PEMANFAATAN TEPUNG DAUN KEMUNING DAN JAMUR LINGZHI
SEBAGAI SUPLEMEN PAKAN PADA KAMBING PE DAN
KARAKTERISTIK DAUN KEMUNING
BENTUK PELLET
NINING SUNINGSIH
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR
PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Pemanfaatan Tepung Daun Kemuning dan Jamur Lingzhi sebagai Suplemen Pakan pada Kambing PE dan Karakteristik Daun Kemuning Bentuk Pellet adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.
Bogor, September 2015
RINGKASAN
NINING SUNINGSIH. Pemanfaatan Tepung Daun Kemuning dan Jamur Lingzhi sebagai Suplemen Pakan pada Kambing PE dan Karakteristik Daun Kemuning Bentuk Pellet. Dibimbing oleh DWIERRA EVVYERNIE dan HERI AHMAD SUKRIA.
Pada bidang peternakan khususnya peternakan kambing perah, penggunaan obat-obatan kimia seperti antibiotik mulai dilarang, karena dapat menyebabkan resistensi ternak terhadap obat, meninggalkan residu pada produk peternakan, dan dapat menurunkan pendapatan peternak. Dengan demikian, maka diperlukan suatu bahan alam berkhasiat obat yang dapat menggantikan obat-obatan kimia sehingga tujuan peningkatan produksi susu tercapai tanpa membahayakan ternak dan konsumen, serta mengurangi tingkat kerugian peternak. Bahan alam tersebut diantaranya adalah daun kemuning (Murraya paniculata) dan jamur lingzhi (Ganoderma lucidum). Tujuan penelitian ini adalah untuk mempelajari pengaruh pemanfaatan tepung daun kemuning dan tepung jamur lingzhi sebagai suplemen pakan pada kambing Peranakan Ettawa (PE) dan mempelajari karakteristik daun kemuning bentuk pellet yang dibuat dengan dua jenis perekat .
Penelitian ini melalui 3 tahapan, yaitu tahap penelitian in vitro, berdasarkan hasil in vitro maka dilanjutkan ke tahap penelitian in vivo, dan berdasarkan hasil penelitian in vivo maka dilakukan penelitian pembuatan pellet. Perlakuan yang dicobakan pada penelitian in vitro terdiri atas T0 (ransum basal), T1 (T0 + 1% ekstrak daun kemuning), T2 (T0 + 5% tepung daun kemuning), T3 (T0 + 0.02% ekstrak jamur lingzhi), dan T4 (T0 + 0.5% tepung jamur lingzhi). Perlakuan yang dicobakan pada pada penelitian in vivo terdiri atas T0 (ransum basal), T1 (T0 + 5% tepung daun kemuning), dan T2 (T0 + 0.5% tepung jamur lingzhi). Perlakuan yang dicobakan pada pembuatan pellet daun kemuning yaitu P0 (pellet daun kemuning), P1 (pellet daun kemuning + 2% tepung tapioka), dan P2 (pellet daun kemuning + 2% tepung ampas rumput laut). Rancangan penelitian yang digunakan pada tahap penelitian in vitro dan in vivo adalah rancangan acak kelompok (RAK). Kemudian rancangan penelitian pada pembuatan pellet daun kemuning adalah rancangan acak lengkap (RAL).
Peubah yang diamati pada penelitian in vitro adalah populasi bakteri dan protozoa, kadar VFA dan NH3, koefisien cerna bahan kering (KCBK) dan bahan
organik (KCBO). Peubah yang diamati pada penelitian in vivo adalah konsumsi bahan kering (BK) dan bahan organik (BO), produksi susu dan produksi susu 6% FCM, korelasi antara Konsumsi BK dengan produksi susu 6% FCM, kualitas susu. Adapun peubah yang diamati pada penelitian pembuatan pellet daun kemuning adalah berat jenis, ukuran partikel, kadar air, loose bulk density (LBD), compacted bulk density (CBD), pellet durability index (PDI), dan kadar malondialdehid (MDA).
Hasil dari penelitian in vitro menunjukkan bahwa pengaruh perlakuan terhadap populasi mikroba rumen (bakteri dan protozoa), kadar NH3, kecernaan in
fermentabilitas, dan kecernaan in vitro berada pada kisaran normal. Hasil dari penelitian in vivo menunjukkan bahwa suplementasi 5% tepung daun kemuning (T1) dan 0.5% tepung jamur lingzhi (T2) memberikan pengaruh yang sama dengan kontrol (T0) terhadap konsumsi BK dan BO, produksi susu, dan kualitas susu. Namun demikian, suplementasi perlakuan T1 menunjukkan kecenderungan produksi susu yang lebih tinggi dari pada T0 yaitu sebesar 10.84%, dan lebih tinggi dari pada T2 yaitu sebesar 16.87%.
Hasil dari penelitian pembuatan pellet adalah perlakuan tidak berpengaruh nyata terhadap berat jenis dan ukuran partikel, namun berpengaruh nyata terhadap CBD dan kadar MDA (P < 0.05), dan berpengaruh sangat nyata terhadap kadar air, LBD, dan PDI (P < 0.01). Nilai CBD pellet yang menggunakan perekat 2% tepung ampas rumput laut (P2) dan pellet yang menggunakan perekat 2% tepung tapioka (P1) lebih rendah dari pada pellet tanpa perekat (P0), yaitu secara berurutan sebesar 2.86% dan 5.71%. Kadar MDA pellet P2 lebih tinggi dari pada pellet P0 yaitu sebesar 2.5% sedangkan MDA pellet P1 memiliki nilai yang sama dengan pellet P0. Kadar air pellet P2 dan P1 lebih rendah dari pada P0 yaitu secara berurutan sebesar 12.07% dan 5.38%. Nilai LBD pellet P2 dan P1 lebih rendah dari pada pellet P0 yaitu secara berurutan sebesar 7.46% dan 10.45%. Nilai PDI pellet P2 dan P1 adalah sama tetapi lebih rendah dari pada P0 yaitu sebesar 13.43%.
Hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa suplementasi 5% tepung daun kemuning dan 0.5% tepung jamur lingzhi di dalam pakan kambing PE tidak berdampak negatif terhadap konsumsi BK dan BO, kualitas susu dan dapat mempertahankan persistensi produksi susu kambing PE. Namun demikian suplementasi 5% tepung daun kemuning di dalam pakan cenderung dapat mempertahankan puncak laktasi pada fase penurunan produksi susu yang lebih baik daripada suplementasi 0.5% tepung lingzhi. Berdasarkan hasil pembuatan pellet dapat disimpulkan bahwa pellet daun kemuning yang menggunakan bahan perekat 2% tepung tapioka dan 2% tepung ampas rumput laut menunjukkan nilai karakteristik pellet yang lebih rendah dari pada pellet tanpa perekat sehingga pellet tanpa menggunakan perekat lebih efisien untuk digunakan.
SUMMARY
NINING SUNINGSIH. The Utilization Kemuning Leaves and Lingzhi Mushroom Powder as Feed Supplements at PE Goats and Characteristics of Kemuning Leaves Pellet Form. Supervised by DWIERRA EVVYERNIE and HERI AHMAD SUKRIA.
In the field of livestock, especially dairy goat farms, use of chemical drugs such as antibiotics start forbidden, because resistance to the drug, leaving residues in livestock products, and can reduce the income of farmers. Thus, it would require a medicinal natural ingredients that can replace chemical drugs so that the purpose of increasing milk production achieved without endangering livestock and consumers, and reduce the rate of loss of farmers. The natural ingredients include kemuning leaves (Murraya paniculata) and lingzhi mushroom (Ganoderma lucidum). The purpose of this research was to study the effect of the use kemuning leaves powder and lingzhi mushrooms powder as a feed supplement for Peranakan Ettawa (PE) goats and the characteristic kemuning leaves pellet form made with two types of adhesives.
This research through three stages, namely stage of in vitro experiments, based on the results of in vitro then proceed to the trial stage in vivo, and based on the results of in vivo experiments the conducted experiment of pellets making.The treatments were tested in vitro experiments consisted of T0 (basal diet), T1 (T0 + 1% of extract kemuning leaves), T2 (T0 + 5% kemuning leaves powder), T3 (T0 + 0.02% of lingzhi mushroom extract), and T4 (T0 + 0.5% lingzhi mushroom powder). The treatments were tested in the in vivo experiments consisting of T0 (basal diet), T1 (T0 + 5% kemuning leaves powder), and T2 (T0 + 0.5% lingzhi mushroom powder). The treatments were tested on manufacture pellets that P0 (kemuning leaves pellet ), P1 (kemuning leaves pellets + 2% tapioca), and P2 (kemuning leaves pellets + 2% dregs seaweed powder). The experimental design used in the experimental stage in vitro and in vivo was a randomized block design (RBD). Then the experimental design manufacture kemuning leaves pellets ware completely randomized design (CRD).
Variables measured in vitro experiments was the population of bacteria, protozoa population, levels of VFA, NH3 concentration, coefficient of dry matter
digestibility (DMD) and organic matter digestibility (OMD). Further, the variables observed at in vivo experiments was the consumption of dry matter (DM) and organic matter (OM), milk production and 6% FCM milk production, the correlation between the consumption of DM with 6% FCM milk production, and milk quality. The variables were observed in the trial manufacture of kemuning leaves pellets are density, particle size, water content, loose bulk density (LBD), compacted bulk density (CBD), pellet durability index (PDI), and the levels of malondialdehyde (MDA).
Results from in vitro experiments showed that the treatments effect on the rumen microbial population (bacteria and protozoa), levels of NH3, in vitro
vitro digestibility in the normal range.Results of in vivo experiments showed that supplementation of 5% kemuning leaves powder (T1) and 0.5% lingzhi mushroom powder (T2) gives the same effect with control (T0) of all the variables measured. However, supplementation of 5% kemuning leaves powder (T1) showed a trend of higher milk production than at T0 was equal to 10.84%, and higher than the T2 was equal to 16.87%.
Results of the research manufacture of pellets is the treatment did not significantly affect density and particle size, but significant effect on the CBD and MDA (P <0.05), and a very significant effect on moisture content, LBD, and PDI (P < 0.01). Value of CBD pellet using adhesive of 2% dregs seaweed powder (P2) and the pellet using adhesive 2% tapioca (P1) was lower than the pellets without adhesive (P0), which respectively amounted to 2.86% and 5.71%. MDA pellet P2 higher than the pellets P0 is equal to 2.5% while the MDA pellet P1 had the same value as the pellets P0. The water content of the pellets P2 and P1 lower than at P0 was sequentially at 12.07% and 5.38%. Value of LBD pellet P2 and P1 lower than the pellet P0 was sequentially at 7.46% and 10.45%. PDI values pellet P2 and P1 are the same but lower than at P0 was equal to 13.43%.
The result of this study concluded that supplementation with 5% kemuning leaves powder and 0.5% lingzhi mushroom powder in the diets goats do not have a negative impact on DM and OM consumption, can maintain the quality of milk, and goat's milk production persistency. However, supplementation of 5% kemuning leaves powder in the diet tend to maintain peak lactation in milk production decline phase of better than 0.5% lingzhi mushroom powder supplementation. Based on the results of the kemuning leaves pellet manufacture it can be concluded that use adhesives 2% tapioca and 2% dregs seaweed powder showed values lower pellet characteristics of the pellets without the adhesive so that the pellets without the use of adhesive is more efficient to use.
© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2015
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB
Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains
pada
Program Studi Ilmu Nutrisi dan Pakan
PEMANFAATAN TEPUNG DAUN KEMUNING DAN JAMUR LINGZHI
SEBAGAI SUPLEMEN PAKAN PADA KAMBING PE DAN
KARAKTERISTIK DAUN KEMUNING
BENTUK PELLET
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR 2015
Judul Tesis : Pemanfaatan Tepung Daun Kemuning dan Jamur Lingzhi sebagai Suplemen Pakan pada Kambing PE dan Karakteristik Daun Kemuning Bentuk Pellet
Nama NM
: Nining Suningsih : D25130161
Disetujui oleh
Komisi Pembimbing
Dr Ir Dwierra MS MSc Ketua
Dr Ir Heri Ahmad MSc
Anggota
Diketahui oleh
Ketua Pro ram S tudi Ilmu Nutrisi dan Pakan
Dr Ir Dwierra Evyenie, MS MSc
Tanggal Ujian: 25 Agustus 2015
· Dekan Sekolah Pascasajana
Tanggal Lulus : 2 s SEP zms
PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah subhanahu wa ta’ala, karena atas segala rahmat-Nya penulis dapat menyelesaikan karya ilmiah ini dengan baik. Karya ilmiah ini merupakan hasil penelitian yang telah dilaksanakan sejak bulan September 2014 sampai Juli 2015. Tema yang dipilih pada penelitian ini adalah pemanfaatan bahan alam untuk kambing PE. Judul Karya ilmiah ini
adalah “Pemanfaatan Tepung Daun Kemuning dan Jamur Lingzhi sebagai Suplemen Pakan pada Kambing PE dan Karakteristik Daun Kemuning Bentuk Pellet”.
Karya ilmiah ini disusun untuk menginformasikan efek pemanfaatan tepung daun kemuning dan jamur lingzhi sebagai suplemen pakan pada kambing PE dan karakteristik daun kemuning berbentuk pellet. Sebagian dari hasil riset ini dalam proses publikasi pada jurnal ilmiah Media Peternakan IPB dengan judul
“Supplementation of Kemuning Leaves Powder (Murraya paniculata) and Lingzhi Powder (Ganoderma lucidum) in the Diets on Milk Production of PE Goats”.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Dr Ir Dwierra Evvyernie, MS MSc dan Dr Ir Heri Ahmad Sukria, MSc Agr selaku komisi pembimbing, yang telah meluangkan waktu untuk membimbing dari proses pembuatan proposal, proses penelitian, seminar hasil, publikasi karya ilmiah hingga penulisan tesis. Penulis mengucapkan terima kasih kepada Dr Ir Dwierra Evvyernie, MS MSc sebagai Ketua Program Studi Ilmu Nutrisi dan Pakan, kepada Bapak dan Ibu Dosen Prodi Ilmu Nutrisi dan Pakan yang telah memberikan materi perkuliahan yang sangat berharga, kepada staf prodi Ilmu Nutrisi dan Pakan (Bapak Supriyadi dan Ibu Ade) yang telah membantu proses studi penulis. Terima kasih kepada Dr Ir Idat Galih Permana, MSc Agr selaku dosen penguji luar komisi pembimbing yang telah memberikan banyak saran kepada penulis. Terima kasih kepada DIKTI yang telah memfasilitasi biaya perkuliahan melalui Beasiswa Pendidikan Pascasarjana Dalam Negri Tahun 2013. Terima kasih kepada DIPA IPB tahun anggaran 2013 – 2014 melalui program penelitian LPPM PI Tematik yang telah membiayai penelitian penulis. Terima kasih kepada Sekolah Pascasarjana IPB yang telah memfasilitasi dan memberikan pelayanan selama proses perkuliahan penulis. Penulis mengucapkan terima kasih kepada Bapak Syauqi dan Partner selaku pemilik CV Cordero Farm yang telah mengizinkan penulis untuk melakukan penelitian. Selain itu penulis juga mengucapkan terima kasih kepada Bapak Eko selaku manajer di CV Cordero Farm yang telah banyak membantu selama proses penelitian di farm. Terima kasih atas kerjasamanya kepada partner penelitian saya (Hany Zetira Putri) dan Ibu Dian yang telah membantu proses penelitian di Laboratorium. Terima kasih kepada Ibu dan Bapak atas cinta, kasih sayang, doa dan motivasinya, kepada kakak, adik, dan keluarga besar terima kasih atas segala doa dan motivasinya. Terima kasih kepada sahabat, rekan – rekan pascasarjana INP angkatan 2012 dan 2013 yang telah banyak membantu dan sharing ilmunya.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL xii
DAFTAR GAMBAR xii
DAFTAR LAMPIRAN xii
1 PENDAHULUAN 1
Latar Belakang 1
Tujuan Penelitian 3
2 METODE PENELITIAN 4
Lokasi dan Waktu Penelitian 4
Materi Penelitian 4
Tepung dan Ekstrak dari Daun Kemuning dan Jamur Lingzhi 4 Pakan Perlakuan, Ternak, dan Bahan Perekat Pellet 4
Metode Penelitian 5
Perlakuan Penelitian 5
Prosedur Ekstraksi Daun Kemuning dan Jamur Lingzhi 6
Prosedur Penelitian In Vitro 6
Pemeliharaan Kambing PE (In Vivo) 7
Pembuatan Pellet Daun Kemuning 7
Peubah yang diukur 9
Rancangan Penelitian dan Analisis Data 13
3 HASIL DAN PEMBAHASAN 15
Pengaruh Suplementasi Tepung Daun Kemuning dan Jamur Lingzhi
pada Penelitian In Vitro 15
Populasi Mikroba Rumen 15
Fermentabilitas 16
Kecernaan In Vitro 17
Pengaruh Suplementasi Tepung Daun Kemuning dan Jamur Lingzhi
pada Penelitian In Vivo 17
Konsumsi Bahan Kering dan Bahan Organik 17
Produksi Susu Kambing PE 18
Korelasi antara Konsumsi BK dengan Produksi Susu 6% FCM 20
Kualitas Susu Kambing PE 21
Karakteristik Pellet Daun Kemuning 22
Sifat Fisik Pellet Daun Kemuning 22
Kadar MDA Pellet Daun Kemuning 25
4 SIMPULAN DAN SARAN 27
Simpulan 27
Saran 27
DAFTAR PUSTAKA 28
LAMPIRAN 34
DAFTAR TABEL
1 Komposisi dan kandungan nutrien ransum perlakuan 5 2 Hasil pengujian pakan perlakuan terhadap populasi mikroba rumen,
fermentabilitas, dan kecernaan in vitro 15
3 Hasil pengujian pakan perlakuan terhadap konsumsi BK dan BO, dan
produksi susu 6% FCM 18
4 Hasil pengujian pakan perlakuan terhadap kualitas susu kambing PE 21 5 Hasil pengujian perlakuan pembuatan pellet terhadap sifat fisik dan
MDA pellet daun kemuning 22
DAFTAR GAMBAR
1 Komponen yang terlibat pada ekstraksi dengan menggunakan metode
infusa 7
2 Skema alur penelitian 8
3 Skema alur pembuatan pellet daun kemuning 9
4 Produksi susu (L e-1 h-1) kambing PE yang diberi pakan perlakuan,
= T0, = T1, = T3, T0 = pakan basal, T1 = T0 + 5% tepung daun kemuning, T2 = T0 + 0.5% tepung jamur lingzhi 19 5 Korelasi antara konsumsi BK dengan produksi susu 6% FCM, = T0, = T1, = T2, T0 = pakan basal, T1 = T0 + 5% tepung daun kemuning, T2 = T0 + 0.5% tepung jamur lingzhi 20
DAFTAR LAMPIRAN
1 Hasil analisis ragam populasi bakteri 34
2 Hasil uji Jarak Duncan kelompok populasi bakteri 34
3 Hasil analisis ragam populasi protozoa 34
4 Hasil analisis ragam kadar VFA 34
5 Hasil uji Jarak perlakuan kadar VFA 34
6 Hasil analisis ragam kadar NH3 35
7 Hasil uji Jarak Duncan kelompok kadar NH3 35
8 Hasil analisis ragam KCBK 35
9 Hasil analisis ragam KCBO 35
10 Hasil analisis ragam konsumsi BK 35
11 Hasil analisis ragam konsumsi BO 36
12 Hasil analisis ragam produksi susu 6% FCM 36 13 Hasil uji Jarak Duncan kelompok produksi susu 6% FCM 36 14 Korelasi antara konsumsi BK dengan produksi susu 6% FCM 36
15 Hasil analisis ragam berat jenis susu 36
16 Hasil analisis ragam bahan kering susu 37
17 Hasil analisis ragam protein susu 37
19 Hasil analisis ragam BKTL susu 37
20 Hasil analisis ragam berat jenis pellet 37
21 Hasil analisis ragam kadar air pellet daun kemuning 38
22 Hasil uji Jarak Duncan kadar air pellet 38
23 Hasil analisis ragam partikel size pellet 38 24 Hasil analisis ragam loose bulk density pellet 38 25 Hasil uji Jarak Duncan loose bulk density pellet 38 26 Hasil analisis ragam compact bulk density pellet 38 27 Hasil uji Jarak Duncan compact bulk density pellet 39
28 Hasil analisis ragam PDI 39
29 Hasil uji Jarak Duncan PDI 39
30 Hasil analisis ragam kadar MDA pellet daun kemuning 39
31 Hasil uji Jarak Duncan kadar MDA pellet 39
32 Daun kemuning dan jamur lingzhi 39
33 Spray dryer, serbuk ekstrak daun kemuning, dan jamur lingzhi 40
34 Tabung hungate dan cawan conway 40
35 Tabung fermentor dan destilator 40
36 Kandang individu, kambing, rumput gajah, dan konsentrat 40
37 Pellet daun kemuning 41
38 Kandungan nutrien tepung tapioka dan tepung ampas rumput laut
(ARL) 41
39 Hasil analisis fitokimia daun kemuning dan jamur lingzhi 41 40 Perhitungan penggunaan ekstrak dan tepung dari daun kemuning dan
1
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Menurut BKP (2014), konsumsi penduduk Indonesia terhadap susu dari tahun 2009 – 2013 mengalami peningkatan sebesar 5.26%, sedangkan perkembangan produksi susu dari tahun 2009 – 2013 hanya mengalami pertumbuhan sebesar 4.48%. Hal ini berarti terdapat selisih antara pertumbuhan produksi susu dengan peningkatan konsumsi susu sebesar 0.78%. Selisih tersebut menunjukkan kekurangan produksi susu untuk memenuhi kebutuhan konsumsi susu. Meningkatnya kebutuhan konsumsi susu dipicu oleh peningkatan jumlah penduduk Indonesia serta kesadaran masyarakat akan pentingnya mengkonsumsi susu, yaitu dengan mengkonsumsi susu akan memberikan manfaat tambahan terhadap nilai nutrisi dan kesehatan tubuh (Silanikove et al. 2010).
Ketersediaan susu di Indonesia dapat berasal dari sapi perah maupun kambing perah. Pada tahun 2013 populasi sapi perah Indonesia hanya berjumlah 603.000 ekor, dapat memproduksi susu hanya 30% dari total kebutuhan konsumsi susu di dalam negri (Ihsanariyono 2014) dan 70% kebutuhan susu nasional dipenuhi dengan cara impor (Marwah et al. 2010). Pertumbuhan populasi sapi perah di Indonesia dari tahun 2012 – 2013 adalah 2.41%. Adapun pertumbuhan populasi kambing (pedaging dan perah) di Indonesia dari tahun 2012 – 2013 adalah 5.36% (DITJENNAK 2013). Hal ini berarti kambing perah berpotensi sebagai penyumbang ketersediaan susu nasional sehingga angka impor dapat ditekan. Salah satu kambing yang berpotensi sebagai kambing penghasil susu adalah kambing Peranakan Ettawa (PE).
Kambing PE merupakan hasil persilangan antara kambing Ettawa dari India (Jamnapari) dengan kambing Kacang (lokal) pada zaman kolonial Belanda. Kambing ini termasuk dalam kelompok kambing dwiguna (Mathius et al. 2002; Sinartani 2011). Kambing PE telah beradaptasi baik dengan kondisi tropis basah di Indonesia. Ciri – ciri khusus dari kambing PE, yaitu bentuk muka cembung, telinga relatif panjang (18-30 cm) dan terkulai. Jantan dan betina bertanduk pendek. Warna bulu bervariasi dari kream sampai hitam. Terdapat bulu pada bagian paha belakang, bulu pada leher dan pundak lebih tebal dan lebih panjang daripada bagian lainnya. Warna putih dengan belang hitam atau belang coklat cukup dominan. Tinggi badan kambing jantan adalah 70-100 cm, dengan berat badan dewasa mencapai 40-80 kg. Adapun berat badan kambing PE betina adalah 30-50 kg (Sinartani 2011). Kambing PE mampu memproduksi susu antara 0.5 – 2. L e-1 h-1 dengan panjang laktasi 92 –
256 hari (Sutama 2008; Sodiq & Abidin 2002).
Salah satu faktor yang mempengaruhi produksi susu kambing PE adalah status kesehatan. Kondisi ternak yang sehat (terbebas dari penyakit seperti mastitis dan parasit seperti cacing) (Sejian et al. 2012) akan menyebabkan produksi susu terjadi secara optimal. Salah satu upaya menjaga kesehatan ternak adalah melalui asupan pakan yang diberikan kepada ternak (FAO 2012). Pemberian obat – obatan kimia seperti antibiotik pada ternak yang sakit, dapat memberikan efek negatif diantaranya adalah menyebabkan resistensi obat pada ternak, ditemukan residu obat
2
dan menyebabkan kerugian ekonomi pada peternak (Supar dan Ariyanti 2008). Oleh sebab itu diperlukan modifikasi pemberian pakan, misalnya dengan memberikan suplemen berbasis bahan alam yang memiliki khasiat obat.
Di Indonesia terdapat 30.000 jenis tumbuhan dari total 40.000 jenis tumbuhan di dunia, 940 jenis tumbuhan diantaranya berkhasiat obat (jumlah ini adalah 90% dari jumlah tumbuhan obat di kawasan asia) (Nugraha 2010). Menurut BPOM (2006) baru 283 tanaman obat yang telah diregistrasikan untuk penggunaan obat tradisional atau jamu. Dengan demikian khasiat dari tumbuhan atau bahan alam yang belum tereksplorasi maupun yang telah tereksplorasi perlu dikembangkan untuk meningkatkan khasanah ilmu pengetahuan.
Penelitian terdahulu tentang pemanfaatan tanaman herbal (daun saga, daun kemuning, dan biji saga) menunjukkan bahwa terdapat kecenderungan peningkatan produksi susu pada kambing PE yang diberi ransum mengandung 0.7% tepung daun kemuning yaitu sebesar 5.65% daripada kontrol (Nurjannah et al. 2015). Kemudian, penggunaan 1% tepung daun kemuning di dalam ransum kambing PE secara in vitro menunjukkan karakteristik fermentabilitas yang baik, yaitu 10.66 mM untuk NH3, 72.74% untuk koefisien cerna bahan kering (KCBK), 67.81% untuk koefisien
cerna bahan organik (KCBO), dan 56.29 x 104 sel ml-1 (Evvyernie et al. 2014).
Selain itu pada riset sebelumnya, pemanfaatan jamur lingzhi (Ganoderma lucidum) sebagai suplemen pada domba dapat meningkatkan imunitas domba, dan berpotensi mengatasi mastitis subklinis pada sapi perah (Gao et al. 2005; Evvyernie et al. 2013; Khalkhane et al. 2013). Dengan demikian untuk menambah informasi tentang efek bahan alam terhadap produktivitas ternak, maka pada penelitian ini dilakukan kajian pemanfaatan kedua bahan alam lainnya tersebut dengan level dosis penggunaan yang berbeda dari yang dosis yang telah diaplikasikan pada penelitian terdahulu.
Daun kemuning atau Murraya panicualata termasuk dalam famili Rutaceae (Aziz et al. 2010). Daun kemuning dikenal secara umum sebagai jasmin orange, satin wood, honey bush dan sebagainya. Daun kemuning mengandung berbagai komponen bioaktif yaitu flavonoid, indole alkaloid, spiroquinazoline, kumarin, isoflavonoids, minyak esensial, polisakarida, dan asam lemak (Gill et al. 2014; Chowdhury et al. 2008). Komponen bioaktif tersebut dapat menunjukan aktivitas antioksidan, anti implantasi, antinosiseptif, antiinflamatori, immunoreaktif, antiinfertil, antimikroba, antifungal, stimulan, dan disentri (Chen et al. 2009; Rout et al. 2007; Sharker and Shaid2009).
Adapun jamur lingzhi termasuk dalam famili Polyporaceae dan mempunyai nama lain jamur kayu, jamur merah, dan reishi (Ningsih et al. 2009; Furi dan Arifah 2011). Jamur lingzhi (Ganoderma lucidum) mengandung komponen fenolik sebanyak 49.52 mg g-1 dan flavonoid sebanyak 10.66 mg g-1 dapat berperan sebagai
3 Berdasarkan uraian tersebut, maka pada penelitian ini dilakukan suplementasi tepung daun kemuning dan jamur lingzhi di dalam ransum kambing PE yang dikaji melalui 3 tahapan, yaitu tahap penelitian in vitro, berdasarkan hasil penelitian in vitro dilanjutkan ke penelitian in vivo, dan berdasarkan hasil penelitian in vivo dilakukan pembuatan pellet. Pembuatan pellet merupakan modifikasi dari bentuk mash yang menggunakan mesin pellet sebagai pengepres sehingga menjadi lebih keras (Jahan et al. 2006). Pembuatan pellet ini merupakan kajian tahap awal pengembangan produk suplemen pakan berbasis bahan alam. Dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat, yaitu berupa informasi mengenai pemanfataan tepung daun kemuning dan jamur lingzhi sebagai suplemen pakan pada kambing PE dan karakteristik daun kemuning bentuk pellet sebagai kajian tahap awal pengembangan produk suplemen pakan berbasis bahan alam.
Tujuan Penelitian
4
2
METODE PENELITIAN
Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian In Vitro dilaksanakan di Laboratorium Nutrisi Ternak Perah Fakultas Peternakan IPB. Pemeliharaan ternak kambing PE dilaksanakan di peternakan Cordero, Ciapus, Bogor. Pembuatan pellet daun kemuning dilaksanakan di Laboratorium Industri Pakan Fakultas Peternakan IPB. Analisis laboratorium dilaksanakan di laboratorium Ilmu Produksi Ternak Perah Fakultas Peternakan IPB. Penelitian ini dilaksanakan dari bulan September 2014 sampai Juli 2015.
Materi Penelitian
Tepung dan Ekstrak dari Daun Kemuning dan Jamur Lingzhi
Tepung daun kemuning diperoleh dengan cara mengeringkan daun kemuning dibawah sinar matahari yang terlindungi oleh kanopi selama 48 jam, selanjutnya dikeringkan pada oven suhu < 60oC selama 48 jam. Setelah kering kemudian
digiling dengan menggunakan mesin penggiling Disk Mill hingga diperoleh dalam bentuk tepung. Adapun tepung jamur lingzhi diperoleh dengan cara mencacah terlebih dahulu, selanjutnya dikeringkan dibawah sinar matahari kemudian dikeringkan pada oven 60oC. Setelah kering jamur lingzhi digiling di mesin
penepung merk Yamaku Disk Mill Model FFC-37 made in Jimo Shandong China dengan kecepatan 3600 rpm.
Ekstrak daun kemuning dan ekstrak jamur lingzhi diperoleh dengan menggunakan metode infusa. Hasil dari proses ekstraksi berupa larutan. Kemudian larutan tersebut di spray dried hingga diperoleh ekstrak daun kemuning dan ekstrak jamur lingzhi dalam bentuk serbuk.
Pakan Perlakuan, Ternak, dan Bahan Perekat Pellet
Pakan perlakuan yang diberikan terdiri atas hijauan 35% dan konsentrat 65% (Tabel 1). Hijauan terdiri atas rumput gajah dan pellet indigofera. Konsentrat terdiri atas ampas kurma, ampas tempe, bungkil kelapa, dedak, DCP, dan CaCO3. Pakan
basal sebagai kontrol pada perlakuan invitro dapat dilihat pada Tabel 1. Banyaknya pakan yang diberikan ke masing – masing kambing pada penelitian in vivo adalah 4% BK dari bobot badan kambing. Sedangkan air minum diberikan secara ad libitum.
Pakan basal pada penelitian ini merupakan pakan terbaik yang diperoleh dari penelitian Yuniarti et al. (2015). Formulasi pakan yang digunakan pada penelitian ini mengandung nutrien yang sesuai untuk pemeliharaan dan produktivitas kambing laktasi. Menurut NRC (2007), kebutuhan protein kasar kambing laktasi berkisar antara 12 – 17%, TDN berkisar antara 53% – 66%, dan pemberian pakan dalam bentuk bahan kering berkisar antara 2.8% – 4.6% dari bobot badan.
Penelitian ini menggunakan 12 ekor kambing PE bulan laktasi ke – 4 (± hari laktasi ke-111 atau minggu ke – 15), periode laktasi 1 – 4 dengan bobot badan rata
5 Bahan perekat yang digunakan pada pembuatan pellet daun kemuning adalah ampas rumput laut (ARL) dan tapioka. ARL diperoleh dari PT Agar Swallow Bogor. Tabel 1 Komposisi dan kandungan nutrien pakan perlakuan pada penelitian in vivo
Bahan Pakan (%) Perlakuan
T0 T1 T2
Hijauan
Rumput gajah 25.00 25.00 25.00
Pellet indigofera 10.00 10.00 10.00
Tepung ampas kurma 10.00 10.00 10.00
Keterangan: T0= pakan basal; T1= T0 + 5% tepung daun kemuning; T2= T0 + 0.5% tepung lingzhi;
*Hasil analisis Laboratorium Sumberdaya Hayati dan Bioteknologi PAU IPB (2014); **TDN berdasarkan perhitungan rumus Hartadi et al (1990) TDN = 37.937-1.018SK –
4.886LK + 0.173BETN + 1.042PK + 0.015SK2 – 0.058LK2 + 0.008(SK)(BETN) +
0.119(LK)(BETN) + 0.038(LK)(PK) + 0.0039(LK2)(PK).
Metode Penelitian
Ada 3 rangkaian penelitian (Gambar 2) yang dilakukan pada penelitian ini. Rangkaian penelitian pertama adalah penelitian in vitro, rangkaian penelitian kedua adalah in vivo, dan rangkaian penelitian ketiga adalah pembuatan pellet daun kemuning.
Perlakuan Penelitian
Pada tahap penelitian in vitro perlakuan yang dicobakan ada 5 perlakuan dengan 3 pengelompokkan berdasarkan waktu pengambilan cairan rumen. Perlakuan tersebut yaitu:
Dosis suplementasi ekstrak dan tepung daun kemuning dilakukan berdasarkan rendemen yang diperoleh dari proses ekstraksi. Begitu juga dengan suplementasi ekstrak dan tepung jamur lingzhi dilakukan berdasarkan rendemen yang diperoleh dari proses ekstraksi (contoh perhitungan dapat dilihat pada Lampiran 40). Selanjutnya perlakuan yang diaplikasikan pada penelitian secara in vivo dilakukan berdasarkan hasil penelitian in vitro, yaitu terdiri atas 3 perlakuan dengan 4 kelompok ternak. Pengelompokan dilakukan berdasarkan produksi susu harian kambing yaitu kelompok produksi susu sangat rendah diberi kode 1 (416 ml
6
940 ml), dan tinggi diberi kode 4 (1006 ml – 1396 ml). Perlakuan yang dicobakan yaitu:
T0 = pakan basal
T1 = T0 + 5% tepung daun kemuning T2 = T0 + 0.5% tepung jamur lingzhi
Perlakuan pada penelitian pembuataan pellet ada 3 perlakuan dengan masing-masing diulang sebanyak 4 kali ulangan. Perlakuan tersbut yaitu:
P0 = pellet daun kemuning
P1 = pellet daun kemuning + 2% tepung tapioka P2 = pellet daun kemuning + 2% tepung rumput laut
Prosedur Ekstraksi Daun Kemuning dan Jamur Lingzhi
Berikut prosedur yang dilakukan ketika melakukan ekstraksi daun kemuning dan jamur lingzhi dengan menggunakan metode infusa:
Air dipanaskan sebanyak ± ½ volume priuk A (diameter 40 cm) hingga mendidih atau ±100oC. Diwaktu yang bersamaan panaskan juga air galon
sebanyak 3 L (untuk setiap 300 gr bahan) dalam priuk B (diameter 30 cm) hingga suhu air galon mencapai 90oC.
Selanjutnya priuk B dipindahkan ke dalam priuk A, kemudian masukkan bahan (daun kemuning atau jamur linghi) yang akan diekstraksi sebanyak 300 gr ke dalam priuk B.
Aduk bahan di dalam priuk B hingga merata. Tunggu hingga 15 menit sambil sesekali di aduk (5 menit sekali).
Setelah 15 menit, masukkan bahan dalam priuk B ke alat presser, kemudian dipresser hingga benar – benar kering (tidak mengeluarkan larutan lagi).
Larutan hasil presser di tampung dalam baskom kemudian di ukur volumenya menggunakan gelas ukur. Kemudian dicatat. Pindahkan larutan tersebut ke dalam jerigen untuk memudahkan penyimpanan dan pengangkutan.
Ulangi prosedur di atas hingga 3 kali, sehingga total air galon yang di gunakan untuk setiap 300 gr bahan adalah 9 liter.
Berikut ditampilkan komponen yang terlibat pada proses ekstraksi dengan menggunakan metode infusa pada Gambar 1.
Prosedur Penelitian In Vitro (Tilley and Terry 1963)
Bahan atau pakan (sesuai perlakuan) yang telah dikeringkan pada suhu 600C
ditimbang sebanyak 0.5 g, kemudian dimasukan ke dalam tabung fermentor, selanjutnya dimasukkan dalam shaker waterbath suhu 390C. Kemudian
ditambahkan larutan McDouggall (pH 6.8) sebanyak 40 ml dan cairan rumen sebanyak 10 ml. Cairan rumen dialiri gas CO2 selama 30 detik lalu ditutup. Setelah
4 jam dinkubasi dilakukan pengambilan cairan pada tabung-tabung fermentor yang telah dipersiapkan sebagai sampel pengukuran pH, populasi protozoa, populasi bakteri, Volatile Fatty Acid (VFA) dan Amoniak (NH3).
Adapun tabung fermentor lainnya diinkubasi selama 48 jam. Setelah 48 jam, tabung fermentor diangkat dari shakerwaterbath, kemudian diberi larutan HgCL2
7 supernatan dibuang dan diganti dengan larutan HCl pepsin 0.2% sebanyak 50 ml. Selanjutnya diinkubasi kembali dalam kondisi aerob selama 48 jam. Setelah inkubasi selesai, kemudian disaring dengan menggunakan kertas whatman 41 dan sampel yang tidak tersaring digunakan untuk analisis kecernaan.
Gambar 1 Komponen yang terlibat pada ekstraksi dengan menggunakan metode infusa. Sumber : Pusat Studi Biofarmaka Taman Kencana IPB (2014) Pemeliharaan kambing PE (In Vivo)
Kambing laktasi PE dipelihara di dalam kandang individu yang sudah dirancang tempat pakan dan minumnya. Pakan diberikan sebanyak 3 kali sehari, yaitu setiap pukul 06.30, 14.00, dan 16.00 WIB, sedangkan minum diberikan secara ad libitum. Konsentrat diberikan pada saat pagi dan siang hari, selanjutnya pada sore hari diberikan hijauan. Pakan yang diberikan ditimbang dengan menggunakan timbangan kapasitas 10 kg. Kambing laktasi PE diperah sebanyak 2 kali yaitu setiap pagi (07.00 WIB) dan sore hari (17.00 WIB).
Pembuatan Pellet Daun Kemuning
Metode pembuatan pellet daun kemuning yaitu mula-mula tangkai daun kemuning dipangkas. Kemudian daun dipetik dari bagian tangkai dan ranting. Bagian daun yang dipetik adalah daun yang sudah tua dan pucuk. Selanjutnya daun kemuning tersebut dikeringkan di bawah sinar matahari yang terlindungi kanopi. Setelah kering kemudian dibuat menjadi tepung. Daun kemuning yang telah menjadi tepung di timbang sebanyak 2 kg. Selanjutnya tepung daun kemuning tersebut dihomogenkan dengan bahan perekat sesuai perlakuan. Kemudian disemprotkan 2% air panas dan aduk hingga merata. Setelah homogen, masukkan bahan tersebut (sesuai perlakuan) ke dalam mesin pellet dengan ukuran die 3.95 mm. Pellet yang dihasilkan kemudian didinginkan ± 30 menit. Setelah dingin, karakteristik pellet tersebut diukur dan dianalisa kadar malondialdehid (MDA). Alur pembuatan pellet daun kemuning dapat dilihat pada Gambar 3.
Priuk A
Priuk B
Air galon 3 L + 300 gr bahan
Air Biasa
90oC
100 oC (mendidih)
8
Gambar 2 Skema alur penelitian Daun
Kemuning Jamur Lingzhi
Dikeringkan
Ditepung
Diekstraksi dengan Metode Infusa
Spray Drying (ekstrak
serbuk)
Penelitian In Vitro
Penelitian In Vivo
Pembuatan Pellet Daun Kemuning
9
Gambar 3 Skema alur pembuatan pellet daun kemuning Peubah yang diukur
1. Pebuah yang diukur pada penelitian in vitro diantaranya adalah sebagai berikut : 1.1.Populasi bakteri
Populasi bakteri dihitung dengan metode pencacahan koloni bakteri hidup. Prinsip perhitungannya adalah cairan rumen diencerkan secara serial, lalu disimpan dalam tabung Hungate. Media tumbuh yang digunakan untuk menghitung populasi bakteri total adalah media Brain Heart Infusion (BHI). Pembuatan media BHI yaitu dengan cara mencampurkan bahan-bahan seperti BHI powder, glukosa, sellulobiosa, pati, cystein, hemin dan resazurin, kemudian dimasukkan ke dalam botol yang telah disterilkan dengan autoclave. Campuran tersebut dipanaskan sampai terjadi perubahan warna dari coklat kekuningan menjadi coklat kemerahan dan berubah kembali menjadi coklat kekuningan, setelah itu didinginkan dan dialiri dengan gas CO2. Media BHI anaerob dimasukkan ke dalam tabung Hungate yang sebelumnya telah diisi bacto agar sebanyak 0.150 gram dengan volume masing – masing 4.9 ml. Sampel (cairan rumen yang telah mengalami perlakuan dan inkubasi 4 jam) dipipet 0.05 ml dimasukkan ke dalam media pengencer. Pengenceran dilakukan sebagai berikut: 0.05 ml kultur bakteri dimasukkan ke dalam 4.95 ml media pengencer. Selanjutnya dari media pengencer diambil kembali sebanyak 0.05 ml, lalu dimasukkan ke dalam 4.95 ml media pengencer berikutnya, sehingga terdapat pengenceran 10-2, 10-4, 10-6 dan 10-8. Dari masing-masing seri tabung
pengenceran diambil sebanyak 0.1 ml, kemudian dimasukkan ke media agar dan diputar sambil dialiri air pada roller, agar media dapat menjadi padat secara merata. Selanjutnya bakteri diinkubasi selama 24 jam. Selanjutnya populasi bakteri dihitung dengan rumus:
10
Populasi bakteri = Ju a
,5 x x x , Keterangan: tabung seri pengencer ke-x
1.2.Populasi protozoa
Perhitungan populasi protozoa dilakukan dengan menggunakan counting chamber dengan larutan Thrypan Blue Formalin Salin (TBFS) yang dibuat dari campuran formalin dengan NaCl fisiologis (Ogimoto salin) 0.9% dalam 100 ml larutan. Populasi protozoa diamati dengan mikroskop lensa obyektif dengan pembesaran 40x dan okuler 10x. Populasi protozoa dihitung dengan rumus :
Populasi Protozoa = 1 x 1000 x C x Fp
0.1 x 0.0625 x 16 x 16 Keterangan :
C = Jumlah koloni yang dihitung Fp = Faktor pengencer (2)
1.3.Kadar VFA
Pengukuran konsentrasi VFA dilakukan dengan menggunakan metode steam destilasi (General Laboratory Procedures 1966), yaitu dengan cara mendestilasi supernatan hasil fermentasi, kemudian terjadi kondensasi dan ditampung ke dalam gelas Erlenmeyer yang berisi 5 ml 0.5 N NaOH sampai menjadi 250 ml. Selanjutnya, ditambahkan 2-3 tetes indikator fenolftalin dan dilanjutkan titrasi menggunakan larutan 0.5 N HCl sampai terjadi perubahan warna dari merah jambu menjadi tidak berwarna. Kemudian, menghitung konsentrasi VFA berdasarkan rumus:
Konsentrasi VFA mM = Berat sampel x BK Sampela − b x N HCl x /
Keterangan: a = ml HCl yang dibutuhkan untuk titrasi blanko (5 ml NaOH) b = ml HCl yang dibutuhkan untuk titrasi hasil destilasi bahan N = normalitas larutan HCl
1.4.Kadar NH3
Pengukuran NH3 dilakukan menggunakan Metode Mikrodifusi
Conway (General Laboratory Procedures 1966) yaitu dengan cara supernatan dan Na2CO3 (terpisah) dimasukkan ke bagian tepi dalam cawan
Conway dan bagian tengah lingkaran cawan Conway diisi asam borat. Kemudian cawan Conway ditutup rapat dan diinkubasi selama 24 jam. Setelah itu, bagian tengah lingkaran cawan Conway dititrasi dengan H2SO4
sampai warna kembali ke warna asal asam borat. Perhitungan kadar NH3
dengan menggunakan rumus:
11 1.5.Kefisien cerna bahan kering (KCBK) dan bahan organik (KCBO) (Tilley
and Terry 1963)
Residu yang tidak tersaring oleh kertas Whatman 41 disimpan pada cawan porselen yang telah diketahui bobotnya. Cawan yang berisi residu tersebut dimasukkan ke dalam oven pada temperatur 105oC selama 24 jam.
Setelah dikeluarkan dari oven, didinginkan dengan menggunakan eksikator dan timbang beratnya untuk menghitung kecernaan bahan kering. Selanjutnya residu disimpan dalam cawan porselen yang telah diketahui beratnya untuk mendapatkan bahan organik sampel kemudian dibakar dalam tanur listrik pada suhu 600oC selama 4 – 8 jam. Setelah itu ditimbang
maka diperoleh data abu sampel.
Koefisien cerna bahan kering dihitung dengan rumus :
KCBK = BK sampel − BK resisdu − BK blanko
BK sampel x %
Koefisien cerna bahan organik dihitung dengan rumus :
KCBO = BO sampel − BO resisdu − BO blankoBO sampel x %
2. Peubah yang diukur pada penelitian in vivo adalah sebagai berikut : 2.1.Konsumsi bahan kering (BK)
Konsumsi BK pakan dicatat setiap hari dengan menimbang jumlah yang diberikan dan sisanya, selanjutnya dikalikan dengan bahan kering pakan. Rumus yang digunakan :
Konsumsi BK (kg) = (Pakan diberikan (kg) – Pakan sisa (kg)) x BK Pakan 2.2.Konsumsi bahan organik (BO)
Konsumsi BO pakan diperoleh dengan cara menghitung selisih antara konsumsi bahan kering pakan dengan konsumsi kadar abu pakan. Rumus konsumsi BO pakan, yaitu :
Konsumsi BO (kg) = Konsumsi BK pakan (kg) – Konsumsi kadar abu pakan (kg)
2.3.Produksi susu kambing PE
Produksi susu kambing PE diukur setiap hari selama penelitian. Banyaknya produksi susu kambing PE diukur dengan menggunakan gelas ukur skala 1 L.
2.4.Kualitas susu kambing PE
12
Bahan kering = 1.23 L + 2.71 100 (BJ – 1) BJ
Keterangan: L = kadar lemak susu BJ = berat jenis susu
2.5.Korelasi antara konsumsi BK dengan produksi susu 6% FCM (Rice 1970), Rumus produksi susu 6% FCM (Fat corrected milk) adalah sebagai berikut:
6% FCM (kg) = (0.4 M + 15 F) / 1.3 Keterangan: M = produksi susu dalam kg
F = kadar lemak susu
3. Peubah yang diamati pada pembuatan pellet daun kemuning adalah sebagai berikut :
3.1.Berat jenis pellet
Berat jenis (BJ) pellet diukur menggunakan prinsip hukum Archimedes, yaitu dengan melihat perubahan volume aquades pada gelas ukur (100 ml) setelah memasukkan pellet yang massanya telah diketahui ke dalam gelas ukur tersebut. Di dalam gelas ukur dilakukan pengadukan untuk mempercepat hilangnya udara antar partikel pellet. Volume akhir dibaca setelah volume gelas ukur menjadi konstan. Perubahan volume aquades merupakan voume pellet yang sesungguhnya. Rumus BJ adalah sebagai berikut :
BJ (g cm-3) = Bobot pellet
Perubahan volume aquades 3.2.Ukuran partikel pellet
Pengukuran ukuran partikel tepung dan pellet daun kemuning pada penelitian dilakukan dengan cara mengukur nilai median particle size (D50), yaitu dengan menentukan nilai Dgw dan Sgw. Dgw adalah perhitungan rata –
rata ukuran partikel geometrik yang merupakan ukuran partikel median. Sgw
adalah standar deviasi geometrik yang merupakan ukuran partikel keseragaman. Adapun rata – rata ukuran partikel geometrik dapat dihitung sebagai berikut:
Dgw = Log-1(∑(Wi log di / ∑ Wi)). Adapun perhitungan standar deviasi,
Sgw = Log-1[ ∑ (Wi (log di – log Dgw )2/ ∑ Wi) ]0.5.
3.3.Kadar air pellet
Pengukuran kadar air pellet dilakukan berdasarkan metode AOAC (2005). Prosedur pengkuruan kadar air adalah cawan porselen ditimbang (A). Kemudian sampel ditimbang (B) sebanyak 3 gram dan dimasukkan kedalam cawan. Cawan berisi sampel kemudian di oven pada suhu 105oC
selama 4-8 jam. Selanjutnya, cawan berisi sampel diangkat dari dalam oven kemudian dimasukkan ke dalam desikator selama 10 - 20 menit. Terakhir, cawan berisi sampel ditimbang (C), kemudian data yang diperoleh dimasukkan ke dalam rumus berikut :
13 3.4.Loose bulk density (LBD) (Wirakartakusumah et al. 1992)
LBD diukur dengan cara menimbang pellet dengan berat tertentu (M). Selanjutnya pellet dimasukkan ke dalam gelas ukur atau beaker glass. Volume gelas ukur yang ditempati pellet dicatat (V) dengan hati-hati, tanpa goncangan. Maka LBD dapat dihitung dengan rumus :
LBD (g cm-3) = M
V
3.5.Compacted bulk density (CBD) (Wirakartakusumah et al. 1992)
CBD diukur dengan cara menimbang pellet dengan berat tertentu (M). Selanjutnya pellet dimasukkan ke dalam gelas ukur atau beaker glass. Gelas ukur yang berisi pellet tersbut selanjutnya diberi gaya kompresif dan tensil sampai volume sampel dalam gelas ukur konstan. Volume gelas ukur yang ditempati pellet dicatat (V) dengan hati-hati. Maka CBD dapat dihitung dengan rumus :
CBD (g cm-3) = M
V
3.6.Pellet durability index (PDI)
PDI berkaitan dengan proses dalam pemanfaatan pellet seperti transportasi serta pendistribusian pada ternak. Pengukuran durability dilakukan menurut metode Fairfield (1994).
3.7. Kadar malondialdehid (MDA) pellet
Pengukuran kadar MDA berdasarkan metode Wills (1987). Pada prinsipnya pengukuran MDA ini adalah mengukur metabolit hasil peroksidasi lipid oleh radikal bebas.
Rancangan Penelitian dan Analisis Data
Rancangan penelitian yang digunakan pada penelitian in vitro dan in vivo adalah Rancangan Acak Kelompok (RAK). Model linear aditif rancangan acak kelompok adalah sebagai berikut:
Yij =µ + τi + βj+ εij
Keterangan:
Yij = Nilai pengamatan pada ulangan ke-j dan perlakuan ke-i
µ = Nilai rataan umum
τi = Pengaruh perlakuan ke-i
βj =Pengaruh bahan
εij = Eror perlakuan ke-i dan ulangan ke-j
Adapun rancangan penelitian yang digunakan pada pembuatan pellet daun kemuning adalah rancangan acak lengkap (RAL). Model linear aditif rancangan acak lengkap adalah sebagai berikut :
14
Keterangan :
i = 1, 2, ..., perlakuan dan j = 1, 2, ..., ulangan
Yij = pengamatan pada perlakuan ke-1 dan ulangan ke-j
µ = rataan umum
τi = pengaruh perlakuan ke-1
εij = pengaruh acak pada perlakuan ke-i dan ulangan ke-j.
15
3
HASIL DAN PEMBAHASAN
Pengaruh Suplementasi Tepung Daun Kemuning dan Jamur Lingzhi pada Penelitian In Vitro
Populasi Mikroba Rumen
Pengaruh perlakuan penggunaan daun kemuning dan jamur lingzhi di dalam pakan secara in vitro terhadap populasi mikroba rumen (bakteri dan protozoa) ditampilkan pada Tabel 2. Populasi bakteri pada penelitian ini berkisar antara 6.95
– 7.12 log CFU ml-1 cairan rumen. Penurunan populasi bakteri ini diduga
disebabkan oleh kandungan senyawa bioaktif pada pakan penelitian, seperti
flavonoid. Flavonoid menurut Özҫe ik et al. (2006) merupakan senyawa yang salah satu fungsinya adalah sebagai antibakteri.
Populasi bakteri pada penelitian ini, 5.24% lebih rendah dari pada populasi bakteri hasil penelitian yang dilakukan oleh Yuniarti (2013), yaitu populasi bakteri berkisar antara 7.18 – 7.73 Log CFU ml-1. Penelitian yang dilakukan oleh Yuniarti
adalah tentang substitusi konsentrat kambing PE dengan berbagai level ampas kurma. Semakin tinggi level ampas kurma, maka populasi bakteri cenderung semakin menurun. Hal tersebut disebabkan kandungan flavonoid dalam pakan semakin meningkat sehingga efektivitas antibakteri menjadi lebih tinggi. Dibandingkan dengan hasil penelitian ini, suplementasi ekstrak dan tepung dari daun kemuning maupun jamur lingzhi dalam pakan yang mengandung ampas kurma akan semakin menekan jumlah populasi bakteri karena diduga konsentrasi flavonoid atau komponen bioaktif anti bakteri lainnya semakin meningkat.
Tabel 2 Hasil pengujian pakan perlakuan terhadap populasi mikroba rumen, fermentabilitas, dan kecernaan in vitro
6.97±0.07 6.86±0.09 6.95±0.09 6.85±0.08 6.87±0.05
VFA (mM) 143.70b±22.11 132.62c±21.80 146.22b±17.85 164.97a±11.79 153.65b±10.97
NH3 (mM) 11.25±4.23 10.43±3.75 10.66±5.00 13.05±4.91 12.73±3.33
KCBK (%) 74.50±1.92 73.42±0.96 72.74±1.96 74.06±1.96 72.28±1.49
KCBO (%) 69.87±2.56 70.61±3.80 67.81±1.90 69.61±1.2 67.44±1.78
Keterangan: T0= pakan basal, T1= T0 + 1% ekstrak daun kemuning, T2= T0 + 5% tepung daun kemuning, T3= T0 + 0.02% ekstrak jamur lingzhi, T4= T0 + 0.5% tepung jamur lingzhi, KCBK= koefisien cerna bahan kering, KCBO= koefisien cerna bahan organik, VFA= vollatile faty acid, NH3= amoniak. Huruf yang mengikuti angka pada baris
yang sama menunjukkan perbedaan yang nyata.
Adapun populasi protozoa pada penelitian ini berkisar antara 6.85 – 6.87 log sel ml-1. Menurut Dehority (2004) menyatakan dalam kondisi normal populasi
16
demikian populasi protozoa pada penelitian ini masih berada pada kisaran normal. Protozoa memiliki peranan penting yaitu untuk mempertahankan pH rumen. Protozoa akan menyimpan karbohidrat mudah larut yang berasal dari pakan ke dalam tubuhnya. Tindakan ini bertujuan untuk mencegah laju konversi RFC (Readily Fermentable Carbohydrat) yang cepat menjadi asam, sehingga akan menyebabkan penurunan pH yang drastis. pH yang rendah akan menurunkan populasi bakteri rumen terutama bakteri selulotik (Erwanto, 1995).
Fermentabilitas
Kadar VFA
Kadar asam lemak terbang (VFA) pada penelitian ini di tampilkan pada Tabel 2. Pengaruh perlakuan terhadap kadar VFA memberikan pengaruh yang berbeda nyata (P < 0.05). VFA merupakan produk akhir dari fermentasi karbohidrat di dalam rumen dan merupakan penyumbang energi terbesar pada hewan ruminansia. Selain itu VFA merupakan sumber kerangka karbon untuk pembentukan protein mikroba (Arora,
1989). Pada Tabel 2 terlihat bahwa perlakuan penggunaan pakan basal (T0),
penggunaan tepung daun kemuning 5% (T2), dan penggunaan tepung jamur lingzhi 0.5% (T4) secara statistik memproduksi VFA yang sama, namun berbeda dengan perlakuan penggunaan ekstrak daun kemuning 1% (T1) dan penggunaan ekstrak jamur lingzhi 0.02% (T3). Hal ini diduga disebabkan karena efektivitas antara penggunaan tepung dengan ekstrak berbeda dalam mempengaruhi VFA. Adapun kadar VFA yang mendapat perlakuan T1 (132.62 mM) lebih rendah dari pada kadar VFA yang mendapat perlakuan T3 (164.97 mM). Hal ini diduga karena suplementasi ekstrak jamur lingzhi 0.02% di dalam pakan basal mengandung flavonoid yang lebih tinggi dari pada yang disuplementasi ekstrak tepung daun kemuning. Menurut Mardalena (2014) flavonoid dapat meningkatkan kecernaan in vitro dalam rumen sehingga dihasilkan peningkatan KCBK, VFA total dan parsial yang lebih tinggi sebagai sumber energi bagi ternak. Secara keseluruhan kadar VFA pada setiap perlakuan sudah memenuhi kadar optimum di dalam rumen yaitu berkisar antara 80 – 160 mM (Sutardi et al. (1993).
Kadar NH3
Pengaruh perlakuan penggunaan daun kemuning dan jamur lingzhi dalam pakan secara in vitro terhadap kadar NH3 ditampilkan pada Tabel 2. Kisaran nilai
NH3 dari penelitian in vitro berkisar antara 10.43 - 13.05 mM. Kandungan protein
dalam pakan, pertama kali akan dihidrolisis oleh mikroba rumen (Arora 1989) menjadi peptida dan asam amino (Ranjhan 1981). Asam amino kemudian difermentasi lebih lanjut melalui proses deaminasi menjadi asam α-keto yang kemudian mengalami dekarboksilasi menjadi CO2, amonia (NH3), dan asam lemak
rantai pendek (McDonald et al. 2002). Produksi amonia bergantung pada kelarutan protein, jumlah protein pakan, lamanya makanan berada dalam rumen dan pH (Orskov 1982). Menurut Sutardi et al. (1993) menyatakan bahwa konsentrasi NH3
optimum yang dibutuhkan untuk mendukung pertumbuhan mikroba adalah 4 – 12 Mm. Hal ini berarti bahwa nilai NH3 pakan perlakuan penelitian ini yang diberikan
17 rumen. Menurut Hristov dan Jouany (2005) Konsentrasi NH3 dipengaruhi oleh jenis
pakan, waktu dan frekuensi pemberian pakan, ternak dan faktor lainnya. Kecernaan In Vitro
Pengaruh perlakuan pemanfaatan daun kemuning dan jamur lingzhi terhadap kecernaan in vitro (KCBK dan KCBO) ditampilkan pada Tabel 2. KCBK dan KCBO secara in vitro menggambarkan seberapa banyak nutrien yang dimanfaatkan oleh ternak sehingga akan menentukan produktivitas ternak. Nilai koefisien cerna secara in vitro akan menunjukkan 1-2% lebih tinggi dari kercernaan secara in vivo (Omed et al. 2000). Pada penelitian ini koefisien cerna bahan kering berkisar antara 72.28% - 74.50% dan kecernaan bahan organik berkisar antara 67.44% - 70.61%. Hal ini menunjukkan bahwa penggunaan ekstrak dan tepung dari daun kemuning dan jamur lingzhi dalam pakan tidak memberikan efek negatif. Dengan demikian, hasil in vitro tersebut memungkinkan alternatif aplikasi penggunaan daun kemuning dan lingzhi di dalam pakan kambing laktasi PE, yaitu dapat digunakan dalam bentuk ekstrak ataupun tepung sehingga dapat digunakan sebagai suplemen pakan.
Nilai koefisien cerna sangat dipengaruhi oleh populasi bakteri dan populasi protozoa. Data memperlihatkan bahwa populasi bakteri lebih banyak dibandingkan populasi protozoa. Hal ini sesuai dengan pernyataan McDonald et al. (2002) bahwa populasi bakteri lebih banyak dari pada populasi protozoa. Ini menunjukkan bahwa proses pencernaan fermentatif yang diberi perlakuan tetap berlangsung normal. Diketahui bahwa protozoa mempunyai sifat memangsa bakteri untuk memenuhi kebutuhan protein, karena kemampuan protozoa untuk mensintesis asam amino sangat rendah (Arora 1989). Jika populasi bakteri lebih rendah dari populasi protozoa, maka pakan yang mengandung serat kasar tinggi tidak dapat dicerna sehingga akan berdampak pada performa dan produktivitas ternak. Namun demikian keberadaan protozoa di dalam rumen juga sangat penting yaitu untuk mencerna partikel-partikel pati sehingga dapat mempertahankan pH rumen atau sebagai buffer rumen.
Pengaruh Suplementasi Tepung Daun Kemuning dan Jamur Lingzhi pada Penelitian In Vivo
Pengaruh perlakuan secara in vivo tidak berpengaruh nyata terhadap semua peubah. Rataan nilai konsumsi bahan kering, konsumsi bahan organik, dan produksi susu 6% FCM dapat dilihat pada Tabel 3.
Konsumsi Bahan Kering dan Bahan Organik
18
ini menunjukkan bahwa perlakuan T1 dan T2 mempunyai potensi yang sama dengan T0 dalam mempengaruhi konsumsi.
Tabel 3 Hasil pengujian pakan perlakuan terhadap konsumsi BK dan BO, dan lingzhi, BK = bahan kering, BO = bahan organik, FCM = fat corrected milk.
Pada perlakuan T1 terlihat ada kecenderungan peningkatan konsumsi BK dan BO. Hal ini mengindikasikan penambahan tepung daun kemuning 5% di dalam pakan relatif meningkatkan palatabilitas pakan. Palatabilitas pakan dipengaruhi oleh aroma, rasa, warna dan fisik pakan. Dalam hal ini suplementasi tepung daun kemuning dapat menimbulkan aroma yang khas karena mengandung minyak esensial yang bersifat volatil (mudah menguap) seperti sesquiterpenoids (49.0%),
β-cyclocitral (22.9%), dan methyl salicylate (22.4%) (Olawore et al. 2005) yang dapat meningkatkan kesukaan ternak terhadap pakan (Rochfort et al. 2008; Rapisarda et al. 2012).
Produksi Susu Kambing PE
Pada Gambar 4 dapat dilihat pengaruh pemberian pakan basal (T0), suplementasi tepung daun kemuning 5% (T1) dan suplementasi tepung lingzhi 0.5% (T2) di dalam pakan terhadap produksi susu kambing PE. Rataan produksi susu pada T0 adalah 0.74 L e-1 h-1, T1 sebesar 0.83 L e-1 h-1, dan T2 sebesar 0.69 L
e-1 h-1. Produksi susu 6% FCM (Tabel 2) pada perlakuan T0 adalah 0.90 L e-1 h-1,
perlakuan T1 sebanyak 0.99 L e-1 h-1, dan perlakuan T2 sebanyak 0.84 L e-1 h-1.
Produksi susu merupakan tujuan utama dari pemeliharaan ternak perah. Produksi susu pada penelitian ini diamati selama 30 hari yaitu dari hari ke–111 sampai hari ke–140 dengan rataan produksi susu harian sebesar 0.751 L e-1 h-1. Pada
hari ke-115 produksi susu hampir berada pada titik yang sama untuk semua perlakuan yaitu dengan kisaran produksi susu sebesar 0.776 – 0.802 L e-1 h-1.
Pengamatan produksi susu sampai pada hari terakhir terjadi penurunan sebesar 4.18% menjadi 0.681 – 0.830 L e-1 h-1. Hasil produksi susu harian (0.751 L e-1 h-1)
pada penelitian ini lebih tinggi 5.06% dari produksi susu harian (0.713 L e-1 h-1)
19 sama lain saling mempengaruhi dan menunjang (Ishag et al., 2012; Assan 2015; Waheed dan Khan 2013; Marete et al. 2014).
Gambar 4 Produksi susu (L e-1 h-1) kambing PE yang diberi pakan perlakuan, = T0, =
T1, = T3, T0 = pakan basal, T1 = T0 + 5% tepung daun kemuning, T2 = T0 + 0.5% tepung jamur lingzhi.
Kambing yang digunakan pada penelitian ini adalah kambing pada fase bulan laktasi ke-4 atau minggu ke-15, dimana produksi susu yang dihasilkan hanya berkisar 38.89% atau telah mengalami penurunan produksi susu sebesar 61.11% dari puncak produksi susu yang sudah terjadi pada minggu ke-3 (Fitriyanto et al. 2013; Waheed dan Khan 2013) dan produksi susu kambing PE cenderung akan terus menurun sampai masa kering. Pada Gambar 4 produksi susu pada perlakuan T1 menunjukkan puncak produksi pada hari ke – 124 dan 126, pada perlakuan T0 puncak produksi susu terjadi pada hari ke – 125 dan pada perlakuan T2 puncak produksi terjadi pada hari ke – 118. Berdasarkan hasil tersebut, suplementasi tepung daun kemuning 5% di dalam pakan dapat memperpanjang masa puncak laktasi dan memperlambat penurunan produksi susu. Selain itu, terdapat kecenderungan 6% FCM produksi susu 9.09% lebih tinggi pada perlakuan T1 daripada T0. Hal ini diduga bahwa pakan kaya kandungan komponen bioaktif dimanfaatkan untuk memperbaiki kondisi fisiologis tubuh terutama fisiologis kelenjar ambing (Mardalena et al. 2011) sehingga dapat memperpanjang masa laktasi.
Menurut Ginting dan Tarigan (2005), masa adapatasi ternak terhadap pakan adalah 14 hari. Dengan demikian jika pengamatan data produksi susu kambing pada penelitian ini dilakukan setelah 14 hari pemberian pakan perlakuan (mulai hari laktasi ke-125), maka terlihat pola produksi susu pada perlakuan T0, T1, dan T2 menunjukkan pola yang relatif sama. Dengan demikian pemberian pakan perlakuan pada penelitian ini mampu mempertahankan persistensi produksi susu.
Selanjutnya dengan membandingkan produksi susu pada perlakuan T1 (0.830 L e-1 h-1) dengan produksi susu (0.812 L e-1 h-1) dari kambing PE yang diberi pakan
peternak yang terdiri rumput gajah, ampas tempe, pollard, bungkil kelapa, dedak, premik, dan CaCO3 (Nurjannah et al. 2015), diketahui perbedaan produksi susu
20
dibanding Strongylid sp. (Tresia 2015). Berkurangnya infestasi cacing di saluran pencernaan kambing akan menyebabkan kandungan nutrien pakan yang dikonsumsi dioptimalkan untuk proses produksi susu sehingga produksi susu menjadi meningkat.
Korelasi antara Konsumsi BKdengan Produksi Susu 6% FCM
Tujuan menentukkan korelasi antara konsumsi BK dengan produksi susu 6% FCM adalah untuk menjawab kecenderungan konsumsi BK dan produksi susu yang lebih tinggi pada T1 dari pada T0 dan T2. Berdasarkan hasil analisis korelasi dengan menggunakan metode Pearson, menunjukkan bahwa antara konsumsi BKdengan produksi susu 6% FCM terdapat korelasi yang signifikan (P < 0.05). Pada Gambar 5 terlihat persamaan korelasi pada perlakuan T0 adalah Y = -0,0003x + 1,2109 (R² = 0,0795, R = 0.2819), T1 adalah Y = 0,0003x + 0,5794 (R² = 0,1282, R = 0.3580), dan T2 adalah y = -0,0011x + 2,0868 (R² = 0,3019, R = 0.5982). Perlakuan T0 menunjukkan korelasi yang negatif antara konsumsi BKdengan produksi susu 6% FCM yang berarti konsumsi BK belum mampu meningkatkan produksi susu. Berbeda dengan persamaan pada perlakuan T1, yaitu menunjukkan adanya korelasi yang positif antara konsumsi BKdengan produksi susu yang berarti konsumsi BK mampu meningkatkan produksi susu 6% FCM dengan nilai determinasi (R2) sebesar 12.82%, artinya 87.18% produksi susu pada T1 dipengaruhi oleh faktor lain seperti genetis dan manajemen pemeliharaan (Girisonta 1995). Sedangkan persamaan regresi pada perlakuan T2 menunjukkan korelasi yang negatif yang berarti bahwa konsumsi BKbelum mampu meningkatkan produksi susu kambing PE.
Gambar 5 Korelasi antara konsumsi BK dengan produksi susu 6% FCM, = T0, = T1, = T3, T0 = pakan basal, T1 = T0 + tepung daun kemuning 5%, T2 = T0 + tepung jamur lingzhi 0.5%.
Berdasarkan uraian tersebut, maka yang mengindikasikan peningkatan produksi susu kambing PE adalah kambing - kambing yang mendapat perlakuan T1. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa suplementasi tepung daun kemuning 5% di dalam pakan kambing PE berpotensi memperbaiki produksi susu kambing
y = -0,0003x + 1,2109
900 1000 1100 1200 1300 1400 1500
21 PE. Hal ini diduga kandungan komponen bioaktif di dalam tepung daun kemuning seperti flavonoid dan kumarin yang dapat mengekspresikan aktivitas antioksidan (Ajila et al. 2007) dapat memperbaiki metabolisme lipida dan reaksi oksidasi sehingga terjadi keseimbangan reaksi oksidasi melalui perbaikan metabolisme di dalam rumen sehingga meningkatkan rasio asetat : propionat, meningkatkan kecernaan, meningkatnya volatile fatty acid (Vázquez-Añón et al. 2008; Bodas et al. 2008), penurunan jumlah sel somatis, perbaikan kesehatan ambing dan meningkatnya konsumsi BK (Cigari et al. 2014).
Kualitas Susu Kambing PE
Pada Tabel 4 dapat dilihat bahwa variabel kualitas susu (Berat jenis, BK, protein, lemak, dan BKTL) tidak berbeda signifikan antar perlakuan. Hal ini menunjukan bahwa penambahan tepung daun kemuning 5% dan tepung lingzhi 0.5% tidak berdampak negatif terhadap kualitas susu.
Standar kualitas susu kambing yang memiliki kualitas premium menurut Thai Agricultural Standard (2008) mengandung kadar protein > 3.70%, kadar lemak > 4%, bahan kering > 13.00. Pada penelitian ini, kualitas susu dari kambing yang di beri pakan kontrol, suplementasi tepung daun kemuning 5% (T1) maupun tepung jamur lingzhi 0.5% (T0) sudah memenuhi standar kualitas susu yang ada, yaitu 1.0300 untuk berat jenis, 16.74% - 16.92% untuk BK, 3.85 - 4.00% untuk protein, 7.05 - 7.07% untuk lemak, dan 9.68 - 9.87% untuk BKTL. Faktor yang mempengaruhi kualitas susu susu diantaranya adalah bangsa ternak, status laktasi, kondisi lingkungan, pakan, dan prosedur pemerahan (Mahmoud et al. 2014; Mutamimah et al. 2013).
Tabel 4 Hasil pengujian pakan perlakuan terhadap kualitas susu kambing PE
Variables Perlakuan TAS**
Keterangan: T0= pakan basal, T1= T0 + 5% tepung daun kemuning, T2= T0 + 0.5% tepung jamur lingzhi, *BKTL= bahan kering tanpa lemak, **TAS = Thai Agricultural Standard.
Nilai protein susu dipengaruhi oleh pemberian konsentrat Sukarini (2006) sebagai sumber energi terutama karbohidrat yang mudah larut, dimana ketersediaannya memfasilitasi pembentukkan propionat sehingga menurunkan kebutuhan asam amino untuk glukoneogenesis yang menjadikan asam amino lebih banyak tersedia di usus halus dan sintesis protein di kelenjar susu (Zurriyati et al. 2011; Sukarini 2006; Utari et al. 2012).
22
berserat di dalam rumen. Semakin tinggi produksi asetat maka semakin banyak sintesis asam lemak. Dengan demikian akan semakin tinggi pula kadar lemak susu (Zurriyyati et al. 2011).
Karakterisitik Daun Kemuning Bentuk Pellet
Hasil pengukuran sifat fisik daun kemuning berbentuk pellet (berat jenis, ukuran partikel dan keragaman ukuran partikel, kadar air, LBD, CBD, PDI) dan kadar MDA pellet daun kemuning dapat dilihat pada Tabel 5. Sifat fisik dan kadar MDA pellet daun kemuning perlu diketahui dengan tujuan supaya dapat menentukan kualitas secara fisik serta untuk mengetahui ada tidaknya reaksi oksidasi pada proses pembuatan pellet daun kemuning.
Sifat Fisik Pellet Daun Kemuning
Berat Jenis Pellet
Hasil analisis ragam berat jenis pellet daun kemuning menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan yang nyata antara perlakuan. Hal ini berarti penambahan 2% tepung tapioka (P1) dan 2% tepung ARL (P2) sebagai perekat tidak mempengaruhi nilai berat jenis pellet. Nilai berat jenis pellet daun kemuning pada penelitian ini berkisar antara 1.18 – 1.25. Diketahui nilai berat jenis tepung daun kemuning sebelum dibuat pellet adalah 1.25. Dengan demikian terdapat kecenderungan penurunan nilai berat jenis setelah dibuat pellet dengan penambahan perekat 2% tepung tapioka dan 2% tepung ARL, yaitu sebesar 5.6% dan 2.4%. Tabel 5 Hasil pengujian perlakuan pembuatan pellet terhadap sifat fisik dan MDA
pellet daun kemuning
Peubah Tepung DK P0 Perlakuan P1 P2
Berat jenis (g cm3) 1.25 ± 0.0 1.25 ± 0.00 1.18 ± 0.08 1.22 ± 0.07
Ukuran partikel (µm) 126.52 ± 24.40 3520.30 ± 31.66
partikel (µm) 141.02±3.00 5.90±0.28 6.20±0.50 5.83±0.38 Kadar air (%) 7.25 ± 0.02 9.11a ± 0.07 8.62b ± 0.05 8.01c ± 0.06
LBD (g cm-3) 0.33 ± 0.0 0.67a ± 0.01 0.60c ± 0.00 0.62b± 0.00
CBD (g cm-3) 0.50 ± 0.0 0.70a ± 0.01 0.66c ± 0.01 0.68b ± 0.01
PDI (%) - 90.25a ± 1.26 78.75b ± 0.50 77.50b ± 2.38
MDA (µg g-1) 38.58 ± 0.7 47.67b ± 0.21 47.42b ± 0.53 48.89a ± 0.41
Keterangan: P0 = pellet daun kemuning, P1 = pellet daun kemuning + tepung tapioka 2%, P2 = pellet daun kemuning + tepung ARL 2%. Superskrip pada baris yang sama menunjukkan perbedaan yang nyata (P < 0.05).
23 menyatakan bahwa pellet atau bahan pakan yang mempunyai nilai berat jenis < 1 akan melewati rumen secara perlahan – lahan, kemudian nilai berat jenis pellet atau bahan pakan dengan kisaran 1.17 – 1.42 akan melewati rumen dengan cepat, dan nilai berat jenis pellet atau bahan pakan dengan kisaran 1.77 – 2.44 akan melewati rumen lebih lambat kemudian bahan pakan tersebut akan dikeluarkan dan dikunyah kembali (remastikasi).
Berat jenis dan ukuran partikel bertanggung jawab terhadap homogenitas dan stabilitas distribusi partikel dalam suatu campuran (Khalil 1999). Menurut Syarifudin (2001) semakin tinggi nilai berat jenis maka akan semakin meningkatkan kapasitas ruang penyimpanan dan memudahkan pengangkutan.
Ukuran Partikel Geometrik dan Keragaman Ukuran Partikel
Ukuran partikel pellet daun kemuning pada penelitian ini tidak berbeda nyata antar perlakuan. Hal ini disebabkan bahan baku pellet pada penelitian ini mempunyai ukuran yang sama (Suryani 2005) pada ketiga perlakuan, yaitu 126.52 µm. Selain itu pellet P0, P1, dan P2 dibuat pada mesin pellet yang memiliki die size yang sama, yaitu 3.95 mm. Ukuran partikel pellet daun kemuning pada penelitian ini berkisar antara 3510.18 – 3627.43 µm. Ukuran partikel penting diketahui karena akan mempengaruhi kecernaan nutrisi (Clauss et al. 2008), efesiensi waktu pencampuran, kualitas pellet, banyak kerusakan yang terjadi saat transporatasi dan pengangkutan, palatabilitas dan konsumsi pakan (Knorr et al. 1997).
Ukuran partikel pellet yang sama akan menyebabkan jumlah kandungan nutrien juga sama. Hal ini akan berdampak pada konsumsi BK, konsumsi PK (protein kasar), konsumsi TDN juga sama, sehingga kecernaan nutrien juga sama antara ternak yang mengkonsumsi pellet tersebut (Purbowati et al. 2009). Menurut Martz dan Belyea (1996) Rataan ukuran partikel bahan pakan yang sesuai dengan kondisi rumen sapi dan domba berkisar antara 200 – 1200 µm.
Sgw atau keragaman ukuran partikel pellet tidak berbeda antar perlakuan. Jika dibandingkan dengan dengan tepung daun kemuning maka tingkat keragaman ukuran partikel pellet telah menurun yaitu sebesar 95.83% untuk P0, 95.60% untuk P1, dan 95.87% untuk P2. Hal ini perubahan bentuk dari tepung menjadi pellet dapat menurunkan tingkat keragaman ukuran partikel sehingga kandungan nutrien di dalam pellet menjadi lebih kompak. Menurut Retnani dan Sukria (2014), nilai keragaman ukuran partikel dapat dipergunakan untuk memilih penggunaan jenis mesin prosesing tertentu sesuai dengan tujuan produksi dan hasil produk yang diinginkan.
Kadar Air Pellet