ABSTRACT
ANDREW BABTISTA MANIK. The Effects of 4 Medicinal Plants Extract Formula on Phagocytic Activity and Capacity of Chicken Peritoneal Macrophage Challenged with Staphylococcus aureus. Under direction of BAMBANG PONTJO PRIOSOERYANTOand MAWAR SUBANGKIT.
The purpose of this research is to observe the effects of four medicinal plants extract formulas (Temulawak/Curcuma xanthorriza Roxb., Temu Ireng/Curcuma aureginosa Roxb., Meniran/Phyllanthus niruri Linn., and Sambiloto/Andographis paniculata Nees) on chicken’s peritoneal macrophage activity and capacity by counting the number of active macrophage and the number of phagocytised bacteria. Fifteen heads of day old chick were divided into five groups with various treatments. The treatments were; (1) F1: extract combination of Temulawak, Temu Ireng, Meniran, and Sambiloto; (2) F2: extract combination of Temulawak, Temu Ireng, and Meniran; (3) F3: formula Temulawak and Temu Ireng; (4) F4: extract combination of Meniran and Sambiloto; and (5) untreated as control. The chikens were treated for 28 days. Result showed that all combinations of plant extract formula treatment increased the activity and capacity of chicken peritoneal macrophage compared to the control group. For activity, group F3 was the best result (p<0.01), while for capacity the group F4 give the highest response (p<0.01). In general we concluded that combination of Meniran and Sambiloto (group F4) was the best combination on chicken peritoneum macrophage activity and capacity.
RINGKASAN
ANDREW BABTISTA MANIK.Pengaruh Formula Ekstrak 4 Tanaman terhadap Aktivitas dan Kapasitas Fagositosis Makrofag Peritoneum Ayam yang Ditantang dengan Bakteri Staphylococcus aureus. Dibimbing oleh BAMBANG PONTJO PRIOSOERYANTOdan MAWAR SUBANGKIT.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efek dari formula 4 ekstrak tanaman (Temulawak/Curcuma xanthorriza Roxb., Temu Ireng/Curcuma aureginosa Roxb., Meniran/Phylanthus niruri Linn., dan Sambiloto/Andographis paniculata) terhadap aktivitas dan kapasitas fagositosis makrofag peritoneum ayam broiler terhadap bakteri. Lima belas ayam dibagi dalam lima kelompok yang diberikan perlakuan. Kelompok perlakuan tersebut adalah; (1) F1: kombinasi ekstrak Temulawak, Temu Ireng, Sambiloto, dam Meniran; (2) F2: kombinasi ekstrak Temulawak, Temu Ireng, dan Meniran; (3) F3: kombinasi ekstrak Temulawak dan Temu Ireng;(4) F4: kombinasi ekstrak Sambiloto dan Meniran; (5) tanpa pemberian ekstrak sebagai kontrol. Broiler diberikan formulasi ekstrak selama 28 hari. Pada hari terakhir perlakuan, kelompok broiler yang diberikan formula ekstrak tanaman diinfeksi dengan bakteri Staphylococcus aureus dan setelah 2 jam dinekropsi untuk mengambil cairan peritoneumnya. Hasil uji statistika menunjukkan aktivitas dan kapasitas fagositosis makrofag yang berbeda nyata dengan kelompok kontrol. Kombinasi Meniran dan Sambiloto menunjukkan hasil aktivitas dan kapasitas fagositosis makrofag yang paling baik.
PENGARUH FORMULA EKSTRAK 4 TANAMAN
TERHADAP AKTIVITAS DAN KAPASITAS FAGOSITOSIS
MAKROFAG PERITONEUM AYAM YANG DITANTANG
DENGAN BAKTERI
Staphylococcus aureus
ANDREW BABTISTA MANIK
FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER
INFORMASI
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi Pengaruh Formula Ekstrak 4
Tanaman terhadap Aktivitas dan Kapasitas Fagositosis Makrofag Peritoneum
Ayam yang Ditantang dengan Bakteri Staphylococcus aureus adalah karya saya
dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa
pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau
dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain
telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian
akhir skripsi ini.
Bogor, September 2012
ABSTRACT
ANDREW BABTISTA MANIK. The Effects of 4 Medicinal Plants Extract Formula on Phagocytic Activity and Capacity of Chicken Peritoneal Macrophage Challenged with Staphylococcus aureus. Under direction of BAMBANG PONTJO PRIOSOERYANTOand MAWAR SUBANGKIT.
The purpose of this research is to observe the effects of four medicinal plants extract formulas (Temulawak/Curcuma xanthorriza Roxb., Temu Ireng/Curcuma aureginosa Roxb., Meniran/Phyllanthus niruri Linn., and Sambiloto/Andographis paniculata Nees) on chicken’s peritoneal macrophage activity and capacity by counting the number of active macrophage and the number of phagocytised bacteria. Fifteen heads of day old chick were divided into five groups with various treatments. The treatments were; (1) F1: extract combination of Temulawak, Temu Ireng, Meniran, and Sambiloto; (2) F2: extract combination of Temulawak, Temu Ireng, and Meniran; (3) F3: formula Temulawak and Temu Ireng; (4) F4: extract combination of Meniran and Sambiloto; and (5) untreated as control. The chikens were treated for 28 days. Result showed that all combinations of plant extract formula treatment increased the activity and capacity of chicken peritoneal macrophage compared to the control group. For activity, group F3 was the best result (p<0.01), while for capacity the group F4 give the highest response (p<0.01). In general we concluded that combination of Meniran and Sambiloto (group F4) was the best combination on chicken peritoneum macrophage activity and capacity.
RINGKASAN
ANDREW BABTISTA MANIK.Pengaruh Formula Ekstrak 4 Tanaman terhadap Aktivitas dan Kapasitas Fagositosis Makrofag Peritoneum Ayam yang Ditantang dengan Bakteri Staphylococcus aureus. Dibimbing oleh BAMBANG PONTJO PRIOSOERYANTOdan MAWAR SUBANGKIT.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efek dari formula 4 ekstrak tanaman (Temulawak/Curcuma xanthorriza Roxb., Temu Ireng/Curcuma aureginosa Roxb., Meniran/Phylanthus niruri Linn., dan Sambiloto/Andographis paniculata) terhadap aktivitas dan kapasitas fagositosis makrofag peritoneum ayam broiler terhadap bakteri. Lima belas ayam dibagi dalam lima kelompok yang diberikan perlakuan. Kelompok perlakuan tersebut adalah; (1) F1: kombinasi ekstrak Temulawak, Temu Ireng, Sambiloto, dam Meniran; (2) F2: kombinasi ekstrak Temulawak, Temu Ireng, dan Meniran; (3) F3: kombinasi ekstrak Temulawak dan Temu Ireng;(4) F4: kombinasi ekstrak Sambiloto dan Meniran; (5) tanpa pemberian ekstrak sebagai kontrol. Broiler diberikan formulasi ekstrak selama 28 hari. Pada hari terakhir perlakuan, kelompok broiler yang diberikan formula ekstrak tanaman diinfeksi dengan bakteri Staphylococcus aureus dan setelah 2 jam dinekropsi untuk mengambil cairan peritoneumnya. Hasil uji statistika menunjukkan aktivitas dan kapasitas fagositosis makrofag yang berbeda nyata dengan kelompok kontrol. Kombinasi Meniran dan Sambiloto menunjukkan hasil aktivitas dan kapasitas fagositosis makrofag yang paling baik.
© Hak Cipta milik IPB, tahun 2012
Hak Cipta dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah, dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB.
PENGARUH FORMULA EKSTRAK 4 TANAMAN
TERHADAP AKTIVITAS DAN KAPASITAS FAGOSITOSIS
MAKROFAG PERITONEUM AYAM YANG DITANTANG
DENGAN BAKTERI
Staphylococcus aureus
ANDREW BABTISTA MANIK
Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kedokteran Hewan pada
Fakultas Kedokteran Hewan Institut Pertanian Bogor
FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
Judul : Pengaruh Formula Ekstrak 4 Tanaman terhadap Aktivitas dan Kapasitas Fagositosis Makrofag Peritoneum Ayam yang Ditantang dengan Bakteri Staphylococcus aureus
Nama Mahasiswa : Andrew Babtista Manik
NIM : B04070034
Disetujui
Prof. Drh. Bambang Pontjo P, MS, Ph.D, APVet. Drh. Mawar Subangkit Ketua Anggota
Diketahui
Drh. H. Agus Setyono, MS, Ph.D, APVet. Wakil Dekan Fakultas Kedokteran Hewan
PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala
berkat dan kasih sayangNya sehingga skripsi yang berjudul “Pengaruh Formula
Ekstrak 4 Tanaman terhadap Aktivitas dan Kapasitas Fagositosis Makrofag
Peritoneum Ayam yang Ditantang dengan Bakteri Staphylococcus aureus” telah
diselesaikan. Skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat memperoleh gelar
sarjana Kedokteran Hewan Institut Pertanian Bogor.
Penghargaan dan ucapan terima kasih penulis ucapkan kepada Prof. Drh.
Bambang Pontjo Priosoeryanto, MS, Ph.D. APVet. dan Drh. Mawar Subangkit
selaku dosen pembimbing tugas akhir yang telah banyak memberikan ilmunya
dan menyediakan waktunya untuk membimbing penulis; Om Jes n fam, Keluarga
tercinta, Bapak, Mama, Ravo broth, Indra, Alex, Yeni, Rose, Tumanggor Fam,
Bou Bregda dan Priskila atas cinta yang tak terkira dan dukungan selama masa
studi; Bagian Patologi, Departemen Klinik, Reproduksi dan Patologi (KRP) FKH
– IPB yang telah memfasilitasi penelitian ini; Dr. Drh. Elok Retnani, MSi. selaku
dosen pembimbing akademik dan Ibu Drh. Risa Tiuria Priosoeryanto, MS, Ph.D.
atas semua nasehat, perhatian, kebersamaan yang diberikan; Olivia Sianturi,
Nagabajara Gori, Adit, dan Chandra Can selaku teman sepenelitian; Gianuzzi,
Sperma Community, Istana Ceria Fams, Bang Vio, Meichris, Mato, Arif, Leo,
Lidya Manik, Elsye Minar, Sheila, Dora, Marjan, 44 emergency band, Saldy
Rajes, Inong Devi, dan Domi Miller atas keceriaannya; Keluarga Sopo dan
Gamasintan. Kebersamaan ini tak akan terlupakan.
Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi pembaca.
Bogor, September 2012
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Medan pada tanggal 25 Agustus 1989 sebagai anak
pertama dari lima bersaudara dari pasangan Haojahan Manik dan Edita
Tumanggor. Penulis menempuh pendidikan sekolah dasar di SD Negeri 02
Siborongborong Tapanuli Utara pada tahun 1995 dan lulus pada tahun 2000.
Penulis melanjutkan pendidikan ke SMP Negeri 1 Siborongborong Tapanuli Utara
dan lulus pada tahun 2004. Pada tahun yang sama penulis melanjutkan pendidikan
di SMA N 1 Siborongborong dan lulus pada tahun 2007. Penulis masuk di IPB
melalui jalur USMI dan resmi menjadi mahasiswa IPB pada tahun 2007. Penulis
memilih Program Studi Kedokteran Hewan sebagai pilihan pertama di perguruan
tinggi IPB. Selama menjadi mahasiswa, penulis aktif di UKM sepak bola,
organisasi KEMAKI, PNS, anggota Divisi Himpunan Minat dan Profesi Satwa
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR ISI ... x
DAFTAR TABEL ... xi
DAFTAR GAMBAR ... xii
PENDAHULUAN ...1
Latar Belakang ...1
Tujuan ...2
Manfaat ...2
TINJAUAN PUSTAKA ...3
Temulawak ...3
Temu Ireng ...4
Sambiloto ...5
Meniran ...6
Makrofag dan Staphylococcus aureus ...8
METODE PENELITIAN ...10
Waktu dan Tempat Penelitian ...10
Bahan dan Peralatan ...10
Persiapan Kandang Penelitian ...10
Penyediaan Ekstrak ...11
Pemberian Ekstrak ...11
Vaksinasi ...11
Perlakuan penelitian ...11
Pembuatan Sediaan Ulas Cairan Peritoneum ...14
Pengamatan Mikroskopi ...14
Pengolahan Data ...14
HASIL DAN PEMBAHASAN ...15
Hasil ...15
Pembahasan ...16
KESIMPULAN DAN SARAN ...20
Kesimpulan ...20
Saran ...20
DAFTAR PUSTAKA ...21
xi
DAFTAR TABEL
Halaman 1 Kelompok perlakuan penelitian yang diberikan ekstrak tanaman ... 12
2 Aktivitas dan kapasitas fagositosis makrofag peritoneum ayam yang diberikan
DAFTAR GAMBAR
Halaman
1 Temulawak ... 3
2 Temu Ireng ... 5
3 Sambiloto ... 5
4 Meniran ... 7
5 Perkembangan beberapa jenis sel yang berperan dalam sistem imun... 8
6 Alur perlakuan penelitian pemberian ekstrak 4 tanaman pada broiler ... 13
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Ayam merupakan sumber produk pangan asal hewan yang memiliki
kandungan gizi protein tinggi dan memiliki cita rasa yang enak, hal tersebut
menyebabkan produk pangan asal ayam menjadi pilihan utama masyarakat
sebagai sumber protein sehari-hari. Hal lain yang mendukung produk pangan asal
ayam menjadi pilihan utama adalah produk tersebut diterima oleh hampir semua
golongan agama, harga yang relatif terjangkau dan masa panen yang relatif
singkat dibandingkan jenis hewan yang lain. Permasalahan dalam peternakan
ayam adalah banyaknya jenis penyakit yang dapat mengganggu kesehatan ayam
dan berpengaruh pada proses perkembangan dan produksi ayam seperti turunnya
berat badan ayam, turunnya produksi telur, dan kematian sehingga apabila
permasalahan tersebut tidak dapat diatasi maka tingginya kebutuhan akan ayam
sebagai sumber protein hewani tidak dapat terpenuhi. Hal tersebut akan sangat
merugikan, seperti pengaruhnya terhadap kesehatan masyarakat dan menyebabkan
terjadinya kenaikan harga yang akan memberatkan konsumen.
Pada industri peternakan ayam, pemberian vaksin dan obat merupakan cara
yang masih dianggap efektif dalam penanganan penyakit ayam, namun demikian
saat ini cara tersebut mengalami kendala seiring terjadinya perubahan lingkungan
seperti suhu, kepadatan, kelembaban, dan ditambah oleh faktor dari dalam seperti
permasalahan nutrisi dan stres yang menyebabkan turunnya sistem kekebalan
ayam tersebut. Hal lain yang menyebabkan kurang efektifnya penanganan
penyakit pada ayam adalah terjadinya mutasi pada agen penyakit seperti virus dan
adanya resistensi bakteri terhadap antibiotik tertentu. Keadaan ini menyebabkan
masalah yang baru dan dibutuhkan pengembangan lebih lanjut terhadap
penanganan kesehatan ayam secara umumyang baik dan benar.
Indonesia memiliki berbagai jenis tanaman obat dan telah dikembangkan
untuk dimanfaatkan menjadi obat oleh masyarakat Indonesia. Saat ini manfaat
kandungan dari tumbuhan obat tersebut telah diteliti untuk mengobati penyakit
pada hewan dan diharapkan dapat membantu dalam mengatasi masalah kesehatan
Tujuan
Penelitian ini bertujuan untuk melihat efek dari formulasi ekstrak tanaman
Temulawak, Temu Ireng, Sambiloto, dan Meniran terhadap respon fagositosis
makrofag pada ayam broiler yang diinfeksi dengan bakteri.
Manfaat
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi ilmiah mengenai
potensi imunomodulator dari formula 4 tanaman obat asal Indonesia yaitu
TINJAUAN PUSTAKA
Temulawak
Temulawak (Curcuma xanthorrhiza Roxb) merupakan Genus terpenting dalam famili Zingiberaceae. Tinggi tanaman dapat mencapai 2 m atau lebih,
rimpang tanaman berukuran besar, bercabang-cabang, dan berwarna coklat
kemerahan atau kuning tua yang dapat dilihat pada Gambar 1. Daging rimpang
berwarna oranye tua atau kecoklatan, beraroma tajam yang menyengat, dan
rasanya pahit (Supriadi 2008).
Taksonomi Temulawak menurut Supriadi (2008) adalah:
Kingdom : Plantae
Divisi : Magnoliophyta
Kelas : Monocotyledonae
Ordo : Zingiberales
Famili : Zingiberaceae
Genus : Curcuma
Spesies : Curcuma xanthorrhiza Roxb.
.
Gambar 1 Temulawak
Kandungan aktif dalam Temulawak antara lain minyak atsiri, zat warna
curcumin, felandrena, tumerol, dan pati (Ravindran et al. 2007). Kandungan minyak atsiri dalam rimpang terdiri dari mirsen, p-toluil methyl kabinol, curcumin, desmetoxy curcumin, bidesmethyl curcumin, felandren, sabinen, sineol, borneol, zingiberen, turmeron, atlanton, artumeron, ksantorizol, dan germakron
dalam antimikroba. Temulawak telah diuji untuk melawan beberapa strain dari
bakteri dan fungi (Chauhan et al. 2003). Ekstrak dari rhizoma tersebut efektif untuk melawan Fusarium oxysporium, Aspergillus niger, A. nidulans dan Alternaria solani dan bakteri seperti Staphylococcus albus, Escherichia coli dan Pseudomonas pyocyanea (Leal et al. 2003).
Menurut Kim et al. (2003) sifat antimikroba dari rimpang dapat melawan Botrytis cineria, Erysiphe Graminis, Phytophthora infestan, Puccinia recondite, Pyricularia oryzae dan Rhizoctonia solani. Minyak esensial dari rimpang bersifat aktif dalam melawan bakteri Gram-positif yang bersifat patogen seperti S. aureus, S. epidermidis dan bakteri Gram-negatif seperti E. coli, P. aeroginosa, Salmonella thypi. Analisis senyawa aktif Temulawak menunjukkan bahwa artumerone, turmerone dan curlone merupakan senyawa utama dalam melawan bakteri(Singh et al. 2002).
Temu Ireng
Temu Ireng (Curcuma aeroginosa Roxb) merupakan tanaman tahunan yang biasanya hidup di bawah naungan tanaman lain. Batang tanaman ini merupakan
batang semu yang tingginya bisa mencapai 2 m, warna batang hijau atau cokelat
gelap dengan daun berwarna hijau gelap dan bagian tengah berwarna ungu
kemerahan. Rimpang Temu Ireng terbentuk dengan sempurna dan memiliki
percabangan yang banyak serta cukup keras (Kurniawan 2011). Penampakan luar
rimpang berwarna kuning, mengkilap dan ujungnya berwarna merah muda yang
dapat dilihat pada Gambar 2.
Taksonomi Temu Ireng menurut Kurniawan (2011) adalah:
Kingdom : Plantae
Divisi : Magnoliophyta
Kelas : Liliopsida
Ordo : Zingiberales
Famili : Zingiberaceae
Genus : Curcuma
5
Gambar 2 Temu Ireng
Kandungan dari Temu Ireng terdiri dari pati, damar, lemak, minyak atsiri
dengan kadar 2%, amilum, tanin, dan mineral (Kurniawan 2011). Ekstrak rimpang
Temu Ireng mengandung minyak atsiri, tanin, kurkumol, kurkumenol,
isokurkumenol, kurzerenon, kurdion, kurkumalakton, germakron, α, ß, γ-elemene, inderazulene, curcumin, demethyoxycurcumin, saponin, bisdemetyoxycurcumin, monoterpene, sesquiterpene, flavonoid dan alkaloid (Widowati 2007). Kandungan flavonoid, senyawa saponin, dan curcumin pada Temu Ireng telah dibuktikan memiliki sifat antibakteri dan imunomodulator (Singh et al. 2002, Agung dan Sriningsih 2006).
Sambiloto
Sambiloto (Andrographis paniculata Nees) merupakan tanaman tegak yang dapat mencapai tinggi 0.4-1 m yang dapat tumbuh pada ketinggian kurang dari
700 m di atas permukaan laut (Gambar 3).
Taksonomi Sambiloto menurut Aji (2009) adalah:
Kingdom : Plantae
Divisi : Magnoliophyta
Kelas : Magnoliopsida
Ordo : Scrophulariales
Famili : Acanthaceae
Genus : Andrographis
Spesies : Andrographis paniculata Nees.
Komponen aktif yang terkandung dalam tanaman ini bervariasi tergantung
dari asalnya, akar Sambiloto mengandung andrographin, andrographolide. Bagian daun mengandung andrographolide dalam jumlah tertinggi yaitu sebesar 2.3%, sedangkan bagian bijinya mengandung androrapholide dalam jumlah paling sedikit (Saxena et al. 2000). Berdasarkan penelitian Rao et al. (2004), Sambiloto juga mengandung flavonoid antara lain 5,7,2',3'-tetramethoxyflavanone dan 5-hydroxy-7,2',3'-trimethoxyflavone. Berdasarkan hasil penelitian, Andrographis paniculata mengandung berbagai zat aktif laktone yang terdiri dari deoxyandrographolide, didehydroandrographolide, andrographolide, neoandrographolide, 14-deoxy-11-12- dan homoandrographolide. Selain itu, juga terdapat flavonoid alkane, keton, aldehid, mineral, dan damar.Melalui penelitian
tersebut Sambiloto diduga terlibat dalam mekanisme pertahanan tubuh (Saxena et al. 2000).
Meniran
Meniran adalah tumbuhan semusim, tegak dengan tinggi mencapai 1 m.
Batang tumbuhan berbentuk bulat, tidak berbulu, licin, hijau keunguan, diameter
rata-rata 3 mm. Daunnya majemuk berseling, berwarna hijau dengan anak daun
15-24 helai, berbentuk bulat telur, tepi rata, pangkal membulat, dan ujung tumpul
seperti yang terlihat pada Gambar 4. Daun kelopaknya berbentuk bintang,
mahkota bunga berwarna putih. Buahnya kotak bulat dan berwarna hijau
keunguan. Biji buah Meniran kecil, keras, berbentuk ginjal dan berwarna coklat
7
Taksonomi Meniran menurut Soenanto (2009) adalah:
Kingdom : Plantae
Divisi : Magnoliophyta
Kelas : Magnoliopsida
Ordo : Euphorbiales
Famili : Euphorbiaceae
Genus : Phyllanthus
Spesies : Phyllanthus niruri Linn.
Gambar 4 Meniran
Kandungan kimia Meniran antara lain lignan (filantin, hipofilantin, nirantin,
linitetratin), flavonoid (quercetin, quecitrin, isoquercitin, astragalin, rutin, kaempferol-4, rhamnophynoside), alkaloid, triterpenoid, asam lemak (asam ricinocleat, asam linoleat, asam linolenat), vitamin C, kalium, damar, tanin (Permadi 2006). Akar dan daun tanaman ini kaya akan senyawa flavonoid, dan
bijinya mengandung asam lemak, saponin, kalium, damar dan zat samak
(Kurniasari 2006). Senyawa tersebut mampu meningkatkan sistem kekebalan
tubuh hingga mampu menangkal serangan virus, bakteri atau mikroba lainnya.
Hasil penelitian yang telah dilakukan Agung dan Sriningsih (2006) membuktikan
Makrofag dan Staphylococcus aureus
Respon kekebalan non spesifik pertama kali dilakukan oleh makrofag dan
sel-sel fagosit lainnya dalam sistem retikuloendotelial, termasuk monosit dan sel
neutrofil polimorfonuklear dalam darah. Fungsi utama sel makrofag adalah
memfagositosis senyawa asing atau zat yang berasal dari diri sendiri yang sudah
tua atau mati, juga berperan dalam reaksi peradangan. Beberapa jenis sel seperti
makrofag dalam kelenjar getah bening juga berfungsi dalam merepresentasikan
antigen kepada limfosit sebagai permulaan dari respon kekebalan (Radji 2010).
Proses perkembangan sel yang berperan dalam sistem imun dapat dilihat pada
Gambar 5.
Gambar 5 Perkembangan beberapa jenis sel yang berperan dalam sistem imun
(Radji 2010).
Makrofag berasal dari sel induk dalam sumsum tulang yang melalui monosit
sebagai sel antara, sel tersebut menjadi dewasa dan akhirnya menjadi makrofag
jaringan. Makrofag yang teraktivasi akan meningkatkan jumlah granula lisosom,
lebih banyak mitokondria dan kapasitas yang lebih besar untuk memfagosit
partikel yang tersaji. Penggabungan vakuola fagositik (fagosom) dengan lisosom
menghasilkan fagolisosom, tempat dimana mekanisme pembunuhan mikroba
dikonsentrasikan. Makrofag yang teraktivasi membunuh mikroba yang difagosit
9
Staphylococcus aureus merupakan bakteri Gram-positif berbentuk kokus tunggal, berpasangan, bergerombol seperti buah anggur dan berbentuk rantai
dalam biakan cair, nonmotil, dan tidak membentuk spora. S. aureus tumbuh dengan baik pada berbagai media bakteriologi di bawah suasana aerobik atau
mikroaerofilik. Tumbuh dengan cepat pada suhu 37 0C dan pembentukan pigmen
terbaik adalah pada suhu kamar 27-35 0C. Patogenitas bakteri ini dapat
menyebabkan hemolisis darah, koagulasi plasma, dan menghasilkan berbagai
enzim ekstraseluler dan toksin dan ciri khas yang membedakan dari spesies yang
METODE PENELITIAN
Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian dilaksanakan pada bulan Februari 2011 sampai November 2011.
Kegiatan pemeliharaan dan perlakuan hewan coba dilaksanakan di Fasilitas
Kandang Hewan Percobaan Fakultas Kedokteran Hewan, Institut Pertanian
Bogor. Pembuatan sediaan ulas cairan peritoneum dilaksanakan di Laboratorium
Histopatologi Bagian Patologi, Departemen Klinik Reproduksi dan Patologi,
Fakultas Kedokteran Hewan, Institut Pertanian Bogor.
Bahan dan Peralatan
Bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah ayam pedaging strain
Cobb sebanyak 15 ekor, vaksin ND live Lassota™ , CAPRIVAC-IBD Inter® live vaccine, vaksin AI killed Medivac®. Kebutuhan harian ayam seperti air minum, pakan Sinta®, lampu sebagai penghangat, dan sekam sebagai alas kandang,
ekstrak Temulawak, Temu Ireng, Meniran, Sambiloto, suspensi bakteri S. aureus nonprotein A (105 cfu/ml). Peralatan yang digunakan pada penelitian ini adalah
alat pemeliharaan dan perlakuan ayam seperti 4 petak kandang baterai, dan spuit
beserta jarum untuk vaksinasi, spuit (tanpa jarum) 1 ml untuk mencekok ekstrak
pada ayam, alat nekropsi seperti scalpel, gunting, pinset, alat untuk pembuatan preparat ulas cairan peritoneum seperti spuit, kaca obyek, metanol 100%, dan pewarna Giemsa 10%.
Persiapan Kandang Penelitian
Kandang ayam dibuat menurut sistem lantai (litter) dengan panjang 110 cm, lebar 40 cm dan tinggi 45 cm. Seluruh dinding dan lantai ruangan percobaan
dikapur dengan kapur tembok berwarna putih, didesinfeksi dengan desinfektan
kelompok fenol sintetik dan difumigasi dengan gas formalin 5% v/v sehari
11
Penyediaan Ekstrak
Ekstrak tanaman obat yang digunakan adalah ekstraksi tanaman
Temulawak, Sambiloto, dan Temu Ireng dengan pelarut etanol dan ekstraksi
tanaman Meniran dengan pelarut air. Pembuatan ektraksi dan formula dari
kombinasi tanaman obat diperoleh dari Pusat Studi Biofarmaka, Institut Pertanian
Bogor.
Pemberian Ekstrak
Penyajian ekstrak herbal untuk tiap kelompok perlakuan dilakukan dengan
melarutkan ekstrak yang telah dipersiapkan dalam aquades dengan menggunakan
stirrer. Pemberian ekstrak herbal pada setiap kelompok ayam disesuaikan dengan rataan bobot badan ayam. Setiap hari, tiap kelompok ayam dicekok dengan
masing-masing formula ekstrak tanaman obat dengan menggunakan spuit(tanpa
jarum). Aturan pencekokan adalah 1 kali sehari setiap pukul 16.00 WIB selama 28
hari.
Vaksinasi
Semua kelompok ayam percobaan diberikan vaksinasi setelah masa adaptasi
selama empat hari telah selesai. Semua kelompok ayam divaksinasi dengan vaksin
ayam divaksin ND live Lassota™ secara tetes hidung dan mata, CAPRIVAC IBD live vaccine secara oral, dan divaksin AI killed Medivac® dengan injeksi subkutan dengan dosis 0.2 ml.
Perlakuan penelitian
Penelitian ini menggunakan ayam pedaging atau broiler (strain Cobb) yang berumur 1 hari dengan bobot badan seragam. Sebelum perlakuan dimulai, ayam
diistirahatkan dan diadakan masa adaptasi selama 4 hari untuk mengembalikan
kondisi ayam dari stres karena pemindahan dan transportasi, dan pada hari ke-3
dilakukan penimbangan bobot badan pada seluruh ayam. Selama masa ini seluruh
ayam diberikan vitamin lewat air minum. Tabel 1 berikut menjelaskan kelompok
Tabel 1 Kelompok perlakuan penelitian yang diberikan ekstrak tanaman
Perlakuan Keterangan Kontrol 3 ekor ayam divaksin ND live Lassota™, CAPRIVAC
IBD-Inter® live vaccine, AI killed vaccine Medivac®, dan diberi aquades (1 ml).
F1 3 ekor ayam divaksin ND live Lassota™, CAPRIVAC IBD live
vaccine, divaksin AI killed Medivac® dan diberi formula
Temulawak, Meniran, Sambiloto, dan Temu Ireng (1 ml).
F2 3 ekor ayam divaksin ND live Lassota™, CAPRIVAC IBD live
vaccine, divaksin AI killed Medivac® dan diberi formula
Temulawak, Meniran dan Temu Ireng (1 ml).
F3 3 ekor ayam divaksin ND live Lassota™, CAPRIVAC IBD live
vaccine, divaksin AI killed Medivac® dan diberi formula
Temulawak dan Temu Ireng (1 ml).
F4 3 ekor ayam divaksin ND live Lassota™, CAPRIVAC IBD live vaccine, divaksin AI killed Medivac® diberi formula Meniran dan Sambiloto (1 ml).
Sebelum dibagi dalam kelompok perlakuan, bobot ayam tiap kelompok
perlakuan ditimbang dan dihitung bobot rata-ratanya untuk menghitung dosis
pemberian formula tanaman obat. Seluruh ayam dibagi ke dalam 5 kelompok
ayam sesuai dengan perlakuan yang akan dilaksanakan sebagai berikut:
1. Kelompok kontrol adalah kelompok ayam yang diberikan aquades.
2. Kelompok F1 adalah kelompok ayam yang akan diberikan formula kombinasi
ekstrak Temulawak, Meniran, Sambiloto, dan Temu Ireng.
3. Kelompok F2 adalah kelompok ayam yang akan diberikan formula kombinasi
ekstrak Temulawak, Meniran, dan Temu Ireng.
4. Kelompok F3 adalah kelompok ayam yang akan diberikan formula kombinasi
ekstrak Temulawak dan Temu Ireng.
5. Kelompok F4 adalah kelompok ayam yang akan diberikan formula kombinasi
13
Skema perlakuan yang dilakukan dalam penelitian dapat dilihat pada
Gambar 6.
Gambar 6 Alur perlakuan penelitian pemberian ekstrak 4 tanaman pada broiler
Pada hari ke-5 masa perlakuan seluruh kelompok ayam diberikan ekstrak
herbal sesuai dengan formulasi yang telah ditentukan kecuali pada kelompok
kontrol yang tidak diberikan ektrak herbal. Pada hari ke-4 seluruh kelompok ayam
diberikan vaksin ND live dengan metode diteteskan pada mata. Pada hari ke-11 dilanjutkan dengan pemberian vaksin IBD live dengan metode dicampurkan dengan air minum. Pada hari ke-15 adalah pemberian vaksin terakhir pada seluruh
kelompok ayam, yaitu pemberian vaksin AI killed dengan metode injeksi subkutan. Pada hari ke-21 dilanjutkan dengan penimbangan pada seluruh ayam.
Pada hari ke-32 adalah masa pemberian ekstrak terakhir pada setiap kelompok
ayam. Pada hari ke-33, semua ayam dari tiap kelompok diinfeksi dengan bakteri
S. aureus nonprotein A secara intraperitoneum dengan dosis 1 cc yang
mengandung partikel bakteri 105 cfu/ml dan dibiarkan selama 2 jam. Setelah 2 jam
ayam tersebut dibunuh dengan cara disembelih dengan pisau tajam, setelah itu
ayam ditelentangkan dan dilanjutkan dengan penyayatan pada kedua
selangkangan kemudian dikuakkan sampai jaringan subkutis dada dan perut dapat
terlihat. Setelah terkuak, dilakukan penyayatan pada otot perut sepanjang tulang
dan diambil cairan dari ruang peritoneum tersebut dengan menggunakan spuit
dengan jarum.
Pembuatan Sediaan Ulas Cairan Peritoneum
Cairan peritoneum yang telah diambil diteteskan di atas gelas obyek dan
diulaskan dengan merata pada permukaannya, kemudian difiksasi dengan metanol
100% selama 5 menit. Preparat tersebut dilanjutkan dengan proses pewarnaan
Giemsa 10% selama 25 menit dengan cara meneteskan pewarna Giemsa 10% di
atas permukaan gelas obyek kemudian dibilas dengan aquades dan ditiriskan
hingga permukaangelas obyek mengering.
Pengamatan Mikroskopi
Pengamatan dilakukan dengan mikroskop cahaya dengan perbesaran 100x
menggunakan minyak emersi dan software MacBiophotonicImageJ® (Rasban 2006). Objek pengamatan adalah sel makrofag, yaitu sel-sel makrofag yang
memiliki aktivitas fagositosis terhadap bakteri S. aureus dan sel-sel makrofag yang tidak memiliki aktivitas fagositosis. Aktivitas fagositosis diperoleh dari
persentase perbandingan sel-sel makrofag yang aktif memfagosit bakteri dalam 50
sel makrofag. Kapasitas fagositosis diperoleh dari perbandingan jumlah total
bakteri yang difagosit dibagi dengan 50 (jumlah sel makrofag yang diamati).
Pengolahan Data
Data yang disajikan berupa data kuantitatif yaitu jumlah sel makrofag aktif
dalam 50 makrofag dan jumlah bakteri dalam 50 makrofag yang aktif. Data diolah
dengan program SPSS 16. One Way ANOVA digunakan membandingkan setiap formula dan uji lanjut Duncan digunakan untuk membandingkan aktivitas dan
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil
Pengaruh dari formula ekstrak herbal terhadap sistem imunitas tubuh ayam
dapat diperoleh dengan melihat aktivitas dan kapasitas makrofag peritoneum
ayam yang telah ditantang dengan injeksi S. aureus nonprotein A secara intraperitoneum. Melalui pengamatan mikroskopi dengan menggunakan
mikroskop cahayadiperoleh gambaran seperti yang disajikan pada Gambar 7.
Gambar 7 Makrofag peritoneum broiler dengan pewarnaan Giemsa 10% (perbesaran 1000x). Bar 10 µm
Aktivitas rata-rata fagositosis pada kelompok ayam perlakuan yang diberi
formulasi ekstrak tanaman Temulawak, Temu Ireng, Meniran, dan Sambiloto
disajikan pada Tabel 2 berikut.
Tabel 2 Aktivitas dan kapasitas fagositosis makrofag peritoneum ayam yang diberikan 4 ekstrak tanaman.
Formula Aktivitas fagositosis (%) Kapasitas fagositosis
Kontrol 15.2 ± 3.12a 3.90 ± 1.59a
Formula 1 59.2 ± 17.97b 5.85 ± 2.03a
Formula 2 81.8 ± 16.07c 5.86 ± 2.16a
Formula 3 82.8 ± 15.73c 5.66 ± 1.54a
Formula 4 70.4 ± 16.27bc 10.33 ± 4.02b
Berdasarkan hasil uji statistika yang dapat dilihat pada lampiran 2, semua
kelompok ayam yang diberikan formula ekstrak tanaman dari Temulawak, Temu
Ireng, Meniran, Sambiloto secara peroral selama 28 hari, menunjukkan terjadinya
peningkatan aktivitas dari fagositosis makrofag yang berbeda secara signifikan
dengan kelompok kontrol. Aktivitas fagositosis makrofag paling tinggi
ditunjukkan oleh kelompok F3, yaitu kelompok ayam yang diberikan ekstrak
Temulawak dan Temu Ireng. Hasil uji statistika yang terlihat pada lampiran 4,
kapasitas makrofag pada kelompok F4 (ayam yang diberikan ekstrak tanaman
Sambiloto dan Meniran) menunjukkan terjadinya peningkatan kapasitas
fagositosis paling besar dan berbeda secara signifikan dengan kelompok kontrol,
sedangkan kapasitas fagositosis makrofag pada kelompok F1, F2, dan F3
menunjukkan peningkatan kapasitas fagositosis makrofag yang tidak signifikan
dengan kelompok kontrol.
Pembahasan
Senyawa aktif dalam tanaman diketahui memiliki kemampuan untuk
menghambat pertumbuhan bakteri baik secara langsung maupun tidak langsung.
Penghambatan secara langsung terjadi melalui mekanisme penghambatan
pertumbuhan bakteri, sedangkan secara tidak langsung dengan peningkatan sistem
kekebalan tubuh. Beberapa kajian ilmiah telah dilakukan untuk melihat
mekanisme yang terjadi secara in vitro maupun in vivo terhadap penghambatan bakteri.
Kajian yang dilakukan oleh Meilisa (2009) menunjukkan bahwa senyawa
aktif dalam Temulawak mampu menghambat pertumbuhan bakteri Salmonella thypi, Klebsiella pneumonia, Escherichia coli, dan Bacillus cereus secara in vitro. Melalui penelitian tersebut juga diketahui bahwa bakteri Gram-negatif lebih
sensitif terhadap senyawa aktif dalam Temulawak. Berdasarkan kajian yang
dilakukan oleh Sufriyanto dan Indradji (2005) diketahui bahwa senyawa fenol
mampu menghambat pertumbuhan bakteri S. aureus karena kemampuannya untuk berpenetrasi pada dinding sel serta merusaknya.
Lebih lanjut lagi Siswandono dan Soekardjo (1995) menjelaskan bahwa
17
melalui mekanisme adsorbsi yang melibatkan ikatan hidrogen dengan gugus
fenol. Pada kadar rendah, kompleks protein yang terdapat pada dinding sel bakteri
berikatan dengan fenol yang ikatannya lemah dan segera mengalami peruraian
diikuti oleh penetrasi fenol ke dalam sel dan menyebabkan presipitasi serta
denaturasi protein plasma. Pada kadar tinggi fenol mempengaruhi permeabilitas
membran sel sehingga menimbulkan kebocoran dan kehilangan senyawa
intraseluler. Selain merusak dinding sel, mekanisme lain yang mungkin terjadi
yaitu dengan proses denaturasi protein sel bakteri, menghambat fungsi selaput sel
(transpor zat antar sel) dan menghambat sintesis asam nukleat (Purwanti 2007).
Senyawa aktif terutama golongan fenol yang diperoleh dari tanaman Temulawak,
Meniran, Sambiloto dan Temu Ireng pada penelitian diduga mempengaruhi
terjadinya kerusakan dinding sel bakteri yang mempermudah terjadinya
fagositosis. Dengan rusaknya dinding sel dari bakteri maka makrofag dapat
bekerja lebih optimal.
Respon imun tubuh nonspesifik terhadap infeksi dari luar seperti
mikroorganisme, dijalankan oleh sel radang seperti makrofag, heterofil, Natural Killer cell, dan Killer cell. Proses fagositosis diawali dengan kemotaksis yang
dimulai dari pergerakan heterofil yang dipengaruhi oleh rangsangan kimia dari
produk bakteri. Pada dinding bakteri S. aureus terdapat antigen polisakarida, peptidoglikan (polimer polisakarida yang mengandung subunit-subunit yang
bergabung membentuk eksoskeleton yang kaku pada dinding sel). Struktur
peptidoglikan dinding sel bakteri ini dapat dirusak oleh lisosim. Infeksi yang
terjadi akan membentuk interleukin-1 dan proses opsonisasi oleh makrofag akan
mengundang reaksi kimia dari sel leukosit polimorfonuklear. Reaksi kimia ini
akan mengaktifasi komplemen dan endotoksin.
Bakteri S. aureus mengandung komponen protein A yang dapat menyebabkan terhambatnya fagositosis, sehingga pada penelitian ini infeksi pada
ayam dilakukan dengan menggunakan suspensi dari biakan bakteri tanpa protein
A 105 cfu/ml yang telah diseleksi sebelumnya. Hal ini dilakukan dengan tujuan
proses fagositosis tidak terhambat dan dapat diamati hasilnya. Proses fagositosis
dimulai dengan opsonisasi, adanya rangsangan kimia dari bakteri dan akan
antibodi akan melapisi bakteri tersebut. Proses tersebut akan membuat bakteri
tersebut rentan terhadap fagositosis. Ruangan yang telah berisi bakteri ini akan
berinvaginasi ke dalam sitoplasma dan akan melepaskan diri dari bagian luar
membran sel untuk membentuk fagosom. Penggabungan antara fagosom dengan
lisosim yang akan melepaskan enzim proteolitik, akan membentuk fagolisosom
yang akan menghancurkan struktur bakteri melalui proses endositosis. Pada saat
heterofil mengalami keterbatasan energi dan enzim, heterofil akan membantu
meningkatkan pengumpulan makrofag pada daerah yang terinfeksi tersebut untuk
melanjutkan proses fagositosis terhadap bakteri yang telah dilemahkan oleh
proses sebelumnya (Radji 2010). Pada makrofag unggas terdapat reseptor untuk
Fc dan juga C3b yang dapat meningkatkan kemampuannya untuk memakan
partikel baik melalui proses opsonisasi ataupun non opsonisasi, sehingga
memungkinkan adanya perpaduan kombinasi proses fagositosis yang lebih cepat
dan efektif terhadap bakteri. Tingkat efektifitas fagositosis dapat dilihat dari
jumlah makrofag yang aktif yang berasal dari suplai monosit dan jumlah bakteri
dalam lumen sitoplasma makrofag aktif tersebut (Radji 2010).
Pada pengamatan preparat ulas cairan peritoneum ayam yang diberi formula
ekstrak tanaman herbal yaitu ekstrak etanol tanaman Temulawak, Temu Ireng,
Sambiloto dan ekstrak Meniran dengan pelarut air menunjukkan pengaruh yang
signifikan terhadap peningkatan aktivitas fagositosis makrofag. Hal tersebut
membuktikan bahwa kandungan minyak atsiri yaitu yaitu senyawa kurkuminoid,
artumerone, turmerone, dan curlone dari ekstrak rimpang Temulawak dan senyawa flavonoid, saponin, dan senyawa kurkuminoid dari Temu Ireng
merupakan senyawa utama dalam melawan bakteri Gram-positif yang bersifat
patogen seperti S. aureus (Singh et al. 2002, Agung dan Sriningsih 2006). Senyawa metabolit sekunder dari ekstrak Meniran yaitu flavonoid, lignin,
isolignan, dan alkaloid yang telah dibuktikan berpengaruh dalam peningkatan
sistem imun tubuh (Agung dan Sriningsih 2006), memberikan efek positif
terhadap peningkatan aktivitas fagositosis makrofag terhadap bakteri S. aureus. Ekstrak etanol Sambiloto yang mengandung flavonoid dan aglycons dari diterpenoid menunjukkan terjadinya peningkatan aktivitas fagositosis makrofag.
19
Saxena et al. (2000), bahwa Sambiloto berpengaruh dalam mekanisme pertahanan tubuh.
Kapasitas fagositosis makrofag ditunjukkan oleh rata-rata jumlah bakteri
yang terdapat dalam lumen makrofag. Hasil analisis statistik yang dapat dilihat
pada lampiran 4 menunjukkan kapasitas fagositosis terbesar terdapat pada
makrofag aktif kelompok F4, yang diberikan formulasi ekstrak etanol Sambiloto
yang dikombinasikan dengan ekstrak Meniran dengan pelarut air. Besarnya
kapasitas fagositosis makrofag diduga karena kandungan lignin, isolignan dan
alkaloid dari Meniran dan senyawa aglycons dari diterpenoid Sambiloto, yang tidak dikombinasikan dengan ekstrak etanol Temulawak dan Temu Ireng yang
mengandung senyawa kurkuminoid. Perbedaan yang tidak signifikan pada
kelompok F1, F2, dan F3 terhadap kelompok kontrol pada hasil uji statistik
P>0.01 (dapat dilihat pada lampiran 4) mungkin membutuhkan waktu inkubasi
yang lebih lama (> 2 jam) untuk mengetahui kapasitas fagositosis peritoneum
yang lebih maksimal. Peningkatan fagositosis makrofag diduga terjadi karena
adanya pengaruh senyawa ekstrak yang diberikan terhadap tingkat ionisasi dan
akumulasi pada lisosom (Aryanti 2001), fusi fagosom makrofag, kompartemen
lisosom, sekresi reactive oxygen intermediate (ROI) yang merupakan hasil ledakan respirasi (respiratory burst), produksi reactive nitrogen intermediate (RNI) melalui jalur sitotoksik NOS2-dependent. ROI dan IFN diinduksi oleh TFN dan INF. Ledakan respirasi mengakibatkan meningkatnya kebutuhan akan O2 dan
menghasilkan anion superoksida (O2-) dan hidrogen peroksida (H2O2), kedua hasil
tersebut memiliki aktivitas mikrobisidal (Tjahajati et al. 2004).
Hasil pada penelitian ini diharapkan dapat membantu pencegahan dan
penanggulangan kasus penyakit dalam industri peternakan ayam. Faktor penting
yang mendukung dalam kesuksesan penanganan penyakit yang harus tetap
dijalankan adalah pemberian formula obat yang teratur, kebersihan dan sanitasi
lingkungan dan personal, kepadatan populasi ayam yang seimbang dengan luas
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Pada hasil uji statistik pemberian ekstrak etanol tanaman Temulawak, Temu
Ireng, Sambiloto dan ekstrak Meniran dengan pelarut air selama 28 hari pada
broiler berpengaruh terhadap peningkatan respon fagositosis makrofag
peritoneum broiler. Pemberian formula ekstrak etanol tanaman obat Temulawak
yang dikombinasikan dengan Temu Ireng menunjukkan aktivitas fagositosis
makrofag peritoneum broiler yang paling tinggi. Pada hasil uji statistik, pemberian
formula ekstrak etanol tanaman obat Sambiloto yang dikombinasikan dengan
ekstrak Meniran dengan pelarut air menunjukkan kapasitas fagositosis makrofag
peritoneum broiler yang paling besar.
Saran
Dibutuhkan penelitian dengan uji tantang bakteri patogen lain yang sering
21
DAFTAR PUSTAKA
Anonim, 2002. Budi Daya Secara Organik Tanaman Obat Rimpang. Martha Tilaar Innovation Center. Depok: Penebar Swadaya.
Agung EW, Sriningsih. 2006. Efek protektif ekstrak etanol herba Meniran Meniran (Phyllanthus niruri L.) terhadap aktivitas dan kapasitas makrofag peritoneum tikus. Artocarpus 2:91-96.
Aji W. 2009. Uji aktivitas antioksidan tablet effervescent kombinasi ekstrak etanol daun dewa daru (Egenia uniflora L) dan herbal Sambiloto
(Andrographis paniculata Ness) dengan metode DPPH [skripsi]. Surakarta:
Fakultas Farmasi, Universitas Muhammadiyah Surakarta.
Aryanti F. 2001. Pengaruh imunomodulator pemberian antibiotika Enrofloksasin, Oksitetrasiklin, dan Tilmikosin terhadap gambaran ulas darah putih, aktivitas dan kapasitas fagositosis sel fagosit peritoneum ayam broiler (Gallus domesticus Strain Hybro) [skripsi]. Bogor: Fakultas Kedokteran Hewan, Institut Pertanian Bogor.
Brooks GF, Butel JS dan Morse SA. 2005. Mikrobiologi Kedokteran edisi 1. Jakarta : Salemba Medika.
Chauhan UK, Soni P, Shrivasta R, Martur KC, dan Khadikar PV. 2003. Antimicrobial acitivities of the Curcuma longa Linn. Oxidation Commun (26): 266-270.
Kim MK, Choi GJ dan Lee HS. 2003. Fungicidal property of Curcuma longa L. rhizome-derrived curcumin against phytopathogenic fungi in a greenhouse. J Agric. Food Chem. (51) 1578-1581.
Kurniasari. I. 2006. Metode cepat penentuan flavonoid total Meniran (Phyllanthus [niruri) berbasis teknik spektometri inframerah dan kemometrik [skripsi]. Bogor: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor.
Kurniawan A. 2011. Aktivitas Antioksidan dan Potensi Hayati dari Kombinasi Ekstrak Empat Jenis Tanaman Obat Indonesia. [skripsi]. Bogor: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor.
Leal PF et al. 2003. Funcional properties of spice extracts obtained via supercritical fluid extraction. J. Agric. Food Chem. (69) 523-526.
Mitchell, Kumar, Abbas, dan Fausto. 2006. Pocket Companion to Robbins & Cotran Pathologic Basis of Diease, 7th edition. New York: Elsevier Inc.
Permadi. A. 2006. Tanaman Obat Pelancar Air Seni. Bogor:Penebar Swadaya.
Purwanti E. 2007. Senyawa bioaktif tanaman Sereh (Cymbopogon nardus) ekstrak kloroform dan etanol serta pengaruhnya terhadap mikroorganisme penyebab diare [skripsi]. Malang: Fakultas Pendidikan Biologi dan Ilmu Pendidikan, Jurusan Pendidikan Biologi, Universitas Muhammadiyah Malang.
Radji M. 2010. Imunologi dan Virologi. Jakarta: PT. IFSI.
Rao YK, Vimalamma G, Rao CV, dan Tzeng YM. 2004. Flavonoids and andrographolides from Andrographis paniculata. Phytochemistry, Augustus 1; 65(16): 2317-21.
Rasban W. 2006. Macbiophotonic microscopy [terhubung berkala]. http://www.macbiophotonic.ca/imagej/ [11 Juli 2011].
Ravindran PN, Babu KN, dan Sivaraman K. 2007. Turmeric the Genus Curcuma. New York: CRC press.
Saxena S et al.. 2000. High-performance thin layer chromatographic analysis of hepatoprotective diterpenoids from Andrographis paniculata. Phytochem Anal 11(1) 34-36.
Singh R, Chandra R, Bose M dan Luthra PM. 2002. Antibacterial activity of
Curcuma longa rhizoma extract on pathogenic bacteria. Current Science
(83) 737-740.
Siswandono dan Soekarjo B. 1995. Kimia Medicinal. Surabaya: Airlangga University.
Soenanto H. 2009. 100 Resep Sembuhkan Hipertensi, Asam Urat, dan Obesitas. Jakarta: Gramedia.
Sufririyanto dan Indraji M. 2005. Uji in vitro dan in vivo ekstrak campuran Mengkudu (Morinda citrifolia) dan Bawang Putih (Allium sativum) pada sapi penderita mastitis sub klinis.
Animal Production
(7):101-105.Supriadi D. 2008. Optimalisasi ekstraksi kurkuminoid Temulawak (Curcuma
Xanthorriza Roxb [skripsi]. Bogor: Fakultas Matematika dan Ilmu
Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor.
23
Widowati L. 2007. Pemanfaatan Tanaman Obat. Jakarta: Puslitbang Farmasi. DepkesRI.
25
Lampiran 1 Hasil uji ANOVA terhadap aktivitas fagositosis makrofag yang diberikan formula ekstrak tanaman obat.
ANOVA
Aktivitas
Jumlah kuadrat db Jumlah rataan F Sig.
Antar kelompok 30932.480 4 7733.120 35.063 .000 Dalam kelompok 9924.800 45 220.551
Total 40857.280 49
Lampiran 2 Hasil uji lanjut Duncan terhadap aktivitas fagositosis makrofag yang diberikan formula ekstrak tanaman obat
Duncan
Formula N
Subset for alpha = 0.01
1 2 3
Kontrol 10 15.2000
Formula 1 10 59.2000
Formula 4 10 70.4000 70.4000
Formula 2 10 81.8000
Formula 3 10 82.8000
Sig. 1.000 .099 .084
Lampiran 3 Hasil uji ANOVA terhadap kapasitas fagositosis makrofag yang diberikan formula ekstrak tanaman obat.
ANOVA
Kapasitas
Jumlah kuadrat Db Rataan kuadrat F Sig.
Antar kelompok 228.046 4 57.012 9.562 .000
Dalam kelompok 268.294 45 5.962
Lampiran 4 Hasil uji lanjut Duncan terhadap kapasitas fagositosis makrofag yang diberikan formula ekstrak tanaman obat.
Duncan
Formula N
Subset for alpha = 0.01
1 2
Kontrol 10 3.9000
Formula 3 10 5.6600
Formula 1 10 5.8500
Formula 2 10 5.8600
Formula 4 10 10.3300
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Ayam merupakan sumber produk pangan asal hewan yang memiliki
kandungan gizi protein tinggi dan memiliki cita rasa yang enak, hal tersebut
menyebabkan produk pangan asal ayam menjadi pilihan utama masyarakat
sebagai sumber protein sehari-hari. Hal lain yang mendukung produk pangan asal
ayam menjadi pilihan utama adalah produk tersebut diterima oleh hampir semua
golongan agama, harga yang relatif terjangkau dan masa panen yang relatif
singkat dibandingkan jenis hewan yang lain. Permasalahan dalam peternakan
ayam adalah banyaknya jenis penyakit yang dapat mengganggu kesehatan ayam
dan berpengaruh pada proses perkembangan dan produksi ayam seperti turunnya
berat badan ayam, turunnya produksi telur, dan kematian sehingga apabila
permasalahan tersebut tidak dapat diatasi maka tingginya kebutuhan akan ayam
sebagai sumber protein hewani tidak dapat terpenuhi. Hal tersebut akan sangat
merugikan, seperti pengaruhnya terhadap kesehatan masyarakat dan menyebabkan
terjadinya kenaikan harga yang akan memberatkan konsumen.
Pada industri peternakan ayam, pemberian vaksin dan obat merupakan cara
yang masih dianggap efektif dalam penanganan penyakit ayam, namun demikian
saat ini cara tersebut mengalami kendala seiring terjadinya perubahan lingkungan
seperti suhu, kepadatan, kelembaban, dan ditambah oleh faktor dari dalam seperti
permasalahan nutrisi dan stres yang menyebabkan turunnya sistem kekebalan
ayam tersebut. Hal lain yang menyebabkan kurang efektifnya penanganan
penyakit pada ayam adalah terjadinya mutasi pada agen penyakit seperti virus dan
adanya resistensi bakteri terhadap antibiotik tertentu. Keadaan ini menyebabkan
masalah yang baru dan dibutuhkan pengembangan lebih lanjut terhadap
penanganan kesehatan ayam secara umumyang baik dan benar.
Indonesia memiliki berbagai jenis tanaman obat dan telah dikembangkan
untuk dimanfaatkan menjadi obat oleh masyarakat Indonesia. Saat ini manfaat
kandungan dari tumbuhan obat tersebut telah diteliti untuk mengobati penyakit
pada hewan dan diharapkan dapat membantu dalam mengatasi masalah kesehatan
Tujuan
Penelitian ini bertujuan untuk melihat efek dari formulasi ekstrak tanaman
Temulawak, Temu Ireng, Sambiloto, dan Meniran terhadap respon fagositosis
makrofag pada ayam broiler yang diinfeksi dengan bakteri.
Manfaat
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi ilmiah mengenai
potensi imunomodulator dari formula 4 tanaman obat asal Indonesia yaitu
TINJAUAN PUSTAKA
Temulawak
Temulawak (Curcuma xanthorrhiza Roxb) merupakan Genus terpenting dalam famili Zingiberaceae. Tinggi tanaman dapat mencapai 2 m atau lebih,
rimpang tanaman berukuran besar, bercabang-cabang, dan berwarna coklat
kemerahan atau kuning tua yang dapat dilihat pada Gambar 1. Daging rimpang
berwarna oranye tua atau kecoklatan, beraroma tajam yang menyengat, dan
rasanya pahit (Supriadi 2008).
Taksonomi Temulawak menurut Supriadi (2008) adalah:
Kingdom : Plantae
Divisi : Magnoliophyta
Kelas : Monocotyledonae
Ordo : Zingiberales
Famili : Zingiberaceae
Genus : Curcuma
Spesies : Curcuma xanthorrhiza Roxb.
[image:43.595.109.482.95.811.2].
Gambar 1 Temulawak
Kandungan aktif dalam Temulawak antara lain minyak atsiri, zat warna
curcumin, felandrena, tumerol, dan pati (Ravindran et al. 2007). Kandungan minyak atsiri dalam rimpang terdiri dari mirsen, p-toluil methyl kabinol, curcumin, desmetoxy curcumin, bidesmethyl curcumin, felandren, sabinen, sineol, borneol, zingiberen, turmeron, atlanton, artumeron, ksantorizol, dan germakron
dalam antimikroba. Temulawak telah diuji untuk melawan beberapa strain dari
bakteri dan fungi (Chauhan et al. 2003). Ekstrak dari rhizoma tersebut efektif untuk melawan Fusarium oxysporium, Aspergillus niger, A. nidulans dan Alternaria solani dan bakteri seperti Staphylococcus albus, Escherichia coli dan Pseudomonas pyocyanea (Leal et al. 2003).
Menurut Kim et al. (2003) sifat antimikroba dari rimpang dapat melawan Botrytis cineria, Erysiphe Graminis, Phytophthora infestan, Puccinia recondite, Pyricularia oryzae dan Rhizoctonia solani. Minyak esensial dari rimpang bersifat aktif dalam melawan bakteri Gram-positif yang bersifat patogen seperti S. aureus, S. epidermidis dan bakteri Gram-negatif seperti E. coli, P. aeroginosa, Salmonella thypi. Analisis senyawa aktif Temulawak menunjukkan bahwa artumerone, turmerone dan curlone merupakan senyawa utama dalam melawan bakteri(Singh et al. 2002).
Temu Ireng
Temu Ireng (Curcuma aeroginosa Roxb) merupakan tanaman tahunan yang biasanya hidup di bawah naungan tanaman lain. Batang tanaman ini merupakan
batang semu yang tingginya bisa mencapai 2 m, warna batang hijau atau cokelat
gelap dengan daun berwarna hijau gelap dan bagian tengah berwarna ungu
kemerahan. Rimpang Temu Ireng terbentuk dengan sempurna dan memiliki
percabangan yang banyak serta cukup keras (Kurniawan 2011). Penampakan luar
rimpang berwarna kuning, mengkilap dan ujungnya berwarna merah muda yang
dapat dilihat pada Gambar 2.
Taksonomi Temu Ireng menurut Kurniawan (2011) adalah:
Kingdom : Plantae
Divisi : Magnoliophyta
Kelas : Liliopsida
Ordo : Zingiberales
Famili : Zingiberaceae
Genus : Curcuma
5
Gambar 2 Temu Ireng
Kandungan dari Temu Ireng terdiri dari pati, damar, lemak, minyak atsiri
dengan kadar 2%, amilum, tanin, dan mineral (Kurniawan 2011). Ekstrak rimpang
Temu Ireng mengandung minyak atsiri, tanin, kurkumol, kurkumenol,
isokurkumenol, kurzerenon, kurdion, kurkumalakton, germakron, α, ß, γ-elemene, inderazulene, curcumin, demethyoxycurcumin, saponin, bisdemetyoxycurcumin, monoterpene, sesquiterpene, flavonoid dan alkaloid (Widowati 2007). Kandungan flavonoid, senyawa saponin, dan curcumin pada Temu Ireng telah dibuktikan memiliki sifat antibakteri dan imunomodulator (Singh et al. 2002, Agung dan Sriningsih 2006).
Sambiloto
Sambiloto (Andrographis paniculata Nees) merupakan tanaman tegak yang dapat mencapai tinggi 0.4-1 m yang dapat tumbuh pada ketinggian kurang dari
700 m di atas permukaan laut (Gambar 3).
Taksonomi Sambiloto menurut Aji (2009) adalah:
Kingdom : Plantae
Divisi : Magnoliophyta
Kelas : Magnoliopsida
Ordo : Scrophulariales
Famili : Acanthaceae
Genus : Andrographis
Spesies : Andrographis paniculata Nees.
Komponen aktif yang terkandung dalam tanaman ini bervariasi tergantung
dari asalnya, akar Sambiloto mengandung andrographin, andrographolide. Bagian daun mengandung andrographolide dalam jumlah tertinggi yaitu sebesar 2.3%, sedangkan bagian bijinya mengandung androrapholide dalam jumlah paling sedikit (Saxena et al. 2000). Berdasarkan penelitian Rao et al. (2004), Sambiloto juga mengandung flavonoid antara lain 5,7,2',3'-tetramethoxyflavanone dan 5-hydroxy-7,2',3'-trimethoxyflavone. Berdasarkan hasil penelitian, Andrographis paniculata mengandung berbagai zat aktif laktone yang terdiri dari deoxyandrographolide, didehydroandrographolide, andrographolide, neoandrographolide, 14-deoxy-11-12- dan homoandrographolide. Selain itu, juga terdapat flavonoid alkane, keton, aldehid, mineral, dan damar.Melalui penelitian
tersebut Sambiloto diduga terlibat dalam mekanisme pertahanan tubuh (Saxena et al. 2000).
Meniran
Meniran adalah tumbuhan semusim, tegak dengan tinggi mencapai 1 m.
Batang tumbuhan berbentuk bulat, tidak berbulu, licin, hijau keunguan, diameter
rata-rata 3 mm. Daunnya majemuk berseling, berwarna hijau dengan anak daun
15-24 helai, berbentuk bulat telur, tepi rata, pangkal membulat, dan ujung tumpul
seperti yang terlihat pada Gambar 4. Daun kelopaknya berbentuk bintang,
mahkota bunga berwarna putih. Buahnya kotak bulat dan berwarna hijau
keunguan. Biji buah Meniran kecil, keras, berbentuk ginjal dan berwarna coklat
7
Taksonomi Meniran menurut Soenanto (2009) adalah:
Kingdom : Plantae
Divisi : Magnoliophyta
Kelas : Magnoliopsida
Ordo : Euphorbiales
Famili : Euphorbiaceae
Genus : Phyllanthus
Spesies : Phyllanthus niruri Linn.
Gambar 4 Meniran
Kandungan kimia Meniran antara lain lignan (filantin, hipofilantin, nirantin,
linitetratin), flavonoid (quercetin, quecitrin, isoquercitin, astragalin, rutin, kaempferol-4, rhamnophynoside), alkaloid, triterpenoid, asam lemak (asam ricinocleat, asam linoleat, asam linolenat), vitamin C, kalium, damar, tanin (Permadi 2006). Akar dan daun tanaman ini kaya akan senyawa flavonoid, dan
bijinya mengandung asam lemak, saponin, kalium, damar dan zat samak
(Kurniasari 2006). Senyawa tersebut mampu meningkatkan sistem kekebalan
tubuh hingga mampu menangkal serangan virus, bakteri atau mikroba lainnya.
Hasil penelitian yang telah dilakukan Agung dan Sriningsih (2006) membuktikan
Makrofag dan Staphylococcus aureus
Respon kekebalan non spesifik pertama kali dilakukan oleh makrofag dan
sel-sel fagosit lainnya dalam sistem retikuloendotelial, termasuk monosit dan sel
neutrofil polimorfonuklear dalam darah. Fungsi utama sel makrofag adalah
memfagositosis senyawa asing atau zat yang berasal dari diri sendiri yang sudah
tua atau mati, juga berperan dalam reaksi peradangan. Beberapa jenis sel seperti
makrofag dalam kelenjar getah bening juga berfungsi dalam merepresentasikan
antigen kepada limfosit sebagai permulaan dari respon kekebalan (Radji 2010).
[image:48.595.109.507.29.842.2]Proses perkembangan sel yang berperan dalam sistem imun dapat dilihat pada
Gambar 5.
Gambar 5 Perkembangan beberapa jenis sel yang berperan dalam sistem imun
(Radji 2010).
Makrofag berasal dari sel induk dalam sumsum tulang yang melalui monosit
sebagai sel antara, sel tersebut menjadi dewasa dan akhirnya menjadi makrofag
jaringan. Makrofag yang teraktivasi akan meningkatkan jumlah granula lisosom,
lebih banyak mitokondria dan kapasitas yang lebih besar untuk memfagosit
partikel yang tersaji. Penggabungan vakuola fagositik (fagosom) dengan lisosom
menghasilkan fagolisosom, tempat dimana mekanisme pembunuhan mikroba
dikonsentrasikan. Makrofag yang teraktivasi membunuh mikroba yang difagosit
[image:48.595.114.491.302.515.2]9
Staphylococcus aureus merupakan bakteri Gram-positif berbentuk kokus tunggal, berpasangan, bergerombol seperti buah anggur dan berbentuk rantai
dalam biakan cair, nonmotil, dan tidak membentuk spora. S. aureus tumbuh dengan baik pada berbagai media bakteriologi di bawah suasana aerobik atau
mikroaerofilik. Tumbuh dengan cepat pada suhu 37 0C dan pembentukan pigmen
terbaik adalah pada suhu kamar 27-35 0C. Patogenitas bakteri ini dapat
menyebabkan hemolisis darah, koagulasi plasma, dan menghasilkan berbagai
enzim ekstraseluler dan toksin dan ciri khas yang membedakan dari spesies yang
METODE PENELITIAN
Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian dilaksanakan pada bulan Februari 2011 sampai November 2011.
Kegiatan pemeliharaan dan perlakuan hewan coba dilaksanakan di Fasilitas
Kandang Hewan Percobaan Fakultas Kedokteran Hewan, Institut Pertanian
Bogor. Pembuatan sediaan ulas cairan peritoneum dilaksanakan di Laboratorium
Histopatologi Bagian Patologi, Departemen Klinik Reproduksi dan Patologi,
Fakultas Kedokteran Hewan, Institut Pertanian Bogor.
Bahan dan Peralatan
Bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah ayam pedaging strain
Cobb sebanyak 15 ekor, vaksin ND live Lassota™ , CAPRIVAC-IBD Inter® live vaccine, vaksin AI killed Medivac®. Kebutuhan harian ayam seperti air minum, pakan Sinta®, lampu sebagai penghangat, dan sekam sebagai alas kandang,
ekstrak Temulawak, Temu Ireng, Meniran, Sambiloto, suspensi bakteri S. aureus nonprotein A (105 cfu/ml). Peralatan yang digunakan pada penelitian ini adalah
alat pemeliharaan dan perlakuan ayam seperti 4 petak kandang baterai, dan spuit
beserta jarum untuk vaksinasi, spuit (tanpa jarum) 1 ml untuk mencekok ekstrak
pada ayam, alat nekropsi seperti scalpel, gunting, pinset, alat untuk pembuatan preparat ulas cairan peritoneum seperti spuit, kaca obyek, metanol 100%, dan pewarna Giemsa 10%.
Persiapan Kandang Penelitian
Kandang ayam dibuat menurut sistem lantai (litter) dengan panjang 110 cm, lebar 40 cm dan tinggi 45 cm. Seluruh dinding dan lantai ruangan percobaan
dikapur dengan kapur tembok berwarna putih, didesinfeksi dengan desinfektan
kelompok fenol sintetik dan difumigasi dengan gas formalin 5% v/v sehari
11
Penyediaan Ekstrak
Ekstrak tanaman obat yang digunakan adalah ekstraksi tanaman
Temulawak, Sambiloto, dan Temu Ireng dengan pelarut etanol dan ekstraksi
tanaman Meniran dengan pelarut air. Pembuatan ektraksi dan formula dari
kombinasi tanaman obat diperoleh dari Pusat Studi Biofarmaka, Institut Pertanian
Bogor.
Pemberian Ekstrak
Penyajian ekstrak herbal untuk tiap kelompok perlakuan dilakukan dengan
melarutkan ekstrak yang telah dipersiapkan dalam aquades dengan menggunakan
stirrer. Pemberian ekstrak herbal pada setiap kelompok ayam disesuaikan dengan rataan bobot badan ayam. Setiap hari, tiap kelompok ayam dicekok dengan
masing-masing formula ekstrak tanaman obat dengan menggunakan spuit(tanpa
jarum). Aturan pencekokan adalah 1 kali sehari setiap pukul 16.00 WIB selama 28
hari.
Vaksinasi
Semua kelompok ayam percobaan diberikan vaksinasi setelah masa adaptasi
selama empat hari telah selesai. Semua kelompok ayam divaksinasi dengan vaksin
ayam divaksin ND live Lassota™ secara tetes hidung dan mata, CAPRIVAC IBD live vaccine secara oral, dan divaksin AI killed Medivac® dengan injeksi subkutan dengan dosis 0.2 ml.
Perlakuan penelitian
Penelitian ini menggunakan ayam pedaging atau broiler (strain Cobb) yang berumur 1 hari dengan bobot badan seragam. Sebelum perlakuan dimulai, ayam
diistirahatkan dan diadakan masa adaptasi selama 4 hari untuk mengembalikan
kondisi ayam dari stres karena pemindahan dan transportasi, dan pada hari ke-3
dilakukan penimbangan bobot badan pada seluruh ayam. Selama masa ini seluruh
ayam diberikan vitamin lewat air minum. Tabel 1 berikut menjelaskan kelompok
Tabel 1 Kelompok perlakuan penelitian yang diberikan ekstrak tanaman
Perlakuan Keterangan Kontrol 3 ekor ayam divaksin ND live Lassota™, CAPRIVAC
IBD-Inter® live vaccine, AI killed vaccine Medivac®, dan diberi aquades (1 ml).
F1 3 ekor ayam divaksin ND live Lassota™, CAPRIVAC IBD live
vaccine, divaksin AI killed Medivac® dan diberi formula
Temulawak, Meniran, Sambiloto, dan Temu Ireng (1 ml).
F2 3 ekor ayam divaksin ND live Lassota™, CAPRIVAC IBD live
vaccine, divaksin AI killed Medivac® dan diberi formula
Temulawak, Meniran dan Temu Ireng (1 ml).
F3 3 ekor ayam divaksin ND live Lassota™, CAPRIVAC IBD live
vaccine, divaksin AI killed Medivac® dan diberi formula
Temulawak dan Temu Ireng (1 ml).
F4 3 ekor ayam divaksin ND live Lassota™, CAPRIVAC IBD live vaccine, divaksin AI killed Medivac® diberi formula Meniran dan Sambiloto (1 ml).
Sebelum dibagi dalam kelompok perlakuan, bobot ayam tiap kelompok
perlakuan ditimbang dan dihitung bobot rata-ratanya untuk menghitung dosis
pemberian formula tanaman obat. Seluruh ayam dibagi ke dalam 5 kelompok
ayam sesuai dengan perlakuan yang akan dilaksanakan sebagai berikut:
1. Kelompok kontrol adalah kelompok ayam yang diberikan aquades.
2. Kelompok F1 adalah kelompok ayam yang akan diberikan formula kombinasi
ekstrak Temulawak, Meniran, Sambiloto, dan Temu Ireng.
3. Kelompok F2 adalah kelompok ayam yang akan diberikan formula kombinasi
ekstrak Temulawak, Meniran, dan Temu Ireng.
4. Kelompok F3 adalah kelompok ayam yang akan diberikan formula kombinasi
ekstrak Temulawak dan Temu Ireng.
5. Kelompok F4 adalah kelompok ayam yang akan diberikan formula kombinasi
13
[image:53.595.111.505.139.384.2]Skema perlakuan yang dilakukan dalam penelitian dapat dilihat pada
Gambar 6.
Gambar 6 Alur perlakuan penelitian pemberian ekstrak 4 tanaman pada broiler
Pada hari ke-5 masa perlakuan seluruh kelompok ayam diberikan ekstrak
herbal sesuai dengan formulasi yang telah ditentukan kecuali pada kelompok
kontrol yang tidak diberikan ektrak herbal. Pada hari ke-4 seluruh kelompok ayam
diberikan vaksin ND live dengan metode diteteskan pada mata. Pada hari ke-11 dilanjutkan dengan pemberian vaksin IBD live dengan metode dicampurkan dengan air minum. Pada hari ke-15 adalah pemberian vaksin terakhir pada seluruh
kelompok ayam, yaitu pemberian vaksin AI killed dengan metode injeksi subkutan. Pada hari ke-21 dilanjutkan dengan penimbangan pada seluruh ayam.
Pada hari ke-32 adalah masa pemberian ekstrak terakhir pada setiap kelompok
ayam. Pada hari ke-33, semua ayam dari tiap kelompok diinfeksi dengan bakteri
S. aureus nonprotein A secara intraperitoneum dengan dosis 1 cc yang
mengandung partikel bakteri 105 cfu/ml dan dibiarkan selama 2 jam. Setelah 2 jam
ayam tersebut dibunuh dengan cara disembelih dengan pisau tajam, setelah itu
ayam ditelentangkan dan dilanjutkan dengan penyayatan pada kedua
selangkangan kemudian dikuakkan sampai jaringan subkutis dada dan perut dapat
terlihat. Setelah terkuak, dilakukan penyayatan pada otot perut sepanjang tulang
dan diambil cairan dari ruang peritoneum tersebut dengan menggunakan spuit
dengan jarum.
Pembuatan Sediaan Ulas Cairan Peritoneum
Cairan peritoneum yang telah diambil diteteskan di atas gelas obyek dan
diulaskan dengan merata pada permukaannya, kemudian difiksasi dengan metanol
100% selama 5 menit. Preparat tersebut dilanjutkan dengan proses pewarnaan
Giemsa 10% selama 25 menit dengan cara meneteskan pewarna Giemsa 10% di
atas permukaan gelas obyek kemudian dibilas dengan aquades dan ditiriskan
hingga permukaangelas obyek mengering.
Pengamatan Mikroskopi
Pengamatan dilakukan dengan mikroskop cahaya dengan perbesaran 100x
menggunakan minyak emersi dan software MacBiophotonicImageJ® (Rasban 2006). Objek pengamatan adalah sel makrofag, yaitu sel-sel makrofag yang
memiliki aktivitas fagositosis terhadap bakteri S. aureus dan sel-sel makrofag yang tidak memiliki aktivitas fagositosis. Aktivitas fagositosis diperoleh dari
persentase perbandingan sel-sel makrofag yang aktif memfagosit bakteri dalam 50
sel makrofag. Kapasitas fagositosis diperoleh dari perbandingan jumlah total
bakteri yang difagosit dibagi dengan 50 (jumlah sel makrofag yang diamati).
Pengolahan Data
Data yang disajikan berupa data kuantitatif yaitu jumlah sel makrofag aktif
dalam 50 makrofag dan jumlah bakteri dalam 50 makrofag yang aktif. Data diolah
dengan program SPSS 16. One Way ANOVA digunakan membandingkan setiap formula dan uji lanjut Duncan digunakan untuk membandingkan aktivitas dan
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil
Pengaruh dari formula ekstrak herbal terhadap sistem imunitas tubuh ayam
dapat diperoleh dengan melihat aktivitas dan kapasitas makrofag peritoneum
ayam yang telah ditantang dengan injeksi S. aureus nonprotein A secara intraperitoneum. Melalui pengamatan mikroskopi dengan menggunakan
mikroskop cahayadiperoleh gambaran seperti yang disajikan pada Gambar 7.
Gambar 7 Makrofag peritoneum broiler dengan pewarnaan Giemsa 10% (perbesaran 1000x). Bar 10 µm
Aktivitas rata-rata fagositosis pada kelompok ayam perlakuan yang diberi
formulasi ekstrak tanaman Temulawak, Temu Ireng, Meniran, dan Sambiloto
disajikan pada Tabel 2 berikut.
Tabel 2 Aktivitas dan kapasitas fagositosis makrofag peritoneum ayam yang diberikan 4 ekstrak tanaman.
Formula Aktivitas fagositosis (%) Kapasitas fagositosis
Kontrol 15.2 ± 3.12a 3.90 ± 1.59a
Formula 1 59.2 ± 17.97b 5.85 ± 2.03a
Formula 2 81.8 ± 16.07c 5.86 ± 2.16a
Formula 3 82.8 ± 15.73c 5.66 ± 1.54a
Formula 4 70.4 ± 16.27bc 10.33 ± 4.02b
Gambar
Dokumen terkait
Mahasiswa mampu menjelaskan berbagai cara perancangan dan penentuan visi misi organisasi baik perusahaan profit maupun non profit, tujuan dan pentingnya berbagai
Berdasarkan 2(dua) kelompok data tersebut, jika nilai rata-rata pada kolom G (sel G4) digunakan sebagai acuan, maka fungsi database yang tepat untuk mengisi data predikat seperti
Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Mencapai gelar Sarjana Pada Program Studi Ilmu Ekonomi Universitas
Arah pengaruh variabel X yaitu Akun Instagram @taichangoreng positif terhadap Minat Beli netizen, hal ini didapati dari hasil pengujian variabel X yaitu Akun Instagram dengan
Pejabat Pengadaan Kegiatan Pembinaan dan Pengembangan Perikanan pada Dinas Perikanan Tahun Anggaran 2014, telah melaksanakan Proses Evaluasi Kualifikasi dan Penawaran dalam
Sebelum kerangka teori dan kerangka konsep dibangunkan, adalah menjadi tanggungjawab penyelidik untuk membuat bacaan secara komprehensif dan membuat sorotan
Pemanfaatan Tulang Ikan Nila ( Oreochromis niloticus ) sebagai Pengganti Gelatin dan Karakteristik Sifat Fisika Kimianya.. Di bawah bimbingan WIRANTI SRI RAHAYU dan
Isolated of Endophytic bacteria from red betel root, produced a supernatant to test the inhibitory effect on 4 test bacteria that are pathogenic, Two (2)