STUDI IMUNOHISTOKIMIA PADA AYAM YANG DIINFEKSI
VIRUS H5N1 PASCA PEMBERIAN EKSTRAK TANAMAN
OBAT DENGAN BERBAGAI PELARUT
SITI AISYAH
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis dengan judul Studi Imunohistokimia Pada Ayam Yang Diinfeksi Virus H5N1 Pasca Pemberian Ekstrak Tanaman Obat Dengan Berbagai pelarut adalah karya saya sendiri dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.
Bogor, Juli 2011
Siti Aisyah
ABSTRACT
SITI AISYAH. The immunohistochemistry study of chicken infected by H5N1 virus after being treated with extracts of herbal medicine with various solvents. Under direction of AGUS SETIYONO and NURLIANI BERMAWIE.
The research aims at knowing the distribution of H5N1 virus antigen in chicken organs by using immunohistochemistry methods and to investigate the potential of herbal medicine Andrographis paniculata Nees (Andrografolide), Curcuma aeruginosa Roxb (curcuma), Piper crocatum Ruiz (piperine) and Illicium verum Hook (anethol) in inhibiting H5N1 virus infection in broiler chickens. One hundred and five day old chick (DOC) broilers were divided into 7 groups with each group of 15 individuals. DOC maintained by fed and water ad libitum and given oral plant extracts in the form of formulations every day for 21 days, starting from 7 to 28 days old. The chickens were infected with H5N1 virus intranasally with 0,1 ml 106EID50. The treatment group I-1, I-2, I-3 of chickens were given a
combination of extracts I (andrographolide, curcumin, piperine and anetol) with the solvent of hexane, ethyl acetate and ethanol. The treatment group 1, 2, II-3 of chickens were given a combination of extracts II (andrographolide, piperine and anetol) with the solvent of hexane, ethyl acetate and ethanol. The results showed that the antigen can be detected in all chicken organs (trachea, lung, liver, pancreas, intestine, spleen and bursa Fabricius) in each treatment and in the positive control groups. In conclusion, besides mortality data, histopathologic description and distribution of the H5N1 viral antigen of all chicken organs tested, lead to the formula of extracts with andrographolide, anethol and piperine with the ethanol solvent in group II-3 has higher antiviral activity than other groups.
RINGKASAN
SITI AISYAH. Studi Imunohistokimia Pada Ayam yang Diinfeksi Virus H5N1 Pasca Pemberian Ekstrak Tanaman Obat Dengan Berbagai Pelarut. Dibimbing oleh AGUS SETIYONO dan NURLIANI BERMAWIE.
Avian Influenza (AI) merupakan penyakit viral pada unggas yang menyebabkan kematian yang sangat tinggi. Sejak Agustus tahun 2003, wabah avian influenza (AI) untuk pertama kali ditemukan di Indonesia dan dalam waktu yang hampir bersamaan telah dilaporkan juga di beberapa negara di kawasan Asia. Ancaman virus AI terbukti telah menjadikan banyak peternak skala kecil mengalami kesulitan setelah terkena wabah.
Tamiflu® (Oseltamivir carboxylate) merupakan salah satu obat yang bekerja sebagai inhibitor neuraminidase yang bahan bakunya berasal dari tanaman Star anise (Illicium verum) telah ditetapkan pemerintah dalam menanggulangi flu burung. Namun obat ini harus diimpor dari Vietnam atau China dengan biaya yang cukup mahal. Lagi pula, perkembangan kekebalan terhadap dua obat anti influenza yang disetujui, oseltamivir (Tamiflu®) dan zanamivir (Relenza®), dan juga kurangnya vaksin yang memadai telah meningkatkan perlunya mengembangkan obat-obat antivirus baru. Masyarakat dunia termasuk Indonesia sekarang ini sudah melirik ke pengobatan menggunakan obat-obatan secara alami berasal dari tanaman. Hal ini terjadi karena pertimbangan terhadap berbagai faktor, yaitu harga yang lebih murah dan mudah mendapatkannya. Berbagai penelitian ilmiah menunjukkan bahwa tanaman tersebut diatas mengandung berbagai khasiat, diantaranya sebagai antiviral. Oleh karena itu diperlukan penelitian mengenai tanaman obat tersebut yang diduga memiliki aktifitasnya sebagai antivirus.
Imunohistokimia adalah metode alternatif yang sangat baik digunakan di dalam penelitian karena bersifat spesifik, sensitif, cepat, tidak mahal dan telah menjadi metode yang baik dan terpercaya untuk diagnosa rutin dan aktifitas penelitian. Sistem deteksi antigen ini diberikan langsung pada tempat antigen virus AI dalam jaringan dari hewan yang terinfeksi. Metode dapat mendeteksi antigen virus pada jaringan target. Deteksi antigen dapat memperlihatkan lesi dan tingkat infeksi. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui sejauh mana distribusi antigen virus H5N1 dalam organ ayam yang diberi tanaman obat dan ditantang virus H5N1 dengan menggunakan metode imunohistokimia serta untuk mengetahui potensi tanaman obat sambiloto, temu ireng, sirih merah dan adas bintang dalam menghambat infeksi virus H5N1 pada ayam broiler.
control positif, tidak diberikan ekstrak tanaman obat. DOC dipelihara dengan diberi makan dan minum ad libitum dan dicekok ekstrak tanaman obat dalam bentuk formulasi setiap hari selama 21 hari, mulai dari umur 7 hari hingga berumur 28 hari, kemudian dilakukan uji tantang dengan virus H5N1 di BSL3. Pada umur 29 hari, ayam diinfeksi virus H5N1 dengan dosis 106EID50 secara
intranasal (dosis yang digunakan oleh PT.Vaksindo Satwa Nusantara). Selanjutnya ayam yang telah mati sampel organ trakhea, paru, hati, pankreas, usus, limpa dan bursa Fabricius di koleksi.
Sampel organ difiksasi di dalam larutan BNF 10%. Selanjutnya sampel di potong setebal 0,5 cm dan proses selanjutnya meliputi dehidrasi dalam larutan alkohol konsentrasi bertingkat dan clearing dalam larutan xilol dengan ulangan sebanyak tiga kali. Proses berikutnya adalah infiltrasi jaringan di dalam parafin cair , embedding, blocking dan disayat dengan ketebalan 5 µm. Hasil sayatan diletakkan di atas gelas objek dan diinkubasikan dalam inkubator dengan suhu 370C, selama semalam dan siap diwarnai dengan metode pewarnaan hematoksilin-eosin (HE) dan metode pewarnaan imunohistokimia (IHK). Parameter yang diamati pada penelitian ini adalah pengamatan secara mikroskopis terhadap lokasi dan kondisi dari perubahan jaringan trakhea, paru-paru, hati, pankreas, usus, limpa dan bursaFabricius. Tiap preparat dari masing-masing kelompok diamati dengan metode imunohistokimia (IHK) dan pewarnaan haematoksilin dan eosin (HE). Pemeriksaan imunohistokimia dilakukan berdasarkan banyak atau sedikitnya warna kecoklatan (positif) yang dihasilkan pada slide jaringan yaitu sebagai hasil reaksi antara antigen-antibodi. Penilaian dilakukan berdasarkan rata-rata hasil pengamatan pada 6 lapang pandang dengan menggunakan pembesaran objektif 20X. Hasil pemeriksaan ini dikelompokkan dalam 4 katagori yaitu positif I (ringan) dengan 1-40 antigen, positif II (sedang) dengan 41-80 antigen, positif III (tinggi) dengan lebih dari 80 antigen dan negatif dengan jumlah antigen 0. Perhitungan antigen menggunakan program MBF_Image J (McMaster Biophotonics Facility).
Hasil pengamatan gejala klinis pasca infeksi virus H5N1 terlihat ayam lesu, pucat, oedema di kepala, leher memendek, bulu berdiri. Pada hari ke-3 sebagian ayam sudah ada yang mati, terjadi ptekhie, pial berwarna biru, bengkak. Pada penelitian ini menunjukkan bahwa kelompok perlakuan I-1 pada hari ke-2 ayam sudah mati 1 ekor dan pada hari ke-5 hanya tinggal 3 ekor, kelompok perlakuan I-2 pada hari ke-3 ayam mati 4 ekor dan hari ke-5 hanya tinggal 2 ekor. Kelompok perlakuan I-3 pada hari ke- 3 ayam mati 3 ekor dan pada hari ke-5 tinggal 3 ekor. Kelompok perlakuan II-1 ayam yang mati pada hari ke-3 ada 7 ekor dan pada hari ke-5 mati 4 ekor. Kelompok perlakuan II-2 pada hari ke-3 ayam mati berjumlah 4 ekor dan pada hari ke-5 mati 6 ekor. Kelompok perlakuan II-3 ayam yang mati pada hari ke-3 ada 4 ekor dan pada hari ke-5 ayam yang mati berjumlah 7 ekor.
Secara umum hasil pengamatan histopatologi dengan pewarnaan hematoksilin dan eosin (HE) pada semua organ ayam yang diperiksa dari semua kelompok perlakuan menunjukkan adanya oedema, kongesti, deplesi limfoid folikel, infiltrasi sel limfosit dan nekrosis. Pengamatan menggunakan teknik pewarnaan imunohistokimia (IHK) pada semua organ ayam yang diperiksa dalam penelitian ini yaitu trakhea, paru-paru, hati, pankreas, usus, limpa dan bursa
tinggi (+++). Sedangkan pada organ trakhea, pankreas, usus dan bursaFabricius
pada semua kelompok ditemukan antigen virus dengan derajat ringan (+).
Berdasarkan hasil pengamatan data jumlah kematian, pewarnaan HE dan IHK terlihat bahwa kelompok perlakuan II-3 (andrografolid, anetol dan piperin dengan pelarut etanol) jumlah ayam yang mampu bertahan pada hari ke-5 mencapai 7 ekor. Sementara pada kelompok perlakuan I-1, I-2, I-3, II-1 dan II-2 pada hari ke-5 ayam yang mampu bertahan hidup di bawah 7 ekor. Hasil histopatologi menunjukkan bahwa kelompok perlakuan II-3 pada semua organ mengalami kongesti, infiltrasi sel limfosit dan tidak mengalami kerusakan yang parah. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa secara in vivo kombinasi andrografolid, anetol dan piperin dengan pelarut etanol (formula II-3) berpotensi menjadi bahan sediaan alternatif pencegahan flu burung dibandingkan dengan kelompok perlakuan yang lain. Hasil penelitian ini menduga bermacam zat aktif dari beberapa tanaman yang digunakan memiliki peranan masing-masing dan saling mendukung dalam melawan infeksi virus.
Dari hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa distribusi antigen virus H5N1 pada semua kelompok perlakuan dapat dilihat sejauh mana keberadaannya di dalam organ trakhea, paru-paru, hati, pankreas, usus, limpa, dan bursa Fabricius secara cepat dan akurat. Kelompok perlakuan II-3 yang berisi kombinasi zat aktif andrografolid (Andrographis paniculata), anetol(Illicium verum) dan piperin (Piper crocatum) dengan pelarut etanol secara in vivo
memiliki potensi menjadi sediaan alternatif pencegahan flu burung sehingga memperkecil angka kematian ayam.
Berdasarkan deteksi antigen virus AI H5N1 di semua organ ayam yang diamati maka hasil penelitian ini menegaskan bahwa produk hasil unggas harus ditangani, dimasak dengan benar sebelum dikonsumsi. Penggunaan vaksinasi untuk saat ini kemungkinan masih diperlukan dalam rangka mengoptimalkan pencegahan flu burung.
©Hak cipta milik IPB, tahun 2011 Hak cipta dilindungi Undang-undang
1. Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya.
a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah.
b. Pengutipan tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB
STUDI IMUNOHISTOKIMIA PADA AYAM YANG DIINFEKSI
VIRUS H5N1 PASCA PEMBERIAN EKSTRAK TANAMAN
OBAT DENGAN BERBAGAI PELARUT
SITI AISYAH
Tesis
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada
Program Studi Ilmu Biomedis Hewan
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
Judul Penelitian : Studi Imunohistokimia Pada Ayam Yang Diinfeksi Virus H5N1 Pasca Pemberian Ekstrak Tanaman Obat dengan Berbagai Pelarut
Nama : Siti Aisyah
NRP : B351070041
Program Studi : Ilmu Biomedis Hewan
Disetujui Komisi Pembimbing
Dr. drh. Agus Setiyono, M.S Dr. Ir. Nurliani Bermawie
Ketua Anggota
Diketahui
Ketua Program Studi Dekan Sekolah Pascasarjana
Ilmu Biomedis Hewan
Dr. drh. Agus Setiyono, M.S Dr. Ir. Dahrul Syah, M.Sc.Agr
PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Desember 2009 ini ialah Studi Imunohistokimia Pada Ayam Yang Diinfeksi Virus H5N1 Pasca Pemberian Ekstrak Tanaman Obat dengan Berbagai Pelarut.
Terima kasih yang setinggi-tingginya penulis ucapkan kepada bapak Dr. drh. Agus Setiyono, M.S. sebagai ketua komisi pembimbing dan Ibu Dr. Ir. Nurliani Bermawie sebagai anggota komisi pembimbing yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk melaksanakan penelitian ini dan telah memberikan bimbingan dan arahan dengan penuh kesabaran dan ketulusan dengan sepenuh hati. Ucapan terima kasih juga disampaikan kepada Dr. drh. Ekowati Handharyani, M.S sebagai penguji ujian tesis yang banyak memberikan masukan dan saran demi kesempurnaan tesis ini.
Ucapan terima kasih penulis kepada Rektor Universitas Syiah Kuala dan Dekan Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Syiah Kuala yang telah memberikan izin untuk melanjutkan studi jenjang S2 di Program Studi Ilmu Biomedis Hewan IPB. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada Direktur I-MHERE Universitas Syiah Kuala dan BBNAD Unsyiah yang telah memberikan dana pendidikan selama menjalankan studi S2 di IPB.
Penghargaan dan ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada Prof. Dr. drh. Bambang Pontjo P, MS APVet, Dr. drh. Dewi Ratih, APVet, Dr. drh. Wiwin Winarsih, APVet, Dr. drh. Eva Harlina, M.Si, APVet, drh. Hernomoadi, MVS, APVet yang senantiasa memberikan dukungan dan semangat .
Penulis juga menyampaikan terima kasih kepada teman-teman mahasiswa seperjuangan di Program Studi IBH angkatan 2007 yaitu drh.Faisal Jamin, M.Si, drh. Nanta, M.Si, drh. Ratih M.Si, Ibu Rini, MSi dan juga kepada drh. Sri Wahyuni, MSi, Dr. drh. Mustafa, MP, drh. Mawar Subangkit, drh. Masda Azmi yang dengan penuh setia dan pengorbanan dalam membantu penulis dalam menjalani studi dan melakukan penelitian.
Kepada Ayahanda H. Anwar Arsyad dan Ibunda Hj. Warni,S.Ag (Alm) yang telah memberikan pengorbanan, do’a dan ketulusan yang tiada hingga serta kepada saudara-saudaraku: Rusniar, SE.Ak, Basyir, ST, Munawir, Fahzul Kabir, Sri Nurhayati, Kak Leni, Kak Akmal dan Bang Sadad, Om Usman, Amati serta keluarga besar Bapak dan Ibu Mertua Abdullah dan Siti Hasanah.
Terima kasih kepada rekan-rekan: Mala, Umi, Mimi, Mbak Sofi, Ibu Yayuk, Ibu Yetti, Ibu Anne, Pak Ngurah, Mbak Elfa, Nazima, Rini, Bang Sayuti berserta keluarga, dan Kak Ade, serta FORKUB, dan IKAMAPA, serta ucapan terima kasih juga kepada Pak Kas, Pak Ndang, Pak Saleh dan Mbak Kiki serta berbagai pihak yang telah membantu dan kerjasamanya selama menjalani dan menyelesaikan studi S2 di IPB Bogor.
Akhir kata, semoga tesis ini bermanfaat bagi pembaca dan penulis sendiri, semoga Allah SWT memberi rahmat bagi kita semua. Amin
Bogor, Agustus 2011
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Aceh besar pada tanggal 18 September 1978 sebagai puteri ketiga (dari lima bersaudara) dari pasanga H. Anwar Arsyad dan Hj. Warni S.Ag (Almh). Setelah menyelesaikan pendidikan Madrasah Aliyah Negeri II Banda Aceh. Tahun 1997 penulis sempat melanjutkan kuliah di Fakultas Kedokteran Hewan, Universitas Syiah Kuala hingga memperoleh gelar Dokter Hewan pada tahun 2004. Pada tahun 2007 penulis melanjutkan pendidikan pada jenjang program Magister pada program Ilmu Biomedis Hewan Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor yang dibiayai oleh I-MHERE Universitas Syiah Kuala, Departemen Pendidikan Tinggi Republik Indonesia.
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR TABEL... vi
DAFTAR GAMBAR ... vii
DAFTAR LAMPIRAN... viii
PENDAHULUAN Latar Belakang ... 1
Tujuan Penelitian... 3
Manfaat Penelitian... 3
TINJAUAN PUSTAKA Virus Avian Influenza ... 5
Tanaman Obat Tradisional ... 8
Sambiloto (Andrographis paniculataNess) ... 8
Temu Ireng (Curcuma aeruginosaRoxb)... 10
Sirih merah (Piper crocatumRuiz) ... 11
Adas bintang (Star Anise- Illicium verumHook) ... 12
Ekstraksi dan berbagai pelarut... 14
Imunohistokimia... 14
METODOLOGI PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian ... 17
Materi penelitian ... 17
Metode Penelitian ... 18
Analisa data... 22
HASIL DAN PEMBAHASAN Pemeriksaan Histopatologi dan Imunohistokimia... 25
Potensi Ekstrak Tanaman Obat ... 35
Peran Tanaman Obat Dalam Penyembuhan Penyakit... 37
SIMPULAN DAN SARAN ... 43
DAFTAR TABEL
Halaman
1. Pembagian formula ekstrak tanaman obat ... 18 2. Pembagian kelompok perlakuan ... 19 3. Rataan titer HI ayam sebelum ditantang virus H5N1 ... 24 4. Jumlah ayam yang mati setelah di tantang dengan virus AI strain
DAFTAR GAMBAR
Halaman
1. Illustrasi Virus Avian Influenza (AI) ... 6 2. Sambiloto ... 10 3. Batang dan umbi temu ireng... 11 4. Sirih merah... 12 5. Bunga dan buah keringStar anise... 14 6. Sebaran antigen virus H5N1 pada ayam ... 28 7. Oedema dan kongesti pada organ-organ ayam setelah ditantang
virus ... 32 8. Distribusi antigen virus H5N1 pada organ ayam dengan metode
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
1. Prosedur pewarnaan hematoksilin dan eosin (HE) ... 51 2. Prosedur perwarnaan imunohistokimia... 52 3. Tabel sidik ragam pengaruh pemberian ekstrak tanaman obat
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Avian Influenza (AI) merupakan penyakit viral pada unggas yang menyebabkan kematian yang sangat tinggi. Hal ini mempunyai dampak ekonomi yang penting pada industri perunggasan karena adanya mortalitas dan morbiditas yang tinggi, penurunan industri dan peningkatan biaya penanggulangan, khususnya biaya sanitasi. Sejak Agustus tahun 2003, wabah AI untuk pertama kali ditemukan di Indonesia dan dalam waktu yang hampir bersamaan telah dilaporkan juga di beberapa negara di kawasan Asia, meliputi Thailand, Vietnam, Korea Selatan, Jepang, Laos, Kamboja, dan Pakistan. Hampir seluruh kejadian wabah AI di negara-negara tersebut disebabkan oleh virus AI subtipe H5N1, kecuali di Pakistan yang disebabkan oleh subtipe H7N3. Sejak tahun 2003 sampai awal tahun 2006, kasus AI telah ditemukan di 25 propinsi di Indonesia, meliputi 161 kabupaten/kota (Nazaruddin 2008).
Ancaman virus AI terbukti telah menjadikan banyak peternak skala kecil mengalami kesulitan setelah terkena wabah. Tidak sedikit peternak yang harus beralih ke kegiatan lain karena tidak mampu bangkit kembali, kerugian seperti ini menjadi daya beli di pedesaan menurun sehingga berimbas pada berkurangnya konsumsi pangan bergizi akibat harga tidak terjangkau (Basuno 2008). Pemulihan usaha peternakan skala kecil pasca wabah AI merupakan keharusan karena mampu menyediakan lapangan kerja dan menekan urbanisasi. Komnas FBPI memperkirakan besarnya kerugian di Indonesia akibat wabah AI dari 2004-2008 sebesar 4,3 triliun, di luar kerugian dari hilangnya kesempatan kerja dan berkurangnya konsumsi protein masyarakat. Food and Agricultural Organization
2
Tamiflu® (Oseltamivir carboxylate) merupakan salah satu obat yang
bekerja sebagai inhibitor neuraminidase yang bahan bakunya berasal dari tanaman Star anise (Illicium verum) telah ditetapkan pemerintah dalam menanggulangi flu burung. Namun obat ini harus diimpor dari Vietnam atau China dengan biaya yang cukup mahal. Penularan secara global wabah flu unggas H5N1 ini menyebabkan organisasi kesehatan dunia menunjukkan keprihatinan mendalam menyangkut kemungkinan penyebaran virus tersebut dari manusia ke manusia di masa depan. Lagi pula, perkembangan kekebalan terhadap dua obat anti influenza yang disetujui, oseltamivir (Tamiflu®) dan
zanamivir (Relenza®), dan juga kurangnya vaksin yang memadai telah meningkatkan perlunya mengembangkan obat-obat anti virus baru (Canopus Biopharma 2009).
Sementara obat flu burung yang lain adalahamantadine, telah dilaporkan dapat memicu resistensi pada virus. Oleh sebab itu perlu segera ditemukan obat-obat baru yang berasal dari alam Indonesia untuk mencegah atau menanggulangi flu burung. Penggunaan tanaman obat dan aromatik dengan formulasi yang tepat berpeluang digunakan sebagai feed additive dan imunomodulator untuk meningkatkan nafsu makan dan kekebalan tubuh hewan ternak dan juga manusia terhadap infeksi virus. Sementara pemanfaatan tanaman obat untuk fungsi perlawanan langsung terhadap aktivitas virus H5N1 perlu dilakukan penelitian dasar yang mendalam (Anonim 2008a).
3
Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui sejauh mana distribusi antigen virus H5N1 dalam organ ayam dengan menggunakan metode imunohistokimia serta untuk mengetahui potensi tanaman obat sambiloto, temu ireng, sirih merah dan adas bintang dalam menghambat infeksi virus H5N1 pada ayam broiler.
Manfaat Penelitian
5
TINJAUAN PUSTAKA
Virus Avian Influenza
Avian influenza merupakan penyakit infeksi akibat virus yang termasuk dalam famili Orthomyxoviridae yang terdiri dari 3 tipe antigenik yang berbeda yaitu A, B dan C. Virus influenza tipe A biasanya menyerang unggas dan dapat ditemukan juga pada manusia, babi, kuda dan kadang-kadang pada mamalia lain Virus influenza tipe B dan C dapat menyebabkan penyakit pada manusia dengan gejala yang ringan dan tidak fatal sehingga tidak terlalu menjadi masalah (Tabbu 2000).Avian influenza disebut juga flu burung, fowl pest, fowl plaqueatau avian flu dapat terjadi dalam 2 bentuk, yaitu Low Pathogenic Avian Influenza (LPAI) dan Highly Pathogenic Avian Influenza (HPAI) yang keduanya disebabkan oleh virus influenza tipe A. Bentuk LPAI umumnya menyebabkan gejala klinis ringan, bahkan kadang tidak memperlihatkan gejala klinis, sedangkan HPAI bersifat sangat infeksius yang dapat menyebabkan mortalitas yang tinggi hingga 100% dalam waktu yang cepat tanpa memperlihatkan gejala klinis. Virus influenza tipe A dibedakan menjadi banyak subtipe berdasarkan petanda berupa tonjolan protein pada permukaan sel virus. Ada 2 protein petanda virus influenza A yaitu protein hemaglutinin dilambangkan dengan H dan protein neuraminidase
dilambangkan dengan N. Ada 16 macam protein H, H1 hingga H16, sedangkan N terdiri dari sembilan macam, N1 hingga N9. Kombinasi dari kedua protein ini bisa menghasilkan banyak variasi subtipe dari virus influenza tipe A. Semua subtipe dari virus influenza A ini dapat menginfeksi unggas, sehingga virus ini disebut sebagaiAvian Influenza(Murphyet al.1999; Fouchieret al. 2005).
7
Di Indonesia virus AI telah ditemukan sejak September 2003, dan secara resmi baru diumumkan pemerintah pada 25 Januari 2004. Penyakit ini menyebabkan kematian yang tinggi pada ayam komersial petelur di Indonesia (6.2 juta ekor). Kerugian lain yang ditimbulkan adalah efek psikologis masyarakat, yang secara nyata mengimbas perekonomian negara, khususnya yang berkaitan dengan unggas dan produk-produk asal unggas. Unggas yang terserang pada umumnya adalah ayam petelur, pedaging, bebek dan puyuh (Soejoedono dan Handharyani 2005). Pada awal September 2003 hingga April 2004 telah terjadi wabah penyakit menular pada unggas yang menimbulkan kematian yang sangat tinggi terutama pada ayam petelur di pulau Jawa, Sumatera, dan Bali. Berdasarkan hasil pemeriksaan lapang, gejala klinis, patologi, dan imunohistokimia, wabah tersebut didiagnosa sebagai wabah avian influenza highly pathogenic (HPAI). Wabah tersebut telah berhasil diisolasi dan dikarakterisasi dengan menggunakan serum positif AI sebagai virus AI subtipe H5 (Damayantiet al. 2004; Wiyonoet al. 2004).
Setelah lebih dari dua tahun virus AI mewabah di Indonesia, virus ini telah menginfeksi beragam jenis unggas selain ayam, itik, dan burung puyuh. Virus ini telah menginfeksi spesies unggas lain seperti burung merak dan merpati di Jakarta. Virus AI juga dapat dideteksi pada burung kakatua, puter dan perkutut milik para penggemar burung (Dharmayanti dan Indriani 2006). Berbagai upaya telah dilakukan untuk menanggulangi penyakit ini diantaranya dengan vaksinasi pada unggas. Pengawasan terhadap penyakit AI diperlukan untuk memperoleh status bebas AI pada peternakan yang akan mengirim unggas atau produknya, baik di dalam negeri maupun dari dan ke luar negeri (Ditkeswan 2005). Pada pelaksanaan surveilen sebagai bagian dari strategi pengendalian dan pemberantasan AI, dilakukan kegiatan monitoring untuk mendeteksi dinamika penyakit di lapangan. Pelaksana surveilen ini diharapkan antara lain: dapat mendeteksi penyakit HPAI pada unggas secara dini, dapat menentukan zona bebas, terancam dan tertular, dapat ditentukan subtipe virus, serta dapat menentukan status bebas ditingkat peternak (WHO 2005).
8
Departemen pertanian menyatakan bahwa, sepanjang tahun 2004 telah dimusnahkan sekitar 5 juta ekor ayam yang diidentifikasi terserang flu burung (Putri 2006). Virus H5N1 penyebab sakit dan kematian pada manusia di Asia tahan terhadap amantadine dan rimantadine, dua obat antiviral biasanya digunakan untuk influenza. Dua obat antiviral yang lain yaitu oseltamavir dan
zanamavir, mungkin akan bekerja untuk mengobati influenza disebabkan oleh virus H5N1, tetapi studi tambahan tetap dibutuhkan untuk membuktikan keefektifan obat ini (CDC 2006).
Tanaman Obat Tradisional
Akhir-akhir ini penelitian tentang jenis-jenis tumbuhan yang berpotensi dan diduga berpotensi sebagai obat herbal gencar dilakukan. Masyarakat dunia termasuk Indonesia sekarang ini sudah melirik ke pengobatan menggunakan obat-obatan secara alami berasal dari tanaman yang biasa dikenal obat herbal. Hal ini terjadi karena pertimbangan terhadap berbagai faktor, yaitu harga yang lebih murah karena sumber bahannya tersedia di alam sehingga lebih mudah dalam mendapatkannya. Indonesia sebagai negara tropis mempunyai berbagai kekayaan alam, salah satunya berbagai jenis tanaman yang mempunyai potensi yang cukup besar untuk digunakan sebagai sumber bahan obat. Kebanyakan informasi yang berkembang di masyarakat hanya terbatas pada bukti empiris dan minimnya bukti ilmiah.
Ramuan tanaman obat (jamu) selain untuk konsumsi manusia dapat juga digunakan untuk kesehatan ternak. Akhir-akhir ini merebak berbagai penyakit pada ternak unggas terutama flu burung yang dapat meningkatkan kematian dan kerugian ternak unggas ras maupun unggas lokal. Berdasarkan laporan peternak, sebelum wabah flu burung, peternak secara rutin memberikan ramuan tradisional pada ayam dan puyuh sehingga ternak mereka terhindar dari serangan flu burung (Zainuddin 2003). Adapun beberapa tanaman obat yang sering digunakan dimasyarakat diantaranya yaitu: sambiloto, temu ireng, sirih merah, dan adas bintang.
Sambiloto (Andrographis paniculataNees).
9
pengobatan tradisional tidak disangsikan lagi karena terbukti mujarab dan mampu menyembuhkan berbagai penyakit, dari yang ringan seperti influenza hingga yang parah seperti kanker (Prapanza dan Marianto 2003).
Sambiloto dikenal dengan beberapa nama daerah seperti ki oray atau ki peurat (Jawa Barat), bidara, takilo, sambiloto (Jawa Tengah dan Jawa Timur), atau pepaitan atau ampadu (Sumatera). Di Indonesia bunga dan buah dapat ditemukan sepanjang tahun, sedangkan di India bunga dan buah bisa dijumpai pada bulan Oktober atau antara Maret sampai Juli dan di Australia pada bulan November sampai Juni
Secara taksonomi sambiloto dapat diklasifikasikan sebagai berikut:
Divisi : Spermathophyta
Tanaman ini tergolong tanaman herbal yang dapat tumbuh di berbagai tempat seperti hutan, pinggiran sawah atau juga kebun dan banyak dijumpai di seluruh daerah di Indonesia. Sambiloto dimanfaatkan sebagai obat anti diuretik, anti diabetik, anti inflamasi, anti bakteri, anti tukak lambung, anti histamin (gatal-gatal), menurunkan tekanan darah, rematik, analgetik, imunomodulator, melindungi kerusakan hati dan jantung yang reversibel, anti spermatogenik/androgenik, antidota untuk gigitan ular dan serangga, influenza, infeksi respirasi dan malaria (Nazimudeen 1978). Komponen utama sambiloto adalah andrografolide memiliki multiefek farmakologis. Zat aktif ini mampu menghambat pertumbuhan sel kanker pada hati, payudara dan prostat. Efek farmakologisnya mampu merangsang daya tahan seluler dan memproduksi antibodi. Disamping itu hasil pengujian pra klinik sambiloto menunjukkan bahwa
10
Andrographis paniculata
efek anti inflamasi terhadap pas demam dan nyeri tenggorokan pada rendah (Thamlikitkul et al. 1991) kekebalan terhadap antigen baik spesifik ditandai dengan adany peredaran darah, sedangkan peningkatan jumlah sel heterofil bakteri dan benda asing lainnya, s
Gambar 2 Sambiloto (Andrographis p
Temu ireng (Curcuma aeruginosa
Rimpang temu ireng mengandung (0,3-2%), kurkuminoid, saponin,
tanin. Flavonoid mempunyai ber
histamine dan dapat meningkatkan
ata dengan dosis tinggi mampu memperlihatkan hadap pasien faringotonsillitis dalam menghilangkan an pada hari ke tiga dibandingkan dengan dosis 1991). Ekstrak sambiloto dapat menstimulasi baik yang spesifik maupun non spesifik. Kekebalan adanya peningkatan jumlah sel-sel limfosit dalam an kekebalan non spesifik ditandai adanya ofil, eosinofil dan basofil untuk menghancurkan a, serta mengaktifkan sistem limpa (Wibudi 2006).
his paniculataNess).
nosaRoxb)
pengetahuan dan pemanfaatan tumbuhan obat oleh dilakukan di Indonesia, diantaranya pemanfaatan obat tradisional oleh masyarakat.
ireng dapat diklasifikasikan sebagai berikut: Spermathophyta
mendukung untuk penyemb dan Pramono 2001). Kurk Komponen utama kurkuminoi
Gambar 3 Batang dan umbi temu
Sirih merah (Piper crocatum
Tanaman sirih merah tumbuh merambat dengan tumbuh berselang-seling dar
buhan penyakit radang saluran pernafasan (Suma urkuminoid juga diketahui memiliki efek antisit
inoid adalah kurkumin. Yadavet.al(2005) menyat menghambat produksi sitokin (kurkumin dapat berti ar sitokin pada penderita infeksi virus termasuk avian ar sitokin yang tinggi dapat menyebabkan perubahan
hidrogen peroksida (H2O2) sehingga menyebabk
ecara empiris temu ireng digunakan untuk mengobat lambung dan usus, menambah nafsu makan, as pengeluaranlochiasetelah melahirkan, mencegah obes bagai substitusi sumber tepung, antioksidan kurk
el sehingga umur sel lebih lama, sel lebih produktif
bi temu ireng (Curcuma aeruginosaRoxb.)
ocatumRuiz)
erah (Piper crocatum) termasuk dalam familiPiperac
an bentuk daun menyerupai hati dan bertangkai, dari batangnya serta penampakan daun yang berw engkilap.
12
Dalam daun sirih merah saponin, tanin, flavonoid dan m komplek yang ditandai dengan tanaman sebagai metabolit sekunde obat antimikroba, analgesik, antiinf
Sirih merah sejak dulu tel Pulau Jawa sebagai obat untuk merupakan bagian dari acara adat dalam bentuk segar, simplisia m merah dapat menyembuhkan ber hepatitis, batu ginjal, menurunk hipertensi, prostatitis, radang ma sendi dan memperhalus kulit. Has ekstrak hingga dosis 20 g/kg ber toksik (Manoi 2007). Sirih merah sebagai ramuan atau terapi bagi dengan obat kimia. Potensi sirih m besar sehingga perlu ditingkatkan moderen. Senyawa flavonoid dan anti diabetik, anti septik, dan anti i
Gambar 4 Sirih merah (Piper crocatu
Adas Bintang (Star Anise- Illicium
Adas bintang merupakan masakan terutama masakan mel yang kuat. Nama lain tanaman (Hindia), di Indonesia biasa dikenal
h terkandung senyawa fitokimia yakni alkoloid, dan minyak atsiri. Minyak atsiri adalah senyawa dengan bau yang kuat dan dibentuk oleh aromatik under. Minyak atsiri digunakan sebagai antiseptik, tiinflamasi dan anastesi lokal (Bakkaliet al.2008). telah digunakan oleh masyarakat yang berada di untuk meyembuhkan berbagai jenis penyakit dan adat. Penggunaan sirih merah dapat digunakan a maupun ekstrak kapsul. Secara empiris sirih berbagai jenis penyakit seperti diabetes militus, unkan kolesterol, mencegah stroke, asam urat, ata, keputihan, tukak lambung, kelelahan, nyeri Hasil uji praklinis pada tikus dengan pemberian berat badan, aman dikonsumsi dan tidak bersifat erah banyak digunakan pada klinik herbal center bagi penderita yang tidak dapat disembuhkan h merah sebagai tanaman obat multi fungsi sangat kan dalam penggunaannya sebagai bahan obat dan polevenolad bersifat anti kanker, anti oksidan, anti inflamasi.
atumRuiz).
cium verumHook)
13
Bagian yang digunakan dari tananam ini adalah buah yang kering berwarna coklat, berbentuk bintang, memiliki sudut yang terdiri dari 6-11 (biasanya 8), perkembangannya sering tidak sama, sudut tajam panjang 12-20 mm dan tebal 6-11 mm, susunan seperti jari-jari lingkaran pendek, buah kering mengandung minimum 70 ml/kg minyak atsiri.
Secara taksonomiStar Anise/Illicium verumdapat diklasifikasikan sebagai berikut:
Divisi : Magnoliophyta
Kelas : Magnoliopsida
Ordo : Austrobaileyales
Famili : Illiciaceae
Genus : Illicium
Spesies : Illicium verumHook
Tanaman ini asli dari cina selatan dan Vietnam. Dalam buah kering berisi 5-8% minyak atsiri, yang didominasi oleh anethole (85-90%). Komponen lain adalah tannin, phellandrene, safrole, dan terpineol, memiliki efek aroma sedikit (Carr 2004).
Star anise banyak digunakan dalam masakan dan obat tradisional. Buah ini digunakan sebagai karminatif, dyspepsia, stimulant, insomnia, antiseptik, antirematik dan diuretik. Uji pra klinik menunjukkan minyak buah Illicium verum
14
Gambar 5 Bunga dan buah keringSt
Ekstraksi dan berbagai pelarut
Ekstraksi adalah proses dengan menggunakan pelarut ter cara yaitu fase air (aqueus phas
fase air menggunakan air s menggunakan pelarut organik seper yang dapat digunakan untuk ekst tersebut harus merupakan pelarut pelarut tersebut harus terpisah dengan 1973). Pemikiran metode ekstrak jaringan tanaman, sifat kandungan digunakan. Prinsip ekstraksi adal polar dan senyawa non polar dal dilakukan secara berturut-turut m pelarut yang kepolarannya menengah dan kemudian pelarut yang ber 1987).
.
Im
Secara umum pewarnaan antibodi yang diikatkan baik sec tidak langsung (indirect method) akan tervisualisasi karena adany penanda tersebut. Teknik Imunohi
Star anise (Illicium verumHook)
ut
s penarikan komponen/zat aktif suatu simplisia tertentu. Ekstraksi dapat dilakukan dengan dua
phase) dan fase organik (organic phase). Ekstraksi sebagai pelarut, sedangkan fase organik seperti kloroform, eter dan sebagainya. Pelarut straksi harus memenuhi dua syarat, yaitu pelarut arut yang terbaik untuk bahan yang diekstraksi dan dengan cepat setelah pengocokan (Winarnoet al. aksi dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu sifat andungan zat aktif serta kelarutan dalam pelarut yang adalah melarutkan senyawa polar dalam pelarut dalam pelarut non polar. Secara umum ekstraksi mulai dengan pelarut non polar (n-heksana) lalu enengah/semi polar (etil asetat atau diklormetan) bersifat polar (etanol atau methanol) (Harborne
Imunohistokimia
naan imunohistokimia adalah ikatan antara antigen-ecara langsung (direct method) maupun secara
15
reaksi imunologi dan kimiawi yang terjadi pada jaringan (Anonim 2008), yaitu reaksi imunologi yang ditandai adanya reaksi antara antigen dengan antibodi, dan reaksi kimiawi yang ditandai adanya reaksi antara enzim dengan substrat. Pada reaksi IHK ini bersifat spesifik karena bahan yang dideteksi akan direaksikan dengan antibodi spesifiknya yang ditandai dengan suatu enzim (Sudiana 2005).
Reaksi kimia antara enzim dengan substrat yang cocok dapat divisualisasikan di bawah mikroskop dengan timbulnya warna tertentu pada jaringan yang diperiksa. Prinsip dasar dari teknik imunohistokimia adalah terjadinya interaksi antara antibodi spesifik dengan epitop dari antigen spesifiknya pada suatu jaringan, selanjutnya membentuk ikatan antibodi-antigen kompleks yang eksklusif. Berdasarkan prinsip tersebut, maka teknik IHK dapat digunakan untuk mendiagnosa suatu penyakit (sebagai antigen), bahkan boleh dikatakan bahwa IHK mempunyai spesifisitas yang tinggi sebagai alat diagnosa penyakit. Untuk menjaga spesifisitas reaksi dalam IHK, sebaiknya menggunakan antibodi monoklonal (Astawa 2007).
Antibodi monoklonal mempunyai idiotipe dan isotipe yang sama. Idiotipe merupakan bagian antibodi yang menentukan spesifisitasnya (antigen binding surface), sedangkan isotipe adalah bagian antibodi yang menentukan kelas-subkelas dari antibodi atau yang menentukan tipe-subtipe dari suatu antibodi. Antibodi yang umum digunakan dalam imunohistokimia adalah kelas Ig-G (Ramos-Vara 2005). Imunohistokimia adalah metode alternatif yang sangat baik digunakan di dalam penelitian karena bersifat spesifik, sensitif, cepat, tidak mahal dan telah menjadi metode yang baik dan terpercaya untuk diagnosa rutin dan aktifitas penelitian. Imunohistokimia telah menjadi tekhnik yang sangat penting dan secara luas dipakai pada laboratorium penelitian medis dan juga diagnosa klinika. Banyak sekali metode IHK yang bisa digunakan untuk melokalisasi antigen. Pemilihan metode yang sesuai harus didasari parameter-parameter seperti tipe spesimen yang diselidiki dan tingkat sensitifitas yang dibutuhkan (Anonim 2008b).
16
17
METODOLOGI PENELITIAN
Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini dilakukan pada bulan Desember 2009 - Februari 2010. Ekstraksi tanaman obat diperoleh dari Laboratorium Balai Penelitian Tanaman Obat dan Aromatik (BALITTRO), Bogor dan uji tantang virus H5N1 di Laboratorium Biosafety Level 3 (BSL 3) milik PT. Vaksindo Satwa Nusantara, Cicadas, Gunung Putri, Bogor. Kemudian dilanjutkan dengan pembuatan preparat histopatologi dan imunohistokimia di Bagian Patologi, Departemen Klinik Reproduksi dan Patologi Fakultas Kedokteran Hewan, Institut Pertanian Bogor.
Materi Penelitian
Hewan percobaan
Pada penelitian ini digunakan 105 ekor ayamday old chick(DOC) broiler dipelihara dengan pemberian pakan dan minumad libitum.
Bahan
Virus strain H5N1/Legok/2003 diperoleh dari PT. Vaksindo Satwa Nusantara, Cicadas, Gunung Putri, Bogor. Ekstrak sambiloto, temu ireng, sirih merah dan adas bintang. Larutan pelarut ekstrak (heksana, etanol, etil asetat),
Buffered Neutral Formaline (BNF) 10%, alkohol dengan konsentrasi bertingkat (70%, 80%, 95%, 96%, alkohol absolut), xylol, parafin, Phosphate Buffered Saline (PBS), sitrat bufer, Destilated Water (DW), Tween 20 0,1%, H2O2 3%,
antibodi monoklonal H5N1, antibodi sekunder, DAB (3,3-diaminobenzidine), entelen, hematoksilin dan eosin.
Alat
18
Metode Penelitian
Uji Perlakuan Tanaman Obat ke Ayam.
Ayam DOC broiler berjumlah 105 ekor yang dibagi dalam 7 kelompok dengan masing-masing kelompok berjumlah 15 ekor. DOC dipelihara dengan diberi makan dan minum ad libitum dan dicekok ekstrak tanaman obat dalam bentuk formulasi setiap hari selama 21 hari, mulai dari umur 7 hari hingga berumur 28 hari. Dalam penelitian ini komposisi ekstrak yang digunakan mengandung senyawa aktif dari tanaman obat berikut: Anetol (adas bintang), Kurkumin (temu ireng), Piperin (sirih merah) dan Andrografolid (sambiloto) masing-masing terdiri dari 2,5%. Pembagian bentuk formula tanaman obat dapat dilihat pada Tabel 1 berikut ini:
Tabel 1.Pembagian formula ekstrak tanaman obat.
Formula Komposisi Pelarut
I Ekstrak tanaman obat yang setara dengan senyawa obat 2,5% (Anetol, kurkumin, piperin, andrografolid)
Heksana
II Ekstrak tanaman obat yang setara dengan senyawa obat 2,5% (Anetol, kurkumin, piperin, andrografolid )
Etil asetat
III Ekstrak tanaman obat yang setara dengan senyawa obat 2,5% (Anetol, kurkumin, piperin, andrografolid)
Etanol
IV Ekstrak tanaman obat yang setara dengan senyawa obat 2,5% (Anetol, piperin, andrografolid)
Heksana
V Ekstrak tanaman obat yang setara dengan senyawa obat 2,5% (Anetol, piperin, andrografolid)
Etil asetat
VI Ekstrak tanaman obat yang setara dengan senyawa obat 2,5% (Anetol, piperin, andrografolid)
Etanol
19
Kelompok perlakuan:
Pembagian kelompok dan perlakuan terhadap ayam-ayam broiler pada penelitian ini terlihat pada Tabel 2 berikut ini:
Tabel 2. Pembagian kelompok perlakuan.
Kelompok Perlakuan Dosis
I-1 Ayam dicekok tanaman obat formula I setiap hari selama 21 hari
0,6 ml
Diinfeksi virus H5N1 (106EID50) intranasal per ekor. 0,1 ml
I-2 Ayam dicekok tanaman obat formula II setiap hari selama 21 hari
0,6 ml
Diinfeksi virus H5N1 (106EID50) intranasal per ekor. 0,1 ml
I-3 Ayam dicekok tanaman obat formula III setiap hari selama 21 hari
0,6 ml
Diinfeksi virus H5N1 (106EID50) intranasal per ekor. 0,1 ml
II-1 Ayam dicekok tanaman obat formula IV setiap hari selama 21 hari
0,6 ml
Diinfeksi virus H5N1 (106EID50) intranasal per ekor. 0,1 ml
II-2 Ayam dicekok tanaman obat formula V setiap hari selama 21 hari
0,6 ml
Diinfeksi virus H5N1 (106EID50) intranasal per ekor. 0,1 ml
II-3 Ayam dicekok tanaman obat formula VI setiap hari selama 21 hari
0,6 ml
Diinfeksi virus H5N1 (106EID50) intranasal per ekor. 0,1 ml
Kontrol Positif
Ayam dicekok akuades setiap hari selama 21 hari 0,6 ml Diinfeksikan virus H5N1 (106EID
50) intranasal per ekor 0,1 ml
Uji Serologi dengan menggunakan uji hemaglutinasi inhibisi (HI)
Sampel berupa serum darah ayam diambil untuk dilakukan uji HI sebelum ayam diinfeksi dengan virus H5N1. Uji ini dilakukan untuk mengetahui apakah ayam terpapar dengan virus lapang H5N1. Dalam penelitian ini diharapkan ayam tidak terpapar oleh virus lapang AI.
Uji Tantang Virus H5N1
20
ayam diinfeksi virus H5N1 dengan dosis 106EID50 secara intranasal (dosis yang
digunakan oleh PT.Vaksindo Satwa Nusantara). Berdasarkan data empiris uji tantang virus AI H5N1 pada ayam-ayam dengan dosis 0,1 ml yang menggunakan vaksinasi dan tidak protektif menunjukkan ayam memiliki daya tahan hingga hari ke-6 (komunikasi personal PT.Vaksindo), oleh karena itu pada penelitian ini setelah 7 hari semenjak diinfeksikan virus, ayam yang masih hidup dimatikan dan dilakukan nekropsi untuk mengambil beberapa organ tubuh yang akan dievaluasi dengan pembuatan preparat histopatologi menggunakan pewarnaan Hematoksilin dan Eosin (HE) serta imunohistokimia. Organ yang akan diperiksa adalah trakhea, paru-paru, hati, pankreas, usus, limpa, dan bursaFabricius.
Pembuatan Preparat Histologi
Organ-organ hasil nekropsi dimasukkan ke dalam BNF 10% sebagai bahan fiksasi, kemudian dilakukan blok parafin. Tahap awal adalah dehidrasi yaitu organ direndam dalam larutan alkohol 70%, 80%, 90%, 95%, alkohol absolut (I, II, III) masing-masing selama 1 jam pada suhu kamar, dilanjutkan dengan proses penjernihan (clearing) dengan xylol (I, II, III) masing-masing selama 0,5 – 1 jam. Kemudian proses infiltrasi larutan parafin (I, II) masing-masing selama 30 menit dengan suhu 54-56 oC, selanjutnya proses
embedding
dalam parafin dan didinginkan dalam suhu kamar. Dilanjutkan dengan proses penyayatan dengan ketebalan 3-4 µ (mikron) serta diletakkan pada gelas objek, dan dimasukkan ke dalam inkubator pada suhu 37 oC satu malam. Kemudian preparat ini siap untuk dilakukan pewarnaan.
Pewarnaan Hematoksilin dan Eosin (HE)
Proses awal pewarnaan jaringan melakukan deparafinisasi yaitu jaringan direndam dalam xylol I,II,III, lalu dilanjutkan ke dalam alkohol absolut sampai ke alkohol 70% masing-masing selama 3 menit. Kemudian dicuci dengan air kran dan DW selama 5 menit. Kemudian direndam dalam hematoksilin selama 1 menit, lalu dicuci dengan air kran atau DW selama 5 menit. Selanjutnya direndam dalam eosin selama 2 menit, lalu dilakukan proses dehidrasi dengan alkohol bertingkat mulai dari alkohol 70% sampai alkohol absolut dan dilanjutkan dengan
clearing dengan xylol I, II, III. Kemudian mounting dengan entelen dan ditutup
21
Pewarnaan Imunohistokimia
Pewarnaan imunohistokimia (IHK) berguna untuk mendeteksi virus avian
influenza. Tehnik ini dilakukan berdasarkan protokol imunohistokimia dari Laboratorium Temasek Singapura (2006). Pewarnaan IHK diawali dengan proses deparafinisasi dan rehidrasi, kemudian preparat dibilas tiga kali dengan PBS, proses selanjutnya menggunakancitrat buffer untukunmasking antigen retrieval,
lalu diinkubasi ddengan antibodi primer (monoklonal) H5N1 dalam suhu kamar selama 1 jam pada suhu kamar atau overnight dengan suhu 4 oC. Tahap selanjutnya diinkubasi dengan antibodi sekunder dalam suhu kamar. Untuk visualisasi hasil pewarnaan antigen, preparat diwarnai dengan kromogen (DAB) selama 1-5 menit. Untuk pewarnaan latar belakang berwarna kebiruan digunakan pewarna hematoksilin. Selanjutnya dilakukan dehirasi danclearing preparat, lalu ditutup dengancover glass menggunakan bahan perekat entelan. Preparat yang telah diwarnai kemudian diamati di bawah mikroskop. Hasil dinyatakan positif apabila ditemukan antigen yang berwarna kecoklatan.
Pemeriksaan imunohistokimia dilakukan berdasarkan banyak atau sedikitnya warna kecoklatan (positif) yang dihasilkan pada slide jaringan yaitu sebagai hasil reaksi antara antigen-antibodi. Penilaian dilakukan berdasarkan rata-rata hasil pengamatan pada 6 lapang pandang dengan menggunakan pembesaran objektif 20X. Hasil pemeriksaan ini dikelompokkan dalam 4 katagori yaitu positif I (ringan) dengan 1-40 sel berantigen, positif II (sedang) dengan 41-80 sel berantigen, positif III (tinggi) dengan lebih dari 80 sel berantigen dan negatif dengan jumlah sel berantigen 0 (tidak ditemukan). Perhitungan sel berantigen menggunakan program MBF_Image J (McMaster Biophotonics Facility).
Pengamatan
22
Analisis Data
Data pengamatan pada penelitian ini dianalisis dengan menggunakan uji statistik parametrik yaitu uji rancangan acak kelompok (RAK) dan apabila terapat perbedaan nyata antar perlakuan dilanjutkan dengan uji perbandingan ganda Duncan (Steel dan Torrie 1999). Data dianalisis menggunakan program
23
HASIL DAN PEMBAHASAN
Pengamatan gejala klinis pasca infeksi virus H5N1 terlihat ayam lesu, pucat, oedema di kepala, leher memendek, dan bulu berdiri. Pada hari ke-3 sebagian ayam sudah ada yang mati, terjadi ptekhie, pial berwarna biru, bengkak. Secara umum hasil pengamatan histopatologi dengan pewarnaan hematoksilin dan eosin (HE) pada semua organ ayam yang diperiksa dari semua kelompok perlakuan menunjukkan adanya oedema, kongesti, deplesi limfoid folikel, infiltrasi sel radang berupa sel limfosit, dan nekrosis.
Berdasarkan pengamatan menggunakan teknik pewarnaan imunohistokimia (IHK) pada semua organ ayam yang diperiksa dalam penelitian ini yaitu trakhea, paru-paru, hati, pankreas, usus, limpa, dan bursa Fabricius
pada semua kelompok perlakuan, baik kelompok kontrol positif maupun kelompok perlakuan I-1, I-2, I-3, II-1, II-2 dan II-3 ditemukan distribusi antigen virus H5N1 dengan derajat infeksi dari yang ringan (+), sedang (++) sampai yang tinggi (+++). Organ paru-paru, hati, dan limpa dari semua kelompok perlakuan ditemukan adanya antigen virus H5N1 dari derajat yang sedang (++) sampai tinggi (+++). Sedangkan pada organ trakhea, pankreas, usus, dan bursa
Fabricius pada semua kelompok ditemukan antigen virus dengan derajat yang ringan (+).
Pemberian formula ekstrak tanaman obat pada kelompok perlakuan I-1, I-2 dan I-3 dengan senyawa aktif yang terdiri dari anetol (adas bintang), kurkumin (temu ireng), andrografolid (sambiloto) dan piperin (sirih merah), serta kelompok perlakuan II-1, II-2 dan II-3 dengan senyawa aktif yang terdiri dari anetol, andrografolid dan piperin. Semua kelompok perlakuan masing-masing menggunakan pelarut heksana, etil asetat dan etanol. Pada semua kelompok menunjukkan bahwa ekstrak tanaman obat senyawa aktif tersebut memiliki kemampuan dalam menghambat virus H5N1 dan diduga memiliki aktivitas sebagai antivirus. Berdasarkan pengamatan data kematian, gambaran histopatologi dan distribusi antigen virus H5N1 pada semua organ ayam yang diperiksa, maka formula ekstrak tanaman obat menggunakan senyawa anetol, andrografolid dan piperin dengan pelarut etanol pada kelompok perlakuan II-3 memiliki aktivitas antivirus yang lebih tinggi dibandingkan kelompok yang lain.
24
pada serum yang diuji, dan selanjutnya dapat digunakan untuk mengetahui rataan titer antibodi terhadap virus AI pada satu kelompok. Berdasarkan hasil uji antibodi terhadap AI dari sampel serum menunjukkan semua ayam memiliki rataan titer antibodi terhadap virus AI sangat rendah seperti yang tersaji pada Tabel 3. Hal ini berarti bahwa ayam yang digunakan dalam penelitian ini belum terpapar oleh virus AI, sehingga tidak mempengaruhi perlakuan. Pada ke 7 kelompok perlakuan, titer antibodi terendah terlihat pada kelompok perlakuan I-3. Ayam dengan titer lebih rendah dari 10 maupun negatif tidak mampu melindungi ayam dari infeksi virus AI, sehingga kematian sangat tinggi bila ditantang dengan virus AI. Titer rendah antara 10-40 dapat melindungi ayam dari kematian tetapi tidak dapat mencegah infeksi dan shedding virus. Titer lebih dari 40 dapat mencegah kematian dansheddingvirus (Kumaret al.,2007).
Tabel 3 Rataan titer HI ayam sebelum ditantang virus H5N1
No. Kelompok Perlakuan Rataan Titer HI (log2) Keterangan
1. I-1 1,1 Rendah
25
Data jumlah kematian ayam pada hari pertama sampai hari ke-tujuh setelah uji tantang virus H5N1 dapat dilihat pada Tabel 4. Pada penelitian ini menunjukkan bahwa kelompok perlakuan II-3 dengan kombinasi senyawa tanaman obat anetol, andrografolid dan piperin dengan pelarut etanol memberikan hasil yang lebih baik terhadap infeksi virus AI dibandingkan dengan kelompok perlakuan yang lain. Pada kelompok ini tampak ayam yang masih bertahan mencapai 7 ekor pada hari ke-5, sementara kelompok yang lain pada hari ke-5 ayam yang mampu bertahan lebih sedikit yaitu di bawah 7 ekor.
Pemeriksaan Histopatologi dan Imunohistokimia
Hasil pengamatan dengan pewarnaan HE pada organ trakhea, paru-paru, hati, pankreas, usus, limpa danbursa Fabriciussecara umum ditemukan adanya oedema, kongesti, deskuamasi sel epitel, deplesi folikel limfoid, infiltrasi sel limfosit, dan nekrosis. Gambaran umum perubahan organ ayam pada kelompok perlakuan disajikan dalam Tabel 5. Diduga perubahan yang terjadi pada organ seperti oedema timbul akibat peningkatan daya dorong cairan dari pembuluh menuju jaringan antar sel, kongesti terjadi bila aliran darah mengalami gangguan diduga sebagai akibat timbulnya daya kerja tubuh dalam upaya memobilisasi sel-sel darah dengan meningkatkan tekananvascular. Deskuamasi sel epitel akibat daya kerja virus yang patogen dalam merusak sel epitel sehingga virus dapat masuk ke jaringan dan menyebabkan infeksi sistemik. Deplesi folikel limfoid akibat berkurangnya jumlah sel-sel limfosit pada folikel limfoid. Nekrosis terjadi akibat antigen virus masuk ke sel sehingga menyebabkan depresi hebat aktifitas metabolism seluler akibat replikasi virus (Pringgoutomo 2002).
Hasil pengamatan dengan pewarnaan IHK menunjukkan bahwa antigen dapat terdeteksi pada semua organ ayam (trakhea, paru-paru, hati, pankreas, usus, limpa, dan bursaFabricius) pada setiap kelompok perlakuan dan kelompok kontrol positif. Menurut Damayanti dkk (2004), antigen H5N1 pada jaringan organ ayam yang berasal dari daerah wabah flu burung ditemukan pada kulit jengger, pial dan telapak kaki, otak, trakhea, jantung, paru-paru, proventrikulus, hati, limpa, ginjal, dan ovarium dengan derajat yang bervariasi dari rendah sampai tinggi.
26
dapat ditemukan pada intravaskuler, intrasitoplasmik dan juga di intranuklear pada hampir semua organ ayam yang diamati. Menurut Damayanti dkk (2005), antigen virus AI subtipe H5N1 juga dapat dideteksi pada daerah interstitial dan vascular pada unggas.
Antibodi khusus bereaksi dengan protein virus AI telah dikembangkan untuk imunohistokimia, termasuk antibodi monoklonal terhadap nukleoprotein (N) dan hemaglutinin (H) protein. Antigen virus AI dengan pewarnaan sel ditemukan dalam nukleus dan sering juga di sitoplasma bila menggunakan antibodi terhadap nukleoprotein, dan di sitoplasma dan membran sel bila menggunakan antibodi terhadap hemaglutinin (Patin-Jackwood, 2008). Distribusi antigen pada setiap organ ayam dengan menggunakan pewarnaan imunohistokimia dapat dilihat pada Tabel 6.
Tabel 5 Perubahan histopatologi organ ayam
No. Kelompok
Pada kelompok kontrol positif yaitu ayam yang tidak diberi ekstrak tanaman obat tapi dilakukan uji tantang terhadap virus H5N1 menunjukan bahwa semua organ ditemukan distribusi antigen dalam jumlah yang tinggi (+++) dan ringan (+). Antigen dalam jumlah yang besar pada organ menandakan tingkat infeksi yang berat oleh virus H5N1.
27
dengan metode IHK menunjukan keberadaan virus H5N1 pada organ paru-paru, hati, dan limpa dengan tingkat yang tinggi (+++), sedangkan organ trakhea, pankreas, usus dan bursaFabriciusdalam tingkat yang ringan (+). Pemeriksaan pada kelompok I-2 yaitu ayam yang diberi formula II dengan pelarut etil asetat, terlihat distribusi antigen dalam tingkat yang tinggi (+++) pada organ paru-paru, dan limpa, sedangkan tingkat yang sedang (++) hanya ditemukan pada organ hati dan organ yang lain ditemukan dengan tingkat yang rendah (+). Hasil pemeriksaan pada kelompok I-3 yaitu ayam yang diberi formula III dengan pelarut etanol terlihat bahwa distribusi antigen dalam tingkat yang sedang (++) terdapat pada tiga organ yaitu paru-paru, hati dan limpa. Organ trakhea, pankreas, usus, dan bursa Fabricius terlihat distribusi antigen dengan tingkat yang rendah (+).
Pemeriksaan IHK untuk kelompok II-1 yaitu ayam yang diberi ekstrak tanaman obat formula IV dengan pelarut heksana. Virus H5N1 ditemukan dalam tingkat yang tinggi (+++) organ limpa. Sedangkan tingkat distribusi antigen yang sedang (++) terlihat pada organ paru-paru dan hati, serta yang ringan (+) ditemui pada organ trakhea, pankreas, usus, dan bursa Fabricius. Pada kelompok II-2 yaitu ayam yang diberi formula V dengan pelarut etil asetat, terdeteksi antigen pada organ ayam dalam tingkat yang tinggi (+++) hanya pada organ paru-paru, sedangkan organ hati dan limpa dalam tingkat yang sedang (++) dan organ trakhea, pankreas, usus dan bursa Fabricius dalam tingkat yang rendah (+). Hasil pemeriksaan pada kelompok II-3 yaitu ayam yang diberi formula VI dengan pelarut etanol terlihat antigen sama dengan kelompok II-2.
Tabel 6 Distribusi antigen virus H5N1 dengan pewarnaan imunohistokimia
No. Kelompok perlakuan
Antigen virus H5N1 pada organ ayam
Trakhea Paruparu– Hati Pankreas Usus Limpa Bursa
Fabricius
28
Antigen virus H5N1 pada penelitian ini dapat ditemukan pada semua organ ayam dalam semua kelompok perlakuan. Organ paru-paru, hati dan limpa tampak sebaran antigennya lebih banyak seperti terlihat pada Gambar 6. Hampir semua kelompok perlakuan termasuk kontrol positif, organ paru-paru ditemukan lebih banyak antigen. Hal ini dikarenakan pada penelitian ini virus H5N1 diinfeksikan pada ayam secara intranasal sehingga organ respirasi (paru-paru) lebih cepat dan lebih banyak terpapar oleh virus H5N1 karena paru-paru merupakan sasaran utama virus AI dimana sel-sel epitel saluran pernafasan rentan terhadap infeksi virus. organ ini merupakan tempat replikasi virus AI, selanjutnya virus menyebar ke organ lain melalui pembuluh darah sehingga terjadi penyebaran secara sistemik.
Gambar 6 Sebaran antigen virus H5N1 pada ayam
Setyawati (2010) menyebutkan bahwa banyaknya antigen yang terdeteksi pada organ paru-paru dan trakhea karena virus AI memiliki kecenderungan berkembangbiak pada sel epitel bersilia di saluran pernapasan. Sedangkan Damayanti (2005) melakukan pemeriksaan pada organ ayam secara imunohistokimia menunjukan bahwa antigen yang terdapat pada paru-paru ditemukan pada epitel alveoli dan juga bergerombol menutup lapisan endotel
0
Trakhea Paru Hati Limpa Bursa Pankreas
s
29
pembuluh darah. Pada pewarnaan HE pada semua kelompok perlakuan, organ trakhea ditemukan adanya kongesti, hemoragi dan deskuamasi sel epitel trakhea. Organ paru-paru pada kelompok I-3 dan II-1 ditemukan kongesti dan pneumoni pada submukosa, sedangkan pada kelompok yang lain hanya terlihat adanya kongesti dan oedema. Gambaran perubahan organ ayam pada penelitian ini disajikan dalam Tabel 5.
Antigen yang ditemukan di organ hati terdistribusi dalam jumlah yang tinggi (+++) pada kontrol dan kelompok perlakuan I-1. Antigen yang ditemukan pada hati terdapat pada pembuluh darah (vaskular), sinusoid hati dan pada sel-sel hati. Distribusi antigen pada organ hati dapat dilhat pada Gambar 9. Menurut Nakatani (2005), antigen pada organ hati didistribusikan ke dalam endotel sinusoid dan arteri serta pusat nekrosis. Pada pewarnaan HE organ hati pada kelompok I-3 dan II-1 terlihat adanya kongesti, infiltrasi sel limfosit dan nekrosis, sedangkan pada kelompok yang lain tampak adanya kongesti dan dilatasi sinusoid.
Perdarahan pada hati merupakan kerusakan dari buluh darah, hal ini dapat menyebabkan gangguan fungsi hati yang dapat berdampak pada gangguan metabolisme karbohidrat, protein dan lemak (Darmawan 1994). Damayanti (2004) menyebutkan bahwa ayam yang terinfeksi virus flu burung sangat patogenik (HPAI) terlihat pendarahan dan nekrosis pada hati.
Antigen yang terdeteksi pada organ pankreas ditemui pada semua kelompok perlakuan dengan tingkat distribusinya dari ringan (+). Nakataniet al.
(2005) menyebutkan antigen yang ditemui pada organ pankreas terdapat di dalam endotel kapiler dan sel asinar. Penelitian yang dilakukan oleh Handayani (2009) menyebutkan bahwa antigen virus H5N1 pada organ pankreas dalam derajat ringan pada itik yang dinfeksi virus H5N1 secara inhalasi. Sedangkan menurut Patichimasiri (2007) menyebutkan ayam yang terinfeksi secara alami oleh virus H5N1 tidak ditemui distribusi antigen pada organ pankreas dan tingkat keparahan lesi yang negatif. Secara pewarnaan HE pada penelitian ini organ pankreas pada kelompok perlakuan I-2 ditemukan adanya kongesti, oedema dan infiltrasi sel limfosit, sedangkan untuk kelompok yang lain terlihat kongesti dan oedema.
30
juga ditemui pada lapisan otot sekum, dimana pusat nekrosis terdapat pada lamina propria dan sel epitel usus. Menurut Patichimasiri (2007), distribusi antigen yang terdapat pada usus ayam yang terinfeksi virus H5N1 secara alami memiliki derajat rendah (A+). Berbeda dengan penelitian yang dilakukan oleh Handayani (2009), dimana usus itik yang diinfeksi dengan virus H5N1 secara intranasal dan tidak divaksin AI memiliki distribusi antigen yang sangat banyak. Hasil pewarnaan HE menunjukan organ usus pada kelompok ayam I-3, II-1, II-2, dan II-3 terlihat adanya kongesti
Limpa merupakan organ limfoid yang berfungsi untuk merespon terhadap antigen yang masuk dalam aliran darah. Limpa melakukan dua fungsi utama, yaitu menghasilkan antibodi humoral terhadap antigen yang dibawa oleh darah dan mengeluarkan sel darah yang telah rusak. Limpa terdiri dari dua bagian pulpa putih dan pulpa merah (Cormack 1992). Antigen yang diberikan secara intravena akan dijerat paling tidak sebagian, di dalam limpa yang diambil oleh makrofag baik yang terdapat di zona pembatas maupun yang membatasi sinusoid pulpa merah. Antigen yang diberikan secara inhalasi merangsang produksi antibodi lokal dalam jaringan limfoid saluran respirasi dan bila antigen terserap ke dalam aliran darah akan menyebabkan timbulnya tanggap kebal sistemik (Tizard 1987).
Semua kelompok perlakuan menunjukan antigen virus pada limpa terdistribusi dalam jumlah yang sedang (++) sampai tinggi (+++). Antigen yang terlacak pada limpa terdapat pada pulpa merah dan pulpa putih. Pemeriksaan IHK pada organ limpa ayam yang terinfeksi virus H5N1 oleh Patichimasiriet al.
31
Bursa Fabricius adalah organ limfoepitelial yang terdapat pada unggas, fungsinya sebagai tempat pendewasaan dan diferensiasi bagi sel dari sistem pembentuk antibodi. Bursa juga dapat menangkap antigen dan membentuk antibodi (Tizard 1987). Pemeriksaan IHK pada organ bursa menunjukkan distribusi antigen dengan tingkat ringan (+). Antigen yang tersebar di bursa terdapat pada muskulus dan folikel limfoid. Pada pemeriksaan secara HE ditemukan adanya kongesti dan deplesi limfoid folikel. Deplesi pada bursa
Fabriciussebagai akibat dari berkurangnya jumlah sel limfosit pada folikel limfoid. Perubahan histologi organ trakhea, paru-paru, hati, pankreas, usus, limpa dan bursa Fabricius dapat dilihat pada Gambar 7 dan antigen yang terdeteksi pada organ tersebut dapat dilihat pada Gambar 8. Antigen virus H5N1 terdeteksi pada pembuluh darah dihampir semua organ. Gambar 9 menunjukkan pembuluh darah pada organ hati dan pankreas, contohnya yang terlihat jelas pada hati dan pankreas. Virus AI H5N1 dapat dengan cepat tersebar keseluruh organ karena masa inkubasinya berkisar beberapa jam dimana virus ini masuk ke dalam aliran darah yang kemudian melalui pembuluh darah didistribusikan ke semua organ.
32
Gambar 7 Oedema dan kongesti pada organ-organ ayam setelah di tantang virus H5N1 (tanda panah). A. Organ trakhea; B. Organ paru-paru; C. Organ hati; D. Organ pankreas; E. Organ usus; F. Organ limpa dan G. Organbursa Fabricius. Pewarnaan Haematoxylin dan Eosin (H&E).
A
G
F
E
D
C
33
Gambar 8 Distribusi antigen virus H5N1 pada organ ayam (tanda panah) dengan metode imunohistokimia terlihat berwarna bintik-bintik kecoklatan. A.organ trakhea; B. organ paru-paru; C. organ hati; D. organ pankreas; E. organ limpa; F. organ usus dan G. organ
bursa Fabricius. Pewarnaan imunohistokimia (IHK).
A
G
F
E
D
C
34
Gambar 9 Antigen AI dalam pembuluh darah (tanda panah) pada organ hati (A) dan pankreas (B).
Sistem kardiovaskular sangat penting dalam perjalanan virus AI di seluruh organ ayam. Secara histopatologi, pada penelitian ini semua organ ayam mengalami kongesti (peningkatan aliran darah dalam pembuluh darah). Suarez
et al.(1998) menyatakan bahwa lesi yang ditimbulkan oleh HPAI mengakibatkan kapiler pembuluh darah mengalami pembengkakan dan terkoyak serta berisi masa protein dan sel-sel radang, yang kemungkinan dapat mengakibatkan suplai oksigen ke jaringan jadi terganggu dan terhambat sehingga sel dapat mengalami hipoksia hingga menyebabkan nekrosis. Semua gangguan sirkulasi berupa pendarahan dan cyanosis pada HPAI (Highly Pathogenic Avian Influenza)
disebabkan oleh iskemia yang berlanjut pada infark vaskuler (Swayne dan Suarez 2000).
Selain pada pembuluh darah, virus AI dapat ditemukan pada semua organ ayam yang diamati, hal ini terlihat pada banyaknya antigen yang ditemukan pada organ-organ tersebut serta menyebabkan kerusakan. Menurut Pringgoutomo (2002), infeksi virus menimbulkan kerusakan seluler terhadap sel target. Dampak replikasi secara cepat partikel virus intrasel dapat mengganggu metabolisme sel secara langsung, dampak tidak langsung dapat terjadi melalui induksi respon imunologik terhadap virus dan kerusakan sel dapat disebabkan reaksi antigen-antibodi atau melalui mediator. Lisis sel terjadi akibat depresi hebat aktifitas metabolisme seluler sebagai akibat replikasi yang eksplosif yang menyita seluruh aktifitas biomolekuler sel dimana virus berhasil memasukinya untuk berkembang biak.
Infeksi virus AI dapat menyebabkan penyakit yang ringan sampai penyakit yang menyebabkan morbiditas atau mortalitas sebesar 100%. Masa inkubasi virus ini berkisar antara beberapa jam sampai 3 hari, masa inkubasi
35
tersebut tergantung pada dosis virus, rute kontak dan spesies unggas yang terserang (Tabbu 2000). Tingkat kerusakan pada organ akibat infeksi virus AI dipengaruhi oleh banyak faktor diantaranya virulensi dari virus, tingkat kekebalan, kondisi adanya infeksi bakteri dan stres dari hospes (Easterdayet al.1991).
Berdasarkan hasil pengamatan data jumlah kematian, pewarnaan HE dan IHK terlihat bahwa kelompok perlakuan II-3 (andrografolid, anetol, dan piperin dengan pelarut etanol). Jumlah ayam yang mampu bertahan pada pada kelompok I3 hari ke-5 mencapai 7 ekor. Sementara pada kelompok perlakuan I-1, I-2, I-3, II-1 dan II-2 pada hari ke-5 ayam yang mampu bertahan hidup dibawah 7 ekor. Hasil histopatologi menunjukkan bahwa kelompok perlakuan II-3 pada semua organ mengalami kongesti, infiltrasi sel limfosit dan tidak mengalami kerusakan yang parah.
.
Potensi Ekstrak Tanaman Obat
Berbagai zat aktif yang merupakan komposisi senyawa kimia yang terkandung dalam tanaman obat perlu dilakukan penelitian dan dibudidayakan dalam penggunaannya sebagai obat alternatif untuk penyembuhan penyakit. Obat-obat asal tanaman yang menarik untuk dikembangkan sekarang ini adalah yang dapat berperan sebagai antiviral. Berdasarkan hasil penelitian dan analisis fitokimia tanaman obat, ada beberapa senyawa kimia yang mampu berperan sebagai antiviral, diantaranya flavonoid, polifenol, kurkumin, terpenoid, saponin, alkaloid, dan beberapa bahan minyak atsiri. Peran senyawa kimia tanaman obat dalam mengobati penyakit saling melengkapi satu sama lain dan biasanya bekerja dalam jangka waktu yang panjang dengan pemberian secara terus-menerus. Ekstrak tanaman obat yang diberikan pada penelitian ini berpengaruh dalam memberi efek sebagai imunomodulator pada semua kelompok perlakuan