• Tidak ada hasil yang ditemukan

Formulasi Sabun Padat dengan Kombinasi Tepung Beras dan Eksrak Daun Kemuning (Murraya paniculata L. Jack) sebagai Anti Hiperpigmentasi pada Kulit

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Formulasi Sabun Padat dengan Kombinasi Tepung Beras dan Eksrak Daun Kemuning (Murraya paniculata L. Jack) sebagai Anti Hiperpigmentasi pada Kulit"

Copied!
76
0
0

Teks penuh

(1)

Lampiran 1. Bagan proses ekstraksi daun kemuning

-dikeringkan hingga menjadi daun kering -diekstraksi denganpelarut alkohol 70%

sebanyak 3000 ml

-ditutup dengan penutup wadah kemudian didiamkan selama18 jam

-disaring kemudian ulangi maserasi dengan jumlah dan pelarut yang sama

- digabung semua hasil maserat

- Diuapkan dengan rotary evaporator pada suhu ±40°C

1 Kg Daun Segar

Ekstrak etanol daun kemuning

(2)

Lampiran 2. Bagan pembuatan formula sabun

- ditimbang minyak sebanyak 0,53L - 83,8 gram NaOH - ditimbang13 gram asam stearat - 210 gram Aquades - ditimbang 13 gram asam sitrat

- ditimbang 13 gram Natrium L Sulfat - Ditimbang 25 gram gliserin

- ditimbang 4,9 gram NaCl

-di mixer hingga terbentuk masa sabun

-di tambahkan tepung beras dan ekstrak daun kemuning

-tambahkan parfum/essence pandan

- masa sabun yang telah terbentuk masukan ke dalam cetakan

- tunggu 2 hari kemudian keluarkan pada cetakan - Simpan selama seminggu dan lakukan pengujian

Fase Lar NaOH Bahan dasar

Masa sabun

Sabun dengan tepung beras dan

(3)

Lampiran 3. Gambar bahan dan sabun

Keterangan: A: Tumbuhan kemuning (Murraya Paniculata), B: Beras C: Sabun beras thailand D: Sabun (variasi konsentrasi) 0, 3,4, dan 5%.

A

D

(4)

Lampiran 4. Gambar alat-alat penelitian

Keterangan: A: Wadah maserasi, B: Rotary evaporator vacuum (BUCHI), C: Pipa kapiler 0,5 mm, D: Timbangan analitik (BOECO).

A B

C

(5)

Lampiran 4. (Lanjutan)

Keterangan: E: Cetakan Sabun (Claris) F: Sabun 0%, G: pH meter (Hanna Instrumen), H: Skin analyzer (Aramo).

E F

(6)

Lampiran 5. Hasil uji efektivitas anti-hiperpigmentasi pada kulit punggung tangan sukarelawan.

- Kondisi awal (Minggu 0)

(7)

Lampiran 5. (Lanjutan)

- Pemulihan minggu kedua (Minggu 2)

(8)

Lampiran 5. (Lanjutan)

(9)
(10)

Lampiran 7. Perhitungan tegangan permukaan sabun

Nilai masa jenis air sabun sebesar 950Kg/m3 tersebut akan menentukan besaran tegangan permukaan air sabun konsentrasi ekstrak 3% dengan formula :

Tegangan permukaan air sabun konsentrasi ekstrak 3 %

Tegangan permukaan air sabun konsentrasi ekstrak 4 %

Tegangan permukaan air sabun konsentrasi ekstrak 5 %

Tegangan permukaan air sabun blanko

(11)

Tegangan permukaan air sabun merk

(12)

DAFTAR PUSTAKA

Anonim. (2012). Nano Rice Effect. The journal of propolis Laboratory. Bandung 1(1):2-3.

Ahmad, I. (1981). Effects of Superfatting Agents on Cracking Phenomena in Toilet Soap Porim Tecnology. Palm Oil Research Institute of Malaysia. Ministry of Primary Industries. Malaysia Halaman 26.

Astawan, M. (2004). Tetap Sehat dengan Produk Makanan Olahan. Solo: Tiga skin. International Journal of Dermatology. 41, 494-499.

Brady, E. (1994). Kimia Universitas. Jakarta: Erlangga. Halaman 31.

Dalimartha, S. (1999). Atlas Tumbuhan Obat Indonesia. Jilid I. Cetakan Pertama. Jakarta: Trubus Agriwidya. Halaman 73-74, 76.

Ditjen POM. (1979). Farmakope Indonesia. Edisi ke-3. Direktorat Jenderal POM. Jakarta: Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Halaman 33.

Ditjen POM. (1985). Formularium Kosmetika Indonesia. Direktorat Jenderal POM. Jakarta: Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Halaman 29, 103, 356 – 357.

Ditjen POM. (2000). Parameter Standar Umum Ekstrak Tumbuhan Obat. Cetakan Pertama. Direktorat Jenderal POM. Jakarta: Departemen Kesehatan RI. Halaman 10-11.

Dunn, K.M., (2008). The Water Discount. The Journal of the Handcrafted Soapmakers Guild. 2:1-5.

Ernita. (2001). Pemanfaatan Lemak Kambing Sebagai Bahan Dasar Pembuatan Sabun. Skripsi. Medan: Jurusan Farmasi. FMIPA USU.

Fauzan, T (2007). Studi Perbandingan Campuran Minyak Palm Oil/Palm Stearine/Palm Kernel Oil (%B/%B) Terhadap Keretakan Sabun Mandi Padat. Skripsi. Medan: Jurusan Kimia FMIPA USU.

(13)

Harborne, J.B. (1996). Metode Fitokimia. Edisi ke-2. Terjemahan Kosasih Padmawinata. ITB. Bandung. Terjemahan dari: Phytochemical Method. Halaman 118.

Harmanto, (2005). Mengusir Kolesterol Bersama Mahkota Dewa. Cetakan pertama. Jakarta: Agromedia Pustaka. Halaman 22.

Iskandar, D. (2005). Kemuning Jati Belanda: Budidaya dan Pemanfaatan untuk Obat . Cetakan 1. Jakarta : Penebar Swadaya. Halaman 10 - 19.

Jaka, S., dan Dadang, I.J. (2005). Kemuning dan jati belanda. Jakarta: Penebar Swadaya.Halaman 3-21.

Ketaren, S. (1986). Pengantar Teknologi Minyak dan Lemak Pangan. Edisi ke-1. Cetakan Pertama. Jakarta: Penerbit Universitas Indonesia. Halaman 205. Maramis, W.F. (2005). Ilmu Kedokteran Jiwa. Edisi ke-9. Surabaya: Airlangga

University Press. Halaman 53.

Mariane. (2003). Kombinasi Lemak Ayam dan Minyak Kelapa Sebagai Bahan Dasar Pembuatan Sabun. Skripsi. Medan: Jurusan Farmasi. FMIPA USU. Moldovan, M., dan Nanu, A. (2010). Influence of Cleansing Product Type on

Several Skin Parameters after Single Use. Farmacia 58(1): 29.

Narendra. (2008). Tumbuh Kembang Anak dan Remaja. Jakarta: Sagung Seto. Halaman 32.

Poedjaji. (2004). Dasar-dasar Biokimia. Jakarta: UI Press. Halaman 27.

Rohman, A . (2009). Kromatografi untuk Analisis Obat. Yogyakarta: Penerbit Graha Ilmu. Halaman 56.

Sheila, V.L. (2008). Buku Ajar Keperawatan Jiwa. Jakarta: EGC. Halaman 75-76. Sulistia. (2005). Psikologi Ibu dan Anak. Jakarta: EGC. Halaman 33.

Suparyanto. (2010). Hiperpigmentasi Efek Samping Kontrasepsi Suntik (internet) Available from: (Http //.Dr-suparyanto.co.id). (Diakses pada 15 Oktober 2015).

Taufik, M. (2007). Prinsip-prinsip Promosi Kesehatan Dalam Bidang Keperawatan Untuk Perawat dan Mahasiswa Keperawatan. Jakarta : Infomedika. Halaman 31.

(14)
(15)

BAB III

METODE PENELITIAN

Penelitian ini dilakukan secara eksperimental dengan tahapan: Pengumpulan sampel, pembuatan simplisia, pembuatan ekstraksi secara maserasi dan pembuatan sabun padat dengan mengkombinasikan tepung beras dan ekstrak daun kemuning dengan konsentrasi 3,4 dan 5%. Dengan menggunakan metode eksperimental uji sabun meliputi : pengukuran pH, ketingian busa sabun, tegangan permukaan sabun dan uji efektivitas anti hiperpigmentasi pada kulit sukarelawan selama 4 minggu dengan menggunakan alat skin analyzer (Spot) Aramo-SG. 3.1Alat dan Bahan

3.1.1 Alat

Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini diantara lain: pH Meter (Hanna instrument) batang pengaduk, penyaring, wadah penyimpanan, lemari pengering, neraca analitik, spatula, penangas air, rotary evaporator, pipa kapiler, gelas ukur, cetakan sabun dan Skin analyzer (Aramo-SG).

3.1.2 Bahan

Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini: tepung beras, daun kemuning (Murraya paniculata L. Jack), etanol 70%, Aquades, minyak sawit, minyak kelapa, minyak kacang, NaOH, asam stearat, asam sitrat, gliserin, Natrium Lauril Sulfat, NaCl, dan parfum.

3.2 Penyiapan Sampel

3.2.1 Pengumpulan tumbuhan

(16)

membandingkan dengan tumbuhan yang sama dari daerah lain. Bahan yang digunakan adalah tepung beras dan tumbuhan yang digunakan adalah daun kemuning (Murraya paniculata L. Jack) yang diperoleh dari Tembung, Kabupaten Deli Serdang, Provinsi Sumatera Utara.

3.2.2 Pengolahan sampel

Sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah 1000 g daun kemuning segar. Daun dipisahkan dari pengotor lain lalu dicuci hingga bersih kemudian ditiriskan lalu dikeringkan pada oven dengan temperatur 40°c. Simplisia yang telah kering kemudian diblender menjadi serbuk lalu ditimbang. Diperoleh berat kering sebanyak 600 g kemudian disimpan dalam kantong plastik. Sedangkan untuk tepung beras digunakan tepung beras merek Rose brand.

3.2.3 Pembuatan ekstrak

(17)

3.3 Formulasi Sabun 3.3.1 Formula standar

Adapun formula pembuatan sabun : (Hambali, dkk., 2005). R/ Minyak kelapa 2000 g

(18)

Tabel 3.1 Tabel formulasi pembuatan sabun berdasarkan gram Total Berat Dengan Ekstrak 934.92 952.56 970.2

Keterangan :

Formula F1 : Konsentrasi 3% (tepung beras dan ekstrak daun kemuning) Formula F2 : Konsentrasi 4% (tepung beras dan ekstrak daun kemuning)

Formula F3 : Konsentrasi 5% (tepung beras dan ekstrak daun kemuning) Formula F4 : Blanko (dasar sabun tanpa kemuning dan tepung beras) Formula F5 : Sabun beras thailand (Sebagai pembanding)

(19)

Untuk memperoleh jumlah konsentrasi tepung beras dam ekstrak daun kemuning digunakan rumus:

(Ekstrak % x Total berat formula sabun) (Tepung % x Total berat formula sabun)

Jumlah Sabun yang di dapat adalah 10 Buah dengan berat fisik sabun rata-rata yaitu 95.2 gram.

3.4 Pembuatan Sabun

Untuk membuat sabun diperlukan larutan NaOH 30% dengan cara ditimbang NaOH yang tertera pada formulasi kemudian dilarutkan dalam aquades yang diaduk sampai larut seluruhnya. Minyak kelapa, minyak sawit dan minyak kacang yang sudah ditimbang sesuai formulasi di atas dimasukkan dalam mixer kemudian ditambahkan dengan larutan NaOH.

Diaduk dengan mixer hingga homogen dan terjadi masa sabun. Kemudian tambahkan asam stearat, gliserin, asam sitrat, NaCl, natrium lauril sulfat dan parfum. Setelah homogen kemudian tambahkan ekstrak kemuning, dan tepung beras pada formula.

Masa sabun kental yang telah ditambahkan tepung beras dan ekstrak daun kemuning dituang ke dalam cetakan dan didiamkan sampai mengeras. Simpan selama satu minggu, kemudian sabun digunakan sebagai penelitian lanjutan untuk diteliti efeknya sebagai anti hiperpigmentasi.

3.5 Pemeriksaan Sifat Fisik Sabun 3.5.1 Pengukuran pH sabun

(20)

larutan dapar pH basa (pH 10,0) hingga alat menunjukkan harga pH tersebut. Kemudian elektroda dicuci dengan akuades, lalu dikeringkan dengan tisu. Sebanyak 0,050 g sabun, dimasukkan ke dalam beaker gelas 100 ml, kemudian tambah air suling ad 50 ml (konsentrasi 0,1%). Setelah itu elektroda dicelupkan dalam larutan tersebut. Dibiarkan alat menunjukkan harga pH sampai konstan. Angka yang ditunjukkan pH meter merupakan hasil pH dari sediaan yang terukur (Mariane, 2003).

3.5.2 Pengukuran ketinggian busa sabun

Sabun yang dihasilkan dari formulasi terlebih dahulu dipotong-potong hingga halus. Kemudian sebanyak 0,05 g sabun yang telah dipotong-potong dimasukkan kedalam gelas ukur 100 ml, lalu ditambahkan air suling ad 50 ml (konsentrasi 0,1%). Larutan sabun tersebut dikocok selama 100 detik sebanyak 200 kali kocokan (dengan dua kali kocokan/detik). Setelah di kocok busa yang terbentuk dibiarkan selama selama 10 menit dan diukur ketinggian busa yang dihasilkan setiap 5 menit (Ernita, 2001).

3.5.3 Pengukuran tegangan permukaan sabun

Terdapat berbagai metode dalam mengukur tegangan permukaan air. Penelitian ini menggunakan metode pipa kapiler dalam mengukur tegangan permukaan air sabun, yaitu sebanyak 100 ml air sabun di masukkan kedalam beaker glass sesuai dengan konsentrasi ekstrak masing masing. Kemudian diukur

dengan pipa kapiler dengan cara memasukkan ujung pipa kapiler kedalam beaker glass yang sudah diisi dengan air sabun sebanyak 5 kali dengan pipa kapiler yang

(21)

Setelah diukur panjang tegangan permukaan, kemudian dihitung menggunakan rumus pengukuran tegangan permukaan.

Hasil yang didapat kemudian dikelompokkan beradasarkan konsentrasi dan dicatat hasilnya kedalam tabel yang menggunakan satuan dyne.

3.6 Uji Efek Anti Hiperpigmentasi

Untuk melihat perubahan noda yang terjadi pada kulit, dilakukan uji efek anti-hiperpigmentasi dengan menggunakan skin analyzer (Aramo-SG). Pengujian efektivitas anti hiperpigmentasi dilakukan terhadap sukarelawan sebanyak 20 orang. Area kulit yang diteliti perubahanya adalah kulit punggung tangan dan dibagi menjadi 5 kelompok. Semua sukarelawan diukur terlebih dahulu banyaknya noda (Spot) kondisi awal kulit dengan menggunakan alat skin analyzer. Perawatan mulai dilakukan dengan membagikan sediaan sabun sesuai

konsentrasi yang telah ditetapkan untuk dipakai sehari-hari. Penggunaan sabun mulai dilakukan dengan cara mencuci punggung tangan satu kali sehari selama 4 minggu. Kemudian perubahan kondisi kulit diukur setiap minggunya, selama 4 minggu dengan menggunakan alat skin analyzer, terdiri dari 5 kelompok, yaitu:

1. Kelompok I dengan 4 sukarelawan menggunakan kombinasi tepung beras dengan ekstrak daun kemuning 3%.

2. Kelompok II dengan 4 sukarelawan menggunakan kombinasi tepung beras dengan ekstrak daun kemuning 4%.

(22)

4. Kelompok IV dengan 4 sukarelawan untuk formula blanko.

(23)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4. 1 Hasil Ekstraksi Daun Kemuning

Hasil yang didapat dari proses ekstraksi dari 300 g daun kemuning dengan menggunakan pelarut etanol 70% yang dipekatkan dengan rotary evaporator pada suhu ±40°C yaitu berupa ekstrak kental dengan berat 115 g.

4.2 Hasil Pemeriksaan Sifat Fisik Sabun 4.2.1 Hasil pengukuran pH sediaan sabun

Hasil pengukuran pH sabun kombinasi tepung beras dan ekstrak daun kemuning yang dilakukan dengan menggunakan pH meter pada berbagai konsentrasi, didapat perbedaan ukuran pH yang dapat dilihat pada Tabel 4.1 Tabel 4.1 Data pengukuran pH sabun berdasarkan hari.

Formula Nilai pH rata-rata pada hari ke

0 7 14 21 28 ekstrak) dan F5 adalah sabun merk (Sabun beras thailand).

(24)

menjadi 9.05 atau lebih tinggi dibandingkan dengan peningkatan pH pada F1 (konsentrasi 3 %) dan F2 (4%) yang kenaikan pH nya hanya sebesar 0.02.

Hal ini menunjukkan bahwa bahwa semakin banyak konsentrasi ekstrak daun kemuning yang ditambahkan ke dalam sediaan sabun maka pH semakin basa. Hal ini disebabkan karena ekstrak daun kemuning mengandung senyawa saponin dan flavonoid yang mengakibatkan pH menjadi lebih basa. Dengan demikian kenaikan pH tidak hanya dapat ditingkatkan dengan penambahan konsentrasi pada NaOH yang digunakan dalam pembuatan sabun seperti yang dikaji oleh (Dunn, 2008).

Ketinggian pH ini masih dalam pH normal untuk kulit dikarenakan perubahan dari 0,0 sampai 0,5 terhadap pH sabun tidak terlalu berart bagi kulit. Namun demikian pH sabun dapat diturunkan dengan penambahan 2% asam sitrat dapat menurunkan pH sabun dari 10,2 menjadi 9,8 satuan pH. Nilai pH larutan sabun padat selalu basa, dengan kisaran 9-11 untuk jenis sabun non surfactant (Moldovan, 2010).

Berdasarkan dari temuan survey yang dilakukan oleh (Baranda, dkk 2002) didapat bahwa pH sabun yang beredar dipasaran berkisar dari 9,75-12,38. Range pH tersebut masih aman digunakan pada kulit.

4.2.2 Hasil pemeriksaan sediaan sabun

Hasil organoleptis sediaan sabun dengan ekstrak daun kemuning dan tepung beras yang dibuat dengan berbagai variasi konsentrasi ekstrak dan blanko memiliki perbedaan kecerahan warna dari masing-masing sediaan.

(25)

Tabel 4.2 Data organoleptis sediaan sabun yang dibuat pada hari I

Formula Penampilan pada hari I pembuatan

Warna Bau Konsistensi

F1 Kuning kecoklatan Essence pandan Padat

F2 Coklat Essence pandan Padat

F3 Coklat kehitaman Essence pandan Padat

F4 Putih kekuningan Essence pandan Padat

F5 Putih Beras Padat

Keterangan: F: Formula, F1: 3%, F2: 4% dan F3:5% dan F4: Blanko (tanpa ekstrak) dan F5 adalah sabun merk (Sabun beras thailand).

Tabel 4.3 Data organoleptis sediaan sabun pada hari ke 28

Formula Penampilan pada hari ke 28 pembuatan

Warna Bau Konsistensi

F1 Kuning kecoklatan Essence pandan Padat

F2 Coklat Essence pandan Padat

F3 Coklat kehitaman Essence pandan Padat

F4 Putih kekuningan Essence pandan Padat

F5 Putih Beras Padat

Keterangan: F: Formula, F1: 3%, F2: 4% dan F3:5% dan F4: Blanko (tanpa ekstrak) dan F5 adalah sabun merk (Sabun beras thailand).

Berdasarkan hasil yang diperoleh pada Tabel 4.2 menunjukkan bahwa masing-masing formula memberikan warna yang berbeda-beda sesuai dengan konsentrasi ekstrak daun kemuning yang ditambahkan kedalam sediaan sabun.

Sabun yang ditambahkan dengan ekstrak daun kemuning yang lebih banyak memberikan warna yang lebih pekat (hitam). Hal ini disebabkan ekstrak daun kemuning yang diperoleh dari ekstraksi menggunakan etanol berwarna hitam pekat.

(26)

konsistensi, warna dan bau selama penyimpanan. Hal ini disebabkan: homogenitas, efisiensi waktu ketika memasukkan masa sabun ke dalam cetakan, dan bentuk cetakan yang sesuai.

Pada literatur dinyatakan bahwa sabun sering mengalami keretakan pada saat penyimpanan hal ini disebabkan sejumlah faktor seperti:

1. bentuk batangan (sabun)

2. tingkat distorsi (penyimpangan)

3. kekosongan selama pencetakan (stamping)

4. komposisi jumlah bahan pewangi (fragrance) dan bahan-bahan aditif. (iftikhar Ahmad, 1981).

4.2.3 Pengukuran ketinggian busa sabun

Pengukuran tinggi busa sabun yang telah dihasilkan dengan metode pengukuran Ernita (2001) yaitu sebanyak 0.05 g sabun padat menggunakan gelas

ukur 100 ml dan ditambah dengan air suling ad 50 ml (konsentrasi 0,1%) pada

masing masing konsentrasi dapat dilihat pada Tabel 4.4.

(27)

Tabel 4.4 Pengukuran tinggi busa sabun

Formula Tinggi busa sabun (cm) terhadap menit 0 (menit) 5 (menit) 10 (menit) ekstrak) dan F5 adalah sabun merk (Sabun beras thailand).

Daun kemuning menghasilkan 60 senyawa minyak atsiri dengan kandungan mencapai 0,01% zat utama minyak atsiri daun kemuning adalah cadiene dan seskuiterpen. Terdapat pula senyawa alkaloid tannin, saponin, flavonoid, alkaloid, indol dan kumarin. Selain itu juga hal-hal yang mempengaruhi busa sabun adalah surfaktan.

Sufaktan merupakan bahan terpenting dari sabun. Lemak dan minyak yang dipakai dalam sabun berasal dari minyak kelapa (asam lemak C12), minyak zaitun (asam lemak C16-C18), atau lemak babi. Penggunaan bahan berbeda menghasilkan sabun yang berbeda, baik secara fisik maupun kimia. Ada sabun yang cepat berbusa tetapi terasa airnya kasar dan tidak stabil, ada yang lambat berbusa tetapi lengket dan stabil (Wisitaatmadja, 1997).

4.2.4 Pengukuran tegangan permukaan sabun

Pengukuran tegangan permukaan sabun yang digunakan pada penelitian ini adalah metode pipa kapiler. Sebanyak 0,05 g sabun dimasukan ke dalam beaker glass berukuran 100 ml dan di tambah air hingga 100 ml air. Kemudian diukur

(28)

tegangan permukaan pada pipa kapiler yang dapat dilihat pada Tabel 4.5 adalah

sebagai berikut.

Tabel 4.5 Tinggi tegangan permukaan air (cm)

Formula Tegangan permukaan air sabun/h (cm)

h1 h2 h3 h4 h5

F1 5,8 5,7 6 6 6,1

F2 5,6 5,8 5,7 5,5 5,9

F3 5,6 5,5 5,4 5,8 5,7

F4 7,2 7 6,8 6,9 7,1

F5 7,1 7 7,2 7,3 7,4

Keterangan: F: Formula, F1: 3%, F2: 4% dan F3:5% dan F4: Blanko (tanpa ekstrak) dan F5 adalah sabun merk (Sabun beras thailand).

Untuk menghitung tegangan permukaannya digunakan rumus tegangan permukaan yaitu sebagai berikut :

Namun demikian sebelum menghitung tegangan permukan terlebih dahulu ditentukan masa jenis air sabun dengan formula:

(29)

Tabel 4.6 Pengukuran tinggi tegangan permukaan sabun

Formula Tegangan permukaan air sabun (dyne)

F1 0,140 ekstrak) dan F5 adalah sabun merk (Sabun beras thailand).

Hasil yang ditunjukkan pada Tabel 4.6 bahwa semakin tinggi ekstrak daun kemuning yang terdapat pada formula mengakibatkan turunnya tegangan permukaan pada air. Hal ini sejalan dengan banyaknya jumlah saponin yang berarti busa sabun yang semakin banyak pula.

Saponin merupakan senyawa dalam bentuk glikosida yang tersebar luas pada tumbuhan tingkat tinggi. Saponin membentuk larutan koloidal dalam air dan membentuk busa yang mantap jika dikocok (Harbrone,1996).

Adanya zat terlarut pada cairan juga dapat menaikkan atau menurunkan tegangan permukaan. Untuk air adanya elektrolit anorganik dan non elektrolit tertentu seperti sukrosa dan gliserin tentu saja dapat menaikkan tegangan permukaan. Sedangkan adanya zat- zat seperti sabun, detergen, dan alkohol secara efektif berfungsi untuk menurunkan tegangan permukaan (Yazid, 2005).

(30)

punggung tangan. Pengukuran efektivitas anti hiperpigmentasi dimulai dengan mengukur banyaknya noda pada kulit di punggung tangan sukarelawan. Hal ini bertujuan untuk melihat seberapa besar pengaruh sabun dengan ekstrak daun kemuning yang dikombinasikan dengan tepung beras dalam menghilangkan noda yang terjadi pada kulit.

Data yang diperoleh dianalisis secara statistik dengan metode ANAVA untuk melihat perbedaan nyata dari setiap perlakuan pada sukarelawan. Pengujian dilakukan untuk melihat kelompok formula mana yang memiliki efek sama atau berbeda dan efek yang terkecil sampai terbesar antara satu dengan yang lainnya. Pengujian ini dilakukan dimulai dari minggu ke-1 sampai minggu ke-4.

Noda pada kulit punggung sukarelawan diukur menggunakan perangkat skin analyzer lensa perbesaran 60x (polarizing lens) sensor jingga. Sukarelawan diukur terlebih dahulu banyaknya noda yang terdapat pada punggung mereka pada minggu pertama sebelum diberikan sabun yang telah diformulasi menggunakan tepung beras dan ekstrak daun kemuning. Hasil pengukuran sebelum penggunaan dan sesudah penggunaan sabun dengan tepung beras dan ekstrak daun kemuning setiap minggunya dapat dilihat pada Tabel 4.7 dan Gambar 4.4.

(31)

Tabel 4.7 Hasil pengukuran noda (spot) pada kulit punggung tangan sukarelawan

Keterangan: F: Formula, F1: 3%, F2: 4% dan F3:5% dan F4: Blanko (tanpa ekstrak) dan F5 adalah sabun merk (Sabun beras thailand).

Formula

47,517.05 37,7512.6 31,259.56 26,256.23 21,756.1

F2

35,755.85 336.05 28,754.19 25,252.06 23,254.2

F3

40,758.26 31,257.5 23,254.99 152.82 10,755.4

F4

(32)

Nilai pengukuran: 0 - 19 (sedikit noda), 20 - 39 (beberapa noda), 40 - 100 (banyak noda) (Aramo, 2012)

Gambar 4.1 Gambar grafik pengukuran noda (spot) selama 4 minggu

Keterangan: F: Formula F1: Ekstrak 5%, F2: 4%, F3: 3%, F4: Sabun Thailand dan F5: Sabun dasar blanko.

Berdasarkan pada Gambar 4.1. bahwa sabun dengan ekstrak kemuning sebesar 5% memiliki penurunan yang lebih tinggi dalam menghilangkan noda kurun waktu 4 minggu dibandingkan sabun dengan ekstrak kemuning 4 persen dan 3 persen. Hasil pada gambar menunjukkan bahwa penghilang noda yang paling rendah ditunjukkan oleh sabun blanko yaitu tanpa ekstrak daun kemuning dan tepung beras selama pemakaian 4 minggu.

(33)

Tabel 4.8 Hasil pengukuran noda dengan Anova (spot) pada kulit punggung tangan sukarelawan

Hasil analisis menunjukkan bahwa penggunaaan tepung beras dan ekstrak daun kemuning pada sediaan sabun dengan kosentrasi 5 persen menunjukkan tingkat signifikansi (nilai F<) yaitu 0,0001 atau signifikan. Sedangkan untuk konsentrasi 4% dan 3% sabun merk dan sabun blanko menunjukkan nilai yang

Within Groups 3042.500 15 202.833

(34)

negatif. Hal ini dikarenakan bahwa tepung beras memiliki kandungan ceramide yang dapat meningkatkan produksi kolagen. Hal ini didukung oleh penelitian yang dikemukakan oleh Balai Inkubator Teknologi (BPPT, 2012) bahwa tepung beras mengandung ceramide yang dapat meningkatkan produksi kolagen. Ceramide juga merupakan kunci untuk pemeliharaan kelembaban dan elastisitas kulit serta memiliki efek lightening yang lebih kuat dari asam askorbat (Vitamin C).

Tepung beras mengandung PABA (asam para amino benzoat) yang tinggi, PABA dapat meningkatkan kadar vitamin C dalam tubuh kita. PABA juga digunakan dalam sunscreen/sunblock karena dapat menahan efek radiasi sinar matahari. Tidak hanya itu tepung beras juga mengandung ferulic acid, allantoin, asam linoleat, asam lemak esensial omega 6 dan squalene yang sering juga ditemukan dalam minyak hati ikan hiu, bayam dan zaitun. Hal itu diperlukan untuk sintesis banyak hormon dalam tubuh serta Vitamin D.

Ferulic acid yang terkandung dalam tepung beras merupakan zat

antioksidan. Hasil penelitian membuktikan jika ferulic acid ditambahkan ke Vitamin C dan E, dapat meningkatkan kemampuan perlindungan terhadap sinar matahari sampai dua kali lipat. Sedangkan Allantoin adalah agen anti-inflamasi yang dapat menenangkan luka bakar dan membantu memperbaiki kulit.

(35)
(36)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa:

a. Sabun padat dengan kombinasi tepung beras dengan ekstrak daun kemuning mempunyai pH 9-9.05 tidak menimbulkan iritasi kulit dan stabil dalam penyimpanan selama 40 hari dalam suhu kamar.

b. Hasil analisa statistik sabun padat dengan kombinasi tepung beras dan ekstrak daun kemuning dapat diformulasi menjadi sediaan sabun padat, mempunyai pH 9.00, busa dan tegangan permukaan yang baik, stabil pada saat penyimpanan dan tidak menimbulkan iritasi kulit. Hasil analisis menunjukkan perbedaan yang signifikan (p ≤ 0,05) dengan sabun blanko, sabun dengan tepung beras dan ekstrak daun kemuning sebesar 5% memilik efek anti hiperpigmentasi yang paling baik yaitu mampu mengurangi noda dari (40,75 menjadi 10,75) atau mengalami penurunan sebesar 75,75%.

5.2 Saran

(37)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Kemuning

Secara geografis, tumbuhan kemuning berasal dari daratan India, Asia Selatan (Iskandar, 2005). Kemuning tumbuh secara perdu dengan tinggi bisa mencapai 8 meter. Selain itu juga kemuning tumbuh liar di semak belukar, kemuning juga dapat ditanam orang sebagai tanaman hias. Tempat tumbuhnya dari dataran rendah hingga dataran tinggi dengan ketinggian 400 meter di atas permukaan laut.

Daun tumbuhan ini dapat digunakan sebagai penurun kadar kolesterol dalam darah dengan kandungan kimianya berupa tannin, flavanoid, steroid, dan alkaloid (Harmanto, 2005).

2.1.1 Sistematika tumbuhan

Sistematika tumbuhan kemuning adalah sebagai berikut: Kingdom : Plantae

Divisi : Spermatophyta Kelas : Dicotyledoneae Ordo : Sapindales Famili : Rutaceae Genus : Murraya

(38)

2.1.2 Nama lain

Tumbuhan kemuning mempunyai nama lain adalah sebagai berikut: 1. Nama ilmiah : Murraya paniculata (L) Jack.

2. Nama daerah

Jawa : kamuning (Sunda), kemuning (Jawa Tengah), kamoneng (Madura) Sumatera : kemuning (Melayu), kemunieng (Minangkabau) Bali : kemuning Nusa Tenggara : kemuni (Bima), kemuning (Sumba), Sukik (Roti) Sulawesi : kamuning (Menado, Makasar), kamoni (Bare), palopo (Bugis) Maluku : eschi (Wetar), fanasa (Aru), kamoni (Ambon, Ulias), kamone (Buru).

3. Nama Asing : Jiu Li Xiang, Yueh Chu (C), Orange Jasmine (I), Ekangi, Bibzar Koonti, Thanethha, May-Kay, Honey Bush, Cosmetic Box (Dalimartha, 1999). 2.1.3 Morfologi tumbuhan

Kemuning termasuk tanaman semak atau pohon kecil, kemuning bercabang dan beranting banyak. Tinggi tanaman sekitar 3-8 m. Batang kemuning keras, beralur, dan tidak berduri. Daunnya majemuk bersirip ganjil dengan jumlah anak daun antara 3-9 helai dan letaknya berseling. Helaian daun bertangkai berbentuk telur, sungsang, ujung pangkal runcing, serta tepi rata atau sedikit bergerigi. Panjang daun sekitar 2-7 cm dan lebar antara 1-3 cm. Permukaan daun licin, mengkilap, dan berwarna hijau. Bunga kemuning majemuk dan berbentuk tandan yang terdiri dari 1-8 bunga. Warnanya putih dan berbau harum. Bunga kemuning keluar dari ketiak daun atau ujung ranting.

(39)

2.1.4 Sifat dan khasiat tumbuhan

Kemuning bersifat pedas, pahit, dan hangat. Selain berkhasiat sebagai penurun kolesterol, kemuning juga berkhasiat sebagai pemati rasa (anastesia), penenang (sedatif), antiradang, antirematik, antitiroid, penghilang bengkak, pelangsing tubuh, pelancar peredaran darah, dan penghalus kulit (Iskandar, 2005). Daun kemuning berkhasiat sebagai antitiroida (Ditjen POM, 2000).

2.1.5 Kandungan kimia

Daun kemuning mengandung cadinena, metil-antranilat, bisabolena, β -kariopilena, geraniol, carane-3, eugenol, citronelol, metil-salisilat, s-guaiazulena, osthol, paniculatin, tanin, dan coumurrayin (Iskandar, 2005). Daun kemuning mengandung minyak atsiri, damar, tanin, dan glikosida murrayin (Ditjen POM, 2000).

2.2 Beras

Beras adalah butir padi yang telah dibuang kulit luarnya (sekamnya) yang menjadi dedak kasar (Sediotama, 1989). Beras adalah gabah yang bagian kulitnya sudah dibuang dengan cara digiling dan disosoh menggunakan alat pengupas dan penggiling serta alat penyosoh (Astawan, 2004).

Beras (Oryza Sativa L.) mengandung beberapa zat aktif yang telah lama diketahui memiliki aktivitas yang sangat baik untuk kulit seperti:

(40)

2. Gamma Oryzanol: memiliki aktivitas antioksidan 4 kali lebih kuat dibandingkan dengan Vitamin E.

3. Asam Ferulat: merupakan salah satu antioksidan kuat yang berasal dari tanaman dan memiliki efek yang sinergis dengan Vitamin C.

4. Allantoin: berfungsi sebagai keratolitik (mengangkat sel-sel kulit mati) efektif dalam melembutkan dan menghaluskan kulit.

5. PABA (Para Amino Benzoic Acid): Berfungsi sebagai tabir surya. (Anonim, 2012).

2.3 Simplisia dan Ekstraksi

Simplisia adalah bahan alamiah yang digunakan sebagai obat yang belum mengalami pengolahan apapun juga, dan kecuali dikatakan lain, berupa bahan yang telah dikeringkan (Ditjen POM, 2000).

Ekstrak adalah sediaan yang diperoleh dengan mengekstraksi senyawa aktif dari simplisia nabati atau simplisia hewani menggunakan pelarut yang sesuai, kemudian semua atau hampir semua pelarut diuapkan dan massa atau serbuk yang tersisa diperlakukan sedemikian hingga memenuhi baku yang ditetapkan (Ditjen POM, 1979). Ekstraksi adalah kegiatan penarikan zat yang dapat larut dari bahan yang tidak dapat larut dengan pelarut cair.

2.4 Metode Ekstraksi

Ekstraksi dapat dilakukan dengan berbagai cara yaitu, dengan cara dingin dan cara panas.

1. Cara dingin dapat dilakukan dengan cara: a. Maserasi

(41)

pelarut dengan beberapa kali pengocokan atau pengadukan pada temperatur ruangan (kamar). Remaserasi berarti dilakukan pengulangan penambahan pelarut setelah dilakukan penyaringan maserat pertama, dan seterusnya.

b. Perkolasi

Perkolasi adalah ekstraksi dengan pelarut yang selalu baru, yang umumnya dilakukan pada temperatur ruangan. Proses terdiri dari tahapan pengembangan bahan, tahapan maserasi antara, tahap perkolasi sebenarnya (penetesan/penampungan ekstrak), terus menerus sampai diperoleh perkolat yang jumlahnya 1-5 kali jumlah bahan.

2. Cara panas dapat dilakukan dengan cara: a. Refluks

Refluks adalah ekstraksi dengan pelarut pada temperatur pada titik didihnya, selama waktu tertentu dan jumlah pelarut terbatas yang relatif konstan dengan adanya pendingin balik. Umumnya dilakukan pengulangan proses pada residu pertama sampai 3-5 kali sehingga proses ekstraksi sempurna.

b. Sokletasi

Sokletasi adalah ekstraksi dengan menggunakan pelarut yang selalu baru dan pada umumnya dilakukan dengan alat khusus sehingga terjadi ekstraksi kontinu dengan jumlah pelarut relatif konstan dengan adanya pendingin balik.

c. Digesti

(42)

d. Infus

Infus adalah ekstraksi dengan pelarut air pada temperatur 96-98’C selama waktu 15-20 menit di penangas air, dapat berupa bejana infus tercelup dalam penangas air mendidih.

E. Dekok

Dekok adalah infus pada waktu yang lebih lama (≥ 30 menit) dan

temperatur sampai titik didih air (Ditjen POM, 1979). 2.5 Sabun

Sabun ditemukan oleh orang Mesir kuno beberapa ribu tahun yang lalu. Pembuatan sabun oleh suku bangsa Jerman dilaporkan oleh Julius Caesar. Teknik pembuatan sabun dilupakan orang dalam zaman kegelapan (Dark Ages), namun ditemukan kembali selama Renaissance. Penggunaan sabun mulai meluas pada bad ke-18.

Dewasa ini sabun dibuat praktis sama dengan teknik yang digunakan pada zaman yang lampau. Lelehan lemak sapi atau lemak lain dipanaskan dengan lindi (natrium hidroksida) dan karenanya terhidrolisis menjadi gliserol dan garam natrium dari asam lemak. Dulu digunakan abu kayu (yang mengandung basa seperti kalium karbonat) sebagai ganti lindi (lye = larutan alkali) (Fessenden dan Fessenden, 1992).

2.5.1 Definisi sabun

(43)

dan gliserol dipulihkan dengan penyulingan. Gliserol digunakan sebagai bahan baku dalam industri farmasi dan kosmetik (sifat melembabkan timbul dari gugus-gugus hidroksil yang dapat berikatan hidrogen dengan air dan mencegah penguapan air itu). Sabun dimurnikan dengan mendidihkannya dalam air bersih untuk membuang lindi yang berlebih, NaCl, dan gliserol. Zat tambahan (additive) seperti batu apung, zat warna dan parfum kemudian ditambahkan. Suatu molekul sabun mengandung suatu rantai hidrokarbon panjang plus ion. Bagian hidrokarbon dari molekul itu bersifat hidrofobik dan larut dalam zat-zat non polar, sedangkan ujung ion bersifat hidrofilik dan larut dalam air. Karena adanya rantai hidrokarbon, sebuah molekul sabun secara keseluruhan tidaklah benar-benar larut dalam air. Namun sabun mudah tersuspensi dalam air karena membentuk misel, yakni segerombolan (50-150) molekul yang rantai hidrokarbonnya mengelompok dengan ujung-ujung ionnya yang menghadap ke air (Fessenden dan Fessenden, 1992).

Deterjen berasal dari kata detergene yang berarti “membersihkan”, yang sesuai dengan tujuan semula pembuatan campuran itu. Pada awal abad ke-19 di Jerman ditemukan bahan sintetik, sebagai bahan pencuci pakaian, dan dipakai sebagai bahan pengganti konvensional yang disebut sebagai deterjen sintetik.

Terdapat berbagai nama lain deterjen sintetik yaitu: cleanser bar, detergent bar, synthetic toilet soap. Istilah tension yang popular di Eropa

merupakan istilah yang semula lebih bersifat teknis untuk menamai mekanisme kerja bahan-bahan ini, yaitu aktif di tegangan permukaan namun di negara lain lebih sering disebut sebagai surfaktan (Wisitaatmadja, 2007).

2.5.2 Komposisi sabun

(44)

garam alkali serta sabun yang bersifat deterjen saat ini dibuat dari bahan sintetik, biasanya mengandung surfaktan, pelumas, antioksidan, deodoran, warna, parfum, pengontrol pH, dan bahan tambahan khusus.

6. Surfaktan

Surfaktan adalah bahan terpenting dari sabun. Lemak dan minyak yang dipakai dalam sabun berasal dari minyak kelapa (asam lemak C12), minyak zaitun (asam lemak C16-C18). Penggunaan bahan berbeda menghasilkan sabun yang berbeda, baik secara fisik maupun kimia.

7. Pelembab

Untuk menghindari rasa kering pada kulit diperlukan bahan yang tidak saja meminyaki kulit tetapi juga berfungsi untuk membentuk sabun yang lunak, misalnya asam lemak bebas, gliserol, lanolin, paraffin lunak, dan minyak almon, bahan sintetik ester asam sulfosuksinat. Bahan-bahan tersebut selain meminyaki kulit juga dapat menstabilkan busa dan berfungsi sebagai pelembab (weating agent).

8. Antioksidan

Untuk menghindari kerusakan lemak, terutama bau tengik, dibutuhkan bahan penghambat oksidasi, misalnya stearil hidrazid dan butilhydroxytoluene.

9. Anti prespiran

Anti prespiran dalam sabun mulai dipergunakan sejak tahun 1950, namun oleh karena khawatir efek samping, penggunaannya dibatasi. Bahan yang digunakan adalah TCC ( trichloro carbinilide).

10.Warna

(45)

ada, pigmen yang digunakan biasanya stabil dan konsentrasinya kecil sekali (0,01-0,5%). Titanium dioksida 0,01% ditambahkan pada berbagai sabun untuk menimbulkan efek berkilau.

11.Parfum

Isi sabun tidak lengkap bila tidak ditambahkan parfum sebagai pewangi. Pewangi ini harus berada dalam pH dan wana yang berbeda pula. Setiap pabrik memilih bau dan warna sabun bergantung pada permintaan pasar atau masyarakat pemakainya.

12.Pengontrol pH

Penambahan asam lemak yang lemah, misalnya asam sitrat, dapat menurunkan pH sabun.

13.Bahan tambahan khusus

Berbagai bahan tambahan untuk memenuhi kebutuhan pasar, produsen, maupun segi ekonomi dapat dimasukkan kedalam formula sabun. Dewasa ini dikenal berbagai macam sabun khusus, misalnya menambahkan sukrosa dan gliserin (Wisitaadmadja,1997).

2.5.3 Cara kerja sabun

(46)

Surfaktan adalah prinsip kerja dari setiap deterjen, yang jika dilarutkan kedalam cairan cenderung memekat pada permukaan cairan tersebut. Kesanggupan ini disebabkan sifat fisiokimia yang dualistik, yaitu mempunyai bagian yang senang pada pelarut (filik) dan bagian yang tidak senang pada pelarut (fobik). Jika pelarutnya air, maka surfaktan akan berada di batas antara air dan yang dilarutkan dan tegak lurus terhadap batas tersebut dengan bagian yang bersifat filik berada dalam air.

Dua jenis surfaktan yang dikenal, yaitu:

1. Surfaktan ionik, yakni surfaktan yang bila terlarut dalam pelarut (air) akan terurai menjadi ion negatif dan positif.

2. Surfaktan nonionik (tidak berionisasi), misalnya poliglikol ester dan alkohol jenuh.

Selain sebagai pelarut, surfaktan dapat bekerja sebagai pembasah, pembentuk busa, dan pengemulsi. Pada sabun, surfaktan bekerja sebagai pelarut (kotoran dan lemak), pengemulsi, dan pembentuk busa. Meskipun banyaknya busa tidak mempengaruhi daya larut dan daya bersih sabun, namun masih banyak orang menyukai busa sabun dalam pencucian.

2.5.4 Kegunaan sabun

Kegunaan sabun adalah kemampuannya mengemulsi kotoran berminyak sehingga dapat dibuang dengan pembilasan. Kemampuan ini disebabkan oleh dua sifat sabun.

(47)

2. Ujung anion molekul sabun, yang tertarik pada air, ditolak oleh ujung anion molekul-molekul sabun yang menyembul dari tetesan minyak lain. Karena tolak menolak antara tetes sabun-minyak, maka minyak itu tidak dapat saling bergabung tetapi tetap tersuspensi (Fessenden & Fessenden, 1992).

Sabun digunakan sebagai bahan pembersih kotoran, terutama kotoran yang bersifat sebagai lemak atau minyak karena sabun dapat mengemulsikan lemak atau minyak . Jadi sabun dapat bersifat sebagai emulgator (Poedjaji, 2004). 2.6 Jenis-jenis Minyak Pada Pembuatan Sabun

Menurut Rohman (2009), beberapa jenis minyak atau lemak yang biasa dipakai dalam proses pembuatan sabun di antaranya:

1. Tallow

Tallow adalah lemak sapi atau domba yang dihasilkan oleh industri

pengolahan daging sebagai hasil samping. Kualitas dari tallow ditentukan dari warna, titer (temperatur solidifikasi dari asam lemak), kandungan FFA (Free Fatty Acid), bilangan saponifikasi, dan bilangan iodin. Tallow dengan kualitas

baik biasanya digunakan dalam pembuatan sabun mandi dan tallow dengan kualitas rendah digunakan dalam pembuatan sabun cuci. Oleat dan stearat adalah asam lemak yang paling banyak terdapat dalam tallow. Jumlah FFA dari tallow berkisar antara 0,75-7,0%. Titer pada tallow umumnya di atas 40°C. Tallow dengan titer di bawah 40°C dikenal dengan nama grease.

2. Lard

Lard merupakan minyak babi yang masih banyak mengandung asam

(48)

40%). Jika digunakan sebagai pengganti tallow, lard harus dihidrogenasi parsial terlebih dahulu untuk mengurangi ketidakjenuhannya. Sabun yang dihasilkan dari lard berwarna putih dan mudah berbusa.

3. Palm Oil (minyak kelapa sawit)

Minyak kelapa sawit umumnya digunakan sebagai pengganti tallow. Minyak kelapa sawit dapat diperoleh dari pemasakan buah kelapa sawit. Minyak kelapa sawit berwarna jingga kemerahan karena adanya kandungan zat warna karotenoid sehingga jika akan digunakan sebagai bahan baku pembuatan sabun harus dipucatkan terlebih dahulu. Sabun yang terbuat dari 100% minyak kelapa sawit akan bersifat keras dan sulit berbusa. Maka dari itu, jika akan digunakan sebagai bahan baku pembuatan sabun, minyak kelapa sawit harus dicampur dengan bahan lainnya.

4. Coconut Oil (minyak kelapa)

Minyak kelapa merupakan minyak nabati yang sering digunakan dalam industri pembuatan sabun. Minyak kelapa berwarna kuning pucat dan diperoleh melalui ekstraksi daging buah yang dikeringkan (kopra). Minyak kelapa memiliki kandungan asam lemak jenuh yang tinggi, terutama asam laurat, sehingga minyak dapat digunakan sebagai pengganti minyak kelapa. Minyak inti sawit memiliki kandungan asam lemak tak jenuh lebih tinggi dan asam lemak rantai pendek lebih rendah daripada minyak kelapa.

5. Palm Kernel Oil (minyak inti kelapa sawit)

(49)

Minyak inti sawit memiliki kandungan asam lemak tak jenuh lebih tinggi dan asam lemak rantai pendek lebih rendah daripada minyak kelapa.

6. Palm Oil Stearine (minyak sawit stearin)

Minyak sawit stearin adalah minyak yang dihasilkan dari ekstraksi asam-asam lemak dari minyak sawit dengan pelarut aseton dan heksana. Kandungan asam lemak terbesar dalam minyak ini adalah stearin.

7. Marine Oil

Marine oil berasal dari mamalia laut (paus) dan ikan laut. Marine oil

memiliki kandungan asam lemak tak jenuh yang cukup tinggi, sehingga harus dihidrogenasi parsial terlebih dahulu sebelum digunakan sebagai bahan baku. 8. Castor Oil (minyak jarak)

Minyak ini berasal dari biji pohon jarak dan digunakan untuk membuat sabun transparan.

9. Olive oil (minyak zaitun)

Minyak zaitun berasal dari ekstraksi buah zaitun. Minyak zaitun dengan kualitas tinggi memiliki warna kekuningan. Sabun yang berasal dari minyak zaitun memiliki sifat yang keras tapi lembut bagi kulit.

10. Campuran minyak dan lemak

(50)

2.7Hiperpigmentasi

Hiperpigmentasi merupakan gangguan pigmentasi kulit dimana warna kulit berubah menjadi lebih gelap (kecoklatan, keabuan, kebiruan, atau kehitaman). Kelainan ini dapat mengubah penampilan dan menimbulkan keluhan estetika bahkan gangguan psikososial (Sulistia, 2005).

Jenis-jenis hiperpigmentasi di antara lain adalah:

1. Melasma/Chloasma/hiperpigmentasi adalah bercak berwarna coklat kehitaman di kulit muka yang sangat khas, terdapat di daerah pipi dan dahi, kadang-kadang bibir atas. Melasma sering timbul selama kehamilan, akibat kontrasepsi suntik, akibat pemakaian kosmetika dan sinar matahari. Melasma salah satu dari tiga jenis bercak yang biasa hinggap di kulit wajah.

2. Dua lainnya yaitu keratosis seboroik yang permukaannya menonjol dan freckles yang permukaannya datar. Keratosis seboroik terjadi akibat

pengaruh usia, dan biasanya menyerang kulit wajah wanita berusia 35 tahun ke atas. Pemicunya faktor keturunan dan paparan sinar matahari yang terlampau intens.

(51)

4. Pada orang tua disebut Ephelide senilis atau Liver Spot atau Lentigo Senilis Sifat kelainan ini diturunkan. Timbul pada usia dewasa dan Tua. Penyebabnya juga faktor keturunan dan bahkan bisa muncul sejak masih kanak-kanak. Warnanya bervariasi mulai dari merah, kuning, cokelat muda, sampai hitam. Yang jelas, bercak ini selalu lebih gelap dibandingkan dengan warna kulit akibat dari timbunan pigmen gelap yang disebut melanin. Seiring bertambahnya usia, freckles akan memudar jika tidak terpapar sinar matahari.

2.7.1 Penyebab hiperpigmentasi

Penyebab hiperpigmentasi di antara lain adalah: 1. Faktor keturunan

2. Sinar matahari. Hal ini tergantung pada kuatnya sinar matahari (terutama jam 09.00-15.00 ) dan lamanya terkena sinar matahari.

3. Kehamilan, akibat peningkatan hormon yang memacu produksi pigmen kulit.

4. Obat-obat hormonal untuk Kontrasepsi (tablet, suntikan, susuk) 5. Kosmetik dengan bahan tertentu.

2.7.2 Daerah hiperpigmentasi:

Umumnya hiperpigmentasi sering menyerang daerah-daerah sebagai berkut:

(52)

2. Ia muncul ketika kulit dirangsang untuk memproduksi pigmen melanin (zat pewarna tubuh) akibat kulit terpapar sinar ultraviolet (UV) dari matahari. Oleh sebab itu, mereka yang tinggal di daerah tropis berpeluang lebih besar terkena melasma ketimbang mereka yang tinggal di daerah subtropics. (Suparyanto, 2010)

3. Melanin yang diproduksi di melanosit atau sel kulit ini berfungsi melindungi lapisan kulit bagian dalam dari sinar jahat UV itu. Jika kulit terus-menerus terpapar sinar matahari, otomatis melanosit terus memproduksi melanin yang akhirnya menumpuk dan menimbulkan noda-noda hitam di wajah. Jika tidak ditangani, noda-noda ini akan semakin melebar. Selain bisa menimbulkan melasma, paparan sinar matahari yang terus-menerus pada kulit yang tidak terlindung bisa membuat kulit menjadi tua sebelum waktunya (Narendra, 2008).

2.7.3 Pembagian hiperpigmentasi

Secara umum, hiperpigmentasi dapat dibedakan atas:

1. Hiperpigmentasi dangkal/epidermal. Terletak di lapisan epidermis kulit paling sering berupa bercak kecil kecoklatan di daerah terpapar sinar matahari (Efelid/freckles).

2. Hiperpigmentasi dalam/dermal. Terletak di lapisan dermis kulit. Misalnya Nevus Ota.

3. Hiperpigmentasi bawaan

(53)

5. Hiperpigmentasi pasca radang. Menyertai semua proses inflamasi kulit seperti trauma, infeksi, gigitan serangga, jerawat, dll (Sheila, 2008).

2.7.4 Cara mencegah hiperpigmentasi

Cara mencegah hiperpigmentasi di antara lain:

1. Menghindari pemicu flek, yakni paparan sinar matahari, terutama pada pukul 12.00-15.00. Jika terpaksa tidak bisa menghindari aktivitas di luar ruangan pada siang hari, gunakanlah tabir surya atau sunblock.

2. Memperhatikan asupan makanan. Jangan memanjakan mulut, tapi melupakan kulit. Maksudnya, konsumsi buah-buahan dan sayuran yang mengandung antioksidan.

3. Berolahraga secara teratur. 4. Istirahat cukup.

5. Menghindari stres dengan melakukan yoga atau meditasi misalnya, serta menggunakan perawatan dari dalam.

6. Dapat menggunakan krim yang berfungsi mengontrol penggandaan jumlah sel kulit dan melanin berlebih (Narendra, 2008).

2.7.4 Dampak hiperpigmentasi:

(54)

2.7.6 Pengobatan hiperpigmentasi:

Pengobatan Hiperpigmentasi bisa dilakukan dengan cara:

Pengobatan yang terbaik adalah pengobatan kausal, sehingga penting dicari faktor penyebabnya. Selain itu penatalaksanaannya meliputi aspek kuratif dan preventif. Perlu diingat, makin dalam letak pigmen dalam kulit, akan makin sulit pengobatannya.

Secara umum penatalaksanaan hiperpigmentasi meliputi: 1. Pemakaian sun block/sun screen spektrum luas.

2. Terapi topikal, dengan menggunakan zat-zat pemutih seperti hidrokuinon 2-5% atau kombinasi dengan zat lain seperti tretinoin, steroid, dll.

3. Chemical peeling. 4. Mikrodermabrasi.

5. Laser (Q-Switched Ruby, Q-Switch-Nd). Pemakaian tabir surya yang benar:

1. Dioleskan ½ jam sebelum terkena matahari, sehingga diperoleh perlindungan yang optimal.

2. Oleskan tabir surya agak tebal terutama bila akan beraktifitas di bawah sinar matahari.

3. Kemampuan krim tabir surya melindungi wajah sekitar 4-5 jam sehingga pemakaiannya perlu diulang.

4. Bila melakukan olah raga berat atau berenang, pemakaian tabir surya perlu diulang tiap 2 jam (Maramis, 2005).

2.8 Skin Analyzer

(55)

mendiagnosis keadaan pada kulit. Skin analyzer mempunyai sistem terintegrasi untuk mendukung diagnosis dokter yang tidak hanya meliputi lapisan kulit teratas, melainkan juga mampu memperlihatkan sisi lebih dalam dari lapisan kulit. Tambahan rangkaian sensor kamera yang terpasan pada skin analyzer menampilkan hasil dengan cepat dan akurat (Aramo, 2012).

Pengukuran kulit dengan menggunakan skin analyzer secara otomatis akan menampilkan hasil dalam bentuk angka dan angka yang didapatkan akan secara langsung disesuaikan dengan parameter dari masing-masing pengukuran yang telah diatur sedemikian rupa pada alat tersebut. Ketika hasil pengukuran muncul dalam bentuk angka, maka secara bersamaan kriteria hasil pengukuran akan keluar dan dapat dimengerti dengan mudah oleh pengguna yang memeriksa ataupun pasien. Parameter hasil pengukuran skin analyzer dapat dilihat pada Tabel 2.1 di bawah ini.

Tabel 2.1 Parameter hasil pengukuran dengan skin analyzer Pengukuran Parameter

Kecil Besar Sangat besar

0 – 19 20 – 39 40 – 100

Spot

(Noda)

Sedikit Beberapa noda Banyak noda

0 – 19 20 – 39 40 – 100

Wrinkle (Keriput)

Tidak berkeriput Berkeriput Banyak keriput

0 – 19 20 – 52 53 – 100

(56)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Indonesia yang beriklim tropis dengan intensitas sinar mataharinya yang tinggi dapat mengakibatkan proses penuaan dini yang cukup cepat yang salah satunya ditandai dengan banyaknya noda pada kulit. Banyaknya noda pada kulit timbul akibat paparan sinar UV yang berlebihan sehingga membentuk pigmentasi yang cukup banyak (hiperpigmentasi). Hal tersebut dikarenakan rusaknya kolagen serta jaringan penghubung di bawah kulit dermis. Akibatnya gangguan pigmentasi tersebut menyebabkan warna kulit berubah menjadi lebih gelap kecoklatan atau kehitaman (Sulistia, 2005).

Secara historis sebelum dikenalnya dunia kosmetik modern, masyarakat menggunakan tanaman-tanaman herbal dalam mengatasi masalah kulit. Sebagai contoh masyarakat dulu menggunakan bedak dingin, daun kemuning dan daun asam jawa yang telah dicampur untuk menghilangkan noda kulit akibat bekas dari cacar air. Sebagian masyarakat juga menggunakan tepung beras sebagai kosmetik dalam mencerahkan kulit (lightening). Masih banyak penggunaan jenis tanaman lainnya dalam mengatasi masalah pada kulit yang digunakan oleh nenek moyang kita yang masih belum tereksplorasi.

(57)

Sebagian besar masyarakat menggunakan sabun mandi padat untuk membersihkan badan. Hal ini disebabkan karena sabun mandi padat harganya lebih murah, mudah digunakan, dan efisien dalam membersihkan kulit. Namun demikian sabun mandi padat memiliki kelemahan dari sisi higienitas karena ramai dipakai secara bersama dan juga sulit untuk dibawa bepergian. Namun untuk pemakaian pribadi di rumah, sabun mandi padat sangat tepat untuk digunakan (Taufik, 2007).

Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya bahwa beras dan daun kemuning (Murraya paniculata) dikenal dapat mengobati bekas penyakit cacar pada kulit. Beras yang telah berbentuk tepung juga menjadi kosmetik alternatif dalam meningkatkan kecerahan pada kulit. Hal itu disebabkan karena tepung beras banyak mengandung beberapa komponen aktif yang berfungsi sebagai regenerasi sel-sel diantara lain : Ceramide, Gamma Oryzanol, Asam Ferulat, Allantoin dan PABA (Para Amino Benzoic Acid). Salah satu fungsi Allantaoin adalah sebagai

keratolitik yaitu mengangkat sel-sel kulit mati (Anonim, 2012).

(58)

1.2 Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, maka perumusan masalah pada penelitian ini adalah:

1 Apakah kombinasi tepung beras dan ekstrak daun kemuning dapat diformulasi menjadi sabun padat anti hiperpigmentasi ?

2. Apakah sabun padat yang mengandung kombinasi tepung beras dan ekstrak daun kemuning mampu memberikan efek anti hiperpigmentasi pada kulit ? 1.3Hipotesis Penelitian

Berdasarkan perumusan masalah di atas, maka hipotesis pada penelitian ini diduga:

a. Kombinasi tepung beras dan ekstrak daun kemuning dapat diformulasi sebagai sabun anti hiperpigmentasi pada kulit.

b. Sabun padat yang mengandung kombinasi tepung beras dan ekstrak daun kemuning dapat memberikan efek anti hiperpigmentasi pada kulit.

1.4 Tujuan Penelitian

Adapun tujuan penelitian ini untuk mengetahui:

a. Memformulasikan sediaan sabun padat menggunakan kombinasi tepung beras dengan ekstrak daun kemuning.

(59)

1.5Manfaat Penelitian

(60)

FORMULASI SABUN PADAT DENGAN KOMBINASI TEPUNG BERAS DAN EKSTRAK DAUN KEMUNING (Murraya paniculata L.Jack)

SEBAGAI ANTI HIPERPIGMENTASI PADA KULIT

ABSTRAK

Latar belakang: Hiperpigmentasi disebabkan karena paparan sinar UV yang berlebihan sehingga menyebabkan noda kulit semakin banyak. Sabun yang tersedia di pasaran juga sangat sedikit yang berfungsi sebagai anti hiperpigmentasi sehingga perlu dibuatnya sediaan sabun yang baru.

Tujuan: Untuk memformulasi sabun padat dari kombinasi tepung beras dan ekstrak daun kemuning (Murraya paniculata. L. Jack) dan uji efek anti hiperpigmentasinya.

Metode: Pengumpulan sampel, pembuatan simplisia, pembuatan ekstraksi secara maserasi dan pembuatan sabun padat dengan mengkombinasikan tepung beras dan ekstrak daun kemuning masing-masing dengan konsentrasi 3, 4 dan 5 %. Kemudian dilakukan uji sabun meliputi: pengukuran pH, ketingian busa sabun, tegangan permukaan sabun dan uji efektivitas anti hiperpigmentasi pada kulit sukarelawan selama 4 minggu dengan menggunakan alat skin analyzer (Spot) Aramo-SG.

Hasil: Tepung beras dan ekstrak daun kemuning dapat diformulasi menjadi sediaan sabun padat, mempunyai pH 9.00, busa dan tegangan permukaan yang stabil, stabil pada saat penyimpanan dan tidak menimbulkan iritasi kulit. Hasil analisis menunjukkan perbedaan yang signifikan (p ≤ 0,05) dengan sabun blanko dan sabun merk yaitu secara berturut (36 menjadi 30) dan (39 menjadi 22,5) sabun dengan tepung beras dan ekstrak daun kemuning sebesar 5% memilik efek anti hiperpigmentasi yang paling baik yaitu mampu mengurangi noda dari (40,75 menjadi 10,75) atau mengalami penurunan sebesar 75,75%.

Kesimpulan: Sabun yang mengandung tepung beras dan ekstrak daun kemuning dapat berfungsi sebagai sabun anti-hiperpigmentasi pada kulit.

(61)

SOAP FORMULATION WITH RICE POWDER AND YELLOW JASMINE LEAVES EXTRACT AS ANTI HYPERPIGMENTATION

ON THE SKIN

ABSTRACT

Background: The intensity of sunlight is abundant in Indonesia that led to a high risk of skin damaged, it is hyperpigmentation. The availability of anti hyperpigmentation soap is less in market and it led to make new soap formula. Objective: To formulate a soap with the combination of rice powder and yellow jasmine leaves (Murraya paniculata L. Jack) and anti-hyperpigmentation test effect on volunteers arm.

Method: Plant collecting, simplex making, extraction by maceration and soap formulation with the combination of rice powder and jasmine leaves extract for each concentration which 3, 4 and 5%. Experimental method had done include (pH test, foam height, tension and anti-hyperpigmentation test) on volunteer’s arm for 4 weeks by skin analyzer (spot) Aramo-SG.

Results: Showed that rice powder and jasmine leaves extract can be formulated into solid soap, having 9.00 pH, foam and tension are stable, stable in storage and does not caused skin irritation. Results of statistical analysis with rice powder and extracts of jasmine leaves with a blank formula and brand had significant difference (p ≤ 0.05), simultaneously blank formula and brand soap is (36 to 30) and (39 to 22,5) while best effectiveness as an anti-hyperpigmentation indicated with 5% powder and extract is the highest ability to reduce stains (40.75 to 10.75) or 75.75% decreased.

Conclusion: Soap contains with rice powder and yellow jasmine leaves extract can be formulated into anti-hyperpigmentation soap.

(62)

FORMULASI SABUN PADAT DENGAN KOMBINASI

TEPUNG BERAS DAN EKSTRAK DAUN KEMUNING

(Murraya paniculata L. Jack) SEBAGAI

ANTI HIPERPIGMENTASI PADA KULIT

SKRIPSI

OLEH:

ARGA ABDI RAFIUD DARAJAT LUBIS

NIM 091501097

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2016

PROGRAM STUDI SARJANA FARMASI

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

OLEH:

(63)

TEPUNG BERAS DAN EKSTRAK DAUN KEMUNING

(Murraya paniculata L. Jack) SEBAGAI

ANTI HIPERPIGMENTASI PADA KULIT

SKRIPSI

Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Farmasi pada Fakultas Farmasi

Universitas Sumatera Utara

OLEH:

ARGA ABDI RAFIUD DARAJAT LUBIS

NIM 091501097

PROGRAM STUDI SARJANA FARMASI

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2016

OLEH:

(64)
(65)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kepada Alla Ta’ala karena telah melimpahkan anugerah

dan kemurahan-Nya sehingga penulis dapat meyelesaikan skripsi yang berjudul Formulasi Sabun Padat Dengan Kombinasi Tepung Beras dan Eksrak Daun

Kemuning Sebagai Anti Hiperpigmentasi Pada Kulit. Skripsi ini diajukan sebagai

salah satu syarat guna memperoleh gelar Sarjana Farmasi dari Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara.

(66)

Penulis juga mengucapkan terima kasih dan penghargaan yang tulus dan tak terhingga kepada Ayahanda Dr. Ir Satia Negara Lubis., MSc., dan Ibunda Ratna Dewi Siregar yang tiada hentinya mendoakan, memberikan semangat, dukungan dan berkorban dengan tulus ikhlas bagi kesuksesan penulis, kepada adik-adik Zain, Dayu, Ahsan dan Kaisan juga kepada teman-teman Laboratorium Kosmetologi Fakultas Farmasi dan sahabat-sahabatku yang selalu memberikan dorongan dan motivasi selama penulis melakukan penelitian.

Penulis menyadari bahwa penulisan skripsi ini masih belum sempurna, sehingga penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun untuk penyempurnaannya. Harapan penulis semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi ilmu pengetahuan khususnya dibidang farmasi dan berguna bagi elemen masyarakat yang membacanya.

Medan, Juli 2016 Penulis,

(67)
(68)

FORMULASI SABUN PADAT DENGAN KOMBINASI TEPUNG BERAS DAN EKSTRAK DAUN KEMUNING (Murraya paniculata L.Jack)

SEBAGAI ANTI HIPERPIGMENTASI PADA KULIT

ABSTRAK

Latar belakang: Hiperpigmentasi disebabkan karena paparan sinar UV yang berlebihan sehingga menyebabkan noda kulit semakin banyak. Sabun yang tersedia di pasaran juga sangat sedikit yang berfungsi sebagai anti hiperpigmentasi sehingga perlu dibuatnya sediaan sabun yang baru.

Tujuan: Untuk memformulasi sabun padat dari kombinasi tepung beras dan ekstrak daun kemuning (Murraya paniculata. L. Jack) dan uji efek anti hiperpigmentasinya.

Metode: Pengumpulan sampel, pembuatan simplisia, pembuatan ekstraksi secara maserasi dan pembuatan sabun padat dengan mengkombinasikan tepung beras dan ekstrak daun kemuning masing-masing dengan konsentrasi 3, 4 dan 5 %. Kemudian dilakukan uji sabun meliputi: pengukuran pH, ketingian busa sabun, tegangan permukaan sabun dan uji efektivitas anti hiperpigmentasi pada kulit sukarelawan selama 4 minggu dengan menggunakan alat skin analyzer (Spot) Aramo-SG.

Hasil: Tepung beras dan ekstrak daun kemuning dapat diformulasi menjadi sediaan sabun padat, mempunyai pH 9.00, busa dan tegangan permukaan yang stabil, stabil pada saat penyimpanan dan tidak menimbulkan iritasi kulit. Hasil analisis menunjukkan perbedaan yang signifikan (p ≤ 0,05) dengan sabun blanko dan sabun merk yaitu secara berturut (36 menjadi 30) dan (39 menjadi 22,5) sabun dengan tepung beras dan ekstrak daun kemuning sebesar 5% memilik efek anti hiperpigmentasi yang paling baik yaitu mampu mengurangi noda dari (40,75 menjadi 10,75) atau mengalami penurunan sebesar 75,75%.

Kesimpulan: Sabun yang mengandung tepung beras dan ekstrak daun kemuning dapat berfungsi sebagai sabun anti-hiperpigmentasi pada kulit.

(69)

SOAP FORMULATION WITH RICE POWDER AND YELLOW JASMINE LEAVES EXTRACT AS ANTI HYPERPIGMENTATION

ON THE SKIN

ABSTRACT

Background: The intensity of sunlight is abundant in Indonesia that led to a high risk of skin damaged, it is hyperpigmentation. The availability of anti hyperpigmentation soap is less in market and it led to make new soap formula. Objective: To formulate a soap with the combination of rice powder and yellow jasmine leaves (Murraya paniculata L. Jack) and anti-hyperpigmentation test effect on volunteers arm.

Method: Plant collecting, simplex making, extraction by maceration and soap formulation with the combination of rice powder and jasmine leaves extract for each concentration which 3, 4 and 5%. Experimental method had done include (pH test, foam height, tension and anti-hyperpigmentation test) on volunteer’s arm for 4 weeks by skin analyzer (spot) Aramo-SG.

Results: Showed that rice powder and jasmine leaves extract can be formulated into solid soap, having 9.00 pH, foam and tension are stable, stable in storage and does not caused skin irritation. Results of statistical analysis with rice powder and extracts of jasmine leaves with a blank formula and brand had significant difference (p ≤ 0.05), simultaneously blank formula and brand soap is (36 to 30) and (39 to 22,5) while best effectiveness as an anti-hyperpigmentation indicated with 5% powder and extract is the highest ability to reduce stains (40.75 to 10.75) or 75.75% decreased.

Conclusion: Soap contains with rice powder and yellow jasmine leaves extract can be formulated into anti-hyperpigmentation soap.

(70)

DAFTAR ISI

Halaman

JUDUL ... i

HALAMAN PENGESAHAN ... iii

KATA PENGANTAR ... iv

SURAT PERNYATAAN TIDAK PLAGIAT ... vi

ABSTRAK ... vii

ABSTRACT ... viii

DAFTAR ISI ... ix

DAFTAR TABEL ... xiii

DAFTAR GAMBAR ... xiv

DAFTAR LAMPIRAN ... xv

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Perumusan Masalah ... 3

1.3 Hipotesis ... 3

1.4 Tujuan Penelitian ... 3

1.5 Manfaat Penelitian ... 4

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 5

2.1 Kemuning ... 5

2.1.1 Sistematika tumbuhan ... 5

2.1.2 Nama lain ... 6

(71)

2.1.4 Sifat dan khasiat tumbuhan ... 7

2.1.5 Kandungan kimia ... 7

2.2 Beras ... 7

2.3 Simplisia dan Ekstraksi ... 8

2.4 Metode Ekstraksi ... 8

2.5 Sabun ... 10

2.5.1 Definisi sabun ... 10

2.5.2 Komposisi sabun ... 11

2.5.3 Cara kerja sabun ... 13

2.5.4 Kegunaan sabun ... 14

2.6 Jenis-jenis Minyak Dalam Pembuatan Sabun ... 15

2.7 Hiperpigmentasi ... 18

2.7.1 Penyebab hiperpigmentasi ... 19

2.7.2 Daerah hiperpigmentasi ... 19

2.7.3 Pembagian hiperpigmentasi ... 20

2.7.4 Cara mencegah hiperpigmentasi ... 20

2.7.5 Dampak hiperpigmentasi ... 21

2.7.6 Pengobatan hiperpigmentasi ... 21

2.8 Skin Analyzer ... 22

BAB III METODE PENELITIAN ... 24

3.1 Alat dan Bahan ... 24

3.1.1 Alat ... 24

3.1.2 Bahan ... 24

(72)

3.2.1 Pengumpulan bahan tumbuhan ... 24

3.2.2 Pengolahan sampel ... 25

3.2.3 Pembuatan ekstrak ... 25

3.3 Formula Sabun ... 26

3.3.1 Formula standar ... 26

3.3.2 Formula standar ... 26

3.3.3 Formula modifikasi ... 26

3.4 Pembuatan Sabun ... 28

3.5 Pemeriksaan Sifat Fisik Sabun ... 28

3.5.1 Pengukuran pH sabun ... 28

3.5.2 Pengukuran ketinggian busa sabun ... 29

3.5.3 Pengukuran tegangan permukaan sabun ... 29

3.6 Uji Efek Anti Hiperpigmentasi ... 30

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 32

4.1 Hasil ekstraksi daun kemuning ... 32

4.2 Hasil pemeriksaan sifat fisik sabun ... 32

4.2.1 Hasil pengukuran pH formula sabun ... 32

4.2.2 Hasil pemeriksaan sediaan sabun ... 33

4.2.3 Hasil pengukuran ketinggian busa sabun ... 35

4.2.4 Hasil pengukuran tegangan permukaan sabun ... 36

4.3 Hasil Pengujian Efek Anti-Hiperpigmentasi ... 38

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 45

5.1 Kesimpulan ... 45

(73)
(74)

DAFTAR TABEL Tabel

2.1 Tabel parameter hasil pengukuran dengan skin analyzer ... 23

3.1 Tabel formulasi pembuatan sabun berdasarkan gram ... 27

4.1 Data pengukuran pH sabun berdasarkan minggu ... 32

4.2 Data organoleptis sediaan sabun yang dibuat pada hari i ... 34

4.3 Data organoleptis sediaan sabun yang dibuat pada hari 28 ... 34

4.4 Pengukuran tinggi busa sabun (cm) ... 36

4.5 Tinggi tegangan permukaan air (cm) ... 37

4.6 Pengukuran tinggi tegangan permukaan sabun ... 38

4.7 Hasil pengukuran noda (spot) pada kulit punggung tangan sukarelawan ... 40

4.8 Hasil pengukuran noda dengan anova (spot) pada kulit punggung tangan sukarelawan ... 42

Gambar

Tabel 3.1 Tabel formulasi pembuatan sabun berdasarkan gram
Tabel 4.1 Data pengukuran pH sabun berdasarkan hari.
Tabel 4.2 Data organoleptis sediaan sabun yang dibuat pada hari I
Tabel 4.4 Pengukuran tinggi busa sabun
+7

Referensi

Dokumen terkait

Kesimpulan : Berdasarkan hasil yang diperoleh dari penelitian yang dilakukan, maka dapat disimpulkan : Formulasi sabun beras padat memiliki zona hambat terhadap

Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui lebih lanjut efek ekstrak daun kemuning terhadap penurunan kadar trigliserida darah tikus yang diinduksi pakan tinggi lemak

Penelitian bertujuan mengetahui aktivitas ekstrak etanol 70% daun kemuning ( Murraya paniculata (L.) Jack ) terhadap penurunan kadar SGPT dan SGOT pada tikus yang

Dari hasil diatas dapat disimpulkan Standardisasi Ekstrak Etanol Daun Kemuning (Murraya Paniculata L. Jack) tidak meemenuhi persyaratan yang ditetapkan, secara spesifik

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah ekstrak kental dari daun kemuning yang diperoleh dengan metode ekstraksi maserasi menggunakan pelarut etanol 70%, gelatin,

Setelah di lakukan uji iritasi terhadap ketiga konsentrasi sabun, tidak menimbulkan iritasi pada kulit suka relawan oleh karena itu sediaan sabun padat dari ekstrak buah apel

Penelitian ini bertujuan untuk memanfaatkan ekstrak kulit buah alpukat dalam bentuk sediaan sabun mandi yang berpotensi sebagai penghilang kotoran, mengangkat sel kulit

Kesimpulan : Berdasarkan hasil yang diperoleh dari penelitian yang dilakukan, maka dapat disimpulkan : Formulasi sabun beras padat memiliki zona hambat terhadap