• Tidak ada hasil yang ditemukan

Aplikasi Kompos Kulit Kayu Eukaliptus dan Mikoriza Terhadap Pertumbuhan Stek Pucuk Eukaliptus ( Eucalyptus sp)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Aplikasi Kompos Kulit Kayu Eukaliptus dan Mikoriza Terhadap Pertumbuhan Stek Pucuk Eukaliptus ( Eucalyptus sp)"

Copied!
54
0
0

Teks penuh

(1)

APLIKASI KOMPOS KULIT KAYU EUKALIPTUS DAN

MIKORIZA TERHADAP PERTUMBUHAN

STEK PUCUK EUKALIPTUS( Eucalyptus sp)

SKRIPSI

Oleh:

J. Hermanto Pasaribu 051202024

PROGRAM STUDI BUDIDAYA HUTAN DEPARTEMEN KEHUTANAN

FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS S UMATERA UTARA

(2)

LEMBAR PENGESAHAN

Judul Penelitian : Aplikasi Kompos Kulit Kayu Eukaliptus dan Mikoriza

Terhadap Pertumbuhan Stek Pucuk Eukaliptus

( Eucalyptus sp)

Nama : J. Hermanto Pasaribu

NIM : 051202024

Program Studi : Budidaya Hutan

Disetujui:

Ketua Komisi Pembimbing Anggota Komisi Pembimbing

(Dr. Ir. Edy Batara Mulya Siregar, MS) (Ir. Haryati, MP) NIP: 19641228 200012 1 001 NIP: 131.875.100

Diketahui oleh:

Ketua Departemen Kehutanan

(3)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena

dengan berkat dan rahmat-Nya skripsi ini dapat selesai dikerjakan. Skripsi ini

diberi judul ” Aplikasi Kompos Kulit Kayu Eukaliptus dan Mikoriza

Terhadap Pertumbuhan Stek Pucuk Eukaliptus (Eucalyptus sp)”.

Dalam kesempatan ini penulis menyampaikan terima kasih yang

sebesar-besarnya kepada :

1. Ayahanda P.Pasaribu dan Ibunda R.Sianipar, A.md.Pd beserta kakak,

abang dan adek atas segala doa, pengorbanan, semangat serta

motivasinya.

2. Ketua Departemen Kehutanan, Dosen besrta staf atas segala bantuan

studinya kepada penulis selama mengikuti perkuliahan.

3. Bapak Dr. Ir. Edy Batara Mulya Siregar,MS dan Ibu Ir.Haryati,MP selaku

komisi pembimbing yang telah banyak memberikan bimbingan, arahan

dan kritik serta saran dalam pelaksanaan penelitian hingga

penyempurnaan skripsi ini.

4. Bapak Ir. Karman Sirait beserta staf Nursery PT.Toba Pulp Lestari Tbk

yang memberikan kesempatan dalam melaksanakan penelitian serta

banyak memberikan bimbingan di lapangan pada saat penelitian

dilaksanakan.

5. Rekan-rekan Mahasiswa Kehutanan stambuk 2005, Beibz 2005, beserta

adek-adek kelas ricky joe, fredi, elisa, dll yang banyak membantu dalam

(4)

6. Sahabatku Wedly AP Sitanggang yang banyak membantu dalam penelitian

ini

Akhirnya penulis menyadari skrispsi ini masih jauh dari sempurna dan

oleh karena itu penulis senantiasa membuka diri untuk menerima saran dan

kritik untuk perbaikan demi kesempurnaan skripsi ini, semoga tulisan ini

bermanfaat bagi yang memerlukannya.

Medan, Oktober 2009

(5)

DAFTAR ISI

Manfaat Penelitian ... 4

Hipotesis Penelitian ... 5

TINJAUAN PUSTAKA Botani dan Penyebaran Eukaliptus ... 6

Sifat Kayu Eukaliptus ... 7

Syarat Tumbuh ... 8

Mikoriza ... 9

Kompos ... 11

Kompos, Hubungannya dengan Mikoriza dan Tanaman ... 13

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian ... 15

Bahan dan Alat Penelitian ... 15

Metode Penelitian ... 15

Pelaksanaan Penelitian ... 18

Persiapan Lahan ... 18

Pencucian Tube ... 18

Persiapan Media Tanam ... 18

Pemanenan Stek Pucuk ... 19

Persiapan dan Penanaman Stek Pucuk ... 19

Pemeliharaan Tanaman ... 19

Penyiraman ... 19

Pemupukan dan Pengendalian Penyakit ... 19

Seleksi bibit ... 19

Pengamatan Parameter ... 20

Tinggi Semai(cm) ... 20 Hasil dan Pembahasan ... 22

(6)

Kesimpulan ... 34 Saran ... 34

(7)

DAFTAR TABEL

Halaman

1. Analisis unsure hara berdasarkan komposisi media tanam Eukaliptus 22

2. Hasil uji DMRT interaksi aplikasi mikoriza dengan komposisi media tanam pada pembibitan semai Eukaliptusterhadap parameter tinggi, diameter, dan ratio tajuk-akar pada 112 MST ... 24

(8)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

1. Layout ………. 37

2. Hasil analisa laboratorium ... 38

3. Pertambahan tinggi dan sidik ragam semai Eukaliptus ... 39

4. Pertambahan diameter dan sidik ragam semai Eukaliptus ... 40

5. Pertumbuhan jumlah daun dan sidik ragam semai Eukaliptus ... 41

6. Rasio tajuk akar dan sidik ragam semai Eukaliptus ... 42

7. Persen hidup dan sidik ragam semai Eukaliptus ... 43

(9)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Saat ini lahan-lahan kritis dari hutan alam di Indonesia semakin banyak

sehingga hal tersebut mengurangi suplay dan demand hasil kayu yang merupakan

bahan baku untuk industri perkayuan, seperti kayu lapis, pulp, dan kertas.

Keadaan tersebut membuktikan bahwa saat hutan alam tak sanggup lagi

menyediakan kebutuhan kayu bagi perindustrian Indonesia.

Kebutuhan kayu dewasa ini yang semakin mendesak, baik kayu untuk

pertukangan maupun bahan baku industri lainnya menurut Departemen Kehutanan

(2005) kebutuhan kayu dalam izin usaha yang diterbitkan mencapai 63,48 Juta

M3/Tahun. Peningkatan kebutuhan kayu tersebut seiring dengan bertambahnya

penduduk setiap tahun. Peningkatan kebutuhan ini harus diimbangi dengan

memperhatikan keseimbangan produksi kayu yang mencukupi dengan

memperhatikan keseimbangan alam. Untuk menatasi hal tersebut salah satu

alternative pemecahannya yakni dengan pembangunan Hutan Tanaman Industri

(HTI) (Khaeruddin, 1999).

Di Propinsi Sumatera Utara, sejalan dengan berdirinya industri pulp dan

rayon PT. Inti Indorayon Utama Tbk yang sekarang telah berganti nama menjadi

PT. Toba Pulp Lestari Tbk dengan kapasitas produksi pabrik sekitar 240 ribu ton

pulp per tahun, sebagai upaya untuk penyediaan bahan baku kayu yang

berkelanjutan Pemerintah telah memberikan areal konsesi seluas 269.060 Ha,

(10)

Hasudutan, Tapanuli Selatan, Dairi, dan Simalungun untuk dibangun hutan

tanaman industri (Latifah, 2004).

Sub jenis Eucalyptus spp, merupakan jenis yang tidak membutuhkan

persyaratan yang tinggi terhadap tanah dan tempat tumbuhnya. Kayunya

mempunyai nilai ekonomi yang cukup tinggi untuk dipakai sebagai kayu

gergajian, konstruksi, finir, plywood, furniture, dan bahan pembuatan pulp dan

kertas. Oleh karena itu jenis tanaman ini cenderung untuk selalu dikembangkan

(DEPHUT, 1994).

Perbanyakan Eukaliptus telah banyak dilakukan melalui stek pucuk bukan

dengan biji lagi karena stek pucuk dapat menghasilkan jenis baru yang

dikembangkan secara kloning dan hasilnya lebih baik karena tanaman lebih tahan

terhadap penyakit. Menurut Mahfudz, 2002 dalam Hartono, 2004 stek pucuk

merupakan metode perbanyakan vegetatif secara konvensional dengan

menumbuhkan terlebih dahulu tunas-tunas aksilar pada media persemaian sampai

berakar sebelum dipindahkan ke lapangan. Pada stek pucuk tunas yang diambil

dari tunas orthotrof (tunas yang tumbuh secara vertikal) bukan dari tunas

plagiotrop (tunas yang tumbuh kearah samping atau cabang). Tunas orthotrop ini

diharapkan dapat membentuk satu cabang batang pokok keatas. Dalam penelitian

jenis Eukaliptus yang digunakan adalah IND 47 yakni hasil persilangan dari E.

urograndis dan E. deglupta

Aktivitas industri pengelolaan pulp dan kertas yang ada di Indonesia

berpotensi menghasilkan jumlah limbah yang besar, hal ini sesuai dengan

besarnya kapasitas produksi. Sepanjang tahun 2005 salah satu HTI di Sumatera

(11)

potensi limbah dipekirakan ada sekitar 100.000 – 150.000 ton. Berdasarkan hasil

penelitian Fengel dan Wegener (1984) limbah kayu Eukaliptus, diperkirakan

10-15 % dari log utuh. Potensi volume limbah kulit kayu Eukaliptus, ini tergolong

besar, bila tidak dimanfaatkan secara benar akan menimbulkan masalah

lingkungan (Tempo, 2005)1.

Alternatif pemanfaatan kulit kayu Eukaliptus adalah sebagai bahan baku

perekat, bahan bakar boiler, arang kompos, dan kompos. Limbah kulit kayu

Eukaliptus sampai sekarang pemanfaatannya difokuskan sebagai bahan bakar

boiler saja. Guna meningkatkan variasi bentuk pemanfaatan kulit kayu

Eukaliptus, maka salah satu bentuk teknologi tepat guna adalah pembuatan

kompos. Aplikasi berbagai kompos untuk mendapatkan respon tumbuh terbaik

tanaman kehutanan diharapkan dapat mendukung terwujudnya pembangunan

kehutanan yang berperinsip pada azas kelestarian ekologi, ekonomi dan

kelestarian produksi.

Penggunaan bahan organik saat ini banyak mendapat perhatian dari

berbagai kalangan, sebagai sebuah alternatif teknologi yang aman bagi

lingkungan. Menurut Hakim et al. (1986), bahan organik dapat meningkatkan

kapasitas tukar kation, kemampuan menahan unsur hara dan air, aktivitas

mikroorganisme, serta berbagai sifat-sifat tanah lainnya (Hakim at al dalam

Murbandono, 1986).

1

(12)

Mikroorganisme yang mungkin dapat digunakan untuk membantu

penyerapan hara oleh tanaman yaitu mikoriza. Asosiasi antara perakaran tanaman

dan jamur biasanya menyebabkan kenaikan pertumbuhan tanaman inang. Hal ini

dikarenakan adanya gabungan antara faktor penambah penyerapan unsur hara,

penyerapan air, kelarutan mineral dan proteksi akar tanaman melawan patogen

(Daniel, Helms dan Barker, 1994).

Pengaruh mikoriza terhadap pertumbuhan tanaman yang bermikoriza

dinyatakan bahwa tanaman yang bermikoriza lebih baik daripada tanaman yang

tidak bermikoriza karena akar tanaman yang bermikoriza dapat menyerap unsur

hara dalam bentuk terikat dan tidak tersedia bagi tanaman (Adiwiganda, 1996).

Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian adalah untuk mendapatkan komposisi media tanam

terbaik (kombinasi kompos kulit kayu Eukailptus dan cocopet (cocopeat)), dan

pengaruh pemberian mikoriza terhadap pertumbuhan stek pucuk Eukaliptus.

Hipotesis Penelitian

1. Ada respon pertumbuhan stek Eukaliptus terhadap komposisi media tanam

kompos kulit kayu Eukaliptus dan cocopet.

2. Ada respon pertumbuhan stek pucuk Eukaliptus terhadap aplikasi mikoriza

3. Ada interaksi pemberian mikoriza dan perbedaan komposisi media tanam

kompos kulit kayu Eukaliptus dan kokopet terhadap pertumbuhan stek

(13)

Kegunaan Penelitian

1. Sebagai salah satu syarat untuk dapat memperoleh gelar sarjana di

Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara, Medan.

(14)

TINJAUAN PUSTAKA

Botani dan Penyebaran Eukaliptus

Adapun sistematika tanaman Eukaliptus menurut Wulandari (2002) adalah

sebagai berikut :

Divisi : Spermatophyta

Sub Divisi : Angiospermae

Klas : Dicotyledoneae

Ordo : Myrtales

Famili : Myrtaceae

Genus : Eucalyptus

Spesies : Eucalyptus spp

Marga Eukaliptus termasuk kelompok yang berbuah kapsul dalam suku

Myrtaceae dan dibagi menjadi 7-10 anak marga, setiap anak dibagi lagi menjadi

beberapa seksi dan seri. Marga Eukaliptus terdiri atas 500 jenis yang kebanyakan

endemik di Australia. Hanya 2 jenis tersebar di wilayah Malesia (Maluku,

Sulawesi, Nusa Tenggara dan Filiphina) yaitu E. urophylus dan E. deglupta.

Beberapa jenis menyebar dari Australia bagian utara menuju Malesia bagian

timur. Keragaman terbesar di daerah-daerah pantai New South Wales dan

Australia bagian Barat daya. Pada saat ini beberapa jenis ditanam di luar daerah

penyebaran alami, misalnya di kawasan Malesia, juga di Benua Asia, Afrika

(Sutisna, Kalima dan Purnadjaja, 1998).

Eukaliptus yang masih muda, mempunyai akar utama yang cepat sekali

(15)

dalam kontainer (kantong) yang siap menjadi bibit dan di simpan dalam

bedengan bibit, pada umur satu bulan akar-akarnya telah menembus kontainer dan

masuk kedalam tanah setelah pohon mencapai dewasa, akar utama banyak

bercabang ke arah bawah tanah. Intensitas penyebaran akar ke arah bawah hampir

sama banyaknya dengan arah samping (Firmansyah, 2001).

Tanaman Eukaliptus pada umumnya berupa pohon kecil hingga besar,

tingginya 60-87 m. Batang utamanya berbentuk lurus, dengan diameter hingga

200 cm. Permukaan kulit kayu licin, berserat berbentuk papan catur. Daun muda

dan daun dewasa sifatnya berbeda, daun dewasa umumnya berseling

kadang-kadang berhadapan, tunggal, tulang tengah jelas, pertulangan sekunder menyirip

atau sejajar, berbau harum bila diremas. Perbungaan berbentuk payung yang rapat

kadang-kadang berupa malai rata di ujung ranting. Buah berbentuk kapsul, kering

dan berdinding tipis. Biji berwarna coklat atau hitam. (Sutisna, Kalima dan

Purnadjaja, 1998).

Sifat Kayu Eukaliptus

Eukaliptus adalah termasuk jenis pohon cahaya (intoleran, light demanter)

dan sepanjang tahun selalu tetap hijau (evergreen). Pertumbuhan cepat waktu

muda, baik riap tinggi maupun riap diameter dan umumnya Eukaliptus tahan

terhadap kebakaran, terutama jenis-jenis yang berkulit tebal, bila di bandingkan

dengan kayu daun lebar (Firmansyah, 2001).

Selanjutnya dinyatakan dalam Firmansyah (2001) bahwa perakaran jenis

Eukaliptus terdapat paling banyak pada kedalaman satu meter. Pada tanah dangkal

(16)

Akarnya mempunyai kemampuan untuk menembus tanah yang keras dan

memasuki celah batu untuk mendapatkan air dan mineral. Sistem perakaran yang

demikian sangat menguntungkan untuk penanaman di daerah dekat aliran sungai

dan sumber air dengan tujuan untuk pengawetan tanah dan air (hidrologis).

Kulit kayu lebih bersifat asam daripada kayu karena kandungan senyawa

yang bersifat asam lebih tinggi. Asam organik selama dekomposisi yang pada saat

pengomposan tidak sempurna akan bersifat toksik bagi tanaman

sehingga mengganggu proses metabolisme tanaman. Kulit luar juga lebih bersifat

asam daripada kulit dalam dan bahwa terdapat sedikit penurunan pH kulit pohon

dengan tambahnya umur (Volz dalam Fengel, 2003).

Syarat Tumbuh

Umumnya Eucalyptus spp tumbuh baik pada tanah jenis aluvial kecuali

Eucalyptus saligna yang memerlukan jenis tanah podsol, kelembaban tinggi dan

tergenang air. Jenis Eucalyptus deglupta (leda) tumbuh baik pada tanah aluvial

subur, berkelerengan datar dan rendah serta waktu hujan tanahnya tergenang

mengering ( Khaerudin, 1999).

Hampir semua jenis Eukaliptus berdaptasi dengan iklim muson. Beberapa

jenis bahkan dapat bertahan hidup di musim yang sangat kering, misalnya

jenis-jenis yang telah dibudidayakan yaitu E. alba, E. camaldulensis, E. citriodora, E.

deglupta adalah jenis yang beradaptasi pada habitat hutan hujan dataran rendah

dan hutan pegunungan rendah, pada ketinggian hingga 1800 meter dari

(17)

minimum rata-rata 230C dan maksimum 310C di dataran rendah, dan suhu

minimum rata-rata 130C dan maksimum 290 C di pegunungan (Sutisna dkk, 1998).

Mikoriza

Mikoriza adalah suatu bentuk asosiasi simbiotik antara akar tumbuhan

tingkat tinggi dan miselium cendawan tertentu. Nama mikoriza pertama kali

dikemukakan oleh ilmuwan Jerman Frank pada tanggal 17 April 1885. Tanggal

ini kemudian disepakati oleh para pakar sebagai titik awal sejarah mikoriza.

Mikoriza adalah suatu struktur yang khas yang mencerminkan adanya interaksi

fungsional yang saling menguntungkan antara suatu autobion/tumbuhan tertentu

dengan satu atau lebih galur mikobion dalam ruang dan waktu. Struktur yang

terbentuk dari asosiasi ini tersusun secara beraturan dan memperlihatkan spektrum

yang sangat luas, baik dalam hal tanaman inang, jenis cendawan maupun

penyebaranya. Mikoriza tersebar dari artictundra sampai ke daerah tropis dan dari

daerah bergurun pasir sampai ke hutan hujan yang melibatkan 80% jenis

tumbuhan yang ada (Nuhamara, 1993).

Menurut Titiek (1995), berdasarkan susunan anatomi infeksinya, mikoriza

dapat dibedakan menjadi 3 tipe antara lain:

1. Ektomikoriza adalah cendawan yang strukturnya membentuk banyak cabang

pada rambut akar tanaman pohon. Struktur mikoriza ini terdiri dari selimut

(mantle) miselium cendawan yang menyelimuti akar yang sel korteksnya

membesar dan hifa cendawan yang masuk dalam ruang interseluler. Selimut

ini seringkali berwarna putih-coklat keemasan sampai hitam dan biasanya

(18)

2. Endomikoriza adalah strukturnya disebut endotrophic, tidak membentuk

selimut dan hifa cendawan menginvasi sel korteks akar tanpa mematikannya

3. Ektendomikoriza adalah strukturnya diantara ekto dan endomokoriza.

Ektendomikoriza mempunyai penyebaran yang terbatas sehingga pengetahuan

tentang ini masih sangat sedikit. Pada umumnya dianggap kurang mempunyai

arti ekonomis (Kuswanto, 1982).

Sedikitnya ada 5 hal yang dapat membantu perkembangan tanaman dari

adanya mikoriza ini yaitu :

1. Mikoriza dapat meningkatkan absorpsi hara dari dalam tanah

2. Mikoriza dapat berperan sebagai penghalang biologi terhadap

infeksi patogen akar.

3. Meningkatkan ketahanan tanaman terhadap kekeringan dan

kelembaban yang ekstrim

4. Meningkatkan produksi hormon pertumbuhan dan zat pengatur

tumbuh lainnya seperti auxin.

5. Menjamin terselenggaranya proses biogeokemis.

(Nuhamara, 1993).

Para peneliti telah melaporkan keberhasilan simbiosis cendawan mikoriza

arbuskular (CMA) dengan Rhizobum dalam meningkatkan pertumbuhan dan mutu

semai pohon misalnya akasia atau jati dan untuk merehabilitasi lahan kritis

(19)

Kompos

Salah satu pupuk organik adalah kompos. Karena hadirnya pupuk organik

sangat diharapkan, berarti kehadiran kompos pun demikian. Kompos adalah

bahan-bahan organik (sampah organik) yang telah mengalami proses pelapukan

karena adanya interaksi antara mikroorganisme (bakteri pembusuk) yang bekerja

di dalamnya (Murbandono, 2000). Bahan-bahan organik tersebut seperti

dedaunan, rumput, jerami, sisa-sisa ranting dan dahan, kotoran hewan, rerontokan

kembang, air kencing dan kotoran hewan, dan lain-lain. Adapun kelangsungan

hidup mikroorganisme tersebut didukung oleh keadaan lingkungan yang basah

dan lembab.

Menurut Murbandono (2000) bahan organik yang telah mengalami

pengomposan mempunyai peran penting bagi perbaikan mutu dan sifat tanah.

Berikut ini sejumlah peran penting tersebut:

1. Memperbesar daya ikat tanah yang berpasir (memperbaiki struktur tanah

berpasir) sehingga tanah tidak terlalu berderai

2. Memperbaiki struktur tanah liat atau berlempung sehingga tanah yang

semula berat akan menjadi ringan

3. Memperbesar kemampuan tanah menampung air sehingga tanah dapat

menyediakan air lebih banyak bagi tanaman

4. Memperbaiki drainase dan tata udara tanah (terutama tanah yang berat)

sehingga kandungan air mencukupi dan suhu tanah lebih stabil

5. Meningkatkan pengaruh positif dari pupuk buatan (bahan organik menjadi

(20)

6. Mempertinggi daya ikat tanah terhadap zat hara sehingga tidak mudah

larut oleh pengairan atau curah hujan

Dengan adanya perubahan hayati pada saat pengomposan, sebagian besar

senyawa zat arang (C) akan hilang dan menguap ke udara. Kadar senyawa N yang

terlarut (amoniak) akan meningkat. Peningkatan ini tergantung pada perbandingan

C/N bahan asal. Perbandingan C/N bahan yang semakin kecil berarti bahan

tersebut mendekati C/N tanah. Idealnya, C/N bahan sedikit lebih rendah dibanding

C/N tanah. Dalam pengomposan, kadar abu dan humus makin meningkat. Pada

perubahan selanjutnya (diakhir pembuatan kompos), akan diperoleh bahan yang

berwarna kehitaman. Bahan dengan kondisi semacam itu sudah siap untuk

digunakan. Jika perbandingan C/N kompos besar, maka persenyawaan zat lemas

organik di dalam bahan baku itu amat sedikit sehingga tidak akan terjadi

pembebasan amoniak. Hanyut atau aliran zat lemas juga mengalami hambatan

sehingga amat perlahan-lahan baru bisa tersedia untuk tanaman. Jika

perbandingan C/N kompos kecil, maka akan banyak amoniak dibebaskan oleh

bakteri. Di sini, NH3 di dalam tanah segera diubah menjadi nitrat yang mudah

diserap oleh tanaman. Kecepatan suatu bahan menjadi kompos dipengaruhi oleh

kandungan C/N. Semakin mendekati C/N tanah maka bahan tersebut akan

menjadi lebih cepat menjadi kompos. Jadi sebelum digunakan, C/N kompos harus

(21)

Kompos, Hubungannya dengan Mikoriza dan Tanaman

Untuk memacu pertumbuhan pohon di persemaian dan lapangan,

diperlukan pemahaman kondisi biologi di sekitar sistem perakaran beserta

interaksi biogeokimia dalam proses penyerapan unsur hara oleh tanaman.

Cendawan mikoriza merupakan mikroba penting dalam ekosistem hutan. Bagian

tubuh cendawan mikoriza yang cocok dengan inang dapat dimanfaatkan dalam

bentuk produk inokulum. Bibit bermikoriza lebih tahan kering daripada bibit yang

tidak bermikoriza. Kekeringan yang menyebabkan rusaknya jaringan korteks,

kemudian matinya perakaran, pengaruhnya tidak akan permanen pada akar yang

bermikoriza. Akar bermikoriza akan cepat pulih kembali setelah periode

kekurangan air berlalu. Hifa cendawan masih mampu menyerap air pada pori-pori

tanah pada saat akar bibit sudah tidak mampu lagi. Sebagai contoh Pinus merkusii

yang banyak ditanam di Indonesia sejak awal merupakan salah satu jenis tanaman

cepat tumbuh yang pertumbuhannya sangat memerlukan mikoriza, maka untuk

meningkatkan keberhasilan penanaman P. merkusii di lapangan, dibutuhkan bibit

dengan mikoriza pada perakarannya (Santoso, 2006).

Bagi tanaman inang, adanya asosiasi ini dapat memberikan manfaat yang

sangat besar bagi pertumbuhannya, baik secara langsung maupun tidak langsung.

Secara tidak langsung, cendawan mikoriza berperan dalam perbaikan struktur

tanah, meningkatkan kelarutan hara dan proses pelapukan bahan induk.

Sedangkan secara langsung, cendawan mikoriza dapat meningkatkan serapan air,

hara dan melindungi tanaman dari patogen akar dan unsur toksik (Killham, 1994).

Aktivitas mikroba tanah yang bermanfaat bagi tanaman akan meningkat

(22)

menyerap unsur hara dari tanah dan menghasilkan senyawa yang dapat

merangsang pertumbuhan tanaman. Aktivitas mikroba tanah juga diketahui dapat

membantu tanaman menghadapi serangan penyakit. Tanaman yang dipupuk

dengan kompos juga cenderung lebih baik kualitasnya daripada tanaman yang

dipupuk dengan pupuk kimia, misal: hasil panen lebih tahan disimpan, lebih berat,

lebih segar, dan lebih enak (Crawford, 2003).

Pengaruh mikoriza terhadap pertumbuhan tanaman yang bermikoriza

dinyatakan bahwa tanaman yang bermikoriza lebih baik daripada tanaman yang

tidak bermikoriza karena akar tanaman yang bermikoriza dapat menyerap unsur

hara dalam bentuk terikat dan tidak tersedia bagi tanaman (Adiwiganda, 1996).

Peningkatan serapan hara akan menyebabkan peningkatan biomassa

tanaman. Meskipun derajat infeksi yang terjadi pada akar cukup tinggi ternyata

tidak dapat menjamin memberikan hasil yang tinggi terhadap pertumbuhan

serapan hara dan bobot kering. Hal ini ditentukan oleh kombinasi cendawan

dengan inang. Keefektifan mikoriza terhadap suatu jenis tanaman, ditentukan oleh

kemampuannya menginfeksi akar dan membentuk hifa eksternal, serta dapat

membantu meningkatkan absorbsi hara dan pertumbuhan tanaman

(Muas, et al., 2007).

Pada awal perkembangan mikoriza bersifat parasit bagi tanaman dan jika

kondisi tidak optimum, sering menyebabkan pertumbuhan tanaman tertekan.

Fotosintat diserap mikoroza dalam akar khususnya melalui arbuskola, yang

merupakan area kontak permukaan terbesar antara tanaman dan fungi

(23)

BAHAN DAN METODE PENELITIAN

Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian dilaksanakan di Nursery PT. Toba Pulp Lestari, Porsea pada

bulan Juni sampai Juli 2008 dan Rumah Kasa Fakultas Pertanian Universitas

Sumatera Utara, Medan, mulai bulan Juli sampai September 2008.

Bahan dan Alat Penelitian

Bahan yang digunakan pada penelitian adalah kompos berbahan baku kulit

Eukaliptus, kokopet (Cocopeat), tube, tress sebagai tempat tube, stek pucuk

Eukaliptus, fungisida kontak dan sistemik, pupuk Provit Red dan Provit Green,

larutan Hypo, label, air sebagai bahan pelarut dan menyiram tanaman, mikoriza,

patok sample.

Alat yang digunakan penelitian adalah penggaris dan jangka sorong untuk

mengukur respon tumbuh, sekop untuk mengaduk semua bahan baku, sprayer

untuk penyiraman, Mist House sebagai tempat persemaian, timbangan untuk

mengukur kebutuhan bahan bahan baku, sarung tangan untuk alat pelindung diri,

kamera digital untuk mendokumentasikan kegiatan penelitian, kalkulator untuk

menghitung data.

Metode Penelitian

Penelitian menggunakan Rancangan Petak Terpisah (RPT) Faktorial

dengan petak utama (pemberian mikoriza) dan anak petak (komposisi media

(24)

Petak utama adalah pemberian mikoriza dengan 2 taraf perlakuan yaitu, tanpa

mikoriza (MO) dan pemberian mikoriza 5g/tanaman (M1).

Anak petak adalah komposisi media tanam dengan kompos kulit kayu Eukaliptus

dengan 4 taraf perlakuan sebagai berikut :

100% cocopet (A)., 25% kompos kulit kayu Eukaliptus + 75% cocopet (B)., 50%

kompos kulit kayu Eukaliptus + 50% cocopet (C)., 75% kompos kulit kayu

Eukaliptus + 25% cocopet (D)

Berdasarkan perlakuan diatas maka didapatkan 8 kombinasinya yakni

sebagai berikut :

M0 A M1 A

M0 B M1 B

M0 C M1 C

M0 D M1 D

Data hasil penelitian dianalisis dengan sidik ragam berdasarkan model

linier sebagai berikut :

Yijk = µ + ρi + αj + βk + (αβ) jk + ijk

(Gomes dan Gomes, 1995 )

Keterangan:

Yijk = Hasil pengamatan blok ke- i yang mendapat perlakuan pemberian

mikoriza pada taraf ke- j dan perbedaan komposisi media tanam

dengan kompos kulit kayu Eukaliptus pada tarf ke –k

(25)

ρi = Pengaruh blok ke- i

αj = Pengaruh pemberian mikoriza pada taraf ke- j

βk = Pengaruh perbedaan komposisi media tanam dengan kompos kulit kayu

Eukaliptus pada taraf ke- k

(αβ)jk = Pengaruh interaksi pemberian mikoriza pada taraf ke- j dengan

perbedaan media tanam dengan kompos kulit kayu Eukaliptus pada

taraf ke- k

∑ijk = Galat percobaan blok ke- i dengan perlakuan pemberian mikoriza pada

taraf ke-j dengan perbedaan komposisi media tanam dengan kompos

kulit kayu Eukaliptus pada taraf ke- k

Data hasil penelitian akan di analisis dengan ANOVA dan apabila

berdasarkan sidik ragam hasil nyata akan dilanjutkan dengan uji Duncan (DMRT)

(26)

PELAKSANAAN PENELITIAN

Persiapan Lahan

Lahan yang akan digunakan dibersihkan dari gulma dan sisa-sisa tanaman

atau kotoran yang mengganggu. Setelah itu dibuat plot-plot percobaan seperti

gambar 2 (Lampiran 1).

Pencucian Tube

Pencucian tube menggunakan mesin pencuci tube dengan menambahkan

larutan Hypo dengan dosis 10 liter/1m3 air. Larutan Hypo berfungsi untuk

mengendalikan jenis penyakit seperti yang disebabkan oleh jamur Fusarium sp.

Persiapan Media Tanam

Media tanam yang digunakan adalah campuran Cocopiet (serbuk kelapa)

dan kompos kulit kayu Eukaliptus. Campuran media tanam sesuai dengan

komposisi perlakuan, dimasukkan ke tube yang digunakan sebagai tempat media

tanam dan media tanam tersebut disterilkan selama 1 malam dengan fungisida

sebelum penanaman dilakukan.

Pemanenan Stek Pucuk

Pemanenan stek pucuk dilakukan dari Mother plant atau tanaman induk,

kemudian stek pucuk digunting (cutting) sebagian dari daunnya untuk mengurangi

(27)

Persiapan dan Penanaman Stek Pucuk

Penanaman stek pucuk Eukaliptus dilakukan pada saat stek sudah

digunting dan penanaman dilakukan di Mist house dan pada saat penanaman

mikoriza diletakkan di tube untuk petak utama yang sudah ditanami stek pucuk

tersebut. Bibit berada di Mist house selama 3-4 minggu kemudian bibit di

pindahkan ke tempat terbuka.

Pemeliharaan Tanaman

Penyiraman

Di Mist house penyiraman dilakukan secara otomatis dengan sprinkle

yang bekerja setiap 5 menit sekali dan di OGA (ruang terbuka) 15 menit sekali

tetapi dapat disesuaikan denagn suhu harian. Penyiraman di rumah kasa dilakukan

setiap hari dengan menggunakan gembor, tetapi disesuaikan dengan kondisi

lapangan. Jika media masih lembab tidak perlu dilakukan penyiraman karena

dapat mengakibatkan busuk akar.

Pemupukan dan Pengendalian Penyakit

Pemupukan pertama kali dilakukan pada saat bibit berumur 3 hari di OGA,

jenis pupuk yang digunakan pupuk Provit Red dan pupuk Provit Green dengan

rotasi 1 x 1 minggu. Dosis pemupukan 5 gr/liter air. Pengendalian penyakit

dilakukan dilakukan 2 kali seminggu juga dengan jenis fungisida yang berbeda

yakni fungisida kontak dan fungisida sistemik dengan dosis 2,5 gr/liter air.

Seleksi bibit

Untuk menghindari tanaman terjangkit penyakit maka dilakukan seleksi

(28)

Pengamatan Parameter

Sebelum dilakukan pengamatan parameter, dilakukan terlebih dahulu

pengambilan data awal tiap parameter kecuali bobot kering tajuk akar. Jadi data

yang diperoleh pada saat pengukuran parameter dikurangi terhadap data awal.

Tinggi Semai (cm)

Pengukuran tinggi semai dilakukan setiap 2 minggu sekali selama 3 bulan

setelah bibit ditanam pada media sesuai dengan perlakuan masing-masing. Tinggi

semai diukur mulai dari pangkal batang di permukaan tanah sampai titik tumbuh

terakhir.

Diameter Semai (cm)

Pengukuran diameter semai dilakukan setiap 4 minggu sekali selama 3

bulan pengamatan setelah bibit ditanam pada media sesuai dengan perlakuan

masing-masing. Pengukuran dilakukan dengan menggunakan jangka sorong

dengan dua arah yang berlawanan dan saling tegak lurus terhadap batang

kemudian diambil rata-ratanya.

jumlah daun

Pengamatan jumlah daun semai dilakukan setiap 2 minggu sekali selama 3

bulan setelah bibit ditanam pada media sesuai dengan perlakuan masing-masing.

Ratio Tajuk Akar

Tajuk dan akar Eukaliptus dipisahkan, kemudian dibersihkan dari segala

kotoran dan dimasukkan ke dalam kantongan kertas, diberi tanda sesuai

perlakuan, lalu dilakukan pengovenan selama 24 jam untuk mendapatkan bobot

(29)

Persen Hidup Semai (%)

Penghitungan persen hidup semai dilakukan tiap perlakuan dengan rumus:

jumlah bibit yang hidup dibagi jumlah bibit seluruhnya kemudian dipersenkan.

(30)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil analisis unsur hara berdasarkan kompisisi media tanam yang akan

digunakan sebagai media tanam semai Eukaliptus.

Tabel 1. Analisis unsur hara berdasarkan komposisi media tanam semai Eukaliptus

Parameter Satuan Komposisi media tanam

A B C D

pH H2O - 6.52 7.10 6.88 7.10

C organik % 27.85 26.48 21.92 19.85

N total % 0.77 0.98 0.91 1.90

C/N - 36.17 27.02 24.09 10.45

P-avl Bray II ppm 162.65 156.86 166.83 161.04

K-tukar me/100gr 2.570 2.147 1.894 1.711

Na-tukar me/100gr 0.063 0.049 0.049 0.039

Ca-tukar me/100gr 0.008 0.005 0.002 0.007

Mg-tukar me/100gr 0.114 0.147 0.153 0.180

Sumber: Laboratorium Sentral Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara.

Pada tabel 1 diatas menunjukkan bahwa pH komposisi media tanam

bervarisi dimana pH tertinggi terdapat pada komposisi media tanam B dan D

masing-masing 7.10 hal ini menunjukkan bahwa kedua komposisi media tanam

tersebut memiliki tingkat kemasaman terendah sedangkan komposisi media tanam

C (50 % kompos kulit kayu + 50 % cocopeat yakni sebesar 6.88 dan kontrol

sendiri yakni komposisi media tanam A (100 % cocopeat) memiliki pH yakni

(31)

Rasio C/N komposisi media tanam mengalami penurunan dengan semakin

besarnya persentase kompos kulit kayu Eukaliptus yang ditambahkan dengan

cocopeat hingga pada komposisi media tanam D yaitu sebesar 10.45. Hal ini

berarti bahwa komposisi media tanam D tersebut sudah mendekati bahkan di

bawah C/N tanah ( ≤ 20 ) dan sudah baik digunakan sebagai media kompos

dinyatakan dalam Murbandono, 2007 bahwa Semakin mendekati C/N tanah maka

bahan tersebut akan menjadi lebih cepat menjadi kompos. Jadi sebelum

digunakan, C/N kompos harus lebih rendah atau mendekati C/N tanah.

Keunggulan dari kompos kulit kayu Eukaliptus ini adalah dapat digunakan

sebagai media campuran berbagai media tanam dalam memenuhi unsur hara

media tanam tersebut, kandungan hara esensial yang lengkap, bobot kompos yang

ringan sehingga mudah diangkut, pemanfaatan limbah industri yang

mencerminkan pelestarian lingkungan dan lain-lainnya.

Hasil analisis unsur hara di atas menunjukkan bahwa pemanfaatan limbah

kulit kayu Eukaliptus menjadi media kompos organik baik untuk dikembangkan

dengan memperhatikan nilai kelestarian lingkungan, seperti halnya di PT.Toba

Pulp Lestari yang merupakan salah satu industri Pulp yang juga menjadi lokasi

pelaksanaan penelitian ini yang berbahan baku kulit kayu dan menjadi limbah

industri di perusahaan tersebut perlu pengembangan kegiatan pengomposan

seperti halnya penelitian periode pertama yang telah dilaksanakan sebab selain

membantu PT.TPL dalam mengelola lingkungan sebagai salah satu perusahaan

yang telah mendapatkan sertifikat juga dapat memperkecil pengeluaran dalam

pemenuhan kebutuhan pupuk di persemaian. Pengaplikasian kompos kulit kayu

(32)

cocopeat dapat digunakan dalam pemenuhan ketersediaan unsur hara yang

optimal di dalam media tanam untuk meningkatkan pertumbuhan berbagai

tanaman kehutanan salah satunya adalah Eukaliptus yang menjadi tanaman

komoditi di PT.TPL. Menurut Murbandono (2000) bahan organik yang telah

mengalami pengomposan mempunyai peran penting bagi perbaikan mutu dan sifat

tanah.

Hasil uji lanjut interaksi komposisi media tanam dengan aplikasi mikoriza

pada media pembibitan semai Eukaliptus terhadap parameter tinggi, diameter, dan

ratio tajuk-akar semai Eukaliptus disajikan pada tabel 2.

Tabel 2. Hasil uji DMRT interaksi aplikasi mikoriza dengan komposisi media tanam pada pembibitan semai Eukaliptus terahadap parameter tinggi, diameter dan ratio tajuk-akar pada 12 MST

Interaksi Perlakuan Tinggi Diameter Ratio tajuk-akar

M0 A

Angka-angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata menurut uji DMRT pada taraf 5 %.

Parameter tinggi, diameter, dan persen hidup semai Eukaliptus pada

(33)

semai Eukaliptus terbesar yang diamati pada 12 MST pada interaksi perlakuan

komposisi media tanam dengan aplikasi mikoriza adalah M1B (25 % kompos

kulit kayu + 75 % cocopeat dengan mikoriza 5 gr) yaitu sebesar 12,24 cm dan

pertambahan tinggi terkecil pada interaksi perlakuan adalah MOA (100%

cocopeat tanpa mikoriza) dan menurut uji DMRT pada taraf 5 % M1A berbeda

nyata dengan M0A. Hal ini menunjukkan bahwa penggunaan kompos kulit kayu

Eukaliptus sebagai media campuran dengan cocopeat baik dalam meningkatkan

pertambahan tinggi tanaman, di samping hal tersebut pemberian mikoriza juga

membantu peningkatan pertambahan tinggi semai Eukaliptus pada 12 MST. Hasil

analisis menunjukkan aplikasi mikoriza dapat disarankan sebagai salah satu

perlakuan dalam pembibitan stek pucuk Eukaliptus setelah tanaman semai berakar

tentunya. Menurut Adiwiganda (1996) Pengaruh mikoriza terhadap pertumbuhan

tanaman yang bermikoriza dinyatakan bahwa tanaman yang bermikoriza lebih

baik daripada tanaman yang tidak bermikoriza karena akar tanaman yang

bermikoriza dapat menyerap unsur hara dalam bentuk terikat dan tidak tersedia

bagi tanaman, hal ini juga sesuai dengan pendapat Crawford (2003) yang

menyatakan bahwa aktivitas mikroba tanah yang bermanfaat bagi tanaman akan

meningkat dengan penambahan kompos. Aktivitas mikroba ini membantu

tanaman untuk menyerap unsur hara dari tanah dan menghasilkan senyawa yang

dapat merangsang pertumbuhan tanaman. Aktivitas mikroba tanah juga diketahui

dapat membantu tanaman menghadapi serangan penyakit. Tanaman yang dipupuk

dengan kompos juga cenderung lebih baik kualitasnya daripada tanaman yang

dipupuk dengan pupuk kimia, misal: hasil panen lebih tahan disimpan, lebih berat,

(34)

0.000

Gambar 1. Pertambahan tinggi semai Eukaliptus

Pertambahan tinggi semai Eukaliptus (Gambar 1) di atas,menunjukkan

bahwa pertambahan tingi tanaman yang diamati dan diukur dengan jangka waktu

2 minggu dalam 12 minggu pengamatan merupakan peningkatan yang linear.

Pertambahan waktu pengamatan diikuti dengan pertambahan tinggi semai

Eukaliptus.

Pertambahan diameter semai Eukaliptus terbesar yang diamati pada 12

MST pada interaksi perlakuan komposisi media tanam dengan aplikasi mikoriza

adalah M1B (25 % kompos kulit kayu + 75 % cocopeat dengan mikoriza 5 gr)

yaitu sebesar 0.85 mm dan pertambahan tinggi terkecil pada interaksi perlakuan

adalah M1A (100% cocopeat dengan mikoriza) dan menurut uji DMRT pada taraf

5 % M1B berbeda nyata dengan M1A. Hasil analisis pertambahan diameter semai

(35)

digunakan sebagai media campuran dengan cocopeat sebagai media tanam harus

menggunakan mikoriza sebagai mikroba yang mempercepat penyerapan hara

tanamannya. Kompos kulit kayu Eukaliptus sebagai pupuk organik dapat

disarnkan sebagai media campuran dengan cocopeat sebagai media tanam

Eukaliptus dengan memperhatikan hasil analisis unsur hara (Tabel 1) juga

menunjukkan bahwa ratio C/N komposisi media tanam yang terbaik dengan C/N

mendekati dan di bawah ≤ 20 adalah media campuran dengan kompos kulit kayu

dengan komposisi media tanam C dan D dinyatakan dalam Murbandono, 2007

bahwa Semakin mendekati C/N tanah maka bahan tersebut akan menjadi lebih

cepat menjadi kompos. Jadi sebelum digunakan, C/N kompos harus lebih rendah

atau mendekati C/N tanah.

Gambar 2. Pertambahan diameter semai Eukaliptus

Pertambahan diameter semai Eukaliptus (Gambar 2) di atas,menunjukkan

bahwa pertambahan diameter tanaman yang diamati dan diukur setiap jangka

(36)

linear kecuali pada M1A mengalami kemunduran antara 8 MST sampai 12 MST

hal ini dikarenakan nilai dari transformasi data akibat keseluruhan unit

oengamatan pada perlakuan ini mati. Pertambahan waktu pengamatan diikuti

dengan pertambahan diameter semai Eukaliptus.

Dari data hasil yang didapatkan bahwa interaksi yang terjadi tersebut

menunjukkan bahwa tanaman kehutanan yang dalam penelitian ini menggunakan

tanaman Eukaliptus dengan menggunakan kompos kulit kayu Eukaliptus sebagai

media komposnya dapat disarankan untuk menggunakan mikoriza sebagai

mikroba yang dapat mempercepat penyerapan haranya. Selanjutnya menurut

Santoso (2006) yang menyatakan bahwa Untuk memacu pertumbuhan pohon di

persemaian dan lapangan, diperlukan pemahaman kondisi biologi di sekitar sistem

perakaran beserta interaksi biogeokimia dalam proses penyerapan unsur hara oleh

tanaman. Cendawan mikoriza merupakan mikroba penting dalam ekosistem

hutan. Bagian tubuh cendawan mikoriza yang cocok dengan inang dapat

dimanfaatkan dalam bentuk produk inokulum. Bibit bermikoriza lebih tahan

kering daripada bibit yang tidak bermikoriza. Kekeringan yang menyebabkan

rusaknya jaringan korteks, kemudian matinya perakaran, pengaruhnya tidak akan

permanen pada akar yang bermikoriza.

Hasil uji lanjut pengaruh komposisi media tanam pada pembibitan semai

Eukaliptus terhadap variabel diameter dan persen hidup semai Eukaliptus

(37)

Tabel 3. Hasil uji DMRT pengaruh komposisi media tanam pada pembibitan semai Eukaliptus terahadap variabel diameter, ratio tajuk-akar, dan persen hidup pada 12 MST

Komposisi media tanam Diameter Ratio tajuk-akar Persen hidup

A

(25% kompos kulit kayu Eukaliptus + 75% cocopet)

0.76 a 2.98 b 60.00 ab

C

(50% kompos kulit kayu Eukaliptus + 50% cocopet)

0.70 a 2.10 b 69.99 a

D

(75% kompos kulit kayu Eukaliptus + 25% cocopet)

0.46 b 2.72 b 49.99 b

Angka-angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata menurut uji DMRT pada taraf 5 %.

Hasil analisis yang telah dilakukan menunjukkan komposisi kompos kulit

kayu Eukaliptus memberikan pengaruh nyata terhadap diameter, ratio tajuk-akar

dan juga persen hidup. Dan pertambahan diameter semai 12 MST komposisi

media tanam, hal tersebut menunjukkan bahwa kompos kulit kayu Eukaliptus

yang merupakan pupuk organik yang telah mengalami pelapukan oleh

mikroorganisme sehingga keberadaan kompos organik ini sangat baik

dimanfaatkan. Murbandono (2000) menyatakan bahwa bahan organik yang telah

mengalami pengomposan mempunyai peran penting bagi perbaikan mutu dan sifat

tanah.

Hasil uji DMRT pada tabel 3 menunjukkan bahwa besarnya pertambahan

(38)

pada 12 MST. Pertambahan diameter terbesar pada perlakuan komposisi media

tanam yaitu pada komposisi B (25 % kompos kulit kayu + 75 % cocopeat) sebesar

0,76 mm dan pertambahan diameter terkecil pada perlakuan A (100% cocopeat)

yaitu sebesar 0,41 mm. Hal ini menunjukkan bahwa media cocopeat saja tidak

cukup untuk menghasilkan semai dengan diameter terbaik dan dibutuhkan media

campuran kompos kulit kayu Eukaliptus untuk meningkatkan pertumbuhan semai

Eukaliptus. Analisis unsur hara (tabel 1) juga menunjukkan bahwa media

campuran lebih baik dari pada media kontrol (100% cocopeat) diperhatikan dari

ratio C/N mapun pH, media campuran labih mendekati pada kriteria media tanam

yang baik. Sehingga kompos kulit kayu baik untuk disarankan sebagai media

campuran dengan media tanam cocopeat untuk mendapatkan pertumbuhan semai

Eukaliptus yang baik.

Hasil analisis terhadap ratio tajuk-akar semai Eukaliptus dengan berbagai

komposisi media tanam menunjukkan bahwa ratio tajuk-akar terbesar adalah A

dan yang terkecil adalah C. Seamkin kecil ratio tajuk-akar suatu tanaman maka

semakin baik keseimbangan antara tajuk dan akar dari tanaman tersebut. Hasil

analisis tersebut menunjukkan bahwa ratio tjuk-akar terbaik didapatkan pada

media campuran juga, karena apabila dibandingkan dengan A sebagai kontrol

komposisi tanaman lainnya memiliki ratio tajuk-akar yang lebih kecil sehingga

memperhatikan hasil analisis parameter ratio tajuk-akar tersebut perlu disarnkan

untuk menggunakan kompos kulit kayu Eukaliptus sebagai media campuran

dengan media tanam cocopeat yang telah digunakan digunakan sebagai media

(39)

Persen hidup yang tertinggi dari Hasil uji DMRT pengaruh komposisi

media tanam pada pembibitan semai Eukaliptus 12 MST adalah C yaitu 69.99 %

sedangkan persen hidup semai Eukaliptus terendah adalah komosisi media tanam

A yaitu 38.33 %. Hasil analisis ini menunjukkan bahwa penambahan kompos kulit

kayu Eukaliptus dengan cocopeat sebagai media dasar dapat meningkatkan persen

hidup terbaik dibandingkan dengan persen hidup pada A (100% cocopeat) sebagai

kontrol. Komposisi media tanam dengan campuran kulit kayu Eukaliptus

bervariasi diduga karena faktor inang tidak selalu bertoleransi pada pemberian

campuran komposisi media tanam yang kurang dan berlebihan, disamping

keseragaman dari inang dari segi umur, diamater, tinggi, keadaan fisik tanaman

pada saat pemanenan di awal penelitian.

Dari hasil analisis yang dilakukan bahwa pengaruh nyata dalam komposisi

media kompos menunjukkan bahwa pada tanaman kehutanan dimana dalam

penelitian ini menggunakaan stek pucuk Eukaliptus sangat baik digunakan dan

dimanfaatkan sebagai media kompos organik sebagai alternatif pengganti dari

pupuk anorganik yang tentunya lebih mahal.

Berdasarkan hasil analisis pemberian mikoriza tidak berpengaruh nyata.

Pada taraf 5 %. Hal ini menunjukkan bahwa pemberian mikoriza saja pada

penelitian ini tidak berpengaruh pada pertumbuhan stek pucuk Eukaliptus, lain

halnya dengan interaksi yang telah dibahas sebelumnya. Pemberian mikoriza ini

tidak berpengaruh nyata karena komposisi kompos itu sendiri sudah memberikan

hasil yang nyata pada perlakuan ini tanpa harus memberikan mikoriza. Dan

pemberian mikoriza pada awalnya menyebabkan tanaman juga tertekan, hal ini

(40)

perkembangan mikoriza bersifat parasit bagi tanaman dan jika kondisi tidak

optimum, sering menyebabkan pertumbuhan tanaman tertekan. Fotosintat diserap

mikoroza dalam akar khususnya melalui arbuskola, yang merupakan area kontak

permukaan terbesar antara tanaman dan fungi.

Dari hasil penelitian dapat diperhatikan bahwa pemberian mikoriza saja

pada pertumbuhan stek pucuk Eukaliptus tidak memberikan pengaruh nyata, hal

ini juga menunjukkan bahwa mikoriza tidak berasosiasi dengan inangnya.

Menurut Muas, et al., 2007) Peningkatan serapan hara akan menyebabkan

peningkatan biomassa tanaman. Meskipun derajat infeksi yang terjadi pada akar

cukup tinggi ternyata tidak dapat menjamin memberikan hasil yang tinggi

terhadap pertumbuhan serapan hara dan bobot kering. Hal ini ditentukan oleh

kombinasi cendawan dengan inang. Keefektifan mikoriza terhadap suatu jenis

tanaman, ditentukan oleh kemampuannya menginfeksi akar dan membentuk hifa

eksternal, serta dapat membantu meningkatkan absorbsi hara dan pertumbuhan

tanaman. Pendapat diatas tersebut menunjukkan bahwa tidak semua pemberian

mikoriza pada tanaman kehutanan tidak menjamin hasil terhadap serapan hara.

Aplikasi mikoriza tidak berpengaruh nyata pada penelitian ini diduga

karena umur pengamatan semai reltif cepat sehingga dibutuhkan waktu yang lebih

lama lagi seiring bertambahnya umur dari semai Eukaliptus tersebut untuk

menunjukkan pengaruh dari aplikasi mikoriza atau simbiosis rhizobium

Aplikasi mikoriza dalam penelitian langsung dilakukan pada saat

penanaman dilakukan pada hal saharusnya aplikasi mikoriza dilakukan setelah

akan muncul akar dari inang tanaman (stek pucuk Eukaliptus) yang berumur 3

(41)

pengaruh nyata pada penelitian ini. Hal ini sesuai dengan pendapat dari Hanafiah,

2005 yang menyatakan bahwa Pada awal perkembangan mikoriza bersifat parasit

bagi tanaman dan jika kondisi tidak optimum, sering menyebabkan pertumbuhan

tanaman tertekan.

Ketidak konsitenan hasil yang didapatkan diduga disebabkan karena

berbagai faktor diantaranya adalah faktor tanaman dapat mempengaruhi hasil dari

penelitian misalnya dalam keseragaman sampel pada awal penelitian (kesalahan

pengambilan anakan), kesehatan dari tanaman inang, tingkat toleransi semai

terhadap lingkunngan tempat tumbuh dan tempat tumbuh yang tidak mendukung.

Faktor manusia juga sangat penting dalam tingkat ketelitian hasil penelitian yang

didapatkan misalnya kesalahan dalam melakukan pengukuran berbagai parameter

pada saat penelitian sedang berjalan, kelalaian dalam perawatan yang dapat

mempengaruh kondisi tanaman, dan kesalahan dalam pengolahan data, diduga

masih kurang lama pengamatan/penelitian dilakukan dan juga koefisien

keragamannya.

Dari keseluruhan data yang diperoleh dominan perlakuan C (50 % kompos

kulit kayu Eukaliptus + 50 % cocopiet) menjadi yang terbaik didapatkan untuk

disarankan sebagai media tanam stek pucuk Eukaliptus untuk mendapatkan

(42)

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

1. Pertumbuhan stek pucuk Eukaliptus memberikan respon tehadap

komposisi media kompos kulit kayu Eukaliptus dan secara dapat

meningkatkan pertumbuhan stek pucuk Eukaliptus dimana komposisi

media tanam C (50 % kompos kulit kayu Eukaliptus + 50 % cocopiet)

paling dominan dan terbaik untuk digunakan.

2. Pertumbuhan stek pucuk Eukaliptus tidak memberikan respon terhadap

pemberikan mikoriza

3. Interaksi antara komposisi kompos dan mikoriza pada pertumbuhan stek

pucuk Eukaliptus memberikan pengaruh nyata .

Saran

Untuk meningkatkan pemanfaatan kompos kulit kayu Eukaliptus pada

media persemaian maka perlu dilakukan penelitian lanjutan dengan jenis

Eukaliptus yang berbeda dan untuk mendapatkan respon terbaik dari berbagai

perlakuan dibutuhkan waktu yang lebih lama dengan pengaplikasian mikorizanya

(43)

DAFTAR PUSTAKA

Adiwiganda, R. 1996. Tanah Gambut dan Pengelolaannya untuk Perkebunan Kelapa sawit. PPKS.

Crawford, J.H. 2003. Composting of Agricultural Waste. in Biotechnology Applications and Research, Paul N, Cheremisinoff and R. P.Ouellette (ed). p. 6877. http://www .isroi.org (23 September 2008). 26 Halaman.

Daniel,T.W., J.A. Helms dan F.Sbarker. 1994. Prinsip-Prinsip Silvikultur. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.

Departemen Kehutanan. 1994. Pedoman Teknis Penanaman Jenis-jenis Kayu Komersial.

Firmansyah. 2001. Manual Persemaian Dipterocarpaceae. Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan Departemen Kehutanan. Jakarta.

Gomez, K,A, dan A.A. Gomez. 1995. Prosedur Statistik untuk Penelitian Pertanian Edisi Kedua. Universitas Indonesia Press. Jakarta.

Hanafiah, K.A. 2005. Dasar Ilmu Tanah. PT Raja Grafindo Persada. Jakarta.

Hartono, A. 2004. Pembangunan dan Pemeliharaan Kebun Pangkas Untuk Produksi Bahan Stek Pucuk Jati ( Tectona grandis Linn.f). Departemen Manajemen Hutan Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor. Tidak dipublikasikan.

Khaeruddin. 1999. Pembibitan Tanaman HTI. Cetakan Kedua. Penebar Swadaya Bogor. 110 hal

Kilham, K. 1994. Soil Ecology. Cambridge Universitas Press. Cambridge.

Kuswanto. 1982. Pengaruh Inokulasi Mycorrhiza terhadap Ketahanan dan Pertumbuhan Anakan Pinus merkusii Jungh et de Vriese. Laporan Penelitian. Fakultas Kehutanan Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta

Latifah. S. 2004. Pertumbuhan dan Hasil Tegakan Eucalyptus grandis di Hutan Tanaman Industri. USU Digital Library. Medan.

Muas, I., Syah, J.A., dan Herizal, Y. 2007. Pengaruh Inokulasi Cendawan Mikoriza Arbuskula Terhadap Pertumbuhan Bibit Manggis.

http: //202.155.106.199/download.php?filename=Pengaruh%20Inokulasi [06 April 2009].

(44)

Nuhamara. 1993. Peranan Mikoriza Untuk Reklamasi Lahan Kritis. Program Pelatihan Biologi dan Bioteknologi Mikoriza. Jakarta

Nusantara,A.D. 2002. Tanggap Semai Sengon (Paraserianthes falcataria (L) Nielsen) Terhadap Inokulasi Ganda Cendawan Mikoriza Arbuskular dan Rhizobium sp. Jurnal Ilmu-ilmu Pertanian Indonesia. Vol 4, No 2, 2002. Hlm 67-70.

Santoso, E. 2006. Aplikasi Mikoriza untuk Meningkatkan Kegiatan Rehabilitasi Hutan dan Lahan Terdegerasi.http://www. Dephut.go.id (23 Juni 2008). 2 pages.

Sutisna, U., T. Kalima dan Purnadjaja. 1998. Pedoman Pengenalan Pohon Hutan di Indonesia. Disunting oleh Soetjipto, N.W dan Soekotjo. Yayasan PROSEA Bogor dan Pusat diklat Pegawai & SDM Kehutanan. Bogor .

Tempo. 2005. Produksi Kompos Baru 10 % Total Kebutuhan : Sejumlah Produsen

Masih Kesulitan Pemasaran.

Titiek, I dan Utomo, W.H. 1995. Hubungan Tanah dan Tanaman. IKIP Semarang Press. Semarang.

TPL. 2005. Maju Tumbuh Berkembang Bersama.

(45)

Lampiran 1. Lay Out Penelitian

M0 M1 M0 M1 M0 M1

A C D A B B

B A B D C A

C B A C A D

D D C B D C

Ulangan I Ulangan II Ulangan III

Keterangan :

M0 = 0 gr Mikoriza / polibag M1 = 5 gr Mikoriza / polibag A = 100 % cocopet

(46)

Lampiran 2. Hasil analisis laboratorium terhadap unsur hara berdasarkan komposisi media tanam

Parameter Satuan Komposisi media tanam

A B C D

pH H2O - 6.52 7.10 6.88 7.10

C organik % 27.85 26.48 21.92 19.85

N total % 0.77 0.98 0.91 1.90

C/N - 36.17 27.02 24.09 10.45

P-avl Bray II ppm 162.65 156.86 166.83 161.04

K-tukar me/100gr 2.570 2.147 1.894 1.711

Na-tukar me/100gr 0.063 0.049 0.049 0.039

Ca-tukar me/100gr 0.008 0.005 0.002 0.007

Mg-tukar me/100gr 0.114 0.147 0.153 0.180

(47)

Lampiran 3. Pertambahan tinggi dan sidik ragam semai Eukaliptus 12 MST

(48)

Lampiran 4. Pertambahan diameter dan sidik ragam semai Eukaliptus 12 MST

Sub plot

(komposisi media tanam)

Main plot ( Aplikasi Mikoriza)

(49)

Lampiran 5. Pertumbuhan jumlah daun dan sidik ragam semai Eukaliptus 12 MST

(50)

Lampiran 6. Rasio tajuk akar dan sidik ragam semai Eukaliptus 12 MST

(51)

Lampiran 7. Persen hidup dan sidik ragam semai Eukaliptus 12 MST

Analisa Sidik Ragam

SK DB JK KT F Hit F.Tab

5 %

Ulangan 2 2008.3333 1004.1667

Aplikasi Mikoriza (A) 1 104.1667 104.1667 0.07949tn 18.51

(52)

Lampiran 8. Gambar (foto) pelaksanaan kegiatan penelitian

k k k

(53)
(54)

Gambar

Tabel 1. Analisis unsur hara berdasarkan komposisi media tanam semai Eukaliptus Parameter Satuan Komposisi media tanam
Tabel 2. Hasil uji DMRT interaksi aplikasi mikoriza dengan komposisi media tanam   pada pembibitan semai Eukaliptus terahadap parameter tinggi, diameter dan ratio tajuk-akar pada 12 MST Interaksi Perlakuan Tinggi  Diameter  Ratio tajuk-akar
Gambar 1. Pertambahan tinggi semai Eukaliptus
Gambar 2. Pertambahan diameter semai Eukaliptus
+3

Referensi

Dokumen terkait

Interaksi antara media tanam dan pemberian pupuk daun tidak berpengaruh nyata pada tinggi bibit, diameter batang, total luas daun, bobot basah dan kering tajuk, bobot basah dan

Penelitian dilakukan untuk menentukan komposisi media tanam dan aplikasi Azotobacter chroococcum dalam pengembangan pembibitan stek tanaman tin (Ficus carica L.). Penelitian

tanah + kompos kotoran ayam, interaksi antara media yang digunakan dengan dosis mikoriza menghasilkan pertumbuhan terbaik pada tanaman kakao dimana kompos kotoran

Nilai ratarata volume akar disajikan pada Tabel 3.Pada umur 16 MST komposisi media tanam tanah endapan sungai dan serbuk sabut kelapa 1:1 dengan interval penyiraman 4 dan 6 hari

Perlakuan komposisi media tanam berpengaruh nyata terhadap tinggi tanaman pada 6-14 MST, jumlah daun 8-14 MST, diameter batang 8-14 MST, total luas daun, volume akar, bobot

memberikan pengaruh yang sangat nyata terhadap tinggi, diameter batang, jumlah daun serta berat basah dan berat kering akar dan tajuk. Namun demikian, interaksi antara

merupakan perlakuan tertinggi pada setiap peubah yang diamati yakni pada pertambahan tinggi, pertambahan diameter, berat kering pucuk, berat kering akar, nisbah

Interaksi antara media tanam dan pemberian pupuk daun tidak berpengaruh nyata pada tinggi bibit, diameter batang, total luas daun, bobot basah dan kering tajuk, bobot basah dan