I
MANFAAT TEPUNG DAUN KEMUNING
(Murrrayapaniculata
IL.)
Jack)DALAM MENEKAN INFESTASI CACING
SALURAN PENCERNAAN KAMBING PE
GRESY EVA TRESIA
DEPARTEMEN ILMU NUTRISI DAN TEKNOLOGI PAKAN FAKULTASPETERNAKAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR
-PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER
INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Oengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul manfaat tepung daun kemuning (Muraya panikulata [L.] Jack) dalam menekan infestasi cacing saluran pencemaan kambing PE adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber infonnasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Oaftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Oengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada lnstitut Pertanian Bogor.
Bogor, Mei 2015
ABSTRAK
GRESY EVA TRESIA. Manfaat Tepung Daun Kemuning (Muraya panicu/ata [L.] Jack) dalam Menekan Infestasi Cacing Saluran Pencemaan Kambing PE. Dibimbing oleh DWIERRA EVVYERNIE dan EVA HARLINA.
Nematodiasis merupakan salah satu kendala dalam mencapai produktivitas susu yang optimal. Daun Kemuning (Muraya panicu/ata [L.] Jack) adalah herbal dengan kandungan senyawa aktif yang memiliki aktivitas anthelmintik. Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari pengaruh feed additive tepung daun kemuning sebagai anticacing dalam saluran pencemaan. Penelitian terdiri atas RO (kontrol), R 1 (konsentrat mengandung 10% ampas kurma dan tepung daun kemuning 1 %), R2 (konsentrat mengandung 20% ampas kurma dan tepung daun kemuning 1 %). Sembilan ekor kambing Peranakan Etawah laktasi dengan rataan bobot bad an 56.5±7.3 Kg, laktasi 1-4 kali dan produksi susu 849±168 mL hari-' , dikelompokkan secara acak ke dalam 3 kelompok dan setiap perlakuan 3 ulangan. Data dianalisis dengan sidik ragam (AN OVA). Hasil pengamatan menunjukkan bahwa perlakuan tidak memberikan pengaruh terhadap TTGT, performa temak (konsumsi, kecemaan, dan PBBH) dan respon fisiologis (denyut jantung, frekuensi nafas dan suhu rektal) temak. Daun kemuning memiliki potensi sebagai obat cacing dengan bekerja lebih baik dalam menekan perkembangan telur cacing Trichuris sp .dibanding Sirollgylid sp.
Kata kunci : anthelmintik, Muraya pallicu/ata, Strongylid sp., Trichuris sp.
ABSTRACT
GRESY EVA TRESIA. Benefit of Kemuning Leaves Meal (Muraya panicu/ata [L.] Jack) to Suppress Gastrointestinal Parasites Infestation of PE Goat. Supervised by DWIERRA EVVYERNIE and EVA HARLINA.
Nematodiasis is one of the obstacles in achieving optimum milk productivity. Kemuning leaves (Muraya panicu/ata [L.] Jack) is a herb with a active compound has anthelmintik activity. The aim of this research was to study the influence of kemuning leaves as anti parasites in the digestive tract. The research consists of the RO (control), R I (concentrates containing of 10% Date Fruit Waste (DFW) and kemuning leaves meal (1 %), R2 concentrate contains of 20% Date Fruit Waste (DFW) and kemuning leaves meal I %. Nine lactating Etawah crossbred goats of 56.5±7.3 Kg body weight, number of calving of 1-4 times and average milk production 849±168 rnL day" , randomly grouped into 3 groups and each treatment 3 replicates. Data analyzed with analysis of variance (ANOV A). The result showed that the treatment were not affected on performance (feed intake, digestibility, ' and AD G), EPG and physiological response (heart rate, rectal temperature and breath frequency). Kemuning leaves have potential as anthelmintic and works better in suppressing the development of eggs of Trichuris sp. parasites than Strongylid sp .
MANFAAT TEPUNG DAUN KEMUNING
(Murrrayapaniculata
IL.l
Jack)
DALAM MENEKAN INFESTASI CACING
SALURAN PENCERNAAN KAMBING PE
GRESY EVA TRESIA
Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Petemakan
pada
Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan
DEPARTEMEN ILMU NUTRISI DAN TEKNOLOGI PAKAN FAKULTASPETERNAKAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR
Judul Skripsi
Nama NlM
MMMMMMMMMMMセM -
-Manfaat Tepung Daun Kemuning (Muraya paniculata [L.] Jack) dalam Menekan lnfestasi Cacing Saluran Pencernaan Kambing PE
Gresy Eva Tresia 024110047
Disetujui oleh
Dr Ir Dwierra Evvyernie, MS, MSc Pembimbing I
Dr drh Eva Harlina, MSi Pembimbing II
PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Judul yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan April hingga Juni 2014 ini adalah Manfaat Tepung Daun Kemuning (Mllraya paniclilata [L.] Jack) dalam Menekan Infestasi Cacing Saluran Pencemaan Kambing PE.
Parasit cacing khususnya nematoda pada saluran pencemaan merupakan salah satu kendala dalam mencapai produksi susu yang optimal di iklim tropis. Modus penggunaan obat cacing menimbulkan resistensi, sebingga upaya mencegah dan menanggulanginya adalah dengan perbaikan nutrisi yang bermanfaat mempertahankan imunitas dan penggunaan herbal lokal sebagai anti-cacing. Penulis memilih daun kemuning karena terbukti telah menurunkan infeksi cacing, dan diharapkan juga dapat mengurangi kecacingan pad a temak lebih baik pada tingkat pemberian yang lebih tinggi.
Penulis menyadari bahwa dalam penulisan skipsi ini masih jauh dari kesempurnaan. Kritik, saran, dan masukan yang bersifat membangun sangat penulis harapkan demi penyempurnaan dimasa mendatang. Penulis berharap semoga skripsi ini dapat memberikan infonnasi baru dalam dunia pctemakan dan dapat bermanfaat bagi pembaca dan penulis khususnya. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.
Bogor, Mei 2015
DAFTAR TABEL
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR LAMPlRAN
PENDAHULUAN
DAFTARISI
Xli
Xli
Xli
METODE I
Bahan I
Aid 2
Lokasi dan Waktu Penelitian 3
Prosedur 3
Pemeliharaan 3
Pertambahan Bobot Badan 3
Pengambilan F eses 3
Penghitungan Telur Tiap Gram Tinja (TTGT) 3
Konsumsi Bahan Kering dan Bahan Organik 4
Kecemaan Bahan Kering dan Bahan Organik 4
Respon Fisiologis 4
Rancangan dan Analisis Data 5
pセセョ@ 5
Rancangan Percobaan 5
Peubah yang diamati 5
HASIL DAN PEMBAHASAN 5
Pengaruh Tepung Daun Kemuning terhadap Konsumsi, Kecemaan, dan
Pertambahan Bobot Badan Harian 5
Pengaruh Tepung Daun Kemuning terhadap Telur Tiap Gram Tinja (TTGT) dan Fecal Egg Count Reduction (FECR) 7
Pengaruh Tepung Daun Kemuning terhadap Respon Fisiologis (Denyut Jantung, Frekuensi Napas dan Suhu Rektal) II
SlMPULAN DAN SARAN 12
SimpuJan 12
Saran 12
DAFTARPUSTAKA 13
LAMPlRAN 16
RIWAYAT HIDUP 20
DAFTAR TABEL
I Susunan Ransum Basal (%BK) 2
2 Komposisi Nutrien Ransum (%BK) 2
3 Rataan Konsumsi Ransum, Kecemaan, PBBH Kambing PE Laktasi 6 4 Telur Tiap Gram Tinja (TTGT) Strongylid sp . 8
5 Fecal Egg Count Reduction (FECR) 8
6 Respon Fisiologis II
7 Suhu dan Kelembapan Mikroklimat Kandang 12
DAFT AR GAMBAR
I Fecal Egg Count Reduction (FECR) 2 Persamaan Regresi Perlakuan RI
3 Persamaan Regresi Perlakuan R2
DAFTAR LAMPIRAN
I Hasil analisis ragamjumlah telur cacing minggu ke-O 2 Hasil analisis ragamjumlah telur cacing minggu ke-I 3 Hasil analisis ragamjumlah telur cacing minggu ke-2 4 Hasil anal isis ragamjumlah telur cacing minggu ke-3 5 Hasil analisis ragam jumlah telur cacing minggu ke-4 6 Hasil analisis ragamjumlah telur cacing minggu ke-5 7 Hasil analisis ragam konsumsi bahan kering
8 Hasil anal isis ragam konsumsi bahan organik 9 Hasil analisis ragam kecemaan bahan kering 10 Hasil analisis ragam PBBH
II Hasil analisis ragam denyut jantung pagi 12 Hasil analisis ragam denyut jantung sore 13 Hasil analisis ragam frekuensi napas pagi 14 Hasil analisis ragam frekuensi napas sore 15 Hasil analisis ragam suhu rektal pagi 16 Hasil anal isis ragam suhu rektal sore 17 Korelasi dengan total telur cacing di feses
9
10 10
16 16 16 16 16 17 17 17 17 17
18
18
18
18
18
18
PENDAHULUAN
Populasi penduduk Indonesia yang semakin meningkat dan kesadaran terhadap pentingnya pemenuhan gizi protein hewani menyebabkan permintaan produk asal temak terus meningkat. Salah satu prod uk asal temak yang permintaannya tinggi adalah susu kambing yang berasal dari kambing perah. Oleh karena itu perlu peningkatan usaha temak kambing perah melalui peningkatan kualitas dan kuantitas pakan serta manajemen kesehatan terpadu. Di Indonesia, kambing perah yang telah banyak dipelihara adalah kambing Peranakan Etawah (PE) yang memiliki kemampuan adaptasi tinggi terhadap lingkungan tropis. Produktivitas susu kambing PE berkisar 0.5-2 L eko(lhari-1 (Sutama 20 II).
Perrnasalahan yang sering dihadapi temak ruminansia kecil yang dapat menghambat produktivitas diantaranya penyakit kecacingan. Prevalensi kecacingan pada ternak kambing dan domba di Jawa 8arat sekitar 80%, dengan derajat infestasi yang cukup tinggi terutama pada musim hujan (8eriajaya dan Stevenson 1986). Penyakit kecacingan menyebabkan menurunnya performa temak, menurunkan produktivitas susu temak kambing sebesar 6.25%-21.5% seltingga mengakibatkan kerugian ekonomi (Maichimo et at. 2004; Alberti et at. 2012; Chartier dan Hoste 1997). Penggunaan obat cacing sintetis untuk pengendalian infestasi cacing telah lama digunakan, namun penggunaan dalam jangka waktu lama dapat mengakibatkan resistensi (8eriajaya dan Ahmad 2002). Oleh karena itu perlu altematif obat cacing yang berkeIja efektif menekan kelangsungan hidup cacing, harga yang ekonomis serta aplikasi yang sederhana.
Tanaman herbal yang mengandung flavonoid, tannin dan alkaloid dapat dimanfaatkan sebagai anthelmintik, salah satunya adalah kemuning. Kemuning (Murraya paniculata [L.] Jack) termasuk kelas Magnoliopsida, ordo Geraniales, famili Rutaceae, genus Murraya. Daun kemuning telah terbukti dapat menurunkan telur cacing sebesar 29.26% pada minggu kedua pemberian tepung daun kemuning 0.7% (Winarmi 2014). Daun kemuning mengandung tannin, flavanoid, alkaloid dan triterpenoid (Harmanto 2005). Ekstrak tannin dapat memutus siklus hidup cacing nematoda saluran pencemaan dengan menghambat penetasan dan perkembangan larva infektif (Min dan Hart 2003). Flavonoid berfungsi sebagai antibakteri dan antioksidan serta dapat meningkatkan keIja sistem imun (Ralunan 2008). Limbah produksi ekstrak kurma yaitu ampas kurma banyak mengandung flavonoid (Yuniarti 2013). Penelitian ini bertujuan mempelajari efek tepung daun kemuning dalam ransurn berbasis ampas kurma terhadap kecacingan pada kambing perah Peranakan Etawah.
METODE
Bahan
hijauan dan 65% konsentrat. Ransum memiliki keseimbangan protein dan energi, dengan pemberian tepung daun kemuning dan level ampas kunna berbeda. Komposisi pakan ransum disajikan pada Tabel 1 dan kandungan nutrien ransum penelitian disajikan pada Tabel 2.
Tabel 1 Komposisi pakan (%BK)
Babanpakan Perlakuan
RO RI R2
Rumput gajah 25 .00 25.00 25.00
Pellet Indigo/era sp. 10.00 10.00 10.00
Ampas kurma 0.00 10.00 20.00
Ampas tempe 42.00 31.00 24.00
Bungkil kelapa 15.68 16.36 18.85
Premix 0.52 0.55 0.54
Dedak padi 5.23 5.45 0.00
Dicalsium phosphate 0.52 0.55 0.54
CaC03 1.05 1.09 1.08
Tepungdaun
kemuning' ) 0.00 1.00 1.00
RO: kontrol , Rl : ran sum de nga n konsentrat 10% ampas kurma + tepung daun kemuning, R2: rans um dengan ko nsentrat 20% ampas kurma -I- tepung daun kemuning; $)Tepung daun kemuning:
[image:10.601.71.469.127.317.2]1 % dari BK konsentrat.
Tabel 2 Kandungan nutrien ransum penelitian (%BK)
Kandungan Nutrien Perlakuan
RO RI R2
Berat keringl 43.84 44.61 42.46
Abu I 7.97 8.56 8.56
Lemak kasarl 5.17 5.07 4.51
Protein kasarl 14.13 13.93 13 .75
Serat kasarl 28.64 26.54 25.80
BETN2 44.08 46.24 47 .69
TDN3 57.75 59.21 59.65
RO : kontrol , Rl : ransum dengan konse ntrat 10% ampas kurma + tepung daun kemuning, R2: ransum dengan konse ntrat 20% ampas kurma + tepung daun kemuning; I Hasil analisis Laboratorium Sumberdaya Haya li dan Bioteknologi PAU IPB (2014), ' Berd asarkan perhitungan
(%)BETN = (%)BK[(%)Abu+(%)LK +(%)PK+(%)SK] , ' TON = 37.937(1.018 (SK))4.886(LK)+
0. 173(betaN)+ 1.042(pK)+0.0 15(SK)' -0.058(LK)'+0.008(SK)(beta-N)+0.11 9(LK)(beta-N)+0.038
(LK)(PK)+ 0.003(LK),(PK) (Hartadi ef al. 1980).
Alat
Peralatan yang digunakan antara lain kandang individu ternak sistem panggung yang dilengkapi tempat pakan dan minum, tennohigrometer digital, pita ukur, stetoskop, cooling box, tabung reaksi, pipet, kamar hitung McMaster, gelas, sentrifuge, saringan, mikroskop, tennometer rektal, timbangan digital kapasitas 7 Kg dan timbangan non digital kapasitas 5 Kg.
[image:10.601.73.472.368.521.2]Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian dilaksanakan di Petemakan Cordero, Ciapus, Bogor. Penghitungan Telur Tiap Gram Tinja (TTGT) dilakukan di Laboratorium Helmintologi dan Parasitologi, Departemen !lmu dan Penyakit Hewan, Fakultas Kedokteran Hewan IPB, serta uji proksimat pakan dan feses di Laboratorium Sumberdaya Hayati dan Bioteknologi, PAU, IPB . Penelitian dilaksanakan pada bulan Maret hingga Juni 2014.
Prosedur
Pemeliharaan
Induk kambing dipelihara dalam kandang individu ukuran 2 m x 1.5 m, dengan suhu 18-32.9 °C dan kelembaban 48%-99%. Pakan diberikan 3 kali sehari pada jam 06.30, 14.00, dan 16.00 WlB, sedangkan air minum Ad libitum . Konsentrat diberikan pada pagi dan siang hari, sedangkan rumput diberikan pada sore hari. Lanla penelitian selama 39 hari.
Pertambahan Bobot Badan
Pertambahan bobot bad an harian (PBBH) diperoleh dari selisih bobot badan akhir dengan bobot bad an awal. Bobot badan diperoleh melalui pendugaan Lamboume, dengan mengukur panjang badan dan lingkar dada. Pengukuran dilakukan pada pagi hari pukul 07.00-08 .00 WIB (sebelum pemberian pakan), dengan dua kali pengulangan. Rumus yang digunakan yaitu:
Robot badan (g) =
PBBH (g hari-I) =
Lingkar dada (cm)2 x Panjang badan (cm) 10840
Bobot bad an akhir (g) - Bobot badan awal (g) Lama pemeliharaan (hari)
Pengambilan Sampel Feses
x 1000
Sampel feses diambil sebelum dan sesudah perlakuan, setiap tujuh hari sekali selama lima minggu. Sampel diambil langsung dari anus sebanyak ±4 g eko(1 dan disimpan dalam cooling box untuk diperiksa di laboratorium.
Perhitungan Telur Tiap Gram Tinja (TTGT)
Telur tiap gram tinja (TTGT) dihitung menggunakan metode McMaster (Permin dan Hansen 1998). Dua gram tinja dilarutkan dalam 58 mL larutan pengapung (gula garam jenuh), lalu dihomogenkan, dibiarkan selama 30 menit dan disaring. Sebanyak 10 mL suspensi ditempatkan dalam tabung reaksi dan disentrifus dengan kecepatan 1200 rpm selama 5-7 menit. Sebayak 4 mL supematan dimasukkan ke dalam kamar hitung McMaster menggunakan pipet, dengan volume 0.15 mL per kamar McMaster. Setelah dibiarkan selama 3-5 menit, dilakukan pengamatan di bawah mikroskop dengan perbesaran 40-100x. Rumus perhitungan jumlah telur cacing tiap gram tinja (TTGT) sebagai berikut:
Keterangan : n
bt Vtotal Vhitung
n Vtotal
TIGT = -x
bt Vhitung
jumlah telur eaeing dalam kamar hitung berat tinja (g)
volume larutan pengapung + feses (mL)
volume eampuran yang dimasukkan dalam kamar hitung (mL)
Efikasi perlakuan diketahui dengan penurunan jumlah telur eaeing atau fa ecal eggs counts reduction (FECR) dengan rumus:
(K2-KI)
FECR (%) = [ K I ] x 100%
Keterangan: KI = Rataanjumlah ttgt sebelum perlakuan K2 = Rataan jumlah ttgt setelah perlakuan
Konsumsi Bahan Kering dan Bahan Organik
Kosumsi pakan dieatat setiap hari dengan menimbang jumlah yang diberikan dan sisanya, dengan rumus:
Konsumsi Pakan (g BK) = Jumlah yang diberikan (g BK) - sisa pakan (g BK) Konsumsi Pakan (g BO) = Jumlah yang diberikan (g BO) - sisa pakan (g BO)
Kecernaan Bahan Kering dan Bahan Organik
Koleksi feses dilakukan pada minggu terakhir penelitian, selama 6 hari yaitu hari ke-34 sampai ke-39. Feses yang dihasilkan selama 24 jam ditimbang, kemudian diambil 10% dari total feses sebagai sampel. Selanjutnya setiap sampel dari tiap individu ternak dikomposit. Gabungan sampel diambil subsampel feses (A) untuk analisis bahan kering dengan menggunakan rumus:
Keeernaan BK
Keeernaan BO
BK vakan yang dikonsumsi - BK feses (gl BK pakan yang dikonsumsi
BO vakan yang dikonsumsi - BO feses (g) BO pakan yang dikonsumsi
Denyut Jantung, Frekuensi Napas dan Suhu Rektal
x 100%
x 100 %
Pengukuran suhu rektal, frekuensi pemapasan (respirasi), dan frekuensi denyut jantung dilakukan dua kali sehari, yaitu pagi pada pUkul 06.00-07.30 WIB dan sore pada pukul 14.30-16.00 WIB . Pengukuran sebelum perlakuan dilal..'Ukan sebanyak tujuh kali, yaitu empat kali pagi dan tiga kali sore, sedangkan setelah perlakuan diukur selama lima hari atau sepuluh kali. Pengukuran suhu rektal menggunakan termometer klinis ke dalam rektum , frekuensi denyut jantung dihitung dengan mendengarkan denyut melalui stetoskop pada bagian dada sebelah kiri dekat jantung selama satu menit dan frekuensi pernafasan dihitung dengan eara merasakan hembusan nafas kambing pada telapak tangan selama satu menit.
Rancangan dan Analisis Data
Perlakuan
Perlakuanfeed additive dengan dosis tepung daun kemuning 1.274 g Kg-I 88-1 (I % dari bahan kering konsentrat). Obat cacing yang diberikan berupa kaplet Verm-O (Oxfendazole) produksi PT Sanbe. Pemberian obat cacing dilakukan satu kali dalam bentuk oral saat sebelum diberlakukannya dengan ransum perJakuan (minggu ke-O). Penelitian terdiri atas 3 perlakuan dengan 3 ulangan, dengan rancangan sebagai berikut:
RO=Ransum basal + Oxfendazole 5 mg Kg-I 88-1
RI =Ransum basal mengandung 10% ampas kurma+tepung daun kemuning R2=Ransum basal mengandung 20% ampas kurma+tepung daun kemuning
Rancangan Percobaan
Penelitian menggunakan Rancangan Acak Kelompok (RAK) dengan pengelompokan induk kambing PE berdasarkan produksi susu yaitu 3 perlakuan dengan 3 ulangan. Data TTGT ditransformasikan ke (In + I) agar menjadi sebaran normal. Data dianalisis dengan sidik ragam (AN OVA) menggunakan software statistical package for social science (SPSS) 16.0. Jika diperoleh perbedaan antar perlakuan dilanjutkan dengan uji Duncan. Model linear analisis ragam yaitu:
Yij= " +1'; + Jlj+ E;j
Keterangan :
Yij : Nilai pengamatan pad a perlakuan ke-i dan kelompok ke-j " : Nilai rataan umum
Ti : Pengaruh perlakuan ke-i pj , Pengaruh kelompok ke-j
E;j : Error perJakuan ke-i dan kelompok ke-j
Peubah yang Diamati
Peubah yang diamati pada penelitian ini adalah TTGT, performa ternak (konsumsi pakan, kecernaan pakan dan pertambahan bobot badan harian), dan respon fisiologis ternak (denyut jantung, frekuensi napas, dan suhu rektal).
HASIL DAN PEMBAHASAN
Pengaruh 1'epung Daun Kemuning terhadap Konsumsi, Kecernaan, dan Pertambahan Bobot Badan Harian (PBBH)
Konsumsi pakan merupakan faktor yang menentukan agar produksi optimal. Konsumsi dari tiga jenis ransum perlakuan disajikan pada Tabel 3. Tidak terdapat perbedaan yang nyata pada tingkat konsumsi berat kering dan berat organik terhadap penambahan tepung daun kemuning dalam ransum berbasis ampas kurma, meskipun ada kecenderungan konsumsi lebih tinggi pada kelompok yang tanpa pemberian tepung daun kemuning. Persentase konsumsi bahan kering
terhadap bobot badan pada penelitian ini sebesar 3.2 % dengan RO (3.7%); RI (3 .2%); dan R2 (2.7%). Zakaria (2012) dan Winami (2014) pada petemakan yang sarna, melaporkan bahwa konsumsi bahan kering sebesar 2.64 % dan 3.3%. NRC (2007) menyatakan kebutuhan bahan kering kambing laktasi 2.8%-4.6%. Hal ini mengindikasikan bahwa konsumsi bahan kering dan bahan organik ransurn karnbing PE tidak terganggu oleh adanya penyakit kecacingan. Faktor lainnya yang dapat mempengaruhi konsumsi pakan yaitu jenis dan kualitas ransum, bentuk partikel pakan, kesehatan temak, bobot badan, dan tingkat produksi temak.
Tabel 3 Rataan konsumsi pakan, kecemaan dan PBBH karnbing PE laktasi
Parameter Perlakuan
RO RI R2
Konsumsi BK
2 142±430 I 755±295 1 563±375 (geko(l hari·')
Konsumsi BO
1 751 ±384 1 553±260 1 384±326 (geko(l hari-')
Kecemaan BK (%) 75.52±6.30 75.03±4.86 76.41 ±6.40 Kecemaan BO (%) 77.40±5.63 76.76±4.87 77.52±6.57 PBBH (g eko(lhari-l) I 00.40± 192. 73 -7.50±16\.44 43 .88±127.79
RO : kontrol , Rl : ransum dengan konsentrat 10 % ampas kunna + tepung daun kemuning, R2:
ransum dengan konsentrat 20 % ampa s kunna + tepun g daun kemuning; BK : bahan kering, 8 0 : bah an organik , PBBH : pertambahan bobo! badan harian.
Kecemaan merupakan bagian makanan yang tidak diekskresikan melalui feses karena zat tersebut diserap oleh temak. Kecemaan bahan kering dan bahan organik ransum disajikan pada Tabel 3. Hasil analisis kecemaan ransum bahan kering dan bahan organik tidak menunjukkan perbedaan yang nyata (P>0.05) antar perlal-.:uan. Dengan demikian, penyertaan tepung daun kemuning dalarn ransum berbasis arnpas kunna tidak menurunkan kecemaan ransum. Kecemaan bahan kering dan bahan organik ransum dengan arnpas kurma 10% dan 20% secara in vitro yaitu 64.64% dan 67.81 %, sedangkan kecemaan bahan organik 63 .26 % dan 61.80 % (Yuniarti 2013). Perbedaan ini disebabkan pengaruh carnpuran pakan lain dalam ransum serta kondisi temak. Sukmawati et al. (2013) melaporkan kecemaan bahan kering karnbing PE laktasi pertarna yang diberi pakan complete rumen modifier (CRM) dan Calliandra calothy rus sebesar 58.80/0-65.0% dan kecernaan bahan organik 6\.6%-67.4%. Hal
,m
mengindikasikan bahwa kecernaan bahan kering dan bahan organik ransum karnbing PE tidak terganggu oleh adanya penyakit kecacingan. Kecemaan bahan kering yang tinggi dapat meningkatkan penyerapan bahan organik karena sebagian besar komponen bahan kering adalah bahan organik, dan semakin banyak zat-zat makanan yang dapat digunakan untuk memenuhi kebutuhan hidup pokok dan berproduksi (Aurora 1989).Pertarnbahan bobot badan sangat dipengaruhi oleh konsumsi pakan dan kondisi fisiologis temak. Rataan pertarnbahan bobot badan harian disajikan pada Tabel 3. Hasil analisis sidik ragarn didapatkan ketiga perlakuan tidak memberikan perbedaan yang nyata pada pertarnbahan bobot badan harian. Retensi energi metabolis yang positif mengakibatkan temak dapat memanfaatkan ketersediaan
energi untuk tujuan produksi seperti susu dan pertambahan bobot badan, namun RI mengalami penurunan bobot badan sebesar 7.5 g hari-l Kelompok RI terinfeksi cacing Trichuris sp. derajat sedang, yang pada salah satu ulangannya mencapai nilai TTGT 2100. WHO menetapkan bahwa infestasi cacing derajat ringan bilaT TGT 1-999, derajat sedang bila TTGT 1000--9999, dan derajat berat bila TTGT 2:10000 (Montresor et al. 1998). Pada temak yang terinfeksi cacing tersebut tidak menghambat PBB, karena hanya Trichuris sp. pada infeksi berat yang dapat menyebabkan diare, subakut typhlocolitis dan illthrift (Hutchinson 2009). Penurunan bobot badan tersebut disebabkan untuk persistensi produksi susu mengingat kambing PE berada di bulan laktasi ke-3. Puncak produksi dapat dicapai pada minggu ke-2 dan ke-3 laktasi (S ubhagiana 1998; Adriani 2003). Pemberian ransurn mengandung amp as kurma dapat meningkatkan persistensi produksi susu (Yuniarti 2015) yang berdampak terjadinya penurunan bobot badan temak.
Hasil uji korelasi menunjukan bahwa tidak terdapat korelasi yang nyata (P>0.05) antara konsumsi dengan nilai TTGT (r = 0.124), kecemaan dengan nilai TTGT (r = -0.387), dan pertambahan bobot badan harian dengan nilai TTGT (r =
0.17). Hal ini mengindikasikan bahwa temak masih mampu mentolerir derajat infestasi cacing ringan pada cacing Strongylid sp. dan derajat sedang pada cacing Trichuris sp.
Respon temak berupa rataan konsumsi pakan, kecemaan dan PBBH terhadap adanya infeksi cacing alami tidak begitu buruk. Hal ini kemungkinan disebabkan adanya campuran ampas kurma dalam ransurn. Arnpas kurma dapat memperbaiki metabolisme temak sehingga adanya infestasi cacing tidak menurunkan performa temak.
Pengaruh Tepung Daun Kemuning terhadap Telur Tiap Gram Tinja (TTGT) dan Fecal Egg Count Reduction (FECR)
Anthelmintik merupakan senyawa kimia yang dapat menghancurkan dan mengeluarkan cacing dari saluran pencernaan atau organ tubuh inang (Permin et al. 1998). Efektifitas anthelmintik dapat dianalisis melalui jumlah telur tiap gram tinja. Selain itu dapat diperkirakan derajat kecacingan pada temak maupun jumlah cacing dewasa yang berpotensi menghasilkan telur cacing lebih banyak (Kusumarnihardja 1992).
Pada pemeriksaan TTGT sampel feses kambing PE ditemukan dua jenis telur cacing nematoda, yaitu kelompok Strongylid ordo Strongylida pada kambing kelompok RO, Rl dan R2, dan jenis Trichuris sp. pada kambing ke1ompok Rl. Pengaruh pemberian anthelmintik dan tepung daun kemuning terhadap TTGT disajikan pada Tabel 4.
Hasil uji sidik ragam menunjukkan tidak terdapat perbedaan TTGT yang nyata pada pemberian anthelmintik maupun tepung daun kemuning. Pemberian anthelrnintik pada kontrol menurunkan nilai TTGT dari minggu ke-2 hingga tidak ditemukan telur sama sekali pada minggu ke-4 dan ke-5. Pemberian tepung daun kemuning pada kambing RI dan R2 barn dapat menurunkan nilai TTGT pada minggu ke-4 dan ke-5.
Tabel4 Telur tiap gram tinja (TTOT) cacing Strongylid sp. selama lima minggu (In+x) pada pemberian Oxfendazole dan tepung daun kemuning
Minggu ke- Perlakuan
RO Rl R2
0 4.702±0.549 2.969±2.594 1.828±3.167 1 3.304±2.984 5.340±0.720 5.569± l.l 02 2 1.599±2.769 4.971 ±O. 771 3.237±2.824 3 l.370±2.373 5.043±0.546 3.199±2.854 4 O.OOO±O.OOO 1.784±3.090 3.885±0.391 5 O.OOO±O.OOO 1.673±2.897 1.145± 1.983
RO: kontroi , Rl: rans um dengan konsentrat 10% ampas kurma + tepung daun kemuning. R2:
ransum dengan konsentrat 20% ampas kurma + tepung daun kemuning.
[image:16.606.65.479.76.206.2]Untuk mengetahui efektifitas penggunaan anthelmintik pada temak, dilakukan perhitungan reduksi telur cacing (FECR). Reduksi telur cacing tiap minggu selama penelitian pada pemberian antelmentik Oxfendazole dan tepung daun kemuning dan ampas kurma ditampilkan pad a Tabel 5 dan Oambar I.
Tabel 5 Fecal egg count reduction (FECR) cacing Strongylid sp. selan1a 5 minggu pada pemberian Oxfendazole dan tepung daun kemuning
Minggu
ke-1 2 3
4
5
Perlakuan
RO RI R2
.. ... ... .. ... . ... (%) ... . .
-29.72 79.87 204.59
-66.00 -70.86 -100.00 -100.00
67,44 69.88 -39.91 -43.67
77.02 74.95 112.51 -37.39
RO : kontrol . Rl: rans um dengan 10% ampas kurma + tepung daun kemuning. R2: ransum dengan 20% ampas kurma + tepung daun kemuning.
Nilai fecal egg count reduction (FECR) negatif artinya teIjadi penurunan nilai TTOT dari sebelum perlakuan, sedangkan positif mengindikasikan teIjadinya peningkatan nilai TTOT dari sebelum perlakuan. Dari nilai FECR pada Tabel 5 dan Oambar 1 dapat diketahui bahwa pemberian anthelmintik Oxfendazole sangat efektif, karena nilai TrOT terus menurun drastis, hingga tidak ditemukan lagi telur cacing pada minggu ke-4 dan ke-5 atau mengalami reduksi 100%. Kemuning merupakan tanaman herbal yang berkhasiat mengobati berbagai penyakit (Bermawie 2003). Pemberian daun kemuning juga dapat mereduksi nilai TTOT, namun penurunan nilai tersebut teIjadi secara bertahap. Pada kelompok RI reduksi mulai teIjadi pada minggu ke-4 sebesar 39.91 %, sedangkan pada R2 reduksi teIjadi pad a minggu ke-5 sebesar 37.39%.
6.0
g
5.0"
4.0='
3.0
-r:
"
2.0'"
セ@..
1.0=
..
0.0
;-0 1 2 3 4 6
セjidァァu@
Ke"-Oambar 1 Fecal egg counl reduclion (FECR) cacing Sirongylid sp. selama S minggu pada pemberian tepung daun kemuning.-+- RO,-.- RI , - A-R2.
Oxfendazole (OXF) adalah anthelmintik yang memiliki aktivitas spektrum luas terhadap larva nematoda, cestoda dan lung-worms di banyak spesies hewan (Pondja el al. 2012). Berdasarkan farmakologinya, jenis benzimidazole ini diketahui menyebabkan disrupsi mikrotubulus sel pencemaan larva (Sangster dan Oill 1999). Benzimidazole dilepaskan dalam darah dengan bekelja Olenghambat aktivitas tubulin sel pencemaan nematoda, sehingga mencegah penyerapan glukosa. Akibatnya, teljadi gangguan produksi A TP sehingga kadar energi tidak mencukupi yang akhirnya meyebabkan parasit tidak dapat hidup (SCOPS 2012).
Persamaan regresi dengan trend polinomial dilakukan untuk memprediksi waktu yang dibutuhkan nilai ttgt mendekati O. Hubungan antara waktu dan nilai TIOT untuk RI dan R2 disajikan pada Oambar 2 dan 3. Berdasarkan persamaan tersebut, didapatkan bahwa reduksi TIOT pada RI dan R2 mendekati
o
Olasing-masing pada hari ke-38 dan ke-40 pemberian tepung daun kemuning.Reduksi TIOT telur cacingjenis Trichuris sp.yang ditemukan hanya pada RI berlangsung drastis, yakni dari 700 menjadi 60 pada minggu ke-2 pemberian tepung daun kemuning. Dengan kata lain FECR Trichuris sp. sebesar 91.43%, yang artinya teljadi penurunan nilai TIOT sebesar 91.43% dari sebelum perlakuan. Nilai TIOT kemudian cenderung statis hingga minggu ke-4. Selanjutnya FECR Trichuris sp. menurun hingga tidak ditemukan telur cacing pada minggu ke-S. Hal ini kemungkinkan disebabkan oleh pengaruh pemberian tepung daun kemuning yang mampu menekan perkembangan cacing, sehingga tidak sempat bereproduksi. Tepung daun kemuning bekelja lebih baik dalam menekan TIOT telur cacing Trichuris sp. dibandingkan cacing Strongylid sp. Faktor yang mempengaruhi TIOT antara lain stadium perkembangan parasit, fekunditas cacing betina, perbandingan cacing jantan-betina, respon kekebalan dan pengalaman infeksi (Permin dan Hansen 1998; Tizzard 1988).
6.0
5.0
セ@ p .O
,. t;
セイ L@_ ,"".0
セM
1.0
0.0
o 10 20
セャiョァァオ@ K.·
30
Gambar 2 Persamaan regresi FECR ( .) R I cacing Strongylid sp. selarna 5 minggu pada pemberian tepung daun kemuning. 6.0 • ;; ;- 1.0 0.0 o
\. = ·OJ1074x' - O.1246x -RNUセ@ L
Rl = 0.4893
10 20
1I1ngguK •.
30 10
Gambar 3 Persamaan regresi FECR (.) R2 cacing Slrongylid sp. selama 5 minggu pada pemberian tepung daun kemuning.
Daun kemuning memiliki kadar senyawa aktif terbanyak yakni tanin, kurnarin, flavonoid, dan alkaloid yang memiliki aktifitas anthelmintik. Daun kemuning memiliki 13 jenis kurnarin dari 39 jenis kurnarin dalarn tanaman kemuning, 10 jenis flavanoid dari 20 jenis flavonoid dalarn tanaman kemuning, dan jenis alkaloid yuehchuken (Ng et al. 2012). Kandungan senyawa phenol dan flavonoid dalam ekstrak methanol adalah 53 mg Kg"1 dan 41.92 mg Kg"1 (Vagashiya et al. 2011).
Tanin mampu menghambat penetasan telur cacing dan perkembangan larva infektif dengan menurunkan ketersediaan nutrien untuk pertumbuhan larva infektif (Min dan Hart 2003). Tanin memiliki efek anthelmintik dengan earn mengganggu reaksi fosforilasi oksidatif atau mengikat protein bebas dalam saluran pencernaan tubuh inang atau glikoprotein pada kutikula parasit (Gulnaz dan Salvitha 2013). Aktivitas ini dapat mengganggu metabolisme dan homeostasis pada tubuh cacing dan akhirnya cacing akan mati akibat kekurangan ATP .. Permukaan nematoda mengandung banyak matriks kolagen ekstraselur (ECM) berfungsi sebagai perlindungan kutikula yang membentuk exoskeleton, dan sangat penting untuk kelangsungan hidup (Page dan Winter 2003). Tanin reaktif dengan matriks kolagen menyebabkam hilangnya fleksibilitas, oleh karenanya cacing tidak bergerak dan non-fungsional yang menyebabkan kelurnpuhan diikuti oleh kematian (Gulnaz dan Savitha 2013). Ekstrak condensed tannin hijauan (400 Ilg C'r mL"I) mampu menghambat penetasan telur dan perkembangan larva nematoda 87%-100%, serta menurunkan motilitas larva 21 %-39% (Molan et al. 2002).
Senyawa aktif kurnarin diduga memiliki mekanisme sebagai aktivitas antelmintik dapat mengikat protein bebas atau glikoprotein kutikula parasit dan menyebabkan kematian (Gulnaz dan Salvitha 2013). Alkaloid merupakan senyawa yang bersifat basa dan dapat mengganggu keseimbangan elektrolit dalam tubuh cacing yang menyebabkan cacing kehilangan koordinasi saraf (Agung et al. 2014). Flavanoid mampu menghambat penetasan telur dan perkembangan larva nematoda (Molan et al. 2003). Flavanoid dapat bertindak sebagai imunostimulator
[image:18.599.63.465.55.316.2]yaitu meningkatkan respon tubuh hospes terhadap parasit mekanisme peningkatan konsentrasi IgG akibatnya eosinofil dapat melekat optimal pada cacing melalui IgE, kemudian eosinofil mengalarni degranulasi dan melepaskan isi granul ke tegumen mengakibatkan rusaknya dinding tegumen karena kerja granul eosinofil (Roitt 2002; Ridwan 2009).
Pengaruh Tepung Daun Kemuning dan Kondisi Mikroklimat terhadap Respon fisio logis kambing PE
Respon fisiologis temak merupakan tanggapan terhadap berbagai macarn faktor lingkungan temak tersebut. Respon fisiologis dapat diketahui dengan mengukur suhu tubuh, frekuensi napas dan denyut jantung. Respon fisiologis karnbing PE penelitian disajikan pada Tabel 6.
Tabel6 Respon fisiologis (denyut jantung, frekuensi napas, suhu rektal) kambing PE sebelum dan sesudah perlakuan.
Parameter Waktu Perlakuan
RO RI R2
Denyut jantung Pagi 8l.l I±8 .68 87.54±I4.16 83.59±9.29
(kali menif') Sore 92.99± I 0.67 102.11±15.65 94.24± 1 l.l4 Frekuensi napas Pagi 27.27±6.99 32.23± 1 0.25 30.93± 13.82 (kali menir') Sore 41.22±12.14 52.99±11.49 43.82±11.36 Suhu rektal Pagi 38.62±0.20 38.67±0.18 38.58±0.19
COC)
Sore 39.01±0.18 39.11±0.19 39.01±0.27RO: kontrol , Rl : ransum dengan 10 % ampas kurma + tepung daun kemuning, R2: ransum dengan
20 % ampas kurma + tepung daun kemuning
Respon fisiologis karnbing PE berupa denyut jantung 81.11-102 kali menir' , frekuensi napas 27.27-52.99 kali menir' dan suhu rektal 38.58 °C-39.11 °C. Qiston dan Suharti (2005) melaporkan bahwa respon fisiologis karnbing PE yang diberi naungan yaitu denyut jantung 86.6 kali menif', frekuensi napas 67.6 kali menit -, dan suhu rektal 38.7 °C. Rataan denyut jantung karnbing dewasa 67-95 kali menir' , suhu rektal 38.5 °C-40 °c dan frekuensi napas 15-30 kali menir' (Yusuf2007; Harnzaoui 2013).
Hasil analisis sidik ragarn menunjukkan bahwa respon fisiologis perlakuan pemberian tepung daun kemuning dalarn ransum berbasis arnpas kurma (Rl dan R2) dengan kontrol (RO) tidak berbeda nyata. Dengan demikian pemberian ransum perlakuan tidak mempengaruhi respon fisiologis temak. Respon fisiologis sore hari pada semua kelompok temak lebih tinggi dibandingkan dengan standar, yang diduga disebabkan oleh pengaruh mikroklirnat. Berikut ini dalam Tabel 7 disajikan rataan suhu dan kelembapan mikroklimat kandang.
Waktu 06.00 08.00 IS .OO 17.00
Tabel 7 Rataan suhu dan kelembapan mikroklimat kandang
20.70±1.49 23.SO±1.02 26 .90±1.96 2S .00±0.93
Kelembapan (%) 99.00±0.00 97.00±S.86 77.70±S.20 89.10±3.48
Kondisi lingkungan yang nyaman (thermoneutral zone) akan mendukung kelangsungan rudup temak secara efisien. Wiliamson dan Payne (1993) menyatakan kondisi mikroklimat optimum di wilayah tropis adalah suhu 18-21
°c
dan kelembapan SOo/0-60%. Suhu mikroklimat kandang, selama 39 hari pemeliharaan, yaitu 18-32.9°c
dan kelembapannya 480/0-99%. Kondisi di atas mikroklimat yang optimum ini dapat mempengaruhi respon fisiologis temak untuk menyeimbangkan panas tubuh. Suhu mikroklimat sore hari lebih tinggi dan kelembapannya lebih rendah dibanding dengan suhu dan kelembapan pagi hari. Kondisi tersebut mengakibatkan respon fisiologis temak pada sore hari meningkat, yaitu denyut jantung, frekuensi respirasi dan suhu rektal kambing PE.SIMP ULAN
DAN SARAN
Simpulan
Secara statistik tidak terdapat perbedaan yang nyata pada reduksi TIGT, performa dan respon fisiologis temak antara pemberian tepung daun kemuning dalam ransum berbasis ampas kurma level 10% dan 20% dengan obat cacing Oxfendazole. Hal ini menunjukkan tepung daun kemuning memiliki potensi sebagai anthelmintik. Daun kcmuning dapat digunakan sebagai altematif obat cacing karena mengandung senyawa aktif flavonoid, alkaloid, dan tannin. Tepung daun kemuning bekeIja lebih baik dalam menekan perkembangan telur cacing Trichuris sp. dibanding Strongylid sp.
Saran
Perlu dilakukan pengujian lanjut terhadap pemanfaatan tepung daun kemuning sebagai anthelmintik dalam ransum berbentuk pellet, wafer dan biskuit dengan berbasis infeksi buatan serta pelindungan terhadap senyawa aktif daun kemuning.
DAFfAR PUSTAKA
Adriani. 2003 . Optimalisasi Produksi Anak dan Susu Kambing Peranakan Etawah dengan Superovulasi dan Suplementasi Seng. [Oisertasi]. Bogor (ID) : Institut Pertanian Bogor.
Agung M, Bili B, Samsuri, Ida BMO. 2014. Vermisidal dan ovisidal ekstrak daun pepaya terhadap cacing Ascaris Sllum secara In Vitro. Indonesia Medicus
Veterinus 3(2): 84-91.
Alberti EJ, Zanzani SA, Ferrari N, Bruni G, Manfredi MT. 2012. Effects of gastrointestinal nematodes on milk productivity in three dairy goat breeds. Small Rumin. Res. 106 : 12-17.
Arora SP. 1986. Pencernaan Mikroba pada Rumen. Yogyakarta (10): UGM Pr. Beriajaya R, Ahmad Z. 2002. Pengurangan Larva Cacing Haemonchus contortus
oleh Konidia Kapang Trichoderma sp. secara in vitro. Bogor (10) : Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan Bogor. HIm 398-401 .
Beriajaya, Stevenson P. 1986. Reduced Productivity In Small Ruminant In Indonesia as a Result Of Gastrointestinal Nematode Infections. Oi dalam : Jainudeen MR, Mahyuddin M, and Huhn JE, editor. In Livestock Production alld Diseases In The Tropics. 1986 Agustus 18-22; Kuala lumpur, Malaysia. Kuala lumpur (MY): Conference Institute Tropical Veterinary Medicine. HIm 28-30.
Bermawie N dan Natalini NK. 2003. Penyimpanan in vitro tanaman obat potensial. JPT TRO. 15(1): 51-60.
Chartier C, Hoste H. 1997. Response to challenge infection with Haemonchus cOlltortus and Trichostrongylus colubriformis in dairy goats, differences between high and low-producers . .! Vet. Paras ito I. 73 : 267-276.
Gulnaz AR, Savitha G. 2013. Evaluation of anthelmintic activity of different leaf and stem extract of Sida cordata burm.F . Int. J. Curro Microbiol. App. Sci 2(11): 247-255.
Hamzaoui S, Salama AAK, Such X, Caja G. 2013. Physiological responses and lactational performances of late-lactation dairy goats under heat stress conditions. J. Dairy Sci. 96 :1-11.
Harmanto . 2005 . Mengusir Kolesterol Bersama Mahkota Dewa. Ed ke-I.Jakarta (10): Agromedia Pustaka.
Hartadi H, S Reksohadiprodjo, S Lebdosukojo, AD Tillman. 1980. Tabel-tabel dari Komposisi Bahan Makanan Ternak untuk Indonesia. Yogyakarta (10): Gajah Mada University Pr.
Hutchinson WG. 2009. Nematode Parasites oj Small Ruminants, Camelids and Cattle. Diagnosis with Emphasis on Anthelmintic Efficacy and Resistance Testing. Menagle (AU): Agriculture Institut New South Wales Pr.
Kusurnamihardja S. 1992. Parasit dan Parasitosis pada Ternak dan Hewan Piaraan di Indonesia. Bogor (ID): Pusat Antar Universitas Bioteknologi IPB.
Maichimo MW, Kagira JM, Walker T. 2004. The point prevalence of gastrointestinal parasites in calve, sheep and goats in magadi division, south-western kenya the onderstepoort. J. Vet. Res. 71: 257 - 261.
Min BRD, Hart SP. 2003. Tanins for suppresion ofintemal parasites. J. Anim. Sci. 81: 102-109.
Molan AL, Waghorn GC, McNabb WC. 2002. The impact of condensed tannins on egg hatching and larval development of Trichostrongylus colubriformis in vitro. Vet. Rec. 150:65--69.
Montresor A, Crompton DWT, Hall A, Bundyand DAP, Savioli L. 1998. Transmitted Helminthiasis and Schistosomiasis at Community Level. [diunduh pada 5 Januari 2015]. Tersedia pada: Who/C td/Sip/98.1.
Ng MK, Abdulhadi NY, Cheah YK, Yeap SK, Alitheen NB. 2012. Bioactivity Studies and Chemical Constituents of Murraya paniculata (Linn) Jack. IFRJ 19(4):1307-1312.
[NRC] National Research Council. 2007 . Nutrient Requirements of Small Ruminant. Washington (US): National Academy Pr.
Page AP, Winter AD. 2003. Enzymes involved in the biogensis of the nematode cuticle. Adv. Parasitol. 53: 85-148.
Permin A, Nansen P, Bisgaard M, Frandsen, Pearman M. 1998. Studies on
ascaridia galli in chickens kept at different stocking rates. J Avi. Pathol. 27:
382-389.
Pondja A, Mlangwa J, Afonso S, Neves L, Fafetine J, Willingham AL, Thamsborg SM, Johansen MY. 2012. Use of oxfendazole to control porcine cysticercosis in a high-endemic area of mozambique. J. PloS. Negl. Trop. Dis. 6(5): 1-5 . doi: 10.137I1joumal.pntd.OOOI651.
Qisthon A, Suharti S. 2005. Pengaruh naungan terhadap respon termoregulasi dan produktivitas kambing peranakan etawah . Med. Pet. 7:505-502.
Rahman MF. 2008. Potensi Antibakteri Ekstrak Daun Pepaya pada Ikan Gurami yang Diinfeksi Bakteri Aeromonas hydrophila. [Sktipsi]. Bogor (IO): Institut Pertanian Bogor.
Ridwan Y, Satrija F, Darusman LK, Handharyani E.2009. Efektivitas anti cestoda ekstrak daun miana (Coleus blumei Bent) terhadap cacll1g
Hymenolepis microstoma pada meneil. Med. Pet. 33(1): 6-11.
Roitt IM. 2002 . Immunologi; Essential Immunology. Jakarta (IO) : Widya Medika.
SCOPS [Sustainable Control of Parasites in Sheep] .2012.Technical Manual for Veterinary Surgeons and Ardvisers. [diunduh pada 5 Januari 2015]. Tersedia pada archive.defra.gov.uklfoodfarmlfarmanimalldiseaseslcon-trolldocu ments/scops-technical-manual-0903.pdf.
Shahidi F, Naczk M . 1995. Food Phenolics. Lancester (GB): Technomic pub.Co. Subhagiana, IW. 1998. Keadaan Konsentrasi Progesteron dan Estradiol Selama
Kebuntingan, Bobot Lahir dan Jumlah Anak pada Kambing Peranakan Etawah pada Tingkat Produksi Susu yang Berbeda. [Tesis]. Bogor (IO) : Institut Pertanian Bogor.
Sukmawati NMS, Permana IG, Thalib A, Kompiang S. 2011. Pengaruh complete rumen modifier dan Calliandra calothyrus terhadap produktivitas gas metan enterik pad a kambing perah PE. JITV. 16(3): 173-183.
Sutama, IK.. 2011. Innovation technology in reproduction for the development of local dairy goats. Pengembangan Inovasi Pertanian 4 (3): 231-246 .
Tizzard 1988. Pengantar Immunologi Veteriner. Surabaya (IO): Airlangga Univ Pr.
14
---Vaghasiya Y, Dave R, Chanda S. 2011. Phytochemical analysis of some medical plants from western region of india. Res. J. Med. Plant. 5 (5): 567-576. Wiliamson, J, Payne WJA.1993. Pengantar Peternakan di Daerah Topis.
Yogyakarta (ID): Gadjah Mada Univ Pro
Winami A. 2014. Pemberian Tepung Daun Saga Rambat dan Kemuning terhadap Kecacingan pada Kambing Peranakan Etawah Laktasi . [Skripsi]. Bogor (10): Institut Pertanian Bogor.
Yoesoef MK. 2007. Physiology Stress in Livestock. Florida (US): CRC Pro
Yuniarti E. 2013. Pola Fermentabilitas dan Kecemaan In Vitro Ransum Kambing Perah Yang Mengandung Ampas Kurma. [Skripsi]. Bogor (10): Institut Pertanian Bogor.
Yuniarti E. Produktivitas dan Partisipasi Energi kambing Perah Laktasi dengan Pemanfaatan Ampas Kurma dalam Ransum. [Disertasi]. Bogor (IO): Institut Pertanian Bogor.
Zakaria F. 2012. Pengaruh Daun Torbangun dan Daun Katuk pada Ransum Kambing PE Laktasi terhadap Kuantitas dan Kualitas Susu [Skripsi]. Bogor (IO): Institut Pertanian Bogor.
Lampiran 1 Hasil anal isis ragam jumlah telur cacing minggu ke-O
SK JK db KT F P
Perlakuan 12.560 2 6.280 0.737
Kelompok 0.018 2 0.009 0.001
Galat 12.560 2 6.280 0.737
Total 46.677 8
JK : jarak kuadrat; db : derajat bebas; KT : kuadrat tengah
Lampiran 2 Hasil anal isis ragam jumlah telur cacing minggu ke-I
SK JK db KT F
Perlakuan Kelompok Galat Total 9.324 8.594 12.679 30.598 2 2 4 8 4.662 4.297 3.170 1.471 1.356
Lampiran 3 Hasil analisis ragam jumlah telur cacing minggu ke-2
SK JK db KT F
Perlakuan 20.238 2 10.119 3.896
Kelompok 17.764 2 8.882 3.420
Galat 10.388 4 2.597
Total 48.391 8
Lampiran 4 Hasil anal isis ragam jumlah telur cacing minggu ke-3
SK JK db KT F
Perlakuan 20.238 2 10.1 19 3.896
Kelompok 17.764 2 8.882 3.420
Galat 10.388 4 2.597
Total 48.391 8
Lampiran 5 Hasil analisis ragam jumlah telur cacing rninggu ke-4
SK JK db KT F
Perlakuan 4.386 2 2.193 1.000
Kelompok 15.872 2 7.936 3.619
Galat 8.772 4 2.193
Total 29.029 8
Lampiran 6 Hasil analisis ragam jumlah telur cacing minggu ke-5
SK JK db KT F P
Perlakuan 4.529 2 2.264 1.476 0.331
Kelompok Galat Total 2.092 6.136 12.757 2 4 8 1.046 1.534
Lampiran 7 Hasil analisis ragam konsumsi bah an kering
SK JK db KT
Perlakuan 521065.370 2 260532.685
Kelompok 257043.237 2 128521.618
Galat 291301.192 4 72825.298
Total 1069409.798 8 1069409.798
Lampiran 8 Hasil analisis ragam konsumsi bahan organik
SK JK db KT
Perlakuan 446244 .634 2 223122.317
Kelompok 163882.152 2 81941.076
Galat 199850.525 4 49962.631
Total 809977.311 8
Lampiran 9 Hasil analisis ragam kecemaan bahan kering
SK JK db KT
Perlakuan 59.540 2 29.770
Kelompok 13.984 2 6.992
Galat Total 45.891 119.414 4 8 11.473 0.682 F 3.578 1.765 F 4.466 1.640 F 2.595 0.609 0.556 P .129 .282 P .096 .302 P 0.189 0.587
Lampiran 10 Hasil analisis ragam pertambahan bobot badan harian (PSSH)
SK セ@ セ@ IT F P
Lampiran II Hasil analisa ragam denyut jantung pagi
SK JK db KT F P
Perlakuan 63.157 2 31.579 .778 .5 18
Kelompok 83.549 2 41.775 1.029 .436
Galat 162.454 4 40.614
Total 309.161 8
Lampiran 12 Hasil analisa ragam denyut jantung sore
SK JK db KT F P
Perlakuan 146.516 2 73.258 1.559 .316
Kelompok 12.602 2 6.301 .134 .878
Galat 188.006 4 47.002
Total 347.124 8
Lampiran 13 Hasil analisa ragam frekuensi napas pagi
SK JK db KT F P
Perlakuan 39.671 2 19.836 .874 .484
Kelompok 101.618 2 50.809 2.238 .223
Galat 90.814 4 22.703
Total 232.103 8 232 .103
Lampiran 14 Hasil analisa ragam frekuensi napas sore
SK JK db KT F P
Perlakuan 229.330 2 114.665 3.290 .143 Kelompok 147.349 2 73.675 2.114 .236
Galat 139.428 4 34.857
Total 516.108 8
Lampiran 15 Hasil analisa ragam suhu rektal pagi
SK JK db KT F P
Perlakuan .012 2 .006 .683 .556
Kelompok .008 2 .004 .474 .654
Galat .036 4 .009
Total .056 8
Lampiran 16 Hasil analisa ragam suhu rektal sore
SK JK db KT F P
Perlakuan .023 2 .011 .440 .672
Kelompok .022 2 .Oll .424 .681
Galat .104 4 .026
Lampiran 17 Korelasi dengan total telur cacing dalam feses
Parameter Korelasi P
Konsumsi 0.124 0.75
Kecemaan -0.387 0.304
PBBH 0.017 0.97
Konsumsi Metabolisme 0.116 0.767 NS: Nonsigniftkan
RIWAYAT
"IOUP
Penulis dilahirkan di Medan pada tanggal 5 Agustus 1993. Penulis merupakan anak ketiga dari pasangan Bapak Paimin Sitorus dan Ibu Senti Situmorang. Penulis menempuh pendidikan dasar di SON 02 Jatisampurna Bekasi 1999-2003, SON Cilangkap 03 Jakarta Timur pada tahun 2003-2005. Pendidikan dilanjutkan di SMPN 230 Jakarta pada tahun 2005-2008. Pendidikan lanjutan menengah atas di SMAN 58 Jakarta pada tahun 2008-2011 .
Penulis diterima di [PB melalui jalur Seleksi Nasional
Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN) pada tahun 2011 dan diterima di Program Studi Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan, FakuItas Peternakan IPB. Penulis merupakan penerima beasiswa Peningkatan Prestasi Akademik (PPA) peri ode 2013-2015. Penulis aktif di organisasi kemahasiswaan BEM (Badan Eksekutif Mahasiswa) O' aerion 2012-2013 dan O'griphion 2013-2014 serta PMK (Persekutuan Mahasiswa Kristen) 2012-2013. Penulis pemah mengikuti magang di Laboratorium Nutrisi Temak Perah 2014 dan PT Sierad Produce 2015. Penulis juga pemah sebagai asisten dosen Metode Statistika tahun 2014.
UCAP AN
TERIMA
KASIH
Terima kasih penulis sampaikan kepada Direktorat lendral Pendidikan Tinggi selaku pemberi beasiswa Peningkatan Prestasi Akademik (PPA) dan Bantuan Operasional Perguruan Tinggi Negeri (BOPTN) Biofarmaka LPPM-IPB (2014) yang telah mendanai penelitian ini yang diketuai oleh Dr Ir Owierra Evvyernie, MS, MSc. Terima kasih juga penulis ucapkan kepada Dr Ir Owierra Evvyemie, MS, MSc dan Ibu Dr drh Eva Harlina, MSi selaku pembimbing skripsi, seIaku dosen pembahas seminar Dr Ir Rita Mutia MAgr dan panitia seminar Dr Ir Widya Herrnana MSi pada tanggal23 Oesember 2014. Terimakasih kepada Dr Ir Asep Sudarman, MRurSc dan Dr Ir Afton Atabany, MSi selaku dosen penguji sidang pada tanggal 13 April 2015. Penghargaan penulis sampaikan kepada karyawan petemakan Cordero Farm, Ciapus, Bogor serta staf Laboratorium Heirnintologi dan Laboratorium Fisiologi, Fakullas Kedokteran Hewan IPB yang telah membantu pelaksanaan kegiatan penelitian ini.