dalam Pengelolaan Gambut Berwawasan Lingkungan. Direktorat Teknologi Pengembangan Sumber Daya Lahan dan Mitigasi Bencana Deputi Bidang Pengembangan Kekayaan Alam Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi. Jakarta
Hariyadi, 2005. Budidaya Tanaman Jarak (Jatropha Curcas) Sebagai Sumber Bahan Alternatif Biofuel. http://www.ristek.go.id/index.php. [Diakses pada tanggal 21 Desember 2007].
Hasanuddin dan Gonggo, B.M. 2004. Pemanfaatan Mikrobia Pelarut Fosfat dan Mikoriza Untuk Perbaikan Fosfor Tersedia, Serapan Fosfor Tanah Ultisol dan Hasil Jagung (Pada Ultisol). Jurnal-jurnal Ilmu Pertanian Indonesia. http://tumoutou.net/654_5644/.hasanuddindangonggohtm. [Diakses pada tanggal 21 Desember 2007].
Isnaini, M. 2006. Pertanian Organik. Cetakan Pertama. Penerbit Kreasi Wacana. Yogyakarta.
Mahmud, Z. 2006. Perlukah Jarak Pagar Dipupuk. http://www. deptan. go. id. [Diakses pada tanggal 16 Januari 2007].
Menius, T. 2005. Pengelolaan dan Perbaikan Kualitas Tanah dan Lahan Untuk Menyeimbangkan Perubahan Iklim Global Yang Disebabkan Oleh Kerusakan lingkungan. http://elisa.ugm.ac.id/files/cahyonoagus/hDX/. [Diakses pada tanggal 21 Desember 2007].
Murbandono, L. 1993. Cara Membuat Kompos. Penebar Swadaya. Jakarta.
Prihmantoro, H. 2001.Memupuk Tanaman Sayur. Cetakan Keempat. PT Penebar Swadaya. Jakarta.
Purwantoro, 2007. Sekilas Tentang Jarak Pagar. http://database. deptan. go.id. [Diakses pada tanggal 16 Januari 2007].
Romenah, 2007. Lahan Potensial dan Lahan Kritis. http://elcom.umy.ac.id/elschool/muallimin_muhammadiyah/file.php/1/m ateri/Geografi/LAHAN%2520POTENSIAL%2520DAN%2520LAHAN %. [Diakses pada tanggal 16 Januari 2007].
Sasli, I. 2004. Peranan Mikoriza Arbuskula Vesikula Dalam Peningkatan Resistensi Tanaman Terhadap Cekaman Kekeringan. http:// www. tumoutou.net. [Diakses pada tanggal 16 Januari 2007].
Setiadi, B. 1992. Mengenal Mikoriza, Rhizobium dan Aktirorizas Untuk Tanaman Kehutanan Fakultas Pertanian IPB. Bogor.
_______. 1993. Mikoriza Arbuskula dan Prospek Aplikasi Sebagai Pupuk Biologis Untuk Tanaman Hutan. Fakultas Kehutanan Bioteknologi. PAU IPB. Bogor.
_______. 1997. Penyuburan Gambut, Aspek Strategis Pembukaan Lahan Gambut Satu Juta Hektar. Dalam Pengelolaan Gambut Berwawasan Lingkungan. Direktorat Teknologi Pengembangan Sumber Daya Lahan dan Mitigasi Bencana Deputi Bidang Pengembangan Kekayaan Alam Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi. Jakarta
Setiadi, B. 1999. Status Penelitian dan Pemanfaatan Cendawan Mikoriza Arbuskular dan Rhizobium Untuk Merehabilitasi Lahan Terdegradasi. Seminar Nasional Mikoriza. 15-16 November 1999, Bogor (Indonesia). Shintawaty, A. 2007. Prospek Pengembangan Biodiesel dan Bioetanol Sebagai
Bahan Bakar Alternatif di Indonesia. http:// www. bni. co. id
Subiksa, I.G.D. 2006. Pemanfaatan Mikoriza Untuk Penanggulangan Lahan Kritis.
. [Diakses pada tanggal 16 Januari 2007]
Susilo, B. 2006. Biodiesel. Pemanfaatan Biji Jarak Pagar Sebagai Alternatif Bahan Bakar. Cetakan Pertama Trubus Agrisarana. Surabaya.
Sutanto, R. 2002. Penerapan Pertanian Organik. Cetakan Kelima. Penerbit Kanisius. Yogyakarta.
Sutejo, M.M. 1994. Pupuk dan Cara Pemupukan. Cetekan Keempat Rineka Cipta. Jakarta.
Wawan, 2002. Pengelolaan Subsoil Masam Untuk Peningkatan Tanaman Pangan. http://tumoutou.net/3_sem1_012/wawan. [Diakses pada tanggal 21 Desember 2007].
Tajuddin, P. dan Minaldi. 2007. Teknik Perbanyakan dan Penyediaan Bibit Jarak Pagar Secara Ex Vitro. http : // www. lc. bppt. go. Id/iptek. [Diakses pada tanggal 16 Januari 2007]
Lampiran 1. Tabel Rataan Pengukuran Diameter Tanaman Pada Penggunaan Beberapa Jenis Bahan Organik dan Analisis Sidik Ragam.
Perlakuan Ulangan Rataan
1 2 3 4 5
B1 19,83 17,63 17,73 20,28 18,65 18,75 B2 21,48 22,15 25,7 25,03 21,08 23,99 B3 16,27 30,27 18,62 19,02 19,2 20,68 B4 19,53 20,95 20,3 20,02 20,88 20,42
SK DB JK KT F HITUNG F TABEL
Perlakuan 3 47,61 15,87 1,60 3,49
Kelompok 4 25,44 6,36
Galat 12 119,39 9,95
Total 19 192,44
Kesimpulan :
Lampiran 2. Tabel Rataan Pengukuran Tinggi Tanaman Pada Penggunaan Beberapa Jenis Bahan Organik dan Analisis Sidik Ragam.
Perlakuan Ulangan Rataan
1 2 3 4 5
B1 43,78 42,3 41,3 43,45 41,15 42,39 B2 42,95 48,98 54,08 53,88 52,08 51,79 B3 39,03 47,58 58,53 47,93 47,98 48,21 B4 41,73 47,6 46,58 44,38 42,15 44,5
SK DB JK KT F HITUNG F TABEL
Perlakuan 3 272,71 91,23 7,93 3,49
Kelompok 4 89,52 22,38
Galat 12 149,48 11,79
Total 19 503,71
Kesimpulan :
Lampiran 3. Tabel Rataan Penghitungan Jumlah Daun Tanaman Pada Penggunaan Beberapa Jenis Bahan Organik dan Analisis Sidik Ragam.
Perlakuan Ulangan Rataan
1 2 3 4 5
B1 4,5 8,75 8,5 7,25 6,75 7,15
B2 23,25 19 16,25 16 13,25 17,55 B3 12,5 10 11 8,75 10 10,45 B4 7,25 9 6,5 9,25 6,5 7,7
SK DB JK KT F HITUNG F TABEL
Perlakuan 3 342,94 114,31 21,47 3,49
Kelompok 4 20,02 5,04
Galat 12 63,748 5,31
Total 19 426,6
Kesimpulan :
Lampiran 4. Tabel Rataan Pengukuran Diameter Tanaman Pada Pemberian Beberapa Taraf Mikoriza dan Analisis Sidik Ragam.
Perlakuan Ulangan Rataan
1 2 3 4 5
MI 18,13 16,4 17,3 18,33 15,93 17,21 MII 17,93 17,0 16,58 18,5 17,25 17,45 MIII 16,33 19,73 15,9 18,43 18,0 17,67 MIV 16,48 19,08 17,95 17,5 17,45 17,69
SK DB JK KT F HITUNG F TABEL
Perlakuan 3 0,75 0,25 0,21 3,49
Kelompok 4 5,56 1,39
Galat 12 14,12 1,17
Total 19 20,47
Kesimpulan :
Lampiran 5. Tabel Rataan Pengukuran Tinggi Tanaman Pada Pemberian Beberapa Taraf Mikoriza dan Analisis Sidik Ragam.
Perlakuan Ulangan Rataan
1 2 3 4 5
MI 40,95 48,65 41,95 38,7 36,68 40,94 MII 43,78 42,4 41,4 39,28 38,55 41,14 MIII 44,58 40,58 45,2 45,5 41,0 43,47 MIV 48,15 33,73 42,05 41,68 39,1 41,38
SK DB JK KT F HITUNG F TABEL
Perlakuan 3 48,9 16,3 4,08 3,49
Kelompok 4 155,67 38,91
Galat 12 47,89 3,99
Total 19
Kesimpulan :
Lampiran 6. Tabel Rataan Penghitungan Jumlah Daun Tanaman Pada Pemberian Beberapa Taraf Mikoriza dan Analisis Sidik Ragam.
Perlakuan Ulangan Rataan
1 2 3 4 5
MI 3,7 4,27 2,5 3,7 3,25 3,5
MII 3,25 4,5 4,5 4,0 3,5 3,95
MII 3,75 4,25 6,75 4 5,25 4,8
MIV 3,75 5,25 3,0 4,75 3,25 4,0
SK DB JK KT F HITUNG F TABEL
Perlakuan 3 8,98 2,99 5,64 3,49
Kelompok 4 2,29 0,57
Galat 12 6,39 0,53
Total 19 17,65
Kesimpulan :
Lampiran 7. Tabel Data Pengamatan Tanaman Tanpa Pemberian Bahan Organik (Kontrol / B0).
Minggu Ke Diameter Tinggi Jumlah Daun
Lampiran 9. Tabel Data Pengamatan Tanaman Pada Pemberian Bahan Organik (Pupuk Kompos / B2).
Minggu Ke Diameter Tinggi Jumlah Daun
Lampiran 10. Tabel Data Pengamatan Tanaman Pada Pemberian Bahan Organik (Gambut / B3).
Minggu Ke Diameter Tinggi Jumlah Daun