• Tidak ada hasil yang ditemukan

Uji Lapang Pemanfaatan Glomus etunicatum dan Gigaspora margarita pada Bibit Tanaman Acacia decurrens Wendl.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Uji Lapang Pemanfaatan Glomus etunicatum dan Gigaspora margarita pada Bibit Tanaman Acacia decurrens Wendl."

Copied!
56
0
0

Teks penuh

(1)

UJI LAPANG PEMANFAATAN

Glomus etunicatum

dan

Gigaspora margarita

PADA BIBIT TANAMAN

Acacia decurrens

Wendl.

ARIEF BUDI SETIAWAN

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Uji Lapang Pemanfaatan Glomus etunicatum dan Gigaspora margarita pada Bibit Tanaman Acacia decurrens Wendl. adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

(4)

RINGKASAN

ARIEF BUDI SETIAWAN. Uji Lapang Pemanfaatan Glomus etunicatum dan Gigaspora margarita pada Bibit Tanaman Acacia decurrens Wendl. Dibimbing oleh SRI WILARSO BUDI R dan CAHYO WIBOWO.

Penggunaan mikoriza diketahui dapat mendukung program rehabilitasi lahan kritis dan meningkatkan produksi pertanian maupun kehutanan. Fungi Mikoriza Arbuskula (FMA) diketahui tersebar sangat luas, sehingga dapat ditemukan hampir di semua tipe ekosistem, bahkan pada lahan kritis dengan kandungan logam berat yang tinggi. Umumnya, kunci utama optimalisasi pemanfaatan FMA ditentukan oleh hasil kajian efektivitas simbiosis antara tanaman inang dan FMA. G. etunicatum, G. margarita dan A. decurrens dapat dikembangkan untuk mendukung program rehabilitasi lahan kritis. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh Glomus etunicatum dan Gigaspora margarita terhadap pertumbuhan bibit Acacia decurrens. Penelitian ini dilaksanakan dalam 2 bagian, bagian pertama di rumah kaca selanjutnya ditanam di lapangan pada saat musim kemarau dengan menggunakan rancangan acak lengkap. Bagian kedua dari penelitian ini dilakukan dilapangan tercekam aluminium dengan rancangan acak kelompok. Hasil penelitian bagian pertama di rumah kaca menunjukkan bahwa simbiosis mikoriza meningkatkan kemampuan transpirasi bibit serta memiliki hubungan yang kuat dengan meningkatnya pertambahan dimensi bibit. Laju transpirasi tertinggi ditunjukkan oleh perlakuan M1 (G. etunicatum) yaitu sebesar 0.002863 mol m-2 s-1, kemampuan fotosintesis terbaik ditunjukkan oleh bibit dengan perlakuan M1 yaitu sebesar 23.856271 mol m-2 s-1. Hasil uji lapang menunjukkan bahwa bibit yang telah terinokulasi G. etunicatum (M1) dan G. margarita (M2) memiliki kemampuan bertahan yang lebih baik saat ditanam pada musim kemarau. Hasil penelitian bagian kedua menunjukkan bahwa kemampuan survival tanaman dan pertumbuhan tanaman dengan perlakuan FMA lebih baik dibandingkan kontrol. Tanaman pada blok I memiliki persen tumbuh sebesar 23.33% sedangkan tanaman pada blok II memiliki persen tumbuh 10%. Rata-rata laju fotosintesis M1 sebesar 30.3334 µm m-² s-¹ dan M2 sebesar 30.1658 µm m-² s-¹, sedangkan tanaman kontrol rata-rata sebesar 19.4114 µm m-² s-¹. Nilai P daun tanaman yang diberi perlakuan FMA dan tanaman kontrol tidak berbeda nyata. Nilai K daun M1= 0.94% dan M2= 0.95%, sedangkan tanaman kontrol= 0.68%. Total glomalin rata-rata M1= 2 ml dan M2= 2.25 ml, sedangkan tanaman kontrol yang rata-rata sebesar 0.4 ml. Aplikasi G. etunicatum (M1) dan G. margarita (M2) pada tanaman A. decurrens secara efektif berperan meningkatan pertumbuhan pada lahan tercekam Al 5.71-12.46. Kata kunci: A. decurrens, aluminium, fotosintesis, G. etunicatum, G. margarita,

(5)

SUMMARY

ARIEF BUDI SETIAWAN. Field Trial of Glomus etunicatum and Gigaspora margarita utilization on Acacia decurrens Wendl. Seedlings. Under academic supervision of SRI WILARSO BUDI R and CAHYO WIBOWO.

Mycorrhizae application is known to support bare land rehabilitation and increase agricultural production yield. Arbuscular Mycorrhizae Fungi (AMF) can be found in many ecosystems. Generally, the main effort for optimizing AMF utilization is through scientific research concerning their effectivity. The aim of this study was to describe Glomus etunicatum (M1) and Gigaspora margarita (M2) effect on the growth of Acacia decurrens seedlings. This research was divided into two parts. The first part was conducted by completely randomized design in green house and in the field. The second part was conducted by randomized block design. The first part result in the green house experiment showed that symbiosis of mycorrhizas increased transpiration ability of seedling and had strong relation with growth of plant. Transpiration ability was superior in M1 intervention (0.002863 mol m-2 s-1), while photosynthetic ability was superior in M1 intervention (23.856271 mol m-2 s-1). Field experiment showed that seedlings with mycorrhiza intervention had a better colonization than control seedling. Seedlings which were inoculated with G. etunicatum and G. margarita had good survival ability than the control seedlings after planting in the dry season. The second part result showed that 23.33% plants survived at blok number I, and 10% plants survived at blok number II. Plants with AMF application survived better than those of control. The photosynthetic rate of M1 intervention was 30.3334 µm m-² s-¹ and that of M2 intervention was 30.1658 µm m-² s-¹, whereas the control plants photosynthetic rate was 19.4114 µm m-² s-¹. P leaf-content of plants with AMF intervention was not different with that of control. The K leaf-content of M1intervention= 0.94%, M2= 0.95% and control= 0.68%. Total glomalin average of M1= 2 ml, M2= 2.25 ml and control 0.4 ml. G. etunicatum and G. margarita application on A. decurrens was effective for increasing plant growth in the field which was contaminated with 5.71-12.46 aluminum.

(6)

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2015

Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB

(7)

Tesis

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains

pada

Program Studi Silvikultur Tropika

UJI LAPANG PEMANFAATAN

Glomus etunicatum

dan

Gigaspora margarita

PADA BIBIT TANAMAN

Acacia decurrens

Wendl.

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR 2015

(8)
(9)

Judul Tesis : Uji Lapang Pemanfaatan Glomus etunicatum dan Gigaspora margarita pada Bibit Tanaman Acacia decurrens Wendl. Nama : Arief Budi Setiawan

NIM : E451130111

Disetujui oleh Komisi Pembimbing

Prof Dr Ir Sri Wilarso Budi R, MS Ketua

Dr Ir Cahyo Wibowo, M For Sc Anggota

Diketahui oleh

Ketua Program Studi Silvikultur Tropika

Prof Dr Ir Sri Wilarso Budi R, MS

Dekan Sekolah Pascasarjana

Dr Ir Dahrul Syah, MScAgr

(10)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah Subhanahu wa ta’ala atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian ini adalah pemanfaatan fungi mikoriza arbuscula dan telah dilaksanakan sejak bulan April 2014 dalam rangkaian uji mulai dari rumah kaca hingga di lapangan.

Terima kasih dan penghargaan sedalam dalamnya, penulis ucapkan kepada Bapak Prof Dr Ir Sri Wilarso Budi R, MS dan Bapak Dr Ir Cahyo Wibowo, M For Sc selaku pembimbing. Di samping itu, penghargaan penulis sampaikan kepada Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan yang telah memberikan ijin karya siswa sehingga penulis memperoleh kesempatan menempuh pendidikan Strata 2 di Institut Pertanian Bogor. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada orang tua saya, baik yang di Palangkaraya maupun yang di Banjarbaru, semua Guru saya baik itu Guru bidang Agama maupun Dosen di Institut Pertanian Bogor, istri dan ananda terkasih, serta seluruh pihak yang tidak bisa disebutkan satu persatu, atas segala doa, kasih sayang dan dukungannya hingga penulis selesai menempuh pendidikan.

Akhirnya, semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Juni 2015

(11)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL vi

DAFTAR GAMBAR vii

DAFTAR LAMPIRAN viii

PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Perumusan Masalah 2

Tujuan Penelitian 3

Hipotesis 3

Manfaat Penelitian 3

Kerangka Pikiran 3

KAJIAN PEMANFAATAN Glomus etunicatum DAN Gigaspora

margarita PADA TANAMAN Acacia decurrens Wendl. DI RUMAH

KACA DAN DI LAPANGAN 6

Abstrak 6

Pendahuluan 7

Metode Penelitian 7

Hasil dan Pembahasan 10

Simpulan 16

KAJIAN PEMANFAATAN Glomus etunicatum DAN Gigaspora

margarita PADA TANAMAN Acacia decurrens Wendl. DI LAHAN

DENGAN KANDUNGAN ALUMINIUM TINGGI 19

Abstrak 19

Pendahuluan 20

Metode Penelitian 20

Hasil dan Pembahasan 22

Simpulan 33

PEMBAHASAN UMUM 35

SIMPULAN UMUM 36

SARAN 36

DAFTAR PUSTAKA 37

(12)

DAFTAR TABEL

1.1. Rata-rata hasil pengukuran parameter tumbuh 10 1.2. Hubungan antara kemampuan transpirasi dan dimensi tumbuh 12

1.3. Data cuaca selama masa tanam 14

1.4. Pertumbuhan bibit hingga usia 4 minggu 15

1.5. Hasil uji kimia tanah 16

2.1. Hasil uji kimia tanah 21

2.2. Hasil uji kadar air, bulk density, porositas dan permeabilitas tanah 22

2.3. Hasil anova pertumbuhan tanaman 23

2.4. Hasil anova fotosintesis, transpirasi, CO2 internal dan konduktansi

stomata 24

2.5. Hasil anova P daun, K daun, berat kering tanaman dan nisbah

pucuk akar 26

2.6. Hasil anova akumulasi Al pada bagian tubuh tanaman 29 2.7. Jumlah kandungan Al pada bagian tubuh tanaman berdasarkan

perlakuan yang diberikan 29

2.8. Hasil anova kolonisasi akar tanaman 30

2.9. Hasil anova total glomalin disekitar akar tanaman 31

(13)

DAFTAR GAMBAR

1. Kerangka Pemikiran 4

1.1. Perbandingan pertumbuhan bibit 11

1.2. Pertumbuhan diameter bibit 11

1.3. Pertumbuhan tinggi bibit 11

1.4. Pertambahan jumlah daun bibit 11

1.5. Rata-rata fotosintesis 12

1.6. Rata-rata transpirasi 12

1.7. Rata-rata suhu permukaan daun 13

1.8. Spora mikoriza indigenous 13

1.9. Jumlah tanaman hidup berdasarkan waktu pengamatan 14

1.10. Kondisi tanaman pada usia 6 minggu 14

1.11. Kolonisasi akar 15

2.1. Pengukuran kadar air, bulk density, porositas dan permeabilitas

tanah 22

2.2. Spora indigenous 22

2.3. Rata-rata tinggi tanaman berdasarkan perlakuan 24 2.4. Rata-rata diameter tanaman berdasarkan blok tanam 24

2.5. Laju fotosintesis berdasarkan blok tanam 25

2.6. Laju fotosintesis berdasarkan perlakuan yang diberikan 25

2.7. Laju transpirasi 25

2.8. CO2 internal daun 25

2.9. Konduktansi stomata 26

2.10. Nilai K daun berdasarkan perlakuan yang diberikan 27 2.11. Berat kering tanaman berdasarkan perlakuan yang diberikan 27 2.12. Nisbah pucuk akar tanaman berdasarkan perlakuan yang diberikan 28

2.13. Perbandingan pucuk dan akar tanaman 28

2.14. Hasil pewarnaan hematoxilin pada akar tanaman 29

2.15. Kolonisasi akar 30

2.16. Kolonisasi akar berdasarkan perlakuan 31

2.17. Kolonisasi akar berdasarkan blok tanam 31

2.18. Total glomalin di sekitar akar tanaman 31

2.19. Rata-rata glomalin tanah di sekitar akar tanaman berdasarkan

perlakuan yang diberikan 32

(14)
(15)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Tekanan yang diterima hutan sebagai suatu ekosistem menyebabkan luas hutan dunia terus berkurang. Laju deforestasi hutan tropis dunia antara tahun 1996 hingga tahun 2010 adalah sebesar 5.2 - 7 juta hektar per tahun, meskipun kegiatan rehabilitasi semakin gencar dilaksanakan (FAO 2012). Rusaknya hutan berakibat hilangnya kemampuan lahan menyimpan air dan turunnya produktifitas lahan yang pada akhirnya meningkatnya jumlah lahan kritis. Lahan kritis yang ada di Indonesia hingga tahun 2013 adalah 52.5 juta hektar (Kemendagri, 2013), kondisi ini diperparah dengan laju deforestasi sebesar 650 000 Ha/Th atau meningkat 200 000 Ha/Th dari data tahun 2009-2011(Menhut RI 2014).

Penetapan sebuah lahan sebagai lahan kritis umumnya mengacu pada terganggunya fungsi sebuah lahan. Barrow (1994) menjelaskan bahwa yang dikatakan lahan kritis adalah lahan yang telah hilang kegunaan serta potensinya bagi kehidupan organisme atau berubahnya fungsi lahan akibat hilangnya organisme diatasnya. Goodman (1984) menerangkan bahwa lahan yang telah terganggu kualitasnya sehingga kehilangan fungsi dan daya dukungnya bagi lingkungan atau manusia, dapat dikatakan sebagai lahan kritis. Arsyad (2010) berpendapat bahwa lahan kritis adalah lahan yang telah mengalami peristiwa degradasi secara terus menerus sehingga terganggunya kualitas tanah dan organisme di lahan tersebut, baik itu bersifat sementara maupun bersifat tetap.

Penanggulangan lahan kritis dapat dilakukan dengan cara rehabilitasi dan atau dengan cara konservasi (Menhut 2013). Rehabilitasi merupakan suatu cara untuk memperbaiki kondisi lahan dengan meningkatkan kualitas fisik, kimia maupun biologisnya, sedangkan konservasi merupakan suatu cara untuk melindungi lahan dari proses degradasi yang berkelanjutan. Subardja (1994) menjelaskan bahwa secara umum pemulihan lahan kritis ditujukan untuk memulihkan fungsi yang ada pada lahan serta melindungi lingkungan sekitarnya yang berpotensi menjadi area dampak dari lahan kritis (Subardja 1994).

Kegiatan rehabilitasi hutan dan lahan sering mengalami kendala karena tanaman sukar tumbuh dan atau memiliki daya hidup yang rendah (Setiadi 2002),

(16)

2

Acacia decurrens merupakan salah satu jenis dalam genus Acacia yang terkenal memiliki range sebaran yang cukup luas, mulai ketinggian 0 hingga 2 500 mdpl (Lemmens et al. 1995), sehingga dapat dijadikan alternatif sebagai tanaman pioner untuk penutupan lahan kritis. Acacia decurrens dapat tumbuh dengan baik pada tanah yang dipenuhi dengan gulma serta kondisi curah hujan rendah (Lemmens et al. 1995), namun belum ada penelitian yang dilakukan khusus untuk menguji pemanfaatan Acacia decurrens pada tanah dengan kondisi khusus misalnya kandungan logam tinggi, miskin hara serta pH rendah.

Produktivitas tanaman yang berasosiasi dengan Fungi Mikoriza Arbuskula (FMA) pada lahan kritis umumnya lebih baik dibandingkan tanaman yang tidak berasosiasi dengan FMA (Herrera et al. 1993), karena pemberian inokulan FMA pada bibit meningkatkan ketahanan bibit terhadap cekaman hayati dan nir-hayati (Koltai &

Kapulnik 2010). Glomus etunicatum dan Gigaspora margarita merupakan salah satu spesies dalam kelompok mikoriza arbuskular, serta temasuk dalam genus yang umum di jumpai di Indonesia. Brundrett et al. (1996) menyebutkan bahwa genus Glomus dan Gigaspora termasuk genus yang memiliki sifat adaptif terhadap berbagai tanaman inang, sehingga memiliki potensi yang sangat bagus dikembangkan dalam rangka menyokong kemampuan bertahan hidup tumbuhan dengan peruntukan khusus. Sayangnya penelitian FMA yang dilakukan terhadap tanaman kehutanan lebih banyak dilakukan hingga level rumah kaca saja, masih jarang penelitian yang dilanjutkan dengan uji lapang.

Berdasarkan hal tersebut diatas, penulis melakukan uji lapang pemanfaatan Glomus etunicatum dan Gigaspora margarita pada bibit tanaman Acacia decurrens pada beberapa kondisi lahan. Penelitian ini diharapkan memperoleh informasi yang dapat menjadi salah satu rujukan bagi pelaksana program pemulihan lahan kritis dalam pemilihan species dan metode yang tepat untuk digunakan sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai.

Perumusan Masalah

Hasil uji simbiosis fungi mikoriza arbuskular di laboratorium dan persemaian, terhadap pertumbuhan beberapa jenis tanaman telah menunjukkan pengaruh yang positif. Penelitian yang dilakukan di persemaian terhadap simbiosis G. margarita pada bibit jabon (Budi & Christina 2012) dan bibit mindi (Budi et al. 2012) diketahui dapat meningkatkan diameter, tinggi, berat kering pucuk dan akar secara signifikan dibandingkan bibit tanpa perlakuan, sedangkan uji lapang simbiosis mikoriza arbuscular G. etunicatum, diketahui dapat meningkatkan suplai unsur P bagi padi gogo (Adriani 2008) dan tanaman jagung (Huang et al. 2009) pada tanah dengan kondisi P tersedia rendah.

(17)

3 1. Apakah Glomus etunicatum dan Gigaspora margarita dapat berkembang

dengan baik pada bibit Acacia decurrens sebagai tanaman inang ?

2. Apakah bibit tanaman Acacia decurrens yang terinokulasi Glomus etunicatum dan Gigaspora margarita dapat tumbuh lebih baik di rumah kaca dan pada kondisi lapangan yang berbeda ?

Tujuan Penelitian

Tujuan Penelitian ini adalah :

1. Mengkaji perkembangan G. etunicatum dan G. margarita pada bibit Acacia decurrens.

2. Mengkaji pengaruh G. etunicatum dan G. margarita terhadap pertumbuhan A. decurrens di rumah kaca.

3. Menganalisis pengaruh G. etunicatum dan G. margarita terhadap pertumbuhan A. decurrens diberbagai kondisi lapang yang berbeda.

Hipotesis

Hipotesis Penelitian ini adalah :

1. Fungi Mikoriza Arbuskula G. etunicatum dan G. margarita dapat berkembang dan berasosiasi dengan bibit A. decurrens.

2. Bibit A. decurrens yang diberi perlakuan G. etunicatum dan G. margarita dapat tumbuh lebih baik dibandingkan tanaman kontrol selama dirumah kaca. 3. Tanaman A. decurrens yang diberi perlakuan G. etunicatum dan G. margarita

dapat tumbuh lebih baik dibandingkan tanaman kontrol selama dilapangan.

ManfaatPenelitian

Manfaat dari penelitian ini ialah untuk memberikan informasi tentang kemampuan G. etunicatum dan G. margarita dalam mengolonisasi bibit A. decurrens serta mengetahui kemampuan bibit terkolonisasinya untuk bertahan tumbuh pada 3 (tiga) tipe lahan yang berbeda.

Kerangka Pemikiran

(18)

4

(19)
(20)

6

KAJIAN PEMANFAATAN Glomus etunicatum DAN Gigaspora margarita PADATANAMAN Acacia decurrens Wendl. DI RUMAH KACA

DAN DI LAPANGAN

(The Examine Utilization of Glomus etunicatum and Gigaspora margarita on Acacia decurrens Wendl. Seedling at Green House and The Field)

ABSTRAK

Penggunaan mikoriza diketahui dapat mendukung program rehabilitasi lahan kritis dan meningkatkan produksi pertanian maupun kehutanan. Umumnya, kunci utama optimalisasi pemanfaatan Fungi Mikoriza Arbuscula (FMA) ditentukan oleh hasil kajian efektivitas simbiosis antara tanaman inang dan FMA. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh Glomus etunicatum (M1) dan Gigaspora margarita (M2) terhadap pertumbuhan bibit Acacia decurrens. Penelitian ini dilaksanakan di rumah kaca serta di lapangan dengan menggunakan rancangan acak lengkap. Hasil penelitian di rumah kaca menunjukkan bahwa simbiosis mikoriza meningkatkan kemampuan tanspirasi bibit serta memiliki hubungan yang kuat dengan meningkatnya pertambahan dimensi bibit. Laju Transpirasi tertinggi ditunjukkan oleh perlakuan M1 yaitu sebesar 0.002863 mol m-2 s-1, kemampuan fotosintesis terbaik ditunjukkan oleh bibit dengan perlakuan M1 yaitu sebesar 23.856271 mol m-2 s-1. Hasil uji lapang menunjukkan bahwa bibit yang telah terinokulasi G. etunicatum dan G. margarita memiliki kemampuan bertahan yang lebih baik saat ditanam pada musim kemarau.

Kata kunci: Acacia decurrens, Gigaspora margarita, Glomus etunicatum, simbiosis

ABSTRACT

Mycorrhizae application is known to support bare land rehabilitation and increase agricultural production yield. Generally, the main effort for optimizing Arbuscular Mycorrhizae Fungi (AMF) utilization is through scientific research concerning their effectivity. The aim of this study was to describe Glomus etunicatum (M1) and Gigaspora margarita (M2) effect on the growth of Acacia decurrens seedlings. This research was conducted using completely randomized design in green house and in the field. Green house experiment showed that symbiosis of mycorrhizas increased transpiration ability of seedlings and had strong relation with growth of plants. Transpiration ability was superior in M1 intervention (0.002863 mol m-2 s-1), while photosynthetic ability was superior in M1 intervention (23.856271 mol m-2 s-1). Field experiment showed that seedlings with mycorrhiza intervention had a better colonization than those of control seedlings. Seedlings which were inoculated with G. etunicatum and G. margarita had good survival ability than the control intervention after planting in the dry season.

(21)

7

PENDAHULUAN

Fungi Mikoriza Arbuskular (FMA) diyakini telah bersimbiosis dengan tumbuhan sejak jaman purba sebagai fasilitator serapan hara (Simon et al. 1993). Simbiosis antara tumbuhan dengan FMA berpengaruh positif meningkatkan serapan hara makro (Govindarajulu et al. 2005) dan mikro (Nogueira & Cardoso 2002) serta meningkatkan produksi metabolit sekunder pada tanaman (Fester & Hause 2007). Kehadiran FMA diketahui juga terlibat dalam peningkatan kandungan substrat karbon pada tanah sehingga meningkatkan aktivitas hayati tanah (Rillig et al. 2001) dan memperbaiki agregat tanah dengan memproduksi glomalin (Wright & Upadhyaya. 1999).

Kunci penting dalam rangka optimalisasi pemanfaatan FMA secara luas adalah penelitian serta kajian efektivitas simbiosis antara FMA dengan tanaman inangnya. Penelitian FMA telah banyak dilakukan di laboratorium dan di rumah kaca, namun jarang sekali dilanjutkan hingga uji lapang, terutama yang berhubungan dengan tanaman kehutanan. Hasil uji lapang pemanfaatan FMA dapat menjadi gambaran terhadap konsistensi fungsi FMA dalam meningkatkan kualitas tumbuh tanaman. Peningkatan kualitas tumbuh tanaman merupakan salah satu cara untuk menjamin keberhasilan tanaman dalam mengatasi faktor pembatas tumbuh selama ditanam di lapangan. Hukum toleransi (law of tolerance) yang diperkenalkan oleh Victor Ernest Shelford pada tahun 1911, menjelaskan bahwa kehadiran dan keberhasilan suatu organisme sangat dipengaruhi oleh kemampuan organisme tersebut mengatasi kompleksitas faktor pembatas yang ada (Samingan 1980).

G. etunicatum dan G. margarita termasuk dalam kelompok mikoriza arbuskular. Brundrett et al. (1996) menyebutkan bahwa genus Glomus dan Gigaspora termasuk genus yang memiliki sifat adaptif terhadap berbagai tanaman inang. Tumbuhan A. decurrens merupakan salah satu jenis tumbuhan dalam genus Acacia yang terkenal memiliki range sebaran yang cukup luas, mulai ketinggian 0 hingga 2 500 mdpl (Lemmens et al. 1995). Karakteristik khas yang dimiliki oleh G. etunicatum, G. margarita dan A. decurrens merupakan potensi untuk dikembangkan dalam rangka menyokong program rehabilitasi lahan kritis. Aplikasi mikoriza diketahui dapat membantu rehabilitasi lahan kritis dan meningkatkan produktivitas tanaman pertanian, perkebunan, kehutanan pada lahan-lahan marginal dan pakan ternak (Syah et al. 2007).

Tujuan penelitian ini untuk mengetahui pengaruh aplikasi G. etunicatum dan G. margarita terhadap pertumbuhan bibit tanaman A. decurrens selama dirumah kaca dan di lapangan. Penelitian ini diharapkan memperoleh data dan informasi yang dapat menjadi salah satu rujukan bagi pelaksana program pemulihan lahan kritis, khususnya dalam pemilihan jenis serta metode yang tepat, sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai.

METODE PENELITIAN

Waktu dan Tempat Penelitian

(22)

8

Silvikultur dan hutan penelitian IPB Cikabayan pada koordinat S.06˚32’57,77” E.106˚43’08,25” di ketinggian 181 mdpl, penelitian dilaksanakan selama 10 (sepuluh) bulan mulai bulan April 2014-Pebruari 2015.

Bahan dan Alat

Bahan penelitian yang digunakan antara lain fungi G. etunicatum (M1) dan G. margarita (M2), aquades, KOH 200 gram, HCL 0.1 M, lactid acid, trypan blue, gliserin, sodium sitrat 20 mM, tanah sampel blok tanam, benih A. decurrens, media tanah, kertas merang, gas 3 kg dan glukosa.

Alat yang digunakan antara lain licor 6400Xt, autoclave, oven, mikroskop compound dan dissecting, centrifuge, centrifuge tube 15 ml, micro pipet, preparat glass set, scapel set, saringan (500 µ, 125 µ, 63 µ), labu erlenmayer, gelas takar, timbangan analitik, bor tanah, gunting, plastik crap, kertas label, GPS, kamera optilab, tally sheet, cawan petri diameter 9 cm, pengaduk, sprayer, kompor gas, kertas lakmus 4 warna, kamera digital dan alat tulis.

Pembuatan Bibit Bermikoriza

Pembuatan bibit dilaksanakan di rumah kaca Departemen Silvikultur. Bibit yang diperlukan dalam penelitian ini adalah sebanyak 60 batang, yang terdiri atas 20 tanaman kontrol (CT), 20 tanaman dengan perlakuan G. etunicatum (M1) dan 20 tanaman diberi perlakuan G. margarita. Benih A. decurrens disemaikan dalam bak semai dan diamati selama ± 4 minggu. Semai disapih ke polybag berukuran 10 x 15 cm yang berisi media tanah dengan kelas tekstur sandy clay loam. Media tanah yang digunakan telah melalui proses sterilisasi, yaitu dengan cara disangrai. Penyapihan dilakukan dengan membuat lubang berdiameter 1.5 cm dan kedalaman 8-10 cm pada media tanah. Fungi dimasukkan ke dalam lubang terlebih dahulu, setelah itu ditanam semai di atasnya. Semai ditanam hingga sedalam ± 5 cm dari ujung akar. Setiap tanaman di inokulasi dengan fungi mikoriza arbuskula sebanyak 50 spora. Bibit ditempatkan di rumah kaca untuk diamati pertumbuhannya selama 4 bulan. Pengamatan yang dilakukan terhadap bibit, meliputi diameter batang, tinggi bibit, jumlah daun, serta fotosintesis menggunakan alat licor 6400Xt. Pengamatan ini perlu dilakukan untuk membandingkan kemampuan tumbuh kembang bibit selama di persemaian.

Uji Lapang

Pengumpulan informasi pendahuluan terhadap kondisi lahan sebelum penanaman meliputi:

1. Informasi kondisi tanah diperoleh dari hasil pengujian kimia tanah di laboratorium tanah Seameo Biotrop Bogor. Sampel tanah yang diuji merupakan komposit yang diambil dari masing-masing calon blok tanam menggunakan bor tanah pada kedalaman 0-20 cm.

2. Informasi kondisi cuaca lokasi tanam diperoleh dari BMKG.

(23)

9 dan pembuatan lubang tanam dengan ukuran 40 cm x 40 cm x 40 cm dengan jarak 3 m x 3 m. Bibit diangkut ke lapangan menggunakan pick up disusun tidak bertumpuk dan diangkut pada pagi hari. Hal ini dilakukan untuk menjaga kesegaran bibit serta menghindari bibit dari stress yang berakibat pada rendahnya keberhasilan penanaman akibat menurunnya kesehatan bibit akibat pengangkutan (DNR.Pub. 2006). Rancangan penelitian selama di lapangan berbentuk RAL dengan 3 perlakuan masing masing diulang 20 kali. Pengamatan pertumbuhan dilakukan setiap 1 (satu) minggu sekali hingga usia tanam di lapangan 12 (dua belas) minggu, variabel yang diamati adalah persen hidup, tinggi, diameter, jumlah daun dan volume. Volume dihitung dengan menggunakan cara Brereton (Deptan 1970) dan angka bentuk menggunakan nilai yang disarankan oleh Siswanto dan Imanuddin (2008) yaitu sebesar 0.60. Rumus matematikanya adalah sebagai berikut:

V = ¼ . π. d2 . h . f

dimana

V = Volume d = diameter h = tinggi

f = angka bentuk

Pengamatan intensitas kolonisasi akar dilakukan pada akhir penelitian. Intensitas kolonisasi FMA dilakukan dengan pewarnaan pada sampel akar menggunakan metode Clapp et al. (1996).

Uji Tekstur Tanah dan Kandungan Glomalin

Tekstur tanah diamati dengan finger assesment metode S. Nortcliff (Lal 2006) pada media tanam sebelum proses penyapihan dan pada sampel tanah sebelum penanaman di lapangan. Sampel tanah merupakan komposit dari 3 titik pengambilan sampel sepanjang blok tanam pada kedalaman 0-20 cm. Kandungan glomalin tanah diukur dengan menggunakan metode Total Glomalin Extraction (Wright & Upadhyaya 1998).

Analisis Data

(24)

10

HASIL DAN PEMBAHASAN

Pertumbuhan Bibit di Rumah Kaca

Bibit dengan perlakuan M1 memiliki rata-rata jumlah daun dan diameter terbesar, yaitu sebanyak 12.75 helai untuk jumlah daun serta 0.33 cm untuk diameter batang. Hasil pengukuran parameter tinggi menunjukkan bahwa performa terbaik ada pada bibit dengan perlakuan M2, yaitu dengan tinggi rata-rata mencapai 9.7 cm (Tabel 1.1).

Tabel 1.1 Rata-rata hasil pengukuran parameter tumbuh

Ket. Huruf disamping angka menunjukkan perbandingan nilai tengah berdasarkan uji Tukey

pada taraf nyata <0.05. CT = kontrol, M1 = tanaman dengan perlakuan G. etunicatum, M2

= tanaman dengan perlakuan G. margarita.

Hasil pengukuran tinggi, diameter dan jumlah daun menunjukkan bahwa performa bibit A. decurrens yang diberi perlakuan FMA lebih baik dibandingkan bibit pada kontrol (Gambar 1.1). Hasil yang serupa dilaporkan dalam penelitian Budi dan Christina (2012), bahwa inokulan G. margarita dapat meningkatkan pertambahan diameter batang pada bibit jabon. Perlakuan G. etunicatum pada tanaman jagung juga diketahui memberikan pengaruh signifikan terhadap pertumbuhan dibandingkan tanaman kontrol (Huang et al. 2009).

Laju peningkatan diameter (Gambar 1.2), tinggi (Gambar 1.3) dan jumlah daun (Gambar 1.4) bibit A. decurrens dengan perlakuan FMA berada pada titik yang sama dengan bibit kontrol hingga 2 minggu pengamatan. Hal ini diduga akibat belum berfungsinya FMA secara efektif karena masih berada pada fase penetrasi (Brundrett et al. 1996). Fase penetrasi umumnya hanya berlangsung 4 sampai 15 hari, kemudian dilanjutkan fase introduksi. Walaupun demikian tidak jarang fase ini berlangsung selama 4-6 minggu dan bahkan gagal karena penolakan tanaman inang serta tidak mendukungnya kondisi lingkungan dan kondisi fisiologis didalam propagul FMA itu sendiri (Safir 1987).

Perlakuan CT, M1 dan M2 menunjukkan laju pertumbuhan tinggi dan jumlah daun yang hampir sama. Diameter bibit perlakuan M1 meningkat lebih lambat dibandingkan bibit dengan perlakuan M2. Diameter bibit M1 meningkat tajam pada minggu ke 12 dan memiliki rata-rata diameter yang paling besar pada akhir masa pengamatan (Gambar 1.2). Pertumbuhan dan perkembangan FMA didalam tanaman inang memiliki laju yang sangat beragam dan umumnya hal ini di pengaruhi karakteristik FMA itu sendiri selain juga faktor eksternal (Safir 1987).

Σ Daun (Helai) Tinggi (cm) Diameter (cm)

CT 10.850b 8.400b 0.28c

M2 12.750a 9.500a 0.30b

(25)

11

Gambar 1.1 Perbandingan pertumbuhan bibit. CT = kontrol, M1 = tanaman dengan

perlakuan G. etunicatum, M2 = tanaman dengan perlakuan G. margarita.

Gambar 1.2 Pertumbuhan diameter bibit Gambar 1.3 Pertumbuhan tinggi bibit

Gambar 1.4 Pertambahan jumlah daun bibit

0.00

Diameter CT Diameter M1 Diameter M2

0.00

(26)

12

Pertumbuhan yang baik pada bibit M1 dan M2 merupakan indikasi tercukupinya kebutuhan energi bagi pertumbuhan. Hal ini dibuktikan dengan tingginya kemampuan fotosintesis pada bibit M1 dan M2. Kemampuan fotosintesis bibit M1 sebesar 23.856271 mol m-2 s-1, tidak berbeda nyata dengan kemampuan fotosintesis pada bibit M2 yang sebesar 23.85061 mol m-2 s-1 (Gambar 1.5). Tingginya kemampuan fotosintesis bibit, diikuti pula dengan meningkatnya laju transpirasi. Bibit dengan perlakuan M1 memiliki rata-rata laju transpirasi paling baik, yaitu sebesar 0.002863 mol m-2 s-1 (Gambar 1.6). Banyaknya jumlah uap air yang terdifusi selama proses transpirasi, berpengaruh terhadap jumlah hara yang diangkut tanaman dari akar menuju daun (Von Caemmerer et al. 1981). Laju transpirasi perlu didukung oleh tersedianya air dalam jumlah yang cukup bagi tanaman. Kehadiran FMA pada akar tanaman diketahui dapat membantu tanaman untuk lebih optimal dalam menyerap molekul air dari dalam tanah (Karasawa et al. 1999).

Gambar 1.5 Rata-rata Fotosintesis Gambar 1.6 Rata-rata Transpirasi

Jumlah daun pada bibit M1 yang lebih banyak dibandingkan bibit lain berperan penting untuk meningkatkan laju transpirasi, karena bertambahnya jumlah daun berarti bertambah pula jumlah stomata tersedia. Sejalan dengan hal tersebut, Lakitan (2011) berpendapat bahwa tersedianya stomata dengan jumlah yang cukup serta kemampuan bukaan yang optimum dapat meningkatkan laju transpirasi pada tanaman.

Hubungan antara laju transpirasi dengan dimensi tumbuh bibit dapat dijelaskan dari model regresi yang diperoleh pada penelitian ini (Tabel 1.2).

Tabel 1.2 Hubungan antara kemampuan transpirasi dan dimensi tumbuh

Ket. CT = kontrol, M1 = tanaman dengan perlakuan Glomus etunicatum, M2 = tanaman dengan perlakuan

Gigaspora margarita.

R-Sq(adj) VIF P Value Durbin Watson

CT 74.4% Suhu media =5.154, Tinggi=4.106, Jml Daun =6.019, Diameter =4.914

0.000 1.33654

M1 73.66% Suhu media =4.5365, Tinggi=1.7753 Jml Daun =4.8736, Diameter =5.8871

0.000 1.14107

M2 95.43% Suhu Media =9.7077, Diameter =17.0174, Jml Daun =20.7515, Tinggi =16.0812,

(27)

13

Suhu permukaan daun paling rendah saat uji fotosintesis ditunjukkan oleh perlakuan M1 yang berbeda nyata dengan perlakuan M2 serta CT (Gambar 1.7). Hasil ini sejalan dengan tingginya kemampuan transpirasi pada M1. Von Caemmerer et al. (1981) menjelaskan bahwa optimalisasi CO2 didalam daun selama proses transpirasi akan mempengaruhi jumlah molekul H2O yang terdifusi keluar melalui stomata, sehingga menyebabkan turunnya suhu pada permukaan daun.

Gambar 1.7 Rata-rata suhu permukaan daun. CT = kontrol, M1 = tanaman dengan

perlakuan G. etunicatum, M2 = tanaman dengan perlakuan G. margarita.

Uji Lapang di Cikabayan

Hasil pengamatan mikoriza indigenous menunjukkan bahwa terdapat 3 genus spora yang dijumpai di lokasi tanam Cikabayan (Gambar 1.8). Pengamatan ini perlu dilakukan untuk mengetahui kondisi awal kelimpahan mikoriza di dalam tanah sebelum dilakukannya penanaman menggunakan mikoriza, khususnya tanaman terinokulasi mikoriza yang bukan asli dari lokasi tersebut (Johnsona et al. 2013).

Gambar 1.8 Spora mikoriza indigenous. 1 dan 2 = Acaulospora, 3 = Gigaspora

Pengamatan parameter selama di lapangan, hanya dilakukan hingga minggu ke 6 (enam) karena tanaman kontrol mengalami kematian 100%, hingga total populasinya menjadi 0 (nol) (Gambar 1.9 dan 1.10). Kematian tanaman diduga akibat kurangnya curah hujan selama masa tanam sehingga kandungan air tanah menjadi sangat rendah (Tabel 1.3). Marcelle et al. (1986) menegaskan bahwa

(28)

14

rendahnya kandungan air pada tempat tumbuh tanaman akan berakibat serapan hara yang dilakukan oleh tanaman tidak akan berjalan dengan optimal walaupun pada tempat tumbuh tersedia unsur hara yang cukup bagi tanaman.

Gambar 1.9 Jumlah tanaman hidup menurut waktu pengamatan

Tabel 1.3 Data cuaca selama masa tanam

Agustus September Oktober

Ket. Curah hujan rata-rata dalam mm/bln dan rata-rata suhu puncak dalam ˚C. Ciampea, Jasinga, Dramaga

dan Lanud ATS merupakan lokasi stasiun pengamatan cuaca milik BMKG

Gambar 1.10 Kondisi tanaman pada usia 6 minggu. CT = kontrol, M1 = tanaman dengan

perlakuan G. etunicatum, M2 = tanaman dengan perlakuan G. margarita.

Quilambo et al. (2005) menjelaskan bahwa simbiosis Fungi Mikoriza Arbuskula dengan tanaman dapat meningkatkan ketahanan tanaman terhadap cekaman kekeringan karena struktur hifa mampu mencapai molekul air pada agregat tanah yang tidak dapat dijangkau oleh akar. Hal ini diperkuat dengan penyataan Gentili dan Jumpponen (2006) yang mengatakan bahwa mikoriza juga

(29)

15 menyokong pertumbuhan tanaman dengan kehadiran miselia yang meningkatkan area permukaan akuisisi hara tanah oleh tanaman serta meningkatkan toleransi tanaman terhadap kontaminasi logam, kekeringan dan pathogen akar.

Pertumbuhan tanaman dengan perlakuan FMA menunjukkan hasil yang lebih baik dibandingkan bibit tanaman kontrol (Tabel 1.4). Tanaman dengan perlakuan M1 memiliki nilai P dan K daun tertinggi yaitu P sebesar 0.27% dan K sebesar 0.78%. Mikoriza pada tanaman memiliki manfaat yang sangat besar bagi tanaman tersebut, seperti dalam membantu meningkatkan penyerapan unsur-unsur hara dan nutrisi yang penting bagi tanaman (Satter et al. 2006). Kolonisasi pada akar tanaman yang diberi perlakuan FMA termasuk katagori tinggi dibanding kontrol. Tanaman M1 terkolonisasi sebesar 60%, M2 sebesar 40% dan CT sebesar 10% (Gambar 1.11). Kehadiran mikoriza bila ditelaah berdasarkan aspek fungsional dalam penyerapan berbagai substansi dari dalam tanah dapat meningkatkan kebugaran salah satu atau kedua mitra yang bersimbiosis (Read 1999). Nilai positif dari simbiosis ini adalah akibat dari terbentuknya antar-muka spesifik untuk keperluan pertukaran bahan dan energi bagi kedua organisme (Pfeffer et al. 2001).

Gambar 1.11 Kolonisasi Akar. CT = kontrol, M1 = tanaman dengan perlakuan G.

etunicatum, M2 = tanaman dengan perlakuan G. margarita.

Tabel 1.4 Rata-rata pertumbuhan bibit hingga usia 4 minggu

Perlakuan Diameter (cm) Tinggi (cm) Σ Daun Volume (cm3)

CT 0.31c 9.4b 10b 1.3877b

M1 0.37a 10.4ab 12a 1.7885a

M2 0.33b 11.3a 13a 1.7722a

Ket. Jumlah N=7. Huruf disamping angka menunjukkan perbandingan nilai tengah berdasarkan uji Tukey

pada taraf nyata <0.05 CT = kontrol, M1 = tanaman dengan perlakuan G. etunicatum, M2 = tanaman

dengan perlakuan G. margarita.

(30)

16

pertumbuhan tanaman. Kramer dan Kozlowski (1960), menjelaskan bahwa aerasi tanah yang baik dapat menyediakan oksigen yang cukup bagi pertumbuhan dan

Hasil pengukuran pada masing masing perlakuan yang diulang sebanyak 4 kali terhadap 4 sampel menunjukkan bahwa umumnya tidak ditemukan adanya glomalin, khusus untuk perlakuan M2 terdapat supernatan pada larutan dalam jumlah sangat sedikit sehingga tidak dapat dipindahkan dengan mikro pipet untuk diukur dalam graduate cylinder. Rendahnya produksi glomalin pada penelitian ini diduga sebagai akibat rendahnya kandungan air dalam tanah. Hal ini sejalan dengan pendapat Matthias dan Peter (2002) yang menjelaskan bahwa glomaline merupakan glycoprotein yang secara khusus dihasilkan oleh fungi mikoriza arbuskula dan jumlah produksinya sangat erat hubungannya dengan tersedianya air yang cukup bagi fungsi fisiologis FMA.

SIMPULAN

1. Pertumbuhan bibit dengan perlakuan FMA selama di rumah kaca lebih baik dibandingkan kontrol yang terbukti dengan tingginya laju fotosintesis serta transpirasi bibit.

2. Uji lapang menunjukkan bahwa FMA berperan nyata mendukung pertumbuhan tanaman dengan meningkatkan kandungan P dan K daun. 3. Bibit dengan perlakuan FMA memiliki kemampuan survival yang lebih baik

dibandingkan tanaman kontrol bila ditanam pada kondisi curah hujan rendah. 4. Uji lapang menunjukkan bahwa pada kondisi curah hujan yang rendah

kolonisasi G. etunicatum pada tanaman A. decurrens sebesar 60% sedangkan kolonisasi G. margarita sebesar 40%,

5. Produksi glomalin oleh FMA pada lingkungan tercekam kekeringan tidak optimum.

(31)
(32)

18

KAJIAN PEMANFAATAN Glomus etunicatum DAN Gigaspora margarita PADATANAMAN Acacia decurrens Wendl. DI LAHAN

DENGAN KANDUNGAN ALUMINIUM TINGGI

(The Examine Utilization of Glomus etunicatum and Gigaspora margarita on Acacia decurrens Wendl. Seedling at Field With Hight Aluminum Content)

ABSTRAK

Fungi Mikoriza Arbuscula (FMA) diketahui dapat ditemukan hampir disemua tipe ekosistem, bahkan pada lahan kritis dengan kandungan logam berat yang tinggi. G. etunicatum, G. margarita dan A. decurrens dapat dikembangkan untuk mendukung program rehabilitasi lahan kritis. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh aplikasi G. etunicatum (M1) dan G. margarita (M2) terhadap pertumbuhan tanaman A. decurrens pada lahan tercekam aluminium. Rancangan penelitian berbentuk RAK dengan 3 perlakuan. Tanaman pada blok I memiliki persen tumbuh sebesar 23.33% sedangkan tanaman pada blok II memiliki persen tumbuh 10%. Pengamatan kemampuan survival tanaman dan pertumbuhan tanaman menunjukkan bahwa tanaman dengan perlakuan FMA lebih baik dibandingkan kontrol. Rata-rata laju fotosintesis M1 sebesar 30.3334 µm m-² s-¹ dan M2 sebesar 30.1658 µm m-² s-¹, sedangkan tanaman kontrol rata-rata sebesar 19.4114 µm m-² s-¹. Nilai P daun tanaman yang diberi perlakuan FMA dan tanaman kontrol tidak berbeda nyata. Nilai K daun M1= 0.94% dan M2= 0.95%, sedangkan tanaman kontrol= 0.68%. Total glomalin rata-rata M1= 2 ml dan M2= 2.25 ml, sedangkan tanaman kontrol rata-rata sebesar 0.4 ml. Aplikasi G. etunicatum dan G. margarita pada tanaman A. decurrens secara efektif berperan meningkatkan pertumbuhan pada lahan tercekam Al 5.71-12.46.

Kata kunci: Aluminium, Gigaspora margarita, Glomus etunicatum. ABSTRACT

Arbuscular Mycorrhizae Fungi (AMF) are easily found in most terrestrial ecosystems. G. etunicatum, G. margarita and A. decurrens can be used to support bare land rehabilitation. The aim of this study was to describe Glomus etunicatum (M1) and Gigaspora margarita (M2) effect for the growth of Acacia decurrens seedlings on Aluminum intoxicated field. This research was conducted using randomized block design with 3 intervention types. As many as 23.33% of plants survived at blok number I, and 10% plants survived at blok number II. Plants with AMF application survived better than those of control. The photosynthetic rate of plants with M1 intervention was 30.3334 µm m-² s-¹ and those with M2 intervention was 30.1658 µm m-² s-¹, whereas the control plants photosynthetic rate was 19.4114 µm m-² s-¹. P leaf-content of plants with AMF intervention was not different with that of control. The K leaf-content of M1intervention= 0.94%, M2= 0.95% and control= 0.68%. Total glomalin average was M1= 2 ml, M2= 2.25 ml and control= 0.4 ml. G. etunicatum and G. margarita application on A. decurrens was effective for increasing plant growth in the field which was intoxicated with aluminum.

(33)

19

PENDAHULUAN

Simbiosis antara tanaman dengan fungi mikoriza dapat meningkatkan luas area serapan hara, serta meningkatkan toleransi tanaman terhadap kontaminasi logam, kekeringan dan pathogen akar (Gentili & Jumpponen 2006). Fungi Mikoriza Arbuskula (FMA) yang berasosiasi dengan tanaman akan membantu penyerapan unsur hara dari dalam tanah khususnya unsur P sehingga pertumbuhan tanaman akan menjadi lebih baik (Kartika 2006). FMA diketahui tersebar sangat luas, sehingga dapat ditemukan hampir disemua tipe ekosistem (Read 1991), bahkan pada lingkungan dengan kondisi kandungan logam berat yang tinggi karena limbah industri dan pada kondisi dengan ketersediaan air tanah yang rendah (Ryszka & Turnau 2007).

Kondisi lingkungan yang kering, selalu tergenang air, salinitas tinggi, pH rendah dan sifat tanah yang teracuni bahan kimia serta logam berat merupakan tantangan dalam kegiatan penanaman di lapangan (Sopandie 2013). Logam berat seperti aluminium sangat umum dijumpai pada areal yang ditambang dengan teknologi open pit, sehingga sangat sedikit tanaman dapat bertahan hidup diatasnya (Sinukaban 2007). Tanaman yang diberi perlakuan FMA diketahui dapat tumbuh pada tanah yang memiliki kandungan aluminium yang tinggi (Pamuna et al. 2013). Efektivitas fungsi dan perkembangan FMA didalam tanaman inang sangat beragam, selain faktor eksternal, umumnya hal ini di pengaruhi karakteristik FMA itu sendiri (Safir 1987).

FMA dari genus Glomus dan Gigaspora termasuk genus yang memiliki sifat adaptif terhadap berbagai tanaman inang (Brundrett et al. 1996), sedangkan Acacia decurrens diketahui dapat tumbuh pada ketinggian 0 hingga 2 500 mdpl (Lemmens et al. 1995). Karakteristik khas yang dimiliki oleh G. etunicatum, G. margarita dan A. decurrens dapat dikembangkan untuk mendukung program rehabilitasi lahan kritis. Aplikasi mikoriza diketahui dapat membantu rehabilitasi lahan kritis dan meningkatkan produktivitas tanaman (Syah et al. 2007).

Uji lapang pemanfaatan species tertentu dalam keluarga FMA dengan suatu jenis tanaman kehutanan masih sangat jarang dilakukan, oleh karena itu tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh aplikasi G. etunicatum dan G. margarita terhadap pertumbuhan bibit tanaman A. decurrens pada lahan dengan kondisi tercekam Aluminium. Penelitian ini diharapkan memperoleh data dan informasi yang dapat menjawab bagaimana stabilitas fungsi FMA jenis G. etunicatum dan G. margarita dalam mendukung pertumbuhan tanaman pada lahan tercekam logam berat.

METODE PENELITIAN

Waktu dan Tempat Penelitian

(34)

20

Bahan dan Alat

Bahan penelitian yang digunakan antara lain fungi G. etunicatum (M1) dan G. margarita (M2), aquades, KOH 200 gram, HCL 0.1 M, lactid acid, trypan blue, gliserin, sodium sitrat 20 mM, tanah sampel blok tanam, benih A. decurrens, media tanah, kertas merang, hematoxilin dan glukosa.

Alat yang digunakan antara lain licor 6400Xt, autoclave, oven, mikroskop compound dan dissecting, centrifuge, centrifuge tube 15 ml, micro pipet, perparat glass set, scapel set, saringan (500 µ, 125 µ, 63 µ), labu erlenmayer, gelas takar, timbangan analitik, bor tanah, gunting, plastik crap, kertas label, GPS, kamera optilab, tally sheet, cawan petri diameter 9 cm, pengaduk, sprayer, kompor gas, kertas lakmus 4 warna, kamera digital dan alat tulis.

Pelaksanaan di Lapangan

Informasi pendahuluan mengenai kimia tanah diperoleh dari hasil pengujian kimia tanah di laboratorium tanah Seameo Biotrop Bogor. Permeabilitas, porositas dan bulk density tanah diuji di Laboratorium Pengaruh Hutan, Fakultas Kehutanan IPB dengan metode De Boodt et al. (1967) dan tekstur tanah diamati dengan finger assesment metode S. Nortcliff (Lal 2006) pada sampel tanah sebelum penanaman di lapangan. Sampel tanah diambil dari 3 titik pengambilan sampel sepanjang blok tanam pada kedalaman 0-20 cm.

. Informasi mikoriza indigenouse diperoleh dengan mengamati spora dalam sampel tanah calon lokasi tanam, sampel tanah untuk mikoriza indigenouse diambil secara non proposional. Nusantara et al. (2012) menerangkan bahwa, pengambilan sampel dapat dilakukan dengan cara tidak proposional apabila kondisi lapangan tidak memungkinkan dilakukankan secara proposional, misalnya kondisi sebaran vegetasi yang tidak seragam.

Spora diperoleh dengan teknik tuang saring dan dilanjutkan dengan sentrifugasi dari Brundrett et al(1996). Pada teknik tuang saring, contoh tanah sebanyak 50 g dicampur dengan 200-300 ml air, lalu diaduk sampai butiran-butiran tanah hancur. Selanjutnya disaring dalam 3 tingkat penyaring micron. Saringan bagian atas dialiri dengan air untuk memudahkan spora lolos. Selanjutnya saringan paling atas dilepas, dan sejumlah tanah sisa yang tertinggal pada saringan terbawah dipindahkan ke dalam tabung sentrifuse yang berisi sukrosa 60% dan disentrifuse selama 3 menit. Larutan supernatant dihisap dengan pipet hisap dan ditaruh dalam cawan petri, kemudian dilihat dibawah mikroskop.

(35)

21 hingga minggu ke 20. Variabel yang diamati dari pertumbuhan tanaman adalah persen hidup, tinggi, diameter dan jumlah daun. Untuk kemampuan survival variable yang diamati adalah jumlah tanaman hidup. Pengamatan intensitas kolonisasi akar dilakukan pada akhir penelitian. Intensitas kolonisasi FMA dilakukan dengan pewarnaan pada sampel akar menggunakan metode Clapp et al. (1996). Kemampuan fotosintesis, laju transpirasi, konduktansi stomata dan CO2 internal daun diukur dengan menggunakan alat Licor 6400Xt.

Kandungan P, K dan Al tanaman diujikan di Laboratorium Tanah Fakultas Pertanian IPB. Uji kandungan glomalin tanah dilakukan di laboratorium mikoriza dan kualitas bibit Departemen Silvikultur Fakultas Kehutanan IPB, dengan metode Total Glomalin (TG) Extraction (Wright & Jawson 2001), yang merupakan suatu metode analisa kandungan glomalin tanah per satuan gram sampel tanah. Pewarnaan hematoxilin pada akar tanaman dilakukan dengan merujuk pada Wahyuningsih (2009).

Analisis Data

Analisis sidik ragam (ANOVA) pada tingkat kepercayaan 95% sesuai dengan model rancangan percobaan pada Mattjik dan Sumertajaya (2002). Jika perlakuan berpengaruh nyata maka dilanjutkan dengan uji lanjut Tukey. Pengolahan data statistik menggunakan bantuan software MiniTab 16.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil analisa sifat kimia tanah menunjukkan bahwa kandungan aluminium pada blok I adalah sebesar 12.46 me 100 gr-1 dan pada blok II sebesar 5.71 me 100 gr-1. Nilai pH pada kedua blok tanam mengarah pada asam (Tabel 2.1). Tanah masam dengan pH <4, umumnya memiliki mengandung Ion Al3+dalam jumlah yang banyak (Marschner 1995). Kandungan Al3+ yang berlebih dalam tanah dapat bersifat racun bagi tanaman, sehingga umumnya pada tanah yang memiliki kandungan Al3+ akan sulit ditemukan tanaman yang dapat tumbuh dengan baik (Kochian et al. 2004).

Tabel 2.1 Hasil uji kimia tanah

Blok pH Al (me/100gr) Fe (%) P Tersedia

(36)

22

yang tidak berbeda nyata (Tabel 2.2). Sifat fisik tanah penting untuk diamati, karena cenderung ada korelasi yang kuat antara sifat fisik tanah dengan komposisi serta tampilan fisik tumbuhan di hutan tropis (Wibowo 2006)

Gambar 2.1 Pengukuran kadar air, bulk density, porositas dan permeabilitas tanah

Tabel 2.2 Hasil uji kadar air, bulk density, porositas dan permeabilitas tanah

Blok KA % Bulk Density

gr/cm3 Porositas %

Permeabilitas cm/jam

I 26.389a 1.435a 45.870a 1.362a

II 28.178a 1.382a 47.859a 0.676a

Ket. Jumlah N=3. Huruf disamping angka menunjukkan perbandingan nilai tengah berdasarkan uji Tukey pada taraf nyata <0.05

Kondisi biologi tanah sangat buruk bila ditinjau dari hasil pengamatan mikoriza indigenous. Rata-rata jumlah spora yang ditemukan dikedua blok tanam hanya sebanyak 4 spora per 50 gram sampel tanah dan semuanya termasuk dalam genus Acaulospora (Gambar 2.2). Sedikitnya variasi dan jumlah spora yang ditemukan pada lokasi ini menunjukkan bahwa hanya jenis FMA tertentu saja yang dapat berkembang dan bertahan di kondisi tanah yang ada di kedua blok tanam. Hal ini sejalan dengan pendapat Moore et al. (1985) yang menjelaskan bahwa setiap jenis FMA memiliki persyaratan tumbuh khusus agar dapat berkembang dengan baik, kondisi lingkungan yang optimum merupakan salah satu syarat umum dalam perkembangan FMA.

Gambar 2.2 Spora indigenouse, gambar a dan b dari blok I, c dan blok II

Hasil pengamatan terhadap pertumbuhan tanaman menunjukkan bahwa perlakuan FMA memberikan pengaruh nyata terhadap tinggi tanaman (Tabel 2.3),

d c

(37)

23 meskipun kondisi fisik tanah pada penelitian ini kurang baik untuk pertumbuhan tanaman (Tabel II.2). Sys et al. (1991) menjelaskan bahwa umumnya pertumbuhan tanaman akan terganggu pada tanah dengan bulk density lebih dari 1.18 gr cm-3. Datukramat et al. (2013) menjelaskan bahwa pada tanah dengan permeabilitas kurang dari 1.7 cm jam-1, air akan mengalir sangat lambat kedalam tanah sehingga pertumbuhan tanaman akan jelek karena akar tanaman sulit memperoleh air.

Hasil uji lanjut terhadap tinggi tanaman menunjukkan bukti bahwa tanaman dengan perlakuan M1 (blok I= 36.53 cm, blok II= 35.71 cm) dan tanaman dengan perlakuan M2 (blok I= 36.59 cm, blok II= 35.94 cm) memiliki tinggi rata-rata yang lebih baik dibandingkan tanaman kontrol yang memiliki tinggi rata-rata sebesar 34.53 cm di blok I dan 32.22 cm di blok II (Gambar 2.3). Kehadiran FMA pada akar tanaman dapat meningkatkan pertumbuhan vegetatif (Aquilera et al. 1999), serta membantu tanaman memperoleh hara dan air dalam jumlah yang cukup sekaligus membantu memperbaiki kondisi fisik tanah disekitar akar tanaman (Rillig et al. 2002).

Tabel 2.3 Hasil anova pertumbuhan tanaman

Parameter Pengaruh berdasarkan uji pada taraf nyata <0.05 . Bartlett's Test (Normal Distribution) p-value = 0.000

Hasil pengukuran diameter menunjukkan bahwa blok tanam memberikan pengaruh nyata terhadap rata-rata diameter tanaman (Tabel 2.3). Umumnya logam berat yang tertinggal di tanah pasca penambangan menyebabkan rusaknya daya dukung tanah bagi makhluk hidup diatasnya termasuk tumbuhan (Martin & Coughtrey 1982). Tanaman yang tumbuh pada tanah dengan pH rendah dan kandungan Al yang tinggi akan tumbuh kurang baik sebagai akibat terhambatnya perkembangan akar (Taylor 1988).

Hasil uji lanjut pada diameter tanaman menunjukkan hasil yang berbeda dengan hasil penelitian Taylor (1988), yaitu tanaman pada blok I memiliki rata-rata diameter lebih besar (0.967 cm) dibandingkan rata-rata-rata-rata diameter tanaman pada blok II yang sebesar 0.546 cm (Gambar 2.4), meskipun tanah pada blok I memiliki nilai pH lebih rendah dan kandungan Al yang lebih tinggi dibandingkan blok II (Tabel 2.1). Hal ini diduga karena tanaman A. decurrens memiliki toleransi terhadap tanah masam dan tercekam Al tinggi. Toleransi tanaman terhadap tanah mineral masam dan Al tinggi disebabkan akumulasi Al didalam tanaman tidak bersifat racun bagi tanaman tersebut, sehingga tanaman tetap dapat tumbuh dan berkembang dengan baik (Kochian et al. 2004).

(38)

24

(2004) menunjukkan bahwa simbiosis fungi mikoriza dengan tanaman akan bernilai positif jika P tersedia dalam tanah sedikit, sedangkan pada tanah yang ketersediaan P–nya banyak, simbiosis tersebut tidak menguntungkan.

Pertumbuhan vegetatif merupakan proyeksi dari optimalisasi proses metabolime dalam tubuh tanaman. Hasil uji statistik menunjukkan bahwa ada pengaruh perlakuan dan kelompok terhadap laju fotosintesis tanaman. Laju transpirasi, CO2 internal dan konduktansi stomata dipengaruhi secara nyata oleh pembagian kolompok dalam penelitian ini (Tabel 2.4).

Tabel 2.4 Hasil anova fotosintesis, transpirasi, CO2 internal dan konduktansi stomata

Parameter Pengaruh berdasarkan uji pada taraf nyata <0.05 . Bartlett's Test (Normal Distribution) p-value = 0.000

FMA diketahui dapat meningkatkan laju fotosintesis dan mempercepat transportasi fotosintat menuju akar serta meningkatkan produksi hormon seperti IAA (Indole Acetic Acid), sitokinin, auksin dan giberelin dan eksudasi asam-asam organik dari akar (Abbott & Robson 1984). Rata-rata laju fotosintesis tanaman pada blok I (31.2953 µm m-² s-¹) lebih baik dibandingkan tanaman pada blok II yang sebesar 21.9785 µm m-² s-¹ (Gambar 2.5). Rata-rata laju fotosintesis terbaik ditunjukkan oleh tanaman yang diberi perlakuan FMA, yaitu M1 (blok I= 36.63 µm m-² s-¹, blok II= 24.042 µm m-² s-¹) dan M2 (blok I= 35.8 µm m-² s-¹, blok II= 24.53 µm m-² s-¹), sedangkan tanaman kontrol menunjukkan laju fotosintesis paling rendah, yaitu sebesar 21.46 µm m-² s-¹ di blok I dan 17.37 µm m-² s-¹ di blok II (Gambar 2.6).

Gambar 2.3 Rata-rata tinggi tanaman berdasarkan perlakuan.

(39)

25

Gambar 2.5 Laju fotosintesis berdasarkan blok tanam

Gambar 2.6 Laju fotosintesis berdasarkan perlakuan yang diberikan.

Laju transpirasi tanaman pada blok I (0.0183569 mol m-² s-¹) lebih baik dibandingan laju transpirasi tanaman pada blok II yang sebesar 0.0074019 mol m-² s-¹ (Gambar 2.7). Jumlah CO2 internal daun pada blok II (712.9 µm mol-1) lebih banyak dibandingkan jumlah CO2 internal daun tanaman pada blok I yang sebesar 546.4 µm mol-1 (Gambar 2.8). Konduktansi stomata terbaik dari hasil uji dilapangan menunjukkan bahwa, tanaman di blok I rata-rata memiliki nilai konduktansi stomata terbaik (546.448 mol H2O m-2 s-1) dibandingkan tanaman di blok II yang sebesar 7.615 mol H2O m-2 s-1 (Gambar 2.9).

Gambar 2.7 Laju transpirasi Gambar 2.8 CO2 internal daun

(40)

26

Gambar 2.9 Konduktansi stomata

Peran CO2 sangat penting dalam proses fotosintesis, semakin laju proses fotosintesis maka semakin banyak CO2 yang diperlukan. Jumlah CO2 yang berlebih dalam daun akan berakibat tertutupnya stomata sehingga dapat mengganggu laju transpirasi, oleh karena itu konduktansi stomata yang baik membuat stomata tertutup dengan cepat saat terjadi kelebihan CO2 didalam daun dan terbuka dengan cepat saat jumlah CO2 dalam daun sedikit (Salisbury & Ross 1992). Sebagian ahli berpendapat bahwa lepasnya H2O dalam bentuk uap dari daun tanaman selama proses transpirasi berakibat terdifusinya sejumlah CO2 di atmosfir kedalam daun sehingga meningkatkan jumlah CO2 didalam daun (Von Caemmerere et al. 1981)

Laju fotosintesis tanaman yang tinggi didukung FMA dengan menyediakan hara dalam jumlah yang cukup untuk kebutuhan tanaman. Daya jelajah hifa FMA yang luas, memungkinkan tanaman memperoleh hara lebih baik disbanding yang tanpa bantuan FMA. Sieverding (1991) menerangkan bahwa luas tanah yang dapat dijelajah oleh 1 cm akar tanaman umumnya hanya sebesar 1-2 cm3, sedangkan tanaman yang bersimbiosis dengan FMA dapat menjelajah 6-15 kali lebih luas. Aguilera et al. (1999) menjelaskan bahwa pemberian inokulan FMA pada tanaman dapat meningkatkan pertumbuhan vegetatif tanaman hingga 450%.

Peran FMA untuk membantu tanaman memperoleh unsur hara dalam jumlah yang cukup dapat dilihat dari hasil pengukuran P dan K daun. Jenis perlakuan yang diberikan serta pembagian blok tanam, tidak berpengaruh nyata terhadap nilai P pada daun. Sedangkan nilai K daun, berat kering tanaman dan nisbah pucuk akar secara statistik sangat dipengaruhi oleh perlakuan yang diberikan kepada tanaman (Tabel 2.5).

Tabel 2.5 Hasil anova P daun, K daun, berat kering tanaman dan nisbah pucuk akar

Ket. Jumlah N=3. *= berpengaruh nyata, **= tidak berpengaruh nyata. Perbandingan nilai tengah berdasarkan uji pada taraf nyata <0.05 . Bartlett's Test (Normal Distribution) p-value = 0.000

(41)

27 tanaman yang diberikan perlakuan FMA merupakan bukti bahwa tanaman kontrol yang terkolonisasi oleh FMA indigenous (Gambar 2.15) memperoleh cukup unsur P dari simbiosisnya dengan FMA. Hal ini sejalan dengan pendapat Cruz et al. (2004) yang menjelaskan bahwa FMA secara fungsional dapat membantu penyerapan hara terutama P dengan cepat karena fungsi hifa yang menyerap P dari larutan tanah, mentranslokasi P melalui hifa dan mentransfer P melewati interface ruang fungi.

Nilai K daun pada tanaman dengan perlakuan FMA (M1 blok I= 0.98%, M1 blok II= 0.90%, M2 blok I= 0.97% dan M2 blok II= 0.93%) lebih besar dibandingkan tanaman kontol yang memiliki nilai K daun sebesar 0.76% di blok I dan 0.60% di blok II (Gambar 2.10). Unsur hara yang cukup menyebabkan berat kering tanaman yang diberi perlakuan FMA khususnya M2 menunjukkan nilai yang paling besar dibandingkan tanaman dengan perlakuan lainnya yaitu sebesar 30.08 gr di blok I dan 32.67 gr di blok II. Nilai ini dua kali lebih baik dibandingkan berat kering tanaman kontrol yang memiliki berat 18.26 gr di blok I dan 12.12 gr di blok II (Gambar 2.11).

Nisbah pucuk akar tanaman yang paling tinggi ada pada tanaman dengan perlakuan M2 (Gambar 2.12). Hal ini menunjukkan bahwa rata-rata tanaman dengan perlakuan M2 memiliki ukuran pucuk yang lebih besar di bandingkan akarnya (Gambar 2.13). Semakin tinggi nisbah pucuk akar (NPA) berarti tanaman semakin peka terhadap cekaman lengas. Namun demikian, NPA yang terlalu kecil menunjukkan bibit peka terhadap persaingan untuk mendapatkan cahaya matahari (Fujimori 2001). Efisiennya pertumbuhan pada akar tanaman M2 diduga

(42)

28

merupakan respon tanaman atas kehadiran FMA pada akar yang dapat berfungsi dengan efektif untuk mengambil hara dari dalam tanah.

Gambar 2.12 Nisbah pucuk akar tanaman berdasarkan perlakuan yang diberikan

Gambar 2.13 Perbandingan pucuk dan akar tanaman. Gambar a dan b= tanaman dari blok I, gambar c dan d= tanaman dari blok II

Tanaman A. decurrens diduga memiliki toleransi terhadap kandungan Al tanah yang tinggi. Hal ini terbukti dari laju fotosintesis dan laju transpirasi tanaman pada blok I yang lebih baik dibandingkan tanaman pada blok II (Gambar 2.5 dan Gambar 2.7), meskipun tanah di blok I memiliki nilai kandungan Al hingga 12.46 dan pH tanah 2.8 (Tabel 2.1). Toleransi yang dimiliki oleh A. decurrens ini dapat dimaklumi karena menurut Sopandie (2013), pengaruh cekaman Al3+ akan berbeda pada setiap spesies tanaman tergantung seberapa besar spesies tersebut dapat mengatasi cekaman yang ada.

Hasil pewarnaan hematoxilin pada akar tanaman menunjukkan bahwa akumulasi Al lebih banyak terdapat pada bagian korteks akar dibandingkan bagian luar akar (Gambar 2.14). Umumnya keracunan Al terdapat pada bagian luar hingga ujung akar sehingga absopsi hara dan fungsi membran plasma menjadi terganggu (Ishikawa & Wagatsuma 1998). Lebih jauh diketahui bahwa kandungan Al pada bagian tanaman A. decurrens dipengaruhi secara nyata oleh jenis perlakuan yang diberikan (Tabel 2.6). Pengukuran kandungan Al pada bagian

a b c d

c

b b

b

(43)

29 tanaman A. decurrens menunjukkan bahwa tanaman dengan perlakuan FMA memiliki nilai Al yang paling tinggi di bagian akar sedangkan tanaman kontrol menunjukkan bahwa nilai Al tertinggi ada pada bagian daun tanaman (Tabel 2.7).

Gambar 2.14 Hasil pewarnaan hematoxilin pada akar tanaman A. decurrens. Gambar a dan b= akar tanaman yang tidak ditanam di lapangan, c dan d= akar tanaman kontrol, e dan f= akar tanaman dengan perlakuan M1, g dan h= akar tanaman dengan perlakuan M2

Tabel 2.6 Hasil anova akumulasi Al pada bagian tubuh tanaman

Parameter Pengaruh

Perlakuan Kelompok

Akar * tn

Batang * tn

Ranting * tn

Daun * tn

Ket. Jumlah N=3. *= berpengaruh nyata, tn= tidak berpengaruh nyata. Perbandingan nilai tengah berdasarkan uji pada taraf nyata <0.05 . Bartlett's Test (Normal Distribution) p-value = 0.000

Tabel 2.7 Jumlah kandungan Al pada bagian tubuh tanaman berdasarkan perlakuan yang diberikan

Ket. Jumlah N=3. Huruf disamping angka menunjukkan perbandingan nilai tengah berdasarkan uji Tukey pada taraf nyata <0.05

Perlakuan Al (ppm) Akar Al (ppm) Batang Al (ppm) Ranting Al (ppm) Daun Blok I Blok II Blok I Blok II Blok I Blok II Blok I Blok II CT 3.347b 2.159b 4.639a 5.928a 6.735a 5.718a 21.135a 19.641a M1 23.488a 22.468a 4.300a 3.158b 1.639b 1.050b 2.488b 2.121b M2 23.078a 22.360a 2.946b 1.692c 1.184b 0.570b 0.994c 1.107b

a b c

d e f

(44)

30

Hasil table 2.7 menjadi gambaran bahwa, tanaman A. decurrens secara alami mengakumulasi Al pada bagian daun, namun kolonisasi FMA pada akar menyebabkan banyak Al di akumulasikan dibagian korteks akar. Korteks merupakan tempat dimana FMA membentuk vesikula dan arbuskula. Menurut Chenery (1994), umumnya tanaman mengakumulasikan Al di daun, beberapa tanaman bahkan diketahui dapat mengakumulasi lebih dari 1000 mg kg-1 dibagian daunnya.

Sifat toleran tanaman A. decurrens terhadap cekaman Al menyebabkan faktor pembatas yang diduga berpengaruh paling kuat dalam pertumbuhan tanaman A. decurrens selama dilapangan adalah rendahnya unsur hara tersedia pada lahan dengan pH rendah. Hal ini menyebabkan efektivitas peran FMA semakin penting untuk membantu pertumbuhan tanaman selama di lapangan.

Efektivitas peran FMA pada tanaman tergambar dari hasil kolonisasi FMA pada akar tanaman. Secara statistik, perlakuan yang diberikan kepada tanaman dan pembagian kelompok berpengaruh nyata terhadap kolonisasi akar tanaman (Tabel 2.8). Hasil uji kolonisasi akar pada tanaman (Gambar 2.15) menunjukkan bahwa tanaman kontrol juga terkolonisasi FMA, diduga kolonisasi pada akar tanaman kontrol adalah oleh FMA indigenous.

Tabel 2.8 Hasil anova kolonisasi akar tanaman

Parameter Pengaruh

Perlakuan Kelompok

Kolonisasi * *

Ket. Jumlah N= 4. *= berpengaruh nyata. Perbandingan nilai tengah berdasarkan uji pada taraf nyata <0.05 . Bartlett's Test (Normal Distribution) p-value = 0.000

Gambar 2.15 Kolonisasi akar. Gambar a = tanaman kontrol blok II, b= tanaman M1 blok II, c= tanaman M2 blok II, d= tanaman kontrol blok I, e= tanaman M1 blok I, f= tanaman M2 blok I

a b c

(45)

31 dan 5% di blok 2 (Gambar 2.16). Tanaman pada blok I menunjukkan kolonisasi yang lebih baik (47%) dibandingkan kolonisasi tanaman di blok II yang sebesar 24% (Gambar 2.17).

Hasil kolonisasi yang dipengaruhi oleh jenis perlakuan berdampak pada jumlah glomalin yang dihasilkan oleh FMA. Uji kandungan glomalin tanah disekitar akar tanaman (Gambar 2.18) menunjukkan bahwa perlakuan yang diberikan pada tanaman memberikan pengaruh yang nyata terhadap jumlah glomalin tanah sedangkan blok tanam tidak berpengaruh nyata (Tabel 2.9).

Gambar 2.18 Total glomalin disekitar akar tanaman

Tabel 2.9 Hasil anova total glomalin disekitar akar tanaman

Parameter Pengaruh

Perlakuan Kelompok

Glomalin * tn

Ket. Jumlah N=4. *= berpengaruh nyata, tn= tidak berpengaruh nyata. Perbandingan nilai tengah berdasarkan uji pada taraf nyata <0.05 . Bartlett's Test (Normal Distribution) p-value = 0.000

(46)

32 secara nyata memiliki kandungan glomalin rata-rata lebih baik (M1 blok I= 2.25 ml, M2 blok I= 2.4 ml, M1 blok II= 1.75 ml dan M2 blok II= 2 ml) dibandingkan tanah disekitar akar tanaman kontrol yang mengandung glomalin rata-rata sebesar 0.75 ml di blok I dan 0.2 ml di blok II (Gambar 2.19).

Gambar 2.19 Rata-rata glomalin tanah disekitar akar tanaman berdasarkan perlakuan yang diberikan

Persentase hidup kumulatif tanaman pada akhir pengamatan menunjukkan bahwa tanaman di blok I memiliki persen tumbuh sebesar 23.33% sedangkan tanaman di blok II memiliki persen tumbuh 10% (Tabel 2.10). Pengamatan kemampuan survival tanaman hingga 20 minggu menunjukkan bahwa tanaman dengan perlakuan FMA lebih baik dibandingkan kontrol (Gambar 2.20).

Tabel 2.10 Persen tumbuh tanaman pada minggu ke 20

Ket. Jumlah N pada masing masing perlakuan (CT, M1, M2)= 10. Jumlah N kumulatif = 30

Gambar 2.20 Kemampuan survival tanaman

Gambar

Gambar 1  Kerangka pemikiran
Gambar 1.1  Perbandingan pertumbuhan bibit. CT = kontrol, M1 = tanaman dengan perlakuan G
Tabel 1.2  Hubungan antara kemampuan transpirasi dan dimensi tumbuh
Gambar 1.7  Rata-rata suhu permukaan daun. CT = kontrol, M1 = tanaman dengan perlakuan G
+7

Referensi

Dokumen terkait

Hasil: Hasil penelitian dengan uji statistik didapatkan perbedaan yang bermakna (p=0,000) dengan rerata pH saliva, volume saliva dan angka leukosit cairan sulkus

Berdasarkan identifikasi yang telah dikemukakan di atas, agar penelitian terarah dan tidak menyimpang dari topik yang dibahas, maka penulis memberi batasan permasalahan pada :

Perlindungan hukum terhadap anak korban perdagangan ( human trafficking) secara preventif yang dilakukan oleh Pengadilan Negeri Surakarta adalah dengan penjatuhan

Pada perlakuan kering (63.2% RPTA), hanya formula F4 yang mampu meningkatkan parameter pertumbuhan tersebut secara signifikan, sementara formula mutan (F1, F2 dan F3)

Model penilaian holistik terutama model penilaian holistik berfokus berdasarkan pendekatan komunikatif sangat berpengaruh terhadap pembelajaran jenis-jenis karangan

Sekolah sebagai agen sosialisasi memiliki ekstrakurikuler, di mana kemampuan untuk dapat berinteraksi dalam kehidupan sosial secara besar merupakan bagian dari

Hubungan antara pertumbuhan perusahaan dengan tingkat profitabilitas perusahaan menjadi sebuah topik yang sangat menarik untuk diteliti. Adanya perbedaan tujuan

Pesantren-pesantren kini menyadari untuk melakukan perubahan- perubahan dan pembangunan yang menekankan pada hal-hal yang material, walaupun tetap didasari pedoman