• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaruh Perlakuan Alkali (NaOH) Terhadap Sifat Mekanik Komposit Epoksi Berpengisi Partikel Serat Buah Pinang

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pengaruh Perlakuan Alkali (NaOH) Terhadap Sifat Mekanik Komposit Epoksi Berpengisi Partikel Serat Buah Pinang"

Copied!
84
0
0

Teks penuh

(1)

LAMPIRAN A

DATA PENELITIAN

A.1 DATA HASIL KEKUATAN TARIK (MPa)

Tabel A.1 Data Hasil Kekuatan Tarik

Sampel Kekuatan Tarik (MPa)

Konsentrasi

Alkali Komposisi

Sampel 1

Sampel 2

Sampel

3 Rata - Rata

Epoksi 100/0

0%

50/50 23,027 21,078 19,237 10,653 60/40 15,528 14,636 14,941 15,035 70/30 15,589 14,427 15,392 15,226 1%

50/50 12,582 14,298 13,361 13,414 60/40 19,960 16,828 17,890 18,226 70/30 17,521 17,020 18,354 17,632 2%

50/50 11,520 17,402 16,824 15,249 60/40 21,884 18,466 17,583 19,311 70/30 19,101 18,296 18,121 18,506 3%

50/50 14,417 14,857 15,710 14,995 60/40 18,831 18,397 18,091 18,440 70/30 16,373 16,768 16,554 16,565

A.2 DATA HASIL KEKUATAN LENTUR (MPa)

Tabel A.2 Data Hasil Kekuatan Lentur

Sampel Kekuatan Lentur (MPa)

Konsentrasi

Alkali Komposisi

Sampel 1

Sampel 2

Sampel

3 Rata - Rata

Epoksi 100/0 39,793 54,518 47,511 47,274

0%

50/50 29,318 28,567 26,253 28,046 60/40 38,395 39,832 40,471 39,566 70/30 32,395 36,832 26,875 32,034 1%

50/50 32,812 33,784 27,082 31,226 60/40 35,382 42,423 46,780 41,528 70/30 31,382 32,423 34,780 32,862 2%

50/50 36,617 34,579 31,452 34,216 60/40 52,314 57,399 51,082 53,598 70/30 38,670 38,784 38,891 38,782 3%

(2)

A.3 DATA HASIL KEKUATAN BENTUR (J/m2)

Tabel A.3 Data Hasil Kekuatan Bentur

Sampel Kekuatan Bentur (J/m2)

Konsentrasi

Alkali Komposisi

Sampel 1

Sampel 2

Sampel

3 Rata-Rata

Epoksi 100/0 4530,4 10045,3 7437,3 7337,67

0%

50/50 5403,8 5255 4847,6 5168,80

60/40 5573,5 5741,6 6084,3 5799,80 70/30 5527,6 6156,4 5752,3 5812,10 1%

50/50 5691,4 5373,6 4588,4 5217,80

60/40 5861 6862,4 6175,3 6299,57

70/30 6261 5974,9 5806,1 6014

2%

50/50 5316,3 5437,6 5572,6 5442,17

60/40 6234 6181,5 7680,3 6698,60

70/30 6234 6169,9 6047,4 6150,43

3%

50/50 4374 5644,9 4972 4996,97

60/40 6320,7 6033,8 5924,3 6092,93

70/30 6601 5702,9 5873,6 6059,17

A.4 DATA HASIL PENYERAPAN AIR (%)

Tabel A.4 Data Hasil Penyerapan Air

Waktu (Hari)

Komposisi

Epoksi 70/30 60/40 50/50

0 0 0 0 0

1 0.3265 1.0054 1.4444 1.9270

2 0.3867 1.5189 1.9270 2.4163

3 0.4325 1.7275 2.3038 2.6624

4 0.4869 1.8582 2.3765 2.7975

5 0.5213 1.9018 2.4195 2.9625

6 0.5213 1.9391 2.5121 3.1216

7 0.5213 1.9391 2.5451 3.1726

8 0.5213 1.9391 2.5451 3.1726

(3)

LAMPIRAN B

CONTOH PERHITUNGAN

Untuk pengujian kekuatan tarik, kekuatan lentur, dan kekuatan bentur telah dihitung oleh Universal Testing Machine AL-GOTECH 7000 M

B.1 PERHITUNGAN PENYERAPAN AIR KOMPOSIT

Perhitungan Penyerapan Air Komposit Epoksi

Massa Awal : 3,4913

Massa setelah 1 hari : 3,5027 Maka persen penyerapan air =

4913 , 3

4913 , 3 5027 ,

3 

x 100%= 0,3625 %

(4)

LAMPIRAN C

DOKUMENTASI PENELITIAN

C.1 PARTIKEL SERAT BUAH PINANG

(a) (b)

(c) (d)

Gambar C.1 Partikel Serat Buah Pinang

(5)

C.2 KOMPOSIT PARTIKEL EPOKSI BERPENGISI SERAT BUAH PINANG

Gambar C.2 Komposit Partikel Epoksi Berpengisi Serat Buah Pinang

C.3 ALAT UNIVERSAL TESTING MACHINE (UTM) GOTECH AL-7000M

GRID TENSILE

(6)

C.4 ALAT UNIVERSAL TESTING MACHINE (UTM) GOTECH AL-7000M

GRID FLEXURAL

Gambar C.4 Alat UTM Gotech Al-7000 M GridFlexural

C.5 ALAT IMPACT TESTER GOTECH

(7)

C.6 FOURIER TRANSFORM-INFRA RED (FT-IR) SHIMADZU IR-

PRESTIGE 21

Gambar C.6 FTIR SHIMADZU IR-PRESTIGE 21

C.7 SCANNING ELECTRON MICROSCOPY (SEM) ZEISS EVO MA 10

(8)

DAFTAR PUSTAKA

[1] Diharjo, Kuncoro. “Pengaruh Perlakuan Alkali terhadap Sifat Tarik Bahan Komposit Serat Rami-Polyester”. Jurnal Teknik Mesin, 8(1), April 2006, hal. 8 – 13.

[2] Lokantara, Putu dan Ngakan Putu Gede Suardana. “Analisis Arah Dan Perlakuan Serat Tapis Serta Rasio Epoxy Hardener Terhadap Sifat Fisis Dan Mekanis Komposit Tapis/Epoxy”. Jurnal Ilmiah Teknik Mesin CAKRAM, 1(1), Desember 2007, hal. 15 – 21.

[3] Manjunath, B. H dan Rao, Prahlada K. “Influence Of Fiber/Filler Particles Reinforcement On Epoxy Composites”. International Journal of Engineering Research and Applications (IJERA), 3(3), Mei - Juni 2013, hal. 1147 – 1151.

[4] Novarianto, Hengky. “Prospek Pengembangan Tanaman Pinang”. Warta Penelitian dan Pengembangan Pertanian, 34(1), 2012, hal. 10 – 11. [5] Srinivasa, C. V. dan Bharath, K. “Impact and Hardness Properties of

Areca Fiber-Epoxy Reinforced Composites”. Journal Material and Environment Science (JMES),2(4), 2011, hal. 351 – 356.

[6] Soemardi, T., Kusumaningsih, W, dan Irawan, A. “Karakteristik Mekanik Komposit Lamina Serat Rami Epoksi Sebagai Bahan Alternatif Soket Prostesis”. Makara, Teknologi, 13(2), November 2009, hal. 96 – 101. [7] Girisha, C., Sanjeevamurthy, Rangasrinivas, G., dan Manu, S.

“Mechanical Performance Of Natural Fiber-Reinforced Epoxy-Hybrid Composites”. International Journal of Engineering Research and Applications (IJERA), 2(5), September - Oktober 2012, hal. 615 – 619. [8] Jones R M, Mechanics of Composite Materials. Second Edition, (U.S.A:

Taylor & Francis, 1999), hal. 49.

[9] Bakri. “Tinjauan Aplikasi Serat Sabut Kelapa Sebagai Penguat Material Komposit”. Jurnal Mekanikal, Vol. 2 No. 1, Januari 2011: 10-15. Universitas Tadolaku: Palu.

[10] Sudarsono, Rustianto, T., dan Suryadi, Y. “Pembuatan Papan Partikel Berbahan Baku Sabut Kelapa Dengan Bahan Pengikat Alami (Lem Kopal)”. Jurnal Teknologi, Volume 3 Nomor 1 Juni 2010, 22-32. Institut Sains dan Teknologi AKPRIND: Yogyakarta.

(9)

[12] Rusmiyatno, F. 2007. “Pengaruh Fraksi Volume Serat Terhadap Kekuatan Tarik dan Kekuatan Bending Komposit Nylon/Epoxy Resin Serat Pendek Random”. Tugas Akhir Sarjana Teknik. Universitas Negeri Semarang: Semarang.

[13] Kumar, Mohan G. C. “A Study of Short Areca Fiber Reinforced PF Composites”. Proceedings of the World Congress on Engineering, Vol II, Juni 2008.

[14] Maryanti, B., Sonief, A., Wahyudi, S. 2011. “Pengaruh Alkalisasi Komposit Serat Kelapa-Poliester Terhadap Kekuatan Tarik”. Jurnal Rekayasa Mesin, 2(2), 2011, hal. 123 – 129.

[15] Department Of Defense USA, Composites Material Handbook. Vol 3. Polymer Matrixs Composites Material Usage, Design, And Analysis. (USA: Department Of Defense, 2003).

[16] Sitorus, Antonius. 2009. “Penyediaan Film Mikrokomposit PVC Menggunakan Pemlastis Stearin dengan Pengisi Pati dan Penguat Serat Alam”. Tesis Magister Sains. Universitas Sumatera Utara: Medan.

[17] Nurmaulita. “Pengaruh Orientasi Serat Sabut Kelapa Dengan Resin Poliester Terhadap Karakteristik Papan Lembaran”. Tesis, Program Magister Sains Universitas Sumatera Utara, Medan,2010.

[18] Hartanto, Ludi. “Study Perlakuan Alkali Dan Fraksi Volume Serat Terhadap Kekuatan Bending, Tarik, Dan Impak Komposit Berpenguat Serat Rami Bermatrik Polyester Bqtn 157”. Tugas Akhir, Program Sarjana Teknik Universitas Muhammadiyah Surakarta, Solo, 2009.

[19] Lukkassen D, and Annette M, Advanced Materials and Structures and Their Fabrication Processes. (USA: Narvik University College, 2003). [20] Callister, W. D., Material Science and Engineering. Seventh Edition.

(Singapore : John Wiley & Sons, Inc, 2007), hal 596.

[21] Lokantara, P., Suardana, N.P.G. “Studi Perlakuan Serat Serta Penyerapan Air Terhadap Kekuatan Tarik Komposit Tapis Kelapa/Polyester”. Jurnal Ilmiah Teknik Mesin CakraM Vol.3 No.1, April 2009 (49-56).

[22] Darmansyah. “Evaluasi Sifat Fisik Dan Sifat Mekanik Material Komposit Serat/Resin Berbahan Dasar Serat Nata De Coco Dengan Penambahan Nanofiller”. Tesis, Program Magister Teknik Kimia, Fakultas Teknik UI, Depok, 2010, hal 23-24.

(10)

[24] Reichwein H G, Langemeier P, Hasson T, Light, Strong and Economical – Epoxy Fiber Reinforced Structures for Automotive, (German: Mass Production, Hexion Specialty Chemicals 2014).

[25] B. Stuart. 2004. “Infrared Spectroscopy: Fundamentals and Applications”. John Wiley & Sons, Ltd. New York: Amerika Serikat.

[26] Malmgen A. B, Nils. “Epoxy Handbook”. Yterrby: Rollsbo Tryck & Reklam, 2004.

[27] Ramadevi, P., Sampathkumar, D., Srinivasa, C. V., Bennehalli, B. “Effect of Alkali Treatment on Water Absorption of Single Cellulosic Abaca Fiber”. BioResources 7 (3), 2012: 3515-3524.

[28] Ray, D., Rout, J., “Thermoset Biocomposites”. Dalam Mohanty, A.K., Misra, M., Drzal, L.T., “Natural Fibers, Biopolymers, And Biocomposites”. CRC Press : U.S.A. 2005.

[29] Sapuan, S.M., Harimi, M., Maleque, M. A. “Mechanical Properties Of Epoxy/Coconut Shell Filler Particle Composites”. The Arabian Journal for Science and Engineering, 28(2B), 2003, hal: 171 – 181.

[30] Rafael, H., Luiz, S., Roberto G., Antonio, F., Luís, A. “Bending Strength and Stiffness of a Particulate Composite Material Manufactured with Epoxy Matrix and Corymbia Citriodora Sawdust”. International Journal of Composite Materials 2013, 3(4): 108 – 113.

[31] Reddy, G. Ramachandra, Kumar, M. Ashok, Chakradhar, K. V. P. “Fabrication and performance of hybrid Betel nut (Areca catechu) short fiber/ Sansevieria cylindrica (Agavaceae) epoxy composites”. International Journal of Materials and Biomaterials Applications 2011; 1 (1): 6 – 13.

[32] Srinivasa, C. V., Basavaraju, B., Mownesh, G. K., Raghu, P. G. R. “Flexural Behaviour of Areca Composites”. Bioresources 5(3), 2010: 1846-1858.

[33] Khalil, Abdul H. P. S., Marliana, M. M., Alshammari, Turki. “Material Properties Of Epoxy-Reinforced Biocomposites With Lignin From Empty Fruit Bunch As Curing Agent”. BioResources 6 (4), 2011, hal. 5206 – 5223.

(11)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

3.1 LOKASI PENELITIAN

Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Penelitian dan Laboratorium Lateks, Fakultas Teknik, Universitas Sumatera Utara, Laboratorium Farmasi, Fakultas Farmasi, Universitas Sumatera Utara, dan Laboratorium Fisika, Universitas Negeri Medan.

3.2 BAHAN DAN PERALATAN

3.2.1 Bahan

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah : 1. Resin epoksi sebagai matriks, dengan sifat [10]:

a. Wujud : Cairan kental b. Densitas : 1,17 gram/cm3

Epoksi dan epoksi hardener yang digunakan diperoleh dari toko peralatan dan bahan kimia PT. Justus Kimiaraya.

2. Serat buah pinang sebagai pengisi, dengan sifat panjang dan kuat. Serat buah pinang yang digunakan diperoleh dari supplier di Stabat dengan klasifikasi pinang yang tua dan berwarna kecoklatan.

3.2.2 Peralatan

Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah : 1. Beaker glass.

2. Mesin cetak tekan (press mold). 3. Neraca analitik.

4. Ayakan 50 mesh. 5. Alat uji tarik. 6. Alat uji bengkok. 7. Alat uji bentur.

(12)

10.Indikator pH universal.

11.Cetakan, yang terbuat dari plat besi dengan ukuran 30 x 30 cm. 12.Ball Mill.

3.3 PROSEDUR PENELITIAN

3.3.1 Pengambilan Serat Buah Pinang

1. Serat dipisahkan dengan tangan dari kulit terluar pinang dengan membuang kulit terluar yang terikut dengan serat hingga bersih.

2. Serat buah pinang kemudian dibersihkan dengan menggunakan air.

3. Serat tersebut kemudian dikeringkan selama 3 hari dibawah sinar matahari.

3.3.2 Perlakuan Alkali Serat Buah Pinang

1. Natrium hidroksida (NaOH) yang digunakan sebagai perlakuan alkali pada serat dipersiapkan dengan variasi persen volum NaOH terhadap air 1 %, 2 %, dan 3 %.

2. Serat direndam di dalam NaOH dengan masing - masing persen volum yang telah disiapkan sebelumnya dan kemudian didiamkan selama 1 jam. Kemudian serat tersebut dicuci berulang kali dengan menggunakan air hingga pH 7-7,5 dengan menggunakan indikator pH universal.

3. Serat dikeringkan di dalam oven dengan suhu 100 °C hingga beratnya konstan.

4. Untuk sampel dengan pengisi serat buah pinang tanpa perlakuan alkali prosedur 1 sampai 3 tidak dilakukan.

3.3.3 Pembuatan Partikel Serat Buah Pinang

1. Serat buah pinang yang telah mengalami proses perendaman dan pengeringan kemudian dimasukkan ke dalam ball mill agar serat halus dan membentuk partikel.

2. Serat buah pinang yang telah halus kemudian diayak dengan menggunakan ayakan dengan ukuran 50 mesh.

(13)

3.3.4 Pembuatan Komposit Epoksi Berpengisi Partikel Serat Buah Pinang

1. Ditimbang resin epoksi dan epoksi hardener yang digunakan dengan perbandingan fraksi berat 3 : 2.

2. Kemudian epoksi dan epoksi hardener dicampurkan dalam beaker glass dan diaduk hingga merata.

3. Serat buah pinang yang telah disiapkan dimasukkan ke dalam beaker glass dan diaduk merata.

4. Kemudian tuangkan campuran tersebut ke dalam cetakan sampai semua resin menutupi cetakan sesuai dengan masing- masing uji.

5. Kemudian tuangkan resin ke dalam cetakan dan ratakan bagian permukaannya, setelah rata komposit didiamkan selama 1 hari pada suhu ruangan.

6. Komposit dikeluarkan dari cetakan dan dihaluskan bagian permukaannya dengan menggunakan kertas pasir.

7. Dilakukan pengujian terhadap komposit yaitu penentuan uji Fourier Transform-Infra Red (FT-IR), uji kekuatan tarik (tensile strength), uji kekuatan lentur (bending strength), uji kekuatan bentur (impact strength), uji penyerapan air (water absorption), dan uji Scanning Electron Microscopy (SEM).

3.3.5 Pengujian Komposit

3.3.5.1 Karakteristik Fourier Transform-Infra Red (FT-IR)

Sampel yang dianalisa yaitu berupa epoksi, serat pinang tanpa perlakuan alkali,serat pinang dengan perlakuan alkali dan komposit epoksi berpengisi buah pinang untuk melihat apakah ada terbentuk sambung silang (cross-linking) atau tidak terbentuknya gugus baru. Analisa FT-IR dilakukan di Laboratorium Farmasi, Fakultas Farmasi, Universitas Sumatera Utara.

3.3.5.2 Pengujian Kekuatan Tarik (Tensile Strength) ASTM D 638 Tipe IV

(14)

besarnya beban maksimum (Fmaks) yang dibutuhkan untuk memutuskan spesimen bahan dibagi dengan luas penampang bahan.

Gambar 3.1 Ukuran Dimensi Spesimen Kekuatan Tarik ASTM D 638 Tipe IV

Komposit hasil spesimen dipilih dan dipotong membentuk spesimen untuk pengujian kekuatan tarik (uji tarik). Pengujian kekuatan tarik dilakukan dengan tensometer terhadap tiap spesimen dengan ketebalan 4 mm. Tensometer terlebih dahulu dikondisikan pada beban 100 kgf dengan kecepatan 50 mm/menit, kemudian dijepit kuat dengan penjepit yang ada dialat. Mesin dihidupkan dan spesimen akan tertarik ke atas spesimen diamati sampai putus, dicatat tegangan maksimum dan regangannya.

3.3.5.3 Pengujian Kekuatan Lentur (Bending Strength) ASTM D 790

Spesimen yang akan diuji kekuatan lenturnya memiliki bentuk slab dan pengujian dilakukan dengan perlakuan uji tiga titik tekuk (three point bend test).

Gambar 3.2 Ukuran Dimensi Spesimen Kekuatan Lentur ASTM D 790

13 mm

4 mm 19 mm

6 mm

57 mm 115 mm 65 mm

12 cm

(15)

3.3.5.4Pengujian Kekuatan Bentur (Impact Strength) ASTM D 4812-11

Spesimen yang akan diuji bentur mengikuti metoda Unnotched Izod.

Gambar 3.3 Ukuran Dimensi Spesimen Metoda Izod ASTM D 4812-11

3.3.5.5 Analisa Penyerapan Air (Water Absorption) ASTM D 570

Karakteristik penyerapan air dari komposit poliester tidak jenuh berpengisi selulosa diuji dengan perendaman dalam air pada suhu ruangan setiap 24 jam hingga bahan komposit tidak lagi menyerap air (jenuh). Spesimen tes berbentuk (25 mm x 25 mm) sesuai ASTM D-570. Sebelum direndam dalam air, komposit dimasukkan ke dalam oven dengan temperatur 50  5 oC selama 24 jam terlebih dahulu. Kemudian didinginkan dalam desikator selama 24 jam. Setelah itu dilakukan pencelupan. Setiap rentang waktu pencelupan, maka sampel diambil dan dibersihkan dengan kertas tisu untuk menyerap air. Sampel kemudian ditimbang dan dihitung dengan persamaan:

100% x Wo

Wo We

Wg 

Dimana :

Wg = Persentase pertambahan berat komposit We = Berat komposit setelah perendaman Wo = Berat komposit sebelum perendaman

3.3.5.6 Pengujian Analisa Scanning Electron Microscopy (SEM)

Analisa Scanning Electron Microscopy (SEM) digunakan untuk mengkarakterisasi morfologi permukaan sampel dengan menggunakan metode Secondary Electron Image (SEI). Hasil yang didapat adalah foto polaroid dan mampu memfoto dengan perbesaran dari 25 sampai 2 juta kali. Sampel yang difoto berukuran kecil, yaitu 5 mm x 5 mm untuk luas permukaan dan sampel dalam keadaan kering. Untuk sampel yang tidak bersifat konduktif, sampel harus dilapisi

2,5 mm

(16)

terlebih dahulu dengan bahan yang bersifat konduktif. Analisa Scanning Electron Microscopy (SEM) dilakukan di Laboratorium Fisika, Universitas Negeri Medan.

3.4 FLOWCHART PENELITIAN

3.4.1 Flowchart Pengambilan Serat Buah Pinang

Mulai

Serat pinang dibersihkan dengan membuang kulit terluar hingga bersih

Dicuci dengan air hingga bersih

Dikeringkan selama 3 hari di bawah sinar matahari

Selesai

Gambar 3.4 Flowchart Pengambilan Serat Buah Pinang

3.4.2 Flowchart Perlakuan Alkali Serat Buah Pinang

Mulai

Natrium hidroksida (NaOH) dipersiapkan dengan variasi persen volum NaOH yang diinginkan

Serat direndam ke dalam NaOH dengan masing-masing persen volum yang telah disiapkan sebelumnya dan didiamkan selama 1

jam

Serat dicuci berulang kali dengan menggunakan air hingga pH 7-7,5 dengan menggunakan indikator pH universal

Selesai

(17)

3.4.3 Flowchart Pembuatan Partikel Serat Buah Pinang

Mulai

Serat buah pinang yang telah direndam dan dikeringkan kemudian dihaluskan di dalam ball mill

Serat yang telah halus diayak dengan menggunakan ayakan dengan ukuran 50 mesh

Partikel serat dipisahkan dengan masing-masing ukuran untuk digunakan dalam proses pembuatan komposit partikel epoksi - serat buah pinang

Selesai

Gambar 3.6 Flowchart Pembuatan Partikel Serat Buah Pinang

3.4.4 Flowchart Pembuatan Komposit Epoksi Berpengisi Partikel Serat Buah Pinang

Ditimbang resin epoksi dan epoksi hardener yang digunakan dengan perbandingan fraksi berat 3 : 2

Mulai

Dicampurkan dalam beaker glass dan diaduk hingga merata

Partikel serat dimasukkan ke dalam beaker

glass dengan masing-masing variasi fraksi

volum dan diaduk merata

Campuran tersebut dituang ke dalam cetakan sampai semua resin menutupi cetakan

Cetakan ditekan dengan mesin press selama 60 menit pada temperatur ruangan

Komposit dikeluarkan dari cetakan

Selesai

(18)

3.4.5 Flowchart Pengujian Komposit

Mulai

Komposit dipotong dan dibentuk sesuai dengan standar masing-masing uji yang digunakan

Dilakukan uji pada masing-masing variasi komposit dan diperoleh data hasil pengujian

Selesai

(19)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 KARAKTERISTIK FT-IR (FOURIER TRANSFORM-INFRA RED) EPOKSI, SERAT BUAH PINANG, DAN KOMPOSIT EPOKSI BERPENGISI SERAT BUAH PINANG

Karakterisasi FT-IR (Fourier Transform Infra Red) epoksi, serat pinang dilakukan untuk mengidentifikasi gugus fungsi dari komposit epoksi berpengisi serat buah pinang.

4.1.1 Karakteristik FT-IR Epoksi

Karakteristik FTIR dari epoksi dapat dilihat pada Gambar 4.1 di bawah ini.

Keterangan analisa gugus fungsi [25]:

Frekuensi Vibrasi (cm-1

) Ikatan Yang Menyerap IR

3100-3000 Regang C-H

2130-2100 Regang -N≡C

1840-1800 Regang C=O

(20)

Dari gambar 4.2 diatas dapat dilihat karakteristik FTIR dari resin epoksi. Resin epoksi mengandung gugus epoksi atau oxirene dan senyawa amina [9]. Gugus epoksi pada FTIR ini ditunjukkan oleh bilangan gelombang 1882,52 cm-1 yang menunjukkan gugus C=O. Senyawa amina pada resin epoksi hasil karakteristik FTIR ini ditunjukkan oleh bilangan gelombang 2067,69 cm-1 yang menunjukkan adanya gugus -N≡C yang merupakan amina tersier. Sedangkan bilangan 2976,09 cm-1 menunjukkan gugus C-H.

4.1.2 Karakteristik FT-IR Serat Buah Pinang Tanpa Perlakuan Alkali Dan Dengan Perlakuan Alkali

Karakteristik dari serat buah pinang tanpa perlakuan alkali dapat dilihat pada Gambar 4.3 di bawah ini.

Keterangan analisa gugus fungsi [25]:

Frekuensi Vibrasi (cm-1

) Ikatan Yang Menyerap IR

3300-2500 Regang =C-H, O-H

2260-2100 Regang C=C

1680-1600 Regang C=C

1500 Regang O-H

1450 T ekuk C-H

1300-1000 Regang C-O, C-O-C

900-690 T ekuk C-H

(21)

Dari Gambar 4.3 diatas dapat dilihat gugus fungsi yang dihasilkan oleh serat pinang dengan menggunakan transmisi FT-IR. Serat pinang sebagian besar terdiri dari hemiselulosa dan bahan bukan selulosa. Serat buah pinang mengandung 13 % sampai 24,6 % senyawa lignin, 35 % sampai 64,8 % hemiselulosa, kandungan abu sebanyak 4,4 %, dan sisanya sebanyak 8 % sampai 25 % kandungan air. Senyawa hemiselulosa ditunjukkan oleh adanya gugus OH pada hasil karakteristik FT-IR yang didapat pada puncak 2885,51 dan 1504,48 cm-1. Senyawa lignin ditunjukkan pada puncak 1597,06 cm-1. Pada puncak 2129,41 cm-1 menunjukkan adanya gugus C=C, pada puncak 1157,29 cm-1 menunjukkan adanya gugus C-O dan C-O-C, serta puncak 894,97 cm-1 dan 833,25 cm-1 menunjukkan adanya tekuk C-H.

Karakteristik dari serat buah pinang dengan perlakuan alkali ditunjukkan pada Gambar 4.4 di bawah ini.

4.1.3

Keterangan analisa gugus fungsi [25]:

Frekuensi Vibrasi (cm-1) Ikatan Yang Menyerap IR

3300-2500 Regang =C-H, O-H

2260-2100 Regang C=C

1680-1600 Regang C=C

1500 Regang O-H

1450 T ekuk C-H

1300-1000 Regang C-O, C-O-C

900-690 T ekuk C-H

(22)

Pada umumnya hasil karakterisasi FT-IR dari serat buah pinang dengan perlakuan alkali menunjukkan gugus yang hampir sama dengan hasil karakterisasi FT-IR pada serat buah pinang tanpa perlakuan alkali, namun terdapat beberapa pergeseran gugus fungsi jika dibandingkan dari hasil keduanya.

Serat pinang yang digunakan dalam penelitian ini merupakan serat buah pinang yang sebelumnya diberi perlakuan alkali sebelum dijadikan sebagai pengisi komposit, sehingga perlu dilakukan perbandingan hasil karakteristik FT-IR dari serat buah pinang tanpa perlakuan alkali dan serat buah pinang dengan perlakuan alkali.

Gambar 4.5 Perbandingan Karakteristik FT-IR Serat Buah Pinang Tanpa Perlakuan Alkali dan Serat Pinang Dengan Perlakuan Alkali

Dari Gambar 4.5 diatas, perlakuan alkali terhadap serat menunjukkan perbedaan yang signifikan berdasarkan spektrum yang dihasilkan FT-IR. Perbedaan yang signifikan dapat dilihat pada puncak 2885,51 dan 1265,3 cm-1 yang mempunyai kemiripan dengan hemiselulosa, mengalami perubahan, kemudian pada regang O-H pada puncak 1504 yang berkurang akibat perlakuan alkali, dan pada puncak 1157 (regang eter C-O-C) yang merupakan struktur penyusun polisakarida yang sebagian besar ada di selulosa yang mengalami pergeseran. Namun, ada beberapa puncak lainnya yang muncul baik pada serat tanpa perlakuan alkali maupun serat dengan

4500 4000 3500 3000 2500 2000 1500 1000 500 0

40 50 60 70 80 90 100

% Tr

ans

mit

asi

Panjang Gelombang (cm-1)

(23)

perlakuan alkali. Sehingga dapat disimpulkan alkali membersihkan permukaan serat dari senyawa lignin, hemiselulosa, dan zat pengotor lainnya [27].

4.1.3 Karakteristik FT-IR Komposit Epoksi Berpengisi Serat Buah Pinang

Karakteristik FT-IR dari komposit epoksi berpengisi serat pinang dapat dilihat pada Gambar 4.6 di bawah ini.

Keterangan analisa gugus fungsi [25]:

Frekuensi Vibrasi (cm-1

) Ikatan Yang Menyerap IR

3300-2500 Regang =C-H, O-H

2360-2100 Regang C=C

1300-1000 Regang C-O, C-O-C

Gambar 4.6 Karakteristik FT-IR Komposit Epoksi Berpengisi Serat Buah Pinang

(24)

4500 4000 3500 3000 2500 2000 1500 1000 500 0 0

20 40 60 80 100 120 140

% Tr

ans

mit

asi

Panjang Gelombang (cm-1)

Epoksi Serat Pinang

Epoksi + Serat Pinang

Gambar 4.7 Karakteristik FT-IR Epoksi, Serat Buah Pinang, dan Komposit Epoksi Berpengisi Serat Buah Pinang

(25)

Serat Alam α-selulosa + Hemiselulosa + lignin O O O

Resin termoset dengan gugus -OH di rantai belakang (backbone) ---H H ---H H ---H H ---O O O Serat Alam α-selulosa + Hemiselulosa + lignin OH OH OH + OH OH OH

Resin termoset dengan gugus -OH di rantai belakang (backbone)

(26)

4.2 PENGARUH KOMPOSISI DAN PERLAKUAN ALKALI TERHADAP KEKUATAN TARIK (TENSILE STRENGTH) KOMPOSIT EPOKSI BERPENGISI PARTIKEL SERAT BUAH PINANG

Gambar 4.9 menunjukkan pengaruh komposisi matriks resin epoksi dan pengisi serat buah pinang (v/v) serta pengaruh perlakuan alkali terhadap kekuatan tarik dari komposit partikel epoksi yang dihasilkan.

Gambar 4.9 Pengaruh Komposisi dan Perlakuan Alkali Terhadap Kekuatan Tarik Komposit Epoksi Berpengisi Partikel Serat Buah Pinang

Dari Gambar 4.9 dapat dilihat bahwa kekuatan tarik maksimum dari komposit epoksi berada pada komposisi 60:40 (v/v) dengan konsentrasi alkali 2% yakni sebesar 19,311 MPa, sedangkan kekuatan tarik minimum dari komposit epoksi berada pada komposisi 50:50 (v/v) dengan konsentrasi alkali 0% yakni sebesar 10,653 MPa. Kekuatan tarik yang dihasilkan dari komposit meningkat seiring dengan bertambahnya kandungan pengisi serat pinang. Peristiwa ini terjadi karena adanya ikatan yang kuat pada daerah antarmuka pengisi dan matriks, sehingga meningkatkan kemampuan komposit dalam menahan tegangan tarik [29]. Namun, pada perbandingan komposisi 50:50 kekuatan tarik komposit menurun yang disebabkan gaya adhesi antara matrik dan pengisi menurun karena keadaan jenuh pengisi yang tidak tercampur secara sempurna dengan resin epoksi akibat kandungan pengisi yang terlalu banyak yang dapat melemahkan sifat mekanik dari material komposit [30].

Kemudian, dilihat dari pengaruh konsentrasi alkali (NaOH) yang digunakan, secara keseluruhan menunjukkan peningkatan kekuatan dengan semakin

0 5 10 15 20 25 30 35 40 45 50

70/30 60/40 50/50 100/0

K e k u a ta n T a r ik ( M P a )

Rasio Epoksi dan Serat Pinang (v/v)

0%

1%

2%

3%

(27)

meningkatnya konsentrasi alkali yang digunakan pada serat dan menurun pada konsentrasi alkali 3%. Hal ini disebabkan perlakuan alkali (NaOH) menghilangkan bahan yang berupa semen yang hadir dalam serat yakni senyawa lignin dan hemiselulosa sehingga meningkatkan luas permukaan serat. Peningkatan luas permukaan ini menyebabkan gaya adhesi yang juga meningkat sehingga meningkatkan kekuatan tarik dari komposit yang dihasilkan [7]. Terhalangnya permukaan serat oleh lapisan yang menyerupai lilin juga menyebabkan kegagalan ketika ditarik yang didominasi oleh lepasnya ikatan antara serat dengan matrik yang diakibatkan oleh tegangan geser di permukaan serat yang disebut dengan istilah ”fiber pull out”. Pada kondisi kegagalan ini, matrik dan serat sebenarnya masih mampu menahan beban dan regangan yang lebih besar, tetapi karena ikatan antara serat dan matrik gagal, maka komposit pun mengalami kegagalan lebih awal. Sedangkan turunnya kekuatan tarik pada konsentrasi 3% disebabkan pada alkalisasi 3% hemiselulosa, lignin dan pektin hilang sehingga kekuatan serat alam akan menurun karena kumpulan microfibril penyusun serat yang disatukan oleh lignin dan pektin akan terpisah, sehingga serat hanya berupa serat-serat halus yang terpisah satu sama lain [14].

(28)

4.3 PENGARUH KOMPOSISI DAN PERLAKUAN ALKALI TERHADAP MODULUS ELASTISITAS (ELASTIC MODULUS) KOMPOSIT EPOKSI BERPENGISI PARTIKEL SERAT BUAH PINANG

Gambar 4.10 menunjukkan pengaruh komposisi matriks resin epoksi dan pengisi serat buah pinang (v/v) serta pengaruh perlakuan alkali terhadap modulus elastisitas dari komposit partikel epoksi yang dihasilkan.

Gambar 4.10 Pengaruh Komposisi dan Perlakuan Alkali Terhadap Modulus Elastisitas Komposit Epoksi Berpengisi Partikel Serat Buah Pinang

Dari Gambar 4.10 dapat dilihat bahwa modulus elastisitas maksimum dari komposit epoksi berada pada komposisi 60:40 (v/v) dengan konsentrasi alkali 2% yakni sebesar 260,605 MPa, sedangkan modulus elastisitas minimum dari komposit epoksi berada pada komposisi 50:50 (v/v) dengan konsentrasi alkali 0% yakni sebesar 185,409 MPa. Berhubung perlakuan NaOH serat memberikan karakteristik kurva kekuatan tarik dan regangan yang mirip, maka modulus elastisitasnya pun akan memiliki trend perubahan. Gambar 4.10 menunjukkan bahwa modulus elastisitas bahan komposit epoksi-serat buah pinang mengalami peningkatan seiring dengan penambahan kandungan pengisi pada komposit dan konsentrasi perlakuan NaOH pada serat. Penurunan tersebut didominasi oleh efek degradasi sifat mekanis serat yang disertai oleh semakin sempurnanya ikatan antara serat dengan matriks.

Jika ditinjau dari pengaruh konsentrasi alkali pada serat, modulus elastisitas dari komposit meningkat seiring dengan bertambahnya konsentrasi alkali, namun

0 50 100 150 200 250 300

70/30 60/40 50/50 100/0

M o d u lu s E la s ti s it a s ( M Pa )

Rasio Epoksi dan Serat Pinang (v/v)

0%

1%

2%

3%

(29)

konsentrasi alkali yang semakin tinggi akan menurunkan sifat elastisitas komposit, bahkan perlakuan tersebut dapat menyebabkan komposit menjadi rapuh [1].

4.4 PENGARUH KOMPOSISI DAN PERLAKUAN ALKALI TERHADAP PEMANJANGAN PADA SAAT PUTUS (ELONGATION AT BREAK) KOMPOSIT EPOKSI BERPENGISI PARTIKEL SERAT BUAH PINANG

Gambar 4.11 menunjukkan pengaruh komposisi matriks resin epoksi dan pengisi serat buah pinang (v/v) serta pengaruh perlakuan alkali terhadap sifat pemanjangan pada saat putus dari komposit partikel epoksi yang dihasilkan.

Gambar 4.11 Pengaruh Komposisi dan Perlakuan Alkali Terhadap Sifat Pemanjangan Pada Saat Putus Komposit Epoksi Berpengisi Partikel Serat Buah

Pinang

Dari Gambar 4.11 dapat dilihat bahwa pemanjangan pada saat putus maksimum dari komposit epoksi berada pada komposisi 70:30 (v/v) dengan konsentrasi alkali 2% yakni sebesar 4,52%, sedangkan pemanjangan pada saat putus minimum dari komposit epoksi berada pada komposisi 50:50 (v/v) dengan konsentrasi alkali 0% yakni sebesar 2,46%. Hal ini disebabkan karena kurangnya perpindahan tegangan (stress transfer) dari matriks epoksi ke pengisi serat buah pinang. Peningkatan dari sifat pemanjangan pada saat putus pada suatu komposit meningkatkan kekerasan dan kelembutan dari komposit tersebut [30]. Sifat pemanjangan pada saat putus dari komposit menunukkan trend yang serupa/mirip

0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

70/30 60/40 50/50 100/0

P e ma n jan gan P ad a S aat P u tu s (% )

Rasio Epoksi dan Serat Pinang (v/v)

0%

1%

2%

3%

(30)

Kemudian, dilihat dari pengaruh konsentrasi alkali (NaOH) yang digunakan, secara keseluruhan menunjukkan peningkatan kekuatan dengan semakin meningkatnya konsentrasi alkali yang digunakan pada serat dan menurun pada konsentrasi alkali 3%. Hal ini disebabkan perlakuan alkali (NaOH) menghilangkan bahan yang berupa semen yang hadir dalam serat yakni senyawa lignin dan hemiselulosa sehingga meningkatkan luas permukaan serat. Peningkatan luas permukaan ini menyebabkan gaya adhesi yang juga meningkat sehingga meningkatkan kekuatan tarik dari komposit yang dihasilkan [6]. Sedangkan turunnya kekuatan tarik pada konsentrasi 3% disebabkan pada alkalisasi 3% hemiselulosa, lignin dan pektin hilang sehingga kekuatan serat alam akan menurun karena kumpulan microfibril penyusun serat yang disatukan oleh lignin dan pektin akan terpisah, sehingga serat hanya berupa serat-serat halus yang terpisah satu sama lain [14].

(31)

4.5 PENGARUH KOMPOSISI DAN PERLAKUAN ALKALI TERHADAP KEKUATAN LENTUR (BENDING STRENGTH) KOMPOSIT EPOKSI BERPENGISI PARTIKEL SERAT BUAH PINANG

Gambar 4.12 menunjukkan pengaruh komposisi matriks resin epoksi dan pengisi serat buah pinang (v/v) serta pengaruh perlakuan alkali terhadap kekuatan lentur dari komposit partikel epoksi yang dihasilkan.

Gambar 4.12 Pengaruh Komposisi dan Perlakuan Alkali Terhadap Kekuatan Lentur Komposit Partikel Epoksi Berpengisi Serat Buah Pinang

Gambar 4.12 di atas menunjukkan bahwa kekuatan lentur maksimum dari komposit epoksi berada pada komposisi 60:40 (v/v) dengan konsentrasi alkali 2% yakni sebesar 50,36 MPa, sedangkan kekuatan lentur minimum dari komposit epoksi berada pada komposisi 50:50 (v/v) dengan konsentrasi alkali 0% yakni sebesar 28,05 MPa. Kekuatan lentur yang dihasilkan dari komposit meningkat seiring dengan bertambahnya kandungan pengisi serat pinang. Peristiwa ini terjadi karena hubungan antara antarmuka pengisi dan matriks dimana pengisi memperkuat kekuatan lentur komposit dan serat yang tersebar merata sehingga beban yang terpusat dapat ditahan oleh komposit [29]. Namun, pada perbandingan komposisi 50:50 kekuatan lentur komposit menurun yang disebabkan oleh keadaan jenuh dari pengisi pada komposit yang disebabkan serat tidak dapat tercampur secara sempurna akibat jumlah serat yang terlalu banyak sehingga gaya adhesi antara matrik dan pengisi menurun dan

0 10 20 30 40 50 60 70

70/30 60/40 50/50 100/0

K e k u a ta n L e n tu r ( M P a )

Rasio Epoksi dan Serat Pinang (v/v)

0% 1% 2% 3%

[image:31.596.132.506.190.425.2]
(32)

Jika ditinjau dari konsentrasi alkali yang digunakan dalam perlakuan serat, kekuatan lentur meningkat seiring dengan meningkatnya konsentrasi alkali, namun pada konsentrasi alkali 3%, kekuatan lentur komposit mengalami penurunan. Perlakuan alkali pada serat bertujuan untuk melarutkan lapisan yang menyerupai lilin di permukaan serat, seperti lignin, hemiselulosa, dan kotoran lainnya. Dengan hilangnya lapisan lilin ini maka ikatan antara serat dan matriks menjadi lebih kuat serta meningkatkan wetability antara serat dengan matriks sehingga kekuatan lentur komposit menjadi lebih tinggi. Namun, perlakuan NaOH yang lebih banyak dapat menyebabkan kerusakan pada komponen penyusun serat [1].

Hasil di atas juga diperkuat penelitian yang dilakukan oleh Srinivasa pada komposit urea formaldehid berpengisi serat buah pinang dengan perlakuan alkali KOH yang menunjukkan kekuatan lentur maksimum pada komposisi 60:40 dan peningkatan kekuatan setelah serat diberi perlakuan alkali [32].

4.6 PENGARUH KOMPOSISI DAN PERLAKUAN ALKALI TERHADAP KEKUATAN BENTUR (IMPACT STRENGTH) KOMPOSIT EPOKSI PARTIKEL BERPENGISI SERAT BUAH PINANG

Gambar 4.13 menunjukkan pengaruh komposisi matriks resin epoksi dan pengisi serat buah pinang (v/v) serta pengaruh perlakuan alkali terhadap kekuatan bentur dari komposit partikel epoksi yang dihasilkan.

Gambar 4.13 Pengaruh Komposisi dan Perlakuan Alkali Terhadap Kekuatan Bentur Komposit Partikel Epoksi Berpengisi Serat Buah Pinang

0 2000 4000 6000 8000 10000 12000

70/30 60/40 50/50 100/0

K e k u a ta n B e n tu r ( J /m 2)

Rasio Epoksi dan Serat Pinang (v/v)

0% 1% 2% 3%

[image:32.596.136.502.481.709.2]
(33)

Gambar 4.13 di atas menunjukkan bahwa kekuatan bentur maksimum dari komposit epoksi berada pada komposisi 60:40 (v/v) dengan konsentrasi alkali 2% yakni sebesar 6698,6 J/m2, sedangkan kekuatan bentur minimum dari komposit epoksi berada pada komposisi 50:50 (v/v) dengan konsentrasi alkali 3% yakni sebesar 4996,97 J/m2. Kekuatan bentur yang dihasilkan komposit meningkat seiring dengan penambahan serat sebagai pengisi di dalam komposit. Hal ini disebabkan karena sifat kekuatan bentur dari suatu komposit berhubungan secara langsung terhadap kekerasan yang dipengaruhi secara langsung oleh kekuatan ikatan antarmuka, matrik, dan sifat dari serat, dalam hal ini serat yang digunakan sebagai pengisi berperan sebagai pembentuk titik dimana mulainya pematahan (crack formation) dan media pemindahan tegangan (stress transferring medium). Dalam penelitian ini, kekuatan bentur meningkat karena adanya fleksibilitas jaringan antar fasa yang baik antara matriks dengan pengisi sehingga dengan meningkatnya kandungan bahan pengisi maka bahan komposit akan menyerap energi benturan yang lebih tinggi [33].

Peningkatan sifat-sifat mekanis pada komposit berpenguat serat yang mengalami perlakuan permukaan menunjukkan fakta bahwa terjadi perbaikan karakteristik perekatan (adhesion) permukaan serat oleh perbaikan cacat alami dan topografi permukaan serat menjadi kasar. Selain itu pengaruh pelakuan kimia pada serat juga dapat membersihkan dan mengubah topografi permukaan serat, meningkatkan kekerasan permukaan serat sehingga dapat meningkatkan daya ikat interfacial antara serat buah pinang dengan matrik/resin epoksi. Perubahan topografi permukaan serat yang kasar tersebut akan menghasilkan mechanical interlocking yang lebih baik dengan matrik [34].

(34)

4.7 PENGARUH KOMPOSISI TERHADAP PENYERAPAN AIR (WATER

ABSORPTION) KOMPOSIT EPOKSI BERPENGISI PARTIKEL SERAT

BUAH PINANG

Gambar 4.14 menunjukkan pengaruh komposisi terhadap penyerapan air (water absorption) komposit partikel epoksi berpengisi serat buah pinang.

Gambar 4.14 Pengaruh Komposisi Terhadap Penyerapan Air (Water Absorption) Komposit Epoksi Berpengisi Partikel Serat Buah Pinang

Gambar 4.14 di atas menunjukkan bahwa epoksi murni memiliki daya serap air yang paling kecil dibandingkan dengan daya serap air dari komposit. Penyeparapan air (water absorption) meningkat seiring dengan bertambahnya fraksi volum serat pada komposit. Penyerapan air pada epoksi murni setelah perendaman selama 9 hari sebesar 0,5213 %, sedangkan untuk komposit epoksi-serat buah pinang masing-masing untuk rasio matriks dan pengisi 70/30, 60/40, 50/50 (v/v) yaitu 1,9391 %, 2,5451 % dan 3,1726 %. Hal ini disebabkan karena karakterisitik serat alam yang memiliki daya serap air yang lebih besar dibandingkan dengan epoksi. Sehingga dengan adanya serat alam yang memiliki daya serap air sebesar 11-12% menyebabkan komposit epoksi-serat buah pinang menyerap air lebih besar dibandingkan dengan epoksi itu sendiri [21].

0.0 0.4 0.8 1.2 1.6 2.0 2.4 2.8 3.2

0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

D aya S e rap A ir ( % ) Waktu (Hari) 100/0 70/30 60/40 50/50 Rasio Epoksi dan

[image:34.596.127.505.165.388.2]
(35)

4.8 ANALISA SCANNING ELECTRON MICROSCOPY (SEM) EPOKSI DAN

KOMPOSIT PARTIKEL EPOKSI BERPENGISI SERAT BUAH PINANG

Gambar 4.15 di bawah ini merupakan gambar hasil analisa SEM, adapun sampel yang dianalisa yaitu patahan hasil pengujian kekuatan bentur untuk komposit epoksi murni, dan komposit partikel epoksi berpengisi serat buah pinang dengan komposisi 60/40 dan konsentrasi alkali 2%.

(a)

(b)

Gambar 4.15 Hasil Analisa Scanning Electron Microscopy (SEM) (a) Patahan epoksi murni dengan perbesaran 500x dan (b) Patahan epoksi-serat pinang dengan

[image:35.596.171.459.199.668.2]
(36)
(37)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1KESIMPULAN

Dari penelitian yang telah dilakukan dapat diambil beberapa kesimpulan, antara lain :

1. Dari hasil analisa karakterisasi FT-IR terhadap epoksi, serat buah pinang, dan komposit epoksi berpengisi serat buah pinang diketahui bahwa terdapat perbedaan peak yang dihasilkan dari serat dengan perlakuan alkali dan serat tanpa perlakuan alkali dan terdapat ikatan antara resin epoksi sebagai matrik dan serat pinang sebagai pengisi.

2. Dari hasil analisa uji kekuatan tarik, kekuatan tarik maksimum komposit berada pada perbandingan komposisi 60:40 dan perlakuan alkali 2% sebesar 19,311 MPa, sedangkan kekuatan tarik minimum komposit berada pada komposisi 50:50 dan perlakuan alkali 0% sebesar 10,653 MPa.

3. Modulus elastisitas maksimum komposit berada pada perbandingan komposisi 60:40 dan perlakuan alkali 2% sebesar 260,605 MPa, sedangkan modulus elastisitas minimum komposit berada pada komposisi 50:50 dan perlakuan alkali 0% sebesar 185,409 MPa.

4. Pemanjangan saat putus maksimum komposit berada pada perbandingan komposisi 70:30 dan perlakuan alkali 2% sebesar 4,52%, sedangkan Pemanjangan saat putus komposit berada pada komposisi 50:50 dan perlakuan alkali 0% sebesar 2,46%.

5. Dari hasil analisa uji kekuatan lentur, kekuatan bentur maksimum dari komposit berada pada perbandingan komposisi 60:40 dan perlakuan alkali 2% sebesar 50,36 MPa, sedangkan kekuatan lentur minimum komposit berada pada komposisi 50:50 dan perlakuan alkali 0% sebesar 28,05 MPa.

(38)

7. Berdasarkan uji penyerapan air, diketahui bahwa penyerapan air komposit partikel epoksi berpengisi serat buah pinang terbesar berada pada perbandingan komposisi 50:50 yaitu sebesar 3,1726 %.

8. Secara umum, sifat mekanik komposit meningkat dengan perlakuan alkali (NaOH) karena perlakuan alkali membersihkan permukaan serat dari lapisan lilin sehingga meningkatkan adhesi dan mechanical interlocking pada antarmuka serat dengan matrik.

5.2SARAN

Demi kesempurnaan penelitian ini, maka peneliti menyarankan :

(39)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 KOMPOSIT

Bahan komposit menunjukkan artian bahwa dua atau lebih material digabung pada skala makroskopis untuk membentuk material ketiga yang berbeda. Material-material yang berbeda dapat digabung dalam skala mikroskopis seperti memadukan logam. Bila suatu komposit dirancang dengan baik maka akan memberikan kualitas yang bagus daripada komponen atau konstituen penyusunnya. Beberapa sifat yang dapat dikembangkan dengan membentuk bahan komposit yaitu [8]: kekuatan (strength), kekakuan (stiffness), tahanan korosi (corrosion resistance), tahanan aus (wear resistance), daya pikat (attractiveness), berat, perioda lelah (fatigue life), sifat ketergantungan suhu (temperature-dependent behavior), insulasi termal, konduktivitas termal, dan insulasi akustik (acoustical insulation).

Secara umum, tidak semua sifat-sifat di atas dikembangkan pada waktu yang bersamaan karena dikhawatirkan malah akan mengganggu sifat material itu sendiri misalnya insulasi termal dan konduktivitas termal. Tujuan pembentukan bahan komposit itu sendiri yaitu untuk membentuk suatu bahan baru yang memiliki sifat khusus untuk keperluan tertentu pula.

Bahan komposit memiliki sejarah penggunaan yang sangat panjang. Penggunaan komposit untuk pertama sekali tidak diketahui tetapi beberapa sejarah menunjukkan bahwa bahan komposit telah digunakan. Misalnya penggunaan jerami untuk meningkatkan kekuatan bata. Plywood yang dapat digunakan sebagai bahan pengganti kayu karena memiliki kekuatan dan tahanan termal yang baik. Dewasa ini, bahan komposit matriks-resin dengan penguat serat memiliki perbandingan kekuatan dan kekakuan terhadap berat yang sangat tinggi telah menjadi salah satu permasalahan yang dihadapi dalam industri mobil dan penerbangan [8].

(40)

material yang sangat berguna karena berisi susunan dari beberapa material dalam kekuatan yang tinggi, yang termasuk dalam pembentukan komposit itu. Komposit berkualitas tinggi adalah komposit yang dapat diberi gaya dari segala arah.

Bahan komposit dapat diklasifikasikan kedalam beberapa jenis, bergantung pada geometri dan jenis seratnya. Hal ini dapat dimengerti, karena serat merupakan unsur utama dalam bahan komposit tersebut. Sifat-sifat mekanik bahan komposit, seperti kekuatan, kekakuan, keliatan dan ketahanan tergantung dari geometri dan sifat-sifat seratnya.

Secara garis besar, bahan komposit terdiri dari dua macam yaitu bahan komposit partikel (particulate composite) dan bahan komposit serat (fiber composite). Bahan komposit partikel terdiri dari partikel-partikel yang diikat oleh matriks. Bentuk partikel ini dapat bermacam-macam, seperti: bulat, kubik, tetragonal atau bahkan bentuk-bentuk yang tidak beraturan secara acak, tetapi secara rata-rata berdimensi sama. Sedang bahan komposit serat terdiri dari serat-serat yang diikat oleh matriks. Bahan komposit serat ini juga terdiri dari dua macam yaitu serat panjang (continuous fiber) dan serat pendek (short fiber atau whisker) [10].

2.1.1 Bahan Komposit Partikel (Particulate Composite)

(41)

2.1.2 Bahan Komposit Serat (Fiber Composite)

Bahan komposit serat adalah jenis bahan komposit yang umum dikenal, paling banyak dipakai dan dibicarakan. Karena itu pengertian bahan komposit disini adalah berarti bahan komposit serat. Komposit serat ini juga merupakan jenis komposit yang hanya terdiri dari satu laminat atau satu lapisan yang menggunakan penguat berupa serat/fiber. Fiber yang digunakan bisa berupa glass fibers, carbon fibers, aramid fibers (polyaramid), dan sebagainya. Fiber ini bisa disusun secara acak maupun dengan orientasi tertentu bahkan bisa dengan bentuk yang lebih komplek seperti anyaman. Ada dua hal yang membuat serat dapat menahan gaya dengan efektif, yaitu jika [10]:

a) Perekatan (bonding) antara serat dan matriks sangat baik dan kuat, sehingga serat tidak mudah lepas dari matriks (debonding).

b) Kelangsungan (aspect ratio), yaitu perbandingan antara panjang dan diameter serat harus cukup besar. Hal ini disyaratkan agar tegangan geser yang terjadi pada permukaan antara serat dan matriks kecil. Biasanya disyaratkan agar kelangsungan serat lebih besar disbanding 100, agar serat dapat melaksanakan tugasnya dengan baik.

2.2 EPOKSI

Resin epoksi termasuk ke dalam golongan thermosetting, sehingga dalam pencetakan perlu diperhatikan hal-hal sebagai berikut:

1. Mempunyai penyusutan yang kecil pada pengawetan.

2. Dapat diukur dalam temperatur kamar dalam waktu yang optimal.

3. Memiliki viskositas yang rendah disesuaikan dengan material penyangga. 4. Memiliki kelengketan yang baik dengan material penyangga.

(42)

Reaksi curing pada sistem resin epoksi secara eksotermis, berarti dilepaskan sejumlah kalor pada proses curing berlangsung. Laju kecepatan proses curing bergantung pada temperatur ruang. Untuk kenaikan temperatur setiap 10oC, maka laju kecepatan curing akan menjadi dua kali lebih cepat, sedangkan untuk penurunan temperaturnya dengan besar yang sama, maka laju kecepatan curing akan turun menjadi setengah dari laju kecepatan curing sebelumnya. Epoksi memiliki ketahanan korosi yang lebih baik daripada polyester pada keadaan basah, namun tidak tahan terhadap asam. Epoksi memiliki sifat mekanik, listrik, kestabilan dimensi dan penahan panas yang baik [11].

Adapun spesifikasi dari resin epoksi dapat dilihat pada tabel di bawah ini : Tabel 2.1 Spesifikasi Resin Epoksi [12]

Sifat – sifat Satuan Nilai Tipikal

Massa jenis Gram/cm3 1,17

Kekuatan tarik Kgf/mm2 5,95

Kekuatan tekan Kgf/mm2 14

Kekuatan lentur Kgf/mm2 12

Temperatur pencetakan 0C 90

2.3 SERAT BUAH PINANG

[image:42.596.169.471.295.431.2]
(43)

Tabel 2.2 Komposisi Kimia Dari Beberapa Serat Alam [13] Serat Kandungan Lignin

(%)

Kandungan Selulosa (%)

Kandungan Hemiselulosa (%)

Pinang 13-24,6 - 35-64,8

Tongkol Jagung 10-13 38-42 21-23

Sabut Kelapa 40-45 32-43 0,15-0,25

Sisal 10-14 66-72 12

Pisang 5 63-64 19

Tabel diatas membandingkan komposisi serat buah pinang dengan beberapa serat alam lainnya. Serat buah pinang tinggi akan hemiselulosa dan merupakan serat yang mengandung hemiselulosa paling tinggi. Serat sabut kelapa memiliki kandungan lignin yang paling besar. Dan sisal memiliki kandungan selulosa paling tinggi dibandingkan dengan sisal, pisang, dan serat lainnya. Sifat dari serat alami tergantung pada sifat tanaman, wilayah di mana tanaman itu tumbuh, umur tanaman, dan metode yang digunakan untuk mengekstraksi serat. Serat pinang merupakan serat yang keras dan menunjukkan kesamaan dengan sabut kelapa dilihat dari struktur selular [13].

2.4 ALKALISASI

Alkalisasi pada serat merupakan metode perendaman serat ke dalam basa alkali. Reaksi berikut menggambarkan proses yang terjadi saat perlakuan alkali pada serat:

Fiber – OH + NaOH Fiber-O-Na+ + H2O

[image:43.596.101.549.105.255.2]
(44)

2.5PROSES PABRIKASI KOMPOSIT

Material komposit dapat diproduksi dengan berbagai macam metode proses pabrikasi. Metode-metode pabrikasi ini disesuaikan dengan jenis matriks penyusun komposit dan bentuk material komposit yang diinginkan sesuai aplikasi selanjutnya, antara lain [15]:

2.5.1 Open Molding Process (Pencetakan Terbuka)

1. Handlay-up Process

Proses ini dilakukan dalam kondisi dingin dan dengan memanfaatkan keterampilan tangan. Serat bahan komposit ditata sedemikian rupa mengikuti bentuk cetakan, kemudian dituangkan resin sebagai pengikat antara satu lapisan serat dengan lapisan yang lain. Demikian seterusnya, sehingga sesuai dengan ukuran dan bentuk yang telah ditentukan. Ada dua cara aplikasi resin yaitu:

a. Manual Resin Application, proses pengaplikasian antara resin dan fiber dilakukan secara manual dengan tangan.

b. Mechanical Resin Application, proses pengaplikasian antara resin dan fiber menggunakan bantuan mesin dan berlangsung secara kontinu. 2. Chopped Laminate Process

Proses ini menggunakan alat pemotong fiber yang biasanya serat panjang membentuk serat menjadi lebih pendek.

a. Atomized Spray-Up, pada teknik pabrikasinya sistem pada metode ini tidak kontinu, biasanya digunakan untuk membuat material komposit dengan ukuran yang lebih kecil.

b. Non Atomized Application, untuk metode ini pada pengaplikasiannya menggunakan mesin potong fiber, pelaminasi resin dan tekanan dari roller yang berjalan kontinu. Metode ini lebih menguntungkan bila digunakan untuk pabrikasi material komposit yang berdimensi besar mengingat prosesnya yang kontinu.

3. Filament Winding Process

(45)

teknik, misalnya berbentuk tabung, kemudian resin yang berfungsi sebagai matriks dituangkan bersamaan dengan proses penggulungan serat tersebut, sehingga keduanya merekat dan saling mengikat antara satu lapisan gulungan dengan gulungan berikutnya, sampai membentuk benda teknik yang direncanakan.

2.5.2 Close Molding Process (Pencetakan Tertutup)

1. Compression molding

Metode ini menggunakan cetakan yang ditekan pada tekanan tinggi sampai mencapai 1000 Psi. Diawali dengan mengalirkan resin dan reinforcement dengan viskositas yang tinggi ke dalam cetakan dengan suhu 330 - 400oF, kemudian mold ditutup dan penekanan terhadap material komposit tersebut, sehingga terjadi perubahan kimia yang menyebabkan mengerasnya material komposit secara permanen mengikuti bentuk cetakan.

2. Pultrusion

Pada metode ini pembentukan material komposit yang menggabungkan antara resin dan fiber berlangsung secara kontinu. Proses pultrusi digunakan pada pabrikasi komposit yang berprofil penampang lintang tetap, seperti pada berbagai macam rods, bar section, ladder side rails, tool handles dan komponen elektrikal kabel. Reinforcement yang digunakan seperti roving, mat diletakkan pada tempat yang khusus dengan menggunakan performin ghapers atau guides untuk membentuk karakteristiknya. Proses penguatan dilakukan melalui resin bath atau wet out yaitu tempat material diselubungi dengan cairan resin. Adanya panas akan mengaktifkan sistem curing sehingga akan mengubah fasa resin menjadi padat.

3. Resin Transfer Molding (RTM)

(46)

dalam lubang cetakan melalui port injeksi. Resin diinjeksikan sampai memenuhi seluruh rongga cetakan hingga meresap dan membasahi seluruh material reinforcement.

4. Vacuum Bag Molding

Metode ini merupakan pengembangan metode close mold yang bertujuan untuk meningkatkan sifat mekanik dengan cara meminimalisasi jumlah udara yang terperangkap dalam proses pembuatannya. Selain itu dengan berkurangnya tekanan di dalam vacuum bag molding maka tekanan udara atmosferik dari luar akan digunakan sebagai gaya untuk menghilangkan kelebihan resin yang ada dalam laminasi sehingga menghasilkan kandungan fiber reinforcement yang tinggi. Bentuk cetakan yang digunakan disesuaikan dengan bentuk produk yang ingin dibuat.

5. Wet Lay-Up

Metode ini reinforcement digabungkan dengan menggunakan tangan seperti metode hand lay-up untuk kemudian ditaruh ke dalam cetakan vacuum bag untuk mempercepat proses laminasi dan menghilangkan udara yang terperangkap yang dapat menimbulkan adanya void dalam produk komposit yang dicetak.

6. Prepreg

Metode ini merupakan metode advance dalam pembuatan komposit dengan adanya pemanasan atau cetakan yang diletakan pada autoclave setelah campuran komposit dimasukkan. Hal ini bertujuan untuk meningkatkan gaya tekan dari luar. Teknik menggunakan prepreg-vacuum bag-autoclave banyak dimanfaatkan untuk pembuatan peralatan pesawat terbang dan perlengkapan militer.

7. Vacuum Infusion Processing

(47)

ke dalam cetakan untuk menyempurnakan sistem laminasi komposit sehingga tidak terdapat ruang untuk kelebihan resin. Rasio resin yang sangat tinggi terhadap fiber glass yang digunakan memungkinkan penggunaan metode vacuum infusion yang menghasilkan sifat mekanik sistem laminasi yang sangat baik. Vacuum Infusion Processing dapat digunakan untuk pencetakan dengan struktur yang besar dan tidak dianjurkan untuk proses dengan volume yang rendah.

Pada penelitian ini, digunakan metode Open Molding Process dengan metode Handlay-up Process. Metode ini digunakan karena komposit yang akan dicetak memerlukan keterampilan tangan untuk mencetaknya sesuai dengan bentuk cetakan dari masing- masing uji yang akan dilakukan.

2.6PENGUJIAN KOMPOSIT

2.6.1 Karakteristik Fourier Transform-Infra Red (FT-IR)

Spektrofotometer infra merah terutama ditujukan untuk senyawa organik yaitu menentukan gugus fungsional yang dimiliki senyawa tersebut. Pola pada daerah sidik jadi sangat berbeda satu dengan yang lain, karenanya hal ini dapat digunakan untuk mengidentifikasi senyawa tersebut. Penetapan secara kualitatif dapat dilakukan dengan membandingkan tinggi peak (transmitansi) pada panjang gelombang tertentu yang dihasilkan oleh zat yang diuji dan zat yang standar. Dalam ilmu material analisa ini digunakan untuk mengetahui ada tidaknya reaksi atau interaksi antara bahan-bahan yang dicampurkan. Selain itu, nilai intensitas gugus yang terdeteksi dapat menentukan jumlah bahan yang bereaksi atau yang terkandung dalam suatu campuran [16].

2.6.2 Pengujian Kekuatan Tarik (Tensile Strength) ASTM D 638

(48)

spesimen akan tertarik ke atas spesimen diamati sampai putus, dicatat tegangan maksimum dan regangannya.

Dengan melakukan uji tarik kita mengetahui bagaimana bahan tersebut bereaksi terhadap tenaga tarikan dan mengetahui sejauh mana material bertambah panjang. Bila kita terus menarik suatu bahan sampai putus, kita akan mendapatkan profil tarikan yang lengkap berupa kurva. Kurva ini menunjukkan hubungan antara gaya tarikan dengan perubahan panjang.

Gambar 2.1 Uji Tarik ASTM D 638 [17]

Adapun yang menjadi perhatian dalam gambar tersebut adalah kemampuan maksimum bahan dalam menahan beban. Kemampuan ini umumnya disebut Ultimate Tensile Strength disingkat dengan UTS. Untuk semua bahan, pada tahap sangat awal uji tarik, hubungan antara beban atau gaya yang diberikan berbanding lurus dengan perubahan panjang bahan tersebut. Dengan mengikuti aturan Hooke, yaitu rasio tegangan (stress) dan regangan (strain) adalah konstan.

[image:48.596.124.508.256.400.2]
(49)

Enginering Stess (σ) :

(2.1) dimana :

Fmaks = Beban yang diberikan terhadap penampang spesimen (N)

A0 = Luas penampang awal spesimen sebelum diberikan pembebanan (m2) = Enginering Stress (N/m2)

Enginering Strain ( ):

(2.2)

dimana :

= Enginering Strain

l0 = Panjang mula-mula spesimen sebelum pembebanan

Δl = Pertambahan panjang

Hubungan antara stress dan strain dirumuskan:

(2.3)

dimana :

E = Modulus Elastisitas atau Modulus Young (N/m2) = Enginering Stress (N/m-2)

= Enginering Strain

2.6.3 Pengujian Kekuatan Lentur (Bending Strength) ASTM D 790

(50)

sehingga akibatnya spesimen mengalami patah bagian bawah karena tidak mampu menahan tegangan tarik. Dimensi balok dapat kita lihat pada gambar berikut ini [18]:

Gambar 2.2 Penampang Uji Bengkok [18]

Momen bending yang terjadi pada komposit dapat dihitung dengan persamaan :

(2.4) Menentukan kekuatan bending menggunakan persamaan [18]:

(2.5) Sedangkan untuk menentukan modulus elastisitas bending menggunakan rumus sebagai berikut [15] :

(2.6) dimana:

M = momen bending

b = kekuatan bending (MPa) P = beban yang diberikan (N) L = jarak antara titik tumpuan (mm) b = lebar spesimen (mm)

d = tebal spesimen (mm) = defleksi (mm)

Eb = modulus elastisitas (MPa)

Sedangkan kekakuan dapat dicari dengan persamaan [18]:

(51)

(2.8)

dimana :

D : kekakuan (N/mm2)

E : modulus elastisitas (N/mm2) I : momen inersia (mm4)

b : lebar (mm) d : tinggi (mm)

2.6.4 Pengujian Kekuatan Bentur (Impact Strength) ASTM D 4812-11

Pengujian impact bertujuan untuk mengukur berapa energi yang dapat diserap suatu material sampai material tersebut patah. Pengujian impact merupakan respon terhadap beban kejut atau beban tiba-tiba (beban impact) [19].

Pengujian ini biasanya mengikuti dua metode yaitu metode Charpy dan Izod yang dapat digunakan untuk mengukur kekuatan impak, yang kadang juga disebut seabgai ketangguhan ketok (notch toughness). Untuk metode Charpy dan Izod, spesimen berupa dalam bentuk persegi dimana terdapat bentuk V-notch (Gambar 2.3).

Gambar 2.3 Spesimen V-Notch Metoda Charpy dan Izod [20]

[image:51.596.157.466.461.614.2]
(52)

pisau pada palu pendulum akan menabrak dan mematahkan spesimen ditakikannya yang bekerja sebagai titik konsentrasi tegangan untuk pukulan impact kecepatan tinggi. Palu pendulum akan melanjutkan ayunan untuk mencapai ketinggian maksimum h’ yang lebih rendah dari h. Energi yang diserap dihitung dari perbedaan h’ dan h (mgh –mgh’), adalah ukuran dari energi impact. Posisi simpangan lengan pendulum terhadap garis vertikal sebelum dibenturkan adalah α dan posisi lengan

pendulum terhadap garis vertikal setelah membentur spesimen adalah β. Dengan

mengetahui besarnya energi potensial yang diserap oleh material maka kekuatan impact benda uji dapat dihitung [19].

Eserap = energi awal – energi yang tersisa = m.g.h – m.g.h’

= m.g.(R – R.cos α) – m.g.(R –R.cos β)

Esrp = m.g.R.(cos β –cos α) (2.9)

dimana :

Esrp : energi serap (J)

m : berat pendulum (kg) = 20 kg

g : percepatan gravitasi (m/s2) = 10 m/s2 R : panjang lengan (m) = 0,8 m

α : sudut pendulum sebelum diayunkan = 30o

β : sudut ayunan pendulum setelah mematahkan spesimen

Harga impact dapat dihitung dengan :

(2.10)

dimana :

(53)

Gambar 2.4 Peralatan Uji Bentur

(a) Spesimen yang digunakan untuk uji bentur, (b) Skematik peralatan uji bentur [19]

Keretakan akibat uji bentur ada tiga bentuk, yaitu [18]: 1. Patahan getas

Permukaan patahan terlihat rata dan mengkilap, kalau potongan-potongannya kita sambungkan lagi, ternyata keretakannya tidak disertai dengan deformasinya bahan. Patahan jenis ini mempunyai harga impact yang rendah. 2. Patahan liat

Permukaan patahan ini tidak rata, nampak seperti buram dan berserat, tipe ini mempunyai harga impact yang tinggi.

3. Patahan campuran

Patahan yang terjadi merupakan campuran dari patahan getas dan patahan liat. Patahan ini paling banyak terjadi.

[image:53.596.188.441.78.387.2]
(54)

2.6.5 Analisa Penyerapan Air (Water Absorption) ASTM D 570

Penyerapan air (water-absorption) dalam komposit merupakan kemampuan komposit dalam menyerap uap air dalam waktu tertentu. Penyerapan air pada komposit merupakan salah satu masalah terutama dalam penggunaan komposit di luar ruangan. Semua komposit polimer akan menyerap air jika berada di udara lembab atau ketika polimer tersebut dicelupkan di dalam air. Penyerapan air pada komposit berpenguat serat alami memiliki beberapa pengaruh yang merugikan dalam sifatnya dan mempengaruhi kemampuannya dalam jangka waktu yang lama juga penurunan secara perlahan dari ikatan interface komposit serta menurunkan sifat mekanis komposit seperti kekuatan tariknya. Penurunan ikatan antarmuka komposit menyebabkan penurunan sifat mekanis komposit tersebut. Karena itu, pengaruh dari penyerapan air sangat vital untuk penggunaan komposit berpenguat serat alami di lingkungan terbuka [21].

2.6.6 Analisa Scanning Electron Microscopy (SEM)

Electron Microscopy (EM) adalah salah satu teknik yang digunakan untuk karakterisasi material komposit. Dua teknik utama EM dibedakan menjadi Scanning Electron Microscopy (SEM) dan Transmission Electron Microscopy (TEM). SEM merupakan metode yang tepat untuk mengkarakterisasi material komposit dengan batas maksimum resolusi mikroskop elektron 10 nm. Metode mikroskopi dapat secara cepat menunjukkan ukuran nominal dan bentuk serat. Permukaan spesimen yang akan diuji, di-scan dengan pancaran berkas elektron dan pantulan dari elektron ditangkap, kemudian ditampilkan diatas tabung sinar katoda. Bayangan yang tampak diatas layer menampilkan gambaran permukaan dari spesimen [22].

2.7 APLIKASI DAN KEGUNAAN PRODUK KOMPOSIT

(55)

mengurangi konsumsi energi pabrikasi [23]. Dari Tabel 2.3 dapat dilihat bahwa beberapa serat alam seperti kayu dan flax memiliki harga yang jauh lebih murah dibandingkan serat gelas [24].

Tabel 2.3 Perbandingan Harga antara Serat Alam dan Serat Sintetik [24]

Serat Harga Spesifik Graviti Harga

$/m3 kg/m3 $/kg

Kayu 420 1600 0,26

Flax 600 1500 0,40

Gelas 4850 2600 1,87

Serat Buah Pinang* 50 1250 0,04

*Untuk penelitian ini

Produk material komposit sudah digunakan sejak lama di bidang industri otomotif. Bahan ini dapat digunakan dalam sektor aksesoris otomotif, beberapa diantaranya kaca spion, pengisi jok mobil, bamper mobil, dashboard dll. Dalam proses pabrikasi aksesoris tersebut biasanya menggunakan metode hand lay up [24].

Dalam penelitian ini, komposit epoksi berpengisi serat buah pinang diaplikasikan dalam pembuatan aksesoris eksterior mobil, yaitu cover kaca spion mobil.

(a) (b)

[image:55.596.121.518.165.265.2]
(56)

2.8 ANALISIS BIAYA

Dalam penelitian ini, dilakukan suatu analisis biaya terhadap pembuatan komposit epoksi berpengisi serat buah pinang. Rincian biaya diberikan dalam Tabel 2.4 berikut.

Tabel 2.4 Rincian Biaya Pembuatan Komposit Epoksi Berpengisi Serat Buah Pinang

Bahan dan Peralatan Jumlah Harga (Rp) Total (Rp)

Resin Epoksi dan Hardener 1 kg Rp 92.500/kg 92.500,-

Lilin Cetakan (Malam) 4 buah Rp 5.000/buah 20.000,-

Serat buah pinang 1 kg Rp 500/kg 500,-

Plastik Transparan 10 lembar Rp 500/lembar 5.000,-

Analisa Fourier Transform Infra-Red (FTIR)

3 sampel Rp 75.000/sampel 225.000,- Analisa Sifat Mekanik 117 sampel Rp 30.000/sampel 3.510.000,- Analisa Scanning Electron

Microscopy (SEM)

2 sampel Rp 175.000/sampel 350.000,-

Gambar

Tabel A.1 Data Hasil Kekuatan Tarik
Tabel A.4 Data Hasil Penyerapan Air
Gambar C.1 Partikel Serat Buah Pinang
Gambar C.2 Komposit Partikel Epoksi Berpengisi Serat Buah Pinang
+7

Referensi

Dokumen terkait

(Fuadi, 2013: 11) Dari cuplikan cerita novel di atas kita diajarkan untuk tidak berperilaku sombong walau sebenarnya kita bisa melakukannya. Selalu rendah hati dan

ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga.. Skripsi Perlakuan Akuntansi

Berdasarkan analisis data yang dilakukan, penelitian ini mendapatkan hasil bahwa variabel bebas stres kerja, promosi jabatan, hubungan karyawan, dan kepuasan gaji

Setelah data terkumpul,peneliti menganalisis data dengan tehnik yang telah di uraikan sebelumnya.data yang telah diperoleh dari hasil wawancara,observasi dan dokumentasi

Kesimpulan dari hasil penelitian ini adalah motivasi, lingkungan kerja fisik dan kepemimpinan secara simultan dan parsial berpengaruh positif dan signifikan

Hedonisme yang diajarkan oleh Epikuros selaras dengan ajaran pada etika Hindu yang tidak hanya mengejar kenikmatan duniawi akan tetapi manusia dituntun untuk berusaha

memutuskan untuk melakukan pembelian. Berdasarkan informasi yang di dapat, dan beberapa konsumen menyatakan bahwa pengetahuan konsumen akan produk bunga memiliki manfaat

Persamaan Regresi Sederhana Untuk menganalisis data dalam penelitian digunakan analisis regresi, untuk mengetahui adakah pengaruh yang signifikan pada total quality