PERBEDAAN KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIKA SISWA YANG DIAJAR MELALUI MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE
(NHT) DENGAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE (STAD) PADA POKOK BAHASAN KUBUS DAN BALOK
KELAS IX SMP ETIS LANDIA MEDAN T.A 2016/2017
Oleh :
Cinde Claudi Sihite NIM.4121111005
Program Studi Pendidikan Matematika
SKRIPSI
Diajukan Untuk Memenuhi Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS NEGERI MEDAN
ii
RIWAYAT HIDUP
Cinde Claudi Sihite dilahirkan pada tanggal 20 Januari 1995 di Parsingguran Kec.
Polung, Ayah bernama Hasian Sihite dan Ibu bernama Sontaria Pasaribu dan
merupakan anak keempat dari lima bersaudara. Pada tahun 2000, penulis
bersekolah di SDN 173413 Pollung dan lulus pada tahun 2006. Pada tahun 2006,
penulis melanjutkan studi di SMP Negeri 1 Pollung dan lulus pada tahun 2009.
Pada tahun 2009, penulis melanjutkan studi di SMA Negeri 1 Pollung dan lulus
pada tahun 2012. Pada tahun 2012, Melalui jalur Seleksi Nasional Masuk
Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN) Undangan pada tahun 2012, penulis
diterima di Program Studi Pendidikan Matematika Jurusan Matematika Fakultas
iii
PERBEDAAN KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIKA SISWA YANG DIAJAR MELALUI MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF
TIPE (NHT) DENGAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE (STAD) PADA POKOK BAHASAN KUBUS DAN BALOK
KELAS IX SMP ETIS LANDIA MEDAN T.A 2016/2017
Cinde Claudi Sihite (NIM.4121111005) ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah terdapat perbedaan kemampuan pemecahan masalah matematika siswa yang diajar dengan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe NHT dengan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD di SMP Etis Landia Medan pada materi Kubus dan Balok T.A 2016/2017 dan apakah kemampuan pemecahan masalah matematika siswa yang diajar dengan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe NHT lebih baik dari pada kemampuan pemecahan masalah matematika siswa yang diajar dengan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD pada materi Kubus dan Balok T.A 2016/2017. Jenis penelitian ini adalah eksperimen semu. Populasi dalam penelitian ini adalah semua siswa kelas IX SMP Etis Landia yang terdiri dari 5 kelas dan yang menjadi sampel penelitian adalah 2 kelas yang telah dipilih secara acak yaitu kelas IX-1 menjadi kelas eksperimen A dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe NHT dan kelas IX-2 menjadi kelas eksperimen B dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe STAD . Pada kelas eksperimen A nilai rata-rata posttest adalah 34,9 sedangkan pada kelas eksperimen B nilai rata-rata posttest adalah 37,23 Setelah diuji terbukti data berdistribusi normal dan homogen. Setelah data terbukti berdistribusi normal dan homogen dilakukan uji hipotesis untuk menjawab hipotesis penelitian dengan menggunakan uji t pihak kanan. Dari hasil uji hipotesis diperoleh thitung (4,467) > (2.002). Hal ini menunjukkan bahwa terdapat perbedaan kemampuan pemecahan masalah matematika siswa yang diajar dengan model pembelajaran NHT dan STAD.
iv
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yesus Kristus atas segala
limpahan berkat dan karunia-Nya yang memberikan kesehatan, kesempatan, dan
kemudahan kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang
berjudul “Perbedaan Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika Siswa Yang
Diajar Melalui Model Pembelajaran Kooperatif tipe (NHT) dengan Model
Pembelajaran Kooperatif tipe (STAD) Pada Pokok Bahasan Kubus dan Balok Kelas IX SMP Etis Landia Medan T.A 2016/2017”.Skripsi ini disusun untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Pendidikan Matematika, Fakultas
Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Negeri Medan.
Pada kesempatan ini penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada
Bapak Dr. H.Banjarnahor, M.Pd selaku Dosen Pembimbing Skripsi yang telah
banyak memberikan bimbingan dan saran yang membangun sejak penyusunan
proposal, penelitian sampai dengan selesainya penulisan skripsi ini. Ucapan terima
kasih juga disampaikan kepada Bapak Prof.Dr.Edi Syahputra, M.Pd, Bapak
Prof.Dr.Mukhtar, M.Pd, dan Bapak Drs.W.L.Sihombing, M.Pd selaku Dosen Penguji
yang telah memberikan masukan dan saran mulai dari rencana penelitian sampai
selesainya penyusunan skripsi ini. Terima kasih juga disampaikan kepada Ibu
Dra.N.Manurung, M.Pd selaku dosen Pembimbing Akademik yang telah memberikan
bimbingan dan saran dalam perkuliahan.
Ucapan terima kasih juga disampaikan kepada Bapak Prof. Dr. Syawal
Gultom, M.Pd selaku Rektor UNIMED, Bapak Dr. Asrin Lubis, M.Pd selaku Dekan
FMIPA, Bapak Dr. Edy Surya, M.Si, Bapak Drs. Yasifati Hia, M.Si, dan Bapak Drs.
Zul Amry, M.Si, Ph.D selaku ketua jurusan, sekretaris jurusan, dan ketua program
studi pendidikan matematika FMIPA UNIMED serta seluruh Bapak, Ibu Dosen dan
Staf Pegawai Jurusan Matematika FMIPA UNIMED yang sudah membantu penulis.
v
M.Sc, Bapak Muhammad Badzlan Darari, M.Pd selaku validator instrumen penelitian
yang telah banyak memberi saran. Ucapan terima kasih juga disampaikan kepada
Bapak Drs.Jatogi Sihotang, SH,MH,M.Pd selaku Kepala Sekolah dan guru bidang
studi matematika SMP Etis Landia Medan, guru, staf, pegawai, dan siswa-siswi kelas
IX-1 dan kelas IX-2 SMP Etis Landia Medan yang telah banyak membantu penulis
selama penelitian.
Teristimewa penulis mengucapkan terima kasih kepada Ayahanda H.Sihite
dan Ibunda S.Pasaribu yang selalu mendoakan serta memberikan dukungan yang tak
terhingga kepada penulis selama menjalani pendidikan hingga menyelesaikan skripsi
ini. Terima kasih juga kepada abang tercinta Irwan Sihite, Eko Sihite, kakak tercinta
Cindy Sihite dan adik tercinta Sonia Sihite yang selalu memberikan dukungan yang
tak terhingga kepada penulis. Ucapan terima kasih juga penulis ucapkan kepada
sahabat selama perkuliahan, Novi, Irma,Dwi Nur, Icha dan semua teman-teman DIK
A Matematika 2012 yang telah banyak membantu dan memotivasi penulis. Terima
kasih juga diucapkan kepada teman-teman PPLT SMP Negeri 1 Sinar (Mariana,
Indri, Lilis, Lentare,dll). Dan ucapan terima kasih juga diucapkan kepada orang
terkasih Jenius Hatorangan Sitohang (Mon Mine) yang senantiasa memberikan
motivasi, dukungan, semangat dan doa kepada penulis.
Penulis telah berupaya semaksimal mungkin dalam penyelesaian skripsi ini,
namun penulis menyadari masih banyak kelemahan baik dari segi isi maupun tata
bahasa. Untuk itu, penulis mengharapkan saran dan kritik yang bersifat membangun
dari pembaca demi sempurnanya skripsi ini. Kiranya skripsi ini bermanfaat dalam
memperkaya khasanah ilmu pendidikan.
Medan, Agustus 2016 Penulis,
vi
DAFTAR ISI
Halaman
Lembar Pengesahan i
Riwayat Hidup ii
Abstrak iii
Kata Pengantar iv
Daftar Isi vi
Daftar Gambar viii
Daftar Tabel ix
Daftar Lampiran x BAB I PENDAHULUAN 1
1.1 Latar Belakang Masalah 1
1.2 Identifikasi Masalah 13 1.3 Batasan Masalah 13 1.4 Rumusan Masalah 13 1.5 Tujuan Penelitian 14
1.6 Manfaat Penelitian 14
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 15 2.1 Kerangka Teoritis 15
2.1.1. Pengertian Belajar 15
2.1.2. Pembelajaran Matematika 16
2.1.3. Masalah dalam Matematika 17
2.1.4. Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika 19
2.1.5 Model Pembelajaran Kooperatif 23 2.1.6 Model Pembelajaran Kooperatif Numbered Head Together (NHT) 25
2.1.7 Model Pembelajaran Kooperatif tipe STAD 29
2.1.8 Teori Belajar yang Mendukung Pembelajaran Kooperatif tpie NHT dan tipe STAD 34
2.2 Materi Pelajaran Kubus dan Balok 36
2.3 Kerangka Konseptual 41
2.4 Hipotesis Penelitian 43
BAB III METODE PENELITIAN 44
3.1 Jenis Penelitian 44
3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian 44
3.3 Populasi dan Sampel 44
3.4 Jenis dan Desain Penelitian 45
3.5 Prosedur Penelitian 46
3.6 Variabel Penelitian 48 3.7 Instrumen Pengumpulan Data 48
vii
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
4.1. Deskripsi Hasil penelitian 61
4.2 Analisi Dan Data Hasil Belajar 62
4.2.1 Uji Normalitas Data 62
4.2.2 Uji Homogenitas Data 62
4.2.3 Uji Hipotesis 63
4.3. Pembahasan Hasil Penelitian 64
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. Kesimpulan 69
5.2. Saran 69
ix
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 2.1 Perbedaan Langkah-langkah Pemecahan Masalah 23 Tabel 2.2. Langkah-Langkah Model Pembelajaran Kooperatif 24 Tabel 2.3. Langkah-langkah pembelajaran kooperatif tipe NHT 28 Tabel 2.4. Kelebihan dan Kelemahan Pembelajaran NHT 29 Tabel 2.5. Fase-fase Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD 32 Tabel 2.6. Kelebihan dan Kekurangan Model Pembelajaran STAD 33 Tabel 2.7. Perbedaan model pembelajaran NHT dengan STAD 35
Tabel 3.1 Rincian Populasi Penelitian 44
Tabel 3.2 Desain Penelitian 46
Tabel 3.3 Kisi-kisi Postest Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika
Siswa 49
Tabel 3.4 Alternatif Pemberian Skor Pemecahan Masalah 50
Tabel 3.5 Hasil Perhitungan Validitas Tes 52
Tabel 3.6 Hasil Perhitungan Tingkat Kesukaran 53 Tabel 3.7 Hasil Perhitungan Daya Pembeda Soal 54
Tabel 3.8 Kriteria Tingkat Penguasaan Siswa 60
viii
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 2.1. Kubus 36
Gambar 2.2. Jaring-jaring Kubus 37
Gambar 2.3. Balok 37
Gambar 2.4. Jaring-jaring Balok 39
Gambar 2.5. Luas Permukaan Kubus 39
Gambar 2.6. Volume Kubus dan Balok 40
x
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
Lampiran 1 Rencana Pelaksanaan Pembelajaran-1 73
Lampiran 2 Rencana Pelaksanaan Pembelajaran-2 82
Lampiran 3 Rencana Pelaksanaan Pembelajaran-1 89
Lampiran 4 Rencana Pelaksanaan Pembelajaran-2 97
Lampiran 5 LAS- 1 103
Lampiran 6 Alternatif LAS-1 110
Lampiran 7 LAS- 2 117
Lampiran 8 Alternatif LAS-2 122
Lampiran 9 Lembar Valididtas Soal Posttest 128
Lampiran 10 Kisi-Kisi Posttest 131
Lampiran 11 Tes Kemampuan Pemecahan Masalah (Posttest) 133
Lampiran 12 Alternatif Jawaban Posttest 136
Lampiran 13 Pedoman Penskoran Tes Kemampuan Pemecahan Masalah 140
Lampiran 14 Lembar Observasi Aktivitas Guru 141
Lampiran 15 Perhitungan Validitas Tes 145
Lampiran 16 Perhitungan Reliabilitas 147
Lampiran 17 Tabel Indeks Kesukaran dan Daya Beda Soal 149
Lampiran 18 Perhitungan Tingkat Kesukaran dan Daya Beda Soal 150
Lampiran 19 Data Nilai Postest Kelas NHT dan Kelas STAD 152
Lampiran 20 Prosedur Perhitungan Rata-Rata, Varians, dan Simpangan Baku 154
Lampiran 21 Perhitungan Uji Normalitas 156
xi
Lampiran 23 Perhitungan Uji Hipotesis 161
Lampiran 24 Skor Butir Soal Proses Jawaban Kelas Eksperimen A 164
Lampiran 25 Skor Butir Soal Proses Jawaban Kelas Eksperimen B 165
Lampiran 26 Hasil Tes Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika Siswa 166
Lampiran 27 Tabel Wilayah Luas Bawah Kurva Normal 0 ke Z 169
Lampiran 28 Daftar Nilai Kritis Untuk Uji Liliefors 170
Lampiran 29 Daftar Nilai Persentil Untuk Distribusi F 171
Lampiran 30 Daftar Nilai Persentil Untuk Distribusi t 173
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1Latar Belakang Masalah
Pada era modern sekarang ini peningkatan mutu sumber daya manusia
(SDM) menjadi prioritas utama dalam pembangunan suatu bangsa. Peningkatan
mutu sumber daya manusia diharapkan dapat merealisasikan potensi dan
kemampuan yang dimiliki oleh setiap manusia, sehigga menjadi bermanfaat bagi
dirinya dan masyarakat. Kondisi ini dapat dicapai apabila pelaksanaan pendidikan
yang bermutu diterapkan dan sesuai kebutuhan disegala bidang. Karena kemajuan
suatu bangsa ditentukan oleh kreatifitas pendidikan bangsa itu sendiri dan
kompleksnya masalah kehidupan menuntut sumber daya manusia yang handal dan
mampu berkompetensi. Selain itu, pendidikan merupakan wadah kegiatan yang
dapat dipandang sebagai pencetak sumber daya manusia yang bermutu tinggi.
Seperti yang tercantum dalam UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem
Pendidikan Nasional (dalam Trianto, 2011: 1)
Pendidikan Nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa. Pendidikan bertujuan untuk mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia,sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga Negara yang demokratis serta bertanggung jawab.
Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi turut mewarnai dunia
pendidikan kita dewasa ini, dimana tantangan tentang peningkatan mutu relevansi
dan efektivitas pendidikan saat ini sebagai tuntutan nasional yang sejalan dengan
perkembangan dan kemajuan masyarakat yang terbukti nyata pada program
pendidikan dan kurikulum sekolah.
Matematika merupakan ilmu yang mendasari perkembangan teknologi,
mempunyai peranan penting dalam berbagai disiplin ilmu dan memajukan daya
pikir manusia. Untuk menguasai dan menciptakan teknologi, diperlukan
2
mata pelajaran yang diberikan pada setiap jenjang pendidikan dari mulai
pendidikan dasar (SD) sampai dengan sekolah menengah atas bahkan Perguruan
Tinggi.
Pada bidang studi matematika tahun 2007, diknas telah menetapkan tujuan
pembelajaran matematika dalam kurikulum Indonesia yakni untuk meningkatkan
(1) kemampuan pemecahan masalah, (2) kemampuan berargumentasi (reasoning),
(3) kemampuan berkomunikasi (communication), (4) kemampuan membuat
koneksi (connection), (5) kemampuan representasi (representation).
Menurut Abdurrahman (2009:204), ada beberapa alasan tentang perlunya
siswa belajar matematika yaituantara lain :
(1) selalu digunakan dalam kehidupan sehari-hari; (2) semua bidang studi memerlukan keterampilan matematika yang sesuai; (3) merupakan sarana komunikasi yang kuat, singkat dan jelas; (4) dapat digunakan untuk menyajikan informasi dalam berbagai cara; (5) meningkatkan kemampuan berpikir logis, ketelitian, dan kesadaran keruangan , dan; (6) memberikan kemampuan terhadap usaha memecahkan masalah yang menantang.
Namun faktanya, matematika adalah mata pelajaran yang dianggap sulit
dalam tiap pembelajarannya. kebanyakan masyarakat berpendapat bahwa
matematika itu tidak berguna dalam kehidupan, hal ini disebabkan selama
menempuh pelajaran matematika di bangku sekolah, guru jarang memberikan
informasi mengenai penerapannya dalam kehidupan nyata. Pelajaran matematika
tidak hanya membuat siswa terampil dalam menghitung dan kemampuan
menyelesaikan soal, sikap dan kemampuan menerapkan matematika merupakan
hal terpenting untuk membentuk kemampuan peserta didik dalam pemecahan
masalah sehari-hari yang dihadapinya kelak. Anggapan tersebut tidak terlepas dari
persepsi yang berkembang dalam masyarakat tentang matematika yang dianggap
sebagai ilmu yang kering, abstrak, teoritis, penuh dengan lambang-lambang dan
rumus-rumus yang sulit dan membingungkan. Hal ini akan berdampak buruk
terhadap prestasi belajar matematika siswa. Dalam proses kegiatan belajar
mengajar kebanyakan guru masih menggunakan model pembelajaran yang kurang
bervariasi sehingga banyak siswa yang merasa jenuh dengan pembelajaran
3
kurangnya keterlibatan siswa dalam proses belajar mengajar. Ketidaktepatan guru
dalam merancang dan melaksanakan pembelajaran menjadi salah satu faktor
penyebab prestasi belajar matematika siswa rendah.
Kenyataan yang kurang memuaskan diatas, salah satunya disebabkan
karena kemampuan pemecahan masalah matematis siswa masih rendah.
Kemampuan memecahkan masalah perlu menjadi fokus perhatian dalam
pembelajaran matematika, karena dengan berusaha untuk mencari pemecahan
masalah secara mandiri akan memberikan suatu pengalaman konkret sehingga
dengan pengalaman tersebut dapat digunakan untuk memecahkan
masalah-masalah serupa. Dalam hal kemampuan masalah-masalah Bruner (dalam Trianto, 2009 :
91) mengatakan bahwa berusaha sendiri untuk mencari pemecahan masalah serta
pengetahuan yang menyertainya, menghasilkan pengetahuan yang benar-benar
bermakna.
Arends (dalam Trianto, 2009 : 90) mengemukakan bahwa :
Dalam mengajar guru selalu menuntut siswa untuk belajar dan jarang memberikan pelajaran tentang bagaimana siswa untuk belajar, guru juga menuntut siswa untuk menyelesaikan masalah, tapi jarang mengajarkan bagaimana siswa seharusnya menyelesaikan masalah.
Fakta tersebut menunjukkan bahwa proses pembelajaran belum berjalan
dengan baik. Salah satu faktor yang menyebabkan hal tersebut adalah kurangnya
perencanaan dalam proses pembelajaran sehingga kegiatan belajar mengajar tidak
terorganisir dengan baik. Guru masih mendominasi aktivitas pembelajaran.
Karena dalam belajar, siswa tidak hanya berinteraksi dengan guru sebagai salah
satu sumber belajar, tetapi mungkin berinteraksi dengan keseluruhan sumber
belajar yang dipakai untuk mencapai tujuan pembelajaran. Guru juga jarang
menyampaikan informasi mengenai suatu materi terhadap penerapannya dalam
dunia nyata.
Menurut Abdurrahman (2012 : 20 ) faktor penyebab prestasi belajar
matematika siswa rendah bahwa :
4
yang berorientasi pada pendekatan tradisional yang menempatkan peserta didik dalam proses belajar mengajar sebagai pendengar.
Selanjutnya Trianto (2011:1) menyatakan bahwa:
Berdasarkan hasil penelitian terhadap rendahnya hasil belajar peserta didik, hal tersebut disebabkan oleh proses pembelajaran yang didominasi oleh pembelajaran tradisional. Pada pembelajaran ini suasana kelas cenderung teacher-centred sehingga siswa menjadi pasif.
Pandangan bahwa kemampuan menyelesaikan masalah merupakan tujuan
umum pembelajaran matematika, mengandung pengertian bahwa matematika
dapat membantu mengasah kemampuan memecahkan persoalan, baik dalam
pelajaran lain maupun dalam kehidupan sehari-hari. Oleh karena kemampuan
pemecahan masalah ini menjadi tujuan umum pembelajaran matematika.
Pandangan pemecahan masalah sebagai inti dan utama dalam kurikulum
matematika, berarti pemecahan lebih mengutamakan proses dan strategi yang
dilakukan siswa dalam menyelesaikan dari pada hanya sekedar hasil, sehingga
keterampilan proses dan strategi dalam memecahkan masalah tersebut menjadi
kemampuan dasar dalam belajar matematika.
Pembelajaran yang kurang melibatkan siswa secara aktif dalam belajar,
dapat menghambat kemampuan belajar matematika siswa dalam pemecahan
masalah, sehingga perlu dipilih dan diterapkan suatu pendekatan pembelajaran.
Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) menghendaki suatu belajar yang
alamiah, yaitu siswa belajar dengan sungguh-sungguh dengan cara mengalami dan
menemukan sendiri pengalaman belajarnya. Ketika siswa belajar matematika,
maka yang dipelajari adalah penerapan matematika yang dekat dengan kehidupan
siswa. Situasi pembelajaran sebaiknya dapat menyajikan fenomena dunia nyata,
masalah yang autentik dan bermakna yang dapat menantang siswa untuk
memecahkannya.
Pemilihan model pembelajaran yang bervariasi akan membantu
meningkatkan kegiatan belajar mengajar dan menumbuhkan motivasi siswa untuk
belajar dalam memecahkan suatu masalah matematika. Agar siswa dapat belajar
dengan baik, maka model pembelajaran harus diusahakan seefisien dan seefektif
5
guru yang kurang baik akan mempengaruhi belajar siswa yang tidak baik
pula.”Faktor lain yang menyebabkan rendahnya kemampuan pemecahan masalah
matematis siswa adalahkurangnya minat siswa dalam mengikuti pelajaran
matematika.Hal ini disebabkan adanya anggapan bahwa matematika adalah salah
satu mata pelajaran yang paling sulit dan menakutkan dibandingkan dengan mata
pelajaran lain.
Guru merupakan komponen pengajaran yang memiliki peranan penting
dan utama, karena keberhasilan proses belajar mengajar sangat ditentukan
oleh faktor guru. Keberhasilan guru dalam menyampaikan materi sangat
tergantung pada kelancaran interaksi komunikasi antara guru dengan
siswanya. Mengingat hal tersebut, seorang guru matematika dituntut untuk
memahami dan mengembangkan suatu strategi pengajaran di dalam kelas untuk
mencapai suatu tujuan pembelajaran.
Menurut Hamalik (2010 : 212 ) tujuan pendidikan yang mendasari strategi
tersebut adalah :
1. Untuk menambah rasa percaya diri dan kemampuan pelajar melalui
partisipasi belajar aktif
2. Untuk menciptakan interaksi sosial yang positif guna untuk memperbaiki
hubungan sosial dalam kelas
Dalam pembelajaran matematika, seorang siswa tidak cukup hanya
memiliki kemampuan untuk menyelesaikan suatu soal matematika. Tuntutan yang
terbatas pada penyelesaian soal matematika cenderung mengarahkan siswa untuk
berpikir procedural, menggunakan rumus tanpa memahami makna suatu rumus,
Namun pada kenyataanya kemampuan pemecahan masalah matematik siswa SMP
masihrendah. Matematika disadari sangat penting peranannya. Namun tingginya
tuntutan untuk menguasai matematika tidak berbanding lurus dengan hasil belajar
matematika siswa. Kenyataan yang ada menunjukkan hasil belajar siswa pada
bidang studi matematika kurang menggembirakan. Pemerintah, khususnya
Departemen Pendidikan Nasional telah berupaya untuk meningkatkan kualitas
pendidikan salah satunya pendidikan matematika, baik melalui peningkatan
6
prestasi belajar siswa melalui peningkatan standar minimal nilai Ujian Nasional
untuk kelulusan pada mata pelajaran matematika. Namun ternyata prestasi belajar
matematika siswa masih jauh dari harapan. Dari hasil TIMSS (Trend in
International Mathematics and Science Study) http://litbang.kemdikbud.go.id/, Survei Internasional tentang prestasi matematika dan sains siswa SMP Kelas VIII,
yang diterbitkan oleh Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan memperlihatkan
bahwa skor yang diraih Indonesia masi dibawah skor rata-rata internasional. Hasil
studi TIMSS 2003, Indonesia berada di peringkat ke-35 dari 46 negara peserta
dengan skor rata-rata 411, sedangkan skor rata-rata internasional 467. Hasil studi
TIMSS 2007, Indonesia berada di peringkat ke-36 dari 49 negara peserta dengan
skor rata-rata 397, sedangkan skor rata-rata internasional 500. Dan hasil terbaru,
yaitu hasil studi 2011, indonesia berada di peringkat ke-38 dari 42 negara peserta
dengan skor rata-rata 386, sedangkan skor rata-rata internasional 500. Jika
dibandingkan dengan negara ASEAN misal Singapura dan Malaysia, Posisi
Indonesia masih dibawah negara-negara tersebut. Hasil studi TIMSS 2003,
Singapura dan Malaysia berada di peringkat 1 dan 10 dengan skor rata-rata 605
dan 508. Hasil studi 2007, singapura dan Malaysia berada si peringkat 3 dan 20
dengan skor rata-rata 593 dan 474. Hasil studi TIMSS 2011, Singapura dan
Malaysia berada di peringkat 2 dan 26 dengan skor rata-rata 611 dan 440.
Fakta diatas sebagai bukti bahwa prestasi siswa Indonesia khususnya di
bidang studi matematika masih rendah dan kurang memuaskan, salah satunya
disebabkan karena kemampuan pemecahan matematika siswa masih rendah.
Pembelajaran matematika tidak hanya diarahkan pada peningkatan kemampuan
siswa dalam berhitung, tetapi juga diarahkan kepada peningkatan kemampuan
siswa dalam pemecahan masalah (Problem Solving), berdasarkan hasil belajar
matematika yang semacam itu maka Lerner (dalam Abdurrahman, 2012:204) Ada
tiga elemen penting dalam pembelajaran matematika, mengatakan bahwa
kurikulum bidang studi matematuka hendaknya mencakup 3 elemen, (1) konsep,
7
Konsep menunjukkan pada pemahaman dasar siswa. Siswa
mengembangkan suatu konsep ketika mereka mampu mengklasifikasikan atau
mengelompokkan benda-benda atau ketika mereka dapat menganalisis satu
nama dengan kelompok benda tertentu. Dengan pemahaman siswa terhadap
konsep dan dengan keterampilan yang mereka miliki, siswa akan mampu
menyelesaikan suatu masalah yang diberikan kepada mereka.
Dua dari ketiga elemen tersebut dijadikan sebagai tujuan belajar
matematika yang terangkum di dalam lampiran Peraturan Menteri Pendidikan
Nasional (Permendiknas) Nomor 20 tahun 2006 tentang standar isi, disebutkan
bahwa:
Pembelajaran matematika bertujuan supaya siswa memiliki kemampuan sebagai berikut: (1) memahami konsep matematika serta menjelaskan keterkaitan antar konsep; (2) menggunakan penalaran pada pola dan sifat; (3) memecahkan masalah yang meliputi kemampuan memahami masalah, merancang model matematika, menyelesaikan model dan menafsirkan solusi yang diperoleh; (4) mengkomunikasikan gagasan dengan simbol, tabel, diagram atau media lain dan (5) memiliki sifat menghargai kegunaan matematika dalm kehidupan.
Dari penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa salah satu tujuan
pembelajaran matematika adalah memahami konsep dan mampu memecahkan
masalah. Dengan pembelajaran matematika diharapkan siswa mampu
menghubungkan antara apa yang diketahui dalam soal dan apa yang ditanyakan
serta mampu menganalisis keterkaitan antara keduanya sehingga siswa dapat
menyelesaikan masalah dalam matematika, salah satu aspek yang ditekankan
dalam pembelajaran matematika adalah mengembangkan kemampuan
pemecahan masalah siswa.
Pemecahan masalah merupakan bagian dari strategi belajar mengajar
yang sangat penting terutama dalam kegiatan belajar mengajar matematika. Hal
ini seperti yang dikemukakan oleh Hudojo (2005: 130) menyatakan bahwa:
8
Pentingnya kemampuan pemecahan masalah ini dikemukakan oleh
Hudojo (2005:133) yang menyatakan bahwa:
(1) Siswa menjadi trampil menyeleksi informasi yang relevan, kemudian menganalisanya dan kemudian meneliti hasilnya; (2) Kepuasan intelektual akan timbul dari dalam, yang merupakan masalah instrinsik; (3) Potensi intelektual siswa meningkat; (4) Siswa belajar bagaimana melakukan penemuan dengan melalui proses melakukan penemuan
Tahapan pemecahan masalah dari Polya tersebut merupakan satu
kesatuan yang sangat penting untuk dikembangkan. Salah satu cara untuk
mengembangkan kemampuan anak dalam pemecahan masalah adalah melalui
penyediaan pengalaman pemecahan masalah. Untuk memperkenalkan suatu
strategi tertentu kepada siswa, diperlukan perencanaan yang matang. Sulit bagi
guru untuk dapat memperkenalkan setiap strategi pemecahan masalah dalam
waktu yang terbatas. Dan bagi siswa yang sudah belajar strategi tertentu, masih
memerlukan waktu untuk memperoleh kepercayaan diri dalam
mengembangkan kemampuan pemecahan masalahnya.
Dengan demikian, sudah sewajarnyalah pemecahan masalah ini harus
mendapat perhatian khusus, mengingat peranannya dalam mengembangkan
potensi intelektual siswa. Untuk mencari penyelesaian dari pemecahan masalah
matematika para siswa harus memanfaatkan pengetahuannya, dan melalui
proses ini mereka akan sering mengembangkan pemahaman matematika yang
baru.
Pengalaman peneliti pada saat melakukan Program Pelatihan Lapangan
(PPL) di sekolah SMP Negeri 1 Siantar Narumonda, ternyata masih banyak
guru menyampaikan materi pelajaran yang hanya menjelaskan tanpa
melibatkan siswa (bersifat konvensional) sehingga menyebabkan siswa
menjadi cenderung pasif dan kurang termotivasi dan kurang terampil
berkomunikasi dalam kegiatan belajar mengajar di dalam kelas. Sesungguhnya,
9
Hasil observasi melalui tes diagnostik sebanyak 3 butir soal tes pada
tanggal 26 Februari 2016 pada pokok bahasan kubus dan balok kepada 30
siswa di SMP Etis Landia Medan, hasilnya ternyata bahwa masih ada 24 siswa
(61,11 %) dapat memahami masalah dan terdapat 4 siswa (8,33%) masih
merencanakan pemecahan masalah dan strategi yang tidak relevan diperoleh 2
siswa (2,78% ) dan tidak ada siswa yang dapat membuat strategi pemecahan
masalah dalam menyelesaikan masalah dengan lengkap dan benar. Dapat
diambil kesimpulan bahwa kemampuan pemecahan masalah siswa masih
rendah. Selain memberi soal tes, peneliti juga mewawancarai seorang guru
matematika di SMP Etis Landia yaitu Sdr.Drs.Jatogi Sihotang, M.Pd, beliau
menyatakan bahwa:
Siswa hanya mampu menyelesaikan soal-soal matematika jika soal tersebut mirip atau serupa dengan contoh soal yang baru diberikan, jika soal tersebut bervariasi atau lain dari contoh soal yang diberikan maka siswa akan kesulitan untuk mengerjakan soal tersebut. Dalam mempelajari materi kubus dan balok, siswa cenderung kesulitan memahami dan mengerjakan soal-soal aplikasi.
Hal ini menunjukkan bahwa ada suatu kendala yang terjadi dalam
pembelajaran materi kubus dan balok, yaitu karena dalam pembelajaran siswa
hanya mampu sebatas mengingat atau menghafal tanpa adanya pemahaman
terhadap suatu materi dan juga menunjukkan bahwa aktivitas siswa dalam
belajar matematika masih rendah. Sudah tertanam dipikirannya bahwa
matematika sulit dan menakutkan, hal ini kemudian akan berdampak buruk
pada hasil belajarmereka. Oleh karena itu, diperlukan suatu metode yang dapat
mengajak siswa berperan aktif dalam proses pembelajaran.
Kegiatan mengajar merupakan suatu keterampilan mengajar yang harus
dikuasai oleh guru baik secara teori maupun praktek. Seorang guru harus
bersifat layaknya sebagai sosok yang mampu mengajak semua siswa untuk
mengikuti pelajarannya dengan baik dan kondusif dalam kelas. Untuk
mencapai tujuan pembelajaran matematika tidak cukup hanya dengan
mentransfer ilmu dari guru ke siswa. Oleh karena itu, guru memerlukan
10
belajar dan berbagai teknik – teknik mengajar yang lebih memacu semangat
siswa dan menjadikan belajar itu menyenangkan sehingga dapat
mengoptimalkan hasil belajar siswa dalam memecahkan masalah siswa dalam
belajar matematika.
Untuk mengatasi kemampuan pemecahan masalah matematika siswa,
guru harus bijaksana dalam menentukan suatu model pembelajaran yang sesuai
yang dapat menciptakan situasi dan kondisi yang kondusif agar proses belajar
mengajar dapat berlangsung sesuai dengan tujuan yang diharapkan dan siswa
bisa menjadi lebih aktif.Inovasi yang menarik adalah menemukan dan
menerapkan model-model pembelajaran inovatif-progresif yang dengan tepat
mampu mengembangkan dan menggali pengetahuan peserta didik secara
konkret dan mandiri.Dengan demikian, proses pembelajaran akan lebih variatif
dan inovatif dalam merekonstruksi wawasan pengetahuan dan implementasinya
sehingga dapat meningkatkan pemecahan masalah matematika siswa..
Dengan demikian, diperlukan model pembelajaran yang efektif,
membuat siswa lebih aktif dalam proses pembelajaran, lebih mudah
menemukan dan memahami konsep-konsep yang sulit jika mereka saling
mendiskusikan masalah yang ada dengan temannya. Salah satu model
pembelajaran yang dapat digunakan adalah model pembelajaran kooperatif.
Dengan model pembelajaran kooperatif, maka diharapkan dapat mengatasi
kesulitan siswa dalam mempelajari matematika dan siswa dapat menemukan
penyelesaian-penyelesaian masalah dari soal-soal pemecahan masalah di dalam
kehidupan sehari-hari.
Trianto (2009: 57) menyatakan bahwa :
11
Untuk itu peneliti mencoba menerapkan model pembelajaran
kooperatif. Dalam hal ini penulis memilih dua tipe pembelajaran yaitu
pembelajaran kooperatif tipe Number Head Together (NHT) dan Student
Teams Achievement Division (STAD). Menurut (Sanjaya 2013: 3) bahwa pembelajaran kooperatif tipe Numbered Head Together (NHT) merupakan
teknik yang baik dalam merangsang siswa untuk lebih aktif dan berpikir kritis
karena siswa diberikan kesempatan untuk mencari sendiri pemecahan masalah
dengan kerjasama kelompok sehingga mereka lebih mudah memahami materi.
Model pembelajaran ini merupakan sebuah varian diskusi kelompok dengan
ciri khasnya adalah guru hanya menunjuk seorang siswa yang mewakili
kelompoknya tanpa memberi tahu terlebih dahulu siapa yang mewakili
kelompoknya itu.
Selain model kooperatif tipe Numbered Head Together (NHT),
pembelajaran kooperatif yang dirancang untuk mempengaruhi pola interaksi
siswa adalah model kooperatif tipe Student Teams Achievement Division
(STAD) merupakan salah satu tipe dari model pembelajaran kooperatif dengan
menggunakan kelompok-kelompok kecil dengan jumlah anggota tiap
kelompok 4-5 orang yang saling membantu satu sama lain dan merupakan
campuran tingkat kemampuan, jenis kelamin dan suku. Pada hakikatnya model
ini menggali dan mengembangkan keterlibatan siswa secara aktif dalam proses
belajar mengajar untuk meningkatkan pemahaman materi melalui kerjasama
kelompok dan ini baik untuk diterapkan pada materi pelajaran yang dirasakan
guru sangat sulit dipahami siswa dan salah satunya adalah mata pelajaran
matematika.
Penelitian yang dilakukan di SMP Etis Landia Medan ini menggunakan
dua model pembelajaran yang berbeda yaitu kooperatif tipe Numbered Head
Together (NHT) dan kooperatif tipe Student Teams Achievement Division (STAD). Pembelajaran kooperatif tipe NHT diterapkan di kelas IX-1
(eksperimen A) yang terdiri dari 30 siswa dan pembelajaran kooperatif tipe
STAD diterapkan di kelas IX-B (eksperimen B) yang terdiri dari 30 siswa.
12
pembelajaran kooperatif tipe STAD lebih efektif dibandingkan dengan kelas
yang diajarkan dengan pembelajaran kooperatif tipe NHT.
Peneliti melihat bahwa pada pembelajaran matematika dengan
menggunakan model kooperatif baik menggunakan tipe STAD maupun tipe
NHT sama-sama dapat meningkatkan keaktifan siswa dalam pembelajaran.
Pada model kooperatif tipe STAD siswa lebih antusias dalam mengikuti
pembelajaran. Peneliti melihat ini kemungkinan karena adanya kegiatan
penyelidikan dan presentasi dari masing-masing kelompok. Sedangkan pada
model kooperatif tipe NHT kelas jadi sedikit lebih ribut dan lambat karena
siswa yang akan mempresentasikan hasilnya di acak sesuai dengan nomor
kepala yang diundi.
Peneliti juga mendapatkan beberapa kendala-kendala dalam penelitian
ini. Peneliti merasa sedikit kewalahan saat hendak mengundi nomor kepala
dimana siswa yang nomor kepala dan kelompoknya keluar belum bersedia
untuk maju kedepan. Tetapi hal ini tidak ditemukan dalam model kooperatif
tipe STAD.
Berdasarkan uraian diatas penulis tertarik untuk mencari tahu
bagaimana perbedaan kemampuan pemecahan masalah matematika siswa yang
diajar dengan menggunakan pembelajaran kooperatif tipe Number Head
Together (NHT) dan Student Teams Achievement Division (STAD) yang diharapkan dapat meningkatkan kemampuan pemecahan masalah matematika
siswa.
Berdasarkan latar belakang yang diuraikan tersebut, maka peneliti
tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul “Perbedaan Kemampuan
13
1.2 Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah di atas, beberapa masalah yang
dapat diidentifikasikan dalam penelitian ini adalah :
1. Rendahnya kemampuan pemecahan masalah matematika siswa
2. Pembelajaran matematika masih dianggap sulit dan menakutkan
dibandingkan dengan mata pelajaran lain.
3. Metode yang diterapkan guru masih bersifat konvensional.
4. Model pembelajaran yang digunakan guru kurang bervariasi
5. Rendahnya minat belajar siswa dalam belajar matematika
6. Motivasi belajar matematika siswa masih rendah
1.3 Batasan Masalah
Berdasarkan latar belakang dan identifikasi masalah, maka masalah
penelitian dibatasi pada kemampuan pemecahan masalah matematika siswa
pada materi kubus dan balok di kelas IX SMP Etis Landia tahun pelajaran
2016/2017 dan metode yang diterapkan dibatasi pada Model Pembelajaran
Kooperatif tipe Number Head Together (NHT) dengan Model Pembelajaran
Kooperatif tipe Student Teams Achievement Division (STAD).
1.4 Rumusan Masalah
Berdasarkan batasan masalah di atas, rumusan masalah dalam penelitian ini adalah :
1. Apakah terdapat perbedaan kemampuan pemecahan masalah
matematika siswa yang diajar melalui model pembelajaran
kooperatif tipe Number Head Together (NHT) dan tipe Student
Teams Achievement Division (STAD) kelas IX SMP Etis Landia Medan.
2. Apakah kemampuan pemecahan masalah matematika siswa yang
diajar melalui model pembelajaran kooperatif tipe NHT lebih baik
daripada model pembelajaran kooperatif tipe STAD pada materi
14
1.5 Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah
1. Untuk mengetahui terdapat perbedaan kemampuan pemecahan
masalah matematika siswa yang diajar melalui model pembelajaran
kooperatif tipe Number Head Together (NHT) dan tipe Student
Teams Achievement Division (STAD) kelas IX SMP Etis Landia Medan
2. Untuk mengetahui kemampuan pemecahan masalah matematika
siswa yang diajar menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe
NHT lebih baik daripada tipe STAD pada materi kubus dan balok
kelas IX SMP Etis Landia Medan.
1.6 Manfaat Penelitian
Manfaat dari penelitan ini adalah :
1. Untuk menambah pengalaman atau wawasan bagi peneliti dalam
melaksanakan praktek pembelajaran pada siswa di masa yang akan
datang
2. Memberikan kesempatan bagi siswa untuk lebih berperan aktif dalam
pembelajaran matematika
3. Bagi guru, dapat memperluas wawasan pengetahuan mengenai teori
belajar dalam membantu siswa guna meningkatkan kemampuan
pemecahan masalah matematika siswa.
4. Bagi siswa, melalui pendekatan kontekstual dan model Number Heads
Together (NHT) ini dapat membantu siswa meningkatkan kemampuan
pemecahan masalah matematika siswa dan mengembangkan
kemampuan berpikir kritis siswa.
69 BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. Kesimpulan
Adapun yang menjadi kesimpulan dalam penelitian ini adalah:
1. Terdapat perbedaan kemampuan pemecahan masalah matematika siswa
melalui model pembelajaran kooperatif tipe Number Head Together (NHT)
dan tipe Student Teams Achievement Division (STAD) kelas IX SMP Etis
Landia Medan dengan rata-rata nilai kemampuan pemecahan masalah
matematika berturut-turut adalah 34,9 dan 37,23.
2. Kemampuan pemecahan masalah matematika siswa melalui model
pembelajaran kooperatif tipe Student Teams Achievement Division (STAD)
lebih baik daripada Number Head Together (NHT) . Hal ini berdasarkan hasil
pengujian hipotesis diperoleh nilai thitung = 4,467 dan ttabel = 2,002 dengan dk =
60 dan taraf signifikan = 0,05 sehingga terlihat yaitu 4,467
> 2,002 yang berarti bahwa Ho ditolak dan Ha diterima.
5.2.Saran
Berdasarkan hasil penelitian ini maka saran yang dapat peneliti berikan adalah:
1. Kepada Guru
Dalam setiap pembelajaran sebaiknya menciptakan suasana belajar yang
memberi kesempatan kepada siswa untuk mengembangkan kemampuan
pemecahan masalah sehingga menciptakan suasana belajar yang lebih aktif,
sehingga disarankan hendaknya guru dapat menerapkan model pembelajaran
kooperatif tipe Number Head Together (NHT) dan Student Teams
70
2. Kepada Peneliti Lanjutan
Hasil dan perangkat penelitian ini dapat dijadikan pertimbangan untuk
menggunakan model Number Head Together (NHT) dan Student Teams
71
DAFTAR PUSTAKA
Abdurrahman, M., (2009), Pendidikan Bagi Anak Yang Berkesulitan Belajar, Rikena Cipta, Jakarta.
Arikunto, S., (2006), Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Prakti, PenerbitPT Rineka Cipta, Jakarta.
Hamalik, O,( 2010), Proses Belajar mengajar.PT Bumi Aksara, Jakarta.
Hamalik, O, (2006), Perencanaan Pengajaran Berdasarkan Pendekatan Sistem, PT Bumi Aksara, Jakarta.
Herdy. (2009). Model Pembelajaran Numbered Head Together (NHT). (online). Tersedia: https://herdy07.wordpress.com/2009/04/22/model-pembelajaran-nht-numbered-head-together/ (diakses 20 Januari 2015)
Hotlina Siregar .(2014) .Perbedaan hasil belajar siswa yang diajar dengan model kooperatif tipe Numbered Head Together (NHT) dan tipe Student Achievement Division (STAD) pada materi lingkaran di kelas VIII SMPN 17 Medan. Medan: Skripsi Universitas Negeri Medan
Halimatussa’diah. (2014) . upaya peningkatan aktivitas belajar siswa dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe STAD pada materi kubus dan balok di kelas VII SMPN 2 medan ta. 2013/2014 . Medan: Skripsi Universitas Negeri Medan
Hudojo, H, (2005), Pengembangan Kurikulum dan Pembelajaran Matematika, UM PRESS, Surabaya.
Isjoni. 2009. Cooperative Learning. Bandung: Penerbit Alfabeta
Istarani, (2011), 58 Model pembelajaran Inovatif, MEDIA PERSADA, Medan
Karnasih, I, (2015), Pengajaran dan Pembelajaran Matematika,Gedung Lembaga Penelitian. Medan
72
Sanjaya, W., (2010), Strategi Pembelajaran Berorientasi Standard Proses Pendidikan, Penerbit Kencana, Jakarta.
Slameto, 2010, Belajar dan Faktor-Faktor Yang Mempengaruhinya, Rineka Cipta, Jakarta.
Syah, Muhibbin, (2010), Psikologi Pendidikan dengan Pendekatan Baru, PT Remaja Rosdakarya, Bandung
Sudjana, N., (2005), Metoda Statistika, Tarsito, Bandung.
Sagala, Syaiful. 2009. Konsep dan Makna Pembelajaran. Bandung: Penerbit Alfabeta
Sudjana, Nana2009.Penilaian Hasil Belajar Mengajar.Bandung: Penerbit Remaja Rosdakarya
Suherman, Erman, (2009), Pendekatan Kontekstual dalam Pembelajaran Matematika, http;//educare.e-fkipunla.net.
Sumarmo (2003) (http://educare.efkipunla.net /index .php option .com)
Trianto, (2011).,Model-Model Pembelajaran Inovatif Berorientasi Konstruktivistik, Penerbit : Prestasi Pustaka, Jakarta.
Wena, Made, (2011), Strategi Pembelajaran Inovatif Kontemporer, Penerbit Bumi Aksara, Jakarta.