• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaruh proporsi Drug Load terhadap profil disolusi dispersi padat kurkumin ekstrak temulawak (Curcuma xanthorrhiza Roxb.) dalam polivinil pirolidon dengan vaccum rotary evaporator.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pengaruh proporsi Drug Load terhadap profil disolusi dispersi padat kurkumin ekstrak temulawak (Curcuma xanthorrhiza Roxb.) dalam polivinil pirolidon dengan vaccum rotary evaporator."

Copied!
90
0
0

Teks penuh

(1)

i

PENGARUH PROPORSI DRUG LOAD TERHADAP PROFIL DISOLUSI DISPERSI PADAT KURKUMIN EKSTRAK TEMULAWAK (Curcuma

xanthorrhiza Roxb.) DALAM POLIVINIL PIROLIDON DENGAN VACCUM

ROTARY EVAPORATOR

Skripsi

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat

Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S. Farm)

Program Studi Ilmu Farmasi

Diajukan Oleh: Nama : Jati Panantya NIM : 098114087

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA

(2)
(3)
(4)

iv

PERSEMBAHAN

Kupersembahkan skripsi ini untuk……

Tuhan Yesus dan Bunda Maria yang selalu menjaga dan memberiku kekuatan,

berkat dan jalan keluar dari segala persoalan,

Bapak Ibuku, dan kakak serta dosen-dosenku sebagai orangtua kedua,

Maria Rosalia Biri Koni Tiala,

yang selalu memberiku dukungan dan doa,

Sahabat-sahabat dan teman-temanku tersayang,

Alm. Filipus Joko Pamungkas, atas persahabatan terbaik dalam hidupku,

(5)
(6)
(7)

vii PRAKATA

Puji dan syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa atas berkat, kasih dan

pertolongan-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul

“Pengaruh Proporsi Drug Load Terhadap Profil Disolusi Dispersi Padat Kurkumin

Ekstrak Temulawak (Curcuma Xanthorrhiza Roxb.) Dalam Polivinil Pirolidon

Dengan Vaccum Rotary Evaporator”. Skripsi ini disusun guna memenuhi salah satu

syarat untuk mendapatkan gelar Sarjana Strata Satu Program Studi Ilmu Farmasi

(S.Farm.).

Selama masa perkuliahan hingga penelitian dan penyusunan skripsi, penulis

banyak mendapatkan bantuan dari berbagai pihak baik berupa bimbingan, doa,

dorongan, nasehat maupun sarana dan prasarana. Pada kesempatan ini penulis ingin

menyampaikan ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:

1. Ipang Djunarko, M.Sc., Apt., selaku Dekan Fakultas Farmasi Universitas

Sanata Dharma Yogyakarta.

2. Prof. Dr. H. Achmad Fudholi, DEA., Apt. selaku Dosen Pembimbing yang

telah memberikan bimbingan, saran dan nasehat..

3. Enade Perdana Istyastono, Ph.D., Apt., selaku Dosen Pembimbing

Pendamping atas segala segala arahan, saran dan bimbingannya.

4. C.M. Ratna Rini Nastiti, M.Pharm., Apt., selaku dosen penguji atas segala arahan, masukan, kritik, dan saran yang telah diberikan kepada penulis.

5. Yohanes Dwiatmaka, M.Si., selaku dosen penguji atas segala arahan,

(8)

viii

6. Dewi Setyaningsih, M.Sc., Apt., selaku pendukung penelitian yang telah

memberikan bimbingan, saran, nasehat, serta bantuan material dan

nonmaterial.

7. Prof. Dr. Sudibyo Martono, M.S., Apt., atas pemberian eksklusif kurkumin

baku dan membimbing kami dalam metode analisis.

8. Pak Musrifin, Pak Wagiran, Pak Iswandi, Pak Agung, Pak Yuwono, Mas

Bimo Doblo, Mas Otto, Pak Parlan, Mas Kunto, Mas Sigit, Pak Pardjiman,

Pak Heru, Pak Ketul dan segenap jajaran keamanan kampus atas bantuan dan

kelancaran yang telah diberikan dalam pelaksanaan penelitian ini.

9. Felix Pradana, Saka Adhiyuda selaku teman seperjuangan dalam penelitian

atas bantuan, dukungan, dan persahabatannya dalam susah, senang, dan

pusing bersama selama ini.

10.Teman-teman Genk Galak atas semua senyum, canda, dan tawanya.

11.Semua pihak dan teman-teman yang tidak dapat penulis sebutkan satu per

satu, yang telah membantu terselesaikannya skripsi ini.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna, oleh karena

itu penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun dari para

pembaca demi kesempurnaan skripsi ini.

Akhir kata penulis berharap semoga skripsi ini bermanfaat bagi

perkembangan ilmu farmasi khusunya dan kemajuan ilmu pengetahuan pada

umumnya.

Yogyakarta, 15 Juni 2013

(9)

ix DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii

HALAMAN PENGESAHAN ... iii

HALAMAN PERSEMBAHAN ... iv

PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI ... v

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... vi

PRAKATA ... vii

DAFTAR ISI ... ix

DAFTAR TABEL ... xii

DAFTAR GAMBAR ... xiii

DAFTAR LAMPIRAN ... xiv

INTISARI ... xv

ABSTRACT ... xvi

BAB I. PENGANTAR... 1

A.Latar Belakang ... 1

B. Rumusan Masalah ... 2

C. Keaslian Penelitian ... 3

D.Manfaat Penelitian ... 3

E. Tujuan Penelitian ... 3

BAB II. PENELAAHAN PUSTAKA ... 5

A.Kurkumin... 5

(10)

x

C. Rotary Evaporator ... 7

D.PVP K30 ... 9

E. Disolusi... 11

F. Alat Uji Disolusi Rotating Paddle ... 15

G.KLT- Densitometri ... 16

H.Landasan Teori ... 17

I. Hipotesis ... 19

BAB III. METODE PENELITIAN ... 20

A.Jenis dan Rancangan Penelitian ... 20

B. Variabel Penelitian dan Definisi Operasional ... 20

C. Bahan Penelitian ... 21

D. Alat Penelitian ... 21

E. Tata Cara Penelitian ... 22

1. Pembuatan Dispersi Padat ... 22

2. Pembuatan Campuran Fisik ... 22

3. Uji Disolusi ... 23

4. Penetapan Kadar Kurkumin dengan KLT-Densitometri ... 23

F. Validasi Metode ... 24

G.Analisis Hasil ... 26

BAB IV. PEMBAHASAN ... 28

A.Pembuatan Dispersi Padat ... 28

B. Pembuatan Campuran Fisik ... 29

C. Pembuatan Fase Gerak ... 30

(11)

xi

E. Pembuatan Kurva Baku Kurkumin ... 31

F. Validasi Metode ... 32

1. Selektivitas ... 33

2. Linearitas ... 33

3. Akurasi ... 34

4. Presisi ... 34

5. Range ... 35

G.Penentuan Akurasi dan Presisi Baku Kurkumin dalam Sampel ... 35

H.Uji Disolusi ... 37

I. Pengukuran Kadar Kurkumin ... 38

J. Hubungan Proporsi Drug Load Terhadap Disolusi Kurkumin ... 41

BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN ... 44

A.Kesimpulan ... 44

B.Saran ... 44

Daftar Pustaka ... 45

Lampiran ... 48

(12)

xii

DAFTAR TABEL

Tabel I. Formula Dispersi Padat ... 22

Tabel II. Formula Dispersi Padat ... 28

Tabel III. Kurva Baku Kurkumin ... 31

Tabel IV. Kadar Baku Kurkumin ... 34

Tabel V. Recovery Baku Kurkumin ... 34

Tabel VI. Data Coefficient of Variation (CV) Kadar kurkumin ... 34

Tabel VII. Recovery dan CV Baku Kurkumin dalam Matriks Sampel ... 36

Tabel VIII. Dispersi Padat Kurkumin ... 37

Tabel IX. Disolusi Efisiensi Formula Dispersi Padat Menit 120 ... 41

(13)

xiii

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Struktur Kurkumin ... 5

Gambar 2. Rotary Evaporator... 8

Gambar 3. Grafik Persen Terdisolusi vs Waktu Formula SD F1 ... 38

Gambar 4. Grafik Persen Terdisolusi vs Waktu Formula SD F2 ... 39

Gambar 5. Grafik Persen Terdisolusi vs Waktu Formula SD F3 ... 39

(14)

xiv

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Data Penimbangan Baku dan Ekstrak Temulawak ... 48

Lampiran 2. Pembuatan Seri Baku Kurkumin ... 49

Lampiran 3. Data Rf dan Baku Kurkumin ... 50

Lampiran 4. Pengecekan Kadar Kurkumin dalam Ekstrak Temulawak... 51

Lampiran 5. Data Kromatogram Baku Kurkumin... 52

Lampiran 6. Data Validasi Metode ... 54

Lampiran 7. Data Kromatogram Adisi ... 58

Lampiran 8. Data Perhitungan Hasil Disolusi... 60

(15)

xv INTISARI

Kurkumin adalah salah satu kandungan utama dalam ekstrak temulawak (Curcuma xanthorriza Roxb.) yang telah diketahui aktivitasnya farmakologisnya sebagai antioksidan, antiinflamasi, antimikrobia, dan antikanker. Penggunaan kurkumin dalam dunia farmasi telah dilakukan dan ditemui permasalahan yaitu kelarutannya yang rendah di dalam air. Penelitian ini dilakukan untuk melihat pengaruh proporsi drug load pada dispersi padat kurkumin ekstrak temulawak (Curcuma xanthorriza Roxb.) dalam polimer polivinil pirolidon (PVP K30) yang dibuat dengan instrumen vaccum rotary evaporator sebagai usaha untuk meningkatkan kelarutan kurkumin dalam air.

Ekstrak temulawak yang mengandung kurkumin didispersi padat dengan pembawa polimer PVP K30 dengan vaccum rotary evaporator. Dispersi padat ekstrak dibuat pada 3 formula, yaitu formula SD F1 dengan perbandingan ekstrak temulawak : PVP K30 (1:1), SD F2 dengan perbandingan ekstrak temulawak : PVP K30 (1:2), dan SD F3 dengan perbandingan ekstrak temulawak : PVP K30 (1:4). Diperoleh dispersi padat yang kemudian dibuat dalam sediaan kapsul. Uji disolusi dilakukan pada semua variasi drug load. Sampel diambil pada waktu 5, 10, 20, 30, 45, 60, dan 120 menit. Analisis sampel dilakukan dengan metode KLT-densitometri untuk melihat kadar kurkumin dan didapatkan persentase kurkumin yang terdisolusi. Analisis data dilakukan dengan menghitung Disolusi Efisiensi (DE) masing-masing formula dan diuji statistik dengan metode Anova dan post hoc dengan uji T.

Hasil uji disolusi menunjukkan adanya perbedaan profil disolusi antar formula ditunjukkan dengan hasil disolusi efisiensi. Formula SD F3 memiliki disolusi efisiensi paling tinggi dengan 78.86% diikuti formula SD F2 69.44% dan SD F1

39.70%.

(16)

xvi ABSTRACT

Curcumin is one of the main content in the extract of curcuma (Curcuma xanthorriza Roxb.) which has pharmacological activity as an antioxidant, anti-inflammatory, antimicrobial, and anticancer. The use of curcumin in the pharmaceutical world has been known and the problem encountered is their low solubility in water. This study was conducted to obtain the effect on the proportion of drug-loaded solid dispersion of curcumin extract of curcuma (Curcuma xanthorriza

Roxb.) in the polymer polyvinyl pyrrolidone (PVP K30) that were made with a rotary vacuum evaporator instruments in an effort to increase the solubility of curcumin in water.

Curcuma extract containing curcumin was solid dispersed with PVP K30 as carrier using a rotary vacuum evaporator. Extract solid dispersions were made on 3 formula, the formula F1 with extract ratio: PVP K30 (1:1), F2 with extract ratio: PVP K30 (1:2), and F3 with extract ratio: PVP K30 (1: 4). Solid dispersion obtained was then made in the capsule. Dissolution test was performed on all drug load variations. Samples were taken at 5, 10, 20, 30, 45, 60, and 120 minutes. Sample analysis was conducted using TLC-densitometry to obtain the levels of dissolved curcumin and dissolved percentage were obtained. Data analysis was performed by calculating the Dissolution Efficiency (DE) of each formula and statistically tested by Anova and T test post hoc methods.

The dissolution test results showed a difference in dissolution profiles inter the formula in terms dissolution efficiency. Formula SD F3 had the highest value

78.86%, followed by the formula SD F2 69.44%, and SD F1 39.70%.

(17)

1

BAB I PENGANTAR

A. Latar Belakang

Kurkumin adalah sebuah polifenol hidrofobik yang dapat ditemukan

dalam ekstrak temulawak (Curcuma xanthorrhiza Roxb.). Secara tradisional,

kurkumin pada temulawak telah digunakan sebagai ramuan untuk mengobati

bengkak (inflamasi). Penelitian terkait aktivitas kurkumin telah dilakukan, seperti

Kuttan, Bhanumathy, Nirmala, dan George, (1985) menyebutkan bahwa kurkumin

memiliki sifat sebagai antioksidan dan memiliki aktivitas sebagai antikanker.

Babu dan Srinivisan (1997) mengemukakan kurkumin memiliki sifat hepato dan

nephro-protektif. Shoba, Joy, Joseph, Majeed, Rajendran, dan Srinivas (1998)

mengungkapkan keamanan kurkumin yang digunakan pada dosis tinggi.

Berdasarkan aktivitas farmakologisnya, kurkumin menjadi obyek

penelitian yang menarik dalam pengembangan obat. Selain itu kurkumin juga

merupakan bahan alam yang saat ini sedang marak untuk dikembangkan.

Keterbatasan yang secara alami melekat pada kurkumin adalah ketersediaan

hayati yang rendah karena sifat kelarutannya yang buruk dalam air. Tonnesen dan

Karlsen (1985) mengatakan bahwa kelarutan yang rendah dalam air, suasana

asam, dan pH fisiologis sebagai penyebab rendahnya ketersediaan hayati

kurkumin yang dikonsumsi secara oral. Wang, Pan, Cheng, Lin, Ho, Hsieh, dan

Lin (1997) mencoba untuk melarutkan kurkumin pada larutan pH tinggi dan

(18)

Salah satu usaha untuk meningkatkan kelarutan kurkumin adalah dengan

metode dispersi padat. Vasconcelos, Sarmento, dan Costa (2007) menyebutkan

metode dispersi padat sebagai strategi untuk meningkatkan bioavailabilitas obat

oral dengan kelarutan rendah. Kurkumin dalam sistem dispersi padat akan

mengalami peningkatan kelarutan melalui mekanisme reduksi ukuran partikel

yang akan meningkatkan luas permukaan partikel dan pembawaan oleh polimer

hidrofilik. Peningkatan kelarutan dan disolusi dari kurkumin melalui sistem

dispersi padat akan berakibat pada peningkatan bioavalabilitasnya secara oral.

Polivinil pirolidon (PVP) adalah polimer yang diketahui dapat membantu

kelarutan obat sukar larut dalam air. PVP bekerja dengan membentuk matrik yang

akan menjebak zat aktif obat dan selanjutnya dilepaskan dalam medium disolusi.

Dari penelitian terdahulu telah dilakukan penelitian untuk mengevaluasi

parameter farmakokinetika dispersi padat kurkumin dengan pembawa solutol

HS15. Dalam studi ini digunakan PVP K30 sebagai pembawa dan dilakukan

variasi drug load untuk dilakukan uji disolusi kemudian dilakukan pengukuran

dengan densitometri.

B. Rumusan Masalah

Dari uraian diatas, dapat ditarik rumusan permasalahan, adakah pengaruh

variasi proporsi drug load pada profil disolusi dispersi padat kurkumin dengan

pembawa PVP K30 yang dibuat dengan vaccum rotary evaporator dan jika ada,

(19)

C. Keaslian Penelitian

Berdasarkan penelusuran literatur, studi disolusi kurkumin ekstrak

temulawak dengan pembawa PVP belum pernah dilakukan. Penelitian mengenai

disolusi kurkumin yang pernah dilakukan adalah “Preparation and

pharmacokinetic evaluation of curcumin solid dispersion using solutol HS15 as a

carrier” (Seo, Han, Chun, dan Choi, 2012).

D. Manfaat Penelitian 1. Manfaat Teoretis

Penelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan tentang disolusi

dispersi padat kurkumin sebagai usaha mengatasi sifat kurkumin yang sukar

larut di dalam air.

2. Manfaat Praktis

Penelitian ini diharapkan memberikan bukti ilmiah yang menunjukkan

dengan metode dispersi padat memperbaiki disolusi dan memberikan

fleksibilitas, variasi, dan efisiensi yang lebih baik dalam formulasi oral obat

bahan alam kurkumin.

E. Tujuan Penelitian 1. Tujuan umum

Meningkatkan disolusi kurkumin ekstrak temulawak melalui metode

(20)

2. Tujuan Khusus

Mengetahui pengaruh proporsi drug load pada dispersi padat kurkumin

ekstrak temulawak dalam PVP K30 yang dibuat dengan metode vacuum

(21)

5 BAB II

PENELAAHAN PUSTAKA

A. Kurkumin

Kurkumin adalah suatu polifenol dengan rumus kimia C21H206.

Kurkuminoid terdiri dari kurkumin (deferuloil metan), demetoksikurkumin

(feruloil-phidroksi-sinnamoiletan) dan bis-demetoksi-kurkumin (bis-(

p-hidroksisinnamoil)-metan) (Bermawie,Rahardjo, Wahyuno, dan Ma‟mun, 2007).

Gambar 1. Struktur Kurkumin (Gordon dan Tristan, 1999).

Kurkumin juga merupakan suatu pigmen alami yang larut dalam minyak,

praktis tidak larut air pada pH asam dan netral. Kurkumin memiliki titik lebur

183oC dan massa molekulnya 368,38 g/mol. Kurkumin memiliki berwarna kuning

terang atau jingga (Budavari, O‟Neill, Smith, Heckelman, dan Kinneary, 1996).

Kurkumin diketahui memiliki aktivitas antioksidan, anti-inflamasi,

antiviral, dan antifungal. Kurkumin dapat menghambat pertumbuhan bakteri

Heliobacter pylori yang dapat menyebabkan tukak lambung. Kurkumin juga dapat

berikatan dengan logam berat seperti cadmium sehingga dapat mengurangi

toksisitas dari logam berat. Dengan sifatnya yang dapat mengikat logam berat,

kurkumin ditengarai memiliki aksi protektif terhadap otak. Kurkumin berperan

sebagai inhibitor cyclooxygenase, 5-lipoxygenase dan glutathione S-transferase

(22)

B. Dispersi Padat

Dispersi padat merupakan suatu sistem dispersi yang memiliki prinsip di

mana satu atau lebih dari satu bahan aktif terdispersi dalam suatu matrik pembawa

pada fase padat. Kondisi dispersi padat merujuk pada pada keadaan obat

hidofobik terdispersi dalam matrik hidrofilik. Dispersi padat dilakukan dengan

metode pelelehan, metode pelarutan, dan metode pelarutan-pelelehan (Beringer,

2005).

1. Metode Pelelehan

Metode pelelehan adalah metode dispersi padat dengan pencampuran

secara fisika antara zat aktif obat dengan larutan pembawa yang kemudian

dipanaskan sampai meleleh. Campuran ini kemudian dipadatkan dengan cepat

dengan cara dibekukan pada penangas es disertai pengadukan kuat. Kemudian

campuran padat yang terbentuk tersebut dihancurkan, diserbuk dan diayak. Massa

padat tersebut membutuhkan penyimpanan satu hari atau lebih dalam desikator

pada suhu kamar untuk mencapai kekerasan tertentu sehingga mudah diserbuk

(Goldberg, Gibaldi, dan Kanig, 1965).

Keuntungan metode ini adalah sederhana dan ekonomis. Sebagai

tambahan dapat dicapai supersaturasi zat terlarut atau obat pada sistem dengan

mengkristalkan lelehan langsung secara cepat dari temperatur tinggi (Fudholi,

2013). Pada kondisi seperti itu, molekul zat terlarut tertahan pada matriks pelarut

dengan proses pemadatan langsung. Sehingga didapat dispersi kristalit yang lebih

(23)

Kekurangannya adalah banyak zat baik obat atau pembawa, dapat terurai atau

menguap selama proses peleburan pada suhu tinggi (Chiou dan Riegelman, 1971).

2. Metode Pelarutan

Metode pelarutan secara singkat adalah campuran fisik dari obat dan

matriks larut dalam pelarut biasa dan diikuti dengan penguapan pelarut.

Keuntungan dari metode pelarutan adalah cara dekomposisi termal dari

obat-obatan dapat dicegah karena suhu relatif rendah yang diperlukan untuk penguapan

pelarut organik (Leuner dan Dressman, 2000).

Salah satu syarat penting untuk pembuatan dispersi padat dengan metode

pelarutan adalah bahwa obat dan pembawa cukup larut dalam pelarut. Suhu yang

digunakan untuk penguapan pelarut biasanya terletak pada kisaran 23-65º C

(Leuner dan Dressman, 2000).

3. Metode Pelarutan-Pelelehan

Sistem dispersi padat dibuat dengan melarutkan dahulu obat dalam pelarut

yang sesuai dan mencampurnya dengan lelehan polietilen glikol, dapat dicapai

dibawah suhu 70º C, tanpa memisahkan pelarut (Chiou dan Riegelman, 1971).

C. Rotary Evaporator

Rotary evaporator adalah sebuah alat yang digunakan di laboratorium

kimia untuk menghilangkan pelarut secara efisien dan perlahan-lahan serta untuk

preparasi destilasi dan penemuan ekstrak. Rotary evaporator sederhana pertama

kali ditemukan oleh Lyman C. Craig yang kemudian dipasarkan secara komersil

(24)

Gambar 2.Rotary Evaporator (Anonim, 2012)

Komponen utama dari sebuah vacuum rotary evaporator adalah :

1. Motor yang memutar vial atau flask sampel yang dievaporasi.

2. Saluran uap sebagai sumbu rotasi dan jalur uap yang ditarik dari sampel.

3. Sistem vakum yang secara bertahap mengurangi tekanan pada sistem

evaporator.

4. Bak cairan panas untuk memanaskan sampel.

5. Kondensor dan koil pendingin di mana zat pendingin seperti aseton atau dry

ice ditempatkan.

6. Labu kondensator di bawah kondensor untuk menangkap pelarut yang sudah

didestilasi setelah mengalami kondensasi kembali (Laurence dan Christopher,

1989).

Rotary evaporator adalah alat dengan sistem vakum yang berfungsi

menurunkan tekanan di sekitar cairan sampel yang akan menurunkan titik didih

(25)

pada komponen pelarut yang akan dihilangkan dari sampel setelah ekstraksi

segera setelah isolasi dari produk ekstrak tersebut. Dengan rotary evaporator akan

didapatkan cara penguapan pelarut tanpa pemanasan berlebih dan terhindar dari

resiko merusak sampel yang biasanya merupakan molekul kombinasi yang

sensitif dan kompleks antara pelarut dan zat terlarutnya. Rotary evaporator

diterapkan untuk memisahkan pelarut yang telah diturunkan titik didihnya dengan

komponen yang akan berwujud padat pada suhu dan tekanan kamar (Laurence dan

Christopher, 1989).

Keuntungan penggunaan rotary evaporator antara lain adanya gaya

sentrifugal dan gaya friksional antara dinding labu atau vial yang berotasi dengan

cairan sampel akan menghasilkan pembentukan lapisan film tipis yang merupakan

pelarut yang tersebar seluas area labu atau vial (Laurence dan Christopher, 1989).

Gaya yang tercipta dari rotasi akan meminimalkan terjadinya bumping

atau tabrakan dari molekul dalam sampel. Pelarut yang masih tersisa setelah

evaporasi dapat dihilangkan dengan mengkondisikan sampel pada tekanan yang

lebih tinggi atau kondisi yang lebih vakum pada suhu yang lebih tinggi dari

sebelumnya. Jadi, secara umum dapat dikatakan rotary evaporator relatif mudah

digunakan karena tidak memerlukan metode lanjutan yang rumit (Laurence dan

Christopher, 1989).

D. PVP K30

PVP (Polyvinylpyrrolidone) adalah suatu polimer yang larut dalam air dan

pelarut polar lainnya dan terdiri dari monomer N-vinylpyrrolidone (Haaf, Sanner,

(26)

air di udara hingga 40% bobotnya. PVP memiliki sifat sebagai wetting agent yang

baik dalam larutan dan dengan mudah dapat membentuk suatu film sehingga

sangat baik digunakan untuk coating zat aktif obat. PVP terdiri dari ratusan

hingga ribuan monomer di mana atom-atomnya terikat secara kovalen (Fischer

dan Bauer, 2009).

PVP memiliki rumus kimia (C6H9NO)n dengan bobot molekul 2.500 –

25.000.000 g/mol. PVP memiliki kenampakan serbuk amorf, bersifat higroskopik,

dan berwarna putih atau kuning terang. PVP meleleh pada suhu 150 – 180oC yang merupakan glass temperaturenya (Budavari, dkk, 1996).

Di dunia kefarmasian, PVP biasa digunakan sebagai pengganti plasma

darah dan sebagai bahan-bahan tambahan dalam formulasi produk obat. Polimer

ini digunakan sebagai bahan pengikat pada tablet yang digunakan secara oral.

Penggunaaan PVP yang cukup efektif saat ini adalah pada pembentukan kompleks

povidone-iodine yang memiliki sifat desinfektan. Obat yang diproduksi dapat

berwujud larutan, salep, dan sabun cair. Kompleks ini dinilai cukup efektif dan

aman, selain itu juga merupakan bahan yang cukup murah dan mudah didapatkan

(Santhi, 2003).

PVP adalah bahan kimia yang dikategorikan aman namun diketahui

adanya kasus alergi terhadap penggunaan PVP secara subkutan dan bila terjadi

kontak dengan membran mukosa. Alergi yang terjadi adalah anaphylaxis. PVP

digunakan sebagai bahan tambahan dalam obat, penyebab alergi pertama kali

ditujukan pada iodine, namun setelah dilakukan uji klinik diketahui bahwa PVP

(27)

E. Disolusi

Disolusi didefinisikan sebagai proses dimana suatu zat padat masuk ke

dalam pelarut menghasilkan suatu larutan. Secara sederhana, disolusi adalah

proses dimana zat padat melarut. Secara prinsip disolusi dikendalikan oleh afinitas

antara zat padat dengan pelarut. Dalam penentuan kecepatan disolusi dari berbagai

bentuk sediaan padat terlibat berbagai proses dan faktor yang mempengaruhi.

Karakteristik fisik sediaan, proses pembasahan sediaan, kemampuan penetrasi

media disolusi ke dalam sediaan, proses pengembangan, proses disintegrasi, dan

degradasi sediaan, merupakan sebagian dari faktor yang mempengaruhi

kerakteristik disolusi obat dari sediaan (Beringer, 2005).

Secara sederhana kecepatan pelarutan didefinisikan sebagai jumlah zat

yang terlarut dari bentuk sediaan padat dalam medium tertentu sebagai fungsi

waktu (Fudholi, 2013). Dapat juga diartikan sebagai kecepatan larutan bahan obat

dari sediaan farmasi atau granul atau partikel-partikel sebagai hasil pecahannya

bentuk sediaan obat tersebut setelah berhubungan dengan cairan medium. Dalam

hal tablet biasanya diartikan sebagai mass transfer, yaitu kecepatan pelepasan

obat atau kecepatan larut bahan obat dari sediaan tablet kedalam medium

penerima (Beringer, 2005).

Untuk mengerti mekanisme dari disolusi digunakan salah satu model atau

gabungan dari beberapa model antara lain adalah:

1. Model Lapisan Difusi (Diffusion Layer Model)

Pada permukaan padat terdapat satu lapisan tipis cairan dengan ketebalan

(28)

permukaan padat.Reaksi pada permukaan padat–cair berlangsung cepat. Begitu model solut melewati antar muka liquid film–bulk film, pencampuran secara cepat

akan terjadi dan gradien konsentrasi akan hilang. Karena itu kecepatan disolusi

ditentukan oleh difusi gerakan Brown dari molekul dalam liquid film.

2. Model Barrier Antar Muka (Interfacial Barrier Model)

Model ini menggambarkan reaksi yang terjadi pada permukaan padat dan

dalam hal ini terjadi difusi sepanjang lapisan tipis cairan. Sebagai hasilnya, tidak

dianggap adanya kesetimbangan padatan–larutan, dan hal ini harus dijadikan pegangan dalam membahas model ini. Proses pada antar muka padat–cair sekarang menjadi pembatas kecepatan ditinjau dari proses transpor. Transpor yang

relatif cepat terjadi secara difusi melewati lapisan tipis statis (stagnant).

3. Model Dankwert (Dankwert Model)

Model ini beranggapan bahwa transpor solut menjauhi permukaan padat

terjadi melalui cara paket makroskopik pelarut mencapai antar muka–cair karena terjadi pusaran difusi secara acak. Paket pelarut terlihat pada permukaan padatan.

Selama berada pada antar muka, paket mampu mengabsorpsi solut menurut

hukum difusi biasa, dan kemudian digantikan oleh paket pelarut segar. Jika

dianggap reaksi pada permukaan padat terjadi segera, proses pembaharuan

permukaan tersebut terkait dengan kecepatan transpor solut ataudengan kata lain

disolusi (Beringer, 2005).

Metode pengujian disolusi antara lain adalah metode Khan yang dikenal

dengan konsep dissolution efficiency (DE) area di bawah kurva disolusi di antara

(29)

Dirumuskan dengan persamaan sebagi berikut :

DE = 0t∫(Y dt/ Y100.t) x 100%...(1)

(Fudholi, 2013)

Penggunaan DE sebaiknya mendekati 100% zat yang terlarut. Keuntungan

metode ini adalah :

1. Dapat menggambarkan seluruh proses percobaan yang dimaksud dengan

harga DE

2. Dapat menggambarkan hubungan antara percobaan in vitro dan in vivo

karena penggambaran dengan cara DE ini mirip dengan cara

penggambaran pecobaan in vivo (Fudholi, 2013).

Kecepatan disolusi suatu zat dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor antara

lain adalah:

1. Suhu

Semakin tinggi suhu maka akan memperbesar kelarutan suatu zat yang bersifat

endotermik serta akan memperbesar harga koefisien kelarutan zat tersebut.

2. Viskositas

Turunnya viskositas suatu pelarut juga akan memperbesar kelarutan suatu zat.

3. pH

Nilai pH sangat mempengaruhi kelarutan zat-zat yang bersifat asam maupun basa

lemah. Zat yang bersifat basa lemah akan lebih mudah larut jika berada pada

suasana asam sedangkan asam lemah akan lebih mudah larut jika berada pada

(30)

4. Ukuran Partikel

Semakin kecil ukuran partikel, maka luas permukaan zat tersebut akan semakin

meningkat sehingga akan mempercepat kelarutan suatu zat.

5. Polimorfisme dan Sifat Permukaan Zat

Polimorfisme dan sifat permukaan zat akan sangat mempengaruhi kelarutan suatu

zat, adanya polimorfisme seperti struktur internal zat yang berlainan, akan

mempengaruhi kelarutan zat tersebut dimana kristal metastabil akan lebih mudah

larut daripada bentuk stabilnya. Dengan adanya surfaktan dan sifat permukaan zat

yang hidrofob, akan menyebabkan tegangan permukaan antar partikel menurun

sehingga zat mudah terbasahi dan lebih mudah larut (Beringer, 2005).

Selain faktor-faktor tersebut juga terdapat faktor-faktor yang

mempengaruhi laju disolusi obat secara in vitro antara lain adalah:

1. Sifat Fisika Kimia Obat

Sifat fisika kimia obat berpengaruh besar terhadap kinetika disolusi. Luas

permukaan efektif dapat diperbesar dengan memperkecil ukuran partikel. Laju

disolusi akan diperbesar karena kelarutan terjadi pada permukaan solut. Kelarutan

obat dalam air juga mempengaruhi laju disolusi. Obat berbentuk garam, pada

umumnya lebih mudah larut dari pada obat berbentuk asam maupun basa bebas.

Obat dapat membentuk suatu polimorfi yaitu terdapatnya beberapa kinetika

pelarutan yang berbeda meskipun memiliki struktur kimia yang identik. Obat

bentuk kristal secara umum lebih keras, kaku dan secara termodinamik lebih stabil

daripada bentuk amorf, kondisi ini menyebabkan obat bentuk amorf lebih mudah

(31)

2. Faktor Formulasi

Berbagai macam bahan tambahan yang digunakan pada sediaan obat dapat

mempengaruhi kinetika pelarutan obat dengan mempengaruhi tegangan muka

antara medium tempat obat melarut dengan bahan obat, ataupun bereaksi secara

langsung dengan bahan obat. Penggunaan bahan tambahan yang bersifat hidrofob

seperti magnesium stearat, dapat menaikkan tegangan antar muka obat dengan

medium disolusi. Beberapa bahan tambahan lain dapat membentuk kompleks

dengan bahan obat, misalnya kalsium karbonat dan kalsium sulfat yang

membentuk kompleks tidak larut dengan tetrasiklin. Hal ini menyebabkan jumlah

obat terdisolusi menjadi lebih sedikit dan berpengaruh pula terhadap jumlah obat

yang diabsorpsi.

3. Faktor alat dan kondisi lingkungan

Adanya perbedaan alat yang digunakan dalam uji disolusi akan

menyebabkan perbedaan kecepatan pelarutan obat. Kecepatan pengadukan akan

mempengaruhi kecepatan pelarutan obat, semakin cepat pengadukan maka

gerakan medium akan semakin cepat sehingga dapat menaikkan kecepatan

pelarutan. Selain itu temperatur, viskositas dan komposisi dari medium, serta

pengambilan sampel juga dapat mempengaruhi kecepatan pelarutan obat (Fudholi,

2013).

F. Alat Uji Disolusi Rotating Paddle

Rotating paddle adalah salah satu alat pengujian disolusi. Pada metode ini

digunakan suatu dayung yang berputar dalam suatu basket atau wadah yang

(32)

obat dalam tablet yang terdisolusi dengan mengaduk cairan dalam wadah tersebut.

Diperlukan dayung-dayung dengan dimensi atau ukuran dan bentuk yang sama

untuk mendapatkan hasil yang konsisten pada uji-uji yang dilakukan. Dayung

tidak boleh mengalami perubahan kecepatan saat berotasi mengaduk cairan dan

juga tidak boleh terlalu cepat berotasi karena dapat menyebabkan turbulensi

selama proses disolusi. Pada advanced researcher atau peneliti tingkat lanjut

disarankan melapisi dayung dan porosnya dengan polyfluorocarbon untuk

mencegah korosi dayung dan menggunakan nomor seri tertentu untuk satu kali uji

disolusi yang kemudian diganti untuk uji disolusi yang berbeda (Beringer, 2005).

G. KLT–Densitometri

KLT (Kromatografi Lapis Tipis) merupakan teknik kromatografi yang

masuk dalam kromatografi planar. Pada KLT digunakan fase diam berupa lapisan

yang seragam (uniform) pada permukaan bidang datar yang didukung oleh pelat

aluminium, pelat plastik, atau lempeng kaca. Fase gerak yang disebut juga pelarut

pengembang akan bergerak sepanjang fase diam karena pengaruh kapiler pada

proses pengembangan (Gandjar dan Rohman, 2007).

Keuntungan dari KLT :

1. Dapat digunakan untuk tujuan analisis.

2. Identifikasi pemisahan komponen dapat dilakukan dengan pereaksi warna,

fluorosensi, atau radiasi sinar ultra violet.

3. Dapat dilakukan elusi secara menaik dan menurun.

4. Ketepatan penentuan kadar akan lebih baik karena komponen yang akan

(33)

Fase diam pada KLT merupakan penjerap berukuran kecil dengan

diameter partikel antara 10-30 µm. Kinerja KLT akan semakin baik bila ukuran

rata-rata partikel fase diam semakin kecil. Fase diam yang sering digunakan

adalah silika dan serbuk selulosa dengan mekanisme sorpsi partisi dan adsorpsi

(Gandjar dan Rohman, 2007).

Fase gerak pada KLT dapat menggunakan campuran 2 pelarut organik

karena daya elusi campuran kedua pelarut ini dapat diatur sedemikian rupa

sehingga pemisahan terjadi dengan optimal. Fase gerak harus memiliki kemurnian

tinggi karena KLT adalah teknik yang sensitif. Selain itu fase gerak diharapkan

dapat memberikan daya elusi yang baik sehingga diperoleh harga Rf antara

0,2-0,8. Air atau metanol dapat ditambahkan dalam campuran fase gerak untuk

solut-solut ionik dan solut-solut-solut-solut polar (Gandjar dan Rohman, 2007).

Martono (1996) melakukan pemisahan kurkumin dari kunyit dengan fase

gerak kloroform: etanol: air (25:0,96:0,04), dengan fase diam silica gel 60 F254

dan dilakukan scanning densitometri pada 420 nm. KLT-Densitometri

merupakan metode yang efektif dan ekonomis dibandingkan dengan metode

KCKT dalam pemisahan dan analisis kuntitatif kurkumin (Martono, 1996).

H. Landasan Teori

Kurkumin ekstrak temulawak adalah salah satu obat bahan alam dengan

sifat bioaktifnya diketahui memiliki kelarutan yang buruk dalam air dan pelarut

polar lainnya yang menyebabkan biovailabilitas yang rendah bila diformulasikan

(34)

kurkumin yang sukar larut, diperlukan upaya untuk meningkatkan laju disolusi

kurkumin, yaitu dengan metode dispersi padat.

PVP adalah polimer yang biasa digunakan sebagai bahan tambahan dalam

produk sediaan obat (Fischer dan Bauer, 2009). PVP memiliki kemampuan untuk

berperan sebagai pembawa yang akan memfasilitasi kurkumin melalui mekanisme

penyelubungan partikel kurkumin sehingga laju disolusinya meningkat. Polimer

PVP yang merupakan polimer polar dan hidrofilik akan bertugas sebagai matrik

yang membawa molekul-molekul kurkumin di dalamnya dan menembus membran

biologis dengan lebih mudah karena sifat PVP yang dapat terlarut dalam air (van

Ketel dan van den Berg, 1990). Dalam perannya sebagai pembawa PVP K30

membentuk sistem matrik dengan ikatan O-H dan N-H pada setiap unit PVP K30

secara berulang sehingga diperlukan dalam jumlah yang cukup untuk membawa

zat aktif (Wang, 2009).

Dispersi padat dapat dilakukan dengan beberapa cara, salah satunya

dengan instrumen rotary evaporator yang bekerja dengan sistem vakum (Leuner

dan Dressman, 2000). Rotary evaporator bertanggung jawab untuk

mendispersikan kurkumin ke dalam matrik polimer PVP dengan bantuan pelarut

dan selanjutnya akan menghilangkan pelarutnya sehingga akan didapatkan bahan

obat yang merupakan dispersi kurkumin dalam PVP. Pelarut dapat dihilangkan

dari dispersi karena rotary evaporator dengan sistem vakum akan membentuk

kondisi pada suhu dan tekanan tertentu hanya pelarut saja yang akan ditarik keluar

dari sistem dispersi (Laurence dan Christopher, 1989). Sehingga yang didapatkan

(35)

bentuk sediaan kapsul. Dispersi padat dapat dibuat dalam berbagai macam

perbandingan jumlah zat aktif dan pembawa. Srinarong (2009) menyebutkan

bahwa dengan menurunnya proporsi drug load, persen terdisolusi akan

meningkat.

Uji disolusi dilakukan dengan alat rotating paddle dan akan dianalisis

dengan densitometri untuk melihat profil disolusi dispersi kurkumin. Data dari

analisis densitometri akan diolah dan diketahui apakah kurkumin yang sudah

didispersi padat memiliki profil disolusi yang baik.

I. Hipotesis

Berdasarkan landasan teori, dapat dihipotesiskan bahwa dispersi padat

kurkumin ekstrak temulawak dengan pembawa PVP K30 dengan berbagai

proporsi drug load yang dihasilkan dengan metode vacuum rotary evaporator

akan meningkatkan disolusi efisiensi kurkumin ekstrak temulawak, dengan

(36)

20

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. Jenis dan Rancangan Penelitian

Penelitian ini termasuk jenis penelitian eksperimental karena adanya

perlakuan terhadap senyawa uji. Rancangan penelitian ini adalah rancangan

penelitian acak pola searah.

B. Variabel dan Definisi Operasional 1. Variabel

a. Variabel bebas : Proporsi drug load yang digunakan

b. Variabel tergantung : Persentase kurkumin terdisolusi

c. Variabel pengacau terkendali : Suhu dan kelembaban selama

penyimpanan

d. Variabel pengacau tak terkendali : Suhu dan kelembaban ruangan

2. Definisi Operasional

a. Dispersi padat adalah mendispersikan kurkumin sebagai zat aktif dalam

ekstrak temulawak pada pembawa PVP K30, yang disiapkan dengan

metode pelarutan. Dispersi padat dibuat dengan 3 variasi drug load; SD F1

dengan drug load 6%, SD F2 dengan drug load 4%, dan SD F3 dengan

drug load 2,4%.

b. Evaporasi adalah metode yang digunakan untuk menghilangkan etanol

sebagai pelarut dalam pembuatan dispersi padat. Campuran ekstrak

(37)

suhu 50o-60o C dalam kondisi vakum. Pelarut akan dievaporasi akan

menguap dan membentuk tetesan kembali setelah terjadi kontak dengan

pendingin Liebig. Tetesan tertampung pada wadah tertentu sehingga

terpisah dari bahan sehingga didapatkan bahan yang tidak lagi disertai

pelarut.

c. Disolusi adalah suatu proses melarutnya kurkumin dari sediaan dispersi

padat ke dalam suatu medium buffer phospat menghasilkan larutan

berwarna kuning yang bening. Disolusi diukur dengan menghitung

disolusi efisiensi, yaitu area di bawah kurva persentase kurkumin

terdisolusi.

d. Pengukuran persentase disolusi kurkumin pada dispersi padat dilakukan

dengan KLT-densitometri sehingga dapat diketahui kadar kurkumin dari

dispersi padat tersebut yang telah terpisah dari senyawa lain yang

menyerupai kurkumin (demetoksikurkumin dan bisdemetoksikurkumin).

C. Bahan Penelitian

Ekstrak Temulawak C15, baku kurkumin, kloroform, metanol, PVP K30,

Etanol, kloroform, aquabidest, kapsul cangkang keras gelatin No.00.

D. Alat Penelitian

Dissolution tester (Erweka), vacuum rotary evaporator, neraca analitis

(38)

E. Tata Cara Penelitian 1. Pembuatan Dispersi Padat

Sistem dispersi padat ini dibuat dengan menggunakan metode pelarutan.

Setelah masing-masing bahan ditimbang sesuai dengan perbandingan, ekstrak

temulawak dengan kadar 12,12% dan PVP K30 dilarutkan dalam sejumlah etanol.

Setelah itu bubur (campuran kedua bahan) dikeringkan dengan vacuum rotary

evaporator. Massa yang terbentuk kemudian dikumpulkan dan dimasukan ke

[image:38.595.99.515.256.609.2]

dalam desikator dengan RH < 30 %.

Tabel I. Formula Dispersi Padat

Formula Drug Load Kurkumin

6 % 4 % 2,4 %

Ekstrak (g) 5 5 5

PVP K30 (g) 5 10 20

Campuran (1) dan (2) dicampur dalam Erlenmeyer dan dimasukkan stirrer

ke dalamnya pada suhu kamar. Campuran lalu dievaporasi pada rotary evaporator

dengan kecepatan 100 rpm pada temperatur 50o-60oC selama 15 menit. Kemudian

dikeringkan di dalam oven hingga diperoleh bobot tetap. Bobot tetap adalah berat

pada penimbangan setelah zat dikeringkan selama satu jam tidak berbeda lebih

dari 0,25% dari berat zat pada penimbangan sebelumnya (Anonim, 1995). Setelah

seluruh cairan menguap dan terbentuk sediaan padat, sediaan diambil dan

disimpan pada desikator atau dry box dengan kelembaban ≤ 30%.

2. Pembuatan Campuran Fisik

Campuran fisik dibuat dengan mencampurkan serbuk ekstrak temulawak

dan PVP K30, yang masing-masing telah diayak sebelumnya dengan ayakan no.

(39)

dihitung berdasarkan jumlah dispersi padat yang diperoleh tiap replikasinya.

Pencampuran kedua serbuk dilakukan dengan mortir dan pengaduk hingga

homogen.

3. Uji Disolusi

Uji disolusi dilakukan dalam medium aquadest sebanyak 500 mL pada

suhu 37 ± 0,5oC. Metode yang digunakan adalah rotating paddle. Pedal disolusi

diatur pada kecepatan putaran 100 rpm

Sediaan uji dimasukkan ke dalam tabung disolusi, lalu alat uji disolusi

dihidupkan. Kemudian setiap 5, 10, 15, 30, 45, 60, dan 120 menit dipipet cuplikan

sebanyak 5 ml dan medium disolusi diganti dengan 5 ml medium disolusi yang

baru setelah pengambilan sampel. Setiap pengambilan cuplikan diganti dengan

medium disolusi dalam jumlah yang sama. Larutan diukur kadarnya dengan

KLT-densitometri dan dihitung disolusi efisiensinya dengan metode Khan dengan

membandingkan area di bawah kurva persentase terdisolusi.

4. Penetapan Kadar Kurkumin dengan KLT-Densitometri

Sejumlah 5 mL cuplikan yang didapatkan dari disolusi akan dipekatkan

dengan cara ekstraksi cair-cair dengan etil asetat untuk selanjutnya dimasukkan

flakon, diuapkan, dan didapatkan kurkumin padat pada flakon. Efisiensi dan

reprodusibilitas ekstraksi dilihat dengan metode adisi.

Padatan kurkumin yang didapatkan dilarutkan dengan 500 µL etanol.

Diambil 1 µL larutan kurkumin kemudian ditotolkan pada plat KLT dan dianalisis

(40)

Kondisi Densitometer untuk analisis ini adalah :

Fase diam : Silica gel 60 GF 254

Tebal plat : 0,2 mm

Fase gerak : kloroform : etanol : air suling

Panjang pengembangan : 6,5 cm

Durasi pengembangan : ±15 menit

Volume sampel : 1 L Panjang gelombang : 425 nm

Detektor : UV

Dihitung luas area yang didapatkan kemudian dihitung kadar

kurkuminnya dengan kurva baku yang telah dibuat.

F. Validasi Metode 1. Larutan Stok Kurkumin

Sejumlah 50,0 mg serbuk kurkumin ditimbang dengan seksama,

dimasukkan ke dalam labu ukur 25,0 mL. Diencerkan dengan etanol p.a hingga

tanda, kemudian disimpan dalam wadah yang terlindung dari cahaya.

2. Pembuatan Kurva Baku

Larutan stok diambil sebanyak 0,125 mL; 0,25 mL; 0,5 mL; 0,75 mL; 1

mL; 1,25 mL; 1,5 mL; dan 1,75 mL dimasukkan ke dalam labu ukur 10,0 mL.

Diencerkan dengan etanol p.a hingga tanda. Kelima seri pengenceran tersebut

ditotolkan sebanyak 1 µL pada plat KLT, dikembangkan, dan selanjutnya diukur

(41)

yang diperoleh dihitung dengan regresi linier sehingga diperoleh persamaan kurva

baku kurkumin.

3. Penentuan recovery dan Coefficient of Variations (CV) baku

Penetapan parameter akurasi dilakukan dengan metode adisi. Larutan stok

diambil sebanyak 0,125 mL; 1 mL; dan 1,75 mL, masukkan ke dalam labu ukur

10,0 mL. Encerkan dengan etanol p.a hingga tanda. Ketiga larutan tersebut

ditotolkan sebanyak 1 µL pada plat KLT, dikembangkan, dan kemudian diukur

pada panjang gelombang maksimum. Replikasi dilakukan sebanyak 5 kali.

Selanjutnya dihitung kadar terukur dengan menggunakan persamaan kurva baku

yang telah dibuat pada poin 2. Berdasarkan data ini dapat ditentukan recovery dan

CVnya. Perhitungan dilakukan dengan cara sebagai berikut:

% recovery = �� � �

�� � ℎ� � x 100%...(2)

(Gandjar dan Rohman, 2007).

4. Penentuan recovery dan Coefficient of Variations (CV) baku dalam matriks sampel

i. Pembuatan larutan sampel (LS)

Sejumlah lebih kurang 50 mg ekstrak temulawak dilarutkan etanol

hingga volume 50 mL. Replikasi dilakukan sebanyak 5 kali.

ii. Pembuatan larutan sampel dengan penambahan baku kurkumin (LSK).

Sejumlah 2,25 mL larutan baku kurkumin dengan konsentrasi 90 g/ml dimasukkan dalam labu takar 50 mL, kemudian ditambahkan 50 mg ekstrak

(42)

ekstraksi menggunakan etil asetat kemudian dikeringkan dengan udara mengalir,

setelah itu ditambahkan etanol hingga tanda . Replikasi dilakukan sebanyak 5 kali.

iii. Pengembangan dan pengukuran.

LSdan LSK ditotolkan sebanyak 1 µL pada plat KLT, dikembangkan,

dan kemudian diukur pada panjang gelombang maksimum. Setelah itu dihitung

kadar baku kurkumin dalam sampel menggunakan persamaan kurva baku yang

telah dibuat pada poin 2. Kadar baku kurkumin dalam sampel adalah selisih kadar

LSKdengan kadar LS. Selanjutnyadihitung recovery dan CV nya.

5. Penetapan Parameter Linearitas

Larutan stok diambil sebanyak 0,125 mL; 0,25 mL; 0,5 mL; 0,75 mL; 1

mL; 1,25 mL; 1,5 mL; dan 1,75 mL, masukkan ke dalam labu ukur 10,0 ml.

Encerkan dengan metanol p.a hingga tanda. Kelima larutan tersebut ditotolkan

sebanyak 1 µL pada plat KLT, dikembangkan, dan selanjutnya diukur pada

panjang gelombang maksimum. Replikasi dilakukan sebanyak 3 kali. Hitung nilai

linieritas luas area dan konsentrasi baku kurkumin dengan menggunakan regresi

linier. Persyaratan data linearitas yang dapat diterima jika memenuhi nilai

koefisien korelasi r > 0,99 (Gandjar dan Rohman, 2007).

G. Analisis Hasil 1. Validasi Metode

Validasi metode yang digunakan berdasarkan parameter berikut.

a. Akurasi

(43)

% recovery = �� � �

�� � ℎ� � x 100%...(4)

Metode adisi digunakan untuk menganalisis bahan obat dengan kadar

lebih dari 0,1% dan kurang dari 1%, maka rentang recovery yang digunakan yaitu

80-120% (Gandjar dan Rohman, 2007).

b. Presisi

Presisi dinyatakan dengan koefisien variasi, dengan rumus:

CV = ��

× x 100%...(5)

Metode ini dikatakan baik bila nilai CV yang diperoleh < 2%. Semakin

kecil nilai CV, presisi metode yang digunakan semakin baik (Gandjar dan

Rohman, 2007).

c. Linearitas

Parameter linearitas dilihat dari nilai koefisien korelasi (r) hasil

pengukuran larutan seri baku kurkumin. Metode dikatakan memiliki linearitas

yang baik bila r > 0,99 atau r (Gandjar dan Rohman, 2007).

2. Analisis Statistik Penetapan Kadar Kurkumin Terlarut

Data uji disolusi kurkumin dibuat dalam bentuk kurva hubungan antara

jumlah persentase kurkumin terdisolusi terhadap waktu. Dihitung area di bawah

kurva untuk mendapatkan nilai disolusi efisiensi sesuai dengan metode Khan.

Kemudian dilakukan perhitungan statistik korelasi proporsi drug load terhadap

(44)

28 BAB IV PEMBAHASAN

A. Pembuatan Dispersi Padat

Tujuan dari pembuatan dispersi padat adalah meningkatkan disolusi obat

yang memiliki kelarutan rendah. Kurkumin dapat ditingkatkan kelarutannya

dengan didispersi padat. Dispersi padat dibuat dengan melarutkan terlebih dahulu

ekstrak temulawak pada etanol 96% dan dicampurkan dengan PVP K30 yang

telah dilarutkan juga pada etanol 96%. Dispersi padat dibuat dalam 3 formula.

Etanol 96% digunakan untuk melarutkan ekstrak maupun PVP K30. Berikut

[image:44.595.101.513.274.546.2]

merupakan tabel formulasi pembuatan dispersi padat.

Tabel II. Formula Dispersi Padat

PVP K30 (mg) EtOH 96% (mL) Ekstrak (mg) EtOH (mL)

5000 100 5000 100

10000 200 5000 100

20000 400 5000 100

Dispersi padat ekstrak temulawak dibuat dengan vacuum rotary

evaporator dengan pengkondisian suhu air 50o-70oC, dan rotation speed 100 rpm.

Vacuum rotary evaporator bekerja dengan mengevaporasi pelarut (etanol 96%)

dengan waterbath yang dikendalikan suhunya dan kondisi vakum sehingga suhu

untuk mengevaporasi pelarut akan lebih rendah dan tidak merusak komponen

yang terkandung dalam larutan (kurkumin).

Larutan ditempatkan pada labu alas bulat dan dipasangkan pada suatu

(45)

dan meninggalkan labu alas bulat. Uap tersebut akan memasuki pendingin dan

akan berubah menjadi cair kembali dan ditampung pada labu penampung.

Setelah larutan pada labu alas bulat hampir teruapkan semua, suhu air

diturunkan dan alat dimatikan. Akan diperoleh hasil dispersi padat berupa

campuran semipadat dengan viskositas tinggi. Campuran tersebut dimasukkan

oven dengan suhu 30o-50oC selama beberapa hari hingga bobot konstan dan

diperoleh padatan yang adalah hasil dispersi padat ekstrak temulawak.

Padatan digerus hingga halus dan diayak dengan ayakan no. mesh 50,

kemudian didapatkan serbuk dan disimpan dalam desikator dan tertutup

aluminium foil karena dalam serbuk terbuat dari PVP K30 yang bersifat sangat

higroskopis serta kurkumin yang fotosensitif. Serbuk dalam jumlah 500 mg

dimasukkan dalam kapsul no. 00 untuk dilakukan uji disolusi.

B. Pembuatan Campuran Fisik

Campuran fisik dibuat dengan mencampurkan ekstrak temulawak dengan

PVP K30 secara homogen menggunakan mortar dan pengaduk kaca. Tidak

digunakan stemper untuk mengurangi resiko adanya tekanan saat pengadukan

yang dapat mengubah bentuk partikel ekstrak temulawak.

Campuran fisik dibuat sama pada proporsi yang sama dengan formula

dispersi padat, yaitu 1:1, 1:2, dan 1:4 (ekstrak temulawak : PVP K30). Campuran

fisik kemudian dimasukkan ke dalam kapsul no. 00 dan diuji disolusinya untuk

(46)

C. Pembuatan Fase Gerak

Fase gerak pada penelitian ini menggunakan komposisi fase gerak dari

penelitian Sudibyo Martono pada tahun 1996, yaitu dengan kloroform : etanol :

aquadest (25 : 0,96 : 0,004). Pemilihan fase gerak mempengaruhi waktu retensi

pemisahan komponen-komponen di dalam formula dispersi padat yang dibuat.

Sistem kromatografi KLT-Densitometri pada penelitian ini merupakan

kromatografi dengan fase normal, karena fase gerak bersifat non polar, sedangkan

fase diamnya, yaitu silika gel 60 GF254 bersifat lebih polar dari fase geraknya.

D. Penetapan Panjang Gelombang Maksimum

Tujuan dari penetapan panjang gelombang maksimum adalah

mendapatkan panjang gelombang yang paling baik untuk pengukuran kurkumin

secara KLT-densitometri dalam artian panjang gelombang yang mampu

menunjukkan sensitifitas yang baik saat dilakukan pengukuran berulang dengan

panjang gelombang tersebut.

Penentuan panjang gelombang maksimum dilakukan dengan melakukan

pengukuran menggunakan seri baku kurkumin 50 g/ml, 200 g/ml, dan 350 g/ml dan direplikasi sebanyak 3 kali. Dari hasil pengukuran diamati absorbansi

maksimum yang diberikan, dan akan digunakan sebagai panjang gelombang untuk

pengukuran selanjutnya. Tujuan dari penggunaan 3 seri konsentrasi ini untuk

melihat apakah pada konsentrasi yang dianggap mewakili seluruh konsentrasi

pada seri baku ini dihasilkan spektrum serapan maksimum yang sama. Scanning

panjang gelombang maksimum kurkumin dilakukan pada panjang gelombang

(47)

nm. Panjang gelombang maksimum ditentukan dari nilai yang memberikan

pengukuran luas area paling besar dan paling sering muncul. Dari hasil

pengukuran didapatkan bahwa panjang gelombang maksimumnya adalah 425 nm.

E. Pembuatan Kurva Baku Kurkumin

Kurva baku atau kurva kalibrasi adalah kurva yang akan digunakan

sebagai kalibrasi penghitungan kadar kurkumin sampel. Kurva baku dibuat

dengan pengukuran seri larutan baku yang kadarnya telah diketahui secara pasti.

Pengukuran seri baku akan menghasilkan persamaan regresi linear. Linearitas

suatu kurva baku menunjukkan bahwa kenaikan respon sebanding dengan

kenaikan konsentrasi baku yang digunakan. Linearitas suatu metode sendiri

adalah ukuran seberapa baik kurva kalibrasi yang menghubungkan respon (y)

[image:47.595.100.543.245.740.2]

dengan konsentrasi (x) (Gandjar dan Rohman, 2007).

Tabel III. Kurva Baku Kurkumin

Baku kurkumin

Replikasi I Replikasi II Replikasi III

Seri Tinggi Seri Tinggi Seri Tinggi Baku AUC peak Baku AUC Peak baku AUC peak (µg/ml) (µg/ml) (µg/ml)

50 2524.3 68.8 49 2434.3 67.5 50 2543.3 68.5

100 6870.3 172.8 98 6162.4 166.6 100 6722 170.5

150 10964.8 275.1 147 9956.3 267.6 150 10710.2 272.8

200 14335.4 372.4 196 13971.2 363.3 200 13495.5 369.9

250 18322.3 443.7 245 17373.3 434.4 250 17487.3 441.3

300 21434.4 484.2 294 20832.5 472.1 300 20351.6 481.4

350 24593.2 528.2 343 24342.2 516 350 24976.6 525.5

(48)

Seri larutan baku yang digunakan adalah larutan dengan konsentrasi 50

g/ml, 100 g/ml, 150 g/ml, 200 g/ml, 250 g/ml, 300 g/ml dan 350 g/ml

dan dilakukan replikasi 3 kali, didapatkan nilai (r) yang baik dan memenuhi

persyaratan kurva baku, yaitu 0,99.

F. Validasi Metode

Validasi metode adalah ukuran kesahihan suatu metode yang digunakan.

Validasi digunakan dalam suatu pengembangan metode pengukuran untuk

menjamin kesahihan metode tersebut, selain itu validasi juga diperlukan dalam

verifikasi metode. Verifikasi metode berbeda dengan pengembangan metode,

validasi yang dibutuhkan pada verifikasi metode meliputi linieritas, akurasi, dan

presisi.

1. Selektivitas

Selektivitas adalah parameter yang menyatakan kemampuan metode

penetapan kadar untuk mengukur respon analit dalam sampel secara akurat

diantara semua komponen yang terdapat dalam matriks sampel.

Selektivitas metode diperlukan untuk mengukur analit secara akurat tanpa

terganggu oleh senyawa-senyawa lain yang terdapat dalam sampel. Pengukuran

parameter selektivitas metode KLT-Densitometri ini dilakukan dengan

membandingkan Rf dari baku dan Rf dari sampel dalam campuran pada kondisi

yang sama. Nilai Rf merupakan parameter analisis kualitatif suatu senyawa dalam

campuran pada metode KLT, sehingga dapat digunakan sebagai parameter

(49)

baku adalah 0,62 dan Rf rata-rata dari analit dalam sampel adalah 0,61. Selain itu

resolusi juga dihitung dan didapatkan nilai resolusi > 1,5. Maka metode ini

diketahui memenuhi syarat selektivitas yang baik untuk analisis kurkumin.

2. Linearitas

Linearitas yang baik ditunjukkan dengan nilai (r) yang baik, yaitu r ≥ 0,99 (Gandjar dan Rohman, 2007). Linearitas diperoleh dengan pengukuran seri baku

kurkumin dengan konsentrasi 50 g/ml, 100 g/ml, 150 g/ml, 200 g/ml, 250 g/ml, 300 g/ml dan 350 g/ml yang direplikasi 3 kali. Dari seri larutan baku

tersebut akan diperoleh kurva kalibrasi dan persamaan regresinya, lalu dihitung

nilai (r). Hasil nilai (r) yang diperoleh replikasi I = 0,9979 replikasi II = 0,9999

dan replikasi III = 0,9979.

3. Akurasi

Akurasi adalah parameter validasi yang menggambarkan apakah suatu

metode menghasilkan nilai pengukuran yang tepat atau mendekati nilai

sebenarnya. Akurasi dinyatakan dengan persen recovery (% recovery) / persen

perolehan kembali. Persen recovery merupakan persen perolehan kembali kadar

terukur terhadap kadar sebenarnya. Recovery dari baku kurkumin adalah faktor

penting dalam analisis kuantitatif kurkumin karena sangat menentukan kebenaran

pengukuran sampel. Suatu metode dikatakan memiliki akurasi yang baik apabila

nilai % recoverynya antara 98-102% (Harmita, 2004). Berikut hasil pengukuran %

(50)
[image:50.595.103.559.108.749.2]

Tabel IV. Kadar Baku Kurkumin

Kadar Kadar Hasil Pengukuran (µg/mL) kurkumin

( g/mL) Replikasi I Replikasi II Replikasi III Replikasi IV Replikasi V 50 49,55 50,63 50,60 49,99 49,75 200 202,51 201,28 198,73 203,56 203,13 350 345,00 354,82 347,63 346,52 346,60

Tabel V. Recovery Baku Kurkumin Kadar

kurkumin

% Recovery

Replikasi I Replikasi II Replikasi III Replikasi IV Replikasi V Rata-rata

50.00 99.10 101.26 101.20 99.97 99.49 100.21

200.00 101.25 100.64 99.36 101.78 101.57 100.92

350.00 98.57 101.38 99.32 99.01 99.03 99.46

4. Presisi

Presisi adalah parameter validasi yang digunakan untuk melihat

kemampuan dari metode untuk menghasilkan pengukuran yang tepat dan

konsisten pada pengukuran berulang atau disebut juga untuk menjamin

reprodusibilitas metode. Presisi diukur dari nilai CV. Kisaran CV yang baik

sendiri tergantung dari kadar analit di dalam sampel seperti ditunjukkan dalam

tabel guideline.

Tabel VI. Data Coefficient of Variation (CV) Kadar Baku Kurkumin Kadar kurkumin

(μg/ml)

Rata-rata

kadar terukur

(μg/ml)

Standard deviation

CV (%)

50 50.10 0.49 0,98

200 201.84 1.94 0,96

(51)

Nilai CV pada konsentrasi 50 g/ml, 200 g/ml, dan 350 g/ml kurang

dari 2 %. Hasil tersebut menunjukkan bahwa CV sudah sesuai persyaratan dan

menunjukkan bahwa metode yang digunakan memiliki presisi yang baik.

5. Range

Range adalah interval antara konsentrasi analit pada level bawah dan level

atas dalam pengukuran sampel secara kuantitatif yang masih memenuhi parameter

linearitas, akurasi, dan presisi sehingga hasilnya dapat dipertanggungjawabkan

validitasnya. Pada penelitian ini, range konsentrasinya adalah 50-350 g/ml. Range ini menunjukkan area analisis yang memenuhi parameter linearitas,

akurasi, dan presisi.

G. Penentuan Akurasi Dan Presisi Baku Kurkumin Dalam Sampel

Akurasi dan presisi baku kurkumin dalam sampel ditentukan dengan

melihat AUC hasil penambahan baku kurkumin ke dalam matriks sampel. Metode

pengukuran dilakukan dengan metode adisi. Luas area dari peak baku yang

ditambahkan akan menambah luas area pada peak yang dihasilkan sampel.

Apabila luas area pada peak tersebut bertambah ketika baku kurkumin

ditambahkan maka dapat dipastikan bahwa peak tersebut merupakan peak

kurkumin.

Luas area yang bertambah harus berada pada nilai Rf yang identik dengan

Rf baku kurkumin sehingga dapat disimpulkan bahwa peak tersebut merupakan

kurkumin. Setelah dapat dipastikan bahwa peak tersebut adalah peak kurkumin

sampel ditambah baku, maka dilakukan penentuan akurasi dan presisi baku

(52)

mengetahui kemampuan metode dalam mengukur respon baku kurkumin dalam

[image:52.595.95.511.166.594.2]

matriks sampel secara akurat dan reprodusibilitas metode.

Tabel VII. Recovery dan CV baku kurkumin dalam matriks sampel Rep % Recovery CV (%)

1 98.72

2 103.07

3 104.01 2.74

4 97.86

5 99.37

Kadar baku kurkumin yang ditambahkan pada sampel adalah 90 g/ml.

Berdasarkan ketentuan dalam UNODC, batas nilai recovery yang dapat diterima

95-105% dengan nilai CV<15% (Anonim,2009),. Oleh karena itu, dari tabel VII

dapat disimpulkan bahwa metode KLT-Densitometri ini dapat mengukur analit

dalam matriks sampel secara akurat dan metode memiliki presisi yang bagus.

H. Uji Disolusi

Uji disolusi adalah uji untuk melihat pelepasan obat pada jangka waktu

tertentu dan akan menghasilkan profil disolusi dari sampel tersebut. Pengujian

disolusi pada penelitian bertujuan untuk membandingkan profil disolusi dari

masing-masing formula dispersi padat yang dibuat dan juga melihat profil disolusi

campuran fisik ekstrak temulawak – PVP K30. Uji disolusi dilakukan dengan menggunakan metode rotating paddle.

Sampel dispersi padat kurkumin dan campuran fisik masing-masing

dimasukkan ke dalam kapsul no. 00 dan diujikan dalam medium disolusi berisi

buffer fosfat dengan pH 6 sebanyak 500 mL yang dibuat dengan mencampurkan

(53)

dengan pH 6 dan di tambah aquadest hingga 1000 mL. Pencuplikan sampel

dilakukan pada 0, 5, 10, 15, 30, 45, 60, dan 120 menit. Uji disolusi dilakukan pada

medium bersuhu ± 37oC dengan kecepatan rotasi dayung 100 rpm. Cuplikan

diambil sebanyak 5 mL dan langsung ditambahkan kembali 5 mL larutan buffer

yang sama ke dalam medium disolusi untuk mempertahankan jumlah 500 mL.

Cuplikan pada menit-menit yang telah ditentukan tersebut langsung

diekstraksi cair-cair dengan etil asetat untuk menarik kurkuminoid di dalam 5 mL

medium disolusi. Setelah diekstraksi, dilakukan penguapan etil asetat dengan

segera sehingga diperoleh cuplikan dalam bentuk padat yang berasal dari 5 mL

[image:53.595.103.505.333.606.2]

cuplikan.

Tabel VIII. Rata-rata Dispersi Padat Kurkumin Waktu Rata-rata persentase kurkumin terdisolusi (%)

(X±SD)

SD F1 (1:1) SD F2 (1:2) SD F3 (1:4)

0 0.00 0.00 0.00

5 0.74 ± 0.01 1.50 ± 0.004 3.79 ± 0.14 10 4.13 ± 0.18 10.51 ± 0.32 25.61 ± 0.81 15 13.3 ± 0.24 16.35 ± 0.25 48.44 ± 0.68 30 35.70 ± 0.35 31.19 ± 0.59 78.02 ± 0.45 45 47.80 ± 1.45 80.79 ± 0.56 94.07 ± 0.52 60 49.58 ± 0.10 98.17 ± 0.69 95.41 ± 0.65 120 51.04 ± 0.35 91.60 ± 0.73 89.08 ± 0.74

Keterangan : SD = solid dispersion

Campuran fisik tidak dapat dianalisis jumlah yang terdisolusi, karena pada

saat uji disolusi tidak terdisolusi dan membentuk semacam suspensi sehingga

pada pengambilan cuplikan dan ekstraksi menghasilkan jumlah yang tidak

(54)

I. Pengukuran Kadar Kurkumin

Pengukuran kadar kurkumin dilakukan dengan metode KLT-densitometri.

Kadar kurkumin yang terukur kemudian akan dihitung persen kurkumin

terdisolusi. Pengukuran dilakukan pada tiap cuplikan formula dispersi padat dan

juga campuran fisik kemudian dilakukan replikasi 3 kali untuk setiap formula

dispersi padat. Pengukuran dengan KLT-densitometri akan menghasilkan data

pemisahan kurkumin dengan kurkuminoid lainnya dan luas area kurkumin yang

menunjukkan kadar kurkumin yang terdisolusi. Data tersebut diolah untuk

menghasilkan informasi profil disolusi dari masing-masing formula dispersi

padat. Profil disolusi yang diperoleh adalah perbandingan persen kurkumin

[image:54.595.104.507.282.657.2]

terdisolusi formula dispersi padat dengan waktu.

Gambar 3. Grafik Persen Terdisolusi vs Waktu Formula SD F1

Formula SD F1 adalah formula dengan perbandingan ekstrak temulawak :

PVP K30 (1:1) dengan kadar kurkumin dalam formula 6 %.

0,00 10,00 20,00 30,00 40,00 50,00 60,00 70,00 80,00 90,00 100,00

0 20 40 60 80 100 120

(55)

Gambar 4. Grafik Persen Terdisolusi vs Waktu Formula SD F2

Formula SD F2 adalah formula dengan perbandingan ekstrak temulawak :

[image:55.595.102.507.105.678.2]

PVP K30 (1:2) dengan kadar kurkumin dalam formula 4 %.

Gambar 5. Grafik Persen Terdisolusi vs Waktu Formula SD F3

Formula SD F3 adalah formula dengan perbandingan ekstrak temulawak :

PVP K30 (1:4) dengan kadar kurkumin dalam formula 2,4 %.

0,00 10,00 20,00 30,00 40,00 50,00 60,00 70,00 80,00 90,00 100,00

0 20 40 60 80 100 120

% ter d is o lu si ( % ) Waktu (menit) 0,00 10,00 20,00 30,00 40,00 50,00 60,00 70,00 80,00 90,00 100,00

0 20 40 60 80 100 120

(56)
[image:56.595.101.514.114.572.2]

Gambar 6. Grafik Persen Terdisolusi vs Waktu Formula SD F1, SD F2, SD F3 Gambar diatas menunjukkan bahwa formula SD F3 menghasilkan profil

disolusi yang lebih baik dibandingkan formula yang lain diliat dari persen

kurkumin terdisolusi di tiap menit. Srinarong (2009) menyebutkan bahwa dengan

menurunnya proporsi drug load, persen terdisolusi akan meningkat.

Pada gambar 7 digambarkan profil disolusi masing-masing formula, dan

ditemukan hasil yang menarik di mana hingga menit kelimabelas F2 menunjukkan

persen terdisolusi yang lebih besar daripada F1, namun pada menit ketigapuluh F1

menunjukkan persen terdisolusi yang lebih banyak daripada F2. Pada menit

keempatpuluh lima kembali F2 menunjukkan persen terdisolusi yang lebih tinggi

daripada F1. Fenomena tersebut juga terjadi pada F3, hingga menit keempatpuluh

lima F3 menunjukkan persen terdisolusi yang lebih tinggi daripada F2, tetapi

sejak menit keenampuluh hingga seratus duapuluh F2 menunjukkan persen

terdisolusi yang sedikit lebih tinggi daripada F3.

0,00 10,00 20,00 30,00 40,00 50,00 60,00 70,00 80,00 90,00 100,00

-20 0 20 40 60 80 100 120

(57)

J. Hubungan Proporsi Drug Load Terhadap Disolusi Kurkumin

Fenomena yang terjadi menunjukkan adanya perubahan kecepatan disolusi

pada F1, F2, dan F3 pada waktu tertentu. Pengambilan kesimpulan pada hasil

disolusi harus dilakukan dengan metode Disolusi Efisiensi (DE) sehingga tidak

didapat kesimpulan yang bias dari hasil disolusi formula-formula tersebut. DE

adalah metode untuk mengungkapkan hasil pengamatan kecepatan disolusi obat

dalam suatu medium dengan cara membandingkan luas area di bawah kurva

disolusi dengan luas segiempat seratus persen zat aktif larut dalam medium pada

saat tertentu (Fudholi, 2013).

DEt = ( ydt / y100t )x 100% ………(6)

(Fudholi, 2013)

ydt = luas area di bawah kurva zat aktif terlarut pada saat t

y100t = luas segiempat 100% zat aktif larut dalam medium untuk waktu t

Harga DE dinyatakan dalam kurun waktu pengamatan tertentu sehingga semakin

besar harga t akan semakin besar juga harga DE karena artinya semakin banyak

titik-titik pengamatan yang digunakan. Berikut merupakan tabel formulasi

[image:57.595.100.512.297.716.2]

pembuatan dispersi padat.

Tabel IX. Disolusi Efisiensi Formula Dispersi Padat Menit 120

Formula DE120 (%) Rata- rata

DE120 (%) Replikasi 1 Replikasi

2

Replikasi 3

Gambar

Gambar 1. Struktur Kurkumin .....................................................................
Gambar 1. Struktur Kurkumin (Gordon dan Tristan, 1999).
Gambar 2. Rotary Evaporator (Anonim, 2012)
Tabel I. Formula Dispersi Padat Drug Load
+7

Referensi

Dokumen terkait

Pemanfaatan Tulang Ikan Nila ( Oreochromis niloticus ) sebagai Pengganti Gelatin dan Karakteristik Sifat Fisika Kimianya.. Di bawah bimbingan WIRANTI SRI RAHAYU dan

Isolated of Endophytic bacteria from red betel root, produced a supernatant to test the inhibitory effect on 4 test bacteria that are pathogenic, Two (2)

BPR Jatim adalah Perseroan Terbatas yang didirikan berdasarkan Peraturan Daerah Provinsi Jawa Timur Nomor 10 Tahun 2000 tentang Penggabungan dan Perubahan Bentuk Badan

[r]

[r]

negatif kondisi perekonomian dan industry keuangan namun Bank masih memiliki kelemahan- kelemahan minor yang dapat segera diatasi oleh tindakan rutin Mencerminkan

Dengan masing-masing peserta berada pada tempat-tempat yang terpisah, dan masing- masing menghadapi komputer, atau yang tidak dapat berhadapan dengan komputer dapat

[r]