• Tidak ada hasil yang ditemukan

Aktivitas Mikrob Dan Amilase Di Dalam Tepung Terigu Dan Kedelai Pada Berbagai Durasi Kejut Medan Listrik.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Aktivitas Mikrob Dan Amilase Di Dalam Tepung Terigu Dan Kedelai Pada Berbagai Durasi Kejut Medan Listrik."

Copied!
29
0
0

Teks penuh

(1)

AKTIVITAS MIKROB DAN AMILASE DI DALAM TEPUNG

TERIGU DAN KEDELAI PADA BERBAGAI

DURASI KEJUT MEDAN LISTRIK

CEPI ABISOID MAHJUM KUSWANDANI

DEPARTEMEN BIOKIMIA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Aktivitas Mikrob dan Amilase di dalam Tepung Terigu dan Kedelai pada Berbagai Durasi Kejut Medan Listrik adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

(4)

ABSTRAK

CEPI ABISOID MAHJUM KUSWANDANI. Aktivitas Mikrob dan Amilase di dalam Tepung Terigu dan Kedelai pada Berbagai Durasi Kejut Medan Listrik. Dibimbing oleh MEGA SAFITHRI dan I MADE SUDIANA.

Kejut medan listrik (Pulsed Electric Field, PEF) merupakan salah satu metode nontermal dalam pengawetan makanan yang dapat menginaktivasi mikrob dan enzim tanpa menimbulkan kerusakan pada bahan pangan. Studi dan aplikasi kejut medan listrik hanya terbatas pada bahan pangan jenis cair. Efektivitas kejut medan listrik dalam menginaktivasi mikrob dan enzim akan semakin meningkat saat durasinya diperpanjang. Tujuan penelitian ini adalah mengukur aktivitas mikrob dan amilase di dalam tepung terigu dan kedelai setelah diberikan perlakuan kejut medan listrik pada berbagai macam durasi. Penelitian dilakukan dengan mengukur aktivitas mikrob dengan metode hidrolisis fluorescein diasetat (FDA) dan amilase dengan metode asam dinitrosalisilat (DNS) pada tepung terigu, tepung terigu inokulasi Escherichia coli, tepung kedelai, dan tepung kedelai inokulasi Aspergillus niger, yang telah diberikan perlakuan kejut medan listrik dengan intensitas listrik 20 kV dan durasi yang beragam, yaitu 1, 2, 3, 4, dan 5 jam. Hasil yang diperoleh menunjukkan data aktivitas mikrob dan amilase yang fluktuatif pada masing-masing sampel seiring ditambahkannya waktu perlakuan. Intensitas listrik dan durasi yang diberikan belum dapat menginaktivasi mikrob dan amilase pada masing-masing sampel.

Kata kunci: amilase, inaktivasi mikrob, kejut medan listrik

ABSTRACT

CEPI ABISOID MAHJUM KUSWANDANI. Microbial and Amylase Activities of Wheat and Soy Flours in Various Duration of Pulsed Electric Field. Supervised by MEGA SAFITHRI and I MADE SUDIANA.

Pulsed electric field (PEF) is a nonthermal method of food preservation that has an ability on microbial and enzyme inactivation with a minimum detrimental effect on food quality attributes. A studies and applications of PEF were limited around liquid foods only. An effectivity of PEF will increase with a longer treatment time. The aim of this research is to measure microbial and amylase activities in wheat and soy flours after PEF treatment in various duration. Research was done by measured amylase and microbe activities with dinitrocalicilic acid (DNS) and fluorescein diacetate (FDA) hydrolysis method respectively, in wheat flour, Escherichia coli-inoculated wheat flour, soy flour, and Aspergillus niger-inoculated soy flour, which had been treated by PEF with electrical intensitiy of 20 kV and various durations, which was 1, 2, 3, 4, and 5 hours. Results showed a fluctuative data on amylase and microbe activities in each sample along with an increment of treatment time. Electrical field intensity and treatment time given have not yet available to inactivate microbe and amylase activities in each sample.

(5)

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Sains

pada

Departemen Biokimia

AKTIVITAS MIKROB DAN AMILASE DI DALAM TEPUNG

TERIGU DAN KEDELAI PADA BERBAGAI

DURASI KEJUT MEDAN LISTRIK

CEPI ABISOID MAHJUM KUSWANDANI

DEPARTEMEN BIOKIMIA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(6)
(7)
(8)

PRAKATA

Puji dan syukur kehadirat Allah SWT atas limpahan rahmat dan hidayah-Nya sehingga skripsi yang berjudul “Aktivitas Mikrob dan Amilase di dalam Tepung Terigu dan Kedelai pada Berbagai Durasi Kejut Medan Listrik” dapat diselesaikan dengan baik.

Terima kasih penulis sampaikan kepada Dr Mega Safithri, MSi dan Prof Dr I Made Sudiana, MSc selaku dosen pembimbing yang telah memberikan saran, kritik, dan bimbingannya selama penelitian hingga proses penyusunan skripsi ini. Selain itu, penghargaan penulis sampaikan kepada Dr Suprapedi MEng dari LIPI Fisika, Mbak Senlie selaku analis laboratorium, dan rekan-rekan serta teknisi laboratorium mikrobiologi-fisiologi LIPI Cibinong, yang telah banyak membantu selama pengumpulan data. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada Umi, Bapak, Kakak-kakak, seluruh keluarga, sahabat Biokimia 48, sahabat Q10, dan pihak lainnya yang tidak bisa disebutkan satu persatu, atas nasihat, kasih sayang dukungan, doa, dan bantuannya.

Penulis menyadari skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu, saran dan kritik yang bersifat membangun akan penulis jadikan pelajaran untuk perbaikan di masa mendatang. Semoga skripsi ini bermanfaat.

(9)

DAFTAR ISI

DAFTAR GAMBAR vi

DAFTAR LAMPIRAN vi

PENDAHULUAN 1

METODE 2

Alat dan Bahan 2

Prosedur Penelitian 3

HASIL 4

Aktivitas Mikrob melalui Hidrolisis FDA 4

Aktivitas Amilase 5

PEMBAHASAN 6

Aktivitas Mikrob melalui Hidrolisis FDA 6

Aktivitas Amilase 9

SIMPULAN DAN SARAN 10

Simpulan 10

Saran 10

DAFTAR PUSTAKA 10

LAMPIRAN 14

(10)

DAFTAR GAMBAR

1 Aktivitas mikrob pada berbagai durasi kejut medan listrik 5 2 Aktivitas amilase pada berbagai durasi kejut medan listrik 6

DAFTAR LAMPIRAN

1 Kurva standar fluorescein diasetat 14

2 Hidrolisis fluorescein diasetat 14

3 Kurva standar glukosa 15

4 Persentase inaktivasi mikrob pada berbagai durasi kejut medan listrik 15 5 Persentase inaktivasi amilase pada berbagai durasi kejut medan listrik 16

(11)

PENDAHULUAN

Permintaan masyarakat yang semakin tinggi terhadap produk pangan segar dan aman secara mikrobiologis membuat produsen dan penggiat di bidang pangan mengembangkan teknik pemrosesan dan pengawetan baru. Proses pengawetan bahan pangan umumya dilakukan dengan cara pemanasan yang dapat membuat kandungan zat gizi dalam pangan berubah. Oleh karena itu, dewasa ini telah banyak dikembangkan teknik pengawetan tanpa pemanasan salah satunya adalah teknik kejut medan listrik (Estiasih dan Ahmadi 2009).

Kejut medan listrik atau lebih dikenal dengan istilah pulsed electric field (PEF) merupakan salah satu metode nontermal dalam pengawetan makanan. Metode ini melibatkan kejut (pulsa) elektrik pendek untuk inaktivasi mikrob dan menyebabkan efek kerusakan minimal pada kualitas kandungan makanan, atau dengan kata lain menjaga kesegaran dan keaslian makanan (Mohamed dan Eissa 2012). Menurut Ramaswamy et al. (2009) teknologi kejut medan listrik lebih menguntungkan dibandingkan dengan perlakuan panas karena dapat membunuh mikroorganisme dengan tetap menjaga warna, rasa, dan tekstur asli serta nilai nutrisi dari makanan yang belum diproses (unprocessed food). Selain inaktivasi mikrob, kejut medan listrik juga telah terbukti dapat menginaktivasi enzim seperti, pektin metil esterase (Giner et al. 2005), polifenol oksidase (Yang et al. 2004b), poligalakturonase (Giner et al. 2003), peroksidase (Zhong et al. 2005), lipoksigenase (Loey et al. 2002), alkalin fosfatase (Castro et al. 2001b), protease (Bendicho et al. 2003), lipase (Ho et al. 1997), dan pepsin (Yang et al. 2004a).

Studi mengenai pengaruh kejut medan listrik maupun aplikasinya dalam pengawetan pangan telah banyak dilakukan dalam beberapa dekade terakhir, akan tetapi hal ini hanya terbatas pada bahan pangan jenis cair seperti susu dan jus buah. Berlawanan dengan hal tersebut, studi mengenai pengaruh kejut medan listrik pada pangan padat masih sangat terbatas (Doevenspeck 1961; Sitzmann dan Munch 1988; Hafsteinsson et al. 2000; Barsotti et al. 2001; Gudmundsson dan Hafsteinsson 2001; Toepfl et al. 2006) sehingga informasi mengenai potensi kejut medan listrik sebagai teknik pengawetan untuk bahan padat masih belum dapat disimpulkan secara pasti.

Umumnya teknik pengawetan nontermal yang digunakan untuk bahan pangan padat adalah dengan iradiasi, namun teknik ini belum diterima secara menyeluruh karena memiliki isu keamanan. Selain itu menurut badan pengawas obat dan makananan Amerika, iradiasi dikategorikan sebagai zat aditif atau bahan tambahan dan bukan suatu proses (Estiasih dan Ahmadi 2009). Oleh karena itu, akan sangat baik jika teknik kejut medan listrik dapat digunakan sebagai teknik pengawetan bahan pangan padat karena teknik ini relatif lebih aman (Estiasih dan Ahmadi 2009; Matser et al. 2007).

(12)

2

melebihi ambang batas tegangan tembusnya akan menghilangkan sifat isolator suatu bahan. Dengan kata lain, jika tegangan listrik yang diberikan kepada tepung terigu dan kedelai cukup tinggi untuk melewati ambang batasnya maka kejut medan listrik akan efektif dalam menginaktivasi mikrob dan enzim pada kedua bahan tersebut (Suprapedi 24 Agustus 2015, komunikasi pribadi). Mekanisme inaktivasi mikrob oleh perlakuan kejut medan listrik terjadi karena adanya pembentukan pori atau elekroporasi pada membran sel (Weaver 2003), sedangkan inaktivasi enzim terjadi karena adanya denaturasi enzim (Castro et al. 2001a).

Salah satu faktor utama yang mempengaruhi efektivitas kejut medan listrik adalah durasi perlakuan (Wouters et al. 2001). Penelitian ini bertujuan menganalisis aktivitas mikrob dan amilase di dalam tepung terigu dan kedelai setelah diberikan perlakuan kejut medan listrik pada berbagai macam durasi. Penelitian dilakukan dengan memberikan perlakuan kejut medan listrik pada tepung terigu (K1), tepung terigu inokulasi Escherichia coli (T2), tepung kedelai (K1), dan tepung kedelai inokulasi Aspergillus niger (K2) dengan intensitas 20 kV dan durasi perlakuan yang berbeda, yaitu 1, 2, 3, 4, dan 5 jam. Hipotesis dari penelitian adalah aktivitas amilase dan mikrob pada tepung terigu dan kedelai akan menurun seiring ditambahkannya durasi perlakuan. Luaran yang diharapkan pada penelitian ini adalah bertambahnya informasi mengenai potensi kejut medan listrik sebagai metode pengawetan bahan pangan padat. analisis yaitu sentrifugasi KOKUSAN H-15FR Pupick Fled, botol beling, peralatan gelas Pyrex, spektrofotometer UV-Vis MAPADA V-1100D, magnetic stirer, kapas, plastik, alumunium foil, cawan, spatula, tusuk sate, vortex SIBATA TTM-1, tusuk gigi, tabung ependorf, pipet mikro 5000 µL dan 200 µL, tip 5000 µL dan 200 µL.

(13)

3

Prosedur Penelitian

Hidrolisis Flourescein Diasetat(FDA) (modifikasi Adam & Duncan 2001)

Hidrolisis FDA proporsional dengan aktivitas mikrob di dalam suatu sampel. Semakin tinggi konsentrasi FDA yang terhidrolisis maka aktivitas mikrob dalam sampel juga semakin tinggi. Penentuan hidrolisis FDA dilakukan dengan menambahkan sampel sebanyak 100 mg dengan bufer kalium fosfat pH 7.6 sebanyak 750 µL pada tabung ependorf. Sebanyak 10 µL FDA ditambahkan ke dalam tabung. Setelah itu, larutan dihomogenisasi dengan vortex dan diinkubasi selama 20 menit. Setelah inkubasi dengan segera tambahkan 750 µL larutan metanol:kloroform (2:1 v/v) ke dalam tabung untuk menghentikan reaksi. Tabung kemudian disentrifugasi dengan kecepatan 2000 rpm selama 3 menit. Supernatan diukur absorbansinya dengan spektrofotometer pada panjang gelombang 490 nm. Hasil positif menunjukkan sampel berwarna kuning kehijauan, semakin pekat warna semakin tinggi konsentrasi FDA yang terhidrolisis.

Standar FDA dibuat dengan melarutkan garam natrium fluorescein dengan bufer kalium fosfat 60 mM pH 7.6 dengan konsentrasi 20 µg/mL, kemudian larutan standar FDA 20 µg/mL diencerkan sesuai kebutuhan dengan bufer kalium fosfat 60 mM pH 7.6 dan diukur absorbansinya pada panjang gelombang 490 nm.

Fermentasi fase padat (modifikasi Singh dan Gupta 2014)

Fermentasi fase padat dilakukan untuk sampel T2 dan K2. Sebanyak 20 g tepung kedelai dan terigu disterilisasi menggunakan otoklaf pada suhu 121 oC selama 15 menit di dalam plastik tahan panas. Setelah itu, ke dalam substrat ditambahkan akuades steril dan diinokulasikan dengan isolat A. Niger untuk tepung kedelai, dan E. coli untuk tepung terigu. Campuran tersebut kemudian dihomogenkan. Plastik dilubangi dengan tusuk gigi, kemudian sampel diinkubasi dalam inkubator 35 oC selama 4 hari. Setelah masa inkubasi, sampel disimpan dalam lemari pendingin dengan suhu -4 oC untuk menghentikan proses fermentasi.

Ekstraksi enzim kasar (modifikasi Singh dan Gupta 2014)

Sebanyak 200 mg substrat hasil fermentasi fase padat dicampurkan dalam 5 mL akuades steril. Setelah itu dikocok selama 15 menit dan disentrifugasi pada kecepatan 6000 rpm, 4 oC, selama 5 menit. Supernatan yang dihasilkan digunakan dalam uji aktivitas amilase.

Penentuan aktivitas Amilase (modifikasi Singh dan Gupta 2014)

(14)

4

Adapun kurva standar glukosa dibuat dari larutan glukosa dengan konsentrasi 50, 100, 200, 300, 400, dan 500 ppm. Satu unit amilase didefinisikan sebagai jumlah enzim yang dibutuhkan untuk melepaskan 1 µmol glukosa per menit dalam kondisi pengujian (pH 5.2 dan suhu 30 oC). Aktivitas amilase dinyatakan dalam unit per gram substrat (U/g).

Aktivitas amilase(U/g) =

[glukosa]mLµg xBM1 µmolµg xVolume ekstrak (mL)Bobot substrat (g) xVolume larutan (mL)Volume enzim (mL) xt (menit)1

HASIL

Aktivitas Mikrob melalui Hidrolisis FDA

Hidrolisis senyawa FDA melibatkan tiga jenis enzim utama yaitu lipase, protease, dan esterase nonspesifik serta enzim-enzim ekstraselular lainnya. Aktivitas mikrob dalam tepung terigu (T1), tepung terigu inokulasi E. coli (T2), tepung kedelai (K1), dan tepung kedelai inokulasi A. niger (K2) diukur dari banyaknya enzim ekstraseluler dari masing-masing sampel tersebut dalam menghidrolisis senyawa fluorescein diasetat (FDA), sehingga banyaknya senyawa FDA yang terhidrolisis setara dengan aktivitas mikrob dari masing-masing sampel. Semakin sedikit FDA yang terhidrolisis menunjukkan semakin rendahnya aktivitas mikrob dan mengindikasikan semakin efektifnya perlakuan kejut medan listrik.

Gambar 1 menunjukkan grafik persentase inaktivasi mikrob, dilihat dari banyaknya senyawa FDA terhidrolisis di dalam masing-masing sampel yang terukur pada panjang gelombang 490 nm. Persentase didapatkan dengan membandingkan masing-masing sampel pada berbagai durasi kejut medan listrik dengan sampel yang tidak diberikan perlakuan kejut medan listrik, sehingga semakin besar persen inaktivasi mikrob yang tertera dalam grafik maka semakin optimum pula durasi kejut medan listrik yang diberikan terhadap sampel. Secara teoritis, semakin bertambahnya durasi perlakuan kejut medan listrik yang diberikan pada suatu sampel, maka akan semakin tinggi pula inaktivasi mikrob pada sampel tersebut. Akan tetapi, hasil penelitian menunjukkan bahwa semakin bertambahnya durasi perlakuan kejut medan listrik yang diberikan pada keempat jenis sampel (T1, T2, K1, dan K2) tidak selalu meningkatkan persen inaktivasi mikrob. Dengan kata lain, inaktivasi mikrob pada penelitian ini tidak berhubungan linier dengan lamanya durasi perlakuan kejut medan listrik yang diterapkan.

(15)

5

Gambar 1 Aktivitas mikrob pada berbagai durasi kejut medan listrik

Selanjutnya untuk sampel K2 inaktivasi mikrob optimum diperoleh pada durasi 5 jam dengan persen inaktivasi sebesar 43 %. Selain inaktivasi mikrob, terdapat beberapa sampel yang menunjukkan aktivasi mikrob (persentase inaktivasi mikrob menunjukkan nilai negatif dalam grafik) setelah diberikan perlakuan kejut medan listrik. Hal tersebut terjadi pada sampel T1 dan K1 yang masing-masing mengalami aktivasi mikrob sebesar 2 % dan 1 % setelah diberikan perlakuan kejut medan listrik selama 1 jam (Gambar 1).

Aktivitas Amilase

Aktivitas amilase diukur berdasarkan reaksi antara substrat amilum yang dihidrolisis oleh amilase dengan larutan DNS sebagai indikator. Semakin pekat warna yang dihasilkan oleh DNS, maka semakin tinggi pula aktivitas amilase dalam menghidrolisis amilum. Seperti hal nya aktivitas mikrob, hasil aktivitas amilase disajikan dalam bentuk persentase yang menggambarkan perbandingan aktivitas amilase antara sampel yang diberikan perlakuan kejut medan listrik pada berbagai durasi dengan sampel yang tidak diberikan perlakuan kejut medan listrik. Semakin besar persentase inaktivasi amilase maka semakin efektif pula perlakuan kejut medan listrik.

Gambar 2 menunjukkan grafik aktivitas amilase masing-masing sampel pada berbagai durasi kejut medan listrik. Dalam rentang durasi perlakuan kejut medan listrik 1 jam sampai 4 jam, baik inaktivasi maupun aktivasi amilase ditunjukkan oleh masing-masing sampel. Sampel T1 mengalami aktivasi pada durasi perlakuan kejut medan listrik 1 jam dan 2 jam, dengan persentase masing-masing sebesar 12 % dan 18 %. Sampel T2 mengalami aktivasi amilase pada durasi kejut medan listrik selama 2 jam dengan persentase sebesar 5 %.

(16)

6

Gambar 2 Aktivitas amilase pada berbagai durasi kejut medan listrik

Selanjutnya untuk sampel K1, aktivasi terjadi setelah sampel diberikan kejut medan listrik selama 1, 3, dan 4 jam, dengan masing-masing persentase aktivasi sebesar 46 %, 9 %, dan 6 %. Seperti hal nya sampel T2, sampel K2 mengalami aktivasi amilase hanya pada satu titik durasi kejut medan listrik, yaitu pada durasi 4 jam dengan persentase aktivasi amilase sebesar 12 %. Berlawanan dengan fenomena yang terjadi pada rentang durasi 1 jam hingga 4 jam, pada durasi kejut medan listrik 5 jam, semua sampel mengalami inaktivasi. Selain itu, ketiga jenis sampel yaitu T1, T2, dan K1 juga memiliki inaktivasi amilase optimum pada durasi 5 jam. Besarnya persentase inaktivasi amilase pada masing-masing sampel tersebut adalah 37 %, 33 %, dan 73 %. Berlainan dengan ketiga sampel yang telah disebutkan, sampel K2 mencapai inaktivasi amilase secara optimum setelah diberikan kejut medan listrik selama 3 jam dengan persentase sebesar 82 %.

PEMBAHASAN

Aktivitas Mikrob melalui Hidrolisis FDA

Prinsip pengukuran aktivitas mikrob menggunakan hidrolisis FDA adalah dengan mengukur jumlah senyawa FDA yang terhidrolisis oleh enzim-enzim di dalam suatu sampel, baik enzim bebas maupun enzim terikat membran, dengan melihat kepekatan warna yang dihasilkan dari reaksi antara sampel dan senyawa FDA untuk kemudian diukur secara kuantitatif menggunakan spektrofotometer (Adam dan Duncan 2001). Kemampuan untuk menghidrolis FDA ditemukan pada banyak jenis mikrob terutama bakteri dan fungi karena pada umumnya jenis-jenis mikrob ini menghasilkan atau memiliki kelompok enzim yang bertanggung jawab dalam menghidrolisis FDA, yaitu protease, lipase, dan esterase nonspesifik (Adam

(17)

7 dan Duncan 2001). Pada penelitian ini, dihipotesiskan bahwa semakin lamanya proses paparan kejut medan listrik pada suatu sampel maka akan semakin tinggi pula inaktivasi mikrob pada sampel tersebut, sehingga dapat ditarik kesimpulan bahwa semakin lamanya proses perlakuan kejut medan listrik akan membuat nilai absorbansi senyawa FDA yang terhidrolisis semakin rendah, karena mikrob-mikrob yang menghasilkan enzim-enzim untuk menghidrolisis FDA telah terinaktivasi.

Di dalam bab Hasil telah dipaparkan data hasil penelitian dan dapat ditarik kesimpulan bahwa inaktivasi mikrob pada penelitian ini tidak berhubungan linier terhadap lamanya durasi kejut medan listrik yang diberikan. Hal ini berlawanan dengan teori yang telah banyak dikemukakan terkait pengaruh durasi kejut medan listrik terhadap inaktivasi mikrob (Hulsheger et al. 1983; Grahl dan Markl 1996; Reina et al. 1998; Rivas et al. 2006) bahwasanya peningkatan durasi perlakuan kejut medan listrik mengacu pada peningkatan inaktivasi mikrob.

Penyebab hasil penelitian yang tidak sesuai dengan teori akan dijelaskan dengan beberapa pendekatan berikut. Pendekatan pertama dilakukan dengan melihat media perlakuan atau jenis sampel yang digunakan. Pada penelitian ini digunakan dua jenis sampel, yaitu tepung terigu (T1) dan tepung kedelai (K1). Jika dilihat dari tren data yang dihasilkan antara T1 dan K1, maka dapat disimpulkan bahwa T1 memiliki sensitivitas terhadap durasi kejut medan listrik yang lebih tinggi dibandingakan dengan K1, karena pada sampel T1 inaktivasi mikrob dengan nilai yang relatif tinggi diperoleh pada durasi perlakuan yang lebih lama, yaitu pada durasi 3 jam sampai durasi 5 jam (Gambar 1). Berlawanan dengan hal tersebut, sampel K1 memiliki durasi kejut medan listrik yang optimum pada durasi 4 jam, kemudian persen inaktivasi mikrob pada sampel K1 menurun pada durasi yang lebih lama (5 jam). Hal ini mengindikasikan sampel yang berbeda akan menunjukkan sensitivitas yang berbeda pula terhadap durasi kejut medan listrik. Menurut Cueva (2009) perbedaan jenis sampel adalah salah satu faktor yang dapat mempengaruhi efektifitas inaktivasi mikrob oleh kejut medan listrik. Walaupun hal ini tidak dapat disimpulkan secara pasti karena pada sampel T1 terdapat fluktuasi yang sama, yang terjadi antara durasi 2 jam yang memiliki persen inaktivasi lebih besar dibandingkan dengan durasi 3 jam.

Pendekatan selanjutnya dilihat dari perbedaan jenis mikrob yang digunakan, yaitu antara sampel T2 dengan K2. Perlu diperhatikan bahwa berdasarkan hasil yang telah dipaparkan, inaktivasi mikrob yang cukup linier dengan durasi perlakuan hanya terjadi pada sampel K2, yaitu kedelai yang telah diinokukulasi A. niger. Jika dibandingkan dengan sampel T2 (tepung terigu inokulasi E. coli) yang menunjukkan penurunan inaktivasi mikrob pada perlakuan 4 dan 5 jam, jelas terlihat bahwa perbedaan jenis mikrob sangat berpengaruh pada efektivitas inaktivasi oleh kejut medan listrik. Barbosa-Canovas et al. (2006) menyatakan bahwa sel kapang lebih sensitif dibandingkan dengan sel bakteri terhadap perlakuan kejut medan listrik karena memiliki ukuran yang lebih besar. Sel dengan ukuran yang lebih besar memiliki potensial transmembran yang lebih tinggi sehingga akan lebih sensitif terhadap perlakuan kejut medan listrik (Ortega-Rivas 2011).

(18)

8

2009). Berlawanan dengan hal tersebut, kapang dapat tumbuh pada bahan pangan dengan Aw rendah. Rezazadeh et al. (2013) melaporkan bahwa A. niger mendominasi pertumbuhan pada sampel tepung terigu yang diinokulasi dengan beberapa jenis kapang. Selain itu, menurut Piotrowska et al. (2013) A. niger dapat mengkontaminasi baik tepung terigu maupun kacang kedelai. Kontaminasi fungi pada tepung terigu dapat merusak kualitas tepung dan menyebabkan efek proteolisis, lipolisis, dan sakarolisis sehingga mengurangi kandungan nutrisi tepung terigu seperti gluten (Rezazadeh et al. 2013).

Pembaruan dalam penelitian ini adalah digunakannya bahan padat dalam proses kejut medan listrik, sehingga sangat dimungkinkan bahwa hasil penelitian yang tidak sensitif terhadap durasi perlakuan disebabkan oleh kondisi bahan padat yang berbeda dari bahan cair. Pada dasarnya kejut medan listrik tidak digunakan dalam pengawetan bahan padat karena distribusi listrik tidak merata pada bahan padat (Estiasih dan Ahmadi 2009). Menurut Bosch (2007) media atau sampel yang tidak homogen, partikel yang relatif besar, adanya kandungan lemak, dan partikel-partikel yang berkoagulasi di dalam sampel atau media perlakuan dapat menyebabkan berkurangnya kekuatan medan listrik pada bagian-bagian tertentu di dalam sampel sehingga melindungi mikrob dari paparan kejut medan listrik.

Lamanya proses perlakuan atau durasi perlakuan kejut medan listrik mengacu pada lebar pulsa dan jumlah pulsa, sehingga peningkatan durasi perlakuan (treatment time) dapat dilakuan dengan melebarkan pulsa dan/atau menambah jumlah pulsa (Cueva 2009). Pada penelitian ini peningkatan durasi perlakuan dicapai dengan menambah jumlah pulsa. Akan tetapi, karena keterbatasan alat kejut medan listrik yang digunakan, yaitu alat yang digunakan hanya mampu mengahantarkan 1 pulsa per detik, maka penambahan jumlah pulsa dicapai dengan memanjangkan lamanya paparan kejut medan listrik dengan ragam waktu 1, 2, 3, 4, dan 5 jam sehingga dapat dikatakan bahwa durasi yang digunakan dalam penelitian ini beragam antara 3600-18000 pulsa. Keterbatasan alat kejut medan listrik yang digunakan atau tidak standarnya alat juga perlu diperhitungkan sebagai penyebab hasil yang tidak sesuai dengan teori.

Alat kejut medan listrik yang digunakan pada penelitian ini terdiri dari satu sumber energi dengan voltase maksimal 20 kV, pengatur jumlah pulsa, ruang perlakuan berbentuk tabung kaca dengan diameter 10 mm, dan elektroda dari baja. Hasil penelitian yang fluktuatif dan tidak sensitif terhadap durasi perlakuan dapat juga disebabkan oleh tidak meratanya distribusi listrik saat proses kejutan dilakukan karena penggunaan kaca sebagai ruang perlakuan. Umumnya bahan yang digunakan sebagai ruang perlakuan adalah bahan logam (Estiasih dan Ahmadi 2009) karena memiliki konduktivitas listrik yang tinggi. Penggunaan kaca sebagai ruang perlakuan juga pernah diujicobakan oleh Mazurek (1995) yang melaporkan bahwa ruang perlakuan rusak di sekitar elektroda dan energi yang dilepaskan di dalam ruang perlakuan sangat kecil, meskipun inaktivasi mikrob tetap terjadi.

(19)

9

Aktivitas Amilase

Seperti hal nya inaktivasi mikrob, inaktivasi enzim oleh kejut medan listrik juga dipengaruhi oleh faktor perlakuan. Selain itu, enzim (jenis, sumber, konsentrasi) dan media tempat enzim disuspensikan juga berpengaruh terhadap inaktivasi (Martin-Belloso et al. 2005). Kajian mengenai pengaruh kejut medan listrik terhadap enzim amilase telah banyak dilakukan, salah satunya oleh Ho et al. (1997) yang membuktikan bahwa enzim amilase sensitif terhadap perlakuan kejut medan listrik pada berbagai kekuatan medan listrik.

Hasil penelitian mengindikasikan bahwa jenis sampel yang sama (T1 dengan T2 dan K1 dengan K2) menunjukkan tren data yang serupa (Gambar 2). Sampel T1 (tepung terigu) dan T2 (tepung terigu inokulasi bakteri E.coli) memiliki tren data yang cenderung menurun sedangkan sampel K1 (tepung kedelai) dan K2 (tepung kedelai inokulasi A.niger) memiliki tren data yang fluktuatif. Hal ini menunjukkan bahwa aktivitas enzim amilase pada penelitian ini dipengaruhi oleh media enzim atau jenis sampel yang digunakan seperti hal nya faktor ini mempengaruhi inaktivasi mikrob. Selain itu, kedelai merupakan sumber protein nabati dengan kandungan protein per bobot basah sebesar 36 % (Kusnandar 2010) sehingga diperlukan pengukuran protease karena sangat dimungkinkan bahwa mikroorganisme kontaminan pada kedelai lebih aktif dalam mensekresikan enzim tersebut.

Mekanisme mengenai inaktivasi kejut medan listrik dipercaya terjadi karena adanya denaturasi enzim yang kemungkinan disebabkan oleh perubahan konformasi walaupun hal ini belum dipahami secara menyeluruh. Berbagai teori telah dikemukakan, diantaranya berdasarkan penelitian Castro et al. (2001a) dan Perez dan Pilosof (2004) dapat dinyatakan bahwa inaktivasi enzim disebabkan oleh: (i) polarisasi dari molekul protein, (ii) disosiasi subunit protein yang terikat secara nonkovalen pada struktur kuartener, (iii) perubahan dalam konformasi sehingga mengendapkan asam amino hidrofobik atau melepaskan gugus sulfidril, (iv) penarikan struktruk terpolarisasi oleh gaya elektrostatik, (v) interaksi hidrofobik ataupun kovalen yang menimbulkan agregat.

Mengacu pada teori yang telah dikemukakan dalam tulisan ini, perlu ditekankan bahwa teori-teori tersebut berasal dari penelitian dengan menggunakan medium cair sehingga dapat diterima bahwa teori-teori tersebut tidak berlaku pada medium padat seperti yang dilakukan penelitian ini. Selain itu belum dapat disimpulkan apakah fenomena yang terjadi pada penelitian ini akan berlaku pada bahan padat lainnya mengingat terdapat perbedaan struktur maupun kandungan yang dapat mempengaruhi efektivitas kejut medan listrik. Seperti dilaporkan oleh Castro et al. (2001b) dan Bendicho et al. (2003) yang mengemukakan bahwa kandungan lemak dalam medium dapat mempengaruhi inaktivasi enzim oleh kejut medan listrik. Vega-Mercado et al. (2001) melaporkan bahwa adanya kasein dalam medium memberikan efek protektif terhadap inaktivasi enzim oleh kejut medan listrik sedangkan hal berlainan diungkapkan Bendicho et al. (2002) yang melaporkan bahwa adanya protein dalam medium meningkatkan efektivitas inaktivasi enzim oleh kejut medan listrik.

(20)

10

fluktuasi data pada aktivitas enzim glukosa oksidase, lisoenzim, dan pepsin yang diberi perlakuan kejut medan listrik dengan kekuatan medan listik yang berbeda. Ho melaporkan bahwa perlakuan kekuatan medan listrik sebesar 15 kV meningkatkan persentase inaktivasi relatif pepsin menjadi 250 % sedangkan pada kekuatan medan listrik yang lebih besar yaitu 20 kV, inaktivasi relatif pepsin hanya sebesar 150 %.

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Hasil penelitian menunjukkan data yang fluktuatif. Kejut medan listrik dengan intensitas 20 kV dan ragam durasi yang dilakukan belum cukup untuk menginaktivasi mikrob dan amilase pada tepung terigu dan kedelai.

Saran

Penelitian lanjutan dapat dilakukan dengan durasi yang lebih singkat mengacu pada hasil penelitian yang menunjukkan bahwa lamanya durasi perlakuan tidak selalu meningkatkankan derajat inaktivasi. Selain itu perlu juga dilakukan variasi intensitas medan listrik yang digunakan. Pengukuran protease diperlukan untuk bahan pangan sumber protein seperti tepung kedelai.

DAFTAR PUSTAKA

Adam G, Duncan H. 2001. Development of a sensitive and rapid method for the measurement of total microbial activity using fluorescein diacetate (FDA) in a range of soils. Soil Biol Biochem. 33: 943-951.

Barbosa-Canovas GV, Altunakar B. 2006. Pulsed electric fields processing of foods: An overview. Di dalam: Raso J, Heinz V, editor. Food Pulsed Electric Fields Technology for the Food Industry. Fundamentals and Applications. New York (US): Springer. hlm 3-26.

Barsotti L, Dumay E, Mu TH, Fernandez D, Cheftel JC. 2001. Effects of high voltage electric pulses on protein-based food constituents and structure. Food Sci Technol. 12: 136-144.

Bendicho S, Barbosa-Canovas GV, Martin O. 2002. Reduction of protease activity in simulated milk ultrafiltrate by high instensity pulsed electric field. Institute of Food Technologies Annual Meeting. Aneheim (US): 91E-19.

Bendicho S, Barbosa-Canovas GV, Martin O. 2003. Reduction of protease activity in milk by continuous flow high-intensity pulsed electric field treatment. J Dairy Sci. 86: 697-703.

(21)

11 van den Bosch HFM. 2007. Chamber design and process conditions for pulsed electric field treatment of food. Di dalam: Lelieveld HLM, Notermans S, de Haan SWH, editor. Food Preservation by Pulsed Electric Field from Research to Application. Cambridge (UK): Woodhead Publishing Ltd. hlm: 70-93

Castro AJ, Swansson BG, Barbosa-Canovas GV, Dunker AK. 2001a. Pulsed electric field denaturation of bovine alkaline phosphatase. Di dalam: Barbosa-Canovas GV, Zhang QH, editor. Pulsed Electric Field in Food Processing. Fundamental Aspects and Application. Lancaster (US): Technomic Publishing Inc. hlm 83-103.

Castro AJ, Swansson BG, Barbosa-Canovas GV, Zhang QH. 2001b. pulsed electric field modification of milk alkaline phosphatase activity. Di dalam: Barbosa-Canovas GV, Zhang QH, editor. Pulsed Electric Field in Food Processing. Fundamental Aspects and Application. Lancaster (US): Technomic Publishing Inc. hlm 65-82.

Cueva OA. 2009. Pulsed electric field influences on acid tolerance, bile tolerance, protease activity and growth characteristics of Lactobacillus acidophilus LA-K. [Tesis]. Graduate Faculty of the Louisiana State University and Agricultural and Mechanical College.

Doevenspeck H. 1961. Influencing cells and cells walls by electrostatic impulses. Fleischwirtschaft. 13 (12): 968-987.

[EFSA] European Food Safety Authority. 2009. The community summary report on food-borne outbreaks in The European Union in 2007. EFSA J. 7: 217. Estiasih T, Kgs Ahmadi. 2009. Teknologi Pengolahan Pangan. Malang (ID):

Penerbit Bumi Aksara.

Giner J, Gimeno V, Palomes M, Barbosa-Canovas GV, Martin O. 2003. Lessening polygalacturonase activity in a comercial enzyme preparationby exposure to pulsed electric fields. Eur Food Res Technol. 217: 43-48.

Giner J, Grouberman P, GimenoV, Martin O. 2005. Reduction of pectin esterase activity in a commercial enzyme preparation by pulsed electric field: Comparison of inactivation kinetic model. J Sci Food Agric. 85:1613-1621. Grahl T, Markl H. 1996. Killing of microorganisms by pulsed electric field. Appl

Microbiol Biotechnol. 45:148-157.

Gudmundsson M, Haffsteinsson H. 2001. Effect of electric field pulses on microstructure of muscle food and roes. Food Sci Technol. 12: 122-128.

Hafsteinsson H, Gudmundsson M, Arnarson GO, Jonsson A, Siguroardottir MS. 2000. High electric pulses: Food safety quality, and critical parameters. Technoligal Institute of Iceland (IceTec).

Ho SY, Mittal GS, Cross JD. 1997. Effects of high field electric pulses on the activity of selected enzymes. J Food Eng. 31: 69-84.

Hulsheger H, Potel G, Niemann EG. 1983. Electric field effect on bacteria and yeast cells. Radiat Environ Biophys. 22:149-162.

Kusnandar F. 2010. Kimia Pangan: Komponen Makromolekul. Jakarta (ID): Dian Rakyat.

van Loey A, Verachter B, Hendrickx M. 2002. Effects of high electric field pulses on enzymes. Trends Food Sci Technol. 12: 94-102.

(22)

12

Matser AM, Schuten HJ, Mastwijk HC. 2007. Toxicological aspects of preservation of food by pulsed electric field. Di dalam: Lelieveld HLM, Notermans S, de Haan SWH, editor. Food Preservation by Pulsed Electric Field from Research to Application. Cambridge (UK): Woodhead Publishing Ltd. hlm: 201-210. Mazurek B, Lubicki P, Staroniewicz Z. 1995. Effect of short high voltage pulses on

bacteria and fungi. IEEE T Dielect El In. 2(3): 418-425.

Mohamed MAE, Eissa AHA. 2012. Pulsed Elctric Field for Food Processing Technology. Di dalam: Structure and Function of Food Engineering. Intech. hlm 275-306.

Ortega-Rivas E. 2011. Critical issues pertaining to application of pulsed electric fields in microbial control and quality of processed fruit juices. Food Bioproc Technol. 4: 631-645.

Perez OE, Pilosof AMR. 2004. Pulsed electric field effects on the molecular structure and gelation of B-lactoglobulin concentrate and egg white. Food Res Int. 37: 102-110.

Piotrowska M, Slizewska K, Biernasiak J. 2013. Mycotoxins in Cereal and Soybean-Based Food and Feed. Intech. 185-230. doi: 10.5772/54470.

Ramaswamy R, Jin ZT, Balasubramaniam VM, Zhang H. 2009. Pulsed Electric Processing. Fact Sheet for Food Processors. Departement of Food Science and Technology. The Ohio State University.

Reina LD, Jin ZT, Zhang QH, Yousef AE. 1998. Inactivation of Listeria monocytogenes in milk by pulsed electric field. J Food Protect. 61:1203-1206. Rezazadeh A, Pirzeh L, Hosseini M, Razavieh SV. 2013. Evaluation of fungal contaminations and humidity percent of consumed flour in the bakeries of Tabriz city. J Paramed Sci. 4: 83-87.

Rivas A, Sampedro F, Rodrigo D, Martínez A. 2006. Nature of the inactivation of Escherichia coli suspended in an orange juice and milk beverage. Eur Food Res Technol. 223: 541-54.

Singh S, Gupta A. 2014. Comparative fermentation studies on amylase production by Aspergillus flavus TF-8 using Sal (Shorea robusta) deoiled cake as natural substrate: Characterization for potential application in detergency. Ind Crops Prod. 57:158–165.

Sitzmann W, Munch EW. 1988. Das ELCRACK verfahren: ein neues verfahren zur verarbeitung tierischer rohstoffe. Fleischmehlindustrie. 40 (2): 22-28.

Toepfl S, Zunke M, Heinz V, Knorr D. 2006. Pulsed electric field processing of meat. Food Factory of the Future 3. Gothnburg, Sweden June 6-9.

Vega-Mercado H, Powers JR, Barbosa-Cánovas GV, Leudecke L, Swanson BG. 2001. Change in susceptibility of proteins to proteolysis and the inactivation of an extracellular protease from Pseudomonas fluorescens M3/6 when exposed to pulsed electric field. Di dalam: Barbosa-Canovas GV, Zhang QH, editor. Pulsed Electric Field in Food Processing. Fundamental Aspects and Application. Lancaster (US): Technomic Publishing Inc. hlm 105-120.

Weaver JC. 2003. Electroporation of biological membranes for multicellular to nanoscales. IEEE T Dielect El In. 10 (5): 754-768.

(23)

13 Yang RJ, Li SQ, Zhang QH. 2004a. Effects of pulsed electric fields on the activity

of enzymes in aqueous solution. J Food Sci. 69 (4): 241-248.

Yang RJ, Li S Q, Zhang QH. 2004b. Effect of pulsed electric fields on the activity and structure of pepsin. J Agric Food Chem. 52(24): 7400-7406.

(24)

14

Lampiran 1 Kurva standar fluorescein diasetat

(25)

15 contoh perhitungan konsentrasi fluorescein terhidrolisis pada tepung terigu 0 jam:

y = . 99 x+ .

absorbansi = 0.1997(Konsentrasi fluorescein terhidrolisis)+ 0.076

Konsentrasi fluorescein terhidrolisis µg/mL = Absorbansi- 0.0760.1997

Konsentrasi fluorescein terhidrolisis µg/mL = 1.372- 0.0760.1997 =6.490

Lampiran 3 Kurva standar glukosa

Lampiran 3 Persentase inaktivasi mikrob pada berbagai durasi kejut medan listrik y = 0,1673x - 0,0995

Keterangan : (−) terjadi aktivasi mikrob Contoh Persentase aktivitas mikrob 1 jam

Persentase 1 jam = (Perlakuan 1 jam-perlakuan 0 jam

perlakuan 0 jam × − %

= (6.650-6.490

6.490 × − %

(26)

Lampiran 4 Persentase inaktivasi amilase pada berbagai durasi kejut medan listrik

Durasi perlakuan

(Jam)

Sampel (%)

Tepung terigu Tepung kedelai Tepung terigu + E.coli

Tepung kedelai +

A. niger

1 -12 -46 5 70

2 -18 50 -5 43

3 5 -9 2 82

4 20 -6 7 -12

5 37 73 33 48

Keterangan : (−) terjadi aktivasi amilase

Contoh Persentase aktivitas amilase 1 jam

Persentase 1 jam = (Perlakuan 1 jam-perlakuan 0 jam

perlakuan 0 jam × − %

= (0.240-0.215

0.215 × − %

(27)

17 Lampiran 5 Aktivitas amilase

Durasi Absorbansi blanko (A) Absorbansi sampel (A)

A terkoreksi [glukosa] (ppm) Aktivitas amilase

(unit/g)

Sampel (jam) Ulangan 1 Ulangan 2 rerata Ulangan 1 Ulangan 2 rerata

Tepung terigu

0 0.158 0.134 0.146 0.691 0.695 0.693 0.547 3.864 0.215

1 0.223 0.242 0.233 0.848 0.862 0.855 0.623 4.316 0.240

2 0.196 0.120 0.158 0.822 0.817 0.820 0.662 4.549 0.253

3 0.135 0.121 0.128 0.696 0.588 0.642 0.514 3.667 0.204

4 0.178 0.199 0.189 0.539 0.679 0.609 0.421 3.108 0.173

5 0.239 0.240 0.240 0.588 0.501 0.545 0.305 2.418 0.134

Tepung kedelai

0 0.784 0.727 0.756 1.158 1.183 1.171 0.415 3.075 0.171

1 0.441 0.391 0.416 0.996 1.141 1.069 0.653 4.495 0.250

2 0.788 0.771 0.780 0.952 0.920 0.936 0.157 1.530 0.085

3 0.598 0.664 0.631 1.105 1.082 1.094 0.463 3.359 0.187

4 0.564 0.508 0.536 1.020 0.942 0.981 0.445 3.255 0.181

5 0.500 0.510 0.505 0.605 0.485 0.545 0.040 0.834 0.046

Tepung terigu + E.coli

0 0.085 0.087 0.086 0.086 0.082 0.084 -0.002 0.583 0.032

1 0.083 0.079 0.081 0.075 0.074 0.075 -0.007 0.556 0.031

2 0.062 0.057 0.060 0.061 0.063 0.062 0.003 0.610 0.034

3 0.065 0.065 0.065 0.059 0.064 0.062 -0.004 0.574 0.032

4 0.048 0.044 0.046 0.04 0.035 0.0375 -0.0085 0.544 0.030

5 0.030 0.077 0.054 0.018 0.020 0.019 -0.035 0.389 0.022

0 0.330 0.340 0.335 0.784 0.825 0.805 0.470 3.401 0.189

1 0.518 0.624 0.571 0.640 0.644 0.642 0.071 1.019 0.057

(28)

17

contoh perhitungan konsentrasi amilase pada tepung terigu 0 jam:

Absorbansi terkoreksi = Absorbansi rerata sampel + Absorbasi rerata blanko = 0.693- 0.146 = 0.547

Konsentrasi glukosa (ppm): y = 0.1673x - 0.0995

absorbansi = 0.1673 Konsentrasi fluorescein terhidrolisis) - 0.0995

Konsentrasi amilase = Absorbansi + 0.09950.1637

Konsentrasi amilase = 0.547 + 0.09950.1637 = 3.864

Aktivitas amilase (U/g) = [glukosa]µg mL x

1 BM

µmol

µg x

volume ekstrak (mL) bobot substrat (g) x

volume larutan (mL) volume enzim (mL) x

1 t(menit)

= 3.864mLµg x 1801 µmolµg x 0.2 g substrat5 mL enzim x 0.125 mL enzim.5 mL enzim x 10 menit1 = 0.215 Tepung

kedelai+ A. niger

2 0.375 0.340 0.358 0.657 0.503 0.580 0.223 1.925

0.107

3 0.215 0.086 0.151 0.201 0.105 0.153 0.003 0.610 0.034

Lampiran 5 Aktivitas amilase (lanjutan):

4 0.322 0.332 0.327 0.876 0.848 0.862 0.535 3.793 0.211

(29)

RIWAYAT HIDUP

Gambar

Gambar 1 Aktivitas mikrob pada berbagai durasi kejut medan listrik
Gambar 2 Aktivitas amilase pada berbagai durasi kejut medan listrik

Referensi

Dokumen terkait

Balok diangkat dengan percepatan konstan ke atas sebesar  g/   g/ 3 3 (( g  g adalah percepatan adalah percepatan gravitasi), maka usaha yang dilakukan oleh tali pada

Ada beberapa variasi spesimen yang akan diuji nilai kalornya yaitubahan bakar plastik pyrolisis (BBPP) murni; campuran BBPP + premium dengan prosentase volume BBPP

User dari Seksi Cetak Pita Cukai siap menjalankan produksi barang yang tertulis di dalam dokumen batch yang telah dirilis pada SOPM 2.6 dan menunggu bahan baku

Beberapa kelebihan yang dimiliki oleh e-module yang telah dikembangkan ini, yaitu (1) dilengkapi dengan gambar, video dan audio sehingga mampu membuat kegiatan

Laju dan intensitas oksidasi lemak dipengaruhi banyak faktor, tetapi faktor yang paling penting adalah kandungan asam lemak tidak jenuh ganda yang ada dalam

Sehingga siswa memiliki minat dalam belajar berkaitan dengan tindak mengajar yang dilakukan guru matematika kelas V adalah selalu memberikan tujuan pembelajaran, inti materi ajar

“WONDER DIAMOND” Collaboration with Catur Kuncoro (puppeter), Dr Matthew Isaac Cohen (Puppeter), Toro (Puppeter), Yennu Ariendra (musician), Ig Sugiarto (lighting designer), Andy

Penelitian ini bertujuan untuk untuk mempelajari pengaruh modifikasi dengan pengasaman dan pemanasan terhadap perubahan karakteristik zeolit alam mordenit dari Bayah