• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengelolaan Ekosistem Mangrove Berkelanjutan Di Pesisir Kabupaten Tangerang, Provinsi Banten

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pengelolaan Ekosistem Mangrove Berkelanjutan Di Pesisir Kabupaten Tangerang, Provinsi Banten"

Copied!
57
0
0

Teks penuh

(1)

PENGELOLAAN EKOSISTEM MANGROVE

BERKELANJUTAN DI PESISIR KABUPATEN

TANGERANG, PROVINSI BANTEN

YULISTA NOVELIYANA

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER

INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Pengelolaan Ekosistem Mangrove Berkelanjutan di Pesisir Kabupaten Tangerang, Provinsi Banten adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun yang tidak diterbitkan dari penulis telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir usulan penelitian ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dan karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Oktober 2016

(4)

RINGKASAN

YULISTA NOVELIYANA. Pengelolaan Ekosistem Mangrove Berkelanjutan di Pesisir Kabupaten Tangerang, Provinsi Banten. Dibimbing oleh YUSLI WARDIATNO dan RAHMAT KURNIA.

Ekosistem mangrove memiliki peranan penting baik secara ekologi maupun ekonomi. Keberadaan mangrove di pesisir Kabupaten Tangerang semakin memprihatinkan karena terus terjadi konversi lahan mangrove menjadi tambak. Kerusakan ekosistem mangrove dapat menyebabkan terputusnya mata rantai kehidupan antara ekosistem mangrove dengan ekosistem lain maupun di dalam ekosistem itu sendiri. Tujuan dari penelitian ini yaitu menganalisis status keberlanjutan pengelolaan ekosistem mangrove di pesisir Kabupaten Tangerang dan menentukan rekomendasi strategi pengelolaan ekosistem mangrove berkelanjutan di pesisir Kabupaten Tangerang.

Penelitian dilaksanakan pada bulan Januari-Maret 2015 dikawasan mangrove pesisir Kabupaten Tangerang. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode survey dengan purposive sample. Pengumpulan data primer dilakukan melalui pengamatan langsung (observasi) di lapangan dan wawancara terstruktur dengan bantuan kuisioner. Pengumpulan data sekunder diperoleh melalui studi literatur. Analisis data yang digunakan meliputi analisis kuantitatif dengan metode Rapid Appraisal for Fisheries (RAPFISH) dan analisis kualitatif (deskriptif).

Status keberlanjutan pengelolaan ekosistem mangrove di pesisir Kabupaten Tangerang termasuk kategori kurang berkelanjutan (47.59), dimensi ekologi termasuk kategori kurang berkelanjutan (27.59), dimensi ekonomi termasuk kategori cukup berkelajutan (58.03), dimensi sosial termasuk kategori cukup berkelanjutan (57.07) dan dimensi kelembagaan termasuk kategori kurang berkelanjutan (49.32). Strategi pengelolaan ekosistem mangrove secara berkelanjutan di Pesisir Kabupaten Tangerang sebagai berikut : meningkatkan kegiatan rehabilitasi mangrove dan menghentikan kegiatan konversi lahan mangrove, optimalisasi lahan tambak dan mengembangkan potensi sumberdaya alam yang ada sebagai mata pencaharian alternatif, meningkatkan penyuluhan dan pelatihan kepada masyarakat, meningkatkan upaya konservasi mangrove dan meningkatkan koordinasi antar stakeholder.

(5)

SUMMARY

YULISTA NOVELIYANA. Sustainability of Mangrove Ecosystem Management in Tangerang District, Province Banten. Supervised by YUSLI WARDIATNO and RAHMAT KURNIA.

Mangrove ecosystem has an important role whether ecology and economy. The existence of mangroves in the coast of Tangerang the apprehensive because continues to be conversion land mangrove fishponds. Mangrove ecosystem damage can cause breakdown of the chain of life among the mangrove ecosystem with other ecosystems as well as within the ecosystem itself. This study aimed to analyze the status of sustainable management of mangrove ecosystems in the coastal district of Tangerang and determine recommended management strategies of sustainable mangrove ecosystem in the coastal district of Tangerang.

The study held on January to March 2015 located in coastal mangrove areas Tangerang District. The method used in this study was survey with purposive sample. Primary data was done through observation the study’s object and structured interview. Secondary data obtained through the literature study. Analysis of the data using quantitative analysis method of Rapid Appraisal for Fisheries (RAPFISH) and qualitative analysis (descriptive).

Status sustainability of management mangrove ecosystems of coastal Tangerang included in the category less sustainable (47.59), the ecology dimension included in the category less sustainable (27.59), the economic dimension included in the category quite sustainable (58.03), the social dimension included in the category quite sustainable (57.07) and institutional dimensions included in the category less sustainable (49.32). Management strategy to be done : the improvement of rehabiitation projects mangrove and stop the conversion mangrove, optimization land frms and developing the potential natural resources existing as alternative livehoods, increase counseling and training to the community, increasing mangrove conservation and improve coordination between stakeholders.

(6)

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2016

Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB

(7)

PENGELOLAAN EKOSISTEM MANGROVE

BERKELANJUTAN DI PESISIR KABUPATEN

TANGERANG, PROVINSI BANTEN

YULISTA NOVELIYANA

Tesis

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains

pada

Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Pesisir dan Lautan

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(8)
(9)

LEMBAR PENGESAHAN

Judul : Pengelolaan Ekosistem Mangrove Berkelanjutan di Pesisir Kabupaten Tangerang, Provinsi Banten

Nama : Yulista Noveliyana

NIM : C252124061

Jurusan : Pengelolaan Sumberdaya Pesisir dan Lautan

Disetujui oleh

Komisi Pembimbing

Dr Ir Yusli Wardiatno, MSc Dr Ir Rahmat Kurnia, MSi Ketua Anggota

Diketahui oleh

Ketua Program Studi

Pengelolaan Sumberdaya Pesisir dan Lautan

Dr Ir Achmad Fahrudin, MSi

Dekan Sekolah Pascasarjana

Dr Ir Dahrul Syah, MScAgr

(10)
(11)

PRAKATA

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas berkat rahmat dan karunia-Nya,sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis yang berjudul “Pengelolaan Ekosistem Mangrove Berkelanjutan di Pesisir Kabupaten Tangerang, Provinsi Banten”. Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada :

1. Dr Ir Yusli Wardiatno, MSc dan Dr Ir Rahmat Kurnia, MSi selaku pembimbing, atas bimbingan dan arahannya sehingga tesis ini dapat diselesaikan.

2. Prof Mennofatria Boer, DEA selaku dosen penguji luar komisi, atas masukan sarannya sehingga tesis ini dapat diselesaikan.

3. Dr Ir Achmad Fahrudin, MSi selaku Ketua Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Pesisir dan Lautan.

4. Papa, Mama dan Kakak atas segala doa, dukungan dan kasih sayangnya. 5. Bapak Supriyadi dan keluarga, Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten

Tangerang atas bantuan dalam penyelesaian tesis ini.

6. Teman-teman SPL 2012 dan SPL 2013 atas segala suka duka serta bantuan dan kerjasama yang telah diberikan.

7. Segenap dosen dan staf serta pihak lain yang tidak dapat disebutkan satu persatu atas ilmu dan bantuan yang diberikan.

Penulis menyadari bahwa penulisan tesis ini belum sempurna. Saran dan kritik yang membangun sangat penulis harapkan dalam penyempurnaan tesis ini. Semoga tesis ini dapat bermanfaat.

Bogor, Oktober 2016

(12)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL xii

DAFTAR GAMBAR xii

DAFTAR LAMPIRAN xiii

DAFTAR PUSTAKA 30

LAMPIRAN 34

Kondisi Umum Lokasi Penelitian 12

Kondisi Sosial Ekonomi Masyarakat 13

Sumberdaya Perikanan di Pesisir Kabupaten Tangerang 13

Tambak 14

Kondisi Mangrove di Pesisir Kabupaten Tangerang 16 Status Keberlanjutan Pengelolaan Ekosistem Mangrove 17 Status keberlanjutan dimensi ekologi 17 Status keberlanjutan dimensi ekonomi 19

Status keberlanjutan dimensi sosial 20

Status keberlanjutan dimensi kelembagaan 22 Status Keberlanjutan Multidimensi Pengelolaan Ekosistem Mangrove 24 Strategi Pengelolaan Ekosistem Mangrove Berkelanjutan 26

(13)

DAFTAR TABEL

1 Jenis Dan Sumber Data 6

2 Kriteria Dalam Penilaian Setiap Atribut 11

3 Kategori Status Keberlanjutan Ekosistem Mangrove 11 4 Lokasi-Lokasi Wilayah Pesisir Di Kabupaten Tangerang 12 5 Jumlah Penduduk di Pesisir Kabupaten Tangerang 13 6 Persebaran Luas Area Pertambakan di Pesisir Kabupaten Tangerang 15 7 Nilai Indeks Keberlanjutan Pengelolaan Ekosistem Mangrove di

Pesisir Kabupaten Tangerang 25

8 Nilai Statistik Hasil Analisis Rapfish pada Masing-Masing Dimensi Pengelolaan Ekosisten Mangrove di Kabupaten Tangerang 26

9 Atribut Sensitif dari Setiap Dimensi 26

DAFTAR GAMBAR

1 Kerangka Pikir Penelitian 3

2 Peta Lokasi Penelitian di Pesisir Kabupaten Tangerang 5

3 Tahapan Metode RAPFISH dalam Perikanan 9

4 Produksi Penangkapan Ikan di Laut 14

5 Pemanfaatan Lahan Potensi Perikanan 14

6 Produksi Tambak Ikan Bandeng Dan Udang di Kabupaten

Tangerang 2010 – 2014 15

7 Penyusutan Luas Mangrove di Pesisir Kabupaten Tangerang 16 8 Hasil Analisis Rapfish Untuk Dimensi Ekologi Pengelolaan

Ekosistem Mangrove Di Pesisir Kabupaten Tangerang 17 9 Hasil Analisis Leverage Untuk Dimensi Ekologi 18 10 Hasil Analisis Rapfish Untuk Dimensi Ekonomi Pengelolaan

Ekosistem Mangrove di Pesisir Kabupaten Tangerang 19 11 Hasil Analisis Leverage Untuk Dimensi Ekonomi 19 12 Hasil Analisis Rapfish Untuk Dimensi Sosial Pengelolaan

Ekosistem Mangrove di Pesisir Kabupaten Tangerang 21 13 Hasil Analisis Leverage Untuk Dimensi Sosial 21 14 Hasil Analisis Rapfish Untuk Dimensi Kelembagaan Pengelolaan

Ekosistem Mangrove di Pesisir Kabupaten Tangerang 23 15 Hasil Analisis Leverage Untuk Dimensi Kelembagaan 24 16 Hasil Analisis Rapfish Multidimensi Pengelolaan Ekosistem

Mangrove Di Pesisir Kabupaten Tangerang 24

17 Diagram Layang Indeks Keberlanjutan Pengelolaan Ekosistem

(14)

DAFTAR LAMPIRAN

1 Hasil penilaian (pemberian skor) untuk setiap atribut 34 2 Data panjang abrasi pesisir Kabupaten Tangerang 39 3 Hasil analisis Monte Carlo dimensi ekologi pengelolaan ekosistem

mangrove di pesisir Kabupaten Tangerang 40

4 Hasil analisis Monte Carlo dimensi ekonomi pengelolaan ekosistem

mangrove di pesisir Kabupaten Tangerang 40

5 Hasil analisis Monte Carlo dimensi sosial pengelolaan ekosistem

mangrove di pesisir Kabupaten Tangerang 41

6 Hasil analisis Monte Carlo dimensi kelembagaan pengelolaan ekosistem mangrove di pesisir Kabupaten Tangerang 41 7 Hasil analisis Monte Carlo multidimensi pengelolaan ekosistem

(15)

1

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Ekosistem mangrove merupakan salah satu ekosistem paling produktif di daerah pesisir subtropis dan tropis (Nagelkerken et al. 2008). Sekitar 3 juta ha

hutan mangrove tumbuh di sepanjang 95.000 km pesisir Indonesia (Giri et al. 2011). Ekosistem mangrove mempunyai fungsi strategis sebagai

produsen primer yang mampu menopang dan menstabilkan ekosistem darat maupun perairan disekitarnya (Pramudji 2004). Ekosistem mangrove berbeda dengan ekosistem lainnya, komponen dasar dari rantai makanan di ekosistem mangrove bukanlah tumbuhan mangrove itu sendiri, melainkan serasah yang berasal dari tumbuhan mangrove seperti daun, ranting, buah dan batang. Serasah mangrove mengalami dekomposisi menjadi detritus yang sebagian mendukung rantai makanan di ekosistem mangrove (Tue et al. 2012; Yong et al. 2011; Sukardjo 2002). Kerusakan ekosistem mangrove dapat menyebabkan terputusnya mata rantai kehidupan antara ekosistem mangrove dengan ekosistem lain maupun di dalam ekosistem itu sendiri.

Luas mangrove di Provinsi Banten sekitar 2 936,19 ha. Mangrove terluas

terdapat di Kabupaten Pandeglang dan Kabupaten Tangerang (Bakosurtanal 2009). Luas mangrove di pesisir kabupaten Tangerang telah

mengalami penurunan sangat drastis dalam kurun waktu 10 tahun terakhir. Luas mangrove yang tersisa pada tahun 2013 hanya sekitar 222.9 ha (DKP Kabupaten Tangerang 2013). Kerusakan mangrove disebabkan karena besarnya arus gelombang dari laut Jawa ke arah daratan, adanya penebangan pohon, pengembangan kawasan industri serta konversi lahan menjadi areal tambak. Kegiatan usaha budidaya tambak di pesisir Kabupaten Tangerang memiliki potensi yang cukup besar sehingga terus terjadi pengembangan usaha budidaya dibeberapa kecamatan (Wulandari 2014). Menurut Mayudin (2012), pemanfaatan mangrove seperti pengambilan hasil hutan dan konversi lahan mangrove menjadi tambak dapat meningkatkan pendapatan masyarakat dan kesempatan kerja, namun di sisi lain terjadi penyusutan mangrove yang dapat mengganggu ekosistem perairan kawasan sekitarnya.

Kabupaten Tangerang belum mampu memanfaatkan sumberdaya pesisir yang berkelanjutan. Pemanfaatan sumberdaya pesisir yang terjadi mengarah pada kerusakan lebih dengan adanya krisis multidimensi yang dihadapi oleh negara (Bappeda Kabupaten Tangerang 2012). Upaya pengelolaan ekosistem mangrove yang ada di pesisir Tangerang masih terbatas, baik dari dana, sumberdaya manusia, sarana prasarana serta informasi, sehingga tidak mampu meningkatkan keberlanjutan fungsi dan manfaat ekosistem mangrove. Pengelolaan ekosistem mangrove perlu memenuhi kriteria pembangunan berkelanjutan yang mengintegrasikan kepentingan ekonomi dan kelestarian lingkungan (Pattimahu et al. 2010). Keberlanjutan ekosistem mangrove dalam penelitian ini memperhatikan beberapa dimensi seperti, dimensi ekologi, ekonomi, sosial dan kelembagaan. Salah satu tools yang dapat digunakan untuk mengetahui status keberlanjutan suatu sumberdaya adalah Rapid Appraisal for Fisheries (RAPFISH)

(16)

2

Pitcher 2004). Rapid Appraisal for Fisheries dapat menjelaskan keberlanjutan secara kuantitatif berdasarkan kriteria yang telah ditentukan untuk diwakili dalam analisis numerik dengan sejumlah atribut yang diberi skor sesuai dengan kriteria penilaian yang ditentukan.

Perumusan Masalah

Keberadaan ekosistem mangrove memberikan manfaat bagi lingkungan dan penduduk sekitarnya. Pemanfaatan mangrove yang semakin tidak terkendali dapat mengakibatkan kerusakan ekosistem mangrove. Faktor-faktor yang mendorong kerusakan ekosistem mangrove dapat berasal dari aktivitas manusia seperti budidaya tambak dan penebangan kayu ataupun pembangunan di darat seperti industri, pemukiman dan pertanian. Aktivitas tersebut dapat menimbulkan dampak negatif terhadap keberadaan dan keberlanjutan fungsi ekosistem mangrove.

Terdapat dua jenis dampak konversi dan pemanfaatan mangrove, yaitu dampak terhadap lingkungan fisik dan biologis serta dampak terhadap lingkungan sosial ekonomi. Dampak fisik dan biologis yang dimaksud berkaitan dengan aspek amunitas dan ketersediaan sumber penghasilan dari keberadaan mangrove dikawasan sekitar tempat tinggal masyarakat. Dampak ini juga dapat berupa penurunan keragaman, stabilitas dan produktifitas biologis. Dampak sosial ekonomi berkaitan dengan keuntungan dan kerugian, tingkat pendapatan masyarakat dan pemanfaatan sumberdaya alam (Rusdianti dan Sunito 2012). Kondisi sosial ekonomi masyarakat yang tinggal di sekitar ekosistem mangrove serta kurangnya pemahaman masyarakat tentang fungsi dan manfaat mangrove merupakan salah satu masalah dalam usaha menyelamatkan ekosistem mangrove. Berdasarkan uraian tersebut maka beberapa permasalahan yang akan dikaji dalam penelitian ini diantaranya yaitu :

1) Bagaimana kondisi lingkungan ekosistem mangrove yang ada di pesisir Kabupaten Tangerang

2) Bagaimana kondisi sosial ekonomi masyarakat di sekitar pesisir Kabupaten Tangerang

3) Sejauh mana status keberlanjutan pengelolaan mangrove di pesisir Kabupaten Tangerang

4) Bagaimana arahan kebijakan dan strategi pengelolaan kawasan mangrove di pesisir Kabupaten Tangerang

Tujuan Penelitian Penelitian yang dilakukan bertujuan :

1) Menganalisis status keberlanjutan pengelolaan ekosistem mangrove di pesisir Kabupaten Tangerang

(17)

Gambar 1 Kerangka pikir penelitian Ekosistem Mangrove

Eksploitasi

Degradasi

Evaluasi Pengelolaan

Status Keberlanjutan

(18)

4

Manfaat Penelitian

Manfaat dari penelitian ini diharapkan dapat diketahui status keberlanjutan pengelolaan ekosistem mangrove di Kabupaten Tangerang sehingga dapat menjadi bahan pertimbangan untuk menentukan arahan strategi pengelolaan ekosistem mangrove yang berkelanjutan di pesisir Kabupaten Tangerang.

Kerangka Pemikiran

(19)

2 METODE PENELITIAN

Waktu dan Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Januari - Maret 2015 di kawasan hutan mangrove yang terdapat di pesisir Kabupaten Tangerang, Banten (Gambar 2). Penentuan lokasi penelitian didasarkan pada pertimbangan bahwa sebagian besar wilayah pesisir di Kabupaten Tangerang ini telah mengalami kerusakan sehingga perlu dilakukan pengelolaan berkelanjutan yang dapat mendukung untuk memenuhi kebutuhan masyarakat sekitar.

.

Gambar 2 Peta lokasi penelitian di pesisir Kabupaten Tangerang

Metode Pengumpulan Data

Data yang digunakan dalam penelitian ini merupakan data primer dan data sekunder. Pengumpulan data primer dilakukan melalui pengamatan langsung (observasi) di lapangan dan wawancara terstruktur dengan bantuan kuisioner. Pengumpulan data sekunder diperoleh melalui survei pada instansi terkait, studi literatur dan data pendukung lainnya yang berkaitan dengan penelitian yang dilakukan. Adapun data yang diperlukan dalam penelitian ini dapat dilihat pada Tabel 1.

(20)

6

Tabel 1 Jenis dan sumber data

(21)

No. Tujuan Peubah Jenis Data Sumber Data Metode

terkait -Studi literatur

- Keterlibatan

(22)

8

Analisis Data

Analisis kualitatif

Penelitian kualitatif merupakan suatu metode berganda dalam fokus yang melibatkan pendekatan interpretatif dan wajar pada setiap pokok permasalahan sehingga penelitian kualitatif bekerja dalam setting alami yang berupaya untuk memahami dan memberi tafsiran pada fenomena yang dilihat (Rahmat 2009). Menurut Andriani (2002), analisis difokuskan pada jawaban responden terhadap pertanyaan yang diajukan. Data yang terkumpul berupa kata-kata hasil observasi dan wawancara yang kemudian dibuat transkripnya.

Analisis kuantitatif

Penelitian kuantitatif merupakan penelitian yang arah dan fokusnya melalui uji teoritik, membangun atau menyusun fakta dan data, deskripsi statistik, kejelasan hubungan dan prediksi (Musianto 2002). Sampel yang digunakan adalah 80 responden yang merupakan masyarakat sekitar yang terlibat dalam pengelolaan dan memiliki kepentingan dengan ekosistem mangrove. Analisa data dilakukan dengan memprosentasekan hasil kuisioner yang diperoleh berdasarkan jawaban responden.

Analisis status keberlanjutan

Analisis keberlanjutan pengelolaan mangrove di pesisir Kabupaten Tangerang dilakukan dengan metode Rapid Appraisal for Fisheries (RAPFISH). Rapid Appraisal for Fisheries (RAPFISH) merupakan metode penilaian keberlanjutan yang berbasiskan pendekatan multidimensional scalling (MDS). Konsep dasar MDS adalah proses menentukan koordinat posisi tiap obyek dalam suatu peta multi dimensi sehingga jarak antar obyek pemetaan akan sesuai dengan nilai kedekatan dalam input datanya. Ukuran kedekatan antar pasangan obyek berupa nilai kemiripan (similarity) atau nilai ketidakmiripan (dissmilarity) (Bae et al. 2012). Dalam metode MDS, jarak kecil antara dua titik sesuai dengan korelasi yang tinggi antar dua obyek dan jarak yang besar sesuai dengan korelasi yang rendah (Machado et al. 2011). Metode MDS akan mereduksi ruang multidimensi tersebut menjadi ruang berdimensi kecil dengan tetap sedapat mungkin mempertahankan karakter jarak antar titik pada obyek tersebut. Melalui proses reduksi dimensi ini maka posisi dan jarak antar titik tersebut akan mudah digambarkan, sehingga pada akhirnya indeks yang merupakan representasi status keberlanjutan pengelolaan mangrove relatif terhadap kondisi ideal pengelolaan berkelanjutan dapat ditentukan (Susilo 2003).

Teknik ordinasi (penentuan jarak) di dalam MDS pada jarak Euclidian yang dalam ruang berdimensi n dapat ditulis sebagai berikut (Alder et al. 2000):

(23)

Konfigurasi atau ordinasi dari suatu objek atau titik di dalam MDS kemudian diaproksimasi dengan meregresikan jarak Euclidian (dij) dari titik i ke titik j dengan titik asal (dij) sebagaimana persamaan berikut :

= + +

Metode ALSCAL mengoptimasi jarak kuadrat terhadap kuadrat, yang dalam tiga dimensi ditulis dalam formula yang disebut S-Stress sebagai berikut :

= 1 ∑ ∑∑ ∑

Dimana jarak kuadrat merupakan jarak Euclidian yang dibobot, atau ditulis :

= w −

Gambar 3 Tahapan metode RAPFISH dalam perikanan Sumber : Alder et al. (2000)

Mulai

Review atribut Identifikasi dan pendefinisian perikanan

Penentuan nilai skor dan titik referensi nilai tengah, buruk dan

Ordinasi MDS

Simulasi Monte Carlo Analisis Leverage

Status Keberlanjutan

(24)

10

Metode RAPFISH dilakukan dengan menentukan atribut dari masing-masing dimensi yaitu, dimensi ekologi, ekonomi, sosial dan kelembagaan. Penentuan atribut dari masing-masing dimensi dipilih berdasarkan atribut yang dapat merepresentasikan keberlanjutan pengelolaan mangrove di pesisir Kabupaten Tangerang. Setiap atribut akan diberi nilai sesuai dengan kriteria nilai yang telah ditentukan (Tabel 2). Pemberian nilai setiap atribut menggambarkan kondisi keberlanjutan pengelolaan ekosistem mangrove. Nilai “buruk” merupakan cerminan kondisi yang paling tidak menguntungkan dalam suatu pengelolaan, sedangkan nilai “baik” mencerminkan kondisi yang paling menguntungkan dalam pengelolaan sumberdaya. Data yang diperoleh dari masing-masing atribut kemudian dianalisis menggunakan software RAPFISH untuk mengetahui status keberlanjutan sumberdaya tersebut. Hasil statusnya menggambarkan keberlanjutan setiap dimensi yang dikaji dalam bentuk skala 0 sampai 100 (Pitcher and Preikshot 2001). Penentuan status keberlanjutan dibagi kedalam empat kategori yang disajikan pada Tabel 3. Jika sistem yang dikaji mempunyai nilai indeks > 75 maka pengelolaan tersebut berkelanjutan dan sebaliknya jika < 75 maka sistem tersebut belum berkelanjutan.

(25)

Tabel 2 Kriteria dalam penilaian setiap atribut

Dimensi Atribut Kriteria Nilai Baik Buruk Ekologi Tekanan lahan mangrove 0; 1; 2; 0 2

Abrasi pantai 0; 1; 2; 0 2 Rehabilitasi mangrove 0; 1; 2; 2 0 Kerapatan mangrove 0; 1; 2; 2 0 Produksi perikanan tangkap 0; 1; 2; 2 0 Ekonomi Rerata penghasilan

masyarakat terhadap UMR 0; 1; 2; 2 0 Sosial Pengetahuan masyarakat

tentang ekosistem Sumber : Santoso (2012); Pattimahu et al. (2010); Ramadhani (2015)

Tabel 3 Kategori status keberlanjutan ekosistem mangrove

(26)

12

3 HASIL DAN PEMBAHASAN

Kondisi Umum Lokasi Penelitian

Kabupaten Tangerang berada pada koordinat 106o20’-106o43’ Bujur Timur dan 6o00’- 6o20’ Lintang Selatan. Batas wilayah administrasi Kabupaten Tangerang sebelah utara berbatasan dengan Laut Jawa, sebelah timur berbatasan dengan Provinsi DKI Jakarta dan Kota Tangerang, sebelah selatan berbatasan dengan Kabupaten Bogor dan Kota Depok serta sebelah barat berbatasan dengan Kabupaten Serang dan Lebak. Wilayah bagian utara merupakan wilayah pesisir sepanjang ± 51 km2 yang meliputi delapan kecamatan (Tabel 4).

Tabel 4 Lokasi-lokasi wilayah pesisir di Kabupaten Tangerang No. Kecamatan Desa/ Keluraha Pesisir 4 Sukadiri Karang Serang

5 Mauk Mauk Barat

Secara topografi, Kabupaten Tangerang terdiri dari dataran rendah dan dataran tinggi. Dataran rendah (0-25 m diatas permukaan laut) meliputi Kecamatan Teluk Naga, Mauk, Kemiri, Sukadiri, Kresek, Kronjo, Pakuhaji dan Sepatan. Dataran tinggi (> 25 m diatas permukaan laut) dari bagian tengah kearah selatan. Suhu rata-rata di Kabupaten Tangerang mencapai 27.8 oC, sedangkan

(27)

yang tinggi akan memberikan limpahan air tawar yang lebih banyak kedalam badan sungai dan selanjutnya menuju muara.

Kondisi Sosial Ekonomi Masyarakat

Wilayah Kabupaten Tangerang memiliki luas 959.60 km2 yang terbagi dalam 29 kecamatan, 246 desa dan 28 kelurahan. Jumlah penduduk Kabupaten Tangerang tahun 2014 mencapai 3 264 776 jiwa, terdiri dari 1 671 390 laki-laki dan 1 593 386 perempuan, sedangkan penduduk yang berada di wilayah pesisir berjumlah 691 709 jiwa. Wilayah pesisir yang memiliki kepadatan penduduk tertinggi terdapat di Kecamatan Kosambi yaitu sebesar 5 107 jiwa/km2 (Tabel 5).

Tabel 5 Jumlah penduduk di pesisir Kabupaten Tangerang

No Kecamatan Luas Wilayah Jumlah Penduduk Kepadatan Penduduk (km2) (Jiwa) (Jiwa/km2) 1 Kosambi 29.76 151 972 5 107

2 Teluk Naga 40.58 155 317 3 827 3 Pakuhaji 51.87 110 928 2 139 4 Sukadiri 24.14 55 543 2 301 5 Mauk 51.42 81 517 1 585 6 Kemiri 32.70 42 294 1 293 7 Kronjo 44.23 57 350 1 297 8 Mekar Baru 23.82 36 788 1 544 Total 298.52 691 709 19 093 Sumber: BPS Kabupaten Tangerang (2015)

Tahun 2014, jumlah penduduk usia kerja di Kabupaten Tangerang sebanyak

2 340 273 jiwa, dimana 1 467 353 jiwa merupakan angkatan kerja dan 872 920 jiwa bukan angkatan kerja. Dari angkatan kerja yang ada, sebanyak 1 343 329 jiwa bekerja dan 124 024 jiwa merupakan pengangguran. Sebagian besar penduduk yang berusia 15 tahun keatas bekerja dibidang industri (46.92%); pertanian, perkebunan, perburuan dan perikanan (6.21%) serta dibidang jasa kemasyarakatan, sosial dan perjiwaan (14.03%) (BPS Kabupaten Tangerang 2015).

Sumberdaya Perikanan di Pesisir Kabupaten Tangerang

(28)

14

Gambar 4 Produksi penangkapan ikan di laut Sumber: DKP Kabupaten Tangerang (2015)

Tambak

Tambak merupakan salah satu kegiatan usaha budidaya perikanan yang banyak dilakukan di daerah-daerah pesisir dan lahan basah. Pemanfaatan lahan potensi perikanan budidaya di Kabupaten Tangerang disajikan pada Gambar 5. Berdasarkan Gambar 5 dapat dilihat bahwa pemanfaatan lahan sebagai tambak bandeng memiliki persentase tertinggi yaitu 78% sedangkan pemanfaatan terendah adalah rawa yang hanya sebesar 1%.

Gambar 5 Pemanfaatan lahan potensi perikanan Sumber: DKP Kabupaten Tangerang (2013)

Area pertambakan di Kabupaten Tangerang tersebar di beberapa kecamatan seperti yang tersaji pada Tabel 6. Berdasarkan data yang ada, luas tambak pada tahun 2013 meningkat menjadi 4 115.93 ha. Hal ini menunjukkan bahwa terjadi penambahan luas sebesar 1 581.93 ha dibandingkan tahun sebelumnya. Penambahan yang sangat signifikan terjadi di Kecamatan Teluk Naga sebesar 851.2 ha. Masyarakat Kampung Garapan yang terletak di Desa Tanjung Pasir,

2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014

(29)

Kecamatan Teluk Naga telah merasakan dampak akibat konversi lahan yang terjadi yaitu, abrasi pantai sepanjang satu kilometer dan ombak besar yang menelan 20 – 100 meter pantai sehingga banyak rumah penduduk yang harus dipindahkan.

Tabel 6 Persebaran luas area pertambakan di Pesisir Kabupaten Tangerang

No. Kecamatan 2012 Luas Tambak (ha) 2013 - 2015

Budidaya tambak yang ada di sekitar kawasan mangrove umumnya adalah tambak ikan bandeng dan udang. Produksi tambak ikan bandeng dan udang di Kabupaten Tangerang selama 5 tahun terakhir mengalami fluktuasi (Gambar 6). Hasil produksi tambak ikan bandeng lebih tinggi dibandingkan tambak udang.

Ikan bandeng merupakan komoditas dengan hasil produksi tertinggi mencapai 6 402.90 ton pada tahun 2014. Produksi tambak ikan bandeng cenderung

mengalami peningkatan. Hal ini tidak jauh berbeda dengan produksi udang yang juga mengalami peningkatan selama 2 tahun terakhir.

Gambar 6 Produksi tambak ikan bandeng dan udang di Kabupaten Tangerang 2010-2014 Sumber : BPS Kabupaten Tangerang (2015)

5230,10

5927,50

5659,00

6234,90 6402,90

981,7 983,98 751,6 893,9 990,7

0,00

2010 2011 2012 2013 2014

(30)

16

Kondisi Mangrove di Pesisir Kabupaten Tangerang

Mangrove yang ada di pesisir Kabupaten Tangerang terdiri dari Avicennia marina, Avicennia alba, Rhizophora mucronata, Sonneratia caseolaris (Aida et al. 2014); Avicennia dan Rhizophora (Muzani 2014). Faktor lingkungan

dapat mempengaruhi dan menunjang ekosistem mangrove baik secara langsung maupun tidak langsung (Lewis 2005). Kualitas lingkungan perairan ekosistem mangrove di pesisir Kabupaten Tangerang secara umum masih berada pada batas

normal. Kondisi perairan di daerah Tanjung Pasir memiliki kisaran suhu 24.7 oC – 32.7 oC dengan pH 6.2 – 7.5 (Muzani 2014) dan kondisi perairan di

daerah pesisir Kronjo berkisar antara 29 oC – 37 oC dengan pH 6.0 – 8.0 (Aida et al. 2014).

Gambar 7 Penyusutan luas mangrove di pesisir Kabupaten Tangerang Sumber : Dinas Kehutanan dan Perkebunan Provinsi Banten; Dinas Lingkungan

Hidup Kabupaten Tangerang (2012) in Muzani (2014)

Ekosistem mangrove di pesisir Kabupaten Tangerang telah banyak mengalami kerusakan yang mengakibatkan penurunan luasan mangrove. Luas ekosistem mangrove pada tahun 1996 adalah 487.5 ha sedangkan pada tahun 2012 luasnya hanya sekitar 222.9 ha. Pengurangan luas ekosistem mangrove mencapai 264.6 ha selama 16 tahun. Penurunan tertinggi terjadi pada tahun 2003 sebesar 133.62 ha.

(31)

Status Keberlanjutan Pengelolaan Ekosistem Mangrove

Penentuan status keberlanjutan ekosistem mangrove di pesisir Kabupaten Tangerang dilakukan menggunakan metode RAPFISH. Analisis dilakukan dengan memberikan penilaian (skor) terhadap setiap atribut dari masing-masing dimensi yaitu, dimensi ekologi, ekonomi, sosial dan kelembagaan. Hasil penilaian (skor) dari setiap atribut disajikan pada Lampiran 1. Status keberlanjutan diwakilkan oleh besar kecilnya kisaran nilai yang dihasilkan dalam ordinasi RAPFISH pada setiap dimensi.

Status Keberlanjutan Dimensi Ekologi

Dimensi ekologi merupakan cerminan dari baik buruknya lingkungan sumberdaya mangrove (Hartono et al. 2005). Berdasarkan hasil analisis RAPFISH terhadap empat atribut dalam dimensi ekologi menunjukkan bahwa nilai indeks keberlanjutan dimensi ekologi sebesar 27.59 dan termasuk kategori tidak berkelanjutan (Gambar 8).

Gambar 8 Hasil analisis Rapfish untuk dimensi ekologi pengelolaan ekosistem mangrove di pesisir Kabupaten Tangerang

Analisis leverage dilakukan untuk mengetahui atribut yang sensitif mempengaruhi indeks keberlanjutan pada dimensi ekologi. Berdasarkan hasil analisis leverage, diketahui bahwa dari empat atribut pada dimensi ekologi terdapat tiga atribut yang lebih sensitif dibandingkan atribut lainnya, yaitu rehabilitasi mangrove, produksi perikanan tangkap, dan abrasi pantai (Gambar 9). Pertumbuhan penduduk yang tinggi dan pesatnya kegiatan pembangunan di wilayah pesisir serta kebutuhan lahan yang semakin meningkat menyebabkan tekanan ekologis terhadap wilayah pesisir. Kabupaten Tangerang akan terus mengalami perkembangan pembangunan dan tekanan terhadap wilayah pesisir

(32)

18

akan terus terjadi (Bappeda Kabupaten Tangerang 2012), salah satunya tekanan terhadap ekosistem mangrove. Pemanfaatan mangrove tidak saja dilakukan dalam bentuk pengambilan hasil hutan, tetapi berkembang ke bentuk pemanfaatan lahan mangrove. Adanya perubahan tata guna lahan mangrove menjadi tambak, pemukiman, pertanian dan industri serta pemanfaatan lain secara berlebihan dapat merusak ekosistem mangrove.

Gambar 9 Hasil analisis leverage untuk dimensi ekologi

Kerusakan ekosistem pesisir selalu diikuti dengan permasalahan-permasalahan lingkungan seperti abrasi, sedimentasi, menurunnya produksi perikanan dan lain sebagainya. Proses abrasi dan sedimentasi pada dasarnya merupakan proses yang terjadi secara alami, namun demikian khusus di kawasan Tanjung Anom dan Tanjung Burung serta Pulau Cangkir, kecepatan dan akibat yang ditimbulkannya juga sangat dipengaruhi oleh kegiatan manusia yang telah merusak mangrove dan pembangunan di daerah yang secara geologi masih labil (Bappeda Kabupaten Tangerang 2012). Menurut Vatria (2010), pada tahun 2005 sedikitnya telah terjadi 7 kasus abrasi pantai di wilayah Indonesia, salah satunya di Pantura Tangerang. Panjang pantai yang telah terabrasi di pesisir Kabupaten Tangerang sepanjang 48.1 km (Lampiran 2).

(33)

menanam bibit/ benih di daerah diluar jangkauan kambing, yaitu tempat yang selalu tergenang air atau berlumpur (Khazali 1999).

Status Keberlanjutan Dimensi Ekonomi

Dimensi ekonomi merupakan dimensi yang juga berpengaruh terhadap keberlanjutan ekosistem mangrove. Kehidupan masyarakat pesisir sangat bergantung pada keberadaan ekosistem mangrove. Berdasarkan hasil analisis RAPFISH (Gambar 10), nilai indeks keberlanjutan dimensi ekonomi sebesar 58.03 dan termasuk kategori cukup berkelanjutan.

Gambar 10 Hasil analisis Rapfish untuk dimensi ekonomi pengelolaan ekosistem mangrove di pesisir Kabupaten Tangerang

Pada dimensi ekonomi terdapat tiga atribut yang memiliki sensitivitas yang lebih tinggi dibandingkan atribut lainnya, yaitu jumlah penduduk miskin Kabupaten Tangerang, rencana pengelolaan ekosistem mangrove dan rerata penghasilan masyarakat terhadap UMR (Gambar 11).

(34)

20

Penduduk miskin di Kabupaten Tangerang pada tahun 2013 berjumlah 183 900 jiwa sedangkan jumlah penduduk miskin di Provinsi Banten 677 500 jiwa (BPS Provinsi Banten 2014). Berdasarkan data BPS Provinsi Banten (2014), persentase penduduk miskin di Kabupaten Tangerang sebesar 5.82%. Dari seluruh kabupaten/kota yang ada di Provinsi Banten, Kota Tangerang Selatan mempunyai persentase penduduk miskin terkecil (1.75%), sedangkan Kabupaten Pandeglang mempunyai persentase penduduk miskin terbesar (10.25%).

Sebagian besar masyarakat di pesisir Kabupaten Tangerang berprofesi sebagai nelayan. Berdasarkan hasil wawancara, diperoleh data bahwa rata-rata penghasilan responden sebesar Rp 2 108 750/bulan. Hasil ini lebih rendah jika dibandingkan dengan Upah Minimum Regional (UMR) Kabupaten Tangerang. Berdasarkan Keputusan Gubernur Banten Nomor 561/Kep.506-Huk/2014 tentang Penetapan Upah Minimum Kabupaten/ Kota di Provinsi Banten Tahun 2015, ditetapkan bahwa UMR Kabupaten Tangerang tahun 2015 sebesar Rp 2 710 000. Keberadaan ekosistem mangrove memberikan banyak manfaat bagi masyarakat sekitarnya, salah satunya dapat menjadi sumber mata pencaharian. Ekosistem mangrove menyediakan daerah asuhan untuk ikan, udang dan kepiting serta

mendukung produksi perikanan di wilayah pesisir (Romadhon 2008; Manson et al. 2005). Kondisi ekosistem mangrove yang baik akan dapat

meningkatkan hasil produksi sehingga pendapatan nelayan dan petambak juga dapat meningkat. Untuk memperbaiki keberlanjutan dimensi ekonomi maka kesejahteraan masyarakat perlu diperhatikan terutama kesejahteraan nelayan.

Pengelolaan ekosistem mangrove bertujuan untuk menciptakan ekosistem yang produktif dan berkelanjutan. Pengelolaan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil meliputi kegiatan perencanaan, pemanfaatan, pengawasan dan pengendalian. Menurut Khomsin (2005), salah satu indikator tercapainya pengembangan program pengelolaan wilayah pesisir di suatu wilayah adalah keberadaan mangrove yang sesuai dengan kaidah fungsinya.

Status Keberlanjutan Dimensi Sosial

Dimensi sosial berkaitan dengan kehidupan masyarakat setempat serta pengaruhnya terhadap ekosistem mangrove. Atribut dalam dimensi sosial dapat menggambarkan bagaimana pemanfaatan sumberdaya perairan terutama ekosistem mangrove berpengaruh terhadap masyarakat sekitar (Ramadhani 2015). Berdasarkan hasil analisis RAPFISH (Gambar 12), nilai indeks keberlanjutan dimensi sosial sebesar 57.06 dan termasuk kategori cukup berkelanjutan.

Berdasarkan hasil analisis leverage terhadap 5 atribut dimensi sosial diperoleh empat atribut sensitif yang mempengaruhi indeks nilai keberlanjutan yaitu partisipasi masyarakat dalam pengelolaan mangrove, tingkat konflik antar nelayan dan tingkat pendidikan masyarakat Kabupaten Tangerang (Gambar 13).

(35)

partisipasi masyarakat dapat berupa kontribusi tenaga, pikiran, waktu dan dana yang dicurahkan dalam perencanaan, pelaksanaan dan pengawasan kegitan pengelolaan/ pelestarian lingkungan (Gumilar 2012). Menurut Harja (2001), seseorang akan ikut berpartisipasi jika merasa bahwa keikutsertaannya akan memberikan keuntungan dan manfaat bagi dirinya. Dalam proses pemberdayaan masyarakat yang diperlukan bukan hanya kesiapan dari aparatur dan instansi pemerintah lainnya sebagai institusi formal, akan tetapi juga diperlukan kesiapan dari seluruh komponen lokal masyarakat pesisir (Marlon et al. 2005).

Gambar 12 Hasil analisis Rapfish untuk dimensi sosial pengelolaan ekosistem mangrove di pesisir Kabupaten Tangerang

(36)

22

Pengetahuan masyarakat berkaitan dengan pemahaman masyarakat tentang kondisi ekosistem mangrove serta fungsi dan manfaat ekosistem mangrove. Hasil penelitian Ratnawati et al. (2014), menunjukkan bahwa tingkat pengetahuan berpengaruh signifikan terhadap tingkat kepedulian, artinya semakin tinggi pengetahuan dan pemahaman masyarakat terhadap fungsi dan manfaat hutan mangrove dan hutan payau maka akan semakin tinggi tingkat kepedulian masyarakat terhadapa hutan mangrove. Hasil penelitian yang diperoleh berdasarkan kuisioner menunjukkan bahwa 66.25% masyarakat memahami tentang ekosistem mangrove sedangkan 33.75% masyarakat kurang memahami. Meskipun pengetahuan masyarakat sudah dirasa cukup baik, namun dapat lebih ditingkatkan dengan memberikan bimbingan dan penyuluhan tentang fungsi dan arti penting ekosistem mangrove bagi kehidupan.

Tingkat pendidikan dapat mempengaruhi pola berfikir dan bertindak masyarakat dalam mempertimbangkan sesuatu keputusan terbatas, terutama dalam pemanfaatan sumberdaya yang ada di sekitarnya. Tingkat pendidikan masyarakat Kabupaten Tangerang sebagian besar tamatan SMA (29%), sedangkan hasil survey terhadap responden menunjukkan bahwa pendidikan formal responden sebagian besar tamatan SD (51.25%). Kondisi tingkat pendidikan yang rendah dapat menjadi kendala dalam upaya partisipasi pengelolaan ekosistem mangrove yang lestari dan berkelanjutan (Erwianto 2006).

Saat ini aktivitas dan jumlah orang yang ingin memanfaatkan sumberdaya semakin hari semakin meningkat sehingga berpotensi menimbulkan konflik pemanfaatan sumberdaya. Hal ini sesuai dengan pernyataan yang dikemukakan oleh Mitchell et al. (2000) bahwa konflik dapat terjadi karena terbatasnya sumberdaya dan kebutuhan yang selalu meningkat akan keberadaan, fungsi dan manfaat sumberdaya sedangkan sumberdaya yang ada tetap atau cenderung berkurang. Berdasarkan hasil wawancara kepada nelayan setempat, diketahui bahwa tidak ada konflik yang terjadi antar nelayan. Kondisi tidak adanya konflik antar nelayan harus dapat dipertahankan, meskipun tidak menutup kemungkinan terjadinya konflik.

Status Keberlanjutan Dimensi Kelembagaan

Institusi atau lembaga merupakan sekumpulan peraturan yang mengatur masyarakat. Koordinasi yang baik antar lembaga dan masyarakat akan berpengaruh positif terhadap pengelolaan mangrove. Berdasarkan hasil analisis Rapfish (Gambar 14), nilai indeks keberlanjutan dimensi ekonomi sebesar 49.32 dan termasuk kategori kurang berkelanjutan.

Berdasarkan hasil analisis leverage terhadap 5 atribut dimensi kelembagaan diperoleh empat atribut yang lebih sensitif dibandingkan atribut lainnya yaitu kearifan lokal, komitmen Pemda untuk konservasi, koordinasi antar stakeholders dan keterlibatan lembaga masyarakat (Gambar 15).

(37)

menyebabkan kurangnya kesadaran masyarakat untuk menjaga ekosistem sekitarnya. Adanya kearifan lokal dinilai efektif dalam mengelola sumberdaya alam serta pelestarian ekosistemnya. Hal ini sesuai dengan pernyataan Affandy dan Wulandari (2012) bahwa fungsi kearifan lokal adalah membuat keseimbangan antara pemanfaatan sumberdaya, budaya dan alam.

Pemerintah Daerah (Pemda) telah melakukan penyuluhan, penanaman serta pengawasan untuk dapat menjaga kelestarian ekosistem mangrove. Adanya komitmen instansi terkait seperti Bappeda, Dinas Tata Ruang, Dinas Bina Marga dan Pengairan, Badan Lingkungan Hidup Daerah, Dinas Pertanian dan Peternakan, Dinas Cipta Karya, Dinas Perikanan dan Kelautan, Dinas Perindustrian/ Perdagangan dan Perguruan Tinggi dikoordinasikan oleh Bappeda merupakan kekuatan yang dapat diandalkan baik di tingkat Provinsi maupun Kabupaten/Kota (Bappeda Kabupaten Tangerang 2012). Pemerintah Daerah juga memberikan dana dalam pelaksanaan kegiatan yang dilakukan, namun tidak semua kegiatan yang dilakukan berhasil dengan baik. Oleh karena itu, perlu dilakukan kegiatan yang berkesinambungan serta komitmen dari Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah agar dapat tercapai hasil yang diinginkan.

Pengelolaan ekosistem mangrove merupakan usaha yang sangat kompleks untuk dilaksanakan karena kegiatan tersebut membutuhkan sifat akomodatif dari berbagai pihak. Keterkaitan/hubungan antar stakeholder dalam pengelolaan sumberdaya mangrove juga beragam tergantung pada motif masing-masing pihak. Oleh karena itu, perlu adanya mekanisme kerjasama yang sinergis antar pihak-pihak yang terkait dalam pengelolaan ekosistem mangrove. Interaksi yang harmonis antara stakeholder menjadi prioritas agar setiap kegiatan dapat berjalan dengan optimal.

Gambar 14 Hasil analisis Rapfish untuk dimensi kelembagaan pengelolaan ekosistem mangrove di pesisir Kabupaten Tangerang

(38)

24

Gambar 15 Hasil analisis leverage untuk dimensi kelembagaan

Status Keberlanjutan Multidimensi Pengelolaan Ekosistem Mangrove

Analisis multidimensi dilakukan dengan cara menggabungkan seluruh dimensi baik ekologi, ekonomi, sosial dan kelembagaan. Analisis multidimensi dilakukan untuk mengetahui dimensi mana yang perlu diperbaiki guna mencapai pengelolaan ekosistem mangrove yang berkelanjutan. Hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa indeks keberlanjutan multidimensi sebesar 47.27 dan termasuk dalam kategori kurang berkelanjutan (Gambar 16). Nilai indeks keberlanjutan tertinggi terdapat pada dimensi ekonomi (58.03), sedangkan nilai indeks keberlanjutan terendah terdapat pada dimensi ekologi (16.62). Hal ini berarti bahwa dimensi yang belum berkelanjutan perlu diperbaiki dan dimensi yang sudah berkelanjutan harus dapat dipertahankan.

Gambar 16 Hasil analisis Rapfish multidimensi pengelolaan ekosistem mangrove di pesisir Kabupaten Tangerang

(39)

Berdasarkan Gambar 17 dapat dilihat bahwa dari keempat dimensi yang ada, dua diantaranya termasuk kategori cukup berkelanjutan yaitu dimensi ekonomi dan dimensi sosial serta dua dimensi lainnya termasuk kategori kurang berkelanjutan dan tidak berkelanjutan yaitu dimensi kelembagaan dan dimensi ekologi. Dimensi ekonomi memiliki nilai indeks yang paling baik sedangkan dimensi ekologi memiliki nilai indeks terburuk.

Gambar 17 Diagram layang indeks keberlanjutan pengelolaan ekosistem mangrove antar dimensi

Hasil ordinasi RAPFISH untuk setiap dimensi menunjukkan nilai stress yang cukup baik karena nililainya < 0.25 (Tabel 8). Nilai koefisien determinasi (R2) yang diperoleh menjelaskan bahwa model dengan peubah-peubah yang digunakan sudah dapat menjelaskan 93% dari model yang ada. Kavanagh (2001) menyatakan nilai koefisien determinasi (R2) tergolong baik apabila berada pada rentang 80% sampai 100%.

Tabel 7 Nilai indeks keberlanjutan pengelolaan ekosistem mangrove di pesisir Kabupaten Tangerang

No. Dimensi Nilai MDS Kategori

1 Ekologi 27.59 Kurang berkelanjutan 2 Ekonomi 58.03 Cukup berkelanjutan 3 Sosial 57.06 Cukup berkelanjutan 4 Kelembagaan 49.32 Kurang berkelanjutan 5 Multidimensi 47.59 Kurang berkelanjutan

(40)

masing-26

masing dimensi disajikan pada Lampiran 3 hingga Lampiran 7. Berdasarkan hasil analisis Monte Carlo menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan nilai yang cukup besar antara nilai indeks keberlanjutan hasil analisis MDS dengan analisis Monte Carlo. Kecilnya perbedaan nilai indeks keberlanjutan antara hasil analisis metode MDS dengan analisis Monte Carlo mengindikasikan bahwa kesalahan dalam pembuatan skor setiap atribut relatif kecil, variasi pemberian skor akibat perbedaan opini relatif kecil, proses analisis yang dilakukan secara berulang-ulang stabil dan kesalahan pemasukan data dan data yang hilang dapat dihindari (Kavanagh dan Pitcher 2004).

Tabel 8 Nilai statistik hasil analisis Rapfish pada masing-masing dimensi pengelolaan ekosisten mangrove di Kabupaten Tangerang

No Dimensi Stress Nilai Statistik R2 (%) Iterasi

Strategi Pengelolaan Ekosistem Mangrove Berkelanjutan

Pengelolaan ekosistem mangrove berkelanjutan adalah upaya perlindungan, pengawetan dan pemanfaatan lestari melalui proses terintegrasi untuk mencapai keberlanjutan fungsi-fungsi ekosistem mangrove bagi kesejahteraan masyarakat (Peraturan Presiden RI No 73 Tahun 2012). Atribut sensitif dari seluruh dimensi (Tabel 9) menjadi prioritas dalam pengambilan kebijakan pengelolaan. Perbaikan keberlanjutan ekosistem mangrove dapat dilakukan dengan memperbaiki atribut sensitif dari masing-masing dimensi.

Tabel 9 Atribut sensitif dari setiap dimensi Dimensi Atribut Sensitif Ekologi 1. Rehabilitasi mangrove

2. Abrasi pantai

3. Produksi perikanan tangkap

Ekonomi 1. Jumlah penduduk miskin Kabupaten Tangerang 2. Rencana pengelolaan ekosistem mangrove 3. Rerata penghasilan masyarakat terhadap UMR Sosial 1. Partisipasi masyarakat dalam pengelolaan mangrove

2. Tingkat konflik antar nelayan

3. Tingkat pendidikan masyarakat Kabupaten Tangerang 4. Pengetahuan masyarakat tentang ekosistem mangrove Kelembagaan 1. Kearifan lokal

2. Komitmen Pemda untuk konservasi 3. Koordinasi antar stakeholders

(41)

pengambilan kebijakan pada atribut dengan kriteria skor buruk adalah dengan melakukan perbaikan agar dapat meningkatkan status keberlanjutan dari dimensi terkait. Berdasarkan atribut sensitif diatas, maka disusun rekomendasi strategi pengelolaan yang dapat diterapkan untuk menjaga dan meningkatkan keberlanjutan pengelolaan ekosistem mangrove di Kabupaten Tangerang.

Dimensi Ekologi

Dimensi ekologi termasuk dalam kategori tidak berkelanjutan. Oleh karena itu, diperlukan penyusunan strategi untuk meningkatkan status keberlanjutan dimensi ekologi. Atribut-atribut sensitif pada dimensi ekologi seperti rehabilitasi mangrove, abrasi pantai dan tekanan lahan mangrove akan menjadi menjadi prioritas dalam penyusunan strategi keberlanjutan.

Pemanfaatan sumberdaya mangrove yang tidak didasarkan kepentingan ekologis dapat mengancam keberlanjutan ekosistem tersebut. Pertumbuhan penduduk yang tinggi dan pesatnya kegiatan pembangunan di pesisir dengan berbagai peruntukkan menyebabkan tekanan ekologis terhadap ekosistem pesisir khususnya ekosistem mangrove semakin meningkat pula.

Kegiatan rehabilitasi mangrove dapat dilakukan sebagai salah satu upaya untuk memperbaiki kondisi tersebut, akan tetapi kegiatan rehabilitasi mangrove tidak selalu berhasil dilakukan. Keberhasilan rehabilitasi mangrove ditentukan oleh banyak faktor, salah satunya adalah partisipasi masyarakat sekitar. Tanpa adanya upaya pemeliharaan atau perlindungan tanaman secara terus menerus, maka upaya rehabilitasi mangrove kecil kemungkinannya akan berhasil (Khazali et al. 2002). Oleh karena itu, kegiatan rehabilitasi dan konservasi mangrove membutuhkan pengawasan, partisipasi penduduk lokal (Rusdianti dan Sunito 2012) dan pemeliharaan secara berkelanjutan.

Perbaikan dimensi ekologi dapat dilakukan dengan meningkatkan kegiatan rehabilitasi mangrove, mencegah abrasi pantai serta mengurangi kegiatan yang dapat menyebabkan tekanan di wilayah pesisir. Strategi pengelolaan ekosistem mangrove untuk dimensi ekologi diantaranya :

a. Meningkatkan kegiatan rehabilitasi mangrove di daerah-daerah yang mengalami kerusakan serta tetap melakukan perawatan dan pemeliharaan agar kegiatan rehabilitasi tersebut berhasil

b. Menghentikan kegiatan konversi lahan mangrove yang semakin marak terjadi

Dimensi Ekonomi

Status keberlanjutan dimensi ekonomi termasuk dalam kategori cukup berkelanjutan. Adapun atribut-atribut sensitif dalam dimensi ekonomi diantaranya yaitu jumlah penduduk miskin di Kabupaten Tangerang, rencana pengelolaan ekosistem mangrove dan rerata penghasilan masyarakat nelayan terhadap UMR.

(42)

28

berkelanjutan. Selain itu, adanya upaya konservasi memberikan manfaat ekonomi jangka panjang kepada masyarakat lokal.

Strategi pengelolaan ekosistem mangrove untuk dimensi ekonomi diantaranya :

a. Optimalisasi lahan tambak agar tingkat produksi mengalami peningkatan setiap tahunnya tanpa mengabaikan kelestarian lingkungan b. Mengembangkan potensi sumberdaya alam yang ada sebagai mata

pencaharian alternatif sehingga dapat meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan masyarakat pesisir

Dimensi Sosial

Status keberlanjutan dimensi sosial termasuk dalam kategori cukup berkelanjutan. Adapun atribut-atribut sensitif dalam dimensi sosial diantaranya yaitu partisipasi masyarakat dalam pengelolaan ekosistem mangrove, tingkat konflik antar nelayan, tingkat pendidikan masyarakat dan pengetahuan masyarakat tentang ekosistem mangrove.

Pengetahuan dan partisipasi masyarakat dalam pengelolaan ekosistem mangrove masih rendah. Hal ini salah satunya dapat disebabkan tingkat pendidikan masyarakat yang masih rendah, yaitu tamatan Sekolah Dasar sehingga menyebabkan rendahnya kesadaran masyarakat untuk menjaga kelestarian ekosistem mangrove. Ritohardoyo (2009) dalam Ritohardoyo dan Ardi (2011) berpendapat bahwa keberadaan usaha pelestarian hutan bukan hanya bergantung pada ada tidaknya partisipasi pemerintah dan masyarakat, tetapi sangat bergantung pada tinggi rendahnya tingkat partisipasi tersebut. Kesadaran dan pemahaman yang baik akan mempengaruhi tingkat partisipasi karena kemampuan menerima informasi dan keinginan untuk memperbaiki masa depan dan meningkatkan perekonomian. Strategi pengelolaan ekosistem mangrove untuk dimensi sosial diantaranya :

a. Meningkatkan penyuluhan dan pelatihan kepada masyarakat agar dapat meningkatkan kepedulian masyarakat dalam menjaga kelestarian ekosistem mangrove

Dimensi Kelembagaan

Kelembagaan merupakan salah satu komponen penting dalam rangka pengelolaan ekosistem mangrove secara lestari dan berkelanjutan. Hasil analisis Rapfish pada dimensi kelembagaan menunjukkan bahwa dimensi kelembagaan termasuk dalam kategori kurang berkelanjutan. Penyusunan strategi pengelolaan ekosistem mangrove dilakukan dengan memperhatikan atribut-atribut yang sensitif pada dimensi kelembagaan yang meliputi kearifan lokal, komitmen Pemda untuk konservasi dan koordinasi antar stakeholder.

(43)

Konservasi mangrove merupakan aspek penting dalam mengelola sistem pantai tropis (Granek and Ruttenberg 2008). Pemerintah pusat dan pemerintah daerah serta stakeholder lainnya harus mampu menginterpretasikan dan mengimplementasikan kebijakan pengelolaan ekosistem mangrove. Perlu adanya mekanisme kerjasama yang sinergis serta interaksi yang harmonis antar pihak-pihak yang terkait dalam pengelolaan ekosistem mangrove. Strategi pengelolaan ekosistem mangrove untuk dimensi kelembagaan diantaranya :

a. Meningkatkan upaya konservasi ekosistem mangrove sehingga apabila kondisi hutan mangrove telah pulih maka dapat dimanfaatkan sesuai prinsip-prinsip konservasi untuk menjamin keberlanjutannya

b. Meningkatkan koordinasi antar stakeholders yaitu nelayan, LSM dan instansi terkait dalam pengelolaan ekosistem mangrove berkelanjutan

4

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Pengelolaan ekosistem mangrove di pesisir Kabupaten Tangerang termasuk dalam kategori kurang berkelanjutan karena nilai indeks keberlanjutan yang diperoleh hanya sebesar 47.59 dalam skala 0 - 100. Rekomendasi strategi pengelolaan untuk meningkatkan status keberlanjutan pengelolaan ekosistem mangrove di Pesisir Kabupaten Tangerang dilakukan dengan memprioritaskan atribut-atribut sensitif dari setiap dimensi. Strategi pengelolaan pada dimensi ekologi diantaranya dengan meningkatkan kegiatan rehabilitasi mangrove dan menghentikan kegiatan konversi lahan mangrove. Pada dimensi ekonomi yaitu, optimalisasi lahan tambak dan mengembangkan potensi sumberdaya alam yang ada sebagai mata pencaharian alternatif. Pada dimensi sosial yaitu, meningkatkan penyuluhan dan pelatihan kepada masyarakat. Pada dimensi kelembagaan yaitu, meningkatkan upaya konservasi mangrove dan meningkatkan koordinasi antar stakeholder.

Saran

(44)

30

DAFTAR PUSTAKA

Affandy D, Wulandari P. 2012. An exploration local wisdom priority in public budgeting process of local government. International Journal of Economics and Research 3(5) : 61-76.

Aida GR, Wardiatno Y, Fahrudin A, Kamal MM. 2014. Produksi serasah mangrove di Pesisir Tangerang, Banten. Jurnal Ilmu Pertanian Indonesia 19(2) : 91-97.

Alder J, Pitcher TJ, Preikshot D, Kaschner K, Ferriss B. 2000. How good is good? A rapid appraisal technique for evaluation of the sustainability status of fisheries of the North Atlantic. In Pauly and Pitcher (eds). Methods for evaluation the impact of fisheries on North Atlantic ecosytem. Fisheries Center Research Reports 8(2) : 136-182.

Andriani J. 2002. Studi kualitatif mengenai alasan menyitir dokumen: kasus pada lima mahasiswa Program Pascasarjana IPB. Jurnal Perpustakaan Pertanian 11(2): 29-40.

Bae SH, Qiu J, Fox G. 2012. Adaptive Interpolation of multidimensional scalling. Procedia Computer Science 9 : 393-402. doi : 10.1016/j.procs.2012.04.042.

Baeta F, Pinheiro A, Corte-Real M, Costa JL, de Almeida PR, Cabral H, Costa MJ. 2005. Are the fisheries in the Tagus estuary sustainable?. Fisheries Research 76 : 243-251. doi : 10.1016/j.fishres.2005.06.012.

[Bappeda Kabupaten Tangerang] Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Kabupaten Tangerang. 2012. Rencana Strategis Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil (RSWP-3K) Kabupaten Tangerang Tahun 2013-2032. Pemerintah Kabupaten Tangerang Provinsi Banten.

[BPS Kabupaten Tangerang] Badan Pusat Statistik Kabupaten Tangerang. 2015. Kabupaten Tangerang Dalam Angka 2015. Tangerang : BPS Kabupaten Tangerang. 249 hlm.

[BPS Provinsi Banten] Badan Pusat Statistik Provinsi Banten. 2014. Banten Dalam Angka 2014. Banten : BPS Provinsi Banten. 558 hlm.

[DKP Kabupaten Tangerang] Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Tangerang. 2013. Profil Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Tangerang. Tangerang : DKP Kabupaten Tangerang.

Erwianto. 2006. Kajian tingkat pasrtisipasi masyarakat dalam pengelolaan ekosistem mangrove di kawasan Teluk Pangpang Banyuwangi. Jurnal Sosial Ekonomi Perikanan 3(1): 44-50

Fauzi A, Anna S. 2005. Pemodelan Sumberdaya Perikanan dan Kelautan : Untuk Analisis Kebijakan. Jakarta : PT. Gramedia Pustaka Utama. 343 hlm.

Giri C, Ochieng E, Tieszen LL, Zhu Z, Singh A, Loveland T, Masek J, Duke N. 2011. Status and distribution of mangrove forests of the world using earth observation satellite data. Global Ecology and Biogeography 20:154-159. Gumilar I. 2012. Partisipasi masyarakat pesisir dalam pengelolaan ekosistem

(45)

Granek E, Ruttenberg BI. 2008. Changes in biotic and abiotic processes following mangrove clearing. Estuarine, Coastal and Shell 80: 555-562. doi: 10.1016/j.ecss.2008.09.012.

Harja HR. 2001. Partisipasi masyarakat dalam pelestarian hutan mangrove (studi kasus di Desa Durian dan Desa Sidodadi Kecamatan Padang Cermin Kabupaten Lampung Selatan). [Tesis]. Bogor : Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.

Hartono TT, Kodiran T, Iqbal MA, Koeshendrajana S. 2005. Pengembangan teknik Rapid Appraisal for Fisherirs (RAPFISH) untuk penentuan indikator kinerja perikanan tangkap berkelanjutan di Indonesia. Buletin Ekonomi Perikanan 6 (1) : 65-76.

Kavanagh P, Pitcher TJ. 2004. Implementing Microsoft Excel Software for Rapfish : A Technique for The Rapid Appraisal of Fisheries Status.

Canada : University of British Columbia, Fisheries Centre Research Reports 12(2). ISSN 1198-672.

Keputusan Gubernur Banten. 2014. Keputusan Gubernur Banten Nomor: 561/Kep.506-Huk/2014 tentang Penetapan Upah Minimum Kabupaten/ Kota di Provinsi Banten Tahun 2015. Serang. Gubernur Banten.

Khazali M, Bengen DG, Nikijiluw VPH. 2002. Kajian partisipasi masyarakat dalam pengelolaan mangrove (studi kasus di Desa Karangsong, Kecamatan Indramayu, Kabupaten Indramayu, Propinsi Jawa Barat). Jurnal Pesisir dan Lautan 4(3): 29-42.

Khomsim. 2005. Studi Perencanaan Konservasi Kawasan Mangrove di Pesisir Selatan Kabupaten Sampang dengan Teknologi Penginderaan Jauh dan Sistem Informasi Geografis. Pertemuan Ilmiah Tahunan MAPIN XIV. Pemanfaatan Efektif Penginderaan Jauh Untuk Peningkatan Kesejahteraan Bangsa. Institt Teknologi Sepuluh November Surabaya, 14-15 September 2005.Lewis RR. 2005. Ecological engineering for successful management and restoration of mangrove forests. Ecological Engineering 24: 403-418. Machado JT, Duarte FB, Duarte GM. 2011. Analysis of stock market indices

through multidimensional scaling. Commun Nonlinear Sci Numer Simulat 16 : 4610-4618. doi : 10.1016/j.cnsns.2011.04.027.

Manson FJ, Loneragan NR, Skilleter GA, Phinn SR. 2005. An evaluation of the evidence for linkages between mangroves and fisheries: a synthesis of the literature and identification of research directions. Oceanography and Marine Biology-An Annual Review 43 : 483-513.

Marlon S, Matius B, Khaidir R, Nainggolan RE, Hasibuan UZ. 2005. Kebijakan pengelolaan sumberdaya perikanan wilayah pesisir. Wahana Hijau 1(2) : 68-74.

Mayudin A. 2012. Kondisi ekonomi pasca konversi hutan mangrove manjadi lahan tambak di Kabupaten Pangkajene Kepulauan Provinsi Sulawesi Selatan. Jurnal EKSOS 8(2): 90-104.

Mitchell B, Setiawan B, Dwita HR. 2000. Pengelolaan Sumberdaya dan Lingkungan. Yogyakarta : Gadjah Mada University Press.

(46)

32

Musianto LS. 2002. Perbedaan pendekatan kuantitatif dengan pendekatan kualitatif dalam metode penelitian. Jurnal Manajemen dan Kewirausahaan 4(2): 123-136.

Muzani. 2014. Optimasi kelembagaan dalam pengelolaan ekosistem mangrove berbasis perikanan (kasus di Kabupaten Tangerang Provinsi Banten). [Disertasi]. Bogor : Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.

Nagelkerken I, Blaber SJM, Bouillon S, Green P, Haywood M, Kirton LG, Meynecke JO, Pawlik J, Penrose HM, Sasekumar A, Somerfield PJ. 2008. The habitat function of mangroves for terrestrial and marine fauna: a review. Aquatic Botany 89 : 155-185. doi : 10.1016/j.aquabot.2007.12.007. Pattimahu DV, Kusmana C, Harjomidjojo H, Darusman D. 2010. Analisis nilai

keberlanjutan pengelolaan ekosistem hutan mangrove di Kabupaten Seram Bagian Barat, Maluku. Forum Pascasarjana 33(4) : 239-249.

[Perpres] Peraturan Presiden Republik Indonesia. 2012. Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 73 Tahun 2012 tentang Strategi Nasional Pengelolaan Ekosistem Mangrove. Jakarta. Presiden Republik Indonesia. Pitcher TJ, Preikshot D. 2001. RAPFISH : a rapid appraisal technique to evaluate

the sustainability status of fisheries. Fisheries Research 49 : 255-270. Pramudji. 2004. Penanganan hutan mangrove di kawasan pesisir Indonesia : suatu

program yang sangat mendesak. Oseana 29(1) : 19-26. Rahmat PS. 2009. Penelitian kualitatif. Equilibrium 5(9): 1-8.

Ramadhani RA. 2015. Analisis keberlanjutan pengelolaan ekosistem terumbu karang di Kecamatan Siantan Tengah Kabupaten Kepulauan Anambas. [Tesis]. Bogor: Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.

Ratnawati E, Muin S, Idham M. 2014. Tingkat kepedulian masyarakat pesisir dalam melestarikan fungsi hutan mangrove dan hutan payau di Desa Sukabaru Kabupaten Ketapang. Jurnal Hutan Lestari 2(2): 189-197.

Ritohardoyo S, Ardi GB. 2011. Arahan kebijakan pengelolaan hutan mangrove : kasus pesisir Kecamatan Teluk Pakedai, Kabupaten Kubu Raya, Propinsi Kalimantan Barat. Jurnal Geografi 8(2) : 83-94.

Romadhon A. 2008. Kajian nilai ekologi melalui inventarisasi dan Nilai Indeks Penting (INP) mangrove terhadap perlindungan lingkungan Kepulauan Kangean. Embryo 5(1) : 82-97.

Rusdianti K, Sunito S. 2012. Konversi lahan hutan mangrove serta upaya penduduk lokal dalam merehabilitasi ekosistem mangrove. Jurnal Sosiologi Pedesaan 6(1) : 1-17.

Santoso N. 2012. Arahan kebijakan dan strategi pengelolaan kawasan mangrove berkelanjutan di Muara Angke Daerah Khusus Ibukota Jakarta. [Disertasi]. Bogor : Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.

Sukardjo S. 2002. Integrated Coastal Zone Management (ICZM) in Indonesia : a view from a mangrove ecologist. Southeast Asian Studies 40 (2) : 200-218. Susilo SB. 2003. Keberlanjutan pembangunan pulau-pulau kecil: studi kasus

Pulau Panggang dan Pulau Pari, Kepulauan Seribu, DKI Jakarta. [Disertasi]. Bogor : Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.

(47)

Utina R. 2012. Kecerdasan ekologis dalam kearifan lokal masyarakat Bajo Desa Torosiaje Provinsi Gorontalo. Prosiding Konferensi dan Seminar Nasional Pusat Studi Lingkungan Hidup Indonesia ke 21; 13-15 September 2012; Mataram, Indonesia.

Vatria B. 2010. Berbagai kegiatan manusia yang dapat menyebabkan terjadinya degradasi ekosistem pantai serta dampak yang ditimbulkannya. Belian 9(1): 47-54.

Wardhani MK. 2011. Kawasan konservasi mangrove: suatu potensi wisata. Jurnal Kelautan 4 (1) : 60-76.

Wulandari HY. 2014. Optimalisasi budidaya tambak ikan bandeng di Desa Tanjung Pasir, Kecamatan Teluknaga, Kabupaten Tangerang, Provinsi Banten. [Skripsi]. Bogor : Departemen Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan, Fakultas Ekonomi dan Manajemen IPB.

(48)

Lampiran 1 Hasil penilaian (pemberian skor) untuk setiap atribut

Dimensi Atribut Baik Buruk Kriteria Nilai Skor Keterangan

Ekologi Tekanan

lahan mangrove

0 2 0 Tidak terjadi perubahan luas lahan

mangrove 2 Kecenderungan perubahan lahan mangrove yang

dikonversi untuk kegiatan budidaya atau

pembangunan infrastruktur

1 Perubahan luas lahan mangrove secara

alami

2 Terjadi alih fungsi lahan mangrove

tanpa memperhatikan fungsi

lingkungan (Santoso 2012)

Abrasi pantai 0 2 0 Tidak terjadi abrasi pantai 2 Terjadi abrasi pantai

sepanjang 48.1 km

1 Terjadi abrasi pantai namun tidak

signifikan mempengaruhi garis pantai

2 Terjadi abrasi pantai dan telah

1 Ada namun tidak dikelola dengan baik

2 Ada dan dikelola dengan baik

(Pattimahu et al. 2010)* modifikasi Kerapatan

laut selama 5 tahun terakhir

1 Relatif tetap

2 Meningkat

(49)

Lampiran 1 (Lanjutan)

dengan sarana transportasi yang ada dan prasarana/ sarana pengelolaan kurang sekali)

1 Tingkat aksesibilitas

kawasan mangrove untuk dilakukan pengelolaan dan pemanfaatan

1 Sedang (lokasi dapat diakses dan

prasarana/ sarana pengelolaan belum memadai)

2 Tinggi (lokasi mudah diakses dan

prasarana/sarana pengelolaan sudah baik) pengeluaran per bulan di bawah garis kemiskinan)

1 0.5 - 1,5 kali penduduk miskin provinsi

2 > 1.5 kali penduduk miskin provinsi

(Santoso 2012)

1 Ada tetapi belum dilaksanakan dengan

baik

2 Ada dan sudah dilaksanakan dengan

baik

(Pattimahu et al. 2010)* modifikasi

(50)

Lampiran 1 (Lanjutan)

Dimensi Atribut Baik Buruk Kriteria Nilai Skor Keterangan

Sosial Pengetahuan

masyarakat tentang ekosistem mangrove

2 0 0 Rendah 1 Pengetahuan masyarakat terkait

jenis dan manfaat mangrove

1 Sedang

1 Dampak sosial positif bagi

kehidupan masyarakat sekitar

1 Sedang (masyarakat

merasakan, namun masih rendah)

2 Tinggi (masyarakat merasakan

(51)

Lampiran 1 (Lanjutan)

lingkungan 1 Tersedianya peraturan pengelolaan lingkungan

yang telah disepakati dan menjadi dasar dalam pengelolaa lingkungan

1 Tersedia tetapi tidak dipahami oleh

masyarakat dan pengusaha serta tidk tersosialisasi dengan baik

2 Ada peraturan dan tersosialisasi

dengan baik dan dipahami oleh

tidak terlibat dalam pengawasan dan evaluasi

1 Keterlibatan masyarakat

dan lembaga masyarakat dalam memberikan data informasi, proses

pengawasan dan evaluasi pengelolaan

1 Masyarakat dan lembaga masyarakat

terlibat tetapi hanya secara prosedural

2 Masyarakat dan lembaga masyarakat

(52)

Lampiran 1 (Lanjutan)

Dimensi Atribut Baik Buruk Kriteria Nilai Skor Keterangan Komitmen

Pemda untuk konservasi

2 0 0 Rendah (pemda tidak melakukan

ketiga hal tersebut) 1 Konsistensi rencana tata ruang, kebijakan konservasi

dengan kebijakan pemanfaatan ruang kawasan; Bantuan dan fasilitasi pelestarian; Penegakan hukum pelestarian kawasan konservasi

1 Sedang (hanya 1 atau2 hal yang

dilakukan pemda)

2 Tinggi (pemda telah melakukan ketiga

hal tersebut) (Santoso 2012)

Koordinasi antar stakeholders

2 0 0 Tidak ada 1 Kegiatan koordinasi yang

dilakukan antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah serta stakeholder lainnya

1 Ada tetapi belum dilaksanakan dengan

baik

2 Ada dan sudah dilaksanakan dengan

baik

(Ramadhani 2015)* modifikasi

(53)

Lampiran 2 Data panjang abrasi pesisir Kabupaten Tangerang

Kecamatan Desa Panjang Abrasi (km)

Kosambi

Salembaran Jaya 2

Kosambi Barat 2

Kosambi Timur 4

Salembaran Jati -

Dadap 7

Jumlah 15

Teluk Naga

Lemo 2

Muara 3

Tanjung Burung 3

Tanjung Pasir 1

Jumlah 9

Pakuhaji

Suryabahri 1.5

Sukawali 2.1

Kohod 5.5

Kramat 1.5

Jumlah 10.6

Sukadiri Karang Serang 1.5

Jumlah 1.5

Mauk

Mauk Barat 0.5

Ketapang 1.5

Margamulya 2

Tanjung Anom 0.5

Jumlah 4.5

Kemiri Lontar Patra Manggala 0.8 1

Karang Anyar 0.7

Jumlah 2.5

Kronjo Muncung Pagedangan Ilir 1.5 1.5

Kronjo 2

Jumlah 5

Jumlah Total 48.1

(54)

40

Lampiran 3 Hasil analisis Monte Carlo dimensi ekologi pengelolaan ekosistem mangrove di pesisir Kabupaten Tangerang

(55)

Lampiran 5 Hasil analisis Monte Carlo dimensi sosial pengelolaan ekosistem mangrove di pesisir Kabupaten Tangerang

(56)

42

(57)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan pada tanggal 19 Juli 1990 di Klaten, Jawa Tengah sebagai anak kedua dari pasangan Bapak H. Suwarto dan Ibu Hj. Suyamti. Penulis menempuh pendidikan Sarjana di Program Studi Teknologi Hasil Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Institut Pertanian Bogor dan lulus pada tahun 2012. Pada tahun 2013 penulis berkesempatan melanjutkan pendidikan Magister pada Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Pesisir dan Lautan, Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor.

Gambar

Gambar 1 Kerangka pikir penelitian
Gambar 2 Peta lokasi penelitian di pesisir Kabupaten Tangerang
Tabel 1 Jenis dan sumber data
Gambar 3 Tahapan metode RAPFISH dalam perikanan
+7

Referensi

Dokumen terkait

Tidak ada beda pengaruh interaksi konscntrasi gelatin dan konsentrasi STI'P yang berbeda terhadap nilai cohesiveness pork nuggets yang dihasilkan. Ada beda pcngaruh

Berdasarkan hasil penelitian nugget ikan lele dengan substitusi tepung terigu menggunakan tepung biji nangka, maka dapat disimpulkan :.. Substitusi tepung terigu menggunakan

Berdasarkan Gambar 6 hasil uji daya terima panelis terhadap warna mie basah dengan penambahan tepung kacang merah 0%, 10%, 20% dan 30% menunjukkan bahwa mie basah

Numbered Heads Together. Pertemuan kedua dilaksanakan pada hari rabu tanggal 27 Maret 2013 dengan menyampaikan tiga indikator yaitu mengurutkan susunan lapisan matahari,

Pemahaman yang demikian akan berimbas pada praktek kehidupan dalam interaksi sosial antar agama menjadi sesuatu yang bersifat eksklusif dimana klaim pembenaran memberikan

a. Dalam menentukan kegiatan anak telah sesuai dengan indikator perkembangan anak usia dini. Penggunaan metode pembelajaran yang sudah sesuai dengan tingkat

akhir pekan lalu berhasil rebound 3% tutup di Rp1485. Selama sepekan harga sahamnya menguat  7%.  Penguatan  harga  sahamnya  terutama  dipicu  kondisi  pasar 

Pihak Terkait menerangkan bahwa pada saat penangkapan dilakukan Polres Manggarai Barat, Pihak Terkait selaku Anggota KPU Kabupaten Manggarai Barat tidak mengetahuinya;..