• Tidak ada hasil yang ditemukan

Evaluasi Pemanfaatan Daun Saga, Daun Kemuning dan Biji Saga Terhadap Performa Kambing PE

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Evaluasi Pemanfaatan Daun Saga, Daun Kemuning dan Biji Saga Terhadap Performa Kambing PE"

Copied!
42
0
0

Teks penuh

(1)

EVALUASI PEMANFAATAN DAUN SAGA, DAUN

KEMUNING DAN BIJI SAGA TERHADAP

PERFORMA KAMBING PE

URAY NURJANNAH

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Evaluasi Pemanfaatan Daun Saga, Daun Kemuning dan Biji Saga Terhadap Performa Kambing PE adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

(4)

RINGKASAN

URAY NURJANNAH. Evaluasi Pemanfaatan Daun Saga, Daun Kemuning dan Biji Saga Terhadap Performa Kambing PE. Dibimbing oleh DWIERRA EVVYERNIE dan HERI AHMAD SUKRIA.

Penggunaan tanaman obat dalam penelitian telah sering dilakukan untuk peningkatan performa dan kesehatan ternak. Kandungan fitokimia pada tanaman tersebut mampu menggantikan fungsi antibiotik yang telah dilarang penggunaannya oleh beberapa negara karena menghasilkan residu didalam jaringan tubuh ternak dan menjadikan mikroorganisme yang pathogen. Tanaman obat yang berpotensi digunakan diantaranya adalah saga (Abrus precatorius) dan kemuning (Murraya paniculata J). Untuk menghindari persaingan dengan manusia, pada penelitian daun saga dan daun kemuning juga menambahkan biji saga Adenanthera pavonina L (saga pohon) didalam ransum. Tujuan dari penelitian ini untuk mempelajari manfaat daun saga, daun kemuning dan biji saga dalam meningkatkan performa kambing PE laktasi serta mendapatkan data awal dari sifat fisik dan kimia dari ketiga bahan tersebut.

(5)
(6)

SUMMARY

URAY NURJANNAH. Utilization Evaluation Saga Leaves, Kemuning leaves and Saga Seed PE Goat Performance Against. Supervised by DWIERRA EVVYERNIE and HERI AHMAD SUKRIA.

The use of medicinal plants in the study had often done to improve the performance and health of livestock. Phytochemical content in the plant is able to replace the function of antibiotics that have been banned in some countries because it produces a residue in the body tissues of cattle and make pathogenic microorganisms. potential medicinal plants used include the saga (Abrus precatorius) and kemuning (Murraya paniculata J). To avoid competition with humans, the research sage leaves and kemuning leaves also add saga seeds (Adenanthera pavonina L) in the ration. The purpose of this research is to study the benefits of sage leaves, kemuning leaves and seed saga in improving the performance of goat lactation and obtain preliminary data on the physical and chemical properties of the three materials.

The first experiment using 15 goat which divided into three groups based on milk production (average of 940 ml / head / day). This experiment uses RAK with treatment consists of R0 as a control (forage and concentrates with a ratio of 40:60), R1 (R0 + sage leaves powder 4.3%), R2 (R0 + kemuning leaves powder 0.7%), R3 (R0 + seed saga powder 4.3%) R4 (R0 + combination sage leaves powder 4.3% + 0.7% kemuning leaves powder) were conducted over a period of 30 days with a preliminary period of 20 days and 10 days of collection of the parameters in the form of consumption, milk production, eficiensi and IOFC. The results of in vivo studies indicate respectively for consumption, milk production and the highest IOFC on R2: consumption BK (1840 ± 47 g head-1 day-1) and BO (1672 ± 43 g head-1 day-1), milk production (860.22 ± 286 ml of tail-1 day-1) and IOFC (Rp 25,492.63), the highest production efficiency at the R1 (62.25 ± 19.2%). The trend of increased milk seen in treatment R2 of 5.65% compared to the control or an increase in farmers' income of Rp. 1417.33 or at 18:07%. The second experiment performed using sage leaves (P1), kemuning leaves (P2) and seed saga (P3) using RAL. Measurement of physical properties include specific gravity, specific density, compacted specific density, angle of response, and particle size, measurement of chemical properties consist of pH and total solubility. The results showed that, P3 has a specific gravity (1.429 ± 0.00 g ml-1), specific density (452.8 ± 0:02 kg m3), compacted specific density (536.1 ± 0:01

(7)
(8)

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2015

Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB

(9)

Tesis

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains

pada

Program Studi Ilmu Nutrisi dan Pakan

EVALUASI PEMANFAATAN DAUN SAGA, DAUN

KEMUNING DAN BIJI SAGA TERHADAP

PERFORMA KAMBING PE

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR 2015

(10)
(11)

Judul Tesis : Evaluasi Pemanfaatan Daun Saga, Daun Kemuning dan Biji Saga Terhadap Performa Kambing PE

Nama : Uray Nurjannah

NIM : D251120171

Disetujui oleh Komisi Pembimbing

Dr Ir Dwierra Evvyernie, MS MSc Ketua

Dr Ir Heri Ahmad Sukria, MScAgr Anggota

Diketahui oleh

Ketua Program Studi Ilmu Nutrisi dan Pakan

Dr Ir Dwierra Evvyernie, MS MSc

Dekan Sekolah Pascasarjana

Dr Ir Dahrul Syah, MScAgr

(12)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Karya ilmiah ini merupakan hasil penelitian yang dilaksanakan sejak bulan September 2013 dengan tema yang dipilih adalah pemanfaatan tanaman obat pada kambing PE, dengan judul Evaluasi Pemanfaatan Daun Saga, Daun Kemuning dan Biji Saga Terhadap Performa Kambing PE.

Tanaman obat memiliki potensi dalam meningkatkan performa kambing PE. Penggunaan tanaman obat yaitu daun saga, daun kemuning dan biji saga telah diujicobakan secara invitro dan penelitian yang telah dilakukan ini merupakan tahap lanjutan dari penelitian invitro. Sebagian hasil penelitian ini dalam proses publikasi jurnal ilmiah Media Peternakan dengan judul Evaluation of Physical-Chemical Abrus precatorius leaves and Murraya peniculata J Leaves and Effect on Performance of Dairy Goat Lactation.

Terimakasih penulis ucapkan kepada Dr Ir Dwiera Evvyernie, MS MSc dan Dr Heri Ahmad Sukria MScAgr selaku pembimbing yang telah banyak memberi bimbingan, saran, dan motivasi sehingga penelitian dan tesis ini dapat diselesaikan. Ucapan terimakasih juga penulis sampaikan kepada Pemerintah Daerah Provinsi Kalimantan Barat yang telah memberikan bantuan dana beasiswa dan penelitian melalui program beasiswa Pemda tahun 2012-2014, Ir Anang Ikhsan Nafiri MM selaku Kabid Ketersediaan dan Kerawanan Pangan dan Ir Iskandar Mirza selaku Kasi Ketersediaan Pangan di Badan Ketahanan Pangan dan Penyuluhan Provinsi Kalimantan Barat yang telah banyak memberikan dorongan dan motivasi untuk menyelesaikan thesis, kepada Bapak Syauqi yang telah mengizinkan penulis melaksanakan penelitian di CV Cordero Farm dan kepada Bapak Eko yang telah banyak membantu penulis selama melaksanakan penelitian di lapangan, teman-teman satu tim penelitian (Eka dan Astri) , dan seluruh pihak yang telah membantu dalam proses penyelesaian tugas akhir ini. Penulis juga mengucapkan terimakasih kepada seluruh dosen, staf, teknisi dan rekan-rekan pascasarjana INP angkatan 2012 dan 2013 yang telah memberikan dukungan dan membantu penulis selama menempuh studi di Sekolah Pascasarjana IPB.

Ungkapan terima kasih juga disampaikan sebesar-besarnya kepada Yefi Pebriandi, ST sebagai suami penulis atas segala kepercayaan, keikhlasan, kasih sayang dan doa yang tiada henti selalu menguatkan dan memotivasi penulis selama menuntut ilmu. Bapak (Alm) Uray Adnan dan Ibu (Alm) Uray Zainab orangtua penulis yang semasa hidupnya tiada henti berdoa agar penulis selalu sukses. Keluarga besar (alm) Uray Adnan, dan semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu. Semoga Allah selalu membalasa amal baiknya dan semoga karya ilmiah ini bermanfaat. Aamiin.

(13)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL xii

DAFTAR GAMBAR xii

DAFTAR LAMPIRAN xiii

PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Tujuan Penelitian 2

METODE PENELITIAN 2

Evaluasi Efektivitas Daun Saga,Daun Kemuning dan Biji Saga Terhadap

Performa Kambing PE 2

Waktu dan Tempat 2 Materi 3 Metode 3 Percobaan Sifat Fisik untuk Data Awal 5

Waktu dan Tempat 5 Materi 5 Metode 5

HASIL DAN PEMBAHASAN 8 Evaluasi Efektivitas Daun Saga,Daun Kemuning dan Biji Saga Terhadap Performa Kambing PE 8

Konsumsi Ransum 8 Produksi Susu 9 Efisiensi Prduksi Susu 10

Percobaan Sifat Fisik untuk Data Awal 11

Berat Jenis 11

Ukuran Partikel 12

Kerapatan Tumpukan 13

Kerapatan Pemadatan Tumpukan 13

Sudut Tumpukan 13

Derajad Keasaman (pH) 14

Kelarutan 14

SIMPULAN DAN SARAN 15

Simpulan 15

Saran 15

DAFTAR PUSTAKA 16

LAMPIRAN 20

(14)

24

25

DAFTAR TABEL

1 Komposisi ransum penelitian 3

2 Kandungan nutrien ransum penelitian 3

3 Rataan konsumsi kambing PE yang diberi perlakuan 9

4 Rataan produksi susu dan efisiensi produksi 9

5 Rataan income over feed cost (IOFC) 11

6 Rataan Sifat Fisik dan kimia penelitian 12

DAFTAR GAMBAR

1 Daun Saga

2 Daun Kemuning 24

3 Biji Saga 24

4 Tepung Daun Saga 24

5 Tepung Daun Kemuning 24

6 Tepung Biji Saga 24

7 Kambing PE 25

8 Kandang Individu 25

9 Konsentrat 25

10 Rumput gajah 25

11 Pengukuran Kerapatan Pemadatan Tumpukan 25

12 Pengukuran Berat Jenis 25

13 Sieve pengukukuran partikel 25

14 Pengukuran Partikel 25

15 Pengukuran Kelarutan 25

16 Pengukuran sudut tumpukan 25

17 Pengukuran sudut tumpukan 25

18.Pengukuran sudut tumpukan

DAFTAR LAMPIRAN

1 Komposisi kandungan fitokimia

2 Komposisi kimia bahan penelitian 20

3 Hasil analisis ragam konsumsi bahan kering 20

4 Hasil analisis ragam konsumsi bahan organic 20

5 Hasil analisis ragam produksi susu harian 21

6 Hasil analisis ragam efisiensi produksi susu 21

7 Hasil uji nyata duncan efisiensi produksi susu 21

8 Hasil analisis ragam konsumsi IOFC 21

9 Hasil analisis ragam berat jenis 22

10 Hasil uji nyata duncan berat jenis 22

11 Hasil analisis ragam kerapatan tumpukan 22

12 Hasil uji nyata duncan kerapatan tumpukan 22

(15)

14 Hasil uji nyata duncan kerapatan pemadatan tumpukan 22

15 Hasil analisis ragam sudut tumpukan 23

16 Hasil uji nyata duncan sudut tumpukan 23

17 Hasil analisis ragam ukuran partikel 23

18 Hasil uji nyata duncan ukuran partikel 23

19 Hasil analisis ragam pH 23

20 Hasil uji nyata duncan pH 24

21 Hasil analisis ragam kelarutan 24

22 Hasil uji nyata duncan kelarutan 24

(16)
(17)

1

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Indonesia kaya akan tanaman obat-obatan. Tercatat 28.000 spesies tanaman obat tumbuh di Indonesia atau 80 persen tanaman obat yang ada di dunia dan baru 1000 spesies yang digunakan sebagai tanaman obat (Pribadi 2009). Berdasarkan catatan dari Badan POM (2006) baru 283 tanaman obat yang telah diregistrasi untuk penggunaan obat tradisional/jamu di Indonesia. Tanaman obat adalah tanaman yang memiliki fungsi dan berkhasiat sebagai obat dan dipergunakan untuk penyembuhan ataupun maupun mencegah berbagai penyakit, berkhasiat obat sendiri mempunyai arti mengandung zat aktif yang bisa mengobati penyakit tertentu atau jika tidak memiliki kandungan zat aktif tertentu tapi memiliki kandungan efek resultan/sinergi dari berbagai zat yang mempunyai efek mengobati.

Penggunaan tanaman obat-obatan tersebut tidak saja untuk kesehatan manusia, tetapi bisa juga untuk ternak. Beberapa penelitian yang menggunakan tanaman obat untuk kesehatan ternak telah banyak dilakukan. Berdasarkan kandungan fitokimia yang ada pada tanaman tersebut, beberapa tanaman obat bisa menggantikan fungsi antibiotik yang telah dilarang penggunaannya oleh beberapa negara karena menghasilkan residu didalam jaringan tubuh ternak dan menciptakan mikroorganisme yang pathogen, dengan zat bioaktif yang terkandung didalam tanaman obat tersebut, mampu memperbaiki metabolisme, meningkatkan daya tahan tubuh dan performa ternak (Zhang et al. 2005). Tanaman obat yang berpotensi digunakan adalah saga atau rosary pea (Abrus precatorius) dan kemuning atau orange jasmine (Murraya paniculata J).

Daun saga mengandung flavanoid, steroid, tirtepenoid, tannin dan saponin. Daun saga berpotensi sebagai imunomodulator serta tidak bersifat toksit (Ramnath et al. 2006) anti mikroba (Adelowaton et al 2008), anti tumor (Ghosh et al 2007), anti inflamasi (Georgewill et al 2009), aktivitas imunostimulan (Bhutia et al 2009), pengobatan asma (Taur & Patil 2012), preparasi pada kanker kulit (Adedapo et al, 2007) dan untuk pengobatan berbagai penyakit termasuk malaria, typhoid, batuk, infeksi saluran pernafasan dan hepatitis (Saganuwan & Onyeyili, 2010). Daun kemuning mengandung flavanoid, tirtepenoid, tannin dan saponin. Daun kemuning berpotensi sebagai anti-diabetes dan antioksidan (Gautam et al 2012a), nociceptive dan anti inflamasi (Wu et al 2010), anti-diare (Rahman et al 2010) dan tidak bersifat toksit (Gautam et al 2012b). Rahminiwati et al. (2010) menyatakan bahwa ekstrak daun saga (Abrus precatorius) dan ekstrak daun kemuning (Murraya peniculata J) dapat dijadikan prebiotik, anti inflamasi dan anti mastitis pada level berbeda.

(18)

2

mudah sehingga pada penelitian in vivo penggunaan ekstrak tersebut diganti dengan tepung.

Daun saga jenis Abrus precatorius sekarang ini masih terbatas dan bersaing dengan kebutuhan manusia, untuk itu perlu diupayakan tumbuhan dari jenis saga lainnya yaitu Adenanthera pavonina L (saga pohon). Saga pohon termasuk leguminosa yang dapat dimanfaatkan daunnya sebagai pakan. Daun saga pohon tidak aktif sebagai anti bakteri Stapylococcus aerus namun aktif sebagai anti bakteri Campylobacter jejuni (Dholvitayakhun et al 2012). Produksi biji dalam satu pohon cukup besar yaitu 100 kg (muchtadi 1982) sampai 150 kg (Lukman 1982) dan sampai saat ini belum dimanfaatkan secara optimal. Menurut Olajide et al (2004) ektrak biji saga menunjukkan efek anti-inflamasi dan analgesik. Biji saga pohon yang telah dikukus mengandung bahan aktif yang terdiri dari alkaloid, flavanoid, steroid, triterpenoid dan saponin. Penelitian invitro yang telah dilakukan dengan penambahan biji saga (Adenanthera pavonina L.) yang dikukus sampai taraf 8% dalam konsentrat tidak mengganggu metabolisme rumen in vitro dengan kadar N-NH3 dan VFA berada dalam kisaran normal, mempertahankan populasi bakteri rumen dan menurunkan populasi protozoa sampai 5 %.

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai sifat fisik dan kimia ketiga bahan pakan (daun saga rambat, daun kemuning dan biji saga pohon) untuk melihat kualitas bahan tersebut sehingga diharapkan kedepannya dapat digunakan pada proses produksi dan pengembangan produk pada skala industri. Pemanfaatan tepung daun saga dan daun kemuning yang diberikan pada ransum kambing perah diharapkan dapat meningkatkan performa kambing PE

Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari manfaat daun saga, daun kemuning dan biji saga dalam meningkatkan performa kambing PE laktasi serta mendapatkan data awal dari sifat fisik dan kimia dari ketiga bahan tersebut.

METODE PENELITIAN

Penelitian ini dibagi menjadi dua percobaan yaitu 1) Percobaan mengenai Evaluasi efektivitas daun saga, daun kemuning dan biji saga terhadap performa kambing PE dan 2) Percobaan sifat fisik dan kimia untuk data awal.

Evaluasi Efektivitas Daun Saga, Daun Kemuning dan Biji Saga terhadap Performa Kambing PE

Waktu dan Tempat

(19)

3 Materi

Penelitian ini menggunakan 15 ekor kambing peranakan etawah laktasi yang telah mengalami 1-4 kali laktasi dan pada posisi bulan laktasi 3 - 5. Bobot badan ±49 kg dan rataan produksi susu 940 ml/ekor/hari. Peralatan yang digunakan adalah kandang individu yang dilengkapi dengan tempat pakan, tempat air minum, timbangan untuk menimbang pakan dan gelas takar susu.

Bahan yang digunakan adalah tepung daun saga rambat, tepung daun kemuning dan biji saga pohon. Ransum penelitian terdiri dari hijauan dan konsentrat dengan rasio perbandingan 40:60 sebagai kontrol. Hijauan yang diberikan berupa rumput gajah. Konsentrat terdiri dari ampas tempe, pollard, bungkil kelapa, dedak, garam, premix dan Caco3. Formulasi konsentrat dan analisis kimia ransum disajikan pada Tabel 1 dan 2.

Tabel 1. Komposisi ransum penelitian

Komposisi ransum Jumlah (%)

Rumput Gajah 40

Tabel 2. Kandungan nutrien ransum penelitian

Keterangan : Hasil Analisa Lab Pusat Penelitian Sumberdaya Hayati & Bioteknologi (2013) Rumus perhitungan TDN (Hartadi et al 1980) =37.937-1.018(SK)-4.886(LK)+0.173(Beta N)+ 1.042 (P)+0.015(SK)2-0.058(L)2+0.008(SK)(BetaN)+0.119(L)(BetaN +0.038(L) (P) + 0.003 (L)2(P)

Metode Pemeliharaan ternak

Sebanyak 15 ekor kambing PE dipelihara didalam kandang individu yang dilengkapi dengan tempat pakan dan minum. Kambing diberi makan tiga kali yaitu konsentrat pada jam 06.30 WIB dan 11.00 WIB sedangkan hijauan pada jam 16.00 WIB. Pemberian tanaman obat dicampur bersamaan dengan konsentrat yang dihitung berdasarkan BK ransum.

Percobaan dilakukan selama tiga puluh (30) hari dengan masa preliminary selama dua puluh hari (20) dan masa koleksi sepuluh (10) hari. Pencatatan konsumsi dilakukan setiap hari dengan menimbang pemberian dan sisa pakan.

Nutrien Ransum

(%BK) R0 R1 R2 R3 R4

Crude Protein 13.92 13.72 13.31 12.67 13.12

Crude Fiber 23.11 22.87 24.20 22.26 24.04

(20)

4

Produksi susu dicatat pada setiap pemerahan yaitu setiap pagi dan sore pada hari yang sama.

Peubah yang diukur adalah : 1. Konsumsi Bahan Kering

Konsumsi bahan kering merupakan total bahan kering pakan yang dikonsumsi yakni hijauan dan konsentrat. Jumlah bahan kering yang dikonsumsi didapatkan dengan cara persentase BK dikalikan dengan bahan pakan yang dikonsumsi. Konsumsi bahan kering diperoleh dengan cara mengurangi jumlah bahan kering yang diberikan dengan bahan kering sisa yang diberikan setiap harinya. Konsumsi BK dihitung berdasarkan rumus:

Konsumsi BK (g) = (pemberian x %BK) – (sisa x %BK)

2. Konsumsi Bahan Organik

Konsumsi bahan organik merupakan total bahan organik pakan yang dikonsumsi yakni hijauan dan konsentrat. Jumlah bahan organik yang dikonsumsi didapatkan dengan cara persentase BK dikalikan dengan bahan pakan yang dikonsumsi. Konsumsi bahan organik diperoleh dengan cara mengurangi jumlah bahan kering yang diberikan dengan bahan organik sisa yang diberikan setiap harinya. Konsumsi BO dihitung berdasarkan rumus:

Konsumsi BO (g) = (pemberian x %BO) – (sisa x %BO)

3. Produksi Susu

Pengukuran produksi susu dilakukan setiap hari selama penelitian. Susu diperah pada setiap puting dipagi hari pada pukul 06.00 WIB dan sore pukul 14.30 WIB, dan diukur dengan gelas ukur dan dicatat.

4. Efisiensi Produksi Susu

Merupakan persentase pemanfaatan bahan kering pakan yang dikonsumsi ternak dibanding dengan susu yang dihasilkan. Efisiensi produksi susu dihitung dengan rumus sebagai berikut:

Efisieinsi Produksi susu (%)= Produksi susu (ml) X 100 % Konsumsi BK(g)

5. Incom Over Feed Cost (IOFC)

Nilai ekonomi pakan dihitung dari selisih antara pendapatan (harga jual susu dikalikan dengan jumlah produksi susu) terhadap biaya pakan yang dikeluarkan selama penelitian. IOFC dihitung berdasarkan rumus:

IOFC = Pendapatan (harga jual susu x produksi susu) – Pengeluaran Rancangan Percobaan

(21)

5 harian yaitu produksi susu tinggi sedang dan rendah, dengan 5 (lima) perlakuan dan 3 (tiga) kelompok sebagai berikut:

Perlakuan yang diberikan adalah : R0 = Ransum basal

R1 = Ransum basal + tepung daun saga rambat 4.3 %

R2 = Ransum basal + tepung daun kemuning 0.7 %

R3 = Ransum basal + tepung biji saga 4.3 %

R4 = Ransum basal + tepung daun saga rambat 4.3 % + tepung kemuning 0.7 %

Model linier analisis ragam pada penelitian ini adalah :

Y

ij

= µ + α

i

+ β

j

+ ε

ij

Yij = Pengamatan pada perlakuan ke –i dan ulangan ke -j

µ = Rataan umum

αi = Pengaruh perlakuan ke -i

βj = Pengaruh kelompok ke -j

εij = Galat perlakuan ke -i dan kelompok ke –j

Percobaan Sifat Fisik dan Kimia Untuk Data awal

Waktu dan Tempat

Uji fisik dan kimia dilaksanakan pada bulan Maret-April 2014. Uji fisik dilakukan di Laboratorium Industri Pakan, Fakultas Peternakan, IPB dan Laboratorium Nutrisi Perah, Fakultas Peternakan, IPB sedangkan uji kimia dilakukan di Laboratorium Nutrisi Perah, Fakultas Peternakan, IPB.

Materi

Bahan yang digunakan adalah tepung daun saga rambat yang diperoleh dari Laboratorium Biologi Farmasi UGM, tepung daun kemuning dari Yogyakarta, biji saga pohon yang didapat dari Salatiga, Jawa Tengah. Perlengkapan yang digunakan adalah timbangan analitik, gelas ukur, corong, penggaris, statif, sendok, ph meter, shaker bath, erlenmeyer, plastic, dandang kukus, oven, cawan porselin dan vibrator ball mill.

Metode

Pengukuran sifat fisik meliputi berat jenis, kerapatan tumpukan, kerapatan pemadatan tumpukan dan sudut tumpukan dengan mengikuti metode Khalil (1999) dan ukuran partikel dengan ASAE (2003) sedangkan pengukuran sifat kimia meliputi derajat keasaman (pH) menggunakan metode Apriyantono (2000) dan kelarutan total menggunakan metode Stefanon (1996).

Pembuatan Tepung biji saga pohon

(22)

6

ditiriskan selama 1 hari lalu dikering oven 600 C selama 2 hari kemudian digiling

menjadi tepung dengan saringan 0.2 mm. Peubah yang Diukur :

Berat Jenis

Berat jenis merupakan perbandingan antara berat dengan volume bahan. Bahan ditimbang sebanyak 10 g, kemudian dimasukkan ke dalam gelas ukur 100 ml. Sebanyak 50 mL aquades dimasukkan ke dalam gelas ukur tersebut secara perlahan dan diaduk dengan pengaduk kaca, pengaduk dibilas dengan sisa aquades hingga tidak ada yang menempel. Diamkan ± 10 menit agar terbaca

Kerapatan Tumpukan adalah perbandingan antara berat bahan dengan volume ruang yang ditempatinya. Bahan ditimbang masing-masing 10 g, kemudian dicurahkan ke dalam gelas ukur 100 ml dengan menggunakan corong. Pembacaan dilakukan dengan merata-ratakan padatan yang tertinggi dengan padatan yang rendah.

Kerapatan Tumpukan = Bobot bahan pakan (g) Rataan ΔV (mL)

Kerapatan Pemadatan Tumpukan

Besarnya kerapatan pemadatan tumpukan ditentukan dengan cara yang sama seperti penentuan kerapatan tumpukan, pembacaan dilakukan setelah dilakukan pemadatan dengan cara menggoyangkan gelas ukur dengan tangan selama 10 menit agar padat.

Sudut Tumpukan

Sudut tumpukan (tg α) bahan ditentukan dengan mengukur diameter dasar (d) dan tinggi (t) tumpukan. Masing-masing bahan ditimbang sebanyak 100 g. kemudian bahan tersebut dijatuhkan pada ketinggian 35 cm melalui corong pada bidang datar. Ketinggian tumpukan bahan harus selalu berada dibawah corong. Bahan tersebut dicurahkan perlahan-lahan pada dinding corong dengan bantuan sendok teh pada posisi corong tetap sehingga diusahakan jatuhnya bahan selalu konstan. Besarnya sudut tumpukan dihitung dengan rumus sebagai berikut:

Tg α = t = 2t

0.5d d

Ukuran Partikel

Ukuran partikel bahan diukur dengan menggunakan metode dry-sieving

(23)

7 adalah 4 (4750 µm), 8 (2360 µm), 16 (1180 µm), 30 (600 µm), 50 (300 µm) dan 100 (150 µm). Sampel yang digunakan sebanyak 50 g untuk tepung saga dan tepung kemuning, 100 g untuk tepung biji saga. Bahan yang telah ditimbang, diletakkan pada bagian paling atas ayakan (sieve), dan digetarkan dari sisi yang satu ke sisi yang lainnya sehingga semua bahan jatuh sempurna pada masing-masing sieve. Ukuran partikel dihitung dengan menggunakan metode American Society of Agricultural Engneers (ASAE) 2003, dengan rumus :

Diameter geometris dapat dihitung sebagai berikut : Dgw = Log-1 Σ (Wi

log di)

Σ Wi

Standar deviasi dapat dihitung sebagai berikut:

Sgw = Log-1

[

Σ (Wi (log di– log Dgw)2

]

0.5

Σ Wi

Dimana :

di = diameter bukaan saringan pada saringan pertama

di+1= diameter bukaan saringan berikutnya lebih besar dari saringan

sebelumnya (tepat di atas set) dgw = rata-rata diameter geometris

đi = rata-rata diameter partikel geometris pada saringan (di x di+1)1/2

Sgw = standar deviasi geometrik

Wi = Berat fraction pada saringan

Pengukuran Tingkat Keasaman (pH)

Pengukuran tingkat keasaman menggunakan ph meter dengan merk Senso Direct Lovibond. Sebanyak 5 g bahan dilarutkan pada aquades 50 ml dengan perbandingan 1:10 (w/v). Sebelum ph meter digunakan terlebih dahulu dilakukan kalibrasi dengan larutan buffer 4 dan 7. Selanjutnya ph meter siap digunakan dengan cara mencelupkan ujung ph meter kedalam larutan yang berisi sampel tersebut. Pembacaan angka ph dilakukan setelah nilai konstan.

Kelarutan Total

Labu Erlenmeyer ditimbang dalam timbangan digital lalu diisi bahan sebanyak 1 g, kemudian ditambahkan aquades panas sebanyak 40 ml. Setelah itu diaduk menggunakan pengaduk magnetik selama 15 menit lalu disaring dengan menggunakan kertas whiteman 41 dan dibantu dengan pompa vacuum yang dihubungkan dengan corong Buchner. Hasil saringan dikeringkan dalam oven 105° selama 24 jam. Setelah itu sampel ditimbang.

(24)

8

Rancangan Percobaan

Rancangan percobaan yang digunakan dalam tahap penelitian ini adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan 3 perlakuan dan 3 ulangan masing-masing dilakukan secara diplo terdiri dari :

P1 : Tepung daun saga rambat P2 : Tepung daun kemuning P3 : Tepung biji saga pohon kukus

Data yang diperoleh dianalisis menggunakan sidik ragam (ANOVA) menggunakan software SPSS 16 dan apabila terdapat perbedaan antar perlakuan maka akan dilanjutkan dengan uji Duncan. Model linier analisis ragam pada penelitian ini adalah :

Y

ij =

µ + τ

i

+ ε

ij

Keterangan :

Yij : Nilai pengamatan pada ulangan ke-j dan perlakuan ke-i

µ : Nilai rataan umum τi :Pengaruh perlakuan ke-i

εij : Eror perlakuan ke-i dan ulangan ke-j

Analisis Data

Data yang diperoleh dianalisis menggunakan sidik ragam (ANOVA) menggunakan software SPSS 16 dan apabila terdapat perbedaan antar perlakuan maka akan dilanjutkan dengan uji Duncan (Steel & Torrie 1989).

HASIL DAN PEMBAHASAN

Evaluasi Efektivitas Daun Saga, Daun Kemuning dan Biji Saga terhadap Performa Kambing PE

Konsumsi Ransum

Konsumsi adalah salah satu faktor yang sangat mempengaruhi produktivitas seekor ternak. Ternak hanya bisa hidup, berkembang dan berproduksi apabila mendapat pasokan nutrient yang dibutuhkannya. Bahan baku untuk nutrient ini adalah pakan yang dikonsumsi. Cukup tidaknya nutrient yang tersedia untuk metabolisme jaringan secara kuantitatif dan kualitatif ditentukan oleh jumlah pakan yang dikonsumsi. Rataan konsumsi kambing PE ditampilkan pada Tabel 3.

(25)

9 lebih rendah dari konsumsi bahan kering kambing PE laktasi yang dilakukan Attabany (2002) yaitu 1759 g ekor-1 hari-1, setara dengan 3.7% dari bobot badan dengan rataan bobot badan 48.0 kg. Sedangkan penelitian yang dilakukan oleh Badarina (2013) di Cadero farm berkisar 3.6% dari berat badan atau 1.49 kg ekor -1hari-1.Menurut NRC (2007) bahwa rataan konsumsi bahan kering kambing laktasi

berkisar 2.8-4.6% bobot badan, sehingga pada penelitian ini konsumsi bahan kering masih termasuk kisaran standar yang ditetapkan.

Tabel 3. Rataan konsumsi kambing PE yang diberi perlakuan

Keterangan: R0= Ransum basal, R1= R0+ tepung daun saga 4.3%, R2= R0+tepung daun kemuning 0.7%, R3= R0+ tepung biji saga 4.3% R4= R0+ tepung daun saga 4.3% + tepung daun kemuning 0.7%.

Parakkasi (1999) mengatakan bahwa salah satu yang menjadi penentu tingkat konsumsi adalah keseimbangan zat makanan dan palatabilitas. Hal ini berarti bahwa penambahan tepung daun saga 4.3%, tepung daun kemuning 0.7%, tepung biji saga 4.3% dan kombinasi tepung daun saga 4.3% + tepung daun kemuning 0.7% dalam ransum dari total bahan kering ransum tidak mempengaruhi palatabilitas. Oleh Wanapat et al (2013) dan Benchaar et al (2007) menyebutkan bahwa pakan yang disuplementasi dengan tanaman herbal tidak mempengaruhi konsumsi bahan kering dan kecernaan nutrient.

Produksi Susu

Produksi susu merupakan tujuan utama yang diharapkan dari pemeliharaan kambing perah. Rataan produksi susu harian ditampilkan pada Tabel 4.

Tabel 4. Rataan produksi susu dan efisiensi produksi

Keterangan: R0= Ransum basal, R1= R0+ tepung daun saga 4.3%, R2= R0+tepung daun kemuning 0.7%, R3= R3= R0+ tepung biji saga 4.3% ,R4= R0+ tepung daun saga 4.3% + tepung daun kemuning 0.7%. Huruf yang berbeda pada baris yang sama menunjukkan berbeda nyata (P<0.05)

Berdasarkan analisa statistik rataan produksi susu harian tidak berpengaruh nyata terhadap kontrol. Tidak adanya perbedaan tersebut dikarenakan tingkat konsumsi bahan kering dan bahan organik tidak berbeda

Komponen Ransum

R0 R1 R2 R3 R4

Konsumsi BK (g ekor-1 hari-1)

1672±156 1409±264 1840±47 1604±205 1585±240

Konsumsi BO (g/ ekor-1 hari-1)

1519±143 1289±249 1672±43 1457±186 1440±218

Komponen Ransum

R0 R1 R2 R3 R4

Produksi susu (ml ekor-1hari-1)

811.6±150 790.0±182 860.2±286 765.0±257 618.9±582

Efisiensi produksi (%)

(26)

10

nyata diantara perlakuan sehingga diduga suplai nutrisi setara. Rataan produksi susu 769.13 ml ekor-1hari-1 setara dengan 0.79 kg ekor-1hari-1 atau lebih rendah dibanding penelitian Attabany (2002) yaitu 0.99 kg ekor-1hari-1 namun lebih tinggi dari penelitian Badarina (2013) yaitu 0.64 ekor-1hari-1. Produksi susu pada

perlakuan R2 jika dibanding dengan kontrol cenderung meningkat 5.65 %. Diduga dengan penambahkan tepung daun kemuning 0.7% dapat menyajikan kebutuhan nutrisi yang cukup untuk produksi susu. Oleh Winarni (2014) disebutkan bahwa penambahan tepung daun kemuning 0.7 % dapat menurunkan presentasi FECR (Fecal Egg Count Reduction) pada pemberian minggu ke 3 sebesar 29.26%. Sehingga diasumsikan bahwa dengan penambahkan tepung daun kemuning 0.7% FECR menurun kesehatan ternak meningkat sehingga konsumsi lebih baik, konsumsi baik maka suplai nutrisi untuk pembentukan susu lebih optimal sehingga produksi susu pun meningkat. Beberapa penelitian yang menambahkan tanaman obat dalam pakan sapi perah dapat meningkatkan produksi susu (Bhatt et al 2009; Mishra et al 2005; Tanwar et al 2008 dan Thakur et al 2006) sebesar 12,88% (Ma & Wang 2005). Pemberian daun kemuning yang dapat berfungsi sebagai prebiotik, anti inflamasi dan anti mastitis (Rahminiwati et al. 2010) dapat membantu keseimbangan ekologi rumen. Hal ini diduga terjadi karena zat aktif yang terkandung didalam daun kemuning tersebut mengakibatkan adanya peningkatan produksi susu. Salah satu zat aktif yang diduga berperan besar adalah saponin. Saponin mengakibatkan membran protozoa lisis dan terdefaunasi. Berkurangnya populasi protozoa mengakibatkan jumlah bakteri menjadi meningkat, meningkatnya populasi bakteri mengakibatkan kecernaan dan metabolisme pakan meningkat, sehingga menyebabkan zat gizi menjadi lebih tersedia.

Efisiensi Produksi susu

(27)

11 dipengaruhi suhu lingkungan, potensi genetik, nutrisi pakan, kandungan energi dan penyakit serta dipengaruhi oleh banyaknya pakan yang dikonsumsi, bobot badan dan aktivitas tubuh.

Income over feed cost (IOFC)

Rataan Income over feed cost (IOFC) penelitian ditampilkan pada tabel 5.

Tabel 5. Rataan Income over feed cost (IOFC)

Peubah R0 R1 R2 R3 R4 Harga pakan 4329,14 3497,78 4435,26 4439,71 4475,11 Biaya dari penjualan susu 28.404,4 27.650 30.107,8 26.775 21.661,1 IOFC 24.075,3 21.590,4 25.492,6 21.647,4 13.899,4

Keterangan: R0= Ransum basal, R1= R0+ tepung daun saga 4.3%, R2= R0+tepung daun kemuning 0.7%, R3= R3= R0+ tepung biji saga 4.3% ,R4= R0+ tepung daun saga 4.3% + tepung daun kemuning 0.7%. *Harga tanaman obat pada saat penelitian . Pembelian dalam bentuk : P1= Tepung, P2= Giling kasar, P3= Biji,

Income over feed cost (IOFC) merupakan selisih antara pendapatan dari penjualan susu terhadap biaya pakan yang dikeluarkan. Menurut Hutjens (2010) IOFC mencerminkan profitabilitas, harga pakan saat ini dan harga susu yang sebenarnya.IOFC dapat digunakan untuk menentukan harga impas setelah menghitung biaya tetap dan biaya variable lainnya. Rataan IOFC tertinggi ini terdapat pada ransum R2 yaitu Rp 25.492,6 ekor-1hari-1 dan terendah pada ransum R4 sebesar Rp 13.899,37 ekor-1hari-1. Adanya peningkatan IOFC pada ransum R2 akibat pemberian tepung daun kemuning sebesar Rp. 1417,33 ekor -1hari-1 atau meningkat 18.07% dibanding kontrol. Hasil perhitungan

menunjukkan bahwa rataan biaya yang dikeluarkan untuk penggunaan tepung daun kemuning sebesar Rp 179 ekor-1hari-1 atau 11,99 gr-1ekor-1hari-1 lebih rendah dibanding dengan perlakuan lainnya. Peningkatan penjualan susu pada ransum R2 masih lebih tinggi dibanding dengan biaya pakan yang dikeluarkan jika dilihat dari perlakuan lainnya.

Percobaan Sifat Fisik dan Kimia Untuk Data awal

Hasil pengukuran sifat fisik dan kimia bahan pakan ditampilkan pada Tabel 6.

Berat Jenis

(28)

12

dibandingkan dengan penelitian Khalil (1999a) mengenai tepung daun lamtoro, tepung daun kaliandra, bungkil biji karet dan bungkil biji kapuk (0.55, 0.52, 1.33 dan 1.09 g/ml). Berdasarkan uji statistik di dapat bahwa P1 berbeda nyata (P<0.05) terhadap P2 dan P3. Menurut Khalil (1999a), perbedaan berat jenis dipengaruhi oleh karakteristik permukaan partikel, distribusi ukuran partikel dan kandungan nutrisi setiap bahan. P1 berasal dari hijauan, memiliki luas permukaan partikel yang lebih kecil yang menyebabkan ruang antar rongga lebih rapat sehingga didalam air tenggelam. P2 walaupun berasal dari hijauan tetapi mempunyai permukaan partikel yang lebih luas sehingga ruang antar rongga banyak yang kosong dan menyebabkan mengapung. P3 berasal dari biji-bijian memiliki luas permukaan partikel yang kecil yang menyebabkan ruang antar rongga sangat rapat sehingga tenggelam didalam air. Hal ini diduga yang menyebabkan antara P3 dan P2 berbeda sangat nyata (P<0.01).

Tabel 6. Rataan sifat fisik dan kimia penelitian

Peubah Bahan Pakan

P1 P2 P3

Berat jenis (g/ml) 1.204±0.080b 0.980±0.073a 1.429±0.00c Ukuran Partikel (µm) 163.62±2.28a 324.25±1.81b 407.80±1.82b Kerapatan Tumpukan (Kg/m3) 301.8±0.01b 273.0±0.01a 452.8±0.02c Kerapatan Pemadatan

Tumpukan(kg/m3)

426.3±0.01b 363.4±0.02a 536.1±0.01c

Sudut Tumpukan (0) 58.07±7.24b 47.32±0.18a 46.56±2.79a

pH 4.91±0.01a 5.72±0.01c 5.57± 0.01b

Kelarutan Total(%) 24.55±0.95a 29.56±0.31b 37.24±2.03c Keterangan: P1: Daun saga, P2: Daun kemuning, P3: Biji saga

Huruf yang berbeda pada baris yang sama menunjukkan perbedaan yang sangat nyata (P<0.01) dan berbeda nyata (P<0.05)

Berat jenis dalam hubungannya didalam rumen oleh Bhatti dan Firkins (1995) menyatakan bahwa partikel dengan berat jenis < 1.2 cenderung mengapung didalam rumen, dan berat jenis >1,5 cenderung tenggelam atau pakan tersebut akan berada didasar rumen bagian bawah. Selanjutnya dijelaskan kembali oleh Bhatti dan Firkins (1995) bahwa berat jenis optimal didalam rumen berkisan antara 1.2 dan 1.5. Kecepatan berat jenis didalam rumen bervariasi. Oleh Welch (1986) disebutkan bahwa bahan pakan dengan berat jenis kurang dari 1 melewati rumen secara perlahan-lahan. Berat jenis berkisar antara 1,17 dan 1,42 melewati rumen dengan cepat. Sedangkan bahan pakan dengan berat jenis 1,77 dan 2.14 lewat lebih lambat kemudian mengelurknnya dan mengunyahnya kembali (remastication).

Ukuran Partikel

(29)

13 berukuran kecil dan struktur lemah sehingga ketika digiling bahan menjadi halus. Biji saga (P3) dilapisi cangkang yang keras sehingga bila digiling pada penggilingan yang sama menyebabkan ukurannya tidak halus. Menurut Baker dan Herrman (2002), informasi dalam pengukuran nilai media partikel size ini dapat digunakan oleh ahli gizi hewan dalam menentukan tingkat kecernaan. Clauss et al. (2008) menyatakan bahwa ukuran partikel mempengaruhi retensi partikel didalam rumen. Semakin halus ukuran partikel pakan maka akan mudah dicerna. Ukuran rata-rata partikel yang sesuai dengan kondisi rumen sapi dan domba berkisar 200 -

1200 μm (Martz dan Belyea 1996) sedangkan kacang-kacangan dan rumput

memiliki parameter kinetik rumen yang berbeda (Linton dan Allen 2008; Bayat et al 2010.; Krizsan et al 2010).

Kerapatan Tumpukan

Kerapatan tumpukan adalah perbandingan antara berat bahan dengan volume ruang yang ditempatinya. Nilai kerapatan tumpukan erat kaitannya dengan berat jenis, dimana semakin tinggi berat jenis maka kerapatan tumpukan juga semakin tinggi (Yatno 2011). Rataan nilai kerapatan tumpukan tertinggi P3 (452.8 kg/m3) dan terendah pada P2 (273.0 kg/m3). Menurut Khalil (1999a) hijaun

mempunyai nilai kerapatan yang rendah. Berdasarkan hasil uji statistik didapat bahwa P1 berbeda nyata (P<0.05) terhadap P2 dan P3 dan antara P2 dan P3 berbeda sangat nyata (P<0.01). Hal ini disebabkan karna P1 ukuran partikelnya lebih halus dibanding P2 sehingga tumpukan menjadi lebih rapat. P2 bersifat voluminous sehingga pada saat pengisian tabung membutuhkan ruang yang lebih luas. P3 ukuran partikel lebih kasar namun pada saat pengisian tabung lebih padat dan tumpukan menjadi rapat. Toharmat et al. (2006) menyatakan bahwa sifat kerapatan bahan terkait dengan kadar serat dalam bahan. Semakin tinggi kadar serat maka semakin rendah kerapatan atau bahan tersebut semakin amba. Selain itu, kerapatan tumpukan juga dipengaruhi oleh sifat keambaan suatu bahan. Namun ketiga bahan tersebut termasuk bahan yang memiliki kerapatan tumpukan yang rendah (<450 kg/m3) yang membutuhkan waktu jatuh atau mengalir lebih lama dibanding pakan dengan kerapatan tumpukan tinggi (>1000 kg/m3) (Ruttloff. 1981). Semakin rendah nilai kerapatan tumpukan suatu bahan, maka bahan tersebut semakin amba. Bahan yang amba dengan kadar serat kasar yang tinggi membutuhkan tempat yang lebih luas sehingga sifat amba tersebut dapat membatasi konsumsi ternak, karena bahan yang dikonsumsi dapat menimbulkan regangan dan memberikan rasa kenyang.

Kerapatan Pemadatan Tumpukan

(30)

14

Sudut Tumpukan

Pada penelitian ini, didapat hasil rataan sudut tumpukan tertinggi pada P1 (58.070) dan terendah pada P3 (46.560). Menurut Khalil (2006) sudut tumpukan

adalah sudut yang dibentuk ketika bahan dicurahkan pada bidang datar. Besarnya sudut tumpukan mencerminkan kebebasan bergerak partikel bahan dalam suatu tumpukan dan kemudahan mengalir (flowability). Semakin kecil sudut tumpukan suatu bahan maka semakin bebas partikel bergerak dan semakin besar daya alir partikel tersebut (Yatno 2011). Ransum dengan sudut tumpukan yang lebih rendah akan lebih mudah dan akurat ditimbang dibandingkan dengan ransum yang mempunyai sudut tumpukan tinggi. Ketepatan penakaran ini berkaitan pula dengan berat jenis dan kerapatan tumpukan. Berdasarkan hasil uji statistik didapat bahwa P1 berbeda nyata terhadap P2 maupun P3 (P<0.05). Keadaan ini diduga karena ukuran partikel P1 lebih halus dibanding dengan P2 dan P3 namun karena P1 bersifat amba daya alir semakin rendah sehingga nilai sudut tumpukan lebih besar. Hasil tersebut sama dengan penelitian yang dilakukan oleh Gauthama (1998) bahwa pengecilan ukuran partikel akan meningkatkan nilai sudut tumpukan. Perbedaan tersebut dapat disebabkan karena pengaruh dari jenis bahan yang digunakan. Khalil (1999b) menyatakan bahwa besarnya sudut tumpukan akan dipengaruhi oleh ukuran, bentuk, berat jenis, kerapatan tumpukan dan kandungan air. Menurut Fasina dan Sokhansanj (1993) bahwa bahan yang sangat mudah mengalir mempunyai nilai sudut tumpukan 250-300, bahan yang mudah mengalir (nilai sudut tumpukan 300-380) dan sulit mengalir (diatas 380). Sedangkan pada penelitian ini, ketiga bahan pakan mempunyai sudut tumpukannya diatas 380 sehingga termasuk yang sulit mengalir.

Derajad Keasaman (pH)

Rataan derajat keasaman (pH) tertinggi pada P2 (5.72) dan terendah pada P1 (4.91). Hasil penelitian ini lebih rendah dari penelitian yang telah dilakukan oleh Yatno (2011) pada bahan pakan bungkil inti sawit dan bungkil kedelai yang mempunyai nilai pH 6.3 dan 6.5. Analisis statistik menyatakan bahwa terdapat perbedaan yang nyata (P<0.05) antara P2 terhadap P1 dan P3 namun antara P1 dan P2 berbeda sangat nyata (P<0.01). Semakin rendah pH pakan maka semakin pendek daya simpan pakan sehingga pakan cepat mengalami proses fermentasi. Umumnya bakteri tumbuh pada pH netral sekitar 6.5 – 7.5 (Suriani et al. 2013) sedangkan kapang dan ragi tumbuh pada pH 4.0 – 8.0. Dengan kondisi pH yang mendekati netral, maka bahan-bahan tersebut tidak memiliki kendala dalam proses pencampuran ke dalam ransum. Hriston et al. (2009) menyatakan kondisi pH optimum di dalam rumen domba/kambing dengan kisaran 5 - 6,85.

Kelarutan

(31)

15 karena adanya perbedaan komposisi nutrien dan ukuran partikel. P1 mengandung lebih tinggi serat yaitu 30.39% dan ukuran partikel lebih halus. Ukuran partikel yang halus ini menyebabkan waktu tinggal didalam rumen hanya sebentar sehingga kontak dengan mikrobia rumen semakin sedikit, hal ini memperkecil aktivitas mikrobia rumen dalam mendegradasi pakan. P3 mempunyai serat yang rendah yaitu 10.30% dan ukuran partikel yang kasar. Ukuran partikel yang kasar menyebabkan waktu tinggal di dalam rumen yang semakin lama akan mengakibatkan meningkatnya kontak antara pakan dengan mikrobia rumen, hal ini akan memungkinkan aktivitas mikrobia rumen semakin besar dalam mendegradasi pakan. Berdasarkan penelitian yang dilakukan Susanti dan Nurhidayat (2008) bahan pakan dengan serat yang lebih tinggi menunjukkan angka kelarutan yang lebih rendah dimana kulit ari kedelai dan onggok dengan serat yang tinggi, mempunyai kelarutan yang lebih rendah dibanding bungkil kelapa dan kecap.

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Kesimpulan dari penelitian ini adalah tanaman obat yang menunjukkan potensi yang lebih baik dalam meningkatkan performa kambing PE laktasi adalah daun kemuning. Untuk informasi sifat fisik dan kimia adalah biji saga dan daun kemuning, namun dilihat dari ketersediaan bahan baku yang ada, potensi pengembangan lebih lanjut adalah daun kemuning.

SARAN

(32)

16 antimicrobial activity of Abrus precatorius (L) fabaceae extract on some clinical pathogens. Niger Postgrad Med J. 15(1): 32-37.

[ASAE] American Society of Agriculutural Engineers. 2003. Method of Determining and Expressing Fineness of Feed Materials by Sieving ANSI/ASAE S319; 2003 Feb 3; Michigan, Amerika Serikat. Michigan (US): American Society of Agricultural Engineers.

Atabany A, Abdulgani LK, Sudono A, Mukdikdjo K. 2002. Performa Produksi, Reproduksi dan Nilai Ekonomis Kambing Peranakan Etawah di Peternakan Barokoh. Medped. Vol 24 No 2

Badan Pengawasan Obat dan Makanan. 2006. Monograf Ekstrak Tanaman Obat Indonesia. Jakarta.

Badarina I. (2013). Pemanfaatan Kulit Buah Kopi Produk Biokonversi Pleurotus ostreatus untuk Meningkatkan Kesehatan dan Performa Kambing PE Laktasi.[Disertasi]. Bogor. Insitut Pertanian Bogor.

Baker S, Herrman T. 2002. Evaluating Particle Size. [K-State Research and Extension] Kansas State University. MF 2051

Bayat AR, Rinne M, Kuoppala K, Ahvenjärvi S, Vanhatalo A, Huhtanen P. 2010. Ruminal large and small particle kinetics in dairy cows fed red clover and grass silages harvested at two stages of growth. Anim. Feed Sci. Technol. 155:86–98.

Benchaar C, Petit HV, Berthiaume R, Ouellet DR, Chiquette J, Chouinard PY. 2007. Effects of essential oils on digestion, ruminal fermentation, rumen microbial populations, milk production, and milk composition in dairy cows fed alfalfa silage or corn silage. J Dairy Sci.;90:886–897.

Bhatti SA, Firkins JL. 1995. Kinetics of Hydration and Functional Specific Gravity of Fibrous Feed By-Products’f . J Anim. Sci .73:1449-1458

Bhatt N, Singh M, Ali A. 2009. Effect of Feeding Herbal Preparations on Milk Yield and Rumen Parameters in Lactating Crossbred Cows. Int. J. Agric. Biol. 11: 6.

Bhutia SK, Mallick SK, Maiti TK. 2009. In vitro immunostimulatory properties of Abrus lectins derived peptides in tumor bearing mice. Phytomedicine.16 (8): 776-782.

Cao J, Li K, Lu X, & Zhao Y. 2004. Effects of florfenical and chromium (III) on humoral immune response in chicks. Asian-Aust. J. Anim. Sci. 17: 366-370.

(33)

17 Evvyernie D, Sukria HA, Harlina E. 2013. Evaluasi Nutrisi Pemanfaatan Biji Saga dan Daun Kemuning Sebagai Feed Additive Anti Mastitis dan Anti Parasit Pada Kambing Perah Laktasi. Laporan Tidak Dipublikasikan. Lembaga Penelitian dan Pengabdian Kepada Masyarakat IPB. Bogor. Dholvitayakhun A, Cushnie TPT, Trachoo N. 2012. Antibacterial activity of three

medicinal Thai plants against Campylobacter jejuni and other foodborne pathogens. Natural Product Research. Vol. 26, No. 4, February 2012, 356– 363

Fasina OO, Sokhansanj S. 1993. Effect of moisture content on bulk handling properties of alfafa pellets. Can Agric Engi 35: 269–273.

Gautam M.K, Anamika G, Rao CV, Goel RK. 2012a. Antihyperglycemic and antioxidant potential of Murraya paniculata Linn. Leaves: a preclinical study. J. Pharmacy Res., 5: 1334-1337

Gautam M.K, Singh A, Rao CV, Goel RK. 2012b. Toxicological Evaluation of Murraya Paniculata (L.) Leaves Extract on Rodents. American Journal of Pharmacology and Toxicology 7 (2): 62-67

Georgewill OA, Georgewill UO. 2009. Evaluation of the anti-inflammatory activity of extract of Abrus precatorious. East J Med. 14: 23-25.

Ghosh D, Maiti TK. 2007. Immunomodulatory and anti-tumor activities of native and heat denatured Abrus agglutinin. Immunobiology. 212(7): 589-599. Hriston AN, Ropp JK, Grandeen KL, Abadi S, Etter RP, Melgar A, Foley AE.

2009. Effect of carbohydrate source on ammonia utilization in lactating dairy cows. Department of Animal and Veterinary Science, University of Idaho, 83844-2330.

Hutjens MF. 2010. Benchmarking Your Feed Efficiency, Feed Costs, and Income over Feed Cost. WCDS Advances in Dairy Technology . Vol. 22: 3-10 Khalil. 1999a. Pengaruh Kandungan Air dan Ukuran Partikel Terhadap Sifat Fisik

Pakan Lokal: Kerapatan Tumpukan, Kerapatan Pemadatan Tumpukan dan Berat Jenis. Med. Pet. 22(1):1–11.

Khalil. 1999b. Pengaruh Kandungan Air dan Ukuran Partikel Terhadap Sifat Fisik Pakan Lokal: Sudut Tumpukan, Daya Ambang dan Faktor Higroskopis. Med. Pet. 22(1): 33-42

Khalil. 2006. Pengaruh Penggilingan dan Pembakaran terhadap Kandungan Mineral dan Sifat Fisik Kulit Pensi (Corbiculla Sp) untuk Pakan.

Med.Pet.29(2). 70-75

Krismawati A. 2007. Pengaruh Ekstrak Tanaman Ceremai, Delima Putih, Jati Belanda, Kecombrang dan Kemuning Secara Invitro Terhadap Proliferasi Sel Limfosit Manusia [Skripsi]. Bogor. Institut Pertanian Bogor.

Krizsan SJ, Ahvenjärvi S, Huhtanen P. 2010. A meta-analysis of passage rate estimated by rumen evacuation with cattle and evaluation of passage rate prediction models. J. Dairy Sci. 93:5890–5901.

Lukman. Abdul Hakim. 1982. Pengaruh Perajangan dan Lama Pengukusan Biji Saga Pohon (Adenanthera pavonina L ) Terhadap Rendeman Dan Mutu Minyak Yang Dihasilkan Pada Ekstraksi. [Skripsi]. Bogor. IPB.

Ma Y F, Wang HY. 2005. Study on enhancing the output of cow milk by Chinese herb feed additive. Acta Ecologiae Animalis Domastici. 26, 36-38.

(34)

18

Mishra A, Niranjan A, Tiwari SK, Prakash D, Pushpangadan S. 2005. Nutraceutical composition of Asparagus racemosus (Shatavari) grown on partially reclaimed sodic soil. J. Med. Aroma. Plant Sci. 27 (3): 240-248. Muchtadi, D. 1983. Kontribusi pengolahan pada volarisasi biji saga pohon sebagai

salah satu sumber ptotein nabati. Buletin Ilmu & Teknologi Pangan 2(1):37-58

Olajide OA, Echianu CA, Adedapo ADA, Makinde JM. 2004. Anti-inflammatory studies on Adenanthera pavonina seed extract. Inflammopharmacology, Vol. 12, No. 2, pp. 197–202

Parakkasi A. 1999. Ilmu Nutrisi dan Makanan Ternak. UI Press.

Pribadi ER. 2009. Pasokan dan Permintaan Tanaman Obat Indonesia Serta Arah Penelitian dan Pengembangannya Perspektif Vol. 8 No. 1: 52 – 64

Rahman A, Hasanuzzaman, Uddin N, Shahid I.Z, 2010. Antidiarrhoeal and anti-inflammatory activities of Murraya paniculata (L.) jack. Pharmacologyonline, 3: 768-776.

Rahminiwati S. Sa’diah, Poeloengan M. 2010. Formulasi Anti Mastitis Berbasis Herbal: Skrining Aktivitas Anti Bakteri dan Anti Inflamasi secara In Vitro dan In Vivo untuk Menghasilkan 1 Kandidat Formulasi Probiotik dari Daun Kemuning, Daun Saga, Daun Binahong, Herba, Seledri, Rimpang Kunyit, Minyak. KKP3T. Departemen Pertanian.

Ramnath V, Kuttan G, Kuttan R. 2006. Effect of abrin on cell-mediated immune responses in mice. Immunopharmacol & immunotoxicol. Vol 28:2. 259-268

Ruttloff C. 1981. Technologie Mischfuttermittel. VEB Fachbuchverlag. Leipzig. Saganuwan AS, Onyeyili PA. 2010. Biochemical effects of aequous leaf extract of

Abrus precatorius (Jecquirity bean) in Swiss albino mice. Herbapolonica 56(3):63-80.

Sinurat A.P, Purwadaria T, Togatorop M.H, Basaribu T. 2003. Pemanfaatan Bioaktif Tanaman sebagai ”Feed Additive” pada Ternak Unggas: Pengaruh Pemberian Gel Lidah Buaya atau Ekstraknya dalam Ransum terhadap penampilan ayam pedaging. JITV Vol 8 No 3.139-145

Steel RGD, Torrie JH. 1995. Prinsip Dan Prosedur Statistika. Penterjemah Bambang Sumantri. Gramedia Pustaka, Jakarta.

Stefanon B, Pell AN, Schofirld P. 1996. Effect of Maturanity on Digestion Kinetics of Water Soluble and Water-Insoluble Fractions of Alfalfa and brome hay. J.Animal Sci. 74:1104-1115

Sudono A. 2003. Ilmu Produksi Ternak Perah. Jurusan llmu Produksi Ternak Fakultas Petemakan Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Sukria HA, Koswara D. 2014. Teknik Pengendalian Mutu Pakan Proses Produksi Pakan. Bogor: IPB Press.

Suriani S, Soemarno, Suharjono. 2013. Pengaruh Suhu dan pH terhadap Laju pertumbuhan Lima Isolat Bakteri Anggota Genus Pseudomonas yang diisolasi dari Ekosistem Sungai Tercemar Deterjen di sekitar Kampus Universitas Brawijaya. J-PAL.3(2)

(35)

19 Tanwar PS, Rathore SS, Kumar Y. 2008. Effect of shatavari (Asparagus recemosus) on milk production in dairy animals. Indian J. Anim. Res., 42(3): 232-233.

Taur DJ, Patil RY. 2012.Effect of Abrus precatorius leaves on milk induced leukocytosis and eosinophilia in the management of asthma. Asian Pacific Journal of Tropical Biomedicine. S40-S42

Thakur SS, Tyagi AK, Singhal KK. 2006, Effect of a commercial herbal feed supplement on the performance of lactating cows, Indian Journal of Animal Nutrition. 23(4): 244-246.

Toharmat T, Nursasih E, Nazilah R, Hotimah N, Noerzihad TQ, Sigit NA, Retnani Y. 2006. Sifat fisik pakan kaya serat dan pengaruhnya terhadap konsumsi dan kecernaan nutrien ransum pada kambing. Med. Pet 29(1): 146-154.

Linton VJA, Allen MS. 2008. Nutrient demand interacts with forage family to affect intake and digestion responses in dairy cows. J. Dairy Sci. 91:2694– 2701.

Wanapat M, Kang S, Khejornsart P, Wanapat S. 2013. Effects of Plant Herb Combination Supplementation on Rumen Fermentation and Nutrient Digestibility in Beef Cattle. Asian-Australas J Anim Sci. 26(8): 1127– 1136.

Wilkinson JM, Stark BA. 1985. Commercial Goat Production.Commonwealth Agriculture Bureaux, Unwin Brother Limited, Old Woking, Surrey, England. p 85.

Winarni. 2014. Pemberian Tepung Daun Saga dan Daun Kemuning terhadap Kecacingan pada Kambing Peranakan Etawah Laktasi. {Skripsi]. Bogor. IPB Wu L, Li P, Wang X, Zhuang Z, Farzaneh F. 2010. Evaluation of

anti-inflammatory and antinociceptive activities of Murraya exotica. Pharmaceutical Biology. 48: 1344-1353

Yatno. 2011. Fraksinasi Dan Sifat Fisik-Kimia Bngkil Inti Sawit. AGRINAK. Vol 01. No 1. 2011:11-16

Zahid M, Budiantono, Palupi M.F. 2013. Hasil Pengujian Sampel Imbuhan Pakan (Feed Additives) Golongan Antibiotika Tahun 2008-2012. Pelayanan Sertifikasi dan Pengamanan Hasil Uji Balai Besar Pengujian Mutu dan Sertifikasi Obat Hewan, Gunungsindur-Bogor.

(36)

20

LAMPIRAN

Lampiran 1. Komposisi kandungan fitokimia Kandungan

Keterangan :1 Hasil analisis fitokimia laboratorium F.MIPA IPB 2013, 2. Rahminiwati,et al 2010

Lampiran 2. Komposisi kimia bahan penelitian

Kandungan Nutrisi P11 P21 P32

Keterangan: P1: Tepung daun saga, P2: Tepung daun kemuning, P3: Tepung biji saga 1 Hasil analisa Laboratorium Ilmu dan Teknologi Pakan, Fapet IPB (2014)

2 Hasil analisa Laboratorium Pusat Sumberdaya Hayati dan Bioteknologi, Fateta IPB (2014)

Lampiran 3. Hasil analisis ragam konsumsi bahan kering Sumber

(37)

21 Lampiran 5. Hasil analisis ragam produksi susu harian

Sumber

Lampiran 6. Hasil analisis ragam effisiensi produksi susu Sumber

Lampiran 7. Hasil uji beda nyata duncan efisiensi produksi susu Perlakuan N

Lampiran 8. Hasil analisis ragam IOFC Sumber

(38)

22

Lampiran 10. Hasil uji beda nyata duncan berat jenis

Perlakuan N Subset

Lampiran 11. Hasil analisis ragam kerapatan tumpukan Sumber

Lampiran 12. Hasil uji beda nyata duncan kerapatan tumpukan

Perlakuan N Subset

Lampiran 13. Hasil analisis ragam kerapatan pemadatan tumpukan Sumber

Lampiran 14. Hasil uji beda nyata duncan kerapatan pemadatan tumpukan

(39)

23 Lampiran 15. Hasil analisis ragam sudut tumpukan

Sumber

Lampiran 16. Hasil uji beda nyata duncan sudut tumpukan

Perlakuan N Subset

Lampiran 17. Hasil analisis ragam ukuran partikel Sumber

Lampiran 18. Hasil uji beda nyata duncan ukuran partikel

Perlakuan N Subset

(40)

24

Lampiran 20. Hasil uji beda nyata duncan pH

Perlakuan N Subset

Lampiran 21. Hasil analisis ragam kelarutan Sumber

Lampiran 22. Hasil uji beda nyata duncan kelarutan

Perlakuan N Subset

Lampiran 23. Gambar gambar selama penelitian

Gambar 1. Daun saga

Gambar 4. Tepung daun saga

Gambar 2. Daun kemuning

Gambar 5. Tepung daun kemuning

Gambar 3. Biji saga

(41)

25

Gambar 9. Kandang individu

Gambar 11. Kerapatan pemadatan tumpukan

Gambar 14. Sieve

Gambar 12. Pengukuran berat jenis

Gambar 10. Rumput gajah

Gambar 18. Pengukuran sudut tumpukan

Gambar 16. Pengukuran sudut tumpukan

Gambar 17. Pengukuran sudut tumpukan

Gambar 14. Pengukuran partikel Gambar 8. konsentrat Gambar 7. Kambing PE

Gambar 15.

(42)

26

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan pada tanggal 14 Desember 1977 di Pontianak, Kalimantan Barat dari pasangan bapak (Alm) Uray Adnan dan ibu (Alm) Uray Zainab. Penulis menyelesaikan program sarjana pada Jurusan Agronomi pada tahun 2002 di Jurusan Agronomi, Fakultas Pertanian, Universitas Tanjungpura, Pontianak. Penulis bekerja di Kantor Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kota Pontianak sebagai honorer pada tahun 2003-2005 kemudian lulus sebagai PNS dan ditempatkan di Dinas Pertanian Tanaman

Pangan dan Hortikultura Provinsi Kalimantan Barat tahun 2005-2008 menangani statistik hortikultura. Pada tahun 2009 sampai sekarang, penulis menangani ketersediaan pangan di Badan Ketahanan Pangan dan Penyuluhan Provinsi Kalimantan Barat. Penulis diterima sebagai mahasiswa Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor pada Program Studi Ilmu Nutrisi dan Pakan pada tahun 2012 melalui program Beasiswa Pemda Provinsi Kalimantan Barat tahun 2012-2014.

Gambar

Tabel 3. Rataan konsumsi kambing PE yang diberi perlakuan
Tabel 5. Rataan Income over feed cost (IOFC)
Gambar 3. Biji saga
Gambar 9. Kandang individu

Referensi

Dokumen terkait

Secara statistik tidak terdapat perbedaan yang nyata pada reduksi TIGT, performa dan respon fisiologis temak antara pemberian tepung daun kemuning dalam ransum

Uji fitokimia dilakukan untuk mengetahui golongan senyawa metabolit sekunder yang terdapat dalam ekstrak daun saga pohon pada masing - masing fraksi.. Metabolit

Telah dilakukan penelitian kombinasi ekstrak air rimpang kunyit, daun kemuning, herba tapak liman dan daun jambu biji untuk mengetahui efek antidiare dengan dosis

Berdasarkan penjelasan diatas, untuk mendapatkan formula tablet hisap ekstrak daun saga yang baik dan memenuhi syarat sifat fisik tablet (keseragaman bobot, kekerasan,

Penambahan tepung biji saga berpengaruh nyata terhadap kadar air sebelum dan sesudah penggorengan, kadar abu, kadar protein, bilangan asam, keutuhan, waktu

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menentukan model isoterm sorpsi air dari tepung komposit yang terbuat dari gaplek dan biji saga pohon.. Isoterm sorpsi air yang

Penggunaan bahan pengikat gelatin dalam formula tablet ekstrak daun kemuning mempengaruhi sifat fisik tablet, yaitu keseragaman bobot, kekerasan, dan waktu hancur. Tablet ekstrak

Simpulan dan Saran Senyawa bioaktif dominan yang ada pada ekstrak etanol, metanol dan air daun saga rambat meliputi empat senyawa yaitu senyawa octadecenyl aldehyde; senyawa