Jurnal Manajemen Sumber Daya Alam dan Lingkungan
https://doi.org/10.29244/jpsl.20.1.1-10
Corresponding Author: Rahmat Hidayat [email protected] Department of Natural Resources and Environmental Management Science (NREMS), IPB University, Bogor, Indonesia.
© 2023 Author et al. This is an open-access article distributed under the terms of the Creative Commons Attribution (CC BY) license, allowing unrestricted use, distribution, and reproduction in any medium, provided proper credit is given to the original authors.
Think twice before printing this journal paper. Save paper, trees, and Earth!
ARTIKEL PENELITIAN
STATUS KEBERLANJUTAN PENGELOLAAN SUNGAI CISADANE UNTUK PENYEDIAAN AIR MINUM DI KOTA TANGERANG PROVINSI BANTEN
Rahmat Hidayat
Ilmu Pengelolaan Sumber Daya Alam dan Lingkungan, IPB University
Riwayat Artikel Diterima 00 Januari 20xxDirevisi 00 Januari 20xx
Diterima 00 Januari 20xx Kata Kunci
Keberlanjutan, Sungai Cisadane, Multi Dimensional Scalling, Rapfish, air minum, PDAM
ABSTRAK
Sungai Cisadane merupakan sungai yang dimanfaatkan oleh sebagian besar masyarakat Kota Tangerang sebagai air minum dan air bersih yang di distribusikan oleh perusahaan daerah air minum. Berdasarkan hasil uji laboratorium yang dilakukan oleh Dinas Lingkungan Hidup Kota Tangerang pada tahun 2021, kondisi Sungai Cisadane sudah tercemar dengan tingginya nilai parameter BOD, COD, TSS, DO dan lain-lain. Sehingga akan menurunkan kuantitas debit air untuk air minum di Kota Tangerang. Tujuan penelitian ini adalah menganalisis status keberlanjutan pengelolaan Sungai Cisadane untuk penyediaan air minum berkelanjutan di Kota Tangerang. Metode penelitian ini menggunakan Multi Dimensional Scaling (MDS) dengan bantuan software Rapfish (Rapid appraisal for fisheris) untuk melihat kedekatan (similarity) antar objek yang dikaji/case atau cara untuk memvisualkan tingkat kemiripan kasus individu dari sebuat dataset. Hasil analisis status keberlanjutan dengan penilaian terhadap 18 atribut dari ketiga dimensi keberlanjutan, diperoleh status keberlanjutan pengelolaan Sungai Cisadane untuk penyediaan air minum di Kota Tangerang Provinsi Banten saat ini memiliki nilai indeks keberlanjutan dimensi ekologi sebesar 45.18% (kurang berkelanjutan), dimensi sosial sebesar 56.79% (cukup berkelanjutan) dan dimensi ekonomi sebesar 62.60% (cukup berkelanjutan).
Pendahuluan
Air merupakan sumber daya alam yang sangat penting dan menjadi sumber kehidupan bagi makhluk hidup yang ada dibumi. Air yang kualitasnya buruk akan berdampak terhadap kesehatan dan keselamatan makhluk hidup lainnya. Selain itu, akan menurunkan kuantitas air bersih di suatu wilayah sehingga dapat menurunkan daya guna, produktivitas, daya dukung dan daya tampung dari sumber daya air yang pada akhirnya akan menurunkan kekayaan sumber daya alam [1].
Pada prinsipnya, air memiliki fungsi yang sangat penting sehingga keberadaannya harus dijaga baik secara kualitas maupun kuantitas. Sungai merupakan sumber air bersih yang dapat memenuhi kebutuhan masyarakat. Sungai Cisadane merupakan sungai yang melintasi wilayah Provinsi Jawa Barat dan Provinsi Banten. Sungai ini memiliki fungsi yang sangat vital bagi wilayah sekitarnya seperti menyediakan kebutuhan air bersih bagi penduduk, industri, pertanian atau kegiatan lainnya. Selain itu, sungai ini juga menjadi objek wisata air bagi masyarakat sekitar. Dengan kata lain, sungai ini mampu memberikan kesejahteraan bagi kehidupan manusia bahkan bagi kehidupan flora dan fauna yang hidup di dalamnya.
Pengelolaan sumber daya air di Indonesia belum mampu memberikan pelayanan air bersih terutama untuk kebutuhan domestik bagi masyarakat yang berada di wilayah DAS (Daerah Aliran Sungai). Menurut PP [2], DAS (Daerah Aliran Sungai) merupakan suatu wilayah daratan yang merupakan satu kesatuan dengan sungai dan anak-anak sungainya, yang berfungsi menampung, menyimpan dan mengalirkan air yang berasal dari curah hujan ke danau atau ke laut secara alami, yang batas di darat merupakan pemisah topografis dan batas di laut sampai dengan daerah perairan yang masih terpengaruh aktivitas daratan.
Sungai Cisadane yang berada di wilayah kota Tangerang dimanfaatkan oleh Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) sebagai sumber air baku untuk kebutuhan air minum bagi masyarakat, industri atau kegiatan usaha lainnya. Namun, kualitas air sungai ini masih menjadi tantangan utama dalam menghasilkan air bersih yang optimal. Berbagai faktor seperti pencemaran, limbah domestik, dan aktivitas industri di sekitar aliran sungai mempengaruhi kualitas air Sungai Cisadane, sehingga proses pengolahan air membutuhkan upaya yang lebih intensif. Hal ini menjadi perhatian penting untuk memastikan pasokan air bersih yang layak bagi masyarakat Kota Tangerang. Tingginya kebutuhan air bersih dari masyarakat, industri dan kegiatan usaha lainnya tidak berbanding lurus dengan pasokan dan kualitas air yang dihasilkan. Tidak sedikit permasalahan air dari PDAM yang dirasakan oleh masyarakat yaitu air yang dihasilkan keruh atau bahkan tidak mengalir. Maka dari itu perlu dilakukan kajian yang bertujuan untuk menganalisis status keberlanjutan pengelolaan Sungai Cisadane untuk penyediaan air minum di Kota Tangerang Provinsi Banten.
Bahan dan Metode
Alat dan Bahan
Alat yang digunakan untuk menganalisis status keberlanjutan dengan metode analisis MDS (Multi Dimensional Scaling) antara lain smartphone, kuesioner, laptop dan software Rapfish. Serta bahan yang digunakan adalah data hasil penilaian kuesioner dimensi ekologi, sosial dan ekonomi dari responden pakar.
Waktu dan Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Januari 2024 sampai dengan bulan Juli 2024 di Kecamatan Cipondoh, Kota Tangerang, Provinsi Banten. Sungai Cisadane dibatasi oleh 3 (tiga) lokasi titik sampling, dimana penentuan lokasi ditentukan dengan menggunakan “sample survey method” yaitu metode survei dengan membagi wilayah penelitian menjadi beberapa stasiun yang diharapkan dapat mewakili populasi penelitian.
Tabel 1. Titik koordinat lokasi sampling air Sungai Cisadane Kota Tangerang
No Lokasi Koordinat
LS BT
1 Stasiun 1 06˚09'39,75" 106˚37'43,96"
2 Stasiun 2 06°10'32,49" 106°37'44,21"
3 Stasiun 3 06°11'27,38" 106°37'56,60"
Jenis dan Sumber Data
Data yang dikumpulkan pada penelitian ini yaitu untuk menganalisis status keberlanjutan pengelolaan Sungai Cisadane untuk penyediaan air minum di Kota Tangerang.
Tabel 2. Matriks keterkaitan antara tujuan, jenis data, metode pengumpulan data, sumber data dan metode analisis data
No Tujuan Jenis Data Metode
Pengumpulan Data Sumber Data Metode Analisis Data 1 Menganalisis
status
keberlanjutan Sungai Cisadane
Hasil wawancara Hasil pengisian kuisioner
Wawancara (Indept Interview) Kuisioner
Dokumentasi
Responden terpilih dari Dinas/Instansi terkait dan Pakar
MDS (Multi Dimentional Scaling)
Analisis Leverage Analisis Monte Carlo
Analisis Data
Status keberlanjutan pengelolaan air Sungai Cisadane Kota Tangerang dapat diketahui dengan pengisian kuesioner oleh responden pakar terhadap beberapa dimensi keberlanjutan yaitu dimensi ekologi, dimensi sosial, dan dimensi ekonomi kemudian dianalisis dengan menggunakan metode MDS (Multi Dimensional Scaling). Untuk masing-masing dimensi keberlanjutan tersebut dievaluasi dan ditetapkan atribut-atribut penyusunnya. Analisis Status keberlanjutan dimaksudkan untuk memperoleh gambaran tingkat/status keberlanjutan dari masing-masing dimensi dalam pengelolaan air minum di Sungai Cisadane Kota Tangerang.
Analisis keberlanjutan dilakukan dengan pendekatan analisis MDS (Multi Dimensional Scaling) dengan
https://doi.org/10.29244/jpsl.20.1.1-10 Bahasa Inggris, Vol (Tidak)Bahasa Indonesia:3
bantuan software Rapfish. Rapfish adalah singkatan dari Rapid Appraisal for Fisheries merupakan suatu pendekatan Non-Parametric Multi Dimensional Scaling dengan teknik ordinasi yang didasarkan pada prinsip MCA (Multi Criteria Analysis) dengan mengandalkan algoritma yang disebut sebagai algoritma MDS. Pada analisis dengan MDS juga dilakukan analisis leverage, analisis Monte Carlo [3]. Teknik ordinasi atau penentuan jarak antar titik-titik atau objek di dalam aplikasi MDS-Rapfish, didasarkan pada Teknik Euclidian Distance yang dalam ruang yang berdimensi “n” dapat ditulis sebagai berikut:
𝑑 = √(𝑥1− 𝑥2)2+ (𝑦1− 𝑦2)2+ (𝑧1− 𝑧2)2+ ⋯
Keterangan:
d = Jarak Euclidian x,y,z = Atribut 1,2 = Pengamatan
Hasil analisis kemudian dimasukkan kedalam kategori indeks dan status keberlanjutan. Status keberlanjutan akan menjelaskan apakah pengelolaan sungai tersebut berkelanjutan, cukup berkelanjutan, kurang berkelanjutan atau tidak berkelanjutan.
Tabel 3. Kategori indeks dan status keberlanjutan
Klasifikasi Status
0.00 – 25.00 Buruk (tidak berkelanjutan) 25.01 – 50.00 Kurang (kurang berkelanjutan) 50.01 – 75.00 Cukup (cukup berkelanjutan) 75.01 – 100.00 Baik (berkelanjutan)
Sumber : Surya et al. [4]
Tahapan operasional Rapfish dalam analisis MDS (Multi Dimensional Scaling) adalah sebagai berikut:
1. Menentukan atribut dari setiap dimensi kajian, dalam penelitian ini meliputi; dimensi ekologi (6 atribut), dimensi sosial (6 atribut) dan dimensi ekonomi (6 atribut). Pada tahap ini disusun atribut yang dapat menggambarkan kondisi setiap aspek yang dikaji. Atribut disusun berdasarkan konsep pembangunan berkelanjutan yang menyatakan bahwa pengelolaan suatu sumber daya dikatakan berkelanjutan jika secara ekologi tidak terjadi penurunan kualitas dan kuantitas sumber daya yang dimaksud, secara ekonomi layak dan menguntungkan, dan secara sosial berkeadilan.
2. Memberikan skoring (bad-good) pada setiap atribut. Disusun berdasarkan ketersediaan sumber pustaka, hasil penelitian terdahulu atau pendapat para pakar dalam bidang tersebut.
3. Analisis (Multi Dimensional Scaling) MDS pada setiap dimensi keberlanjutan dengan menggunakan Rapfish untuk menentukan posisi status keberlanjutan pada setiap dimensi dalam skala indeks keberlanjutan. Serta menilai indeks dan status keberlanjutan pada setiap dimensi.
4. Analisis Leverage untuk menentukan atribut yang paling berpengaruh sensitif terhadap peningkatan atau penurunan status keberlanjutan, semakin besar nilai root mean square (RMS) maka semakin besar peranan atribut tersebut terhadap sensitivitas status keberlanjutan. Atribut yang berkategori sensitif yaitu atribut yang memiliki nilai RMS ≥ 2.5% (ekstrem).
5. Analisis Monte Carlo untuk melihat pengaruh galat (error), dalam upaya meningkatkan kepercayaan terhadap hasil analisis. Apabila perbedaan kedua nilai tersebut rendah (<1) menandakan bahwa hasil analisis dianggap memadai untuk menduga nilai indeks keberlanjutan. Sedangkan apabila nilainya tinggi (>1) maka hasil analisis dianggap tidak memadai untuk menduga nilai indeks keberlanjutan.
6. Memunculkan nilai stress untuk menunjukkan ukuran ketidakcocokan (a lack of fit measure). Nilai stress digunakan untuk melihat apakah hasil output mendekati keadaan yang sebenarnya atau tidak. Semakin rendah (mendekati nol) maka output yang dihasilkan semakin mirip dengan keadaan yang sebenarnya.
Sebaliknya, semakin tinggi nilai stress, maka semakin tidak cocok model tersebut. Nilai stress yang dapat ditolerir adalah kurang dari 20% (≤ 0.25).
Tabel 4. Atribut dimensi keberlanjutan
No Dimensi Baik Buruk Kategori Keterangan Nilai
A EKOLOGI
1 Kualitas Air Baku 10 0 1. Memenuhi Baku Mutu (TDS < 300 mg/L) 2. Batas Aman (TDS = 300
mg/L)
3. Tidak Memenuhi Baku Mutu (TDS > 300 mg/L)
0-3 = Tidak Memenuhi Baku Mutu
4-7 = Batas Aman
8-10 = Memenuhi Baku Mutu
2 Tingkat Pencemaran Air Sungai
10 0 1. PIj; 0 ≤ 1 = Memenuhi Baku Mutu
2. PIj; 1 ≤ 5 = Cemar Ringan
3. PIj; 5 ≤ 10 = Cemar Sedang
4. PIj; > 10= Cemar Berat
0-2 = Cemar Berat 3-5 = Cemar Sedang 6-8 = Cemar Ringan 9-10 = Memenuhi Baku Mutu
3 Pemanfaatan Lahan Terhadap Kualitas Air Baku
10 0 1. Hutan = Baik sekali 2. Sawah = Baik
3. Kebun = Cemar ringan 4. Industri = Cemar
sedang
5. Permukiman = Cemar Berat
0-2 = Cemar berat 3-4 = Cemar Sedang 5-6= Cemar Ringan 7-8= Baik
9-10 = Baik Sekali
4 Perubahan Penggunaan Lahan Bervegetasi dan Non-Vegetasi Menjadi Lahan
Terbangun/Pemukiman
10 0 1. Rendah (0-25%) 2. Sedang (26-50%) 3. Tinggi (51-75%) 4. Sangat Tinggi (76-
100%)
0-2 = Sangat Tinggi 3-5 = Tinggi
6-8= Sedang 9-10 = Rendah 5 Tingkat Kekritisan
Lahan DAS
10 0 1. Normal (<10%) 2. Potensial kritis (10-
25%)
3. Agak kritis (25-50%) 4. Kritis (>50%)
0-2 = Kritis 3-5 = Agak Kritis 6-8 = Potensial Kritis 9-10 = Normal 6 Debit Air Sungai 10 0 1. Sangat Rendah/Kering
(Debit 0-10 m3/s) 2. Rendah (Debit 10-50
m3/s)
3. Sedang (Debit 50-200 m3/s)
4. Tinggi (Debit 200-500 m3/s)
5. Sangat Tinggi/Banjir (Debit >500 m3/s)
0-2 = Sangat Rendah 3-4 = Rendah 5-6 = Sedang 7-8 = Tinggi
9-10 = Sangat Tinggi/Banjir
B EKONOMI
1 Tarif Air Bersih PDAM 10 0 1. Murah 2. Sedang 3. Mahal
0-3 = Mahal 4-7 = Sedang 8-10 = Murah 2 Status Ekonomi
Masyarakat
10 0 1. kelas bawah 2. kelas menengah 3. kelas atas
0-3 = kelas bawah 4-7 = kelas menengah 8-10 = kelas atas 3 Kesediaan Membayar
Dalam Pemakaian Air Bersih (Willingness To Pay)
10 0 1. Tidak Bersedia 2. Cukup Bersedia 3. Bersedia 4. Sangat Bersedia
0-2 = Tidak Bersedia 3-5 = Cukup Bersedia 6-8 = Bersedia
9-10 = Sangat Bersedia
https://doi.org/10.29244/jpsl.20.1.1-10 Bahasa Inggris, Vol (Tidak)Bahasa Indonesia:5
No Dimensi Baik Buruk Kategori Keterangan Nilai
4 Rezim Pengelolaan Air Bersih
10 0 1. Open access 2. Private property 3. Communal property 4. State property
0-2 = Open Acces 3-5 = Private 6-8 = Communal 9-10 = State Property 5 Ketersediaan Dana
Untuk Pengembangan Teknologi Air Bersih
10 0 1. Tidak tersedia 2. Kurang tersedia 3. Tersedia
4. Tersedia tidak terbatas
0-2 = Tidak Bersedia 3-5 = Cukup Bersedia 6-8 = Bersedia
9-10 = Sangat Bersedia 6 Tingkat Pendapatan
Masyarakat
10 0 1. Di atas UMR (> 4.5 Juta)
2. UMR (= 4.5 Juta) 3. Di bawah UMR (>4.5
Juta)
0-3 = Di bawah UMR 4-7 = UMR
8-10 = Di atas UMR
C SOSIAL
1 Ketergantungan
Masyarakat Terhadap Air Bersih
10 0 1. Rendah 2. Sedang 3. Tinggi 4. Sangat tinggi
0-2 = Rendah 3-5 = Sedang 6-8 = Tinggi
9-10 = Sangat tinggi 2 Tingkat Pertumbuhan
Penduduk
10 0 1. Rendah (<1%/tahun) 2. Sedang (1-2%/tahun) 3. Tinggi (>2%/tahun)
0-3 = Tinggi 4-7 = Sedang 8-10 = Rendah 3 Tingkat Pendidikan
Formal Masyarakat
10 0 1. SD
2. SMP 3. SMA
4. Perguruan Tinggi
0-2 = SD 3-5 = SMP 6-8 = SMA
9-10 = Perguruan Tinggi 4 Motivasi & Kepedulian
Masyarakat Terhadap Upaya Perbaikan Lingkungan
10 0 1. Rendah (0-40%) 2. Sedang (41-70%) 3. Tinggi (71-100%)
0-4 = Rendah 5-7 = Sedang 8-10 = Tinggi 5 Tingkat Kepuasan
Masyarakat Terhadap Air Bersih Di PDAM
10 0 1. Rendah (0-20) % 2. Sedang (21-40)%
3. Cukup Puas (41-60)%
4. Puas (61-80)%
5. Sangat Puas (81-100)%
0-2 = Rendah 3-4 = Sedang 5-6 = Cukup Puas 7-8 = Puas
9-10 = sangat puas 6 Konflik sosial akibat
distribusi air bersih
10 0 1. Tidak ada konflik 2. Cukup Ada Konflik 3. Konflik Sedang 4. Sangat Berkonflik
0-2 = Sangat Berkonflik 3-5 = Konflik Sedang 6-8 = Cukup Ada Konflik 9-10 = Tidak Ada Konflik Kriteria pakar/ahli, meliputi kepakaran atau keahlian dikarenakan keilmuan dalam jenjang akademik atau peneliti seperti Perguruan Tinggi, kepakaran atau keahlian dikarenakan kedudukan, yakni sebagai pengambil kebijakan (decision maker) seperti kementerian, dinas/badan, dan kepakaran atau keahlian dikarenakan kekhususan seperti tokoh adat, tokoh agama, atau seseorang yang memiliki keahlian khusus atau telah berkecimpung puluhan tahun dalam bidang yang dikaji/diteliti. Lebih jauh disebutkan bahwa selain itu, dasar pertimbangan pakar juga dibatasi pada faktor-faktor tertentu seperti keberadaan atau keterjangkauan, dan reputasi dan kredibilitas [5]. Jumlah pakar juga menjadi pertimbangan, mengingat jumlah pakar yang terlalu sedikit (1-2 orang) ataupun terlalu banyak (>10 orang) dapat menimbulkan bias (ambigu). jumlah pakar sebanyak 3 sampai 6 atau 7 orang adalah cukup dan memiliki presisi yang tinggi.
Hasil dan Pembahasan
Gambaran Wilayah Studi
Kota Tangerang merupakan salah satu kota metropolitan di Indonesia yang memiliki jumlah penduduk sebesar 1,912,679 jiwa [6]. Secara geografis Kota Tangerang terletak pada posisi 106˚36’ – 106˚42’ BT dan 6˚4’ – 6˚13’ LS. Kota Tangerang berdiri pada tanggal 28 Februari 1993 berdasarkan Undang-Undang No. 2 Tahun 1993 dengan luas 184.24 km2 (termasuk luas Bandara Soekarno Hatta sebesar 19.69 km2). Secara administrasi Kota Tangerang terbagi menjadi 13 kecamatan dan 104 kelurahan [7]. Wilayah Kota Tangerang meliputi 104 Kelurahan yang terdiri dari 1,004 RW (Rukun Warga) dan 5,177 RT (Rukun Tetangga). Kota Tangerang berada di bagian Timur Provinsi Banten. Kota Tangerang berjarak ± 60 km dari ibu kota Provinsi Banten dan ± 27 km dari ibu kota Negara Republik Indonesia, DKI Jakarta. Hal ini menjadikan Kota Tangerang sedikit banyak mendapatkan dampak positif maupun negatif dari perkembangan ibu kota Negara. Pesatnya perkembangan Kota Tangerang didukung oleh tersedianya sistem jaringan transportasi terpadu dengan kawasan Jabodetabek, serta memiliki aksesibilitas yang baik terhadap simpul transportasi berskala nasional dan internasional, seperti Bandar Udara Internasional Soekarno Hatta, Pelabuhan Internasional Tanjung Priok, serta Pelabuhan Bojonegara. Letak geografis Kota Tangerang yang strategis tersebut telah mendorong pertumbuhan aktivitas industri, perdagangan dan jasa yang merupakan basis perekonomian Kota Tangerang saat ini. Kondisi tersebut harus dapat dikelola dengan baik oleh Pemerintah Kota Tangerang dan masyarakat sehingga dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat Kota Tangerang.
Kondisi Sungai Cisadane
Pesatnya pertumbuhan industri dan pemukiman penduduk menyebabkan adanya perubahan tata guna lahan di Kota Tangerang. Hal ini dapat berpotensi menurunkan kualitas air Sungai Cisadane. Salah satunya adalah dari pembuangan air limbah ke Sungai Cisadane tanpa melalui proses pengolahan yang benar. Air limbah merupakan salah satu faktor yang dapat menurunkan kualitas dan kuantitas air Sungai Cisadane. Sumber air limbah ini tidak hanya berasal dari kegiatan domestik perumahan tetapi dari kegiatan-kegiatan industri yang berada di sekitar Sungai Cisadane. Berdasarkan hasil pemantauan kualitas air Sungai Cisadane yang telah dilakukan oleh Dinas Lingkungan Hidup Kota Tangerang pada tahun 2021, beberapa parameter yang melebihi baku mutu adalah kandungan TSS (Total Suspended Solid), BOD (Biochemical Oxygen Demand), COD (Chemical Oxygen Demand), DO (Dissolved Oxygen), NO2-N (Nitrit Sebagai Nitrogen), fecal coliform dan total coliform.
Tabel 5. Hasil Uji Laboratorium Sungai Cisadane
No Parameter Unit Regulation
Limit
Sungai Cisadane
Method Stasiun
I
Stasiun II
Stasiun III A Physical Properties
1 Temperature °C Deviation
3 28.0 28.0 28.5 SNI 06-6989.23-2005 2 Total Dissolved Solid
(TDS) mg/L 1,000 64 72 83 SNI 06-6989.27-2005
3 Total Suspended Solid
(TSS) mg/L 50 86 128 530 SNI 06-6989.3-2004
B Chemical Properties
1 pH - 6 - 9 7.6 7.2 7.6 SNI 06-6989.11-2004
2 BOD (5 Day 20°C) mg/L 3 16 22 40 SNI 6989.72:2009
3 COD mg/L 25 22 29 55 SNI 6989.2:2009
4 DO mg/L 4 3.9 3.6 2.6 IK No : 19-90/IK
(Direct Reading)
5 Sulphate (SO4) mg/L 300 16 36 33.0 SNI 6989.20:2009
7 Nitrate as N (NO3-N) mg/L 10 1 1 1 SNI 6989.79:2011
8 Nitrite as N (NO2-N) mg/L 0.06 0.09 0.10 0.10 SM 4500.NO2-2017
9 Oil and Grease mg/L 1 0.8 0.4 0.8 SNI 06-6989.10-2011
10 Surfactant Anionic
(MBAS) mg/L 0.2 0.05 0.04 0.05 SNI 06-6989.51-2005
C Microbiological Properties
https://doi.org/10.29244/jpsl.20.1.1-10 Bahasa Inggris, Vol (Tidak)Bahasa Indonesia:7
No Parameter Unit Regulation
Limit
Sungai Cisadane
Method Stasiun
I
Stasiun II
Stasiun III 1 Fecal Coliform MPN/
100mL 1,000 8,200 21,870 70,760 IK No : 19-167/IK (Colilert)
2 Total Coliform MPN/
100mL 5,000 61,800 172,000 829,700 IK No : 19-167/IK (Colilert)
Sumber: Hasil Uji Laboratorium DLH Kota Tangerang [8].
Status Keberlanjutan Pengelolaan Sungai Cisadane
Penentuan satus keberlanjutan pengelolaan sumber daya alam untuk penyediaan air minum di Kota Tangerang dengan menggunakan metode Multi Dimensional Scalling (MDS) menggunakan Software Rapfish (Rapid appraisal for fisheries) yang dikembangkan oleh Rapfish Group Fisheries Center University of British Columbia Kanada [9]. Multi Dimensional Scaling (MDS) merupakan tools analysis yang dimaksudkan untuk melihat kedekatan (similarity) antar objek yang dikaji/case atau cara untuk memvisualkan tingkat kemiripan kasus individu dari sebuah dataset. Prinsipnya semakin dekat kedudukan antar objek-objek tersebut, maka semakin mirip objek-objek tersebut. Perangkat lunak Rapfish ini merupakan pengembangan MDS yang ada dalam perangkat lunak EXCEL ADD-Ins, untuk proses rotasi, kebalikan posisi (fliping), dan beberapa analisis sensitivitas telah dipadukan menjadi perangkat lunak. Melalui MDS ini, maka posisi titik keberlanjutan dapat divisualisasikan dalam dua dimensi (sumbu horizonal dan vertikal). Untuk memproyeksikan titik tersebut pada garis mendatar dilakukan proses rotasi, dengan titik ekstrem “buruk” diberi nilai 0% dan titik ekstrem
“baik” diberi skor nilai 100%. Posisi keberlanjutan sistem dikaji akan berada di antara dua titik ekstrem tersebut. Nilai ini merupakan nilai indeks keberlanjutan pengelolaan air saat ini [10].
Pada analisis MDS juga dilakukan analisis leverage dan analisis Monte Carlo. Tujuan dari analisis Leverage adalah untuk melihat atribut yang sensitif berkontribusi terhadap nilai indeks keberlanjutan tiap dimensi yang dianalisis [11]. Untuk memperkuat hasil analisis MDS, dilakukan analisis lain yang disebut Monte Carlo, di mana hasilnya dibandingkan untuk menentukan akurasinya, dengan melihat signifikansi perbedaan nilai keberlanjutan antara kedua metode. Jika perbedaan antara dua nilai tersebut rendah, maka berarti sebaliknya. Analisis Monte Carlo adalah cara untuk memperhitungkan aspek ketidakpastian [12]. Nilai Stress yang baik tidak lebih dari 0.25 [14].
Berdasarkan hasil analisis menggunakan analisis MDS (Multi Dimensional Scaling) dengan bantuan software Rapfish diperoleh nilai indeks keberlanjutan dari dimensi ekologi 45.18% (kurang berkelanjutan), dimensi sosial sebesar 56.79% (cukup berkelanjutan) dan dimensi ekonomi sebesar 62.60% (cukup berkelanjutan).
Nilai dari masing-masing dimensi keberlanjutan (Kite Diagram) disajikan pada gambar berikut.
Gambar 1. Diagram layang-layang (kite diagram) indeks keberlanjutan 45,18
62,60 56,79
0,00 10,00 20,00 30,00 40,00 50,00 60,00 70,00
Ecology
Economics Social
1.1.1. Status Keberlanjutan Dimensi Ekologi
Berdasarkan analisis menggunakan aplikasi Rapfish pada 6 (enam) atribut, diperoleh indeks keberlanjutan dimensi ekologi sebesar 45.18%, yang tergolong dalam kategori kurang berkelanjutan (dalam rentang 25.01- 50.00). Indeks ini mengindikasikan bahwa kemampuan ekologi wilayah tersebut untuk mendukung aktivitas di dalamnya masih rendah atau kurang berkelanjutan.
1.1.2. Status Keberlanjutan Dimensi Ekonomi 1.1.3. Status Keberlanjutan Dimensi Sosial
Gambar 2. Indeks status keberlanjutan dimensi ekologi
Berdasarkan analisis leverage terhadap atribut dimensi ekologi pada Gambar 1, diperoleh 2 (dua) atribut yang dinilai sensitif terhadap tingkat keberlanjutan dari dimensi ekologi yaitu atribut Tingkat pencemaran air sungai (RMS=4.06), dan atribut pemanfaatan lahan terhadap kualitas air baku (RMS=3.00). Perubahan terhadap kedua leverage faktor ini akan mudah berpengaruh terhadap kenaikan atau penurunan terhadap nilai indeks keberlanjutan dimensi ekologi.
Gambar 3. Atribut pengungkit dimensi ekologi
Dari hasil analisis penilaian atribut dalam skala ordinal menunjukkan bahwa atribut tingkat pencemaran air sungai merupakan atribut pertama yang memberikan pengaruh signifikan terhadap status keberlanjutan dimensi ekologi dengan nilai sebesar 4.06. Nilai tersebut menunjukkan bahwa kualitas air Sungai Cisadane sudah tercemar. Kondisi Sungai Cisadane ini sesuai dengan hasil uji laboratorium yang telah dilakukan uji sampling oleh Dinas Lingkungan Hidup Kota Tangerang pada tahun 2021 dengan tingginya nilai parameter TSS (Total Suspended Solid), BOD (Biochemical Oxygen Demand), COD (Chemical Oxygen Demand), DO (Dissolved Oxygen), NO2-N (Nitrit Sebagai Nitrogen), fecal coliform dan total coliform. Sehingga perlu dilakukan pengelolaan lanjutan agar tingkat pencemaran di Sungai Cisadane menurun. Upaya pengelolaan
https://doi.org/10.29244/jpsl.20.1.1-10 Bahasa Inggris, Vol (Tidak)Bahasa Indonesia:9
yang bisa dilakukan oleh Pemerintah Kota Tangerang yaitu dengan membuat kebijakan pelarangan membuang air limbah ke Sungai Cisadane baik air limbah domestik maupun air limbah produksi. kegiatan- kegiatan yang menghasilkan air limbah dengan debit tinggi biasanya dari kegiatan industri yang langsung dibuang ke badan air permukaan tanpa adanya proses pengolahan terlebih dahulu. Pilihan pengelolaan air limbah selain dilakukan pembuangan sesuai dengan PermenLHK [14], yaitu pemanfaatan air limbah ke formasi tertentu dan pemanfaatan air limbah untuk aplikasi ke tanah.
Atribut kedua yang memberikan pengaruh signifikan terhadap status keberlanjutan dimensi ekologi adalah atribut pemanfaatan lahan terhadap kualitas air baku. Lahan yang ada di Kota Tangerang saat ini sudah berubah fungsi dari yang tadinya lahan pertanian menjadi pemukiman dan kawasan industri. Adanya perubahan fungsi lahan ini tentunya dapat mempengaruhi kualitas air Sungai Cisadane. Pertumbuhan penduduk dan industri ini tidak bisa dihindari karena ini berkaitan dengan investasi di Kota Tangerang.
Namun, upaya yang perlu dilakukan oleh Pemerintah Kota Tangerang adalah memperketat regulasi lingkungan hidupnya dengan patuh terhadap izin lingkungan dan pelaporan implementasi UKL-UPL/RKL-RPL.
1.1.2. Status Keberlanjutan Dimensi Sosial
Berdasarkan analisis menggunakan aplikasi Rapfish pada 6 (enam) atribut, diperoleh indeks keberlanjutan dimensi sosial sebesar 56.79%, yang tergolong dalam kategori cukup berkelanjutan (dalam rentang 50.01- 75.00). Indeks ini mengindikasikan bahwa kemampuan ekologi wilayah tersebut untuk mendukung aktivitas di dalamnya cukup berkelanjutan.
Gambar 4. Indeks status keberlanjutan dimensi sosial
Berdasarkan analisis leverage terhadap atribut sosial pada Gambar 3, diperoleh 2 (dua) atribut yang dinilai paling sensitif terhadap tingkat keberlanjutan dari dimensi sosial yaitu atribut tingkat pendidikan formal masyarakat (RMS=6.78) dan atribut tingkat kepuasan masyarakat terhadap air bersih di PDAM (RMS=6.24).
Gambar 5. Atribut pengungkit dimensi sosial
Berdasarkan hasil analisis terhadap atribut dalam skala ordinal, tingkat pendidikan formal masyarakat menjadi faktor utama yang memberikan pengaruh signifikan terhadap status keberlanjutan dimensi sosial, dengan nilai sebesar 6.78. Hal ini mencerminkan bahwa tingkat pendidikan formal masyarakat di Kota Tangerang belum merata. Pendidikan merupakan kebutuhan dasar dalam kehidupan dan berperan penting dalam pembentukan serta pengembangan sumber daya manusia (SDM). Pendidikan mempunyai peranan penting karena melalui pendidikan, manusia makin mengetahui dan sadar akan lingkungan, terutama bahaya pencemaran terhadap kesehatan manusia. Melalui pendidikan lingkungan, seseorang diperkenankan dengan ide-ide baru dan praktek baru, dan dengan pendidikan dapat ditanamkan berpikir kritis, kreatif danrasional [15]. Oleh karena itu, pendidikan perlu menjadi perhatian utama. Tantangan utama dalam sektor pendidikan meliputi penciptaan sistem pendidikan yang dapat menyesuaikan dengan kondisi ekonomi masyarakat, keterbatasan akses pendidikan di daerah pelosok, kualitas pendidikan yang masih rendah, serta layanan pendidikan yang belum sepenuhnya merata dan terjangkau bagi semua kalangan
Atribut kedua yang berpengaruh terhadap dimensi sosial adalah tingkat kepuasan masyarakat terhadap layanan air bersih yang disediakan oleh PDAM Tirta Benteng, dengan nilai sebesar 6.24. Nilai ini mencerminkan perlunya peningkatan kualitas pelayanan PDAM di Kota Tangerang. Berbagai keluhan masyarakat menjadi indikator utama masalah yang ada, di antaranya adalah kualitas air yang sering keruh dan ketidakstabilan aliran air, di mana air tidak selalu mengalir sesuai kebutuhan warga. Masalah ini tidak hanya memengaruhi aktivitas sehari-hari masyarakat, tetapi juga menimbulkan ketidakpuasan yang dapat berdampak pada persepsi negatif terhadap pelayanan publik. Oleh karena itu, diperlukan langkah strategis untuk meningkatkan kualitas infrastruktur, sistem distribusi air, serta pengelolaan sumber daya agar pelayanan air bersih lebih optimal dan dapat memenuhi kebutuhan masyarakat secara merata. Upaya yang perlu dilakukan untuk meningkatkan kualitas pelayanan air bersih di PDAM Tirta Benteng Kota Tangerang adalah peningkatan insfrastruktur dan teknologi, peningkatan kapasitas sumber daya, monitoring dan evaluasi berkala.
1.1.3. Status Keberlanjutan Dimensi Ekonomi
Berdasarkan analisis menggunakan aplikasi Rapfish pada 6 (enam) atribut, diperoleh indeks keberlanjutan dimensi ekonomi sebesar 62.60%, yang tergolong dalam kategori cukup berkelanjutan (dalam rentang 50.01- 75.00). Indeks ini mengindikasikan bahwa kemampuan ekologi wilayah tersebut untuk mendukung aktivitas di dalamnya cukup berkelanjutan.
3,11 2,26
6,78 5,37
6,24 5,91
0,00 1,00 2,00 3,00 4,00 5,00 6,00 7,00 8,00 Ketergantungan_Masyarakat_Terhadap_Air_Bersih
Ketergantungan_Masyarakat_Terhadap_Air_Bersih Tingkat_Pendidikan_Formal_Masyarakat Motivasi_._Kepedulian_Masyarakat_Terhadap_Upaya
_Perbaikan_Lingkungan
Tingkat_Kepuasan_Masyarakat_Terhadap_Air_Bersih _Di_PDAM
Konflik_Sosial_Akibat_Distribusi_Air_Bersih
Atribut Pengungkit Dimensi Sosial
https://doi.org/10.29244/jpsl.20.1.1-10 Bahasa Inggris, Vol (Tidak)Bahasa Indonesia:11
Gambar 6. Indeks status keberlanjutan dimensi ekonomi
Berdasarkan analisis leverage terhadap atribut sosial pada Gambar 5, diperoleh 2 (dua) atribut yang dinilai paling sensitif terhadap tingkat keberlanjutan dari dimensi ekonomi yaitu atribut rezim pengelolaan air bersih (RMS=9.00) dan atribut status ekonomi masyarakat (RMS=7.89).
Gambar 7. Atribut pengungkit dimensi ekonomi
Berdasarkan hasil analisis pada atribut dalam skala ordinal, rezim pengelolaan air bersih memiliki pengaruh signifikan terhadap status keberlanjutan dimensi ekonomi, dengan nilai sebesar 9.00. Hal ini menunjukkan bahwa pengelolaan air minum, terutama dalam pemanfaatan sumber air baku untuk penyediaan layanan air minum yang berkelanjutan, masih belum optimal. Oleh karena itu, diperlukan upaya peningkatan agar dapat memperluas cakupan layanan serta memberikan kontribusi yang lebih besar terhadap pembangunan daerah.
Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) Kota Tangerang yaitu PDAM Tirta Benteng, yang berstatus sebagai BUMD, memiliki tanggung jawab untuk membiayai operasionalnya secara mandiri sekaligus meningkatkan kualitas layanan kepada masyarakat. Selain itu, PDAM juga diharapkan mampu menyumbangkan Pendapatan Asli Daerah (PAD) bagi pemerintah. Peningkatan kualitas pelayanan kepada pelanggan tidak hanya akan menciptakan citra positif terhadap produk atau jasa yang ditawarkan, tetapi juga dapat mendorong peningkatan permintaan, yang pada akhirnya mendukung keberlanjutan operasional perusahaan.
Atribut kedua yang memberikan pengaruh signifikan terhadap keberlanjutan dimensi ekonomi adalah status ekonomi masyarakat, dengan nilai sebesar 7.89. Angka ini mencerminkan bahwa mayoritas masyarakat di Kota Tangerang berada dalam kategori ekonomi menengah ke bawah, yang memengaruhi kemampuan mereka untuk mengakses layanan dasar, termasuk air bersih dari PDAM.
Kondisi ini menunjukkan bahwa keterjangkauan tarif air bersih menjadi faktor penting dalam memastikan akses yang merata bagi seluruh lapisan masyarakat. Kelompok masyarakat dengan ekonomi menengah ke bawah cenderung menghadapi kendala dalam membayar tagihan air secara rutin, sehingga berpotensi meningkatkan jumlah pelanggan yang menunggak atau bahkan kehilangan akses layanan. Hal ini tidak hanya berdampak pada masyarakat, tetapi juga pada keberlanjutan operasional PDAM, karena pendapatan perusahaan sangat bergantung pada pembayaran dari pelanggan.
Untuk mengatasi masalah ini, diperlukan kebijakan tarif yang inklusif, seperti skema subsidi silang, di mana pelanggan dengan kemampuan ekonomi lebih tinggi membantu meringankan biaya pelanggan dengan ekonomi lebih rendah. Selain itu, pemerintah daerah dan PDAM dapat bekerja sama dalam menyediakan bantuan untuk pemasangan sambungan baru bagi masyarakat berpenghasilan rendah, serta meningkatkan efisiensi layanan agar kualitas air tetap terjaga tanpa membebani biaya operasional. Dengan langkah-langkah ini, diharapkan masyarakat dari semua kelompok ekonomi dapat menikmati layanan air bersih secara merata, yang tidak hanya meningkatkan kualitas hidup mereka tetapi juga mendukung keberlanjutan ekonomi daerah melalui kontribusi terhadap pendapatan PDAM.
Kesimpulan
Hasil analisis status keberlanjutan dengan penilaian terhadap 18 atribut dari ketiga dimensi keberlanjutan, diperoleh status keberlanjutan pengelolaan Sungai Cisadane untuk penyediaan air minum di Kota Tangerang Provinsi Banten saat ini memiliki nilai indeks keberlanjutan dimensi ekologi sebesar 45.18% (kurang berkelanjutan), dimensi sosial sebesar 56.79% (cukup berkelanjutan) dan dimensi ekonomi sebesar 62.60%
(cukup berkelanjutan). Masing-masing dimensi memiliki indeks sensitive yang sangat menentukan indeks keberlanjutannya seperti dimensi ekologi memiliki 2 (dua) atribut yang dinilai sensitif yaitu tingkat keberlanjutan dari dimensi ekologi yaitu atribut Tingkat pencemaran air sungai (RMS=4.06), dan atribut pemanfaatan lahan terhadap kualitas air baku (RMS=3.00). Dimensi sosial memiliki 2 (dua) atribut yang dinilai paling sensitif terhadap tingkat keberlanjutan dari dimensi sosial yaitu atribut tingkat pendidikan formal masyarakat (RMS=6.78) dan atribut tingkat kepuasan masyarakat terhadap air bersih di PDAM (RMS=6.24).
Dimensi ekonomi memiliki 2 (dua) atribut yang dinilai paling sensitif terhadap tingkat keberlanjutan dari dimensi ekonomi yaitu atribut rezim pengelolaan air bersih (RMS=9.00) dan atribut status ekonomi masyarakat (RMS=7.89).
Referensi
1. Wiriani ER, Syarifuddin H, Jalius. 2018. Analisis kualitas air Sungai Batanghari berkelanjutan di Kota Jambi. Khazanah Intelektual. 2(2):219-241.
2. [PP] Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 37 Tahun 2012 Tentang Pengelolaan Daerah Aliran Sungai. 2012.
3. Pitcher TJ, Preikshot DB. 2001. Rapfish: A Rapid Appraisal Technique to Evaluate the Sustainability Status of Fisheries. Fisheries Research. 49(3): 255-270.
4. Surya RA, Purwanto MYJ, Sapei A, Widiatmaka. 2015. Analisis status keberlanjutan pengelolaan air baku di Kabupaten Konawe Provinsi Sulawesi Tenggara. Jurnal Bumi Lestari. 14(2):213-225.
5. Yusuf M, Wijaya M, Surya RA, Taufik I. 2021. MDS-RAPS Teknik analisis keberlanjutan. Makassar: Tohar Media.
6. [BPS] Badan Pusat Statistik. 2024. Kota Tangerang Dalam Angka. Tangerang: Badan Pusat Statistik Kota Tangerang.
7. Dawud M, Namara I, Chayati N, Muhammad F. 2016. Analisis system pengendalian pencemaran air Sungai Cisadane Kota Tangerang berbasis masyarakat [Seminar Nasional]. Jakarta: Universitas Muhammadiyah.
8. [DLH] Dinas Lingkungan Hidup Kota Tangerang. 2021. Pemantauan Kualitas Air Sungai dan Kondisi Ekologis. Tangerang: Dinas Lingkungan Hidup Kota Tangerang.
9. Fauzi A, Anna S. 2005. Pemodelan Sumber Daya Perikanan dan Kelautan untuk Analisa Kebijakan.
Jakarta: Gramedia Pustaka.
10. Hermawan IM. 2019. Model kebijakan stabilitas angkutan umum yang berkelanjutan di Kota Sukabumi [tesis]. Bogor: Institut Pertanian Bogor.
https://doi.org/10.29244/jpsl.20.1.1-10 Bahasa Inggris, Vol (Tidak)Bahasa Indonesia:13
11. Baeta F, Pinheiro A, Corte-Real M, Costa JL, de Almeida PR, Cabral H, Costa MJ. 2005. Are the fisheries in the Tagus estuary sustainable?. Fisheries Research. 76(2005):243-251. doi:
10.1016/j.fishres.2005.06.012.
12. Pitcher TJ, Preikshot DB. 2001. Rapfish: A Rapid Appraisal Technique to Evaluate the Sustainability Status of Fisheries. Fisheries Research. 49(3): 255-270.
13. Fauzi A, Anna S. 2005. Pemodelan Sumber Daya Perikanan dan Kelautan untuk Analisa Kebijakan.
Jakarta: Gramedia Pustaka.
14. Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 2021 tentang Tata Cara Penerbitan Persetujuan Teknis dan Surat Kelayakan Operasional Bidang Pengendalian Pencemaran Lingkungan. 2021.
15. Masdiana, Unton AR, Sudiah L, Hanisu, Setyawan WO, Wulandari. 2022. Pengaruh tingkat pendidikan formal terhadap sadar lingkungan Kali Solo Dusun Honex di Desa Banabungi Kecamatan Pasarwajo Kabupaten Buton. Jurnal Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan. 3(1):105-114.