• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pemberian Tepung Daun Saga Rambat dan Kemuning terhadap Kecacingan pada Kambing Peranakan Etawah Laktasi

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pemberian Tepung Daun Saga Rambat dan Kemuning terhadap Kecacingan pada Kambing Peranakan Etawah Laktasi"

Copied!
24
0
0

Teks penuh

(1)

PEMBERIAN TEPUNG DAUN SAGA RAMBAT DAN KEMUNING

TERHADAP KECACINGAN PADA KAMBING

PERANAKAN ETAWAH LAKTASI

ASTRI WINARNI

DEPARTEMEN ILMU NUTRISI DAN TEKNOLOGI PAKAN FAKULTAS PETERNAKAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(2)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Pemberian Tepung Daun Saga Rambat dan Kemuning terhadap Kecacingan pada Kambing Peranakan Etawah Laktasi adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, September 2014

(3)

ABSTRAK

ASTRI WINARNI. Pemberian Tepung Daun Saga Rambat dan Kemuning terhadap Kecacingan pada Kambing Peranakan Etawah Laktasi. Dibimbing oleh DWIERRA EVVYERNIE dan EVA HARLINA.

Penyakit kecacingan merupakan penyakit yang dapat mengganggu kesehatan ternak. Penelitian dilakukan untuk menguji pengaruh pemberian tepung daun saga rambat (Abrus precatorius) dan kemuning (Murraya paniculata) terhadap penyakit kecacingan pada kambing Peranakan Etawah laktasi. Dua belas ekor kambing PE dengan rataan bobot badan 49.4±8.5 kg, kali beranak 2-4 kali dan rataan produksi susu 940±310 mL ekor-1hari-1, dikelompokkan secara acak ke dalam 3 kelompok. Penelitian terdiri atas 4 perlakuan, P0 (kontrol), P1 (tepung daun saga 4.3%), P2 (tepung daun kemuning 0.7%), dan P3 (kombinasi tepung daun saga dan kemuning). Setiap perlakuan terdiri dari 3 ekor kambing. Data dianalisis menggunakan analisis sidik ragam (ANOVA). Hasil pengamatan menunjukkan perlakuan tidak memberikan pengaruh terhadap konsumsi dan profil darah, namun ada indikasi penurunan jumlah telur cacing setelah dua minggu perlakuan. Kesimpulan penelitian ini adalah pemberian tepung daun saga 4.3%, daun kemuning 0.7%, maupun kombinasi keduanya belum mampu membasmi penyakit kecacingan pada kambing PE laktasi, namun ada indikasi perlakuan tepung daun kemuning lebih potensial dibandingkan perlakuan lainnya dalam menurunkan jumlah telur cacing.

Kata kunci : daun saga, daun kemuning, infeksi parasit, kambing peranakan etawah laktasi

ABSTRACT

ASTRI WINARNI. Addition of Saga and Kemuning Leaves Meal on Parasites Infection of Lactating Etawah Crossbred Goat. Supervised by DWIERRA EVVYERNIE and EVA HARLINA.

Parasites infection is a disease that disturb animal health. The aim of this research was to study the effect of saga (Abrus precatorius) and kemuning leaves meal (Murraya paniculata) on parasites infection of lactating Etawah crossbred goat. Twelve lactating Etawah crossbred goats of 49.4±8.5 kg body weight, number of calving of 2-4 times and average of milk production of 940±310 mL day-1 were divided into three groups. This research conducted into four treatments, P0 (control), P1 (feed contained 4.3% saga leaves meal), group P2 (feed contained 0.7% kemuning leaves meal) and P3 (feed contained combination of saga and kemuning leaves meal). Data were analysis using ANOVA. The result showed that saga and kemuning leaves meal were not affected on the consumption and blood profile, but there was indication of decreasing EPG after two weeks of treatments. As conclusion, addition of saga 4.3%, kemuning leaves meal 0.7%, and combination were not able yet to eliminate the parasites infection on lactating Etawah crossbred goat, but there was indication that kemuning leaves meal was more potential in reduce of egg worm than the others. Keywords: kemuning leaf, lactating Etawah crossbred goat, parasites infection, saga

(4)
(5)

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Peternakan pada

Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan

PEMBERIAN TEPUNG DAUN SAGA RAMBAT DAN KEMUNING

TERHADAP KECACINGAN PADA KAMBING

PERANAKAN ETAWAH LAKTASI

ASTRI WINARNI

DEPARTEMEN ILMU NUTRISI DAN TEKNOLOGI PAKAN FAKULTAS PETERNAKAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(6)
(7)

Judul Skripsi : Pemberian Tepung Daun Saga Rambat dan Kemuning terhadap Kecacingan pada Kambing Peranakan Etawah Laktasi

Nama : Astri Winarni NIM : D24100017

Disetujui oleh

Dr Ir Dwierra Evvyernie, MS MSc Pembimbing I

Dr drh Eva Harlina, MSi Pembimbing II

Diketahui oleh

Prof Dr Ir Panca Dewi MHKS, MSi Ketua Departemen

(8)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah Subhanahu wata’ala atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Judul yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan September hingga November 2013 ini ialah Pemberian Tepung Daun Saga Rambat dan Kemuning terhadap Kecacingan pada Kambing Peranakan Etawah Laktasi.

Salah satu penyakit yang dapat mengganggu kesehatan ternak adalah kecacingan, dan salah satu upaya untuk penanggulangan penyakit ini adalah melalui pemanfaatan herbal lokal yang diduga dapat berfungsi mengatasi kecacingan pada ternak. Penulis memilih daun saga dan kemuning, karena daun tersebut terbukti bermanfaat bagi kesehatan ternak dalam menekan bakteri patogen dan antiinflamasi secara in vitro, dan diharapkan juga dapat mengurangi kecacingan pada ternak.

Karya ilmiah ini telah dipresentasikan dalam seminar “International Symposium on Medical Plant and Traditional Medicine” yang diselenggarakan di

Tawangmangu, 4 Juni 2014 dengan judul “Effect of Saga and Kemuning Leaves Meal on Parasites Infection of Lactating Etawah Crossbred Goat”. Penulis menyadari bahwa dalam penulisan skipsi ini masih jauh dari kesempurnaan. Kritik, saran, dan masukan yang bersifat membangun sangat penulis harapkan demi penyempurnaan dimasa mendatang. Penulis berharap semoga skripsi ini dapat memberikan informasi baru dalam dunia peternakan dan dapat bermanfaat bagi pembaca dan penulis khususnya. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, September 2014

(9)

DAFTAR ISI

Lokasi dan Waktu Penelitian 2

Prosedur 2

Pemeliharaan 3

Konsumsi Bahan Kering Ransum 3

Konsumsi Bahan Organik Ransum 3

Pengambilan Sampel Feses 3

Perhitungan Jumlah Telur Cacing 3

Pengambilan Sampel Darah 4

Pemeriksaan Darah 4

Kadar Hemoglobin 4

Nilai Hematokrit 4

Jumlah Eosinofil 4

Rancangan dan Analisis Data 5

Perlakuan 5

Rancangan Percobaan 5

Peubah yang Diamati 5

HASIL DAN PEMBAHASAN 5

Pengaruh Pemberian Tepung Daun Saga Rambat dan Kemuning

terhadap Konsumsi Bahan Kering dan Bahan Organik Ransum 5 Pengaruh Pemberian Tepung Daun Saga Rambat dan Kemuning

terhadap Jumlah Telur Cacing 6

Pengaruh Pemberian Tepung Daun Saga Rambat dan Kemuning terhadap

(10)

DAFTAR TABEL

1 Susunan ransum basal(%BK) 2

2 Komposisi nutrien ransum (%BK) 2

3 Konsumsi bahan kering dan bahan organik ransum 6

4 Fecal Egg Count Reduction (%) 7

5 Profil darah kambing 8

DAFTAR LAMPIRAN

1 Hasil analisis ragam jumlah telur cacing minggu ke-0 12 2 Hasil analisis ragam jumlah telur cacing minggu ke-1 12 3 Hasil analisis ragam jumlah telur cacing minggu ke-2 12 4 Hasil analisis ragam jumlah telur cacing minggu ke-3 12 5 Hasil analisis ragam jumlah telur cacing minggu ke-4 12 6 Hasil analisis ragam konsumsi bahan kering 12 7 Hasil analisis ragam konsumsi bahan kering 12 8 Hasil analisis ragam konsumsi bahan organik 13 9 Hasil analisis ragam konsumsi bahan organik 13

10 Hasil analisis ragam hemoglobin 13

11 Hasil analisis ragam PCV 13

(11)

1

PENDAHULUAN

Kambing Peranakan Etawah (PE) merupakan kambing hasil persilangan kambing Kacang dengan kambing Etawah. Jenis kambing ini memiliki fungsi sebagai ternak tipe dwiguna, yaitu penghasil susu dan daging (Sodiq dan Abidin 2002). Kambing Peranakan Etawah laktasi di beberapa peternakan menghasilkan susu berkisar antara 0.99-1.5 liter ekor-1 hari-1 (Atabany 2001). Berbagai cara

dilakukan untuk meningkatkan produktivitas kambing ini, namun banyak pula faktor yang menggangu produktivitasnya, diantaranya adalah kehadiran penyakit.

Salah satu penyakit yang sering ditemukan pada kambing adalah penyakit akibat infeksi parasit (Darmono dan Hardiman 2011). Parasit utama yang biasa ditemukan adalah cacing saluran pencernaan, dan cacing ini sangat mengganggu kesehatan ternak. Kondisi iklim tropis Indonesia sangat menunjang kelangsungan hidup parasit ini sehingga memudahkan terjadinya infestasi pada ternak. Pendugaan derajat kecacingan pada ternak dapat dilihat melalui pendekatan jumlah telur tiap gram tinja (TTGT). Kusumamihardja (1992) menyebutkan jumlah telur tiap gram tinja (TTGT) dapat digunakan untuk memperkirakan derajat kecacingan, karena cacing dewasa yang lebih banyak akan menghasilkan telur lebih banyak.

Salah satu upaya untuk penanggulangan penyakit kecacingan pada ternak adalah dengan memanfaatkan herbal lokal yang diduga dapat mengurangi infestasinya. Daun saga rambat (Abrus precatorius) dan kemuning (Murraya paniculata) merupakan tanaman herbal lokal yang biasa digunakan di kalangan masyarakat sebagai obat sariawan maupun radang, namun potensi daun tersebut pada ternak belum banyak dipelajari. Berdasarkan hasil uji in vitro, penggunaan ekstrak daun saga rambat dibawah 12% dan ekstrak kemuning dibawah 4% masih aman bagi ekologi rumen (Evvyernie et al. 2013). Hal ini yang menjadi dasar penggunaan taraf perlakuan penelitian ini, dan diharapkan dapat mengatasi kecacingan pada ternak. Daun saga rambat dan kemuning dapat menekan bakteri patogen dan antiinflamasi secara in vitro. Hasil uji fitokimia menunjukkan daun saga mengandung saponin, flavonoid, tanin, steroid dan triterpenoid, sedangkan daun kemuning mengandung saponin, tanin, flavonoid, dan triterpenoid (Rahminiwati 2010). Kandungan fitokimia kedua tanaman tersebut diharapkan dapat mengatasi kecacingan pada ternak, namun belum dibuktikan secara ilmiah. Oleh karena itu dalam penelitian ini dipelajari kemampuan kedua jenis daun tersebut dalam mengatasi kecacingan khususnya pada kambing peranakan Etawah. Penelitian ini bertujuan untuk menguji peran pemberian tepung daun saga dan kemuning terhadap penyakit kecacingan pada kambing Peranakan Etawah laktasi.

METODE

Bahan

(12)

2

Ransum perlakuan terdiri atas hijauan dan konsentrat dengan rasio 40:60 dan penambahan perlakuan tepung daun saga rambat dan kemuning. Susunan ransum basal dicantumkan pada Tabel 1.

Ransum yang digunakan merupakan ransum yang biasa diberikan di Peternakan Cordero Farm, Ciapus-Bogor, kemudian ditambahkan perlakuan tepung daun saga rambat, daun kemuning, maupun kombinasi keduanya. Persentase perlakuan dihitung dengan konversi rendemen ekstrak dari bahan tepung. Komposisi nutrien ransum penelitian dicantumkan pada Tabel 2.

Alat

Kandang individu sistem panggung dan tiap kandang dilengkapi dengan tempat pakan dan minum. Peralatan lain yang digunakan diantaranya seperangkat alat untuk pengambilan sampel, uji perhitungan jumlah telur cacing, dan pengamatan profil darah.

Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian dilaksanakan di Peternakan “Cordero Farm”, Ciapus-Bogor. Pengamatan telur cacing dilakukan di Laboratorium Helmintologi, Departemen Ilmu dan Penyakit Hewan, FKH-IPB. Pemeriksaan profil darah dilakukan di

Tabel 2 Komposisi nutrien ransum (%BK)

Kandungan nutrien Perlakuan

1Hasil Analisis Laboratorium Pusat Penelitian Sumber Daya Hayati dan Bioteknologi, Institut

Pertanian Bogor (2013); 2Rumus perhitungan TDN (Hartadi et al.1980) = 37.937 1.018 (SK) - 4.886 (LK) + 0.173 (Beta-N) + 1.042 (PK) + 0.015 (SK)2- 0.058 (LK)2+ 0.008 (SK) (beta-N) + 0.119 (LK) (Beta-N) + 0.038 (LK) (PK) + 0.003 (LK)2(PK); P0: kontrol, P1: tepung daun saga rambat 4.3%, P2: tepung daun kemuning 0.7%, P3: kombinasi tepung daun saga rambat 4.3% dan daun kemuning 0.7%

Tabel 1 Susunan ransum basal (%BK)

(13)

3 Laboratorium Fisiologi, Departemen Anatomi dan Fisiologi, FKH-IPB. Penelitian dilaksanakan pada bulan September-November 2013.

Prosedur Pemeliharaan

Kambing PE dipelihara dalam kandang individu dengan pemberian pakan sebanyak 3 kali, pagi hari pukul 06.00 - 07.00, siang hari pukul 12.00 - 13.00, dan sore hari pukul 16.00 - 17.00. Konsentrat dan perlakuan diberikan pada pagi dan siang hari, sedangkan rumput gajah diberikan pada sore hari.

Perlakuan pakan terdiri atas ransum basal (rumput gajah dan konsentrat) yang ditambah tepung daun saga rambat 4.3%, kemuning 0.7%, dan kombinasi tepung daun saga rambat 4.3% dan kemuning 0.7% kedalam ransum. Ransum basal yang diberikan sebanyak 1800 gram BK ekor-1hari-1.

Konsumsi Bahan Kering Ransum

Konsumsi bahan kering ransum diperoleh dengan cara mengurangi jumlah bahan kering ransum yang diberikan dengan sisanya pada setiap harinya.

Konsumsi Bahan Organik Ransum

Konsumsi bahan organik ransum diperoleh dengan cara mengurangi jumlah bahan organik ransum yang diberikan dengan sisanya pada setiap harinya. Pengambilan Sampel Feses

Sampel feses diambil sebelum perlakuan dan setelah perlakuan setiap 7 hari sekali selama 4 minggu. Sampel feses diambil langsung dari anus sebanyak ± 5 g individu-1 dan disimpan dalam ice box untuk diperiksa di laboratorium.

Penghitungan Jumlah Telur Cacing

Telur tiap gram tinja (TTGT) dihitung dengan menggunakan metode McMaster (Permin dan Hansen 1998). Dua gram tinja kambing dilarutkan dalam 58 mL larutan gula garam jenuh, dihomogenkan, disaring, dan dihomogenkan kembali. Larutan yang telah dihomogenkan dimasukkan ke dalam kamar hitung McMaster menggunakan pipet. Satu kamar hitung McMaster memiliki volume 0.15 mL. Pengamatan dilakukan dengan mikroskop setelah dibiarkan selama 5 menit.

Rumus perhitungan jumlah telur tiap gram tinja (TTGT):

�� � = �� ����

Keterangan:

n= jumlah telur cacing dalam kamar hitung Bt = berat tinja (gram)

(14)

4

Respon perlakuan terhadap jumlah telur cacing dievaluasi terhadap penurunan jumlah telur cacing (Faecal Eggs Counts Reduction/FECR). Penurunan jumlah telur cacing dihitung dengan rumus sebagai berikut :

�� % = [ − (�� ×� )] × %

Keterangan:

T1= Rataan jumlah TTGT perlakuan sebelum pemberian saga dan kemuning T2= Rataan jumlah TTGT perlakuan setelah pemberian saga dan kemuning K1= Rataan jumlah TTGT kontrol sebelum perlakuan

K2= Rataan jumlah TTGT kontrol setelah perlakuan Pengambilan Sampel Darah

Sampel darah diambil melalui vena jugularis. Sampel darah diambil sebanyak 3 mL dengan disposible syringe lalu segera dipindahkan ke dalam tabung berheparin. Sampel dibawa ke laboratorium menggunakan ice box.

Pemeriksaan Darah

Kadar Hemoglobin. Kadar hemoglobin diperiksa dengan metode Sahli. Larutan HCl 0.1 N dihisap ke dalam tabung Sahli sampai tanda angka 10 pada garis batas bawah, kemudian sampel darah dihisap menggunakan pipet Sahli hingga mencapai tanda tera atas (0.02 mL). Sampel darah segera dimasukkan kedalam tabung dan ditunggu selama 3 menit atau hingga berubah menjadi warna coklat kehitaman karena reaksi antara HCl dengan hemoglobin membentuk asam hematid. Setelah itu larutan ditambah aquades, diteteskan sedikit demi sedikit sambil diaduk. Larutan aquades ditambah hingga warna larutan sama dengan warna standar hemoglobinometer. Nilai hemoglobin dilihat pada kolom gram % yang tertera pada tabung hemoglobin (Sastradipraja et al. 1989).

Nilai Hematokrit. Penentuan PCV dilakukan dengan cara tabung mikrohematokrit diisi darah yang mengandung antikoagulan sebanyak 4/5 bagian dan ujung masuknya darah ditutup dengan sumbat gabus. Tabung kemudian disentrifus dengan kecepatan 10000 rpm selama 5 menit. Nilai hematokrit dibaca dengan microhematocrit reader (Sastradipraja et al. 1989).

(15)

5 Rancangan dan Analisis Data

Perlakuan

Perlakuan yang diberikan adalah : P0 = Ransum kontrol

P1 = Ransum kontrol + tepung daun saga rambat 4.3%

P2 = Ransum kontrol + tepung daun kemuning 0.7%

P3 = Ransum kontrol + kombinasi tepung daun saga rambat 4.3% dan kemuning

0.7%

Rancangan Percobaan

Percobaan menggunakan rancangan acak kelompok (RAK), dengan empat perlakuan dan tiga kelompok (ulangan). Pengelompokan berdasarkan produksi susu awal dengan coefisien of variance 33.19%. Data analisis ttgt ditransformasikan ke ln(x+1) untuk mendapatkan sebaran normal. Data selanjutnya dianalisis dengan sidik ragam (Analysis of Variance) dan bila terdapat perbedaan nyata dilanjutkan dengan Uji Duncan (Steel dan Torrie 1993) untuk mengetahui pengaruh perlakuan. Model linier analisis ragam pada penelitian ini adalah:

Yij =µ + τi + βj+ εij Keterangan:

Yij : Nilai pengamatan pada ulangan ke-j dan perlakuan ke-i

µ : Nilai rataan umum

τi : Pengaruh perlakuan ke-i (i=1,2,3,4)

β : Pengaruh kelompok ke-j (j=1,2,3)

εij : Eror perlakuan ke-i dan kelompok ke-j

Peubah yang Diamati

Peubah penelitian ini adalah konsumsi bahan kering dan bahan organik ransum, jumlah telur cacing tiap gram tinja (TTGT), dan profil darah yang meliputi hemoglobin, hematokrit (PCV), dan eosinophil.

HASIL DAN PEMBAHASAN

(16)

6

Berdasarkan analisis ragam, perlakuan yang diberikan tidak memberikan perbedaan nyata terhadap konsumsi bahan kering dan bahan organik ransum

(gram) maupun konsumsi bahan kering dan bahan organik metabolis (g kg-1BB0.75).

Hal ini mengindikasikan perlakuan tidak mengganggu konsumsi bahan kering dan bahan organik ransum. Hasil pengamatan konsumsi bahan kering berkisar 1049-1840 gram BK ekor-1hari-1. Jumlah konsumsi ini jauh lebih tinggi dibandingkan

dengan penelitian Zakaria (2012) di peternakan yang sama yaitu 1.01-1.20 kg ekor-1 hari-1 dengan rataan konsumsi 1.13 kg ekor-1 hari-1 atau setara dengan 2.64%

BB. NRC (2007) menyebutkan kebutuhan bahan kering kambing laktasi berkisar 2.8%-4.6% BB. Rataan konsumsi bahan kering kambing Peranakan Etawah laktasi selama penelitian setara 3.3% BB. Hal ini juga menunjukkan konsumsi bahan kering dan bahan organik ransum kambing Peranakan Etawah laktasi tidak terganggu oleh adanya penyakit kecacingan.

Pengaruh Pemberian Tepung Daun Saga Rambat dan Kemuning terhadap Jumlah Telur Cacing

Jumlah telur tiap gram tinja (TTGT) merupakan salah satu cara untuk memperkirakan derajat kecacingan pada ternak, karena cacing dewasa yang lebih banyak akan menghasilkan telur lebih banyak (Kusumamihardja 1992). Jenis telur cacing yang teridentifikasi dalam feses kambing ini termasuk dalam kelompok Strongylid, ordo Strongylida, dan kelas Nematoda. Pengaruh pemberian tepung daun saga dan kemuning terhadap jumlah telur tiap gram tinja (TTGT) disajikan pada Gambar 1.

Tabel 3 Rataan konsumsi ransum kambing PE laktasi

Parameter Perlakuan

P0 P1 P2 P3

Konsumsi bahan kering (g ekor-1hari-1)

1672±156 1409±264 1840±47 1585±240

Konsumsi bahan kering (g kg-1BB0.75)

96.44±12.85 85.51±24.83 95.98±10.54 76.89±11.38

Konsumsi bahan organik (g ekor-1hari-1)

1519±143 1289±249 1672±43 1440±218

Konsumsi bahan organik (g kg-1BB0.75)

87.62±11.68 77.68±22.58 87.19±9.58 69.86±10.34

(17)

7

Berdasarkan hasil analisis ragam perlakuan tidak memberikan pengaruh nyata terhadap jumlah telur tiap gram tinja (TTGT). Jumlah TTGT setiap minggu berfluktuasi pada setiap perlakuan, dan terdapat kecenderungan penurunan pada minggu ke-2, namun terjadi peningkatan kembali pada minggu ke-3. Hal ini mengindikasikan adanya respon dari cacing terhadap pemberian herbal namun perlakuan kurang efektif dalam mengurangi jumlah telur cacing. Keadaan ini diduga disebabkan pemberian taraf yang kurang tepat sehingga menimbulkan efek hormesis. Hormesis merupakan efek yang ditimbulkan akibat pemberian suatu zat sehingga memiliki fase penurunan dan peningkatan (Dewi et al. 2013). Herbal mengandung banyak senyawa kimia yang mekanisme kerjanya kadang berlainan, sehingga tidak dapat diperkirakan senyawa-senyawa yang dapat menghambat atau meningkatkan aktivitas kerja herbal tersebut. Fluktuasi TTGT juga dapat diakibatkan oleh siklus hidup cacing sendiri di dalam tubuh ternak. Nilai TTGT juga dapat berfluktuasi yang disebabkan oleh berbagai kondisi inang yang meliputi umur, fekunditas cacing, respon kekekebalan, dan pengalaman infeksi (Tizard 1988).

Fecal Egg Count Reduction (FECR) menunjukkan persentase penurunan jumlah telur cacing. Reduksi jumlah telur cacing yang diamati setiap minggu menggambarkan efektivitas perlakuan. Pada penelitian ini, setiap perlakuan memberikan efek penurunan terhadap jumlah telur cacing dibandingkan dengan

Tabel 4 Fecal Egg Count Reduction (FECR) kambing PE laktasi setiap minggu

Perlakuan M1 M2 M3 M4 Rataan

P1 11.36 -2.55 -4.59 23.52 6.93

P2 -6.55 56.04 -29.26 21.28 10.38

P3 -1.08 53.39 -29.87 12.72 8.79

P0: kontrol, P1: tepung daun saga rambat 4.3%, P2: tepung daun kemuning 0.7%, P3: kombinasi tepung daun saga rambat 4.3% dan daun kemuning 0.7%. M0-M4: minggu ke-0 hingga minggu ke-4

(18)

8

kontrol. Hal ini diduga disebabkan oleh senyawa aktif saga dan kemuning. Daun saga dan kemuning memiliki senyawa aktif saponin dan tanin yang kemungkinan bisa lolos hingga organ pasca rumen sehingga dapat mengurangi kecacingan.

Mekanisme saponin merusak sel-sel saluran pencernaan cacing melalui interaksi bagian aktifnya yaitu aglikon hidrofobik sehingga molekul saponin bisa memasuki membran sel tegumen (Cheeke dan Schull 1989). Peristiwa ini menyebabkan kebocoran pada dinding sel sehingga sel mengalami ketidak seimbangan ion lalu lisis. Saponin mempunyai sifat deterjen yang dapat menurunkan tegangan permukaan sel cacing sehingga merubah permeabilitas sel dan mendegradasi lemak pada cacing (Hyene 1987).

Tanin dari berbagai tanaman dapat memutus siklus hidup cacing nematoda di dalam saluran pencernaan dengan menghambat penetasan telur cacing dan penghambatan larva infektif (Min dan Hart 2003). Tegumen cacing yang terdiri atas glikoprotein dan mukopolisakarida (Smyth dan McManus 1989) mampu dirusak oleh tanin dengan mengendapkan proteinnya. Keadaan ini menghalangi cacing menyerap nutrisi dan akhirnya mati akibat menurunnya persediaan glikogen dan berkurangnya pembentukan ATP. Perlu dilakukan penelitian lanjutan yang menjamin senyawa aktif saga maupun kemuning dapat mencapai target organ tanpa dirombak terlebih dahulu oleh mikroorganisme rumen.

Pengaruh Pemberian Tepung Daun Saga Rambat dan Kemuning terhadap Profil Darah

Gambaran darah mampu menggambarkan kondisi fisiologis ternak karena hewan yang mengalami gangguan fisiologis akan mengalami perubahan gambaran darah (Guyton 1997). Hasil pemeriksaan profil darah meliputi kadar hemoglobin, hematokrit, dan eosinofil tidak terpengaruh nyata pada pasca pemberian tepung daun saga dan kemuning. Perubahan gambaran darah dapat disebabkan oleh faktor internal seperti pertambahan umur, status gizi, kesehatan, stres, siklus estrus dan suhu tubuh, sedangkan faktor eksternal diantaranya infeksi kuman dan suhu lingkungan (Guyton 1997)

Hemoglobin merupakan pigmen eritrosit yang tersusun atas protein konjugasi dan protein sederhana (Swenson 1984). Kadar hemoglobin dalam darah umumnya berbanding lurus dengan hematokrit. Hariono (1980) melaporkan kadar hemoglobin kambing normal adalah 8-14 g%. Rataan kadar hemoglobin kambing PE laktasi penelitian ini 8.63-9.31 g%, sehingga masih berada dalam nilai standar namun berada dalam batas bawah. Kambing-kambing ini mulai menunjukkan gangguan fisiologis akibat kecacingan namun belum masuk dalam kategori

Tabel 5 Rataan profil darah kambing PE laktasi

Perlakuan Profil Darah

Hemoglobin (g%) Hematokrit (%) Eosinofil (%)

P0 9.13 ± 1.24 24.47 ± 2.00 6.33 ± 0.76

P1 9.31 ± 0.25 24.03 ± 1.12 5.75 ± 2.78

P2 8.63 ± 0.81 22.09 ± 2.81 6.83 ± 4.62

P3 9.13 ± 0.43 23.88 ± 0.99 7.83 ± 4.19

(19)

9 anemia. Anemia dapat disebabkan oleh infestasi parasit cacing sedang hingga berat, yang ditunjukkan oleh kadar hemoglobin di bawah batas normal.

Kadar hematokrit (PCV) merupakan persentase sel darah merah dalam 100 ml darah. Kadar hematokrit kambing PE laktasi penelitian ini 22.09%-24.47%, yang masih berada dalam selang normal kambing dewasa yaitu 22%-38% (Jain 1993). Kemampuan ternak dalam mempertahankan PCV dapat digunakan sebagai salah satu metode untuk mengidentifikasi ternak yang toleran terhadap parasit. PCV merupakan ukuran yang menggambarkan kemampuan ternak untuk bertahan dari anemia akibat infeksi suatu penyakit (Murray 1990). Pada penelitian ini keberadaan parasit masih dapat ditoleransi oleh kambing.

Eosinofil merupakan leukosit dengan ciri adanya granula berwarna merah di dalam sitoplasmanya. Jumlah eosinofil akan meningkat apabila hewan mengalami infestasi parasit atau reaksi alergi (Tizard 1988). Menurut Delman dan Brown (1992), persentase eosinofil kambing 1%-8% dari total leukosit, namun Banks (1993) menyatakan persentase eosinofil sebesar 5% dari total leukosit. Jumlah eosinofil kambing PE laktasi penelitian ini 5.75%-7.83%, melebihi standar Banks. Dengan demikian keberadaan cacing di saluran pencernaan kambing telah mampu menginduksi inang untuk memproduksi eosinofil, walaupun belum masuk dalam kategori eosinofilia berat.

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Penggunaan tepung daun saga 4.3%, daun kemuning 0.7%, maupun kombinasi keduanya belum mampu mengatasi penyakit kecacingan pada kambing Peranakan Etawah laktasi secara optimal, namun ada indikasi perlakuan tepung daun kemuning lebih potensial dibandingkan perlakuan lainnya dalam menurunkan jumlah telur cacing.

Saran

Pemberian obat cacing paten sebelum perlakuan dimulai dan pengujian lanjutan dengan melindungi bahan herbal terhadap mikroorganisme rumen, sehingga dapat mencapai target organ dan efektif untuk mengatasi infestasi parasit pada ternak.

DAFTAR PUSTAKA

Atabany A. 2001. Studi kasus produktivitas kambing peranakan etawah dan kambing saanen pada Peternakan Kambing Perah Barokah dan PT Taurus Dairy Farm [tesis]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

(20)

10

Cheeke PR, LR Schull . 1989. Natural Toxicants in Feeds and Poisonous Plants. California (US): AVI Publishing Company Inc.

Darmono, Hardiman. 2011. Penyakit Utama yang Sering Ditemukan pada Ruminansia Kecil. Bogor (ID): Balai Besar Penelitian Veteriner.

Dellman HD, EM Brown. 1992. Histologi Veteriner I. Terjemahan: R Hartono. Jakarta (ID): Universitas Indonesia

Dewi IK, Joharman, Lia Yulia B. 2013. Perbandingan daya hambat ekstrak etanol dengan sediaan sirup herbal buah belimbing wuluh (Averrhoa bilimbi L.) terhadap pertumbuhna Shigella dysentriae in vitro. Berkala Kedokteran. 9(2): 191-198.

Evvyernie D, HA Sukria, E Harlina, E Rahmi, A Winarni, U Nurjanah. 2013. Effect of saga and kemuning leaves on rumen microbes and in vitro digestibility. 3rd AINI International Seminar. 2013 Sep 24-25; Padang, Indonesia. Padang (ID): ISBN 978-602-96934-8-5. hlm 427-432.

Guyton AC. 1997. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Irawati Setiawan, penerjemah. Jakarta (ID): Penerbit Buku Kedokteran ECG. Terjemahan dari: Textbook of Medical Physiology.

Hariono. 1980. Patologi Klinik. Yogyakarta (ID): Universitas Gajah Mada.

Hartadi H, S Reksohadiprodjo, S Lebdosukojo, AD Tillman. 1980. Tabel-tabel dari Komposisi Bahan Makanan Ternak untuk Indonesia. Yogyakarta (ID): Gajah Mada University Pr.

Hyene K. 1987. Tumbuhan Berguna Indonesia III. Terjemahan: Irawati. Jakarta (ID): Yayasan Sarana Wana Jaya.

Jain NC. 1993. Essentials of Veterinary Hematology. Philadelpia (US): Lea and Febiger.

Kusumamihardja S. 1992. Parasit dan Parasitosis pada Ternak dan Hewan Piaraan di Indonesia. Bogor (ID): Pusat Antar Universitas IPB.

Min BR, SP Hart. 2003. Tannins for suppression of internal parasites. J Anim Sci. 81(2): 102-109.

Murray M, Trail JCM, D’Ieteren GDM. 1990. Trypanotolerance in cattle and prospects for the control of trypanosomiasis by selective breeding. Rev Sci Tech Off Epiz. 9(2): 369-386.

Mertens DR. 1987. Predicting intake and digestibility using mathematical models of ruminant function. J Anim Sci. 64: 1548-1558.

[NRC] National Research Council. 2007. Nutrient Requirements of Small Ruminants. Washington (US): National Academy Pr.

Permin A, Hansen JW. 1998. Epidemology, Diagnosis, and Control Poultry Parasites. FAO Animal Health Manual. Rome (IT): FAO United Nation.

Rahminiwati M, S Sa’diah, M Poeloengan. 2010. Formulasi Anti Mastitis

Berbasis Herbal: Skrining Aktivitas Anti Bakteri dan Anti Inflamasi secara In Vitro dan In Vivo untuk Menghasilkan Satu Kandidat Prebiotik dari Daun Kemuning, Saga, Binahong, Herba Seledri, Rimpang Kunyit, Minyak VCO dan Minyak Buah Merah. KKP3T. Departemen Pertanian.

Sastradipraja D, Sikar SHS, Wijayakusuma R, Ungerer T, Maad A, Nasution H, Suriawinata R, Hamzah R. 1989. Penuntun Praktikum Fisiologi Veteriner. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

(21)

11 Smyth JD, Mc Manus. 1989. The Phisiology and Biochemistry of Cestodes.

Cambridge (GB): Cambridge Univ Pr.

Steel RGD, JH Torrie. 1993. Prinsip dan Prosedur Statistik. Terjemahan: M Syah. Jakarta (ID): PT Gramedia.

Swenson MJ. 1984. Duke’s Physiology of Domestic Animal. Ithaca and London (GB): Cornell University Pr.

Tizard I. 1988. Pengantar Imunologi Veteriner. Surabaya (ID): Airlangga Univ Pr. Zakaria F. 2012. Pengaruh daun torbangun dan daun katuk pada ransum kambing

(22)

12

Lampiran 1 Hasil analisis ragam jumlah telur cacing minggu ke-0

JK : jarak kuadrat; db : derajat bebas; KT : kuadrat tengah

Lampiran 2 Hasil analisis ragam jumlah telur cacing minggu ke-1

SK db JK KT F hit Sig

Perlakuan 3 5.347 1.782 1.452 0.319

Kelompok 2 0.462 0.231 0.188 0.833

Galat 6 7.368 1.228

Lampiran 3 Hasil analisis ragam jumlah telur cacing minggu ke-2

SK db JK KT F hit Sig

Perlakuan 3 9.810 3.270 0.343 0.796

Kelompok 2 7.638 3.819 0.401 0.687

Galat 6 57.211 9.535

Lampiran 4 Hasil analisis ragam jumlah telur cacing minggu ke-3

SK db JK KT F hit Sig

Perlakuan 3 6.306 2.102 0.290 0.831

Kelompok 2 2.089 1.045 0.144 0.869

Galat 6 43.491 7.248

Lampiran 5 Hasil analisis ragam jumlah telur cacing minggu ke-4

SK db JK KT F hit Sig

Perlakuan 3 0.525 0.175 0.208 0.887

Kelompok 2 3.526 1.763 2.093 0.204

Galat 6 5.054 0.842

Lampiran 6 Hasil analisis ragam konsumsi bahan kering (g ekor-1hari-1)

SK db JK KT F hit Sig

Perlakuan 3 290043 96681 1.931 0.226

Kelompok 2 7410.5 3705.25 0.074 0.930

Galat 6 300423.5 50070.58

Lampiran 7 Hasil analisis ragam konsumsi bahan kering (g kg-1BB0.75)

(23)

13 Lampiran 8 Hasil analisis ragam konsumsi bahan organik (g ekor-1hari-1)

SK db JK KT F hit Sig

Perlakuan 3 229468.663 76489.554 1.779 0.251

Kelompok 2 5470.556 2735.278 0.064 0.939

Galat 6 258044.495 43007.416

Lampiran 9 Hasil analisis ragam konsumsi bahan organik (g kg-1BB0.75)

SK db JK KT F hit Sig

Perlakuan 3 640.226 213.409 1.464 0.316

Kelompok 2 651.047 325.524 2.233 0.188

Galat 6 874.5 145.75

Lampiran 10 Hasil analisis ragam hemoglobin

SK db JK KT F hit Sig

Perlakuan 3 0.768 0.256 1.028 0.444

Kelompok 2 3.412 1.706 6.846 0.028

Galat 6 1.495 0.249

Lampiran 11 Hasil analisis ragam PCV

SK db JK KT F hit Sig

Perlakuan 3 9.872 3.291 1.125 0.411

Kelompok 2 10.770 5.385 1.841 0.238

Galat 6 17.549 2.925

Lampiran 12 Hasil analisis ragam eosinophil

SK db JK KT F hit Sig

Perlakuan 3 7.500 2.500 0.214 0.883

Kelompok 2 15.167 7.583 0.65 0.555

(24)

14

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Bogor pada tanggal 24 September 1992. Penulis merupakan anak ketiga dari pasangan Bapak Pujiono dan Ibu Yaminah. Penulis menempuh pendidikan dasar di SDN Cibuluh 2 pada tahun 1998-2004. Pendidikan dilanjutkan di SMPN 8 Bogor pada tahun 2004-2007. Pendidikan lanjutan menengah atas di SMAN 6 Bogor pada tahun 2007-2010.

Penulis diterima di IPB melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) pada tahun 2010 dan diterima di Program

Studi Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan, Fakultas Peternakan IPB. Penulis merupakan penerima beasiswa BIDIKMISI periode 2010-2014. Penulis aktif di

organisasi kemahasiswaan BEM D’Oreamnos (2011-2012). Penulis pernah mengikuti seminar internasional Asian Australasian of Dairy Goats Conference tahun 2014 di Bogor dan International Symposium on Medical Plant and Traditional Medicine tahun 2014 di Tawangmangu. Penulis juga pernah mengikuti Program Kreativitas Mahasiswa (PKM) dan berhasil lolos didanai oleh Direktorat Pendidikan Tinggi pada tahun 2012 dengan judul “Produksi Daging

Ayam Organik Rendah Kolesterol Berbasis Pakan Silase Komersial” dan tahun 2013 dengan judul “Pengaruh Antibiotik Alami Dari Daun Torbangun (Coleus Amboinicus L) Terhadap Daya Hidup Mikroorganisme Rumen Dan Kecernaan In Vitro.

UCAPAN TERIMA KASIH

Terima kasih penulis sampaikan kepada Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi selaku pemberi beasiswa Bidik Misi dan BOPTN Biofarmaka LPPM-IPB (2013) yang telah mendanai penelitian ini yang diketuai oleh Ibu Dr Ir Dwierra Evvyernie, MS, MSc. Terima kasih juga penulis ucapkan kepada Ibu Dr Ir Dwierra Evvyernie, MS, MSc dan Ibu Dr drh Eva Harlina, MSi selaku pembimbing skripsi, Ibu Dilla Mairestia Fassah, MSc selaku dosen pembahas seminar dan panitia seminar pada tanggal 20 Mei 2014, Ibu Prof Dr Ir Dewi Apri Astuti, MS dan Ibu Dr Ir Sri Darwati, MSi selaku dosen penguji sidang skripsi, dan Ibu Dr Ir Widya Hermana, MSi selaku panitia sidang skripsi pada tanggal 21 Agustus 2014. Penghargaan penulis sampaikan kepada karyawan peternakan Cordero Farm, Ciapus, Bogor serta staf Laboratorium Helmintologi dan Laboratorium Fisiologi, Fakultas Kedokteran Hewan IPB yang telah membantu pelaksanaan kegiatan penelitian ini.

Gambar

Tabel 4 Fecal Egg Count Reduction (FECR) kambing PE laktasi setiap minggu

Referensi

Dokumen terkait

Model kinetika reaksi katalitik yang telah diuji clan memberikan ralat <l 0% adalah model di mana langkah desorpsi DME dari permukaan katalis merupakan langkah

(1) Inspektur Pembantu Investigasi melaksanakan sebagian fungsi Inspektorat di bidang pengawasan sewaktu-waktu dengan tujuan tertentu terhadap pelaksanaan urusan pemerintahan

penulis akan menciptakan sebuah karya seni yang bersifat fungsional berupa Softcase Drumset dengan berbahan dasar kulit nabati yang nantinya akan diproses

3 Senada dengan hal tersebut Nasaruddin Umar yang menyatakan bahwa Islam memberikan ketegasan bahwa prestasi individual, baik dalam bidang spiritual maupun urusan

Namun kemudian, sebagai- mana dikemukakan oleh Muhammad Hami- dullah, secara bertahap, berdasarkan wahyu (al-Qur’an) dan sunnah Nabi Muhammad, sistem sosial yang

Perlu dilakukan penelitian atau kajian lanjutan untuk mengetahui perilaku imago parasitoid secara detail ketika berada di dalam habitat yang mengandung

bassiana yang diaplikasikan dengan pupuk organik cair, (a) koloni wereng pada pangkal batang padi yang terparasit B.. bassiana tumbuh pada wereng

Kegagalan material SA-210C ini dianalisa akibat tekanan internal maksimum fluida yang melewati pipa pada lokasi 1 melebihi perhitungan yang diizinkan, dengan penyebab