Formula (Curcuma xanthorriza Roxb., Andrographis paniculata Nees., Phyllanthus niruri Linn., Curcuma aeruginosa Roxb.) on histopathology of chicken bursa of Fabricius. Under direction of BAMBANG PONTJO
PRIOSOERYANTOandMAWAR SUBANGKIT.
The objective of this research is to elaborate the effects of four medicinal plants extract formulas on histopatological lesions of chicken bursa of Fabricius by examine the general lesions and measuring the area of plicae and the area of lymphoid follicles. Twenty five heads of day old chick s were divided into five groups treatments, there were combination of (1) F1: Curcuma xanthorriza Roxb., Andrographis paniculata Nees., Phyllanthus niruri Linn. and Curcuma aeruginosa Roxb. extract; (2) F2: Curcuma xanthorriza Roxb., Phyllanthus niruri Linn., and Curcuma aeruginosa Roxb. extract; (3) F3: Curcuma xanthorriza Roxb. and Curcuma aeruginosa Roxb extract; (4) F4: Phyllanthus niruri Linn. and Andrographis paniculata Nees. extract; and (5) untreated as control. The chikens were treated for 4 weeks. Result showed that there were general lesions in all treatment groups. Mild formation of cysts and deplesion of follicles were detected. Total area of follicles was increased in F3 and F4 group compared to the control groups, while the F4 group was the highest (P<0.05) in total area of follicles compared to other treated groups. We concluded that all formulas of the medicinal plants were not make histopatological lesions to chicken bursa of fabricius and the F4 group is the best formulation to increased the total area of follicles.
Tanaman Obat (Temulawak, Sambiloto, Meniran, Temu Ireng) terhadap Gambaran Histopatologi Bursa Fabricius Ayam Broiler. Dibimbing oleh
BAMBANG PONTJO PRIOSOERYANTOdanMAWAR SUBANGKIT.
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk melihat pengaruh pemberian formula ekstrak 4 tanaman obat yaitu Temulawak (Curcuma xanthorriza Roxb.), Sambiloto (Andrographis paniculata Nees.), Meniran (Phyllanthus niruri Linn.) dan Temu Ireng (Curcuma aeruginosaRoxb.) terhadap gambaran histopatologi bursa Fabricius dengan melihat perubahan umum pada bursa, luasan plika dan jumlah luasan folikel. Dua puluh lima DOC dibagi menjadi lima kelompok dan diberi perlakuan yang berbeda, yaitu (1) F1 diberikan formula yang terdiri atas ekstrak Temulawak, Sambiloto, Meniran, dan Temu Ireng; (2) F2 diberikan formula yang terdiri atas Temulawak, Meniran, dan Temu Ireng; (3) F3 diberikan formula yang terdiri atas Temulawak dan Temu Ireng; (4) F4 diberikan formula yang terdiri atas Meniran dan Sambiloto; (5) satu kelompok kontrol yang tidak diberi perlakuan. Perlakuan diberikan selama empat minggu dan hasil menunjukkan adanya perubahan umum yang ringan pada bursa Fabricius berupa pembentukan kista dan deplesi folikel limfoid.
Total luasan folikel meningkat pada kelompok F3 dan F4 dibandingkan dengan kelompok kontrol dimana kelompok F4 meningkat secara nyata (P<0.05) dibandingkan dengan kelompok perlakuan lainnya. Berdasarkan hasil penelitian ini, disimpulkan bahwa pemberian 4 formula tanaman obat menimbulkan lesio patologi berarti pada bursa Fabricius ayam broiler serta pemberian formulasi ekstrak Meniran dan Sambiloto merupakan kombinasi yang paling baik dalam meningkatkan total luasan folikel.
Latar Belakang
Peternakan di Indonesia sejauh ini telah mengalami perkembangan yang
cukup pesat terutama di bidang peternakan ayam. Pertumbuhan jumlah penduduk
yang selalu meningkat dari tahun ke tahun terus diimbangi dengan kesadaran akan
arti penting peningkatan gizi dalam kehidupan. Ayam sebagai penyedia sumber
gizi berupa protein hewani cukup digemari karena mudah didapatkan dan
harganya relatif lebih murah dibandingkan dengan sumber protein hewani lainnya.
Secara ekonomi, pengembangan usaha peternakan ayam di Indonesia memiliki
prospek yang menguntungkan karena permintaan selalu bertambah (Mahya 2008).
Permasalahan yang sering dihadapi yang mengakibatkan tidak
terpenuhinya permintaan akan ayam dapat diakibatkan oleh manajemen
peternakan yang tidak baik dan terjadinya wabah penyakit yang dapat
menurunkan produksi. Contoh praktik manajemen peternakan yang tidak baik
diantaranya pemilihan bibit ayam yang tidak berkualitas, tidak tersedianya pakan
yang baik, dan sistem perkandangan dan sanitasi yang buruk.
Wabah penyakit virus pada unggas merupakan faktor yang dapat
menyebabkan penurunan terhadap permintaan ayam dan menimbulkan kerugian
bagi peternak. Menurut Syahroni et al. (2005), dari sekian banyak penyakit virus unggas, penyakit Gumboro atau Infectious Bursal Disease(IBD) merupakan salah satu penyakit yang masih sulit diberantas. Penyakit IBD merupakan penyakit yang
bersifat imunosupresif karena penyakit ini menimbulkan gangguan atau kerusakan
pada organ pembentuk kekebalan terutama bursa Fabricius sehingga mengalami
penghambatan dalam membentuk zat kebal. Pada kasus penyakit IBD, kerusakan
yang terjadi kebanyakan pada limfosit B yang merupakan salah satu sel imun
(Indranata 2011).
Penanganan terhadap kejadian wabah penyakit pada unggas sampai saat
ini belum terpecahkan karena sulitnya dilakukan pengobatan dan kegagalan
vaksinasi. Penyebab kegagalan vaksinasi diduga disebabkan oleh virus yang
digunakan sebagai vaksin mempunyai perbedaan antigenik dengan virus lapangan
suatu peternakan telah rutin dilaksanakan vaksinasi namun wabah masih dapat
terjadi bilastrain virus vaksin yang digunakan tidak sesuai dengan strainvirus di lapangan (Wahyuwardaniet al.2011).
Menurut Sufiriyanto dan Indradji (2005), faktor manajemen yang dapat
dilakukan oleh peternak adalah mempersiapkan ayam agar mencapai tingkat
kekebalan optimal dengan pemberian vitamin atau obat-obatan tradisional (herbal medicine). Secara umum, di dalam tanaman obat (rimpang, daun, batang, akar, bunga, dan buah) terdapat senyawa aktif seperti alkaloid, fenolik, triterpenoid,
minyak atsiri, glikosida, dan sebagainya yang bersifat sebagai antiviral,
antibakteri serta imunomodulator yang berperan dalam sistem imun tubuh
(Zainudin 2006). Sistem imun dapat dipandang sebagai sistem adaptasi dimana
tubuh berupaya untuk mempertahankan homeostasis antara lingkungan internal
dan lingkungan eksternal tubuh (Sriningsih dan Wibowo 2006).
Tanaman obat seperti Temulawak, Sambiloto, Meniran, dan Temu Ireng
secara umum dapat dimanfaatkan sebagai feed supplement dan feed additive
dalam ransum ternak unggas. Bahan-bahan tanaman obat tersebut dapat berupa
sediaan dalam bentuk simplisia atau sediaan yang diminum (peroral). Secara
umum manfaat penggunaan tanaman obat bagi manusia maupun hewan adalah
untuk peningkatan daya tahan tubuh (imunostimulan), pencegahan dan
penyembuhan penyakit serta pemulihan kesehatan (Zainuddin 2006).
Secara biokimia aktivitas imunostimulan yang ditimbulkan oleh tanaman
obat seperti Temulawak diduga disebabkan oleh kandungan antioksidan yang
terdapat pada kurkumin yang berperan sebagai pemicu sistem imunitas (Wardani
2009). Bursa Fabricius merupakan organ limfoid primer pada unggas. Organ ini
berfungsi untuk menghasilkan imunitas pada unggas. Mengingat pentingnya
organ bursa Fabricius pada unggas maka perlu dilakukan pengamatan untuk
Tujuan
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh formulasi ekstrak 4
tanaman obat (Temulawak, Sambiloto, Temu Ireng, dan Meniran) terhadap
gambaran histopatologi bursa Fabricius ayam broiler.
Manfaat
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi ilmiah mengenai
formulasi 4 tanaman obat (Temulawak, Sambiloto, Temu Ireng, dan Meniran) asal
Indonesia terhadap sistem pertahanan tubuh khususnya gambaran histopatologi
TINJAUAN PUSTAKA
Temulawak
Temulawak (Curcuma xanthorriza Roxb.) merupakan jenis tumbuh-tumbuhan herba yang batang pohonnya berbentuk batang semu dan tingginya
dapat mencapai dua meter. Daunnya berbentuk lebar dan setiap helaian
dihubungkan dengan pelepah dan tangkai daun yang agak panjang (Mahendra
2005). Diantara tanaman obat yang berasal dari suku Zingiberaceae, simplisia
Temulawak merupakan bahan yang paling banyak digunakan di dalam negeri
untuk pabrik jamu dan obat tradisional. Penyebaran tanaman Temulawak di
Indonesia meliputi pulau Sumatera, Jawa, Maluku, Kalimantan, Sulawesi, Nusa
Tenggara, dan Bali. Selain digunakan di dalam negeri, simplisia ini juga diimpor
ke Singapura, Jerman, dan Taiwan (Syukur dan Hernani 2002).
Bagian tanaman yang berkhasiat adalah rimpang Temulawak. Bentuk
rimpang Temulawak bercabang-cabang, bagian luarnya berwarna kuning muda,
bagian dalam berwarna kuning (Gambar 1), berbau tajam dan rasanya pahit.
Menurut Afifah (2003), rimpang Temulawak mengandung zat kuning kurkumin,
minyak atsiri, pati, protein, lemak (fixed oil), selulosa, dan mineral. Komponen tersebut yang paling banyak kegunaannya adalah pati, kurkuminoid, dan minyak
atsiri. Pati Temulawak berwarna putih kekuningan karena mengandung
kurkuminoid; sedangkan minyak atsiri terdiri dari mirsen, p-toluil metil karbinol,
kurkumin, desmetoksi kurkumin, bidesmetil kurkumin, felandren, sabinen, sineol,
borneol, zingiberen, turmeron, atlanton, artumeron, ksantorizol, dan germakron.
Penelitian Wardani (2009) menunjukkan bahwa pemberian ekstrak etanol
Temulawak dapat menghambat terjadinya involusi dan atrofi folikel bursa
Fabricius sehingga bursa Fabricius dapat bertahan lebih lama dan berfungsi secara
optimal sebagai organ limfoid primer. Menurut Sufiriyanto dan Indradji (2007),
ekstrak Temulawak bersifat sebagai imunostimulan dan memiliki efek konstruktif
Taksonomi Temulawak menurut Rukmana (2006) adalah sebagai berikut;
kingdom : Plantae
divisi : Spermatophyta
sub divisi : Angiospermae
kelas : Monocotyledonae
ordo : Zingiberales
famili : Zingiberaceae
genus :Curcuma
spesies :Curcuma xanthorrizaRoxb.
Gambar 1 Rimpang Temulawak
Meniran
Meniran (Phyllanthus niruri L.) merupakan tanaman herba dengan tinggi mencapai 50 cm. Seluruh bagian tanaman dapat dimanfaatkan. Banyak tumbuh
liar pada tempat yang lembab dan berbatu. Daunnya tunggal, letaknya berseling,
bentuk bulat telur sampai bulat memanjang, bagian ujung tumpul atau runcing
(Gambar 2). Permukaan daun bagian bawah berbintik-bintik. Batang berwarna
hijau pucat untuk Phyllanthus niruri atau hijau kemerahan untuk Phyllanthus urinaria(Wijayakusuma dan Dalimartha 2005).
Kandungan zat aktif yang terdapat dalam tanaman adalah lignans phyllanthin dan hypophyllanthin sebagai kandungan utama. Nyrphylline (lignan),
phyllnirubin (neolignan), dan tanin seperti phyllanthusin D, amariin, amarulone
epibubbialine sebagai kandungan lain (Daniel 2006). Hariana (2007) menambahkan beberapa bahan kimia yang terkandung dalam Meniran diantaranya
saponin, flavonoid, filantin, hipofilantin, kalium, damar, dan tanin.
Taksonomi Meniran menurut Soenanto (2009) adalah sebagai berikut;
kingdom : Plantae
divisi : Spermatophyta
sub divisi : Magnoliophyta
kelas : Rosidae
ordo : Euphorbiales
famili : Euphorbiacea
genus :Phyllanthus
spesies :Phyllanthus niruriLinn.
Penelitian klinis ekstrak Meniran terhadap penderita TBC, menunjukkan
bahwa pemberian kombinasi antara obat anti tuberkulosis dan ekstrak Meniran
mampu menurunkan kadar interleukin-10 pada fase intensif. Efek
imunomodulator ekstrak Meniran disebabkan oleh kandungan senyawa golongan
flavonoid (Sriningsih dan Wibowo 2006). Uji preklinis membuktikan bahwa
herba Meniran berkhasiat meningkatkan kekebalan tubuh atau imunostimulator
(Mursito 2002).
Sambiloto
Sambiloto (Andrographis paniculata Nees) tergolong herba semusim, tumbuh tegak, tingginya sekitar 50 cm dan memiliki rasa yang sangat pahit.
Batang Sambiloto berpangkal bulat, berbentuk segi empat saat muda dan bulat
setelah tua. Daun Sambiloto tunggal, bertepi rata, dan berpangkal daun tajam dan
runcing (Mahendra 2005) (Gambar 3). Tanaman Sambiloto mudah berkembang
biak dan banyak terdapat dari dataran rendah sampai 700 m dpl (di atas
permukaan laut) dan banyak tersebar di Asia Tenggara, termasuk Indonesia.
Taksonomi Sambiloto menurut Prapanza dan Irianto (2003) adalah sebagai
berikut;
kingdom : Plantae
divisi : Angiospermae
kelas : Dicotyledonae
sub kelas : Gamopetalae
ordo : Personales
famili : Acanthaceae
sub famili : Acanthoidae
genus :Andrographis
spesies :Andrographis paniculataNees.
Gambar 3 Tanaman Sambiloto
Sambiloto memiliki rasa yang pahit. Herba ini mengandung laktone dan
deoxyandrographolide, andrographolide (zat pahit), neonandrographolide,
14-deoxy-11, 12-didehydroandrographolide, dan homoandrographolide. Flavonoid
diisolasi dari akar yaitu polymethoxyflavone, andrographin, panicolin,
mono-o-methylwithin, dan apigenin-7,4-dimethyl ether. Selain mengandung lakton dan
flavonoid, herba ini juga mengandung keton, aldehid, dan mineral seperti kalium,
natrium, kalsium, dan asam kersik (Wijayakusuma dan Dalimartha 2005).
Pada kasus kanker yang disertai dengan peradangan, herba Sambiloto
efektif untuk mengatasi infeksi dan merangsang fagositosis. Selain itu, juga
merusak trofosit dan trofoblas dan berperan pada kondensasi sitoplasma dari sel
tumor, serta menghancurkan inti sel (Wijayakusuma 2005). Sambiloto juga dapat
menurunkan kontraksi usus, menambah nafsu makan, menurunkan tekanan darah,
melindungi kerusakan hati dan jantung, dan memiliki aktifitas imunomodulator
(Setyawati 2009).
Temu Ireng
Temu Ireng (Curcuma aeruginosaRoxb.) merupakan semak dengan tinggi mencapai 1.5 m, berumbi batang serta berbatang semu yang terdiri atas pelepah
daun yang tegak dan membentuk rimpang dengan warna batang hijau. Daun
berbentuk bulat telur, tepi daun rata, ujung runcing, pangkal tumpul, pertulangan
menyirip, serta berwarna hijau dan memiliki garis-garis coklat membujur. Bunga
majemuk dan berwarna kuning, kelopak berbentuk silindris, dan pangkal daun
pelindung berwarna putih. Ciri utama rimpang Temu Ireng adalah bagian dalam
berwarna agak kebiruan, kulit luar berwarna kuning mengkilat, dan ujungnya
berwarna merah muda (Gambar 4). Bagian yang digunakan adalah rimpang
(Utami 2008).
Temu Ireng berkhasiat untuk menambah nafsu makan, menyembuhkan
kecacingan, mengatasi perut kembung, mempercepat masa nifas dan
penyembuhan luka, obat batuk, asma, kudis, encok, dan menaikkan kontraksi
uterus. Ekstrak Temu Ireng juga bersifat sebagai antibakteri dimana memiliki
Rimpang mengandung minyak atsiri, alkaloida, zat pahit, saponin, pati,
damar, dan lemak (Syukur dan Hernani 2002). Menurut Nugrahaningtyas et al.
(2005) Temu Ireng mengandung saponin, flavonoid, dan polifenol, dan minyak
atsiri.
Taksonomi Temu Ireng menurut Kurniawan (2011) adalah sebagai
berikut;
divisi : Spermatophyta
subdivisi : Angiospermae
kelas : Monocotyledonae
ordo : Zingiberales
famili : Zingiberaceae
genus :Curcuma
spesies :Curcuma aeruginosaRoxb.
Gambar 4 Rimpang Temu Ireng
Ayam Broiler
Ayam pedaging atau yang disebut juga ayam broiler adalah ayam hasil
budidaya teknologi peternakan yang memiliki karakteristik ekonomi, dengan ciri
khas sebagai penghasil daging (Gambar 5). Pertumbuhannya cepat dengan
konversi pakan yang irit, dan siap dipotong pada usia yang relatif muda, yaitu
hanya 5-6 minggu sudah bisa dipanen, dengan berat badan antara 1.2-1.9 kg/ekor.
Ayam pedaging yang baik yaitu ayam yang sehat berbulu baik, perbandingan
antara tulang dan daging seimbang (proporsional). Jenis ayam broiler merupakan
produktivitas tinggi, terutama dalam memproduksi daging ayam. Ayam broiler
baru populer di Indonesia sejak tahun 1980-an, dan saat ini telah dikembangkan
dengan sangat pesat di hampir setiap negara termasuk di Indonesia (Mulyantini
2011).
Taksonomi ayam menurut Mulyantini (2011) adalah sebagai berikut;
kingdom : Animalia
filum : Chordata
subfilum : Vertebrata
kelas : Aves
subkelas : Neornithes
ordo : Galliformes
genus :Gallus
spesies :Gallus domesticus
Gambar 5 Ayam broiler
Imunomodulator
Imunomodulator adalah bahan (obat) yang dapat mengembalikan
ketidakseimbangan sistem imun. Cara kerja imunomodulator meliputi
mengembalikan fungsi sistem imun yang terganggu (imunrestorasi), memperbaiki
fungsi sistem imun (imunostimulasi) dan menekan respons imun (imunosupresi).
Imunomodulator digunakan terutama pada penyakit imunodefisiensi, infeksi
kronis dan kanker. Dalam ilmu kedokteran, imunitas pada mulanya berarti
respons imunologik. Selain membentuk resistensi terhadap suatu infeksi, respons
imun juga dapat mengakibatkan terjadinya berbagai penyakit seperti penyakit
autoimun. Pada saat ini arti respons imun sudah lebih luas, yang pada dasarnya
mencakup pengobatan maupun pencegahan suatu penyakit yang disebabkan oleh
pengaruh faktor dari luar tubuh atau zat asing (Chairul 2011).
Aktivitas sistem imun dapat menurun karena berbagai faktor, diantaranya
karena usia atau penyakit. Adanya senyawa-senyawa kimia yang dapat
meningkatkan aktivitas sistem imun sangat membantu untuk mengatasi penurunan
sistem imun dan senyawa-senyawa tersebut dapat diperoleh dari
tumbuh-tumbuhan. Saat ini terdapat beberapa jenis tumbuhan yang dideteksi berkhasiat
sebagai imunomodulator, antara lain: Andrographis paniculata N., Curcuma xanthorriza,Phyllanthus niruriL.(Chairul 2011; Sriningsih dan Wibowo 2006).
Imunomodulator dapat meningkatkan fungsi kekebalan tubuh alamiah,
sehingga besar kemungkinan unggas dapat terhindar dari beberapa penyakit
sepertiNewcastle Diseasesatau tetelo, flu burung, dan Mareks. Adanya kekebalan tubuh yang tinggi dapat meningkatkan produktivitas dan memacu pertumbuhan
ternak. Cara kerja dari imunomodulator yang pertama dengan meningkatkan
proses pematangan sel-sel yang berperan dalam respons imun. Kedua,
meningkatkan proses proliferasi sel, sehingga jumlah antigen yang dapat diproses
meningkat lebih banyak dan titer antibodi yang dihasilkan menjadi lebih tinggi.
Ketiga, mengaktifkan komplemen sehingga eliminasi antigen dalam sel menjadi
lebih efektif (Mulyantini 2010).
Bursa Fabricius
Bursa Fabricius adalah organ imun yang berperan dalam kekebalan
unggas. Bursa Fabricius pada ayam memiliki bentuk bulat dan letaknya berada
diantara kloaka dan sacrum. Bursa terdiri dari sel limfoid yang terbalut dalam
jaringan epitelial yang diduga berasal dari endodermal pada masa embrional.
Bursa mencapai ukuran maksimum pada usia 8-10 minggu dan kemudian mulai
mengalami involusi. Pada usia 6-7 bulan hampir seluruh bagian bursa mengalami
Bursa dikelilingi oleh lapisan otot polos yang tebal berbentuk seperti organ
berongga. Beberapa peneliti mempelajari bahwa mantel otot dan kontraktilitas
tidak dipertimbangkan dalam fungsi bursa. Setiap folikel tersusun atas dua lapisan
yang dipisahkan oleh stuktur yang terdiri dari arteri, vena, dan jaringan ikat
sehingga folikel berhubungan dengan aliran darah dan aliran limfatik didalam
lumen bursa. Pada daerah ventral dari lumen bursa terbentuk jaringan limfoid
(Davidsonet al.2008).
Perkembangan bursa secara anatomi dan fisiologi dapat dipengaruhi oleh
lingkungan seperti stres, higiene yang buruk, vaksinasi, dan keadaan patologi
akibat penyakit. Bobot organ limfoid seperti bursa Fabricius dapat diukur dan
mencerminkan kemampuan tubuh untuk menghasilkan sel-sel limfoid pada reaksi
tanggap kebal (Tabeekh dan Mayah 2009).
Bursa Fabricius berfungsi untuk menghasilkan limfosit-B dan
menyalurkannya ke germinal centre pada penyimpanan limfoid. Organ ini merupakan organ limfoid primer yang menghasilkan immunoglobulin pada ayam
METODOLOGI
Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian dilaksanakan pada bulan Februari 2011 sampai Desember 2011.
Kegiatan pemeliharaan dan perlakuan hewan coba bertempat di Fasilitas Kandang
Hewan Percobaan Fakultas Kedokteran Hewan IPB. Pembuatan dan pengamatan
sediaan histopatologi dilakukan di Bagian Patologi, Departemen Klinik
Reproduksi dan Patologi (KRP), Fakultas Kedokteran Hewan IPB.
Bahan dan Alat
Bahan yang digunakan dalam penelitian adalah ayam broiler strain Coob
sebanyak 25 ekor yang dibagi kedalam 5 kelompok perlakuan, vaksin ND live
(Lasota ), CAPRIVAC IBD-Inter® live vaccine, AI killed vaccine Medivac®, Larutan fiksatif Buffer Neutral Formalin (BNF) 10%, etanol dengan konsentrasi 70%, 80%, 90%, 96%, etanol absolut, xylene, parafin, pewarna jaringan
Hematoksilin Eosin, aquades, kebutuhan harian ayam seperti air minum, pakan
(Sinta®), sekam sebagai alas kandang, formulasi 4 tanaman obat Indonesia : F1:
Temulawak, Meniran, Sambiloto, dan Temu Ireng; F2: Temulawak, Meniran, dan
Temu Ireng; F3: Temulawak dan Temu Ireng; F4: Meniran dan Sambiloto.
Peralatan yang digunakan pada penelitian ini adalah alat pemeliharaan dan
perlakuan ayam seperti 5 petak kandang, timbangan untuk mengukur bobot badan,
tempat pakan dan air minum, lampu, spuit dengan jarum untuk vaksinasi, spuit1 ml tanpa jarum untuk mencekok ekstrak, alat nekropsi seperti scalpel, gunting, pinset, wadah atau botol plastik untuk fiksasi jaringan, alat untuk pembuatan
Metode Penelitian
Persiapan Kandang Penelitian
Kandang ayam dibuat menurut sistem lantai (floor) atau litter dengan panjang 110 cm, lebar 40 cm dan tinggi 45 cm. Dinding dan lantai ruangan
percobaan diberi kapur dengan kapur tembok berwarna putih, didesinfeksi dengan
desinfektan kelompok fenol sintetik dan difumigasi dengan gas formalin 5% v/v
sehari sebelum ayam percobaan dimasukkan.
Penyediaan Ekstrak
Pembuatan ekstrak dan formulasi tanaman obat dilakukan di Pusat Studi
Biofarmaka Institut Pertanian Bogor. Ekstraksi tanaman Temulawak, Sambiloto,
dan Temu Ireng menggunakan pelarut etanol dan Meniran menggunakan pelarut
air.
Pencekokan Ekstrak
Penyajian ekstrak untuk tiap kelompok perlakuan dilakukan dengan
melarutkan ekstrak yang sudah jadi menggunakan aquades. Dosis yang ditentukan
dibagi dengan hasil rataan bobot badan ayam masing-masing kelompok sehingga
untuk ayam pada tiap kelompok perlakuan dipakai dosis yang seragam.
Tiap kelompok ayam dicekok dengan masing-masing formulasi tanaman
obat menggunakan spuit tanpa jarum yang dimasukkan ke mulut ayam dan disemprot langsung ke tembolok. Aturan pencekokan adalah satu kali setiap hari
pada pukul 16.00 selama 28 hari sebanyak 1 ml.
Perlakuan Penelitian
Penelitian ini menggunakan broiler strain Coob yang berumur 1 hari dengan bobot badan yang seragam. Sebelum perlakuan dimulai, diadakan masa
adaptasi selama 4 hari untuk mengembalikan kondisi ayam dari stres karena
pemindahan dan transportasi. Sebelum dibagi dalam kelompok perlakuan,
dilakukan penimbangan terhadap ayam pada tiap kelompok perlakuan untuk
obat dapat dihitung. Sebanyak 25 ekor ayam dibagi ke dalam 5 kelompok
perlakuan seperti disajikan pada Tabel 1 di bawah ini :
Tabel 1 Kelompok perlakuan
Perlakuan Keterangan
Kontrol 5 ekor ayam divaksin menggunakan vaksin ND live
(Lasota ), CAPRIVAC IBD-Inter® live vaccine, AI killed vaccineMedivac®, dan diberi aquades sebanyak 1 ml.
F1 5 ekor ayam divaksin menggunakan vaksin ND live
(Lasota ), CAPRIVAC IBD-Inter® live vaccine, AI killed vaccine Medivac®, dan diberi formula Temulawak, Meniran, Sambiloto, dan Temu Ireng sebanyak 1 ml.
F2 5 ekor ayam divaksin menggunakan vaksin ND live
(Lasota ), CAPRIVAC IBD-Inter® live vaccine, AI killed vaccine Medivac®, dan diberi formula Temulawak, Meniran, dan Temu Ireng sebanyak 1 ml.
F3 5 ekor ayam divaksin menggunakan vaksin ND live
(Lasota ), CAPRIVAC IBD-Inter® live vaccine, AI killed vaccine Medivac®, dan diberi formula Temulawak dan Temu Ireng sebanyak 1 ml.
F4 5 ekor ayam divaksin menggunakan vaksin ND live
Skema perlakuan ditunjukkan pada Gambar 6 berikut :
Gambar 6 Skema perlakuan pemberian vaksin dan pemberian formula ekstrak 4 tanaman obat.
Nekropsi dan Pengambilan Sampel Organ
Semua ayam dinekropsi pada akhir penelitian untuk mengambil bursa
Fabricius yang terletak di dorsal kloaka. Bursa Fabricius diambil dan dimasukkan
ke dalam wadah/botol plastik yang berisi larutan fiksatif Buffer Neutral Formalin
(BNF) 10% untuk disimpan selama kurang lebih 48 jam dan setelah itu diproses
untuk pembuatan sediaan histopatologi.
Pembuatan Sediaan Histopatologi
Potongan bursa dengan ketebalan kurang lebih 3 mm, dimasukkan ke
dalam tissue cassete untuk dilakukan tindakan dehidrasi dengan merendam sediaan tersebut secara berurutan ke dalam etanol 70%, 80%, 90%, 96%, etanol
absolut I, etanol absolut II selama 2 jam, xylene I, xylene II, xylene III, xylene IV
selama 40 menit, parafin I, parafin II, parafin III, dan parafin IV selama 30 menit.
Proses perendaman dilakukan secara otomatis dalamautomatic tissue processor
Sakura Tek®.
Jaringan terhidrasi dimasukkan ke dalam cetakan dan diisi parafin cair.
Letak jaringan diatur agar tetap berada di tengah blok parafin. Setelah mulai
membeku, parafin ditambahkan kembali hingga alat pencetak penuh dan dibiarkan
sampai mengeras.
Jaringan dipotong dengan mikrotom dengan ketebalan 5 µm. Hasil
pemotongan. Sediaan diangkat dari permukaan air dengan object glasskemudian dikeringkan dalam inkubator 60ºC. Deparafinasi dilakukan dengan cara
memasukkan sediaan ke dalam xylene sebanyak dua kali selama 2 menit. Proses
dilanjutkan dengan rehidrasi jaringan, dimulai dari pencelupan jaringan ke dalam
etanol absolut, sampai ke etanol 80% secara berurutan selama 2 menit, dicuci
dengan air mengalir dan dikeringkan.
Pewarnaan sediaan dilakukan dengan menggunakan pewarna Mayer s
Hematoksilin selama 3 menit, dibilas dengan air mengalir, dicuci dengan Lithium
Karbonat selama 10 detik, dan dibilas dengan air mengalir lagi. Selanjutnya
jaringan dicelupkan ke dalam pewarna Eosin selama 4 menit. Sediaan dicuci
dengan celupan etanol 90% sebanyak 10 kali celupan, etanol absolut I 10 kali
celupan, etanol absolut II selama 2 menit, xylene I selama 2 menit, xylene II
selama 2 menit. Langkah berikutnya dilanjutkan dengan menutup sediaan
menggunakan cover glass yang ditetesi perekat PermountTM. Sediaan yang telah jadi diamati menggunakan mikroskop untuk melihat gambaran histopatologinya..
Pengamatan Histopatologi
Pengamatan histopatologi dilakukan dengan mikroskop cahaya dan
software MacBiophotonicImageJ®. Masing-masing bursa Fabricius difoto pada 2 plika menggunakan eye piece camera di bawah mikroskop cahaya dengan perbesaran 40× untuk melihat luasan plika serta luasan folikel dalam plika.
Luasan plika dan luasan folikel dalam plika dihitung dengan komputer
menggunakansoftware MacBiophotonicImageJ® (mbf_imageJ).
Pengukuran persentase rasio total luasan folikel terhadap luasan plika.
Pada tiap preparat diambil sampel dua plika, kemudian tiap plika dihitung
luasannya menggunakan software mbf_imageJ. Tiap folikel dari masing-masing
plika juga dihitung luasannya kemudian dijumlahkan. Persentase rasio total luasan
folikel terhadap luasan plika dicari dengan rumus :
P = × 100%
Pengolahan Data
Data yang disajikan berupa data deskriptif untuk perubahan umum pada
folikel serta data kuantitatif untuk total luasan folikel dengan menghitung luasan
plika dan luasan folikel dalam plika. Data kuantitatif dianalisis menggunakan
program SPSS 16 OneWay ANOVA dan dilanjutkan dengan uji Duncan
homogenitas untuk melihat perbedaan yang nyata (p<0.05) antara kelompok
HASIL DAN PEMBAHASAN
Gambaran Histopatologi Bursa Fabricius
Hasil pengamatan histopatologi bursa Fabricius yang diberi formula
ekstrak tanaman obat memperlihatkan beberapa perubahan umum seperti adanya
perubahan ringan berupa deplesi folikel limfoid dan pembentukan kista. Deplesi
yang ringan hampir ditemukan pada setiap kelompok perlakuan. Pada kelompok
kontrol yang tidak diberi perlakuan, relatif sedikit kista yang terbentuk dan deplesi
tidak terlalu banyak. Jika dibandingkan dengan kelompok kontrol, kelompok F1
yang diberi formula ekstrak tanaman Temulawak, Sambiloto, Meniran, dan Temu
Ireng mengalami deplesi folikel limfoid dan kista yang relatif sedikit lebih
banyak.
Perubahan umum berupa kista dan deplesi folikel yang ditemukan pada
gambaran histopatologi seluruh kelompok perlakuan diduga diakibatkan oleh
pemberian vaksin selama pemeliharaan ayam. Menurut Wahyuwardani et al.
(2011) vaksinasi dapat menyebabkan perubahan histopatologi pada organ bursa
Fabricius, namun penyembuhan dapat lebih cepat terjadi. Kista merupakan suatu
daerah yang kosong pada sel. Kista terbentuk akibat deplesi folikel limfoid yang
terjadi secara terus menerus. Deplesi pada bursa Fabricius terjadi akibat nekrosa
sel-sel limfoid sehingga jumlahnya berkurang dan ditunjukkan dengan
kerenggangan sel-sel limfoid dalam tiap folikel, kemudian folikel limfoid akan
menjadi mengkerut sehingga ukurannya menjadi lebih kecil dibandingkan dengan
folikel limfoid normal. Tingkat keparahan deplesi dipengaruhi oleh jumlah sel
yang mengalami nekrosa (Wardani 2009).
Perubahan yang sama juga ditemukan pada kelompok F2 yang diberi
formula ekstrak tanaman Temulawak, Meniran, dan Temu Ireng, namun kista
yang terbentuk relatif lebih sedikit dibandingkan F1. Pembentukan kista dan
deplesi folikel limfoid pada kelompok F2 sedikit lebih banyak jika dibandingkan
dengan kelompok kontrol. Pada F3 dan F4, sangat sedikit terbentuk kista dan
deplesi folikel juga sedikit ditemukan dan tidak berbeda jauh dengan gambaran
bursa Fabricius pada kelompok kontrol. Hal ini menunjukkan bahwa pemberian
ekstrak Sambiloto dan Meniran memberikan hasil yang bagus terhadap gambaran
histopatologi bursa Fabricius. Aktifitas ini mungkin disebabkan dari kandungan
masing-masing herbal yang dapat bersifat sebagai imunomodulator. Perubahan
pada setiap kelompok perlakuan dapat dilihat pada Gambar 7 berikut:
Bursa Fabricius merupakan organ limfoid primer pada unggas yang
menjadi tempat perkembangan sel-sel limfosit. Sel limfosit berdiferensiasi dari
bentuk semula sebagai lymfoid stem cells yang kemudian berproliferasi dan matang menjadi sel limfosit yang fungsional. Pada unggas, lymfoid stem cells
selanjutnya berdiferensiasi menjadi limfosit T pada organ timus dan menjadi
limfosit B pada organ bursa Fabricius. Sel limfosit pada bursa Fabricius akan
berkembang dalam suatu folikel limfoid yang berbentuk seperti kancing bulat
(button). Semakin banyak sel limfosit yang berkembang dan matang maka folikel limfoid tersebut akan padat penuh berisi sel limfosit (Murtiniet al. 2006).
Formula Temulawak dan Temu Ireng memperlihatkan pengaruh yang
hampir sama dengan formula Meniran dan Sambiloto. Hal ini dapat disebabkan
oleh kandungan dari kurkumin yang terkandung dalam Temulawak, kandungan
Andrographolide dalam Sambiloto, dan kandungan flavonoid dalam Meniran dan Temu Ireng. Kurkumin selain dapat menghambat replikasi virus, berfungsi
sebagai imunostimulator fagositosis dan meningkatkan kemampuan limfosit
(Sufiriyanto dan Indradji 2007). Menurut Jarukamjorn dan Nemoto (2008),
kandungan Andrographolide dalam sambiloto dapat mengganggu jalur pemindahan materi genetik virus dan bakteri sehingga efektif untuk melawan agen
infeksi. Flavonoid yang terkandung dalam Meniran dan Temu Ireng merupakan
komponen yang bersifat imunomodulator yang mampu meningkatkan sistem
kekebalan tubuh hingga mampu menangkal serangan virus, bakteri atau mikroba
lainnya (Suhirman dan Winarti 2007). Selain itu, pemberian ekstrak benalu teh
yang mengandung flavonoid mampu meningkatkan jumlah folikel limfoid aktif
Rasio Total Luasan Folikel terhadap Luasan Plika Bursa Fabricius
Hasil analisis statistik terhadap rasio total luasan folikel terhadap luasan
plika bursa Fabricius yang diberi formula ekstrak tanaman obat yaitu Temulawak,
Sambiloto, Meniran, dan Temu Ireng dapat dilihat dari Tabel 2.
Tabel 2 Rasio total luasan folikel terhadap luasan plika
Perlakuan Rasio total luasan folikel terhadap luasan plika
Persentase (%)
Kontrol 0.4141 ± 0.0752a 41,4
F1 0.3544 ± 0.0538a 35,4
F2 0.3552 ± 0.0580a 35,5
F3 0.4235 ± 0.0949a 42,3
F4 0.5551 ± 0.1154b 55,5
Keterangan: Huruf superskript yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan perbedaan yang nyata (P<0,05). F1 = Temulawak, Temu Ireng, Sambiloto, dan Meniran; F2 = Temulawak, Temu Ireng, dan Meniran; F3 = Temulawak dan Temu Ireng; F4 = Meniran dan Sambiloto; K = kontrol negatif.
Dari semua kelompok perlakuan, kelompok yang mempunyai rasio total
luasan folikel terhadap luasan plika tertinggi adalah kelompok F4, yaitu kelompok
yang diberi formula ekstrak Sambiloto dan Meniran. Hasil kelompok F3 yang
diberi formula Temulawak ditambah Temu Ireng berada pada urutan kedua diikuti
kontrol, F2 dan F1. Secara analisis statistik, kelompok F4 berbeda nyata dengan
kelompok kontrol dan kelompok lain dan memperlihatkan tingkat rasio total
luasan folikel terhadap luasan plika tertinggi. Sedangkan kelompok F1, F2, dan F3
tidak berbeda nyata dengan kelompok kontrol.
Hasil yang berbeda nyata pada kelompok perlakuan F4 yang diberi
formula Meniran dan Sambiloto diduga mengalami proliferasi limfosit yang
diakibatkan oleh potensi Meniran dan Sambiloto sebagai imunomodulator yang
memiliki kandungan senyawa flavonoid. Menurut Mulyantini (2010),
imunomodulator bekerja dengan cara meningkatkan proses pematangan sel yang
jumlah antigen yang dapat dieliminasi lebih banyak dan titer antibodi yang
dihasilkan lebih tinggi.
Untuk menimbulkan respons imun, sel B dan sel T harus saling
berinteraksi satu dengan lainnya. Secara umum, sel B yang mengenali dan
mengikat antigen yang spesifik memerlukan kerjasama dengan sel T-penolong
(Th). Kandungan flavonoid dalam Meniran dan Sambiloto diduga dapat
meningkatkan ekspresi interleukin-2 serta meningkatkan produksi faktor
pertumbuhan dan diferensiasi (growth and differentiation factor) untuk sel B. Interleukin-2 dapat meningkatkan pertumbuhan sel yang memiliki ekspresi
interleukin-2 termasuk Th dan Tc. Sel Th berperan penting dalam proliferasi sel B
untuk menjadi sel plasma yang memproduksi antibodi. Untuk aktifasi lengkap
dari sel B masih diperlukan signal dari Th berupa B Cell Growth Factor (BCGF) danB Cell Differentiating Factor(BCDF). BCGF akan merangsang proliferasi sel B dan BCDF merangsang diferensiasi menjadi sel plasma dan membentuk
antibodi (Radji 2010). Menurut Haskito (2011), ekstrak daun srikaya yang
mengandung flavonoid dapat bekerja sebagai imunostimulan dengan cara
meningkatkan pertambahan jumlah limfosit B. Penelitian Ziaran et al. (2005) menyebutkan bahwa pemberian flavonoid pada mencit menyebabkan augmentasi
dari IL-1, IL-2, IL-4, dan CD+4/CD+8yang dapat meningkatkan produksi antibodi.
Flavonoid juga dapat berfungsi sebagai antioksidan dengan cara
menghambat terbentuknya radikal bebas, menghambat peroksidasi lemak dan
mengubah struktur membran sel. Aktivitas antioksidan yang dimiliki oleh
sebagian besar flavonoid disebabkan adanya gugus hidroksi fenolik dalam
struktur molekulnya juga melalui daya tangkap terhadap radikal bebas (Junieva
2006). Sifat antioksidan dalam flavonoid diduga dapat melindungi jaringan
terhadap radikal bebas yang terlibat dalam beberapa kondisi patologis seperti
TEMU IRENG) TERHADAP GAMBARAN HISTOPATOLOGI
BURSA FABRICIUS AYAM BROILER
OLIVIA MIAN ARTHANIKA
FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
DAFTAR PUSTAKA
Afifah E, Tim Lentera. 2003. Khasiat dan Manfaat Temulawak: Rimpang Penyembuh Aneka Penyakit. Jakarta: Agromedia Pustaka.
Chairul P. 2011. Uji efektivitas imunomodulator tiga jenis zingiberaceae secara
in-vitromelalui pengukuran aktivitas sel makrofag dan kapasitas fagositosis [artikel]. Cibinong: Bidang Botani, Puslit Biologi LIPI.
Daniel M. 2006. Medicinal Plants: Chemistry and Properties. USA: Sience Publishers.
Davidson F, Kaspers B, Schat KA. 2008.Avian Immunology. UK: Elsevier Ltd.
Haskito A. 2011. Efek pemberian ekstrak daun Srikaya (Annona squamosa L.) terhadap gambaran histopatologi bursa Fabricius dan limpa ayam pedaging yang diinfeksi virus Infectious Bursal Disease [artikel]. Surabaya: Universitas Airlangga.
Hariana HA. 2007. Tumbuhan Obat dan Khasiatnya Seri 2. Jakarta: Penebar Swadaya.
Indranata FD. 2011. Ekspresi cytochrom yang menginduksi apoptosis melalui jalur intrinsik pada sel bursa Fabricius yang diinfeksi virus Gumboro virulen [artikel]. Surabaya: Universitas Airlangga.
Jarukamjorn K, Nemoto N. 2008. Pharmacological aspects of Andrographis paniculataon health and its major diterpenoid constituent andrographolide.
Journal of Health Science54(4): 370-381.
Junieva PN. 2006. Pengaruh pemberian ekstrak Meniran (Phyllanthus sp.) terhadap gambaran mikroskopik paru tikus wistar yang diinduksi karbon tetraklorida [skripsi]. Semarang: Fakultas Kedokteran, Universitas Diponegoro.
Kurniawan A. 2011. Aktivitas antioksidan dan potensi hayati dari kombinasi ekstrak empat jenis tanaman obat Indonesia [skripsi]. Bogor: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor.
Mahendra B. 2005.13 Jenis Tanaman Obat Ampuh. Jakarta: Penebar Swadaya.
Mahya IA. 2008. Sistem pendukung keputusan untuk menentukan kualitas produksi ayam petelur [skripsi]. Malang: Fakultas Sains dan Teknologi, Universitas Islam Negeri Malang.
Mulyantini NGA. 2010. Ilmu Manajemen Ternak Unggas. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.
Mursito B. 2002. Ramuan Tradisonal untuk Gangguan Ginjal. Jakarta: Penebar Swadaya.
Murtini S, Murwani R, Satrija F, Handaryani E. 2006. Efek imunomodulasi ekstrak Benalu Teh (Scurrula oortiana) pada telur ayam berembrio. JITV
11(3): 191-197.
Nugrahaningtyas KD, Matsjeh S, Wahyuni TD. 2005. Isolasi dan identifikasi senyawa flavonoid dalam rimpang Temu Ireng (Curcuma aeruginosa
Roxb.). Biofarmasi3 (1): 32-38.
Prapanza I, Irianto LA. 2003. Khasiat dan Manfaat Sambiloto. Jakarta: Agromedia Pustaka.
Philip K, Malek S, Sani W, Shin S, Kumar S, Lai H, Serm L, Rahman S. 2009. Antimicrobial activity of some medicinal plants from Malaysia. American Journal of Applied Sciences6(8): 1613-1617.
Radji M. 2010.Imunologi dan Virologi. Jakarta: Penerbit ISFI.
Rasban W. 2006. Macbiophotonic microscopy [terhubung berkala]. http://www. macbiophotonic.ca/imagej. [11 Juli 2011].
Rukmana R. 2006.Temulawak Tanaman Rempah dan Obat. Yogyakarta: Penerbit Kanisius
Setyawati I. 2009. Morfologi fetus mencit (Mus musculus L.) setelah pemberian ekstrak daun Sambiloto (Andrographis paniculata Nees.). Jurnal Biologi XIII(2): 41 44.
Sharma P, Parmar J, Verma P,Goyal P. 2009. Anti-tumor activity of Phyllanthus niruri(a medicinal plant) on chemical-induced skin carcinogenesis in mice.
Asian Pacific Journal of Cancer Prevention10: 1089-1094.
Soenanto H. 2009. 100 Resep Sembuhkan Hipertensi, Asam Urat, dan Obesitas. Jakarta: Gramedia.
Sufiriyanto, Indradji M. 2005. Aktivitas pemberian ekstrak Temulawak (Curcumae xanthoriza) dan Kunyit (Curcumae domestica) sebagai immunostimulator flu burung pada ayam niaga pedaging. Animal Production9: 178 183.
Suhirman S, Winarti C. 2007. Prospek dan fungsi tanaman obat sebagai imunomodulator. Perkembangan Teknologi Tanaman Rempah dan Obat
19(2).
Syahroni B, Handharyani B, Soejoedono RD, Jusa ER. 2005. Kajian morfopatologi dan immunologi pada ayam Specific Pathogen Free (SPF) setelah divaksinasi dengan vaksin Gumboro aktif Strain Intermediate. Buletin Pengujian Mutu Obat Hewan XI.
Syukur C, Hernani. 2002. Budidaya Tanaman Obat Komersial. Jakarta: Penebar Swadaya.
Tabeekh MAS, Mayah AAS. 2009. Morphological investigation of Bursa of Fabricius of imported broilers and local chicks vaccinated with two types of IBD vaccines.Iraqi Journal of Veterinary Sciences23 : 201 206.
Utami P. 2008.Buku Pintar Tanaman Obat. Jakarta: Agromedia Pustaka.
Wahyuwardani S, Agungpriyono DR, Parede L, Manalu W. 2011. Penyakit Gumboro : etiologi, epidemiologi, patologi, diagnosis, dan pengendaliannya.Wartazoa21 (3).
Wardani AAK. 2009. Pengaruh pemberian ekstrak etanol Temulawak (Curcuma xanthorriza Roxb.) terhadap gambaran histopatologi bursa Fabricius ayam petelur [skripsi]. Bogor: Fakultas Kedokteran Hewan, Institut Pertanian Bogor.
Wijayakusuma H, Dalimantha S. 2005. Ramuan Tradisional untuk Pengobatan Darah Tinggi.Jakarta: Penebar Swadaya.
Wijayakususma H. 2005. Atasi Kanker dengan Tanaman Obat. Jakarta: Puspa Swara.
Zainuddin D. 2006. Tanaman obat meningkatkan efisiensi pakan dan kesehatan
ternak unggas [terhubung berkala].
http://www.peternakan.litbang.deptan.go.id. [2 Juni 2012].
Lampiran 2 Hasil analisis ANOVA total luasan folikel terhadap luasan plika
luasan
Sum of Squares df
Mean
Square F Sig.
Between
Groups .134 4 .034 4.887 .007
Within Groups .137 20 .007
Total .271 24
Lampiran 3 hasil uji lanjut Duncan rasio total luasan folikel terhadap luasan plika
perlakuan N
Subset for alpha = 0.05
1 2
Duncana F1 5 .354429
F2 5 .355217
kontrol(-) 5 .414155
F3 5 .423544
F4 5 .555149
Sig. .240 1.000
Means for groups in homogeneous subsets are displayed.
Descriptives
Perlakuan
N Mean Std. Deviation Std. Error
95% Confidence Interval for Mean
Minimum Maximum Lower Bound Upper Bound
F1 5 .354429 .0538536 .0240841 .287561 .421297 .2767 .4207
F2 5 .355217 .0580377 .0259553 .283154 .427280 .2733 .4108
F3 5 .423544 .0949597 .0424673 .305636 .541452 .3544 .5884 F4 5 .555149 .1154845 .0516462 .411756 .698541 .3790 .6604
TEMU IRENG) TERHADAP GAMBARAN HISTOPATOLOGI
BURSA FABRICIUS AYAM BROILER
OLIVIA MIAN ARTHANIKA
FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
Saya menyatakan bahwa skripsi Pengaruh Pemberian Formula Ekstrak 4 Tanaman Obat (Temulawak, Sambiloto, Meniran, Temu Ireng) terhadap Gambaran Histopatologi Bursa Fabricius Ayam Broiler adalah karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Bogor, September 2012
✁✂✄✂☎✆ ✂☎✝✞ ✟✠✡ ☎ ✝✂☛☎
Formula (☞ ✌✍ ✎✌✏✑ ✒✑✓✔✕ ✖✍✍ ✗✘✑ Roxb., ✙✓✚✍ ✖✛✍✑ ✜✕✗✢ ✜✑✓✗✎✌✣✑✔✑ Nees., ✤✕✥✣✣✑✓✔✕✌✢ ✓ ✗✍ ✌✍ ✗ Linn., ☞✌✍ ✎✌✏✑ ✑✦✍ ✌✛ ✗✓✖✢ ✑ Roxb.) on histopathology of
chicken bursa of Fabricius. Under direction of BAMBANG PONTJO
PRIOSOERYANTOandMAWAR SUBANGKIT.
The objective of this research is to elaborate the effects of four medicinal plants extract formulas on histopatological lesions of chicken bursa of Fabricius by examine the general lesions and measuring the area of plicae and the area of lymphoid follicles. Twenty five heads of day old chick s were divided into five groups treatments, there were combination of (1) F1:
☞ ✌✍ ✎✌✏✑ ✒✑✓✔✕✖✍ ✍ ✗✘✑ Roxb✧★ ✙✓✚✍ ✖✛✍ ✑✜ ✕ ✗✢ ✜✑✓✗✎✌✣✑✔✑ Nees., ✤✕✥✣✣✑✓✔✕✌✢ ✓✗✍ ✌✍ ✗ Linn. and ☞ ✌✍ ✎✌✏✑ ✑✦✍ ✌✛ ✗✓✖✢✑ Roxb✧ extract; (2) F2: ☞ ✌✍ ✎✌✏✑ ✒✑ ✓✔✕ ✖✍✍ ✗✘✑ Roxb., ✤✕✥✣✣✑✓✔✕✌✢ ✓ ✗✍ ✌✍ ✗ Linn., and ☞ ✌✍ ✎✌✏✑ ✑✦✍ ✌ ✛✗✓✖✢ ✑ Roxb.
extract; (3) F3: ☞ ✌✍ ✎✌✏✑ ✒✑ ✓✔✕ ✖✍ ✍ ✗✘✑ Roxb. and ☞ ✌✍ ✎✌✏✑ ✑✦✍ ✌ ✛✗✓ ✖✢ ✑ Roxb
extract; (4) F4: ✤✕✥✣✣✑ ✓✔✕ ✌✢ ✓✗✍ ✌✍ ✗ Linn. and ✙✓✚ ✍ ✖✛✍✑ ✜✕✗✢ ✜✑✓✗✎✌✣✑✔✑ Nees.
extract; and (5) untreated as control. The chikens were treated for 4 weeks. Result showed that there were general lesions in all treatment groups. Mild formation of cysts and deplesion of follicles were detected. Total area of follicles was increased in F3 and F4 group compared to the control groups, while the F4 group was the highest (P<0.05) in total area of follicles compared to other treated groups. We concluded that all formulas of the medicinal plants were not make histopatological lesions to chicken bursa of fabricius and the F4 group is the best formulation to increased the total area of follicles.
Keywords: medicinal plant, ☞✌✍ ✎✌✏✑ ✒✑✓✔✕ ✖✍✍ ✗✘✑ Roxb., ✙ ✓✚ ✍ ✖ ✛✍ ✑✜ ✕ ✗✢ ✜ ✑ ✓ ✗✎✌✣✑✔✑★ ☞✌✍ ✎✌✏✑ ✑✦✍ ✌ ✛✗✓ ✖✢ ✑ Roxb.★ ✤✕✥✣✣✑ ✓✔✕✌✢ ✓✗✍ ✌✍ ✗ Linn.,
Tanaman Obat (Temulawak, Sambiloto, Meniran, Temu Ireng) terhadap Gambaran Histopatologi Bursa Fabricius Ayam Broiler. Dibimbing oleh
BAMBANG PONTJO PRIOSOERYANTOdanMAWAR SUBANGKIT.
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk melihat pengaruh pemberian formula ekstrak 4 tanaman obat yaitu Temulawak (✩ ✪ ✫✬✪ ✭✮ ✯✮✰ ✱✲✳ ✫ ✫✴✵ ✮
Roxb.), Sambiloto (✶✰✷✫✳✸✫ ✮✹✲✴✺ ✹✮✰✴✬✪✻✮✱✮ Nees.), Meniran (✼✲✽✻✻✮✰ ✱✲✪✺
✰✴ ✫✪ ✫✴ Linn.) dan Temu Ireng (✩ ✪ ✫✬✪ ✭✮ ✮✾✫✪✸✴✰ ✳✺✮Roxb.) terhadap gambaran
histopatologi bursa Fabricius dengan melihat perubahan umum pada bursa, luasan plika dan jumlah luasan folikel. Dua puluh lima DOC dibagi menjadi lima kelompok dan diberi perlakuan yang berbeda, yaitu (1) F1 diberikan formula yang terdiri atas ekstrak Temulawak, Sambiloto, Meniran, dan Temu Ireng; (2) F2 diberikan formula yang terdiri atas Temulawak, Meniran, dan Temu Ireng; (3) F3 diberikan formula yang terdiri atas Temulawak dan Temu Ireng; (4) F4 diberikan formula yang terdiri atas Meniran dan Sambiloto; (5) satu kelompok kontrol yang tidak diberi perlakuan. Perlakuan diberikan selama empat minggu dan hasil menunjukkan adanya perubahan umum yang ringan pada bursa Fabricius berupa pembentukan kista dan deplesi folikel limfoid.
Total luasan folikel meningkat pada kelompok F3 dan F4 dibandingkan dengan kelompok kontrol dimana kelompok F4 meningkat secara nyata (P<0.05) dibandingkan dengan kelompok perlakuan lainnya. Berdasarkan hasil penelitian ini, disimpulkan bahwa pemberian 4 formula tanaman obat menimbulkan lesio patologi berarti pada bursa Fabricius ayam broiler serta pemberian formulasi ekstrak Meniran dan Sambiloto merupakan kombinasi yang paling baik dalam meningkatkan total luasan folikel.
Kata kunci: tanaman obat, Temulawak (✩ ✪ ✫✬✪ ✭ ✮✯✮✰✱✲✳✫✫✴✵ ✮Roxb.), Sambiloto
(✶✰✷✫✳✸✫ ✮✹✲✴✺ ✹✮✰✴ ✬✪✻✮ ✱✮ Nees), Meniran (✼✲✽✻✻✮✰ ✱✲✪✺ ✰✴ ✫✪ ✫✴
Linn.)✿ Temu Ireng (✩✪✫✬✪ ✭✮ ✮✾✫✪✸✴✰ ✳✺✮ Roxb.)✿ ayam broiler,
TEMU IRENG) TERHADAP GAMBARAN HISTOPATOLOGI
BURSA FABRICIUS AYAM BROILER
OLIVIA MIAN ARTHANIKA
B04080164
Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kedokteran Hewan pada
Fakultas Kedokteran Hewan Institut Pertanian Bogor
FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
❀❁❂❃❄ ❃❅❆ ❇❈ ❅❆ ❉ ❊❁❋ ●❈ ❍ ❃❆❁❃❅ ❃ ❊❃❉ ●❈ ❂❉ ❄ ❉ ■ ❏❃❄ ❑❃ ❊❉❂❁● ❁❅ ❁ ❊❃❅❋ ❃ ❇❈ ❅▲❃ ❅❊❉ ❇ ❏❃❅ ❃ ❊❃❉ ❇❈ ❅ ❑❈ ❍❉❊❏❃❅ ● ❉❇ ❍❈❄ ❅ ❑❃▼ ◆❈ ❅❆❉❊❁❋❃ ❅ ■❃ ❅❑❃ ❉❅❊❉ ❏ ❏❈ ❋❈ ❅ ❊❁❅❆❃❅ ❋❈ ❅❖❁❖❁❏❃❅P ❋❈ ❅❈ ❂❁❊❁❃❅P ❋❈ ❅❉❂❁● ❃ ❅ ❏❃❄ ❑❃ ❁❂❇ ❁❃ ■P ❋❈ ❅ ❑❉● ❉❅❃ ❅ ❂❃❋◗❄ ❃❅P ❋❈ ❅❉ ❂❁● ❃❅❏❄ ❁❊❁❏❃ ❊❃❉❊❁❅❘ ❃❉❃❅● ❉ ❃ ❊❉❇ ❃● ❃❂❃ ■P❖❃ ❅❋❈ ❅❆❉❊❁❋❃ ❅❊❈❄● ❈ ❍❉ ❊ ❊❁❖❃ ❏❇❈❄ ❉❆❁❏❃❅❏❈ ❋❈ ❅❊❁❅❆ ❃ ❅❑❃ ❅❆❙ ❃❘ ❃❄▼
Judul skripsi : Pengaruh Pemberian Formula Ekstrak 4 Tanaman Obat (Temulawak, Sambiloto, Meniran, Temu Ireng) terhadap
Gambaran Histopatologi Bursa Fabricius Ayam Broiler
Nama Mahasiswa : Olivia Mian Arthanika
NIM : B04080164
Disetujui
Prof. Drh. Bambang Pontjo P, MS. Ph.D, APVet Drh. Mawar Subangkit
Ketua Anggota
Diketahui,
Drh. H. Agus Setiyono, MS. PhD. APVet Wakil Dekan Fakultas Kedokteran Hewan
dan karunia-Nya sehingga skripsi yang berjudul Pengaruh Pemberian Formula Ekstrak 4 Tanaman Obat (Temulawak, Sambiloto, Meniran, Temu Ireng) terhadap Gambaran Histopatologi Bursa Fabricius Ayam Broiler dapat terselesaikan dengan baik. Skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat memperoleh gelar
sarjana Kedokteran Hewan Institut Pertanian Bogor. Penghargaan dan ucapan
terima kasih penulissampaikankepada:
1. Prof. Drh. Bambang Pontjo Priosoeryanto, MS. Ph.D. APVet dan Drh. Mawar Subangkit selaku dosen pembimbing tugas akhir yang telah banyak memberikan ilmunya dan menyediakan waktunya untuk membimbing penulis.
2. Drh. Tiuria Risa MS. Ph.D dan Siti Sa diah MSi. Apt. selaku dosen penguji yang telah banyak memberi masukan dan saran.
3. Keluarga tercinta, papa dan mama untuk cinta dan semangat yang
diberikan setiap waktu, bang Raymond dan Gebby atas segala dukungan
dan keceriaan yang telah diberikan.
4. Bagian Patologi, Departemen Klinik, Reproduksi dan Patologi (KRP) FKH IPB yang memfasilitasi penelitian ini.
5. Ibu Dr. Ir. Etih Sudarnika, MSi. selaku dosen pembimbing akademik. 6. Keluarga besar Simatupang Sianturi dan keluarga besar Nainggolan atas
semangat dan doa kepada penulis,
7. Joy Sitanggang sebagai pendamping dan penyemangat penulis.
8. Alexa, Merry, Ling-Ling, Meilan, Vicky, dan Tompel untuk kegembiraan yang diberikan kepada penulis.
9. Teman-teman sepenelitian bang Adit, bang Andre, Gregorio, dan Chandra.
10. Morrs (Amanda, Raja, Sherly, dan Raisa), Asbak (bang Gusto, Berto, Anstayn, Erick, Jonathan, Icak, Rocky, dan Boy), Greff, Laura, dan kak Priskila atas segala keceriaan yang diberikan.
Penulis berharap tulisan ini dapat bermanfaat bagi pembaca.
Bogor, September 2012
Penulis dilahirkan di Padang pada tanggal 2 Agustus 1990 sebagai anak kedua dari tiga bersaudara dari pasangan Gindo Sianturi dan Rumondang Uly Nainggolan.
Penulis menempuh pendidikan sekolah dasar di SD Negeri 02 Rengat Riau pada tahun 1996 dan dilanjutkan di SD St. Yoseph Kabanjahe Sumatera Utara pada tahun 1998 dan lulus pada tahun 2001. Penulis melanjutkan pendidikan ke SMP Immanuel Medan dan lulus pada tahun 2005. Pada tahun yang sama penulis melanjutkan pendidikan di SMA St. Thomas 1 Medan dan lulus pada tahun 2008. Penulis masuk di IPB melalui jalur SNMPTN dan resmi menjadi mahasiswa IPB pada tahun 2008. Penulis memilih Program Studi Kedokteran Hewan sebagai pilihan pertama di perguruan tinggi IPB.
DAFTAR GAMBAR... x
Waktu dan Tempat Penelitian ... 13 Bahan dan Alat ... 13 Nekropsi dan Pengambilan Sampel Organ ... 16 Pembuatan Sediaan Histopatologi ... 16 Pengamatan Histopatologi ... 17 Pengolahan Data ... 18
HASIL DAN PEMBAHASAN
Gambaran Histopatologi Bursa Fabricius ... 19 Rasio Total Luasan Folikel terhadap Luasan Plika Bursa Fabricius... 22
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan... 24 Saran... 24
Latar Belakang
Peternakan di Indonesia sejauh ini telah mengalami perkembangan yang
cukup pesat terutama di bidang peternakan ayam. Pertumbuhan jumlah penduduk
yang selalu meningkat dari tahun ke tahun terus diimbangi dengan kesadaran akan
arti penting peningkatan gizi dalam kehidupan. Ayam sebagai penyedia sumber
gizi berupa protein hewani cukup digemari karena mudah didapatkan dan
harganya relatif lebih murah dibandingkan dengan sumber protein hewani lainnya.
Secara ekonomi, pengembangan usaha peternakan ayam di Indonesia memiliki
prospek yang menguntungkan karena permintaan selalu bertambah (Mahya 2008).
Permasalahan yang sering dihadapi yang mengakibatkan tidak
terpenuhinya permintaan akan ayam dapat diakibatkan oleh manajemen
peternakan yang tidak baik dan terjadinya wabah penyakit yang dapat
menurunkan produksi. Contoh praktik manajemen peternakan yang tidak baik
diantaranya pemilihan bibit ayam yang tidak berkualitas, tidak tersedianya pakan
yang baik, dan sistem perkandangan dan sanitasi yang buruk.
Wabah penyakit virus pada unggas merupakan faktor yang dapat
menyebabkan penurunan terhadap permintaan ayam dan menimbulkan kerugian
bagi peternak. Menurut Syahroni et al. (2005), dari sekian banyak penyakit virus unggas, penyakit Gumboro atau Infectious Bursal Disease(IBD) merupakan salah satu penyakit yang masih sulit diberantas. Penyakit IBD merupakan penyakit yang
bersifat imunosupresif karena penyakit ini menimbulkan gangguan atau kerusakan
pada organ pembentuk kekebalan terutama bursa Fabricius sehingga mengalami
penghambatan dalam membentuk zat kebal. Pada kasus penyakit IBD, kerusakan
yang terjadi kebanyakan pada limfosit B yang merupakan salah satu sel imun
(Indranata 2011).
Penanganan terhadap kejadian wabah penyakit pada unggas sampai saat
ini belum terpecahkan karena sulitnya dilakukan pengobatan dan kegagalan
vaksinasi. Penyebab kegagalan vaksinasi diduga disebabkan oleh virus yang
digunakan sebagai vaksin mempunyai perbedaan antigenik dengan virus lapangan
suatu peternakan telah rutin dilaksanakan vaksinasi namun wabah masih dapat
terjadi bilastrain virus vaksin yang digunakan tidak sesuai dengan strainvirus di lapangan (Wahyuwardaniet al.2011).
Menurut Sufiriyanto dan Indradji (2005), faktor manajemen yang dapat
dilakukan oleh peternak adalah mempersiapkan ayam agar mencapai tingkat
kekebalan optimal dengan pemberian vitamin atau obat-obatan tradisional (herbal medicine). Secara umum, di dalam tanaman obat (rimpang, daun, batang, akar, bunga, dan buah) terdapat senyawa aktif seperti alkaloid, fenolik, triterpenoid,
minyak atsiri, glikosida, dan sebagainya yang bersifat sebagai antiviral,
antibakteri serta imunomodulator yang berperan dalam sistem imun tubuh
(Zainudin 2006). Sistem imun dapat dipandang sebagai sistem adaptasi dimana
tubuh berupaya untuk mempertahankan homeostasis antara lingkungan internal
dan lingkungan eksternal tubuh (Sriningsih dan Wibowo 2006).
Tanaman obat seperti Temulawak, Sambiloto, Meniran, dan Temu Ireng
secara umum dapat dimanfaatkan sebagai feed supplement dan feed additive
dalam ransum ternak unggas. Bahan-bahan tanaman obat tersebut dapat berupa
sediaan dalam bentuk simplisia atau sediaan yang diminum (peroral). Secara
umum manfaat penggunaan tanaman obat bagi manusia maupun hewan adalah
untuk peningkatan daya tahan tubuh (imunostimulan), pencegahan dan
penyembuhan penyakit serta pemulihan kesehatan (Zainuddin 2006).
Secara biokimia aktivitas imunostimulan yang ditimbulkan oleh tanaman
obat seperti Temulawak diduga disebabkan oleh kandungan antioksidan yang
terdapat pada kurkumin yang berperan sebagai pemicu sistem imunitas (Wardani
2009). Bursa Fabricius merupakan organ limfoid primer pada unggas. Organ ini
berfungsi untuk menghasilkan imunitas pada unggas. Mengingat pentingnya
organ bursa Fabricius pada unggas maka perlu dilakukan pengamatan untuk
Tujuan
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh formulasi ekstrak 4
tanaman obat (Temulawak, Sambiloto, Temu Ireng, dan Meniran) terhadap
gambaran histopatologi bursa Fabricius ayam broiler.
Manfaat
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi ilmiah mengenai
formulasi 4 tanaman obat (Temulawak, Sambiloto, Temu Ireng, dan Meniran) asal
Indonesia terhadap sistem pertahanan tubuh khususnya gambaran histopatologi
TINJAUAN PUSTAKA
Temulawak
Temulawak (Curcuma xanthorriza Roxb.) merupakan jenis tumbuh-tumbuhan herba yang batang pohonnya berbentuk batang semu dan tingginya
dapat mencapai dua meter. Daunnya berbentuk lebar dan setiap helaian
dihubungkan dengan pelepah dan tangkai daun yang agak panjang (Mahendra
2005). Diantara tanaman obat yang berasal dari suku Zingiberaceae, simplisia
Temulawak merupakan bahan yang paling banyak digunakan di dalam negeri
untuk pabrik jamu dan obat tradisional. Penyebaran tanaman Temulawak di
Indonesia meliputi pulau Sumatera, Jawa, Maluku, Kalimantan, Sulawesi, Nusa
Tenggara, dan Bali. Selain digunakan di dalam negeri, simplisia ini juga diimpor
ke Singapura, Jerman, dan Taiwan (Syukur dan Hernani 2002).
Bagian tanaman yang berkhasiat adalah rimpang Temulawak. Bentuk
rimpang Temulawak bercabang-cabang, bagian luarnya berwarna kuning muda,
bagian dalam berwarna kuning (Gambar 1), berbau tajam dan rasanya pahit.
Menurut Afifah (2003), rimpang Temulawak mengandung zat kuning kurkumin,
minyak atsiri, pati, protein, lemak (fixed oil), selulosa, dan mineral. Komponen tersebut yang paling banyak kegunaannya adalah pati, kurkuminoid, dan minyak
atsiri. Pati Temulawak berwarna putih kekuningan karena mengandung
kurkuminoid; sedangkan minyak atsiri terdiri dari mirsen, p-toluil metil karbinol,
kurkumin, desmetoksi kurkumin, bidesmetil kurkumin, felandren, sabinen, sineol,
borneol, zingiberen, turmeron, atlanton, artumeron, ksantorizol, dan germakron.
Penelitian Wardani (2009) menunjukkan bahwa pemberian ekstrak etanol
Temulawak dapat menghambat terjadinya involusi dan atrofi folikel bursa
Fabricius sehingga bursa Fabricius dapat bertahan lebih lama dan berfungsi secara
optimal sebagai organ limfoid primer. Menurut Sufiriyanto dan Indradji (2007),
ekstrak Temulawak bersifat sebagai imunostimulan dan memiliki efek konstruktif
Taksonomi Temulawak menurut Rukmana (2006) adalah sebagai berikut;
kingdom : Plantae
divisi : Spermatophyta
sub divisi : Angiospermae
kelas : Monocotyledonae
ordo : Zingiberales
famili : Zingiberaceae
genus :Curcuma
spesies :Curcuma xanthorrizaRoxb.
Gambar 1 Rimpang Temulawak
Meniran
Meniran (Phyllanthus niruri L.) merupakan tanaman herba dengan tinggi mencapai 50 cm. Seluruh bagian tanaman dapat dimanfaatkan. Banyak tumbuh
liar pada tempat yang lembab dan berbatu. Daunnya tunggal, letaknya berseling,
bentuk bulat telur sampai bulat memanjang, bagian ujung tumpul atau runcing
(Gambar 2). Permukaan daun bagian bawah berbintik-bintik. Batang berwarna
hijau pucat untuk Phyllanthus niruri atau hijau kemerahan untuk Phyllanthus urinaria(Wijayakusuma dan Dalimartha 2005).
Kandungan zat aktif yang terdapat dalam tanaman adalah lignans phyllanthin dan hypophyllanthin sebagai kandungan utama. Nyrphylline (lignan),
phyllnirubin (neolignan), dan tanin seperti phyllanthusin D, amariin, amarulone
epibubbialine sebagai kandungan lain (Daniel 2006). Hariana (2007) menambahkan beberapa bahan kimia yang terkandung dalam Meniran diantaranya
saponin, flavonoid, filantin, hipofilantin, kalium, damar, dan tanin.
Taksonomi Meniran menurut Soenanto (2009) adalah sebagai berikut;
kingdom : Plantae
divisi : Spermatophyta
sub divisi : Magnoliophyta
kelas : Rosidae
ordo : Euphorbiales
famili : Euphorbiacea
genus :Phyllanthus
spesies :Phyllanthus niruriLinn.
Penelitian klinis ekstrak Meniran terhadap penderita TBC, menunjukkan
bahwa pemberian kombinasi antara obat anti tuberkulosis dan ekstrak Meniran
mampu menurunkan kadar interleukin-10 pada fase intensif. Efek
imunomodulator ekstrak Meniran disebabkan oleh kandungan senyawa golongan
flavonoid (Sriningsih dan Wibowo 2006). Uji preklinis membuktikan bahwa
herba Meniran berkhasiat meningkatkan kekebalan tubuh atau imunostimulator
(Mursito 2002).
Sambiloto
Sambiloto (Andrographis paniculata Nees) tergolong herba semusim, tumbuh tegak, tingginya sekitar 50 cm dan memiliki rasa yang sangat pahit.
Batang Sambiloto berpangkal bulat, berbentuk segi empat saat muda dan bulat
setelah tua. Daun Sambiloto tunggal, bertepi rata, dan berpangkal daun tajam dan
runcing (Mahendra 2005) (Gambar 3). Tanaman Sambiloto mudah berkembang
biak dan banyak terdapat dari dataran rendah sampai 700 m dpl (di atas
permukaan laut) dan banyak tersebar di Asia Tenggara, termasuk Indonesia.
Taksonomi Sambiloto menurut Prapanza dan Irianto (2003) adalah sebagai
berikut;
kingdom : Plantae
divisi : Angiospermae
kelas : Dicotyledonae
sub kelas : Gamopetalae
ordo : Personales
famili : Acanthaceae
sub famili : Acanthoidae
genus :Andrographis
spesies :Andrographis paniculataNees.
Gambar 3 Tanaman Sambiloto
Sambiloto memiliki rasa yang pahit. Herba ini mengandung laktone dan
deoxyandrographolide, andrographolide (zat pahit), neonandrographolide,
14-deoxy-11, 12-didehydroandrographolide, dan homoandrographolide. Flavonoid
diisolasi dari akar yaitu polymethoxyflavone, andrographin, panicolin,
mono-o-methylwithin, dan apigenin-7,4-dimethyl ether. Selain mengandung lakton dan
flavonoid, herba ini juga mengandung keton, aldehid, dan mineral seperti kalium,
natrium, kalsium, dan asam kersik (Wijayakusuma dan Dalimartha 2005).
Pada kasus kanker yang disertai dengan peradangan, herba Sambiloto
efektif untuk mengatasi infeksi dan merangsang fagositosis. Selain itu, juga
merusak trofosit dan trofoblas dan berperan pada kondensasi sitoplasma dari sel
tumor, serta menghancurkan inti sel (Wijayakusuma 2005). Sambiloto juga dapat
menurunkan kontraksi usus, menambah nafsu makan, menurunkan tekanan darah,
melindungi kerusakan hati dan jantung, dan memiliki aktifitas imunomodulator
(Setyawati 2009).
Temu Ireng
Temu Ireng (Curcuma aeruginosaRoxb.) merupakan semak dengan tinggi mencapai 1.5 m, berumbi batang serta berbatang semu yang terdiri atas pelepah
daun yang tegak dan membentuk rimpang dengan warna batang hijau. Daun
berbentuk bulat telur, tepi daun rata, ujung runcing, pangkal tumpul, pertulangan
menyirip, serta berwarna hijau dan memiliki garis-garis coklat membujur. Bunga
majemuk dan berwarna kuning, kelopak berbentuk silindris, dan pangkal daun
pelindung berwarna putih. Ciri utama rimpang Temu Ireng adalah bagian dalam
berwarna agak kebiruan, kulit luar berwarna kuning mengkilat, dan ujungnya
berwarna merah muda (Gambar 4). Bagian yang digunakan adalah rimpang
(Utami 2008).
Temu Ireng berkhasiat untuk menambah nafsu makan, menyembuhkan
kecacingan, mengatasi perut kembung, mempercepat masa nifas dan
penyembuhan luka, obat batuk, asma, kudis, encok, dan menaikkan kontraksi
uterus. Ekstrak Temu Ireng juga bersifat sebagai antibakteri dimana memiliki
Rimpang mengandung minyak atsiri, alkaloida, zat pahit, saponin, pati,
damar, dan lemak (Syukur dan Hernani 2002). Menurut Nugrahaningtyas et al.
(2005) Temu Ireng mengandung saponin, flavonoid, dan polifenol, dan minyak
atsiri.
Taksonomi Temu Ireng menurut Kurniawan (2011) adalah sebagai
berikut;
divisi : Spermatophyta
subdivisi : Angiospermae
kelas : Monocotyledonae
ordo : Zingiberales
famili : Zingiberaceae
genus :Curcuma
spesies :Curcuma aeruginosaRoxb.
Gambar 4 Rimpang Temu Ireng
Ayam Broiler
Ayam pedaging atau yang disebut juga ayam broiler adalah ayam hasil
budidaya teknologi peternakan yang memiliki karakteristik ekonomi, dengan ciri
khas sebagai penghasil daging (Gambar 5). Pertumbuhannya cepat dengan
konversi pakan yang irit, dan siap dipotong pada usia yang relatif muda, yaitu
hanya 5-6 minggu sudah bisa dipanen, dengan berat badan antara 1.2-1.9 kg/ekor.
Ayam pedaging yang baik yaitu ayam yang sehat berbulu baik, perbandingan
antara tulang dan daging seimbang (proporsional). Jenis ayam broiler merupakan