• Tidak ada hasil yang ditemukan

PERBEDAAN KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIKA SISWA YANG DIAJAR MELALUI MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE (NHT) DENGAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE (STAD) PADA POKOK BAHASAN KUBUS DAN BALOK KELAS IX SMP ETIS LANDIA MEDAN T.A 2016/2017.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "PERBEDAAN KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIKA SISWA YANG DIAJAR MELALUI MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE (NHT) DENGAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE (STAD) PADA POKOK BAHASAN KUBUS DAN BALOK KELAS IX SMP ETIS LANDIA MEDAN T.A 2016/2017."

Copied!
30
0
0

Teks penuh

(1)

PERBEDAAN KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIKA SISWA YANG DIAJAR MELALUI MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE

(NHT) DENGAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE (STAD) PADA POKOK BAHASAN KUBUS DAN BALOK

KELAS IX SMP ETIS LANDIA MEDAN T.A 2016/2017

Oleh :

Cinde Claudi Sihite NIM.4121111005

Program Studi Pendidikan Matematika

SKRIPSI

Diajukan Untuk Memenuhi Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS NEGERI MEDAN

(2)
(3)

ii

RIWAYAT HIDUP

Cinde Claudi Sihite dilahirkan pada tanggal 20 Januari 1995 di Parsingguran Kec.

Polung, Ayah bernama Hasian Sihite dan Ibu bernama Sontaria Pasaribu dan

merupakan anak keempat dari lima bersaudara. Pada tahun 2000, penulis

bersekolah di SDN 173413 Pollung dan lulus pada tahun 2006. Pada tahun 2006,

penulis melanjutkan studi di SMP Negeri 1 Pollung dan lulus pada tahun 2009.

Pada tahun 2009, penulis melanjutkan studi di SMA Negeri 1 Pollung dan lulus

pada tahun 2012. Pada tahun 2012, Melalui jalur Seleksi Nasional Masuk

Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN) Undangan pada tahun 2012, penulis

diterima di Program Studi Pendidikan Matematika Jurusan Matematika Fakultas

(4)

iii

PERBEDAAN KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIKA SISWA YANG DIAJAR MELALUI MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF

TIPE (NHT) DENGAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE (STAD) PADA POKOK BAHASAN KUBUS DAN BALOK

KELAS IX SMP ETIS LANDIA MEDAN T.A 2016/2017

Cinde Claudi Sihite (NIM.4121111005) ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah terdapat perbedaan kemampuan pemecahan masalah matematika siswa yang diajar dengan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe NHT dengan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD di SMP Etis Landia Medan pada materi Kubus dan Balok T.A 2016/2017 dan apakah kemampuan pemecahan masalah matematika siswa yang diajar dengan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe NHT lebih baik dari pada kemampuan pemecahan masalah matematika siswa yang diajar dengan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD pada materi Kubus dan Balok T.A 2016/2017. Jenis penelitian ini adalah eksperimen semu. Populasi dalam penelitian ini adalah semua siswa kelas IX SMP Etis Landia yang terdiri dari 5 kelas dan yang menjadi sampel penelitian adalah 2 kelas yang telah dipilih secara acak yaitu kelas IX-1 menjadi kelas eksperimen A dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe NHT dan kelas IX-2 menjadi kelas eksperimen B dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe STAD . Pada kelas eksperimen A nilai rata-rata posttest adalah 34,9 sedangkan pada kelas eksperimen B nilai rata-rata posttest adalah 37,23 Setelah diuji terbukti data berdistribusi normal dan homogen. Setelah data terbukti berdistribusi normal dan homogen dilakukan uji hipotesis untuk menjawab hipotesis penelitian dengan menggunakan uji t pihak kanan. Dari hasil uji hipotesis diperoleh thitung (4,467) > (2.002). Hal ini menunjukkan bahwa terdapat perbedaan kemampuan pemecahan masalah matematika siswa yang diajar dengan model pembelajaran NHT dan STAD.

(5)

iv

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yesus Kristus atas segala

limpahan berkat dan karunia-Nya yang memberikan kesehatan, kesempatan, dan

kemudahan kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang

berjudul “Perbedaan Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika Siswa Yang

Diajar Melalui Model Pembelajaran Kooperatif tipe (NHT) dengan Model

Pembelajaran Kooperatif tipe (STAD) Pada Pokok Bahasan Kubus dan Balok Kelas IX SMP Etis Landia Medan T.A 2016/2017”.Skripsi ini disusun untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Pendidikan Matematika, Fakultas

Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Negeri Medan.

Pada kesempatan ini penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada

Bapak Dr. H.Banjarnahor, M.Pd selaku Dosen Pembimbing Skripsi yang telah

banyak memberikan bimbingan dan saran yang membangun sejak penyusunan

proposal, penelitian sampai dengan selesainya penulisan skripsi ini. Ucapan terima

kasih juga disampaikan kepada Bapak Prof.Dr.Edi Syahputra, M.Pd, Bapak

Prof.Dr.Mukhtar, M.Pd, dan Bapak Drs.W.L.Sihombing, M.Pd selaku Dosen Penguji

yang telah memberikan masukan dan saran mulai dari rencana penelitian sampai

selesainya penyusunan skripsi ini. Terima kasih juga disampaikan kepada Ibu

Dra.N.Manurung, M.Pd selaku dosen Pembimbing Akademik yang telah memberikan

bimbingan dan saran dalam perkuliahan.

Ucapan terima kasih juga disampaikan kepada Bapak Prof. Dr. Syawal

Gultom, M.Pd selaku Rektor UNIMED, Bapak Dr. Asrin Lubis, M.Pd selaku Dekan

FMIPA, Bapak Dr. Edy Surya, M.Si, Bapak Drs. Yasifati Hia, M.Si, dan Bapak Drs.

Zul Amry, M.Si, Ph.D selaku ketua jurusan, sekretaris jurusan, dan ketua program

studi pendidikan matematika FMIPA UNIMED serta seluruh Bapak, Ibu Dosen dan

Staf Pegawai Jurusan Matematika FMIPA UNIMED yang sudah membantu penulis.

(6)

v

M.Sc, Bapak Muhammad Badzlan Darari, M.Pd selaku validator instrumen penelitian

yang telah banyak memberi saran. Ucapan terima kasih juga disampaikan kepada

Bapak Drs.Jatogi Sihotang, SH,MH,M.Pd selaku Kepala Sekolah dan guru bidang

studi matematika SMP Etis Landia Medan, guru, staf, pegawai, dan siswa-siswi kelas

IX-1 dan kelas IX-2 SMP Etis Landia Medan yang telah banyak membantu penulis

selama penelitian.

Teristimewa penulis mengucapkan terima kasih kepada Ayahanda H.Sihite

dan Ibunda S.Pasaribu yang selalu mendoakan serta memberikan dukungan yang tak

terhingga kepada penulis selama menjalani pendidikan hingga menyelesaikan skripsi

ini. Terima kasih juga kepada abang tercinta Irwan Sihite, Eko Sihite, kakak tercinta

Cindy Sihite dan adik tercinta Sonia Sihite yang selalu memberikan dukungan yang

tak terhingga kepada penulis. Ucapan terima kasih juga penulis ucapkan kepada

sahabat selama perkuliahan, Novi, Irma,Dwi Nur, Icha dan semua teman-teman DIK

A Matematika 2012 yang telah banyak membantu dan memotivasi penulis. Terima

kasih juga diucapkan kepada teman-teman PPLT SMP Negeri 1 Sinar (Mariana,

Indri, Lilis, Lentare,dll). Dan ucapan terima kasih juga diucapkan kepada orang

terkasih Jenius Hatorangan Sitohang (Mon Mine) yang senantiasa memberikan

motivasi, dukungan, semangat dan doa kepada penulis.

Penulis telah berupaya semaksimal mungkin dalam penyelesaian skripsi ini,

namun penulis menyadari masih banyak kelemahan baik dari segi isi maupun tata

bahasa. Untuk itu, penulis mengharapkan saran dan kritik yang bersifat membangun

dari pembaca demi sempurnanya skripsi ini. Kiranya skripsi ini bermanfaat dalam

memperkaya khasanah ilmu pendidikan.

Medan, Agustus 2016 Penulis,

(7)

vi

DAFTAR ISI

Halaman

Lembar Pengesahan i

Riwayat Hidup ii

Abstrak iii

Kata Pengantar iv

Daftar Isi vi

Daftar Gambar viii

Daftar Tabel ix

Daftar Lampiran x BAB I PENDAHULUAN 1

1.1 Latar Belakang Masalah 1

1.2 Identifikasi Masalah 13 1.3 Batasan Masalah 13 1.4 Rumusan Masalah 13 1.5 Tujuan Penelitian 14

1.6 Manfaat Penelitian 14

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 15 2.1 Kerangka Teoritis 15

2.1.1. Pengertian Belajar 15

2.1.2. Pembelajaran Matematika 16

2.1.3. Masalah dalam Matematika 17

2.1.4. Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika 19

2.1.5 Model Pembelajaran Kooperatif 23 2.1.6 Model Pembelajaran Kooperatif Numbered Head Together (NHT) 25

2.1.7 Model Pembelajaran Kooperatif tipe STAD 29

2.1.8 Teori Belajar yang Mendukung Pembelajaran Kooperatif tpie NHT dan tipe STAD 34

2.2 Materi Pelajaran Kubus dan Balok 36

2.3 Kerangka Konseptual 41

2.4 Hipotesis Penelitian 43

BAB III METODE PENELITIAN 44

3.1 Jenis Penelitian 44

3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian 44

3.3 Populasi dan Sampel 44

3.4 Jenis dan Desain Penelitian 45

3.5 Prosedur Penelitian 46

3.6 Variabel Penelitian 48 3.7 Instrumen Pengumpulan Data 48

(8)

vii

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

4.1. Deskripsi Hasil penelitian 61

4.2 Analisi Dan Data Hasil Belajar 62

4.2.1 Uji Normalitas Data 62

4.2.2 Uji Homogenitas Data 62

4.2.3 Uji Hipotesis 63

4.3. Pembahasan Hasil Penelitian 64

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan 69

5.2. Saran 69

(9)

ix

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 2.1 Perbedaan Langkah-langkah Pemecahan Masalah 23 Tabel 2.2. Langkah-Langkah Model Pembelajaran Kooperatif 24 Tabel 2.3. Langkah-langkah pembelajaran kooperatif tipe NHT 28 Tabel 2.4. Kelebihan dan Kelemahan Pembelajaran NHT 29 Tabel 2.5. Fase-fase Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD 32 Tabel 2.6. Kelebihan dan Kekurangan Model Pembelajaran STAD 33 Tabel 2.7. Perbedaan model pembelajaran NHT dengan STAD 35

Tabel 3.1 Rincian Populasi Penelitian 44

Tabel 3.2 Desain Penelitian 46

Tabel 3.3 Kisi-kisi Postest Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika

Siswa 49

Tabel 3.4 Alternatif Pemberian Skor Pemecahan Masalah 50

Tabel 3.5 Hasil Perhitungan Validitas Tes 52

Tabel 3.6 Hasil Perhitungan Tingkat Kesukaran 53 Tabel 3.7 Hasil Perhitungan Daya Pembeda Soal 54

Tabel 3.8 Kriteria Tingkat Penguasaan Siswa 60

(10)

viii

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 2.1. Kubus 36

Gambar 2.2. Jaring-jaring Kubus 37

Gambar 2.3. Balok 37

Gambar 2.4. Jaring-jaring Balok 39

Gambar 2.5. Luas Permukaan Kubus 39

Gambar 2.6. Volume Kubus dan Balok 40

(11)

x

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

Lampiran 1 Rencana Pelaksanaan Pembelajaran-1 73

Lampiran 2 Rencana Pelaksanaan Pembelajaran-2 82

Lampiran 3 Rencana Pelaksanaan Pembelajaran-1 89

Lampiran 4 Rencana Pelaksanaan Pembelajaran-2 97

Lampiran 5 LAS- 1 103

Lampiran 6 Alternatif LAS-1 110

Lampiran 7 LAS- 2 117

Lampiran 8 Alternatif LAS-2 122

Lampiran 9 Lembar Valididtas Soal Posttest 128

Lampiran 10 Kisi-Kisi Posttest 131

Lampiran 11 Tes Kemampuan Pemecahan Masalah (Posttest) 133

Lampiran 12 Alternatif Jawaban Posttest 136

Lampiran 13 Pedoman Penskoran Tes Kemampuan Pemecahan Masalah 140

Lampiran 14 Lembar Observasi Aktivitas Guru 141

Lampiran 15 Perhitungan Validitas Tes 145

Lampiran 16 Perhitungan Reliabilitas 147

Lampiran 17 Tabel Indeks Kesukaran dan Daya Beda Soal 149

Lampiran 18 Perhitungan Tingkat Kesukaran dan Daya Beda Soal 150

Lampiran 19 Data Nilai Postest Kelas NHT dan Kelas STAD 152

Lampiran 20 Prosedur Perhitungan Rata-Rata, Varians, dan Simpangan Baku 154

Lampiran 21 Perhitungan Uji Normalitas 156

(12)

xi

Lampiran 23 Perhitungan Uji Hipotesis 161

Lampiran 24 Skor Butir Soal Proses Jawaban Kelas Eksperimen A 164

Lampiran 25 Skor Butir Soal Proses Jawaban Kelas Eksperimen B 165

Lampiran 26 Hasil Tes Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika Siswa 166

Lampiran 27 Tabel Wilayah Luas Bawah Kurva Normal 0 ke Z 169

Lampiran 28 Daftar Nilai Kritis Untuk Uji Liliefors 170

Lampiran 29 Daftar Nilai Persentil Untuk Distribusi F 171

Lampiran 30 Daftar Nilai Persentil Untuk Distribusi t 173

(13)

1 BAB I PENDAHULUAN 1.1Latar Belakang Masalah

Pada era modern sekarang ini peningkatan mutu sumber daya manusia

(SDM) menjadi prioritas utama dalam pembangunan suatu bangsa. Peningkatan

mutu sumber daya manusia diharapkan dapat merealisasikan potensi dan

kemampuan yang dimiliki oleh setiap manusia, sehigga menjadi bermanfaat bagi

dirinya dan masyarakat. Kondisi ini dapat dicapai apabila pelaksanaan pendidikan

yang bermutu diterapkan dan sesuai kebutuhan disegala bidang. Karena kemajuan

suatu bangsa ditentukan oleh kreatifitas pendidikan bangsa itu sendiri dan

kompleksnya masalah kehidupan menuntut sumber daya manusia yang handal dan

mampu berkompetensi. Selain itu, pendidikan merupakan wadah kegiatan yang

dapat dipandang sebagai pencetak sumber daya manusia yang bermutu tinggi.

Seperti yang tercantum dalam UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem

Pendidikan Nasional (dalam Trianto, 2011: 1)

Pendidikan Nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa. Pendidikan bertujuan untuk mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia,sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga Negara yang demokratis serta bertanggung jawab.

Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi turut mewarnai dunia

pendidikan kita dewasa ini, dimana tantangan tentang peningkatan mutu relevansi

dan efektivitas pendidikan saat ini sebagai tuntutan nasional yang sejalan dengan

perkembangan dan kemajuan masyarakat yang terbukti nyata pada program

pendidikan dan kurikulum sekolah.

Matematika merupakan ilmu yang mendasari perkembangan teknologi,

mempunyai peranan penting dalam berbagai disiplin ilmu dan memajukan daya

pikir manusia. Untuk menguasai dan menciptakan teknologi, diperlukan

(14)

2

mata pelajaran yang diberikan pada setiap jenjang pendidikan dari mulai

pendidikan dasar (SD) sampai dengan sekolah menengah atas bahkan Perguruan

Tinggi.

Pada bidang studi matematika tahun 2007, diknas telah menetapkan tujuan

pembelajaran matematika dalam kurikulum Indonesia yakni untuk meningkatkan

(1) kemampuan pemecahan masalah, (2) kemampuan berargumentasi (reasoning),

(3) kemampuan berkomunikasi (communication), (4) kemampuan membuat

koneksi (connection), (5) kemampuan representasi (representation).

Menurut Abdurrahman (2009:204), ada beberapa alasan tentang perlunya

siswa belajar matematika yaituantara lain :

(1) selalu digunakan dalam kehidupan sehari-hari; (2) semua bidang studi memerlukan keterampilan matematika yang sesuai; (3) merupakan sarana komunikasi yang kuat, singkat dan jelas; (4) dapat digunakan untuk menyajikan informasi dalam berbagai cara; (5) meningkatkan kemampuan berpikir logis, ketelitian, dan kesadaran keruangan , dan; (6) memberikan kemampuan terhadap usaha memecahkan masalah yang menantang.

Namun faktanya, matematika adalah mata pelajaran yang dianggap sulit

dalam tiap pembelajarannya. kebanyakan masyarakat berpendapat bahwa

matematika itu tidak berguna dalam kehidupan, hal ini disebabkan selama

menempuh pelajaran matematika di bangku sekolah, guru jarang memberikan

informasi mengenai penerapannya dalam kehidupan nyata. Pelajaran matematika

tidak hanya membuat siswa terampil dalam menghitung dan kemampuan

menyelesaikan soal, sikap dan kemampuan menerapkan matematika merupakan

hal terpenting untuk membentuk kemampuan peserta didik dalam pemecahan

masalah sehari-hari yang dihadapinya kelak. Anggapan tersebut tidak terlepas dari

persepsi yang berkembang dalam masyarakat tentang matematika yang dianggap

sebagai ilmu yang kering, abstrak, teoritis, penuh dengan lambang-lambang dan

rumus-rumus yang sulit dan membingungkan. Hal ini akan berdampak buruk

terhadap prestasi belajar matematika siswa. Dalam proses kegiatan belajar

mengajar kebanyakan guru masih menggunakan model pembelajaran yang kurang

bervariasi sehingga banyak siswa yang merasa jenuh dengan pembelajaran

(15)

3

kurangnya keterlibatan siswa dalam proses belajar mengajar. Ketidaktepatan guru

dalam merancang dan melaksanakan pembelajaran menjadi salah satu faktor

penyebab prestasi belajar matematika siswa rendah.

Kenyataan yang kurang memuaskan diatas, salah satunya disebabkan

karena kemampuan pemecahan masalah matematis siswa masih rendah.

Kemampuan memecahkan masalah perlu menjadi fokus perhatian dalam

pembelajaran matematika, karena dengan berusaha untuk mencari pemecahan

masalah secara mandiri akan memberikan suatu pengalaman konkret sehingga

dengan pengalaman tersebut dapat digunakan untuk memecahkan

masalah-masalah serupa. Dalam hal kemampuan masalah-masalah Bruner (dalam Trianto, 2009 :

91) mengatakan bahwa berusaha sendiri untuk mencari pemecahan masalah serta

pengetahuan yang menyertainya, menghasilkan pengetahuan yang benar-benar

bermakna.

Arends (dalam Trianto, 2009 : 90) mengemukakan bahwa :

Dalam mengajar guru selalu menuntut siswa untuk belajar dan jarang memberikan pelajaran tentang bagaimana siswa untuk belajar, guru juga menuntut siswa untuk menyelesaikan masalah, tapi jarang mengajarkan bagaimana siswa seharusnya menyelesaikan masalah.

Fakta tersebut menunjukkan bahwa proses pembelajaran belum berjalan

dengan baik. Salah satu faktor yang menyebabkan hal tersebut adalah kurangnya

perencanaan dalam proses pembelajaran sehingga kegiatan belajar mengajar tidak

terorganisir dengan baik. Guru masih mendominasi aktivitas pembelajaran.

Karena dalam belajar, siswa tidak hanya berinteraksi dengan guru sebagai salah

satu sumber belajar, tetapi mungkin berinteraksi dengan keseluruhan sumber

belajar yang dipakai untuk mencapai tujuan pembelajaran. Guru juga jarang

menyampaikan informasi mengenai suatu materi terhadap penerapannya dalam

dunia nyata.

Menurut Abdurrahman (2012 : 20 ) faktor penyebab prestasi belajar

matematika siswa rendah bahwa :

(16)

4

yang berorientasi pada pendekatan tradisional yang menempatkan peserta didik dalam proses belajar mengajar sebagai pendengar.

Selanjutnya Trianto (2011:1) menyatakan bahwa:

Berdasarkan hasil penelitian terhadap rendahnya hasil belajar peserta didik, hal tersebut disebabkan oleh proses pembelajaran yang didominasi oleh pembelajaran tradisional. Pada pembelajaran ini suasana kelas cenderung teacher-centred sehingga siswa menjadi pasif.

Pandangan bahwa kemampuan menyelesaikan masalah merupakan tujuan

umum pembelajaran matematika, mengandung pengertian bahwa matematika

dapat membantu mengasah kemampuan memecahkan persoalan, baik dalam

pelajaran lain maupun dalam kehidupan sehari-hari. Oleh karena kemampuan

pemecahan masalah ini menjadi tujuan umum pembelajaran matematika.

Pandangan pemecahan masalah sebagai inti dan utama dalam kurikulum

matematika, berarti pemecahan lebih mengutamakan proses dan strategi yang

dilakukan siswa dalam menyelesaikan dari pada hanya sekedar hasil, sehingga

keterampilan proses dan strategi dalam memecahkan masalah tersebut menjadi

kemampuan dasar dalam belajar matematika.

Pembelajaran yang kurang melibatkan siswa secara aktif dalam belajar,

dapat menghambat kemampuan belajar matematika siswa dalam pemecahan

masalah, sehingga perlu dipilih dan diterapkan suatu pendekatan pembelajaran.

Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) menghendaki suatu belajar yang

alamiah, yaitu siswa belajar dengan sungguh-sungguh dengan cara mengalami dan

menemukan sendiri pengalaman belajarnya. Ketika siswa belajar matematika,

maka yang dipelajari adalah penerapan matematika yang dekat dengan kehidupan

siswa. Situasi pembelajaran sebaiknya dapat menyajikan fenomena dunia nyata,

masalah yang autentik dan bermakna yang dapat menantang siswa untuk

memecahkannya.

Pemilihan model pembelajaran yang bervariasi akan membantu

meningkatkan kegiatan belajar mengajar dan menumbuhkan motivasi siswa untuk

belajar dalam memecahkan suatu masalah matematika. Agar siswa dapat belajar

dengan baik, maka model pembelajaran harus diusahakan seefisien dan seefektif

(17)

5

guru yang kurang baik akan mempengaruhi belajar siswa yang tidak baik

pula.”Faktor lain yang menyebabkan rendahnya kemampuan pemecahan masalah

matematis siswa adalahkurangnya minat siswa dalam mengikuti pelajaran

matematika.Hal ini disebabkan adanya anggapan bahwa matematika adalah salah

satu mata pelajaran yang paling sulit dan menakutkan dibandingkan dengan mata

pelajaran lain.

Guru merupakan komponen pengajaran yang memiliki peranan penting

dan utama, karena keberhasilan proses belajar mengajar sangat ditentukan

oleh faktor guru. Keberhasilan guru dalam menyampaikan materi sangat

tergantung pada kelancaran interaksi komunikasi antara guru dengan

siswanya. Mengingat hal tersebut, seorang guru matematika dituntut untuk

memahami dan mengembangkan suatu strategi pengajaran di dalam kelas untuk

mencapai suatu tujuan pembelajaran.

Menurut Hamalik (2010 : 212 ) tujuan pendidikan yang mendasari strategi

tersebut adalah :

1. Untuk menambah rasa percaya diri dan kemampuan pelajar melalui

partisipasi belajar aktif

2. Untuk menciptakan interaksi sosial yang positif guna untuk memperbaiki

hubungan sosial dalam kelas

Dalam pembelajaran matematika, seorang siswa tidak cukup hanya

memiliki kemampuan untuk menyelesaikan suatu soal matematika. Tuntutan yang

terbatas pada penyelesaian soal matematika cenderung mengarahkan siswa untuk

berpikir procedural, menggunakan rumus tanpa memahami makna suatu rumus,

Namun pada kenyataanya kemampuan pemecahan masalah matematik siswa SMP

masihrendah. Matematika disadari sangat penting peranannya. Namun tingginya

tuntutan untuk menguasai matematika tidak berbanding lurus dengan hasil belajar

matematika siswa. Kenyataan yang ada menunjukkan hasil belajar siswa pada

bidang studi matematika kurang menggembirakan. Pemerintah, khususnya

Departemen Pendidikan Nasional telah berupaya untuk meningkatkan kualitas

pendidikan salah satunya pendidikan matematika, baik melalui peningkatan

(18)

6

prestasi belajar siswa melalui peningkatan standar minimal nilai Ujian Nasional

untuk kelulusan pada mata pelajaran matematika. Namun ternyata prestasi belajar

matematika siswa masih jauh dari harapan. Dari hasil TIMSS (Trend in

International Mathematics and Science Study) http://litbang.kemdikbud.go.id/, Survei Internasional tentang prestasi matematika dan sains siswa SMP Kelas VIII,

yang diterbitkan oleh Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan memperlihatkan

bahwa skor yang diraih Indonesia masi dibawah skor rata-rata internasional. Hasil

studi TIMSS 2003, Indonesia berada di peringkat ke-35 dari 46 negara peserta

dengan skor rata-rata 411, sedangkan skor rata-rata internasional 467. Hasil studi

TIMSS 2007, Indonesia berada di peringkat ke-36 dari 49 negara peserta dengan

skor rata-rata 397, sedangkan skor rata-rata internasional 500. Dan hasil terbaru,

yaitu hasil studi 2011, indonesia berada di peringkat ke-38 dari 42 negara peserta

dengan skor rata-rata 386, sedangkan skor rata-rata internasional 500. Jika

dibandingkan dengan negara ASEAN misal Singapura dan Malaysia, Posisi

Indonesia masih dibawah negara-negara tersebut. Hasil studi TIMSS 2003,

Singapura dan Malaysia berada di peringkat 1 dan 10 dengan skor rata-rata 605

dan 508. Hasil studi 2007, singapura dan Malaysia berada si peringkat 3 dan 20

dengan skor rata-rata 593 dan 474. Hasil studi TIMSS 2011, Singapura dan

Malaysia berada di peringkat 2 dan 26 dengan skor rata-rata 611 dan 440.

Fakta diatas sebagai bukti bahwa prestasi siswa Indonesia khususnya di

bidang studi matematika masih rendah dan kurang memuaskan, salah satunya

disebabkan karena kemampuan pemecahan matematika siswa masih rendah.

Pembelajaran matematika tidak hanya diarahkan pada peningkatan kemampuan

siswa dalam berhitung, tetapi juga diarahkan kepada peningkatan kemampuan

siswa dalam pemecahan masalah (Problem Solving), berdasarkan hasil belajar

matematika yang semacam itu maka Lerner (dalam Abdurrahman, 2012:204) Ada

tiga elemen penting dalam pembelajaran matematika, mengatakan bahwa

kurikulum bidang studi matematuka hendaknya mencakup 3 elemen, (1) konsep,

(19)

7

Konsep menunjukkan pada pemahaman dasar siswa. Siswa

mengembangkan suatu konsep ketika mereka mampu mengklasifikasikan atau

mengelompokkan benda-benda atau ketika mereka dapat menganalisis satu

nama dengan kelompok benda tertentu. Dengan pemahaman siswa terhadap

konsep dan dengan keterampilan yang mereka miliki, siswa akan mampu

menyelesaikan suatu masalah yang diberikan kepada mereka.

Dua dari ketiga elemen tersebut dijadikan sebagai tujuan belajar

matematika yang terangkum di dalam lampiran Peraturan Menteri Pendidikan

Nasional (Permendiknas) Nomor 20 tahun 2006 tentang standar isi, disebutkan

bahwa:

Pembelajaran matematika bertujuan supaya siswa memiliki kemampuan sebagai berikut: (1) memahami konsep matematika serta menjelaskan keterkaitan antar konsep; (2) menggunakan penalaran pada pola dan sifat; (3) memecahkan masalah yang meliputi kemampuan memahami masalah, merancang model matematika, menyelesaikan model dan menafsirkan solusi yang diperoleh; (4) mengkomunikasikan gagasan dengan simbol, tabel, diagram atau media lain dan (5) memiliki sifat menghargai kegunaan matematika dalm kehidupan.

Dari penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa salah satu tujuan

pembelajaran matematika adalah memahami konsep dan mampu memecahkan

masalah. Dengan pembelajaran matematika diharapkan siswa mampu

menghubungkan antara apa yang diketahui dalam soal dan apa yang ditanyakan

serta mampu menganalisis keterkaitan antara keduanya sehingga siswa dapat

menyelesaikan masalah dalam matematika, salah satu aspek yang ditekankan

dalam pembelajaran matematika adalah mengembangkan kemampuan

pemecahan masalah siswa.

Pemecahan masalah merupakan bagian dari strategi belajar mengajar

yang sangat penting terutama dalam kegiatan belajar mengajar matematika. Hal

ini seperti yang dikemukakan oleh Hudojo (2005: 130) menyatakan bahwa:

(20)

8

Pentingnya kemampuan pemecahan masalah ini dikemukakan oleh

Hudojo (2005:133) yang menyatakan bahwa:

(1) Siswa menjadi trampil menyeleksi informasi yang relevan, kemudian menganalisanya dan kemudian meneliti hasilnya; (2) Kepuasan intelektual akan timbul dari dalam, yang merupakan masalah instrinsik; (3) Potensi intelektual siswa meningkat; (4) Siswa belajar bagaimana melakukan penemuan dengan melalui proses melakukan penemuan

Tahapan pemecahan masalah dari Polya tersebut merupakan satu

kesatuan yang sangat penting untuk dikembangkan. Salah satu cara untuk

mengembangkan kemampuan anak dalam pemecahan masalah adalah melalui

penyediaan pengalaman pemecahan masalah. Untuk memperkenalkan suatu

strategi tertentu kepada siswa, diperlukan perencanaan yang matang. Sulit bagi

guru untuk dapat memperkenalkan setiap strategi pemecahan masalah dalam

waktu yang terbatas. Dan bagi siswa yang sudah belajar strategi tertentu, masih

memerlukan waktu untuk memperoleh kepercayaan diri dalam

mengembangkan kemampuan pemecahan masalahnya.

Dengan demikian, sudah sewajarnyalah pemecahan masalah ini harus

mendapat perhatian khusus, mengingat peranannya dalam mengembangkan

potensi intelektual siswa. Untuk mencari penyelesaian dari pemecahan masalah

matematika para siswa harus memanfaatkan pengetahuannya, dan melalui

proses ini mereka akan sering mengembangkan pemahaman matematika yang

baru.

Pengalaman peneliti pada saat melakukan Program Pelatihan Lapangan

(PPL) di sekolah SMP Negeri 1 Siantar Narumonda, ternyata masih banyak

guru menyampaikan materi pelajaran yang hanya menjelaskan tanpa

melibatkan siswa (bersifat konvensional) sehingga menyebabkan siswa

menjadi cenderung pasif dan kurang termotivasi dan kurang terampil

berkomunikasi dalam kegiatan belajar mengajar di dalam kelas. Sesungguhnya,

(21)

9

Hasil observasi melalui tes diagnostik sebanyak 3 butir soal tes pada

tanggal 26 Februari 2016 pada pokok bahasan kubus dan balok kepada 30

siswa di SMP Etis Landia Medan, hasilnya ternyata bahwa masih ada 24 siswa

(61,11 %) dapat memahami masalah dan terdapat 4 siswa (8,33%) masih

merencanakan pemecahan masalah dan strategi yang tidak relevan diperoleh 2

siswa (2,78% ) dan tidak ada siswa yang dapat membuat strategi pemecahan

masalah dalam menyelesaikan masalah dengan lengkap dan benar. Dapat

diambil kesimpulan bahwa kemampuan pemecahan masalah siswa masih

rendah. Selain memberi soal tes, peneliti juga mewawancarai seorang guru

matematika di SMP Etis Landia yaitu Sdr.Drs.Jatogi Sihotang, M.Pd, beliau

menyatakan bahwa:

Siswa hanya mampu menyelesaikan soal-soal matematika jika soal tersebut mirip atau serupa dengan contoh soal yang baru diberikan, jika soal tersebut bervariasi atau lain dari contoh soal yang diberikan maka siswa akan kesulitan untuk mengerjakan soal tersebut. Dalam mempelajari materi kubus dan balok, siswa cenderung kesulitan memahami dan mengerjakan soal-soal aplikasi.

Hal ini menunjukkan bahwa ada suatu kendala yang terjadi dalam

pembelajaran materi kubus dan balok, yaitu karena dalam pembelajaran siswa

hanya mampu sebatas mengingat atau menghafal tanpa adanya pemahaman

terhadap suatu materi dan juga menunjukkan bahwa aktivitas siswa dalam

belajar matematika masih rendah. Sudah tertanam dipikirannya bahwa

matematika sulit dan menakutkan, hal ini kemudian akan berdampak buruk

pada hasil belajarmereka. Oleh karena itu, diperlukan suatu metode yang dapat

mengajak siswa berperan aktif dalam proses pembelajaran.

Kegiatan mengajar merupakan suatu keterampilan mengajar yang harus

dikuasai oleh guru baik secara teori maupun praktek. Seorang guru harus

bersifat layaknya sebagai sosok yang mampu mengajak semua siswa untuk

mengikuti pelajarannya dengan baik dan kondusif dalam kelas. Untuk

mencapai tujuan pembelajaran matematika tidak cukup hanya dengan

mentransfer ilmu dari guru ke siswa. Oleh karena itu, guru memerlukan

(22)

10

belajar dan berbagai teknik – teknik mengajar yang lebih memacu semangat

siswa dan menjadikan belajar itu menyenangkan sehingga dapat

mengoptimalkan hasil belajar siswa dalam memecahkan masalah siswa dalam

belajar matematika.

Untuk mengatasi kemampuan pemecahan masalah matematika siswa,

guru harus bijaksana dalam menentukan suatu model pembelajaran yang sesuai

yang dapat menciptakan situasi dan kondisi yang kondusif agar proses belajar

mengajar dapat berlangsung sesuai dengan tujuan yang diharapkan dan siswa

bisa menjadi lebih aktif.Inovasi yang menarik adalah menemukan dan

menerapkan model-model pembelajaran inovatif-progresif yang dengan tepat

mampu mengembangkan dan menggali pengetahuan peserta didik secara

konkret dan mandiri.Dengan demikian, proses pembelajaran akan lebih variatif

dan inovatif dalam merekonstruksi wawasan pengetahuan dan implementasinya

sehingga dapat meningkatkan pemecahan masalah matematika siswa..

Dengan demikian, diperlukan model pembelajaran yang efektif,

membuat siswa lebih aktif dalam proses pembelajaran, lebih mudah

menemukan dan memahami konsep-konsep yang sulit jika mereka saling

mendiskusikan masalah yang ada dengan temannya. Salah satu model

pembelajaran yang dapat digunakan adalah model pembelajaran kooperatif.

Dengan model pembelajaran kooperatif, maka diharapkan dapat mengatasi

kesulitan siswa dalam mempelajari matematika dan siswa dapat menemukan

penyelesaian-penyelesaian masalah dari soal-soal pemecahan masalah di dalam

kehidupan sehari-hari.

Trianto (2009: 57) menyatakan bahwa :

(23)

11

Untuk itu peneliti mencoba menerapkan model pembelajaran

kooperatif. Dalam hal ini penulis memilih dua tipe pembelajaran yaitu

pembelajaran kooperatif tipe Number Head Together (NHT) dan Student

Teams Achievement Division (STAD). Menurut (Sanjaya 2013: 3) bahwa pembelajaran kooperatif tipe Numbered Head Together (NHT) merupakan

teknik yang baik dalam merangsang siswa untuk lebih aktif dan berpikir kritis

karena siswa diberikan kesempatan untuk mencari sendiri pemecahan masalah

dengan kerjasama kelompok sehingga mereka lebih mudah memahami materi.

Model pembelajaran ini merupakan sebuah varian diskusi kelompok dengan

ciri khasnya adalah guru hanya menunjuk seorang siswa yang mewakili

kelompoknya tanpa memberi tahu terlebih dahulu siapa yang mewakili

kelompoknya itu.

Selain model kooperatif tipe Numbered Head Together (NHT),

pembelajaran kooperatif yang dirancang untuk mempengaruhi pola interaksi

siswa adalah model kooperatif tipe Student Teams Achievement Division

(STAD) merupakan salah satu tipe dari model pembelajaran kooperatif dengan

menggunakan kelompok-kelompok kecil dengan jumlah anggota tiap

kelompok 4-5 orang yang saling membantu satu sama lain dan merupakan

campuran tingkat kemampuan, jenis kelamin dan suku. Pada hakikatnya model

ini menggali dan mengembangkan keterlibatan siswa secara aktif dalam proses

belajar mengajar untuk meningkatkan pemahaman materi melalui kerjasama

kelompok dan ini baik untuk diterapkan pada materi pelajaran yang dirasakan

guru sangat sulit dipahami siswa dan salah satunya adalah mata pelajaran

matematika.

Penelitian yang dilakukan di SMP Etis Landia Medan ini menggunakan

dua model pembelajaran yang berbeda yaitu kooperatif tipe Numbered Head

Together (NHT) dan kooperatif tipe Student Teams Achievement Division (STAD). Pembelajaran kooperatif tipe NHT diterapkan di kelas IX-1

(eksperimen A) yang terdiri dari 30 siswa dan pembelajaran kooperatif tipe

STAD diterapkan di kelas IX-B (eksperimen B) yang terdiri dari 30 siswa.

(24)

12

pembelajaran kooperatif tipe STAD lebih efektif dibandingkan dengan kelas

yang diajarkan dengan pembelajaran kooperatif tipe NHT.

Peneliti melihat bahwa pada pembelajaran matematika dengan

menggunakan model kooperatif baik menggunakan tipe STAD maupun tipe

NHT sama-sama dapat meningkatkan keaktifan siswa dalam pembelajaran.

Pada model kooperatif tipe STAD siswa lebih antusias dalam mengikuti

pembelajaran. Peneliti melihat ini kemungkinan karena adanya kegiatan

penyelidikan dan presentasi dari masing-masing kelompok. Sedangkan pada

model kooperatif tipe NHT kelas jadi sedikit lebih ribut dan lambat karena

siswa yang akan mempresentasikan hasilnya di acak sesuai dengan nomor

kepala yang diundi.

Peneliti juga mendapatkan beberapa kendala-kendala dalam penelitian

ini. Peneliti merasa sedikit kewalahan saat hendak mengundi nomor kepala

dimana siswa yang nomor kepala dan kelompoknya keluar belum bersedia

untuk maju kedepan. Tetapi hal ini tidak ditemukan dalam model kooperatif

tipe STAD.

Berdasarkan uraian diatas penulis tertarik untuk mencari tahu

bagaimana perbedaan kemampuan pemecahan masalah matematika siswa yang

diajar dengan menggunakan pembelajaran kooperatif tipe Number Head

Together (NHT) dan Student Teams Achievement Division (STAD) yang diharapkan dapat meningkatkan kemampuan pemecahan masalah matematika

siswa.

Berdasarkan latar belakang yang diuraikan tersebut, maka peneliti

tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul “Perbedaan Kemampuan

(25)

13

1.2 Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah di atas, beberapa masalah yang

dapat diidentifikasikan dalam penelitian ini adalah :

1. Rendahnya kemampuan pemecahan masalah matematika siswa

2. Pembelajaran matematika masih dianggap sulit dan menakutkan

dibandingkan dengan mata pelajaran lain.

3. Metode yang diterapkan guru masih bersifat konvensional.

4. Model pembelajaran yang digunakan guru kurang bervariasi

5. Rendahnya minat belajar siswa dalam belajar matematika

6. Motivasi belajar matematika siswa masih rendah

1.3 Batasan Masalah

Berdasarkan latar belakang dan identifikasi masalah, maka masalah

penelitian dibatasi pada kemampuan pemecahan masalah matematika siswa

pada materi kubus dan balok di kelas IX SMP Etis Landia tahun pelajaran

2016/2017 dan metode yang diterapkan dibatasi pada Model Pembelajaran

Kooperatif tipe Number Head Together (NHT) dengan Model Pembelajaran

Kooperatif tipe Student Teams Achievement Division (STAD).

1.4 Rumusan Masalah

Berdasarkan batasan masalah di atas, rumusan masalah dalam penelitian ini adalah :

1. Apakah terdapat perbedaan kemampuan pemecahan masalah

matematika siswa yang diajar melalui model pembelajaran

kooperatif tipe Number Head Together (NHT) dan tipe Student

Teams Achievement Division (STAD) kelas IX SMP Etis Landia Medan.

2. Apakah kemampuan pemecahan masalah matematika siswa yang

diajar melalui model pembelajaran kooperatif tipe NHT lebih baik

daripada model pembelajaran kooperatif tipe STAD pada materi

(26)

14

1.5 Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah

1. Untuk mengetahui terdapat perbedaan kemampuan pemecahan

masalah matematika siswa yang diajar melalui model pembelajaran

kooperatif tipe Number Head Together (NHT) dan tipe Student

Teams Achievement Division (STAD) kelas IX SMP Etis Landia Medan

2. Untuk mengetahui kemampuan pemecahan masalah matematika

siswa yang diajar menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe

NHT lebih baik daripada tipe STAD pada materi kubus dan balok

kelas IX SMP Etis Landia Medan.

1.6 Manfaat Penelitian

Manfaat dari penelitan ini adalah :

1. Untuk menambah pengalaman atau wawasan bagi peneliti dalam

melaksanakan praktek pembelajaran pada siswa di masa yang akan

datang

2. Memberikan kesempatan bagi siswa untuk lebih berperan aktif dalam

pembelajaran matematika

3. Bagi guru, dapat memperluas wawasan pengetahuan mengenai teori

belajar dalam membantu siswa guna meningkatkan kemampuan

pemecahan masalah matematika siswa.

4. Bagi siswa, melalui pendekatan kontekstual dan model Number Heads

Together (NHT) ini dapat membantu siswa meningkatkan kemampuan

pemecahan masalah matematika siswa dan mengembangkan

kemampuan berpikir kritis siswa.

(27)

69 BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan

Adapun yang menjadi kesimpulan dalam penelitian ini adalah:

1. Terdapat perbedaan kemampuan pemecahan masalah matematika siswa

melalui model pembelajaran kooperatif tipe Number Head Together (NHT)

dan tipe Student Teams Achievement Division (STAD) kelas IX SMP Etis

Landia Medan dengan rata-rata nilai kemampuan pemecahan masalah

matematika berturut-turut adalah 34,9 dan 37,23.

2. Kemampuan pemecahan masalah matematika siswa melalui model

pembelajaran kooperatif tipe Student Teams Achievement Division (STAD)

lebih baik daripada Number Head Together (NHT) . Hal ini berdasarkan hasil

pengujian hipotesis diperoleh nilai thitung = 4,467 dan ttabel = 2,002 dengan dk =

60 dan taraf signifikan  = 0,05 sehingga terlihat yaitu 4,467

> 2,002 yang berarti bahwa Ho ditolak dan Ha diterima.

5.2.Saran

Berdasarkan hasil penelitian ini maka saran yang dapat peneliti berikan adalah:

1. Kepada Guru

Dalam setiap pembelajaran sebaiknya menciptakan suasana belajar yang

memberi kesempatan kepada siswa untuk mengembangkan kemampuan

pemecahan masalah sehingga menciptakan suasana belajar yang lebih aktif,

sehingga disarankan hendaknya guru dapat menerapkan model pembelajaran

kooperatif tipe Number Head Together (NHT) dan Student Teams

(28)

70

2. Kepada Peneliti Lanjutan

Hasil dan perangkat penelitian ini dapat dijadikan pertimbangan untuk

menggunakan model Number Head Together (NHT) dan Student Teams

(29)

71

DAFTAR PUSTAKA

Abdurrahman, M., (2009), Pendidikan Bagi Anak Yang Berkesulitan Belajar, Rikena Cipta, Jakarta.

Arikunto, S., (2006), Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Prakti, PenerbitPT Rineka Cipta, Jakarta.

Hamalik, O,( 2010), Proses Belajar mengajar.PT Bumi Aksara, Jakarta.

Hamalik, O, (2006), Perencanaan Pengajaran Berdasarkan Pendekatan Sistem, PT Bumi Aksara, Jakarta.

Herdy. (2009). Model Pembelajaran Numbered Head Together (NHT). (online). Tersedia: https://herdy07.wordpress.com/2009/04/22/model-pembelajaran-nht-numbered-head-together/ (diakses 20 Januari 2015)

Hotlina Siregar .(2014) .Perbedaan hasil belajar siswa yang diajar dengan model kooperatif tipe Numbered Head Together (NHT) dan tipe Student Achievement Division (STAD) pada materi lingkaran di kelas VIII SMPN 17 Medan. Medan: Skripsi Universitas Negeri Medan

Halimatussa’diah. (2014) . upaya peningkatan aktivitas belajar siswa dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe STAD pada materi kubus dan balok di kelas VII SMPN 2 medan ta. 2013/2014 . Medan: Skripsi Universitas Negeri Medan

Hudojo, H, (2005), Pengembangan Kurikulum dan Pembelajaran Matematika, UM PRESS, Surabaya.

Isjoni. 2009. Cooperative Learning. Bandung: Penerbit Alfabeta

Istarani, (2011), 58 Model pembelajaran Inovatif, MEDIA PERSADA, Medan

Karnasih, I, (2015), Pengajaran dan Pembelajaran Matematika,Gedung Lembaga Penelitian. Medan

(30)

72

Sanjaya, W., (2010), Strategi Pembelajaran Berorientasi Standard Proses Pendidikan, Penerbit Kencana, Jakarta.

Slameto, 2010, Belajar dan Faktor-Faktor Yang Mempengaruhinya, Rineka Cipta, Jakarta.

Syah, Muhibbin, (2010), Psikologi Pendidikan dengan Pendekatan Baru, PT Remaja Rosdakarya, Bandung

Sudjana, N., (2005), Metoda Statistika, Tarsito, Bandung.

Sagala, Syaiful. 2009. Konsep dan Makna Pembelajaran. Bandung: Penerbit Alfabeta

Sudjana, Nana2009.Penilaian Hasil Belajar Mengajar.Bandung: Penerbit Remaja Rosdakarya

Suherman, Erman, (2009), Pendekatan Kontekstual dalam Pembelajaran Matematika, http;//educare.e-fkipunla.net.

Sumarmo (2003) (http://educare.efkipunla.net /index .php option .com)

Trianto, (2011).,Model-Model Pembelajaran Inovatif Berorientasi Konstruktivistik, Penerbit : Prestasi Pustaka, Jakarta.

Wena, Made, (2011), Strategi Pembelajaran Inovatif Kontemporer, Penerbit Bumi Aksara, Jakarta.

Gambar

Gambar 2.1. Kubus    Gambar 2.2. Jaring-jaring Kubus Gambar 2.3. Balok

Referensi

Dokumen terkait

Sebagai contoh dengan menggunakan query “Siapa saja pejabat yang menjadi tersangka kasus ilegal logging ?” akan diperoleh kandidat seperti pada Gambar 15.Indeks pada

Dari latar belakang tersebut diatas, maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian yang berjudul ’’PENGARUH PEMBERIAN BANTUAN OPERASIONAL SEKOLAH DAN KEMAMPUAN EKONOMI ORANG TUA

bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 17 ayat (1) Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah sebagaimana telah diubah beberapa kali terakhir

Dari satu stasiun GPS Singapura NTUS dapat dikembangkan model TEC ionosfer di atas Sumatra dan sekitarnya yang mana cakupan model tersebut tergantung pada sudut elevasi minimum

Alm Ayah dan Ibu yang tercinta, terima kasih atas segala doa, kasih sayang, pengorbanan, semangat, dan dukungan kalian kepadaku sehingga aku dapat menempuh perkuliahan

Hambatan siswa dalam memecahkan masalah matematis yaitu, siswa belum.. memahami masalah dengan baik, tidak dapat membuat rencana/

Sistem JPKM ini merupakan sistem asuransi bagi keluarga mampu sehingga kedepan diharapkan akan mengurangi beban Pemerintah daerah Kabupaten Polewali Mandar di bidang kesehatan

Landasan aksiologis (sumber nilai) sistem politik Indonesia adalah dalam Pembukaan UUD 1945 alinea IV yang berbunyi “……maka disusunlah kemerdekaan kebangsaan