• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengembangan Ekowisata di Kawasan Trianggulasi Taman Nasional Alas Purwo.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pengembangan Ekowisata di Kawasan Trianggulasi Taman Nasional Alas Purwo."

Copied!
46
0
0

Teks penuh

(1)

PENGEMBANGAN EKOWISATA DI KAWASAN

TRIANGGULASI TAMAN NASIONAL

ALAS PURWO

MONA ANNISA MATONDANG

DEPARTEMEN KONSERVASI SUMBER DAYA HUTAN DAN EKOWISATA FAKULTAS KEHUTANAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Pengembangan Ekowisata Di Kawasan Trianggulasi Taman Nasional Alas Purwo adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari skripsi saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Agustus 2015

(4)

ABSTRAK

MONA ANNISA MATONDANG. Pengembangan Ekowisata di Kawasan Trianggulasi Taman Nasional Alas Purwo. Dibimbing oleh TUTUT SUNARMINTO dan HARNIOS ARIEF.

Kawasan Trianggulasi terdapat di Resort Rowobendo Taman Nasional Alas Purwo.Daya tarik ekowisata di Trianggulasi sangat beragam, namun saat ini pihak pengelola belum memanfaatkan dan mengelola potensi-potensi tersebut secara optimal sehingga kondisinya tidak terpelihara. Tujuan utama dari penelitian ini adalah untuk merumuskan strategi pengembangan ekowisata di kawasan Trianggulasi berdasarkan aspek permintaan dan aspek penawaran. Penelitian dilakukan dengan metode pengumpulan data berupa observasi lapang, penyebaran kuesioner, wawancara dan studi pustaka. Strategi pengembangan ekowisata di kawasan Trianggulasi dapat dilakukan dengan membuat produk ekowisata sesuai permintaan pengunjung, mendorong pihak WWAH agar segera mengoperasionalkan ruang usaha yang telah disewa, pemberdayaan masyarakat, melakukan perbaikan sarana dan prasarana sebagai penunjung kegiatan ekowisata, optimalisasi pemasaran dan promosi pada target pasar, memberikan himbauan agar dapat meminimalisir dampak kerusakan lingkungan akibat kegiatan ekowisata, pengaturan kunjungan dan peningkatan kualitas SDM.

Kata kunci: ekowisata, strategi pengembangan, taman nasional Alas Purwo, trianggulasi

ABSTRACT

MONA ANNISA MATONDANG. The Development of Ecotourism in Trianggulasi Alas Purwo National Park. Supervised by TUTUT SUNARMINTO and HARNIOS ARIEF.

Trianggulasi placed in Resort Rowobendo, Alas Purwo National Park. Trianggulasi attraction of ecotourism are diverse, due to the manager could not utilize and manage optimally, it became unmaintained. The main purpose of this research was to formulated development strategy of ecotourism in Trianggulasi based aspects of demand and aspects of supply. The research was conducted with data collection methods such as observation, questionnaires, interviews and literature. Development strategy of ecotourism in Triangulasi work by creating ecotourism products on visitors demand, encouraging parties to immediately operationalize WWAH business space that has been leased, community empowerment, repairing facilities and infrastructure, optimization of marketing and promotion on target market, provide advices to minimize the impact of environmental damage caused by ecotourism, arrangement for visitors and improving the quality of human resources.

(5)

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan

pada

Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata

PENGEMBANGAN EKOWISATA DI KAWASAN

TRIANGGULASI TAMAN NASIONAL

ALAS PURWO

MONA ANNISA MATONDANG

DEPARTEMEN KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN DAN EKOWISATA FAKULTAS KEHUTANAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(6)
(7)
(8)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas segala karunia-Nya sehingga skripsi ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan pada bulan Febuari - Maret 2015 ialah ekowisata, dengan judul Pengembangan Ekowisata di Kawasan Trianggulasi Taman Nasional Alas Purwo.

Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Dr Ir Tutut Sunarminto, MSi dan Bapak Dr Ir Harnios Arief, MScF selaku pembimbing yang telah banyak memberi masukan selama pengerjaan skripsi. Di samping itu, penghargaan penulis sampaikan kepada seluruh staff Taman Nasional Alas Purwo yang telah menerima penulis dengan baik dan membantu selama pengumpulan data. Ungkapan terimakasih secara khusus disampaikan pada Mama, Amang, Adik-adik, sahabat-sahabat terdekat, kelompok PKLP TNAP, teman seperjuangan Fast Track MEJ dan teman-teman KSHE 48 atas doa dan motivasi yang telah diberikan.

Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Agustus 2015

(9)

DAFTAR ISI

Karakteristik, Persepsi, Preferensi dan Harapan Pengunjung Masyarakat

(10)

DAFTAR TABEL

1 Jenis, sumber dan metode pengumpulan data 5

2 Matriks SWOT 8

3 Aksesibilitas menuju kawasan Trianggulasi 9

4 Karakteristik pengunjung di Kawasan Trianggulasi 18 5 Persepsi pengunjung terhadap sediaan wisata di kawasan

Trianggulasi

21 6 Preferensi pengunjung terhadap kegiatan ekowisata di Trianggulasi 22 7 Matriks SWOT pengembangan ekowisata di kawasan Trianggulasi 25

DAFTAR GAMBAR

1 Kerangka Pemikiran Pengambangan Ekowisata di Kawasan Trianggulasi 3

2 Peta lokasi penelitian 4

3 Sarana dan prasarana yang tidak terawat (a) Pondok peneliti; (b) Toilet 10

4 Cekakak jawa (Halcyon cyanoventris) 11

5 Monyet ekor panjang 12

6 Gejala alam di Kawasan Trianggulasi (a) Matahari terbenam; (b) Kondisi surut air laut

13

7 Sungklon ombo 14

8 Pasir gotri 14

9 Prosesi Pagerwesi (a) Melasti dan mendak tirta; (b) Iring-iringan tirta suci; (c) Sembahyang bersama dan bhakti pakelem; (d) Tarian sakral rejang dewa

15

10 Alur penentuan potensi unggulan Pantai Triangulasi 17

11 Asal daerah pengunjung 19

12 Persepsi pengunjung terhadap media promosi 19

13 Akses jalan yang rusak 20

DAFTAR LAMPIRAN

1 Potensi flora 33

(11)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Taman Nasional Alas Purwo merupakan salah satu taman nasional di Indonesia yang terletak di ujung timur Pulau Jawa dengan luas 43.420 Ha. Banyak lokasi obyek dan daya tarik wisata di dalam Taman Nasional Alas Purwo, diantaranya beberapa pantai yang unik dan potensial seperti ombak yang cocok untuk olah raga surfing, pantai tempat peneluran penyu, pantai yang berpasir putih, terumbu karang serta laguna yang dipenuhi burung migran pada musim-musim tertentu. Trianggulasi merupakan salah satu lokasi obyek wisata yang memiliki pantai berpanorama indah dengan pasir putih dan menjadi tempat bertelur empat jenis penyu. Trianggulasi terdapat di Resort Rowobendo dan berada di dalam zona pemanfaatan seluas 47 Ha.

Keindahan alam pantai disempurnakan dengan formasi hutan pantai yang masih lengkap serta keragaman flora dan fauna yang tinggi. Ekosistem hutan pantai memanjang kurang lebih 3 km dengan lebar pantai ke daratan berkisar 250-300 m (Taman Nasional Alas Purwo 2013). Selain memiliki keindahan alam dan keanekaragaman hayati, Trianggulasi merupakan pantai yang digunakan untuk kegiatan keagamaan umat Hindu, yaitu Pagerwesi. Namun saat ini pihak pengelola belum memanfaatkan dan mengelola potensi-potensi tersebut secara optimal sehingga banyak obyek-obyek wisata yang berpotensi untuk dikembangkan menjadi terabaikan dan tidak tertata atau terpelihara. Begitu pula dengan sarana dan prasarana yang kondisinya rusak berat, menyebabkan kunjungan wisatawan ke kawasan Trianggulasi cenderung rendah.

Strategi pengembangan ekowisata yang tepat dibutuhkan agar potensi sumberdaya dapat dimanfaatkan dan dikelola secara berkelanjutan. Terkait pengembangan ekowisata, dibutuhkan penelitian untuk mengetahui supply dan demand di kawasan Trianggulasi. Pengembangan ekowisata tersebut diharapkan mampu mensejahterakan masyarakat, memberi kepuasan pengunjung serta mendorong upaya pelestarian demi terwujudnya kawasan ekowisata di Trianggulasi sebagai obyek wisata andalan di Taman Nasional Alas Purwo.

Perumusan Masalah

Trianggulasi menyajikan keanekaragaman hayati berupa flora dan fauna khas hutan pantai, panorama alam yang menghadirkan sunrise dan sunset yang indah serta dilengkapi dengan ombak pantai yang berasal dari Samudera Hindia. Hal tersebut merupakan sumber daya alam yang berpotensi sebagai obyek dan daya tarik wisata alam. Saat ini pihak pengelola belum memiliki perencanaan pengembangan ekowisata yang matang, sehingga potensi sumber daya alam yang dapat dijadikan sebagai obyek dan daya tarik wisata belum dikelola secara optimal.

(12)

2

luas dan strategis, merupakan bisnis atau industri hijau dapat meningkatkan pendapatan negara dan daerah, penciptaan lapangan kerja serta ditambah dengan efek berganda yang tinggi. Berdasarkan uraian tersebut, maka permasalahan yang akan dijawab melalui penelitian ini, yaitu:

1. Bagaimana potensi sumberdaya wisata di kawasan Trianggulasi?

2. Bagaimana permintaan pengunjung, kesiapan masyarakat dan pengelola terhadap ekowisata di kawasan Trianggulasi?

3. Bagaimana strategi pengembangan ekowisata di kawasan Trianggulasi, Taman Nasional Alas Purwo?

Tujuan

Tujuan penelitian Pengembangan Ekowisata di kawasan Trianggulasi, Taman Nasional Alas Purwo, yaitu:

1. Menilai potensi sumberdaya wisata berupa keanekaragaman hayati dan gejala alam di kawasan Trianggulasi.

2. Menganalisis permintaan pengunjung, kesiapan masyarakat dan pengelola terhadap ekowisata di kawasan Trianggulasi.

3. Merancang strategi pengembangan ekowisata di kawasan Trianggulasi, Taman Nasional Alas Purwo.

Manfaat

Memberikan rekomendasi kepada pengelola Taman Nasional Alas Purwo dalam pengembangan ekowisata di kawasan Trianggulasi dari segi potensi yang ada dan sesuai dengan minat pengunjung serta kesiapan masyarakat sekitar.

Kerangka Pemikiran

Daerah pantai merupakan daerah perbatasan antara ekosistem laut dan ekosistem darat. Hempasan gelombang dan hembusan angin menyebabkan pasir dari pantai membentuk gundukan ke arah darat. Setelah terbentuknya gundukan pasir tersebut biasanya terdapat hutan yang dinamakan hutan pantai. Trianggulasi memiliki ekosistem hutan pantai dengan fungsi ekologi menjaga stabilitas ekosistem pesisir, melindungi pantai dari abrasi, mencegah intrusi air laut dan sebagai habitat berbagai satwa. Fungsi sosial ekonomi Trianggulasi, yaitu sebagai sumber mata pencaharian dan tempat rekreasi. Permintaan wisata pada kawasan Trianggulasi tergolong tinggi, namun kondisi ekologi pantai rawan akan terkena dampak negatif akibat kegiatan wisata. Berdasarkan uraian tersebut, maka dibutuhkan strategi pengembangan ekowisata yang tepat agar dapat menjaga stabilitas ketiga fungsi tersebut.

(13)

3

Gambar 1 Kerangka Pemikiran Pengambangan Ekowisata di Kawasan Trianggulasi

METODE

Lokasi dan Waktu Penelitian

(14)

4

Gambar 2 Peta lokasi penelitian

Alat dan Obyek

(15)

5 Jenis Data

Jenis data yang dikumpulkan dalam penelitian meliputi data primer dan data sekunder. Data primer adalah data yang dikumpulkan dan diolah secara langsung dari sumbernya oleh pengguna data. Data sekunder adalah data yang telah diolah dan dipublikasikan oleh pihak lain (Kusmayadi 2000). Data primer diperoleh melalui obervasi, wawancara responden, dan penyebaran kuesioner di lokasi penelitian, sedangkan data sekunder dikumpulkan melalui studi pustaka.

Jenis data primer berupa potensi sumberdaya alam pada kawasan Pantai Trainggulasi, sarana dan prasarana, aksesibilitas, pengunjung, masyarakat dan pengelola TNAP. Jenis data sekunder yang dikumpulkan adalah kondisi umum dan peta kawasan. Jenis, sumber, dan metode pengumpulan data mengenai kondisi umum kawasan Trianggulasi disajikan pada Tabel 1.

Tabel 1 Jenis, sumber dan metode pengumpulan data

Jenis Data Data yang Dikumpulkan Sumber Data

Metode

(16)

6

Metode Pengumpulan Data

Studi literatur

Studi literatur merupakan langkah awal untuk mengetahui kondisi umum lokasi penelitian dan data umum potensi kawasan. Studi literatur diperoleh dari berbagai sumber, seperti skripsi, dokumen, buku atau laporan dari pihak pengelola dan institusi yang terkait dengan ekowisata di Trianggulasi.

Wawancara

Wawancara dilakukan dengan menggunakan panduan wawancara. Wawancara terstruktur berisi pertanyaan yang telah dirumuskan sebelumnya dengan cermat dan biasanya secara tertulis (Nasution 2007). Wawancara terstruktur dilakukan kepada pihak pengelola Taman Nasional Alas Purwo dan masyarakat Desa Kalipait.

Pengelola

Wawancara terhadap pengelola bertujuan untuk mengetahui kebijakan dan kesiapan dalam mengembangkan ekowisata di kawasan Trianggulasi. Wawancara dilakukan kepada Kepala Taman Nasional Alas Purwo, Kepala Seksi I, Kepala Resort Rowobendo, dua orang anggota urusan pemanfaatan dan dua orang anggota urusan konservasi sumberdaya alam hayati.

Masyarakat

Pemilihan responden masyarakat diperoleh dengan pengambilan atau penarikan contoh secara acak (random) sebanyak 30 orang. Random Sampling artinya suatu metode atau cara pengambilan contoh dimana peluang setiap anggota populasi untuk terpilih menjadi contoh ialah sama.

Kuesioner

Kuesioner disajikan dalam bentuk close ended yakni pada setiap pertanyaan yang terdapat pada kuesioner sudah disediakan pilihan jawaban sehingga responden hanya memilih dari jawaban yang sudah ada. Hal ini bertujuan agar jawaban yang diberikan oleh responden tidak meluas dan fokus pada kegiatan penelitian.

Pengunjung

(17)

7 Assessor

Kuesioner juga digunakan untuk penilaian potensi obyek wisata. Kuesioner ini ditujukan kepada assessor. Penilaian potensi wisata terfokus pada variabel flora, fauna, spiritual dan gejala alam. Penilaian dilakukan dengan menilai tujuh aspek nilai yang terkait dan berasosiasi menurut Avenzora (2008) yaitu keunikan, kelangkaan, keindahan, seasonalitas, aksesibilitas, sensitivitas dan fungsi sosial. Penilaian tersebut dilakukan dengan menggunakan sistem scoring

dengan skala 1 sampai 7. Pemaknaan skala yaitu “1” berarti “sangat tidak setuju” dan “7” berarti “sangat setuju”, namun pola pemaknaan dan setiap nilai tersebut

dapat diubah sesuai dengan kebutuhan. Observasi

Observasi merupakan metode periset yang diharuskan mengamati langsung obyek yang diteliti (Kriyantono 2009). Observasi dilakukan untuk pencocokan (verifikasi) data sekunder yang didapat dari studi pustaka dengan data di lapang. Terdapat beberapa aspek dalam pengambilan data yang terdiri dari kondisi umum, potensi ekowisata, pengunjung serta pengelolaan kawasan Trianggulasi.

Analisis Data

Analisis deskriptif

Data yang didapat dari hasil wawancara, observasi, studi pustaka dan penyebaran kuisioner diolah dengan cara tabulasi data dan dianalisis dengan menggunakan metode deskriptif kualitatif. Hasil analisis deskriptif kemudian dianalisis lebih detail dengan analisis SWOT.

Analisis SWOT

Matriks SWOT dapat menggambarkan secara jelas bagaimana peluang dan ancaman eksternal yang dihadapi dapat disesuaikan dengan kekuatan dan kelemahan yang dimiliki (Rangkuti 2006). Analisis dengan pendekatan SWOT dalam penelitian ini dilakukan untuk menyusun strategi pengembangan ekowisata yang akan dilakukan di kawasan Trianggulasi, Taman Nasional Alas Purwo. Analisis dengan pendekatan SWOT dilakukan pada hasil analisis deskriptif terkait observasi lapangan, studi pustaka, dan wawancara, dengan tahapan penentuan faktor internal dan eksternal dalam kegiatan pengembangan ekowisata dan perumusan alternative strategi pengembangan.

(18)

8

Trianggualasi adalah pantai yang berada pada kawasan Taman Nasional Alas Purwo di Desa Tegaldlimo yang berjarak ± 75 Km dari Banyuwangi. Trianggulasi diambil dari nama titik ikat dalam pengukuran dan pemetaan yang terletak ± 500 meter dari utara pantai. Fungsi dari tugu trianggulasi adalah penanda untuk keperluan pemetaan yang berada di pantai ini. Trianggulasi merupakan salah satu pantai yang mempunyai formasi hutan pantai yang masih lengkap sehingga mempunyai keanekaragaman hayati baik flora maupun fauna yang berlimpah, sehingga dapat dijadikan sebagai obyek dan daya tarik wisata alam (ODTWA). Pendit (1999) mendefinisikan daya tarik wisata sebagai segala sesuatu yang menarik dan bernilai untunk dikunjungi dan dilihat. Definisi tersebut disempurnakan oleh Undang-Undang Republik Indonesia No. 10 Tahun 2009 tentang kepariwisataan, yang mendefinisikan daya tarik wisata sebagai segala sesuatu yang memiliki keunikan, kemudahan dan nilai yang berupa keanekaragaman kekayaan alam, budaya dan hasil buatan manusia yang menjadi sasaran atau kunjungan wisatawan.

Aksesibilitas

(19)

9 Tabel 3 Aksesibilitas menuju kawasan Trianggulasi

Lokasi

Banyuwangi – Kalipait 59 120 Kendaraan bermotor

Kalipait - Pasaranyar 3 5 Kendaraan bermotor

Pasaranyar - Rowobendo 10 60 Kendaraan bermotor Rowobendo - Pura Giri Salaka 1 5 Kendaraan bermotor Rowobendo - Trianggulasi 2 10 Kendaraan bermotor Alternatif 2

Jember - Benculuk 80 120 Kendaraan bermotor

Banyuwangi - Benculuk 30 45 Kendaraan bermotor

Benculuk - Grajagan 18 30 Kendaraan bermotor

Grajagan - Plengkung x 30 Speed boat

Plengkung - Trianggulasi 12 90 Kendaraan bermotor Sarana dan prasarana

Potensi atau daya tarik kawasan harus diikuti dengan pengembangan dan pengelolaan yang baik serta tersedianya sarana dan prasarana penunjang yang cukup dalam mendukung kegiatan ekowisata, karena pada umumnya pengunjung tidak hanya datang untuk menikmati daya tarik saja tetapi juga ingin menikmati fasilitas yang mampu memberikan kepuasan. Namun saat ini, fasilitas pendukung pada kawasan Trianggulasi jumlahnya masih terbatas dan belum dimanfaatkan secara maksimal. Beberapa fasilitas yang telah ada di dalam tapak pesanggrahan adalah kantor pengelola, wisma tamu, penginapan, toilet, ruang genset, gazebo, dan dapur. Sementara bangunan eksisting di tepi pantai adalah pendopo terbuka, dan dua pondok peneliti yang semuanya dalam kondisi rusak berat.

(20)

10

(a) (b)

Gambar 3 Sarana dan prasarana yang tidak terawat (a) Pondok peneliti; (b) Toilet

Potensi Ekowisata di Trianggulasi

Flora

Kawasan Taman Nasional Alas Purwo merupakan lansekap ekosistem yang terdiri dari beberapa tipe hutan yaitu hutan dataran rendah, hutan pantai, hutan bambu, hutan mangrove, hutan tanaman dan padang rumput. Beragamnya habitat yang ada menjadikan TNAP memiliki potensi flora yang beragam. Terdapat sedikitnya 584 jenis tumbuhan yang terdiri dari rumput, herba, semak, liana dan pohon yang tersebar sesuai tipe habitat yang ada (Balai Taman Nasional Alas Purwo 2011).

Kawasan Trianggulasi merupakan bagian dari TNAP yang mewakili tipe habitat hutan pantai. Hutan pantai merupakan salah satu tipe hutan penting di Indonesia yang tumbuh pada lahan kering di kawasan pesisir. Tipe ekosistem hutan pantai terdapat di daerah-daerah kering tepi pantai dengan kondisi tanah berpasir atau berbatu dan terletak di atas garis pasang tertinggi. Di daerah seperti itu pada umumnya jarang tergenang oleh air laut, namun sering terjadi angin kencang dengan embusan garam. Apabila dilihat perkembangan vegetasi yang ada di daerah pantai (litoral), maka akan sering dijumpai dua formasi vegetasi, yaitu formasi Pescaprae dan formasi Barringtonia.

Hasil observasi mencatatat 48 jenis tumbuhan khas hutan pantai yang disajikan pada Lampiran 1. Beberapa tumbuhan yang mendominasi antara lain waru laut (Hibiscus tiliaceus), keben (Barringtonia asiatica), bogem (Barringtonia stovia), nyamplung (Callophylum inophylum) dan ketapang (Terminalia catapa). Tumbuhan pantai memiliki peran penting dalam menjaga stabilitas ekosistem pesisir, misalnya melindungi pantai dari abrasi, mencegah intrusi air laut, dan sebagai habitat berbagai satwa (Kusmana 2004). Selain memiliki fungsi ekologis beberapa flora penyusun hutan pantai juga memiliki daya tarik estetika dari morfologinya.

(21)

11 disukai oleh tumbuhan asli Asia Tenggara ini adalah daerah dataran rendah termasuk daerah pantai hingga ketinggian 500 mdpl. Pohon ini menggugurkan daunnya hingga dua kali dalam setahun namun mampu bertahan menghadapi bulan-bulan yang kering. Ketapang telah menjadi tumbuhan multiguna sejak dahulu. Pepagan (kulit luar) dan daunnya berguna untuk menyamak kulit, pewarna kulit, dan sebagai tinta. Selain itu, cabangnya mendatar dan tajuknya bertingkat-tingkat mirip struktur pagoda sehingga sangat cocok berada pada kawasan wisata pantai karena dapat menaungi pengunjung yang ingin beristirahat sambil menikmati pemandangan.

Fauna

Habitat yang beragam di TNAP menyediakan berbagai sumber pakan dan tempat tinggal yang beragam bagi berbagai jenis fauna. Sebanyak 236 jenis burung diantaranya merak hijau (Pavo muticus), ayam hutan (Gallus spp), dan tiga jenis kerabat burung rangkong yaitu julang mas (Rhyticeros undulatus), kangkareng perut-putih (Anthracoceros albirostris conpexus) dan rangkong badak (Buceros rhinoceros silvetris) menjadi penghuni habitat di TNAP (Taman Nasional Alas Purwo 2013).

Beberapa jenis burung yang dapat dijumpai di kawasan Trianggulasi berdasarkan observasi adalah elang laut perut putih (Haliaeetus leucogaster), gagak hutan (Corvus enca), cica daun besar (Chloropsis sonneratii) dan cekakak jawa (Halcyon cyanoventris) yang memiliki warna bulu cerah dan indah. Cekakak jawa merupakan burung endemik pulau jawa yang khas dengan paruh merah besarnya (Gambar 4). Berbagai jenis burung air juga sering dijumpai di hutan pantai, yaitu kuntul besar (Egreta alba), camar (Stercorarius pomarius), pecuk ular asia (Anhinga melanogaster), trinil pantai (Actitis hypoleucos), bangau tong-tong (Leptoptilos javanicus), cekakak sungai (Halcyon cloris).

Selain memiliki fungsi ekologis, berbagai jenis fauna juga memiliki daya tarik dari morfologi, keindahan warna dan perilaku. Burung termasuk jenis fauna yang menarik untuk diamati, karena memiliki warna dan perilaku yang unik. Selain itu, burung dapat dijadikan sebagai obyek kegiatan wildlife photography. Keberadaan jenis burung yang cukup beragam di Trianggulasi menjadi potensi untuk kegiatan ekowisata yang dapat memberikan edukasi serta kepuasan hobi.

(22)

12

Berbagai jenis mamalia dan primata dengan total 31 jenis diantaranya banteng (Bos javanicus), anjing hutan (Cuon alpinus), macan tutul (Panthera pardus), babi hutan (Sus scrofa), kijang (Muntiacus muntjak) dan rusa (Cervus timorensis), lutung (Presbitis cristata) dan monyet ekor panjang (Macaca fascicularis) masih dapat dijumpai di kawasan TNAP.

Mamalia merupakan jenis fauna yang cukup sulit dijumpai karena cukup sensitif dengan kehadiran manusia. Dapat berjumpa dengan suatu jenis mamalia, mengamati perilakunya dan mengabadikan gambarnya akan menjadi kepuasan tersendiri mengingat cukup sulitnya bertemu mamalia di alam liar. Jenis mamalia yang ada di Trianggulasi seperti, kancil (Tragulus kanchil), babi hutan (Sus scrofa) dan rusa (Cervus timorensis) cukup mudah dijumpai di sekitar Trianggulasi. Hal tersebut tentunya menjadi keunggulan dan potensi untuk dilakukan kegiatan pengamatan fauna. Rusa timor (Cervus timorensis) adalah salah satu yang paling menarik karena merupakan salah satu rusa asli Indonesia selain rusa bawean, sambar dan manjangan. Morfologi rusa timor yang indah serta keberadaannya mudah dijumpai di kawasan Trianggulasi sangat cocok untuk dijadikan obyek pengamatan satwa dan wildlife photography.

Primata yang dapat dijumpai di Trianggulasi adalah monyet ekor panjang (Macaca fascicularis) dan lutung jawa (Trachypithecus auratus). Monyet ekor panjang merupakan satwa yang mudah dijumpai di kawasan Trianggulasi. Perilaku unik dari monyet ekor panjang dapat dijadikan sebagai atraksi wisata yang menarik, namun satwa tersebut sudah mengalami perubahan perilaku yang dapat mengganggu kenyamanan serta membahayakan keselamatan pengunjung (Gambar 5).

Gambar 5 Monyet ekor panjang

(23)

13 pengamatan penyu sudah dilakukan oleh pihak TNAP yang dikenal dengan istilah lalar penyu.

Lalar penyu merupakan salah satu bentuk kegiatan patroli dengan cara menyusuri pantai untuk mencari telur penyu atau penyu yang sedang singgah. Lalar penyu dilakukan dini hari atau sebelum subuh karena bertepataan dengan waktu penyu singgah atau bertelur di pantai. Hal tersebut dilakukan untuk mencegah terjadinya pengambilan telur penyu secara ilegal oleh masyarakat. Singgah atau bertelurnya penyu ke pantai Trianggulasi biasanya berlangsung pada bulan April-November. Terbukti selama masa penelitian di bulan Februari-Maret tidak ditemukan penyu yang singgah atau bertelur ketika dilakukan lalar penyu disepanjang pantai.

Kegiatan lalar penyu sangat berpotensi untuk dijadikan sebagai kegiatan ekowisata. Karena kegiatan ekowisata pada prinsipnya merupakan kegiatan rekreasi di alam bebas atau terbuka, yang di dalamnya terdapat juga kegiatan konservasi yang diharapkan dapat menjadi alternatif solusi bagi beberapa permasalahan seperti ancaman berupa gangguan habitat peneluran penyu ataupun pengambilan telur-telur penyu secara ilegal. Kegiatan ekowisata diharapkan dapat memberikan keuntungan ekonomi bagi masyarakat setempat dan menumbuhkan rasa memiliki agar kelestarian penyu tetap terjaga.

Gejala alam

Pantai adalah perbatasan antara daratan dan laut, sedangkan laut adalah kumpulan air dalam jumlah banyak yang membagi daratan atas benua-benua dan pulau-pulau. Wisata pantai dapat diartikan sebagai wisata yang memanfaatkan potensi sumber daya alam pantai beserta komponen pendukungnya, baik alami maupun buatan atau gabungan keduanya itu (John O Simond 1978). Panorama pantai menjadi daya tarik bagi pengunjung di Trianggulasi. Menikmati pemandangan indah di saat matahari terbit maupun terbenam dan berjalan menyusuri pantai dapat menjadi kegiatan wisata pada kawasan ini seperti tersaji pada Gambar 6. Selain itu, panorama pantai juga dapat dijadikan sebagai obyek yang menarik untuk kegiatan fotografi.

(a) (b)

(24)

14

Terdapat dua buah sungai di kawasan Trianggulasi, yaitu Sungklon Ombo (Gambar 7) dan Sungai Pancur. Sungai tersebut saling berhubungan dan mengalir di bawah kompleks perbukitan atau lipatan kapur (daerah karst). Selain sebagai obyek wisata, Sungai Pancur yang mengalir dari sungai bawah tanah Gua Istana juga dimanfaatkan untuk keperluan pengelolaan Trianggulasi (Taman Nasional Alas Purwo 2013).

Gambar 7 Sungklon ombo

Umumnya pantai berpasir terdapat di seluruh dunia dan lebih dikenal dari pada pantai berbatu. Hal ini disebabkan pantai berpasir merupakan tempat yang dipilih untuk melakukan berbagai aktivitas rekreasi (Nybakken 1992). Daya tarik lain yang dapat dinikmati pengunjung ketika menyusuri pantai pasir putih Triangulasi ke Plengkung adalah ditemukannya daerah pasir gotri. Pasir tersebut berwarna kuning kecoklatan, berbentuk bulat dan berdiameter lebih besar dari pasir biasanya (Gambar 8).

Gambar 8 Pasir gotri

Spiritual

(25)

15 beberapa hari untuk melakukan ritual di sekitar pantai, maka tidak jarang ditemukan dupa dan sesajen di sekitar kawasan Trianggulasi. Selain itu, Trianggulasi merupakan salah satu pantai yang digunakan untuk kegiatan keagamaan umat Hindu.

Pagerwesi merupakan upacara keagamaan yang sakral dan sangat artistik sehingga menjadi daya tarik bagi pengunjung. Hari Raya Pagerwesi jatuh setiap 210 hari sekali atau setiap 6 bulan dalam kalender Hindu. Puncak perayaan hari raya Pagerwesi dipusatkan di Pura Luhur Giri Selaka. Upacara diawali dengan melasti dan mendak tirta di Pantai Trianggulasi (Gambar 9a). Selama proses, umat Hindu menari tarian tradisonal diiringi gamelan balegajur sambil mengikuti iring-iringan. Satu julen simbol pelinggih Ida Betara Alas Puwo diusung dengan rangakian kain putih memanjang (Gambar 9b).

Setibanya di pantai, umat Hindu menggelar upacara pecaruan. Pecaruan atau mecaruan bagi umat Hindu di Bali diambil dari konsep Tri Hita Karana yang terbagi menjadi tiga, yaitu Parhyangan (harmonisasi hubungan antara manusia dengan tuhan), Pawongan (harmonisasi hubungan manusia dengan manusia), dan Palemahan (harmonisasi hubungan manusia dengan alam sekitarnya). Fungsi pecaruan atau mecaru adalah untuk mengharmonisasikan manusia dengan alam sekitarnya. Pecaruan dapat dilakukan dengan berbagai macam metode. Pecaruan di Pantai Trianggulasi dilaksanakan dengan cara memotong hewan kurban lalu dihanyutkan ke laut untuk dipersembahkan ke dewa atau bhutakala.

Selanjutnya umat Hindu mengambil air suci di pinggir pantai. Upacara dilanjutkan dengan sembahyang bersama dan bhakti pakelem (Gambar 9c). Bhakti pakelem merupakan persembahyangan yang dilakukan oleh lima perwakilan agama dijati pak-pak daerah Banyuwangi untuk memohon keselamatan. Hari Raya Pagerwesi di Pantai Trianggulasi lebih menarik dan berbeda dari biasanya karena dapat memanggil lima perwakilan agama untuk berdoa bersama. Adapun lelanguan (persembahan) yang digunakan adalah bebek dan setumpuk banten besar. Ritual ditutup dengan membasuh wajah bersama di pantai. Tirta yang disucikan kemudian diarak menuju pura. Kegembiraan umat Hindu kembali diluapkan dengan menari tarian tradisional sepanjang perjalanan. Tiba di pura, tirta yang diusung disambut tarian sakral rejang dewa yang ditarikan penari dari Bali seperti yang disajikan pada Gambar 9d.

(26)

16

(c) (d)

Sumber foto: tnalaspurwo.org

Gambar 9 Prosesi Pagerwesi (a) Melasti dan mendak tirta; (b) Iring-iringan tirta suci; (c) Sembahyang bersama dan bhakti pakelem; (d) Tarian sakral rejang dewa

Penilaian Potensi Wisata

(27)

17

Gambar 10 Alur penentuan potensi unggulan Pantai Triangulasi

Karakteristik, Persepsi, Preferensi dan Harapan Pengunjung

Pengunjung atau wisatawan merupakan orang yang mengunjungi tempat wisata dengan tujuan tertentu terutama untuk tujuan rekreasi (Goeldner et al. 2000). Pengunjung pada suatu obyek wisata memiliki karakteristik, persepsi maupun harapan yang berbeda. Hal ini perlu menjadi pertimbangan bagi penyedia wisata sehingga dalam menyediakan produk dapat sesuai dengan minat dan kebutuhan pengunjung. Menurut Douglas (1969) terdapat lima faktor dasar yang mempengaruhi permintaan untuk rekreasi alam terbuka, yaitu manusia yang terdiri dari jumlah populasi suatu daerah, lokasi tempat tinggal, umur dan pendidikan, uang yang terdiri dari pendapatan dan kemewahan, waktu yang terdiri dari pekerjaan dan perpindahan, komunikasi yang terdiri dari media dan pribadi, serta permintaan yang terdiri dari prasarana dan aksesibilitas.

Karakteristik

Hasil kuesioner menunjukkan bahwa pengunjung yang terdapat di kawasan Trianggulasi terdiri dari 77% laki-laki dan 23% perempuan. Pengunjung yang terdapat di kawasan ini cenderung berkelompok dan didominasi oleh laki-laki. Terdapat 23% pengunjung berusia (16-20) tahun, 30% pengunjung berusia (21-25) tahun, dan 47% pengunjung lebih dari 26 tahun. Latar belakang pendidikan pengunjung yang paling tinggi sebesar 67%, yaitu pada tingkat SMA.

(28)

18

Tabel 4 Karakteristik pengunjung di Kawasan Trianggulasi

Parameter Kriteria Jumlah Pengunjung (%)

Jenis Kelamin Laki-laki 77

Perempuan 23

Usia (16-20) tahun 23

(21-25) tahun 30

> 26 tahun 47

Pendidikan

Terakhir Tidak sekolah 4

SD 3

SMP 23

SMA 67

Magister 3

Pekerjaan Pelajar 14

Mahasiswa 27

PNS 4

Wiraswasta 10

Marketing 3

Swasta 7

Guide 3

Buruh 3

Pegawai koperasi 3

Petugas pura 7

Sales 3

Petani 7

Pendarung 3

Ibu rumah tangga 3

Tidak bekerja 3

(29)

19

Gambar 11 Asal daerah pengunjung Persepsi

Saat ini Taman Nasional Alas Purwo masih sangat identik dengan Plengkung, Bedul atau Situs Kawitan sebagai wisata unggulan, sedangkan Trianggulasi belum banyak diketahui oleh masyarakat di luar Banyuwangi. Promosi dari mulut ke mulut merupakan suatu cara promosi yang paling baik untuk mempengaruhi konsumen dalam memasarkan suatu produk dan jasa karena dalam promosi ini terdapat rekomendasi dari kerabat atau teman dekat yang dijadikan sebagai sumber informasi yang dapat dipercaya. Hal tersebut sejalan dengan hasil penelitian bahwa media promosi dari teman/keluarga memiliki nilai paling tinggi. Persepsi pengunjung terhadap media promosi di Trianggulasi disajikan pada Gambar 12.

(30)

20

Potensi atau daya tarik yang khas sangat menentukan tingkat kunjungan pada kawasan tertentu. Sebagian besar pengunjung menyatakan bahwa pantai merupakan potensi wisata yang menarik di kawasan Trianggulasi dengan nilai total sebesar 6,7. Hasil Kuesioner menunjukkan, pengunjung merasa kondisi sumber daya alam di Trianggulasi indah dan dapat mereka nikmati dengan nilai rataan total sebesar 6,2. Hal tersebut didukung dengan persepsi lainnya yang menyatakan bahwa kejernihan air di pantai Trianggulasi tergolong baik dan kondisi pasirnya tergolong sangat baik. Pengunjung menilai bahwa kejernihan air tergolong baik (skor 5,7) karena kondisi air pantai terlihat tidak sampai dasar. Hasil skoring sebesar 6,7 menyatakan bahwa pengunjung merasa pasir pantai tergolong sangat baik karena kondisi pasir pantai pada kawasan ini berwarna putih kecoklatan. Persepsi pengunjung mengenai kenyamanan di Trianggulasi mendapatkan nilai rataan total sebesar 5,7. Hal tersebut bermakna bahwa kondisi di Trianggulasi tergolong nyaman untuk kegiatan wisata.

Sistem model kepariwisataan sarat dengan aspek-aspek ekonomi yang mengemukakan keterkaitan antara sisi sediaan (supply) dengan permintaan (demand) serta faktor-faktor eksternal yang mempengaruhinya. Untuk memuaskan permintaan pasar, sebuah negara, wilayah atau masyarakat harus menyediakan beragam pembangunan dan pelayanan (sisi sediaan). Kesesuain antara sisi sediaan dengan sisi permintaan adalah kunci keberhasilan dalam pengembangan kepariwiataan yang benar (Gunn 2002).

Hasil kuesioner menunjukkan bahwa secara umum sediaan wisata masuk pada kategori biasa saja dengan nilai rataan total sebesar 3,6. Bila dilihat dari setiap jenis sediaan wisata yang ada, aksesibilitas mendapatkan nilai rataan terkecil sebesar 3,6 dan masuk pada kategori agak tidak baik. Hal ini dikarenakan jarak Taman Nasional Alas Purwo yang relatif jauh dari Banyuwangi dan akses jalan yang rusak (Gambar 13).

(31)

21 Aspek pengelolaan termasuk pada kategori biasa saja dengan nilai 3,6. Menurut pengunjung hal ini disebabkan kurangnya pusat informasi dan pemandu wisata pada kawasan Trianggulasi. Menurut Lascurain (1996), pembangunan fasilitas dalam kawasan lindung selain harus memperhatikan konsumen, juga harus sesuai dengan prinsip-prinsip pembangunan (design guidelines), khususmya dalam kawasan lindung. Sedangkan aspek sarana dan prasarana mendapatkan nilai sebesar 3,8 dan tergolong pada kategori biasa saja, sehingga dapat disimpulkan bahwa pengunjung belum cukup puas dengan ketersediaan sarana dan prasaranan di kawasan Trianggulasi karena tidak adanya tempat ibadah, tempat istirahat yang layak, penginapan dan lain sebagainya. Identifikasi mengenai sediaan wisata di Kawasan Trianggulasi secara jelas dan terperinci disajikan pada Tabel 5.

Tabel 5 Persepsi pengunjung terhadap sediaan wisata di kawasan Trianggulasi Parameter Sediaan

Pembuangan sampah 3,3 agak tidak baik

Listrik 3,2 agak tidak baik

Akomodasi 3,6 biasa saja

Komunikasi 3,5 biasa saja

Jalur interpretasi 3,6 biasa saja Papan interpretasi 3,7 biasa saja

Tempat ibadah 3,4 agak tidak baik

Kesehatan 3,9 biasa saja

- Aksesibilitas

3,4

Kondisi jalan 3,4 agak tidak baik

Kemudahan pencapaian

lokasi 4 baik

Jarak dari pusat kota 2,6 agak tidak baik

Penunjuk arah 3,4 agak tidak baik

Biaya transportasi 3,7 biasa saja - Pengelolaan

3,6

Tingkat keamanan 4 biasa saja

Sumber informasi 3,7 biasa saja Tingkat kebersihan 3,3 kurang baik Pelayanan pengelola 4,1 biasa saja Ketersediaan informasi 3,6 biasa saja Pemandu

(32)

22

Preferensi

Preferensi adalah pilihan suka tidak suka oleh seseorang terhadap produk (barang atau jasa) yang dikonsumsi. Preferensi dapat menunjukkan kesukaan pengunjung dari berbagai pilihan kegiatan ekowisata yang akan dikembangkan. Hasil penilaian preferensi pengunjung terhadap kegiatan yang diinginkan dalam ekowisata di Trianggulasi telah disajikan dalam Tabel 6.

Tabel 6 Preferensi pengunjung terhadap kegiatan ekowisata di Trianggulasi

No Kegiatan Nilai

1 Melihat pemandangan alam 6,2

2 Jelajah alam di hutan pantai 5,6

3 Bird watching 5,5

4 Pendidikan atau penelitian 5,4

5 Menyaksikan ritual keagamaan 5,6

6 Wildlife photography 5,9

7 Pengamatan penyu 6,4

Harapan

Kawasan Trianggulasi saat ini masih belum memiliki pengelolaan ekowisata sehingga pengunjung hanya memanfaatkan kawasan ini dengan sarana dan prasarana yang seadanya. Hasil kuesioner menunjukkan sebagian besar (87%) pengunjung merasa puas dengan keindahan dan potensi sumberdaya alam yang disajikan kawasan ini namun masih mengeluhkan keterbatasan fasilitas yang tersedia. Menurut pengunjung, kawasan Trianggulasi memiliki kelebihan, seperti pantai dan pemandangannya yang indah, udaranya sejuk, ombaknya besar, suasananya yang tenang, pasir pantai yang putih, masih terdapat hutan dan satwa liar, aura gaibnya masih sangat terasa untuk ritual, baik untuk melakukan meditasi dan refleksi serta dapat melihat hamparan laut yang luas. Disisi lain terdapat beberapa kekurangan kawasan Trianggulasi menurut pengunjung, seperti kebersihan yang kurang terjaga, kurangnya pengamanan dan perawatan kawasan, kesadaran pengunjung untuk membuang sampah pada tempatnya masih lemah, toilet kotor, sarana prasarana kurang memadai, kawasan belum dikelola dengan baik, serta kurangnya maksimalisasi pelayanan pihak pengelola karena tidak adanya pos jaga di kawasan tersebut.

(33)

23 Masyarakat

Desa Kalipait merupakan termasuk salah satu desa penyangga Taman Nasional Alas Purwo. Sebagian besar masyarakat desa penyangga memiliki interaksi dengan kawasan, baik langsung maupun tidak langsung. Interaksi masyarakat merupakan wujud dari aktivitas sosial ekonomi masyarakat sekitar kawasan dalam rangka memenuhi kebutuhan hidup serta kegiatan yang berkaitan dengan kebudayaan dan religi. LMDH (Lembaga Masyarakat Desa Hutan) merupakan salah satu bentuk kerjasama masyarakat dengan Taman Nasional Alas Purwo. Dengan adanya organisasi tersebut, pihak taman nasional dapat menyalurkan dana CSR dari IPPA yang terdapat di kawasan untuk kegiatan pemberdayaan masyarakat agar kesejahteraannya meningkat dan tidak merambah hutan.

Persepsi

Masyarakat Desa Kalipait merasa potensi ekowisata pada kawasan Trianggulasi tergolong baik dan mereka menyetujui pentingnya keberadaan satwaliar di kawasan tersebut. Dengan adanya kesadaran masyarakat tersebut, dampak negatif terhadap lingkungan, maupun flora fauna diharapkan dapat diminimalisir. Hal ini juga dapat memberikan kemudahan bagi pihak pengelola untuk menjalankan fungsi pengelolaannya dalam meningkatkan kesadaran terhadap misi pelestarian lingkungan sehingga memberi nilai tambah pada kepentingan edukatif dan apresiasi lingkungan. Hal tersebut diperkuat oleh Robbins (2005) yang menyatakan bahwa persepsi individu mengenai lingkungannya akan diawali dengan sikap dan kepribadian yang mereka miliki, kemudian mempengaruhi perilaku terhadap lingkungan melalui berbagai faktor (motivasi, pembelajaran dan kemampuan) yang saling berhubungan dan terjadi secara terus-menerus.

Kesiapan masyarakat dalam mendukung pengembangan ekowisata

Tanggapan masyarakat mengenai pengembangan ekowisata pada kawasan Trianggulasi sangat positif, ini dapat dilihat dari antusiasme seluruh masyarakat (100%) yang ingin berpartisipasi. Dukungan dan partisipasi masyarakat menjadi penting karena wisatawan akan berinteraksi terlebih dahulu dengan masyarakat sebelum memasuki kawasan Trianggulasi. Masyarakat Desa Kalipait dapat diikutsertakan dalam pengelolaan ekowisata sehingga manfaat ekowisata dapat dirasakan oleh masryarakat. Modal yang telah dimiliki masyarakat Desa Kalipait, yaitu kemampuan menjadi pemandu wisata, kesediaan menjadikan rumahnya sebagai homestay, penyedia jasa transportasi dan kemampuan membuat kerajinan tangan yang dapat dijadikan souvenir. Namun kesiapan tersebut dapat ditingkatkan dengan pelatihan dan pendidikan, mengingat masih minimnya pengetahuan masyarakat mengenai ekowisata.

Persepsi dan Kesiapan Pengelola dalam Mendukung Pengembangan Ekowisata

(34)

24

Ombo-Sadengan, pengamatan di lintasan satwa, pengamatan lalar penyu, serta susur pantai. Kegiatan wisata bagi umat selain Hindu adalah menyaksikan ritual upacara Pagerwesi di Pantai Trianggulasi.

Trianggulasi tidak dapat dikembangkan secara masif karena keadaan ombak yang berbahaya bagi wisatawan. Kegiatan wisata pantai yang selama ini banyak dilakukan pengunjung adalah susur pantai, piknik dan menikmati panorama matahari terbit atau terbenam. Pengamatan penyu lebih banyak dilakukan oleh peneliti dibandingkan dengan pengunjung umum. Hal ini bisa dimaklumi mengingat prasarana dan sarana pengamatan yang tidak tersedia dengan cukup. Selain itu, pengunjung umum belum diijinkan untuk menginap di Trianggulasi, sehingga kesempatan mereka untuk mengamati penyu bertelur menjadi sedikit. Jarak dari pesanggrahan Trianggulasi ke pantai ± 150 meter, artinya sangat dekat bagi pengunjung umum bila diijinkan menginap di pesanggrahan.

Rencana pengembangan ekowisata di Trianggulasi sudah tercantum pada Site Plan Pengembangan dan Pemanfaatan Wisata Alam Taman Nasional Alas Purwo 2013, namun sampai saat ini hal tersebut belum direalisasikan. Kendala yang dihadapi oleh pengelola ialah keterbatasan dana dalam pembangunan, sumber daya manusia yang kurang berkompeten, belum adanya perencanaan yang matang dan pihak pengelola masih membutuhkan penyesuaian dengan aturan yang ada. Selain itu, terdapat ruang usaha Wana Wisata Alam Hayati (WWAH) yang belum operasionalkan sama sekali selama memiliki IPPA. Namun wewenang pengelola hanya memberi himbauan dan menstimulir pihak WWAH agar segera mengoperasikan ruang usahanya

Pengembangan Ekowisata di Trianggulasi

Data yang telah didapat dari hasil wawancara, observasi (verifikasi), studi pustaka dan penyebaran kuesioner diolah dengan cara tabulasi data dan dianalisis dengan menggunakan metode deskriptif kualitatif. Hasil analisis deskriptif lalu dianalisis lebih dalam dengan pendekatan SWOT. Analisis SWOT merupakan metode analisis yang merangkum kondisi lembaga saat ini dan membantu untuk menentukan dan mengembangkan rencana pengelolaan untuk masa depan dengan langkah meningkatkan kekuatan saat ini, mengurangi kelemahan lembaga, mengeksploitasi keuntungan yang dimiliki dan bertahan dari segala ancaman dengan menganalisis faktor-faktor internal dan eksternal (Bell 2003).

(35)

25 Tabel 7 Matriks SWOT pengembangan ekowisata di kawasan Trianggulasi

Internal

Eksternal

Kekuatan (Strenghts = S)

1.Kawasan Trianggulasi memiliki formasi hutan pantai yang masih lengkap dan keanekaragaman hayati baik flora maupun fauna yang berlimpah, sehingga dapat dijadikan sebagai obyek dan daya tarik wisata alam (ODTWA).

2.Trianggulasi memiliki panorama pantai yang indah untuk dinikmati dan terdapat gejala alam berupa sungai yang juga dapat dijadikan sebagai obyek wisata.

3.Kawasan Trianggulasi digunakan untuk kegiatan keagamaan umat Hindu, yaitu

1.Pihak pengelola masih membutuhkan penyesuaian dengan aturan yang ada. 2.Belum ada SDM pengelola

ekowisata di kawasan Trianggulasi.

Peluang (Opportunities = O)

1.TNAP termasuk kedalam

triangle diamonds (wisata

unggulan) Banyuwangi. 2.Masyarakat Desa Kalipait

bersedia berpartisipasi dalam mengembangkan ekowisata di kawasan Trianggulasi. 3.Adanya keinginan dari

pengunjung untuk menikmati ekowisata di kawasan Trianggulasi.

1.Membuat produk ekowisata sesuai permintaan pengunjung.

2.Mendorong pihak WWAH agar segera

sarana dan prasarana sebagai penunjung kegiatan ekowisata. akibat gangguan dari pengunjung.

2.Banyaknya sampah yang ditinggalkan pengunjung.

Strategi ST

1.Memberikan himbauan baik secara lisan maupun tulisan agar dapat meminimalisir dampak kerusakan lingkungan akibat kegiatan ekowisata.

(36)

26

Strategi SO (Strength – Opportuniy)

Strategi SO, yaitu menciptakan strategi dengan menggunakan kekuatan yang dimiliki untuk memanfaatkan peluang yang ada. Strategi yang dapat digunakan yaitu:

1. Membuat produk ekowisata sesuai permintaan pengunjung.

Produk wisata dapat diartikan sebagai segala sesuatu yang dapat dijual sebagai komoditas pariwisata. Produk wisata mencakup tiga aspek yang dikenal dengan istilah triple A (Atraksi, Amenitas, Aksesibilitas). Atraksi adalah obyek atau daya tarik wisata yakni obyek yang memiliki daya tarik untuk dilihat, ditonton, dinikmati yang layak dijual ke pasar wisata. Menurut Spillane (1994), atraksi merupakan pusat dari industri pariwisata. Menurut pengertiannya atraksi mampu menarik wisatawan yang ingin mengunjungi suatu tempat tujuan wisata. Motivasi wisatawan untuk mengunjungi suatu tempat tujuan wisata adalah untuk memenuhi atau memuaskan beberapa kebutuhan atau permintaan. Atraksi wisata terdiri dari potensi flora, fauna, bentang alam dan atraksi buatan berupa seni dan budaya masyarakat.

Disamping atraksi, yang termasuk dalam produk wisata lainnya adalah amenitas yakni segala macam fasilitas yang menunjang kegiatan pariwisata. Terakhir untuk produk wisata adalah aksesibilitas, berupa sarana dan prasarana yang menyebabkan wisatawan dapat berkunjung disebuah destinasi. Dari ketiga aspek tersebut, model pengembangan produk haruslah mempertahankan keaslian agar dapat bersaing dengan kawasan wisata lainnya.

Mengingat belum adanya pengelolaan ekowisata pada kawasan Trianggulasi, maka diperlukan pembuatan produk ekowisata yang sesuai dengan permintaan pengunjung. Produk-produk ekowisata yang dapat dilakukan di obyek wisata kawasan Trianggulasi, antara lain :

A.Atraksi

g. Minat khusus : Paralayang, pengamatan penyu, menyusuri Sungai Sungklon Ombo menggunakan perahu karet.

h. Lain-lain : Wildlife photography, menikmati pemandangan alam sekitar pantai, susur pantai dan mendengarkan cerita (mitologi) dari keberadaan atau asal muasal yang berkembang pada kawasan Trianggulasi atau Taman Nasional Alas Purwo. B. Amenitas

(37)

27 gayung plastik) dapat melengkapi pengalaman unik wisatawan yang berbeda dengan kebiasaan sehari-hari.

C. Aksesibilitas

Aksesibilitas dalam konteks ini merupakan sarana dan prasarana yang dibangun agar wisatawan dapat mencapai destinasi wisata dengan aman, nyaman, dan layak. Perlu dibuat papan penunjuk arah dan papan interpretasi yang jelas, terperinci serta menarik. Pusat informasi dan Peta ODTWA diletakan pada setiap tempat destinasi wisata dan tempat strategis di Taman Nasional Alas Purwo agar memudahkan wisatawan untuk mengunjungi atau berpindah dari satu destinasi wisata ke destinasi wisata lainnya.

2. Mendorong pihak WWAH agar segera mengoperasionalkan ruang usaha yang telah disewa.

IPPA adalah izin usaha yang diberikan untuk mengusahakan kegiatan pariwisata alam di areal suaka margasatwa, taman nasional, taman hutan raya dan taman wisata alam. Pihak TNAP harus lebih aktif dalam mendorong pihak WWAH agar segera mengoperasionalkan ruang usaha yang telah disewa di kawasan Trianggulasi dengan cara memberikan reward, punishment dan deadline agar pihak WWAH segera melakukan pengelolaan pada ruang usahanya. Reward yang sekiranya dapat di berikan pihak TNAP kepada WWAH bila dapat mengoperasionalkan ruang usahanya dengan baik dan cepat ialah perpanjangan kontrak IPPA atau pemberian hak-hak istimewa pada pihak WWAH. Sedangkan punishment yang dapat diberikan berupa pemutusan kontrak IPPA atau denda.

Strategi WO (Weakness – Opportunity)

Strategi WO, yaitu menciptakan strategi untuk meminimalkan atau mengatasi kelemahan-kelemahan untuk memanfaatkan peluang yang ada. Strategi yang dapat dilakukan yaitu:

1. Pemberdayaan masyarakat

Keterlibatan secara aktif masyarakat sekitar perlu diperhatikan karena pada dasarnya masyarakat sekitar merupakan subyek yang paling paham tentang keadaan alam obyek ekowisata. Bentuk partisispasi masyarakat terhadap pengelolaan ekowisata dalam penelitian ini, diartikan mempunyai hubungan dengan tingkat keterkaitan atau hubungan masyarakat setempat terhadap obyek ekowisata yang dimaksud.

Beberapa bentuk pemberdayaan masyarakat atau bentuk partisipasi masyarakat dalam pengelolaan ekowisata dapat berupa:

a. Menyediakan berbagai produk ekowisata yang dibutuhkan oleh pengunjung, seperti atraksi, obyek, jasa transportasi, akomodasi, dan cinderamata yang khas. b. Diikut sertakan dalam usaha promosi dan publikasi kawasan Trianggulasi. c. Mendirikan usaha yang mendukung kegiatan ekowisata, seperti pembuatan

toko pusat oleh-oleh yang dibuat oleh masyarakat. d. Menjadi tour guide atau interpreter.

2. Melakukan perbaikan sarana dan prasarana sebagai penunjang kegiatan ekowisata.

(38)

28

Melihat kondisi sarana dan prasarana yang tersedia di kawasan Trianggulasi dalam keadaan rusak berat, pengunjung berharap pihak pengelola dapat menambah atau memperbaiki sarana dan prasaran tersebut. Meningkatkankan koordinasi serta kerjasama dengan pihak PEMDA Banyuwangi dapat dijadikan salah satu alternatif untuk mengatasi masalah pendanaan terkait penambahan atau perbaikan sarana dan prasarana di kawasan Trianggulasi.

3. Optimalisasi pemasaran dan promosi pada target pasar.

Strategi pemasaran memiliki peranan penting dalam sebuah perusahaan maupun organisasi. Kotler (2000) mengemukakan bahwa strategi pemasaran adalah sekumpulan prinsip-prinsip dasar yang melandasi menajer pemasaran untuk mencapai tujuan bisnis dan pemasaran yang ditetapkan pada pasar sasaran tertentu. Strategi pemasaran yang berhasil umumnya di tentukan dari satu atau beberapa variabel marketing mix-nya. Marketing Mix terdiri dari empat elemen diantaranya, yaitu Product, Price, Place, and Promotion. Berdasarkan hasil analisis SWOT, alternatif strategi pemasaran yang bisa dilakukan oleh pengelola Taman Nasional Alas Purwo adalah sebagai berikut :

a. Situasi pasar:

Bisnis ekowisata saat ini memiliki prospek yang baik dan akan terus berkembang, karena sudah menjadi suatu kebutuhan bagi setiap orang untuk memiliki pengalaman yang mengesankan, rekreasi, edukasi serta refreshing setelah merasakan kepenatan dengan aktivitas sehari-hari.

b. Pesaing

Penawaran produk ekowisata bersaing ketat dengan produk wisata masal. c. Segmentasi pasar

Analisis mengenai segmentasi pasar sangat penting dilakukan agar perusahaan dapat membuat strategi pemasaran yang sesuai. Perusahaan hendaknya cermat membaca kondisi pasar sehingga dapat mengidentifikasi dari segi demografis, psikografis, dan geografis (Lamb 2009). Segmentasi pasar yang sesuai untuk kawasan Trianggulasi adalah pengunjung laki-laki atau perempuan dengan taraf ekonomi menengah ke atas yang suka wisata alam dan berdomisili di seluruh Indonesia maupun manca negara.

d. Product

Kawasan Trianggulasi harus dipertahankan posisinya saat ini sebagai obyek wisata alam yang memiliki kualitas lingkungan yang baik diiringi dengan melakukan peningkatan, baik itu kualitas lingkungan alam, fasilitas maupun sumberdaya manusia.

e. Price

Price atau harga sangat mempengaruhi akan terjualnya suatu barang dan jasa yang ditawarkan. Dalam menentukan harga produk ekowisata di kawasan Trianggulasi sebaiknya dengan memberikan banyak variasi harga dari variasi produk sehingga dapat mencakup pengunjung dari berbagai kalangan, namun harus sesuai dengan segmentasi pasar yang sudah ditentukan.

f. Place

(39)

29 dalam kawasan ini atau mengoptimalkan teknologi informasi untuk mempermudah komunikasi dengan konsumen baik dari dalam maupun luar negeri, seperti melalui website, blog, twitter, instagram dan facebook. Selain itu, pihak TNAP juga dapat melakukan kerjasama dengan travel agent agar dapat menarik pengunjung untuk dapat melakukan kegiatan ekowisata di kawasan Trianggulasi.

g. Promotion

Promosi memiliki bauran promosi yang terdiri dari iklan (advertising), personal selling, direct marketing, sponsorship, public relation, sales promotion, bentuk komunikasi cetak (Cooper et al 1993). Beberapa cara yang dapat dilakukan pengelola dalam melakukan kegiatan promosi kawasan Trianggulasi adalah sebagai berikut:

- Berkolaborasi dengan pemerintah daerah dan swasta serta pihak terkait lainnya dalam mengembangkan brand image.

- Melakukan program personal selling dengan kunjungan atau promosi ke sekolah-sekolah, terutama SMP dan SMA.

- Memasang iklan dan artikel pada media cetak.

- Membuka peluang untuk melakukan penelitian pada target pasar peneliti dan civitas perguruan tinggi di kawasan Trianggulasi.

- Pengelola dapat menjangkau target pasar pencinta lingkungan dan olahraga di alam dengan memasang iklan di media cetak komunitas tersebut dan bekerjasama dengan situs-situs komunitas tersebut untuk memasukan informasi mengenai TNAP dan paket ekowisata kawasan Trianggulasi.

- Mengundang media massa secara berkala untuk meningkatkan publisitas taman nasional.

- Memberikan insentif potongan harga kepada agen perjalanan atau pihak lainnya yang mempromosikan paket wisata kawasan Trianggulasi.

Strategi ST (Strength – Threats)

Strategi ST, yaitu menciptakan strategi dengan menggunakan kekuatan untuk meminimalkan atau mengatasi kelemahan-kelamahan untuk memanfaatkan peluang yang ada. Strategi yang dapat dilakukan, yaitu memberikan himbauan baik secara lisan maupun tulisan agar dapat meminimalisir dampak kerusakan lingkungan akibat kegiatan ekowisata.

(40)

30

Strategi WT (Weakness – Threats)

Strategi WT, yaitu menciptakan strategi untuk meminimalkan kelemahan dan menghindari ancaman yang ada. Strategi yang dapat dilakukan yaitu:

1. Pengaturan kunjungan.

Perilaku dan ledakan pengunjung dapat menimbulkan masalah-masalah spesifik yang berhubungan dengan perusakan lingkungan. Salah satu cara untuk mengatasi hal tersebut adalah dengan pengaturan pengunjung. Terdapat beberapa pilihan dalam pengelolaan pengunjung, antara lain:

- Mengurangi kunjungan dengan membatasi jumlah wisatawan yang masuk pada satu waktu/ meningkatkan biaya kunjungan dan atau/ membatasi waktu kunjungan.

- Memodifikasi kunjungan dengan memberikan pengarahan kepada pengunjung bagaimana perilaku yang tepat untuk melihat satwaliar seperti membatasi jarak antara pengunjung dengan satwa atau tidak memberikan makanan pada satwa yang dijumpai.

- Menutup kawasan pada waktu-waktu tertentu sehingga memungkinkan berlangsungnya perawatan dan pemulihan.

- Membuat produk wisata yang beragam atau atraksi dan infrastruktur alternatif sehingga dapat memecah konsentrasi masa dan tidak terpaku pada satu obyek wisata saja.

- Membatasi jumlah kunjungan dengan sistem reservasi.

- Memberlakukan sistem zoning, sehingga tidak semua kawasan dapat diakses oleh seluruh pengunjung.

2. Peningkatan kualitas SDM

Ekowisata merupakan kegiatan wisata yang menaruh perhatian besar terhadap kelestarian lingkungan. Sumberdaya manusia menjadi kunci utama pengembangan ekowisata. Pelatihan dan pendidikan terhadap seluruh pelaku wisata yang terlibat dalam kegiatan ekowisata di kawasan Trianggulasi dapat dilakukan melalui kerjasama dengan pemerintah, perguruan tinggi atau lembaga yang berkompeten dalam bidang ekowisata. Peningkatan kemampuan mengenai teknik pengelolaan ekowisata, interpretasi, manajemen pengunjung dan pengendalian dampak ekowisata merupakan beberapa hasil yang diharapkan setelah melakukan pelatihan dan pendidikan sehingga dapat menunjang kinerja SDM dalam pengembangan ekowisata di kawasan Trianggulasi.

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

(41)

31 2. Pengamatan penyu merupakan kegiatan ekowisata yang paling diminati oleh pengunjung di Trianggulasi dengan skor 6,4. Masyarakat Desa Kalipait dan pengelola Taman Nasional Alas Purwo dirasa cukup siap untuk terlibat dalam kegiatan ekowisata di kawasan Trianggulasi. Kesiapan masyarakat dan pengelola akan dapat ditingkatkan dengan pelatihan dan pendidikan.

3. Pengembangan ekowisata di kawasan Trianggulasi dapat dilakukan dengan membuat produk ekowisata yang sesuai dengan permintaan pengunjung, mendorong pihak WWAH agar segera mengoperasionalkan ruang usaha yang telah disewa, pemberdayaan masyarakat, melakukan perbaikan sarana dan prasarana sebagai penunjung kegiatan ekowisata, optimalisasi pemasaran dan promosi pada target pasar, memberikan himbauan baik secara lisan maupun tulisan agar dapat meminimalisir dampak kerusakan lingkungan akibat kegiatan ekowisata, pengaturan kunjungan dan peningkatan kualitas SDM.

Saran

Saran yang dapat diberikan, antara lain:

1. Maksimalisasi peran masyarakat Desa Kalipait dalam pengembangan ekowisata di Trianggulasi.

2. Upaya peningkatan frekuensi kunjungan wisatawan ke Trianggulasi perlu dipertimbangkan dalam strategi perencanaan promosi wisata di Taman Nasional Alas Purwo.

3. Sarana prasarana dan aksesibilitas menuju Trianggulasi perlu diperbaiki agar program ekowisata dapat dilaksanakan secara efektif, aman dan menyenangkan.

DAFTAR PUSTAKA

Avenzora R. 2008. Ekoturisme Teori dan Praktek. BRR NAD dan Nias. Banda Aceh.

Balai Taman Nasional Alas Purwo. 2013. Buku Informasi Balai Taman Nasional Alas Purwo. Banyuwangi (ID) : Balai Taman Nasional Alas Purwo.

Balai Taman Nasional Alas Purwo. 2011. Seri Buku Informasi dan Potensi Burung Air Taman Nasional Alas Purwo. Banyuwangi (ID) : Balai Taman Nasional Alas Purwo.

Bell S. 2003. SWOT Analysis: How To Do The Research. Philadelphia university [Internet]. [diakses pada 22 Agustus 2015]. http://www.philau.edu/infolit/sba/SWOTAnalysishandout.pdf.

Cooper C, Champman C. 1993. Tourism Principles and Practice. Edinburgh : Group LimiteKotler P. 2000. Manajemen Pemasaran, Jilid 1, edisi Millenium. Hendra teguh, Ronny A Rusli dan Benyamin Molan. Penerjemah. Jakarta (ID): PT Prenhallindo. Terjemahan Dari Buku : Marketing Management.

Douglass R W. 1969. Forest Recreation. Pergamon Press. Oxford.

(42)

32

Goeldner C R, Ritchie J R B, McIntosh R W. 2000. Tourism (Principles, Practices, Philosophies). Canada: John Wiley & Sons.

[IdeA] Innovative development for eco Awerness (ID) . 2013. Laporan Akhir: Site Plan Rencana Pengembangan dan Pemanfaatan Wisata Alam Taman Nasional Alas Purwo. Banyuwangi : Balai Taman Nasional Alas Purwo. Kotler Philip. 2000. Manajemen Pemasaran. Jakarta (ID). PT Prenhallindo.

Kriyantono R. 2009. Teknis Praktis-Riset Komunikasi. Jakarta (ID). Prenada Media Group.

Kusmana C, Onrizal. 2014. Kajian Ekologi Hutan Pantai di Suaka Margasatwa Pulau Rabut, Teluk Jakarta. Jurnal Komunikasi Penelitian. Vol. 16 (6): 77-83.

Kusmayadi, Sugiarto E. 2000. Metodologi Penelitian Dalam Bidang Kepariwisataan. Jakarta (ID): PT. Gramedia Pustaka Utama.

Lamb, Charles W. 2009. Pemasaran. Buku 1 Edisi Pertama. Jakartra (ID). Salemba Empat.

Lascurain H. 1996. Tourism, ecotourism and protected area. Switzerland: IUCN. Muntasib EKSH dan Rachmawati E. 2009. Rekreasi Alam, Wisata dan Ekowisata.

Bogor: Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata Fakultas Kehutanan IPB.

Nasution. 2007. Metode Research: Penelitian Ilmiah. Jakarta (ID). Bumi Aksara. Nybakken J W. 1992. Biologi Laut : Suatu Pendekatan Ekologis. Jakarta (ID) : PT

Gramedia.

Pendit N S. 1999. Ilmu Pariwisata, Sebuah Pengantar Perdana. Jakarta (ID): PT Pradnya Paramita.

Rangkuti F. 2006. Analisis SWOT Teknik Membedah Kasus Bisnis. Jakarta (ID): Gramedia.

Robbins SP. 2005. Essentials of Organizational Behavior. Upper Saddle River, New Jersey: Pearson Education Inc.

Simond John O. 1978. Eartscape. New York: McGraw Hill Book Company. Spillane J. 1994. Pariwisata Indonesia (Siasat Ekonomi dan Rekayasa

Kebudayaan). Yogyakarta (ID) : Kanisius.

Undang-Undang Republik Indonesia No. 10 Tahun 2009 tentang Kepariwisataan. Walpole R E. 1982. Pengantar Statistika. Terjemahan B. Sumantri. Jakarta (ID):

(43)

33 Lampiran 1 Potensi flora

NO NAMA LOKAL NAMA ILMIAH

1 Rumput gulung-gulung Spinifex littoreus 2 Kembang kuning Tridax procumben

3 Gabusan Scaevola taccada

4 Pandan laut Pandanus dubius

5 - Ipomea pescapre

6 Bunga bakung Crinum asiaticum

7 Nyamplung Calophyllum inophyllum

8 Bogem Barringtonia stovia

9 Rumput katelan -

10 Nyamplung buah lonjong Mamea odorata

11 Ketapang Terminilia catappa

12 Bintaro/cembirit Taperneamontana sphoerocarpa 13 Laban pantai Calophilus cobe

14 Broyondolo Hernandia peltata

15 Legaran Alstonia spectabilis

16 Keranji Pongamia pinnata

17 - Serbera mangas

18 - Callophyllus cobe

19 Loloan Dysoxylum cauliflorum

20 Blanakan Desmodium umbellatum

21 Rumput mutiara Hedyotis corymbosa 22 Rumput empritan Eragrostis sterela

23 Nyawon Vernonia cinerea

24 Keben Barringtonia asiatica

25 - Termanilia microcarpa

26 Mondokaki Tabernaemonta pandacaqui

27 Klampo (jambu air) Sgzygium javanicum

28 Dempul Glochidion littorale

29 Lampeni Tardisia huminis

(44)

34

Lampiran 1 Potensi flora (lanjutan)

NO NAMA LOKAL NAMA ILMIAH

31 Sawo kecik Manilkara kauki

32 Wedusan Ageratum conyzoides

33 Gempur batu -

34 Katelan Dactylonidae aygeptum

35 Kelayu Lepisanthes rubiginosum

36 Nyatoh Palaqium amboinense

37 Popohan Buchanania arborescens

38 Kedoyo Dysoxylum gaudichaudianum

39 Pulai Alstonia scholaris

40 Bayur Pterospermum javanicum

41 Tanjung biru -

42 Pakis taji Cycas rumphii

43 Kelapa Cocos nuafera

44 Jati pasir Guettarda speciosa

45 Patikan cina Euphorbia thymifolia 46 Suket celulang Eleusine indica

47 - Euphorbia hypericifolia

48 Waru laut Hibiscus tiliaceus

Lampiran 2 Hasil penilaian potensi unggulan ekowisata di Trianggulasi A. Penilaian potensi spiritual

Spiritual Pager wesi Ritual

Keunikan 6,00 4,00

Kelangkaan 6,0 4,0

Keindahan 5,9 4,0

Seasonality 5,6 4,0

Sensitivitas 5,6 4,0

Aksesibilitas 5,3 4,0

Fungsi sosial 5,0 4,0

(45)

35 Lampiran 1 Hasil penilaian potensi unggulan ekowisata di Trianggulasi

(lanjutan)

B. Penilaian potensi flora unggulan

Flora Waru

laut Keben Bogem Nyamplung Ketapang

Keunikan 5,4 5,0 5,0 5,0 5,0

Kelangkaan 1,0 1,0 1,0 1,0 1,0

Keindahan 4,6 4,7 4,7 4,7 5,1

Seasonality 1,0 1,0 1,0 1,0 1,0

Sensitivitas 4,3 6,0 6,0 6,0 6,0

Aksesibilitas 4,7 4,7 4,7 4,7 4,7

Fungsi sosial 3,1 3,1 3,1 3,1 3,1

Rata-rata 3,4 3,7 3,7 3,7 3,7

C. Penilaian potensi fauna unggulan

Fauna Penyu Monyet ekor

panjang Rusa Kancil Biawak

Keunikan 6,7 4,7 4,7 5,0 6,6

Kelangkaan 5,7 2,0 4,3 4,3 4,0

Keindahan 6,3 4,0 6,0 6,0 4,0

Seasonality 5,6 4,0 4,0 5,0 5,0

Sensitivitas 3,7 4,0 4,0 5,0 5,0

Aksesibilitas 3,3 3,3 3,3 3,3 3,3

Fungsi sosial 2,6 4,0 3,1 3,1 3,1

Rata-rata 4,8 3,7 4,2 4,5 4,4

D. Penilaian potensi gejala alam

Gejala alam Ombak Sunrise Sunset Air pasang

Air surut

Sungai (Sunglon

Ombo)

Keunikan 4,1 2,3 4,3 4,1 4,1 4,1

Kelangkaan 3,7 2,1 3,9 3,7 3,7 3,7

Keindahan 3,3 1,7 3,4 3,3 3,3 3,3

Seasonality 2,9 1,6 3 2,9 2,9 2,9

Sensitivitas 2,3 1,4 2,4 2,3 2,3 2,3

Aksesibilitas 1,9 1,3 1,9 1,9 1,9 1,9

Fungsi

sosial 1,4 1,1 1,4 1,4 1,4 1,4

(46)

36

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Jakarta pada tanggal 18 April 1993 dari Bapak Rizal Freddy Haryanto Matondang, SH dan Ibu Ir Siti Tri Joelyartini, MSE. Penulis merupakan anak pertama dari empat bersaudara. Penulis menempuh jenjang pendidikan Sekolah Dasar di SDN Brawijaya Banyuwangi (1999-2000), SDN Bambu Kuning (2000-2004) dan SDN Polisi 5 Bogor (2004-2005), pendidikan menengah di SMP Negeri 18 Bogor (2005-2006), SMP Negeri 2 Bogor (2006-2008) dan SMA Negeri 3 Bogor (2008-2011). Pada tahun 2011 penulis diterima di Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur (UTM) Ujian Tulis Mandiri.

Selama masa perkuliahan, penulis mengikuti Unit Kegiatan Mahasiswa dalam bidang kewirausahaan yaitu UKM Century dan organisasi kemahasiswaan yaitu Himpunan Mahasiswa Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata (HIMAKOVA) sebagai anggota Biro Kewirausahaan selama dua periode, 2012/2013 dan 2013/2014, anggota Kelompok Pemerhati Ekowisata dan Fotografi Konservasi (2012-2014). Bersama HIMAKOVA penulis mengikuti kegiatan Eksplorasi Fauna, Flora dan Ekowisata Indonesia (RAFFLESIA) di Cagar Alam Gunung Tilu (2014) dan pernah pula mengikuti kegiatan Studi Konservasi Lingkungan (SURILI) di Taman Nasional Aketajawe-Lolobata, Halmahera, Maluku Utara (2014). Selama kepengurusan di HIMAKOVA penulis juga aktif dalam kepanitiaan beberapa kegiatan yang diselenggarakan HIMAKOVA.

Gambar

Gambar 1  Kerangka Pemikiran Pengambangan Ekowisata di Kawasan
Gambar 2  Peta lokasi penelitian
Tabel 1  Jenis, sumber dan metode pengumpulan data
Tabel 2  Matriks  SWOT
+7

Referensi

Dokumen terkait

KEEMPAT Dengan berlakunya Keputusan Bupati ini maka Keputusan Bupati Bantul Nomor 11 F Tahun 2008 tentang Pembentukan Tim Penerbitan Tabloid/Majalah Sejada

Ut enim ad minim veniam, quis nostrud exercitation ullamco laboris nisi ut aliquip ex ea commodo consequat.. Duis aute irure dolor in reprehenderit in voluptate velit esse

At the Outer Central Breakwater Landfill Disposal Site and New Sea Surface Disposal Site, established and managed by The Tokyo Metropolitan Government, residue

pohon; yang didorong oleh faktor ekonomi seperti kebutuhan konsumsi dan untuk persediaan kayu untuk kebutuhan di masa mendatang, perasaan puas terhadap usaha perkayuan sekarang

Berdasarkan hasil wawancara kedua ini, maka dapat diketahui bahwasannya dosen tersebut memiliki pendapat yang negatif, meskipun dosen terebut mengetahui e-learning

Sekolah dapat memanfaatkan hasil studi ini untuk meningkatkan kualitas pendidikan yang lebih baik, karena dengan mengetahui pemahaman konsep matematika siswa setelah

Realisasi fisik dari indikator kinerja ini 13%, dengan realisasi kegiatan: pengumpulan data literatur dan informasi dari internet (Kajian kebutuhan permanen magnet di

These values are used as additional feature to support the classification when the road surface is occluded by static cars.. Our approach is evaluated on a dataset of airborne photos