• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaruh Media Tanam Kompos Kulit Kayu Ekaliptus dan Mikoriza terhadap Pertumbuhan Semai Pinus (Pinus merkusii Jungh. et de Vriese)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Pengaruh Media Tanam Kompos Kulit Kayu Ekaliptus dan Mikoriza terhadap Pertumbuhan Semai Pinus (Pinus merkusii Jungh. et de Vriese)"

Copied!
42
0
0

Teks penuh

(1)

PENGARUH MEDIA TANAM KOMPOS KULIT KAYU

EKALIPTUS DAN MIKORIZA TERHADAP

PERTUMBUHAN SEMAI PINUS

(Pinus merkusii Jungh. et de Vriese)

Skripsi

Oleh:

Wedly AP Sitanggang 051202005

PROGRAM STUDI BUDIDAYA HUTAN DEPARTEMEN KEHUTANAN

FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(2)

LEMBAR PENGESAHAN

Judul Penelitian : Pengaruh Media Tanam Kompos Kulit Kayu Ekaliptus dan

Mikoriza terhadap Pertumbuhan Semai Pinus

(Pinus merkusii Jungh. et de Vriese).

Nama : Wedly AP Sitanggang

NIM : 051202005

Program Studi : Budidaya Hutan

Disetujui:

Komisi Ketua Pembimbing Komisi Anggota Pembimbing

(Dr. Ir. Edy Batara Mulya Siregar, MS) (Ir. Haryati, MP) NIP: 19641228 200012 1 001 NIP: 131 875 100

Diketahui oleh:

Ketua Departemen Kehutanan

(3)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena

dengan berkat dan rahmatNya sehingga penelitian dapat selesai dikerjakan.

Penelitian diberi judul Pengaruh Media Tanam Kompos Kulit Kayu

Ekaliptus dan Mikoriza terhadap Pertumbuhan Semai Pinus (Pinus merkusii).

Limbah kulit kayu ekaliptus sampai sekarang pemanfaatannya difokuskan sebagai

bahan bakar boiler saja. Jadi, untuk menambah pemanfaatan kulit kayu ekaliptus,

maka salah satu bentuk teknologi tepat guna adalah pembuatan kompos. Aplikasi

komposisi media tanam kompos kulit kayu ekaliptus dan mikoriza untuk

mendapatkan respon tumbuh terbaik semai pinus telah dicoba dalam penelitian.

Tidak lupa penulis mengucapkan terima kasih kepada komisi pembimbing

saya yaitu Bapak Dr. Ir. Edy Batara Mulya Siregar, MS dan Ibu Ir. Haryati, MP.

Penulis mengharapkan saran dan kritik yang membangun guna untuk

perbaikan penelitian ke depan.

Akhir kata penulis ucapkan banyak terima kasih.

Medan, Oktober 2009

(4)

DAFTAR ISI Tinjauan Botanis Tanaman Pinus (Pinus merkusii) ... 4

Kompos ... 5

Mikoriza ... 7

Kompos, Hubungannya dengan Mikoriza dan Tanaman ... 10

METODOLOGI PENELITIAN Tempat dan Waktu Penelitian ... 13

Bahan dan Alat Penelitian ... 13

Metode Penelitian ... 13

Pengamatan Parameter ... 15

Pertambahan Tinggi Semai (cm) ... 15

Pertambahan Diameter Semai (mm) ... 16

Berat Kering Total (gram) ... 16

Rasio Tajuk Akar (gram) ... 16

Persen Hidup Semai (%) ... 16

Pelaksanaan Penelitian ... 17

Persiapan Lahan ... 17

Pembuatan Naungan ... 17

Pencampuran Media Tanam ... 17

Inokulasi Mikoriza ... 17

Penanaman ... 17

Pemeliharaan Tanaman ... 18

Penyiraman ... 18

(5)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Komposisi kompos kulit Kayu Ekaliptus ... 19 Pemberian Mikoriza ... 23 Interaksi Komposisi kompos kulit Kayu Ekaliptus dan

Pemberian Mikoriza ... 25

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan ... 27 Saran ... 27

(6)

DAFTAR TABEL

No. Keterangan Halaman

1. Hasil uji lanjut DMRT pada komposisi kompos kulit kayu ekaliptus

terhadap parameter pertambahan tinggi, berat kering total dan persen

hidup

19

2. Analisa unsur hara berdasarkan komposisi media tanam 22

3. Hasil uji lanjut DMRT pada komposisi kompos kulit kayu ekaliptus

terhadap berat kering total

(7)

DAFTAR GAMBAR

No. Keterangan Halaman

1. Pertambahan Tinggi Semai Pinus Selama Penelitian 20

(8)

DAFTAR LAMPIRAN

No. Keterangan Halaman

1. Lay out Penelitian 30

2. Dokumentasi Penelitian 31

3. Sidik Ragam untuk Parameter Pertambahan Tinggi, Pertambahan

Diameter, Berat Kering Total dan Persen Hidup

32

4. Pertambahan Tinggi Semai Pinus (cm) 33

5. Pertambahan Diameter Semai Pinus (mm) 33

6. Berat Kering Total Semai Pinus (gr) 33

7. Rasio Tajuk Akar Semai Pinus 34

(9)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Besarnya limbah kulit kayu ekaliptus diperkirakan sekitar 10-15% dari log

utuh. Berdasarkan laporan pemasokan bahan baku log utuh yang dibutuhkan oleh

PT. Toba Pulp Lestari, dari Januari sampai Desember 2003 sebesar 619,110 ton.

Dengan demikian, diperoleh limbah kulit kayu ekaliptus sekitar 61,910-92,865 ton

selama periode tersebut. Sementara sepanjang tahun 2005 PT. Toba Pulp Lestari

membutuhkan bahan kayu ekaliptus sekitar 1 juta ton. Jadi besarnya potensi

limbah diperkirakan ada sekitar 100.000 – 150.000 ton (Tempo, 2005).

Limbah kulit kayu ekaliptus sampai sekarang pemanfaatannya difokuskan

sebagai bahan bakar boiler saja (Murbandono, 2007). Guna meningkatkan variasi

bentuk pemanfaatan kulit kayu ekaliptus, maka salah satu bentuk teknologi tepat

guna adalah pembuatan kompos. Hasil penelitian yang menggunakan arang

kompos menunjukkan bahwa arang kompos dapat meningkatkan pertambahan

tinggi, pertambahan diameter dan meningkatkan biomassa bibit pinus 6 kali lebih

berat dari kontrol (Komarayati dan Gusmailina, 2006).

Penggunaan bahan organik saat ini banyak mendapat perhatian dari

beberapa kalangan, karena aman bagi lingkungan. Menurut Hakim et al. (1986),

bahan organik dapat meningkatkan kapasitas tukar kation (KTK), kemampuan

menahan unsur hara dan air, aktivitas mikroorganisme serta berbagai sifat tanah

lainnya. Kandungan hara kompos terbilang lengkap karena mengandung unsur

hara makro dan unsur hara mikro. Meskipun demikian, penggunaan mikoriza

dibutuhkan untuk meningkatkan penyerapan unsur hara dan meningkatkan

(10)

Pinus merkusii merupakan satu-satunya jenis pinus yang tumbuh asli di

Indonesia. P. merkusii termasuk dalam jenis pohon serba guna yang

terus-menerus dikembangkan dan diperluas penanamannya pada masa

mendatang untuk penghasil kayu, produksi getah dan konservasi lahan

(Dahlian dan Hartoyo, 1997). Keberhasilan penanaman sangat dipengaruhi oleh

kualitas akar. Apabila dilihat fungsi akar sebagai alat penyerap hara dan air, maka

diasumsikan tanaman yang memiliki jumlah akar lebih banyak, bibit akan mampu

menyerap air dan hara yang lebih banyak sehingga laju fotosintesis meningkat dan

menimbulkan pertumbuhan bibit lebih cepat (Muas et al., 2007).

Berdasarkan uraian tersebut, maka dilakukan penelitian tentang media

tanam kompos kulit kayu ekaliptus dan mikoriza terhadap semai pinus.

Tujuan Penelitian

Untuk mengetahui pengaruh kompos kulit kayu ekaliptus sebagai

campuran media tanam dan pemberian mikoriza pada pertumbuhan semai pinus.

Manfaat Penelitian

Menjadi bahan informasi bagi pengembangan penggunaan kompos kulit

(11)

Hipotesis Penelitian

Hipotesis penelitian:

1. Ada interaksi antara komposisi media tanam kompos kulit kayu ekaliptus

dan pemberian mikoriza terhadap pertumbuhan semai pinus

2. Ada pengaruh komposisi media tanam kompos kulit kayu ekaliptus

terhadap pertumbuhan semai pinus.

3. Ada pengaruh pemberian mikoriza terhadap pertumbuhan

(12)

TINJAUAN PUSTAKA

Tinjauan Botanis Tanaman Pinus (Pinus merkusii)

P. merkusii Jungh et De Vriese pertama kali ditemukan dengan nama

tusam di daerah Sipirok, Tapanuli Selatan oleh ahli botani dari Jerman yaitu

Dr. F.R. Junghuhn pada tahun 1841 (Harahap, 2000). P. merkusii termasuk ke

dalam ordo Pinales dan famili Pinaceae yang tumbuh secara alami di Aceh,

Sumatera Utara dan Gunung Kerinci. P. merkusii mempunyai sifat pioner yaitu

dapat tumbuh baik pada tanah yang kurang subur seperti padang

alang-alang. P. merkusii dapat tumbuh pada tumbuh pada ketinggian

30 - 1.800 meter diatas permukaan laut (mdpl), sedangkan kisaran pH optimum

pada pinus adalah 4,5-5,0 (Hidayat dan Hansen, 2001).

P. merkusii dapat tumbuh pada tanah yang kurang subur, tanah berpasir

dan tanah berbatu. Daunnya dalam berkas dua dan berkas jarum (sebetulnya

adalah tunas yang sangat pendek yang tidak pernah tumbuh) pada pangkalnya

dikelilingi oleh suatu sarung dari sisik yang berupa selaput tipis panjangnya

sekitar 0,5 cm. Sisik kerucut buah dengan perisai ujung berbentuk jajaran genjang,

akhirnya merenggang; kerucut buah panjangnya 7-10 cm. Biji pipih berbentuk

bulat telur, panjang 6-7 mm, pada tepi luar dengan sayap besar, mudah lepas

(Steenis, 2003).

Pinus tidak berbanir, kulit luar kasar berwarna coklat kelabu sampai coklat

tua, tidak mengelupas. Kayu pinus berwarna coklat-kuning muda, berat jenis

rata-rata 0,55 dan termasuk kelas kuat III serta kelas awet IV. Pohon pinus berbunga

(13)

warna kulitnya kering kecoklatan, bentuk bijinya bulat, padat dan tidak berkerut

(Khaerudin,1999).

Kompos

Menurut Murbandono (2007), kompos adalah bahan-bahan organik

(sampah organik) yang telah mengalami proses pelapukan karena adanya interaksi

antara mikroorganisme (bakteri pembusuk) yang bekerja didalamnya.

Bahan-bahan organik tersebut seperti dedaunan, rumput, jerami, sisa-sisa ranting dan

dahan, rerontokan kembang, air kencing dan kotoran hewan. Bahan organik yang

telah mengalami pengomposan mempunyai peran penting bagi perbaikan mutu

dan sifat tanah. Berikut ini sejumlah peran penting tersebut: (1) memperbesar

daya ikat tanah yang berpasir (memperbaiki struktur tanah berpasir) sehingga

tanah tidak terlalu berderai, (2) memperbaiki struktur tanah liat atau berlempung

sehingga tanah yang semula berat akan menjadi ringan, (3) memperbesar

kemampuan tanah menampung air sehingga tanah dapat menyediakan air lebih

banyak bagi tanaman, (4) memperbaiki drainase dan tata udara tanah (terutama

tanah yang berat) sehingga kandungan air mencukupi dan suhu tanah lebih stabil,

(5) meningkatkan pengaruh positif dari pupuk buatan (bahan organik menjadi

penyeimbang bila pupuk buatan membawa efek negatif) dan (6) mempertinggi

daya ikat tanah terhadap zat hara sehingga tidak mudah larut oleh pengairan atau

curah hujan.

Kompos akan meningkatkan kesuburan tanah dan merangsang perakaran

(14)

kandungan bahan organik tanah dan akan meningkatkan kemampuan tanah untuk

mempertahankan kandungan air tanah (Crawford, 2003).

Alasan utama penggunaan kompos sebenarnya lebih bertujuan untuk

memperbaiki kondisi fisik tanah daripada untuk menyediakan unsur hara.

Meskipun kandungan unsur hara dalam kompos tergolong lengkap (unsur hara

makro dan mikro), tetapi jumlahnya sedikit. Secara kimia, kompos dapat

meningkatkan kapasitas tukar kation (KTK), ketersediaan unsur hara dan

ketersediaan asam humat. Asam humat akan membantu meningkatkan proses

pelapukan bahan mineral. Secara biologi, kompos merupakan sumber makanan

bagi mikroorganisme tanah. Dengan adanya kompos, mikroorganisme yang

menguntungkan akan berkembang lebih cepat sehingga dapat meningkatkan

kesuburan tanah (Simamora, 2006).

Kondisi pH yang terlalu rendah (asam) akan membuat unsur hara makro

tidak dapat diserap tanaman, bahkan sebaliknya unsur hara mikro akan tersedia

dalam jumlah yang berlimpah. Kelebihan unsur hara mikro dan kekurangan unsur

hara makro akan sangat merugikan tanaman. Kondisi pH yang terlalu tinggi (basa)

juga akan merugikan tanaman, karena unsur hara mikro menjadi tidak tersedia dan

unsur hara makro berlimpah. Hasil penelitian sebelumnya, menunjukkan bahwa

persentase kematian tanaman anakan pinus yang ditanam pada kompos tanpa

penambahan arang sangat tinggi, sedangkan anakan pinus yang ditanam pada

kompos dengan penambahan arang tumbuh dengan subur atau persentase

kematian tanaman sangat rendah. Hasil penelitian yang menggunakan arang

kompos menunjukkan bahwa arang kompos dapat meningkatkan pertambahan

(15)

berat dari kontrol (Komarayati dan Gusmailina, 2006). Herdiana (2006)

menyatakan pemberian arang kompos 30 % sebagai campuran topsoil paling

efektif meningkatkan pertumbuhan bibit kayu bawang.

Menurut Hasibuan (1981) tersedianya unsur hara makro, seperti Nitrogen,

Fosfor, Kalium, Kalsium dan Magnesium optimum pada pH 6,5. Unsur hara

Fosfor pada pH lebih tinggi dari 8 tidak tersedia karena diikat oleh Ca. Sebaliknya

jika pH turun menjadi lebih kecil dari 5,0 maka Fosfat menjadi tidak tersedia. Hal

ini terjadi karena pada keadaan asam, unsur-unsur Al, Fe dan Mn menjadi larut.

Fosfat yang mula tersedia akan diikat oleh Fe, Al dan Mn sehingga tidak tersedia

bagi tanaman. Selanjutnya unsur-unsur hara mikro yang banyak larut pada pH

rendah (asam) menimbulkan keracunan bagi tanaman. Tapi bila pH meningkat

lebih dari 7,0 tanaman tertentu dapat menderita kekurangan Fe dan Mn.

Brady (1990) dalam Hasanudin (2003) menyatakan bahwa dekomposisi

bahan organik bila dimasukkan ke dalam tanah akan menghasilkan beberapa

unsur hara yang dibutuhkan oleh tanaman seperti N, P dan K. Selain itu,

pemberian bahan organik akan menghasilkan asam humat dan fulvat yang

memegang peranan penting dalam pengikatan Fe dan Al yang larut dalam tanah

sehingga ketersediaan P akan meningkat.

Mikoriza

Mikoriza adalah suatu bentuk asosiasi simbiotik antara akar tumbuhan

tingkat tinggi dan miselium cendawan tertentu. Inang, dalam pertumbuhan

hidupnya mendapatkan sumber makanan lebih banyak dari dalam tanah dengan

bantuan penyerapan lebih luas dari organ-organ mikoriza pada sistem perakaran

(16)

adalah fosfor (P) dan juga termasuk nitrogen (N), kalium (K) dan unsur mikro lain

seperti Zn, Cu dan B. Melalui proses enzimatik, makanan yang terikat kuat dalam

ikatan senyawa kimia seperti aluminium (Al) dan besi (Fe), dapat diuraikan dan

dipecahkan dalam bentuk tersedia bagi inang. Karena cuma inang yang

berfotosintesa, sebagai imbalannya, sebagian hasil fotosintat (berupa karbohidrat

cair) yang dimasak pada daun berklorofil didistribusikan ke bagian akar inang,

dan tentunya mikoriza di jaringan korteks akar inang mendapatkan aliran energi

untuk hidup dan berkembangbiak di dalam tanah. Dari kegiatan barter antara

mikoriza dan inang, maka proses simbiosis mutualistis berlangsung terus menerus

dan saling menguntungkan seumur hidup inang. Mikoriza dapat diberikan pada

tiap tanaman dan ini akan mempengaruhi pertumbuhan tanaman, dan untuk

mendapat respon terbaik sebanyak 5 gr/ tanaman (Santoso, 2006).

Menurut Titiek dan Utomo (1995), berdasarkan susunan anatomi

infeksinya, mikoriza dapat dibedakan menjadi 3 tipe antara lain: (1) Ektomikoriza

adalah cendawan yang strukturnya membentuk banyak cabang pada rambut akar

tanaman pohon. Struktur mikoriza ini terdiri dari selimut (mantle) miselium

cendawan yang menyelimuti akar yang sel korteksnya membesar dan hifa

cendawan yang masuk dalam ruang interseluler. Selimut ini seringkali berwarna

putih-coklat keemasan sampai hitam dan biasanya permukaannya halus,

(2) Endomikoriza adalah strukturnya disebut endotrophic, tidak membentuk

selimut dan hifa cendawan menginvasi sel korteks akar tanpa mematikannya,

(3) Ektendomikoriza adalah strukturnya diantara ekto dan endomokoriza.

(17)

tentang ini masih sangat sedikit. Pada umumnya dianggap kurang mempunyai arti

ekonomis.

Ektomikoriza tumbuh optimal pada pH 4-6. Bahkan ada beberapa jenis

ektomikoriza yang dapat tumbuh baik pada pH = 3. Di samping pH tanah, kondisi

tanah yang mempengaruhi perkembangan mikoriza adalah drainase, ketersediaan

bahan organik dan ketersediaan hara. Mikoriza akan dapat berkembang baik

apabila tidak ada hambatan aerasi. Daya adaptasi pada tiap jenis spesies cendawan

terhadap pH tanah berbeda-beda, pH tanah akan mempengaruhi perkecambahan,

perkembangan dan peran mikoriza terhadap pertumbuhan tanaman

(Titiek dan Utomo, 1995).

Mikoriza akan berkembang dengan baik pada tanah berpasir dibandingkan

tanah berliat atau gambut. Ketersediaan hara terutama nitrogen dan fosfat yang

rendah akan mendorong pertumbuhan mikoriza. Sebaliknya kandungan hara yang

terlalu rendah atau terlalu tinggi menghambat pertumbuhan mikoriza

(Russel, 1963).

Akar tumbuhan yang bersimbiosis dengan cendawan mikoriza terbungkus

atau diselimuti oleh hifa atau jalinan hifa sehingga dapat berfungsi untuk

memproteksi cendawan yang bersifat patogen. Dengan kata lain jalinan hifa

cendawan mikoriza dapat berfungsi sebagai perlindungan fisik akar dari serangan

cendawan patogen. Cendawan mikoriza dilaporkan mampu memproyeksi

unsur-unsur metal (logam berat) dan polutan yang berbahaya bagi pertumbuhan

tanaman, sehingga unsur-unsur tersebut tidak terserap oleh tanaman

(18)

Penelitian Kuswanto (1982) yang menggunakan inokulum tanah

bermikoriza diperoleh beberapa hasil antara lain dengan pemberian inokulum

tanah bermikoriza tidak mempunyai pengaruh nyata pada persen hidup semai

ditandai dengan hidupnya seluruh semai, berpengaruh sangat nyata pada

pertumbuhan tinggi, diameter semai, panjang akar semai, dan berat kering semai.

Pada awal perkembangan mikoriza bersifat parasit bagi tanaman dan jika

kondisi tidak optimum, sering menyebabkan pertumbuhan tanaman tertekan.

Fotosintat diserap mikoroza dalam akar khususnya melalui arbuskola, yang

merupakan area kontak permukaan terbesar antara tanaman dan fungi

(Hanafiah, 2005).

Kompos, Hubungannya dengan Mikoriza dan Tanaman

Untuk memacu pertumbuhan pohon di persemaian dan lapangan,

diperlukan pemahaman kondisi biologi di sekitar sistem perakaran beserta

interaksi biogeokimia dalam proses penyerapan unsur hara oleh tanaman.

Cendawan mikoriza merupakan mikroba penting dalam ekosistem hutan. Bagian

tubuh cendawan mikoriza yang cocok dengan inang dapat dimanfaatkan dalam

bentuk produk inokulum. Bibit bermikoriza lebih tahan kering daripada bibit yang

tidak bermikoriza. Kekeringan yang menyebabkan rusaknya jaringan korteks,

kemudian matinya perakaran, pengaruhnya tidak akan permanen pada akar yang

bermikoriza. Akar bermikoriza akan cepat pulih kembali setelah periode

kekurangan air berlalu. Hifa cendawan masih mampu menyerap air pada pori-pori

tanah pada saat akar bibit sudah tidak mampu lagi. Sebagai contoh Pinus merkusii

yang banyak ditanam di Indonesia sejak awal merupakan salah satu jenis tanaman

(19)

meningkatkan keberhasilan penanaman P. merkusii di lapangan, dibutuhkan bibit

dengan mikoriza pada perakarannya (Santoso, 2006).

Bagi tanaman inang, adanya asosiasi ini dapat memberikan manfaat yang

sangat besar bagi pertumbuhannya, baik secara langsung maupun tidak langsung.

Secara tidak langsung, cendawan mikoriza berperan dalam perbaikan struktur

tanah, meningkatkan kelarutan hara dan proses pelapukan bahan induk.

Sedangkan secara langsung, cendawan mikoriza dapat meningkatkan serapan air,

hara dan melindungi tanaman dari patogen akar dan unsur toksik (Killham, 1994).

Aktivitas mikroba tanah yang bermanfaat bagi tanaman akan meningkat

dengan penambahan kompos. Aktivitas mikroba ini membantu tanaman untuk

menyerap unsur hara dari tanah dan menghasilkan senyawa yang dapat

merangsang pertumbuhan tanaman. Aktivitas mikroba tanah juga diketahui dapat

membantu tanaman menghadapi serangan penyakit (Crawford, 2003).

Pengaruh mikoriza terhadap pertumbuhan tanaman yang bermikoriza

dinyatakan bahwa tanaman yang bermikoriza lebih baik daripada tanaman yang

tidak bermikoriza karena akar tanaman yang bermikoriza dapat menyerap unsur

hara dalam bentuk terikat dan tidak tersedia bagi tanaman (Adiwiganda, 1996).

Peningkatan serapan hara akan menyebabkan peningkatan biomassa

tanaman. Meskipun derajat infeksi yang terjadi pada akar cukup tinggi ternyata

tidak dapat menjamin memberikan hasil yang tinggi terhadap pertumbuhan

serapan hara dan bobot kering. Hal ini ditentukan oleh kombinasi cendawan

dengan inang. Keefektifan mikoriza terhadap suatu jenis tanaman, ditentukan oleh

(20)

membantu meningkatkan absorbsi hara dan pertumbuhan tanaman

(Muas, et al., 2007).

Adakalanya inokulasi mikoriza dapat mengakibatkan terhambatnya

pertumbuhan tanaman yang dikolonisasi. Menurut Pang dan Paul (1980) dalam

Delvian (2005), kompetisi terhadap fotosintat mungkin merupakan keterangan

mengapa terjadi hambatan terhadap pertumbuhan mikoriza dan pertumbuhan

tanaman. Biomassa mikoriza besarnya lebih dari 17% dari berat kering akar,

sehingga akar bermikoriza memerlukan energi lebih banyak dibandingkan dengan

akar yang tidak bermikoriza. Akan tetapi peningkatan kebutuhan energi dari

tanaman bermikoriza sebenarnya telah dicukupkan dari hasil fotosintesis yang

meningkat dari tanaman bermikoriza.

Adanya inokulasi mikoriza dan pemberian bahan organik akan

meningkatkan ketersediaan N dan P dalam tanah. Keduanya bila dimasukkan ke

dalam tanah akan terjadi proses dekomposisi yang selanjutnya akan melepaskan

beberapa unsur seperti N dan P sehingga akan mampu meningkatkan ketersediaan

baik N maupun P dalam tanah (Hasanudin, 2003).

Mikoriza dalam simbiosisnya sangat tergantung pada nutrisi dari

karbohidrat hasil fotosisntesis tanaman inang, sehingga modifikasi ketersediaan

produk fotosintesis akan mempengaruhi pembentukan dan perkembangan serta

fungsi mikoriza. Hal ini telah diteliti dengan mengukur pengaruh ketersediaan

cahaya pada tanaman yang bersimbiosis dengan mikoriza. Aktivitas fotosintesis

tanaman akan mempengaruhi status karbohidrat pada akarnya yang pada akhirnya

akan mempengaruhi perkembangan mikoriza yang terdapat pada perakaran

(21)

METODOLOGI PENELITIAN

Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian dilaksanakan di Rumah Kassa (Lampiran 3) dan Laboratorium

Sentral Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara. Penelitian ini dimulai

bulan Juni 2008 sampai Maret 2009.

Bahan dan Alat Penelitian

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah semai pinus umur

3 bulan (Lampiran 3) yang seragam pertumbuhannya diperoleh dari Pembibitan di

Aek Nauli, kompos kulit kayu ekaliptus, mikoriza (ektomikoriza), polibag ukuran

1/4 kg, kertas label, pelepah kelapa sawit, bambu, dan air.

Adapun alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah ajir, cangkul,

parang, tali, timbangan digital, kamera digital, gembor untuk menyiram tanaman,

spray untuk melembabi semai, alat tulis dan kalkulator.

Metode Penelitian

Penelitian ini menggunakan Rancangan Petak Terbagi (RPT). Menurut

Sastrosupadi (2000), di dalam RPT perlakuan faktorial yang dicoba sudah

membedakan adanya tingkat ketelitian dari setiap faktor. Ada dua faktor yaitu

perlakuan petak utama (main treatment = main plot faktor) dan perlakuan anak

petak (sub treatment = sub plot faktor).

Petak Utama (Main Plot) adalah pemberian mikoriza dengan 2 taraf

perlakuan yaitu: (M0) 0 gr dan (M1) 5 gr/ polibag.

Anak Petak (Sub Plot) adalah komposisi media tanam (perbandingan

(22)

4 taraf perlakuan sebagai berikut: (A) 100% media dasar semai, (B) 25% kompos

kulit kayu ekaliptus + 75% media dasar semai, (C) 50% kompos kulit kayu

ekaliptus + 50% media dasar semai, (D) 75% kompos kulit kayu ekaliptus + 25%

media dasar semai.

Dari perlakuan petak utama dan anak petak diperoleh 8 kombinasi

perlakuan sebagai berikut :

1. M0 A 5. M1 A

2. M0 B 6. M1 B

3. M0 C 7. M1 C

4. M0 D 8. M1 D

Jumlah kombinasi perlakuan 2 x 4 = 8 perlakuan

Jumlah tanaman tiap perlakuan = 7 tanaman

Ulangan = 3 unit

Jumlah tanaman seluruhnya = 168 tanaman

Untuk menentukan pengaruh kombinasi perlakuan, dianalisis dengan sidik

ragam berdasarkan model linier sebagai berikut :

Yijk = µ + rk + Ai +

ε

ik + Bj + (AB)ij +

σ

ijk i = (1;2;3), j = (1;2;3;4), k = (1;2;3)

Dimana :

Yijk = hasil pengamatan karena faktor pemberian mikoriza taraf ke- i dan

faktor komposisi kompos kulit kayu ekaliptus taraf ke- j pada ulangan

ke- k

µ = nilai tengah umum

(23)

Ai = pengaruh pemberian mikoriza pada taraf ke- i

ε

ik = pengaruh sisa untuk petak utama atau pengaruh sisa karena faktor

pemberian mikoriza taraf ke-i pada kelompok ke-k

Bj = pengaruh komposisi kompos kulit kayu ekaliptus pada taraf ke-j

(AB)ij = pengaruh interaksi faktor pemberian mikoriza yang ke-i dan komposisi

kompos kulit kayu ekaliptus yang ke-j

σ

ijk = pengaruh sisa karena pengaruh faktor pemberian mikoriza taraf ke-i dan

faktor komposisi kompos kulit kayu ekaliptus taraf ke-j pada kelompok

ke-k

Nilai F. hitung hasil analisa dibandingkan dengan nilai F. tabel pada

kepercayaan 95%. Jika F. hitung lebih besar dari F. tabel maka perlakuan adalah

nyata. Jika analisis data nyata maka dilanjutkan dengan uji jarak berganda Duncan

(DMRT) pada kepercayaan 95% (Gomez dan Gomez, 1995).

Pengamatan Parameter

Sebelum dilakukan pengamatan parameter, dilakukan terlebih dahulu

pengambilan data awal tiap parameter kecuali berat kering total dan rasio tajuk

akar. Jadi data yang diperoleh pada saat pengukuran parameter dikurangi terhadap

data awal.

Pertambahan Tinggi Semai (cm)

Pengukuran tinggi semai dilakukan setiap 2 minggu sekali sampai akhir

pengamatan setelah semai dipindahkan pada media sesuai dengan perlakuan

masing-masing. Pengukuran tinggi semai dilakukan dengan mengukur dari garis

(24)

Pengamatan parameter dilakukan selama 36 minggu setelah pindah tanam

(MSPT).

Pertambahan Diameter Semai (mm)

Pengukuran diameter semai dilakukan setiap 2 minggu sekali sampai akhir

pengamatan setelah semai dipindahkan pada media sesuai dengan perlakuan

masing-masing. Pengukuran dilakukan dengan menggunakan jangka sorong

dengan dua arah yang berlawanan dan saling tegak lurus terhadap batang

(Lampiran 3) kemudian diambil rata-ratanya. Pengamatan parameter dilakukan

selama 36 MSPT.

Berat Kering Total (gram)

Pengukuran berat kering total dilakukan dengan mengeringkan bagian akar

dan tajuk yang telah dipanen dengan suhu 700C sampai beratnya stabil kemudian

masing-masing bagian ditimbang dan dijumlahkan berat kering akar dan berat

kering tajuk. Dilakukan pada akhir pengamatan.

Rasio Tajuk Akar

Dilaksanakan pada akhir pengamatan. Rasio tajuk akar diperoleh dengan

rumus:

Persen Hidup Semai (%)

Penghitungan persen hidup semai dihitung pada akhir pengamatan dengan

(25)

Pelaksanaan Penelitian Persiapan Lahan

Lahan yang akan digunakan untuk penelitian dibersihkan dari gulma dan

sisa-sisa tanaman atau kotoran yang mengganggu. Setelah itu dibuat plot-plot

percobaan (Lampiran 1).

Pembuatan Naungan

Setelah lahan dibersihkan, dibuat naungan dengan tiang bambu dan atap

pelepah kelapa sawit. Naungan dibuat agar semai tidak terkena sinar matahari

langsung dan menjaga kelembaban semai.

Pencampuran Media Tanam

Media asli dikeluarkan dari polibag sebelumnya, lalu diaduk supaya

merata. Pencampuran media tanam berdasarkan volume. Komposisi media

tanam dimasukkan ke dalam polibag sesuai dengan 4 kombinasi perlakuan

sebagai berikut: (A) 100% media dasar semai, (B) 25% kompos kulit kayu

ekaliptus + 75% media dasar semai, (C) 50% kompos kulit kayu ekaliptus + 50%

media dasar semai, (D) 75% kompos kulit kayu ekaliptus + 25% media dasar

semai.

Inokulasi Mikoriza

Inokulasi mikoriza dilakukan dengan membuat lubang pada media tumbuh

dan diletakkan didekat akar tanaman. Inolukasi mikoriza dengan 2 taraf perlakuan

(26)

Penanaman

Semai pinus ditanam pada polibag yang sudah berisi campuran media

tanam dan mikoriza sesuai kombinasi perlakuan, selanjutnya diletakkan dan

disusun pada lahan percobaan (Lampiran 1).

Pemeliharaan Tanaman Penyiraman

Penyiraman dilakukan dua kali sehari selama penelitian dengan

menggunakan gembor, tetapi disesuaikan dengan kondisi lapangan. Jika media

masih lembab tidak perlu dilakukan penyiraman karena dapat mengakibatkan

busuk akar.

Penyiangan

Untuk menghindari persaingan antara gulma dan tanaman, maka dilakukan

penyiangan. Penyiangan gulma dilakukan secara manual dengan cara mencabut

gulma yang berada di dalam polibag maupun di sekitar lahan penelitian.

Penyiangan dilakukan sesuai dengan kondisi lapangan.

(27)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil pengukuran parameter pertambahan tinggi, pertambahan diameter,

berat kering total, rasio tajuk akar dan persen hidup dilakukan analisa sidik ragam

untuk mengetahui pengaruh komposisi kompos kulit kayu ekaliptus dan

pemberian mikoriza serta interaksi kedua perlakuan. Hasil analisa disajikan pada

Lampiran 3.

Komposisi Kompos Kulit Kayu Ekaliptus

Hasil uji lanjut pengaruh komposisi kompos kulit kayu ekaliptus terhadap

parameter pertambahan tinggi, pertambahan diameter, berat kering total, rasio

tajuk akar dan persen hidup disajikan pada Tabel 1.

Tabel 1. Hasil uji lanjut DMRT pada komposisi kompos kulit kayu ekaliptus terhadap

parameter pertambahan tinggi, berat kering total dan persen hidup

Komposisi Pertambahan Berat Persen Media Tanam Tinggi Kering Total Hidup

--- cm --- --- gr --- --- % --- A 3.710 a 0.336 a 88.095 b B 3.285 ab 0.305 a 97.619 a C 2.720 b 0.285 ab 95.238 ab D 3.000 ab 0.212 b 59.523 b

Angka-angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom tidak berbeda nyata menurut uji DMRT pada taraf 95 %

Pertambahan tinggi, pertambahan diameter, berat kering total dan persen

hidup menunjukkan penurunan pertumbuhan dengan semakin besarnya kompos

yang diberikan sebagai campuran media dasar semai pinus. Pertambahan tinggi,

pertambahan diameter, berat kering total dan persen hidup mengalami

pertumbuhan paling besar pada perlakuan B jika dibandingkan dengan media

lainnya yang diberi kompos. Pada media B, pertambahan tinggi dan pertambahan

(28)

total dan persen hidup masing-masing mencapai 0.305 gr dan 97.619 %. Hasil

menunjukkan bahwa dalam penggunaan media tanam kompos kulit kayu ekaliptus

yang paling efektif dalam meningkatkan pertumbuhan semai pinus pada

perlakuan B.

Pengamatan pertambahan tinggi dilakukan selama 36 MSPT. Pertambahan

tinggi semai pinus tiap 4 MSPT disajikan pada Gambar 1.

0.000

Gambar 1. Pertambahan Tinggi Semai Pinus Selama Penelitian.

Gambar 1. tampak bahwa untuk setiap pengamatan pertambahan tinggi

semai pinus menunjukkan kecenderungan yang sama. Perlakuan M0A

menunjukkan pertambahan tinggi yang lebih tinggi, sedangkan perlakuan M0C

menunjukkan pertambahan tinggi yang terendah.

Namun, perlakuan B tidak lebih baik dari perlakuan A. Pertambahan

tinggi, pertambahan diameter dan berat kering total pada media lebih tinggi

dibandingkan media B. Adakalanya inokulasi mikoriza dapat mengakibatkan

(29)

(1980) dalam Delvian (2005), kompetisi terhadap fotosintat mungkin merupakan

keterangan mengapa terjadi hambatan terhadap pertumbuhan mikoriza dan

pertumbuhan tanaman. Biomass mikoriza besarnya lebih dari 17% dari berat

kering akar, sehingga akar bermikoriza memerlukan energi lebih banyak

dibandingkan dengan akar yang tidak bermikoriza. Akan tetapi peningkatan

kebutuhan energi dari tanaman bermikoriza sebenarnya telah dicukupkan dari

hasil fotosintesis yang meningkat dari tanaman bermikoriza. Selanjutnya, Delvian

(2005) menambahkan Mikoriza dalam simbiosisnya sangat tergantung pada

nutrisi dari karbohidrat hasil fotosisntesis tanaman inang, sehingga modifikasi

ketersediaan produk fotosintesis akan mempengaruhi pembentukan dan

perkembangan serta fungsi mikoriza. Hal ini telah diteliti dengan mengukur

pengaruh ketersediaan cahaya pada tanaman yang bersimbiosis dengan mikoriza.

Aktivitas fotosintesis tanaman akan mempengaruhi status karbohidrat pada

akarnya yang pada akhirnya akan mempengaruhi perkembangan mikoriza yang

terdapat pada perakaran tanaman tersebut

Hasil analisa unsur hara yang disajikan pada Tabel 2, penggunaan kompos

sebagai campuran media dasar pada media pertumbuhan semai pinus hanya dapat

meningkatkan beberapa unsur hara saja seperti N, P dan K serta pH media tanam.

Brady (1990) dalam Hasanudin (2003) menyatakan bahwa dekomposisi bahan

organik bila dimasukkan ke dalam tanah akan menghasilkan beberapa unsur hara

yang dibutuhkan oleh tanaman seperti N, P dan K. Selain itu, pemberian bahan

organik akan menghasilkan asam humat dan fulvat yang memegang peranan

penting dalam pengikatan Fe dan Al yang larut dalam tanah sehingga ketersediaan

(30)

Tabel 3. Analisa unsur hara berdasarkan komposisi media tanam

Parameter Satuan Komposisi media tanam

A B C D

pH H2O - 6.97 6.61 6.76 7.11

C organik % - 6.73 8.97 15.19

N total % 0.26 0.42 0.46 0.51

C/N - - 16.02 19.5 29.78

P-avl Bray II ppm 3.49 15.07 21.98 46.75

K-tukar me/100gr 0.29 0.689 0.757 0.738

Na-tukar me/100gr 0.035 0.058 0.113 0.102

Ca-tukar me/100gr 0.366 0.046 0.018 0.024

Mg-tukar me/100gr 0.265 1.441 1.577 1.627

Dianalisa di Laboratorium Sentral Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara.

Simamora (2006) menerangkan alasan utama penggunaan kompos

sebenarnya lebih bertujuan untuk memperbaiki kondisi fisik tanah daripada untuk

menyediakan unsur hara. Meskipun kandungan unsur hara dalam kompos

tergolong lengkap (unsur hara makro dan mikro), tetapi jumlahnya sedikit. Secara

kimia, kompos dapat meningkatkan kapasitas tukar kation (KTK), ketersediaan

unsur hara dan ketersediaan asam humat. Asam humat akan membantu

meningkatkan proses pelapukan bahan mineral. Secara biologi, kompos

merupakan sumber makanan bagi mikroorganisme tanah.

Pengamatan pertambahan diameter dilakukan selama 36 MSPT.

(31)

0.000

Gambar 2. Pertambahan Diameter Semai Pinus Selama Penelitian

Gambar 2. tampak bahwa untuk setiap pengamatan pertambahan diameter

semai pinus menunjukkan kecenderungan yang sama.

Adanya inokulasi mikoriza dan pemberian bahan organik akan

meningkatkan ketersediaan N dan P dalam tanah. Keduanya bila dimasukkan ke

dalam tanah akan terjadi proses dekomposisi yang selanjutnya akan melepaskan

beberapa unsur seperti N dan P sehingga akan mampu meningkatkan ketersediaan

baik N maupun P dalam tanah (Hasanudin, 2003).

Pemberian Mikoriza

Pemberian mikoriza hanya berpengaruh nyata terhadap berat kering total.

Hasil uji lanjut DMRT terhadap kedua variabel tersebut disajikan pada Tabel 4.

Tabel 4. Hasil uji lanjut DMRT pada komposisi kompos kulit kayu ekaliptus terhadap berat kering total

Pemberian Berat kering Mikoriza total

(32)

Angka-angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom tidak berbeda nyata menurut uji DMRT pada taraf 95 %

Hasil uji lanjut DMRT pada Tabel 4 menunjukkan bahwa pemberian

mikoriza 5 gr/ tanaman (M1) memberikan pertumbuhan semai pinus yang lebih

baik dibanding M0. Perlakuan M1 berat kering total selama penelitian mencapai

0.306 gr.

Berat kering total pada perlakuan M1 menunjukkan semai pinus lebih

berat dibandingkan M0, hal ini berhubungan dengan serapan unsure hara oleh

semai pinus. Muas, et al., (2007) menyatakan peningkatan serapan hara akan

menyebabkan peningkatan biomassa tanaman. Adiwiganda (1996) menambahkan

pengaruh mikoriza terhadap pertumbuhan tanaman yang bermikoriza dinyatakan

bahwa tanaman yang bermikoriza lebih baik daripada tanaman yang tidak

bermikoriza karena akar tanaman yang bermikoriza dapat menyerap unsur hara

dalam bentuk terikat dan tidak tersedia bagi tanaman.

Santoso (2006) menjelaskaj sebagai contoh Pinus merkusii yang banyak

ditanam di Indonesia sejak awal merupakan salah satu jenis tanaman cepat

tumbuh yang pertumbuhannya sangat memerlukan mikoriza, maka untuk

meningkatkan keberhasilan penanaman P. merkusii di lapangan, dibutuhkan bibit

dengan mikoriza pada perakarannya. Keberhasilan penanaman semai pinus akan

sangat bergantung pada keberadaan inokulasi mikoriza pada akar. Pinus banyak

digunakan pada kegiatan rehabilitasi lahan yang kering, dengan perakaran

bermikoriza, tanaman akan tahan terhadap kekeringan.

Perlakuan A menggunakan 100 media dasar (liat : pasir = 1 : 3). Russel

(1963) menyatakan mikoriza akan berkembang dengan baik pada tanah berpasir

(33)

fosfat yang rendah akan mendorong pertumbuhan mikoriza. Sebaliknya

kandungan hara yang terlalu rendah atau terlalu tinggi menghambat pertumbuhan

mikoriza. Unsur hara N dan P lebih rendah pada perlakuan A dibanding B, C dan

D, berarti dapat diduga bahwa mikoriza berkembang baik pada media A, yang

menyebabkan pertumbuhan semai lebih besar dan menurunkan pertambahan

tinggi, pertambahan diameter dan berat kering total.

Interaksi Kompos Kulit Kayu Ekaliptus dan Pemberian Mikoriza

Hasil analisa sidik ragam menunjukkan bahwa komposisi kompos kulit

kayu ekaliptus pada semai pinus berpengaruh nyata terhadap pertambahan tinggi,

berat kering total dan persen hidup. Pemberian mikoriza hanya berpengaruh

nyata pada berat kering total saja, sedangkan interaksi kedua perlakuan

tidak berpengaruh nyata terhadap semua parameter yang diamati

(Lampiran 3).

Menurut Hasibuan (1981) tersedianya unsur hara makro, seperti Nitrogen,

Fosfor, Kalium, Kalsium dan Magnesium optimum pada pH 6,5. Unsur hara

Fosfor pada pH lebih tinggi dari 8 tidak tersedia karena diikat oleh Ca. Sebaliknya

jika pH turun menjadi lebih kecil dari 5,0 maka Fosfat menjadi tidak tersedia. Hal

ini terjadi karena pada keadaan asam, unsur-unsur Al, Fe dan Mn menjadi larut.

Fosfat yang mula tersedia akan diikat oleh Fe, Al dan Mn sehingga tidak tersedia

bagi tanaman. Selanjutnya unsur-unsur hara mikro yang banyak larut pada pH

rendah (asam) menimbulkan keracunan bagi tanaman. Tapi bila pH meningkat

(34)

Aktivitas dan perkembangan jasad renik tanah sangat dipengaruhi oleh

kondisi pH. Titiek dan Utomo (1995) menyatakan ektomikoriza tumbuh optimal

pada pH 4-6. Bahkan ada beberapa jenis ektomikoriza yang dapat tumbuh baik

pada pH = 3. Di samping pH tanah, kondisi tanah yang mempengaruhi

perkembangan mikoriza adalah drainase, ketersediaan bahan organik dan

ketersediaan hara. Mikoriza akan dapat berkembang baik apabila tidak ada

hambatan aerasi. Daya adaptasi pada tiap jenis spesies cendawan terhadap pH

tanah berbeda-beda, pH tanah akan mempengaruhi perkecambahan,

perkembangan dan peran mikoriza terhadap pertumbuhan tanaman.

Kedua hal ini diduga yang terjadi pada saat penelitian sehingga interaksi

kedua perlakuan tidak berpengaruh nyata terhadap semua parameter. Pengaruh

kedua perlakuan dianalisa lebih lanjut dengan uji DMRT dan akan dibahas secara

terpisah untuk mengetahui perlakuan yang memberikan pertumbuhan yang lebih

(35)

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

1. Komposisi media tanam kulit kayu ekaliptus memberikan pengaruh nyata

pada pertambahan tinggi, berat kering total dan persen hidup semai pinus,

pemberian mikoriza memberikan pengaruh nyata pada berat kering total

semai pinus tetapi interaksi kedua perlakuan tidak berpengaruh nyata pada

pertumbuhan semai pinus selama penelitian.

2. Penggunaan media tanam kompos kulit kayu ekaliptus yang paling efektif

dalam meningkatkan pertumbuhan semai pinus pada perlakuan B yaitu

25 % kompos kulit kayu ekaliptus + 75 % media dasar semai.

3. Penambahan komposisi kompos pada media dasar semai dapat

meningkatkan beberapa unsur hara yang dibutuhkan tanaman antara lain

N, P dan K.

Saran

Gunakan kompos kulit kayu dari tanaman lain untuk dapat diketahui

(36)

DAFTAR PUSTAKA

Adiwiganda, R. 1996. Tanah Gambut dan Pengelolaannya untuk Perkebunan Kelapa sawit. PPKS.

Crawford, J.H. 2003. Composting of Agricultural Waste. in Biotechnology Applications and Research, Paul N, Cheremisinoff and R. P.Ouellette (ed). p. 6877. http://www .isroi.org [23 September 2008, pukul: 14.22].

Delvian, 2005. Respon Pertumbuhan Dan Perkembangan Cendawan Mikoriza Arbuskula Dan Tanaman Terhadap Salinitas Tanah. [17 Oktober 2009, pukul: 15.00]

Delvian, 2009. Upaya Peningkatan Kualitas Bibit Dalam Kegiatan Rehabilitasi Lahan Kritis. Balai Penelitian Kehutanan Aek Nauli. Parapat.

Hakim, N., Y.M. Nyakpa, A.M. Lubis, S.G. Nugroho, M.R. Saul, M.A. Diha, G.B. Hong dan E.D. Bailey. 1986. Dasar-dasar Ilmu Tanah. Universitas Lampung Press. Lampung.

Hasanudin, 2003. Peningkatan Ketersediaan Dan Serapan N Dan P Serta Hasil Tanaman Jagung Melalui Inokulasi Mikoriza, Azotobakter Dan Bahan Organik Pada Ultisol. Jurnal ilmu-ilmu pertanian Indonesia. Vol. 5, No. 2.

Hidayat, J dan Hansen, C.P. 2001. Informasi Singkat Benih. Direktorat Perbenihan Tanaman Hutan No. 12. Bandung.

http://Indonesia Forest Seed Project.com [14 Mei 2009, pukul: 14.51]

Gomez, K,A, dan A.A. Gomez. 1995. Prosedur Statistik untuk Penelitian Pertanian Edisi Kedua. Universitas Indonesia Press. Jakarta.

Hanafiah, K.A. 2005. Dasar Ilmu Tanah. PT Raja Grafindo Persada. Jakarta.

Harahap, R.M.S. 2000. Keragaman Sifat dan Data Ekologi Populasi Alam Pinus merkusii di Aceh, Tapanuli dan Kerinci. Prosiding Seminar Nasional Status Silvikultur 1999. Fakultas Kehutanan Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta. Hal:216-227.

Khaerudin. 1999. Pembibitan Tanaman HTI. Penebar Swadaya. Jakarta.

Kilham, K. 1994. Soil Ecology. Cambridge Universitas Press. Cambridge.

Tusam (Pinus merkusii). Abstrak Buletin Penelitian Hasil Hutan.

(37)

Komarayati, S, Mustaghfirin dan Kurnia Sofyan. 2007. Kualitas Arang Kompos Limbah Industri Kertas dengan Variasi Penambahan Arang Serbuk Gergaji. Jurnal Ilmu dan Teknologi Kayu Tropis Vol.5; No. 2 pdf. Pusat Penelitian Hasil Hutan. Bogor. [24 April 2009, pukul: 17.30].

Kuswanto. 1982. Pengaruh Inokulasi Mycorrhiza terhadap Ketahanan dan Pertumbuhan Anakan Pinus merkusii Jungh et de Vriese. Laporan Penelitian. Fakultas Kehutanan Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta.

Muas, I., Syah, J.A., dan Herizal, Y. 2007. Pengaruh Inokulasi Cendawan Mikoriza Arbuskula Terhadap Pertumbuhan Bibit Manggis.

http: //202.155.106.199/download.php?filename=Pengaruh%20Inokulasi [06 April 2009, pukul: 15.00].

Murbandono, L. 2007. Membuat Kompos. Edisi Revisi. Penebar Swadaya. Jakarta.

Russell, R.S and H.R. Gardner.1963. The Response of Roots to Mechanical Impedance. Neth. J. Agric. Sci. 22:305-318.

Simamora, S. 2006. Meningkatkan Kualitas Kompos. AgroMedia Pustaka. Jakarta.

Santoso, E. 2006. Aplikasi Mikoriza untuk Meningkatkan Kegiatan Rehabilitasi Hutan dan Lahan Terdegerasi. 2 pages.

http://www. Dephut.go.id [23 Juni 2008, pukul: 13.25].

Sastrosupadi, A. 2000. Rancangan Percobaan Praktis Bidang Pertanian. Kanisius. Yogyakarta.

Steenis dan J. Van. 2003. Flora: untuk Sekolah di Indonesia. Pradnya Paramita. Jakarta. Hlm:202.

Tempo. 2005. Toba Pulp Tak Bagikan Deviden, Meski Meraup Laba.

(38)

Lampiran 1. Lay out Penelitian

M0 M1 M0 M1 M0 M1

A D C B D A

C B A D B C

B C D A C B

D A B C A D

Ulangan I Ulangan II Ulangan III

Keterangan:

M0 = 0 gr mikoriza/ polibag.

M1 = 5 gr mikoriza/ polibag.

A = 100% media dasar semai (liat : pasir = 1:3).

B = 25% kompos kulit kayu ekaliptus + 75% media dasar semai.

C = 50% kompos kulit kayu ekaliptus + 50% media dasar semai.

(39)

Lampiran 2. Dokumentasi Penelitian

Rumah Kassa

Pengukuran Tinggi

Kompos Kulit Kayu Ekaliptus

Perlakuan M0

Semai Pinus Umur 3 Bulan

Perlakuan M1

Pengukuran Diameter

(40)

Lampiran 3. Sidik Ragam untuk Parameter Pertambahan Tinggi, Pertambahan Diameter, Berat Kering Total dan Persen Hidup

Sumber keragaman Tinggi Diameter

Berat Kering Total

Rasio Tajuk

Akar Persen Hidup Kuadrat Tengah F.Hit KT F.Hit KT F.Hit KT F.Hit KT F.Hit

(KT)

Komposisi media

tanam 1.072 8.48* 0.010 3.00tn 0.017 8.53* 9.954 1.58tn 1845.295 40.69*

Pemberian mikoriza 0.035 0.03tn 0.010 0.81tn 0.012 25.29* 15.849 1.96tn 416.675 1.96tn

Interaksi 0.375 2.96tn 0.002 0.44tn 0.002 0.79tn 12.279 1.94tn 31.178 0.69tn

Galad 0.126 0.004 0.002 6.318 45.353

Keterangan:

(41)

Lampiran 4. Pertambahan Tinggi Semai Pinus (cm)

Sub Plot Main Plot

(Komposisi media tanam) (Pemberian mikoriza)

Ulangan I Ulangan II Ulangan III Total Rataan

Lampiran 5. Pertambahan Diameter Semai Pinus (mm)

Sub plot Main Plot

(Komposisi media tanam) (Pemberian mikoriza)

Ulangan I Ulangan II Ulangan III Total Rataan

Lampiran 6. Berat Kering Total Semai Pinus (gr)

Sub plot Main Plot

(Komposisi media tanam) (Pemberian mikoriza)

(42)

Lampiran 7. Rasio Tajuk Akar Semai Pinus

Lampiran 8. Persen Hidup Semai Pinus (%)

Gambar

Tabel 1. Hasil uji lanjut DMRT pada komposisi kompos kulit kayu ekaliptus terhadap
Gambar 1. Pertambahan Tinggi Semai Pinus Selama Penelitian.
Gambar 2. Pertambahan Diameter Semai Pinus Selama Penelitian

Referensi

Dokumen terkait

pertumbuhan semai Pinus Caribiae Jung et de Vreise, apakah terjadi interaksi antara komposisi media dan dosis pupuk guano terhadap pertumbuhan semai Pinus Caribiae Jung et de

Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan jamur pelapuk putih yang terdapat pada kayu pinus yang sudah lapuk, menentukan isolat jamur pelapuk putih yang paling berpotensi pada

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Karakteristik Glulam dari Dua Jenis Kayu Rakyat : Pinus (Pinus merkusii Jungh. et de Vriese) dan Jabon

Pemanfaatan lignin isolat bahan pengikat alami (natural binder) dari kayu pinus (pinus merkusii jungh et de vriese) sebagai penguat aspal telah dilakukan.. Sifat mekanik dan

Sebagai informasi tambahan mengenai pemanfaatan lignin isolat bahan pengikat alami (Natural binder) dari kayu pinus (Pinus merkusii jungh et de vriese) sebagai bahan tambahan

Peroksidase (LiP) pada jamur pelapuk putih yang diperoleh dari kayu. pinus yang

dibuat biakan murni dari koloni jamur Kayu Pinus

Analisis sidik ragam menunjukan bahwa perlakuan arah aksial batang berpengaruh tidak nyata terhadap nilai keteguhan tekan sejajar serat (TSS) kayu pinus.. Hal ini