• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Faktor Penghambat Efektivitas Penilaian Kinerja Dengan Menggunakan Unsur Sasaran Kerja Pegawai Di Pusat Konservasi Tumbuhan Kebun Raya Bogor

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Analisis Faktor Penghambat Efektivitas Penilaian Kinerja Dengan Menggunakan Unsur Sasaran Kerja Pegawai Di Pusat Konservasi Tumbuhan Kebun Raya Bogor"

Copied!
64
0
0

Teks penuh

(1)

ANALISIS FAKTOR PENGHAMBAT EFEKTIVITAS PENILAIAN

KINERJA DENGAN MENGGUNAKAN UNSUR SASARAN KERJA

PEGAWAI DI PUSAT KONSERVASI TUMBUHAN

KEBUN RAYA BOGOR

RIZKY ABDILLAH RAMADHAN

PROGRAM SARJANA ALIH JENIS MANAJEMEN DEPARTEMEN MANAJEMEN

FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER

INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul “Analisis Faktor Penghambat Penilaian Kinerja Dengan Menggunakan Unsur Sasaran Kerja Pegawai Di Pusat Konservasi Tumbuhan Kebun Raya Bogor” adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Januari 2016

Rizky Abdillah Ramadhan

(4)
(5)

ABSTRAK

RIZKY ABDILLAH RAMADHAN. Analisis Faktor Penghambat Efektivitas Penilaian Kinerja dengan Menggunakan Unsur Sasaran Kerja Pegawai di Pusat Konservasi Tumbuhan Kebun Raya Bogor. Dibimbing oleh ANGGRAINI SUKMAWATI.

Penilaian kinerja Pegawai Negeri Sipil (PNS) di Pusat Konservasi Tumbuhan (PKT) Kebun Raya Bogor menggunakan unsur penilaian berupa Sasaran Kerja Pegawai (SKP) dan perilaku kerja. Penilaian kinerja menggunakan unsur SKP masih relatif baru dan berbeda dengan sistem penilaian kinerja yang diterapkan sebelumnya. Tujuan penelitian ini adalah untuk mencari faktor penghambat penilaian kinerja dengan menggunakan unsur SKP di PKT Kebun Raya Bogor. Total pegawai yang menjadi responden pada penelitian ini adalah 74 pegawai. Metode analisis pada penelitian ini menggunakan analisis faktor. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terbentuk lima faktor penghambat penilaian kinerja dengan menggunakan unsur SKP di PKT Kebun Raya Bogor. Faktor-faktor tersebut adalah prasangka pribadi, efek hallo, kecenderungan terpusat, bias karena terlalu lunak, dan bias karena terlalu keras.

Kata kunci: analisis faktor, faktor penghambat efektivitas penilaian kinerja, sasaran kerja pegawai.

ABSTRACT

RIZKY ABDILLAH RAMADHAN. Restraining Factor Analysis That Inhibit The Effectiveness of Performance Assessment Based on Employee Work Targets Elements at Plant Conservation Center in Bogor Botanical Gardens. Supervised by ANGGRAINI SUKMAWATI.

The performance assessment of state employees at Plant Conservation Center (PCC) Bogor Botanical Gardens use a different system to the previous.The different element is Employee Work Targets (EWT). The purpose of this study was to analyze the factors that inhibit the effectiveness of performance assessment based on EWT elements at PCC in Bogor Botanical Gardens. Total respondent in this study is 74 employees. Methods of data analysis in this study using factor analysis. The results of factor analysis showed that forming five factor that can hinder the performance assessment based on EWT elements at PCC in Bogor Botanical Gardens. These factors are personal prejudices, hallo effect, central tendency, refraction because it is too soft, and refraction because it was too hard.

(6)
(7)

ANALISIS FAKTOR PENGHAMBAT EFEKTIVITAS PENILAIAN

KINERJA DENGAN MENGGUNAKAN UNSUR SASARAN KERJA

PEGAWAI DI PUSAT KONSERVASI TUMBUHAN

KEBUN RAYA BOGOR

RIZKY ABDILLAH RAMADHAN

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi

pada

Program Sarjana Alih Jenis Manajemen Departemen Manajemen

PROGRAM SARJANA ALIH JENIS MANAJEMEN DEPARTEMEN MANAJEMEN

FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(8)
(9)
(10)
(11)

Judul Skripsi : Analisis Faktor Penghambat Efektivitas Penilaian Kinerja dengan Menggunakan Unsur Sasaran Kerja Pegawai di

Pusat Konservasi Tumbuhan Kebun Raya Bogor. Nama : Rizky Abdillah Ramadhan

NIM : H24134041

Disetujui oleh

Dr Ir Anggraini Sukmawati, MM Dosen Pembimbing

Diketahui oleh

Dr Mukhammad Najib, STP, MM Ketua Departemen

(12)
(13)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis ucapkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas karunia-Nya

sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Analisis Faktor Penghambat

Efektivitas Penilaian Kinerja dengan Menggunakan Unsur Sasaran Kerja Pegawai di

Pusat Konservasi Tumbuhan Kebun Raya Bogor” sebagai syarat memperoleh gelar

Sarjana Ekonomi pada Program Sarjana Alih Jenis Manajemen, Institut Pertanian Bogor. Penulis mengucapkan terima kasih kepada Ibu Dr Ir Anggraini Sukmawati, MM sebagai pembimbing dalam penyusunan skripsi ini. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada kedua orang tua penulis yaitu Yopi Miftah dan Adelili, kakak yaitu Dzikri Robbi, serta teman-teman yang selalu memotivasi dalam penyelesaian skripsi. Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan dalam skripsi ini, mohon maaf apabila terdapat kekurangan, semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi banyak pihak.

Bogor, Januari 2016

(14)
(15)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL VI

DAFTAR GAMBAR VI

DAFTAR LAMPIRAN VI

PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Perumusan Masalah 2

Tujuan Penelitian 3

Manfaat Penelitian 3

Ruang Lingkup Penelitian 3

TINJAUAN PUSTAKA 3

Kinerja 3

Penilaian Kinerja 4

Sasaran Kerja Pegawai (SKP) 4

Karakteristik Sistem Penilaian Kinerja yang Efektif 5 Faktor-Faktor Penghambat Efektivitas Penilaian Kinerja 7

Penelitian Terdahulu 8

METODE 9

Kerangka Pemikiran Penelitian 9

Lokasi dan Waktu Penelitian 10

Pengumpulan Data 10

Teknik Pengambilan Contoh 11

Pengolahan dan Analisis Data 11

HASIL DAN PEMBAHASAN 14

Sekilas Tentang PKT Kebun Raya Bogor 14

Penilaian Kinerja di PKT Kebun Raya Bogor 15

Karakteristik Pegawai 16

Uji Validitas Kuesioner 17

Uji Reliabilitas Kuesioner 18

Uji Deskriptif Efektivitas Penilaian Kinerja dengan Menggunakan Unsur

SKP di PKT Kebun Raya Bogor 18

Analisis Faktor Penghambat Penilaian Kinerja dengan Menggunakan

Unsur SKP di PKT Kebun Raya Bogor 22

Implikasi Manajerial 27

SIMPULAN DAN SARAN 29

(16)

ii

DAFTAR TABEL

1 Tingkat ketidakhadiran pegawai sebelum penerapan SKP tahun 2013 dan

sesudah penerapan SKP tahun 2014 2

2 Penelitian terdahulu 8

3 Karakteristik Pegawai 17

4 Faktor dan indikator analisis faktor penghambat penilaian kinerja di PKT

Kebun Raya Bogor 22

5 Nilai MSA untuk masing-masing variabel 23

6 Faktor-faktor yang terbentuk 24

7 Implikasi manajerial untuk PKT Kebun Raya Bogor 28

DAFTAR GAMBAR

1 Kerangka pemikiran penelitian 10

DAFTAR LAMPIRAN

1 Formulir SKP 35

2 Formulir penilaian SKP 36

3 Formulir penilaian perilaku kerja 37

4 Hasil uji validitas dan reliabilitas kuesioner efektivitas penilaian kinerja

menggunakan unsur SKP 40

5 Hasil uji validitas dan reliabilitas kuesioner faktor-faktor yang

menghambat efektivitas penilaian kinerja menggunakan unsur SKP 41 6 Hasil uji deskriptif efektivitas penilaian kinerja pegawai 42 7 Nilai MSA dalam tabel anti image correlation 43

8 Tabel communalities 44

9 Tabel total varian explained 45

10 Tabel component matrix 46

(17)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Sumber Daya Manusia (SDM) merupakan salah satu aset yang sangat berharga bagi suatu instansi, kinerja pegawai dalam suatu instansi akan sangat mempengaruhi kemajuan instansi tersebut. Jika pegawai memiliki kinerja yang baik, maka output yang dihasilkannya akan baik, begitu pun sebaliknya. Oleh karena itu suatu instansi harus memiliki pegawai dengan kinerja yang sangat baik demi kemajuan perusahaan itu sendiri. Kinerja seorang pegawai dapat diketahui dengan melihat hasil penilaian kinerja pegawai tersebut. Menurut Dessler (2015) penilaian kinerja berarti mengevaluasi kinerja pegawai di masa sekarang dan/atau di masa lalu secara relatif terhadap standar kinerjanya. Penilaian kinerja merupakan suatu sistem yang digunakan untuk mengetahui dan mengukur kinerja seseorang. Tujuan dari penilaian kinerja adalah untuk mengetahui prestasi kerja pegawai di waktu yang lalu dan sebagai acuan untuk memprediksi prestasi pegawai di masa yang akan datang.

Proses penilaian kinerja memiliki beberapa manfaat diantaranya untuk memperbaiki kinerja perusahaan, sebagai acuan penyesuaian kompensasi, sebagai bahan pertimbangan keputusan penempatan kerja, kebutuhan pelatihan pegawai, perencanaan pegawai dan pengembangan pegawai. Menurut Simamora (2006), semua organisasi dapat mengevaluasi atau menilai kinerja dengan beberapa cara. Maka dari itu penilaian kinerja pada setiap instansi bisa berbeda-beda.Efektivitas penilaian kinerja dapat terhambat oleh beberapa faktor. Faktor-faktor tersebut berpengaruh terhadap hasil penilaian kinerja, sehingga hasil penilaian kinerja terlihat bias dan tidak sesuai dengan kenyataan yang terjadi. Faktor-faktor yang menjadi penghambat dalam melakukan proses penilaian kinerja pada setiap instansi dapat berbeda.

Pusat Konservasi Tumbuhan (PKT) Kebun Raya Bogor merupakan salah satu instansi yang menyediakan pelayanan dan fasilitas bagi mahasiswa dan peneliti yang akan melakukan penelitian mengenai tumbuhan atau manajemen yang sesuai dengan kebutuhan peneliti. Adanya keterbukaan dari PKT Kebun Raya Bogor mengenai permasalahan yang sedang dihadapi merupakan alasan penulis memilih PKT Kebun Raya Bogor sebagai tempat penelitian. Penilaian kinerja PNS yang diterapkan oleh PKT Kebun Raya Bogor disebut Penilaian Prestasi Kerja (PPK) PNS. Penilaian Prestasi Kerja PNS di PKT Kebun Raya Bogor mencakup dua unsur penilaian yaitu unsur Sasaran Kerja Pegawai (SKP) dan unsur perilaku kerja. Penilaian dengan menggunakan SKP di PKT Kebun Raya Bogor baru dimulai sejak tanggal 1 Januari 2014.

(18)

2

Kebun Raya Bogor dapat berpengaruh terhadap prestasi kerja pegawai. Salah satu indikator prestasi kerja pegawai adalah kedisiplinan pegawai. Kedispilinan pegawai PKT Kebun Raya Bogor sebelum dan sesudah diterapkannya penilaian kinerja dengan menggunakan unsur SKP dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1 Tingkat ketidakhadiran pegawai sebelum penerapan SKP tahun 2013 dan sesudah penerapan SKP tahun 2014

Bulan % %

Sumber: PKT Kebun Raya Bogor (2015)

Berdasarkan Tabel 1 dapat dilihat bahwa Tingkat ketidakhadiran pegawai mengalami peningkatan. Hal ini menunjukkan bahwa penerapan penilaian kinerja dengan menggunakan unsur SKP di PKT Kebun Raya Bogor belum memberikan dampak positif pada kedisplinan pegawai, maka diperlukan analisis faktor penghambat efektivitas penilaian kinerja menggunakan unsur SKP di PKT Kebun Raya Bogor.

Perumusan Masalah

Penilaian kinerja PNS yang diterapkan di PKT Kebun Raya Bogor memiliki unsur penilaian yang berbeda dengan penilaian kinerja sebelumnya yaitu DP3, adapun unsur penilaian pembeda itu adalah unsur SKP yang di dalamnya terdapat aspek kegiatan tugas jabatan, angka kredit, dan target. Penambahan unsur penilaian kinerja tersebut membuat penilai dan pegawai yang dinilai secara bersama-sama mempelajari kembali unsur penilaian kinerja dengan menggunakan unsur SKP. Agar penilaian kinerja dapat berlangsung dengan efektif, maka dilakukan analisis untuk mencari faktor-faktor yang dapat menghambat efektivitas penilaian kinerja menggunakan unsur SKP di PKT Kebun Raya Bogor. Rumusan masalah dalam penelitian ini diantaranya:

1. Bagaimana pelaksanaan penilaian kinerja di PKT Kebun Raya Bogor? 2. Apakah penilaian kinerja dengan menggunakan unsur SKP di PKT Kebun

Raya Bogor sudah efektif?

(19)

Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian merupakan jawaban dari permasalahan yang telah dirumuskan sebelumnya. Tujuan penelitian tersebut tentunya sudah dilengkapi oleh data serta informasi yang jelas dan memberikan hasil yang dapat dipertanggungjawabkan. Adapun tujuan dilakukannya penelitian ini adalah: 1. Menganalisis pelaksanaan penilaian kinerja di PKT Kebun Raya Bogor.

2. Menganalisis efektivitas penilaian kinerja dengan menggunakan unsur SKP yang diterapkan oleh PKT Kebun Raya Bogor.

3. Menganalisis faktor-faktor yang dapat menghambat penerapan penilaian kinerja dengan menggunakan unsur SKP di PKT Kebun Raya Bogor.

Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan mampu memberikan manfaat khususnya dalam hal peningkatan efektivitas penilaian kinerja di PKT Kebun Raya Bogor. Beberapa manfaat lainnya yang diharapkan dari penelitian ini yaitu:

1. Bagi Perusahaan

Menjadi bahan informasi untuk membantu PKT Kebun Raya Bogor dalam rangka mengembangkan dan mengoptimalkan SDM yang dimiliki.

2. Bagi Akademisi

Menambah pengetahuan tentang sistem penilaian kinerja pegawai dan mengetahui faktor-faktor yang dapat menghambat penilaian kinerja. Selain itu penelitian ini juga dapat digunakan sebagai referensi untuk melakukan penelitian lebih lanjut mengenai pembahasan SDM khususnya penilaian kinerja.

Ruang Lingkup Penelitian

Penelitian ini dilakukan di PKT Kebun Raya Bogor. Ruang lingkup penelitian ini adalah penilaian kinerja pegawai yang bekerja di PKT Kebun Raya Bogor, khususnya mengenai penerapan unsur SKP sebagai sistem penilaian kinerja PNS. Pengambilan data dibatasi hanya kepada PNS yang bekerja di PKT Kebun Raya Bogor.

TINJAUAN PUSTAKA

Kinerja

(20)

4

tingkat keberhasilan seseorang secara keseluruhan selama periode tertentu di dalam melaksanakan tugas dibandingkan dengan berbagai kemungkinan, seperti hasil kerja, target atau sasaran atau kriteria yang telah ditentukan terlebih dahulu dan telah disepakati bersama.

Mangkuprawira dan Vitalaya (2007) mengemukakan bahwa kinerja adalah hasil dari proses pekerjaan tertentu secara terencana pada waktu dan tempat dari karyawan serta organisasi bersangkutan. Menurut Simamora (2006) kinerja mengacu kepada kadar pencapaian tugas-tugas yang membentuk sebuah pekerjaan pegawai. Berdasarkan pendapat beberapa pakar tersebut, penulis dapat menyimpulkan bahwa pada hakikatnya kinerja merupakan suatu hasil yang telah dicapai oleh seseorang dalam sebuah organisasi ataupun perusahaan dengan standar-standar kerja yang telah ditentukan sebelumnya untuk masing-masing pekerjaan.

Penilaian Kinerja

Penilaian kinerja dilakukan untuk mengetahui kondisi pegawai atau pekerja. menurut Simamora (2006) penilaian kinerja adalah proses yang dipakai oleh organisasi untuk mengevaluasi pelaksanaan kerja individu karyawan. Menurut Uno dan Lamatenggo (2014) penilaian kinerja adalah uraian sistematis dari pekerjaan yang berkaitan dengan kekuatan dan kelemahan individu atau kelompok. Menurut Hardiyansyah (2012) penilaian kinerja merupakan suatu proses pengukuran setiap tindakan dan setiap kegiatan pemanfaatan sumber daya dan hasil yang dicapai dalam rangka mencapai tujuan dan sasaran kerja yang telah ditetapkan.

Menurut Uno dan Lamatenggo (2014) penilaian kinerja diperlukan untuk mengalokasikan sumber daya dalam lingkungan yang dinamis, memberikan motivasi dan imbalan kepada pegawai, memberikan umpan-balik kepada pegawai tentang hasil kerja mereka, membina hubungan yang baik dalam kelompok, melatih dan mengembangkan pegawai, mematuhi peraturan perundangan-undangan. Penilaian kinerja tersebut haruslah dilakukan oleh orang yang berwenang seperti yang dikemukakan oleh Rahadi (2010) bahwa penilaian prestasi kerja merupakan cara sistematis untuk mengevaluasi prestasi, kontribusi, potensi dan nilai dari seorang karyawan oleh orang-orang yang diberi wewenang perusahaan sebagai landasan pengembangan dan sebagainya.

Berdasarkan pendapat beberapa pakar tersebut, penulis dapat menyimpulkan bahwa penilaian kinerja adalah suatu sistem pengukuran kinerja ataupun hasil kerja pegawai yang dilakukan oleh atasan yang berwenang dalam periode tertentu dengan hasil penilaian yang relatif untuk setiap pegawai. Hasil dari penilaian tersebut dapat digunakan dan dimanfaatkan untuk kepentingan instansi ataupun pegawai itu sendiri.

Sasaran Kerja Pegawai (SKP)

(21)

Pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun 2011 Mengenai Penilaian Prestasi Kerja Pegawai Negeri Sipil. Peraturan tersebut menjelaskan bahwa yang dimaksud dengan Sasaran Kerja Pegawai atau yang disingkat SKP adalah rencana kerja dan target yang akan dicapai oleh seorang PNS. Rencana kerja yang dimaksud adalah Rencana Kerja Tahunan atau yang disingkat dengan RKT yaitu rencana yang memuat kegiatan tahunan dan target yang akan dicapai sebagai penjabaran dari sasaran dan program yang telah ditetapkan oleh instansi pemerintah. Target adalah jumlah beban kerja yang akan dicapai dari setiap pelaksanaan tugas jabatan.

Pegawai Negeri Sipil wajib menyusun SKP berdasarkan RKT instansi. Penyusunan SKP harus jelas, dapat diukur, relevan, dapat dicapai, dan memiliki target waktu. SKP memuat kegiatan tugas jabatan dan target yang harus dicapai dalam kurun waktu penilaian yang bersifat nyata dan dapat diukur. PNS menyusun SKP dalam formulir SKP. Formulir SKP yang telah diisi harus disetujui dan ditetapkan oleh Pejabat Penilai sebagai kontrak kerja. Jika SKP yang telah disusun tidak disetujui oleh Pejabat Penilai, maka keputusannya diserahkan kepada Atasan Pejabat Penilai dan bersifat final. Penilaian SKP dilakukan dengan cara menghitung perbandingan tingkat capaian output real dengan tingkat capaian output yang sudah di targetkan sebelumnya. Aspek-aspek yang terdapat dalam SKP diantaranya aspek tugas jabatan, angka kredit, dan target.

Kegiatan Tugas Jabatan

Kegiatan tugas jabatan adalah tugas pekerjaan yang wajib dilakukan dalam rangka pelaksanaan fungsi jabatan. Setiap tugas jabatan yang akan dilakukan harus mengacu pada Penetapan Kinerja / RKT, sebagai implementasi kebijakan dalam rangka mencapai tujuan dan sasaran organisasi yang telah ditetapkan dan harus berorientasi pada hasil secara nyata dan terukur. Kegiatan tugas jabatan harus sesuai dengan pekerjaan yang dilakukan oleh pegawai sehari-hari.

Angka Kredit

Angka kredit adalah satuan nilai dari tiap butir kegiatan atau akumuliasi nilai butir-butir kegiatan yang harus dicapai oleh seorang pejabat fungsional dalam rangka pembinaan karier yang bersangkutan ditetapkan dengan jumlah angka kredit yang akan dicapai.

Target

Target adalah jumlah beban kerja yang akan dicapai dari setiap pelaksanaan tugas jabatan. Target haruslah jelas dan dapat diwujudkan sebagai ukuran prestasi kerja. terdapat beberapa aspek dalam menetapkan target yaitu kuantitas, kualitas, waktu, dan biaya. Penyusunan target SKP paling sedikit harus meliputi aspek kuantitas dan waktu sesuai dengan karakteristik, sifat, dan jenis kegiatan pada masing-masing unit kerja

Karakteristik Sistem Penilaian Kinerja yang Efektif

(22)

6

tersebut juga berperan untuk membantu keputusan-keputusan administratif yang berkenaan dengan kenaikan bayaran, transfer, atau pemberhentian. Karakteristik sistem penilaian kinerja yang efektif menurut Mondy (2008) terdiri dari beberapa aspek yaitu: kriteria yang terkait dengan pekerjaan, harapan-harapan kinerja, standardisasi, penilai yang terlatih, komunikasi berkelanjutan, melaksanakan tinjauan kinerja, dan adanya due process.

Kriteria yang Terkait Pekerjaan

Kriteria-kriteria evaluasi harus ditentukan melalui analisis pekerjaan. Faktor-faktor subjektif, seperti inisiatif, antusiasme, loyalitas, dan kerjasamajelas-jelas penting, namun, tanpa dibuktikan secara kerjasamajelas-jelas, keterkaitannya dengan pekerjaan faktor-faktor tersebut tidak dapat dipergunakan.

Harapan-Harapan Kinerja

Para manajer dan bawahan harus sepakat mengenai harapan-harapan kinerja sebelum periode penilaian dimulai. Para pegawai harus tahu atas dasar apa mereka diukur. Harapan dan hasil dari kinerja pegawai harus dapat dipahami dengan jelas oleh penilai dan pegawai.

Standardisasi

Perusahaan harus menggunakan instrumen yang sama untuk seluruh pegawai yang berada dalam kategori pekerjaan yang sama dan bekerja untuk atasan yang sama. Para atasan harus pula melaksanakan penilaian-penilaian yang mencakup periode yang sama untuk pegawai-pegawai tersebut.

Penilai yang Terlatih

Setiap orang yang melakukan penilaian kinerja harus mendapatkan pelatihan dalam seni memberi dan menerima umpan balik agar tidak menyebabkan ketidakpastian dan konflik. Pelatihan merupakan suatu proses berkelanjutan guna memastikan ketepatan dan konsistensi. Pelatihan yang dilakukan mencakup cara menilai pegawai dan cara melaksanakan wawancara penilaian.

Komunikasi Terbuka Berkelanjutan

Setiap pegawai yang telah melakukan penilaian kinerja harus mengetahui seberapa baik mereka bekerja. Sistem penilaian kinerja yang baik dapat memberikan umpan balik yang sangat diinginkan dalam basis yang berkelanjutan. Sistem penilaian kinerja tidak digunakan sebagai pengganti komunikasi sehari-hari ataupun untuk menyelesaikan masalah sesehari-hari-sehari-hari yang dibutuhkan dalam manajemen kinerja. Masalah-masalah tersebut diselesaikan pada hari-hari biasa dan tidak ditumpuk lalu didiskusikan pada saat penilaian kinerja berlangsung.

Melaksanakan Tinjauan Kinerja

(23)

Due Process

Penilaian kinerja harus memiliki prosedur dalam pengajuan guguatan dari pegawai dan dipastikan gugatan tersebut ditangani secara objektif. Prosedur gugatan formal sangat penting dimiliki oleh instansi agar pegawai dapat mempertanyakan penilaian yang dianggap kurang akurat.

Faktor-Faktor Penghambat Efektivitas Penilaian Kinerja

Menurut Rivai dan Sagala (2009) faktor-faktor yang menghambat penilaian kinerja adalah efek hallo, kesalahan kecenderungan terpusat, bias karena terlalu lunak dan terlalu keras, bias karena penyimpangan lintas budaya, prasangka pribadi, pengaruh kesan terakhir.

Efek Hallo

Efek hallo terjadi ketika pendapat pribadi penilai mempengaruhi pengukuran kinerja baik dalam arti positif maupun negatif. Penilai cenderung mempersepsikan satu faktor pribadi pegawai sebagai kriteria yang paling penting dan memberikan penilaian umum baik atau buruk berdasarkan faktor tersebut. Faktor pribadi pegawai yang bisa mempengaruhi penilaian adalah penampilan, gaya bicara, dan kesan pertama ketika bertemu penilai.

Kesalahan Kecenderungan Terpusat

Penilai cenderung memberikan nilai tengah kepada pegawai yang dinilai. Pemberian nilai tersebut merata kepada seluruh pegawai yang memiliki penilaian baik ataupun kurang baik. Cara penilaian tersebut sangat tidak objektif.

Bias KarenaTerlalu Lunak dan Terlalu Keras

Penilai melihat semua hasil kinerja pegawai merupakan hasil yang sangat bagus sehingga penilai memberikan penilaian yang terlalu tinggi atau sebaliknya, penilai cenderung memberikan nilai yang terlalu rendah. Penilai terkadang memberikan nilai yang tinggi kepada yang tidak berhak, atau penilai terlalu menilai rendah pegawai yang memiliki kinerja baik.

Bias Karena Penyimpangan Lintas Budaya

Terdapat perbedaan perlakuan dari setiap penilai yang disebabkan karena karakter budaya yang dimiliki oleh masing-masing penilai. Sebagai contoh, umumnya masyarakat di Asia memperlakukan orang yang lebih tua dengan rasa hormat lebih besar.

Prasangka Pribadi

(24)

8

Pengaruh Kesan Terakhir

Pada saat dilakukan penilaian kinerja, kinerja yang dilakukan oleh pegawai pada saat ini dipersepsikan sebagai kinerja pegawai tersebut di masa lampau. Kinerja yang seharusnya dinilai yaitu kinerja pada masa lampau terkadang berbeda dengan kinerja yang dilakukan oleh karyawan pada saat ini.

Penelitian Terdahulu

Penelitian ini memiliki beberapa referensi yang berasal dari penelitian sebelumnya. Beberapa penelitian yang menjadi bahan referensi penulis dapat dilihat pada Tabel 2 dibawah ini.

Tabel 2 Penelitian terdahulu

No Peneliti/Tahun Variabel Alat

Analisis tanpa terlibat menjadi elemen dari meningkatkan kinerja organisasi. faktor individu, faktor psikologis.

(25)

penghambat efektivitas penilaian kinerja dengan menggunakan unsur SKP di PKT Kebun Raya Bogor. Pertama menentukan beberapa variabel yang merupakan syarat dari penilaian kinerja yang efektif kemudian melakukan survei terhadap responden dengan menggunakan kuesioner. Hasil dari kuesioner tersebut diuji dengan metode analisis deskriptif seperti yang dilakukan oleh Lie (2015) dan Sutanto (2012). Namun indikator penilaian kinerja efktif yang penulis gunakan berbeda dengan indikator yang digunakan oleh Sutanto (2012). Indikator yang penulis gunakan mengacu kepada pendapat Mondy (2008). Pemilihan indikator tersebut berdasarkan kecocokan indikator dengan kondisi aktual di PKT Kebun Raya Bogor.

Variabel yang merupakan faktor-faktor penghambat penilaian kinerja dan melakukan analisis faktor-faktor yang dapat menghambat proses penilaian kinerja di PKT Kebun Raya Bogor dengan menggunakan analisis faktor seperti yang dilakukan oleh Nurjannah (2010) dan Miftah (2010). Namun penulis menggunakan analisis faktor dengan metode Principal Component Analysis

(PCA)

METODE

Kerangka Pemikiran Penelitian

(26)

10

Gambar 1 Kerangka pemikiran penelitian

Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan pada bulan Agustus-November 2015 dengan Lokasi penelitian di Pusat Konservasi Tumbuhan Kebun Raya Bogor yang beralamatkan di Jl. Ir. H. Djuanda no. 13 Bogor.

Pengumpulan Data

Penelitian ini menggunakan dua jenis data yaitu data primer dan data sekunder. Data primer merupakan data yang didapatkan langsung dari sumber yaitu tenaga kerja langsung dan pihak-pihak terkait. Data sekunder adalah data yang diperoleh secara tidak langsung melalui perantara seperti buku, ataupun referensi lainnya guna mendukung kelangsungan penelitian.

Pengukuran pernyataan mengenai efektivitas penerapan sistem penilaian kinerja dan faktor-faktor penghambat yang mempengaruhi efektivitas penilaian kinerja menggunakan unsur SKP di PKT Kebun Raya Bogor diajukan kepada responden dengan menggunakan kuesioner. Jenis kuesioner yang digunakan adalah kuesioner tertutup. Menurut Rangkuti (2009) kuesioner dengan pertanyaan

PKT Kebun Raya Bogor

Visi dan Misi PKT Kebun Raya Bogor

Penilaian Kinerja (SKP)

Efektivitas Penerapan SKP

Rekomendasi Uji statistik

deskriptif.

Faktor-Faktor yang Dapat Menghambat

Penilaian Kinerja

(27)

tertutup adalah pertanyaan yang sudah menggiring ke jawaban yang alternatifnya sudah ditetapkan. Jawaban dari responden diberi skor sesuai dengan jawaban. Skor tersebut disesuaikan dengan skala semantic defferential. Skala semantic defferential adalah skala untuk mengukur sikap yang tersusun dalam satu garis kontinum di mana jawaban yang paling positif terletak di bagian kanan, sedangkan jawaban yang paling negatif berada di sebelah kiri. Jawaban paling positif diberi nilai 9 untuk jawaban sangat setuju, sedangkan jawaban paling negatif diberi nilai 1 untuk jawaban sangat tidak setuju.

Teknik Pengambilan Contoh

Penarikan contoh penelitian ini menggunakan teknik pengambilan contoh

judgemental sampling yang merupakan bagian dari non probability sampling. Judgemental sampling adalah penentuan contoh yang dipilih berdasarkan pertimbangan-pertimbangan yang sesuai dengan tujuan penelitian. Menurut Black dan Champion (2009) judgemental sampling adalah salah satu cara yang diambil peneliti untuk memastikan bahwa unsur tertentu dimasukkan ke dalam sampel. Populasi sampel dalam penelitian ini merupakan seluruh PNS yang bekerja di PKT Kebun Raya Bogor. Pengambilan contoh penelitian menggunakan rumus

slovin yaitu :

� = 1 + ��

Keterangan:

n = Jumlah sampel N = Ukuran populasi

E = Tingkat kesalahan pengambilan contoh yang dapat ditolerir atau diinginkan (10%)

Total populasi yang digunakan adalah 271 PNS. Maka berdasarkan rumus tersebut sampel yang digunakan adalah sebanyak 73,04 sampel. Maka dibulatkan menjadi 74 sampel.

Pengolahan dan Analisis Data

Pengolahan dan analisis data dalam penelitian ini menggunakan beberapa alat uji diantaranya uji validitas, uji reliabilitas, uji deskriptif dan analisis faktor. penjelasan untuk masing-masing alat uji adalah sebagai berikut:

Uji Validitas

(28)

12

diuji relasinya dengan skor total variabel yang dimaksud. Uji validitas dilakukan dengan bantuan softwere SPSS.

Uji Reliabilitas

Uji reliabilitas digunakan untuk menguji konsistensi suatu instrumen. Menurut Sugiyono (2009) uji reliabilitas merupakan alat ukur yang digunakan untuk mengukur berkali-kali sehingga menghasilkan data yang sama. Pengujian reliabilitas dilakukan dengan menguji skor antar item untuk menguji tingkat reliabilitas dengan menggunakan alpha croncbach. Rumus uji reliabilitas adalah sebagai berikut:

� = [

�−

] [

−∑ 2

�2

]

Keterangan:

A = Koefisien Alpha Cronbach K = Butir instrumen yang sahih

∑ � = Jumlah ragam butir instrumen yang sahih

�� = Ragam skor total

Sebelum diolah dengan menggunakan rumus alpha cronbach, butir instrument harus dihitung terlebih dahulu dengan rumus sebagai berikut:

=

∑X

2 ∑x 2 n �

Keterangan:

�� = Ragam skor total N = Jumlah responden X = Jumlah skor

Menurut Sufren dan Natanael (2013), koefisien alpha cronbach yang diharapkan dalam sebuah alat ukur minimal adalah >0,6.

Uji Deskriptif

Uji deskriptif digunakan untuk mengetahui efektivitas penilaian kinerja dengan sistem SKP di PKT Kebun Raya Bogor. Menurut Sufren dan Natanael (2013) Uji deskriptif adalah uji yang berguna untuk menggambarkan ciri-ciri khas dari data yang telah dikumpulkan. Uji deskriptif mampu menggambarkan hasil yang didapatkan dari pernyataan responden mengenai efektivitas penilaian kinerja dengan menggunakan unsur SKP di PKT Kebun Raya Bogor. Hasil dari tanggapan responden terhadap masing-masing pernyataan akan dianalisis berdasarkan nilai yang sering muncul (modus) lalu nilai tersebut dikelompokan menjadi beberapa kriteria. Menurut Kurniawan (2014), rumus untuk menghitung interval skala dari masing-masing kriteria adalah sebagai berikut :

...(2)

(29)

I =

K

Keterangan : A = Nilai terbesar I = Interval

B = Nilai Terkecil K = Jumlah Kriteria

Dalam penelitian ini interval skala dibagi menjadi empat kriteria dengan perhitungan sebagai berikut:

I =A − BK

I =9 − 14

I = 2

Maka setiap rataan nilai dengan selang interval 2 memiliki kriteria yang berbeda. Interval untuk masing-masing skala adalah sebagai berikut :

1 – 3 = Sangat Tidak Setuju 3,1 – 5 = Tidak Setuju

5,1 – 7 = Setuju

7,1 – 9 = Sangat Setuju

Analisis Faktor

Menurut Santoso (2005) analisis faktor termasuk pada interpendece techniques, yang berarti tidak ada variabel dependen ataupun variabel independen. Proses analisis faktor mencoba menemukan hubungan antara sejumlah variabel-variabel yang saling independen satu dengan yang lain, sehingga bisa dibuat satu atau beberapa kumpulan variabel yang lebih sedikit dari jumlah variabel awal. Menurut Supranto (2010) analisis faktor dapat digunakan untuk mengenali suatu set variabel yang dianggap penting dari suatu set variabel yang lebih banyak jumlahnya untuk dipergunakan pada analisis multivariat selanjutnya. Salah satu jenis analisis faktor adalah metode Principal Component Analysis (PCA). Adapun langkah-langkah analisis faktor dengan metode PCA adalah sebagai berikut: - Menentukan variabel-variabel yang akan dianalisis.

- Menguji variabel-variabel yang ditentukan menggunakan metode Kaiser Mayer Olkin (KMO) dan Bartlett Test

- Mengukur Measure of Sampling Adequacy (MSA).

- Mengurangi satu atau lebih faktor berdasarkan hasil uji variabel sebelumnya. - Melakukan rotasi faktor untuk memperjelas variabel yang masuk ke dalam

faktor tertentu.

- Interpretasi atas faktor-faktor yang telah terbentuk.

(30)

14

HASIL DAN PEMBAHASAN

Sekilas Tentang PKT Kebun Raya Bogor

Pusat Konservasi Tumbuhan Kebun Raya Bogor sudah berdiri sejak masa pemerintahan Belanda. Pada tanggal 15 April 1817, Prof. Casper George Carl Reinwardt sorang peneliti asal Belanda mencetuskan gagasan untuk mendirikan kebun botani kepada Gubernur Jendral G.A.G.P. Baron van der Capellen. Gagasan tersebut langsung disetujui oleh Gubernur Jendral tersebut. Akhirnya pada tanggal 18 Mei 1817, Gubernur Jendral G.A.G.P van der Capellen secara resmi mendirikan sebuah Kebun Raya di Kota Bogor, yang saat itu masih disebut Buitenzorg dengan nama ‘s Lands Platentiun te Buitenzorg.

Tahun 1949 ‘s Lands Platentiun te Buitenzorg berganti nama menjadi Jawatan Penyelidikan Alam, kemudian menjadi Lembaga Pusat Penyelidikan Alam (LLPA) yang dikelola dan dipimpin oleh Prof. Ir. Kusnoto Setyodiwiryo. Dengan demikian Pusat Konservasi Tumbuhan (PKT) Kebun Raya Bogor merupakan institusi konservasi ex-situ tertua di Indonesia.

Visi dari PKT Kebun Raya Bogor adalah menjadi salah satu Kebun Raya terbaik di dunia dalam bidang konservasi dan penelitian tumbuhan tropika, pendidikan lingkungan dan pariwisata. Misi dari PKT Kebun Raya Bogor adalah: 1. Melestarikan tumbuhan tropika.

2. Mengembangkan penelitiian bidang konservasi dan pendayagunaan tumbuhan tropika.

3. Mengembangkan pendidikan lingkungan untuk meningkatkan pengetahuan dan apresiasi masyarakat terhadap tumbuhan dan lingkungan.

4. Meningkatkan kualitas pelayanan terhadap masyarakat.

Pusat Konservasi Tumbuhan (PKT) Kebun Raya Bogor saat ini dipimpin oleh seorang kepala pusat yang membawahi bidang manajemen konservasi ex-situ, kelompok peneliti dan bagian tata usaha. Bidang manajemen konservasi ex-situ dipimpin oleh seorang kepala bidang yang memimpin empat kepala sub bidang yaitu:

1. Sub Bidang Pemeliharaan Koleksi. 2. Sub Bidang Registrasi Koleksi. 3. Sub Bidang Seleksi dan Pembibitan.

4. Sub Bidang Reintroduksi Tumbuhan Langka.

Kelompok peneliti dipimpin oleh seorang koordinator peneliti. Sedangkan bagian tata usaha dipimpin oleh seorang kepala bagian yang membawahi empat kepala sub bagian yaitu:

1. Sub Bagian Kepegawaian. 2. Sub Bagian Umum. 3. Sub Bagian Keuangan.

(31)

Penilaian Kinerja di PKT Kebun Raya Bogor

Berdasarkan PP Nomor 46 Tahun 2011 tentang penilaian prestasi kerja PNS, maka setiap PNS yang bekerja di PKT Kebun Raya Bogor dinilai dengan sistem penilaian kinerja baru yang berdasar pada SKP dan perilaku kerja. Penilaian dengan sistem baru tersebut bertujuan untuk menjamin objektivitas pembinaan PNS. Penilaian kinerja diarahkan sebagai pengendalian perilaku kerja produktif yang diisyaratkan untuk mencapai hasil kerja yang disepakati. Penilaian PNS dilakukan berdasarkan prinsip objektif, terukur, akuntable, partisipatif, dan transparan. Penilaian kinerja terdiri atas dua unsur yaitu unsur SKP dan unsur perilaku kerja. Bobot penilaian yang dimiliki oleh unsur SKP adalah 60%, sedangkan perilaku kerja bobotnya 40%. Penilaian kinerja PNS di PKT Kebun Raya Bogor dilaksanakan oleh pejabat penilai sekali dalam satu tahun antara akhir bulan Desember di tahun yang bersangkutan ataupun awal Januari di tahun berikutnya.

Setiap PNS wajib menyusun SKP berdasarkan Rencana Kerja Tahunan (RKT) instansi. SKP yang dibuat oleh PNS harus jelas, dapat diukur, relevan, dapat dicapai, dan memiliki target waktu. SKP memuat kegiatan tugas jabatan dari target yang harus dicapai. Setiap tugas jabatan yang akan dilakukan harus berdasarkan pada tugas dan fungsi, wewenang, tanggung jawab, dan uraian tugas yang telah ditetapkan dalam struktur organisasi dan tata kerja. PNS yang tidak menyusun SKP dijatuhi hukuman sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang mengatur menganai disiplin PNS.

Unsur-Unsur dalam SKP

Sasaran Kerja Pegawai memiliki tiga unsur diantaranya kegiatan tugas jabatan, angka kredit, dan target. Kegiatan tugas jabatan mengacu pada penetapan kinerja/RKT. Dalam melaksanakan kegiatan tugas jabatan pada prinsipnya pekerjaan dibagi habis dari tingkat jabatan tertinggi sampai jabatan terendah secara hierarki. Angka kredit adalah angka yang harus didapatkan seorang pejabat fungsional yang ingin mendapatkan pembinaan karir atau kenaikan jabatan dalam 1 tahun. Kemudian angka tersebut akan diakumulasikan dalam rencana jangka waktu tertentu. Target adalah sasaran kerja yang harus dicapai yang sebelumnya telah disepakati oleh penilai dan PNS yang dinilai. Dalam menetapkan target, harus meliputi beberapa aspek yaitu:

1. Kuantitas (Target Output) 2. Kualitas (Target Kualitas) 3. Waktu (Target Waktu) 4. Biaya (Target Biaya)

Prosedur Penilaian SKP

(32)

16

dalam formulir penilaian SKP. Contoh formulir SKP dapat dilihat pada Lampiran 1, sedangkan formulir penilaian SKP dapat dilihat pada Lampiran 2.

Nilai capaian SKP yang terdapat pada formulir penilaian SKP dinyatakan dengan angka dan keterangan sebagai berikut:

1. > 91 : Sangat Baik 2. 76 – 90 : Baik

3. 61 – 75 : Cukup 4. 51 – 60 : Kurang 5. > 50 : Buruk

Penilaian SKP untuk setiap pelaksanaan kegiatan tugas jabatan diukur dengan 4 aspek, yaitu aspek kuantitas, kualitas, waktu dan biaya. Selain itu untuk beberapa pegawai terkadang ditambahkan nilai dari aspek tugas tambahan dan penilaian kreativitas.

Prosedur Penilaian Perilaku Kerja

Penilaian perilaku kerja PNS dinyatakan dengan angka dan keterangan sebagai berikut:

Penilaian perilaku kerja yang dilakukan di PKT Kebun Raya Bogor meliputi beberapa aspek diantaranya: orientasi pelayanan, integritas, komitmen, disiplin, kerja sama, dan kepemimpinan. Penilaian aspek-aspek tersebut sepenuhnya tergantung kepada pejabat penilai dengan standar nilai yang sudah ditetapkan. Contoh formulir penilaian perilaku kerja dapat dilihat pada Lampiran 3.

Kegunaan Hasil Penilaian

Hasil dari penilaian SKP memiliki bobot 60% sedangkan hasil dari penilaian Perilaku Kerja memiliki bobot 40%. Hasil kedua penilaian tersebut ditambahkan oleh pejabat penilai. Hasil dari penilaian tersebut dapat digunakan baik oleh pejabat penilai maupun PNS yang dinilai untuk dimanfaatkan sesuai dengan fungsinya. Adapun kegunaan dari hasil penilaian tersebut dapat digunakan sebagai berikut :

1. Hasil penilaian dapat memberikan gambaran kompetensi pegawai, dengan melihat kompetensi pegawai tersebut, maka dapat dipilih pegawai mana saja yang akan diikutsertakan dalam diklat teknis demi menambah kompetensi pegawai yang bersangkutan.

2. Hasil penilaian dapat berpengaruh terhadap rotasi jabatan.

3. Hasil penilaian berguna sebagai bahan rekomendasi kenaikan jabatan, peningkatan karir, dan sebagainya.

Karakteristik Pegawai

(33)

dan masa kerja. Data tersebut didapatkan dari hasil pengolahan kuesioner yang telah diisi. Karakteristik pegawai dapat dilihat pada Tabel 3 di bawah ini.

Tabel 3 Karakteristik pegawai

Karakteristik Pegawai Jumlah Persentase (%) Jenis Kelamin Laki-laki 52 70,3 Sumber: Data primer diolah (2015)

Jumlah pegawai yang menjadi responden dalam penelitian ini adalah 74 pegawai. Pegawai laki-laki memiliki jumlah lebih banyak dibandingkan pegawai perempuan. Sebanyak 52 pegawai adalah laki-laki. Di PKT Kebun Raya Bogor, sebagian besar pegawai adalah pegawai laki-laki. Hal ini disebabkan karena jenis pekerjaan di PKT Kebun Raya Bogor banyak membutuhkan tenaga sehingga lebih cocok dilakukan oleh laki-laki.

Berdasarkan usianya, pegawai terbanyak memiliki rentang usia 29 – 40 tahun dengan status pernikahan sudah menikah dan masa kerja lebih dari 10 tahun. Pendidikan terakhir yang pegawai tersebut miliki adalah SMA. Di PKT Kebun Raya Bogor masih banyak pegawai yang memiliki pendidikan terakhir SMA. Masih banyak jenis pekerjaan yang tidak terlalu mementingkan pendidikan terakhir tetapi lebih mementingkan kemampuan kerja dari pegawai tersebut, seperti ketelitian, ketekunan, dan kedisiplinan. Jenis pekerjaan yang masih banyak menerima pegawai dengan pendidikan terakhir SMA salah satunya adalah di sub bagian pemeliharaan tumbuhan ex-situ.

Uji Validitas Kuesioner

Uji validitas dilakukan dengan cara menyebarkan kuesioner kepada 30 responden. Kemudian kuesioner tersebut diuji validitasnya menggunakan softwere

(34)

18

yaitu 0,361. Jika r hitung lebih besar dari r tabel maka butir pertanyaan tersebut valid dan layak untuk dijadikan pertanyaan dalam kuesioner.

Hasil dari uji validitas untuk kuesioner efektivitas penilaian kinerja dengan menggunakan unsur SKP di PKT Kebun Raya Bogor memiliki nilai r hitung terkecil yaitu 0,823 dan r hitung terbesar yaitu 0,940. Semua butir pertanyaan yang terdapat pada kuesioner lebih besar dari 0,361 maka semua butir pertanyaan tersebut valid. Tabel hasil uji validitas untuk kuesioner efektivitas penilaian kinerja dengan menggunakan unsur SKP di PKT Kebun Raya Bogor dapat dilihat pada Lampiran 4.

Hasil dari uji validitas untuk kuesioner faktor-faktor penghambat efektivitas penilaian kinerja dengan menggunakan unsur SKP di PKT Kebun Raya Bogor memiliki nilai r hitung terkecil yaitu 0,371 dan r hitung terbesar yaitu 0,730. Semua butir pertanyaan yang terdapat pada kuesioner lebih besar dari 3,61, maka semua butir pertanyaan tersebut valid. Tabel hasil uji validitas untuk kuesioner faktor-faktor penghambat efektivitas penilaian kinerja dengan menggunakan unsur SKP di PKT Kebun Raya Bogor dapat dilihat pada Lampiran 5.

Uji Reliabilitas Kuesioner

Uji Reliabilitas dilakukan dengan membagikan kuesioner kepada 30 responden. Kemudian kuesioner tersebut diuji menggunakan softwere SPSS. Output yang didapatkan berupa koefisien alpha cronbach’s. Jika koefisien alpha

cronbach’s > 0,6 maka butir pertanyaan tersebut realibel.

Hasil uji reliabilitas pada kuesioner efektivitas penilaian kinerja dengan menggunakan unsur SKP di PKT Kebun Raya Bogor memiliki nilai alpha

cronbach’s sebesar 0,99 dan lebih besar dari 0,6, maka semua pertanyaan dalam kuesioner tersebut dinyatakan realibel. Hasil uji reliabilitas pada kuesioner efektivitas penilaian kinerja dengan menggunakan unsur SKP di PKT Kebun Raya Bogor dapat dilihat pada Lampiran 4.

Hasil uji reliabilitas pada kuesioner faktor-faktor penghambat efektivitas penilaian kinerja dengan menggunakan unsur SKP di PKT Kebun Raya Bogor memiliki nilai alpha cronbach’s sebesar 0,859 dan lebih besar dari 0,6 maka semua pertanyaan dalam kuesioner tersebut dinyatakan realibel. Hasil uji reliabilitas pada kuesioner faktor-faktor penghambat efektivitas penilaian kinerja dengan menggunakan unsur SKP di PKT Kebun Raya Bogor dapat dilihat pada Lampiran 5.

Uji Deskriptif Efektivitas Penilaian Kinerja dengan Menggunakan Unsur SKP di PKT Kebun Raya Bogor

(35)

selaku responden. Pegawai yang menjadi responden dalam penelitian ini hanya pegawai dengan status PNS dan pernah dinilai menggunakan unsur SKP saja.

Hasil penilaian responden kemudian diinterpretasikan ke dalam empat kriteria. Penentuan kriteria tersebut berdasarkan pada nilai yang sering muncul (modus) pada masing-masing pernyataan. Semakin setuju pegawai terhadap pernyataan dalam kuesioner, maka menandakan bahwa indikator yang diwakili oleh pernyataan tersebut semakin efektif. Interval skala dari masing-masing kriteria adalah sebagai berikut:

1 – 3 = Sangat Tidak Setuju 3,1 – 5 = Tidak Setuju

5,1 – 7 = Setuju

7,1 – 9 = Sangat Setuju

Hasil penilaian responden terhadap efektivitas penilaian kinerja dengan menggunakan unsur SKP di PKT Kebun Raya Bogor dapat dilihat pada Lampiran 6. Berikut akan dijelaskan mengenai efektivitas masing-masing aspek.

Kriteria yang Terkait Pekerjaan

Menurut Marwansyah (2010), informasi pekerjaan harus ditentukan melalui analisis jabatan. Hal tersebut merupakan salah satu tolak ukur suatu kriteria dalam penilaian sudah terkait dengan pekerjaan. Kriteria penilaian dengan menggunakan unsur SKP di PKT Kebun Raya Bogor sudah terkait dengan pekerjaan pegawai yang akan dinilai. Karena sebelum dijadikan standar penilaian, formulir SKP harus disesuaikan terlebih dahulu dengan uraian pekerjaan dan dan rencana kerja masing-masing bidang pekerjaan. Dengan demikian, dalam penilaian dengan sistem SKP dilakukan terlebih dahulu analisis jabatan untuk menentukan kriteria-kriteria yang akan dinilai dari pegawai.

Setelah menyusun formulir penilaian SKP, formulir tersebut akan diskusikan dan disetujui oleh masing-masing atasan dalam lingkup pekerjaan yang sama. Hasil penelitian pada tiga indikator pernyataan yang mewakili variabel kriteria yang terkait pekerjaan menunjukkan nilai rataan di atas 7 yang menggambarkan bahwa pegawai sangat setuju dengan ketiga pernyataan tersebut. Dengan demikian variabel kriteria yang terkait pekerjaan sudah sangat efektif diterapkan di PKT Kebun Raya Bogor.

Harapan-Harapan Kinerja

(36)

20

Hasil penelitian menunjukkan bahwa pegawai sangat setuju dengan keempat indikator pernyataan yang mewakili variabel harapan-harapan kinerja. Dengan terpenuhinya keempat indikator tersebut, maka aspek harapan-harapan kinerja pada penilaian kinerja dengan menggunakan unsur SKP di PKT Kebun Raya Bogor sudah sangat efektif.

Standardisasi

Penilaian kinerja dengan menggunakan unsur SKP di PKT Kebun Raya Bogor diterapkan pada semua kategori pekerjaan. Semua penilaian memiliki format penilaian yang sama, akan tetapi aspek-aspek apa saja yang dinilai pada pegawai tersebut dibedakan tergantung sub bidang pekerjaan masing-masing, dalam kata lain instrumen yang digunakan adalah sama. Hal tersebut sesuai dengan ciri standardisasi menurut Marwansyah (2010), para pekerja dalam kategori yang sama dan berada di bawah penyelia yang sama, harus dinilai dengan menggunakan instrumen penelitian yang sama.

Penilaian kinerja dengan sistem SKP di PKT Kebun Raya Bogor diadakan pada satu periode yang sama untuk semua pegawai, yaitu dilakukan setiap tahun pada bulan terakhir di tahun tersebut. Pegawai yang memiliki jabatan yang sama di PKT Kebun Raya Bogor dinilai dengan kriteria penilaian yang sama yang telah disetujui oleh atasan yang sama dalam bidang pekerjaan yang sama. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pegawai sangat setuju dengan ketiga indikator pernyataan yang mewakili variabel standarisasi. Dengan terpenuhinya ketiga indikator tersebut, maka aspek standardisasi pada penilaian kinerja dengan menggunakan unsur SKP di PKT Kebun Raya Bogor sudah sangat efektif.

Penilai yang Terlatih

Pejabat penilai yang melakukan penilaian kinerja dengan sistem SKP di PKT Kebun Raya Bogor sudah diberikan pelatihan mengenai cara melakukan penilaian kinerja. Pelatihan tersebut dilakukan oleh bagian kepegawaian. Selain itu prosedur melakukan penilaian kinerja dengan sistem SKP sudah disusun dalam petunjuk teknis penilaian kinerja menggunakan SKP di PKT Kebun Raya Bogor, sehingga pejabat penilai tidak terlalu kesulitan dalam melakukan penilaian. yang sama dalam bidang pekerjaan yang sama. Sebelum dilakukan penilaian kinerja, atasan pejabat penilai akan memastikan bahwa penilai sudah mampu menilai dengan baik. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pegawai sangat setuju dengan keempat indikator pernyataan yang mewakili variabel penilai yang terlatih. Dengan terpenuhinya keempat indikator tersebut, maka aspek penilai yang terlatih pada penilaian kinerja dengan sistem SKP di PKT Kebun Raya Bogor sudah sangat efektif.

Komunikasi Terbuka Berkelanjutan

(37)

dilakukan penilaian kinerja. Beberapa penilai diharuskan membimbing pegawai jika memang pegawai belum menguasai salah satu bidang ilmu tertentu.

Pejabat penilai yang melakukan penilaian kinerja dengan menggunakan unsur SKP di PKT Kebun Raya Bogor sudah melakukan komunikasi terbuka berkelanjutan dengan baik, karena sudah dilakukan pemantauan dan perbaikan kinerja pegawai secara berkala. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pegawai sangat setuju dengan keempat indikator pernyataan yang mewakili variabel komunikasi terbuka berkelanjutan. Dengan terpenuhinya keempat indikator tersebut, maka aspek penilai yang terlatih pada penilaian kinerja dengan menggunakan unsur SKP di PKT Kebun Raya Bogor sudah sangat efektif.

Tinjauan Kinerja

Hasil penilaian kinerja dengan menggunakan unsur SKP di PKT Kebun Raya Bogor disimpan dengan baik di bagian kepegawaian. Hasil penilaian kinerja tersebut dapat diakses oleh pegawai sewaktu-waktu. Menurut Marwansyah (2010) salah satu hal terpenting untuk memberikan akses terhadap penilaian kinerja adalah bahwa pekerja tidak akan mempercayai sebuah sistem yang tidak ia pahami. Kerahasiaan akan menumbuhkan kecurigaan dan dengan demikian dapat menghalangi upaya untuk menggalang peran serta karyawan. Dengan sistem yang terbuka dan akses yang dimudahkan oleh pihak kepegawaian, maka membuat pegawai PKT Kebun Raya Bogor lebih percaya dengan sistem penilaian kinerja dengan sistem SKP. Selain hasil penilaian kinerja yang mudah diakses, pejabat penilai juga memberitahukan secara terbuka kekurangan dan kelebihan pegawai tersebut pada saat dilakukan penilaian kinerja. Hal tersebut akan memudahkan pegawai jika ada hal-hal yang tidak sesuai dengan hasil penilaian.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa pegawai sangat setuju dengan keempat indikator pernyataan yang mewakili variabel tinjauan kinerja. Dengan terpenuhinya keempat indikator tersebut, maka aspek tinjauan kinerja pada penilaian kinerja dengan menggunakan unsur SKP di PKT Kebun Raya Bogor sudah sangat efektif.

Due Process

Sesuai dengan petunjuk yang tertulis dalam petunjuk teknis pelaksanaan penilaian kinerja dengan menggunakan unsur SKP di PKT kebun Raya Bogor, bahwa setiap pegawai yang merasa tidak setuju dengan hasil penilaian kinerja dapat melakukan pengajuan keberatan dengan mengisi formulir keberatan yang tercantum dalam formulir penilaian SKP. Kemudian mengajukan formulir keberatan tersebut kepada atasan pejabat penilai. Tata-cara pengajuan keberatan tertulis jelas dalam petunjuk teknis pelaksanaan penilaian kinerja dengan sistem SKP di PKT Kebun Raya Bogor yang dapat diakses oleh seluruh pegawai.

(38)

22

Analisis Faktor Penghambat Penilaian Kinerja dengan Menggunakan Unsur SKP di PKT Kebun Raya Bogor

Terdapat beberapa faktor yang dapat menghambat penilaian kinerja. Menurut Rivai dan Sagala (2009) faktor-faktor penghambat penilaian kinerja adalah efek hallo, kesalahan kecenderungan terpusat, bias karena terlalu lunak dan terlalu keras, bias karena penyimpangan lintas budaya, prasangka pribadi, dan pengaruh kesan terakhir. Masing-masing faktor tersebut memiliki beberapa indikator pernyataan. Indikator tersebut dapat dilihat pada Tabel 4 di bawah ini.

Tabel 4 Faktor dan indikator analisis faktor penghambat penilaian kinerja di PKT Kebun Raya Bogor

Faktor Indikator

Efek hallo 1 Penilai sudah memiliki persepsi buruk terhadap pegawai

2 Penilai sudah memiliki persepsi baik terhadap pegawai 3 Kesan pertama penilaian diberikan ketika awal

bertemu pegawai Kecenderungan

terpusat

1 Nilai yang didapat pegawai cenderung sama

2 Nilai yang didapat pegawai merupakan nilai rata-rata

Bias karena terlalu lunak dan terlalu keras

1 Penilai selalu memberikan nilai yang tinggi kepada pegawai

2 Penilai merasa kasihan jika memberi nilai yang rendah 3 Penilai selalu memberikan nilai yang rendah kepada

pegawai

4 Penilai memiliki standar penilaian yang tinggi Bias karena

penyimpangan lintas budaya

1 Penilai memberikan penilaian kinerja yang baik kepada orang yang usianya lebih tua

2 Penilai menyukai pegawai dari daerah tertentu

Prasangka pribadi 1 Masalah pribadi yang dimiliki penilai dan pegawai dapat mempengaruhi penilaian kinerja

2 Perasaan tidak suka terhadap sekelompok orang tertentu dapat memepengaruhi penilaian kinerja

Pengaruh kesan terakhir

1 Bulan terakhir periode penilaian kinerja dalam satu tahun sudah cukup mewakili kinerja pegawai pada tahun tersebut

2 Penilai lebih suka menilai pegawai berdasarkan kinerja pegawai di akhir periode penilaian kinerja

Sumber: Data primer diolah (2015)

(39)

Persyaratan Analisis Faktor

Nilai KMO harus lebih besar dari 0,5 dan nilai signifikasi pada Bartlett Test harus lebih kecil dari 0,05 maka dapat dilakukan analisis faktor. Hasil penelitian menunjukkan nilai KMO yang didapatkan adalah 0,707. Nilai tersebut lebih besar dari 0,05. Sedangkan nilai signifikasi pada Bartlett Test memiliki nilai 0,000. Nilai tersebut lebih kecil dari 0,05.

Dengan nilai KMO lebih besar dari 0,5 dan nilai signifikasi pada Bartlett Test kurang dari 0,05 maka penelitian ini memenuhi syarat atau layak untuk dilanjutkan ke tahap selanjutnya. Setelah nilai KMO dan Bartlett Test diketahui, selanjutnya mencari nilai MSA untuk masing-masing variabel. Nilai MSA yang dihasilkan dapat dilihat dalam Tabel anti image correlation pada Lampiran 7. Angka yang membentuk garis diagonal dan memiliki tanda (a) merupakan nilai MSA sebuah variabel. Jika nilai MSA tersebut lebih besar dari 0,5 maka dapat dilakukan tahap analisis faktor berikutnya. Namun jika salah satu variabel memiliki nilai MSA lebih kecil dari 0,5 maka variabel tersebut harus dihilangkan dan dibuat Tabel anti image correlation yang baru. Nilai MSA yang didapatkan oleh masing-masing variabel dapat dilihat dalam Tabel 5 di bawah ini.

Tabel 5 Nilai MSA untuk masing-masing variabel

Variabel Nilai MSA

Efek hallo 1 0,814

Efek hallo 2 0,730

Efek hallo 3 0,786

Kecenderungan terpusat 1 0,706 Kecenderungan terpusat 2 0,596 Bias karena terlalu lunak dan terlalu keras 1 0,542 Bias karena terlalu lunak dan terlalu keras 2 0,597 Bias karena terlalu lunak dan terlalu keras 3 0,519 Bias karena terlalu lunak dan terlalu keras 4 0,667 Bias karena penyimpangan lintas budaya 1 0,690 Bias karena penyimpangan lintas budaya 2 0,747

Prasangka pribadi 1 0,722

Prasangka pribadi 2 0,779

Pengaruh Kesan Terakhir 1 0,767 Pengaruh Kesan Terakhir 2 0,802 Sumber: Data primer diolah (2015)

Hasil penelitian menunjukkan bahwa semua variabel memiliki nilai MSA lebih dari 0,05. Hal itu menandakan semua variabel layak untuk melalui analisis faktor. Langkah selanjutnya adalah melakukan ekstraksi variabel sehingga akan terbentuk faktor yang lebih sedikit. Hasil yang didapatkan dari ekstraksi variabel tersebut salah satunya berupa nilai communalities. Tabel communalities dapat dilihat pada Lampiran 8. Nilai communalities adalah jumlah varian suatu variabel mula-mula yang bisa dijelaskan oleh faktor yang ada. Menurut Santoso (2005) semakin besar nilai communalities sebuah variabel, berarti semakin erat hubungannya dengan faktor yang terbentuk.

(40)

24

masing-masing variabel. Nilai eiginvalue masing-masing variabel dapat dilihat pada Tabel total variance explained pada Lampiran 9. Nilai eigenvalue

menunjukkan kepentingan relatif masing-masing faktor dalam menghitung varian variabel yang dianalisis. Susunan eigenvalue selalu diurutkan dari yang terbesar sampai terkecil. Faktor yang memiliki nilai eigenvalue lebih kecil dari 1 tidak termasuk ke dalam faktor baru yang terbentuk. Dengan demikian terdapat lima faktor baru yang terbentuk. Faktor-faktor tersebut memiliki eigenvalue lebih besar dari 1.

Proses selanjutnya adalah dengan melakukan analisis component matrix.

yaitu tahap yang menunjukkan distribusi masing-masing variabel pada lima faktor yang terbentuk. Tabel hasil analisis component matrix dapat dilihat pada Lampiran 10. Pada tabel component matrix terdapat nilai loading, yaitu nilai yang menunjukkan besar suatu variabel terhadap masing-masing faktor baru yang terbentuk. Rotasi faktor bertujuan untuk memperjelas posisi variabel dalam setiap faktor baru yang terbentuk. Rotasi faktor akan memperbesar nilai loading

variabel yang awalnya memang sudah besar dan memperkecil nilai loading yang awalnya memang kecil. Hasil rotasi faktor dapat dilihat dalam Tabel rotated component matrix pada Lampiran 11. variabel yang dianggap sebagai komponen dari suatu faktor hanya variabel yang memiliki nilai loading lebih besar dari 0,55. Pemberian nama pada faktor-faktor yang terbentuk dapat dilakukan dengan menggunakan nama variabel yang memiliki nilai loading tertinggi dalam faktor tersebut. Nilai eiginvalue dan nilai loading pada masing-masing faktor yang terbentuk dapat dilihat pada Tabel 6 di bawah ini.

Tabel 6 Faktor-faktor yang terbentuk

Faktor Terbentuk Eiginvalue Variabel Loading

Prasangka Pribadi 4,787

Prasangka Pribadi 1 0,922 Bias Karena Penyimpangan

Lintas Budaya 2 0.916 Prasangka Pribadi 2 0,904 Bias Karena Penyimpangan

Lintas Budaya 1 0,826 Pengaruh Kesan Terakhir 1 0,583

Efek Halo

2,726 Efek Halo 2 0,935

Efek Halo 1 0.832

Efek Halo 3 0,813

Pengaruh Kesan Terakhir 2 0,593 Kecenderungan

Terpusat

2,112 Kecenderungan Terpusat 2 0,897 Kecenderungan Terpusat 1 0,849

Bias Karena Terlalu Lunak

1,216 Bias Karena Terlalu Lunak

dan Terlalu Keras 2 0,921 Bias Karena Terlalu Lunak

dan Terlalu Keras 1 0,846

Bias Karena Terlalu Keras

1,041 Bias Karena Terlalu Lunak

dan Terlalu Keras 3 0,893 Bias Karena Terlalu Lunak

(41)

Hasil penelitian menunjukkan terdapat lima faktor penghambat efektivitas penilaian kinerja dengan menggunakan unsur SKP di PKT Kebun Raya Bogor. Faktor tersebut adalah prasangka pribadi, efek hallo, kecenderungan terpusat, bias karena terlalu lunak, dan bias karena terlalu keras.

Faktor Prasangka Pribadi

Faktor pertama yang terbentuk diberi nama faktor prasangka pribadi. Faktor prasangka pribadi memiliki nilai eiginvalue paling tinggi yaitu 4,787. Dengan demikian, faktor prasangka pribadi merupakan faktor yang dianggap paling menghambat penilaian kinerja dengan menggunakan unsur SKP di PKT Kebun Raya Bogor. Faktor prasangka pribadi meliputi variabel prasangka pribadi 1, prasangka pribadi 2, bias karena penyimpangan lintas budaya 2, bias karena penyimpangan lintas budaya 1, dan pengaruh kesan terakhir 1.

Variabel yang memiliki nilai loading paling tinggi adalah variabel prasangka pribadi 1 yaitu 0,922. Prasangka pribadi penilai merupakan sikap negatif penilai terhadap sekelompok orang yang dapat mempengaruhi penilaian kinerja. prasangka pribadi penilai dapat terbentuk dari pengaruh perbedaan budaya antara penilai dan pegawai. Perbedaan budaya, lingkungan dan kebiasaan bersikap dapat mempengaruhi penilaian kinerja.

Berdasarkan persepsi pegawai, faktor prasangka pibadi merupakan faktor yang paling menghambat ketika dilakukan penilaian kinerja dengan menggunakan unsur SKP di PKT Kebun Raya Bogor. Jika tidak ada pengawasan dari atasan pejabat penilai, peluang terjadinya prasangka pribadi ketika dilakukan penilaian kinerja di PKT Kebun Raya Bogor cukup besar, hal ini dikarenakan banyaknya rotasi jabatan yang membuat penilai terdahulu menjadi pegawai yang dinilai dan sebaliknya pegawai yang dinilai menjadi pejabat penilai. Seperti rotasi jabatan kepala pimpinan pada sub bagian tertentu. Dengan adanya rotasi jabatan tersebut, akan membuat penilai segan untuk menilai mantan atasannya dahulu. Pada saat itu lah hasil penilaian menjadi bias dan tidak sesuai realita. Agar memperkecil terjadinya prasangka pribadi, maka dapat dilakukan pelatihan kepada penilai. Pelatihan tersebut dapat berupa Rater Error Training (RET). Menurut Marwansyah (2010), RET biasanya berfokus pada pengajaran untuk para penilai tentang bagaimana menghilangkan kesalahan penilaian yang sistematis

Faktor Efek Hallo

Faktor kedua yang terbentuk diberi nama faktor efek hallo. Faktor efek hallo memiliki nilai eiginvalue 2,726. Faktor efek hallo meliputi variabel efek hallo 2, efek hallo 1, efek hallo 3, dan pengaruh kesan terakhir 2. Variabel yang memilki nilai loading paling besar adalah variabel efek hallo 2 yaitu 0,935. Pada penilaian kinerja dengan menggunakan unsur SKP di PKT Kebun Raya Bogor, efek hallo akan berpengaruh terhadap pembuatan formulir SKP itu sendiri. Misalkan jika pegawai tersebut sudah membuat formulir SKP sesuai dengan target yang mampu dia capai, penilai akan merasa pegawai tersebut tidak mampu mencapai target yang sudah dituliskan sehingga formulir SKP pun dibuat tidak sesuai dengan kemampuan pegawai. Hal tersebut dikarenakan penilai sudah memiliki persepsi buruk terhadap pegawai yang akan dinilainya.

(42)

26

penilaian baik dan buruknya seorang pegawai didasarkan pada sikap dan perilaku pegawai pada saat pertama bertemu. Penilai dengan mudah menyimpulkan kinerja pegawai tersebut tanpa menyesuaikan dengan realita kinerja pegawai tersebut. Menurut Marwansyah (2010), sekali kesan menyeluruh (baik atau buruk) tentang seorang pegawai dirumuskan, kesan ini kemudian akan mewarnai seluruh aspek penilaian kinerja.

Menurut Simamora (2006), efek hallo muncul ketika seorang penilai membiarkan satu aspek tertentu dari kinerja pegawai mempengaruhi aspek lainnya yang sedang dievaluasi. Walaupun hasil penelitian menunjukkan bahwa faktor efek hallo adalah faktor yang dapat menghambat penilaian kinerja dengan menggunakan unsur SKP di PKT Kebun Raya Bogor, namun belum pernah ada keluhan ataupun kejadian yang menunjukkan adanya pengaruh efek hallo ketika dilakukan penilaian kinerja dengan menggunakan unsur SKP di PKT Kebun Raya Bogor.

Faktor Kecenderungan Terpusat

Faktor ketiga yang terbentuk diberi nama faktor kecenderungan terpusat. Faktor kecenderungan terpusat memiliki eiginvalue 2,112. Faktor kecenderungan terpusat meliputi variabel kecenderungan terpusat 2 dan kecenderungan terpusat 1. Faktor kecenderungan terpusat membuat penilai memberikan nilai yang relatif standar pada semua pegawai. Nilai tersebut diberikan kepada semua pegawai, walaupun masing-masing pegawai memiliki kinerja yang berbeda.

Faktor kecenderungan terpusat akan sulit terjadi pada penilaian kinerja dengan menggunakan unsur SKP di PKT Kebun Raya Bogor dikarenakan nilai yang didapatkan oleh pegawai merupakan hasil realisasi yang dibandingkan dengan target yang telah ditetapkan. Realisasi dari target yang telah dicapai didokumentasikan dan disimpan dengan baik, sehingga jika dua pegawai dengan posisi yang sama dan memilki target pekerjaan yang sama akan tetapi realisasi target yang dimiliki berbeda maka hasil penilaiannya akan berbeda dan tidak akan terjadi kecenderungan terpusat. Hal ini menyulitkan penilai untuk memberikan nilai secara asal-asalan. Hal ini sejalan dengan pendapat Sigiro (2010) bahwa dalam rangka pengembangan sistem penilaian kinerja yang diterapkan, diperlukan suatu sistem informasi kinerja pegawai yang lebih terdokumentasikan, agar data kinerja pegawai yang akurat, jelas, lengkap, dan terdokumentasikan dapat dipakai dengan segera sebagai bahan pertimbangan pengambilan keputusan. Dokumentasi yang baik dapat mencegah terjadinya kecenderungan terpusat, jika terjadi kecenderungan terpusat, pegawai dapat mengajukan keberatan kepada atasan penilai dengan membawa bukti hasil dari realisasi target yang telah dikerjakannya.

(43)

keterampilan penilai dalam mengobservasi dan mengajari penilai bagaimana menggunakan skala penilaian secara benar dalam mengevaluasi kinerja.

Faktor Bias Karena Terlalu Lunak

Faktor keempat yang terbentuk diberi nama faktor bias karena terlalu lunak. Faktor bias karena terlalu lunak memiliki eiginvalue 1,216. Faktor bias karena terlalu lunak meliputi variabel bias karena terlalu lunak dan terlalu keras 2 dan bias karena terlalu lunak dan terlalu keras 1. Kedua varibel tersebut mewakili pernyataan bahwa penilai cenderung memberikan nilai yang tinggi kepada pegawai. Hasil analisis faktor menunjukkan bahwa responden setuju dengan pernyataan tersebut dan hal itu dianggap dapat menghambat penilaian kinerja dengan menggunakan unsur SKP di PKT Kebun Raya Bogor.

Faktor bias karena terlalu lunak dapat terjadi ketika penilai merasa kasihan kepada pegawai sehingga pegawai mendapatkan nilai lebih tinggi dari nilai yang seharusnya pegawai tersebut dapatkan, walaupun nilai yang diberikan kepada pegawai tersebut tidak sesuai dengan realisasi target pegawai, namun sebagian pegawai tidak akan merasa keberatan karena nilai yang didapatnya menguntungkan pegawai itu sendiri. Jika atasan penilai tidak melakukan pengawasan dan evaluasi atas hasil penilaian kinerja pegawai dengan baik, maka faktor bias karena terlalu lunak bisa terjadi pada semua aspek termasuk aspek kuantitas, kualitas dan biaya. Akan tetapi di PKT Kebun Raya Bogor faktor bias karena terlalu lunak akan sulit terjadi, hal itu dikarenakan atasan pejabat penilai selalu mengawasi hasil penilaian pejabat penilai yang bersangkutan.

Faktor Bias Karena Terlalu Keras

Faktor kelima yang terbentuk diberi nama faktor bias karena terlalu keras. Faktor bias karena terlalu keras memiliki eiginvalue 1,041. Faktor bias karena terlalu keras meliputi variabel bias karena terlalu lunak dan terlalu keras 3 dan bias karena terlalu lunak dan terlalu keras 4. Kedua varibel tersebut mewakili pernyataan bahwa penilai cenderung memberikan nilai yang rendah kepada pegawai. Hasil analisis faktor menunjukkan bahwa responden setuju dengan pernyataan tersebut dan hal itu dianggap dapat menghambat penilaian kinerja dengan menggunakan unsur SKP di PKT Kebun Raya Bogor. Faktor bias karena terlalu keras dapat terjadi ketika penilai memiliki standar yang terlalu tinggi dalam menilai kinerja pegawai. Penilai merasa enggan memberikan nilai tinggi walaupun sebenarnya pegawai yang dinilai layak untuk mendapatkan nilai yang tinggi atas kinerjanya.

Implikasi Manajerial

Gambar

Tabel 1 Tingkat ketidakhadiran pegawai sebelum penerapan SKP tahun 2013 dan
Tabel 2  Penelitian terdahulu
Gambar 1  Kerangka pemikiran penelitian
Tabel 4  Faktor dan indikator analisis faktor penghambat penilaian kinerja di PKT
+3

Referensi

Dokumen terkait

Tingginya nilai LPR yang dihasilkan oleh pemberian kompos tandan kosong kelapa sawit 30 g/tanaman baik pada pengamatan 28-21 hari dan 42-35 hari, hal ini dikarenakan

skor penilaian yang diperoleh dengan menggunakan tafsiran Suyanto dan Sartinem (2009: 227). Pengkonversian skor menjadi pernyataan penilaian ini da- pat dilihat

Berdasarkan tabel 7 dapat dilihat bahwa variabel Debt Equity Ratio memiliki koefisien sebesar -2,027 dengan tingkat signifikansi lebih kecil dibandingkan nilai

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa: 1) upaya layanan bimbingan konseling Islam yang dilakukan guru konselor untuk menyadarkan perilaku merokok pada siswa di SMP Negeri 5

Begitu pula sebaliknya, usia penyapihan yang terlalu lama tanpa diimbangi pemberian makanan yang tcpat jenis, bentuk dan waktunya dapat mengakihatkan timbuinya masalah

Setiap tanah mempunyai sifat-sifat yang khas yang merupakan hasil karya faktor- faktor pembentuk tanah ini, maka setiap jenis tanah akan menampakkan profil yang

Menurut Agoes & Trisnawati (2016), aset tetap adalah aset yang memiliki wujud, yang dimiliki untuk digunakan ketika produksi atau penyediaan barang atau jasa,

Sebagai contoh, radiasi gamma dengan dosis 2 Sv (200 rem) yang diberikan pada seluruh tubuh dalam waktu 30 menit akan menyebabkan pusing dan muntah-muntah pada beberapa persen