• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaruh Perlakuan Alkali (NaOH) Terhadap Kekuatan Mekanik Komposit Epoksi Berpengisi Serat Ampas Tebu

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Pengaruh Perlakuan Alkali (NaOH) Terhadap Kekuatan Mekanik Komposit Epoksi Berpengisi Serat Ampas Tebu"

Copied!
87
0
0

Teks penuh

(1)

PENGARUH PERLAKUAN ALKALI (NaOH)

TERHADAP KEKUATAN MEKANIK KOMPOSIT

EPOKSI BERPENGISI SERAT AMPAS TEBU

SKRIPSI

Oleh

AKHMAD NADJI SHABIRI

080405038

DEPARTEMEN TEKNIK KIMIA

FAKULTAS TEKNIK

(2)

PENGARUH PERLAKUAN ALKALI (NaOH)

TERHADAP KEKUATAN MEKANIK KOMPOSIT

EPOKSI BERPENGISI SERAT AMPAS TEBU

SKRIPSI

Oleh

AKHMAD NADJI SHABIRI

080405038

SKRIPSI INI DIAJUKAN UNTUK MELENGKAPI SEBAGIAN

PERSYARATAN MENJADI SARJANA TEKNIK

DEPARTEMEN TEKNIK KIMIA

FAKULTAS TEKNIK

(3)

PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI

Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi dengan judul :

PENGARUH PERLAKUAN ALKALI (NaOH) TERHADAP KEKUATAN MEKANIK KOMPOSIT EPOKSI BERPENGISI SERAT AMPAS TEBU

Yang dibuat untuk melengkapi sebagian persyaratan menjadi Sarjana Teknik pada Departemen Teknik Kimia Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara, sejauh yang saya ketahui bukan merupakan tiruan atau pernah dipakai untuk

mendapatkan gelar kesarjanaan di lingkungan Universitas Sumatera Utara maupun di Perguruan Tinggi atau Instansi manapun, kecuali bagian yang sumber informasinya dicantumkan sebagaimana mestinya.

Medan, 17 Juli 2014

(4)

PENGESAHAN

Skripsi dengan judul :

PENGARUH PERLAKUAN ALKALI (NaOH) TERHADAP KEKUATAN MEKANIK KOMPOSIT EPOKSI BERPENGISI SERAT AMPAS TEBU

dibuat untuk melengkapi persyaratan menjadi Sarjana Teknik pada Departemen Teknki Kimia Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara. Skripsi ini telah

diujikan pada sidang ujian skripsi pada (17 Juli 2014) dan dinyatakan memenuhi syarat/sah sebagai skripsi pada Departemen Teknik Kimia Universitas Sumatera

Utara

Mengetahui, Medan, 17 Juli 2014

Koordinator Skripsi Dosen Pembimbing

Ir. Renita Manurung, MT M. Hendra S. Ginting, ST, MT NIP : 19681214 199702 2 002 NIP : 19700919 199903 1 001

Dosen Penguji I Dosen Penguji II

(5)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas limpahan rahmat dan karunia-Nya sehingga skripsi ini dapat diselesaikan. Tulisan ini merupakan

Skripsi dengan judul “Pengaruh Perlakuan Alkali (NaOH) Terhadap Kekuatan Mekanik Komposit Epoksi Berpengisi Serat Ampas Tebu”, berdasarkan hasil

penelitian yang penulis lakukan di Departemen Teknik Kimia Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara. Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk mendapatkan gelar sarjana teknik

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi gambaran kepada dunia industri tentang pemanfaatan limbah ampas tebu yang dapat diolah lebih lanjut untuk dijadikan serat ampas tebu yang memiliki potensi menjadi bahan pengisi dalam komposit polimer.

Sedangkan karya ilmiah yang telah diterima untuk terbit pada Jurnal Teknik Kimia USU dengan judul “Pengaruh Komposisi Dan Perlakuan Alkali Terhadap Kekuatan Bentur Komposit Partikel Epoksi Berpengisi Serat Ampas Tebu”.

Selama melakukan penelitian sampai penulisan skripsi ini penulis banyak mendapat bantuan dari berbagai pihak, untuk itu penulis mengucapkan terima kasih dan penghargaan sebesar-besarnya kepada :

1. Bapak M. Hendra S. Ginting, ST, M.T yang telah banyak memberikan bimbingan dan arahan dalam menyelesaikan penelitian dan penulisan skripsi ini.

2. Ibu Dr. Ir. Hamidah Harahap, M.Sc selaku Dosen Penguji I yang telah banyak memberikan saran dan masukan untuk kesempurnaan skripsi ini. 3. Ibu Dr. Ir. Halimatuddahliana, MSc selaku Dosen Penguji II yang telah

banyak memberikan saran dan masukan untuk kesempurnaan skripsi ini. 4. Bapak Dr. Eng. Ir. Irvan, M.Si sebagai Ketua Departemen Teknik Kimia

(6)

5. Ibu Ir. Renita Manurung, MT sebagai Koordinator Skripsi dan Dosen Pembimbing akademik.

6. Rizky Salaam Ritonga atas waktu, kerjasama, motivasi, dukungan dan segala pertolongan yang diberikan selama melakukan penelitian dan penulisan skripsi ini.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna oleh karena itu penulis mengharapkan saran dan masukan demi kesempurnaan skripsi ini. Semoga skripsi ini memberikan manfaat bagi pengembangan ilmu pengetahuan.

Medan, Juli 2014 Penulis,

(7)

DEDIKASI

Penulis mendedikasikan skripsi ini kepada :

1. Orang tua penulis, Dr. Asyraf, Sp.PD dan Dr. Ani Ariani, Sp.A.

2. Kekasih hati penulis, Ajeng Ayu Chahyaditha, ST.

3. Adik-adik penulis, Akhmad Arif Luthfi, Ahmad Rafi Muzakki, dan Siti

Hana Zafira.

4. Seluruh sahabat, teman-teman, adik-adik, dan abang/kakak sesama mahasiwa Departemen Teknik Kimia terutama angkatan 2008, khususnya Syahrinal Anggi Daulay, Ismail Fahmi Hasibuan, Fachry Wirathama, Eka Roy Jayanto, Hendry Simanjuntak, Frendis Agustinus Pandjaitan, dan Rudi Anas Hutahahean, yang memberikan banyak dukungan dan semangat kepada penulis selama berada di Teknik Kimia USU.

(8)

RIWAYAT HIDUP PENULIS

Nama : Achmad Nadji Shabiri NIM : 080405038

Tempat/tgl lahir : Medan, 7 April 1989 Nama orang tua :

1. Ayah : Dr. Asyraf, Sp. PD 2. Ibu : Dr. Ani Ariani, Sp. A Alamat orang tua :

Perumahan Dukuh Bima Jl. Bima Buana 15 No. 8 Kota Legenda Tambun, Bekasi

Asal sekolah :

1. SD Al-Azhar Medan tahun 1995 – 2001 2. SMP Al-Azhar Medan tahun 2001 – 2004 3. SMA Sutomo 1 Medan tahun 2004 – 2007 Beasiswa yang pernah diperoleh :

1. Beasiswa Peningkatan Prestasi Akademik (PPA) Universitas Sumatera Utara Tahun 2009

Pengalaman organisasi / kerja :

1. CSG periode 2010-2011 sebagai Anggota Bidang Hubungan Masyarakat 2. HIMATEK periode 2011-2012 sebagai Anggota Bidang Pengembangan

(9)

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh perlakuan alkali serat dan komposisi terhadap sifat kekuatan mekanik komposit epoksi berpengisi serat ampas tebu. Komposit dibuat dengan metode hand lay up dengan mencampurkan epoksi dan pengisi serat ampas tebu dengan variabel rasio fraksi volume antara epoksi dan serat ampas tebu, 100/0, 70/30, 60/40, 50/50 (v/v) dan konsentrasi larutan NaOH dalam perlakuan alkali 0%, 1%, 2%, dan 3%. Sifat mekanik yang diuji yaitu kekuatan tarik, kekuatan lentur, kekuatan bentur, daya serap air, dan didukung dengan analisa SEM dan FTIR. Hasil pengujian mekanik yang diperoleh menunjukkan bahwa nilai kekuatan tarik maksimum diperoleh pada komposisi 70:30 dengan konsentrasi NaOH 2% sebesar 23,26 MPa, nilai kekuatan lentur maksimum diperoleh pada komposisi 70:30 dengan konsentrasi NaOH 2% sebesar 50,17 MPa, nilai kekuatan bentur maksimum dari komposit berada pada perbandingan komposisi 70:30 dengan konsentrasi NaOH 2% sebesar 8,005 kJ/m2. Pada uji daya serap air, penyerapan air semakin meningkat seiring bertambahnya jumlah pengisi. Dari hasil penelitian ini diperoleh bahwa komposit komposit dengan variasi 70:30 dengan konstrasi NaOH 2% memiliki performa terbaik.

(10)

ABSTRACT

This study aims to determine the effect of alkali treatment and fiber composition on the mechanical strength properties of epoxy composites filled with bagasse fibers. Composites were made by hand lay-up method by mixing epoxy and filler bagasse fiber with variation of volume between epoxy and fiber bagasse were 100/0, 70/30, 60/40, 50/50 (v/v) and the concentration of the NaOH solution in the alkali treatment were 0%, 1%, 2%, and 3%. Mechanical properties tested were tensile strength, flexural strength, impact strength, water absorption, and were supported by SEM and FTIR analysis. Results of mechanical testing showed that the maximum tensile strength value obtained on the composition was 70:30 with 2% NaOH concentration of 23.26 MPa, the maximum flexural strength valueobtained on the composition of 70:30 with 2% NaOH concentration was 50.17 MPa, the maximum impact strength value obtained of the composite was on the composition ratio of 70:30 with 2% NaOH concentration was 8.005 kJ / m2. In the water absorption test, water absorption increased with the addition ratio of filler. The best performance were given by variation ratio 70:30 (v/v) and 2% NaOH concentration.

(11)

DAFTAR ISI

Halaman

PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI i

PENGESAHAN ii

PRAKATA iii

DEDIKASI v

RIWAYAT HIDUP PENULIS vi

ABSTRAK vii

ABSTRACT viii

DAFTAR ISI ix

DAFTAR GAMBAR xiii

DAFTAR TABEL xv

DAFTAR LAMPIRAN xvi

DAFTAR SINGKATAN xvii

DAFTAR SIMBOL xviii

BAB I PENDAHULUAN 1

1.1 LATAR BELAKANG 1

1.2 PERUMUSAN MASALAH 2

1.3 TUJUAN PENELITIAN 3

1.4 MANFAAT PENELITIAN 3

1.5 RUANG LINGKUP PENELITIAN 3

1.5.1 Lokasi Penelitian 3

1.5.2 Bahan Baku yang Digunakan 3

1.5.3 Parameter yang Digunakan 4

1.5.4 Analisa Hasil Penelitian 4

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 5

2.1 KOMPOSIT 5

2.1.1 Pengertian Komposit 5

2.1.2 Klasifikasi Bahan Komposit 6

(12)

2.1.2.2 Bahan Komposit Serat (fiber Composite) 6

2.1.3 MATRIKS 7

2.2 SERAT 9

2.2.1 Ampas Tebu sebagai Bahan Baku Papan Komposit Partikel 9

2.3 EPOKSI 10

2.4 ALKALISASI 10

2.5 PROSES PABRIKASI KOMPOSIT 11

2.5.1 Open Molding Process (Pencetakan Terbuka) 11 2.5.2 Close Molding Process (Pencetakan Tertutup) 12

2.6 PENGUJIAN KOMPOSIT 14

2.6. Pengujian Kekuatan Tarik (Tensile Strength) Astm D 638 14

2.6.2 Pengujian Kekuatan Lentur (Bending Strength) Astm D 790 16 2.6.3 Pengujian Kekuatan Bentur (Impact Strength)Astm D 4812-11 18 2.6.4 Analisa Penyerapan Air (Water Adsorption) Astm

D 570 21

2.6.5 Karakteristik Fourier Transform Infra Red (FT-IR) 21

2.6.6 Analisa Scanning Electron Microscope (SEM) 21

2.7 APLIKASI KOMPOSIT EPOKSI 22

2.8 ANALISIS BIAYA 23

BAB III METODOLOGI PENELITIAN 26

3.1 LOKASI PENELITIAN 26

3.2 BAHAN DAN PERALATAN 26

3.2.1 Bahan 26

3.2.2 Peralatan 26

3.3 PROSEDUR PENELETIAN 27

3.3.1 Pengambilan serat ampas tebu 27

3.3.2 Perlakuan Alkali Serat Ampas Tebu 27

3.3.3 Pembuatan Partikel Serat Ampas Tebu 27

3.3.4 Pembuatan Komposit Epoksi Berpenguat Serat Ampas Tebu 28

3.3.5 Pengujian Komposit 28

(13)

Tipe I 28

3.3.5.2 Pengujian Kekuatan Bengkok (Bending Strength) ASTM

D 790-02 29

3.3.5.3 Pengujian Kekuatan Bentur (Impact Strength) ASTM

D 256 29

3.3.5.4 Analisa Penyerapan Air (Water Absorption) ASTM

D570 30

3.3.5.5 Karakteristik Fourier Transform Infra-Red (FT-IR) 30 3.3.5.6 Pengujian Analisa Scanning Electron Microscope (SEM) 30

3.4 FLOWCHART PENELITIAN 31

3.4.1 Flowchart Pengambilan Serat Ampas Tebu 31 3.4.2 Flowchart Perlakuan Alkali Serat Ampas Tebu 31 3.4.3 Flowchart Pembuatan Partikel Ampas Tebu 32 3.4.4 Flowchart Pembuatan Komposit Epoksi Berpenguat Serbuk Ampas

Tebu 32

3.4.5 Flowchart Pengujian Komposit 34

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 34

4.1 KARAKTERISTIK FT-IR (FOURIER TRANSFORM-INFRA RED) EPOKSI, SERAT AMPAS TEBU TANPA PERLAKUAN ALKALI DAN

DENGAN PERLAKUAN ALKALI, DAN KOMPOSIT EPOKSI

BERPENGISI SERAT AMPAS TEBU 34

4.1.1 Karakteristik FT-IR Epoksi 34

4.1.2 Karakteristik Serat Ampas Tebu Tanpa Perlakuan Alkali Dan Dengan

Perlakuan Alkali 36

4.1.3 Karakteristik Epoksi Berpengisi Ampas Tebu 40

4.2 PENGARUH KOMPOSISI DAN PERLAKUAN ALKALI TERHADAP KEKUATAN TARIK (TENSILE STRENGTH) KOMPOSIT PARTIKEL

(14)

4.3 PENGARUH KOMPOSISI DAN PERLAKUAN ALKALI TERHADAP SIFAT PEMANJANGAN PADA SAAT PUTUS (ELONGATION AT BREAK) KOMPOSIT EPOKSI BERPENGISI SERAT AMPAS TEBU 43 4.4 PENGARUH KOMPOSISI DAN PERLAKUAN ALKALI TERHADAP

SIFAT MODULUS ELASTISITAS (TENSILE MODULUS) KOMPOSIT

EPOKSI BERPENGISI SERAT AMPAS TEBU 45

4.5 PENGARUH KOMPOSISI DAN PERLAKUAN ALKALI TERHADAP KEKUATAN LENTUR (FLEXURAL STRENGTH) KOMPOSIT EPOKSI

BERPENGISI SERAT AMPAS TEBU 46

4.6 PENGARUH KOMPOSISI DAN PERLAKUAN ALKALI TERHADAP KEKUATAN BENTUR (IMPACT STRENGTH) KOMPOSIT PARTIKEL

EPOKSI BERPENGISI SERAT AMPAS TEBU 48

4.7 PENGARUH KOMPOSISI SERAT TERHADAP PENYERAPAN AIR

(WATER ABSORPTION) KOMPOSIT EPOKSI BERPENGISI SERAT

AMPAS TEBU 49

4.8 KARAKTERISTIK MORFOLOGI ANALISIS SCANNING ELECTRON MICROSCOPY (SEM) KOMPOSIT EPOKSI BERPENGISI SERAT

AMPAS TEBU 51

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 53

5.1 KESIMPULAN 53

5.2 SARAN 54

DAFTAR PUSTAKA 55

LAMPIRAN A 58

LAMPIRAN B 62

(15)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 2.1 Uji Tarik ASTM D 638 15

Gambar 2.2 Kurva Tegangan dan Regangan Hasil Uji Tarik 16

Gambar 2.3 Penampang Uji Bengkok 17

Gambar 2.4 Spesimen V-Notch Metoda Charpy dan Izod 18

Gambar 2.5 Peralatan Uji Bentur 20

Gambar 2.6 Jenis Mobil Sports Yang Menggunakan Komponen

Leaf Spring Dari Komposit Epoksi. 23

Gambar 2.7 Aplikasi Lain Penggunaan Komposit Serat Alam 22

Gambar 3.1 Contoh Skema Spesimen Uji Tarik 28

Gambar 3.2 Ukuran Dimensi Spesimen Kekuatan Lentur ASTM D-790 29 Gambar 3.3 Ukuran Dimensi Spesimen Metoda Izod ASTM D 4812-11 29 Gambar 3.4 Flowchart Pengambilan Serat Ampas Tebu 31 Gambar 3.5 Flowchart Perlakuan Alkali Serat Ampas Tebu 31

Gambar 3.6 Pembuatan Partikel Ampas Tebu 31

Gambar 3.7 Flowchart Pembuatan Komposit Partikel Epoksi Berpengisi Serat

Ampas Tebu 32

Gambar 3.8 Flowchart Pengujian Komposit 33

Gambar 4.1 Karakteristik FT-IR Epoksi 34

Gambar 4.2 Struktur Molekul Epoksi 35

Gambar 4.3 Karakteristik FT-IR Serat Ampas Tebu tanpa Perlakuan Alkali 36 Gambar 4.4 Karakteristik FT-IR Serat Ampas Tebu dengan Perlakuan Alkali

38 Gambar 4.5 Perbandingan Karakteristik FT-IR Serat Ampas Tebu Tanpa

Perlakuan Alkali dan Dengan Perlakuan Alkali 39 Gambar 4.6 Karakteristik FT-IR Komposit Epoksi Berpengisi Serat Ampas

Tebu 40

Gambar 4.7 Pengaruh Perbandingan Komposisi dan Perlakuan Alkali Terhadap

(16)

Gambar 4.8 Pengaruh Komposisi Dan Perlakuan Alkali Terhadap Sifat Pemanjangan Pada Saat Putus (Elongation At Break) Komposit

Epoksi Berpengisi Serat Ampas Tebu 43

Gambar 4.9 Pengaruh Komposisi Dan Perlakuan Alkali Terhadap Sifat Modulus Elastisitas (Tensile Modulus) Komposit Epoksi

Berpengisi Serat Ampas Tebu 45

Gambar 4.10 Pengaruh Perbandingan Komposisi dan Perlakuan Alkali

Terhadap Kekuatan Lentur Komposit 47

Gambar 4.11 Pengaruh Perbandingan Komposisi dan Perlakuan Alkali

Terhadap Kekuatan Bentur Komposit 48

Gambar 4.12 Pengaruh Komposisi Serat Terhadap Penyerapan Air (Water Absorption) Komposit Epoksi Berpengisi Serat Ampas tebu 49 Gambar 4.13 Kemungkinan Ikatan Yang Terjadi Antara Resin Thermoset

Dengan Serat Alam 50

Gambar 4.14 Hasil Analisa SEM Morfologi Permukaan 51 Gambar C.1 Komposit Partikel Epoksi Berpengisi Serbuk Ampas tebu 63

Gambar C.2 Alat UTM Gotech Al-7000 M Grid Tensile 63 Gambar C.3 Alat UTM Gotech Al-7000 M Grid Flexural 64

Gambar C.4 Alat Impact Tester GOTECH 64

Gambar C.5 FTIR SHIMADZU IR-PRESTIGE 21 65

(17)

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 2.1 Struktur Pembentuk Ampas Tebu 9

Tabel 2.2 Perbandingan Harga antara Serat Alam dan Serat Sintetik 22 Tabel 2.3 Rincian Biaya Pembuatan Komposit Epoksi Berpengsi Ampas

Tebu 24

Tabel 2.4 Perkiraan Rincian Biaya Pembuatan Produk 24

Tabel A.1 Data Hasil Kekuatan Uji Tarik 58

Tabel A.2 Data Hasil Pemanjangan Saat Putus 58

Tabel A.3 Data Hasil Modulus Elastisitas 59

Tabel A.4 Data Hasil Kekuatan Uji Lentur 60

Tabel A.5 Data Hasil Kekuatan Uji Bentur 60

(18)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

Lampiran A Data Penelitian 58

Lampiran B Contoh Perhitungan 62

Lampiran C Dokumentasi Penelitian 63

(19)

DAFTAR SINGKATAN

ASTM American Society for Testing and Materials

FT-IR Fourier Transform-Infra Red

SEI Secondary Electron Image

SEM Scanning Electron Microscopy

(20)

DAFTAR SIMBOL

Simbol Keterangan Dimensi

Ao Luas penampang awal m2

Fmax Beban maksimum N

Engineering stress Nm-2

Engineering strain -

lo Panjang awal m

lt Panjang akhir m

l Pertambahan panjang m

E Modulus elastis / Modulus Young Mpa

M Momen flexural -

b Kekuatan lentur Mpa

Eb Modulus elastisitas flexural m

B Lebar spesimen m

P Daya N

L Jarak antara titik tumpu m

d Tebal spesimen m

 defleksi mm

D Kekakuan N/mm2

I Momen inersia mm4

Es Energi yang diserap Joule

M Massa pendulum Kg

G Percepatan gravitasi m/s2

R Panjang lengan m

HI Harga impak J/mm2

 Sudut pendulum sebelum diayunkan -

 Sudut ayunan pendulum setelah komposit patah -

We Berat komposit setelah perendaman Kg

Wo Berat komposit awal Kg

(21)

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh perlakuan alkali serat dan komposisi terhadap sifat kekuatan mekanik komposit epoksi berpengisi serat ampas tebu. Komposit dibuat dengan metode hand lay up dengan mencampurkan epoksi dan pengisi serat ampas tebu dengan variabel rasio fraksi volume antara epoksi dan serat ampas tebu, 100/0, 70/30, 60/40, 50/50 (v/v) dan konsentrasi larutan NaOH dalam perlakuan alkali 0%, 1%, 2%, dan 3%. Sifat mekanik yang diuji yaitu kekuatan tarik, kekuatan lentur, kekuatan bentur, daya serap air, dan didukung dengan analisa SEM dan FTIR. Hasil pengujian mekanik yang diperoleh menunjukkan bahwa nilai kekuatan tarik maksimum diperoleh pada komposisi 70:30 dengan konsentrasi NaOH 2% sebesar 23,26 MPa, nilai kekuatan lentur maksimum diperoleh pada komposisi 70:30 dengan konsentrasi NaOH 2% sebesar 50,17 MPa, nilai kekuatan bentur maksimum dari komposit berada pada perbandingan komposisi 70:30 dengan konsentrasi NaOH 2% sebesar 8,005 kJ/m2. Pada uji daya serap air, penyerapan air semakin meningkat seiring bertambahnya jumlah pengisi. Dari hasil penelitian ini diperoleh bahwa komposit komposit dengan variasi 70:30 dengan konstrasi NaOH 2% memiliki performa terbaik.

(22)

ABSTRACT

This study aims to determine the effect of alkali treatment and fiber composition on the mechanical strength properties of epoxy composites filled with bagasse fibers. Composites were made by hand lay-up method by mixing epoxy and filler bagasse fiber with variation of volume between epoxy and fiber bagasse were 100/0, 70/30, 60/40, 50/50 (v/v) and the concentration of the NaOH solution in the alkali treatment were 0%, 1%, 2%, and 3%. Mechanical properties tested were tensile strength, flexural strength, impact strength, water absorption, and were supported by SEM and FTIR analysis. Results of mechanical testing showed that the maximum tensile strength value obtained on the composition was 70:30 with 2% NaOH concentration of 23.26 MPa, the maximum flexural strength valueobtained on the composition of 70:30 with 2% NaOH concentration was 50.17 MPa, the maximum impact strength value obtained of the composite was on the composition ratio of 70:30 with 2% NaOH concentration was 8.005 kJ / m2. In the water absorption test, water absorption increased with the addition ratio of filler. The best performance were given by variation ratio 70:30 (v/v) and 2% NaOH concentration.

(23)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG

Dewasa ini, penggunaan bahan polimer di dunia industri berkembang dengan sangat pesat. Hal ini dikarenakan bahan polimer memiliki sifat ringan,

murah, tahan korosi, dan temperatur pemrosesannya yang relatif rendah bila dibandingkan dengan bahan logam ataupun bahan keramik. Pada umumnya bahan polimer ini dicampurkan dengan bahan lain untuk memperoleh sifat yang lebih baik, yang dikenal sebagai bahan komposit. Pada dasarnya material komposit merupakan gabungan dari dua atau lebih material yang berbeda menjadi suatu bentuk unit mikroskopik, yang terbuat dari bermacam-macam kombinasi sifat atau gabungan antara serat dan matrik. Saat ini bahan komposit yang diperkuat dengan serat merupakan bahan teknik yang banyak digunakan karena kekuatan dan kekakuan spesifik yang jauh di atas bahan teknik pada umumnya [1].

Sementara itu, penggunaan serat alami sebagai penguat pada bahan komposit disebabkan karena melimpahnya jenis tanaman penghasil serat, khususnya di Indonesia, sehingga membuat para peneliti tertarik untukmengembangkan material komposit menggunakan bahan dari serat alam. Material komposit yang berasal dari serat alam kekuatannya tidak kalah dengan material komposit dari logam seperti aluminum [2].

Ampas tebu atau yang umum disebut bagas diperoleh dari sisa pengolahan

tebu (Saccharum officinarum) pada industri gula pasir. Pada umumnya ampas tebu kering yang dihasilkan dari satu pabrik gula adalah sebanyak 32%, selama ini sebanyak 60% ampas tebu dimanfaatkan oleh pabrik gula sebagai bahan bakar, bahan baku untuk kertas, dan industri jamur, sedangkan 40% ampas tebu belum dimanfaatkan [3].

(24)

keberadaan bagase mencapai 75 juta ton berdasarkan berat keringnya [5]. Ampas tebu yang memiliki kandungan kimia yang terdiri dari selulosa (26-43%), hemiselulosa (17-23%), pentosan (20-33%), dan lignin (13-22%) [6], berpotensi menjadi bahan baku pengisi pembuatan komposit.

Berdasarkan hasil penelitian Sudhir Kumar dan Chandan Datta [7], sifat mekanik komposit epoksi dengan ampas tebu tanpa perlakuan dengan rasio epoksi berbanding ampas tebu 70:30 memiliki hasil Tensile Strength 9,87 MPa, Flexural Strength 26,78 MPa, dan Impact Strength 6,67 kJ/m2.

Pada komposit polimer berpenguat serat alam, sifat antar muka matriks dan serat perlu diperhatikan. Hal ini berkaitan dengan kompatibilitas antara serat dengan matriks dan sifat hidrofilik serat. Alkalisasi adalah salah satu cara modifikasi serat alam untuk meningkatkan kompatibilitas matriks-serat. Dari penelitian Kifli Umar [8], diperoleh pengaruh perlakuan permukaan serat dengan NaOH dapat meningkatkan kekuatan mekanis dari komposit.

Dari uraian diatas, penulis tertarik untuk meneliti sifat mekanik dari komposit epoksi berpengisi serbuk ampas tebu. Sifat mekanik di atas meliputi

kekuatan tarik (tensile strength), kekuatan bengkok (bending strength), dan kekuatan bentur (impact strength), uji daya serap air (Water Absorption), serat

analisa SEM dan analisa FT-IR.

1.2 PERUMUSAN MASALAH

Perumusan masalah yang dikaji dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Bagaimana pengaruh perlakuan alkali (NaOH) pada serat ampas tebu terhadap sifat mekanik yang meliputi kekuatan tarik, kekuatan bengkok, dan kekuatan bentur dari komposit epoksi yang dihasilkan

(25)

1.3 TUJUAN PENELITIAN

Adapun tujuan penelitian ini adalah :

1. Untuk mengetahui pengaruh perlakuan alkali (NaOH) pada serat ampas tebu terhadap sifat mekanik yang meliputi kekuatan tarik, kekuatan bengkok, dan kekuatan bentur dari komposit epoksi berpengisi serbuk ampas tebu yang dihasilkan.

2. Untuk mengetahui pengaruh perbandingan volume epoksi dengan serat ampas tebu yang digunakan terhadap sifat mekanik yang meliputi kekuatan tarik, kekuatan bengkok, dan kekuatan bentur dari komposit epoksi berpengisi serbuk ampas tebu yang dihasilkan.

3.

1.4 MANFAAT PENELITIAN

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut : 1. Meningkatkan nilai ekonomis dari ampas tebu.

2. Dapat memberikan informasi mengenai sifat mekanik komposit epoksi berpengisi serbuk ampas tebu.

3. Sebagai bahan perbandingan sifat mekanik komposit epoksi diperkuat partikel ampas tebu dengan komposit epoksi berpengisi lain yang telah

diteliti sebelumnya.

1.5 RUANG LINGKUP PENELITIAN

Adapun ruang lingkup dalam penelitian ini adalah :

1.5.1 LOKASI PENELITIAN

Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Penelitian,dan Laboratorium Lateks, Fakultas Teknik, Universitas Sumatera Utara, Laboratorium Penelitian, Fakultas Farmasi, Universitas Sumatera Utara, dan Laboratorium Fisika Terpadu, Universitas Negeri Medan.

1.5.2 BAHAN BAKU YANG DIGUNAKAN

(26)

2. Epoksi sebagai matriks yang diperoleh dari toko peralatan dan bahan kimia PT. Justus Kimiaraya.

3. Natrium Hidroksida.

1.5.3 VARIABELYANG DIGUNAKAN

1. Variasi konsentrasi larutan NaOH yang digunakan yakni 0%, 1%, 2%, dan 3 %.

2. Perbandingan fraksi volum epoksi dengan serbuk ampas tebu yakni 100:0, 70:30, 60:40,dan 50:50.

3.

1.5.4 ANALISA HASIL PENELITIAN

1. Uji tarik (tensile strength) ASTM D 638-10 Tipe IV. 2. Uji bengkok (bending strength) ASTM D 790. 3. Uji bentur (impact strength) ASTM D 4812-11. 4. Uji penyerapan air (water absorption) ASTM D570. 5. Uji Fourier Transform-Infra Red (FT-IR).

(27)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 KOMPOSIT

2.1.1 Pengertian Komposit

Bahan komposit menunjukkan artian bahwa dua atau lebih material digabung pada skala makroskopis untuk membentuk material ketiga yang berbeda. Material-material yang berbeda dapat digabung dalam skala mikroskopis seperti memadukan logam. Bila suatu komposit dirancang dengan baik maka akan memberikan kualitas yang bagus daripada komponen atau konstituen penyusunnya. Beberapa sifat yang dapat dikembangkan dengan membentuk bahan komposit yaitu [1] : kekuatan (strength), kekakuan (stiffness), tahanan korosi (corrosion resistance), tahanan aus (wear resistance), daya pikat (attractiveness), berat, perioda lelah (fatigue life), sifat ketergantungan suhu ( temperature-dependent behavior), insulasi termal, konduktivitas termal, dan insulasi akustik (acoustical insulation).

Secara umum, tidak semua sifat-sifat di atas dikembangkan pada waktu yang bersamaan karena dikhawatirkan malah akan mengganggu sifat material itu sendiri misalnya insulasi termal dan konduktivitas termal. Tujuan pembentukan bahan komposit itu sendiri yaitu untuk membentuk suatu bahan baru yang memiliki sifat khusus untuk keperluan tertentu pula.

(28)

2.1.2 Klasifikasi Bahan Komposit

Secara garis besar bahan komposit terdiri atas dua macam, yaitu bahan komoposit partikel (particulate composite) dan bahan komposit serat (fiber composite) [9].

2.1.2.1 Bahan Komposit Partikel (Particulate Composite)

Bahan komposit yang bahan penguatnya terdiri dari partikel-partikel disebut bahan komposit partikel (particulate composite). Partikel, secara definisi adalah bukan serat, karena tidak mempunyai ukuran panjang. Bahan komposit partikel pada umumnya lebih lemah dan keliatannya (fracture toughness) lebih rendah dibanding bahan komposit serat panjang. Tetapi dari segi lain, bahan ini sering lebih unggul, seperti ketahanan terhadap aus. Partikel – partikel ini umumnya digunakan sebagai pengisi dan penguat bahan komposit bermatriks keramik (ceramic matrix composite). Bahan komposit keramik dan metal banyak digunakan untuk perkakas potong berkecepatan tinggi (high speed cutting tool), pipa proteksi termokopel dan piranti – piranti lain yang membutuhkan temperatur

tinggi dan tahan aus (abrasi).

2.1.2.2 Bahan Komposit Serat (Fiber Composite)

Bahan komposit serat adalah jenis bahan komposit yang umum dikenal, paling banyak dipakai dan dibicarakan. Komposit serat ini juga merupakan jenis komposit yang hanya terdiri dari satu laminat atau satu lapisan yang menggunakan penguat berupa serat/fiber. Fiber yang digunakan bisa berupa glass fibers, carbon fibers, aramid fibers (polyaramid) dan sebagainya. Fiber ini bisa disusun secara acak maupun dengan orientasi tertentu bahkan bisa dengan bentuk yang lebih komplek seperti anyaman. Ada dua hal yang membuat serat dapat menahan gaya dengan efektif, yaitu jika :

a) Perekatan (bonding) antara serat dan matriks sangat baik dan kuat, sehingga serat tidak mudah lepas dari matriks (debonding).

(29)

2.1.3 MATRIKS

Matrik dalam struktur komposit dapat berasal dari bahan polimer, logam, maupun keramik [9]. Syarat pokok matrik yang digunakan dalam komposit adalah matrik harus bisa meneruskan beban, sehinga serat harus bisa melekat pada matrik dan kompatibel antara serat dan matrik. Umumnya matrik dipilih yang mempunyai ketahanan panas yang tinggi [10]. Matrik yang digunakan dalam komposit adalah harus mampu meneruskan beban sehingga serat harus bisa melekat pada matrik dan kompatibel antara serat dan matrik artinya tidak ada reaksi yang mengganggu. Bahan komposit matrik mempunyai kegunaan yaitu sebagai berikut [10] :

a) Matrik memegang dan mempertahankan serat pada posisinya.

b) Pada saat pembebanan, merubah bentuk dan mendistribusikan tegangan ke unsur utamanya yaitu serat.

c) Memberikan sifat tertentu, misalnya ductility, toughness dan electrical insulation.

Bahan matrik yang sering digunakan dalam komposit antara lain [10]: a) Polimer.

 Polimer merupakan bahan matrik yang paling sering digunakan. Adapun jenis polimer yaitu: Thermoset, adalah plastik atau resin yang tidak bisa berubah karena panas (tidak bisa di daur ulang). Misalnya :

epoxy, polyester, phenotic.

 Termoplastik, adalah plastik atau resin yang dapat dilunakkan terus menerus dengan pemanasan atau dikeraskan dengan pendinginan dan bisa berubah karena panas (bisa didaur ulang). Misalnya : Polyamid,

nylon, polysurface, polyether.

b) Keramik.

(30)

c) Karet.

Karet adalah polimer bersistem cross linked yang mempunyai kondisi semi kristalin dibawah temperatur kamar.

d) Matrik logam

Matrik cair dialirkan kesekeliling sistem fiber, yang telah diatur dengan perekatan difusi atau pemanasan.

e) Matrik karbon.

Fiber yang direkatkan dengan karbon sehingga terjadi karbonisasi.

Pemilihan matrik harus didasarkan pada kemampuan elongisasi saat patah yang lebih besar dibandingkan dengan filler. Selain itu juga perlunya diperhatikan berat jenis, viskositas, kemampuan membasahi filler, tekanan dan suhu curring, penyusutan dan voids.

Voids (kekosongan) yang terjadi pada matrik sangatlah berbahaya, karena pada bagian tersebut fiber tidak didukung oleh matriks, sedangkan fiber selalu akan mentransfer tegangan ke matriks. Hal seperti ini menjadi penyebab munculnya crack, sehingga komposit akan gagal lebih awal. Kekuatan komposit

terkait dengan void adalah berbanding terbalik yaitu semakin banyak void maka komposit semakin rapuh dan apabila sedikit void komposit semakin kuat.

Dalam pembuatan sebuah komposit, matriks berfungsi sebagai pengikat bahan penguat, dan juga sebagai pelindung partikel dari kerusakan oleh faktor lingkungan. Beberapa bahan matriks dapat memberikan sifat-sifat yang diperlukan sebagai keliatan dan ketangguhan. Pada penelitian ini matrik yang digunakan adalah polimer termoset dengan jenis resinpolyester.

(31)

2.2 SERAT

Serat dikelaskan dalam dua bagian besar yaitu serat alam dan serat buatan. Serat alam yang utama adalah kapas, wol, sutra, sedangkan serat buatan seperti rayon, poliester, akril, atau nilon. Setiap serat buatan (sintetik) terdiri dari rantai polimer, dan kebanyakan merupakan polimer berkristal, sehingga sifat kimianya bergantung kepada struktur rantai polimer tersebut. Serat mempunyai bentuk tipis dan panjang. Dalam molekul rantai serat, orientasi molekul tersusun dalam arah memanjang menurut arah panjang serat. Tegangan tarik, modulus elastik pada arah memanjang (modulus Young) untuk bahan serat adalah relatif tinggi [12].

2.2.1 Ampas Tebu Sebagai Bahan Baku Komposit Partikel

Ampas tebu merupakan limbah berserat dari batang tebu setelah melalui proses penghancuran dan ekstraksi. Ampas tebu, seperti halnya biomassa yang lain, terdiri dari tiga penyusun utama, yaitu selulosa, hemiselulosa, lignin dan sisanya unsur penyusun lainnya. Ampas tebu sebagian besar mengandung ligno-cellulose. Panjang seratnya antara 1,7-2 mm dengan diameter sekitar 20 mikro,

sehingga ampas tebu ini dapat memenuhi persyaratan untuk diolah menjadi papan-papan buatan. Bagas mengandung air 48-52%, gula rata-rata 3,3% dan

serat rata-rata 47,7%. Serat bagas tidak dapat larut dalam air dan sebagian besar terdiri dari selulosa, pentosan dan lignin [13].

[image:31.595.133.494.560.661.2]

Adapun struktur pembentuk serat ampas tebu terdiri dari Selulosa, Hemiselulosa, Pentosan dan Lignin yang komposisinya pada Tabel 2.1.

Tabel 2.1 Struktur Pembentuk Ampas Tebu [6]

No. Komponen % Berat Kering

1 Selulosa 26%-43%

2 Hemiselulosa 17-23%

3 Pentosan 20%-33%

4 Lignin 13%-22%

(32)

2.3 EPOKSI

Resin epoksi termasuk ke dalam golongan thermosetting, sehingga dalam pencetakan perlu diperhatikan hal-hal sebagai berikut [14] :

1. Mempunyai penyusutan yang kecil pada pengawetan.

2. Dapat diukur dalam temperatur kamar dalam waktu yang optimal.

3. Memiliki viskositas yang rendah disesuaikan dengan material penyangga. 4. Memiliki kelengketan yang baik dengan material penyangga.

Resin epoksi mengandung struktur epoksi atau oxirene. Resin ini berbentuk cairan kental atau hampir padat, yang digunakan untuk material ketika hendak dikeraskan. Resin epoksi jika direaksikan dengan hardener yang akan membentuk polimer crosslink. Hardener untuk sistem curing pada temperatur ruang dengan resin epoksi pada umumnya adalah senyawa poliamid yang terdiri dari dua atau lebih grup amina. Curing time sistem epoksi bergantung pada kereaktifan atom hidrogen dalam senyawa amina [14].

Reaksi curing pada sistem resin epoksi secara eksotermis, berarti dilepaskan sejumlah kalor pada proses curing berlangsung. Laju kecepatan proses

curing bergantung pada temperatur ruang. Untuk kenaikan temperatur setiap 10oC, maka laju kecepatan curing akan menjadi dua kali lebih cepat, sedangkan untuk penurunan temperaturnya dengan besar yang sama, maka laju kecepatan

curing akan turun menjadi setengah dari laju kecepatan curing sebelumnya. Epoksi memiliki ketahanan korosi yang lebih baik dari pada polyester pada keadaan basah, namun tidak tahan terhadap asam. Epoksi memiliki sifat mekanik, listrik, kestabilan dimensi dan penahan panas yang baik [14].

2.4 ALKALISASI

Alkalisasi pada serat merupakan proses modifikasi permukaan serat dengan cara perendaman serat ke dalam basa alkali. Reaksi berikut menggambarkan proses yang terjadi saat perlakuan alkali pada serat:

Fiber – OH + NaOH Fiber-O-Na+ +H2O

(33)

menghasilkan struktur permukaan serat yang lebih baik dan lebih mudah dibasahi oleh resin, sehingga menghasilkan mechanical interlocking yang lebih baik.[15].

2.5 PROSES PABRIKASI KOMPOSIT

Material komposit dapat diproduksi dengan berbagai macam metode proses pabrikasi. Metode-metode pabrikasi ini disesuaikan dengan jenis matriks penyusun komposit dan bentuk material komposit yang diinginkan sesuai aplikasi selanjutnya [14] antara lain :

2.5.1 Open Molding Process (Pencetakan Terbuka) 1. Handlay-up Process

Proses ini dilakukan dalam kondisi dingin dan dengan memanfaatkan keterampilan tangan. Serat bahan komposit ditata sedemikian rupa mengikuti bentuk cetakan atau mandril, kemudian dituangkan resin sebagai pengikat antara satu lapisan serat dengan lapisan yang lain. Demikian seterusnya, sehingga sesuai dengan ukuran dan bentuk yang telah ditentukan. Ada dua cara aplikasi resin yaitu [14]:

a. Manual Resin Application, proses pengaplikasian antara resin dan

fiber dilakukan secara manual dengan tangan.

b. Mechanical Resin Application, proses pengaplikasian antara resin dan fiber menggunakan bantuan mesin dan berlangsung secara kontinu.

2. Chopped Laminate Process

Proses ini menggunakan alat pemotong fiber yang biasanya serat panjang membentuk serat menjadi lebih pendek [14].

a. Atomized Spray-Up, pada teknik pabrikasinya sistem pada metode ini tidak kontinu, biasanya digunakan untuk membuat material komposit dengan ukuran yang lebih kecil.

(34)

komposit yang berdimensi besar mengingat prosesnya yang kontinu.

3. Filament Winding Process

Proses ini melalui metode yang memanfaatkan sistem gulungan benang pada sebuah sumbu putar. Serat komposit dibuat dalam bentuk benang digulung pada sebuah mandril yang dibentuk sesuai dengan bentuk rancangan benda teknik, misalnya berbentuk tabung, kemudian resin yang berfungsi sebagai matriks dituangkan bersamaan dengan proses penggulungan serat tersebut, sehingga keduanya merekat dan saling mengikat antara satu lapisan gulungan dengan gulungan berikutnya, sampai membentuk benda teknik yang direncanakan [14].

2.5.2 Close Molding Process (Pencetakan Tertutup) 1. Compression molding

Metode ini menggunakan cetakan yang ditekan pada tekanan tinggi sampai mencapai 1000 Psi. Di awali dengan mengalirkan resin dan

reinforcement dengan viskositas yang tinggi ke dalam cetakan dengan suhu 330 – 400oF, kemudian mold ditutup dan penekanan terhadap material komposit tersebut, sehingga terjadi perubahan kimia yang menyebabkan mengerasnya material komposit secara permanen mengikuti bentuk cetakan [14].

2. Pultrusion

(35)

akan mengaktifkan sistem curing sehingga akan mengubah fasa resin menjadi padat [14].

3. Resin Transfer Molding (RTM)

Pada proses ini resin ditransfer atau diinjeksikan ke dalam suatu tempat yang berisi fiberglass reinforcement. Metode ini termasuk closed mold process dimana reinforcement diletakkan di antara dua permukaan cetakan yang terdiri dari dua bagian yang satu disebut bagian female dan yang lainnya disebut male. Pasangan cetakan tersebut lalu ditutup, diberi klem, lalu resin termoset berviskositas rendah diinjeksikan pada tekanan 50 - 100 psi ke dalam lubang cetakan melalui port injeksi. Resin diinjeksikan sampai memenuhi seluruh rongga cetakan hingga meresap dan membasahi seluruh material reinforcement [14].

4. Vacuum Bag Molding

Metode ini merupakan pengembangan metode close mold yang bertujuan untuk meningkatkan sifat mekanik dengan cara meminimalisasi jumlah udara yang terperangkap dalam proses pembuatannya. Selain itu dengan

berkurangnya tekanan di dalam vacuum bag molding maka tekanan udara atmosferik dari luar akan digunakan sebagai gaya untuk menghilangkan

kelebihan resin yang ada dalam laminasi sehingga menghasilkan kandungan fiber reinforcement yang tinggi. Bentuk cetakan yang digunakan disesuaikan dengan bentuk produk yang ingin dibuat [14]. 5. Wet Lay-Up

Metode ini reinforcement digabungkan dengan menggunakan tangan seperti metode hand lay-up untuk kemudian ditaruh ke dalam cetakan

vacuum bag untuk mempercepat proses laminasi dan menghilangkan udara yang terperangkap yang dapat menimbulkan adanya void dalam produk komposit yang dicetak [14].

6. Prepreg

Metode ini merupakan metode advance dalam pembuatan komposit dengan adanya pemanasan atau cetakan yang diletakan pada autoclave

(36)

bag-autoclave banyak dimanfaatkan untuk pembuatan peralatan pesawat terbang dan perlengkapan militer [14].

7. Vacuum Infusion Processing

Metode ini adalah variasi dari vacuum bag molding dimana resin yang dituang dalam ruang hampa masuk ke dalam cetakan dan membentuk laminasi. Pada metode ini tekanan dalam rongga cetakan lebih rendah dibandingkan tekanan atmosferik udara. Setelah cetakan dipenuhi resin kemudian dilapisi dengan fiber reinforcement dapat menggunakan tangan yang disebut dengan istilah lay-up dry, kemudian resin diinfusikan kembali ke dalam cetakan untuk menyempurnakan sistem laminasi komposit sehingga tidak terdapat ruang untuk kelebihan resin. Rasio resin yang sangat tinggi terhadap fiber glass yang digunakan memungkinkan penggunaan metode vacuum Infusion yang menghasilkan sifat mekanik sistem laminasi yang sangat baik. Vacuum InfusionProcessing dapat digunakan untuk pencetakan dengan struktur yang besar dan tidak dianjurkan untuk proses dengan volume yang rendah [14].

Pada penelitian ini, penulis menggunakan metode Open Molding Process

dengan metode Handlay-up Process. Metode ini digunakan karena komposit yang

akan dicetak memerlukan keterampilan tangan untuk mencetaknya sesuai dengan bentuk cetakan dari masing-masing uji yang akan dilakukan.

2.6 PENGUJIAN KOMPOSIT

2.6.1 Pengujian Kekuatan Tarik (Tensile Strength) ASTM D 638

Uji tarik adalah salah satu uji stress-strain mekanik yang bertujuan mengetahui kekuatan bahan terhadap gaya tarik. Dengan melakukan uji tarik kita mengetahui bagaimana bahan tersebut bereaksi terhadap tenaga tarikan dan mengetahui sejauh mana material bertambah panjang. Bila kita terus menarik suatu bahan sampai putus, kita akan mendapatkan profil tarikan yang lengkap berupa kurva. Kurva ini menunjukkan hubungan antara gaya tarikan dengan perubahan panjang.

(37)

profil tarikan yang lengkap berupa kurva. Kurva ini menunjukkan hubungan antara gaya tarikan dengan perubahan panjang.

Gambar 2.1 Uji Tarik ASTM D 638 [16]

Adapun yang menjadi perhatian dalam gambar tersebut adalah kemampuan maksimum bahan dalam menahan beban. Kemampuan ini umumnya disebut Ultimate Tensile Strength disingkat dengan UTS. Untuk semua bahan, pada tahap sangat awal uji tarik, hubungan antara beban atau gaya yang diberikan berbanding lurus dengan perubahan panjang bahan tersebut. Ini disebut daerah linier atau linear zone. Di daerah ini, kurva pertambahan panjang vs beban mengikuti aturan Hooke, yaitu rasio tegangan (stress) dan regangan (strain) adalah konstan [16].

Pengujian dilakukan sampai sampel uji patah, maka pada saat yang sama diamati pertambahan panjang yang dialami sampel uji. Kekuatan tarik atau tekan

diukur dari besarnya beban maksimum (Fmaks) yang digunakan untuk

memutuskan/mematahkan spesimen bahan dengan luas awal A0. Hasil pengujian

adalah grafik beban versus perpanjangan (elongasi) [16].

Enginering Stess (σ) :

=

(2.1)

dimana :

Fmaks = Beban yang diberikan terhadap penampangspesimen (N)

A0 = Luas penampang awal spesimen sebelum diberikan pembebanan (m2)

= Enginering Stress (Nm-2)

(38)

=

(2.2)

dimana :

= Enginering Strain

l0 = Panjang mula-mula spesimen sebelum pembebanan

Δl = Pertambahan panjang

Hubungan antara stress dan strain dirumuskan:

E =

(2.3)

dimana :

E = Modulus Elastisitas atau Modulus Young(Nm-2) = Enginering Stress (Nm-2)

= Enginering Strain

Dari gambar kurva hubungan antara gaya tarikan dan pertambahan panjang kita dapat membuat hubungan antara tegangan dan regangan (stress vs

[image:38.595.213.411.428.592.2]

strain). Selanjutnya kita dapat gambarkan kurva standar hasil eksperimen uji tarik [16].

Gambar 2.2 Kurva Tegangan dan Regangan Hasil Uji Tarik

2.6.2 Pengujian Kekuatan Lentur (Bending Strength) ASTM D 790

(39)

secara perlahan-lahan sampai spesimen mencapai titik lelah. Pada perlakuan uji bending bagian atas spesimen mengalami proses penekanan dan bagian bawah mengalami proses tarik sehingga akibatnya spesimen mengalami patah bagian bawah karena tidak mampu menahan tegangan tarik. Dimensi balok dapat kita lihat pada gambar berikut ini [11]:

Gambar 2.3 Penampang Uji Bengkok [11]

Momen bending yang terjadi pada komposit dapat dihitung dengan persamaan :

M = x (2.4)

Menentukan kekuatan bending menggunakan persamaan [11] :

b

=

(2.5)

Sedangkan untuk menentukan modulus elastisitas bending menggunakan

rumus sebagai berikut [11] :

Eb =

(2.6)

dimana:

M = momen bending

b = kekuatan bending (MPa)

P = beban yang diberikan(N) L = jarak antara titik tumpuan (mm) b = lebar spesimen (mm)

d = tebal spesimen (mm) = defleksi (mm)

Eb = modulus elastisitas (MPa)

Sedangkan kekakuan dapat dicari dengan persamaan [11] :

(40)

(2.8)

dimana :

D : kekakuan (N/mm2)

E : modulus elastisitas (N/mm2) I : momen inersia (mm4)

b : lebar (mm) d : tinggi (mm)

2.6.3 Pengujian Kekuatan Bentur (Impact Strength) ASTM D 4812-11 Pengujian impak dilakukan untuk mengetahui karakteristik patah dari bahan.Pengujian ini biasanya mengikuti dua metode yaitu metode Charpy dan

Izod yang dapat digunakan untuk mengukur kekuatan impak, yang kadang juga disebut seabgai ketangguhan ketok (notch toughness).Untuk metode Charpy dan Izod, spesimen berupa dalam bentuk persegi dimana terdapat bentuk V-notch

(Gambar 2.4).

Gambar 2.4 Spesimen V-Notch Metoda Charpy dan Izod [17]

Spesimen Charpy berbentuk batang dengan penampang lintang bujur sangkar dengan takikan V oleh proses permesinan (gambar 2.4). Mesin pengujian

impact diperlihatkan secara skematik dengan (gambar 2.5). Beban didapatkan dari tumbukan oleh palu pendulum yang dilepas dari posisi ketinggian h. Spesimen diposisikan pada dasar seperti pada (gambar 2.5) tersebut. Ketika dilepas, ujung pisau pada palu pendulum akan menabrak dan mematahkan spesimen ditakikannya yang bekerja sebagai titik konsentrasi tegangan untuk pukulan

(41)

mencapai ketinggian maksimum h’ yang lebih rendah dari h. Energi yang diserap dihitung dari perbedaan h’ dan h (mgh –mgh’), adalah ukuran dari energi impact. Posisi simpangan lengan pendulum terhadap garis vertikal sebelum dibenturkan adalah α dan posisi lengan pendulum terhadap garis vertikal setelah membentur spesimen adalah β. Dengan mengetahui besarnya energi potensial yang diserap oleh material maka kekuatan impact benda uji dapat dihitung (ASTM D256). Es = energi awal – energi yang tersisa

= m.g.h –m.g.h’ (2.9)

= m.g(R –Rcos α) – m.g(R – Rcos β) (2.10)

Es = m.g.R(cos β –cos α), (2.11)

dimana :

Esrp : energi serap (J)

m : berat pendulum (kg) = 20 kg

g : percepatan gravitasi (m/s2) = 10 m/s2 R : panjang lengan (m) = 0,8 m

α : sudut pendulum sebelum diayunkan = 30o

β : sudut ayunan pendulum setelah mematahkan spesimen Harga impact dapat dihitung dengan :

(2.12)

dimana :

HI : Harga Impact (J/mm2) Esrp : energi serap (J)

(42)
[image:42.595.194.446.106.337.2]

Gambar 2.5 Peralatan Uji Bentur [17] Keretakan akibat uji benturada tiga bentuk [11], yaitu : 1. Patahan getas

Permukaan patahan terlihat rata dan mengkilap, kalaupotongan-potongannya kita sambungkan lagi, ternyatakeretakannya tidak disertai dengan deformasinya bahan.Patahan jenis ini mempunyai harga

impactyang rendah. 2. Patahan liat

Permukaan patahan ini tidak rata, nampak seperti buram danberserat, tipe ini mempunyai harga impactyang tinggi.

3. Patahan campuran

Patahan yang terjadi merupakan campuran dari patahangetas dan patahan liat. Patahan ini paling banyak terjadi.

(43)

2.6.4 Analisa Penyerapan Air (Water Adsorption) ASTM D 570

Penyerapan air (water absorption) dalam komposit merupakan kemampuan komposit dalam menyerap uap air dalam waktu tertentu. Penyerapan air pada komposit merupakan salah satu masalah terutama dalam penggunaan komposit di luar ruangan. Semua komposit polimer akan menyerap air jika berada di udara lembab atau ketika polimer tersebut dicelupkan di dalam air. Penyerapan air pada komposit berpenguat serat alami memiliki beberapa pengaruh yang merugikan dalam sifatnya dan mempengaruhi kemampuannya dalam jangka waktu yang lama juga penurunan secara perlahan dari ikatan interface komposit serta menurunkan sifat mekanis komposit seperti kekuatan tariknya. Penurunan ikatan antarmuka komposit menyebabkan

penurunan sifat mekanis komposit tersebut. Karena itu, pengaruh dari penyerapan air sangat vital untuk penggunaan komposit berpenguat serat alami di lingkungan terbuka [18].

2.6.5 Karakteristik Fourier Transform Infra Red (FT-IR)

Spektrofotometer infra merah terutama ditujukan untuk senyawa organik yaitu menentukan gugus fungsional yang dimiliki senyawa tersebut. Pola pada daerah sidikjadi sangat berbeda satu dengan yang lain, karenanya hal ini dapat digunakan untuk mengidentifikasi senyawa tersebut. Penetapan secara kualitatif dapat dilakukan dengan membandingkan tinggi peak (transmitansi) pada panjang gelombang tertentu yang dihasilkan oleh zat yang diuji dan zat yang standar. Dalam ilmu material analisa ini digunakan untuk mengetahui ada tidaknya reaksi atau interaksi antara bahan-bahan yang dicampurkan. Selain itu, nilai intensitas

gugus yang terdeteksi dapat menentukan jumlah bahan yang bereaksi atau yang terkandung dalam suatu campuran [19].

2.6.6 Analisa Scanning Electron Microscopy (SEM)

Analisa Scanning Electron Microscopy (SEM) digunakan untuk mengkarakterisasi morfologi permukaan sampel dengan menggunakan metode

Secondary Electron Image (SEI). Hasil yang didapat adalah foto polaroid dan

(44)

berukuran kecil, yaitu 5 mm x 5 mm untuk luas permukaan dan sampel dalam keadaan kering. Untuk sampel yang tidak bersifat konduktif, sampel harus dilapisi terlebih dahulu dengan bahan yang bersifat konduktif. Ion sputtering, alat yang digunakan untuk melapisi sampel ini tersedia juga di Laboratorium Uji Polimer (LUP). Bahan pelapisnya adalah emas (Au) [16].

2.7 APLIKASI KOMPOSIT EPOKSI

Penggunaan serat alam (organik) seperti serat ampas tebu memiliki potensi untuk digunakan sebagai pengganti fiberglass ataupun pengisi lainnya pada material komposit diperkuat serat (Abrao,2006). Potensi serat alam ini didukung oleh beberapa keunggulan serat organik, antara lain : densitas yang rendah, ramah lingkungan, ketersediaan yang melimpah, ketangguhan yang tinggi, proses penyiapan yang relatif mudah, harga bahan baku yang relatif murah, dan mengurangi konsumsi energi pabrikasi. Dari Tabel 2.4 dapat dilihat bahwa beberapa serat alam seperti kayu dan flax memiliki harga yang jauh lebih murah dibandingkan serat gelas [35].

Tabel 2.2 Perbandingan Harga antara Serat Alam dan Serat Sintetik [35]

Serat

Harga Spesifik Graviti Harga

$/m3 kg/m3 $/kg

Kayu 420 1600 0,26

Flax 600 1500 0,40

Gelas 4850 2600 1,87

Serat Ampas Tebu* 0,01 0,125 0,08

*Untuk penelitian ini

(45)
[image:45.595.111.468.84.301.2]

Gambar 2.6 Jenis Mobil Sports Yang Menggunakan Komponen Leaf Spring Dari Komposit Epoksi.

Penggunaan lain dari komposit serat alam tidak hanya sebatas pada industri automotif tetapi juga pada aplikasi lain seperti yang ditunjukkan pada Gambar 2.7.

Gambar 2.7 Aplikasi Lain Penggunaan Komposit Serat Alam 2.8 ANALISIS BIAYA

(46)

Tabel 2.3 Rincian Biaya Pembuatan Komposit Epoksi Berpengisi Ampas Tebu

Bahan dan Peralatan Jumlah Harga (Rp) Biaya Total

(Rp) Resin Epoksi dan Hardener 2 kg Rp 92.500/kg 185.000,-

LilinCetakan (Malam) 4 buah Rp 5.000/buah 20.000,-

Serat ampas tebu 1 kg Rp 1000/kg 1.000,-

Plastik Transparan 10 lembar Rp 500/lembar 5.000,- Analisa Sifat Mekanik

Uji kekuatan bentur 36 sampel Rp 30.000/sampel 1.080.000,-  Uji kekuatan lentur 36 sampel Rp 30.000/sampel 1.080.000,-  Uji kekuatan tarik 36 sampel Rp 30.000/sampel 1.080.000,- Analisa Fourier Transform

Infra-Red (FTIR)

3 sampel Rp 75.000/sampel 225.000,-

Analisa Scanning Electron Microscopy (SEM)

3 sampel Rp 175.000/ sampel 525.000,-

Total 4.201.000,-

Produk yang dihasilkan nantinnya akan memiliki sifat ketahanan termal

yang tinggi oleh karena itu maka sasaran produk yang ingin dihasilkan dapat berupa produk barang pecah belah yang memiliki ketahanan termal tinggi.

Diasumsikan bahwa pembuatan produk menggunakan basis 1 set epoksi

[image:46.595.113.542.106.423.2]

(2kg epoksi+hardener) dengan rasio epoksi dan serat ampas tebu 70:30, maka perkiraan produk yang dapat dibuat sekitar 10 buah pelat.

Tabel 2.4 Perkiraan Rincian Biaya Pembuatan Produk Bahan dan Peralatan Jumlah yang

diperlukan

Biaya Total (Rp)

Resin Epoksi dan Hardener 2 kg 185.000,-

Ampas tebu 100 g 100,-

Biaya Tambahan - 18510,-

(47)
(48)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

3.1 LOKASI PENELITIAN

Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Penelitian,dan Laboratorium Lateks, Fakultas Teknik, Universitas Sumatera Utara, Laboratorium Penelitian, Fakultas Farmasi, Universitas Sumatera Utara, dan Laboratorium Fisika Terpadu, Universitas Negeri Medan.

3.2 BAHAN DAN PERALATAN 3.2.1 Bahan

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah : 1. Resin epoksi sebagai matriks, dengan sifat :

a. Wujud : Cairan kental b. Densitas : 1,17 gram/cm3 [20]

Epoksi dan epoksi hardener yang digunakan diperoleh dari toko peralatan dan bahan kimia PT. Justus Kimiaraya

2. Serbuk ampas tebu sebagai pengisi, diperoleh dari penjual air tebu disekitar kampus Universitas Sumatera Utara, dengan sifat [6]:

a. Wujud : Padat

b. Densitas : 0.125 gr/cm3

3.2.2 Peralatan

Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah : 1. Beaker glass.

2. Mesin cetak tekan (press mold). 3. Neraca analitik.

4. Ayakan 50 mesh. 5. Alat uji tarik. 6. Alat uji bengkok. 7. Alat uji bentur.

(49)

10.Indikator pH universal.

11.Cetakan, yang terbuat dari plat besi denganukuran 30 x 30 cm. 12.Ball Mill.

3.3 PROSEDUR PENELITIAN 3.3.1 Pengambilan Serat Ampas Tebu

1. Serat dipisahkan dengan tangan dari kulit ampas tebu dengan membuang kulit terluar yang terikut dengan serat hingga bersih.

2. Serat ampas tebu kemudian dibersihkan dengan menggunakan air.

3. Serat tersebut kemudian dikeringkan selama 3 hari di bawah sinar matahari.

3.3.2 Perlakuan Alkali Serat Ampas Tebu

1. Natrium hidroksida (NaOH) yang digunakan sebagai perlakuan alkali pada serat dipersiapkan dengan variasi persen volum NaOH terhadap air 1 %, 2%, dan 3 %.

2. Serat direndam di dalam NaOH dengan masing – masing persen volum yang telah disiapkan sebelumnya dan kemudian didiamkan selama 1 jam. Kemudian serat tersebut dicuci berulang kali dengan menggunakan air hingga pH 7-7,5 dengan menggunakan indikator pH universal.

3. Serat dikeringkan di dalam oven dengan suhu 120 °C hingga berat serat konstan.

4. Untuk sampel dengan pengisi serat ampas tebutanpa perlakuan alkali prosedur 1 sampai 3 tidak dilakukan.

3.3.3 Pembuatan Partikel Serat Ampas Tebu

1. Serat ampas tebu yang telah mengalami proses perendaman dan pengeringan kemudian dimasukkan kedalam ball mill agar serat halus dan

membentuk partikel.

2. Serat ampas tebu yang telah halus kemudian diayak dengan menggunakan ayakan dengan ukuran 50 mesh.

(50)

3.3.4 Pembuatan Komposit Epoksi Berpengisi Serat Ampas Tebu

1. Ditimbang resin epoksi dan epoksi hardener yang digunakan dengan rasio epoksi dan hardener 3 : 2.

2. Kemudian epoksi dan epoksi hardener dicampurkan dalam Beaker glass

dan diaduk hingga merata.

3. Partikel ampas tebu yang telah disiapkan dengan rasio resin epoksi terhadap serat ampas tebu 100:0, 70:30, 60:40 dan 50:50 (v/v)

dimasukkan ke dalam Beaker glass dan diaduk merata.

4. Kemudian tuangkan campuran tersebut ke dalam cetakan sampai semua resin menutupi cetakan sesuai dengan masing-masing uji.

5. Komposit didiamkan di dalam cetakan hingga mengeras pada temperatur 300C (temperatur ruangan).

6. Komposit dikeluarkan dari cetakan.

7. Dilakukan pengujian terhadap komposit yaitu penentuan uji tarik (tensile strength), uji bengkok (bending strength), uji bentur (impact strength), uji

Scanning Electron Microscopy (SEM), dan uji Fourier Transform-Infra Red (FT-IR).

3.3.5 Pengujian Komposit

3.3.5.1 Pengujian Kekuatan Tarik (Tensile Strength) ASTM D 638 Tipe I

Sifat mekanis biasanya dipelajari dengan mengamati sifat kekukatan tarik

(t) menggunakan alat tensometer. Secara praktis kekuatan tarik diartikan sebagai

besarnya beban maksimum (Fmaks) yang dibutuhkan untuk memutuskan spesimen

bahan dibagi dengan luas penampang bahan.

57 mm 57 mm

115 mm

165 mm 13 mm

76 mm

19 mm

(51)

Komposit hasil spesimen dipilih dan dipotong membentuk spesimen untuk pengujian kekuatan tarik (uji tarik). Pengujian kekuatan tarik dilakukan dengan tensometer terhadap tiap spesimen dengan ketebalan 4 mm. Tensometer terlebih dahulu dikondisikan pada beban 100 kgf dengan kecepatan 50 mm/menit, kemudian dijepit kuat dengan penjepit yang ada dialat. Mesin dihidupkan dan spesimen akan tertarik ke atas spesimen diamati sampai putus, dicatat tegangan maksimum dan regangannya.

3.3.5.2 Pengujian Kekuatan Bengkok (Bending Strength) ASTM D 790-02

Pada perlakuan uji bending spesimen, bagian atas spesimen terjadi proses tekan dan bagian bawah terjadi proses tarik sehingga kegagalan yang terjadi akibat uji bending yaitu mengalami patah bagian bawah karena tidak mampu menahan tegangan tarik. Spesimen uji bending dibuat sesuai standar ASTM D790 – 02.

Gambar 3.2 Ukuran Dimensi Spesimen Kekuatan Lentur ASTM D-790

3.3.5.3 Pengujian Kekuatan Bentur (Impact Strength) ASTM D 256

Spesimen yang akan diuji bentur mengikuti metoda UnnotchedIzod.

Gambar 3.3 Ukuran Dimensi Spesimen Metoda Izod ASTM D 4812-11

1.

3 mm

6 mm

12 mm

3,4 mm

2,5 mm

(52)

3.3.5.4 Analisa Penyerapan Air (Water Absorption) ASTM D 570

Karakteristik penyerapan air dari komposit epoksi berpengisi ampas tebu diuji dengan perendaman dalam air pada suhu ruangan setiap 24 jam hingga bahan komposit tidak lagi menyerap air (jenuh). Spesimen tes berbentuk (25 mm x 25mm) sesuai ASTM D-570. Sebelum direndam dalam air, komposit dimasukkan

ke dalam oven dengan temperatur 50  5 oC selama 24 jam terlebih dahulu. Kemudian didinginkan dalam desikator selama 24 jam. Setelah itu dilakukan pencelupan. Setiap rentang waktu pencelupan, maka sampel diambil dan dibersihkan dengan kertas tisu untuk menyerap air. Sampel kemudian ditimbang dan dihitung dengan persamaan:

100% x Wo

Wo We

Wg 

Dimana :

Wg = Persentase pertambahan berat komposit We = Berat komposit setelah perendaman Wo = Berat komposit sebelum perendaman

3.3.5.5 Karakteristik Fourier Transform Infra-Red (FT-IR)

Sampel yang dianalisa yaitu berupa epoksi, serat pinang tanpa perlakuan alkali, serat ampas tebu dengan perlakuan alkali dan komposit epoksi berpengisi ampas tebu untuk melihat apakah ada terbentuk sambung silang (cross-linking) atau tidak terbentuknya gugus baru. Analisa FT-IR dilakukan di Laboratorium

Farmasi, Fakultas Farmasi di Universitas Sumatera Utara

3.3.5.6 Pengujian Analisa Scanning Electron Microscopy (SEM)

Analisa Scanning Electron Microscopy (SEM) digunakan untuk mengkarakterisasi morfologi permukaan sampel dengan menggunakan metode

Secondary Electron Image (SEI). Hasil yang didapat adalah foto polaroid dan mampu memfoto dengan perbesaran dari 25x sampai 2.000.000x. Sampel yang

(53)

3.4 FLOWCHART PENELITIAN

3.4.1 Flowchart Pengambilan Serat Ampas Tebu Mulai

Ampas tebu dibersihkan dengan membuang kulit terluar hingga bersih

Dicuci dengan air hingga bersih

Dikeringkan selama 3 hari di bawah sinar matahari

[image:53.595.122.500.87.292.2]

Selesai

Gambar 3.4 Flowchart Pengambilan Serat Ampas Tebu

3.4.2 Flowchart Perlakuan Alkali Serat Ampas Tebu

Mulai

Natrium hidroksida (NaOH) dipersiapkan dengan variasi persen volum NaOH yang diinginkan

Serat direndam ke dalam NaOH dengan masing-masing persen volum yang telah disiapkan sebelumnya dan didiamkan selama 1

jam

Serat dicuci berulang kali dengan menggunakan air hingga pH 7-7,5 dengan menggunakan indikator pH universal

[image:53.595.122.498.349.613.2]

Selesai

(54)

3.4.3 Flowchart Pembuatan Partikel Serat Ampas Tebu

Mulai

Serat ampas tebu yang telah direndam dan dikeringkan kemudian dihaluskan di dalam ball mill

Serat yang telah halus diayak dengan menggunakan ayakan dengan ukuran 50 mesh

Partikel serat dipisahkan dengan masing-masing ukuran untuk digunakan dalam proses pembuatan komposit partikel epoksi – seratampas tebu

[image:54.595.111.525.83.307.2]

Selesai

Gambar 3.6 Pembuatan Partikel Ampas Tebu

3.4.4 Flowchart Pembuatan Komposit Partikel Epoksi Berpengisi Serat Ampas Tebu

Ditimbang resin epoksi dan epoksi hardener yang digunakan dengan perbandingan fraksi berat 3 : 2

Mulai

Dicampurkan dalam beaker glass dan diaduk hingga merata

Partikel serat dimasukkan ke dalam beaker glass dengan masing-masing variasi fraksi

volum dan diaduk merata

Campuran tersebut dituang ke dalam cetakan sampai semua resin menutupi cetakan

Cetakan ditekan dengan mesin press selama 60 menit pada temperatur ruangan

Komposit dikeluarkan dari cetakan

[image:54.595.120.512.381.695.2]

Selesai

Gambar 3.7 Flowchart Pembuatan Komposit Partikel Epoksi Berpengisi Serat Ampas

(55)

3.4.5 Flowchart Pengujian Komposit

Gambar 3.8 Flowchart Pengujian Komposit Mulai

Komposit dipotong dan dibentuk sesuai dengan standar masing-masing uji yang digunakan

Dilakukan uji pada masing-masing variasi komposit dan diperoleh data hasil pengujian

(56)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1KARAKTERISTIK FT-IR (FOURIER TRANSFORM-INFRA RED) EPOKSI, SERAT AMPAS TEBU TANPA PERLAKUAN ALKALI DAN DENGAN PERLAKUAN ALKALI, DAN KOMPOSIT EPOKSI BERPENGISI SERAT AMPAS TEBU

4.1.1 Karakteristik FT-IR Epoksi

Karakteristik dari epoksi dapat dilihat pada Gambar 4.1 di bawah ini.

Keterangan [21] :

Frekuensi Vibrasi (cm-1) Ikatan Yang Menyerap IR

[image:56.595.116.557.268.711.2]

3400-2500 Regang =C-H, O-H 2130-2100 Regang -ζ≡C 1840-1800 Regang C=O

(57)

Dari Gambar 4.1 diatas dapat dilihat karakteristik FTIR dari resin epoksi.

CH3

CH3

CH3

CH3

CH2

CH OH

O CH2

O

Gambar 4.2 Struktur Molekul Epoksi [22]

(58)

4.1.2 Karakteristik FT-IR Serat Ampas Tebu Tanpa Perlakuan Alkali Dan Dengan Perlakuan Alkali

Karakteristik dari serat ampas tebu tanpa perlakuan alkali dapat dilihat pada Gambar 4.3 di bawah ini.

Keterangan [18] :

Frekuensi Vibrasi (cm-1) Ikatan Yang Menyerap IR

3400-2500 Regang =C-H, O-H 2930-2850 Regang C-H 2260-2100 Regang C=C 1740-1720 Regang C=O 1680-1600 Regang C=C 1430 Tekuk C-O-H 1300-1000 Regang C-O

[image:58.595.113.552.180.693.2]

900-690 Tekuk C-H

(59)

Dari Gambar 4.3 diatas dapat dilihat karakteristik FTIR dari serat ampas tebu tanpa perlakuan alkali. Serat ampas terdiri dari selulosa (26-43%), hemiselulosa (17-23%), pentosan (20-33%), dan lignin (13-22%) [12]. Selulosa, hemiselulosa, dan pentosan ditunjukkan oleh adanya gugus OH pada hasil karakteristik FTIR pada bilangan gelombang 3340,71 cm-1. Senyawa lignin pada hasil karakteristik diatas ditunjukkan oleh bilangan gelombang 3340,71 cm-1 yang menunjukkan gugus OH, puncak 1728,22 cm-1 yang menunjukkan gugus C=O, serta bilangan gelombang 1249,87 cm-1 dan 1049,28 cm-1 yang menunjukkan gugus C-O. Bilangan gelombang 2893.22 cm-1 menunjukkan gugus CH, 2059.98 cm-1 menunjukkan gugus C=C, bilangan gelombang 1627,92 cm-1 menunjukkan gugus C=C, dan bilangan gelombang 902,69 cm-1 menunjukkan tekuk CH.

(60)

Keterangan [18] :

Frekuensi Vibrasi (cm-1) Ikatan Yang Menyerap IR

3400-2500 Regang =C-H, O-H 2930-2850 Regang C-H 2400-2100 Regang C=C 1740-1720 Regang C=O 1680-1600 Regang C=C 1430 Tekuk C-O-H 1300-1000 Regang C-O

[image:60.595.128.561.87.598.2]

900-690 Tekuk C-H

(61)

menunjukkan gugus C=C, bilangan gelombang 1604,77 cm-1 menunjukkan gugus C=C, dan bilangan gelombang 894,97 cm-1 menunjukkan tekuk CH.

Perbandingan karakteristik serat ampas tebu tanpa perlakuan alkali dan dengan perlakuan alkali dapat dilihat pada Gambar 4.3 berikut

4500 4000 3500 3000 2500 2000 1500 1000 500 0 0

25 50 75 100

Panjang Gelombang (cm-1)

%

T

ra

n

smi

ta

si

Serat Ampas Tebu Dengan Perlakuan Alkali Serat Ampas Tebu Tanpa Perlakuan Alkali

Keterangan [18] :

Frekuensi Vibrasi (cm-1) Ikatan Yang Menyerap IR 3400-2500 Regang =C-H, O-H 2930-2850 Regang C-H 2400-2100 Regang C=C 1740-1720 Regang C=O 1680-1600 Regang C=C 1430 Tekuk C-O-H 1300-1000 Regang C-O

[image:61.595.139.476.180.475.2]

900-690 Tekuk C-H

Gambar 4.5 Perbandingan Karakteristik FT-IR Serat Ampas Tebu tanpa Perlakuan alkali dan dengan perlakuan alkali

(62)

gugus OH berkurang menjadi 3329,99 cm-1. Puncak 1728,22 cm-1 yang menunjukkan gugus C=O berkurang menjadi 1604 cm-1 yang menunjukkan gugus C=C. Hal ini menunjukkan bahwa adanya pengaruh perlakuan alkali terhadap berkurangnya kandungan alami serat seperti hemiselulosa dan lignin Tujuan dari proses alkalisasi adalah mengurangi komponen penyusun serat yang kurang efektif dalam menentukan kekuatan antarmuka yaitu hemiselulosa, lignin atau pektin. Dengan berkurangnya hemiselulosa, lignin atau pektin, wetability serat oleh matriks akan semakin baik, sehingga kekuatan antarmukapun akan meningkat. Selain itu, pengurangan hemiselulosa, lignin atau pektin, akan meningkatkan kekasaran permukaan yang menghasilkan mechanical interlocking

yang lebih baik [15].

4.1.3 Karakteristik FT-IR Epoksi Berpengisi Ampas Tebu

Gambar

Tabel 2.1 Struktur Pembentuk Ampas Tebu [6]
Gambar 2.2 Kurva Tegangan dan Regangan Hasil Uji Tarik
Gambar 2.5 Peralatan Uji Bentur [17]
Gambar 2.6 Jenis Mobil Sports Yang Menggunakan Komponen Leaf Spring Dari
+7

Referensi

Dokumen terkait

Pengujian komposit serat ampas tebu berupa uji kekuatan tarik , uji. kekuatan impak, pengaruh terhadap kekuatan kekerasan

Penelitian pendahuluan yang telah dilakukan adalah perlakuan alkali serat NaOH 5% berpengaruh secara signifikan terhadap kekuatan dan modulus tarik komposit serat

Analisa Scanning Electron Microscope (SEM) dilakukan setelah pengujian kekuatan tarik (daerah patahan tarik) dari komposit epoxy berpenguat serat ampas tebu

Komposit dengan perlakuan NaOH mempunyai kekuatan tarik yang lebih tinggi dibandingkan dengan komposit tanpa perlakuan NaOH, karena serat dengan perlakuan NaOH

Matrik dalam struktur komposit dapat berasal dari bahan polimer, logam, maupun keramik [9]. Syarat pokok matrik yang digunakan dalam komposit adalah matrik harus bisa

Kekuatan bending tertinggi dimiliki komposit dengan perlakuan alkali serat pelepah salak 3 jam yaitu sebesar 33,62 MPa sedangkan nilai kekuatan impak komposit menurun

Berdasarkan data hasil pengujian kandungan serat ( Tabel 2) dapat diketahui perlakuan alkali 5% yang mempunyai kekuatan tarik tinggi mempunyai kandungan serat

v ABSTRAK Analisis Pengaruh Perlakuan Alkali NaOH Pada Material Komposit Serat Terhadap Beban Tarik Oleh : Nasrul Rivai/2012 Komposit serat berpenguat serat alam merupakan