• Tidak ada hasil yang ditemukan

Siklus Estrus Tikus Putih (Rattus norvegicus) Produktif Yang Diberi Infusa Buah Adas (Foeniculum vulgare MILL)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Siklus Estrus Tikus Putih (Rattus norvegicus) Produktif Yang Diberi Infusa Buah Adas (Foeniculum vulgare MILL)"

Copied!
39
0
0

Teks penuh

(1)

SIKLUS ESTRUS TIKUS PUTIH (

Rattus norvegicus

)

PRODUKTIF YANG DI BERI INFUSA BUAH ADAS

(

Foeniculum vulgare

MILL)

MUHAMMAD ADIB MUSTOFA

FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Siklus Estrus Tikus Putih (Rattus norvegicus) Produktif Yang Diberi Infusa Buah Adas (Foeniculum vulgare MILL) adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Januari 2014

M.Adib Mustofa

(4)

ABSTRAK

MUHAMMAD ADIB MUSTOFA. Siklus Estrus Tikus Putih (Rattus norvegicus)

Produktif Yang Diberi Infusa Buah Adas (Foeniculum vulgare MILL) Dibimbing oleh HERA MAHESWARI dan ARYANI SISMIN SATYANINGTIJAS

Adas adalah tanaman yang mengadung fitoestrogen dan memiliki efek sama seperti estrogen alami. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran siklus estrus pada tikus betina Sprague dawley produktif yang diberi infusa adas. Penelitian ini menggunakan 25 ekor tikus betina yang dibagi dalam 5 kelompok. Kelompok KN adalah kelompok kontrol negatif yang diberi 1 ml/100 gBB aquades. Kelompok KP adalah kelompok yang diberi etinil estradiol 0.045 mg/100 gBB. Kelompok perlakuan 1, 2, dan 3 (P1, P2, P3) diberi infusa adas sebesar 36. 5 mg, 73 mg, dan 146 mg masing-masing untuk 100 gBB. Pemberian aquades, etinil estradiol dan adas dilakukan selama 20 hari dengan rute oral, dan pada saat yang sama dengan ulas vagina. Pengambilan ulas vagina untuk mengetahui gambaran siklus estrus dilakukan pagi dan sore hari dengan jarak 12 jam. Perubahan epitel vagina diperiksa untuk menentukan fase siklus estrus dengan menggunakan mikroskop. Penelitian ini menunjukkan bahwa adas dengan dosis 36.5 mg/100 gBB, 73 mg/100 gBB, dan 146 mg/100 gBB dapat memperpanjang durasi fase estrus dan metestrus tetapi memperpendek durasi fase proestrus dan fase diestrus.

Kata kunci: adas, estrus, fitoestrogen.

ABSTRACT

MUHAMMAD ADIB MUSTOFA. The Estrous Cycle Of Productive White Rats (Rattus norvegicus) Given Fennel Fruit Infussion (Foeniculum vulgare Mill). Under supervision of HERA MAHESWARI and ARYANI SISMIN SATYANINGTIJAS.

Fennel fruit are natural phytoestrogen compounds derived from plants and have an effect similar as natural estrogen. This study aims to describe the estrous cycle in productive female rats Sprague dawley given infusion of fennel.This research used 25 female rats that were divided in 5 goups. KN is negative control given 1 ml/100 gBB distilled water. KP is positive control given (etinil estradiol) 0.045 mg/100 gBB. Treatment 1, 2, and 3 (P1, P2, P3) given infusion of fennel with three different doses of 36.5 mg, 73 mg and 146 mg respectively for 100 gBB. Administration of distilled water, etinil estradiol and fennel were done for 20 days with the oral route, at the same time vaginal swab were taken to reveal the estrous cycle in rats in the morning and evening with a period of 12 hours. The changes of vaginal epithelium were examined to determine estrous cycle phase using a microscope. It was concluded that fennel fruit infussion doses 36.5 mg/100 gBB, 73 mg/100 gBB, 146 mg/100 gBB extend duration of estrous and metestrus phase but it become shorter the duration of proestrus and diestrus phase.

(5)

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2014

Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB

(6)
(7)

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kedokteran Hewan

pada

Fakultas Kedokteran Hewan

SIKLUS ESTRUS TIKUS PUTIH (

Rattus norvegicus

)

PRODUKTIF YANG DI BERI INFUSA BUAH ADAS

(

Foeniculum vulgare

MILL)

MUHAMMAD ADIB MUSTOFA

FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(8)
(9)

Judul Skripsi : Siklus Estrus Tikus Putih (Rattus norvegicus) Produktif Yang Diberi Infusa Buah Adas (Foeniculum vulgare MILL)

Nama : Muhammad Adib Mustofa

NIM : B04090144

Disetujui oleh

Dr drh Hera Maheshwari ,MSc Pembimbing I

Dr drh Aryani Sismin Satyaningtijas, MSc Pembimbing II

Diketahui oleh

drh Agus Setiyono, MS, PhD, APVet Wakil Dekan

(10)
(11)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT, berkat rahmat dan karunia-NYA lah penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi yang berjudul,

“Siklus Estrus Tikus Putih (Rattus norvegicus) Yang Diberi Infusa Buah Adas (Foeniculum vulgare MILL)”. Dengan penuh rasa hormat penulis ingin mengucapkan terimakasih kepada Dr drh Hera Maheshwari M.Sc dan Dr drh Aryani Sismin Satyaningtijas M.Sc selaku dosen pembimbing yang telah banyak memberikan nasehat dan bimbingan dalam penulisan skripsi ini. Kementrerian Departemen Agama yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk belajar di FKH IPB. Bapak dan Ibu dosen FKH IPB tercinta yang telah banyak memberikan ilmunya kepada penulis. Staf laboratorium Departemen Anatomi, Fisiologi, dan Farmakologi FKH IPB (Ibu Ida, Ibu Sri, Pak Edi, Pak Wawan dkk). Teman-teman satu penelitian: Novrianto, Kezia, Kak Mato dan grup Rumpii yang membantu penelitian ini, teman teman penulis di DC D 6 dalam keluarga CSS MoRA IPB

serta

teman-teman seperjuangan FKH 46 dan khususnya Kalpataru dan C 2. Karya ini penulis persembahkan untuk bapak dan ibu penulis atas doa, nasehat dan, dukungannya selama ini.

Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Januari 2014

(12)
(13)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL x

DAFTAR GAMBAR x

DAFTAR LAMPIRAN x

PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Tujuan Penelitian 2

Manfaat Penelitian 2

TINJAUAN PUSTAKA 4

Adas (Foeniculum vulgare MILL) 4 Fitoestrogen 4 METODE 5 Waktu dan Tempat Penelitian 5 Alat dan Bahan 6 Prosedur Penelitian 6 Persiapan infusa buah adas 6

Persiapan hewan percobaan 6

Pengambilan sampel ulas vagina 7

Pengamatan ulas vagina 7

Pengamatan vaskularisasi uterus 8

Analisis Data 8 HASIL DAN PEMBAHASAN 8 Peran Infusa Adas terhadap Siklus Estrus Tikus Putih 8 Peran Infusa Adas terhadap Panjang Fase dalam Satu Siklus Eastrus 9

Peran Infusa Adas terhadap Vaskularisasi 12

SIMPULAN 14

DAFTAR PUSTAKA 14

RIWAYAT HIDUP 17

(14)
(15)

DAFTAR TABEL

1 Identifikasi komposisi kimia minyak esensial buah adas manis dan

pedas dengan metode steam distillation 2

2 Relative binding affinity (RBA) berbagai hormon pada reseptor

estrogen α dan β pada tikus 3

3 Data nilai fisiologis tikus putih (Rattus sp). 4 4 Jenis-jenis sel yang terdapat pada preparat ulas vagina tikus putih 7 5 Hasil pengamatan panjang tiap tiap fase pada satu siklus estrus dan total

waktu siklus estrus normal (jam). 9

DAFTAR GAMBAR

1 Klasifikasi fitoestrogen 1

2 Bagan perlakuan 7

3 Gambaran epitel hasil ulas vagina 7

4 Perbandingan vaskularisasi kontrol negatif dan kelompok perlakuan

dua pada fase estrus 13

DAFTAR LAMPIRAN

1 Analisis Of Variance Panjang siklus estrus tikus putih (Rattus

(16)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Menopause pada dasarnya adalah suatu rentang masa yang pasti dialami oleh para wanita, biasanya terjadi diatas usia 40 tahun. Menopause merupakan akhir proses biologis dari siklus menstruasi yang terjadi karena penurunan produksi hormon estrogen yang dihasilkan oleh indung telur. Berhentinya menstruasi akan memberikan dampak negatif pada kesehatan baik fisik maupun psikis (Yudomustopo 1999). Menopause dapat mengakibatkan sulit tidur, berkeringat pada malam hari, gangguan fungsi seksual, kekeringan vagina, dan osteoporosis (Achadiat 2007). Proses perubahan ke arah menopause itu sendiri sudah mulai sejak wanita berusia 40 tahun, masa ini dikenal sebagai masa pra-menopause (Northrup 2006). Untuk mengatasi pra-menopause sebenarnya bisa dilakukan dengan menggunakan terapi sulih hormon estrogen, namun pemberian hormon estrogen sintetik dapat mengakibatkan efek samping kanker endometrium atau selaput lendir rahim (Achadiat 2007).

Kesadaran masyarakat untuk menggunakan bahan-bahan alami sebagai bahan terapi muncul dengan menyadari efek samping yang jauh lebih aman dibandingkan dengan efek samping terapi sulih hormon dengan menggunakan bahan bahan sintetik. Fitoestrogen adalah senyawa alami dari tanaman yang mampu mempengaruhi aktivitas estrogenik tubuh. Fitoestrogen memiliki tiga kelompok utama yaitu isoflavone, lignan, dan coumestane, serta beberapa herbal lain. Tiga kelompok tersebut terdapat pada sekitar 300 jenis tanaman, terutama keluarga polong-polongan. Menurut Tsourounis (2004) kelompok fitoestrogen tersebut adalah isoflavone terdapat pada soy bean (kacang kedelai), lentil (miju-miju), chickpeas (buncis), dan red clover (semanggi merah). Coumestan terdapat pada sun flower seed (biji bunga matahari) dan kecambah. Lignan terdapat pada flax seed (biji rami), cereal (padi-padian), sayur-sayuran, dan buah-buahan. Fitoestrogen yang terkandung di dalam adas termasuk dalam kelompok lignan. Klasifikasi fitoestrogen berdasarkan Rishi (2002) dapat dilihat pada Gambar 1.

Gambar 1 Klasifikasi fitoestrogen (Sumber : Rishi 2002)

Buah Adas (Foeniculurn vulgare Mill) mengandung trans-anethol, fenchone dan

estragol yang diduga memiliki potensi sebagai fitoestrogen (Agustini dan Saepudin, 2006). Buah adas terdiri dari dua jenis yaitu adas pedas dan adas manis. Adas pedas mengandung konsentrasi fitoestrogen yang lebih tinggi dibandingkan dengan adas manis (EMEA 2008). Penelitian ini menggunakan hewan coba tikus

Phytoestrogen

Isoflavonoids Coumestan Lignans

Diadzein Genistein Glycetein

n

Coumestol

(17)

2

betina (Rattus.sp) usia produktif yang diberi infusa adas secara peroral untuk mengetahui pengaruhnya terhadap kinerja reproduksi.

Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan mengkaji pengaruh pemberian infusa adas (Foeniculum vulgare Mill) pada berbagai dosis terhadap vaskularisasi uterus dan siklus estrus tikus putihusia produktif.

Manfaat Penelitian

Berdasarkan studi yang dilakukan, adas (Foeniculum vulgare Mill) diharapkan dapat menjadi alternatif fitoestrogen bagi yang kekurangan estrogen seperti pada wanita yang mengalami menopause.

TINJAUAN PUSTAKA

Adas (Foeniculum vulgare MILL)

Tanaman adas memiliki lima bagian yaitu, akar, batang, daun, bunga dan biji (buah adas) (Fahmi 2008). Secara umum biji atau buah adas adalah bagian yang sering dimanfaatkan, hal ini karena pada biji adas memiliki komponen utama minyak atsiri yang penting yaitu anethol yang terkandung sekitar 70% dalam bijinya (Bantain dan Chung 1994). Bagian tanaman yang digunakan umumnya adalah biji (buah) tanaman adas. Tanaman adas terbagi menjadi dua yaitu adas manis dan adas pedas. Tabel 1 menunjukkan perbedaan karakteristik fitokimia antara adas manis dan pedas. Adas pedas memiliki karakteristik kandungan minyak esensial minimal 40% dari berat kering buah sedangkan adas manis 20% dari berat buah kering. Minyak esensial pada adas pedas mengandung minimal 15% fenchone, 60% anethole, dan maksimal 6% estragole, sedangkan minyak esensial pada adas manis minimal mengandung 80% anethole, 7.5% fenchone,

dan maksimal 10% estragole (EMEA 2008).

Tabel 1 Identifikasi komposisi kimia minyak esensial buah adas manis dan pedas dengan metode steam distillation

Kandungan Adas pedas (%) Adas manis (%)

Trans Anethole 55-75 79.8-83.1

Fenchone 12-25 4.6

Estragole 6 3.9-5.1

Limopinene 0.9-5 2.2-3.8

Cis-Anethole 0.5 (maks)

Anisaldehyde 2 (maks)

Beta-myrcene 1.4%

(18)

3 Buah Adas atau fennel fruit adalah buah yang dikeringkan dari tanaman

Foeniculum vulgare Mill. Buah Adas diduga memiliki potensi estrogenik pada tubuh karena mengandung trans-anethole, fenchone dan estragol yang diduga memiliki efek seperti estrogen (estrogen like-effect), sehingga dapat dimanfaatkan sebagai terapi pada wanita dengan tanda-tanda menopause (Agustini dan Saepudin 2006). Wirakusumah (2003) menyatakan fitoestrogen yang terdapat di dalam adas adalah anethol yang tergolong senyawa lignan. Beberapa studi telah menunjukkan bahwa polimer anethole yaitu dianethole dan photoanethole adalah agen estrogenik yang sebenarnya (Tognolini et al. 2007).

Fitoestrogen

Fitoestrogen diartikan sebagai senyawa alami yang berasal dari tanaman dan memiliki kemampuan mempengaruhi aktivitas estrogenik tubuh. Fitoestrogen akan bersaing dengan estradiol endogen untuk berikatan dengan reseptor estrogen pada sitosol (Whitten and Patisaul 2001). Fitoestrogen memiliki struktur kimia mirip 17 β estradiol, sehingga mampu untuk berikatan dengan kedua reseptor estrogen yaitu reseptor estrogen alfa (RE α) dan reseptor estrogen beta (Re β). Afinitas ikatan fitoestrogen antara kedua reseptor berbeda (Tabel 2), afinitas fitoestrogen lebih besar pada RE β dibanding RE α.

Tabel 2 Relative binding affinity (RBA) berbagai hormon pada reseptor estrogen

α dan β pada tikus

Sumber : Ibanez & Bulieu (2005)

Fitoestrogen isoflavonoid dan lignan dapat mencegah kanker karena memiliki aktivitas antioksidan, dan mengurangi berbagai keluhan menopause (Purwoko dan Suyanto 2001; Achadiat 2003; Winarsi 2005). Beberapa penelitian telah menunjukkan efek dari fitoestrogen yang memperlambat masa menopause pada wanita dan mengurangi gejalanya. Kehadiran agen estrogenik pada tahap awal perkembangan dapat memacu berbagai reaksi di dalam tubuh tikus usia muda. Salah satunya dengan merangsang percepatan pertumbuhan organ reproduksi, selain itu adanya kemungkinan terjadinya onset pubertas (Hughes et al.

(19)

4

Tikus Putih (Rattus sp.)

Tikus putih (Rattus norvegicus) terwakili dalam tiga strain, yaitu Long evans, Wistar, dan Sprague dawley. Galur Long evans memiliki ukuran tubuh lebih kecil dari Sprague dawley dan memiliki warna hitam pada kepala serta tubuh bagian depannya. Tikus golongan Long evans ini berasal dari persilangan beberapa Wistar betina dengan tikus abu-abu liar jantan. Tikus golongan Wistar

ditandai dengan kepala lebar dan memiliki ekor yang selalu kurang dari panjang badannya. Sprague dawley memiliki ekor yang panjangnya melebihi panjang badannya (Kohn dan Barthold 1984). Pada tikus betina Sprague dawley, pubertas sesuai dengan fase pertumbuhan dan pematangan oosit dalam ovarium. Tikus mencapai pubertas pada usia 6-8 minggu dan biasanya tidak dikawinkan sampai mencapai umur 3 bulan. Panjang siklus berahi pada tikus betina adalah 4-5 hari yang terdiri dari fase proestrus selama 12 jam, estrus selama 12 jam, metestrus selama 21 jam, dan diestrus selama 57 jam (Hrapkiewicz & Medina 1998; Suckow et al. 2006).

Tikus memiliki tubuh yang kecil, perkembangannya cepat, mempunyai kelenjar keringat di telapak kaki dan ekor tikus menjadi bagian badan yang paling penting untuk mengurangi panas tubuh. Data fisiologis pada tikus putih jantan dan betina terdapat pada Tabel 3.

Tabel 3 Data nilai fisiologis tikus putih (Rattus sp).

Kriteria Nilai

450-520 g jantan, 250-300 g betina 5-6 g

Sumber : Malole dan Pramono (1989)

Siklus Reproduksi Tikus

(20)

5 apus vagina menunjukkan hasil yang bervariasi sepanjang siklus estrus, terlihat dari gambaran sel sel epitel berinti, sel epitel yang mengalami kornifikasi, leukosit serta adanya lendir (Johnson and Everitt 1988; Taylor 1994).

Proestrus adalah fase yang terjadi sebelum fase estrus, biasanya terjadi sealama 21 jam (Suckow et al. 2006), saat proestrus hormon folikel stimulating hormon (FSH ) mempengaruhi pertumbuhan folikel de Graaf yang nantinya menghasilkan sejumlah estradiol. Pada fase ini terjadi peningkatan pertumbuhan sel dan lapis bersilia pada tuba fallopi, vaskularisasi mukosa uteri, dan vaskularisasi epitel vagina. Serviks mengalami relaksasi secara bertahap dan semakin banyak mensekresikan mucus berlendir. Pengamatan pada preparat ulas vagina memperlihatkan adanya dominasi sel-sel epitel berinti (Nalbandov 1990).

Estrus adalah fase saat betina siap menerima pejantan, Hafez dan Hafez (2000), lamanya fase estrus berkisar selama 12 jam (Suckow et al. 2006). Estrus dikarakterisasi oleh tingginya konsentrasi estrogen yang bersirkulasi. Peningkatan konsentrasi estrogen menyebabkan kenaikan sekresi luteinizing hormone (LH) yang akan menyebabkan terjadinya ovulasi. Folikel yang telah mengalami ovulasi akan berubah menjadi corpus hemoragicum (CH) dan secara perlahan berubah menjadi corpus luteum (CL) Sangha et al. 2002. Estrogen mempengaruhi perubahan dari epitel berinti menjadi epitel yang mengalamai kornifikasi.

Metestrus adalah fase setelah estrus, pada fase ini korpus luteum mulai tumbuh, korpus luteum berasal dari folikel de Graaf tahap akhir yang berubah setelah mengalami ovulasi (Wijono 1998). Lama fase ini selama 21 jam (Suckow

et al. 2006). Pengamatan dengan mikroskop menunjukkan banyak leukosit muncul diantara sel bertanduk (Nalbandov 1990). Sebagian besar fase ini dibawah pengaruh dari progesterone yang dihasilkan dari pematangan korpus luteum (Guyton 1994).

Fase diestrus berlangsung selama 54 jam (Suckow et al. 2006). Sel epitel basal berbentuk bundar dan terkadang terlihat oval, inti sel tersebut berubah menjadi bulat oval dan terletak di tengah dan terkadang mulai bergeser ke arah tepi sel. Batas sitoplasma sel tersebut mulai dibedakan. Sel epitel ini banyak dijumpai saat ternak berada di dalam fase diestrus dan awalan estrus (Jhonston et al. 2011; Durrant et al. 2003). Pengamatan dengan mikroskop pada ulas vagina memperlihatkan leukosit dalam jumlah tinggi dan mulai terbentuknya sel sel berinti (Nalbandov 1990).

METODE

Waktu dan Tempat

(21)

6

Alat dan Bahan

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah buah adas manis (Foeniculum vulgare MILL), 25 ekor tikus putih (Rattus norvegicus) betina galur

Sprague dawley yang sedang produktif, NaCl fisiologis 0.9%, larutan giemsa 10 %,Etinil estradiol, aquades, pakan tikus dan air.

Alat yang di gunakan dalam penelitian ini adalah pengayak mesh 8, 24, dan 30, blender, kapas, gelas ukur, erlenmeyer, corong, cotton bud, sonde lambung, pengaduk gelas, gelas obyek, kandang dan mikroskop.

Metode Penelitian

Persiapan Infusa Adas

Buah adas yang digunakan dalam penelitian ini adalah adas manis (F.vulgare Miller subsp. vulgare varietas dulce Miller) dan memiliki kandungan fitoestrogen (trans-anethole) lebih tinggi 8.1% dibandingkan adas pedas. Determinasi tanaman dilakukan di Herbarium Bogoriense, Bogor. Simplisia buah adas yang telah kering kemudian dibuat serbuk dengan grinder dan diayak dengan pengayak mesh 8 dan 24. Pembuatan infusa adas dilakukan dengan cara merebus sebanyak 10 mg adas dalam 100 ml air dengan suhu 90°C selama 15 menit, kemudian larutan infusa adas disaring menggunakan ayakan mesh 30, dan disimpan dalam botol.

Persiapan Hewan Percobaan

Hewan yang digunakan dalam penelitian ini adalah tikus galur Rattus norvegicus dengan jenis kelamin betina, yang produktif dan sudah pernah sekali melahirkan. Tikus yang digunakan memiliki bobot beragam dari 150 g sampai 300 g. Tikus diaklimatisasi selama dua minggu dengan perlakuan pemberian pakan dan air minum serta penggantian sekam. Selama penelitian ini tikus diberikan pakan dalam bentuk pelet serta air minum ad libitum. Pengambilan sampel ulas vagina untuk pengelompokan awal untuk mempermudah dalam pengelompokan berikutnya dilakukan selama aklimatisasi. Penelitian ini menggunakan 25 ekor tikus betina yang dibagi dalam 5 kelompok masing masing kelompok dipelihara dalam 2 kandang yang berisi 2-3 ekor tikus. Kelompok KN adalah kelompok kontrol negatif yang diberi aquades 1 ml/100 gBB. Kelompok KP adalah kelompok yang diberi etinil estradiol 0.045 mg/100 gBB. Kelompok perlakuan 1, 2, dan 3 (P1, P2, P3) diberi infusa adas sebesar 36. 5mg, 73 mg, dan 146 mg masing-masing untuk 100 g/BB.

Tahap Perlakuan

(22)

7 mikroskop untuk menentukan fase fase pada siklus estrus. Tahapan perlakuan ini dapat dilihat pada bagan berikut

Gambar 2 Bagan perlakuan penelitian

Pengambilan Sampel Ulas Vagina

Pengambilan ulas vagina dilakukan dengan menggunakan cotton bud

yang direndam dalam larutan NaCl fisiologis 0.9%. Sebelum dimasukkan ke dalam vagina dan diputar 360º. Hasil ulasan dioleskan secara merata pada gelas objek, setelah itu dikeringkan dan direndam dalam methanol 70% selama 10 menit, selanjutnya dilakukan pewarnaan dengan giemsa 10% selama 30 menit, dicuci dengan air mengalir dan dikeringkan kemudian diamati dengan mikroskop.

Pengamatan Ulas Vagina

Pengamatan dilakukan dengan cara melihat jenis jenis sel yang ada pada preparat ulas. Perubahan pada setiap fase ditandai dengan perubahan bentuk epitel epitel berinti, epitel kornifikasi, epitel pavement, dan adanya sel darah putih. Pengamatan dilakukan dibawah mikroskop. Tabel 4 adalah panduan dalam menentukan fase-fase dalam siklus estrus.

Tabel 4 Jenis-jenis sel yang terdapat pada preparat ulas vagina tikus putih

Fase Durasi Ulasan Vagina

Proestrus Awal Sel epitel berinti 75%

Akhir Sel kornifikasi (sel tanduk) 25%

Estrus Awal Sel kornifikasi 75%

Akhir Sel pavement (menumpuk) 25%

Metestrus Awal Sel pavement 100% Akhir Sel pavement dan leukosit

Diestrus Awal Leukosit 100%

Akhir Leukosit dan sel berinti mulai muncul

Sumber : Baker et al.(1980)

Gambar 3 Fase (A) proestrus (B) estrus (C) metestrus (D) diestrus

1 14 34 (Hari) - Aklimatisasi - Pemberian infusa adas dengan berbagai dosis - Pengelompokan hewan - Swab vagina

(23)

8

Pengamatan Vaskularisasi Uterus

Sebelum tikus dinekropsi, tikus dibius terlebih dahulu dengan menggunakan eter.Tikus dinekropsi dengan melakukan pembedahan pada bagian abdomen. Otot abdomen dikuakkan ke kiri dan kanan lalu difiksir sebelum dipreparir vaskularisasi diamati (pemotretan vaskularisasi). Vaskularisasi uterus diamati dengan pembedahan pada rongga abdomen.

Analisis Data

Data dianalisis menggunakan analisis ragam (ANOVA) Analysis of Variance dan dilanjutkan dengan uji Duncan (Mattjik dan Sumertajaya 2006).

HASIL DAN PEMBAHASAN

Peran Infusa Adas terhadap Panjang Siklus Estrus Tikus Putih

(24)

9 Tabel 5 Hasil pengamatan panjang tiap tiap fase (jam) pada satu siklus estrus dan

total waktu siklus estrus pada tikus normal

FASE KN KP P 1 P 2 P3

Proestrus 7.68±3.129 b 2.4 ± 3.394 a 0.96±1.13 a 2.88±3,129 a 2.88 ±1.0773 a

Estrus 17.73 ± 3.2 a 53.73±18.32c 33.6±14.5ab 41.28±18,386bc 41.73±9.075 bc

Metestrus 15.36±4.016a 10.08±6.872a 30.24±11.3b 23.04±13,0 ab 22.56±8.068ab

Diestrus 27.36 ± 6.7 b 5.73±9.075a 7.2 ± 3.794a 4.32±4,918 a 4.8±4.156 a

Total(jam) 68.16±8.112 72 ± 24.05 72 ± 16.33 7152 ± 18.1 72 ± 18.15 Keterangan : Huruf superscript yang berbeda dalam satu baris menunjukkan hasil yang berbeda

nyata dengan taraf uji 5%.

(KN) 1 ml/100 gBB, tikus yang diberi etinil estradiol dosis 4.5x10-3 mg/100 gBB (KP) dan infusa adas (P1) 36.5 mg/100 gBB, (P2) 73 mg/100 gBB, dan (P3) 146 mg/100 Gbb.

Fitoestrogen bekerja dengan berikatan pada reseptor estrogen endogen, jika substrat berikatan dengan reseptor estrogen maka efek estrogenik dapat terjadi (Achadiat 2007). Peran fitoestrogen dalam mempengaruhi siklus estrus pada tikus dengan mempengaruhi poros hipotalamus sesuai dengan kerja dari estrogen. Menurut Sherwood (2001), estrogen bekerja pada pituitari anterior dan hipotalamus untuk pengaturan mekanisme umpan balik, konsentrasi estrogen yang tinggi dalam waktu yang lama dapat mempengaruhi mekanisme feedback positif untuk mensekresikan luteinizing hormone (LH). Fitoestrogen dengan konsentrasi yang tinggi dan sirkulasi yang berulang dapat mengakibatkan efek yang potensial seperti memperpanjang fase estrus. Hal ini disebabkan karena reseptor estrogen akan diblokir oleh fitoestrogen dan tidak dapat diduduki oleh estrogen. Pemberian fitoestrogen dapat bersaing dan menggantikan fungsi estrogen. Pemberian fitoestrogen pada dosis yang tepat memberikan efek yang baik pada keseimbangan hormonal di dalam tubuh, khususnya pada penderita menopause. Fitoestrogen dapat berperan dalam menstabilkan fungsi hormonal, yakni dengan cara menghambat aktivitas estrogen yang berlebihan yang dapat menginduksi terjadinya kanker dan juga mensubstitusi estrogen ketika konsentrasinya di dalam tubuh rendah. Kemampuan fitoestrogen untuk diterima oleh tubuh dikarenakan memiliki kemiripan struktur kimia cincin fenolat dengan estrogen pada mamalia (Winarsi 2005). Konsentrasi sirkulasi fitoestrogen yang berulang mampu menghasilkan aktivitas biologis yang potensial (Tsorounis 2004)

Peran Infusa Adas terhadap Panjang Fase dalam Siklus Estrus

Proestrus

(25)

10

dalam tubuh menyebabkan pembelahan dan proses penandukan (kornifikasi) epitel vagina. Fitoestrogen meskipun bukan hormon, karena memiliki struktur yang mirip dengan estradiol maka dapat menduduki reseptor estrogen dan mampu menimbulkan efek layaknya estrogen endogenous sendiri (Harrison et al. 1999). Penambahan infusa adas membuat konsentrasi estrogen dalam darah meningkat. Fitoestrogen pada buah adas diduga memberi efek terhadap kornifikasi dan proliferasi sel epitel vagina karena pemberian infusa adas mengakibatkan tingginya konsentrasi hormon estrogen. Hal ini dimulai saat akhir proestrus atau awal estrus. Pada saat menjelang fase estrus, folikel de Graaf mencapai ukuran maksimum sehingga mampu mensintesis dan mensekresikan hormon estrogen dalam jumlah banyak (Bearden et al. 2004). Kenaikan konsentrasi estrogen ini menyebabkan kornifikasi pada epitel vagina menjadi lebih cepat, hal ini sesuai pendapat Jesionowska et al. (1990) yang menyatakan bahwa konsentrasi estrogen memiliki pengaruh terhadap kornifikasi epitel vagina. Konsentrasi estrogen rendah menghambat kornifikasi epitel vagina sehingga tanda-tanda estrus tidak dijumpai, akibat penambahan infusa adas, kenaikan konsentrasi estrogen yang tinggi menjadi lebih cepat sehingga proliferasi dan kornifikasi epitel vagina menjadi lebih cepat. Infusa adas yang mengandung fitoestrogen berikatan dengan reseptor hormon estrogen sehingga mendorong fase proestrus menjadi lebih cepat berubah menuju fase estrus, hal ini yang membuat fase proestrus menjadi lebih pendek. Prinsip kerja hormon dipengaruhi oleh reseptor. Hormon hanya akan bekerja seandainya di dalam sel target memiliki reseptor hormon tersebut (Ganong 2002).

Estrus

Fase estrus kelompok P1, P2, P3, dan KP menunjukkan waktu lebih panjang dibandingkan fase estrus kelompok KN. Fase estrus pada KP, P2, dan P3 lebih lama dan berbeda secara nyata (P<0.05) bila dibandingkan dengan lama fase estrus pada KN. Fase estrus pada kelompok P1 tidak berbeda nyata dengan fase estrus pada kelompok KN. Panjangnya fase estrus yang terjadi pada tikus P1, P2, P3, dan KP dipengaruhi oleh tingginya konsentrasi estrogen yang berasal dari etinil estradiol dan infusa adas. Jika dibandingkan antara kontrol positif yang menggunakan etinil estradiol dan tikus perlakuan yang menggunakan infusa adas, panjang fase estrus yang terjadi lebih panjang pada kelompok kontrol positif. Hal ini karena efek estrogenik yang ditimbulkan oleh etinil estradiol lebih kuat dibandingkan pada infusa adas. Jika dibandingkan antara estrogen sintetis dan fitoestrogen, efek yang ditimbulkan berbeda karena fitoestrogen lebih lemah dibandingkan hormon estrogen alami, seperti estradiol yang ditemukan pada manusia dan hewan atau estrogen sintetis yang sangat ampuh digunakan dalam pil KB dan obat lain (Jefferson et al. 2002). Potensi fitoestrogen diketahui lebih kecil (0.01-0.001) dibandingkan potensi estrogen alami (Murkies et al. 1998; Winarsi 2005). Perpanjangan fase estrus pada siklus estrus tikus putih menguntungkan mengacu pada pendapat Tou et al. (2003) yang menyatakan bahwa perpanjangan masa siklus estrus memberi efek yang penting pada reproduksi dan berpotensi dalam hal fertilitas.

(26)

11 perkembangan folikel de Graaf, apalagi dengan penambahan infusa adas yang diduga mampu berikatan dengan reseptor estrogen sehingga menyebabkan konsentrasi estrogen menjadi semakin meningkat. Konsentrasi estrogen yang meningkat menekan sekresi FSH akibatnya akan menyebabkan penurunan konsentrasi FSH dalam darah dan kenaikan tingkat Luteinizing Hormone (LH). Konsentrasi estrogen tinggi menyebabkan suplai darah menuju vagina bertambah sehingga epitel mengalami kornifikasi. Pola yang terbentuk pada perlakuan adalah semakin tinggi dosis yang diberikan maka lama fase estrus cenderung semakin pendek hal ini kemungkinan terkait dengan dosis pemberian pada kelompok perlakuan. Pemberian fitoestrogen dengan dosis tinggi kemungkinan dapat menurunkan aktivitas estrogen dengan cara menghambat aktivitas reseptor, sebaliknya apabila konsentrasi estrogen rendah fitoestrogen dapat berikatan pada reseptor dan memberikan efek seperti estrogen (Vitahealth 2004).

Metestrus

Fase metestrus pada kelompook tikus yang diberi etinil estradiol (KP) tidak berbeda secara nyata dengan fase metestrus pada kelompok tikus normal (KN). Fase metestrus pada semua kelompok yang diberi adas menunjukkan waktu yang lebih panjang dibandingkan KN dan KP. Fase metestrus paling panjang ditunjukkan oleh kelompok tikus P1 dan berbeda secara nyata terhadap kelompok KN dan KP (P<0.05). Metestrus sebagian besar berada di bawah pengaruh progesteron yang dihasilkan korpus luteum (Guyton 1994). Pada fase metestrus konsentrasi estrogen mulai mengalami penurunan dan kornifikasi semakin berkurang dan mulai ditemukan leukosit pada pengamatan dibawah mikroskop. Pada perlakuan pemberian infusa adas mempunyai efek estrogenik, nampak adanya perpanjangan fase metestrus karena masih terlihat adanya sedikit kornifikasi pada preparat ulas vagina.

Diestrus

Pada saat anestrus atau diestrus, ulasan terdiri atas sel-sel epitel dengan beberapa leukosit. Fase diestrus berlangsung selama 60 sampai 70 jam. Sel epitel basal berbentuk bundar dan terkadang terlihat berbentuk bulat pipih. Inti sel tersebut berubah menjadi bulat pipih dan terletak di tengah dan terkadang terlihat mulai bergeser ke arah tepi sel. Batas sitoplasma sel tersebut mulai dapat dibedakan. Sel epitel ini banyak dijumpai berada dalam fase diestrus dan awalan estrus (Johnston et al. 2001; Durrant et al. 2003). Pada preparat ulas vagina terlihat leukosit masih dalam jumlah tinggi dan mulai terbentuknya sel berinti (Nalbandov 1990).

(27)

12

Peran Infusa Adas terhadap Vaskularisasi Uterus

Uterus merupakan organ reproduksi penting pada betina. Uterus tikus berbentuk dupleks dan memiliki dua buah cerviks. Pertumbuhan dan perkembangan uterus tergantung dari kondisi hormonal yang dihasilkan oleh ovarium yang terdapat pada fase folikuler dan fase luteal. Pada fase folikuler saat konsentrasi estrogen meningkat akan terjadi perubahan pada bobot, ukuran dan vaskularisasi pada uterus. Pada fase ini uterus mengalami proliferasi dan vaskularisasi yang lebih jelas terlihat. Fase folikuler pada ovarium ini terjadi pada saat fase proestrus dan estrus. Akhir dari fase folikuler adalah masa ovulasi yang disebabkan karena lonjakan LH yang tinggi akibat gertakan dari estrogen.

Perbandingan vaskularisasi uterus antara tikus KP dengan tikus KN dilakukan saat tikus mengalami fase estrus. Hal ini dikarenakan pada fase estrus vaskularisasi paling jelas terlihat jika dibandingakan fase-fase yang lainnya. Vaskularisasi uterus mulai meningkat dari fase proestrus sampai kemudian menuju fase estrus. Fase estrus adalah puncak vaskularisasi pada uterus kemudian vaskularisasi akan menurun ketika memasuki fase metestrus dan diestrus. Hasil yang di dapat pada penelitian ini tikus perlakuan mengalami perpanjangan pada fase estrus, hal ini menguntungkan dalam fertilisasi. Pada fase estrus betina akan memiliki keinginan untuk melakukan kopulasi sehingga peluang terjadinya kopulasi akan semakin besar. Perpanjangan pada salah satu fase tidak membuat total satu panjang siklus estrus menjadi lebih lama. Umumnya lama satu fase siklus estrus pada tikus 4-5 hari.

Fase proestrus dan estrus dipengaruhi oleh FSH yang mengatur pematangan folikel hingga nantinya mampu untuk menghasilkan estrogen dengan terbentuknya folikel de Graaf. Konsentrasi FSH dan estrogen nantinya akan semakin meningkat dan berbanding lurus dengan vaskularisasi terhadap uterus. Estrogen berperan penting terhadap terjadinya ovulasi dan kebuntingan saat fase estrus. Konsentrasi estrogen yang tinggi akan merangsang pertumbuhan endometrium (Hafez dan Hafez 2000). Tingginya konsentrasi estrogen pada fase ini menyebabkan uterus akan mengalami hipertropi dan hiperplasia, vaskularisasi darah ke vagina bertambah, sehingga epitel mengalami kornifikasi. Pemberian infusa adas berpengaruh terhadap vaskularisasi uterus, hal ini karena efek estrogenik pada buah adas mempengaruhi siklus estrus pada tikus betina, saat estrus epitel mukosa mengalami hipertropi hingga menebal akan terlihat vaskularisasi yang meningkat karena hemoragi dan kongesti, hal ini terlihat jelas pada foto vaskularisasi uterus, setelah hewan dinekropsi .

(28)

13

Gambar 4 Perbandingan vaskularisasi uterus pada fase estrus dari tikus yang digunakan sebagai kontrol negatif dan tikus perlakuan dua dengan dosis 73 mg/ 100 gBB

SIMPULAN

Pemberian infusa adas dengan dosis 36.5 mg/100 gBB, 73 mg/100 gBB, dan 146 mg/100 gBB dapat memperpanjang fase estrus dan metestrus serta memperpendek fase diestrus dan proestrus dalam satu fase siklus estrus. Pemberian infusa adas dengan dosis 146 mg/100 gBB memperpanjang fase estrus paling lama dalam satu siklus estrus dan dosis 73 mg/100 gBB mampu meningkatkan vaskularisasi uterus paling jelas saat fase estrus.

DAFTAR PUSTAKA

Achadiat CM. 2003. Fitoestrogen untuk Wanita Menopuase [Internet]. [diunduh 2013 Mei 27]. Tersedia pada : http:// kesrepro.info/anging/jul/2003/ago. Achadiat CM. 2007. Fitoestrogen untuk Wanita Menopause [Internet]. [diunduh

2013 Mei 2007]. Tersedia pada : http://www.kesrepro.info/?q=node/32. Agustini K, Saepudin Y. 2006. Pengaruh eskstrak buah adas terhadap konsentrasi

estradiol dan FSH tikus putih yang diovariektomi. Artocarpus. 6: 97-103. Albert PM. 1980. Fennel and anise as estrogenic agents. JEthnopharmacol. 2 (4):

337-334.

Bantain M, Chung B. 1994. Effects of irrigation and nitrogen on the yield com-ponents of fennel (Foeniculum vulgare Mill). Aus J Exp Agic. 34: 845-849. Bhathena S, Velasques MT. 2002. Beneficial role of dietary phytoestroges in

obesity and diabetes. Am J Clin Nutr. 73:1191-1201.

Bearden HJ, Fuquay JW, Willard ST. 2004. Applied Animal Reproduction Sixth Edition. Mississipi State University. New Jersey (US). Upper Saddle River. p: 61-73.

Campbell NA, Reece JB, Mitchell LG. 2004 Biology. Ed ke-3 Wasmen M, Penerjemah. Jakarta (ID).Edisi ke-5. Erlangga. Terjemahan dari Biology 3.

Davidson AP. 2004. Controversies in ovulation timing in the bitch. Proceedings, ACVIM 22 ndAnn. Vet. Met Forum.

(29)

14

Dewi DSK. 2010. Identifikasi Protein Early Pregnancy Factor (EPF) dari Kotiledon Sapi Bunting [skripsi]. Surabaya (ID): Universitas Airlangga. Durrant BS, Olson MA, Amodeo D, Anderson A, Russ KD, Campos-Morales R,

Gual-Sill F, Ramos-Garza J. 2003. Vaginal cytology and vulvar swelling as indicators of impending estrus and ovulation in giant panda. Zoo Biology. 22: 313-321.

[EMEA] European Medicines Agency Evaluation of Medicines for Human Use. 2008. Assesment Report of Foeniculum vulgare Mill. London (GB): .EMEA.

Fahmi IZ. 2008. Adas tanaman yang berpotensi dikembangkan sebagai bahan obat alami [Internet]. [diunduh 2013 September 19]. Tersedia pada : http:// balittro. litbang.deptan.go.id.

Guyton AC. 1994. Fisiologi Kedokteran. Ed ke-7.Tengadi KA dkk, penerjemah. Jakarta (ID): EGC. Terjemahan dari: Review of Medical Physiology. Ganong WF. 2002. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Djauhari HM,

Widjajakusumah, editor. Brahman U Pendit, penerjemah. Jakarta (ID): EGC.

Ganong WF. 2003. Review of Medical Physiology. International Edition. San Fransisco (US): Mc Gaw Hill Book.

Harrison RM, Phillippi PP, Swan KF, Henson MC. 1999. Effect of Genistein on steroid hormon production in the pregnant rhesus monkey. Society for Experimental Biology and Medicine vol 222.

Hafez B, Hafez ESE. 2000. Reproduction in Farm Animals. Ed ke-7. Philadelphia (US): Lippincot William and Wilkins.

Hrapkiewicz K, Medina L. 1998. Clinical Laboratory Animal Medicine: An Introduction. Iowa (US): Iowa State University Press.

Hughes CL, Liu G, Beall S, Foster WG, and Davise V. 2004. Effects of genistein or soy milk during late gestation and lactation on adult uterine organization

in the rat. Exp Biol Med. 229:108–117.

Ibanez C, Baulieu EE.2005. Mechanism of Action of Sex Steroid Hormones and Their Analog. Didalam Lauritzen C, Studd, editor. Current management of the menopause. London (GB): Taylor & Francis.

Jefferson WN, Padilla-Banks E, Clark G, and Newbold RR. 2002. Assessing estrogenic activity of phytochemicals using transcriptional activation and immature mouse uterotrophic responses. J Chromatog B Analyt Technol Biomed Life Sci. 777 (1-2):179-189.

Jesionowska H. Karelus K. & Nelson JF. 1990. Effects of Chronic Exposure to Estradiol on Ovarian Cyclicity in Mice: Potention at Low Doses and Only Partial Suppression at High Doses .Biol of Reprod. 43:312-317.

Johnston SD, Kustritz MR, Olson P. 2001. Canine and Feline Theriogenology. WB Saunders comp. Philadelphia. p 32-40.

Johnson MH, Everitt BJ. 1984. Essential Reproduction. Ed ke-2. Blackwell Scientific Pub.

Kohn FD, Barthold SW. 1984. Biology and Disease of Rat Laboratory Animal Medicine. New York (US): Academic Press Inc.

(30)

15 Direktorat Jendral dan Pendidikan Tinggi Pusat Antar Universitas Bioteknologi Institut Pertanian Bogor.

Marcondes FK, Biachi FJ, Tanno AP. 2002. Determination Of the estrous cyclephase of rats : some helpful consdiration. J Braz Arch Biol Technol. 4: 600-614.

Mattjik, AA, Sumertajaya, IM. 2006. Perancangan Percobaan. Ed ke-3. Bogor: IPB Press.

McDonald LE. 1980. Reproductive patterns ofdogs. In : LE. McDonald Ed.

Veterinary Endocrinology and Reproduction. Ed ke-3. Philadelphia (US): Lea and Febiger.

Murkies AL, Wilcox G, Davis SR. 1998. Phytoestrogens (Internet). (diunduh 2013 September 19). Tersedia pada : http://jcem.endojournals.org.

Mulyono S. 2005. Teknik Pembibitan Kambing dan Domba. Jakarta (ID): Penebar Swadaya.

Nalbandov AV. 1990. Fisiologi Reproduksi pada Mamalia dan Unggas. Kemam S, penerjemah. Jakarta (ID): Universitas Indonesia Press. Terjemahan dari:

Reproduction Physiology of Mammal and Poultry.

Northrup C. 2006. Bijak di Saat Menopause. Bandung (ID): Penerbit Pustaka Hidayah.

Purwoko T, Suyanto P. 2001. Biotranformasi Isoflavon oleh Rhizopus oryzae

UICC. 524. Biosmart. 3(2):7-12.

Rishi RK. 2002. Phytoestrogens in health and illness. J Pharmacol. 34:311-320. Sangha GK, Sharma RK, Guraya SS. 2002. Biology of corpus luteum in small

ruminants.Rumin.Res.43:53-64. processing and nutrition. Crit Rev Food Sci Nutr 2000(40):309-26.

Sherwood L. 2001. Fisiologi Manusia dari Sel ke Sistem. Brahm, penerjemah; Santoso BI, editor. Jakarta (ID): EGC. Terjemahan dari: Human Physiology From Cells to Systems.

Suckow MA, Weisbroth SH, Franklin CL. 2006. The Laboratory Rat. California (US): Elseiver Inc.

Taylor. 1994. Practical Teratology. London (GB): WB Saunders Co.

Tognolini M, Ballabeni V, Bertoni S, Barocelli E et al. 2007 . Protective effect of

Foeniculum vulgare essential oil and anethole in an experimental model of thrombosis. Pharmacol Res. 56:254-260.

Tou JCL, Gindeland RE, Wade CE. 2003.Effect of diet and exposure to hindlimb suspension on estrous cycling in Sprague Dawley rats. Am J Endocrinol Metab 286.

Tsourounis C. 2004. Clinical effects of phytoestrogens. Clin Obst Gynecol 44: 836-42.

Vitahealth. 2004. Seluk Beluk Food Supplement. Jakarta (ID): Gamedia Pustaka Utama.

Warren SB, Devine C. 2001. Phytoestrogen and Breast Cancer (Internet). (diunduh 2013 September 2013). Tersedia pada : http://envirocancercor nelledu/factsheet /diet /fs1 .phyto.cfm.

(31)

16

Wijono DB. 1998. Peran Konsentrasi Progesteron Dalam Plasma Darah Untuk Deteksi Estrus dan Aktifitas Ovarium, Prosiding Seminar Nasional Peternakan dan Veteriner. Bogor.

Winarsi H. 2005. Isovlafon Berbagai Sumber, Sifat dan Manfaatnya pada Penyakit Degeneratif . Yogyakarta (ID): Gadjah Mada University Press. Wirakusumah ES. 2003. Agar Tetap Sehat, Cantik, dan Bahagia di Masa

Menopause dengan Terapi Estrogen Alami. Jakarta (ID): Gamedia Pustaka Utama.

(32)

17

RIWAYAT HIDUP

Muhammad Adib Mustofa dilahirkan pada tanggal 9 April 1992 di Tulungagung, Jawa Timur. Merupakan anak tunggal dari pasangan Imam Suwono dan Muslikah. Menerima pendidikan dasar di SD Mojosari 03 lulus pada tahun 2003. Penulis melanjutkan pendidikan di SMPN 1 Kauman, Tulungagung dan lulus pada tahun 2006. Sekolah menengah atas ditempuh di POMOSDA Nganjuk Jawa Timur dan lulus pada tahun 2009. Penulis diterima masuk Fakultas Kedokteran Hewan Institut Pertanian Bogor Melalui jalur Beasiswa Utusan Daerah.

(33)

18

Lampiran 1 Analisis Of Variance Panjang siklus estrus tikus putih (Rattus norvegicus ).

Warning # 849 in column 23. Text:in_ID

The LOCALE subcommand of the SET command has an invalid parameter.It could not be mapped to a valid backend locale.

UJIANOVA PROESTRUS BY PERLAKUAN

Output Created 15-AUG-2013 15:42:22

Comments

Input Active Dataset DataSet0

Filter <none>

User-defined missing values are treated as missing.

Cases Used Statistics are based on all cases with valid data for all variables in the model.

Syntax UJIANOVA PROESTRUS BY PERLAKUAN

(34)

19

Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on observed means.

The error term is Mean Square(Error) = 6,797. a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 5,000. b. Alpha = 0,05.

Input Active Dataset DataSet0

(35)

20

User-defined missing values are treated as missing.

Cases Used Statistics are based on all cases with valid data for all variables in the model.

Syntax UJIANOVA ESTRUS BY PERLAKUAN

/METHOD=SSTYPE(3) /INTERCEPT=INCLUDE

/POSTHOC=PERLAKUAN(DUNCAN) /CRITERIA=ALPHA(0.05)

/DESIGN=PERLAKUAN.

Resources Processor Time 00:00:00,08

(36)

21

Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on observed means.

The error term is Mean Square(Error) = 195,379. a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 5,000.

b. Alpha = 0,05.

User-defined missing values are treated as missing.

Cases Used Statistics are based on all cases with valid data for all variables in the model.

Syntax UJIANOVA METESTRUS BY PERLAKUAN

/METHOD=SSTYPE(3) /INTERCEPT=INCLUDE

/POSTHOC=PERLAKUAN(DUNCAN) /CRITERIA=ALPHA(0.05)

(37)
(38)

23 Means for groups in homogeneous subsets are displayed.

Based on observed means.

The error term is Mean Square(Error) = 85,133. a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 5,000.

b. Alpha = 0,05.

User-defined missing values are treated as missing.

Cases Used Statistics are based on all cases with valid data for all variables in the model.

Syntax UJIANOVA DIESTRUS BY PERLAKUAN

(39)

24 Corrected Total

2664.806 24

a. R Squared = ,725 (Adjusted R Squared = ,670)

Post Hoc Tests

PERLAKUAN

Homogeneous Subsets

DIESTRUS

Duncan

PERLAKUAN N

Subset

1 2

2 5 4.320

3 5 4.800

k+ 5 5.760

1 5 7.200

k- 5 27.360

Sig. .499 1.000

Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on observed means.

The error term is Mean Square(Error) = 36,634. a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 5,000.

Gambar

Tabel 4  Jenis-jenis sel yang terdapat pada preparat ulas vagina tikus putih

Referensi

Dokumen terkait

Hasil penelitian berupa pengamatan terhadap panjang fase proestrus, estrus, metestrus, dan diestrus pada tikus betina usia 1 tahun dengan beberapa perlakuan menunjukkan waktu

Berdasarkan hasil penelitian yang didapat, perlu dilakukan penelitian lebih lanjut tentang pemberian infusa adas yang efektif pada tikus ovariektomi sehingga dapat diketahui secara

ANTIBAKTERI EKSTRAK ETANOL DAUN ADAS (Foeniculum vulgare Mill.) TERHADAP Staphylococcus aureus ATCC 6538 DAN Escherichia coli ATCC 11229 SECARA IN VITRO. Latar Belakang:

terhadap kolesterol total darah tikus putih ( Rattus norvegicus ) yang diberi diet..

Pengaruh pemberian ekstrak ethanol daun Adas diteliti dengan melakukan pengukuran penambahan berat badan pada anakan tikus yang masih menyusui selama 15 hari.. Pengambilan

4.2 Pengaruh Pemberian Infusa Daun Murrbei ( Morus alba L.) Terhadap Gambaran Histologi Tubulus Proksimal Tikus Putih ( Rattus norvegicus ) Diabetes Mellitus Kronik

Untuk itu penelitiann ini dilakukan agar mengetahui efek antiinflamasi dari infusa daun bayam merah (Amarantus tricolor L.) pada tikus putih (Rattus norvegicus L.) dengan

Penelitian ini dilakukan bertujuan untuk melihat adanya pengaruh pemberian infusa buah adas (Foeniculum vulgare Mill) terhadap kadar kalsium dan fosfor dalam darah