EFEKTIVITAS PEMBERIAN MIKORIZA DAN KOMPOS TANDAN KOSONG KELAPA SAWIT TERHADAP PERTUMBUHAN
DAN PRODUKSI KEDELAI PADA WAKTU TANAM YANG BERBEDA
MUSLIM
PROGRAM STUDI AGRONOMI DEPARTEMEN BUDIDAYA PERTANIAN
FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
EFEKTIVITAS PEMBERIAN MIKORIZA DAN KOMPOS TANDAN KOSONG KELAPA SAWIT TERHADAP PERTUMBUHAN
DAN PRODUKSI KEDELAI PADA WAKTU TANAM YANG BERBEDA
SKRIPSI
OLEH : MUSLIM
050301008/AGRONOMI
PROGRAM STUDI AGRONOMI DEPARTEMEN BUDIDAYA PERTANIAN
FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
EFEKTIVITAS PEMBERIAN MIKORIZA DAN KOMPOS TANDAN KOSONG KELAPA SAWIT TERHADAP PERTUMBUHAN
DAN PRODUKSI KEDELAI PADA WAKTU TANAM YANG BERBEDA
SKRIPSI
OLEH :
MUSLIM
050301008/AGRONOMI
Skripsi Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana (S1) di Fakultas Pertanian
Universitas Sumatera Utara, Medan
PROGRAM STUDI AGRONOMI DEPARTEMEN BUDIDAYA PERTANIAN
FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Judul Penelitian : Efektivitas Pemberian Mikoriza dan Kompos Tandan Kosong Kelapa Sawit Terhadap Pertumbuhan Dan Produksi Kedelai Pada Waktu Tanam Yang Berbeda
Nama : Muslim
Nim : 050301008
Departemen : Budi Daya Pertanian Program Studi : Agronomi
Disetujui oleh, Komisi Pembimbing :
(DR. Dra. Ir. Chairani Hanum, MP) (Ir. Guslim, MS) Ketua Anggota
Mengetahui,
(Ir. Edison Purba, Ph. D)
Ketua Departemen Budi Daya Pertanian
ABSTRACT
This research was done to study the exploiting of weather information at determine soybean planting date by using composted TKKS and michoriza that association with soybean will can minimize dependence the plant of chemical fertilizer. The objective of this research was to study the efectivity of using michoriza and composted TKKS for growth and soybean prodution in difference dating plant. The research was conducted at Climatology Station Sampali Medan with height of 25 metres from dept level sea, apply factorial completely randomized block design with three factors. The first factor was planting time which consist of 3 level that were date of 26 September 08; 04 November 08; and 11 December 08. The both factor was added composted of TKKS consist of 2 level that were 0 g.plot-1 and 8000 g.plot-1. the third factor was aplicated michoriza consist of 2 level that were 0 g.plot-1 and 6 g.plot-1. the result of the research showed that the treatment of planting date, composted of TKKS, interaction of planting date with composted TKKS, interaction of composted TKKS with michoriza, and interaction between planting date, composted TKKS and michoriza was significant for parameter height plant, amount of leaf, amount of branch, wet root weight, wet shoot weight, dry root weight, dry shoot weight, seed weight and 100 seed weight. Meanwhile, addtion michoriza and interaction of planting date with michoriza was not significant for all parameters.
ABSTRAK
Penelitian ini dilakukan untuk mengkaji pemanfaatan informasi cuaca dalam menentukan waktu tanam kedelai dengan pemanfaatan kompos TKKS dan mikoriza yang diasosiasikan dengan kedelai sehingga dapat memperkecil ketergantungan tanaman akan pupuk kimia. Tujuan penelitian ini adalah untuk menguji efektivitas pemberiaan mikoriza dan kompos tandan kosong kelapa sawit terhadap pertumbuhan dan produksi kedelai pada waktu tanam yang berbeda. Penelitian dilakukan di kebun percobaan Stasiun Klimatologi Sampali Medan dengan ketinggian 25 mdpl, menggunakan rancangan acak kelompok faktorial dengan tiga faktor. Faktor pertama yaitu tanggal tanam yang terdiri dari 3 taraf yaitu tanggal 26 September 08; 04 Nopember 08; dan 11 Desember 08. Faktor kedua adalah kompos TKKS yang terdiri dari 2 taraf yaitu 0 g.plot-1 dan 8000 g.plot-1. Faktor ketiga adalah inokulasi mikoriza yang terdiri dari 2 taraf yaitu 0 g.tanaman-1 dan 6 g.tanaman-1. Hasil penelitian menunjukkan perlakuan waktu tanam, kompos TKKS, interaksi waktu tanam dengan kompos TKKS, interaksi kompos TKKS dengan mikoriza, dan interaksi antara waktu tanam, kompos TKKS dengan mikoriza berpengaruh nyata terhadap parameter tinggi tanaman, jumlah daun, jumlah cabang, bobot basah akar, bobot basah tajuk, bobot kering akar, bobot kering tajuk, bobot biji per tanaman dan bobot 100 biji. Sedangkan pemberian mikoriza dan interaksi waktu tanam dengan mikoriza belum berpengaruh nyata terhadap seluruh parameter.
RIWAYAT HIDUP
Muslim dilahirkan di Medan pada tanggal 08 Agustus 1987 dari Ayah Abi
Ratno, dan Ibu Rahmini. Penulis merupakan putera kedua dari dua bersaudara.
Penulis menyelesaikan pendidikan dasar di SD Negeri 067249 Medan
pada tahun 1999, kemudian melanjutkan pendidikan ke MTs S PAB 1 Helvetia
Medan, selesai pada tahun 2002, dan pada tahun 2005 penulis menyelesaikan
pendidikan di Madrasah Aliyah S PAB 2 Helvetia Medan. Kemudian lulus seleksi
masuk USU melalui jalur PMP. Penulis memilih program studi Agronomi
Departemen Budidaya Pertanian, Fakultas Pertanian.
Selama mengikuti perkuliahan, penulis menjadi asisten Laboratorium
Biologi Umum (2007-2008), Laboratorium Morfologi dan Taksonomi Tumbuhan
(2008-2009) dan laboratorium Anatomi Tumbuhan (2008-2009). Penulis juga
pernah mengikuti organisasi diantaranya Himadita Nursery (HN) dengan sebagai
anggota pada tahun 2006, sebagai ketua divisi tanaman hias (06-07), staf divisi
perlengkapan (07-08) dan sebagai ketua organisasi Himadita Nursery (08-09),
Unit Kegiatan Mahasiswa Tenis Fakultas Pertanian USU pada tahun 2008-2009.
Penulis melaksanakan praktek kerja lapangan (PKL) pada tahun 2008 di
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis ucapkan kehadirat Allah swt, karena atas berkat
dan rahmatNya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Judul dari skripsi ini
adalah ‘Efektivitas Pemberian Mikoriza dan Kompos Tandan Kosong Kelapa
Sawit Terhadap Pertumbuhan Dan Produksi Kedelai Pada Waktu Tanam Yang
Berbeda’.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Ibu DR. Dra. Ir. Chairani Hanum,
MP dan Bapak Ir. Guslim, MS selaku ketua dan anggota komisi pembimbing
penulis, yang telah membimbing penulis selama menyelesaikan skripsi ini, dan
seluruh pihak yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan penelitian ini.
Pada kesempatan ini penulis ucapkan terima kasih yang teramat besar
kepada kedua orang tua penulis, ayahanda Abi Ratno dan Ibunda Rahmini yang
tercinta, atas kasih sayang baik moril, materil, maupun doa yang telah diberikan
selama penyelesaian skripsi ini. Juga kepada abangda penulis M. Ridwan ST,
serta Bi Imah dan nenek tercinta yang telah mendukung dan memberi semangat
kepada penulis dalam penyelesaian skripsi ini. Tak lupa penulis ucapkan terima
kasih kepada sahabatku Jamali, Group Asik (Popo, Risa dan Umi), seluruh
pengurus HN, Fadly, teman-teman BDP 2005, UKM Tenis, dan seluruh pihak
yang tidak dapat penulis sebutkan, yang telah membantu dan memberi semangat
kepada penulis selama menyelesaikan skripsi ini. Semoga skripsi ini bermanfaat.
Medan, Juni 2009
DAFTAR ISI
Halaman
ABSTRACT ... i
ABSTRAK ... ii
RIWAYAT HIDUP ... iii
KATA PENGANTAR ... iv
DAFTAR ISI ... v
DAFTAR TABEL ... vii
DAFTAR GAMBAR . ... ix
DAFTAR LAMPIRAN ... x
PENDAHULUAN ... 1
Latar Belakang ... 1
Tujuan Penelitian ... 3
Hipotesa Penelitian... 4
Kegunaan Penelitian ... 4
TINJAUAN PUSTAKA ... 5
Syarat Tumbuh ... 5
Iklim ... 5
Tanah ... 7
Kompos Tandan Kosong Kelapa Sawit (TKKS) ... 8
Efektivitas Mikoriza bagi Pertumbuhan Tanaman... 12
Anomali Iklim Dan Waktu Tanam... 16
Pengaruh Curah Hujan dan Suhu Bagi Tanaman Dan Aktifitas Mikoriza 18 BAHAN DAN METODE ... 22
Tempat dan Waktu ... 22
Bahan dan Alat ... 22
Metode Penelitian ... 22
PELAKSANAAN PENELITIAN ... 26
Persiapan Lahan ... 26
Aplikasi Kompos TKKS... 26
Inokulasi mikoriza Serta Penanaman Benih ... 26
Penjarangan dan Penyulaman ... 27
Pemeliharaan Tanaman ... 27
Penyiangan ... 27
Pemupukan ... 27
Pengendalian Hama dan Penyakit ... 27
Panen ... 28
Pengamatan Parameter ... 28
Tinggi Tanaman (cm) ... 28
Jumlah Daun (helai)... 28
Jumlah Cabang (cabang) ... 29
Bobot Basah Akar (g) ... 29
Bobot Kering Tajuk (g)... 29
Bobot Kering Akar (g) ... 30
Bobot Biji Per Tanaman (g) ... 30
Bobot 100 Biji (g) ... 30
HASIL DAN PEMBAHASAN ... 31
Hasil ... 31
Pembahasan ... 48
KESIMPULAN DAN SARAN ... 67
Kesimpulan ... 67
Saran ... 68
DAFTAR TABEL
No. Judul Halaman 1. Tinggi Kedelai 6 MST Terhadap Perlakuan Perbedaan Waktu
Tanam dan Kompos TKKS (cm) ... 32
2. Tinggi Kedelai 6 MST Terhadap Perlakuan Kompos TKKS
dan Mikoriza (cm) ... 32
3. Tinggi Kedelai 6 MST Terhadap Perlakuan Perbedaan Waktu
Tanam, Kompos TKKS dan Mikoriza (cm) ... 33
4. Jumlah Daun 6 MST Kedelai Terhadap Perlakuan Perbedaan
Waktu Tanam dan Kompos TKKS (helai) ... 34
5. Jumlah Daun 6 MST Kedelai Terhadap Perlakuan Perbedaan
Kompos TKKS dan Mikoriza (helai) ... 34
6. Jumlah Daun Kedelai 6 MST Terhadap Perlakuan Perbedaan
Waktu Tanam, Kompos TKKS dan Mikoriza (helai) ... 35
7. Jumlah Cabang Kedelai 6 MST Terhadap Perlakuan
Perbedaan Waktu Tanam dan Kompos TKKS (cabang) ... 35
8. Jumlah Cabang Kedelai 6 MST Terhadap Perlakuan
Perbedaan Kompos TKKS dan Mikoriza (cabang) ... 36
9. Rataan Jumlah Cabang Kedelai 6 MST Terhadap Perlakuan Perbedaan Waktu Tanam, Kompos TKKS dan Mikoriza
(cabang) ... 37
10.Bobot Basah Akar Kedelai 6 MST Terhadap Perlakuan
Perbedaan Waktu Tanam dan Kompos TKKS (g) ... 37
11.Bobot Basah Akar Kedelai 6 MST Terhadap Perlakuan
Kompos TKKS dan Mikoriza (g) ... 38
12.Bobot Basah Akar Kedelai 6 MST Terhadap Perlakuan
Perbedaan Waktu Tanam, Kompos TKKS dan Mikoriza (g) ... 38
13.Bobot Basah Tajuk Kedelai 6 MST Terhadap Perlakuan
14.Bobot Basah Tajuk Kedelai 6 MST Terhadap Perlakuan
Kompos TKKS dan Mikoriza (g) ... 40
15.Bobot Basah Tajuk Kedelai 6 MST Terhadap Perlakuan
Perbedaan Waktu Tanam, Kompos TKKS dan Mikoriza (g) ... 40
16.Bobot Kering Akar Kedelai 6 MST Terhadap Perlakuan
Perbedaan Waktu Tanam dan Kompos TKKS (g) ... 41
17.Bobot Kering Akar Kedelai 6 MST Terhadap Perlakuan
Kompos TKKS dan Mikoriza (g) ... 41
18.Bobot Kering Akar Kedelai 6 MST Terhadap Perlakuan
Perbedaan Waktu Tanam, Kompos TKKS dan Mikoriza (g) ... 42
19.Bobot Kering Tajuk Kedelai 6 MST Terhadap Perlakuan
Perbedaan Waktu Tanam dan Kompos TKKS (g) ... 43
20.Bobot Kering Tajuk Kedelai 6 MST Terhadap Perlakuan
Kompos TKKS dan Mikoriza (g) ... 43
21.Bobot Kering Tajuk Kedelai 6 MST Terhadap Perlakuan
Perbedaan Waktu Tanam, Kompos TKKS dan Mikoriza (g) ... 44
22.Bobot Biji per Tanaman Kedelai Terhadap Perlakuan
Perbedaan Waktu Tanam dan Kompos TKKS (g) ... 44
23.Bobot Biji per Tanaman Kedelai Terhadap Perlakuan
Kompos TKKS dan Mikoriza (g) ... 45
24.Bobot Biji per Tanaman Kedelai Terhadap Perlakuan
Perbedaan Waktu Tanam, Kompos TKKS dan Mikoriza (g) ... 45
25.Bobot 100 biji Kedelai Terhadap Perlakuan Perbedaan Waktu
Tanam dan Kompos TKKS (g) ... 46
26.Bobot 100 biji Kedelai Terhadap Perlakuan Kompos TKKS
dan Mikoriza (g) ... 47
27.Bobot 100 biji Kedelai Terhadap Perlakuan Perbedaan Waktu
DAFTAR GAMBAR
No. Judul Halaman
1. Jumlah Curah Hujan (mm) Dari Bulan Juli 2008 Sampai
Bulan Februari 2009 ... 49
2. Rataan Radiasi Bulanan (%) Dari Bulan Juli 2008 Sampai
Bulan Februari 2009 ... 53
3. Temperatur Bulanan (°C) Dari Bulan Juli 2008 Sampai Bulan
DAFTAR LAMPIRAN
No. Judul Halaman
1. Deskripsi Kacang Kedelai Varietas Willis ... 72
2. Bagan Lahan Penelitian ... 73
3. Jadwal Kegiatan Penelitian ... 74
4. Analisis Tanah Daerah Sampali ... 75
5. Analisis Kandungan Unsur Hara Kompos TKKS ... 76
6. Data pengamatan tinggi tanaman 3 MST (cm) ... 77
7. Sidik ragam tinggi tanaman 3 MST ... 77
8. Data pengamatan tinggi tanaman 4 MST (cm) ... 78
9. Sidik ragam tinggi tanaman 4 MST ... 78
10.Data pengamatan tinggi tanaman 5 MST (cm) ... 79
11.Sidik ragam tinggi tanaman 5 MST ... 79
12.Data pengamatan tinggi tanaman 6 MST (cm) ... 80
13.Sidik ragam tinggi tanaman 6 MST ... 80
14.Data pengamatan jumlah daun 3 MST (cm) ... 81
15.Sidik ragam jumlah daun 3 MST ... 81
16.Data pengamatan jumlah daun 4 MST (cm) ... 82
17.Sidik ragam jumlah daun 4 MST ... 82
18.Data pengamatan jumlah daun 5 MST (cm) ... 83
19.Sidik ragam jumlah daun 5 MST ... 83
20.Data pengamatan jumlah daun 6 MST (cm) ... 84
21.Sidik ragam jumlah daun 6 MST ... 84
22.Data pengamatan jumlah cabang produktif (cabang) ... 85
23.Sidik ragam jumlah cabang produktif (cabang) ... 85
24.Data pengamatan bobot basah akar 4 MST (g) ... 86
25.Sidik ragam bobot basah akar 4 MST (g)... 86
26.Data pengamatan bobot basah akar 6 MST (g) ... 87
27.Sidik ragam bobot basah akar 6 MST (g)... 87
29.Sidik ragam bobot basah tajuk 4 MST (g) ... 88
30.Data pengamatan bobot basah tajuk 6 MST (g) ... 89
31.Sidik ragam bobot basah tajuk 6 MST (g) ... 89
32.Data pengamatan bobot kering akar 4 MST (g) ... 90
33.Sidik ragam bobot kering akar 4 MST (g) ... 90
34.Data pengamatan bobot kering akar 6 MST (g) ... 91
35.Sidik ragam bobot kering akar 6 MST (g) ... 91
36.Data pengamatan bobot kering tajuk 4 MST (g) ... 92
37.Sidik ragam bobot kering tajuk 4 MST (g) ... 92
38.Data pengamatan bobot kering tajuk 6 MST (g) ... 93
39.Sidik ragam bobot kering tajuk 6 MST (g) ... 93
40.Data pengamatan bobot biji per tanaman (g)... 94
41.Sidik ragam bobot biji per tanaman (g) ... 94
42.Data pengamatan bobot 100 biji (g) ... 95
43.Sidik ragam bobot 100 biji (g) ... 95
44.Foto Lahan dan Produksi ... 96
ABSTRACT
This research was done to study the exploiting of weather information at determine soybean planting date by using composted TKKS and michoriza that association with soybean will can minimize dependence the plant of chemical fertilizer. The objective of this research was to study the efectivity of using michoriza and composted TKKS for growth and soybean prodution in difference dating plant. The research was conducted at Climatology Station Sampali Medan with height of 25 metres from dept level sea, apply factorial completely randomized block design with three factors. The first factor was planting time which consist of 3 level that were date of 26 September 08; 04 November 08; and 11 December 08. The both factor was added composted of TKKS consist of 2 level that were 0 g.plot-1 and 8000 g.plot-1. the third factor was aplicated michoriza consist of 2 level that were 0 g.plot-1 and 6 g.plot-1. the result of the research showed that the treatment of planting date, composted of TKKS, interaction of planting date with composted TKKS, interaction of composted TKKS with michoriza, and interaction between planting date, composted TKKS and michoriza was significant for parameter height plant, amount of leaf, amount of branch, wet root weight, wet shoot weight, dry root weight, dry shoot weight, seed weight and 100 seed weight. Meanwhile, addtion michoriza and interaction of planting date with michoriza was not significant for all parameters.
ABSTRAK
Penelitian ini dilakukan untuk mengkaji pemanfaatan informasi cuaca dalam menentukan waktu tanam kedelai dengan pemanfaatan kompos TKKS dan mikoriza yang diasosiasikan dengan kedelai sehingga dapat memperkecil ketergantungan tanaman akan pupuk kimia. Tujuan penelitian ini adalah untuk menguji efektivitas pemberiaan mikoriza dan kompos tandan kosong kelapa sawit terhadap pertumbuhan dan produksi kedelai pada waktu tanam yang berbeda. Penelitian dilakukan di kebun percobaan Stasiun Klimatologi Sampali Medan dengan ketinggian 25 mdpl, menggunakan rancangan acak kelompok faktorial dengan tiga faktor. Faktor pertama yaitu tanggal tanam yang terdiri dari 3 taraf yaitu tanggal 26 September 08; 04 Nopember 08; dan 11 Desember 08. Faktor kedua adalah kompos TKKS yang terdiri dari 2 taraf yaitu 0 g.plot-1 dan 8000 g.plot-1. Faktor ketiga adalah inokulasi mikoriza yang terdiri dari 2 taraf yaitu 0 g.tanaman-1 dan 6 g.tanaman-1. Hasil penelitian menunjukkan perlakuan waktu tanam, kompos TKKS, interaksi waktu tanam dengan kompos TKKS, interaksi kompos TKKS dengan mikoriza, dan interaksi antara waktu tanam, kompos TKKS dengan mikoriza berpengaruh nyata terhadap parameter tinggi tanaman, jumlah daun, jumlah cabang, bobot basah akar, bobot basah tajuk, bobot kering akar, bobot kering tajuk, bobot biji per tanaman dan bobot 100 biji. Sedangkan pemberian mikoriza dan interaksi waktu tanam dengan mikoriza belum berpengaruh nyata terhadap seluruh parameter.
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Kedelai (Glycine max (L) Merrill) mempunyai peranan cukup besar dalam
memenuhi kebutuhan gizi masyarakat. Komoditi tersebut merupakan sumber
protein nabati yang efesien dan menduduki tempat pertama diantara tanaman
kacang-kacangan (Sumarno dan Harnoto, 1983).
Produksi kedelai pada tahun 2004 hingga 2006 sempat meningkat, namun
pergerakannya sangat lambat. Pada tahun 2004 hanya 723.483 ton, meningkat
menjadi 808.353 tahun 2005 dan mulai menurun menjadi 746.611 ton tahun 2006.
dan di tahun 2007 kembali turun menjadi 608.000 ton. Produksi kedelai di
Sumatera Utara sendiri juga mengalami penurunan sebesar 2.697 ton atau 38.30 %
dibandingkan tahun 2006. Penurunan produksi kedelai disebabkan penurunan luas
panen sebesar 2.564 hektar atau 40,63 (BPS Sumut, 2008).
Penurunan produksi kedelai dalam negeri terutama disebabkan oleh
penurunan areal tanam dan produktivitas yang rendah. Walaupun tidak bisa
setinggi produktivitas di daerah sub-tropis (>3 ton/ha), namun peluang
peningkatan produktivitas kedelai di Indonesia masih sangat tinggi, yaitu dari 1
ton/ha menjadi 2 ton/ha (Deptan, 2008). Selain melalui pengembangan
sumberdaya genetik (varietas), penerapan berbagai inovasi teknologi pemupukan,
penelaan terhadap waktu tanam serta pengelolaan hara dan tanah dapat
mendukung upaya peningkatan produktivitas kedelai nasional. Salah satunya
adalah menggunakan bahan organik seperti kompos dan agen hayati pengikat
Perkembangan areal penanaman kelapa sawit pada tahun 2006 mencapai
lebih dari enam juta ha. Semakin luasnya perkebunan kelapa sawit maka proses
produksi minyak sawit akan meningkat, sehingga Tandan Kosong Kelapa Sawit
(TKKS) yang dihasilkan sebagai limbah terbesar juga meningkat
(Witjaksana, 2006).
TKKS (Tandan Kosong Kelapa Sawit) adalah limbah pabrik kelapa sawit
yang jumlahnya sangat melimpah. Setiap pengolahan 1 ton TBS (Tandan Buah
Segar) akan dihasilkan TKKS sebanyak 22 – 23% TKKS atau sebanyak 220–230
kg TKKS. Apabila dalam sebuah pabrik dengan kapasitas pengolahan 100 ton/jam
dengan waktu operasi selama jam, maka akan dihasilkan sebanyak ton TKKS.
Jumlah limbah TKKS seluruh Indonesia pada tahun 2004 diperkirakan mencapai
18.2 juta ton. Jumlah yang luar biasa besar namun belum dimanfaatkan secara
baik oleh sebagian besar pabrik kelapa sawit (PKS) di Indonesia. Alternatif
pengolahannya adalah dengan menimbun (open dumping), dijadikan mulsa di
perkebunan kelapa sawit, atau diolah menjadi kompos TKKS (Isroi, 2008).
Pemanfaatan mikoriza merupakan suatu bentuk asosiasi cendawan dengan
akar tanaman tingkat tinggi, merupakan salah satu cara untuk meningkatkan
pertumbuhan tanaman dan produktivitas lahan kritis (Subiksa, 2008).
Namun demikian, respon tanaman tidak hanya ditentukan oleh
karakteristik tanaman dan cendawan, tapi juga oleh kondisi tanah dimana
percobaan dilakukan. Adanya kolonisasi mikoriza tapi respon tanaman yang
rendah atau tidak ada sama sekali menunjukkan bahwa cendawan mikoriza lebih
Pertumbuhan dan produksi tanaman sangat ditentukan oleh keberadaan air
tanah dan kesuburannya. Jumlah air yang dibutuhkan oleh tanaman sangat
bergantung pada jenis tanaman dan iklim. Penyimpangan iklim yang belakangan
selalu terjadi, sering berdampak pada penurunan produktifitas dari tanaman
dengan kegagalan panen yang cukup tinggi. Waktu tanam yang tepat merupakan
salah satu usaha untuk memperkecil kegagalan panen tersebut
(Adisarwanto dan Wudianto, 1999).
Sehingga, untuk mengatasi keterbatasan air tanah pada musim-musim
tertentu, sedangkan peningkatan terhadap produksi kedelai harus terus berlanjut,
maka perlu dibuat suatu model penelaan alternatif dari pola tanam yang selaras
dengan kebutuhan air tanaman yang diasosiasikan dengan pemanfaatan cendawan
mikoriza serta pemberiaan bahan organik untuk mendapatkan produksi yang
stabil.
Dari uraian diatas, penulis tertarik untuk melakukan penelitian yang
berjudul ’Efektivitas pemberian mikoriza dan kompos tandan kosong kelapa sawit
terhadap pertumbuhan dan produksi kedelai pada waktu tanam yang berbeda’.
Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk menguji efektivitas pemberiaan mikoriza
dan kompos tandan kosong kelapa sawit terhadap pertumbuhan dan produksi
Hipotesis Penelitian
1. Ada pengaruh pemberian mikoriza terhadap pertumbuhan dan produksi
kedelai.
2. Ada pengaruh pemberian Kompos TKKS terhadap pertumbuhan dan produksi
kedelai.
3. Ada pengaruh perbedaan waktu tanam terhadap pertumbuhan dan produksi
kedelai.
4. Ada pengaruh interaksi antara pemberian mikoriza dan kompos TKKS yang
terhadap pertumbuhan dan produksi kedelai.
5. Ada pengaruh interaksi antar pemberian mikoriza dengan waktu tanam yang
berbeda tergadap pertumbuhan dan produksi kedelai.
6. Ada pengaruh interaksi antara pemberian Kompos TKKS dengan waktu
tanam yang berbeda terhadap pertumbuhan dan produksi kedelai.
7. Ada pengaruh interaksi antara pemberian mikoriza, kompos TKKS dan waktu
tanam yang berbeda terhadap pertumbuhan dan produksi kedelai.
Kegunaan Penelitian
1. Sebagai bahan penulisan skripsi yang merupakan salah satu syarat untuk
memperoleh gelar sarjana di Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara,
Medan.
TINJAUAN PUSTAKA
Syarat Tumbuh Tanaman
Iklim
Kedelai dapat tumbuh baik ditempat yang berhawa panas, ditempat-tempat
terbuka dan bercurah hujan 100 – 400 mm3 per bulan. Oleh karena itu, kedelai
kebanyakan ditanam didaerah yang terletak kurang dari 400 m diatas permukaan
laut dan jarang sekali ditanam didaerah yang terletak kurang dari 600 m diatas
permukaan laut. Jadi tanaman kedelai akan tumbuh baik jika ditanam didaerah
beriklim kering (Aak, 2002).
Pertumbuhan optimum tercapai pada suhu 20 -25 0C. Suhu 12 – 20 0C
adalah suhu yang sesuai bagi sebagian besar proses pertumbuhan tanaman, tetapi
dapat menunda proses perkecambahan benih dan pemunculan kecambah, serta
pembungaan dan pertumbuhan biji. Pada suhu yang lebih tinggi dari 30 0C,
fotorespirasi cenderung mengurangi hasil fotosintesis
(Rubatzky dan Yamaguchi, 1998).
Rata-rata curah hujan tiap tahun yang cocok bagi kedelai adalah kurang
dari 200 mm dengan jumlah bulan kering 3-6 bulan dan hari hujan berkisar antara
95-122 hari selama setahun (Ipteknet.com, 2008). Volume air yang terlalu banyak
tidak menguntungkan, karena akan mengakibatkan akar membusuk. Banyaknya
curah hujan juga sangat mempengaruhi aktivitas bakteri tanah dalam menyediakan
nitrogen. Namun ketergantungan ini dapat diatasi, asalkan selama 30 – 40 hari
observasi ini menunjukkan bahwa pengaruh curah hujan, temperatur dan
kelembaban udara terhadap pertumbuhan tanaman kedelai disepanjang musim
adalah sekitar 60 -70 % (Aak, 2002).
Varietas kedelai berbiji kecil, sangat cocok ditanam di lahan dengan
ketinggian 0,5 - 300 m dpl. Sedangkan varietas kedelai berbiji besar cocok
ditanam di lahan dengan ketinggian 300-500 m dpl. Kedelai biasanya akan
tumbuh baik pada ketinggian tidak lebih dari 500 hingga 600 m dpl. Tanaman
kedelai sebagian besar tumbuh di daerah yang beriklim tropis dan subtropis. Iklim
kering lebih disukai tanaman kedelai dibandingkan iklim lembab. Tanaman
kedelai dapat tumbuh baik di daerah yang memiliki curah hujan sekitar 100-400
mm/bulan. Sedangkan untuk mendapatkan hasil optimal, tanaman kedelai
membutuhkan curah hujan antara 100-200 mm/bulan (Prihatman, 2000).
Energi radiasi atau takaran sinar matahari, merupakan faktor penting
pertumbuhan dan perkembangan tanaman. Kualitas, intensitas dan lamanya
penyinaran merupakan segi energi radiasi yang penting. Spektrum penuh sinar
matahari umumnya sangat menguntungkan pertumbuhan tanaman. Tanaman lebih
mampu tumbuh baik pada intensitas cahay agak redup dibandingkan jika hari
terang penuh. Ukuran daun dan pemanjangan batang sejumlah tanaman akan
maksimal pada intensitas cahaya rendah sedangkan berat kering total tanaman
akan meningkat mengikuti peningkatan intensitas cahaya. Segi energi radiasi yang
Tanah
Tanaman ini pada umumnya dapat beradaptasi terhadap berbagai jenis
tanah dan menyukai tanah yang bertekstur ringan hingga sedang, dan berdrainase
baik. Tanaman ini peka terhadap kondisi salin (Rubatzky dan Yamaguchi, 1998).
Kedelai membutuhkan tanah yang kaya akan humus atau bahan organik.
Bahan organik yang cukup dalam tanah akan memperbaiki daya olah dan juga
merupakan sumber makanan bagi jasad renik, yang akhirnya akan membebaskan
unsur hara untuk pertumbuhan tanaman. Pada dasarnya kedelai menghendaki
kondisi tanah yang tidak terlalu basah, tetapi air tetap tersedia. Kedelai tidak
menuntut struktur tanah yang khusus sebagai suatu persyaratan tumbuh. Bahkan
pada kondisi lahan yang kurang subur dan agak asam pun kedelai dapat tumbuh
dengan baik, asal tidak tergenang air yang akan menyebabkan busuknya akar.
Kedelai dapat tumbuh baik pada berbagai jenis tanah, asal drainase dan aerasi
tanah cukup baik (Prihatman, 2000).
Toleransi keasaman tanah sebagai syarat tumbuh bagi kedelai adalah pH
5,8-7,0 tetapi pada pH 4,5 pun kedelai dapat tumbuh. Pada pH kurang dari 5,5
pertumbuhannya sangat terlambat karena keracunan Aluminium. Sehingga
pertumbuhan bakteri bintil dan proses nitrifikasi (proses oksidasi amoniak
menjadi nitrit atau proses pembusukan) akan berjalan kurang baik
(Prihatman, 2000).
Aerasi tanah yang kurang biasanya disebabkan oleh drainase air yang
kurang baik sehingga tanah menempati pori-pori besar yang jika tidak demikian
kadang-kadang diperberat oleh perombakan bahan organik seperti sisa-sisa tanaman.
Dalam situasi-situasi selain daripada kejenuhan total, pertumbuhan akar kapas dan
kedelai tampaknya sama sekali tidak peka terhadap kandungan O2 serendah
kira-kira 5 %. Walaupun demikian, periode-periode tanpa oksigen selama hanya 3 jam
untuk kapas, dan 5 jam, untuk kedelai, mematikan ujung-ujung akar
(Goldsworthy dan Fisher, 1992).
Aerasi tanah (kandungan O2 dan CO2 didalam tanah) sangat
mempengaruhi sistem perakaran suatu tanaman. Oksigen merupakan unsur yang
penting untuk proses-proses metabolisme. Kebutuhan oksigen untuk setiap jenis
tanaman berbeda-beda. Pada kedelai kebutuhan O2 dan pengambilan nitrogen
lebih besar pada fase vegetatif dibandingkan dengan fase generatif. Apabila
tanaman ditanam pada tempat yang dijenuhi oleh air (tergenang) maka dalam
jangka waktu yang relatif singkat akan menunjukkan penguningan daun,
pertumbuhan terhambat, dan menyebabkan matinya tanaman. Hal ini disebabkan
karena pada kondisi yang jenuh air, maka kandungan O2 sedikit dan CO2
meningkat. Sehingga akan menghambat pertumbuhan akar yang selanjutnya
berpengaruh pada proses pengisapan air dan unsur hara (Islami dan Utomo, 1995)
Kompos Tandan Kosong Kelapa Sawit (TKKS)
TKKS (Tandan Kosong Kelapa Sawit) adalah limbah pabrik kelapa sawit
yang jumlahnya sangat melimpah. Setiap pengolahan 1 ton TBS (Tandan Buah
Segar) akan dihasilkan TKKS sebanyak 22 – 23% TKKS atau sebanyak 220 – 230
kg TKKS. Apabila dalam sebuah pabrik dengan kapasitas pengolahan 100 ton/jam
Jumlah limbah TKKS seluruh Indonesia pada tahun 2004 diperkirakan mencapai
18.2 juta ton. Jumlah yang luar biasa besar. Ironis sekali, limbah ini belum
dimanfaatkan secara baik oleh sebagian besar pabrik kelapa sawit (PKS) di
Indonesia. Komponen utama limbah pada kelapa sawit ialah selulosa dan lignin,
sehingga limbah ini disebut sebagai limbah lignoselulosa (Darnoko, 1993).
Tandan kompos kelapa sawit mempunyai C/N yang tinggi yaitu > 45. Hal
ini menyebabkan N pada tanah kurang tersedia karena N terimobilisasi dalam
proses perombakan bahan organik oleh mikroba tanah. Oleh sebab itu usaha
penurunan kadar C/N dapat diturunkan dengan proses pengomposan sampai kadar
C/N mendekati kadar C/N tanah (Darnoko, 1993).
Ampas tandan kelapa sawit merupakan sumber pupuk kalium dan
berpotensi untuk diproses menjadi pupuk organik melalui fermentasi aerob
dengan penambahan mikroba alami yang akan memperkaya pupuk yang
dihasilkan. Kompos TKKS memiliki beberapa sifat yang menguntungkan antara
lain :
- Memperbaiki struktur tanah berlempung menjadi ringan
- Membantu kelarutan unsur-unsur hara yang diperlukan bagi pertumbuhan
tanaman
- Bersifat homogeni dan mengurangi risiko sebagai pembawa hama tanaman
- Merupakan pupuk yang tidak mudah tercuci oleh air yang meresap dalam tanah
- Dapat diaplikasikan pada sembarang musim
(Isroi, 2008).
Hasil analisa terhadap rerata kandungan nutrisi yang terdapat di dalam
Magnesium memberikan peluang dan potensi sebagai bahan pengganti sumber
nutrisi bagi tanaman kelapa sawit. Berdasarkan potensi kandungan nutrisi yang
ada maka aplikasi tandan kosong kelapa sawit dapat dilakukan untuk menekan
pemakaian pupuk kimia atau pupuk pabrikan seperti pupuk Urea, TSP atau RP,
MOP atau KCl, dan Kieserit (Arief, 2008).
Suatu analisa terhadap tandan kosong kelapa sawit telah dilakukan oleh
Husin (2008). Hasil yang diperoleh adalah abu (15%), selulosa (40%), lignin
(21%) dan hemiselulosa (24%).
Pada saat ini TKKS digunakan sebagai bahan organik bagi pertanaman
kelapa sawit secara langsung maupun tidak langsung. Pemanfaatan secara
langsung ialah dengan menjadikan TKKS sebagai mulsa sedangkan secara tidak
langsung dengan mengomposkan terlebih dahulu sebelum digunakan sebagai
pupuk organik. Bagaimanapun juga pengembaliaan bahan organik kelapa sawit
ketanah akan menjaga kelestarian kandungan bahan organik lahan kelapa sawit
demikian pula hara tanah. Selain itu, pengembalian bahan organik ketanah akan
mempengaruhi populasi mikroba tanah yang secara langsung dan tidak langsung
akan mempengaruhi kesehatan dan kualitas tanah (Barea et al, 2005). Aktivitas
mikroba akan berperan dalam menjaga stabilitas dan produktivitas ekosistem
alami, demikian pula ekosistem pertanian.
Aplikasi tandan kosong kelapa sawit sebagai sumber nutrisi bagi tanaman
kelapa sawit yang menggantikan peranan pupuk anorganik dapat dikategorikan
sebagai fungsi secara kimia. Namun aplikasi tandan kosong kelapa sawit juga
dapat dikategorikan dari aspek fisik. Salah satu aspek fisik penting adalah
sehingga diharapkan dapat mempertahankan kelembaban lingkungan mikro di
sekitarnya. Terutama dengan memperhatikan penempatan tandan kosong yang
tepat (Arief, 2008).
Pengaruh penambahan pupuk terhadap tanah adalah untuk menciptakan
suatu kadar zat hara yang tinggi dalam larutan tanah bila pupuk larut. Hal ini
dapat secara potensial dalam peningkatan jumlah hara yang bergerak keakar, naik
secara difusi atau aliran masa (Goldsworthy dan Fisher, 1992).
Pemberian pupuk organik dalam bentuk kompos telah banyak memberikan
pengaruh yang cukup baik terhadap ketersediaan hara fosfat dan kalium. Hasil
penelitian Diana (2003) menunjukkan bahwa pemberian kompos kulit durian
berpengaruh nyata terhadap ketersediaan fosfat, dan kalium yang dapat
dipertukarkan, serta pemberian kompos tandan kosong kelapa sawit, kulit kakao
dan blotong berpengaruh sangat nyata terhadap ketersediaan kalium yang dapat
dipertukarkan.
Peningkatan pertumbuhan akar dalam tanah yang ditambahkan dengan
pupuk atau bahan organik sisa-sisa pembusukan, dapat meningkatkan produksi
akar-akar cabang dalam tanah yang diaplikasikan pupuk tersebut. Setiap
penambahan pupuk dapat mendorong seluruh pertumbuhan tanaman dan secara
tidak langsung meningkatkan pertumbuhan akar pada seluruh kedalaman
perakaran normal dan bahkan mendorong perakaran lebih dalam
(Goldsworthy dan Fisher, 1992).
Hakim, dkk, (1986) menyatakan bahwa pemberian bahan organik tanah
menghasilkan asam-asam organik dan CO2. Asam-asam organik seperti asam
malonat, asam oksalat dan asam tatrat akan menghasilkan anion organik. Anion
organik mempunyai sifat dapat mengikat ion Al, Fe dan Ca dari dalam larutan
tanah, kemudian membentuk senyawa kompleks yang sukar larut. Dengan
demikian konsentrasi ion-ion Al, Fe dan Ca yang bebas dalam larutan akan
berkurang dan diharapkan fosfat tersedia akan lebih banyak.
Unsur-unsur hara terutama berasal dari mineralisasi bahan organik,
ketersediaannnya dalam jangka pendek biasanya akan meningkat sejalan dengan
peningkatan suhu dalam tanah. Aerasi tanah yang kurang baik dengan suhu yang
tidak sesuai dengan pertumbuhan akar tanaman hanya berpengaruh pada
penimbunan hara dalam akar tetapi tidak mempengaruhi laju difusi keakar. Pada
aerasi tanah yang kurang baik akibat kejenuhan air akan menyebabkan persediaan
oksigen berkurang dan terjadi kenaikan unsur-unsur hara yang beracun
(Goldsworthy dan Fisher, 1992)
Efektivitas Mikoriza bagi Pertumbuhan Tanaman
Faktor lingkungan sangat berpengaruh terhadap perkecambahan spora
cendawan mikoriza. Kondisi lingkungan dan edapik yang cocok untuk
perkecambahan biji dan pertumbuhan akar tanaman biasanya juga cocok untuk
perkecambahan spora cendawan. Cendawan pada umumnya memiliki ketahanan
cukup baik pada rentang faktor lingkungan fisik yang lebar. Mikoriza tidak hanya
berkembang pada tanah berdrainase baik, tapi juga pada lahan tergenang seperti
sangat miskin atau lingkungan yang tercemar limbah berbahaya, cendawan
mikoriza masih memperlihatkan eksistensinya (Aggangan et al, 1998).
Hubungan timbal balik antara cendawan mikoriza dengan tanaman
inangnya mendatangkan manfaat positif bagi keduanya (simbiosis mutualistis).
Karenanya inokulasi cendawan mikoriza dapat dikatakan sebagai
'biofertilization", baik untuk tanaman pangan, perkebunan, kehutanan maupun
tanaman penghijauan (Killham, 1994). Bagi tanaman inang, adanya asosiasi ini,
dapat memberikan manfaat yang sangat besar bagi pertumbuhannya, baik secara
langsung maupun tidak langsung. Secara tidak langsung, cendawan mikoriza
berperan dalam perbaikan struktur tanah, meningkatkan kelarutan hara dan proses
pelapukan bahan induk. Sedangkan secara langsung, cendawan mikoriza dapat
meningkatkan serapan air, hara dan melindungi tanaman dari patogen akar dan
unsur toksik.
Peranan MVA bagi tanaman inangnya adalah memperbesar areal serapan
bulu-bulu akar melalui pembentukan miselium di sekeliling akar. Akibat
pembesaran volume jelajah akar serap mikoriza (Hanafiah, 2005).
Rhizosfer adalah habitat yang baik untuk pertumbuhan mikroba. Didaerah
rhizosfer terdapat eksudat akar. Nisbah jumlah mikroba di rhizosfer disbanding
jumlah mikroba di tanah (R/S) sebesar 5-20. semakin subur tanah maka nilai R/S
semakin kecil. Mekanisme hubungan antara CMA dengan akar tanaman adalah
sebagai berikut, pertama-tama spora CMA berkecambah dan menginfeksi akar
tanaman, kemudian di dalam jaringan akar CMA ini tumbuh dan berkembang
membentuk hifa-hifa yang panjang dan bercabang. Jaringan hifa ini memiliki
CMA yang jangkauannya lebih luas ini selanjutnya berperan sebagai akar
tanaman dalam menyerap air dan hara dari dalam tanah (Syah dkk, 2007).
Di samping faktor lingkungan, maka faktor penting lain yang
mempengaruhi jumlah spora CMA di dalam tanah, yaitu masa sporulasi CMA,
umur tanaman yang tumbuh. Musim dalam setahun menentukan populasi spora
CMA yang diperoleh, karena berkaitan dengan pertumbuhan tanaman inang dan
perkembangan mikoriza arbuskula. Spora tidak saja terbentuk karena ketidak
seimbangan nutrisi dan stres lingkungan, namun karena adanya faktor-faktor
penghambat lain dan sifat-sifat fungi mikoriza dalam memroduksi spora.
Perkembangan spora yang rendah karena tanah dengan aerasi buruk, kedap air dan
sangat peka terhadap erosi, ini akan dapat menghambat tumbuhnya spora dan
perkembangan mikoriza arbuskula (Buckmann and Brady, 1982).
Jaringan hipa ekternal dari mikoriza akan memperluas bidang serapan air
dan hara. Disamping itu ukuran hipa yang lebih halus dari bulu-bulu akar
memungkinkan hipa bisa menyusup ke pori-pori tanah yang paling kecil (mikro)
sehingga hipa bisa menyerap air pada kondisi kadar air tanah yang sangat rendah
(Killham, 1994). Serapan air yang lebih besar oleh tanaman bermikoriza, juga
membawa unsur hara yang mudah larut dan terbawa oleh aliran masa seperti N, K
dan S. Sehingga serapan unsur tersebut juga makin meningkat. Disamping serapan
hara melalui aliran masa, serapan P yang tinggi juga disebabkan karena hipa
cendawan juga mengeluarkan enzim phosphatase yang mampu melepaskan P dari
ikatan-ikatan spesifik, sehingga tersedia bagi tanaman.
Pemberian pupuk hayati berupa cendawan mikoriza arbuskular dilakukan
Prihatini, dkk, (1996). Menyatakan bahwa peran utama mikoriza dalam mengatasi
kekahatan P adalah kemampuannya untuk mentranslokasikan P tanah ke dalam
tanaman. Hal ini disebabkan mikoriza membentuk hifa yang tumbuh pada akar
tanaman dan berfungsi sebagai perluasan dari permukaan akar. Hifa ini dapat
menyebar ke daerah-daerah kahat P dan mengangkutnya ke dalam akar dan dapat
dimanfaatkan tanaman untuk pertumbuhan. Selain meningkatkan serapan P,
mikoriza juga dapat meningkatkan serapan hara mikro seperti Cu dan Zn.
Mikoriza juga diketahui berinteraksi sinergis dengan bakteri pelarut fosfat
atau bakteri pengikat N. Inokulasi bakteri pelarut fosfat (PSB) dan mikoriza dapat
meningkatkan serapan P oleh tanaman tomat (Kim et al,1998).
Kejadian infeksi MVA biasanya berkurang oleh pemupukan fospat
sementara pada tanah-tanah yang kurang subur tanaman dengan MVA dapat
tumbuh sangat lebih baik daripada tanaman tanpa MVA. Pengaruh yang terlihat
pada pengambilan unsur hara adalah konsisten dengan hipotesis bahwa hifa-hifa
jamur meningkatkan pemanfaatan tahan dengan menyerap zat-zat hara dan
mengangkutnya keakar. Daerah penyerapan yang sangat meningkat memang
sanagt penting terutama untuk fosfor. Ternyata tidak diragukan bahwa meskipun
MVA sendiri tidak menambat nitrogen, mereka dapat memperbesar penambatan
oleh bakteri-bakteri Rhizobium dalam simbiosis dengan tanaman legum
(Goldsworthy dan Fisher, 1992).
Bahan organik tanah baru berfungsi sebagai pengikat tanah setelah
mengalami penguraian. Penguraian bahan organik dipercepat bila didalam tanah
terdapat kehidupan, dalam hal ini jasad mikro tanah. Dengan demikian walaupun
bahan organik tersebut tidak banyak manfaatnya untuk agregasi. Tanpa bahan
organik, jasad mikro tidak efektif dalam mengikat agregasi tanah
(Islami dan Utomo, 1995).
Anomali Iklim Dan Waktu Tanam
Penyimpangan iklim adalah terjadinya perubahan iklim dibanding rata-rata
jangka panjangnya pada selang waktu tertentu. Pengalaman menunjukkan bahwa
secara temporer berbagai bentuk penyimpangan iklim telah sering mendera dan
mengancam sistem produksi pertanian. Deraan tersebut tidak saja menyebabkan
gangguan produksi, tetapi juga menggagalkan panen dalam luasan ratusan ribu
hektar.
Waktu tanam yang tepat merupakan salah satu usaha untuk memperkecil
kegagalan panen. Sehingga, untuk mengatasi keterbatasan air tanah pada
musim-musim tertentu, sedangkan peningkatan terhadap produksi kedelai harus terus
berlanjut, maka perlu dibuat suatu model penelaan alternatif dari pola tanam yang
selaras dengan kebutuhan air tanaman. Pergeseran waktu tanaman akan
mempengaruhi keragaan pertumbuhan dan hasil pertanian. Dengan mengetahui
faktor-faktor cuaca tersebutlah, pertumbuhan tanaman dan tingkat fotosintesis dan
respirasi yang berkembang secara dinamis dan disimulasi. Kesesuaian curah hujan
dan pertanaman akan lebih spesifik dan terinci kebutuhannya apabila budidaya
pertanian yang dilakukan sudah dipertimbangkan aspek kualitas, kuantitas dan
kontinuitas (Ismail, dkk, 1997).
Peralihan musim merupakan salah satu indikator yang dapat digunakan
perencanaan pertanian terutama periode tanam dan jenis komoditas dapat disusun
sesuai dengan kondisi iklim aktual. Identifikasi perubahan musim kemarau ke
musim hujan atau sebaliknya dapat dilakukan menggunakan indikator penciri
musim untuk menentukan apakah wilayah berada pada periode musim hujan
(MH), memasuki musim hujan (MMH), musim kemarau (MK), dan memasuki
musim kemarau (MMK). Berdasarkan permasalahan anomali iklim dan prediksi
iklim bulanan untuk meminimalkan resiko pertanian, maka ada tiga hal yang
diperlukan untuk penyelesaian persoalan tersebut diantaranya adalah dengan
Analisis Perkembangan Iklim dengan Indikator Penciri Perubahan Musim
Perkiraan awal musim hujan menjadi faktor penting dalam menetapkan
awal musim tanam, pelaksanaan tanam, penentuan pola tanam, dan perkiraan luas
areal tanam, terutama untuk tanaman pangan pada lahan sawah tadah hujan dan
kering. Awal musim hujan juga menjadi “penanda” bagi petani tradisional dalam
mengawali pengolahan tanah untuk budidaya tanaman pada lahan sawah.
Fluktuasi, frekuensi dan intensitas anomali iklim yang makin meningkat, sangat
nyata pengaruhnya terhadap produksi padi, sebagai akibat dari penurunan luas
tanam, luas panen, dan hasil pada saat terjadi anomali iklim. Anomali iklim
berdampak juga terhadap perubahan pola tanam, baik di lahan sawah irigasi
Pengaruh Curah Hujan dan Suhu Bagi Tanaman Dan Aktifitas Mikoriza
Untuk pertumbuhan tanaman diperlukan suhu antara 150C sampai 400C.
Di bawah suhu 150C atau diatas suhu 400C pertumbuhan tanaman menurun secara
drastis. Suhu akan mengaktifkan proses fisik dan kimia pada tanaman. Energi
panas dapat menggiatkan reaksi-reaksi biokimia pada tanaman atau terhadap
reaksi fisiologis dikontrol oleh selang suhu tertentu (Fitter and Hay, 1994).
Pertumbuhan dan produksi tanaman sangat ditentukan oleh keberadaan air
tanah dan kesuburannya. Jumlah air yang dibutuhkan oleh tanaman sangat
bergantung pada jenis tanaman dan iklim. Jumlah air yang dibutuhkan oleh
tanaman kedelai untuk pertumbuhan sampai panen antara 450-700 mm,
bergantung pada kondisi iklim dan umur tanaman (Kramer, 1969). Fase
pembungaan memerlukan air yang lebih banyak dari fase vegetatif. Dengan
demikian aspek penting dari pengairan adalah sampai pada tingkat kekeringan
tanah tertentu yang mana pengairan harus diberikan. Kalau tingkat ini diketahui
maka akan diperoleh pengairan yang tepat waktu dan jumlah.
Air merupakan faktor yang penting bagi tanaman, karena berfungsi
sebagai pelarut hara, berperan dalam translokasi hara dan fotosintesis
(Fitter dan Hay,1994). Balittan Malang (1990) melaporkan bahwa pemberian air
yang intensif akan berpengaruh terhadap hasil biji kedelai. Pemberian air setiap 10
hari selama musim tanam dapat meningkatkan hasil menjadi 2 ton/ha
dibandingkan pemberian 3 kali selama musim tanam (1.71 ton/ha) dan tanpa
Pertumbuhan akar dibatasi oleh persediaaan unsur hara yang sedikit,
namun pertumbuhan tajuk relatif akan lebih dibatasi oleh persediaan unsur hara
yang sedikit. Sebaliknya kalau pertumbuhan tajuk dibatasi, maka pertumbuhan
tajuk akan lebih banyak menggunakan karbohidrat yang dihasilkan dari proses
fotosintesis, sebagai akibatnya pertumbuhan akar akan lebih tertekan darapada
tajuknya (Goldsworthy dan Fisher, 1992).
Ketersediaan air diperlukan untuk menyesuaikan diri dan digunakan untuk
pertumbuhan tanaman, di antaranya untuk peningkatan luas daun. Defisit air
dalam jangka waktu yang pendek hanya berpengaruh pada kapasitas pertukaran
gas dan efisiensi fotosintesis, sedangkan untuk jangka panjang mengakibatkan
menurunnya efisiensi pembentukan bahan kering. Kekurangan air mengakibatkan
berkurangnya laju fotosintesis karena dehidrasi protoplas akan menurunkan
kapasitas fotosintesis. Air yang cukup akan mendukung peningkatan luas daun
sehingga berhubungan dengan tingkat produksi tanaman. Rendahnya jumlah air
akan menyebabkan terbatasnya perkembangan akar, sehingga mengganggu
penyerapan unsur hara, yang berakibat pada menurunkan produksi. Tanaman
kedelai yang mengalami defisit air, translokasi fotosintat ke biji akan terhambat
(Agung dan Rahayu, 2004).
Radiasi menentukan pertumbuhan dan hasil tanaman karena radiasi
merupakan sumber energi bagi tanaman. Disamping pengaruhnya terhadap
temperatur, radiasi juga merupakan sumber energi utama untuk fotosintesis.
Jumlah radiasi yang diterima oleh tanaman ditentukan oleh lama periode
pertumbuhan tanaman dan kualitas penyinaran matahari selama pertumbuhan
Pada umumnya kecepatan fotosintesis tanaman bertambah tinggi dengan
naiknya intensitas cahaya. Hubungan ini bersifat hampir linear dengan kisaran
yang kecil. Pada intensitas cahaya tertentu, kecepatan fotosintesa tidak
dipengaruhi oleh intensitas cahaya karena daun telah jenuh dengan cahaya. Untuk
beberapa tanaman, kecepatan fotosintesis bahkan dapat mengalami penurunan bila
intensitas cahaya lebih tinggi dari titik jenuhnya (Guslim, 2007).
Faktor lingkungan sangat berpengaruh terhadap perkecambahan spora
cendawan mikoriza. Kondisi lingkungan dan edapik yang cocok untuk
perkecambahan biji dan pertumbuhan akar tanaman biasanya juga cocok untuk
perkecambahan spora cendawan. Cendawan pada umumnya memiliki ketahanan
cukup baik pada rentang faktor lingkungan fisik yang lebar. Mikoriza tidak hanya
berkembang pada tanah berdrainase baik, tapi juga pada lahan tergenang seperti
pada padi sawah (Solaiman dan Hirata, 1995). Bahkan pada lingkungan yang
sangat miskin atau lingkungan yang tercemar limbah berbahaya, cendawan
mikoriza masih memperlihatkan eksistensinya (Aggangan et al, 1998). Sifat
cendawan mikoriza ini dapat dijadikan sebagai dasar dalam upaya bioremidiasi
lahan kritis.
Kebanyakan tanaman berbiji tropik, berbunga dan menghasilkan biji untuk
dipanen pada akhir musim hujan. Kalau tanaman berbunga lebih awal mereka
gagal untuk memanfaatkan waktu yang tersedia secara penuh untuk memproduksi
hasil. Biji yang dihasilkan sebelum akhir musim hujan akan rusak oleh jamur dan
serangga sehingga hasil dan kualitasnya rendah. Sebaliknya kalau tanaman
berbunga terlalu lambat merekan akan menghabiskan air sebelum pertumbuhan
panjang hari, dan persediaan air dan dalam tanggapan tanaman terhadap
perbedaan tersebut merupakan penentu utama bagaimana tanaman menggunakan
waktu untuk memproduksi hasil (Goldsworthy dan Fisher, 1992).
Kelembaban tanah mempengaruhi pertumbuhan akar tidak hanya secara
langsung tetapi juga tidak langsung. Karena kelembabahn tanah akan
mempengaruhi aerasi tanah. Kelembaban tanah yang rendah secara nyata dapat
menurunkan bobot akar rumput-rumputan (Wright, 1962) dan panjang akar
kedelai mengalami penurunan pada potensial air kurang dari -2 bar atau 16 %.
Penghambatan perkembangan akar ini selain disebabkan karena terhambatnya
aktifitas sel, juga terjadi karena daerah penetrasi akar dalam keadaan kering
(kelembaban tanah rendah) sehingga akar yang baru terbentuk tidak dapat
BAHAN DAN METODA
Tempat dan Waktu
Penelitian ini dilaksanakan di lahan percobaan Badan Meteorologi,
Geofisika dan Klimatologi, Sampali, Medan dengan ketinggian tempat 25 m dpl.
Penelitian ini dilaksanakan mulai bulan September 2008 sampai dengan bulan
Maret 2009.
Bahan dan Alat
Adapun bahan yang digunakan adalah benih kedelai varietas Willis,
kompos TKKS (tandan kosong kelapa sawit), Mikoriza Vesikular Arbuskular,
insektisida Decis 50 EC, pupuk Urea, TSP dan KCl serta bahan-bahan lain yang
mendukung penelitian ini.
Adapun alat yang digunakan adalah cangkul, gembor, meteran, timbangan,
oven, pacak sampel, plank nama dan alat-alat lain yang mendukung penelitian ini.
Metode Penelitian
Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Kelompok Faktorial dengan
tiga faktor penelitian, yaitu :
1. Faktor Waktu Tanam (W) dengan 3 taraf yaitu :
W1 : waktu tanam yang pertama (26 September 2008)
W2 : waktu tanam yang kedua (4 Oktober 2008)
2. Faktor pemberian kompos TKKS (T) dengan 2 taraf yaitu :
T0 : 0 g / plot
T1 : 8000 g / plot
3. Faktor inokulasi Mikoriza (M) dengan 2 taraf yaitu :
M0 : 0 g / tanaman
M1 : 6 g / tanaman
Diperoleh kombinasi perlakuan sebanyak 12 kombinasi, yaitu :
W1T0M0 W2T0M0 W3T0M0
W1T0M1 W2T0M1 W3T0M1
W1T1M0 W2T1M0 W2T1M0
W1T1M1 W2T1M1 W2T1M1
Jumlah ulangan : 2 ulangan
Jumlah plot : 24 plot
Ukuran plot : 200 cm x 200 cm
Jarak tanam : 20 cm x 30 cm
Jarak antar plot : 25 cm
Jarak antar blok : 40 cm
Jumlah tanaman / plot : 70 tanaman
Jumlah tanaman seluruhnya : 1680 tanaman
Jumlah sampel / plot : 5 tanaman
Jumlah sample destruktif : 3 tanaman/plot
Data hasil penelitian dianalisis dengan menggunakan sidik ragam
berdasarkan model linier sebagai berikut :
Yijk= µ+ρi+αj+βk+γl+(αβ)jk+(αγ)jl+(βγ)kl+(αβγ)jkl+εijkl Dimana :
Yijk : hasil pengamatan untuk unit percobaan ke-i dengan perlakuan waktu
tanam taraf ke-j, perlakuan pemberian kompos TKKS taraf ke-k dan
perlakuan inokulasi mikoriza taraf ke-l.
µ : nilai tengah
ρi : respon blok ke-i
αj : respon perlakuan waktu tanam pada taraf ke-j
βk : respon perlakuan pemberian kompos TKKS pada taraf ke-k
γl : respon perlakuan inokulasi mikoriza taraf ke-l
(αβ)jk : respon interaksi perlakuan waktu tanam pada taraf ke-j dan perlakuan
pemberian kompos TKKS pada taraf ke-k
(αγ)jl : respon interaksi perlakuan waktu tanam pada taraf ke-j dan perlakuan
inokulasi mikoriza pada taraf ke-l
(βγ)kl : respon interaksi perlakuan pemberian kompos TKKS pada taraf ke-k
dan perlakuan inokulasi mikoriza pada taraf ke-l
(αβγ)jkl : respon interaksi perlakuan waktu tanam taraf ke-j, perlakuan pemberian
kompos TKKS taraf ke-k dan perlakuan inokulasi mikoriza taraf ke-l.
εijkl : respon galat pada blok ke-i yang mendapat perlakuan waktu tanam taraf
ke-j, perlakuan pemberian kompos TKKS taraf ke-k dan perlakuan
Terhadap sidik ragam yang nyata dan sangat nyata, maka dilanjutkan
analisis lanjutan dengan menggunakan Uji Jarak Berganda Duncan dengan
PELAKSANAAN PENELITIAN
Persiapan Lahan
Areal pertanaman yang akan digunakan, dibersihkan dari gulma yang
tumbuh pada areal tersebut. Tanah diolah kemudian dibuat plot seluas 2 m x 2 m,
dengan lebar parit 25 cm sebagai batas antar plot dan 40 cm sebagai jarak antar
blok. Bagan penelitian terlampir pada lampiran 2.
Aplikasi Kompos TKKS
Kompos TKKS diaplikasikan 1 hari sebelum tanam, yaitu dengan
menaburkan pada permukaan tanah pada masing-masing plot dengan jumlah
sesuai perlakuan. Kemudian campur tanah dengan kompos hingga rata.
Inokulasi Mikoriza Serta Penanaman Benih
Inokulasi mikoriza dilakukan sesaat sebelum penanaman sesuai dengan
perlakuan pada jarak tanam 20 cm x 30 cm. Aplikasi ini dilakukan 1 hari setelah
aplikasi kompos TKKS dengan cara ditaburkan pada kedalaman 5 cm di lubang
tanam. Setelah mikoriza ditaburkan lalu ditutup dengan tanah. Kemudian benih
ditanam pada lubang tadi pada kedalaman 2 cm dari permukaan tanah sebanyak 3
benih per lubang. Sebelum ditanam benih kedelai direndam air selama 15 menit
Penjarangan dan Penyulaman
Penjarangan tanaman dilakukan setelah tanaman berumur 7 HST.
Penjarangan dilakukan dengan memotong tanaman yang tidak perlu sehingga
hanya tinggal satu tanaman yang paling baik pertumbuhannya. Penyulaman
dilakukan pada benih yang tidak tumbuh dengan menanam tanaman transplant
yang berumur 7 HST, dilaksanakan bersamaan dengan penjarangan tanaman.
Pemeliharaan Tanaman – Penyiangan
Penyiangan dilakukan apabila ditemukan gulma di areal penelitian.
Penyiangan dilakukan secara manual maupun menggunakan cangkul sesuai
dengan kondisi lahan.
– Pembumbunan
Agar tanaman tidak mudah rebah dan berdiri tegak dan kokoh dilakukan
pembumbunan dengan cara meninggikan tanah pada masing-masing baris
tanaman. Pembubunan dilakukan setelah penyiangan.
– Pemupukan
Pemupukan dilakukan dengan pemberian pupuk Urea 0,3 g, TSP 0,6 g dan
KCl 0,3 g / tanaman. Seluruh jenis pupuk diberikan pada waktu bersamaan yaitu 8
hari setelah benih ditanam.
– Pengendalian Hama Dan Penyakit
Pengendalian hama dilakukan dengan pemberian Insektisida Decis 50 EC
dengan konsentrasi 1-2 ml / L air. Penyakit tanaman dikendalikan dengan
Penyemprotan insektisida dan fungisida dilakukan sesuai kondisi di lapangan
yaitu apabila terjadi serangan hama dan penyakit pada tanaman.
Panen
Panen dilakukan sekali dengan cara memotong 5 cm diatas pangkal batang
utama dengan menggunakan sabit.. Adapun kriteria panennya adalah ditandai
sebagian besar daun sudah menguning tetapi bukan karena serangan hama
penyakit, lalu gugur, buah berubah warna daun hijau sampai kuning kecoklatan,
batang berwarna kuning agak kecoklatan dan gundul. Kemudian polong dijemur
dibawah sinar matahari selama 4 hari dan biji diambil dari polongnya.
Pengamatan Parameter
Tinggi Tanaman (cm)
Pengamatan tinggi tanaman dilakukan pada saat tanaman berumur 3 MST
dengan interval pengamatan 1 minggu sekali dan berakhir pada masa generatif
yang ditandai dengan keluarnya bunga. Pengukuran tinggi tanaman dilakukan dari
leher akar hingga titik tumbuh tanaman dengan menggunakan meteran.
Jumlah Daun (helai)
Pengamatan jumlah daun tanaman dilakukan pada saat tanaman berumur 3
MST dengan interval pengamatan 1 minggu sekali dan berakhir pada masa
generatif yang ditandai dengan keluarnya bunga. Daun yang dihitung adalah daun
Jumlah Cabang (cabang)
Pengamatan jumlah cabang dilakukan pada saat masa vegetatif akhir.
Jumlah cabang dihitung dengan menghitung seluruh cabang yang berasal dari
batang utama pada setiap tanaman.
Bobot Basah Tajuk (g)
Bagian tajuk tanaman dipisahkan dari akar dengan cara memotong pada
bagian pangkal batang lalu tajuk tersebut dibersihkan dari kotoran yang ada.
Kemudian ditimbang, pengamatan ini dilakukan pada saat tanaman berumur 4
MST hingga akhir pertumbuhan vegetatif dengan interval 2 minggu sekali.
Bobot Basah Akar (g)
Akar yang diukur adalah akar yang sudah dipisahkan dari tajuk dan
dibersihkan dari kotoran yang ada lalu ditimbang. Pengamatan ini dilakukan pada
saat tanaman berumur 4 MST hingga akhir pertumbuhan vegetatif dengan interval
2 minggu sekali.
Bobot Kering Tajuk (g)
Bagian tajuk tanaman yang telah dipisahkan dari akar dan telah di timbang
bobot basahnya dimasukkan dalam amplop coklat yang telah dilubangi, dan
kemudian dimasukkan kedalam oven dengan suhu 70-800C selama 48 jam.
Setelah itu dikeluarkan dan dimasukkan kedalam desikator untuk menstabilkan
suhu, lalu ditimbang bobot keringnya. Pengamatan ini dilakukan pada saat
tanaman berumur 4 MST hingga akhir pertumbuhan vegetatif dengan interval 2
Bobot Kering Akar (g)
Akar yang diukur adalah akar yang sudah dipisahkan dari tajuk dan
dibersihkan dari kotoran yang ada dan telah ditimbang bobot basahnya lalu
dimasukkan kedalam amplop coklat yang telah dilubangi sebelum dimasukkan
kedalam oven dengan suhu 70 - 800C selama 48 jam. Setelah itu dikeluarkan dan
dimasukkan kedalam desikator untuk menstabilkan suhunya, lalu ditimbang bobot
keringnya. Pengamatan ini dilakukan pada saat tanaman berumur 4 MST hingga
akhir pertumbuhan vegetatif dengan interval 2 minggu sekali.
Bobot Biji Per Sampel (g)
Pengamatan ini dilakukan pada saat kadar air biji ± 14 %. Untuk mencapai
kadar air tersebut dilakukan dengan cara menjemur biji di bawah sinar matahari
selama 2-3 hari, kemudian ditimbang. Penimbangan biji dilakukan hanya pada
tanaman sampel.
Bobot 100 biji (g)
Pengamatan ini dilakukan dengan menimbang 100 biji kedelai dari
masing-masing plot dengan kadar air biji ± 14% yang diperoleh dengan
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil
Dari hasil analisis data secara statistik pada setiap perlakuan diperoleh
bahwa ; a) perlakuan perbedaan waktu tanam (W) berpengaruh nyata terhadap
seluruh parameter yang diamati. b) Pemberian kompos TKKS (T) juga
berpengaruh nyata terhadap seluruh parameter yang diamati. c) Namun aplikasi
mikoriza tidak berbeda nyata terhadap semua parameter yang diamati.
Sementara itu dari hasil analisis data secara statistik terhadap interaksi
masing-masing perlakuan diperoleh sebagai berikut : a) interaksi perlakuan
perbedaan waktu tanam dengan pemberian kompos TKKS (W x T) berpengaruh
nyata terhadap seluruh parameter yang diamati. b) Sedangkan interaksi perlakuan
perbedaan waktu tanam dengan aplikasi mikoriza (W x M) tidak berbeda nyata
terhadap seluruh parameter pengamatan. c) Interaksi pemberian kompos TKKS
dengan aplikasi mikoriza berpengaruh nyata terhadap seluruh parameter yang
diamati. d) Dan interaksi perlakuan perbedaan waktu tanam, kompos TKKS,
dengan mikoriza (W x T x M) juga berpengaruh nyata terhadap seluruh parameter
Tinggi Tanaman (cm)
Data hasil pengamatan dan sidik ragam dari tinggi tanaman pada 3-6 MST
dapat dilihat pada Lampiran 6 hingga 13.
Data hasil uji beda rataan tinggi tanaman 6 MST pada interaksi waktu
[image:49.595.114.511.251.371.2]tanam dengan kompos TKKS dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1. Tinggi kedelai 6 MST dengan perlakuan waktu tanam dan kompos TKKS
Waktu Tanam (W) Kompos TKKS (T) Rata-rata
T0 T1
...cm...
W1 37,85d 49,32cd 43,59c
W2 37,54d 71,56a 54,55ab
W3 52,44c 66,81ab 59,62a
Rata-rata 42,61b 62,56a
Keterangan : Angka-angka yang diikuti oleh huruf kecil yang tidak sama berbeda nyata pada Uji Jarak Berganda Duncan pada taraf 5 %
Dari tabel 1 dapat dilihat bahwa interaksi perbedaan waktu tanam dengan
pemberian kompos TKKS berbeda nyata terhadap tinggi tanaman kedelai umur 6
MST dengan rataan tertinggi terdapat pada kombinasi perlakuan
W2T1 (71,56 cm) dan terendah pada W2T0 (37,54 cm). Perlakuan waktu tanam
berbeda nyata terhadap tinggi tanaman dan pemberian kompos TKKS dapat
meningkatkan tinggi tanaman kedelai.
Data hasil uji beda rataan tinggi tanaman 6 MST pada interaksi kompos
TKKS dan mikoriza dapat dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2. Tinggi kedelai 6 MST dengan perlakuan kompos TKKS dan mikoriza
Kompos TKKS Mikoriza (M)
(T) M0 M1
...cm...
T0 38,01c 47,21bc
T1 74,26a 50,87b
Dari Tabel 2 dapat dilihat bahwa interaksi perlakuan kompos TKKS
dengan mikoriza berpengaruh nyata terhadap tinggi tanaman 6 MST, dengan
rataan tertinggi terdapat pada perlakuan T1M0 (74,26 cm) dan yang terendah
terdapat pada perlakuan T0M0 (38,01 cm).
Data hasil uji beda rataan tinggi tanaman 6 MST pada interaksi perbedaan
[image:50.595.113.511.279.427.2]waktu tanam, kompos TKKS dan mikoriza dapat dilihat pada Tabel 3.
Tabel 3. Tinggi kedelai 6 MST dengan interaksi perlakuan waktu tanam, kompos TKKS dan mikoriza
Waktu Tanam Mikoriza Kompos TKKS (T)
(W) (M) T0 T1
...cm...
W1 M0 40,09de 60,31bcd
M1 35,62e 38,33e
W2 M0 33,76e 72,80ab
M1 41,32de 70,33abc
W3 M0 40,17de 89,67a
M1 64,70bc 43,95cde
Keterangan : Angka-angka yang diikuti oleh huruf kecil yang tidak sama berbeda nyata pada Uji Jarak Berganda Duncan pada taraf 5 %
Dari Tabel 3 dapat dilihat bahwa interaksi waktu tanam, kompos TKKS
dan mikoriza berpengaruh nyata terhadap tinggi tanaman 6 MST, dengan rataan
tertinggi terdapat pada kombinasi perlakuan W3T1M0 (89,67 cm) dan yang
terendah pada W2T0M0 (33,76 cm).
Jumlah daun (helai)
Data hasil pengamatan dan sidik ragam dari jumlah daun pada 3-6 MST
dapat dilihat pada Lampiran 14 hingga 21.
Data hasil uji beda rataan jumlah daun 6 MST pada interaksi waktu tanam
Tabel 4. Jumlah Daun kedelai 6 MST dengan perlakuan waktu tanam dan kompos TKKS (helai)
Waktu Tanam (W) Kompos TKKS (T) Rata-rata
[image:51.595.109.512.517.600.2]T0 T1
...helai...
W1 21,98d 28,63cd 25,31c
W2 21,79d 41,55a 31,67ab
W3 30,45c 38,79ab 34,62a
Rata-rata 24,74b 36,33a
Keterangan : Angka-angka yang diikuti oleh huruf kecil yang tidak sama berbeda nyata pada Uji Jarak Berganda Duncan pada taraf 5 %
Dari tabel 4 dapat dilihat bahwa interaksi perbedaan waktu tanam dengan
pemberian kompos TKKS berbeda nyata terhadap jumlah daun kedelai umur
6 MST dengan rataan tertinggi terdapat pada kombinasi perlakuan
W2T1 (41,55 helai) dan terendah pada W2T0 (21,79 helai). Perlakuan waktu
tanam berbeda nyata terhadap jumlah daun dan pemberian kompos TKKS dapat
meningkatkan jumlah daun kedelai.
Data hasil uji beda rataan jumlah daun 6 MST pada interaksi kompos
TKKS dan mikoriza dapat dilihat pada Tabel 5.
Tabel 5. Jumlah daun kedelai 6 MST dengan perlakuan kompos TKKS dan mikoriza
Kompos TKKS Mikoriza (M)
(T) M0 M1
...helai...
T0 22.07c 27.41bc
T1 43.11a 29.54b
Keterangan : Angka-angka yang diikuti oleh huruf kecil yang tidak sama berbeda nyata pada Uji Jarak Berganda Duncan pada taraf 5 %
Dari Tabel 5 dapat dilihat bahwa interaksi perlakuan kompos TKKS
dengan mikoriza berpengaruh nyata terhadap jumlah daun6 MST, dengan rataan
tertinggi terdapat pada perlakuan T1M0 (43,11 helai) dan yang terendah terdapat
Keterangan : Angka-angka yang diikuti oleh huruf kecil yang tidak sama berbeda nyata pada Uji Data hasil uji beda rataan jumlah daun 6 MST pada interaksi perbedaan
[image:52.595.115.510.169.316.2]waktu tanam, kompos TKKS dan mikoriza dapat dilihat pada Tabel 6.
Tabel 6. Jumlah daun kedelai 6 MST dengan interaksi perlakuan waktu tanam, kompos TKKS dan mikoriza
Waktu Tanam Mikoriza Kompos TKKS (T)
[image:52.595.113.512.631.748.2](W) (M) T0 T1
...helai...
W1 M0 23.27de 35.01bcd
M1 20.68e 22.25e
W2 M0 19.60e 42.27ab
M1 23.99de 40.83abc
W3 M0 23.33de 52.06a
M1 37.57bc 25.52cde
Keterangan : Angka-angka yang diikuti oleh huruf kecil yang tidak sama berbeda nyata pada Uji Jarak Berganda Duncan pada taraf 5 %
Dari Tabel 6 dapat dilihat bahwa interaksi waktu tanam, kompos TKKS
dan mikoriza berpengaruh nyata terhadap jumlah daun 6 MST, dengan rataan
tertinggi terdapat pada kombinasi perlakuan W3T1M0 (52,06 helai) dan yang
terendah pada W2T0M0 (19,60 helai).
Jumlah cabang (cabang)
Data hasil pengamatan dan sidik ragam dari jumlah cabang pada 6 MST
dapat dilihat pada Lampiran 22 hingga 23.
Data hasil uji beda rataan jumlah cabang 6 MST pada interaksi waktu
tanam dengan kompos TKKS dapat dilihat pada Tabel 7.
Tabel 7. Jumlah cabang kedelai 6 MST dengan perlakuan waktu tanam dan kompos TKKS
Waktu Tanam (W) Kompos TKKS (T) Rata-rata
T0 T1
...cabang...
W1 3.65d 4.75cd 4.20c
W2 3.61d 6.89a 5.25ab
W3 5.05bc 6.43ab 5.74a
Data hasil uji beda rataan jumlah cabang 6 MST pada interaksi kompos
TKKS dan mikoriza dapat dilihat pada Tabel 8.
Tabel 8. Jumlah cabang kedelai 6 MST dengan perlakuan kompos TKKS dan mikoriza
Kompos TKKS Mikoriza (M)
[image:53.595.114.511.512.660.2](T) M0 M1
...cabang...
T0 3.66c 4.55bc
T1 7.15a 4.90b
Keterangan : Angka-angka yang diikuti oleh huruf kecil yang tidak sama berbeda nyata pada Uji Jarak Berganda Duncan pada taraf 5 %
Dari Tabel 8 dapat dilihat bahwa interaksi perlakuan kompos TKKS
dengan mikoriza berpengaruh nyata terhadap jumlah cabang6 MST, dengan rataan
tertinggi terdapat pada perlakuan T1M0 (7.15 cabang) yang berbeda nyata dengan
T1M1, T0M1 dan T0M0, sedangkan yang terendah terdapat pada perlakuan
T0M0 (3.66 cabang).
Data hasil uji beda rataan jumlah cabang 6 MST pada interaksi perbedaan
waktu tanam, kompos TKKS dan mikoriza dapat dilihat pada Tabel 9.
Tabel 9. Jumlah cabang kedelai 6 MST dengan interaksi perlakuan waktu tanam, kompos TKKS dan mikoriza
Waktu Tanam Mikoriza Kompos TKKS (T)
(W) (M) T0 T1
...cabang...
W1 M0 3.86de 5.81bcd
M1 3.43e 3.69e
W2 M0 3.25e 7.01ab
M1 3.98de 6.77abc
W3 M0 3.87de 8.64a
M1 6.23bc 4.23cde
Keterangan : Angka-angka yang diikuti oleh huruf kecil yang tidak sama berbeda nyata pada Uji Jarak Berganda Duncan pada taraf 5 %
Dari Tabel 9 dapat dilihat bahwa interaksi waktu tanam, kompos TKKS
terdapat pada kombinasi perlakuan W3T1M0 (8.64 cabang) dan yang terendah
pada W2T0M0 (3.25 cabang).
Bobot basah akar (g)
Data hasil pengamatan dan sidik ragam dari bobot basah akar pada 4 dan 6
MST dapat dilihat pada Lampiran 24 hingga 27.
Data hasil uji beda rataan bobot basah akar 6 MST pada interaksi waktu
[image:54.595.114.512.307.425.2]tanam dengan kompos TKKS dapat dilihat pada Tabel 10.
Tabel 10. Bobot basah akar kedelai 6 MST dengan perlakuan waktu tanam dan kompos TKKS
Waktu Tanam (W) Kompos TKKS (T) Rata-rata
T0 T1
...g...
W1 2.64d 3.44c 3.04c
W2 2.62d 4.99a 3.81ab
W3 3.66bc 4.66ab 4.16a
Rata-rata 2.97b 4.36a
Keterangan : Angka-angka yang diikuti oleh huruf kecil yang tidak sama berbeda nyata pada Uji Jarak Berganda Duncan pada taraf 5 %
Dari tabel 10 dapat dilihat bahwa interaksi perbedaan waktu tanam dengan
pemberian kompos TKKS berbeda nyata terhadap bobot basah akar kedelai umur
6 MST dengan rataan tertinggi terdapat pada kombinasi perlakuan W2T1 (4,99 g)
dan terendah W2T0 (2,62 g). Perlakuan waktu tanam berbeda nyata terhadap
bobot basah akar dan pemberian kompos TKKS dapat meningkatkan bobot basah
akar kedelai.
Data hasil uji beda rataan bobot basah akar 6 MST pada interaksi kompos
Tabel 11. Bobot basah akar kedelai 6 MST dengan perlakuan kompos TKKS dan mikoriza
Kompos TKKS Mikoriza (M)
[image:55.595.112.508.456.605.2](T) M0 M1
...g...
T0 2.65c 3.29bc
T1 5.18a 3.55b
Keterangan : Angka-angka yang d